BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika menjelajah pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya disorientasi dan perpecahan. Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh Indonesia ini menjadi sangat multidimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa (Hadi, 2002). Dewasa ini, dampak krisis multidimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik untuk merdeka
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya
di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata
ketika menjelajah pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni memudarnya
wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan
wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong
terjadinya disorientasi dan perpecahan.
Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh
Indonesia ini menjadi sangat multidimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang
tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada
perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan
vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis
yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa. Apalagi bila
melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya
suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis
negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict)
yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa (Hadi, 2002).
Dewasa ini, dampak krisis multidimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda
awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-
esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan
terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar
yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia.
Aspirasi politik untuk merdeka di berbagai daerah, misalnya, adalah salah satu
manifestasi wujud krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa.
Tantangan bagi setiap negara dalam era globalisasi dimana hampir tidak ada
batasan dan tidak ada kendala dalam hal akses teknologi dan informasi menyebabkan
bergesernya nilai-nilai yang dianut oleh suatu bangsa. Unrestricted
information menyebabkan suatu perubahan hampir dalam segala aspek kehidupan sosial
dan bernegara, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sendi-sendi kehidupan
yang lainnya.
Pergeseran nilai yang dianut suatu bangsa akan menciptakan suatu perubahan,
dan perubahan menjadi mutlak diperlukan atau merupakan suatu keniscayaan bagi
setiap bangsa. Yang membedakan suatu bangsa menjadi bangsa yang maju dan bangsa
yang tertinggal/terbelakang adalah bagaimana respon atau sikap bangsa tersebut
menghadapi perubahan. Indonesia sebagai bangsa yang besar juga tidak luput menghadapi
tantangan serupa. Pergeseran nilai-nilai di kehidupan masyarakat bisa dilihat
misalnya pada awal-awal tahun 1998 dimana kebangkitan reformasi dimulai,
terlihat, penyampaian aspirasi sering dilakukan di jalanan, anggota dewan yang
merupakan representasi rakyat ketika harus bersidang tidak lagi menjadi “yes
man” dalam pengambilan keputusan. Perubahan juga terlihat dalam pemilihan umum,
baik pemilihan presiden/wakil presiden atau pemilu kepala daerah. Disinilah pentingnya
bagi setiap orang untuk melakukan review kembali arti pentingnya wawasan
kebangsaan.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana cara mengaktualisasikan wawasan kebangsaan kedalam sendi
kehidupan bernegara, sehingga menjadi bangsa yang mandiri dengan semua potensi yang
ada. Apabila krisis yang melanda sampai pada tataran dimana berpotensi untuk
menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang miskin, terjajah, dan terbelakang
akibat krisis yang berkelanjutan dan menghilangkan kepercayaan diri, maka eksistensi
Indonesia sebagai bangsa (nation) sedang dipertaruhkan. Boleh jadi persoalan-persoalan
yang kita hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan
konsep awal “kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang
dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa kuli
dan kuli di antara bangsa-bangsa.”Bahkan lebih buruk lagi dari kekuatiran Sukarno,
“menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa” (Basari dan Dahm,
1987).
C. Tujuan
Perubahan-perubahan yang terjadi di dunia mempengaruhi semua negara, bahkan
pengaruhnya terjadi dalam semua sendi kehidupan baik bernegara atau secara pribadi,
seperti dikatakan Darmono (2010) :
Globalisasi yang terjadi berpengaruh terhadap aktualisasai wawasan kebangsaan, dibidang ekonomi terbentuknya perdagangan bebas, di bidang politik adanya demokratisasi dan HAM serta dibidang Informasi terbentuknya jejaring sosial (social network) yang menafikan batas negara. Sehingga terbentuk new life style dalam kehidupan masyarakat, yang secara perlahan akan mendorong perubahan paradigma ‘faham negara mengatasi faham perseorangan’ mengarah pada ‘faham perseorangan harus eksis dalam faham negara’.
Perubahan-perubahan yang terjadi bila tidak disikapi dengan arif akan menimbulkan konflik. Dan penanganan konflik yang terjadi membutuhkan manajemen yang baik pula. Seperti dikatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa:
Perubahan merupakan suatu keniscayaan bagi setiap bangsa. Namun bagaimana bangsa tersebut menghadapi perubahan, di sanalah letak perbedaan bangsa yang maju dengan bangsa yang terus tertinggal dan terbelakang. Suatu bangsa akan lebih mudah menghadapi dan mengelola perubahan apabila telah ada pengertian dan pemahaman yang benar dalam wawasan kebangsaannya.
Tujuan dari tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang wawasan kebangsaan yang sangat penting bagi perjalanan hidup bangsa Indonesia ke masa depan.
D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Sarana saling berbagi ilmu dan penguatan idealisme terhadap sesama peserta Diklat
Prajabatan Golongan III dalam upaya membangun wawasan kebangsaan.
2. Sarana membekali peserta Diklat Prajabatan Golongan III dengan pemahaman yang
bermakna untuk ikut serta membina dan memelihara persatuan dan kesatuan berbangsa
Pengertian atau istilah dari wawasan kebangsaan bila dilihat dari bentukan katanya
terdiri dari dua kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Secara etimologi istilah wawasan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) dalam berarti hasil mewawas, tinjauan,
pandangan dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang. Kebangsaan menurut Utomo
dkk (2010: 35) berasal dari bangsa dapat mengandung arti ciri-ciri yang menandai
golongan bangsa tertentu dan dapat pula mengandung arti kesadaran diri sebagai warga
negara. Dengan kata lain, kebangsaan menunjukkan pengertian kesadaran dan sikap
yang memandang dirinya sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan
keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama. Keterikatan ini menjadi titik tolak
untuk menyepakati tindakan yang akan dilakukan dalam upaya mewujudkan cita-cita
bersama.
Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan Nusantara yaitu cara
pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
kepulauan nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan
keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan ide nasional yang dilandasi
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sebagai aspirasi suatu bangsa yang
merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan tindak
kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat
diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban dunia.
Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang wawasan kebangsaan, seperti
berikut.
Hargo (2010) mengemukakan bahwa wawasan kebangsaan adalah usaha dalam
rangka meningkatkan nasionalisme dan rasa kebangsaan warga negara sebagai suatu
bangsa, yang bersatu dan berdaulat dalam suatu wilayah negara kesatuan Indonesia,
melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang sesuai dengan kepribadian
nasional dalam rangka ikut berperanserta mewujudkan perdamaian yang abadi bagi
dunia dan kemanusiaan.
Wawasan kebangsaan merupakan perspektif, horizon, pemahaman, persepsi,
pandangan, cara pandang warga negara, bangsa terhadap eksistensi dan hal-hal yang
terkait dengan bangsa dan negaranya. Dalam dinamika kehidupan berbangsa aktualisasi
wawasan kebangsaan akan berwujud pengetahuan warga negara serta rasa cinta, rasa
hormat, rasa memiliki, ingin memajukan, ingin menjaga, ingin memartabatkan bangsa
dan negaranya (Darmono, 2010).
Wawasan kebangsaan adalah usaha meningkatkan nasionalisme dan rasa
kebangsaan suatu bangsa, yang bersatu dan berdaulat dalam suatu wilayah negara
kesatuan Indonesia, melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang sesuai
dengan kepribadian nasional dalam rangka ikut berperanserta mewujudkan perdamaian
yang abadi bagi dunia dan kemanusiaan.
Menurut Muladi dan Suyatno (2009), wawasan kebangsaan adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan
persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya
bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan
sosial budaya, kesatuan ekonomi dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
Berbagai penafsiran terhadap wawasan kebangsaan, pada hakikatnya adalah sama,
yaitu tentang kesamaan cara pandang ke dalam (inward looking) dan cara pandang ke
luar (outward looking) sebuah bangsa terhadap berbagai permasalahannya. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan Utomo, dkk (2010: 34), bahwa wawasan kebangsaan adalah
cara seseorang atau sekelompok orang melihat keberadaan dirinya yang dikaitkan
dengan nilai-nilai dan spirit kebangsaan dalam suatu negara. Permasalahan
tersebut terutama dalam di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ideologi, dan
pertahanan-keamanan.
Sejarah telah membuktikan, bahwa jatuh dan bangunnya sebuah bangsa sangat
tergantung kepada konsep wawasan kebangsaan yang mereka anut serta ideologi yang
mendukungnya. Semua itu berkaitan dengan konsep sebuah bangsa dalam
mensejahterakan rakyatnya, dan tergantung kepada kemampuannya dalam
menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang selalu terjadi.
2. Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai-nilai dasar wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan
bangsa menurut Utomo dkk (2010: 37-39) memiliki enam dimensi manusia yang
mendasar, sebagai berikut.
a. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu.
c. Cinta akan tanah air dan bangsa.
d. Demokrasi atau kedaulatan rakyat.
e. Kesetiakawanan sosial.
f. Cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Berdasarkan nilai-nilai dasar itu, wahana kehidupan religius diwujudkan dengan
memeluk agama dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
dilindungi oleh negara dan sewajarnya mewarnai hidup kebangsaan. Wawasan
kebangsaan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya
sebagai obyek dan subyek pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur
berdasarkan falsafah hidup Pancasila.
Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia menunjukkan bahwa
wawasan kebangsaan menempatkan manusia pada pusat hidup bangsa. Hal ini berarti
bahwa dalam persatuan dan kesatuan bangsa masing-masing pribadi harus dihormati.
Bahkan lebih dari itu, wawasan kebangsaan menegaskan bahwa manusia seutuhnya adalah
pribadi atau subyek dari semua usaha pembangunan bangsa. Semua usaha pembangunan
dalam segala bidang kehidupan berbangsa bertujuan agar masing-masing pribadi
bangsa dapat menjalankan hidupnya secara bertanggung jawab demi persatuan dan
kesatuan bangsa.
Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang merdeka, maju, dan mandiri
akan berhasil dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan berjaya. Tanpa
itu, bangsa Indonesia dengan gampang terpecah-belah dan tidak akan mampu bertahan
dan beradaptasi dengan berhasil dalam zaman yang berubah dengan cepat.
Cinta akan tanah air dan bangsa menegaskan nilai sosial yang mendasar.
Wawasan kebangsaan menempatkan penghargaan tinggi atas nilai-nilai kebersamaan
yang melindungi setiap warga dan menyediakan tempat untuk berkembang sesuai
dengan potensi masing-masing. Hal ini juga sekaligus mengungkapkan hormat terhadap
solidaritas manusia yang mengakui hak dan kewajiban asasi tanpa diskriminasi atas
dasar apapun.
Paham kebangsaan dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Fasisme,
Nazisme, atau berbagai bentuk kepicikan pikiran sebagai nasionalisme yang sempit jelas
ditolak bangsa Indonesia. Dengan demikian, esensi nasionalisme adalah suatu tekad
bersama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa dalam
negara merdeka. Dengan kata lain, kebangsaan/nasionalisme adalah paham
kebersamaan, persatuan, dan kesatuan.
Nasionalisme atau kebangsaan selalu berkaitan erat dengan demokrasi, karena tanpa
demokrasi, kebangsaan akan mati bahkan merosot menjadi fasisme/nazisme atau
berbagai bentuk isme berpikiran sempit. Hal ini bukan saja berbahaya bagi kalangan
minoritas dalam bangsa yang bersangkutan, tetapi juga berbahaya bagi bangsa lain dan
kemanusiaan umumnya.
Kesetiakawanan sosial sebagai nilai-nilai merupakan rumusan lain dari keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Wawasan kebangsaan menegaskan bahwakesejahteraan rakyat
lebih utama ketimbang kesejahteraan perorangan atau sekelompok orang, sekalipun yang
belakangan ini juga dimungkinkan. Kesejahteraan sosial boleh disebut kesejahteraan
umum yang mencakup keseluruhan lembaga dan usaha dalam kehidupan sosial. Dalam
konsep ini tersedia peluang yang cukup bagi setiap orang, keluarga, dan kelompok-
kelompok sosial untuk berkiprah memenuhi kebutuhan secara adil.
Salah satu ciri khas negara demokratis yang membedakannya dari negara yang
totaliter adalah toleransi. Wawasan kebangsaan Indonesia menegaskan bahwa
demokrasi tidak sama dengan soal menang atau kalah, mayoritas atau minoritas. Dalam
demokrasi kita segala sesuatu dapat diputuskan dengan cara musyawarah dan tidak
mengutamakan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Hal yang sama
nampak dalam kerukunan hidup beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Unsur Wawasan Kebangsaan
Dalam membicarakan wawasan kebangsaan, terdapat tiga unsur yang penting dan
perlu dipahami, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan.
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan
dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa
kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada
getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan
bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri
kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi
dasyat luar biasa kekuatannya.
Menurut Utomo dkk (2010: 39), rasa kebangsaan adalah suatu perasaan seluruh
komponen bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalananmenuju masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Rasa kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang
menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani diantara bangsa-
bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala
kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa kebangsaan
adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa
Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan menurut Hadi (2010), rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa,
yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh
dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam
menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai
cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang
bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional
yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan
atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan
jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai
budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang
mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di
dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada
dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain (Hadi,
2010).
Menurut Kartasasmita (1994), bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis
adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa
dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan
budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka
derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian
terkristalisasi dalam paham kebangsaan.
Barangkali masih belum banyak diantara kita yang mengerti tentang “paham
kebangsaan”. Substansi dari paham kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa,
meliputi apa bangsa itu dan bagaimana mewujudkan masa depannya. Paham
kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan
negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa meskipun berbeda dalam latar
belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan. Uraian rinci tentang paham
kebangsaan Indonesia, sebagai berikut :
Pertama, Atas “Rahmat Allah Yang Maha Kuasa” pada tanggal 17 Agustus 1945,
bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa
yaitu “bangsa Indonesia”, yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, etnis dan
agama. Bangsa ini lahir dari buah persatuan bangsa yang solid dan kesediaan saling
berkorban dalam waktu yang panjang dari para pendahulu kita. Bangsa Indonesia lahir
tidak didasarkan sentimen atau semangat primordialisme agama, maupun etnis,
melainkan didasarkan pada persamaan nasib untuk menjadi suatu bangsa yang besar,
kuat dan terhormat.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan
pemerintah. Warga negara Indonesia bukan saja orang-orang bangsa Indonesia asli,
melainkan termasuk bangsa lain seperti keturunan Tionghoa, keturunan Belanda dan
keturunan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia dan mengaku Indonesia sebagai
tanah airnya serta bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah
disahkan sesuai dengan undang-undang. Dengan demikian setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada diskriminasi diantara warga
masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara. Apabila setiap warga negara konsisten
dengan kesepakatan bersama yang dihasilkan oleh para pendahulu kita itu, kiranya
bentrokan-bentrokan antar anak bangsa tidak perlu terjadi, hanya karena perbedaan
suku, agama, etnis maupun golongan.
Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan bangsa ? Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah
mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Uraian tersebut adalah tujuan akhir bangsa Indonesia yaitu mewujudkan
sebuah masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan
makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan
nasional baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat nonfisik diarahkan
kepada pembangunan watak dan karakter bangsa yang mengarah kepada warga negara
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan sifat kejujuran,
kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Keberhasilan pembangunan nasional tidak semata-mata tidak menjadi tanggung jawab
pemerintah saja, tetapi partisipasi semua komponen bangsa. Pada umumnya keberhasilan
suatu negara dalammencapai tujuannya ditentukan lima komponen bangsa, antara lain:
agamawan, cendekiawan, pemerintah, ekonom (pengusaha) dan angkatan bersenjata.
Lebih jauh Utomo dkk (2010: 40) menekankan bahwa substansi paham kebangsaan
adalah pengertian tentang bangsa dan cara mewujudkan masa depannya. Paham
kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan
negara Indonesia. Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda
dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-
bangsa terlihat banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan.
Semangat kebangsaan atau yang biasa disebut dengan nasionalisme merupakan
perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan yang terpancar dari
kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Dari
semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela
berkorban, dan menumbuhkan jiwa patriotisme.
Berbicara semangat kebangsaan, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara
lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di
Ambarawa, dimana semangat kebangsaan diwujudkan dalam semboyan “Merdeka atau
Mati”. Semangat kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Motivasi tersebut bagi rakyat Indonesia harus dibentuk, dipelihara, dan
dimantapkan sehingga memiliki semangat rela berkorban bagi NKRI. Kita sadar betul
bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau kebhinekaan memerlukan suatu pengelolaan
yang baik, sehingga tidak menjadi ancaman bagi keutuhan dan kesatuan bangsa.
Semangat kebangsaan diharapkan mampu ditransformasikan kepada masyarakat
sebagai perekat kesatuan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran
akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat
dielakkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial,
semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut
satu sama lain berkaitan dan saling mempengaruhi.
Pertama, rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan
suatu bangsa. Kesetiakawanan sosial, mengandung makna adanya rasa satu nasib dan
sepenanggungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya rasa kepedulian
terhadap sesama anak bangsa bagi mereka yang mengalami kesulitan akan mewujudkan
suatu rasa kebersamaan sesama bangsa.
Kedua, semangat rela berkorban, kesediaan untuk berkorban demi kepentingan
yang lebih besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk
merdeka, lepas dari penjajahan. Sudah banyak korban para Kusuma Bangsa dalam
memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Sebagai bangsa besar sepatutnya kita semua
wajib menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan. Kita semua sepakat bahwa
semangat rela berkorban tersebut, bukan hanya pada saat perjuangan kemerdekaan
saja, tetapi sekarang juga kita masih mendambakan adanya kerelaan berkorban untuk
kepentingan bangsa dalam pembangunan. Secara jujur kita akui bahwa pada saat
sekarang kondisi jiwa semangat berkorban bangsa Indonesia sudah mengalami erosi.
Yang ada sekarang adalah rela mengorbankan orang banyak demi terwujudnya
kepentingan pribadi, kelompok maupun golongannya.
Ketiga, jiwa patriotik. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya,
disamping memiliki semangat rela berkorban, juga harus di dukung dengan jiwa patriotik
yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut
tahu untuk apa mereka berkorban.
B. Kondisi Saat Ini
Salah satu efek buruk dari borderless world di era keterbukaan dan globalisasi
dimana tidak ada batasan jelas dalam interaksi sosial dan kehidupan bernegara, yaitu
adanya fenomena yang secara jelas mengindikasikan sebagai bentuk kemerosotan moral,
penghayatan dan degradasi aktualisasi wawasan kebangsaan. Meningkatnya semangat
sempit primordialisme, termasuk menebalnya ego kedaerahan seiring penerapan
otonomi daerah serta meningkatnya ancaman separatisme, merupakan contoh nyata
yang perlu diangkat. Penurunan rasa nasionalisme dan patriotisme disinyalir Letkol. Inf.
Dwi Wahyu W., yang merupakan Dandim 0714 Salatiga dalam acara sosialisasi wawasan
kebangsaan pada 15 Juli 2008 sebagai “Kondisi bangsa secara keseluruhan saat ini
terdapat penurunan nasionalisme dan rasa memiliki bangsa. Indikasi itu nampak dengan
mementingkan kelompok, dengan mengesampingkan kepentingan negara”.
Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya Timor Timur dari pangkuan ibu
pertiwi dan klaim pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, sedangkan bukti sejarah
jelas-jelas menyatakan bahwa pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah bagian dari
wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan
Timur. Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar yang dapat merugikan Indonesia
dalam upaya mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual diantaranya klaim
Malaysia terhadap blok Ambalat di Kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut oleh
Singapura dan batas-batas negara Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian
Jaya dan pulau Timor. Sedangkan di dalam negeri sendiri masih ada isu disintegrasi bangsa
yang dilakukan oleh kelompoktertentu seperti diwilayah propinsi Irian jaya (Papua) yang
mengarah kepada konflik vertikal dan kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa daerah
yang mengarah kepada konflik horizontal apabila dibiarkan terus berkembang maka
dapat mengancam kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa.
Selain hal tersebut di atas, kondisi keterpurukan akibat krisis multi dimensi yang
belum sepenuhnya pulih, serta semakin maraknya praktek-praktek Kolusi-Korupsi-
Nepotisme, gelombang besar globalisasi, menghempas Bangsa Indonesia pada jurang
ketidakberdayaan, dan kehilangan kepercayaan diri serta makin pudarnya jati diri Bangsa.
Nusa Tenggara Timur berada di posisi gerbang Selatan kawasan Asia Pasifik dan secara
teritori berdekatan dengan negara Timor Leste dan negara Australia bagian Utara.
C. Kondisi yang Diharapkan
Dari kondisi saat ini seperti yang sudah digambarkan di atas, sudah waktunya
dilakukan suatu rekonstruksi seperti apa wajah Negara Kesatuan Republik Indonesia masa
depan. Kehidupan berbangsa merupakan kehidupan yang dinamis dimana terjadi interaksi
yang kompleks antar warga negara atau interaksi bernegara dengan negara lain.
Tatakrama dan bersikap didunia internasional tentulah sangat berpengaruh terhadap
kehidupan bernegara. Globalisasi tidak perlu kita takuti, dan kita tidak perlu antipati
dengan tatanan global yang begitu dinamis.
Wawasan kebangsaan bukanlah sesuatu yang bersifat statis dan tak berubah dari
waktu ke waktu, sebaliknya ia bersifat dinamis. Namun bukan berarti juga wawasan
kebangsaan tersebut dapat diubah-ubah sekehendaknya. Seperti halnya membangun
suatu rumah tangga, ada bagian yang tidak mudah untuk diubah dan ada bagian yang
relatif mudah berubah (Yudhoyono, 2004).
Artinya bahwa secara prinsip, Indonesia berlandaskan pada Pancasila sebagai
Negara Kesatuan. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila semestinya tetap
dilestarikan, sedangkan keanekaragaman ras, suku, agama dan bahasa daerah merupakan
khasanah budaya merupakan unsur pemersatu bangsa yang sangat dinamis.
Dengan demikian apa yang sudah dirintis oleh nenek moyang bangsa Indonesia dari masa
kejayaan Kerajaan Majapahit perlu dipertahankan dan dilestarikan oleh seluruh rakyat
Indonesia dalam kerangka NKRI dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Dengan jiwa dan rasa kebangsaan kita yang kuat dan jati diri kita yang kita
pegang teguh niscaya Indonesia masa depan adalah Indonesia yang cemerlang. Tetapi
untuk mencapai tujuan yang demikian itu diperlukan kerja keras dan pemahaman yang
benar tentang wawasan kebangsaan, seperti dikatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa:
Pemahaman wawasan kebangsaan yang benar merupakan syarat keharusan untuk dapat mengelola perubahan agar mampu menghasilkan bangunbangsa dan negara seperti yang kita cita-citakan bersama. Perubahan lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu bangsa senantiasamemiliki aspek positif maupun negatif. Ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan oleh adanya perubahan itu. Tanpa adanyapemahaman wawasan kebangsaan yang benar, perubahan lingkungan tersebut akan sulit dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemajuan bangsa dan negara.
Upaya meningkatkan wawasan kebangsaan dapat dilakukan melalui pendidikan
yang berkelanjutan (Santoso, 2008). Wawasan kebangsaan masyarakat yang tinggi
sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia apabila berkaca pada negara-negara maju
seperti Amerika, Inggris, Korea, Singapura maupun Jepang. Hal ini dapat dilihat
bagaimana cara bekerja mereka yang sangat tinggi kinerjanya dibandingkan dengan
bangsa Indonesia.
Apabila pendidikan kebangsaan dilakukan secara teratur dan berlanjut maka akan
nampak hasilnya beberapa tahun mendatang dengan indikasi kinerja bangsa Indonesia
yang sejajar dengan bangsa lain seperti adanya transparansi, tidak adanya kolusi,
korupsi dan nepotisme. Seperti yang sekarang terjadi masih dapat dilihat di media cetak
dan elektronik yang mengemuka dengan adanya kasus-kasus korupsi, kekerasan
masyarakat dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Apabila
wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini akan tidak terjadi karena adanya rasa
nasionalisme yang tinggi, budaya malu, rasa harga diri yang tinggi, dedikasi yang tinggi
serta semangat kerja yang tinggi.
Pendidikan wawasan kebangsaan tidak boleh terputus karena akan tidak
berlanjutnya kelangsungan sistem, metode dan doktrin yang telah disusun dalam bentuk
kurikulum pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah
menengah, sekolah lanjutan, sampai perguruan tinggi. Kemudian dilanjutkan di tempat
kerja maupun di lingkungan pemukiman. Apabila hal ini dilakukan maka tidak ada celah-celah
kekosongan dalam pendidikan wawasan kebangsaan sehingga pendidikan wawasan
kebangsaan selalu dilakukan secara terencana, bertahap dan berlanjut secara otomatis.
Mengingat wawasan kebangsaan masyarakat saat ini rendah dengan berbagai
indikasi maka perlu upaya peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui
pendidikan kebangsaan. Apabila hal ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas
kebangsaan masyarakat yang tercermin dengan berbagai hal seperti etos kerja,
semangat kerja, tidak adanya pelanggran hukum, tidak ada korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
Pemerintah merupakan subyek yang dominan dalam menyelenggarakan pendidikan
kebangsaan guna meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dengan melaksanakan perencanaan pendidikan,
pengorganisasian dalam pendidikan kebangsaan, mengatur kegiatan dalam pendidikan
kebangsaan serta mengawasi jalannya pendidikan kebangsaan masyarakat.
Masyarakat sebagai obyek perlu menyiapkan diri dan tidak perlu resistensi
terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah karena ini adalah untuk kepentingan
masyarakat dan bangsa Indonesia mendatang dalam rangka membentuk nasionalisme
dan pembangunan karakter bangsa Indonesia. Hal ini sangat penting agar supaya
dipahami oleh bangsa Indonesia.
Metode yang digunakan adalah metode pendidikan, penataran dan pelatihan di
masyarakat baik di lingkungan pendidikan, di lingkungan kerja, maupun lingkungan
pemukiman. Dengan metode ini maka diharapkan masyarakat akan mempunyai
wawasan kebangsaan yang tinggi sehingga timbul kesadaran untuk berbangsa dan
bernegara yang lebih baik dari sekarang. Metode ini perlu pula didukung oleh sarana dan
Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam satu
lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa
terlihat betapa banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan. Ada pendekatan
ras atau etnik seperti Nasional-sosialisme (Nazisme) di Jerman, atas dasar agama seperti
dipecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan agama seperti Israel-Yahudi, dan
konsep Melayu-Islam di Malaysia, atas dasar ideologi atau atas dasar geografi atau
paham geopolitik.
Akan tetapi pengertian atau istilah dari wawasan kebangsaan bila dilihat dari
bentukan katanya terdiri dari dua kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Secara
etimologi istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga
berarti konsepsi cara pandang. Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan
nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang
mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagaikesatuan politik, sosial budaya,
ekonomi dan pertahanan keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan
ide nasional yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai aspirasi
suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan
tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat
diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban dunia.
Revitalisasi pemahaman wawasan kebangsaan bukanlah suatu pekerjaan mudah,
akan tetapi membutuhkan kerja keras dan energi yang tidak sedikit supaya mewujudkan
hasil yang optimal. Karena keberhasilan yang diinginkan dipengaruhi oleh banyak aspek
kehidupan, misalnya penegakan HAM, proses demokrasi, globalisasi, keamanan,
kepentingan nasional, dan lain-lain.
Pemahaman wawasan kebangsaan yang benar merupakan syarat keharusan
untuk dapat mengelola perubahan agar mampu menghasilkan bangun bangsa dan
negara seperti yang kita cita-citakan bersama. Perubahan lingkungan internal dan
eksternal yang dihadapi suatu bangsa senantiasa memiliki aspek positif maupun negatif.
Ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan oleh adanya perubahan itu.
Tanpa adanya pemahaman wawasan kebangsaan yang benar, perubahan lingkungan
tersebut akan sulit dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemajuan bangsa dan
negara. Perubahan merupakan suatu keniscayaan bagi setiap bangsa. Namun
bagaimana bangsa tersebut menghadapi perubahan, di sanalah letak perbedaan bangsa
yang maju dengan bangsa yang terus tertinggal dan terbelakang.
Untuk itu mari kita rapatkan barisan, bergandengan tangan menyongsong masa
depan Indonesia yang lebih baik. Mari kita ciptakan sejarah baru yang lebih cemerlang
untuk Indonesia tercinta dengan segala modalitas yang kita miliki dan dengan segala
keterbatasan yang ada. Kita bangun Indonesia yang mandiri, maju, modern dengan tetap
memegang teguh nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila.===========================================================
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Basari, Hasan dan Dahm, Bernhard. 1987. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES.
Darmono, Bambang. 2010. Pembekalan kepada Perwira Siswa Sesko Ketiga Angkatan. Graha Widya Dirgantara Seskoau Lembang Bandung Barat. Juni 2010.
Hargo, Dody Usodo. 2010. 198 “Pemahaman Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Kebangsaan Indonesia dalam Rangka Membangun Ketahanan Nasional.” Materi Kuliah Umum. Universitas Nusa Cendana Kupang. Tanggal 30 Januari 2010.
Kartasasmita, Ginandjar. 1994. “Pembangunan Nasional dan Wawasan Kebangsaan”. Makalah. Jakarta: Sarasehan Nasional Wawasan Kebangsaan tanggal 9 Mei 1994.
Rahmadhany, R. 2007. Wawasan Kebangsaan Perekat Persatuan Pemuda Kepri. Di situs Gerbang Informasi Kota Batam. Selasa, 27 Pebruari 2007.
Santoso, Bibit. 2008. Upaya Meningkatkan Wawasan Kebangsaan melalui Pendidikan. http://www.madina-sk.com/index2.php?option=com_ content&do_pdf=1&id=5175. Diakses tanggal 24 Agustus 2010.
Syam, Mohammad Noor. 2008. “Wawasan Kebangsaan dan Politik (Dalam Bidang Kependidikan Nasional)”. Makalah. Disajikan dalam Training Kader Trainer HMI Cabang Malang, 16 – 20 Januari 2008.
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2004. Menuju Negara Kebangsaan Modern. Wawasan Kebangsaan dan Indonesia Masa Depan. Jakarta: Brighten Press.
Wahyu, Dwi W. 2008. Wawasan Kebangsaan Menurun. http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=24444&Itemid=48. Diakses tanggal 24 Agustus 2010.