5/11/2012 1 WEAVING SECTION Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Definisi dan Istilah Kondisi Geometrik Bagian jalinan bundaran Bagian jalinan pada bundaran Bagian jalinan tunggal Bagian jalinan jalan antara dua lalulintas yang menyatu /memencar 2
21
Embed
WEAVING SECTION - nursyamsu hidayat · MC % % sepeda motor % sepeda motor dari seluruh kendaraan yang masuk ke bagian jalinan (kend./jam). p UM Rasio kendaraan ... Faktor-faktor Perhitungan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5/11/2012
1
WEAVING SECTION
Nursyamsu Hidayat, Ph.D.
Civil Engineering Diploma Program
Vocational School Gadjah Mada University
Definisi dan Istilah
Kondisi Geometrik
Bagian jalinan
bundaran
Bagian jalinan pada bundaran
Bagian jalinan
tunggal
Bagian jalinan jalan antara dua lalulintas yang
menyatu /memencar
2
5/11/2012
2
Definisi dan Istilah
Kondisi Geometrik
Pendekat Daerah masuk kendaraan ke bagian jalinan
Keluar Daerah keluar kendaraan dari bagian jalinan.
Pada bagian jalinan tunggal pendekat diberi notasi A
dan D, daerah keluar B dan C searah jarum jam. Pada
bundaran, pendekat diberi notasi A, B, C dan D,
searah jarum jam.
Wx Lebar masuk Lebar jalur lalu-lintas dari pendekat (diukur pada
bagian
tersempit) yang digunakan oleh lalu-lintas yang
bergerak. X menyatakan nama pendekat.. Lebar fisik
masing-masing sisi dengan banyak parkir, sebaiknya
dikurangi 2 m.
WE Lebar masuk rata-
rata (m)
Lebar rata-rata pendekat ke bagian jalinan
3
Definisi dan Istilah
Kondisi Geometrik
WW Lebar jalinan (m) Lebar efektif bagian jalinan (pada bagian tersempit).
Lebar masing-masing sisi dengan banyak parkir
sebaiknya dikurangi 2 m.
LW Panjang jalinan
(m)
Panjang jalinan efektif untuk bagian jalinan
4
5/11/2012
3
Definisi dan Istilah
Kondisi Lalulintas
LT Belok Kiri Indeks untuk lalulintas belok kiri
ST Lurus Indeks untuk lalulintas lurus
RT Belok Kanan Indeks untuk lalulintas belok kanan
UT Belok U Indeks untuk lalulintas belok U
W Jalinan Indeks untuk lalulintas yang menjalin
NW Bukan jalinan Indeks untuk lalulintas yang bukan jalinan
QTOT Arus total Arus total kendaraan bermotor pada bagian jalinan (W
+ NW) (kend/jam, smp/jam atau LHRT).
QW Arus total jalinan
(smp/jam)
Arus total kendaraan bermotor yang menjalin
QDH Arus lalulintas jam
rencana
Arus lalu-lintas puncak per jam yang digunakan untuk
tujuan perancangan
pW Rasio jalinan Rasio antara arus jalinan total dan arus total
5
Definisi dan Istilah
Kondisi Lalulintas
QUM Arus kendaraan
tak bermotor
Arus kendaraan tak bermotor total (kend/jam)
LV % % kendaraan
ringan
% kendaraan ringan dari seluruh kendaraan
yang masuk ke bagian jalinan (kend./jam)
HV % % kendaraan berat % kendaraan berat dari seluruh kendaraan
yang masuk ke bagian jalinan (kend./jam).
MC % % sepeda motor % sepeda motor dari seluruh kendaraan
yang masuk ke bagian jalinan (kend./jam).
pUM Rasio kendaraan
tak bermotor
Rasio antara kendaraan tak bermotor dan bermotor
dari seluruh kendaraan yang masuk ke bagian jalinan
Fsmp Faktor smp Faktor konversi arus kendaraan bermotor dari
kend/jam menjadi smp/jam.
Fsmp=(LV% + HV% × empHV + MC% x empMC)/100
k Faktor LHRT Faktor konversi dari LHRT menjadi arus lalu-lintas
jam puncak.
Q kend B= k × LHRT (kend/jam) 6
5/11/2012
4
Definisi dan Istilah
Faktor-faktor Perhitungan
C0 Kapasitas dasar
(smp/jam)
Kapasitas dasar untuk geometri dan %-jalinan tertentu
(biasanya dinyatakan dalam smp/jam).
FCS Faktor penyesuaian
ukuran kota
Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar
sehubungan dengan ukuran kota
FRSU Faktor penyesuaian
tipe lingkungan jalan,
hambatan samping
dan kendaraan tak
bermotor
Faktor penyesuaian kapasitas dasar akibat tipe
lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor.
7
Kapasitas
Kapasitas total bagian jalinan adalah hasil perkalian antara
kapasitas dasar (C0) yaitu kapasitas pada kondisi tertentu
(ideal) dan faktor-faktor penyesuaian (F), dengan
memperhitungkan pengaruh kondisi lapangan terhadap
kapasitas.
C = C0 x FCS x FRSU
C = 135 x WW1.3 x (1+WE/WW)1.5 x (1-pW/3)0.5 x
(1+WW/LW)-1.8 x FCS x FRSU
8
5/11/2012
5
Derajat Kejenuhan (DS)
9
DS = Qsmp / C
dengan,
Qsmp =arus total (smp/jam)
= Qkend x Fsmp
Fsmp = faktor smp
= (empLV x LV% + empHVxHV% + empMCxMC%)/100
C = kapasitas (smp/jam)
DS bundaran = maks dari (DSi) ; i = 1,2,…n)
DSi = derajat kejenuhan bagian jalinan I
n = jumlah bagian jalinan pada bundaran tsb
Tundaan
10
1. Tundaan Lalulintas (DT): tundaan akibat interaksi
lalulintas dengan gerakan lain dalam jalinan
2. Tundaan Geometrik (DG): tundaan akibat perlambatan
dan percepatan lalulintas
Tundaan rata-rata bagian jalinan
D = DT + DG (det/smp)
Tundaan lalulintas ditentukan dgn grafik (explained later)
5/11/2012
6
Tundaan
11
Tundaan Geometrik
DG = 4 (det/smp)
Tundaan rata-rata bundaran
DR = ∑(Qi x DTi)/Qmasuk + DG; i = 1,2…n
dengan,
DR = tundaan rata-rata bundaran (det/dsmp)
i = bagian jalinan I dalam bundaran
n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran
Qi = arus total lapangan pada bagian jalinan i ( smp/jam)
DTi = tundaan lalulintas rata-rata pada bagian jalinan i (det/smp)
Qmasuk = jumlah arus total yang masuk bundaran (smp/jam)
DG = tundaan rata-rata geometrik pada bagian jalinan (set/smp)
Tundaan
12
Nilai normal kecepatan yang digunakan = 40 km/jam
Tundaan geometrik kendaraan yang tidak terhambat = 4
detik
Percepatan dan perlambatan = 1.5 m/det2
5/11/2012
7
Peluang antrian pada bagian jalinan
bundaran (QP%)
13
QP% = maks dari (QP%i); i = 1,2…n
QP% = peluang antrian bagian jalinan i
n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran
Kecepatan tempuh pada bagian jalinan
tunggal
14
V = V0 x 0.5 x (1+(1-DS)0.5)
V0 = kecept arus bebas (km/jam), dihitung sbg:
V0 = 43 x (1-pW/3)
dimana pW = rasio jalinan
DS = derajat kejenuhan
5/11/2012
8
Waktu tempuh pada bagian jalinan tunggal
(TT)
15
TT = LW x 3.6/V
LW = panjang bagian jalinan (m)
V = kecepatan tempuh (km/jam)
Asumsi tipe bundaran
16
Bundaran dianggap mempunyai kerb dan trotoar
Terletak di daerah perkotaan dengan hambatan samping
sedang
Semua gerakan membelok diijinkan
Prioritas diberikan pada kendaraan didalam bundaraan
5/11/2012
9
Prosedur Perhitungan
17 17
LANGKAH A: DATA MASUKAN
A-1: Kondisi Geometrik,
A-2: Kondisi lalulintas
A-2: Kondisi lingkungan
LANGKAH B: KAPASITAS
B-1: Parameter geometrik bagian jalinan
B-2: Kapasitas dasar
B-3: Faktor penyesuaian ukuran kota
B-4: Faktor penyesuaian tipe lingkungan,
hambatan samping, dan kendaraan tak
bermotor
B-5: Kapasitas
Keperluan penyesuaian anggapan mengenai
rencana dsb.
Akhir Analisa
PERUBAHAN
LANGKAH C: PERILAKU LALULINTAS
C-1: Derajat kejenuhan
C-2: Tundaan –bagian jalinan bundaran
C-3: Peluang antrian –bagian jalinan
bundaran
C-4: Kecepatan tempuh – bagian jalinan
tunggal
C-5: Waktu tempuh –bagian jalinan tunggal
C-6: Penilaian perilaku lalulintas
Ya
Tidak
Langkah A-1: Kondisi Geometrik (R/S-
WEAF-I)
18
Geometrik cukup mudah, check form R/S-WEAF-I
Gambar A-1:1
5/11/2012
10
Langkah A-2: Kondisi Lalulintas (R/S-
WEAF-I)
19
Situasi lalulintas yg dianalisa ditentukan menarus arus jam
rencana, atau LHRT (dengan faktor k tertentu)
Gambar A-2:1
Langkah A-2: Kondisi Lalulintas (R/S-
WEAF-I)
20
Nilai Normal variabel umum lalulintas (digunakan jika data
tidak tersedia, atau kualitas data kurang baik)
Tabel A-2:1 Nilai Normal faktor k
Tabel A-2:3 Nilai Normal lalulintas umum
5/11/2012
11
Langkah A-2: Kondisi Lalulintas (R/S-
WEAF-I)
21
Nilai Normal komposisi lalulintas (kendaraan tak
bermotor tidak termasuk dalam arus lalulintas)
Tabel A_2:2 Nilai Normal komposisi lalulintas
Langkah A-2: Kondisi Lalulintas (R/S-
WEAF-I)
22
Perhitungan rasio jalinan dan rasio kend. Tak bermotor
5/11/2012
12
Langkah A-2: Kondisi Lalulintas (R/S-
WEAF-I)
23
Perhitungan rasio jalinan dan rasio kend. Tak bermotor
Gambar A-2:2 Variabel arus lalulintas
Langkah A-3: Kondisi Lingkungan (R/S-
WEAF-II)
24
Ukuran Kota
Tabel A-3:1
Lingkungan Jalan
Tabel A-3:2
5/11/2012
13
Langkah B: Kapasitas
25
C = 135 x WW1.3 x (1+WE/WW)1.5 x (1-pW/3)0.5 x
(1+WW/LW)-1.8 x FCS x FRSU
Langkah B-1: Parameter Geometrik Bagian
Jalinan (R/S-WEAF II)
26
Lebar pendekat (W1, W2), lebar masuk rata-rata (WE),
lebar jalinan (WW), dan panjang jalinan (LW)
Gambar B-1:1
5/11/2012
14
Langkah B-2 Kapasitas Dasar
27
Menentukan faktor WW
Langkah B-2 Kapasitas Dasar
28
Menentukan faktor WE/WW
5/11/2012
15
Langkah B-2 Kapasitas Dasar
29
Menentukan faktor pW
Langkah B-2 Kapasitas Dasar
30
Menentukan faktor WW/LW
5/11/2012
16
Langkah B-3: Faktor Penyesuaian Ukuran
Kota (FCS) (R/S-WEAF II)
31
Tabel B-3:1
Langkah B-6: Faktor Penyesuaian Tipe
Lingkungan Jalan, Hambatan Samping, dan
Kendaraan tidak Bermotor (FRSU)
(R/S-WEAF II)
32
Tabel B-4:1
5/11/2012
17
Langkah C-1: Derajat Kejenuhan
(R/S-WEAF II)
33
DS = Qsmp / C
Qsmp : arus total (smp/jam)
C : kapasitas
Derajat kejenuhan bundaran didefinisikan sebagai DS
bagian jalinan tertinggi
Langkah C-2: Tundaan bagian jalinan
bundaran (R/S-WEAF II)
34
Tundaan Lalulintas bagian jalinan (DT)
Yaitu tundaan rata-rata lalulintas per kendaraan yang masuk ke
bagian jalinan
Gambar C-2:1
5/11/2012
18
Langkah C-2: Tundaan bagian jalinan
bundaran (R/S-WEAF II)
35
Tundaan Lalulintas Bundaran (DTR)
Yaitu tundaan rata-rata per kendaraan yang masuk ke bundaran
DR = ∑(Qi x DTi)/Qmasuk + DG; i = 1,2…n
dengan,
DR = tundaan rata-rata bundaran (det/dsmp)
i = bagian jalinan I dalam bundaran
n = jumlah bagian jalinan dalam bundaran
Qi = arus total lapangan pada bagian jalinan i ( smp/jam)
DTi = tundaan lalulintas rata-rata pada bagian jalinan i (det/smp)
Qmasuk = jumlah arus total yang masuk bundaran (smp/jam)
Langkah C-2: Tundaan bagian jalinan
bundaran (R/S-WEAF II)
36
Tundaan Bundaran (DR)
Yaitu tundaan lalulintas rata-rata per kendaraan masuk