Top Banner
WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA LAKON NILA CANDRA SKRIPSI OLEH : IDA AYU NYOMAN WERDHI PUTRI KUSUMA NIM 201003001 PROGRAM STUDI S-1 SENI PEDALANGAN JURUSAN SENI PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014
135

WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Oct 17, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA

LAKON NILA CANDRA

SKRIPSI

OLEH :

IDA AYU NYOMAN WERDHI PUTRI KUSUMA NIM 201003001

PROGRAM STUDI S-1 SENI PEDALANGAN JURUSAN SENI PEDALANGAN

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA

DENPASAR 2014

Page 2: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

SKRIPSI

WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS DALANG IDA MADE ADI PUTRA

LAKON NILA CANDRA

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI :

Page 3: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …
Page 4: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

MOTTO

Bukanlah kegembiraan atau kesedihan yang menjadi tujuan akhir kita,

Melainkan bertindak hingga esok kita telah melangkah lebih jauh dari hari ini.

Sasi wimba haneng gata, mesi banyu

Ndanasing suci nirmala, mesi wulan

Iwa mangkana rakwa kiteng kadadin

Ringanganbeki yoga, kiteng sekala

(Arjuna Wiwaha, hal. 38 pupuh ke 11)

Artinya: Seperti bayangan bulan yang terlihat pada tempat air yang berisi air

Tetapi hanya pada air yang bersih tanp kotoran saja bayangan bulan itu akan

nampak.

Seperti itulah Tuhan dalam kehidupan ini.

Hanya pada manusia yang taat melaksanakan yoga Tuhan itu akan menunjukkan

diri-Nya secara nyata

Page 5: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Mahaesa, atas berkat dan rahmat-Nyalah dapat tersusun skripsi

yang berjudul “Wayang Kulit Bali Gaya Karangasem Studi Kasus Dalang Ida

Made Adi Putra Lakon Nila Candra”. Tugas akhir ini merupakan suatu proses

yang harus ditempuh oleh seorang mahasiswa Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas

Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia, sebagai bagian dari syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Seni (S1).

Penulis menyadari tentang hakekat manusia yang memiliki keterbatasan

sebagai ciptaan Tuhan, di samping memiliki kelebihan tentu ada kekurangan.

Oleh karena itu suatu keberhasilan yang diraih saat ini sudah tentu memerlukan

bantuan orang lain. Sebagai bukti penyusunan skripsi ini banyak memperoleh

bimbingan, arahan, masukan dan saran-saran, serta berupa dorongan dari berbagai

pihak. Melalui kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan rasa terima kasih

dan penghargaan yang tidak terhingga kepada semua pihak atas kemurahan hati

membantu penulis, sehingga skripsi ini rampung tepat pada waktunya. Ucapan

terima kasih ini ditujukan kepada :

1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha,S.SKar. selaku rektor Institut Seni

Indonesia (ISI) Denpasar yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis menempuh perkuliahan.

2. Bapak I Wayan Suharta,S.SKar.,M.Si. selaku dekan Fakultas Seni

Pertunjukan dan sebagai ketua panitia penyelenggara ujian tugas akhir

Page 6: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar, yang telah memberi motivasi

selama mengikuti perkuliahan dan pada proses tugas akhir.

3. Bapak I Dewa Ketut Wicaksana,SSP.,M.Hum. selaku pembantu

dekan I dan pembimbing akademik, yang dengan sabar meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi sejak awal

perkuliahan dan proses pembelajaran sampai dengan proses tugas akhir.

4. Ibu Doktor Ni Luh Sustyawati,M.Pd. selaku pembantu dekan III, yang

telah memberi motivasi selama mengikuti perkuliahan dan pada proses

tugas akhir serta bimbingan moril selama penulis mengikuti perkuliahan

dan kegiatan kampus.

5. Bapak I Kadek Widnyana,SSP.,M.Si, selaku ketua jurusan seni

pedalangan ISI Denpasar, yang telah membantu penulis dalam proses

akademik selama mengikuti perkuliahan.

6. Ibu Ni Komang Sekar Marhaeni,SSP.,M.Si. selaku sekretaris jurusan seni

pedalangan ISI Denpasar, telah banyak memberikan dorongan motivasi

dan membantu secara akademis selama perkuliahan.

7. Bapak Drs. I Wayan Mardana,M.Pd. selaku pembimbing I atas perhatian,

bimbinganya, dan motivasi selama menempuh perkuliahan mengoreksi

dan membenahi tulisan pada skripsi ini.

8. Ibu Dra. Ni Diah Purnamawati.,M.Si. selaku pembimbing II yang telah

banyak memberikan dorongan, motivasi yang sangat berarti bagi penulis,

mengoreksi dan membenahi tulisan pada skripsi ini.

9. Bapak Prof. Dr. I Nyoman Sedana,SSP,M.A. selaku guru besar di jurusan

pedalangan dan dosen yang sudah dengan sabar dan meluangkan waktunya

Page 7: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

untuk memberikan bimbingan, motivasi, dan semangat dari awal

perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar di jurusan pedalangan berserta

pegawai Fakultas Seni Pertunjukan yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, bimbingan, pengalaman, motivasi, bantuan, dan arahan

selama awal perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.

11. Bapak Biro Administrasi Akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama

(BAAKK) yang sudah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk

menerima beasiswa selama menjadi mahasiswa di Institut Seni Indonesia

Denpasar.

12. Bapak mangku Dalang Ida Made Adi Putra selaku dalang beserta keluarga,

serta masyarakat Desa Banjar Besang, Kecamatan Ababi, Kabupaten

Karangasem yang telah memeberikan tempat, waktu, kesempatan,

informasi mengenai pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem Lakon

Nila Candra., serta sambutan yang sangat hangat kepada penulis selama

penelitian skripsi ini.

13. Bapak Dalang Ida Made JD Bratha sebagai informan yang telah

memberikan informasi tambahan mengenai pertunjukan Wayang Kulit

Gaya Karangasem.

14. Teman-teman seperjuangan mahasiswa jurusan pedalangan angkatan 2010

atas inspirasi, bimbingan, semangat, rasa solidaritas, kekeluargaan,

senasib, dan sepenangungan dari awal perkuliahan hingga selesainya

skripsi ini rampung tepat pada waktunya.

Page 8: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

15. Seluruh keluarga yang saya cintai yang sudah banyak memberikan bantuan

dan dukungan moral selama perkuliahan dan dalam proses penyusunan

skripsi ini.

Semoga bantuan yang diberikan kepada penulis diterima sebagai amal

serta mendapatkan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhir kata,

penulis mengucapkan terima kasih atas segala perhatiannya, dan besar harapan

penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan bagi yang

memerlukannya.

Denpasar, 20 Mei 2014

Penulis

Page 9: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

ABSTRAK Wayang kulit merupakan salah satu pertunjukan yang masih tetap eksis sampai saat ini, serta memiliki banyak gaya/style di setiap daerah masing-masing. Seperti di daerah Sukawati, Badung, Buleleng dan juga di daerah Karangasem. Penelitian ini adalah sebuah pengkajian seni pertunjukan yang mengangkat bentuk, fungsi, dan makna pertunjukan Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra, di Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Fokus penelitian ini adalah mengkaji tentang ciri khas yang mebedakan bentuk, fungsi, dan makna dalam pertunjukan Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif, yaitu mengkaji mengenai permasalahan yang diajukan menggunakan Teori Estetika, Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Wacana. Data yang disajikan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, interview atau wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Nila Candra sebagai objek analisis merupakan sebuah lakon carangan wayang kulit Bali. Lakon carangan ini mengambil sumber dari Kakawin Nila Candra yang masih merupakan bagian dari epos Mahabharata. Pembatasan materi sebagai bahan kajian dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada tiga aspek yaitu : bentuk, fungsi dan makna terhadap sebuah seni pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra. Penelitian ini sifatnya deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini membahas tentang Wayang Kulit Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra. Wayang Kulit Gaya Karangasem ini mempunyai struktur pementasan yang berbeda dengan struktur pementasan wayang secara umum. Perbedaan yang sangat menonjol terletak pada tahap Alas harum, dan petangkilan. Pada tahap Alas harum biasanya dalang menyanyikan sebuah tembang (kekawin) disertai dengan menarikan tokoh wayang, namun pada struktur pementasan Wayang Kulit Gaya Karangasem pada tahap Alas harum dalang hanya menembang tanpa menarikan tokoh wayang sehingga pada kelir masih kosong belum ada tokoh wayang yang muncul. Pada struktur pementasan Wayang Kulit Gaya Karangasem tidak ada petangkilan, tetapi langsung ke pangkatan. Dari sinilah dijadikan titik tolak untuk memahami bentuk, fungsi, dan makna sebagai daya tarik pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon Nila Candra. Kata kunci :Wayang Kulit Karangasem, bentuk, fungsi dan makna.

Page 10: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii HALAMAN MOTTO ............................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................. v ABSTRAK ................................................................................................ ix DAFTAR ISI ............................................................................................. x GLOSARIUM ........................................................................................... xii DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvi DAFTAR FOTO ....................................................................................... xvii BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... 6 1.4 Manfaat Hasil Penelitian ................................................... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 7

BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI ..................... 9

2.1 Kajian Sumber .................................................................... 9 2.2 Landasan Teori ................................................................... 11

2.2.1 Teori Estetika ........................................................ 12 2.2.2 Teori Fungsionalisme Struktural ........................... 13 2.2.3 Teori Wacana ........................................................ 14

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 17

1.1 Rancangan Penelitian ......................................................... 17 1.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................... 18 1.3 Instrumen Penelitian ........................................................... 20 1.4 Teknik Penentuan Informan ............................................... 21 1.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 21

1.5.1 Observasi ............................................................... 22 1.5.2 Wawancara ............................................................ 22 1.5.3 Studi Kepustakaan ................................................. 23 1.5.4 Studi Dokumentasi ................................................ 24

1.6 Teknik Analisa Data ........................................................... 24 1.7 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian .............................. 25 1.8 Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................. 26

BAB IV BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA

KARANGASEM LAKON “NILA CANDRA” ....................... 29 4.1 Bentuk Pertunjukan ........................................................... 29 4.2 Struktur Pertunjukan ........................................................... 31

Page 11: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

4.3 Komponen Pertunjukan ...................................................... 42 4.3.1 Lakon ..................................................................... 42

4.3.1.1 Sinopsis ..................................................... 44 4.3.1.2 Pembabakan .............................................. 49

4.3.2 Dalang ................................................................... 53 4.3.3 Wayang ................................................................. 55 4.3.4 Iringan Gender Wayang ........................................ 56 4.3.5 Sound System ......................................................... 57 4.3.6 Gedebong .............................................................. 58 4.3.7 Kelir ....................................................................... 59 4.3.8 Panggung ............................................................... 60 4.3.9 Blencong ................................................................ 61 4.3.10 Kropak ................................................................... 62 4.3.11 Cepala ................................................................... 63 4.3.12 Ritual (Upakara) ................................................... 64

BAB V FUNGSI DAN MAKNA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA KARANGASEM LAKON “NILA CANDRA” ............................................................................... 66 5.1 Fungsi Hiburan .................................................................. 67 5.2 Fungsi Media Komunikasi.................................................. 70 5.3 Fungsi Upacara Keagamaan (Ritual) .................................. 75 5.4 Fungsi Stabilitas Kebudayaan ............................................ 77 5.5 Fungsi Integritas Masyarakat.............................................. 79

BAB VI PENUTUP ............................................................................... 82

6.1 Simpulan ............................................................................. 82 6.2 Saran-saran ......................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 87 DAFTAR INFORMAN ............................................................................ 90 LAMPIRAN

1. Transkrip Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon “Nila Candra” Oleh Dalang Ida Made Adi Putra. ................................................ 91

2. Foto-foto ........................................................................................ 123

Page 12: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

GLOSARIUM

Adiluhung = sangat berharga

Ajeg = sebuah pelestarian

Alas Harum = istilah/nama lagu yang dipakai saat adegan

persidangan pada pertunjukan Wayang Parwa.

Angkat-angkatan = istilah/nama lagu yang dipakai untuk mengiringi

keberangkatan atau perjalanan ke suatu tempat

Batel = iringan adegan perang

Belencong = lampu minyak khusus untuk pertunjukan wayang

tradisi.

Bhuta Yadnya = upacara yang dihaturkan untuk para

Cabut Kayonan = adegan dimana wayang kayonan dicabut dari

kelir.

Cepala = alat yang dipakai memukul keropak berfungsi

untuk memberikan aksentuasi pada pertunjukan

wayang

Dewa Yadnya = upacara yang dihaturkan untuk para dewa

Gadebong = batang pohon pisang yang dipakai untuk

menancapkan wayang.

Gender Wayang = instrumen pokok pengiring pertunjukan wayang

Gilak kayonan = nama gending iringan untuk tari kayonan

Hyang = sebutan untuk roh yang sudah suci

Page 13: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Jejer = wayang dipilih dan ditancapkan di atas batang

pisang

Jero Dalang = gelar untuk seorang dalang di Bali

Kakawin = puisi yang memakai bahasa jawa kuno yang diikat

oleh metrum-metrum guru dan lagu

Kawi Dalang = kreatifitas dalang

Ketengkong = pembantu dalang pada saat pertunjukan wayang

Kelir = layar pertunjukan wayang

Keropak = tempat penyimpanan wayang dan pasangan dari

cepala lagu yang memakai bahasa Jawa Tengahan

Kayonan = wayang yang pertama ditarikan pada pertunjukan

wayang

Lakon Carangan = cerita pokok yang dibuatkan tambahan lakon baru

Lakon Pakem = cerita yang diambil dari ceritera pokok

Lakon Pokok = cerita yang diambil dari ceritera pokok

Lampahan Unduk = cerita yang bersumber dari ceritera pokok yang

telah disadur kedalam parwa parwa dan kakawin-

kakawin

Lelampahan = cerita yang dibawakan dalam seni pertunjukan

Mangku Dalang = sebutan untuk dalang sapuh leger

Manusa Yadnya = upacara yang dihaturkan untuk mensucikan diri

manusia.

Page 14: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Mesem = lagu untuk adegan sedih untuk wayang bermata

sipit

Parwa = bagian-bagian dari epos Mahabharata

Panca Yadnya = lima jenis korban suci yang tulus iklas

Pitra Yadnya = upacara yang dipersembahkan kapada orang yang

sudah meninggal.

Punakawan = abdi raja

Pangkat pejalan = lagu untuk mengiringi adegan keberangkatan ke

suatu tempat

Pangkat Siat = lagu untuk mengiringi adegan keberangkatan ke

medan perang

Pemungkah = bagian awal dari pertunjukan wayang

Pengender = pemain instrumen gender wayang

Penyacah parwa = prolog pada pertunjukan Wayang Kulit Bali yang

merupakan awal ceritera yang akan disajikan

Petangkilan = adegan wayang pada saat siding

Petegak = lagu yang dimainkan oleh penabuh sebelum

pertunjukan wayang dimulai.

Pura = tempat suci agama hindu

Rebong = lagu yang digunakan pada saat adegan roman

Rsi Yadnya = upacara yang dilaksanakan untuk roh leluhur

Sang Hyang Ringgit = sebutan suci wayang

Sesendon = narasi yang dilagukan

Page 15: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Selendro = suatu sistem laras nada

Tabuh petegak = lagu yang dimainkan pada awal dari pertunjukan

wayang

Tatikesan = gerak wayang

Tututan = pembantu dalang pada saat pertunjukan wayang

Tungguh = kayu yang dipancangkan tempat sesuatu

Yadnya = korban suci yang tulus ikhlas

Page 16: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian. ...................................................... 27 Tabel 4.1 Bagan Struktur waktu Wayang Kulit Gaya Karangasem lakon

Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra. ......................... 33

Page 17: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

DAFTAR FOTO Foto1. Suasana latihan Tabuh Petegak Wayang Kulit lakon Nila

Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem…………………………………. 123

Foto 2. Dalang Ida Made Adi Putra dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem…………………………………. 123 Foto 3. Suasana Adegan jejer wayang oleh Dalang Ida Made Adi Putra lakon Nila Candra…………………………………………….. 124 Foto 4. Gedebong sebagai simbol pertiwi dan dua buah mic dipasang dibelakang belencong untuk membantu agar suara Dalang Ida Made Adi Putra terdengar oleh penonton……………… 124 . Foto 5. Kelir yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra lebih lebar dari ukuran kelir pada umumnya. ............................................................................................ . 125 Foto 6. Blencong yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra……………………………………………… 125 Foto 7. Keropak/Gedog yang dimiliki dan dibuat sendiri oleh Dalang Ida Made Adi Putra……………………………… 126 Foto 8. Tahap wawancara dengan kedua informan. Dalang Ida Made

Adi Putra (kiri) dan Dalang Ida Made JD Bratha (kanan).. 126

Foto 9. Tokoh Wayang Nila Candra ............................................... . 127 Foto 10. Tokoh Wayang Kresna dan Nila Candra ............................ . 127 Foto 11. Tokoh Wayang Bhagawan Andasing……………………. 128 Foto 12. Tokoh Wayang Kertawarma .............................................. 128 Foto 13. Tokoh Wayang Satyaki ...................................................... 129 Foto 14. Tokoh Wayang Baladewa .................................................. 129 Foto 15 Tokoh Wayang Panca Pandawa………………………….. 130

Page 18: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 16 Dalang Ida Made Adi Putra bersama penulis…………..... 130 Foto 17 Dalang Ida Made Adi Putra……………………………… 131

Page 19: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali sebagai salah satu bagian dari kepulauan Indonesia memiliki

warisan kebudayaan yang sangat unik, serta peninggalan kebudayaan yang

tersebar di seluruh wilayah Bali. Warisan kebudayaan ini mencirikan bahwa setiap

wilayah di Bali memiliki kekhasan kebudayaan masing-masing. Warisan

kebudayaan tersebut meliputi: adat istiadat, tari-tarian sakral, gamelan, pakeliran

atau pewayangan dan lain sebagainya. Dari sekian yang ada, pakeliran atau

pewayangan merupakan salah satu bentuk pertunjukan yang sarat akan makna dan

filsafat pengetahuan didalamnya, sehingga wayang sering dikatakan sebagai

sebuah kesenian yang adiluhung. Menurut (Koichiro dalam Sedana,2004:6) yang

dikutip oleh Sukerta dalam tesisnya menyatakan sejak tanggal 7 November 2003,

wayang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

PBB (UNESCO) sebagai pertunjukan bayangan boneka tersohor dari Indonesia,

sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (World

Master Piece of Oral and Intangible Heritage of Humanity.

Seni pewayangan sebagai seni pertunjukan berkembang terus dari masa ke

masa, karena wayang merupakan kesenian yang sering digunakan sebagai media

penerangan, penjabaran nilai-nilai agama, pendidikan, pemahaman filsafat,

hiburan dan bahkan kritik sosial, sehingga pertunjukan wayang kulit menjadi

salah satu media pendidikan informal bagi warga masyarakat. Selain itu

Page 20: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pertunjukan wayang kulit juga mepmadukan berbagai unsur seni rupa, sastra,

gerak dan suara dalam pementasannya. Menurut Sidemen (2000:19), seperti yang

dikutip oleh Seramasara(2005:1) mengemukakan:

“pertunjukan wayang diciptakan sebagai wahana komunikatif, imformatif, dan edukatif supaya masyarakat Bali menjadi lebih bermoral, etis, dan normatif dalam menyikapi perkembangan jaman. Dengan demikian Seni Pewayangan Bali merupakan produk seni, hasil dari interaksi yang kondusif dan hakiki antara seniman dengan masyarakat Bali yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya Bali”.

Kalau Sidemen mengatakan wayang sebagai komunikatif, imformatif, dan

edukatif maka, Yahya J.Aifit (2010) dalam websitenya mengatakan pertunjukan

wayang sebagai puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di

antara banyak karya budaya lainnya. Pertunjukan wayang meliputi seni peran,

seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni

perlambang. Pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu bagian dari seni

pertunjukan Bali yang hingga kini masih tetap digemari oleh masyarakat Bali

pada umumnya. Di desa-desa maupun di kota, masyarakat masih sering

menggelar pertunjukan wayang kulit dalam kaitan dengan upacara agama

Hindu, upacara adat Bali atau hanya sebagai hiburan semata. Kedua pendapat

tersebut jelas mengungkapkan bahwa seni pewayangan mengandung nilai-nilai

budaya Bali yang sangat luhur. Lebih lajut Seramasara (2005:1-2), mengatakan

seperti dibawah ini.

“ nilai budaya Bali bersumber pada cerita Mahabharata dan Ramayana, kemudian disosialisasikan melalui pertunjukan wayang yang telah memberikan karakter terhadap masyrakat yang etis,estetis, dan religius magis. Hal ini akan dapat disadari bahwa ketika masyarakat Bali belum bisa membaca dan menulis, mereka akan dapat memahami nilai-nilai budaya dan ajaran agama melalu pertunjukan wayang”.

Page 21: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Dalam pertunjukan wayang, yang menjadi elemen pokoknya adalah dalang,

wayang dan musik pengiring. Dalam hal ini dalang berperan sebagai aktor dan

sutradara. Wicaksana (2009:24) lebih tegas menyatakan bahwa :

“ dalang adalah tokoh kunci (figure central) di balik setiap pertunjukan wayang kulit. Di samping perannya sebagai seniman, dalang juga mempunyai pengetahuan yang luas dan sekaligus pelaku ritual, maka wajar dalang memiliki posisi terhormat dalam masyarakat. Oleh karena itu dalang diberi gelar kehormatan jero dalang atau mangku dalang. Sedangkan musik pengiring sebagai aksentusi dan wayang sebagai media, karakter dan sistem sosial interaksi”.

Pada akhirnya semua pendapat tentang dalang pada prinsipnya disimpulkan

oleh Mardana (2008:4), yaitu seorang dalang pada dasarnya dapat dianggap

sebagai seniman yang serba bisa. Dalang harus memiliki berbagai keterampilan

yang di dunia barat jarang dimiliki oleh satu orang seniman untuk keterampilan

yang banyak itu. Ia harus bisa menabuh gender, menembang, menari, memainkan

wayang, serta harus memiliki pengetahuan agama dan ritual. Dan ditambah

pendapat dari Dibya (2012:59), yang mengatakan bahwa dalam pementasan,

wayang yang diberkahi dengan kekuatan taksu akan hidup di layar. Menggunakan

wayang-wayang yang “hidup” seperti itu akan memungkinkan seorang dalang

untuk menyajikan suatu pertunjukan yang mampu menarik perhatian penonton

dan mengikuti cerita, termasuk semua pesan, yang disajikan dari balik layar.

Pendapat tentang eksistensi dalang diatas pada dasarnya menganggap dalang

sebagai sentral atau pusat yaitu dalam mengolah cerita, menghidupkan dan

mematikan wayang, sehingga dalang bisa disebut sebagai multi simbol

sebagaiman disebutkan Purnamawati (2005:332).

Page 22: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Di Bali pada umumnya setiap kabupaten memiliki kekhasan tersendiri

dalam menampilkan sebuah pertunjukan wayang kulit parwa. Kekhasan tersebut

dapat ditinjau dari segi bentuk wayang, struktur pertunjukan, iringan maupun

komponen-komponen lainnya. Begitu pula ada persamaan yang mendasar.

Perbedaan dan persamaan itu merupakan keunikan yang terdapat pada seni

pertunjukan wayang kulit akibat adanya perbedaan sosial, adat istiadat, serta iklim

yang berbeda pula. Marajaya (2011:25), menyatakan ada beberapa gaya

pedalangan di Bali yang dikenal dengan gaya Bali Utara (Buleleng) dan Bali

Selatan (Sukawati dan Badung). Gaya Sukawati dirintis oleh dalang Krekek,

sedangkan Gaya Badung dirintis oleh dalang Ida Bagus Ngurah dari Buduk. Dari

sekian kabupaten yang ada di Bali, Karangasem adalah salah satu kabupaten yang

dilihat dari segi estetika budayanya memiliki kekhasan tersendiri. Bertitik tolak

dari kekhasan yang dimiliki oleh wayang kulit kiranya perlu diadakan pengkajian,

bahkan penelitian ditinjau dari sudut lakon, maupun struktur pertunjukannya.

Oleh karena kurangnya informasi tentang Wayang Kulit Gaya Karangasem

(selanjutnya ditulis WKGK), penulis ingin mencoba mengadakan sebuah

penelitian tentang kekhasan pertunjukan wayang kulit yang ada di Karangasem

dalam hal ini penulis mengambil studi kasus Dalang Ida Made Adi Putra, Grya

Bodha, Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.

Hingga saat usulan penelitian ini, Dalang Ida Made Adi Putra masih eksis

mendalang dan cukup terkenal di Kabupaten Karangasem. Dari sekian kali

pertunjukan ada beberapa lakon yang sering dipentaskan seperti: Kunti Yadnya,

Bambang Ekalawya, Cupak Grantang, Nila Candra dan lakon-lakon lainnya.

Page 23: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Selain itu Dalang Ida Made Adi Putra juga pernah mementaskan pertunjukan

wayang Calonarang wayang Cupak dan wayang Arja. Dari banyaknya lakon yang

dipentaskan tersebut yakni lakon Nila Candra yang akan dijadikan objek dalam

penelitian ini. Komponen-komponen yang akan diteliti meliputi keunikan dan

kekhasan Wayang Kulit Karangasem, ditinjau dari bentuk, fungsi dan maknanya.

Ketertarikan penulis untuk meneliti kekhasan WKGK oleh Dalang Ida Made

Adi Putra yaitu: pertama mengingat dalang Ida Made Adi Putra ini adalah salah

satu dalang yang cukup terkenal di daerah Karangasem. Selain itu beliau memiliki

ciri khas tersendiri yaitu masih menggunakan struktur pertunjukan khas

Karangasem dan kecekatan tangannya dalam memainkan wayang saat peperangan

sangat memukau. Kedua, Dalang Ida Made Adi Putra ini merupakan keturunan

seniman dari keluarganya. Hampir semua keluarga dari ayah, ibu, saudara dan

bahkan istri dan anak-anaknya juga berkecimpung dalam bidang seni. Ketiga,

beliau pernah mengikuti beberapa perlombaan dan parade wayang kulit

calonarang dan wayang kulit parwa dan mendapatkan juara terbaik.

Sedangkan alasan penulis mengangkat lakon Nila Candra sebagai objek

penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Nila Candra sarat dengan nilai-nilai

spiritual yaitu penyatuan antara aliran Budha dan Siwa. 2) Pementasan lakon Nila

Candra ceritanya unik diambil dari sastra sumber kekawin Nila Candra yang

langsung dijadikan tema oleh dalang Ida Made Adi Putra. 3) sepanjang

pengetahuan penulis lakon Nila Candra belum pernah diteliti.

Page 24: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa rumusan masalah :

1. Bagaimanakah bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya Karangasem

khususnya Lakon Nila Candra?

2. Apakah fungsi dan makna yang terkandung dalam pertunjukan Wayang

Kulit Gaya Karangasem, khususnya dengan lakon Nila Candra?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. untuk mengetahui bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya

Karangasem dengan lakon Nila Candra.

2. untuk mengetahui fungsi dan makna pertunjukan Wayang Kulit

Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini sudah tentu memiliki manfaat-manfaat tertentu, sehingga

hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut, selain dapat dipergunakan oleh

peneliti sendiri juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Manfaat penelitian ini

dapat di bagi menjadi dua, yaitu secara teoritis dan secara praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan

hasil-hasil penelitian tentang pewayangan Bali, terutama

pertunjukan WKGK.

Page 25: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

2) Dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan masalah seni pewayangan

terutama wayang kulit. Selain itu hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai salah satu sumber informasi bagi para peneliti

yang berminat meneliti pertunjukan WKGK.

3) Dapat membantu teman-teman mahasiswa dan dosen yang

berkepentingan untuk menambah pengetahuan tentang

pewayangan yang ada di Bali.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Hasil penelitian ini dapat menambah refrensi tentang

pewayangan di perpustakaan ISI Denpasar yang nantinya dapat

dipakai sebagai literatur atau acuan bagi mahasiswa ISI

Denpasar.

2) Para calon peneliti dan masyarakat diharapkan dapat memetik

manfaat dari hasil penelitian ini untuk meningkatkan wawasan

tentang seni pertunjukan wayang kulit.

1.5 Ruang Lingkup

Pembatasan materi sebagai bahan kajian dalam penulisan skripsi ini sangat

diperlukan agar dalam pembahasan selanjutnya tidak menyimpang dari masalah

yang diangkat. Adapun dalam penulisan skripsi ini pembahasan dibatasi pada tiga

aspek yaitu : bentuk, fungsi dan makna terhadap sebuah seni pertunjukan WKGK

lakon Nila Candra.

Page 26: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Berkenaan dengan hal tesebut diatas maka, skripsi ini sifatnya deskriptif

kualitatif, memberikan kajian pada teks lakon WKGK Nila Candra yang

dideskripsikan dari pertunjukan dilokasi penelitian. Dari sinilah dijadikan titik

tolak untuk memahami struktur atau bentuk, fungsi dan makna pertunjukan

WKGK lakon Nila Candra.

Page 27: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB II

KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Sumber

Kajian sumber bisa diperoleh dengan cara mengkaji beberapa bahan

pustaka berupa buku, artikel, jurnal, makalah, majalah, tesis, desertasi dan laporan

hasil penelitian yang memuat kajian-kajian tentang pertunjukan wayang kulit Bali

yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Mengingat cukup banyaknya

penelitian tentang pewayangan di Bali, yang dapat dijadikan acuan dalam

pembahasan penelitian ini. Menurut pengetahuan penulis, beberapa tulisan yang

berhubungan langsung dengan pertunjukan WKGK dalam hal ini pertunjukan

wayang parwa masih sangat jarang ditemukan. Oleh karena itu di sini perlu

disajikan tinjauan beberapa sumber tentang pertunjukan Wayang Kulit . Adapun

sumber-sumber tertulis meliputi buku-buku dan karya ilmiah (artikel, jurnal, dan

hasil-hasil penelitian) yang berhasil ditemukan sebagai berikut.

Rota dan Suteja (1990), telah melakukan kajian mengenai gaya bahasa

pada pertunjukan wayang dalam penelitiannya ”Retorika Sebagai Ragam Bahasa

Panggung Dalam Seni Pertunjukan Wayang Kulit Bali”. Melalui kajiannya ini

Rota dan Suteja mengemukakan tentang bagaimana seorang dalang mampu

bertutur, memilih materi bahasa (kata-kata, ungkapan-ungkapan, istilah-istilah,

perbandingan-perbandingan, bahasa bertembang) yang tepat dan argumentatif

mewadahi gagasan-gagasan yang ingin disampaikan kepada penonton, serta

penyajian tutur dengan gaya tertentu sesuai dengan ciri khas masing-masing.

Page 28: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sumber literatur berikutnya yang digunakan dalam penelitian ini berupa

buku ajar ”Pakeliran Gaya Baku I (Wayang Kulit Parwa)” yang di tulis oleh

Wicaksana dan Sidia (2004). Dalam buku ini Wicaksana dan Sidia menjelaskan

mengenai struktur pertunjuksn wayang kulit parwa dan gaya/style wayang kulit

parwa berbagai daerah di Bali. Relevansi buku ini terhadap penelitian yaitu untuk

membahas struktur pertunjukan dalam WKGK lakon Nila Candra.

Marajaya menulis artikel dalam Jurnal Ilmiah Seni Pewayangan Volume 10

No.1 September 2011 ”WAYANG”. Dalam tulisan tersebut Marajaya menyatakan

ada beberapa gaya pedalangan di daerah Bali. Memperhatikan proses perwujudan

pertunjukan wayang kulit seperti sumber literatur pewayangan di atas, peneliti

dapat berasumsi bahwa ini merupakan referensi yang baik untuk penelitian ini

dalam mengidentifikasi agar wayang kulit tetap ajeg dan digemari penonton.

Pakem Wayang Parwa Bali oleh Yayasan Pewayangan Daerah Bali tahun

1986/1987 yang diterbitkan oleh proyek Penggalian / Pemantapan Seni Budaya

Klasik dan Baru. Buku ini memaparkan struktur pewayangan Bali, disertai pula

kumpulan ringkasan dan pakem lakon-lakon yang digunakan dalam pementasan

wayang yang disesuaikan dengan konteksnya. Buku ini terkait dengan struktur

pewayangan Bali. Buku ini juga menjadi penunjang pembahasan mengenai bentuk

pertunjukan WKGK serta lakon Nila Candra yang menjadi salah satu rumusan

masalah penelitian ini.

Penelitian yang berjudul Wayang Kulit Purwa Makna dan Struktur

Dramatiknya oleh Soediro Satoto tahun 1985 yang diterbitkan oleh proyek

penelitian dan pengkajian Kebudayaan Nusantara (javanologi), Direktorat jeneral

Page 29: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam penelitian ini

dianalisis struktur dramatik dan makna lakon wayang Purwa ( Jawa ) “Banjaran

Karna” dan “Karna tanding” yang dipentaskan oleh Ki Narto Sabdo. Penelitian

ini terkait dengan pendeskripsian, terutama bentuk dan fungsi pertunjukan WKGK

lakon Nila Candra yang dipentaskan dalam sebuah pertunjukan wayang kulit di

Karangasem.

Dengan perspektif kajian seni pewayangan yang begitu luas dari semua

literatur tersebut kiranya dapat penulis pakai sebagai bekal penting dalam

mengkaji identitas WKGK lakon Nila Candra Studi Kasus Dalang Ida Made Adi

Putra, Grya Bodha,Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten

Karangasem.

2.2 Landasan Teori

Suatu penelitian yang baik apabila dasar-dasar teorinya ditunjang oleh

literatur yang mencukupi dan relevan dengan objek penelitian. Landasan teori

berarti pula dari sudut mana si peneliti memulai pekerjaannya dan bagaimana

menafsirkan data-data yang diperoleh dalam penelitian. Untuk mendukung

penelitian ini maka dipergunakan beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan, yakni teori estetika, teori fungsional struktural, dan teori wacana.

2.2.1 Teori Estetika

Page 30: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Menurut Djelantik (1992:6), estetika adalah ilmu yang mempelajari

segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, dan semua aspek dari apa

yang kita sebut keindah. Lebih lanjut Djelantik mengungkapkan:

“benda atau peristiwa kesenian yang menjadi sasaran analisis estetika setidak-tidaknya mempunyai tiga aspek dasar, yakni “wujud atau rupa” yang menyangkut bentuk (form) atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur (structure), “bobot” yang menyangkut suasana (mood), gagasan (idea) dan pesan (massage), dan “penampilan” yang meliputi bakat (talent), keterampilan (skill), dan sarana atau media”. Pelopor teori estetika Kartini Parmono yang dipopulerkan oleh

Alexander Gottlieb Baumgarten (dalam Djelantik, 1990), istilah estetika

digunakan untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan

pengetahuan indrawi. Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul

pada abad 18, maka pemahaman tentang keindahan sendiri harus

dibedakan dengan pengertian estetik. Jika sebuah bentuk mencapai nilai

yang betul, maka bentuk tersebut dapat dinilai estetis, sedangkan pada

bentuk yang melebihi nilai betul, hingga mencapai nilai baik penuh arti,

maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah dalam pengertian tersebut,

maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam arti sesungguhnya,

sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis.

Menurut Refeal Raga Malan (dalam Djelantik, 1990), istilah

estetika berasal dari bahasa Yunani ” aesthesis” berarti penserapan,

persepsi. Dari sudut filsafat, estetika adalah cabang filsafat yang berbicara

tentang keindahan. Keindahan adalah suatu pengalaman yang unik dan

khas. Dalam pengalaman keindahan atau pengalaman estetis, perhatian

Page 31: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

tersedot oleh sesuatu; sesuatu itu diserap oleh suatu proses pengalaman

yang mendalam, karena melibatkan seluruh inti dari kita.

Pandangan-pandangan di atas tentang estetika dalam konteks

penelitian ini akan diterapkan semaksimal mungkin. Karena WKGK

dengan lakon Nila Candra sebagai sebuah karya seni dalam

menganalisisnya harus menyangkut keindahan.

2.2.2 Teori Fungsionalisme Struktural

Menurut Littlejhon (1999), Teori fungsional dan struktural adalah

salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau

general theories, ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan

tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri

pengamat.

Fungsionalisme Struktural atau lebih popular dengan ‘Struktural

Fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem

umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam

khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara

mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Sedangkan pendekatan

strukturalisme yang berasal dari linguistic, menekankan pengkajiannya

pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial.

Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar

pada beberapa konsep fungsi dan konsep struktur.

Page 32: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Pada akhirnya konsep-konsep mengenai struktur inilah yang

dipergunakan dalam menganalisis struktur WKGK lakon Nila Candra,

yaitu menurut Sedana (dalam Purnamawati, 2005:29) bahwa ada tiga unsur

teaterikal pertunjukan wayang kulit yakni: 1) bentuk/struktur pertunjukan,

2) lakon / plot, dan 3) karakter / tokoh, sebagai layaknya sebuah unsur,

antar ketiga unsur itu terus berinteraksi. Secara harmonis dan dinamis.

Interaksi struktural dari ketiga unsur tadi disebut Tri Sandi yakni angga

(genre), wacana (lakon), dan tetikesan (gerak tokoh).

Dari uraian di atas, maka teori fungsionalisme struktural sangatlah

berperan penting untuk penelitian ini yakni untuk menganalisis hubungan

secara fungsional antara bentuk / struktur pertunjukan, lakon / plot, dan

karakter / tokoh dalam WKGK lakon Nila Candra.

2.2.3 Teori Wacana

Menurut Sudaryat (2009:106), Wacana merupakan wujud

komunikasi verbal. Dari segi bentuk bahasa yang dipakai wacana terbagi

dua, yakni wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (ujaran)

merupakan wujud komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan

penyimak, sedangkan wacana tulis (teks) merupakan wujud komunikasi

tulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Aktivitas penyapa

(pembicara/penulis) bersifat produktif, ekspesif, kreatif, sedangkan

aktivitas pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif. Aktivitas di dalam

diri pesapa bersifat internal sedangkan hubungan penyapa dan pesapa

Page 33: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

bersifat interpersonal. Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap

dan dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau

terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh

(novel,buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya) atau dapat pula disajikan

dalam bentuk karangan yang bersifat membujuk (persuasi) contohnya

iklan. Tarigan (1993:23) mengatakan istilah wacana dipergunakan untuk

mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan

dimuka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan

sandiwara atau lakon yang menjadi penekanan di dalam konteks penelitian

ini yaitu wacana lisan, dimana seorang dalang akan sangat senang apabila

wacana/ujarannya disimak atau diterima oleh penonton.

Disisi lain Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) mengatakan wacana

adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan

perkataan lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada

kalimat/kalusa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks

tertulis disebut wacana. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana

adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Doeso (dalam Tarigan, 1993:25)

berpendapat wacana adalah seperangkat preposisi yang saling

berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi

penyimak atau pembaca.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pernyataan

atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan, jelas bahwa yang

akan disampaikan si pengirim pesan dengan penerima pesan sama agar

Page 34: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

tidak miskomunikasi, agar wacana yang disampaikan berlangsung dengan

baik. Seniman dalang harus mempelajari retorika ( Ilmu Komunikasi ).

Sedangkan pendapat Mulyana (2005:51-52) tentang wacana lisan

diklasifikasikan: menurut jumlah penutur: wacana monolog dan wacana

dialog. Mulyana (2005: 26), beranalogi wacana yang utuh adalah wacana

yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu.

Aspek-aspek yang dimaksud antara lain adalah koherensi, topik wacana,

aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantik. 1)

Teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang

melaksanakan tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu pula. 2) Kohesi

dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural

membentuk ikatan sintaksis. 3) Koherensi adalah keterkaitan antara bagian

yang satu dengan bagian lainnya sehingga membentuk kesatuan makna

yang utuh. 4) Topik wacana adalah proposisi yang menjadi bahan utama

pembicaraan atau percakapan.

Dari analogi para pakar teori wacana diatas, akan dapat dijadikan pedoman

bagi seorang dalang untuk dapat mengkomunikasikan wacana secara komunikatif

agar pesan-pesan dari tokoh-tokoh dalam karakter-karakter wayang jelas diterima

penonton. Aspek-aspek semacam ini menjadi perhatian serius dari Dalang Ida

Made Adi Putra sehingga pementasan menjadi komunikatif.

Page 35: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Seorang peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitian sudah tentu

memiliki rancangan atau persiapan dalam melakukan penelitian untuk mencapai

tujuan yang diinginkan. Maka dari itu diperlukan sarana yang bersifat ilmiah yaitu

metode.

Pada dasarnya penelitian ini akan menganalisa hal-hal yang berhubungan

dengan sebuah produk seni pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra.

Wayang Kulit Bali Gaya Karangasem, Studi Kasus Dalang Ida Made Adi Putra

dengan lakon Nila Candra. Sesuai dengan tujuan, penelitian ini dapat

didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji

kebenaran sesuai pengetahuan yang dilakukan menggunakan metode-metode

ilmiah.

Penelitian ini dirancang dengan metode kualitatif. Menurut Creswell

seperti yang dikutip oleh Hamid Patilima (2005:3) mendefinisikan pendekatan

kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial

atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang

dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan

disusun dalam sebuah latar ilmiah.

Page 36: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Selain itu ada juga beberapa pendapat lain tentang definisi penelitian

kualitatif menurut (Denzim dan Lincoln 1978) yang dikutip oleh Lexy J. Moleong

(2011:5) yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi

dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Pada penelitian

kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan,

dan pemanfaatan dokumen. Dalam hal ini seorang peneliti harus mengamati bahan

itu dengan cermat dan mendalam. Adapun rancangan penelitian penulis yaitu

dengan mengadakan pengamatan langsung pada saat pertunjukan wayang yang di

pentaskan oleh Dalang Ida Made Adi Putra dengan lakon Nila Candra selain itu

penulis juga menetapkan daftar informan, menyiapkan daftar pertanyaan dan

mencari data sebanyak-banyaknya.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Mekanisme kerja penelitian ini adalah menganalisis teks lakon Nila

Candra yang dideskripsikan dalam pertunjukan. Dari situlah dijadikan titik tolak

untuk memahami bentuk atau struktur pertunjukan WKGK lakon Nila Candra,

kemudian menelusuri fungsi dan maknanya. Data dapat dibedakan berdasarkan

jenis dan sumber. Berikut data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan

jenis dan sumber.

Page 37: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

1). Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

kualitatif yaitu data yang tidak mempergunakan angka-angka, berupa

diskripsi tentang (1) bagaimana bentuk pertunjukan Wayang Kulit Gaya

Karangasem khususnya Lakon Nila Candra (2) apa fungsi dan makna yang

terkandung dalam pertunjukan WKGK, khususnya dengan lakon Nila

Candra.

Data kualitatif inilah yang akan dipergunakan untuk menjelaskan

deskripsi pertunjukan WKGK lakon Nila Candra dari segi bentuk, fungsi

dan makna.

2). Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan

menjadi sumber data primer dan sumber data sekunder, yang dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Sumber data primer adalah sumber data yang berupa pertunjukan

WKGK dengan lakon Nila Candra yang direkam sendiri oleh

peneliti. Selain sumber data literatur, data primer ini dilengkapi

dengan hasil observasi dan data wawancara langsung dengan

dalang WKGK (Ida Made Adi Putra) sebagai nara sumber kunci

dan pengamatan lapangan terkait dengan objek penelitian untuk

memverifikasi dan mengkonfirmasi seluruh data yang

terakumulasi.

Page 38: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang berupa buku-

buku kepustakaan, surat kabar, jurnal, hasil penelitian

sebelumnya, dan semacamnya yang berhubungan dengan objek

penelitian (Suryabrata,2003:74). Dalam kaitan penelitian ini data

sekunder meliputi berbagai buku, artikel, jurnal, dan hasil-hasil

penelitian tentang wayang kulit Bali yang berkaitan dengan objek

penelitian ini.

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah material atau alat-alat yang dipergunakan dalam tahapan

pengumpulan data. Suryabrata (2003:143) mengungkapkan alat atau instrumen

penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan berbagai data yang

diperlukan dalam penelitian. Instrumen penelitian pengumpulan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, yaitu berupa

pengajuan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penelitian yang ditanyakan

kepada informan. Dalam penelitian pertunjukan WKGK lakon ”Nila Candra” oleh

Dalang Ida Made Adi Putra, peneliti sendiri sebagai pelaku utamanya karena

peneliti sendiri langsung menonton, merekam dan mengamati pertunjukan WKGK

lakon ”Nila Candra”, pada hari Rabu, tanggal 23 Januari 2014 di Br. Besang, Desa

Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Hasil rekaman tersebut

berupa video yang dijadikan sebuah CD (compact disk) yang berdurasi 130 menit.

Setelah hasil rekaman diperoleh lalu peneliti mentranskripsikan, dan mencari

dokumen sebagai penunjang penelitian ini. Alat-alat tulis merupakan alat bantu

Page 39: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

untuk menulis jawaban yang diterima. Selain alat-alat tulis, peneliti juga

menggunakan alat-alat media rekam seperti tape recorder, handycam, handphone,

kamera dan alat-alat lainnya yang mendukung proses penelitian ini.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Dalam penelitian ini digunakan pedoman wawancara yang tak terstruktur,

Menurut pendapat Hamid Patilima (2005:74), pedoman wawancara tak terstruktur

artinya pedoman wawancara yang memuat garis besarnya saja, pewawancara

mengajukan pertanyaan secara bebas dan leluasa, tanpa diikat oleh susunan

pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga wawancara terkesan

luwes, arahnya bisa lebih terbuka, percakapan tidak membuat jenuh dari kedua

belah pihak, sehingga informasi yang didapat lebih kaya. Pertimbangan yang

dipilih untuk dijadikan informan tentunya berdasarkan potensi, pengalaman dan

profesi seseorang yang terkait dengan objek penelitian yakni WKGK. Dapat

dipastikan informan bersangkutan memang memiliki kemampuan yang memadai

dibidang penelitian ini.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Hasan Iqbal (2002:83) pengumpulan data adalah pencatatan

peristiwa-peristiwa atau keterangan-keterangan sebagian atau seluruh elemen

populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian. Dalam penelitian ini

digunakan beberapa teknik pengumpulan data, teknik-teknik tersebut adalah

observasi, wawancara, studi pustaka dan studi dokumen.

Page 40: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

3.5.1 Observasi

Koencaraningrat(1997:108) mengatakan pengamatan atau

observasi yang cermat merupakan salah satu cara dalam penelitian ilmiah

yang paling sesuai bagi para ilmuwan dalam bidang ilmu-ilmu social,

negara-negara yang belum dapat mengembangkan prasarana penelitian

yang memerlukan biaya yang banyak. Observasi dilakukan dengan

pengamatan atau observasi langsung ke lokasi penelitian yakni

menyaksikan langsung pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh

Dalang Ida Made Adi Putra, sekaligus merekam pertunjukan WKGK

lakon Nila Candra dilokasi penelitian yaitu di Br. Besang, Desa Ababi,

Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Data yang dicari adalah

bentuk,fungsi dan makna pertunjukan dari WKGK lakon Nila Candra

yang akan diangkat sebagai topik permasalahan, yang selanjutnya dapat

menghasilkan deskripsi berupa transkrip.

3.5.2 Wawancara

Wawancara bertujuan untuk mengumpulkan keterangan-

keterangan dari informan dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini

pedoman wawancara yang dipergunakan adalah pedoman wawancara tak

terstruktur, yaitu pedoman yang hanya memuat garis-garis besar yang

ditanyakan. Arikonto (1989:183) mengungkapkan, bahwa dalam pedoman

wawancara tak terstruktur, kreativitas pewawancara sangat diperlukan,

hasil wawancara dengan pempergunakan pedoman wawancara tak

Page 41: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

terstruktur tergantung dari pewawancara, karena pewawancara sebagai

pengemudi jawaban dari informan. Lexy J. Moleong (2011:135)

menyatakan bahwa wawancara adalah pembantu utama dari observasi

dalam pengumpulan data. Percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan

dan yang diwawancarai memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Wawancara dilakukan dengan Dalang Ida Made Adi Putra sebagai

responden utama secara lisan pada tanggal 9 Maret 2014. Wawancarapun

direkam berupa rekaman suara melalui handphone. Wawancara dengan

beberapa informan lainnya juga dilakukan sebagai informasi tambahan.

3.5.3 Studi Kepustakaan

Buku-buku, artikel, majalah dan hasil-hasil penelitian tentang

pewayangan di Bali menjadi sumber studi kepustakaan yang digunakan

dalam penelitian ini. Sebuah penulisan ilmiah memerlukan teori-teori yang

mendukung kajian yang di tulis. Teori-teori tersebut tentunya diambil dari

kepustakaan yang sudah ada, sehingga membantu dalam penulisan yang di

kaji.

3.5.4 Studi Dokumentasi

Studi dokumen menjadi metode pengumpulan data yang bersumber

dari benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah, foto-foto, catatan

hasil wawancara dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, dokumentasi

Page 42: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

sangat diperlukan dalam tahap pengumpulan data. Teknik pengumpulan

data dari studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengutip atau

mencatat bagian-bagian yang diperlukan. Dalam penelitian ini kutipan

tersebut diperoleh dari rekaman hasil wawancara dengan informan yang

diwawancarai dan pustaka-pustaka atau karya-karya tulis lain yang

berkaitan dengan objek penelitian. Bagian-bagian yang diperlukan dicatat

atau ditulis pada buku catatan. Selain pencatatan seperti telah

dikemukakan, dilakukan pula pemberian tanda atau kode-kode tertentu

terhadap data yang kemudian akan dipergunakan sebagai informasi yang

berhubungan dengan WKGK, sehingga lebih mudah untuk diteliti.

3.6 Teknik Analisa Data

Analisis data ini merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam

suatu penelitian. Moleong (2011:190) mengungkapkan bahwa analisis ini

merupakan proses menelaah seluruh data yang telah terkumpul, baik melalui

pengamatan, wawancara, studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Dalam

penelitian ini, analisis data dilakukan sejak dari pengumpulan data sampai kepada

penulisan skripsi berakhir. Setelah data semua terkumpul, kemudian penulis

melakukan tahapan-tahapan editing dan segera diadakan perbaikan sehingga

menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur dan memiliki makna. Proses ini

dilakukan berulang-ulang supaya diantara metode dan teori yang dipakai searah

dan sejalan, kemudian disusun secara bertahap untuk dipakai membedah

permasalahan yang diangkat dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Analisis

data dilakukan untuk memproleh gambaran tentang bentuk dan fungsi WKGK

Page 43: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

lakon Nila Candra oleh dalang Ida Made Adi Putra. Setelah mengumpulkan

sumber-sumber kemudian dipadukan secara cermat hal yang ditemukan di

lapangan, hasil penelitiannya diharapkan dapat menjawab permasalahan yang

diajukan mendekati kebenaran.

3.7 Sistematika Penyajian Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk naratif dan gambar-

gambar. Bentuk naratif akan disajikan melalui tulisan. Hasil penelitian ini akan

disajikan mengikuti aturan-aturan atau format penulisan untuk mencapai

kesarjanaan pada tingkat S-1, yang telah diterapkan dalam lingkungan kampus

Institut Seni Indonesia Denpasar, yang termuat dalam Buku Pedoman Tugas

Akhir Fakultas Seni Pertunjukan tahun 2013. Sesuai dengan kriteria tersebut,

maka hasil penelitian akan disajikan dalam lima bab yaitu:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini yang dibahas adalah latar belakang

permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan

ruang lingkup penelitian. Bab II Kajian pustaka dan landasan teori. Buku-buku

yang menjadi sumber kajian, dan sekaligus dapat digunakan sebagai landasan

teori. Teori-teori yang digunakan adalah teori estetika, teori fungsional struktural

serta teori wacana. Bab III Metode penelitian. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode data kualitatif deskriptif, karena data-data yang

diperoleh merupakan penjabaran tentang keadaan, bentuk, fungsi dan makna

bukan dengan penghitungan jumlah dalam data-data yang berbentuk angka. Pada

bab ini akan menguraikan rancangan penelitian, jenis dan sumber data, teknik

penentuan informan, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

Page 44: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

analisa data, sistematika penyajian hasil penelitian dan jadwal kegiatan penelitian.

Bab IV dan Bab V Pembahasan. Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian

yang dijabarkan sesuai dengan rumusan masalah. Bab VI Penutup. Yang terdiri

atas kesimpulan dan saran-saran. Pada akhir skripsi akan disertai dengan daftar

sumber atau refrensi dan lampiran- lampiran.

3.8 Jadwal Kegiatan Penelitian

Jadwal kegiatan dari pembuatan proposal, pengumpulan data, pengolahan

data, dan penyusunan laporan serta sampai pada tahap ujian akan disajikan

melalui tabel di bawah ini yang menerangkan intensitas waktu yang digunakan

dalam proses penelitian :

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahap Kegiatan

Intensitas Waktu Kegiatan Ferbruari Maret April Mei 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

Page 45: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

1 Seleksi Proposal 2 Observasi 3 Pengumpulan

Data

4 Pengolahan Data 5 Pengumpulan

Skripsi

6 Ujian Komprehensif

Keterangan :

Seleksei proposal akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan

Februari yaitu pada tanggal 13 Februari 2014.

Observasi lokasi penelitian sudah mulai dilakukan dari minggu

pertama bulan Februari dan dilanjutkan setelah diadakannya seleksi

proposal yaitu minggu ketiga Februari sampai dengan minggu

kedua bulan Maret.

Tahap pengumpulan data sudah mulai dilakukan dari dimulainya

observasi yaitu dari minggu pertama bulan Februari dan

dilanjutkan pada minggu keempat bulan Februari sampai dengan

minggu pertama bulan April.

Pengolahan data dilaksanakan pada minggu ketiga bulan Februari

sampai dengan batas akhir pengumpulan skripsi yaitu minggu

keempat bulan April.

Pengumpulan skripsi dilaksanakan pada minggu keempat bulan

April.

Ujian Komprehensif dilaksanakan pada minggu kedua bulan Mei.

Page 46: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB IV

BENTUK PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA KARANGASEM

LAKON “ NILA CANDRA”

4.1 Bentuk Pertunjukan

Pengertian bentuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1173)

adalah sebagai gambaran, rupa, atau wujud sistem atau susunan, serta sistem

wujud yang ditampilkan. Sedangkan menurut pendapat Djelantik (1990:18)

bentuk merupakan unsur - unsur dasar dari semua perwujudan dalam suatu karya

seni. Oleh sebab itu Djelantik (1990:14-46) dalam teori estetikanya mengatakan

bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang

mendasar, yakni; wujud atau rupa, bobot atau isi, dan penampilan atau penyajian.

Ketiga aspek tersebut terdapat dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra.

Wujud dalam ilmu estetika bisa mencakup keindahan visual yaitu keindahan yang

dapat dilihat secara nyata. Bobot yang dimaksudkan “isi” atau “makna” dari apa

yang disajikan kepada pengamat atau penonton. Bobot ini dapat ditangkap secara

langsung dengan panca indra pada saat menonton sebuah pertunjukan secara

langsung. Misalnya dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang

Ida Made Adi Putra ini. Bobot atau isi yang dimaksud dalam hal ini yaitu apa

yang penonton dapat rasakan atau dapat bawa pulang sebagai tuntunan dalam

kehidupan mereka.

Sebagai suatu karya seni, pertunjukan Wayang Kulit hingga saat ini masih

tetap eksis dan digemari oleh masyarakat Bali. Pertunjukan Wayang Kulit di

Page 47: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

kaitkan dengan upacara ritual yang ada di Bali seperti misalnya upacara Dewa

Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Bhuta Yadnya.

Masyarakat Bali pada umumnya menonton pertunjukan wayang kulit bukan

sekedar menganggap sebagai sebuah kesenian atau hiburan yang ditonton saja.

Namun pertunjukan wayang sudah dianggap sebagai pedoman dalam menjalani

kehidupan, karena pertunjukan wayang kulit khususnya wayang parwa ceritanya

diambil dari kitab Mahabharata yang didalamnya terdapat cerita-cerita yang

menggambarkan tentang kebaikan dan kejahatan atau di Bali lebih dikenal dengan

Rwa Bineda (baik dan buruk). Selain itu Zoetmulder (1994:80) mengatakan

bahwa sastra parwa ini merupakan prosa yang diadaptasi dari bagian epos-epos

dalam bahasa Sanskerta, kutipan-kutipan tersebut tersebar diseluruh teks parwa

itu. Oleh sebab itu, dengan menonton pertunjukan wayang kulit, secara tidak

langsung penonton akan mengerti dan tahu tentang ajaran-ajaran yang terdapat

dalam kitab Mahabaratha dan memahami sastra parwa yang ada didalamnya.

Bentuk seni pertunjukan Wayang Kulit terdiri dari beberapa unsur yang

berstruktur dan saling terkait membentuk suatu pertunjukan yang utuh. Bentuk

pertunjukan Wayang Kulit di Bali sangat bermacam-macam. Seperti yang ditulis

oleh IG.B.N. Pandji (1987:2-6) beberapa bentuk pertunjukan wayang dilihat dari

lakon yang di pentaskan yaitu Wayang Kulit Parwa (diambil dari epos

Mahabharata), Wayang Kulit Ramayana (diambil dari epos Ramayana), Wayang

Gambuh (diambil dari cerita-cerita Malat), Wayang Arja (garapan baru dengan

bertitik tolak dari drama tari Arja), Wayang Calonarang (ceritanya bersumber dari

lontar penyalonarangan), Wayang Tantri (diambil dari cerita-cerita Tantri)

Page 48: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Wayang Cupak (diambil dari pertunjukan drama tari cupak), dan masih banyak

lagi bentuk pertunjukan wayang lainnya. Dari sekian banyaknya bentuk

pertunjukan wayang, semua memiliki struktur pementasan yang sama, walaupun

di beberapa daerah di Bali terdapat beberapa perbedaan kecil, namun hal tersebut

menunjukkan adanya ciri khas dari daerah masing-masing. Dalam hal bentuk

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra hampir sama dengan pertunjukan Wayang

Kulit biasanya namun ada beberapa perbedaan yang dapat dilihat yaitu dari cara

Dalang Ida Made Adi Putra membawakan cerita dan retorika yang digunakan

sehingga lakon yang di pentaskan dapat dimengerti oleh penonton sesuai dengan

situasi dan kondisi dimana pertujukan WKGK lakon Nila Candra ini di

langsungkan.

Seni pertunjukan Wayang Kulit merupakan perpaduan dari beberapa jenis

seni. Dalang berperan sentral dalam pertunjukan Wayang Kulit yang berperan

sebagai perancang dan penyaji. Pertunjukan Wayang Kulit Bali dilengkapi dengan

sebarung gamelan yang disebut gender wayang (empat tungguh). Dua orang yang

disebut ketengkong/ tututan, duduk disamping kanan dan kiri dalang bertugas

membantu dalang. Wayang Kulit Bali disajikan dalam bentangan kelir (kain

putih) dengan panjang-lebar 3x2 meter. Satu keropak (kotak) Wayang Kulit

dimainkan dalang diatas gedebong (batang pisang).

4.2 Struktur Pertunjukan

Marajaya dan kawan-kawan dalam hasil penelitiannya (1994:8)

mengatakan seni pertunjukan yang ada di Bali masing-masing telah mempunyai

struktur (susunan) dalam penampilannya sesuai dengan konsep masing-masing.

Page 49: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Begitu juga pertunjukan wayang kulit memiliki struktur yang khas. Jadi struktur

pertunjukan dalam wayang kulit sangat penting untuk membuat kerangka

pertunjukan yang lebih terarah dan teratur sesuai dengan adegan-adegan yang ada

pada alur cerita. Pendapat lain yang tulis oleh Marajaya dan kawan-kawan

(1994:11) yaitu bahwa setiap dalang yang ada di Bali memiliki gaya/style yang

berbeda-beda. Yang paling jelas mempedakan adalah warna suara, iringan,

retorika, tetikesan, serta yang tidak kalah pentingnya adalah struktur daripada

pertunjukan itu sendiri.

Struktur pementasan Wayang Kulit yang lengkap menurut pendapat

Wicaksana dan Sidia (2004:12) yaitu struktur dramatiknya dapat dibagi menjadi

beberapa adegan atau pembabakan. Adegan-adegan itu berlangsung terus tanpa

ada pause (berhenti) diantaranya, namun para penonton akan dapat mengikuti alur

cerita dan adegan itu melalui dialog, suasana iringan serta penampilan karakter

tokoh dengan gerak tari (tetikesan) yang unik”.

Dalam skripsinya Suastana (2012:28) mengutip pendapat dari Bandem

(1975:26):

“..ketika membahas mengenai gender wayang ada setidaknya sepuluh jenis motif gending yang mengiringi pementasan Wayang Kulit yakni : pategak(gending awal sebagai pembuka untuk mengawali pertunjukan untuk menarik minat penonton), pamungkah (sama dengan pategak tapi segera untuk mengawali pertunjukan), patangkilan (suasana persidangan), pangalang ratu (persidangan lanjutan), angkat-angkatan (perjalanan laskar menuju medan perang), rebong (suasana romantis dari tokoh-tokoh penting), tunjang (suasana keras dan kasar) batel (perkelahian dan peperangan sesungguhnya) dan penyudamalaan (penutup)”.

Dari pendapat Bandem tersebut, secara tidak langsung mencerminkan sebuah

struktur atau rangkaian pertunjukan Wayang Kulit, karena tiap-tiap gending itu

Page 50: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

secara umum memberi warna tersendiri terhadap tiap-tiap unsur Wayang Kulit itu

sendiri.

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain dari awal

pertunjukan hingga akhir pertunjukan selama 130 menit melalui tahapan-tahapan

pategak, pamungkah, tari kayonan, jejer wayang, dan sebagainya, keberadaan

tersebut tercermin dalam bagan dan skema berikut ini.

Tabel 4.1

Bagan Struktur Waktu Wayang Kulit Parwa Gaya Karangasem lakon “Nila Candra” oleh Dalang Ida Made Adi Putra

NO UNSUR WAKTU CERITA TOKOH KETERANGAN 1 Petegak 15 menit - Tabuh Pategak 2 Pemungkah 4 menit - Tabuh Pemungkah 3 Kayonan 3 menit Kayonan ditarikan Tabuh batel 4 Jejer

Wayang 3 menit Semua tokoh-tokoh wayang

yang berperan dalam cerita di tancapkan pada kelir.

Tabuh tulang lindung

5 Ngancit wayang

2 menit Tokoh-tokoh utama yang akan diunakan dalam cerita dicabut dan ditancapkan kembali pada sisi kanan dan kiri dalang.

Tabuh

6 Ngancit Kayonan

1 menit Kayonan dicabut dan ditarikan kembali.

Tabuh

7 Alas harum 3 menit Tari kayonan Tabuh dan vokal dalang 8 Penyacah

Parwa 4 menit - Tabuh dan vokal dalang

9 Pangkatan 30 menit Merdah dan Twalen berbincang mengenai Panca Pandawa, yang kemudian dikejutkan oleh kedatangan Kresna. Kresna bertemu dengan Dharmawangsa untuk mengajak Dharmawangsa berperang melawan Nila Candra. Namun Dharmawangsa menolak.

Tabuh dan vokal dalang

Page 51: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Kresna pergi dan kemudian Bima dan adik-adiknya pergi ke Narajadesa untuk menonton peperangan antara Kresna melawan Nila Candra.

10

Pengelengkara

20 menit Kayonan sebagai pergantian dari babak I ke babak II menceritakan Delem dan Sangut sedang bebincang. Kemudian muncul Nila Candra memeriksa keadaan sorga dan neraka yang ia buat. Delem dan Sangut memilih wanita-wanita yang akan dijadikan bidadari di sorga. Kresna datang untuk menantang Nila Candra

Vokal dalang dan Tabuh rebong.

11 Pangkat Pesiat

5 menit Kresna pergi ke Narajadesa menantang Nila Candra.

Tabuh dan vokal dalang

12 Pesiat 30 menit Kresna berperang melawan Nila Candra. Pihak Kresna kalah dan lari ke hutan. Pasukan Nila Candra melihat Bima dan adik-adiknya berada di dekat Narajadesa dan mengira mereka bersekutu dengan Kresna, oleh sebab itu akhirnya terjadi perang antara Catur Pandawa dengan Nila Candra. Catur Pandawa kalah, dan akhirnya Dharmawangsa datang untuk mencari adik-adiknya. Karena melihat adik-adiknya diikat Dharmawangsa marah dan berperang melawan Nila Candra. Karena sama-sama kuat maka Dharmawangsa dan Nila Candra mamurti, namun dihalangi oleh Bhagawan Andasinga.

Tabuh dan vokal dalang

13 Penyuud/ Penutup

10 menit Bhagawan Andasinga memberi saran kepada Dharmawangsa dan Nila

Tabuh dan Vokal dalang

Page 52: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Candra untuk tidak berperang dan menyatukan aliran yang di anut masing-masing. Nila Candra menganut aliran Budha yang dianugrahi oleh Sang Hyang Wirocana dan Dharmawangsa menganut aliran Siwa. Jika kedua aliran ini di satukan dan digunakan untuk membangun suatu negara maka akan tercapai apa yang disebut dengan Santhi Jagadhita

130menit

Dari bagan di atas secara tradisi, struktur Wayang Kulit dimulai dengan

pategak, pamungkah, tari kayonan, jejer wayang ngabut kayonan, patangkilan,

pepeson, Delem, pangkat siat, pengelengkara, siat/perang dan diakhiri dengan

panyuud, sebagaimana diisyaratkan oleh Bandem, tetapi dalam beberapa hal

dalam pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi

Putra, ada sedikit perbedaan dalam struktur pertunjukannya terutama pada saat

Alas harum,petangkilan dan penyacah parwa.

Pada umumnya Alas harum merupakan tahapan dimana wayang yang

menjadi tokoh utama dalam cerita keluar untuk mengadakan sebuah paruman,

namun dari hasil wawancara dengan dalang Ida Made Adi Putra pada struktur

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra yang dipentaskan oleh Dalang Ida Made

Adi Putra pada tahap Alas harum dalang hanya menyanyi/ menembang tanpa

mengeluarkan tokoh apapun (kelir masih kosong) hanya ada iringan dari tabuh

gender Alas harum saja. Penyacah parwa dilakukan setelah Alas harum yaitu

Page 53: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

untuk menceritakan secara singkatnya tentang lakon Nila Candra. Kemudian

perbedaan selanjutnya yaitu dalam WKGK tidak ada petangkilan namun langsung

kepada adegan pangkatan. Para tokoh wayang yang akan melakukan sidang atau

patangkilan, didahului dengan bebaturan, sebelum dialog-dialog para tokoh itu

dimulai. Jadi bisa disebutkan bahwa situasi patangkilan langsung dijadikan satu

dengan pangkatan. Tahapan-tahapan WKGK dengan lakon Nila Candra oleh

Dalang Ida Made Adi Putra berikutnya sama dengan tahapan-tahapan unsur-

unsur Wayang Kulit pada umumnya.

Berdasarkan struktur pertunjukan pada tabel di atas dapat diuraikan hasil

pengamatan dan kajian pada setiap unsur atau bentuk yang ditampilkan dalam

pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra.

1) Tabuh Petegak

Petegak adalah tahap permulaan sebagai tanda bahwa pertunjukan

wayang dimulai. Menurut pendapat Rota (1978:40) gending petegak ini

dimainkan sebelum dalang naik panggung untuk mempertunjukkan

wayang. Gending petegak tidak ada hubungannya dengan dengan dalang

karena tidak ada vokal/tandak dari dalang, gending pategak dimainkan

sesuai dengan kemampuan penabuh gender. Beberapa gending petegak

yang sering digunakan : Gending sekar sungsang, Gending sekar gendot,

Gending sesapi ngindang, Gending cangak merengang dan masih banyak

lagi yang lainnya.

Page 54: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

2) Pemungkah

Pemungkah merupakan tahapan dimana dalang memukul

keropak/gedog tiga kali, pada saat ini dalang telah melakukan upacara

membuka gedog dan menyimping, serta memilih wayang yang akan

dipakai dalam pentas beberapa wayang yang dipakai sebagai pelengkap

ditancapkan di pinggir kanan dan di pinggir kiri kelir. Bandem (1974: 11)

mengatakan pemungkah ini mengiringi dalang didalam melakukan hal-hal

sebagai berikut:

“…pemukulan keropak dengan sebuah cepala, yang terletak disebelah kiri dalang untuk penyimpanan wayang, kemudian tutup kropak ini dipindahkan kekanan juga tempat menumpuk wayang yang akan dipakai. Kemudian dalang memulai Wayang dengan sebuah kayonan / gunungan yang menandakan pertunjukan sudah dimulai dan kemudian gunungan itu ditancapkan pada pertengahan kelir. Dalang menaruh wayang disebelah kanan dan kiri gunungan tergantung daripada karakter wayang. Karakter baik diletakkan di sebelah kanan kelir dan karakter jahat diletakkan disebelah kiri kelir. Setelah semua wayang dicabut (kecuali kayonan) dan sudah diletakkan teratur maka dalang memberi aba-aba pada penabuh dengan cepala untuk memainkan satu gending gender untuk mencabut kayonan..”.

3) Alas harum

Alas harum merupakan adegan awal sebagai tanda bahwa babak

pertama akan dimulai. Pada Alas harum biasanya dalang menyanyikan

sebuah tembang yang diiringi dengan tabuh Alas harum sambil menarikan

tokoh wayang. Satu per satu wayang dikeluarkan sampai dengan tembang

yang dinyanyikan habis. Pada struktur pertunjukan WKGK lakon Nila

Candra yang dipentaskan oleh Dalang Ida Made Adi Putra, pada tahap

Alas harum dalang hanya menyanyi/ menembang tanpa mengeluarkan

Page 55: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

tokoh apapun hanya tarian kayonan dan ada iringan dari tabuh gender Alas

harum saja. Contoh alas harum :

Rahina, tatas kamantian, humung, swaran ikang mredangga. Gumuruh, tikang gubarbala, samuha mangkata, pada Srurumuhun. Nrapati Yudistira, parangmuka Bimasena, Nakula Arjuna glurumurug.

4) Penyacah Parwa

Penyacah parwa dalam WKGK lakon Nila Candra yang dipentaskan

oleh Dalang Ida Made Adi Putra dilakukan setelah Alas harum sama

seperti tahapan-tahapan pertunjukan wayang yang digunakan secara

umum. Menurut Sudiana (2004:20) penyacah parwa merupakan ucapan

dalang yang mengungkapkan tentang permohonan maaf kepada Tuhan dan

kepada pengarang Mahabarata, karena akan menjelaskannya kembali

melalui pertunjukan wayang. Penyacah Parwa yaitu suatu adegan dengan

tari kayonan dimana dalang harus menerangkan kepada penonton

mengenai lelampahan atau lakon yang dipentaskan pada pertunjukan ini,

supaya penonton mempunyai gambaran dan mengerti mengenai

pertunjukan yang ditontonnya, seperti halnya WKGK mementaskan cerita

yang di ambil dari epos Mahabharata yang merupakan bagian dari Asta

Dasa Parwa yang dikarang oleh Bhagawan Kresna Dwipayana dan

kemudian dikawi oleh dalang Ida Made Adi Putra. Mengenai komposisi

tari kayonan ini ditarikan dan diputar-putar ke kanan dan ke kiri. Setelah

kayonan ditarikan dan diputar-putar di sebelah kanan dan di sebelah kiri

Page 56: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

kelir selanjutnya kayonan menghilang dari permukaan kelir sebagai

pertanda dimulainya adegan baru.

5) Pangkatan / Angkat-angkatan

Pangkat artinya berangkat kesuatu tempat tertentu atau ke medan

perang. Struktur pertunjukan Wayang Kulit secara umum biasanya setelah

tahap Alas harum akan dilanjutkan dengan tahap petangkilan, namun pada

struktur pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi

Putra tahap petangkilan tidak ada. Dari hasil wawancara, Dalang Ida Made

Adi Putra mengatakan bahwa pertama kali beliau menonton pertunjukan

Wayang Kulit Gaya Karangasem oleh Dalang Putra almarhum, struktur

pertunjukannya memang tidak menggunakan tahap petangkilan.

Narasumber lainnya yaitu Dalang Ida Made JD Bratha juga

mengatakan hal yang sama yaitu menurut sepengetahuan beliau struktur

pertunjukan WKGK tidak menggunakan tahap petangkilan, tetapi

langsung ke tahap pangkatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber Dalang Ida Made JD Bratha di rumahnya, bahwa

biasanya setiap pertunjukan wayang setelah selesai petangkilan dengan

penggantian babak dilanjutkan dengan pangkat/angkat-angkatan. Pangkat

wayang dibagi menjadi dua, pertama pangkat pejalan, kedua pangkat siat.

Dalam pangkat pejalan disesuaikan dengan jalannya cerita tersebut. Pada

pangkat pejalan juga ada peguneman kembali tergantung pada jalannya

cerita. Yang kedua Pangkat siat, setelah akan mempersiapkan

Page 57: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pertempuran, setiap wayang yang dikeluarkan wajib membawa senjata

sebagai perlengkapan pertempuran.

Di dalam pangkat akan terjadi pula beberapa adegan-adegan, hal

ini tergantung alur cerita itu sendiri. Dimana adegan pangkat merupakan

bagian struktur yang paling panjang, karena disini dapat terjadi

perpanjangan atau pemendekan suatu cerita.

Adegan pangkat pejalan yang pertama dalam WKGK lakon Nila

Candra menggambarkan Merdah dan Twalen sedang membicarakan

kesuksesan Dharmawangsa dalam membangun Indraprasta. Yang

kemudian dikejutkan dengan kedatangan Kresna yang ingin menemui

Panca Pandawa untuk di ajak berperang melawan Nila Candra. Tahap ini

juga menggambarkan keberangkatan Kresna menuju Narajadesa untuk

menantang Nila Candra selain itu juga pada tahap ini menggambarkan

keberangkatan Bima dan adik-adiknya pergi untuk menonton peperangan

antara Kresna melawan Nila Candra di Narajadesa.Adegan pangkat siat

dalam WKGK lakon Nila Candra yaitu ketika Kresna menantang Nila

Candra untuk berperang.

6) Pangelengkara

Pangelengkara adalah peralihan cerita yang ditandai dengan tarian

kayonan dan ucapan dari seorang dalang yang berarti cerita yang telah

berlalu dihentikan dulu dan cerita yang akan dikisahkan disampaikan

ringkasannya. Menurut Marajaya (2002:16) mengatakan bahwa

pangelengkara yaitu memberi latar belakang dari penciptaan seni

Page 58: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pewayangan dan uraian tentang falsafah bhuana agung (makrokosmos)

dan bhuana alit (mikrokosmos). Ki dalang mulai memberikan gambaran

singkat cerita yang akan dipentaskan dan memperkenalkan tokoh-tokoh

yang tampil pada adegan petangkilan. Dalam Wayang Kulit

pangelengkara fungsinya sebagai pemaparan cerita baik pada awal

pertunjukan sebagai pengganti penyacah parwa dalam Wayang Kulit

Parwa maupun penyacah kanda dalam Wayang Kulit Ramayana.

Pangelengkara terjadi di tengah-tengah pertunjukan berlangsung sebagai

pertanda bahwa pembabakan cerita yang ditampilkan. Pangelengkara pada

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

menunjukkan adegan kayonan sebagai pergantian dari babak I ke babak II

menceritakan Delem dan Sangut sedang bebincang. Kemudian muncul

Nila Candra memeriksa keadaan sorga dan neraka yang ia buat. Delem dan

Sangut memilih wanita-wanita yang akan dijadikan bidadari di sorga.

7) Siat

Pada adegan siat Kresna berperang melawan Nila Candra. Pihak

Kresna kalah dan lari ke hutan. Pasukan Nila Candra melihat Bima dan

adik-adiknya berada di dekat Narajadesa dan mengira mereka bersekutu

dengan Kresna, oleh sebab itu akhirnya terjadi perang antara Catur

Pandawa dengan Nila Candra. Catur Pandawa kalah, dan akhirnya

Dharmawangsa datang untuk mencari adik-adiknya. Karena melihat adik-

adiknya diikat Dharmawangsa marah dan berperang melawan Nila Candra.

Page 59: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Karena sama-sama kuat maka Dharmawangsa dan Nila Candra mamurti,

namun dihalangi oleh Bhagawan Andasinga.

8) Penyuud/penutup

Bhagawan Andasinga memberi saran kepada Dharmawangsa dan

Nila Candra untuk tidak berperang dan menyatukan aliran yang di anut

masing-masing. Nila Candra menganut aliran Budha yang dianugrahi oleh

Sang Hyang Wirocana dan Dharmawangsa menganut aliran Siwa. Jika

kedua aliran ini di satukan dan digunakan untuk membangun suatu negara

maka akan tercapai apa yang disebut dengan Santhi Jagad Dhita.

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra berakhir dengan ditandai tancap

kayonan.

4.3 Komponen Pertunjukan

Bentuk komponen pertunjukan yang disajikan dalam pegelaran Wayang

Kulit Gaya Karangasem dengan lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi

Putra di Banjar Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem

meliputi beberapa komponen sebagai berikut.

4.3.1 Lakon

Dalam pertunjukan Wayang Kulit, memilih sebuah cerita / lakon sangatlah

penting karena tanpa adanya lakon sebuah pertunjukan Wayang Kulit tidak akan

bisa berlangsung. Seorang dalang biasanya terlebih duhulu akan memilih lakon

yang disukainya untuk dipentaskan. Pengertian lakon dalam pertujukan wayang

dapat diartikan sebagai cerita yang akan disajikan dalam pertunjukan tersebut.

Page 60: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Lakon dapat merujuk pada suatu judul cerita yang dipentaskan, dalam pertunjukan

ini lakon yang diangkat berjudul “Nila Candra”.

Lakon dalam seni pedalangan Bali secara umum sering disebut dengan

istilah lampahan. Sudiana (2006:81-82) berpendapat bahwa di Desa Sukawati

dikenal adanya beberapa jenis lakon seperti : Lampahan Unduk, Lampahan

Krakah, Lampahan Kataka Parwa, Lampahan Kawi Dalang, dan Lampahan

Reragragan. Pengertian masing-masing lakon itu dimaknai sebagai berikut :

Lampahan Unduk adalah lakon pokok yang bersumber dari Mahabharata dan

Ramayana, yang telah disadur dalam kesusatraan Jawa Kuno seperti parwa-parwa

dan kakawin-kakawin; Lampahan Krakah adalah lakon yang berdiri sendiri secara

otonom diluar yang tertulis pada Mahabharata atau pun kakawin Ramayana;

Lampahan Kataka Parwa adalah lakon karangan yang diakui kualitasnya;

Lampahan Kawi Dalang dan lampahan Reragragan adalah merupakan lakon

wayang hasil ciptaan para dalang.

Penggunaan lakon pokok yang bersumber dari epos Mahabharata dalam

seni pedalangan Bali sudah berlangsung sejak dahulu seperti beberapa lampahan

yang sering dipentaskan oleh dalang-dalang di Bali yaitu sebagai berikut: Kunti

Yadnya, Bima Suarga, Aswameda Yadnya dan lain sebagainya. Untuk dalang-

dalang di daerah Karangasem lampahan / cerita parwa sudah sering dipentaskan.

Begitu juga dengan Dalang Ida Made Adi Putra sendiri, walaupun beliau sering

mementaskan Wayang Ramayana, Wayang Cupak, dan Wayang Calonarang,

tetapi beliau lebih sering mementaskan Wayang Parwa seperti yang sedang dikaji

sekarang yaitu Wayang Kulit Parwa Bali Gaya Karangasem lakon Nila Candra.

Page 61: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

4.3.1.1 Sinopsis

Tersebutlah seorang Raja yang bernama Sang Nila Candra yang

menjadi Raja di Negara Naraja Desa. Sebagai seorang Raja besar,

berwibawa dan tersohor serta di junjung tinggi oleh rakyatnya di ibaratkan

seperti Dewa Indra yang selalu memperhatikan rakyatnya sesuai dengan

kewajiban seorang Raja yaitu menghilangkan kesengsaraan rakyatnya.

Nila Candra memilki sifat yang baik hati, bijaksana, dan adil. Sang Nila

Candra menganut aliran Budha Paksa, amat tekun melakukun brata, tapa

dan samadi, sehingga Sang Hyang Wirocana memberikan anugerah

kesucian lahir dan batin.

. Pada Suatu hari yang Sang Nila Candra mengadakan sidang

dengan para Patih dan Bagawan Andasinga. Didalam persidangan Raja

mengemukakan suatu rencana untuk membangun sorga dengan maksud

agar semua rakyatnya tahu dengan sorga dan tahu apa yang dialami oleh

atma di sorga dan neraka nantinya setelah meninggal. Rencana Rajapun

disetujui oleh Patih dan para bahudanda kerajaan, maka Raja segera

memerintahkan untuk mencari tukang bangunan dan menyiapkan bahan-

bahan bangunan.

Setelah sekian lama selesailah bangunan duplikat sorga yang

berdiri dengan megahnya, serta lengkap dengan bagian-bagiannya masing-

masing, yaitu tempat sorga dan neraka, lengkap dengan bidadari dan

gandarwa. Begitu juga tempat di neraka, yaitu di Yamaniloka tempat

eksekusi atma dan disiksa sesuai dengan karma wasana yang dilakukan

Page 62: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pada saat hidupnya dengan petugas eksekutornya masing-masing. Setelah

semuanya selesai maka Raja mengundang semua rakyatnya untuk

mengunjungi sorga buatan itu secara bergilir, rakyatpun berduyun-duyun

mengunjungi sorga buatan Raja. Dengan sangat antusias rakyat

mengelilingi sorga dan melihat suka duka atma yang disiksa dan atma

yang mendapat tempat yang layak. Maka setelah rakyatnya mengetahui

bahwa demikianlah keadaan disorga, semenjak itu pula situasi kerajaan

dan wilayah serta rakyat kerajaan Naraja menjadi aman dan sentosa.

Pada suatu ketika Sang Nila Candra ingat kepada Sang Dharma

Wangsa yang merupakan sahabat baiknya, maka Nila Candra bermaksud

untuk mengundang Dharma Wangsa agar mau datang ke Naraja untuk

melihat duplikat sorga yang dibuatnya dan mau memberikan petunjuk-

petunjuk atas kekurangan yang ada pada sorga buatannya, karena Nila

Candra ingat bahwa Pandawa juga pernah ke sorga pada waktu mencari

atmanya Sang Pandu. Akhirnya Raja mengutus seorang patih untuk

menghadap Sang Yudisthira. Datanglah Sang Yudistira bersama Sang

Catur Pandawa ke Naraja Desa yang disambut oleh Sang Nila Candra.

Nila Candra menyampaikan tujuannya, mengapa Ia membuat duplikat

sorga? yaitu dengan maksud agar rakyatnya tahu apa itu “sorga”dan apa

itu “neraka” dan juga agar rakyatnya tahu dan mengerti serta percaya

dengan adanya hukum “Karma Pala”. Mendengar penjelasan Nila Candra

begitu, Sang Panca Pandawa kagum dengan Nila Candra karna tujuannya

sangat mulia sekali. Setelah cukup berbincang-bincang, maka Nila Candra

Page 63: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

mengajak Panca Pandawa berkeliling di sorga buatannya sambil

menjelaskannya. Panca Pandawa sungguh kagum dan heran menyaksikan

sorga buatan Nila Candra sama persis dengan keadaan di sorga yang

sebenarnya. Setelah puas berkeliling maka Panca Pandawa mohon diri

untuk kembali ke Indraprasta

Dikisahkan di Kerajaan Dwarawati sedang diadakan sidang yang

dipimpin oleh Sang Kresna, yang dibahas didalam sidang tersebut adalah

Sang Kresna memerintahkan Sang Satyaki dan Sang Kerta Warma untuk

menyelidiki wilayah kerajaan dan mengecek keadaan rakyatnya, maka

berangkatlah Satyaki bersama Kerta Warma menglilingi wilayah Kerajaan

Dwarawati. Tanpa disadari perjalanannya sampai ke wilayah Kerajaan

Nila Candra yaitu di Naraja. Disana Satyaki dan Kerta Warma sempat

melihat bangunan megah dan mendapat informasi bahwa bangunan itu

adalah duplikat sorga. Melihat hal tersebut maka Satyaki dan Kerta Warma

segera kembali ke Dwarawati dan melaporkan bahwa disebuah Kerajaan

Naraja dengan Rajanya Sang Nila Candra membuat duplikat sorga. Setelah

menerima laporan seperti itu maka Sang Kresna amat marah kepada Nila

Candra karena menganggap Nila Candra terlalu lancang dan berani

menyamai keadaan Dewa di sorga (memada-mada). Saking marahnya

Sang Kresna bermaksud untuk memerangi Nila Candra dan

menghancurkan bangunan duplikat sorga Nila Candra. Maksud Sang

Kresna di setujui oleh Bala Dewa , Satyaki dan Kerta Warma, lalu Sang

Kresna bersama pasukannya menuju Puri Astina. Sesampai di Astina Sang

Page 64: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Kresna menghadap Yudistira dan menyampaikan maksud kedatangannya

serta sekaligus mengajak Pandawa untuk bergabung memerangi Nila

Candra. Mendengar ajakan Kresna begitu Yudistira menjelaskan tujuan

Nila Candra membangun sorga adalah untuk mengajarkan rakyatnya agar

berbuat, berkata dan berpikir sesuai dengan Trikaya Parisuda dan percaya

dengan adanya “Karma Pala” jadi apa salahnya Nila Candra?.Mendengar

penjelasan Yudistira begitu Sang Kresna terdiam sejenak dan akhirnya

Sang Kresna pergi tanpa pamit menuju Naraja. Setelah Kresna lenyap dari

pandangan Pandawa, maka Sang Bima mengajak Arjuna dan Nakula

Sahadewa untuk nonton peperangan Kresna melawan Nila Candra karena

yang akan berperang adalah orang-orang hebat dan sakti, sudah barang

tentu pastilah akan terjadi perang yang hebat.

Di ceritrakan bahwa pasukan Kresna telah sampai di Naraja dan

langsung disambut oleh Nila Candra, Kresna minta agar duplikat sorga itu

di bongkar dan mengatakan Nila Candra terlalu lancang terhadap dewa-

dewa yang ada di sorga. Perang mulut menjadi ramai dan akhirnya

dilanjutkan dengan perang senjata, pertempuran pun berlangsung amat

seru dan hebat, pasukan perang dikedua belah pihakpun jatuh berguguran.

Sedang asyikanya Sang Catur Pandawa nonton pertempuran dari kejauhan,

namun salah seorang patih Nila Candra melihat Bima bersama adik-

adiknya dan langsung menghampirinya serta menantang untuk berperang

karena dituduh memihak Kresna, Bima mengatakan tujuan sebenarnya

adalah hanya nonton saja, namun pernyataan Bima tidak dipercaya oleh

Page 65: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pihak Nila Candra dan tetap menantang untuk berperang, maka dengan

terpaksa Catur Pandawa terlibat dalam pertempuran itu,perang pun

menjadi tambah ramai.

Di kisahkan pihak Kresna sudah kewalahan menghadapi kesaktian

Nila Candra, sementara perang antara Bima dan adik-adiknya masih

berlangsung dengan hebatnya, tetapi berkat kesaktian Nila Candra, Arjuna

dan saudara-saudaranya dapat ditangkap dan di ikat. Sang Yudistira,

sepertinya ada pirasat buruk yang di rasakan, maka Yudistira berangkat

menyusul Catur Pandawa menuju Kerajaan Naraja. Sesampainya di

Naraja, Yudistira terkejut melihat adik-adiknya di ikat. Yudistira menjadi

amat marah dan langsung mengangkat senjata untuk berperang,maka

kalimosadapun dilepaskan dan menjadi api yang sangat besar dan

membara memenuhi arena pertempuran, melihat hal itu Sang Nila Candra

segera mengeluarkan ajiannya memuja Sang Wirocana, memohon agar

bisa membunuh Darmawangsa, tiba-tiba berdiri didepanya tiada lain

adalah Rsi Andasinga. Rsi Andasinga menasehati Nila Candra agar jangan

berperang melawan Darmawangsa karena Darmawangsa adalah titisan

Sang Hyang Dharma.dan di katakan pula kalau Darmawangsa terbunuh

maka jagad rayapun akan hancur. Sebab Nila Candra menganut aliran

Budha yang dianugrahi oleh Sang Hyang Wirocana dan Dharmawangsa

menganut aliran Siwa. Dharmawangsa merupakan simbol dari Sang

Hyang Akasa dan Nila Candra simbol dari Sang Hyang ibu pertiwi. Nila

Candra sebagai pradana dan Dharmawangsa sebagai purusa. Bhagawan

Page 66: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Andasinga memberi saran agar menyatukan kesaktian dan aliran Budha

dengan Siwa untuk dipakai membangun suatu negara agar tercapai apa

yang disebut dengan Santhi Jagad Ditha.

4.3.1.2 Pembabakan

Untuk mengetahui dengan jelas struktur dari lakon Nila Candra,

pemaparannya disesuaikan dengan hasil rekaman dan wawancara langsung

yang dilakukan oleh peneliti sendiri pada saat menonton secara langsung

pertunjukan WKGK oleh dalang Ida Made Adi Putra di Banjar Besang,

Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.

Babak I, diawali dengan tabuh petegak cangak merengang yang

disesuaikan dengan suasana untuk menyambut penonton, baik yang sudah

datang maupun yang baru datang. Gending petegak ini juga digunakan

untuk mengisi kekosongan saat dalang mempersiapkan kelengkapan

pertunjukan. Dengan alunan tabuh gender wayang (gender dasa) membuat

suasana yang dihadirkan lebih religius. Dilanjutkan dengan tabuh gilak

kayonan, untuk mengiringi tari kayonan. Setelah itu kayonan di tancapkan

di tengah-tengah kelir. Dilanjutkan dengan jejer wayang, yaitu

menancapkan semua tokoh-tokoh wayang yang berperan dalam

pertunjukan wayang lakon Nila Candra. Ngancit wayang, yaitu satu per

satu tokoh-tokoh wayang yang akan digunakan dicabut dan diletakkan di

kanan dan kiri dalang. Setelah kelir kosong tabuh gilak kayonan kembali

dimainkan untuk mengiringi tari kayonan yang kedua (ngancit kayon).

Alas harum merupakan adegan dimana tabuh alas harum dimainkan dan

Page 67: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

diikuti dengan suara nyanyian/tetembangan dari dalang. Biasanya dalam

pementasan wayang pada tahap alas harum ini dalang menembangkan

sebuah tembang sambil menarikan tokoh wayang. Tetapi dalang Ida Made

Adi Putra masih menggunakan struktur gaya khas Karangasem yaitu pada

tahap Alas harum, di dalam kelir masih kosong tidak ada tokoh wayang

yang muncul. Setelah Alas harum, dilanjutkan dengan penyacah parwa

yang diiringin dengan tabuh gender penyacah parwa. Melangkah ke

pembabakan cerita, dalam struktur pertunjukan WKGK tidak ada

petangkilan namun langsung ke tahap pangkatan Merdah dan Twalen yang

diiringi dengan tabuh pangkat. Pada adegan ini Merdah dan Twalen

membicarakan tentang kesuksesan Panca Pandawa dalam membangun

kerajaan Indraprasta dan hubungan baik antara Panca Pandawa dengan

Nila Candra. Adegan berikutnya diceritakan Kresna datang untuk

menghadap Dharmawangsa. Kresna menemui Dharmawangsa dengan

tujuan untuk mengajak Panca Pandawa untuk ikut berperang melawan Nila

Candra karena menurut Kresna tindakan Nila Candra menduplikasi sorga

itu salah. Dharmawangsa tidak mau ikut berperang karena menurut

Dharmawangsa tindakan Nila Candra membangun sorga buatan itu adalah

untuk memberikan pendidikan kepada rakyatnya agar percaya dengan

adanya hukum Karmapala. Disamping itu hubungan baik antara

Dharmawangsa dengan Nila Candra sangatlah baik. Karena

Dharmawangsa tidak mau ikut berperang, Kresna pergi tanpa berkata apa-

apa. Tanpa sepengetahuan Dharmawangsa Bima dan adik-adiknya pergi ke

Page 68: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Narajadesa hanya untuk menonton peperangan anatara Kresna melawan

Nila Candra.

Babak II, babad kayonan sebagai penggantian dari babak I ke

babak II diiringi dengan tabuh batel kayonan. Dikisahkan sekarang di

Narajadesa, Delem dan Sangut berbincang membicarakan kesuksesan Nila

Candra membangun sorga di Narajadesa dan tinggal menempatkan orang-

orang yang cocok untuk ditugaskan di sorga dan di neraka. Pada babak ini

tokoh Nila Candra muncul dan bertanya pada Delem dan Sangut tentang

kelengkapan di sorga dan neraka. Nila Candra memeriksa kelengkapan

sorga dan neraka yang dibangunnya. Nila Candra pergi, Delem dan Sangut

memilih wanita-wanita untuk dijadikan bidadari di sorga. Adegan ini

diiringi dengan tabuh gender rebong. Dilanjutkan dengan keadaan di

Yama loka, terdapat Cikrabala, Sang Hyang Yama, Jogor Manik, dan Sang

Suratma yang diperankan oleh orang-orang pilihan dari Nila Candra.

Kemudian datang Kresna beserta pasukannya ke Narajadesa untuk

menantang Nila Candra.

Babak III, babad kayon (persiapan perang). Perang terjadi antara

Kresna melawan patih diteruskan dengan melawan Nila Candra.

Kekalahan berada dipihak Kresna, kemudian Kresna lari menuju hutan.

Kresna dikejar oleh pasukan Nila Candra, dalam pengejaran itu, pasukan

Nila Candra bertemu dengan Bima dan adik-adiknya yaitu Arjuna, Nakula

dan Sahadewa. Bima dan adik-adiknya dianggap bersekutu dengan Kresna

oleh pasukan Nila Candra walaupun Bima sudah menjelaskan

Page 69: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

kedatangannya hanya ingin menonton peprangan antara Kresna melawan

Nila Candra. Pasukan Nila Candra tetap tidak percaya kepada Bima dan

adik-adiknya dan menantang untuk berperang. Maka peperangan antara

Catur Pandawa dengan pasukan Nila Candra pun terjadi. Nila Candra

dapat mengalahkan Catur Pandawa. Merdah dan Twalen sedih melihat

kekalahan Catur Pandawa dan akhirnya Merdah dan Twalen melapor

kepada Dharmawangsa. Pada adegan ini tabuh gender yang mengiringi

adalah mesem. Dharmawangsa kemudian pergi ke Narajadesa. Melihat

adik-adiknya diikat, Dharmawangsapun marah dan menantang Nila

Candra, dan peperangan antara Dharmawangsa dan Nila Candrapun

terjadi. Karena sama-sama sakti, akhirnya baik Nila Candra maupun

Dharmawangsa mamurti (merubah wujud). Kemudian datanglah

Bhagawan Andasinga untuk menghalangi Dharmawangsa dan Nila Candra

mamurti, karena jika itu sampai terjadi dunia ini akan hancur. Sebab Nila

Candra menganut aliran Budha yang dianugrahi oleh Sang Hyang

Wirocana dan Dharmawangsa menganut aliran Siwa. Dharmawangsa

merupakan simbol dari Sang Hyang Akasa dan Nila Candra simbol dari

Sang Hyang ibu pertiwi. Nila Candra sebagai pradana dan Dharmawangsa

sebagai purusa. Bhagawan Andasinga memberi saran agar menyatukan

kesaktian dan aliran Budha dengan Siwa untuk dipakai membangun suatu

negara agar tercapai apa yang disebut dengan Santhi Jagad Ditha.

Page 70: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

4.3.2 Dalang

Dalang adalah seseorang yang melaksanakan pertunjukan wayang kulit,

baik pria maupun wanita. Tugas dalang sangatlah berat, selain harus bisa

memainkan wayang, seorang dalang juga harus memiliki suara yang bagus,

mengerti nada, mengerti gamelan, memiliki wawasan yang luas baik itu

filosofi tentang keagamaan, sastra, dan budaya baik itu zaman dahulu atau

zaman modern saat ini. Dalang mempunyai peranan yang sangat penting

dalam pertunjukan wayang, tanpa adanya dalang pertunjukan wayang tidak

akan dapat berlangsung. Selain itu seorang dalang berkewajiban memberikan

petuah-petuah yang baik dan berguna bagi mayarakat melalui dialog-dialog

tokoh wayang, sehingga dengan menonton pertunjukan wayang, penonton

mendapatkan pengetahuan-pengetahuan secara tidak langsung.

Wicaksana (2009:25) menyebutkan seorang dalang juga dianggap sebagai

“guru masyarakat” hal ini berkenaan dari ungkapan secara implisit dalam

lontar Dharma Pewayangan, yang menyebutkan bahwa dalang berfungsi

sebagai guru loka. Bagaimana seorang dalang menyampaikan pesan-pesan

pendidikan lewat media wayang sehingga mampu menyedot orang-orang

duduk menonton di depan kelir.

Di Bali seorang dalang di dalam melaksanakan pertunjukan dibantu oleh

satu atau dua orang katengkong/tututan dan disetiap pertunjukan wayangnya

selalu diiringi dengan iringan tetabuhan yang dimainkan oleh pengrawit.

Dalang harus menguasai bahasa Kawi dan bahasa Bali, baik halus maupun

kasar sesuai dengan “anggah-ungguhing bhasa”, dipergunakan untuk

Page 71: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

menterjemahkan atau memberikan interprestasi terhadap bahasa Kawi yang

diucapkan oleh raja atau pemimpinnya dan juga dengan sesama punakawan.

Seorang dalang harus menguasai dan mengetahui banyak cerita-cerita yang

dipergunakan sebagai lakon pertunjukan wayang. Untuk itu dalang harus rajin

membaca parwa dan kanda , kakawin, sejarah, tutur dan sastra-sastra lainnya

agar dalam pertunjukan wayang dapat bercerita dengan baik, dan tidak

menyimpang dari alur cerita.

Penelitan ini mengambil studi kasus Dalang Ida Made Adi Putra. Adapun

riwayat singkat mengenai Dalang Ida Made Adi Putra yaitu, Beliau berasal

dari Grya Bodha, Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten

Karangasem. Beliau lahir pada tahun 1959, merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara dan sudah mempelajari tentang pewayangan dari tahun 1984.

Dalang Ida Made Adi Putra sudah sering mengikuti perlombaan maupun

festival dalang. Beliau pernah menjuarai lomba dalang calonarang, dan

wayang arja. Mengenai pendidikan Dalang Ida Made Adi Putra, beliau telah

menyelesaikan pendidikannya sampai dengan jenjang Diploma. Dari kecil

Beliau sudah diajarkan oleh ayahnya berkesenian. Beliau belajar mendalang

secara otodidak dengan sering menonton pertunjukan wayang dan belajar

dengan membaca tentang buku-buku pewayangan dan sastra sampai akhirnya

beliau mewinten dan menjadi dalang. Sampai saat ini beliau masih aktif

mendalang. Bidang seni lainnya yang ditekuninya adalah menari, baik itu

menari topeng, gambuh, arja dan lain sebagainya. Dalang Ida Made Adi Putra

juga bisa bermain gamelan, bisa dibilang Dalang Ida Made Adi Putra ini

Page 72: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

merupakan seniman yang komplit. Selain menjadi seorang dalang beliau juga

merupakan seorang guru kesenian di salah satu sekolah menengah pertama di

Kabupaten Karangasem. Dalang Ida Made Adi Putra memiliki 2 orang putra,

kedua putranya tersebut menuruni bakat dari ayahnya yang pintar dalam

sastra dan seni.

4.3.3 Wayang

Rota (1977:6) mengatakan pertunjukan wayang, tidak lain maksudnya

untuk pemujaan kepada roh leluhur. Nenek moyang kita membuat wayang

untuk dapat membayangkan roh suci orang-orang yang telah meninggal baik

dalam waktu yang lama maupun singkat. Berbicara menegenai wayang yang

ada menurut I Gusti Bagus Sugriwa (1963:13-14) di dalam buku Ilmu

Pedalangan/Pewajangan Bali bahwa jenis wayang diuraikan menjadi wayang

kanan, wayang kiri dan wayang atas. Kita mengetahui bahwa wayang-wayang

itu dikeluarkan keruangan kelir sebagai pelaku cerita dipancangkan bertimpi-

timpi di pinggir kanan dan kiri kelir itu sendiri. Juga di sebelah kiri

dipancangkan menunduk menghadap kekiri. Wayang-wayang yang

dipasangkan di sebelah kanan adalah Pandawa, Dwarawati (Yaduwrseni

andaka) Pancala, dan dewa-dewa. Yang dipancangkan di sebelah kiri yaitu

golongan korawa dan raksasa-raksasa. Yang keluar dari atas adalah bagian

dewa-dewa yang bersifat pertengahan, seimbang tidak kanan dan tidak kiri,

paramartha yaitu berjiwa ketuhanan yang tingi, sempurna, berjiwa besar, adil

dan pemurah, sayang dan belas kasihan kepada orang dan kuat batinnya.

Page 73: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Di dalam pertunjukan dalang Ida Made Adi Putra dalam WKGK dengan

lakon Nila Candra mengacu pada deskripsi diatas bahwa juga menggunakan

grup wayang kiri dan grup wayang kanan. Akan tetapi di dalam pertunjukan itu

tidak memakai grup wayang atas karena selama pertunjukan yang peneliti

saksikan dari awal sampai akhir tidak ada adegan tokoh-tokoh wayang grup

wayang atas.

Tokoh-tokoh wayang yang digunakan dalam lakon Nila Candra ini adalah

Tokoh Panca Pandawa yakni Dharmawangsa, Bima, Arjuna, Sahadewa, dan

Nakula dalam hal ini berperan sebagai tokoh protagonis yaitu tokoh yang

berperan baik. Selain itu tokoh utama dalam cerita ini adalah tokoh wayang

Nila Candra. Tokoh wayang Kresna, Baladewa dan Kertawarma dalam lakon

ini bersifat Antagonis yaitu tokoh yang berperan jahat. Selain itu Tokoh

Tritagonis dalam lakon ini yaitu Bhagawan Andasinga yaitu tokoh yang tidak

memihak pada kelompok manapun, mempunyai peran penengah, bertugas

sebagai pelerai atau pendamai.

4.3.4 Iringan Gender Wayang

Bandem (1974:10) mengatakan musik yang digunakan untuk mengiringi

Wayang Kulit Bali disebut Gender Wayang. Tehnik permainan dari pada

musik/ gamelan ini adalah sangat elaborate, intricate, pholiponic, melodic

dan bermacam sistem kotekan atau interlocking figuration yang

dipergunakan. Umumnya gender wayang berlaras selendro. Dalam

pertunjukan WKGK dengan lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi

Putra, tata iringannya masih menggunakan gender wayang yang berjumlah

Page 74: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

empat tungguh gender yang terdiri dua tungguh gender besar, dan dua

itungguh gender kecil. Dari tiap pasangan gender besar maupun kecil terdapat

perbedaan tinggi rendah nada yang disebut dengan istilah ngumbang ngisep.

Nada yang lebih besar pada setiap pasangan dinamakan ngumbang sedangkan

yang lebih kecil dinamakan ngisep. Adapun nama-nama penabuh gender

adalah sebagai berikut:

Gender besar : 1) I Dewa Gede Widnyana

2) Ngurah Purniata

Gender kecil : 1) Mangku Raka

2) I Gede Gatot Eka Putra

4.3.5 Sound System

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleg Dalang Ida Made Adi Putra,

juga menggunakan inovasi alat pengeras suara seperti; unit sound system

terdiri atas satu buah amplifier, salon,(corong), dan mike. Mike dipasang

begitu rupa sehingga moncong mike tepat berada pada jarak bicara pas pada

bibir dalang yang membuat semua ucapan dalang dapat diperkeras begitu

rupa. Alhasil dalang tidak perlu mengerahkan kekuatan penuh suaranya agar

bisa dijangkau oleh semua .

Di samping sebuah mike ada juga satu unit amplifier sebagai alat untuk

menampung dan mengatur volume suara dalang yang disalurkan melalui

mike. Suara yang sudah ditampung di amplifier itu kemudian disalurkan di

kedua buah salon (corong) yang diposisikan sebelah menyebelah (kiri kanan)

Page 75: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

panggung tempat pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida

Made Adi Putra. Dalam hal ini yang bertugas dalam mengatur sound sistem

dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra adalah I Dewa Gede Suardana.

Menurut pengakuan dalang, adanya peralatan elektronik ini sangat membantu

efektifitas pengeluaran suaranya. Sehingga kendatipun melakukan

pementasan beberapa kali dalam sebualan tanpa sedikitpun dia merasa

mendapat masalah dalam hal suara.

Dengan penggunaan alat elektronik ini pada satu sisi para dalang dapat

mengirit suaranya sedangkan pada sisi yang lain para dalang justru menjadi

sedikit manja dan tidak biasa menggunakan segenap kemapuan suaranya.

Fasilitas dan kemanjaan seperti ini tidak pernah menjadi milik dalang-dalang

zaman dahulu. Inilah fakta dan kenyataan yang mau tak mau harus terjadi,

serta tak dapat dihindari kehadirannya.

4.3.6 Gedebong

Dalam pertujukan WKGK lakon Nila Candra gedebong atau batang pisang

ini berfungsi untuk dapat menjejerkan wayang-wayang yang mengambil

posisi di kelir ketika tokoh wayang itu berada dalam posisi berdiri.

Menunduk, atau duduk caranya dengan menancapkan tangkai wayang ke

dalam gedebong, dengan telapak kaki wayang masih berada di bibir atas

gedebong. Disamping itu gadebong berfungsi untuk menancapkan kayu

perentang kelir pada kedua ujungnya sehingga kelir menjadi begitu kencang

(kenyat).

Page 76: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Gedebong yang dipakai untuk pementasan Wayang Kulit ini pada

umumnya gedebong pisang batu. Tampaknya tidak ada falsafah apa-apa di

sini, semata-mata pohon pisang batu mempunyai batang pisang yang panjang

dibandingkan batang pisan yang lainnya, sehingga lebih gampang untuk

mengatur dan menyesuaikan dengan panjang kelir. Gedebong dalam

pementasan Wayang Kulit adalah makna simbolik yang diemban gedebong

itu sendiri. Di dalam lontar dharma pewayangan disebutkan bahwa gedegong

ingaran tanah, kelir ingaran langit, damar ingaran surya (DP-1). Jadi

gedebong itu lambang pertiwi atau tanah,kelir adalah lambang akasa atau

langit dan damar (blencong) adalah lambang teja atau surya, yang ketiga-

tiganya merupakan bagian dari panca mahabuta (pertiwi, apah, teja, bayu,

akasa) akhirnya dapat disimpulkan keterkaitan yang erat kehadiran gedebong

dalam pementasan Wayang Kulit dalam konteks fungsi dan makna.

4.3.7 Kelir

Dalam Ensiklopedi Mini Pewayangan Bali, dideskripsikan bahwa kelir

adalah tabir putih untuk menggelarkan wayang dan pelaksanaanya akan

tampak bayangan wayang. Kelir adalah simbol langit, sebagaimana

disebutkan dalam lontar Dharma Pewayangan, langit yang membatasi antara

dalang dengan penonton (secara filsafat). Didalam kenyataan banyak sekali

penonton yang justru ingin menonton di balik kelir (mengambil posisi

penonton di dekat dalang) sehingga bisa menyaksikan keahlian dalang

memainkan wayang.

Page 77: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Dalam pertunjukan Dalang Ida Made Adi Putra dalam WKGK lakon Nila

Candra menggunakan kelir yang lebih lebar dan dibuat sendiri oleh Beliau

yang berukuran panjang dan lebarnya 2,27 x 1,2 meter untuk menciptakan

sebuah pertunjukan yang indah, menarik, tidak monoton, dan artistik. Kelir

adalah sarana untuk menampilkan awal yang akan memberikan kesan

pertama dalam suatu pementasan Wayang Kulit. Dalang Ida Made Adi Putra

ketika diwawancara mengatakan dengan menggunakan kelir yang lebar akan

mempermudah dalang untuk memainkan wayang ketika adegan siat. Kelir

dalam konteks pementasan Wayang Kulit adalah sebagai simbul langit. Kelir

juga membatasi antara dunia dalang dengan dunia penonton, dan batas itu

tipis sekali.

4.3.8. Panggung

Panggung pementasan WKGK Dalang Ida Made Adi Putra dengan lakon

Nila Candra, mempunyai ukuran sebagai berikut. Panjang 4 (lima) meter,

lebar 5 (enam) meter tinggi 1,5 (satu setengah) meter dengan demikian luas

panggung 20 meter sehingga para pemain bisa bergerak secara leluasa untuk

pertunjukannya.

Menurut Harymawan (1988:177) bahwa panggung adalah sebuah

pertunjukan teater (termasuk pertunjukan wayang disebut sebagai playing

area atau daerah permainan. Jadi panggung adalah sebuah tempat dengan

ukuran tertentu sebagai tempat lalulintas atau bermainnya para aktor atau

Page 78: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

aktris dalam sebuah pertunjukan teater lebih jauh dikemukakan oleh

Harymawan, bahwa:

Sebagai sebuah playing area, sebagai sebuah tempat untuk memainkan lakon, setidaknya harus memenuhi dua prinsip sehubungan dengan kemampuan daya pandang penonton, kedua prinsip itu adalah (a) lebar panggung dan jarak penonoton yang duduk pada posisi paling depan ditarik dua garis khayal kedua sisi lebar panggung ke arah penonton yang duduk paling depan dan paling tengah agar membentuk sudut 40 derajat. (b) sisi terbawah hingga sisi teratas agar membentuk sudut 60 derajat bila ditarik garis khayal ke arah penonton yang duduk pailing depan.

Dengan luas panggung 20 meter mampu menampung dalang beserta timnya

sebanyak 11 orang terdiri atas dalang 1 orang, ketengkong/ tututan 2 orang, 4

orang penabuh gender, 3 orang dekorasi dan panggung, dan 1 orang sound

system.

4.3.9 Blencong

Ensiklopedia Mini pewayangan Bali mendeskripsikan dengan amat

singkat tentang blencong yakni sebagai alat penerangan yang sangat berguna

dalam pertunjukan bayangan untuk memberikan hidupnya suasan. Dalam

pertunjukan WKGK oleh Dalang Ida Made Adi Putra masih menggunakan

blencong. Diameter blencong kurang lebih 30 cm, dengan tinggi secara

keseluruhan 30 cm dan 5 cm di antaranya berupa ujung tempat dimasukannya

sumbu yang terbuat dari benang(seperti sumbu kompor minyak tanah). Bahan

bakarnya adalah minyak kelapa dengan kapasitas sekitar 4 liter. Dalam

pertunjukan Wayang Kulit, ketengkong (personal pembantu dalang) yang

duduk di sebelah kanan dalang setiap sekitar 15 menit selalu menuangkan

minyak kelapa pada blencong yang tengah menyala, agar posisi minyak

kelapa di dalam blencong selalu penuh, sehingga nyala blencong tetap stabil.

Page 79: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

4.3.10 Kropak / Gedog

Komponen utama dalam sebuah pertunjukan Wayang Kulit adalah dalang

dan sejumlah wayang. Tanpa adanya dalang pertunjukan tidak akan bisa

berjalan, begitu juga tanpa adanya sejumlah wayang pertunjukan wayang

kulit juga tidak akan bisa berjalan dengan sempurna. Wayang yang jumlahnya

puluhan bahkan lebih dari seratus disimpan secara teratur dan rapi dalam

sebuah tempat yang bernama kropak atau gedog.

Pada umumnya kropak/gedog wayang ini terbuat dari kayu jati yang

berbentuk sebuah kotak segi empat panjang. Pada bagin atas keropak/gedog

ini yang berfungsi sebagai penutup, dirancang begitu saja secara knock down

sehingga bisa dibuka dan ditutup, dilepaskan dan dipasang kembali sesuai

dengan kebutuhan. Artinya apabila melakukan pementasan, bagian atas itu

bisa dibuka (dilepas total dari badannya), sebaliknya bila selesai pementasan

ditutup kembali seperti sedia kala.untuk menjaga keamanan, dilengakap puala

dengan sebuah kunci. Keropak wayang diletakan di samping kiri pada waktu

pementasan.sedangkan penutup yang lepas diletakkan di sebelah kanan

dalang sebagai tempat wayang-wayang yang ikut dimainkan dalam

pementasan tersebut.

IGBN Pandji dkk (1987:10) mengatakan keropak/gedog dibuat dari kayu

yang keras (kayu nangka). Sebelah sisinya yang dekat dengan dalang dibuat

supaya bisa bergerak sehingga mudah untuk membuat variasi pukulan cepala.

Bidang inilah baik dari sisi dalam keropak itu sendiri maupun dari sisi luar

yang menjadi sasaran cepala yang dipegang dengan tangan maupun dijepit

Page 80: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

dengan telunjuk dan ibu jari kaki kanan dalang, dalam mengiringi gerak dan

tari wayang yang sedang dipentaskan di kelir, atau persiapan sebelum wayang

itu berada di kelir. Pada kedua sisi lebar keropak itu dikaitkan masing-masing

sebuah rantai besi yang gunanya untuk dimasukan bambu atau alat lainnya

tatkala mengangkat keropak untuk dijinjing atau dipikul berdua.

Dalang Ida Made Adi Putra masih menggunakan kropak yang bahannya

dari kayu nangka. Karena Beliau sangat kreatif, sampai membuat

keropak/gedog yang digunakan saat ini pun sendiri tidak membeli. Untuk

ukuran keropak yang dimiliki oleh Dalang Ida Made Adi Putra lebarnya 64

cm, panjang 90 cm dan tingginya 22 cm. Sementara pada bidang kanan

keropak dirancang secara khusus agar bisa fleksibel/lentur.

4.3.11 Cepala

Cepala merupakan alat pemukul yang terbuat dari kayu yang biasanya

dipakai oleh dalang untuk memukul kropak kayu guna memberikan aksen

gerak. Cepala juga sering disebut dengan pengletakan, dan suara keropak

yang dipukul dengan cepala biasa disebut kletakan karena hasil dari

pukulannya menghasilkan bunyi “tak”. Menurut Sudiana (2004:1-2):

“.. cepala sangat penting peranannya dalam pertunjukan Wayang Kulit sesuai artinya dalam bahasa Sanskerta yaitu menggetarkan, mendebarkan, dalam arti ikut menghidupkan suasana. Cara pemakaiannya yaitu dengan kaki dan tangan. Jika pukulan dilakukan dengan tangan, cepala dijepit antara jari telunjuk dan jari tengah. Apabila pukulan dengan kaki kanan, cepala dijepit diantara ibu jari dan jari telunjuk. Posisi kaki pada waktu duduk dengan cara kaki kanan menindih kaki kiri dan duduk dekat dengan keropak (gedog)”.

Page 81: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Cepala / pengletakan digunakan untuk memberi aksen gerakan pada

tokoh wayang, memberi tanda kepada penabuh baik itu untuk memulai dan

mengakhiri sebuah adegan, selain itu juga kletakan memberikan suara dan

aksen suasana dalam pertunjukan WKGK oleh Dalang Ida Made Adi Putra

sesuai dengan lakon Nila Candra. Suara cepala mampu membangun aksen

suasana sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dalang sekalipun tidak ada

gerakan dari wayang. Suara cepala yang jatuh pada akhir kalimat seorang

tokoh akan membuat indahnya dialog dan mempertegas maksud dari

dialog itu sendiri.

4.3.12 Ritual (Upakara)

Di Bali pada Setiap seni pertunjukan, baik pertunjukan wali, bebali,

maupun balih-balihan senantiasa membutuhkan sarana upakara yang

dipersembahkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya

sebagai dewa kesenian, untuk mengawali dan mengakhiri pertunjukan

tersebut. Dalam hal ini Bebanten yang dihaturkan yakni : pejatian, peras,

daksina, tipat kelan, sayut kusuma jati, sayut sudamala, sayut nagasari,

segehan agung, pesucian, tigasan, tehenan,tetabuhan arak berem, dupa,

canang sari dan pebuu. Sedangkan untuk bebanten /sesajen gender yaitu :

peras, daksina, bayuan, tipat kelan, tehenan, ayunan segehan pesucian dan

ayam yang masih hidup. Sarana upakara itu ditujukan kepada Ida Sang

Hyang widhi Wasa, maksudnya agar Ida Sang Hyang Widhi Wasa

melimpahkan anugrah dan kesuksesan dalam pementasan. Setelah mantra

selesai dan prosesinya sudah selesai, banten itu diangkat dari atas tutup

Page 82: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

keropak, kemudian dalang memukul-mukulkan telapak tanggannya sebanyak

tiga kali diatas tutup keropak, seolah-olah memberi tanda agar semua roh

wayang bagun dan siap untuk berpentas. Setelah tutup keropak dibuka dan

dipindahkan kesisi kanan dalang untuk alas wayang yang lain, kembali ada

banten atau upakara yang lain yang disebut banten wayang. Banten wayang

ini juga ditujukan kepada para dewa yang telah diacep dengan tujuan yang

sama pula.

Page 83: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB V

FUNGSI DAN MAKNA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT GAYA

KARANGASEM LAKON NILA CANDRA

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) fungsi berarti kegunaan

suatu hal dan makna berarti maksud atau pengertian yang diberikan kepada suatu

bentuk kebahasaan. Dalam mengkaji fungsi dan makna pertunjukan WKGK lakon

Nila Candra, penulis terfokus pada konteks pertunjukan tersebut sosio-kultural

masyarakat sekitar pada waktu dan tempat pertunjukan berlangsung penonton

yang ada ditempat pertunjukan. Pada tahap ini penulis tidak lagi mendalami

bentuk estetika yang ditampilkan WKGK melainkan telah bergeser untuk

mengamati unsur komunikatif, keterkaitan, kegunaan, manfaat termasuk

bagaimana pesan-pesan dan amanat yang terkandung dalam pagelaran itu

disampaikan pada saat pertunjukan berlangsung. Namun demikian penulis

menemukan adanya keterkaitan di antara bentuk pertunjukan wayang

sebagaimana terurai dalam bab sebelumnya dengan fungsi dan makna yang akan

penulis uraikan pada bab berikut ini. Unsur-unsur yang membentuk alur dan

struktur pertunjukan ternyata memiliki fungsi dan makna masing-masing dalam

sub bagian-bagiannya. Beranjak dari pandangan itu penulis akan membahas

fungsi dan makna pertunjukan WKGK lakon Nila Candra ini secara berturut-turut

dengan memperhatikan masing-masing komponen yang membentuk keutuhan

sebuah pertunjukan Wayang Kulit.

Page 84: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Bandem (1994:33) dalam tulisannya yang berjudul “Mengembangkan

Lingkungan Sosial yang Mendukung Wayang” juga mengamati fungsi kesenian

khususnya Wayang Kulit yang diyakini oleh orang Bali memiliki arti dan makna

sebagai: 1) penggugah rasa indah dan kesenangan; 2) pemberi hiburan sehat; 3)

media komunikasi; 4) persembahan simbolis; 5) penyelenggaraan keserasian

norma-norma masyarakat; 6) pengukuhan institusi sosial dan upacara keagamaan;

7) kontribusi terhadap kelangsungan dan stabilitas kebudayaan; dan 8) penciptaan

integritas masyarakat. Dari delapan fungsi dan makna yang di sebutkan Bandem

diatas, terdapat lima fungsi dan makna yang terkandung dalam pertunjukan

WKGK lakon Nila Candra yaitu sebagai pemberi hiburan sehat, media

komunikasi, upacara keagamaan (ritual), stabilitas kebudayaan/ pelestarian seni

budaya, dan penciptaan integritas/ mutu masyarakat. Semua fungsi dan makna

tersebut akan penulis jabarkan satu persatu sebagai berikut:

5.1. Fungsi Hiburan

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra apabila dikaitkan dengan hiburan

adalah merupakan suatu hiburan karena didalam pertunjukannya terdapat lelucon

atau lawakan yang dibuat oleh Dalang Ida Made Adi Putra. Menurut penulis, di

setiap pertunjukan Wayang Kulit pada adegan punakawan sudah dapat dipastikan

akan terdapat lelucon di dalamnya sehingga penonton merasa terhibur saat

menontonnya. Begitu juga dalam WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida

Made Adi Putra, Beliau merupakan orang yang lucu dalam kesehariannya. Jadi

sangat mudah bagi Beliau untuk membuat lelucon atau lawakan saat pementasan

WKGK lakon Nila Candra berlangsung. Dari hasil wawancara yang diperoleh,

Page 85: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Dalang Ida Made Adi Putra mengatakan lawakan atau lelucon yang ia buat

kadang sudah dipikirkan terlebih dahulu sebelum pementasan tetapi lebih sering

lawakan atau lelucon itu spontan ia dapat saat pementasan sedang berlangsung.

Dalang Ida Made Adi Putra menyampaikan semua lawakan atau lelucon

tersebut dengan luwes tidak kaku karena menggunakan bahasa bali sehari hari

atau bahasa bali madya, sehingga penonton mudah mengerti dan menangkap

maksud dan tujuan dari lawakan yang disampaikan oleh dalang. Disamping

hiburan itu berupa lelucon, Dalang Ida Made Adi Putra selalu menyelipkan

sebuah makna dan pesan-pesan dari setiap lelucon yang ia buat dengan gayanya

sendiri. Baik itu berupa sindiran, kritik sosial, ilmu pengetahuan, ajaran-ajaran

sastra dan lain sebagainya. Jadi setiap lelucon yang ia bawakan menjadi hiburan

yang sehat bagi para penonton dan masyarakat sekitar.

Merdah : kenkenang wake? Twalen : to delodne ade nak beling sing ade ngakuin to juang.

Tutug be belingane, bin telun gen lekad to. Merdah : jeg ade anak beling to juang sing ade ngakuin. Nyanan

mare ajak wake ape adane anu mesakapan, mekala kalaan jeg teke lantas nak mwani ngaba linggis. We ngujang kurnan yange sakapin ketoange lantas.

Twalen : sing nanang jeg nanang bani tanggung jawab. Nanang ye menghadapi to yen teke.

Merdah : sangkal keto nanang Twalen : nak nanang ne ngelah belingane to.

Dalam memilih dan merangkai kata, Dalang Ida Made Adi Putra sangat

teliti. Beliau mengatakan jika dalam pertunjukan Wayang Kulit kita tidak bisa

memilih kata atau kalimat yang tepat, maka nantinya akan berpengaruh pada

pertunjukan itu sendiri. Itu disebabkan karena kebanyakan penonton akan

menyerap apa yang dalang sampaikan pada saat pementasan dan kemudian

mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi dalang tidak boleh hanya

Page 86: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

asal-asalan dalam berdialog. Seperti halnya tokoh-tokoh dalam pertunjukan

wayang itu memiliki komunikasi yang baik. Komunikasi adalah bagian yang

pokok di dalam pertunjukan Wayang Kulit.

Dalam Pertunjukan WKGK oleh dalang Ida Made Adi Putra lakon Nila

Candra apa bila dikaitkan dalam konteks komunikasi dalang cukup piawai menata

materi bahasa sesuai dengan fungsi retorika, seperti yang dikatkan Mardana

(2011:2) wayang kulit akan terasa menarik apabila dalangnya memiliki

kemampuan beretorika yang memadai. Tanpa adanya hal tersebut pertunjukan

wayang kulit akan terasa membosankan dan ditinggalkan oleh penontonnya.

Dengan kemampuan beretorika yang baik, seorang dalang mampu menarik

perhatian dan minat penonton. Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh

Dalang Ida Made Adi Putra, didalam menata materi bahasa telah mempergunakan

prinsip-prinsip yang ada dalam prinsip retorik. Materi lelucon atau lawakan yang

di sampaikan berupa gaya plesetan, gaya bahasa menyebabkan penonton dapat

terhibur setelah meresapi isi dan maksud materi gaya bahasa dan plesetan itu.

Hubungan materi hiburan dengan pertunjukan Wayang Kulit menurut

Mulyono (1978:96) mengatakan bahwa pertunjukan Wayang Kulit sebagai

kesenian tradisional mempunyai fungsi hiburan, di samping fungsi-fungsi yang

lain (seni, kejiwaan, pendidikan, dan ilmu pengetahuan).

Pertunjukan WKGK lanon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

di banjar Besang, Desa Ababi Karangasem sangat menghibur penonton. Makna

dari Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

yaitu tercermin pada saat pertunjukan sedang berlangsung. Banyaknya tawa

Page 87: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

penonton, dan mengikuti pertunjukan sampai akhir pertunjukan sudah bisa

dideskripsi bahwa fungsi hiburan yang diperankan sangatlah berhasil.

Keberhasilan itu semua karena pertunjukan Dalang Ida Made Adi Putra sangat

indah, lucu, dan menarik.

Sepanjang pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida

Made Adi Putra berhasil memancing tawa penonton disana sini. Artinya fungsi

makna dalam pertunjukan itu sebagai pemberi hiburan sehat untuk masyarakat

benar adanya, terbukti setiap lawakan yang disampaikan selalu disambut kompak

oleh penonton.

5.2 Fungsi Media Komunikasi

Komunikasi dapat diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan

atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat

dipahami. Dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra media komunikasi

berwujud aturan lisan. Terdapat banyak percakapan atau dialog yang lengkap

dalam setiap adegan dari awal sampai akhir pertunjukan sehingga komunikasi

antar tokoh-tokoh wayang berjalan lancar dan komunikatif.

Pertunjukan Wayang Kulit dilihat dari segi sastra termasuk kedalam seni

bertutur. Dalam seni bertutur terdapat sebuah istilah yang dinamakan retorika.

Dalam seni pertunjukan retorika sangatlah penting. Rota dan Suteja (1990:18)

mengutip pendapat dari Goris Keraf (1985:3) yang berpendapat bahwa:

“ retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni baik lisan maupun tulisan, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. Ada dua aspek yang perlu diketahui seseorang dalam retorika, yaitu pengetahuan mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik, dan kedua pengetahuan mengenai objek tertentu yang akan disampaikan dengan bahasa tadi.

Page 88: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Dari pendapat diatas jika dikaitkan dengan pertunjukan WKGK lakon Nila

Candra maka dapat dikatakan tujuan dari retorika adalah untuk menyampaikan

sesuatu dalam bentuk dialog atau percakapan harus lewat cara atau gaya tutur

baik, benar dan menarik. Dalam hal ini Dalang Ida Made Adi Putra dalam

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra, sudah memilih ragam bahasa yang efektif

yang disesuaikan dengan situasi penonton. Selain itu Beliau juga sudah memilih

materi bahasa seperti kata-kata, ungkapan, dan istilah yang mudah diterima dan

dimengerti oleh masyarakat. Memilih gaya bahasa merupakan hal yang penting

karena apabila gaya bahasa yang digunakan tidak menarik maka penonton akan

merasa jenuh.

Sebagai media komunikasi pertunjukan Wayang Kulit secara tidak

langsung juga memiliki makna pendidikan karena disetiap percakapan atau dialog

ada terselip ilmu di dalamnya. Baik itu pengetahuan tentang sastra, agama,

kemasyarakatan dan lain sebagainya.

Contoh dialog :

Twalen : Jeg mesriet bene bulun sikut nanange ningeh munyin nani. Aruh.. yen orahang lege, lege ngelah pianak buka nani. Yen orahang sebet, sebet ngelah pianak nani. Ne be madan suka tan pawali duka.

Merdah : To maksud nanange kenken? Twalen : maksud nanange to, to nani kaden nawang satua Ida Sang

Jaratkaru. Ida Sang Jaratkaru megantung di tihing petunge akatih ulian sing ngelah cucu. Nanang kene sing ngelah cucu, cara nani lantas kayang jani nani sing nganten to. Manites nanang megantung di tihing petunge yen mati nanang sing megantung atman nanange ditu. Ne orahang

Page 89: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

nani olas dangi ngelah apa adane nak tua. Dije tongos pangewales nanine tekenang nanang.

Merdah : nang… idep nanange kenken? Twalen : begbeg petakon nanine. Anu ngidiolas gaenang nanang

cucu to. Pang sing megantung atman nanange. Kayang jani yen saja bin nang bin ptang dina lantas nanang mati, bin telun neked be nanang ditu to jeg megantung atman nanange. Demen nani ngelah nanang atmane megantung ?

Merdah : kenkenang wake men? Twalen : cucu nanang gaenang to.. nang bin limang dina nanang

mati to bin petang dina nanang pang be ngelah cucu. Pang sing megantung.

Hubungan media komunikasi dengan pendidikan sangat erat dalam

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra. Itu dapat dilihat dari isi cerita yang di

ambil yaitu Nila Candra. Dalam lakon ini tedapat banyak pengetahuan-

pengetahuan tentang nilai keagamaan, tentang nilai kepemimpinan dan tentang

nilai kesetiakawanan.

Contoh dialog :

Twalen : beneh. To.. to.. to.. Ida Sang Panca Pandawa tepukin nani kaden uling alit Ida suba sengsara. Uling alit Ida ba sentimenine ken Ida Sang Satus Korawa. Kanti suba duur kanti ngalas, kanti nyidayang jani bin mewali nangun pura, puri mekejang suba puput, to ngawinang panjak-panjake dini di Indraprasta peh jek mekejang sumuyup subakti teken Ida.

Merdah : keto nanang ? Twalen : beneh. Mawinan je pang bene nawang kenken nak dadi

pemimpin to. Merdah : kepatutane.. Twalen : yen dadi pemimin napi bin rakyat, bang malu to pak care

pengangon Merdah : pang care pengangon yen dadi pemimpin? Twalen : beneh.. Merdah : kenken pengangone to? Twalen : ngangonang sampi ngangonang kambing ape je angonang,

dedehang alihang tongos padang ne lumbung-lumbung, alihang tongos mesik ye pang ye wareg pang betek ye, yen be betek to nani to nani jeg ngetis dibongkol punyan nyuhe to, sampi betek, to mekejang betek, mendep be ye sing uyut

Page 90: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

to. Yen nyidayang pang keto dadi pemimpin. de idewek gen penpenine malu.

Misalnya tentang agama dapat dilihat pada adegan Nila Candra

menjelaskan kepada Panca Pandawa bahwa ia membangun sorga untuk membuat

rakyatnya percaya dengan hukum Karma Pala, Nila Candra ingin rakyatnya

berbuat baik sehingga mewujudkan kehidupan yang damai. Kemudian tentang

kepemimpinan dapat dilihat dari sosok prabu Nila Candra yang memiliki sifat

bijaksana dalam memimpin rakyatnya, peduli terhadap rakyatnya dan

menginginkan semua rakyatnya hidup dengan damai. Nilai kesetiakawanan

terlihat dari sosok Dharmawangsa yang tidak mau menerima ajakan Kresna untuk

ikut berperang melawan Nila Candra karena ia dan Nila Candra tidak memiliki

masalah apapun.

Contoh dialog :

Bima : kija lakuna I bli Kresna?? Twalen : Ida jeg sampun mobos, beh lamun bli Sang

Dharmawangsa, Sang Panca Pandawa sing lakar nyak ajak tyang mesiat banggyang, depin tyang I Kresnsa bakal nyiatin ye.. mamuit….cos.. jek kente lantas ida..

Bima : hohoho…ngudyang dadi tumben jani jeg emosi bli Kresna. too.. bin melipetan mai.. to.. to.toto…melipetan mai..

Twalen : napi ye malih danda danda pekayunan ida..? Bima : mangkat ..Bli Kresna…..

Masyarakat Indonesia memiliki sebuah budaya gotong royong yang

diwariskan oleh nenek moyang. Seiring dengan perkembangan jaman, budaya

gotong-royong mulai memudar, apalagi di Bali khususnya menjadi daerah tujuan

wisata. Masyarakat sekarang lebih cenderung mementingkan diri sendiri atau

sikap individu masyarakat menjadi meningkat,itu kelihatan sekali pada kehidupan

masyarakat di perkotaan. Antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lainnya

Page 91: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

tidak saling mengenal dan acuh tak acuh. Sikap itu menyebabkan tidak ada

komunikasi antara sesama. Maka dari itu cara yang dipakai untuk mengurangi

masalah kehidupan masyarakat yang semakin depresi, yaitu dengan menyegarkan

kembali pikiran setidaknya melalui pertunjukan Wayang Kulit sebagai sebuah

media komunikasi.

5.3 Fungsi Upacara Keagamaan (Ritual)

Pertunjukan wayang kulit di Bali secara tradisional memang erat kaitannya

dengan dengan upacara penyucian atau pembersihan, dilihat dari keterlibatannya

di setiap jenis upacara. Purnamawati (2005:65) mengatakan:

“ bukan hanya dalam upacara Dewa Yadnya saja petunjukan wayang kulit dilakukan, akan tetapi sangat lazim juga dipertujukkan pada Rsi Yadnya (upacara madwijadi atau masulinggih), Pitra Yadnya (ngaben, nyekah, mamukur, maligia, dan lain-lain), Manusa Yadnya (pawiwahan, ngotonin, nelu bulanin, dan lain-lain), dan Bhuta Yadnya (mecaru). Secara konvensi otomatis para dalang berusaha menyesuaikan cerita yang dipentaskan dengan yadnya yang sedang digelar. Keterlibatan antara seni dengan agama merupakan hal yang wajar, relegi

senantiasa berhubungan dan diresapi oleh unsur estetis. Keduanya telah berakar

kuat dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan itu mampu memperluas makna

dan nilai yang terkandung. Seni mengambil peranan dalam aktivitas atau tujuan

yang bersifat sosial maupun religius.

Agama atau religi adalah suatu ciri kehidupan sosial manusia yang

universal. Pertunjukan Wayang Kulit di Bali erat sekali hubungannya dengan

agama Hindu. Bagi masyarakat Bali yang mengenal adanya yadnya atau

persembahan yang dilandasi dengan ketulusan hati, berupa apa saja dan kepada

Page 92: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

siapa saja (manifestasinya) akan diterima oleh Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang

Maha Esa.

Menurut hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Ida Made Adi Putra

bahwasannya pertunjukan WKGK lakon Nila Candra yang dilakukan di Banjar

Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem sudah jelas

bahwa pertunjukannya mempunyai fungsi ritual yaitu upacara Dewa Yadnya

/piodalan, yang memiliki makna sebagai sebuah persembahan untuk melengkapi

rentetan upacara. Di samping itu komponen-komponen pertujukannya juga

mempunyai fungsi ritual seperti berikut ini:

1) Gedebong (batang pohon pisang yang sudah besar), sebagai simbolis

pertiwi yaitu ; sat padat, dan sat cair, seperti kandungan yang ada pada gedebong

yakni menganndung unsur padat dan unsur cair, dengan fungsi untuk

menancapkan wayang dalam pementasan, dalam hal ini makna yang terkandung

dari gedebong itu sendiri yaitu berhubungaan dengan buwana agung

(makrokosmos) dikatakan sebagai symbol stiti, yaitu dalam tingkatan Tribuwana

disebut Bhur loka yaitu Bumi.

2) Dalang atau mangku dalang yang mementaskan pertunjukan sesuai

dengan cerita diambil, disini dalang memegang peranan penting, yakni

keberadaan pementasan wayang ditentukan oleh ki dalang, dapat merupakan

simbolis bahwa dalang melambangkan sebagai tuhan.

3) Kotak/ Keropak wayang, sebagai tempat penyimpanan wayang

sesudah dan sebelum pementasan, dan juga sebagai sangkan paraning dumadi

yakni asal mulanya segala mahluk hidup, karena dalam wayang terdapat segala

Page 93: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

jenis mahluk seperti para dewa, manusia, binatang, tumbuhan. Semua tersimpan

menjadi satu kotak yang dapat mengisyratkan kepada manusia bahwa segala yang

ada di dunia ini akhirnya akan kembali ke asalnya.

4) Wayang adalah boneka dari kulit sebagai perumpamaan segala mahluk

yang akan bermain /berperan dalam dunia ini atau panggung dunia sandiwara,

dalam satu kotak/kropak wayang.

5) Sesajen/upakara merupakan perlengkapan pementasan yang dapat

berfungsi sebagai permakluman, penghubung antara dunia nyata dengan dunia

niskala (tidak nyata) dapat sebagai simbolis dari bentuk-bentuk abstrak, seperti

pensucian, pangelukatan, dan sarana perwujudan Tuhan.

5.4 Fungsi Stabilitas Kebudayaan

Stabilitas kebudayaan dapat juga diartikan sebagai sebuah tindakan

pelestarian guna menjaga keseimbangan kebudayaan yang ada di Bali agar tidak

hilang atau punah karena adanya sebuah kebudayaan modern yang baru muncul.

Sebuah seni pertunjukan klasik di Bali yang masih eksis sampai saat ini salah

satunya adalah pertunjukan Wayang Kulit. Pertunjukan Wayang Kulit masih

memiliki banyak peminat walaupun itu lebih banyak dari usia dewasa dan tua.

Namun seiring perkembangan jaman yang sudah modern, pertunjukan Wayang

Kulit mulai berinovasi, ini merupakan salah satu upaya agar Wayang Kulit tidak

ditinggalkan. Banyak dalang yang melakukan inovasi dalam pertunjukan

wayangnya sehingga menarik perhatian masyarakat dari semua golongan dan usia.

Baik itu orang kaya, miskin, tua, muda, remaja, dan anak-anak kecil pun menjadi

tertarik untuk menonton wayang.

Page 94: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Mengalirnya berbacam- macam kesenian modern akan mengancam

keberadaan kesenian tradisional. Generasi muda yang menjadi generasi penerus

kesenian tradisional harus mendapat perhatian lebih supaya tidak dipengaruhi dan

hanyut didalam kesenian modern. Di era globalisasi ini keberadaan kesenian

tradisional sangat mengkawatirkan keberadaannya. Dengan kepedulian kita

bersama maka kekawatiran itu tidak akan terjadi. Banyak negara-negara yang

sedang berkembang menghadapi masalah yang sama dengan modernisasi dan

globalisasi. Negara Indonesia adalah Negara yang kaya akan seni budaya yang

merupakan jati diri bangsa. Dalam konteks ini kesenian tradisional harus tetap

dijaga, dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan keberadaanya.

Dalam rangka menyelamatkan dan menjaga kestabilan seni budaya Bali

terutama seni pewayangan, maka seni pewayangan harus dapat dipertahankan

sebagai sebagai kekayaaan budaya, baik dalam bentuk dokumenter (sumber

cerita) maupun dalam bentuk pertunjukannya. Dengan demikian yang dimaksud

stabilitas kebudayaan dalam hal ini mengandung makna menyimpan agar tidak

hilang, melestarikan agar tetap dapat diwariskan, mempertahankan agar tidak

dipengaruhi oleh budaya lain. Dari semua makna tersebut tujuannya adalah

supaya seni budaya Bali terutama pewayangan tidak lenyap dimakan zaman.

Seni pewayangan telah mempunyai peranan yang sangat penting dalam

mepertahankan kestabilan nilai budaya yang terkandung dalam cerita Mahabarata

dan Ramayana. Modernisasi yang membawa pengaruh budaya Barat masuk

kedalam repertoar kesenian Bali khususnya pewayangan, karena seni pewayangan

saat ini sifatnya sangat kreatif dan adaptif. Maka dari itu untuk menjaga kestabilan

kebudayaan terutama seni pertunjukan khususnya seni pewayangan, masyarakat

Page 95: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Bali sejak semula telah mengaitkan seni pewayangan dengan upacara keagamaan

dan setiap rincian upacara mengandung makna, sehingga upacara tersebut

mempunyai kekuatan besar dalam mempertahankan dan menyelamatkan seni

pewayangan khususnya seni pewayangan tradisional.

Upaya lain yang dilakukan untuk menjaga kestabilan kebudayaan yang ada

di Bali khususnya dalam seni pertunjukan pewayangan yaitu sudah banyak dalang

yang memberanikan diri keluar dari pakem tradisi sebuah pertunjukan wayang.

Dalang-dalang di Bali mulai berkreatifitas membuat suatu yang baru dan menarik

sehingga masyarakat tetap menyukai pertunjukan wayang kulit. Inovasi-inovasi

yang dilakukan oleh dalang yaitu mengganti komponen-komponen dalam

pertunjukan wayang dengan menggunakan alat-alat modern seperti lampu

blencong diganti dengan lampu listrik yang bervariasi, penambahan aksen-aksen

musik dengan menggunakan alat musik modern. Kelir yang biasanya hanya

berukuran kecil dibuat menjadi ukuran lebar. Upaya ini disambut baik oleh

masyarakat hingga saat ini pertunjukan wayang inovasi sangat banyak

peminatnya. Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Ida Made Adi Putra,

juga merupakan sebuah pertunjukan yang sudah sedikit mengarah ke inovasi

namun tidak semuanya, itu semua dapat dilihat dari ukuran kelir yang digunakan

dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra yang sudah menggunakan kelir

lebih lebar dari ukuran biasanya. Namun komponen lainnya masih tetap

digunakan oleh Dalang Ida Made Adi Putra karena Beliau tidak mau

menghilangkan unsure estetis tradisional dalam pertunjukan WKGK lakon Nila

Candra ini.

Page 96: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

5.5 Fungsi Integritas Masyarakat

Penyelamatan kesenian khususnya pewayangan Bali sebagai warisan

budaya yang merupakan kegiatan yang sangat penting karena seni pewayangan

memiliki nilai filosofis yang tinggi sebagai pedoman budaya. Nilai filosofis yang

terkandung dalam seni pewayangan telah memberikan identitas terhadap budaya

dan masyarakat Bali. Nilai filosofi yang yang tinggi dalam pertunjukan wayang

diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, sehingga

integritas masyarakat dapat lebih baik atau dalam kata lain mutu dari masyarakat

akan lebih terangkat setelah menonton dan memahami filosofi yang disampaikan

dalam pertunjukan wayang tersebut.

Contoh dialog :

Sangut : cang sing nawang masi...gending gendingan ne pidan-pidan nyen sing ade nawang ne ngae. Muh gae putrid cening ayu, ngijeng cening jumah nyen ngae gendingane sing ade nawang. Gendingan jani to gending gendingan dadi beli to mekejang nawang. Song brerong to Gung Raka Sidan ngenah to, metajen dek ulik to ngendingang. Tawang ne pidan pidan nyen?? Lagune ne pidaan to de engsapine gending ne pidan pidan. Yen nepidan to gendingane penuh dengan filsafat, dengan pendidikan. Sing je care jani judul judul gendingan jani jeg begbeg medemenan, percintaan, selingkuh, amonto doen gegendingane sing ade lenan.

Untuk menaikkan integritas masyarakat disetiap pertunjukannya Dalang

Ida Made Adi Putra selalu memberikan sebuah filosofi, tutur, atau pesan-pesan

yang dapat diterima oleh masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

dalam bermasyarakat. Dengan retorika, dan antawacana indah dan menarik

dalang Ida Made Adi Putra menyampaikan petuah-petuah dan pesan-pesan di

Page 97: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

setiap adegan sehingga masyarakat yang menonton bisa memahami apa yang

sampaikan oleh dalang.

Selain itu jika dikaitkan dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra,

lakon ini ini sarat dengan makna seperti contohnya dilihat dari segi kesusastraan

lakon Nila Candra ini diambil dari Kekawin Nila Candra, di dalam kekawin Nila

Candra tersebut menceritakan seorang raja yang bernama Nila Candra yang

beraliran Bhuda Tantrayana. Beliau memerintah sebuah kerajaan yang bernama

Narajadesa. Nila Candra merupakan seorang pemimpin yang bijaksana dan adil

dalam membangun negaranya. Dari sedikit penjelasan di atas dapat dikatakan

lakon Nila Candra ini dipentaskan untuk memberikan pengetahuan baru kepada

masyarakat, mengajarkan masyarakat untuk bisa menjadi seorang pemimpin yang

baik, dan tidak menjadi orang yang memiliki pikiran yang pendek dalam

mengambil keputusan. Dengan kata lain lakon Nila Candra dalam pertunjukan

WKGK oleh Dalang Ida Made Adi Putra ini bertujuan untuk mengajarkan para

penonton untuk menjadi orang yang baik dan melakukan sesuatu yang baik dalam

kehidupannya dan menambah integritas masyarakat dalam berbagai hal.

Page 98: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Seperti yang telah diuraikan dalam kajian dengan seksama sebagaimana

diuraikan pada lima bab sebelumnya (Bab I sampai dengan Bab V), maka dapat

ditarik kesimpulan berdasarkan teori yang diterapkan dikaitkan dengan model

pertunjukan yang terdapat dalam WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida

Made Adi Putra. Ida Made Adi Putra sebagai seorang dalang yang berasal dari

Karangasem masih tetap menjaga kekhasan dari stuktur pertunjukan WKGK.

Bentuk struktur pertunjukan WKGK lakon Nila Candra memiliki sedikit

perbedaan dari struktur wayang pada umumnya yaitu pada tahap Alas harum

dimana wayang yang menjadi tokoh utama dalam cerita keluar untuk mengadakan

sebuah paruman, namun dari hasil wawancara dengan dalang Ida Made Adi Putra

pada struktur pertunjukan WKGK lakon Nila Candra yang dipentaskan oleh

Dalang Ida Made Adi Putra pada tahap Alas harum dalang hanya menyanyi/

menembang tanpa mengeluarkan tokoh apapun (kelir masih kosong) hanya ada

iringan dari tabuh gender Alas harum saja. Penyacah parwa dilakukan setelah

Alas harum yaitu untuk menceritakan secara singkatnya tentang lakon Nila

Candra. Kemudian perbedaan selanjutnya yaitu dalam WKGK tidak ada

petangkilan namun langsung kepada adegan pangkatan. Jadi bisa disebutkan

bahwa situasi patangkilan langsung dijadikan satu dengan pangkatan. Tahapan-

tahapan WKGK dengan lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

Page 99: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

berikutnya sama dengan tahapan-tahapan unsur-unsur Wayang Kulit pada

umumnya.

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra memberikan banyak manfaat

kepada penonton, Dengan demikian pertunjukan WKGK lakon Nila Candra

melahirkan beberapa fungsi dan makna seperti fungsi hiburan, fungsi media

komunikasi, fungsi upacara keagamaan (ritual), fungsi stabilitas kebudayaan dan

fungsi integritas masyarakat. Fungsi hiburan (sarat dengan banyolan dan

lawakan), fungsi pelestarian dan pengembangan budaya (menyeimbangkan antara

mempertahankan pakem-pakam yang ada dengan mengakomodasi perkembangan-

perkembangan yang baru).

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

masih mengikuti aturan normatif yaitu mengikuti aturan-aturan yang ada pada

lontar Dharma Pawayangan. Semua dalang Wayang Kulit mayoritas berpegangan

pada aturan-aturan yang ada pada lotar Dharma Pawayangan, yang terasa masih

kaku dan kurang fleksibel. Maka dalang Ida Made Adi Putra di dalam pertunjukan

WKGK lakon Nila Candra terasa sedikit berbeda dengan mensiasati

pertunjukannya melalui sebuah kreativitas dalam upaya menarik minat

masyarakat akan pertunjukan Wayang Kulit.

Ida Made Adi Putra sebagai seorang dalang yang berasal dari Karangasem

masih tetap menjaga kekhasan dari stuktur pertunjukan WKGK. Beliau masih

tetap menggunakan bentuk pertunjukan tradisi walaupun sudah ada komponen

modern tambahan yang digunakan sebagai pelengkap pertunjukan. Terlihat

Penggunaan komponem tradisi yang masih dipertahankan yaitu meliputi,

Page 100: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

gedebong, (pohon pisang) keropak (kotak kayu), panggung, ritual, lampu

blencong, kelir, dan iringan tetabuhan gender wayang. Sedangkan komponem

modern yaitu meliputi penggunaan sound system, ukuran kelirnya lebih besar, dan

ukuran panggungnya lebih besar. Dalang Ida Made Adi Putra didalam melakukan

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra sangat tertata pementasannya. Di dalam

struktur misalnya tidak sama persis dengan tahap-tahapan yang telah ada. Dalang

Ida Made Adi Putra dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra telah

melakukan persiapan-persiapan yang sangat matang. Lawakan yang segar sudah

memberikan kesan pertunjukannya kepada penonton, namun tetap berhubungan

dengan alur cerita. Dalang Ida Made Adi Putra berpendapat bahwa zaman

sekarang penonton datang ke arena pertunjukan adalah semata-mata untuk

mencari hiburan, guna menyeimbangkan ketegangan- ketegangan yang terjadi

dalam kehidupan masyarakat setiap hari.

Dengan fenomena penonton dewasa ini yang selalu ingin mendapatkan

hiburan dengan lawakan-lawakan yang segar, memberikan kesempatan lebih

kepada semua dalang untuk berkreativitas. Menggunakan kemampuannya untuk

melahirkan lakon-lakon carangan yang lebih banyak bisa mengakomodasi materi

lawakan.

Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra memberikan banyak manfaat

kepada penonton, dan menjadi pertunjukan yang populer ditinjau dari segi sifat

pertunjukan itu seperti, wali, bebali, dan balih-balihan. Dengan demikian

pertunjukan WKGK lakon Nila Candra melahirkan beberapa fungsi dan makna

seperti fungsi pemberi hiburan sehat, fungsi media komunikasi, fungsi upacara

Page 101: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

keagamaan (ritual), fungsi stabilitas kebudayaan dan fungsi integritas masyarakat.

Fungsi hiburan (sarat dengan banyolan dan lawakan), fungsi pelestarian dan

pengembangan budaya (menyeimbangkan antara mempertahankan pakem-pakam

yang ada dengan mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang baru).

Peneliti merancang dan melakukan penelitian mulai dari awal tahun 2014

hingga saat penelitian selesai dilakukan yaitu pada pertengahan bulan April tahun

2014. Pertunjukan WKGK lakon Nila Candra oleh Dalang Ida Made Adi Putra

merupakan sebuah lakon yang memiliki banyak makna tentang ajaran-ajaran

agama, sastra dan masih banyak lagi yang lainnya.

6.2 Saran-Saran

Penelitian mengenai Wayang Kulit baru pertama kali dilakukan oleh

penulis, dengan demikian keterbatasan tulisan tentang WKGK lakon Nila Candra

yang dimiliki oleh penulis sangatlah kurang. Maka perlu dikemukakan saran-saran

demi lebih sempurnanya hasil penelitian ini, dan demi lebih terjaganya kelestarian

seni pertunjukan tradisional Bali, khususnya WKGK saran-saran tersebut

ditunjukan kepada para penulis. Lainnya seperti, pemerintah, para dalang pemula,

masyarakat luas, dan kepada Ida Made Adi Putra sendiri sebagai dalang WKGK

lakon Nila Candra.

Bagi para peneliti seni tradisional lainnya diharapkan, hasil penelitian ini

dapat menjadi pendorong untuk melakukan penelitian-penelitian. Diharapkan

hasil penelitian ini sebagai modal dan perbandingan untuk melakukan penelitian

mengenai seni tradisional lainnya.

Page 102: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Pemerintah diharapkan memberikan perhatian lebih kepada kesenian

tradisional. Terutama kepada seniman dalang Wayang Kulit yang langka itu,

dengan jalan memberikan perlindungan dan memeberikan kontribusi berupa uang,

dengan demikian para dalang merasa diperhatikan sehingga para dalang tidak

minder dan merasa perlu mempertahankan dan meneruskan profesinya.

Diharapkan warga masyarakat harus memberikan penghormatan dan

menghargaan terhadap keberadaan profesi dalang Wayang Kulit, dengan cara

menonton atau mengundang (menanggapnya) untuk mengisi acara-acara dalam

suatu hajatan dengan pertunjukan Wayang Kulit. Mengenai profesi dalang

Wayang Kulit sangat sedikit orang-orang yang tertarik terhadap profesi ini.

Diharapkan dengan partisipasi seluruh masyarakat akan bisa terdorong dan tetap

terjaga untuk tetap menjalankan profesi sebagai dalang Wayang Kulit.

Peneliti merasa perlu kiranya memberikan saran-saran kepada dalang

Ida Made Adi Putra. Pertama didalam berkreativitas dan berinovasi misalnya agar

selalu memperhatikan batas-batas kewajaran terhadap sebuah pertunjukan.

Norma-norma kehidupan yang berlaku harus dikedepankan supaya tidak

kebablasan sehingga menyebabkan memudarnya karisma/taksu pertunjukan

Wayang Kulit. Kedua, sebaiknya diselingi dan sekaligus mensosialisakanya dalam

pertunjukan, karena syarat akan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat berguna

untuk tuntunan bagi kehidupan manusia. Ketiga agar selalu menjaga kesehatan

dengan beristirahat yang cukup, karena dengan melakukan pementasan yang padat

akan menguras tenaga dan pikiran, sehingga disetiap tampil di dalam pertunjukan

tetap sehat dan bugar.

Page 103: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Lampiran 1

TRANSKRIPSI PERTUNJUKAN WAYANG LAKON:

Nila Candra OLEH DALANG:

Ida Made Adi Putra

Alas Harum : Rahina, tatas kamantian, humung, swaran ikang mredangga. Gumuruh, tikang gubarbala, samuha mangkata, pada srurumuhun

Nrapati Yudistira, parangmuka Bimasena, Nakula Arjuna glurumurug.

Dadia…………… pira ya pintan lawas gati kunang ikang kala.

Kalanira mijil gumeter ikanang pertiwi apah teja bayu akasa lintang tranggana, ikanang kalihan surya muwang candra. Sahinganing Sang Hyang Apramada. Swasta ya paripurna tan kacawuhin ila-ila ikang sodsod sapa. Tan sah pretingkah ira apan sampun jangkep ikanang Asta dasa kalawan Parwa. Lwir pangekan nira Sang Hyang Guru Reka renikan de sira Bhagawan Kresna Dwipayana

Caritanan…………..arilamhpahira sira ratuning Narajadesa yaya mangaran Nila Candra. Sada kala nginkinaken ikanang swarga. Yata nimitanian antian kroda nira sira Natakesawa murdaning Dwarawati. Yaya karenga angerug ikanang swarga katekaning amejahaken sira Nila Candra. Samangkana…………pamurwan ikanang carita.

BABAK I

Twalen : Ndan duran kewasa mahalib Kadi sereh pamahugi mapu susuh geseng

Aduh dah dah dah dah jalan maid ah jalan mai tutug nanang dah tutug nanang.

Merdah : Manggeh tan sedepana tuhu palaran mangut reseng hati.

Twalen : Jeg mesriet bene bulun sikut nanange ningeh munyin nani. Aruh.. yen orahang lege, lege ngelah pianak buka nani. Yen orahang sebet, sebet ngelah pianak nani. Ne be madan suka tan pawali duka.

Merdah : To maksud nanange kenken? Twalen : maksud nanange to, to nani kaden nawang satua Ida Sang

Jaratkaru. Ida Sang Jaratkaru megantung di tihing petunge akatih ulian sing ngelah cucu. Nanang kene sing ngelah cucu, cara nani lantas kayang jani nani sing nganten to. Manites nanang megantung di tihing petunge yen mati nanang sing megantung atman nanange ditu. Ne orahang

Page 104: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

nani olas dangi ngelah apa adane nak tua. Dije tongos pangewales nanine tekenang nanang.

Merdah : nang… idep nanange kenken? Twalen : begbeg petakon nanine. Anu ngidiolas gaenang nanang

cucu to. Pang sing megantung atman nanange. Kayang jani yen saja bin nang bin ptang dina lantas nanang mati, bin telun neked be nanang ditu to jeg megantung atman nanange. Demen nani ngelah nanang atmane megantung ?

Merdah : kenkenang wake men? Twalen : cucu nanang gaenang to.. nang bin limang dina nanang

mati to bin petang dina nanang pang be ngelah cucu. Pang sing megantung.

Merdah : ne mare nak tua begug adane ne.. Twalen : sangkan orahang begug nanang? Merdah : kenkenang wake pang bin limang dine wake pang be

ngelah panak, pang nanang be ngelah cucu, wake nganten tonden.

Twalen : Nah nang bin abulan be bang tempo to. Bin bulan be bang tempo.

Merdah : pehh sayan-sayan dadi nak tua, orahang wake tonden nganten, nak beling doen sia bulan kenken nanang. Wake tonden nganten.

Twalen : jani sing kene nake malu pang kale nanang ngelah cucu to. Merdah : kenkenang wake? Twalen : to delodne ade nak beling sing ade ngakuin to juang.

Tutug be belingane, bin telun gen lekad to. Merdah : jeg ade anak beling to juang sing ade ngakuin. Nyanan

mare ajak wake ape adane anu mesakapan, mekala kalaan jeg teke lantas nak mwani ngaba linggis. We ngujang kurnan yange sakapin ketoange lantas.

Twalen : sing nanang jeg nanang bani tanggung jawab. Nanang ye menghadapi to yen teke.

Merdah : sangkal keto nanang Twalen : nak nanang ne ngelah belingane to. Merdah : dewa ratu nanang. Jeg sing suud suud nanang. Twalen : to ketoang malu to. Anggon ape adane pengelila cita keneh

gen to. Ngudiang sebet-sebet idewek hidup acepok dadi manusa, sing dadi sebet-sebet harus iraga setata ngalih pang liang. Kenken je ape je tepuk harus setata lege. Reh idewek mentik digumine tuah dini tongos masalah, sumber segala masalah dini di gumine.

Merdah : keto nang ? Twalen : beneh. To.. to.. to.. Ida Sang Panca Pandawa tepukin nani

kaden uling alit Ida suba sengsara. Uling alit Ida ba

Page 105: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

sentimenine ken Ida Sang Satus Korawa. Kanti suba duur kanti ngalas, kanti nyidayang jani bin mewali nangun pura, puri mekejang suba puput, to ngawinang panjak-panjake dini di Indraprasta peh jek mekejang sumuyup subakti teken Ida.

Merdah : keto nanang ? Twalen : beneh. Mawinan je pang bene nawang kenken nak dadi

pemimpin to. Merdah : kepatutane.. Twalen : yen dadi pemimin napi bin rakyat, bang malu to pak care

pengangon Merdah : pang care pengangon yen dadi pemimpin? Twalen : beneh.. Merdah : kenken pengangone to? Twalen : ngangonang sampi ngangonang kambing ape je angonang,

dedehang alihang tongos padang ne lumbung-lumbung, alihang tongos mesik ye pang ye wareg pang betek ye, yen be betek to nani to nani jeg ngetis dibongkol punyan nyuhe to, sampi betek, to mekejang betek, mendep be ye sing uyut to. Yen nyidayang pang keto dadi pemimpin. de idewek gen penpenine malu.

Merdah : oo keto… Twalen : beneh. Merdah : nyak asane keto nang.. Twalen : nyak. Jani pekayunan Ida lakar nabdab yadnya. Ida Sang

Panca Pandawa suba rauh ibi. Merdah : rauh uling dije? Twalen : yeh kaden nani bareng kemu ke Narajadesa maan

undangan Merdah : duhh dewaratu saje nanang inget awake. Mula Ida Sang

Panca Pandawa uling ajin Idane suba becik keme mesawitrayan ketoang malu.

Twalen : beneh.. kemu ke Narajadesa sareng ajin Ida Sang Prabu Nila Candra. Beh dewaratu Ida Sang Nila Candra masih nak kasub sakti.

Merdah : to tuah beneh nanang. Twalen : ne jani to kenken pekayunan Ida Sang Darmawangsa

mirib nak ade tuni, ape buin lakar kemu ker sing. Nanang jeg kelangen hatin nanang ditu dah…

Vokal Dalang : Dadia ta rimangkana durung asat.. Merdah : nyen ne nang….? (terkejut) Twalen : duh sing tawang nyen je ade rauh mirib dah.. Merdah : duh nyen ne nang..? Twalen : jalan dah jalan jalan….

Page 106: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Vokal dalang : (Bebaturan) Kresna… stuti nira tan tulus sinahuran Rsi Wara kala dara, Wirata suta Satyaki, Kertawarma, Rikala dara.

Kresna : kaka enak umegil marewentening Pandawa. Baladewa : tapan wihang tapan wihang enak peparang mangke Twalen : mamitang lugra titian aratu make murdaning Dwarawati

palungguh cokor Idewa. Dados sekadi gegeson peranda gata pisan pemargan aratu.

Kresna : Duh caraka tawalen pwa kita ulun bipraya umegil lawan sire Dharma tanaya

Twalen : wantah asapunika ngiring ngiring ngiring aratu jantos jantos aratu. Aratu sang Dhramawangsa tedun punika Ida Sang Kresna.

Dharmawangsa : kaka (bebaturan) dharma putra puliha krewala………….. duh enak pada pepareng Alungguh Rahadian.

Kresna : Singgih kewala kesama kriana, yayateki Kresna lwir padgadakala prapta marawantening Indraprasta.

Merdah : Aratu mamitang lugra titian ngojah pawecanan palungguh cokoridewa mangda niki titian nenten kapingsisip.

Kresna : Pawistan caraka ulun wus asunglugraha. Merdah : Inggih aratu, sang murdaning Indra Prastha wacanan ida

ampurayang titian I Kresna sekadi gegesonan Pranagata ngerauhin ragan palungguh I Ratu sekadi mangkin nenten sios jagi pacang aturang titiang.

Dharmawangsa : Ih Rahadian enak lah pada warahaken denira pada lampahira enak.

Twalen : Aratu Sang Nata Kesawa cokoridewa durusang mawacana aratu.

Kresna : Singgih Sri Narendra apan hana wiletik twitas umeter

umegil de sira tekap sira Kesawa. Ri kehanansira ratuning Narajadesa mangaran Nila Candra. Yaya lwir apramada angawe lawat ikanang swarga amada-mada tingkahing swargaloka ya ta nimitaniang Kresna prapta kaya mangke tansah bipraya aminang Panca Pandawa lawanira papareng angrug ikanang swarga amejahaken sira Prabu Nila Candra.

Merdah : Singgih Aratu sapangrawuh titian meriki sapunika enten wenten tios dwaning wenten piragin titian ipun retuning Narajadesa mangaran I Nila Candra pramada tingkahniya memada-mada tingkahing Swarga Loka. Purun ipun mekarya Swargan.Punika ke mahawinan titiang rawuh

Page 107: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

meriki pacang ngiringang palungguh Bli. Kalih I adi-adi sang Catur Pandawa pacang mademang ipun I Nila Candra ngwugang punika Swargan ipune!

Darmawangsa : Dadyata ri wawu mangkana, kastunira…..singgih rahadian Sang Murdaning Dwarawati. Dadyata kaya singsal rineget tekap sira Dharmatanaya. Haywa geng krodha sira Rahadian. Apa nimitangnian mangkana? Apan sira ratuning Narajadesa mangaran Nila Candra tan hana salah. Apa nimitaniang sira anginkinaken ikanang Swarga? Apan kaharep nira tan hana mawanehan angurip wekas-weka lawan pretakjananira. Dadya ta weruh ri kaparan ikang karma phala. Samangkana samangkana kadiangapa mamejah?

Twalen : Aratu pidaging pawecanan ida, uduh dewa-dewa murdaning Dwarawatine, Idewa meraga Awatara, yan dados idih tiang sampunang I dewa wirosa ken makawinang aspunika? Dwaning ipun I Nila Candra nenten wenten sisip Ipune nenten wenten iwang. Napi mawinan Prabu Nila Candra purun mangardi swargan nenten wenten sios wantah ipun ngicenin papelajahan ring panjak ipune. Mangde percaya panjak ipune ring sane kabawos Karma Phala. Mangda sampunang ipun jeg napi wastane melaksana sekama-kama sakola-kola manah ipune kenten. Ngudyang raris ipun pademang, ngudyang raris uwugang. Titian ten taen peberatine jagi mekarya napi-napi, ipun ten naen taler meriki among titian nyaksiang kemanten.

Kresna : ihhh Sri Narendra mabener kaya pangartika. Kewala kaya mangke pamintaning Kresna kadiang apa pejahakena sira Nila Candra.

Merdah : aratu cutet ngiring sampunang malih akeh wenten wewilangan dwaning dosan ipune ageng kemanah antuk titian. Nggih pademang ipun I Nila Candra sapunapi kayun napi nenten?

Dharmawangsa :Rahadian kewala ksamakena apan sira Pandawa saking nguni-nguni saking sira Hyang Maha Raja Dewata lwir asawitra lawan sira kawitan nira sira i Nila Candra. Kadiang apa ulun arep aperang mejahaken sira Nila Candra.

Twalen : Aratu uduh dewa dewa to ngudyang lantas tyang mesiat ngematiang ye. Tiang sing ngelah masalah jak ye, ye sing ade pelih jak tyang sebuina uling pelelangit tyange, uling penglingsir tyange ajin tyange, becik hubungane merike mesawitra. Yen mangkin tyang lantas sareng kemu mesiat, ape lantas dadin tinge.?

Kresna : Dadia ta riwau mangkane wawang mangkata sira, singgih yayan mangkane menawa sira Pandawa wedin

Page 108: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pejah, mamuit yayateki sira Kresna, mamuit bipraya mejah kadi sira renge.

Twalen : buihh nembe mangkin panggihin tityang Ida Sang Kresna, kroda mobos saking ajeng iratu. Sapunapi pikayun iratu ?

Dharmawangsa : caraka, kadiang apa ulun aperang apan tan hana salah nira.

Twalen : patut… to ngudyang raris iratu sareng meyuda. Melinggih aratu…

Dharmawangsa : mangkat….(bebaturan) Merdah : pihhh dewaratu nanang… Twalen : to Ida Sang Bima to, mireng mase uling di pungkur

kedesem kedesem Ida kenken ye jani Ida. Aduh aratu aratu…..

Bima : (bebaturan) Riangkat sang Pandawa enjing…twalen Twalen : tityang… Bima : aduh..hahahahaha…….. Twalen :sapunapi jeg ica iratu..? Bima : kija lakuna I bli Kresna?? Twalen : Ida jeg sampun mobos, beh lamun bli Sang

Dharmawangsa, Sang Panca Pandawa sing lakar nyak ajak tyang mesiat banggyang, depin tyang I Kresnsa bakal nyiatin ye.. mamuit….cos.. jek kente lantas ida..

Bima : hohoho…ngudyang dadi tumben jani jeg emosi bli Kresna. too.. bin melipetan mai.. to.. to.toto…melipetan mai..

Twalen : napi ye malih danda danda pekayunan ida..? Bima : mangkat ..Bli Kresna….. Kresna : ihh yayi Werkodara pwa kita, kadiang apa kita yen kita

aperang lawan sira Nila Candra, papareng lawan sira kakanta..?

Bima : puih.. Si aku ajakin bli mesiat..? Kresna : yogya kadiang ape?? Bima : yadiapin tampang akune care preman, kewala hatin akune

nak misi romantis bedik. Nglah aku mase penguna dika ngelah aku keneh. ngudyang aku nyiatin I Nila Candra, Nila Candra sing ade pelih kalawan aku. Sing ade pelih Nila Candra ken Pendawa. Tawang I Nila Candra tawang bli, ye ngae swargan anggona ngurukang panjak panjakne pang nawang ane madan Karmapala keto. I Nila Candra jeleme sakti maan panugrahan uling Ida Sang Hyang Wirocana ngambekang ke Bhudan.

Kresna : ah aiwa kweh ujar kita, menawa kita wedih pejah mamuit Kresna….

Bima : nah jalan be mesiat…. Adi Arjuna…..enggalin adi mai mai…

Page 109: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Vocal Dalang : Ndah warnanan Sang Catur Pandawa…..tatkala prebata ta ka madria larih.. ….

Arjuna : kadiang apa kaka? Bima : adi Arjuna ngoyong adi jumah, si Aku lakar kemu ke

Narajadesa, mebalih I bli Kresna mesiat ngajak I Nila Candra ye pade sakti kenken ye pertarungane..? nak pade sakti mesiat kenken ye lakare. Sinah ade bakat duduk siasat meperangne pade sakti. Ngoyong adi ngoyong kemit I bli.

Arjuna : singgih kaka aiwa mangkana..apan Dananjaya arep tumuta..

Merdah : aratu atur ida I ari, bli bli agung sang Bima to ngudyang tityang pacang ring jumah, tityang pacang ngiring palungguh bli, pacang sareng mebalih

Bima : ooo keto nah..nah…lamun lakar milu ingetang kewala mebalih, mebalih kewala de engsap mapan idewek meraga kesatrya, medewek kesatrya senjata mula sing dadi lepas uling diawake.

Arjuna : mangkane…. Bima : beneh.. jemak senjata.. Arjuna : yan mangkana namya….(mangkat) Merdah : nang enggalin nang…. Nakula & Sahadewa : (bebaturan) Madria larih..duh ratagnira….kaka… Bima : bin I adi Nakula Sahadewa ngintil, kar kije milu ne? Nakula & Sahadewa : singgih kaka.. ulun bipraya tumut yayan sira nonton

kaka Kresna aperang lawan Nila Candra. Bima : oo keto ci karmilu mebalih jak bli keto..nah mun keto

jalan..jalan… kale ingetang ..ingetang mebalih.. Nakula & Sahadewa : singgih kaka… (mangkat) Twalen : dah.. Merdah : awake nanang Twalen : ne be likad…. Merdah : likad kenken nanang.. Twalen : unduk pemargin ida dwagung made, ida sang Arjuna,

Nakula, Sahadewa sing wikanine ken ida sang Dharmawangsa, jeg nyelebseb lakar nonton kemu..

Merdah : to kenape lantas..? I dewek mase mekite mebalih nang… Twalen : mekite mebalih… lan bareng tutug ida .. Merdah : duh mase dewek awake nanang…

BABAK II

Page 110: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Vokal Dalang : Samangkana lampahira sira Kesawa yaya jumujug

marewentening Narajadesa. Anta juga sira Sang Catur Pandawa yaya bipraya anonton saking kadohan. Caritanan……….. rilampah sira…yaya sampun pascat anginkinaken ikanang swarga.

Delem : Bedang Saratisaya…ketara hanja hanja tendas, Kawanda buja..Bhuta Diraksasa Sangut…enggalin ngut…enggalin ..ngut..

Sangut : woo… Delem : kliab jeleme sing taen ngelah bayu seken, gendingang iban

ci ngut… Sangut : nah…rek ayo rek mlaku mlaku nang tunjungan, sopo

ngerti nasib awak lagi mujur, kenal karo mbak yu sing dodol rujak cingur.

Delem :heheheheh… gending tai belek…ape gendingan ci to ngut sing kekeneh ben kaka…

Sangut : to gending jowo to… Delem : jeg megending jawa ci ngut…ne luungan ne luungan

gending bali-gending bali…. Sangut : Nah gending bali gending bali… Delem : ao.. Sangut : nah ..bantal siu cerorote limang atus Delem :hahaha jeg sayan sayan nyelekang gendingan ci ngut…jeg

watek leleklekan gendingang ci ngut…sing ade ngelah gendingan ne lenan.. jeg bantal siu cerorot biinn… ne luwungan ngut..

Sangut : to melem jelek orahang melem gendingane to? Tawag melem ne ngae gendingane to?

Delem : nyen ngae… Sangut : cang sing nawang masi...gending gendingan ne pidan-

pidan nyen sing ade nawang ne ngae. Muh gae putrid cening ayu, ngijeng cening jumah nyen ngae gendingane sing ade nawang. Gendingan jani to gending gendingan dadi beli to mekejang nawang. Song brerong to Gung Raka Sidan ngenah to, metajen dek ulik to ngendingang. Tawang ne pidan pidan nyen?? Lagune ne pidaan to de engsapine gending ne pidan pidan. Yen nepidan to gendingane penuh dengan filsafat, dengan pendidikan. Sing je care jani judul judul gendingan jani jeg begbeg medemenan, percintaan, selingkuh, amonto doen gegendingane sing ade lenan.

Delem : gendingan ci ne to ne tunyan..? Sangut : gendingan cange lagut keto kaden jelek to kaden sing ade

artine to..bise ngartinin gendingane to.? Delem : sebatek gendingan leleklekan kaka sing bisa ngartinin

lantas.

Page 111: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sangut : nah artinin…..Bantal siu Delem : Ainggih aratu ida dane sareng sinamian. Atur uningayang

tityang puniki bantale ji siu siki. Sangut : adi polos keto… Delem : bah ngudyang ruwet ruwet..ujang sangetang ngartinin

monto be seken keto. Sangut : cerorote limang atus Delem : ah..cerorot ane cenik cenikan ji lamang atus besik. Sangut : mih..de ngejot elenan I dadong dogen ejotin

Delem : cai kemule demit jeg pragad dadong cine gen jotin.

Ngudyang sangkan dadong cine gen jotin ci. Ugan ci cenik memenci kepegatan yeh nyonyo. Nyat yeh nyonyon meme cine kale ci nu cenik, dadong ci ne ngempu ci to to to…be keto kopek dadong cine kledot kledotin ne suba lepek layu sing misi yeh. Sangkan bungut cine lanjung.

Sangut : sing je keto…. Nah lem cang ngartinin melem bise megending

Delem : ahh bise bantal siu artinin artinin artinin artinin…… Sangut : bantal.. bantal melem nawang madan bantal..? Delem : nawang… Sangut : apee?? Delem : jaja… Sangut : biin ? Delem : galeng…bahasa indonesiane galeng bantal. Tawang ape

beda bantal jawa jak bantal bali? Sangut : bantal jawa sing dadi daar..bantal bali dadi daar to.. Delem : ao… Sangut : baan…ntall dadiang dua to ban jak ntal Delem : baan jak ntal … Sangut : beneh…ne madan baan to tatakan meja cenik Delem : meja cenik Sangut : ao…meja bunder …man man man meceki lan jemak

baane muh. Jemak meja cenik anggon tatakan meceki to. Tatakan to…

Delem : aa baan to ntallll?? Sangut : ntal ne madan ntal lontar…ape isin lontre lem..? ape isin

lontare..? Delem : ne orahang ci lontar, yen cang nak biase negakin tikeh

ental, tuak ntal. Sangut : lontar ne madan lontar to.. to takepan daging lontare to

tatwa, agama, filsafat keto nyen pang melem nawang. Mantra-mantra ditu tongosne. Kayang mantra ape, mantra

Page 112: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

pangleakan, mantra apa mantra pengayamayaman ape ade ditu di lontare.

Delem : keto..? Sangut : ao… Delem : bantal… cerorote limang atus .. Sangut : cerorot… Delem : ne madan cerorot..? Sangut : cara rot.. Delem : cara rot.. Sangut : nemadan cara tata cara awig awig, undang-undang. Delem : rot… Sangut : nemadan rot..rat..nemadan rat gumi..awig awig gumi,

undang undang gumi to ne patut jalanang iraga anggon de awag-awagina. De sekoda koda awak dadi masyarakat, nak mapan ade I dewek di dalam organisasi. Patut kenken ditu awig awige peraturan di undang-undange keto patut anggon jalanang.

Delem : I dadong dogen ejotin Sangut : I dadong.. melem nawang madan I dadong..? Delem : I dadong..?? Sangut : ao.. ape madan I dadong.. Delem : kurnane I kaki dadong adane… Sangut : jeg aluh keto.. I dadong I ida, da dadi ong Delem : to kenken mepladat pludutan bungut caine to.. Sangut : Ida dadi ong … Delem : dadi ong … Sangut : ao.. Delem : Ong apa ong dedalu ong bulan… Sangut : Ong ne madan ong to.. nawang madan ong??? Ong

petunggalan dasa agayan Ong Kara tunggal. Keto nyen pang melem nawang.

Delem : Behh apin ci keto, apin ci keto keduegang ci ne, ping telu ci dadi caleg sing taen lolos.

Sangut : Kemu aban ci melem! Nah tara ja jodoh cang nto mantak iseng-iseng nto!

Delem : Ci ke mule sing taen atep menyama ngajak kaka. Uling wibawa uling sebeng, sing san cai adung menyama ngajak kaka! Yan tawang cai kekene lakar mentik pang berek I pidan jek kal pecik nasne uli cenik.

Sangut : Melem kawuk-kawuk melem jani be nagih mecik-mecik! Delem : Bes sing pesan ci nyak adung menyama ngajak kaka!

Uling apa ci sing adung? Uling dedaran ci sube sing nyak adung ngajak kaka!

Sangut : Kayang dedaran cange sing nyak adung ken melem! Taen melem nepukin cang medaran?

Page 113: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Delem : Bes kaka menyama ngajak ci! Pepes kaka ngintip! Intip kaka cai di paon!

Sangut : Yan Melem apa dedaran meleme? Delem : Dedaran kaka semengan mara bangun Nasi Goreng! Sangut : Be keto misi telor mata sapi? Delem : Sing kanggo telor mata sapi! Sangut : Men telor mata apa? Delem : Telor mata gajah! Minumane kopi susu! Sangut : Telor mata gajah, kopi susu! Delem : Dedaran cai semengan aruh mara bangun mekamen

sarung meplidid care pir kamen sarunge! Ngojog jalikan dijalikane cai nyongkok sambilang cai nimbus kesela! Lebeng keselan caine cai nyeduh kopi, kopi pahit! Araah, dije ngalih bayu seger? Dije ngalih ci pang mawibawa cara kaka!

Sangut : Keto nyen pelut ban cang kekudiang patute nyen cang

ngangeh sarapan ade sela, sela daar cang. Be je tepuk keto yang penting cang idup. Jaani be magenepan makananne puk! To pidan kaden makanane nto penyakit nto megenepan! Biasa nak ngajeng semengan nyemeng, nasi cacah mebenang-benang penyemenge misi baas nasi tulen makribisan dini ditu care anu siam bintang. Misi kuah pindang be merasa.

Delem : Yan kaka nganutin jaman! Yen tengai makanan kaka soroh makanan luar negeri!

Sangut : Luar negeri? Delem : Aoo! Sangut : Aapa makan melem luar negri? Delem : Burger! Sangut : Apa lem? Delem : Hamburger! Sangut : Haam… Delem : Hamburger! Sangut : Ham bereg-bereg! Delem : Mbeh, nyambat gen sing bisa cai salingan ngamah nyen! Sangut : Tara nyen taen ningehang cang keketo! Delem : cai nyanan tengai jek pesan tlengis makanan caine to

pesan klengis jukut kelor! Dija ngalih bayu seger? Sangut : Sing sanget sing cang masel-selan lem! Delem : Ci meseesaln? Mare cai Makita makan pang enak ci sing

nyidang nuutin kaka? Makanan kuren kaka pang tawang ci ngut!

Sangut : Kenken kurenan melem? Delem : Ah mbo nik ci ne! Mbok mik ci ne! Sangut : Mbo nik to?

Page 114: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Delem : Kurenan kaka nomer dua. Kurenan kaka ne cerikan! Sangut : ooo kurnan melem ne nomor 2 Delem : Semengan kuren kaka ne nomer dua aerobic! Sangut : Kuren melem ne nomer dua aerobic! Semengan nasi

gorenbg, telor mata gajah, kopi susu! Delem : Aoo,… Sangut : Jaen aerobike lem? Delem : Apa maksud cai ngorahang aerobic jaen! Sangut : Men melem kone semengan nasi goreng! Kurenan

meleme semengan aerobic! Delem : Kaden ci leleklekan aerobic nto?? Aerobik nto lari pagi. Sangut : Oh keto oo? Delem : Aooo!! Sangut nawang cai dije memarekan ne? Sangut : Cang takonin melem? Dini di Narajadesa! Ngiring Ida

Sang Prabu Nila Candra! Delem : Ida Sang Prabu Nila Candra sakti tan kabinawa! Kaicen

panugrahan! Sangut : Beneh kaiccen panugrahan olih Ida Sang Hyang

Wairocana! Ida ngelarang Kabudhaan! Keto pang ci nawang! Jani melem ngajak cang dinii memarekan! Pang nyak the maan kribis-kribisan ane madan melah! Reh I dewek dadi parekan pang ngelah ci ane madan pang I dewek ngelah masi ane madan prinsip! Konsep!

Delem : maksud ci nto? Sangut : Ulun teki katalian dening Bakti lawan Asih. Nto pang

keto kenken ida to patut pang sing ulian iraga naginag ida lakar cacad.

Delem : Ida Sang Nila Candra! Sangut : Ida ngae swargan! Delem : Ngai suragan! Pepindan di puri anggon swargan! Di puri

anggone swargan! Di bencingah anggone neraka loka! Sangut : Jek kenken je sube pragat wewangunan swargane

ngundang Ida Sang Pandawa! Aratu Sang Panca pandawa, dwaning swargan titiange sapunapi? Dwaning iratu riin polih ke swargan. Ngangkid ida Sang Raja Dewata Pandu! Saking kawahe ratu ke swargan manggihin swargane. Mangkin sapunapi swargan titiange kalih ring neraka?

Delem : Suba pasti jek suba pasti jek suba pas menurut Ida Sang Panca Pandawa. Men ane jani tinggal kurang penghuni. Kurang personil petugas-petugas ne.

Sangut : Jani matur ring ida, kenken pekayunan ida? Delem : Aratu prabu Sang Nila Candra! Nila Candra : Kunang ri Hyang Panca Tataghata… mretisteng

heredaya, Om Sri Bajra Jnana , Swalingga ring den mala. Sangut : mamitang lugra titiang aratu.. Nila Candra : Caraka huludawa…

Page 115: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sangut : Ingggih titiag titian aratu… Nila Candra : Kadiang apa ikanang suwarga kalawan naraka loka apa

sampun pascat prasama. Sangut :inggih aratu sampun puput, puniki among titiang mangkin

milihin. Ring swargan tityang pacang milihin sapusira jagi anggen Batara Indra, Batara Siwa watek resi ring langit, sapu sira sane jagi anggen tityang widyadara widyadari kantun pacang milihin.

Nila Candra : yogya enak ceraka Sangut : inggih sampunang sumandya, ring neraka tityang kantun

pacang milihin sapusira jagi anggen Cikrabela, Jogormanik, Sang Hyang Yama, Sang Suratma punika mangkin tityang pacang nyelehin.

Nila Candra : mangkana ceraka enaklah pada papareng… Sangut : inggih aratu memargi. Yen sampun panjak-panjak ratu

uning ring sane mawasta Karma Pala pacang sayan-sayan becik puniki jagar druwene aratu.

Nila Candra : Yogya (mangkat) Delem : ngut kenken kenken wacanan Ida ngut..? Sangut : nah enggalang alihang jani ape adane to penghuni

penghuni, petugas-petugase ditu di Indraloka jak di neraka loka keto.

Delem : ne jani ci suba maan ngorahang lakar ngalih-ngalihin bajang-bajang suba ci maan ne kal anggon dedari..?

Sangut : aduh suba mare kude je maan..?? mare nenem maan.. Delem : pang genep pepitu.. pang genep pepitu.. Sangut : oo keto ne bensik be tonden maan to… Delem : to be mererodan to dedari dedarine to luh luhe to suba

mererodan Sangut : Miyik nyanggluh mahimpugan….. Delem : mih to pih dewaratu jek nyelolet nyelolet bajang bajange.. Sangut : Susu nyangkih kadi nyuh gading kembar.. Delem : pihh dueg cai milihin ngut..dueg cai milihin… Condong : (Rebong) Siapa katibeng jenung, susu nyangkih

ngasorang nyuh gading kembar, nah to luh luh bajang-bajang ajak mekejang, dwaning idewek lakar kapilih dadi dedari to jalan melahang laksanane melahang tingkahe mejalan pang nyak alep pang nyak jegeg to kenken je keto sube.

Dayang-dayang : Inggek inggek sada nayog, gelange ngerempyang, susu ngasorang nyuh gading kembar. Kemikane ngemu madu, siapa kaibeng jenung..Duh yayi kaya mangke parayatna…

Sangut : oo… toto to mererodan lem… Delem : pih aeng jegeg jegegne ngut, mare nenem to mare nenem.. Sangut :inggek inggek sada nayog, kemikane ngemu.. Delem : mako…

Page 116: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sangut : ape ngemu mako.. ngemu madu lem.. Delem : Pihh pihhh ne keto keto sube pilihin Sangut : ne cewek cewek anu ape adane kijang panter… Delem : apa cewek-cewek kijang panter pilihin cai.. Sangut : ne keto keto be kal kepilihin dadi widyadari maan ane

kijang panter… Delem : maksud ci kijang panter…? Sangut : kakinya panjang pantatnya bikin gemeter… Delem : jeleme sing kuangan bungut ci ngut…. Sangut : nahh to to to lem ade nak bajang clapat clapat bin sik lem.. Delem : kaka kar ngelemesin ngut…kaka kar ngelemesin ngut… Dayang : meh dewaratu jani gantine kal maan dadi dedari, kar

mepilih dadi dedari. Delem : pih yen tolih uling di duri nyak asane..man,… Dayang : adohh bli kar milih tyang dadi dedari..? Delem : nah yen dadi de je bin milu dadi dedari, kanggoang dadi

istri ketiga. Dayang : duh de ketoange tyang, tyang nak kari kar menuntut karir,

mumpung ade pemilihan kar dadi dedari tyang lakar milu. Delem : nah de je dadi dedari kan luwungan dadi kurnan… Dayang : oo keto bli.. to ngudyang melaib.. Sangut : to ngudyang melaib jeg kepe.. Delem : bah pang berek uling duri, uling duri baliin bli jek kulitne

kuning, gading, langsat, nasak munyine luwung ngerinting. Mare mekipekan kenken je bungutne care bemo.

Sangut : sangkan jeg tatas tatas nake malu, mare uling duri jeg saget bli ngelemesin.

Delem : kenkenang lantas uling duri luwung ngenahne.. too dedari suba, jani delokin di neraka loka ngut.

Sangut : di neraka loka.. Delem : beneh…. Sangut : nahh ne ne sang Cikrabala cikrabala, ehh cikrabala nah to

be to be dadi cikrabala kanggoang benin jin tapel, pokokne pang nyak mesib cikrabala keto.

Delem : Ao.. ne dadi Jogormanik pilihin ne gede ngut nene gede. Gede siteng, gede siteng…. Ane petugas kawah jambangane ne tukang ngeledokang ngeledokang to ne gede ne gundul. Pihh to gede gede to tetelu raksasa cikrabala to nang papat….

Cikrabala : ihhhhh ihhh wateking cikrabala…. Sangut : nah nyak be atep dadi cikrabala ne..pang nyak terus kene

nah…to pang care cikrabala asli ne kene be..cara raksasa Cikrabala : Yogya yogya.. kuda ngong maan gajih ? Sangut : pahh nakonang gajih cikrabala…. Cikrabala : maan tugas nyakcak nyakcak atma..

Page 117: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sangut : aoo to be tugase nyakcak atma.. tetepang munyine kene pang tetep care raksasa..

Ciikrabala : Yogya yogya…(mangkat) Jogormanik & Yama :Jogormanik katekaning Sang Hyang Yamalakwa Ngong

Jogormanik, ngong Sang Hyang Yama, yogya.. Jogormanik : hohohoho..ngong tukang ledokang kawah jambangane

asal ade atma melojokan ngong ngeledok. Apan agung dosa kurang pati ngong maan pilihan….

Sangut : adah ije tugase de….??? Jogormanik : aiwa de de.. ngong jani suba tugas di kawahe..ngong dadi

tukang masak atma.. Sangut : oooo dadi tukang ngelablab atma..? Jogormanik : Yogya… Sangut : cocok be cocok be,…. Jogormanik : Aiwa mangkana…. Sangut : adah ne Sang Suratma tedun ne… Aratu Sang Suratma.. Sang Suratma : ahahahahhaha….. aruh jeg ngong maan pilihan dadi Sang

Suratma.. Dadi sekretaris ngong maan pilihan.. nawang madan Suratma..?

Sangut : nyen ketakonin ? Sang Suratma : Suratma ngong be madan Sang Suratma..mun ade raksasa

paling baguse ngong Suratma, Suratma. Su surat.. Ma Atma tukang tulis tulis surate ngong be. Biasa ngong nulis surat. Be keto ibi ade lantas atma atma kene mati atma elektronik. Ije cai megae, tityang tukang elektronik keto ye mati. Sangkan bise cai mati?? Tityang mati kene setrum keto ye..men ape aban ci to ? mesaut ye atma..tityang padem puniki dwaning, anu eling je pidan Sang Suratma kocap tukang tukang surat mangda modern Sang Suratma mangda sampunang susah susah nulis, titiang pacang megapgapan laptop kenten. Sang Suratma gapgapine laptop, tawange taen kursus computer nenge Sang Suratma, atma degag cai ke ketoang, ee cikrabala jemak ne atma ewer tawanga ngong sing bisa melaptop, abaange keto, jemak ye cakcake ken cikrabala to. Nyen je main-main jak Sang Suratmajeg pragat simalu be panggilang cikrabala.be kudang atma kaden be celepang di kawahe, be cakcake kan watek cikrabala, ne bin ade atma pragrudug ne, adahh atma apa ne…aduh…Nah.. ne ci atma ne.?

Atma : nggih.. Sang Suratma : sangkan kene goban caine kenken cai mati ladne..??? Atma : tyang…. Sang Suratma : ngudyang kikil cai anggut-anggut..?ndas ci lengar? Atma : tyang… Sang Suratma : Ao ngudyang cai kene..? Atma : Apin tyang kene masalh buat lo..?

Page 118: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Sang Suratma : Adah…Sang Suratma ajak ci memasalah buat lo… Atma : kene je matin tyange to..tyang nagih sing kene tyang nak

matin tyange setruk..., struk tyang mati trus kene to. Masuk rumah sakit mekemo ping telu ndas tyange lengar tlah boke..sing ngidaang tyang seger mati tyang..

Sang Suratma : ooo beketo gaen ci di marcapada ngujang?? Atma : Tyang kenten pidan rajin tyang.. Sang Suratma : rajin ngudyang..? Atma : ngisid ngisidang sampan pisagane. Sang Suratma : maksud caine..? Atma : asal pisagane negulang sampi be sing ade jumahne, jemak

tyang kisidang tyang abet yang ke bringkit. Sang Suratma : adahh nyak be cai ne…tukang maling cai.. Atma : ten tyang ngemaling… Sang Suratma : to be madan ngemaling.. ci meorahan ken ne ngelahang

sampi? Atma : ten je tyang meoraan, si sing bange Sang Suratma : to be madan ngemaling.. Atma : o nike madan ngemaling..? tare je tyang nawang mdan

ngemaling to...nak tyang mekite nyemak. Sang Suratma : adah….cikrabala cakcak ne cakcak….... aah med be

ngencanang atma bes liune atma teka apa buin jani di marcapada nak ade megenep..ngaben masal, jek satus , satak cepokan teka atmane jeg bingung Sang Suratma lakar maca. Bin liu gati sing bakat ben maca tulis gidatne..terutama ne anak-anak muda ne anak-anak ABG liunan..atmane sing bakat ben maca tulis gidatne. Cai mati kena cai keto..?tyang mati nabrak tiang listrik, cai mati kenapa? Mati tabrakan palu jangkrik, jeg telah benyah tendasne kenkenang maca. Oraina maca tulis gidat bes gidatne be nyag tulis gidatne sing bakat ben maca. Jeg awag-awagin je ndasne. Adahh ne ada atma kenken pagrudug ne,…?? Adahh atma kenken ne..? adi ngaba cakra..? ne ade atma mati lumutan gadang gobane..

Kresna : Waduhh siapa ulun yayateki pitara sinengguh denta,,? Sang Suratma : amen sing atma ne tapuan.. Kresna : Nimitanian keka maweruha..ingulun weruh ri kita ya

wruhpanta lwir kaya Sang Suratma. Sang Suratma : berarti nyak cang cara Sang Suratma..? Kresna : Yogya.. Sang Suratma : dueg dueg cang mepayas pang cara Sang Suratma… men

nak ngudyang ne kadenang atma ? Kresna : Aiwa kita kweh ojar kinden maraka sira Nila Candra

apan degag Nila Candra, yayateki Kresna bipraya mejahaken Nila Candra.

Sang Suratma : adah… uwug jani swargane we…

Page 119: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Delem : ehh kenken Sang suratma dadi nekep jit melaib..? Sang Suratma : anu ade..ada atma gadang..ngaba cakra..madan I Kresna

nagih ngematian Prabu Nila Candra keto. Oo cang teka mai kar ngematiang Nila Candra keto betne…

Delem : adahh ngawag-ngawag to ngawag-ngawag. Aratuu Sang Prabu Nila Candra dauhin watek.. ah jani kene jani kene kaukin ne dadi Jogormanik, ne dadi Yama mekejang to kaukin ne gede-gede to, orahin mesiat. Patih-patih pada mekejang lan jani bareng-bareng.

Sang Suratma : aduhh buung ngong maan gajih..Suratma ne, mesiat payu…

Delem : ehhh ne suba kadung tugas dadi Jogormanik, dadi Sang Hyang Yama, mesiat mesiat matiang Kresna matiang Kresna teka ngusak asik.

Nila Candra : Delem… kadiang apa caraka? Delem : aratu puniki I Kresna puniki gelur-gelur ring

bencingah…nagih nguwugang Swargane nagih nyedayang I ratu.

Nila Candra : Yan Mangkana..ndan akena wateking balapeka sedaya katekaning para patih prasama nimitania aperang lawan sira Kresna..

Delem : ahhh melinggih melinggih dumun aratu.. Nila Candra : enak caraka….(mangkat) Delem : ehh watek patih pada mekejang..enggalin enggalin

matiang Kresna … (Terjadi peperangan antara pihak Kresna melawan

pihak Nila Candra.) Delem : ngut telah raksasane melaib ken I Kresna.. Sangut : bihh Ida Sang Kresna ngamuk mai… kenken je arsa salah

tampi.. Delem : ahh kresna jeleme belog..sangkaning iri ye..iri ye ken Ida

Sang Nila Candra. Aratu Sang Prabu Nila Candra medal aratu…puniki sampun melaib sami petugas-petugas naraka lokane melaib mekesami…

Nila Candra : (bebaturan) pretisteng jnyana nirmala ih Kresna pwa inganika, kadiang apa dadia kita wirosa prapta marewentening Narajadesa. Apa salah ningulun….

Kresna : Ih kita mangaran Nila Candra, mawas yan tan kiun kita angerug aken ikanang swarga, mawas katekaning kita pejah, lwir tekap ulun yayateki Kresna.

Nila Candra : apa salah ningulun..? taneken hulun aminta anginaken wang perihati.

Kresna : Aiwa kweh ojar, yan tan kiun kita angerug mawas aperang tanding lawan sira Kesawa.

Nila Candra : Tapuan mundur satapak yayateki, yan mangkana enak aperang tanding.

Page 120: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

(perang Kresna dan Nila Candra)

BABAK III Vokal Dalang : Samangkana Kramanira, Caritayang paperangan sira

Nila Candra katekeng Kresna.. Samangkana……. Kresna : (bebaturan) krodanira Kresna…..Ih..Nila Candra pwa

kita tan kahurungan pejah..siapa sinengguh denta yayateki Kresna.

Nila Candra : Kresna pwa kita dadia kita wirosa ariwang tanpa dosa. (perang Kresna dan Nila Candra) Delem : nak kenken unduke I Kresna melaib..to melaib

we,,….ngut melaib musuhe ngut melaib musuhe…. Sangut : Nyen to..? Delem : toto nyen adane to… I Pak Kresna.. Sangut : Ahh de misi pak Kresna.. Delem : melaib-melaib nyeluksuk nekep jit..kepung aratu

kepung…jalan kepung Kresnane…. Nila Candra : Eh Kresna aiwa kapi layu… Bima : Buih Arjuna..to tolih I bli Kresna… Baladewa, Satyaki,

Kertewarma melaib melaib nyeluksuk. To ketengah betbete lakune mengke..kenken undukne bli Kresna dadi melaib..Arjuna yatna yatna Nakula Sahadewa.

Arjuna : Duh yayi Nakula Sahadewa, aiwa nunaning parayatna….

Bima : Duh yayi aiwa nunaning parayatna enak kewala manonton.

Twalen : Dah … Merdah : awake nanang,.. Twalen : uling nanang ngiring Ida dwagung made, nepukin Ida

Sang Kresna jeg melaib, nyeluksuk dibete… Merdah : Aduh nanang..kenken kalah Ida Sang Kresna.. Twalen : yen sing kalah ngujang melaib. Ubere to to pih,,sampingin

dah sampingin pang sing tepukina.. Merdah : aduh masa dewek awake nanang… Bima : Twalen… Twalen : titian…. Bima : I bli Kresna suba melaib.. Twalen : tityang manggihin taler Ida Sang Kresna melaib tur

nyeluksuk ke betbete… Bima : Yogya….jalan mengkeb sampingin sampingin pang sing

tepukina. Twalen : ngiring iratu sampingin.. pang ten tingalina pang ten

tawange ken ne nguber.. Bima : Yogya… Prajurit : ih siapa kita…?

Page 121: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Bima : Aku takonang ci.. Prajurit : Yogya… Bima : Si Aku Sang Bima ne adin-adin akune I Arjuna,

Nakula, Sahadewa to durin akune. Kenken? Prajurit : yan mangkana kita, Manawa atalang pati lawan sira

Kresna. Bima : nyen oraang cai melanin Kresna..?, Prajurit : kita Werkodara Bima : ah sing ade keto, ngudyang aku melanin Kresna, aku

sing milu-milu, aku nak mai mula mebalih, jak adin-adin akune mula mebalih mai!.

Prajurit : ah aiwa mangkana yan yukti kita nonton kadiang apa kita mangeges ikanang senjata.?

Bima : Si aku ngaba sanjata, si aku sang meraga kesatria, reh aku merasa kesatria aku sing taen ngelebang senjata.

Delem : kenken undukne adi ade Sang Bima dini..? pasti be bersekongkol kal milu nyiatin Prabu Nila Candra iratu ne..

Bima : Bah.. aiwa mangkana caraka mapan si aku I Bima sing taen merasa ngelah pelih. Sang Prabu Nila Candra masih sing ade ngelah masalah jak aku. Mula melah hubungane uling pidan.

Delem : men ngudiang iratu ngabe senjata mai yan mula sing kal mesiat..?

Bima : Aku suba nyambat aku nak kesatria, aku nak sing dadi ngejang senjata. Aku nak mepilih kar nyiatin jeleme. Sing sembarangan aku nyiatin.

Prajurit : Aduh aiwa mangkana tan percaya ulun yayateki, kita yayan kukuh kita prawira, enak aperang tanding lawan yeki prasama para patih ning sira Prabu Nila Candra.

Bima : ahh aku sing nyak mesiat, aku sing nyak mesiat reh aku sing ade masalah jak ci jak Nila Candra sing ade masalah.

Prajurit : Ah aiwa mangkana aperang, yan kita weding aperang pamuliha kita satrudenta kumkuman.

Bima : buihh…nyanget nyangetang munyin ci..yen si aku takut mesiat aku pang mulih nyangkutin kurnan aku keto

Prajurit : Yogya… Bima : Nah..ci bes sanget mamunyi aku suba terang-terangan

nyambat aku mai kar mebalih ci nantangin aku nundunin macan medem artine ci.

Prajurit : aiwa kweh ojar.. enak aperang Bima : Nah….. (perang antara pasukan Nila Candra dengan Catur

Pandawa)

Page 122: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Delem : ngut enggalin ngut…Aratu Sang Prabu Nila Candra..aratu telasanga para patih duwene aratu..kantos antek antek aratu sami pademanga aratu.

Nila Candra : kadiang apa dadia Werkodara, Dananjaya katekeng Nakula Sahadewa. Papareng atalang pati lawan sira Kresna. Apa dosan ingulun lawan sira Panca Pandawa.

Sangut : Aratu patut. To ngudayang ida Sang Bima, Arjuna, Nakula Sahadewa sareng mapilonan ring Ida Sang Kresna mabelapati.

Nila Candra : Yogyaa…. Sangut : napi iwang iratu napi sisip iratu.. Nila Candra : Yogya.. yan mangkana enak aperang tanding juga Sangut : mangkin iratu jagi sareng mesiat. Nila Candra : Yogya… (mangkat)… Twalen : dah Ida Sang Nakula Sahadewa metegul dah sing

ngidayang meklepesan. Meh jeg sing eling Ida ring raga jeg suba metegul. aduh kisidang dah kisidang kebongkol kayune jalan dah..

Merdah : aduh nanang awake masedewek nang..aratu ngiring ngiring aratu…

Arjuna : ambek te sira mawas…Nila Candra kita tonton yayateki sira Dananjaya….

Nila Candra : Umijil akena Dananjaya…………….. Twalen : memeh dewaratu dah….Ida dwagung nyoman jeg suba

masih jeg metegul..jeg suba sing eling ken raga jeg kantu. Meh dewaratu dah kisidang dah kisidang..dibiingkol kayune dah…

Bima : Nila Candra sakti mula saja cai adin akune I Arjuna, Nakula, Sahadewa metegul yen sing mati ban aku I Nila Candra lek jengah aku dadi Bima…….

(perang Bima lawan Nila Candra) Bima :sakti apa anggona ngae Nila Candra mare gedig gebug

uling gada jeg mekelejing pesu api, tumben jani aku nepukin Nila Candra. Si aku be ngorahang kar mebalih mai masih cai jeg sahasa negul adin-adin akune mekejang. Kanti sing inget ken awak ngelimuh ye mekejang

Nila Candra : Aiwa kweh ojar, yen kita harep mejah aken Nila Candra, enak pejahaken.

Bima : ahh sing buungan cai mati. Nila Candra : tan pariwangde kabasta pwa kita Werkodara…. Bima : tulung……. Twalen : ne suba ne jejehin nanang, Ida Sang Dharmawangsa

menggahe tan kabinawa reh nani jak nanang ngiringang ida mai Gumanti nak mebalih jeg tantangine ken para patih patih I Nila Candra mekejang to kenkenang jani..

Page 123: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Merdah : Kantu ida kenken je care nak seda jeg mekrisikan sing. Twalen : nanang mase sebet atin nanange dah…sing bani nanang

kar mewali kemu… Merdah : men kenkenang lantas nanang..apin dini tongosang jeg

sing buungan nyan idewek buin lakar cangkilnge nanang…. Twalen : Pang sepalaan nyihnayang baktin nanange, baktin nanine

meparekan. Gending mesem : pustaka ilang kamalingan…… Twalen : meh dah sakit keneh nanange.. sing taen nanang nepukin

nemadan lege. Merdah : to patuh awake mase ngerasaang buka keto nanang…uling

alit ngemban Ida sang Panca Pandawa, nyeluksuk dialase roras tiban, atiban di Prabu wirata. Jani masih kekene to

Twalen : bin pidan je lakar tepuk ne madan satya. Betara yen betara sweca jeg pademang tityang . jani pang melah tangkil ring Ida Sang Dharmawangsa nguningayang indik rain-rain ida dah..

Merdah : Jalan nang jalan… Twalen : Mamitang lugra tityang aratu matur sisip tityang aratu.. Dharmawangsa : Kadiang apa caraka..?? Twalen : gumanti tityang neregdeg pemrgin rai-rain iratu Ida Sang

Catur Sanak, wus nangkilin iratu seperauh Ida Sang Kresna, melinggih raris Ida Sang Catur Sanak merika sareng mapikayunan nonton. Risampune raris nonton Ida Sang Kresna kalilih melaib ipun ke alase. Kepunga ring para patih para patihne jeg kecablek sareng rai-rain iratu. Irika lantas tantangina rai-rain iratu meyuda mesiat, sampun terang-terangan ngangken batak nonton masih ten gegane jeg tantangine. Mawinan ten mersidayang malih melempas rain-rain iratu Ida Sang Bima, Arjuna, Nakula, Sahadewa terpaksa sareng meyuda. Risampun meyuda tedun raris Ida Sang Nila Candra metegul rain-rain iratu sami

Dharmawangsa : Yayi Sang Catur Sanak yayi…kewala kesamakena yayateki sira kakanta meseh amaweh tulung kita patut…

Twalen : aratu ngiring-ngiring aratu dabdabang aratu… Dharmawangsa : Ihh Nila Candra pwa kalaganta, apa dosaning rantenku

Sang Catur Pandawa..? Rahadian ratuning Narajadesa, kadiang apa kita wirosa sahasa mastu sira Sang Catur Sanak ranten ingulun.?

Merdah : aratu ratu Sang Prabu Narajadesa, to ngudyang jeg wirasa negul adin-adin tityange napi iwang adin-adin tityange..?

Nila Candra : Duh Sang Aryadharma, apan sira Sang Catur Sanak,atalang pati lawan sira Kresna arep amejahaken sira Nila Candra.

Page 124: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Delem : nahh Sang Dharmawangsa pang tawang, I Bima, Arjuna, Nakula Sahadewa mebela pati ken I Kresna nagih ngematiang Ida Sang Nila Candra sapunika wacanan Ida

Dharmawangsa : Ah tan hana kaya mangkana aiwa kweh oja. Antian kroda sira Dharmatanaya yan tumut sirantenira. Ihh yan mangkana enak aperang tanding lawan sira Dharmatanaya

Merdah : ih ratu Sang Narajadesa Nila Candra yen keto jeg jani tyang malu lawan, jalan jak tyang pragatang mesiat.

Nila Candra :ihh yayan mangkana tapan wihang tapan wihang, tapan mundur satapak yayateki sira Nila Candra..

(perang antara Dharmawangsa melawan Nila Candra) Sangut : Ida Sang Kresna niwakang cakra tlah dadi bunga aas, jani

ida Sang Dharmawangsa buin niwakang senjata mare kene dadn ida Sang Nila Candra buin dadi bunga mekejang kenken nah…

(perang antara Dharmawangsa melawan Nila Candra) Twalen : dah keto yen nak sakti-sakti mesiat, Ida sang

Dharmawangsa niwakang senjata plek kene dadn ida Sang Nila Candra dadi bunga.

Merdah : Ida Sang Nila Candra niwakang senjata ken Ida Sang Dharmawangsa mare teked di ajeng jeg ulung mecepol panah ida sing nyidayang ngenen.

Twalen : ne be nak pade sakti pidan lakar pragat lantas siate to dewaratu merdah…

Merdah : kenken lakare penadine nanang…. Dharmawangsa : Apan sampun tan sidalah dening wateking sarwa yuda,

kadiang apa harep ta mangke..? Nila Candra : Enak mijil akena kunang kawisesanta Dharmawangsa : Ah tapuan hulun hadan pada papareng mangke. Vokal Dalang : Mijil aken kunang kawisesan, irika ta sira pada

anunggalaken ikanang sabda bayu idep Dharmawangsa : Antian ambek sira Dharmatanaya wagili……..Antian

gumeter ikanang pertiwi…. (Dharmawangsa dan Nila Candra mamurti) Bagawan Andasinga : Jayate palasara sunu aduh dewa dewa sang Nila

Candra, waduh I dewa Sang Dharmawangsa dadi pada wirosa maberawa, genjong gumine uwug mawas yan kita maberawa. Rug ikanang tri buwana…

Twalen : aduh……dah… Merdah : memeh nanang sareng kalih Ida maberawa nanang….Ida

Bagawan Andasinga tedun nanang.. Twalen : dewa dewa Sang Nila Candra, Sang Dharmawangsa

sampunang… to suud suud malu I dewa maberawa. Yen idewa terus maberawa lakar gumine uwug. Jagat tigane lakar uwug.

Page 125: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Merdah : duh nanang jalan jalan nang… Bagawan Andasinga : Aduhh nanak …Ahumm kita Nila Candra, waduh

kadiang apa pada kita salah penaha. Dadia aperang yaya tan hana pada salah. Mangke Nila Candra pinanugraha tekap sira Sang Hyang Wairocana angelaraken ikanang Budha.

Twalen : nunas lugra tityang ngojah bisama Ida Bagawan Andasinga, Dewa Sang Nila Candra to ngudyang dewa mesiat sareng Ida Sang Dharmawangsa..Idewa pade sing ngelah pelih to idewa pada mesiat pada salah tampi. I dewa Sang Nila Candra kicen panugrahan olih Ida Batara Budha, Ida Sang Hyang Wairocana. I dewa Sang Dharmawangsa ngemargiang ngambekang ne madan kasiwaan, yen idewa lantas meperagayan Siwa Budha lantas mesiat digumine, Ida Batara Budha maparagayan Sang Hyang Ibu pertiwi, Ida Batara Siwa maparagayan Sang Hyang Akasa. Siwa kalawaning Budha maparagayan purusa pradana, to yen idewa lantas metungkas idewa mesiat, kenken dadin gumine..?

Bagawan Andasinga : Mangkana mangke tunggalaken ikanang jnyanan ta. Angawe kasukertan ikanang wanaprasama,…

Twalen : nene jani dewa tunggalang tunggalang adnyanan dewane mekedua, tunggalang pikayun idewane, anggon ngemelahang nemadan gumi, anggon ngemelahang pretakjana gumi pade mekejang. Tuwah idewa ne lakar ngewasa wasidi. Yen idewa Sang Hyang Sang meraga Budha sing wrh ken ketatwaan Siwa nora ya Budha, kenten masih idewa Sang meraga Siwa, nora ya wruh ring ketatwaan Budha, nenten idewa maparagayan Siwa.

Bagawan Andasinga : mangkana enak tunggalakena tunggalakena ikanang adnyananta. Mangkana sira Andasinga mamuit…

Twalen : inggih aratu mapikayun iratu mapikayun… Nila Candra : Singgih Sang Aryadharma ksamakena yayateki sira Nila

Candra. Dharmawangsa : Duh enaklah pada pada ksamakena juga yayateki sira

Dharmatanaya. Enaklah mangke tunggalaken ikanang adnyana ikanang jnyana. Yayan pada papareng mretisteng ikanang buwana katekaning rat kabeh presama.

Nila Candra : Yogya… Dharmawangsa : Yayan mangkana hulun bipraya anglepasaken ikanang

Sang Catur Sanak. Nila Candra : ndan pada papareng ngiring cingak cingak ida I ari

aratu…. Dharmawangsa : Yayi Sang Catur Sanak prsama , kewala ksamakena

yayateki sira mawas lepas pwa ikanang rastanta prasama.

Page 126: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Merdah : inggih aratu tityang ngojah adi-adi Sang Catur sanak pada makejang, ampurayang nake buka bli, keto masih Ida Sang Prabu Nila Candra, nak mapan pada-pada salah tampi, pang bisa idewa ngaksamayang. Ne jani keles-keles apa adane tegulan idewa.

Bima : Bli Dharmawangsa kewala aksamaang aku, aku sing meoraan mai ken bli ngajak I adi. Bes emosin akune tantangine..

Dharmawangsa : Aiwa mangkana yayi kewalalah pada sampurana. apan sira Prabu Nila Candra sira kang kasinanggeh Budha, inganika kasinanggeh Siwa prasamaenaklah mangke tunggalakena ikanang jnyana.

Bima : waduh nah nah nah nah.. yen keto kenken je bli cutet aku nuutang keneh bline.

Dharmawangsa : Mangkana yayateki juga sira Dananjaya katekeng Nakula Sahadewa.

Bima : nah..nah..nah pada papareng… Nila Candra : Enak narendra prasama ararian rumuhun

marewentening Narajadesa. Bima : nah yen keto jalan jalan singgah malu singgah Merdah : nanang selamat Ida Bagawan Andasinga rauh..yen sing

ida tedun jeg kenken ye penadin gumine.. Twalen : Jani suba ade pawarah Ida Bagawan Andasinga. Siwa

kalawaning Budha pang matunggalan anggen ngawehayu gumi sing keto dah.

Merdah : nah beneh suba yen keto nanang jalan to pragatang malu amone. Aksamayang kewanten tityang nunas ampura kadi puniki prasida antuk tityang.

TAMAT

Page 127: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Lampiran 2

Foto 1: Suasana latihan Tabuh Petegak Wayang Kulit lakon Nila Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.

Foto 2: Dalang Ida Made Adi Putra dalam pertunjukan WKGK lakon Nila Candra di Br. Besang, Desa Ababi, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Lampiran 3

Page 128: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 3: Adegan jejer wayang oleh Dalang Ida Made Adi Putra lakon Nila Candra

Foto 4 : gedebong sebagai simbol pertiwi dan dua buah mic dipasang dibelakang belencong untuk membantu agar suara Dalang Ida Made Adi Putra terdengar oleh penonton. Lampiran 4

Page 129: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 5 : kelir yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra lebih lebar dari ukuran kelir pada umumnya.

Foto 6 : blencong yang digunakan saat pementasan WKGK lakon Nila Candra. Lampiran 5

Page 130: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 7: Keropak/Gedog yang dimiliki dan dibuat sendiri oleh Dalang Ida Made Adi Putra.

Foto 8 : Tahap wawancara dengan kedua informan. Dalang Ida Made Adi Putra (kiri) dan Dalang Ida Made JD Bratha (kanan). Lampiran 6

Page 131: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 9: Tokoh Wayang Nila Candra

Foto 10: Tokoh Wayang Kresna dan Nila Candra Lampiran 7

Page 132: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 11: Tokoh Wayang Bhagawan Andasinga

Foto 12: Tokoh Wayang Kertawarma

Lampiran 8

Page 133: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 13 : Tokoh Wayang Satyaki

Foto 14: Tokoh Wayang Baladewa

Lampiran 9

Page 134: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 15 : Tokoh Wayang Panca Pandawa

Foto 16 : Dalang Ida Made Adi Putra dan penulis

Lampiaran 10

Page 135: WAYANG KULIT BALI GAYA KARANGASEM STUDI KASUS …

Foto 17 : Dalang Ida Made Adi Putra