1 “KEKUATAN CINTA MAMPU MENAKLUKAN DUNIA” A. IDENTITAS BUKU 1. Judul : Edensor 2. Pengarang : Andrea Hirata 3. Penyunting : Imam Risdiyanto 4. Desain sampul : Andreas Kusumahandi 5. Pemeriksa aksara : Yayan R.H 6. Penata aksara : Iyan Wb. 7. Ilustrasi isi : Pirie Tramotane 8. Penerbit : PT. Bentang Pustaka 9. Tempat terbit : Yogyakarta 10. Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2007 11. ISBN : 979-979-1227-D2-5 12. Tebal halaman : 294 halaman 13. Harga : - 14. Ilustrasi Gambar : Sampul berwarna kelabu dominan dengan balutan kabut harapan yang manggambarkan langit dengan berbagai suasana. Tampak seorang laki-laki yang sedang duduk termenung di atas sebuah bangku di pinggir jalan dengan pandangan sejuta mimpi masa kecil yang hendak diwujudkan. Dilengkapi
25
Embed
xia3anaritadiana.files.wordpress.com€¦ · Web viewHamparan dataran hijau, bunga daffodil dan semerbak aroma rerumputan telah membawa Andrea bekelana ke setiap sudut desa. Desa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
“KEKUATAN CINTA MAMPU MENAKLUKAN DUNIA”
A. IDENTITAS BUKU
1. Judul : Edensor
2. Pengarang : Andrea Hirata
3. Penyunting : Imam Risdiyanto
4. Desain sampul : Andreas Kusumahandi
5. Pemeriksa aksara : Yayan R.H
6. Penata aksara : Iyan Wb.
7. Ilustrasi isi : Pirie Tramotane
8. Penerbit : PT. Bentang Pustaka
9. Tempat terbit : Yogyakarta
10. Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2007
11. ISBN : 979-979-1227-D2-5
12. Tebal halaman : 294 halaman
13. Harga : -
14. Ilustrasi Gambar :
Sampul berwarna
kelabu dominan dengan
balutan kabut harapan
yang manggambarkan
langit dengan berbagai
suasana. Tampak seorang
laki-laki yang sedang
duduk termenung di atas
sebuah bangku di pinggir
jalan dengan pandangan sejuta mimpi masa kecil yang hendak
diwujudkan. Dilengkapi dengan lukisan rumah-rumah penduduk
berusia ratusan tahun, bertingkat-tingkat yang tampak seperti kandang
merpati. Terdapat pula lukisan jembatan Ponte Vechio dengan riak
sungai yang mengalir di bawahnya. Sungguh kecantikannya tak dapat
dilukiskan dengan kata-kata.
2
Pada sampul terdapat tulisan “EDENSOR” dengan variasi
tulisan yang indah dan warna putih penuh makna yang menunjukan
judul dari novel tersebut. Pada sampul bagian atas, di belakang
seorang laki-laki, tampak gambar lampu jalan yang bernilai seni
tinggi, berkualitas dan megah.
B. SINOPSIS
Edensor mengulas tentang perjalan hidup Andrea dan Arai, saudara
sekaligus teman seperjalanannya yang telah melalui banyak episode
kehidupan, suka maupun duka.
Pertemuannya dengan Weh, lelaki yang harus menanggung aib
karena menderita penyakit burut, penyakit nista yang disebabkan oleh ulah
nenek moyangnya yang telah berani melanggar aturan agama. Weh yang
telah mengajarkannya cara membaca bintang, mengurai langit sebagai
kitab terbentang serta membawanya pada satu pemahaman tentang
konstelasi zodiak. Zenit dan nadir, pesan terakhir yang ditinggalkan Weh
sebelum kematiannya. Weh adalah orang pertama yang telah mengenalkan
Andrea pada diri sejatinya, dan telah menguatkan tekad Andrea untuk
menjelajahi separuh belahan dunia, berjalan di atas tanah-tanah mimpi,
dan menemukan cinta yang sesunguhnya. Pelajaran yang tidak akan
ditemukan di bangku pendidikan formal, karena hanya kekuatan semesta
yang mampu menguak realita kehidupan.
Tawaran beasiswa dari Uni Eropa telah menjadi sebuah jembatan
keberuntungan (magical bridge) yang menghantar mereka pada
penjelajahan panjang di tanah-tanah mimpi, menjadi sebuah kunci yang
telah membuka kotak pandora yang berisi mimpi-mimpi masa kecil
mereka. Sebuah kerinduan untuk berbuat sesuatu bagi tanah kelahiran,
memberikan kebanggaan bagi orang tua dan menyelesaikan mimpi-mimpi
para sehabat yang telah terenggut oleh keterbatasan dan jerat kemelaratan.
Universitas Sorbonne Perancis, telah menghantar mereka pada
pertemuan dan persahabatan dengan mahasiwa dari berbagai belahan
dunia dengan beragam latar belakang. Kehidupan bangsa eropa yang
terkenal intelektual, dinamis dan efisien telah menunjukkan pada berbagai
realita betapa rendahnya kualitas serta sistem pendidikan bangsa
3
Indonesia. Hanya semangat dan tekad yang kuat yang mampu menghantar
mereka pada sebuah keberanian untuk menjadi bagian dari sistem
pendidikan yang modern. Kesenjangan tingkat pemahaman dan
pengetahuan mengharuskan kedua orang ini berjuang mati-matian untuk
menyelesaikan pendidikan mereka.
Keindahan benua Eropa dan gemerlapnya dunia malam kota Paris
memberikan daya tarik tersendiri bagi siapapun yang melihatnya. Namun,
tradisi dan etika backpacker Kanada sangat menarik perhatian Andrea
bahkan lebih menarik dibadingkan Katya, seorang mahasiswi Jerman yang
telah menolak cinta banyak pemuda dan memilih Andrea untuk menjadi
kekasihnya. Meskipun pada akhirnya perbedaan makna tentang mencintai
telah membawa mereka kembali pada jalinan pertemanan. Kerinduan
Andrea pada A Ling, perempuan masa kecil yang sangat dicintainya telah
menguakkan kembali ingatannya tentang Edensor. Sebuah desa khayalan
pada sebuah novel pemberian A Ling, karya Herriot yang berjudul
Seandainya Mereka Bisa Bicara.
Hamparan dataran hijau, bunga daffodil dan semerbak aroma
rerumputan telah membawa Andrea bekelana ke setiap sudut desa. Desa
khayalan yang telah membuka jalan rahasia dalam kepala Andrea, jalan
menuju penaklukan-penaklukan terbesar untuk menemukan A Ling, untuk
menemukan cinta dan diri sejatinya. Andrea dan Arai berencana untuk
melakukan perjalanan keliling benua Eropa mengikuti tradisi para
pengelanan backpacker Kanada. Rencana perjalanan panjang ini mendapat
respon yang serius dari para sahabat, yang akhirnya dijadikan sebagai
ajang pertaruhan untuk mengukur keberanian untuk menahklukkan
tantangan. Penjelajahan panjang menjelajahi benua eropa dengan
bermodal semangat dan keberanian.
Perjalanan dimulai dari kota Paris, Perancis melintasi benua Eropa
dan berakhir di Spanyol. Pencarian Andrea akan cinta masa kecil telah
membawa mereka melintasi rute perjalanan yang panjang melintasi benua
Eropa hingga Tunisia, Zaire dan Casablanca di benua Afrika. Rasa lapar,
kelelahan serta ancaman kematian karena kedinginan tidak menyurutkan
semangat dan keberanian Andrea untuk menjelajahi enigma tentang A
Ling yang kini menjadi semakin terang.
4
Kota demi kota menghadirkan beragam realita yang semakin
memperjelas makna pencarian Andrea. Sekuat apapun upaya untuk
menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya tersebut masih belum
berhasil sesungguhnya kita sedang dihadapkan pada berbagai realita
tentang diri kita. Pencarian cinta pada sosok perempuan bernama A Ling
telah memberikan pembelajaran tentang makna cinta sejatinya, yaitu diri
sendiri. Keberanian untuk bermimpi telah menghantar kita pada satu
realita yang mengajarkan kita arti kebahagiaan yang sesungguhnya.
Edensor, membawa kita pada perjalanan yang tidak hanya
membawa kita pada tempat-tempat yang spektakuler, tidak hanya memberi
kita tantangan ganas yang menghadapkan pada cinta putih, tetapi mampu
membawa kita pada satu kesadaran kesejatian diri manusia. Toleransi,
daya tahan dan integritas bukanlah hal yang dapat ditawar-tawar dalam
keadaan apapun. Dibutuhkan semangat, kemauan dan daya juang tinggi
untuk menghidupi setiap mimpi hingga terwujud dalam sebuah realita
kehidupan.
C. KEPENGARANGAN
Andrea Hirata, laki-laki kelahiran Belitung,
24 Oktober 1982 ini merupakan penulis muda yang
tidak memiliki latar belakang jurnalistik tetapi
memiliki kemampuan untuk menguak berbagai
realita kehidupan dan menyarikannya menjadi
sebuah tulisan yang apik dan mampu menggugah
ketersadaran nurani setiap pembacanya. Edensor merupakan novel ketiga
dari tetralogi Laskar Pelangi yang terdiri dari Laskar Pelangi, Sang
Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov. Novel ini diterbitkan pertama
kali pada Mei 2007 oleh PT. Bentang Pustaka, telah menjadi best seller
Indonesia.
5
D. UNSUR-UNSUR SASTRA
a. Unsur Inrinsik
1. Tema
Novel tersebut menceritakan tentang keberanian bermimpi,
kekuatan cinta, pencarian diri sendiri dan penaklukan-penaklukan
yang gagah berani.
2. Alur
Dalam novel ini, penulis menggunakan alur campuran (alur maju-
mundur).
3. Latar
a. Latar waktu
1) Pagi hari (“Akhir pekan, pagi buta, kami bertolak...”
halaman 5), (“minggu pagi,” halaman 49)
2) Tengah malam (“tengah malam, Weh menyalakan obor,”
halaman 6)
3) Siang hari (“matahari membara, tepat di atas kepala.”
halaman 37)
4) Dini hari (“pukul dua pagi,” halaman 65)
5) Malam hari (“malam menjelang” halaman 91)
6) Sore hari (“sore itu kami bergegas ke Booth..” halaman
235)
b. Latar tempat
1) Di Tanjung Pandan (“setiap hari di Tanjung Pandan, Aku
merindukan Weh”, halaman 4)
2) Di Pangkalan (“kembali dari Tanjung Pandan, aku
bergegas ke pangkalan.” halaman 4)
3) Di Selat Karimata (“perahu ia layarkan melintasi lor-lor
ganas Karimata ” halaman 5)
4) Di Tanjung Sambar (“perahu terlontar memasuki
perairan Kalimantan di wilayah Tanjung Sambar.”
halaman 6)
5) Di Masjid (“di atas lantai pualam terbentang sajadah
panjang dari Turki.” halaman 27)
6) Di kelas (“hari ini, di kelasku,” halaman 36)
6
7) Di Bogor (“di Bogor kami melamar kerja.” halaman 39)
8) Di sebuah ruko (“kantor itu adalah sebuah ruko.”
halaman 41)
9) Di perumahan (“ia menurunkan kami disebuah
perumahan.” halaman 42)
10) Di kantor pos (“sambil bekerja di kantor pos...” halaman
42)
11) Di depan toko Sinar Harapan (“aku melamun di depan
toko yang telah dibubarkan itu.” halaman 49)
12) Bandara Soekarno Hatta (“kami bertolak ke bandara
Soekarno Hatta,” halaman 50)
13) Bandara Schippol (“masih dalam lingkar pemanas
Bandara Schippol,” halaman 54)
14) Platform kereta underground (“kami membuntutinya
menuruni tangga dan memasuki platform..” halaman 56)
15) Kereta (“kita segera naik kereta..” halaman 56)
16) Brugge (“kota kecil di pinggir Belgia, yaitu Brugge.
Itulah akomodasi kami.” halaman 59)
17) Kantor Uni Eropa (“di kantor Uni Eropa..” halaman 74)
18) La rue de L’etuve (“kami menghambur ke La rue de
L’etuve.” halaman 77)
19) Di bus (“sabtu malam, naik bus Euroline,” halaman 78)
20) Terminal bus (“kami tiba di terminal bus..” halaman 79)
21) Di dalam metro (“kami melompat ke dalam metro,”
halaman 80)
22) Stasiun Trocadero (“kami sampai di stasiun Trocadero.”
halaman 80)
23) Kampus (“aku tergopoh-gopoh ke kampus.” halaman 91)
24) Kuburan (“aku menyelinap di antara celah nisan yang
berdesakan” halaman 94)
25) Kafe Brigadi et Bougreesses (“kami menghambur ke
kafe Brigadi et Bougreesses” halaman 113)
26) Groningen (“sampai ke Groningen” halaman 193)
7
27) Stasiun Koln (“tidur di sudut stasiun Koln” halaman
197)
28) Skandinavia (“Helsinky, Finlandia adalah kota
Skandinavia terakhir yang kami kunjungi.” halaman 199)
29) Finlandia (“kami berdiri di bibir Finlandia” halaman
200)
30) Olovyannaya (“kami berbalik lagi ke barat, menuju
Olvyannaya” halaman 209)
31) Akropolis, Yunani (“ketika kami sampai di Akropolis,
Yunani.” halaman 216)
32) Balkan (“nasib kami berbalik di negeri Balkan” halaman
221)
33) Estonia (“..kami sampai ke Estonia.” halaman 234)
34) Stasiun Sentral (“..di depan stasiun Sentral Austria.”
halaman 241)
35) Fontana de Trevi, Roma (“..yang paling mengesankan
adalah di Fontuna de Trevi, Roma” halaman 252)
36) Verona (“aku melihatnya sendiri di Verona.” halaman
253)
37) Milan (“masih di Milan,” halaman 262)
38) Ponte Vechio, Florence (“ia menonton kami tampil di