Page 1
LAPORAN KASUS
Meningoensefalitis TB
Diajukan Kepada:
dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
Disusun oleh:
BIMAYUDO APRIALDI
1920221090
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
1
Page 2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
MENINGOENSEFALITIS TB
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD AMBARAWA
Disusun oleh:
BIMAYUDO APRIALDI
1920221090
Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
2
Page 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Meningoensefalitis TB”.
Terselesaikannya laporan kasus ini tentunya tercapai karena adanya
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dr. Nurtakdir Setyawan, Sp.S, M.Sc, MH yang telah
membimbing dan seluruh teman-teman kepaniteraan klinik Departemen Ilmu
Kedokteran Saraf atas kerjasama dan bantuan selama penyusunan tugas ini.
Penulis mengetahui banyak kekurangan yang harus diperbaiki dan
mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari pembaca guna perbaikan
yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Ambarawa, 15 Januari 2021
Penulis
3
Page 4
BAB I ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
No. RM : 197***-****
Umur : 31 tahun 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Krajan, Wonokerso
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal masuk : 12 Januari 2021 Pukul: 13:55
Tanggal keluar :-
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis pada tanggal 15 Januari 2021
di Bangsal Cempaka RSUD Gunawan Mangunkusumo Ambarawa, pasien
merupakan konsul dari dr Alex, Sp.PD.
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan seorang buruh di gunung merapi, 2 bulan yang lalu
pasien melakukan kontak langsung setiap hari dengan rekan kerja yang memiliki
gejala batuk-batuk.
Pasien datang ke Rumah Sakit Gunawan Mangunkusumo (RSGM) dengan
keluhan lemas sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan lemas dirasakan
pasien pada seluruh tubuh dimana ketika pasien sudah makan maka rasa lemas
berkurang, lalu pada 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mulai tidak
4
Page 5
merespon dengan baik dan tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Kesadaran pasien mulai menurun secara bertahap hingga pada 2 hari sebelum
masuk RS, pasien mengeluhkan tangan dan kaki terasa berat dan kaku jika ingin
digerakan terutama pada tangan dan kaki kiri. Sulitnya tangan dan kaki
digerakkan menyebabkan pasien lebih banyak berbaring di kasur. Pasien
mengeluhkan nyeri kepala seperti nyutnyutan pada seluruh bagian kepala, sesak
dan batuk berdahak. Sesak berkurang ketika pasien beristirahat total. Hingga
pada 1 jam sebelum masuk RS pasien dibawa keluarganya dengan cara di angkat
oleh 3 orang karena pasien mengalami penurunan kesadaran dan sulit
menggerakan anggota tubuhnya dan diantar menggunakan kendaraan pribadi ke
RSUD Gunawan Mangunkusumo. Selama perjalanan menuju RS kesadaran
pasien mengalami penurunan.
Pada saat pasien datang ke IGD, keluarga pasien mengeluhkan penurunan
kesadaran, nafsu makan pasien menurun pasien hanya makan 6-8 sendok, berat
badan pasien menurun cukup drastis, belum buang air besar (BAB), buang air
kecil (BAK) sedikit, sesak memberat, tetapi pasien menyangkal ketika ditanya
mual dan muntah, pasien dapat membuka mata dan menggerakan tangan dan
kaki walau lemah dan berat. Pasien selanjutnya menjalani rawat inap di bangsal
cempaka dengan diagnosis IGD yaitu penurunan kesadaran, encephalopati susp.
B20 dengan pneumonia susp. TB. Pasien dikonsultasikan ke departemen saraf
untuk menilai kemungkinan adanya penyakit encephalitis pada pasien.
Ditemukan kondisi kesadaran pasien yang menurun, pasien mengigau dan
mengerang, ketika dipanggil pasien dapat memberikan respon tetapi pasien tidak
dapat berbicara, nyeri punggung juga dikeluhkan pasien sebelum datang ke
rumah sakit, demam (+), sesak (+), nyeri kepala ditemukan pada seluruh bagian
kepala, dan juga menurut keluarga pasien terdapat kejang 5 kali dalam sehari.
Kejang berlangsung singkat dan hanya terjadi pada lengan kiri pasien, BAK
pasien menggunakan kateter dan ditemukan jumlahnya sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien tidak
pernah memiliki penyakit gangguan kejang, dan epilepsy. Pasien tidak memiliki
5
Page 6
penyakit kencing manis, dan darah tinggi. Pasien tidak memiliki penyakit ginjal,
hati, jantung dan paru. Pasien tidak memiliki alergi. Riwayat asma (-) Riwayat
alergi (-) Riwayat trauma (-) Riwayat pandangan kabur (-) Riwayat batuk lama
(-)
Pasien sempat kontak langsung dengan pasien terdiagnosis TB pada saat
bekerja sebagai buruh di gunung merapi.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien merokok 10 batang perhari. Pasien juga mengakui suka meminum
alcohol seminggu 2 kali bersama teman-temannya. Pasien merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara. Pekerjaan pasien adalah seorang buruh di gunung
merapi. Pasien tinggal bersama dengan buruh lainnya dan baru kembali kerumah
3 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit keluarga
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : ayah pasien memiliki Hipertensi sejak 2
tahun yang lalu
- Riwayat kencing manis : disangkal
- Riwayat batuk lama : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat TB : disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat antinyeri untuk mengurangi nyeri di punggungnya
ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem Serebrospinal
Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (+), kejang (+), muntah (-)
2. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat hipertensi (-), riwayat jantung (-)
6
Page 7
3. Sistem Respirasi
Sesak napas (+), batuk (-)
4. Sistem Gastrointestinal
Muntah (-), BAB (-)
5. Sistem Muskuloskeletal
Pasien gelisah, kejang pada lengan kiri (+)
6. Sistem Integumen
dbn
7. Sistem Urogenitalia
BAK sedikit, kuning
RESUME ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Pasien mengeluhkan lemas 5 hari
SMRS yang selanjutnya 3 hari SMRS pasien mulai kehilangan kesadaran dan
selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit. 2 hari sebelum masuk RS, pasien
mengeluhkan tangan dan kaki terasa berat dan kaku jika ingin digerakan dan juga
nyeri kepala, hingga pada 1 jam sebelum masuk RS pasien dibawa keluarganya ke
RSUD Gunawan Mangunkusumo. Pada saat di IGD, IGD, pasien mengeluhkan
belum BAB sejak 4 hari yang lalu, BAK sedikit, berat badan menurun, batuk (+),
mual (-), muntah (-). Keluarga pasien tidak menyangkal saat ditanya perihal
konsumsi alkohol dan perokok aktif. Terdapat kejang pada tangan kiri. Sesak
nafas. Tidak ada cairan keluar dari hidung dan telinga. BAK (+) sedikit, BAB (-).
Diagnosis awal pasien yaitu encephalitis susp. B20 + Pneumonia susp. TB. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit dahulu atau hal serupa sebelumnya. Riwayat
penyakit keluarga disangkal. Pasien mengkonsumsi obat antinyeri untuk keluhan
di punggungnya.
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran, nyeri kepala, kejang sejak 1
jam SMRS
Diagnosis topis : Meningens dan parenkim otak
Diagnosis etiologi : Infeksi
Diagnosis sekunder : -
7
Page 8
DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan alloanamnesa, keluarga pasien mengeluhkan pasien dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran adalah kegawatan neurologi yang
menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common
pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Penurunan kesadaran
menjadi pertanda disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan
kegagalan seluruh fungsi tubuh.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua
hemisfer serebri dan Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang
terdapat dibatang otak. ARAS merupakan suatu rangkaian atau network system
yang dari kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon
melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut
akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Secara garis besar penyebab penurunan kesadaran dapat dibagi menjadi
3, yaitu :
1. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
Contoh : gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi
sistemis, hipertermia, dan epilepsi
2. Penurunan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
Contoh : perdarahan subarakhnoid, radang selaput otak dan jaringan otak
(meningoencephalitis)
3. Penurunan kesadaran dengan kelainan fokal
Contoh : tumor otak, perdarahan otak, infark otak, dan abses otak
Berdasarkan gejala kemungkinan penurunan kesadaran yang dialami oleh
pasien saat ini disebabkan karena meningoensefalitis ditemukan adanya
penurunan kesadaran, sesak nafas, nyeri kepala, dan demam. Diagnosis banding
pasien tersebut yaitu stroke, karena ekstremitas pasien sulit untuk digerakkan.
8
Page 9
MENINGOENCEPHALITIS
A. Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan
otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.
Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan
otak.
B. Epidemiologi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis
bakterial terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-
negara berkembang. Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa
meningitis virus lebih sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih
sering terjadi pada musim panas. Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih
tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang setiap tahun. Afrika Sub-Sahara sudah
mengalami epidemik meningitis meningokokus yang luas selama lebih dari
satu abad, sehingga disebut “sabuk meningitis”. Epidemik biasanya terjadi
dalam musim kering (Desember sampai Juni), dan gelombang epidemik bisa
berlangsung dua atau tiga tahun, mereda selama musim hujan. Angka
serangan dari 100–800 kasus per 100.000 orang terjadi di daerah ini yang
kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini sebagian besar
disebabkan oleh meningokokus. Epidemik terbesar yang pernah tercatat
dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 1996–1997, yang
menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.
Epidemik penyakit meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana
orang tinggal bersama untuk pertama kalinya, seperti barak tentara selama
mobilisasi, kampus perguruan tinggi[1] dan ziarah Haji tahunan. Walaupun
pola siklus epidemik di Afrika tidak dipahami dengan baik, beberapa faktor
sudah dikaitkan dengan perkembangan epidemik di daerah sabuk meningits.
9
Page 10
Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis (kerentanan kekebalan tubuh
penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan perpindahan penduduk dalam
jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk yang terlalu padat dan
kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan dan badai debu),
dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).
Ada perbedaan signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus
meningitis bakterial. Contohnya, N. meningitides grup B dan C menyebabkan
kebanyakan penyakit di Eropa, sedangkan grup A ditemukan di Asia dan
selalu menonjol di Afrika, di mana bakteri ini menyebabkan kebanyakan
epidemik besar di daerah sabuk meningitis, yaitu sekitar 80% hingga 85%
kasus meningitis meningokokus yang didokumentasikan.
C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus
yang jarang disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada
meningitis yang disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan
gambaran yang sama yaitu pada meningitis yang disebabkan organisme lain
(lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi parameningeal (abses otak,
abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia (obat NSAID,
immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum
ditemukannya vaksin Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang
menyebabkan meningitis neonatus adalah bakteri yang sama yang
menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1.1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan
usia
Bakteri yang paling
sering menyebabkan
meningitis
Bakteri yang jarang
menyebabkan meningitis
Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureus
Escherichia coli Coagulase-negative staphylococci
10
Page 11
Klebsiella Enterococcus faecalis
Enterobacter Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b,
c, d, e, f, dan nontypable
>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type b
Neisseria meningitides Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus
golongan enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses,
echovirus dan pada pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan
enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California vencephalitis
viruses) adalah golongan virus yang paling sering menyebabkan
meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis
yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang
tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan
meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch
virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri,
Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang
biasanya merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi
encephalomyelitis, penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection.
11
Page 12
Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak yang dapat
menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau
terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu
dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent
immune-mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula
pada beberapa hari setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Tabel 1.2. Virus penyebab meningitis
Akut Subakut
Adenoviruses HIV
1. Amerika utara
Eastern equine
encephalitis
Western equine
encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne
encephalitis
Murray Valley
encephalitis
JC virus
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex
12
Page 13
viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut.
Encephalitis juga dapat merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan
metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab yang paling sering
menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses), enterovirus, dan
herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan dewasa
dan dapat berupa acute febrile illness.
D. Patofisiologi
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, invasi organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini
berlangsung secara hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam
lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran
dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi seperti
(sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti
N.Meningitidis, S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida
13
Page 14
yang memudahkannya berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa
reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul secara sekunder akibat
penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui pembuluh
darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase
bakterial dimana pada fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan
serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal kurang baik
dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya
antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang
dapat memacu timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat
patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram
negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari
mediator dari respon inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin
(tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor,
nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini
menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,
neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis
bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya
agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya
mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan
neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap
infeksi, agen anti-inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas meningitis bakteri. Hanya
deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada
sebagian besar infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1
14
Page 15
tahun. Enterovirus adalah agen penyebab paling umum dan merupakan
penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus lainnya
termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus.
Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat
selama tahun tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur.
Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih
rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis viral
mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial meningkat.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat.
Penyakit ini adalah suatu peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat
agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus terjadi
melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah
ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi
virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus.
Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La
Crosse virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali,
penyebab ensefalitis ini menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama.
Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium. Namun,
manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan
rabies adalah dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui
kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes,
terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga
menyebabkan ensefalitis.
E. Gejala Klinis
Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan
tekanan intrakranial :
1. Nyeri kepala
2. Muntah
3. Fotofobi
15
Page 16
4. Kaku kuduk
5. Demam
6. Kesadaran menurun
7. Kejang
F. Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien
dengan meningoencephalitis antaralain:
1. Kesadaran menurun
2. Panas
3. Tanda-tanda kaku kuduk dengan tanda kernig dan Brudzinsky positif
4. Pada anak : adanya fontanella mencembung
5. Bisa dengan parese nervi kranialis
6. Hemiparesis
7. Adanya rash, kemungkinan karena bakteri atau virus
8. Fotofobia
9. Dapat disertai defisit neurologis
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada meningoencephalitis
antaralain:
1. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas LCS
Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa
gangguan sistem saraf pusat dipaparkan pada tabel 1.3.
Tabel 1.3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
16
Page 17
17
Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein
(mg/dL)
Glukosa
(mg/dL)
ketera
ngan
Normal 50-180
mm H2O
<4; 60-70%
limfosit,
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
20-45 >50 atau 75%
glukosa darah
Meningitis
bakterial akut
Biasanya
meningkat
100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
mendominasi
100-500 Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
glukosa
darah;
biasanya <40
Organi
sme
dapat
dilihat
pada
Gram
stain
dan
kultur
Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan
Normal
atau
meningkat
1-10,000;
didominasi
PMNs tetapi
mononuklear
sel biasa
mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
>100 Terdepresi
atau normal
Organi
sme
normal
dapat
dilihat;
pretreat
ment
dapat
menye
babkan
CSF
steril
Tuberculous
meningitis
Biasanya
meningkat
: dapat
sedikit
meningkat
karena
bendunga
n cairan
serebrospi
nal pada
tahap
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya
100-500;
lebih
tinggi
khususnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal
<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat
Bakteri
tahan
asam
mungk
in
dapat
terlihat
pada
pemeri
ksaan
usap
Page 18
2. Analisis, kultur, dan tes sensitifitas darah
3. Head CT-Scan
4. Pemeriksaan CRP
H. Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
2. Kausal: Lama Pemberian 10–14 hari
Usia Bakteri Penyebab Antibiotika< 50 tahun S. Pneumoniae
N. Meningitidis
L. Monocytogenes
Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari
atau Ceftriaxone 2 g/12 jam +
Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg
BB/IV/hari)
Chloramphenicol 1 g/6 jam +
Trimetoprim/sulfametoxazole 20
mg/kg BB/hari.
Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin
1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)
> 50 tahun S. Pneumoniae
H. Influenzae
Species Listeria
Pseudomonas aeroginosa
N. Meningitidis
Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari atau ceftriaxone 2 g/12 jam + ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari)
Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g/12 jam/IV (max. 3 g/hari)
Ceftadizime 2 g/8 jam/IV
18
Page 19
Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris
sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai
3. Terapi tambahan :
Steroid
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4
minggu, dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan
dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3
minggu.. Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan
status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan
Deksametason 0,15 mg/kgBB/6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit
sebelum pemberian antibiotik.
4. Penanganan peningkatan TIK:
- Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
- Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol
- Hiperventilasi untuk mempertahankan pCO2 antara 27–30 mmHg
I. Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak : Makin muda makin bagus prognosisnya
Dewasa : Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. Penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh
sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.
Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf
secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang
19
Page 20
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada saat perawatan di Bangsal Cempaka Kamar 101.1
RSGM Ambarawa (13/01/2021 pukul 06.00 WIB)
Status generalis
KU : tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
GCS E3V3M5
Tanda vital
TD : 170/90 mmHg
N : 88 x/menit
T : 36,7oC
RR : 18 x/menit
SpO2 : 97%
Pemeriksaan Fisik
Kepala: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(4mm/4mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
Telinga: Sekret (-/-)
Hidung: Napas cuping hidung (-/-), secret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut: Bibir sianosis (-), Karies dentis (-)
Leher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
dan tiroid
Thorax:
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 jari dari linea
midclavikula sinistra
Perkusi : Pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
sinistra, batas kanan ICS IV linea parasternalis
dextra, batas kiri ICS V 1 cm medial linea
midclavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
20
Page 21
Paru
Inspeksi : Simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normal, Bising Usus (+)
Ekstremitas Superior : Akral dingin -/-, CRT < 2 detik, Partial Seizures
(+) pada lengan kiri
Inferior : ROM terbatas, Akral dingin -/-, CRT < 2 detik
Kulit : Turgor kulit normal
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan abnornal : tidak ada
Cara berjalan : Sulit dinilai
Pemeriksaan Saraf Kranial :
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Tidak dapat
dilakukan
(TDL)
Tidak dapat
dilakukan
(TDL)
N. II. Optikus Daya penglihatan TDL TDL
Pengenalan warna TDL TDL
Lapang pandang TDL TDL
N. III.
Okulomotor
Ptosis TDL TDL
Gerakan mata ke medial TDL TDL
Gerakan mata ke atas TDL TDL
Gerakan mata ke bawah TDL TDL
Ukuran pupil 4 mm 4 mm
21
Page 22
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya konsensual + +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen TDL TDL
Gerakan mata ke lat-bwh TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. V. Trigeminus Menggigit TDL TDL
Membuka mulut TDL TDL
Sensibilitas muka TDL TDL
Refleks kornea SDN (Sulit
dinilai)
SDN (Sulit
dinilai)
Trismus TDL TDL
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral TDL TDL
Strabismus konvergen TDL TDL
N. VII. Fasialis Kedipan mata TDL TDL
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi TDL TDL
Menutup mata TDL TDL
Meringis TDL TDL
Menggembungkan pipi TDL TDL
Daya kecap lidah 2/3 ant TDL
N. VIII.
Vestibulokokleari
s
Mendengar suara bisik TDL TDL
Mendengar bunyi arloji TDL TDL
Tes Rinne TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
N. IX.
Glosofaringeus
Arkus faring TDL TDL
Daya kecap lidah 1/3 post TDL
Refleks muntah TDL
Sengau TDL
Tersedak TDL
22
Page 23
N. X. Vagus Denyut nadi 104 x/menit
Arkus faring TDL TDL
Bersuara TDL
Menelan TDL
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala TDL TDL
Sikap bahu TDL TDL
Mengangkat bahu TDL TDL
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.
Hipoglossus
Sikap lidah TDL
Artikulasi TDL
Tremor lidah TDL
Menjulurkan lidah TDL TDL
Trofi otot lidah TDL
Fasikulasi lidah TDL
Pemeriksaan Motorik
G K Tn Tr
RF RP Cl
Pemeriksaan Sensibilitas : tidak dilakukan
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
- Vasomotorik : baik
- Sudomotorik : baik
- Miksi : inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)
- Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)
Pemeriksaan Koordinasi Langkah Dan Keseimbangan : tidak dilakukan
Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk : (+)
23
SDN SDN
SDN SDN
SDN SDN
SDN SDN
SDN SDN
SDN SDN
Eu Eu
Eu Eu
+ +
+ +
-
-
- -
- -
Page 24
Lasegue sign : (+)
Kernig sign : (+)
Brudzinsky I : (+)
Brudzinsky II : (-)
Pemeriksaan Rangsang Radikuler : tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Darah Rutin dan Urin lengkap Tanggal 12 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
DARAH LENGKAP
Hemoglobin 15,3 13,2 - 17,3 g/dl
Leukosit 17,6 H 3,8-10,5 ribu
Eritrosit 5,43 4,5-5,8 juta
Hematokrit 42,6 37-47 %
Trombosit 379 150-400 ribu
MCV 78,4 L 82-95 fL
MCH 28,2 >27 pg
MCHC 36,0 32-37 g/dl
RDW 14,7 10-15 %
MPV 7,4 7-11 mikro m3
Limfosit 0,28 L 1,0-4,5 103/mikro m3
Monosit 1,16 H 0,2-1,0 103/mikro m3
Eusinofil 0,02 L 0,04-0,8 103/mikro m3
Basofil 0,07 0,02 103/mikro m3
Neutrofil 16,1 H 1,8-7,5 103/mikro m3
Limfosit% 1,6 L 25 - 40 %
Monosit% 6,6 2 - 8 %
Eusinofil% 0,1 L 2 - 4 %
Basofil% 0,4 0 - 1 %
Neutrofil% 91,3 H 50- 70 %
24
Page 25
PCT 0,281 0,2 - 0,5 %
PDW 6,7 L 10 - 18 %
ALC 280 L 1000-4500 u/l
NLR 57,5 H <3,13 -
URIN RUTIN
Warna Kuning -
Kekeruhan Jernih -
Protein Urine +- 0.15 Negatif g/L
Glucose Urin Negatif Negatif mmol/L
pH 5,0 5 - 9 -
Bilirubin Urine Negatif Negatif Umol/L
Urobilinogen Negatif Negatif Umol/L
Berat Jenis Urine 1.025 1.000 – 3.000 -
Keton Urine Negatif Negatif mmol/L
Leukosit Negatif Negatif Sel/mL
Eritrosit 2+80 Negatif Sel/mL
Nitrit Negatif Negatif -
Sedimen
Eritrosit 28,4 <6,4 uL
Leukosit 104,2 <5,8 uL
Epitel 6,2 <3,5 uL
Silinder 0,45 <0,47 uL
Bakteri 6,9 <23 uL
Kristal 0,1 Negatif -
Yeast 67,0 Negatif -
Epitel Tubulus 5,2 Negatif -
Silinder Patologis 0,45 Negatif -
Mucus 0,45 Negatif -
Sperma 0,0 Negatif -
Konduktivity 15,0 Negatif -
25
Page 26
b. Pemeriksaan Kimia Klinik 12 Januari 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 149 H 74 -106 mg/dL
SGOT 32 0 - 50 U/L
SGPT 19 0 – 50 IU/L
Ureum 116 H 10 - 50 mg/dL
Kreatinin 2,36 H 0,62 – 1,1 mg/dL
Albumin 3,77 3,4 – 4,8 g/dL
Elektrolit
Natrium 0,15 10,00-10,30
Kalium +5 Negatif mmol/L
Klorida 0 Negatif uL
SEROLOGI
HbsAg Negatif Negatif -
2. EKG (12 Januari 2021)
3. X-foto thorax AP (12 Januari 2021)
26
Page 27
Gambar 1.1. X foto thorax AP
Hasil :
- Tidak terdapat pembesaran Cor
- Terdapat infiltrate paru kanan kiri susp. Pneumonia bilateral,
masih mungkin dengan TB milier
4. X Foto BNO 2 Posisi (12 Januari 2021)
27
Page 28
Hasil
- Dilatasi usus di central sampai tranversus
- Tidak tampak multiple air fluid pada LLD
Hasil dari pemeriksaan penunjang X-foto thorax dikonsulkan
kepada spesialis penyakit dalam, dan dengan jawaban bahwa terdapat
bronkopneumoni.
5. Tes VCT HIV telah dilakukan dengan hasil menunjukkan non reaktif /
negative
6. Tes Cepat TB dilakukan dengan hasil menunjukan terkonfirmasi TB
DISKUSI KEDUA
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran pasien E3M5V (somnolen)
yang menunjukkan penurunan kesadaran. Tanda vital pasien, tekanan darah
tinggi yaitu 175/82, RR 20 x/menit, Suhu 38,2oC menunjukkan keadaan demam.
Pada pemeriksaan jantung, didapatkan hasil dalam batas normal. Pada
pemeriksaan paru, suara kedua paru vesikuler, terdapat suara paru tambahan
ronki. Hal ini menandakan terdapat inflamasi pada parenkim paru, yang
sebelumnya ditandai dengan sesak napas. Hal ini dikonfirmasi pada pemeriksaan
foto thorax bahwa terdapat gambaran infiltrate paru kanan dan kiri.
Pemeriksaan status neurologis pada pasien ditemukan penurunan
kesadaran pasien hingga somnolen (E3M5V3). Pada pemeriksaan saraf kranial,
yang beberapa poin tidak dapat diperiksa karena kesadaran pasien yang
menurun, tidak dijumpai kelainan. Hal ini menunjukkan kemungkinan tidak
adanya lesi pada jaras Nervus kranialis I hingga XII. Pemeriksaan fungsi
motorik ditemukan reflek fisiologis positif di 4 ekstremitas dan refleks patologis
serta klonus tidak ditemukan. Ini menandakan jaras motorik UMN maupun
LMN bebas dari lesi (kelumpuhan). Pemeriksaan fungsi vegetatif normal,
menunjukkan fungsi otonom simpatis parasimpatis yang diatur nervus
kraniosacral dan thoracolumbal berfungsi dengan baik. Pemeriksaan rangsang
meningeal berupa pemeriksaan kaku kuduk positif, Lasegue sign (+), Kernig
sign (-) Brudzinsky I positif yang menunjukkan adanya iritasi pada meningens.
28
Page 29
Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penurunan kesadaran tanpa lateralisasi lainnya. Ditemukan
leukosit meningkat (17,6), dan shift-to-the-left yang menunjukkan infeksi,
terutama mengarah ke infeksi bakteri.
Pemeriksaan Ro Thorax mengkonfirmasi dugaan adanya infeksi paru,
yaitu ditemukan infiltrate pada paru kanan dan kiri.
Pada kasus ini diusulkan pemeriksaan Head CT Scan dan Analisis,
kultur, serta tes sensitifitas LCS. Analisis LCS digunakan untuk mengetahui
karakteristik mikroorganisme penyebab infeksi. Kultur digunakan untuk
mengetahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi. Tes sensitifitas
dilakukan untuk mengetahui terapi antibiotik spesifik pada mikroorganisme
penyebab infeksi.
Semua hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang tersebut
mendukung diagnosis meningoensefalitis. Namun untuk kepentingan diagnosis
etiologis pasti dan terapi yang sesuai, diperlukan pemeriksaan penunjang analisis
LCS, kultur, dan tes sensitivitas yang diperoleh dari punksi lumbal. Setelah
dilakukan pemeriksaan tes cepat tuberculosis, ditemukan hasil positif sehingga
dapat ditegakan diagnose pada kasus ini yaitu Meningoensefalitis yang
disebabkan oleh bakteri tuberculosis.
G. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Meningoensefalitis
Diagnosis Topis : Meningens dan parenkim otak
Diagnosis Etiologi : Infeksi Bakteri Tuberkulosis
Diagnosis Sekunder : Pneumonia TB
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologis:
a. IVFD RL 20 tpm
b. Inf NaCl 100mL
c. Inj. Omeprazole 2 x 1 gr
d. Inj. Mecobalamin 1 x 1 gr
29
Page 30
e. Inj. Asam Tranexamat 3 x 500 mg
f. Inj. Cefotaxime 3 x 2 gr
g. Inj. Citicoline 2 x 1 gr
h. Inj. Methylprednisolon 2 x 1 gr
i. PO Azitromycin 1 x 500mg
j. PO Prorenal 3 x 1 gr
k. PO Sucralfat 3 x 15
l. PO Rifampicin 1 x 450 mg
m. PO INH 1 x 300 mg
n. PO Pirazinamid 1 x 1000 mg
o. PO Ethambutol 1 x 1000 mg
p. PO Vit B6 1 x 1 gr
q. PO Curcuma 3 x 1 gr
r. PO Clonidin 3 x 1 gr
s. PO Asam Valproat 2 x 10mL
2. Terapi Non-farmakologis:
a. Rawat di bangsal
b. O2 3 L/menit
c. NGT
d. DC
e. Bed rest
f. Alih baring
g. Diet cair
h. Bekerja sama dengan Sp.PD dan Sp.P : didapatkan informasi bahwa
pasien ada diagnose tambahan yaitu, Bronkopneumonia TB
i. Konsul kepada tim VCT didapatkan hasil infeksi HIV non reaktif
3. Monitoring
- Keadaan umum
- Tanda vital
- GCS
- Defisit neurologis
- Monitoring hasil pemeriksaan penunjang
30
Page 31
-
4. Edukasi
- Menjelaskan penyakit kepada keluarga pasien, meliputi definisi,
etiologi, gejala, dan terapi
- Motivasi keluarga tentang prognosis pasien
5. Planning
Foto CT Scan dan MRI Kepala
Pemeriksaan Fungsi CSF
I. PROGNOSIS
Death : dubia ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad malam
Dissatisfaction : dubia ad malam
Distitution : dubia ad bonam
DISKUSI KETIGA
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini antara lain terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi pada kasus ini adalah :
1. O2 4 L/menit
2. Infus RL 20 tpm
3. Injeksi Omeprazole 2x1gr
Omeprazole merupakan kelompok penghambat pompa proton yang
bekerja dengan cara berelaborasi dengan asam lambung untuk menjadi
senyawa aktif yang bekerja dengan menghambat sekresi asam lambung
melalui hambatan pada pompa proton H-K ATP-ase. PPI dimetabolisme di
hati oleh enzim CYP2C19 dan 3A4 (Fitriani, 2018).
4. Inj Meticobalamin 1 x 1
Metilkobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan
sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein.
Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi
saraf. Metilkobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya
31
Page 32
terhadap reseptor NMDA dengan 32 perantaraan S-adenosilmethione (SAM)
dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced neurotoxicity. Hal ini
menunjukkan adanya kemungkinan peranan metilkobalamin pada terapi
stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer, Parkinson, termasuk juga dapat
dipakai untuk melindungi otak dari kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan
status epileptikus (Meliala & Barus, 2008).
5. Injeksi Asam Tranexamat 3 x 500 mg
Sebagai penghenti perdarahan yang bekerja pada kaskade koagulasi, cara
kerja asam tranexamat adalah dengan menghambat fibrinolisis dengan cara
mencegah perubahan plaminogen menjadi plamsin. Selain mengurangi
ekspansi hematoma, asam traneksamat juga dapat menurunkan edema
perhematoma dan respons inflamasi.
6. Injeksi Cefotaxime 3 x 2 gr
Cefotaxim merupakan obat antibiotic golongan beta lactam yang memiliki
mekanisme kerja yaitu dengan menghambat pembentukan dinding sel
bakteri. Efek ini terjdi melalui ikatan antara obat cefotaxime dengan
penicillin binding protein (PBP).
7. Injeksi Citicolin 2x 500mg
Citicoline dapat meningkatkan aliran darah dan konsumsi O2 di otak
pada pengobatan gangguan serebrovaskuler sehingga dapat memperbaiki
gangguan kesadaran. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari
batang otak, terutama sistem pengaktifanformatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan
memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.Citicoline menaikkan konsumsi O2
dari otak dan memperbaiki metabolisme otak.
8. Injeksi Methylprednisolon
Dasar penggunaan obat ini adalah feel antiinflamasi dan kemampuan
menekan reaksi imun. Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat
kortikosteroid yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi
reaksi peradangan serta gejalanya, seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam.
Obat ini biasanya digunakan untuk mengatasi peradangan (inflamasi) dalam
32
Page 33
berbagai penyakit, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis
rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta jenis-jenis kanker tertentu5.
Penggunaan dewasa dosisnya yaitu 4-48 mg/hari dalam dosis terbagi
disesuaikan dengan jenis penyakit dan respon pasien, pada anak dosisnya per
oral, IV, IM 0,5-1,7 mg/kgBB/dosis. Sediaan berupa tablet 4, 8, 16 mg, Vial :
125 mg
9. Per Oral Azitromycin 1 x 500mg
10. Per Oral Rifampisin 1 x 450 mg
11. Per Oral Isoniazid 1 x 300 mg
12. Per Oral Pirazinamid 1 x 1000 mg
13. Per Oral Ethambutol 1 x 1000 mg
Kombinasi obat untuk penatalaksanaan tuberculosis, dimana
pengobatan TB dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap intensif selama 2 bulan
dan tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada tahap intensif pemberian obat harus
mencakup 4 jenis obat sedangkan pada tahap lanjutan dapat diberikan
isoniazid dan rifampisin. Untuk kasus meningitis TB diberikan kortikosteroid
juga. Tujuan pemberian kortikosteroid ini adalah untuk mengurangi proses
inflamasi dan mencegah perlekatan jaringan. (https://www.ichrc.org/482-
tuberkulosis-tatalaksana)
14. Per Oral Prorenal 3 x 1 gram
15. Per Oral Sucralfat 3 x 15
16. Per Oral Vitamin B6 1 x 1 gram
17. Per Oral Curcuma 3 x 1 gram
18. Per Oral Clonidin 3 x 1 gram
19. Per Oral Asam Valproat 2 x 10 mL
Prognosis pasien ini dubia ad bonam. Karena telah dilaksanakan terapi yang
sesuai dan tergantung pada keadaan pasien serta perkembangan pasien dari hari ke
hari. Dan juga pasien sudah diberikan terapi antibiotik sesuai dengan etiologi dari
penyebab terjadinya meningoensefalitis akibat bakteri tuberkulosis sehingga
diharapkan penatalaksanaan yang diberikan dapat menunjang prognosis dari
pasien tersebut. Pasien dapat dipulangkan jika kondisi sudah mencapai stabil dan
33
Page 34
kesadaran sudah sadar penuh (Compos Mentis), pemeriksaan fisik kembali stabil
dan penyakit penyerta dapat di kontrol.
J. FOLLOW UP
14/01/2021 S: penurunan kesadaran, mengigau
(+), mengerang (+), kejang pada
lengan kiri (+), memberi respon saat
dipanggil, demam (+), respon bicara
(-), batuk (+)
O: (CEMPAKA)
Kesadaran : Stupor, TD: 225/90, N:
104x/min, RR: 22x/min, SpO2: 97%
O2 NK 4 Lpm, T: 37,8 C GCS :
E2V2M2
A: Penurunan Kesadaran ec
Enchephalitis TB Onset Hari ke 3,
TB Milier, susp. B20
P:
O2 NK 4 lpm
34
Page 35
Inf. RL 20 tpm
Inf. NaCl 100mL
Inj. Omeprazole 2x1 gr (H3)
Inj. Mecobalamin 1x1 gr (H3)
Inj. Asam Tranexamat 3x500 (H3)
Inj. Cefotaxime 3x2 gr (H2)
Inj. Citicholin 2x1 gr (H3)
Inj. Metilprednisolon 3x20mg (H2)
Inj. Ceftriaxon 2x1 (H2)
PO. Azitromycin 1x500mg (H3)
PO. Prorenal 3x1 (H2)
PO. Sukralfat 3x15 (H2)
15/01/2021 S: Penurunan Kesadaran, gelisah (-),
respon bicara (-), mengantuk, batuk
(-), mual (-), muntah(-), Kejang (+)
O: Kesadaran: stupor, TD: 170/100,
N: 102x/min, RR: 20x/min, T: 37,2C,
SpO2: 98% on NK 4 lpm, GCS
E2V2M2, Kaku Kuduk (+)
A: Penurunan Kesadaran e.c.
meningoensefalitis TB onset hari ke
4, TB milier
P:
O2 NK 4 lpm
Inf. RL 20 tpm
Inf. NaCl 100mL
Inj. Omeprazole 2x1 gr (H4)
Inj. Mecobalamin 1x1 gr (H4)
Inj. Asam Tranexamat 3x500 (H4)
Inj. Cefotaxime 3x2 gr (H3)
Inj. Citicholin 2x1 gr (H4)
Inj. Metilprednisolon 3x20mg (H3)
35
Page 36
Inj. Ceftriaxon 2x1 (H3)
PO. Azitromycin 1x500mg (H4)
PO. Prorenal 3x1 (H3)
PO. Sukralfat 3x15 (H3)
PO. Rifampisin 1x450mg (H2)
PO. Isoniazid 1x300 mg (H2)
PO. Pirazinamid 1x1000 mg (H2)
PO. Ethambutol 1x1000 mg (H2)
PO. Vitamin B6 1x1gr (H2)
PO. Curcuma 3x1 gr (H2)
PO. Clonidin 3x0,15 mg (H2)
PO Asam Valproat 2x10mL (H2)
16/01/2021 S: Lemas (+), Lemah (+), Respon
Bicara (+), tangan kanan mulai sering
digerakan, mual (-), muntah (-),
Kejang (+)
O: Kesadaran: Somnolen, TD 175/82,
N: 97x/menit, RR: 20x/menit, T:
38,2C, SpO2: 98% on NK 4 Lpm,
GCS: E3V3M5, Kaku Kuduk (+)
A: Meningoensefalitis e.c. TB Onset
hari ke 5, TB Milier
P:
O2 NK 4 lpm
Inf. RL 20 tpm
Inf. NaCl 100mL
Inj. Omeprazole 2x1 gr (H5)
Inj. Mecobalamin 1x1 gr (H5)
Inj. Asam Tranexamat 3x500 (H5)
Inj. Cefotaxime 3x2 gr (H4)
Inj. Citicholin 2x1 gr (H5)
Inj. Metilprednisolon 3x20mg (H4)
36
Page 37
Inj. Ceftriaxon 2x1 (H4)
PO. Azitromycin 1x500mg (H5)
PO. Prorenal 3x1 (H4)
PO. Sukralfat 3x15 (H4)
PO. Rifampisin 1x450mg (H3)
PO. Isoniazid 1x300 mg (H3)
PO. Pirazinamid 1x1000 mg (H3)
PO. Ethambutol 1x1000 mg (H3)
PO. Vitamin B6 1x1gr (H3)
PO. Curcuma 3x1 gr (H3)
PO. Clonidin 3x0,15 mg (H3)
PO Asam Valproat 2x10mL (H3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Bullock MR, Hovda DA. Introduction to Traumatic Brain Injury. In :
Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders. 2011 : 3267-69.
2. Schouton JW, Maas AIR. Epidemiology of Traumatic Brain Injury. In :
Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders. 2011 : 3267-69.
3. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury
Pathophysiology and Management. London : Hodder Arnold. 2005 : 3-25.
4. Fane RA, Nassar T, Mazuz A, Waked O, Heyman SN, dkk. Neuroprotection
by glucagon: role of gluconeogenesis. J Neurosurg 114:85-91, 2011.
5. Imron A. Pola pasien cedera otak traumatika di RSHS. 2012.
6. Data Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Tahun 2011.
7. Parmeet K, Shaurabh S. Recent Advances in Pathophysiology of Traumatic
Brain Injury. Curr Neuropharmacol. 2018 Oct; 16(8): 1224–1238.
37