-
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL
FERMENTASI MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
WARDATUL BAIDHOI
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M/ 1431 H
-
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL
FERMENTASI MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
WARDATUL BAIDHOI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010 M / 1431 H
-
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Oleh :
WARDATUL BAIDHOI 105096003181
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/ 1431 H
-
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul Fraksinasi Senyawa Flavor Analog Daging pada
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi Melalui
Membran Mikrofiltrasi yang ditulis oleh WARDATUL BAIDHOI, NIM
105096003181 telah diuji dan dinyatakan.Lulus dalam sidang
Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 JUNI 2010 Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I, Penguji II, Anna Muawanah, M.Si Drs. Dede Sukandar,
M.Si NIP. 19740508 199903 2002 NIP.19650104 199103 1001 Pembimbing
I, Pembimbing II, Ir. Agustine Susilowati, M.M Sri Yadial Chalid,
M.Si NIP. 19580814 198402 2001 NIP. 19680313 200312 2001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis Sri Yadial Chalid, M.Si NIP.
19680117 200112 1001 NIP. 19680313 200312 2001
-
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta, Juni 2010
WARDATUL BAIDHOI 105096003181
-
LEMBAR PENGESAHAN
FRAKSINASI SENYAWA FLAVOR ANALOG DAGING
PADA KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) HASIL FERMENTASI
MELALUI MEMBRAN MIKROFILTRASI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Sains
Pada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh :
Wardatul Baidhoi 105096003181
Menyetujui,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Agustine Susilowati, M.M. Sri Yadial Chalid, M.Si.
NIP.195808141984022001 NIP.196803132003122001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Sri Yadial Chalid, M.Si. NIP. 196803132003122001
-
ABSTRAK
WARDATUL BAIDHOI, Fraksinasi Senyawa flavor Analog Daging Pada
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi Melalui
Membran Mikrofiltrasi. Di bawah bimbingan Ir. Agustine Susilowati,
M.M. dan Sri Yadial Chalid M.Si.
Telah dilakukan penelitian tentang proses pemurnian fraksi
analog daging yang diperoleh dari hasil proses flavoring melalui
membran mikrofiltrasi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus L.)
terfermentasi (kaldu nabati). Jenis membran yang digunakan adalah
membran mikrofiltrasi 0,2m dengan selang waktu proses 0,5, 30, 60
dan 90 menit pada variasi tekanan 4 dan 6 bar. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mandapatkan fraksi analog daging serta
senyawa pembentuk nya dan mengetahui pengaruh kondisi proses
terhadap kandungan kimia hasil pemurnian. Pemurnian terbaik
diperoleh pada waktu proses 90 menit dan tekanan 6 bar. Hasil
analisa GCMS menunjukan bahwa fraksi analog (flavor analog daging)
daging terdiri dari 8 jenis senyawa, yakni Senyawa yang mengandung
sulfur/nitrogen-sulfur, nitrogen, furan, pyran, aldehid, alkohol,
ester-asam organik dan hidrokarbon. Diperkirakan, senyawa penyusun
utama serta yang berperan sebagai flavor analog daging pada hasil
pemurnian adalah 4-metil-5-hidroksietiltiazol dengan presentase
hasil identifikasi mencapai 70,99%. Kata kunci : kaldu nabati,
flavoring, mikrofiltrasi, flavor analog daging,
-
ABSTRACT
WARDATUL BAIDHOI, Fractination of Meat Analogue Flavor Component
of Fermented Mung Bean ( Phaseolus radiatus L.) through Membrane
Microfiltration. Under tuition of Ir. Agustine Susilowati, M.M. and
Sri Yadial Chalid M.Si Have been conducted the research towards
meat analogue fraction purification of flavoring process result of
fermented mung bean ( Phaseolus radiatus L.) through Membrane. The
membrane type used is microfiltration membrane 0,2m with an
interval time process 0,5, 30, 60 and 90 minute at pressure
variation 4 and 6 bar. The intention of this research is to get
meat analogue flavor and the component which personating it, and to
know the influence of process condition. The result of best
purification obtained when purification process at 90 minute and
the pressure is 6 bar. The result of GCMS analysis showed that meat
analogue fraction (meat analogue flavor) consist of 8 compound type
namely the compound containing sulfur/nitrogen-sulfur, nitrogen,
furan, pyran, aldehyde, alcohol, organic ester-asam and the
hydrocarbon. Estimated, the dominant compound and also which
personating meat analogue flavor of purification result is
4-metil-5-hidroksietiltiazol by presentase result of purification
reach 70,99 %. Keyword : vegetable broth, flavoring,
microfiltration, meat analogue flavor
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kacang hijau terfermentasi atau kaldu nabati merupakan istilah
untuk kaldu
yang dibuat dari proses fermentasi kacangkacangan (Susilowati,
2006).
Pemanfaatan kacang hijau sebagai kaldu nabati merupakan salah
satu usaha
diversifikasi produk olahan kacang hijau, pemanfaatan tanaman
lokal untuk
dijadikan komoditas yang lebih bermanfaat, menaikkan nilai
ekonomisnya, upaya
penerapan program pemerintah dalam usaha ketahanan pangan
nasional bagi
produkproduk tanaman lokal serta sebagai upaya untuk mendapatkan
bahan
penyedap rasa dan pengaroma bersumber protein nabati (Hanny,
2006).
Meningkatkan citarasa suatu makanan diperlukan bahan
tambahan
makanan, salah satunya adalah penyedap rasa. Pada umumnya,
masyarakat
menggunakan penyedap rasa dengan flavor yang menyerupai daging
sapi atau
ayam untuk memperoleh makanan bercita rasa daging. Proses
flavoring atau
pembentukan flavor analog daging dapat dilakukan melalui reaksi
Maillard.
Reaksi ini terjadi antara asam amino dengan gula pentosa yang
menghasilkan
senyawa- senyawa volatil pembentuk flavor analog daging (Heinze,
1978).
Pembuatan penyedap rasa berflavor daging biasa menggunakan bahan
dasar
HVP (Hidrolized Vagetable Protein) sebagai sumber fraksi gurih
dan pengganti
ekstrak daging. Kaldu nabati merupakan salah satu alternatif
pengganti HVP yang
dapat digunakan sebagai media untuk mendapatkan penyedap rasa
berflavor
analog daging (Nagodawithana,1994).
Pemurnian dengan menggunakan teknologi berbasis membran
dilakukan
untuk mendapatkan senyawa dominan pembentuk flavor analog daging
dengan
1
-
tidak merusak senyawa penyusun tersebut. Ukuran partikel senyawa
penyusun
citarasa yang kurang dari 0,2m memungkinkan dilakukan pemurnian
dengan
menggunakan teknologi membran. Keunggulan dari teknologi proses
pemurnian
flavor ini adalah dapat beroperasi pada suhu kamar dan rendah,
sehingga
mencegah kerusakan senyawa yang sensitif terhadap panas dan
memperbaiki
kualitas produk seperti mencegah kerusakan flavor. Teknologi ini
telah banyak
dikembangkan dan diaplikasikan ke dalam bidang pangan, seperti
pemurnian
fraksi gurih, pemurnian gula, pengolahan minuman dan pengolahan
susu
(Aspiyanto, 2002).
Pada penelitian ini, fraksinasi dengan membran mikrofiltrasi
dilakukan
dalam beberapa kondisi, yakni tekanan dan waktu proses yang
berbeda. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan hasil pemurnian yang optimal. Dari
fraksi murni
analog daging ini bisa diketahui senyawa yang berperan penting
pada
pembentukan flavor analog daging.
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh tekanan dan waktu proses mikrofiltrasi
dengan
membran mikrofiltrasi terhadap komposisi kimia hasil
pemurnian?
2. Senyawa apa sajakah yang terdapat pada hasil pemurnian fraksi
analog
daging?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan fraksi analog daging melalui proses
mikrofiltrasi.
2. Mengetahui pengaruh kondisi proses mikrofiltrasi terhadap
komposisi
kimia hasil pemurnian
2
-
3
3. Mengetahui pengaruh kondisi proses mikrofiltrasi terhadap
jenis senyawa
pembentuk flavor analog daging
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan teknik pemurnian flavor analog daging yang lebih
efektif
dan efesien.
2. Hasil perolehan proses pemurnian flavor analog daging bisa
dijadikan
alternatif penggunaan kaldu komersil atau seasoning agent.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kaldu Nabati
Menurut Standar Nasional Indonesia (1996) kaldu merupakan produk
yang
diperoleh dari daging atau daging unggas. Kaldu ini diperoleh
dengan cara
memasak bahan kaya protein dengan air. Pembuatan kaldu ini
disertai dengan
penambahan bumbu dan atau bahan penyedap, lemak yang dapat
dimakan,
garam, rempah-rempah, dan bahan tambahan lain yang diizinkan
penggunaannya
untuk meningkatkan citarasa. Sedangkan kaldu nabati adalah
istilah yang
digunakan untuk produk kaldu hasil proses fermentasi garam pada
kacang-
kacangan oleh Rhizopus sp. Kaldu nabati berfungsi sebagai
penyedap rasa dan
pengaroma. Peranan kaldu nabati tidak jauh berbeda dengan
rempah, bumbu atau
bahan sejenisnya (Susilowati dkk, 2006).
Produk serupa dengan kaldu nabati yang telah banyak dikenal
orang adalah
miso dan tauco. Miso merupakan makanan hasil fermentasi yang
berbentuk semi
padat berasal dari Jepang, yang terbuat hanya dari kacang
kedelai ataupun dari
campuran kedelai-beras atau kedelai-gandum. Seperti miso, tauco
adalah produk
fermentasi kedelai berbentuk pasta yang berwarna
kekuning-kuningan dengan
rasa sedikit asin. Di China produk yang serupa kaldu nabati
disebut Chiang, di
Korea disebut Doenjang dan di Thailand disebut Taochieo (Wood,
1982).
Perbedaan antara miso atau tauco dengan kaldu nabati adalah
kapang yang
digunakan dalam fermentasi, miso atau tauco menggunakan kapang
Aspergillus sp
sedangkan kaldu nabati menggunakan Rhizopus sp (Susilowati dkk,
2006).
4
-
Pemilihan kacang hijau (Phaseolus radiatus L) sebagai substrat
untuk
memperoleh kaldu nabati kacang hijau ini didasarkan atas
pemanfaatan kacang
hijau yang belum optimal. Selain itu juga sebagai salah satu
usaha diversifikasi
olahan kacang-kacangan lokal, peningkatan nilai ekonomi serta
potensinya untuk
dikembangkan sebagai bahan dasar seasoning agent (Susilowati
dkk, 2006).
Tabel 1. Syarat Mutu Kaldu menurut SNI 01-4218-1996 No Kriteria
Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :
Warna Bau Rasa
- - -
Normal Normal Normal
2. Nitrogen Total Mg/L
Mg/L Mg/L
Min. 100 (kaldu daging, kaldu daging unggas) Min. 160 (kaldu
daging sapi) Min. 350 (kaldu daging lainnya)
3. Nitrogen Amino Mg/L Min. 210 (kadu daging lainnya) 4. Natrium
Klorida g/L Maks. 12,5 5. Lemak g/L Min 3 (kaldu daging berlemak)
6. Bahan Tambahan Makanan SNI. 01-0222-1995 7. Cemaran logam
Timbal dalam produk kering Timbal dalam kemasan kaleng Timah
Arsen Tembaga
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Maks. 1,00 Maks. 0,50 Maks. 150 Maks. 1 Maks. 20
8. Cemaran mikroba Mikroba patogen/spora (clostridium botulinum
untuk produk kaleng)
-
Negatif Negatif
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
Adapun syarat mutu kaldu menurut SNI 01-4218-1996, seperti
disajikan
pada Tabel 1. Kaldu nabati juga digunakan sebagai alternatif
pengganti ekstrak
khamir dan HVP (Hidrolized Vagetable Protein) sebagai sumber
fraksi gurih.
Ekstrak khamir merupakan konsentrat fraksi terlarut dari khamir,
mengandung
asam-asam amino, peptida, nukleotida serta gula reduksi. HVP
adalah hidrolisat
protein yang diperoleh dari hasil hidrolisis asam pada substrat
yang berasal dari
kacang kedelai, gandum dan tanaman lainya. Pada umumnya, Ekstrak
khamir dan
5
-
HVP banyak digunakan untuk mendapatkan produk berflavor daging
karena
kemiripan kandungan asam amino dengan daging (Nagodawithana,
1994).
2.1.1. Fermentasi Kaldu Nabati
Proses pembuatan kaldu nabati secara fermentasi dilakukan
melalui dua
tahap proses fermentasi. Tahap pertama meliputi pembuatan koji
atau fermentasi
kapang. Fermentasi ini menggunakan media beras pada kondisi
aerobik dengan
strain Rhizopus-C1. Tahap kedua dikenal dengan fermentasi garam
pada kondisi
anaerob fakultatif. Hasil fermentasi tahap pertama sebagai
sumber nutrisi dan
kapang sebagai sumber enzim. Dari dua tahap fermentasi ini,
dihasilkan enzim
yang dapat memecah substrat menjadi senyawa pembentuk cita rasa
dan aroma.
Semakin lama proses fermentasi berlangsung dalam larutan garam,
semakin baik
pula rasa, aroma serta tekstur yang dihasilkan (Sabariman,
1987).
Pada proses fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim
dari kapang
menjadi senyawa yang lebih sederhana, seperti asam amino, asam
lemak, alkohol.
Reaksi antara asam amino dan gula menyebabkan pencoklatan
yang
mempengaruhi warna produk. Reaksi kimia yang berlangsung selama
fermentasi
ini diantaranya adalah pembentukan komponen flavor, baik yang
volatil maupun
yang non volatil. Pada umumnya, senyawa yang terbentuk adalah
ester, asam,
aldehid, hidrokarbon, furan. Terbentuk pula senyawa nitrogen,
senyawa sulfur dan
senyawa hasil reaksi Mailard yang akan saling berikatan untuk
membentuk flavor
spesifik hasil fermentasi (Nagodawithana, 1994).
Proses fermentasi kaldu nabati kacang hijau adalah sebagai
berikut:
Kacang hijau yang bersih direndam selama semalam, dikupas
kulitnya lalu
disterilisasi dengan cara direbus selama 30 menit pada suhu
100C. Kacang hijau
yang telah steril dicampur dengan garam dapur dan inokulum
Rhizopus-C1.
6
-
Komposisi masing-masing kacang hijau:garam dapur:Rhizopus-C1
adalah 51%,
23% dan 26% (b/b). Kemudian diaduk dan difermentasi pada suhu
30C selama
24 minggu dalam inkubator. Selama fermentasi, enzim mengubah
karbohidrat
menjadi dekstrin, maltosa, dan glukosa sebagai nutrisi untuk
jamur. Sedangkan
protein menjadi peptida dan asam amino (Allan dan Sidney,
1980).
Gambar 1. Inokulum Rhizopus-C1 (Koji) (a) dan Crude kaldu nabati
kacang hijau (b) (a) (b)
2.1.2. Autolisis Kaldu Nabati
Autolisis adalah proses perusakan sel sendiri sesudah terjadi
kematian sel,
disebabkan oleh kerja enzim yang terdapat di dalam sel itu
sendiri (Joko dkk,
1992). Autolisis pada umumnya diartikan sebagai proses mencerna
sendiri
(autodigesti). Autolisis pada kaldu nabati ini bertujuan untuk
memperoleh
autolisat (hasil proses autolisis) yang mengandung peptida
terlarut sebagai flavor
savory non volatil penghasil rasa gurih (Nagodawhitana,
1994).
Panas dan pH yang terkondisi pada proses autolisis
menyebabkan
kematian sel. Pada saat sel mangalami lisis terjadi
ketidakberaturan sistem sel
sehingga enzim protease dan glukanase terlepas ke matriks sel.
Enzim ini
memecah substrat makromolekul yang akhirnya menyebabkan
kandungan sel
menjadi terlarut. Komponen sel terlarut masuk dalam sistem
substrat yang
7
-
ditandai dengan kenaikan kandungan fraksi gurih sebagai
asam-asam amino,
peptida terlarut dan perubahan komposisi autolisat kaldu kacang
hijau
(Nagodawithana, 1994).
Proses autolisis akan menyebabkan terjadinya hidrolisis protein
kapang.
Kapang Rhizopus sp, diketahui memiliki aktivitas enzim protease,
karbohidrase
dan lipase. Kapang ini juga memiliki enzim glutaminase dan gama
glutamil
transferase yang berperan dalam meningkatkan kadar asam glutamat
(Frazier W
dan D. Westhoff, 1988). Peningkatan kadar asam glutamat
sebanding dengan
fraksi gurih yang semakin meningkat pula, hal ini dibuktikan
dengan
meningkatnya kandungan asam amino dan peptida terlarut serta
intensitas rasa
gurih pada autolisat setelah proses autolisis berlangsung
(Susilowati dkk, 2007).
2.2. Flavor Analog Daging
Flavor atau citarasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh
bahan
makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama yang ditimbulkan
oleh rasa dan
aroma. Penguat rasa (Flavor enhancer) adalah substansi yang
ditambahkan pada
makanan sebagai suplemen untuk mempertinggi rasa aslinya.
Substansi yang
biasa digunakan misalnya monosodium L-glutamat (MSG), disodium
5-inosinate
(IMP), dan disodium 5guanylate (GMP). Beberapa senyawa ini
mampu
memperkuat atau memperbaiki citarasa makanan. Citarasa ini
kadang dinyatakan
dengan kata gurih atau umami, kata umami berasal dari bahasa
Jepang yang
berarti kesedapan. Citarasa glutamat kadang-kadang dikatakan
menyerupai rasa
daging atau rasa ayam. Secara umum disepakati bahwa citarasa
glutamat unik
dan tidak mempunyai kesamaan dengan daging (M deMan, 1989).
8
-
Savory flavor adalah istilah yang sering digunakan untuk rasa
gurih. Savory
flavor dalam satu formulasinya terdapat berbagai macam
komposisi, diantaranya
ekstrak daging, rempah-rempah dan asam amino. Savory flavor
tersedia dalam
bentuk bubuk, pasta dan cair yang penggunaanya tergantung dari
jenis produk.
Dalam bentuk bubuk biasanya terdiri dari filler berupa garam,
gula, pati dan MSG
(Monosodium Glutamat). Bentuk cair, banyak terdapat pada minyak
dalam mi
instan. Bentuk pasta terdiri dari campuran fraksi padatan dan
cair, dapat terdiri
dari minyak dan pati.
Flavor analog daging merupakan flavor yang menyerupai flavor
daging
sapi tetapi bahan dasarnya bukan dari daging sapi. Menurut Heinz
(1978), analog
daging atau meat analog didefinisikan sebagai produk bernutrisi
yang mirip
dengan daging tetapi tidak mengandung protein daging (protein
hewani) atau
produk hasil samping daging. Analog daging dibuat menyerupai
daging baik
dalam penampilan, textur dan rasa.
Flavor daging terdiri dari campuran senyawa yang diperoleh
dengan cara
memanaskan non odorous prekusor (prekusor tidak berbau) yang
bisa membentuk
senyawa volatil. Bila dibandingkan dengan tipe flavor buah-
buahan dan flavor
lainnya, flavor daging tidak tersusun dari satu karakter senyawa
volatil yang
dominan. Sejak ditemukannya teknik pembentukan flavor daging
melalui proses
pemanasan, karakter senyawa volatilnya tergantung dari kondisi
dan lama
pemanasan (Heinz 1978).
Beberapa senyawa volatil yang teridentifikasi pada daging
terdiri dari 6
senyawa asam, 31 aldehid, 3 ester, 1 eter, 2 pirol, 25 alkohol,
23 keton, 19
hidrokarbon, 12 senyawa benzene, 11 lakton, 8 furan, 53 senyawa
sulfur, 37
9
-
senyawa nitrogen (Heinz, 1978). Senyawa-senyawa yang mempunyai
peranan
penting pada flavor daging adalah golongan furanoid, pirazin dan
sulfur. Aroma
daging berhubungan dengan senyawa sulfur. 2-Metil-3-furanthiol
(MFT) (1).
Senyawa ini merupakan senyawa volatil pemberi aroma daging yang
banyak
ditemukan pada daging sapi (David, 1998). Berikut adalah
beberapa senyawa
flavor daging rebus.
SH
SH
O
3-Merkapto-2-butanon
O
SH3-Merkapto-2-pentanon
O
SH
2-Merkapto-3-pentanon
O
SH
2-Metil-3-furantiol
O
SH
2,5-Dimetil-3-furantiol
O S
Metional
metanatiol
(1) (2) (3) (4)
(5) (6) (7)
Menurut Kerler (2000), senyawa yang terdapat pada daging yang
direbus
adalah senyawa-senyawa sulfur seperti 2-metil-3-furantiol (1);
3-merkapto-2-
butanon (2); 3-merkapto-2-pentanon (3); metanetiol (4);
2-merkapto-3-pentanon
(5); 2,5-dimetil-3-furantiol (6); hidrogen sulfida dan metional
(7). Senyawa
tersebut dapat terbentuk dari prekusor. Prekusor adalah suatu
senyawa yang
digunakan untuk mendapatkan senyawa flavor melalui suatu reaksi
kimia.
Prekusor pembentuk substansi flavor daging adalah gula pentosa
bebas atau
10
-
berikatan seperti ribosa, ribosa fosfat dan inosin fosfat.
Prekusor lainya adalah
senyawa yang mengandung sulfur seperti thiamin, cystein,
glutation dan metionin
(Erickson, 1991). Dalam Tabel 2 berikut terdapat beberapa
komponen senyawa
volatil aroma daging sapi.
Tabel 2. Komponen senyawa volatil aroma daging sapi Tipe senyawa
Jumlah senyawa teridentifikasi
Alifatik hidrokarbon 73 Alisiklik hidrokarbon 4
Terpenoid 8 Alifatik alkohol 46 Alifatik aldehid 55 Alifatik
keton 44 Alisiklik keton 8
Alifatik asam karboksilat 20 Lakton 32
Alifatik ester 27 Alifatik eter 5
Alifatik amin 20 Senyawa Klor 10
Senyawa benzena 86 Senyawa sulfur (bukan heterosiklik) 68
Furan dan derivatnya 43 Tiopen dan derivatnya 40 Pirol dan
derivatnya 20
Piridin dan derivatnya 17 Pirazin dan derivatnya 54
Oksazole dan oksazoline 13 Tiazole dan tiazoline 29
S-heterosiklik 13 Lain - lain 12
Sumber : Lawrie (1995)
Kombinasi antara asam amino dengan gula dipakai pada reaksi
pembentukan flavor daging karena ditemukan adanya kesamaan
komposisi asam
amino pada daging dan Hidrolised Vagetable Protein (HVP)
(Ouweland, 1978).
Reaksi Maillard merupakan tipe reaksi yang dapat menghasilkan
flavor daging.
Reaksi ini yang menjadi dasar proses flavoring untuk pembentukan
flavor analog
daging pada kaldu nabati.
11
-
2.3. Reaksi Maillard (Proses Flavoring)
Proses flavoring untuk menghasilkan flavor analog daging
merupakan
aplikasi dari reaksi Maillard. Reaksi Maillard adalah reaksi
kimia antara asam
amino dan gula pereduksi pada suhu tinggi. Reaksi pencoklatan
non enzimatik ini
menghasilkan warna coklat (browning). Pada reaksi Maillard gugus
karbonil dari
glukosa bereaksi dengan gugus nukleofilik grup amino dari
protein, menghasilkan
warna dan aroma yang khas. Proses yang terjadi pada reaksi
Maillard adalah:
1. Gugus karbonil bereaksi dengan gugus amino dari asam amino
menghasilkan
glukosilamin
.
Glukosilamin merupakan senyawa intermediet yang digunakan
sebagai
prekusor pembentukan flavor.
+ RNH
Glukosa Glukosilamin
2. Glukosilamin yang tidak stabil mengalami pengaturan kembali
(Amadori
rearrangement) membentuk ketosamin.
Glukosilamin Ketosamin
12
-
3. Ketosamin dapat mengalami dehidrasi dengan kehilangan satu
atau lebih
molekul air membentuk senyawa flavor, seperti hidroksi metil
furfural. Selain
itu terbentuk pula asetol, diasetil, dan senyawa berwarna coklat
yang disebut
dengan melanoidin.
-RNH2
Pembentukan aldehid yang merupakan hasil dari reaksi antara asam
amino
dan senyawa dikarbonil disebut sebagai degradasi strecker.
Jumlah atom karbon
pada aldehid yang terbentuk sebanyak jumlah atom karbon pada
asam amino
dikurang satu. Merkaptoasetaldehid merupakan aldehid yang
terbentuk dari
degradasi streker cystein, terbentuk juga enaminol pada proses
ini, dua senyawa
ini bereaksi satu sama lain membentuk hidrogen sulfida dan
asetaldehid (Acree,
1993).
Berikut adalah hasil dari degradasi streker Cystein:
-2H2O
Ketosamin 3-Deoxyoson
Cystein
Hidrogen Sulfida
Asetaldehid
Merkaptoasetaldehid
Reaksi Mailard banyak diaplikasikan pada industri pangan untuk
rekayasa
rasa atau flavor. Kombinasi antara beberapa prekusor yaitu asam
amino L-Cystein
13
-
dengan tiamin (vitamin B12) dan gula pentosa yakni Xylosa
digunakan sebagai
pembentuk rasa daging. Beberapa prekusor yang biasa digunakan
dalam proses
reaksi flavor seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Prekusor dasar dalam reaksi flavoring
No. Golongan Prekusor Jenis Prekusor
1 Asama Amino Sistein, asam glutamat, valin, glisisn, Hidrolized
Vagatable Protein (HVP), yeast extract, Hidrolized Animal Protein
dan lain-lain.
2 Gula pereduksi Glukosa, Xylosa, Ribosa, Ribosa-5-fosfat
3 Vitamin Thiamin
4 Senyawa sulfur Furanon, Sulfida, Thiol (Cystein, Thiamin)
5 Nukleotida Inosin 5-monofosfat, Guanosin 5-monofosfat
6 Asam Asam laktat, asam -karboksilat, asam asetat dan
lain-lain.
Sumber : Nagodawithana (1994)
Pembentukan flavor dipengaruhi oleh jenis gula, asam amino, pH,
suhu dan
lama proses. Pada umumnya, industri penghasil flavor analog
daging
menggunakan rentang pH antara 4 sampai 5,5 dan rentang suhu
antara 100-140C
(Kerler, 2000).
2.3. Membran Mikrofiltrasi
Kata membran berasal dari bahasa latin membrane yang berarti
kulit.
Sekarang membran bisa diartikan selaput tipis yang berfungsi
sebagai lapisan
selektif untuk memisahkan dua fase karena sifatnya yang
semipermeabel
14
-
(Wenten,1999). Membran merupakan lapisan permeabel atau
semipermeabel,
berupa lapisan polimer yang tipis yang memiliki ukuran tertentu.
Membran
digunakan sebagai pembatas antara bahan yang dimasukkan dengan
produk yang
diinginkan (Scott dan Hugges, 1996).
Membran merupakan aplikasi dari proses filtrasi untuk
memisahkan
padatan yang tidak terlarut pada suatu produk cair. Lapisan
media menolak
padatan tersuspensi dan menghasilkan cairan yang jernih
(Cheryan, 1992).
Pemisahan dengan membran merupakan pemisahan material dengan
mengalirkan
umpan melalui suatu membran, dan merupakan pemisahan molekul
ukuran besar
yang tertahan pada permukaan membran. Umpan (feed) adalah
larutan yang berisi
satu atau lebih campuran molekul atau partikel yang akan
dipisahkan.
Proses filtrasi dengan membran dihasilkan permeat dan retentat.
Permeat
adalah bagian yang melewati membran, sedangkan retentat
merupakan bagian
yang tertahan oleh membran (Paulson, 1995). Unit terkecil dimana
membran
ditempatkan disebut modul.
Menurut Mulder (1996), kemampuan membran untuk memisahkan
komponen disebabkan karena perbedaan sifat fisik atau kimia
antara membran
dengan komponen tersebut. Prinsip operasi pemisahannya adalah
memisahkan
satu atau lebih komponen pada suatu aliran fluida. Secara umum,
proses ini
digunakan untuk memisahkan makromolekul, substansi biologi serta
komponen
yang tidak terlarut (suspensi dan koloid). Prinsip operasi
membran secara
skematis ditunjukkan pada Gambar 2.
15
-
MembranRetentat
Permeat
Umpan (feed) Modul
Gambar 2. Skema proses pemisahan dengan membran
(Mulder,1996)
Berdasarkan ukuran partikel yang dipisahkan, membran dapat
dibedakan
atas mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan reverse osmosis (Mulder,
1996). Membran
mikrofiltrasi berfungsi menyaring makromolekul (>500.000
g/mol) atau partikel
dengan ukuran 0,1-10 m, membran ultrafiltrasi berfungsi untuk
menyaring
makromolekul (>5000 g/mol) atau partikel dengan ukuran
partikel 0,001-0,1 m,
sedangkan reverse osmosis dapat menghalangi partikel yang
berukuran lebih kecil
dari 0,001 m.
Membran mikrofiltrasi dapat memisahkan partikel kecil seperti
sel, bakteri,
dan virus. Membran mikrofiltrasi umumnya berupa cartridge yang
berukuran
pori-pori 0,1 10 m. Bahan cartridge bisa berasal dari katun,
wool, rayon,
selulosa, fiberglass, polipropilen, akrilik, nilon, ester
selulosa, dan polimer
hidrokarbon. Lemak serta partikel-partikel kecil seperti
mikroorganisme tertahan
di membran, sementara senyawa makromolekul (protein,
karbohidrat), gula,
garam mineral dan air lolos lewat membran. (Mulder, 1996).
Peptida-peptida
terlarut yang berfungsi sebagai penyusun fraksi gurih serta
beberapa senyawa
dengan berat molekul yang relatif kecil akan lolos lewat
membran. Bagian yang
terpenting dari mikrofiltrasi adalah media penyaring yaitu
membran. Membran
16
-
tersebut tipis dan mikroporus. Pori-porinya sangat kecil dan
monodispersi, pori-
pori tersebut menahan partikel-partikel yang akan tersaring,
tetapi dapat dilalui
dengan cepat oleh cairan dan zat terlarut yang kecil. Hal ini
menunjukan bahwa
membran mikrofiltrasi berbeda dengan kebanyakan media
penyaring
konvensional. Membran mikrofltrasi dan pemasangan membran
mikrofiltrasi pada
modul ditunjukkan pada Gambar 3.
(a) (b) Gambar 3. Membran mikrofiltrasi (a), pemasangan membran
mikrofltrasi pada modul (b)
Menurut Wenten (1999), parameter utama yang digunakan dalam
penilaian
kinerja membran adalah fluks dan selektifitas (rejeksi). Secara
umum, fluks
didefinisikan sebagai volume aliran yang melalui membran per
unit luas
permukaan membran dan satuan waktu. Fluks volume dapat
dinyatakan sebagai
berikut:
V J = A x t dimana: J = Fluks volume (L/m2.Jam) A = Luas
permukaan membran (m2) t = Waktu (Jam) V = Volume permeat (L)
17
-
Fluks dipengaruhi beberapa faktor antara lain konsentrasi umpan,
tekanan
membran, temperatur umpan dan waktu. Faktor tersebut memberikan
pengaruh
yang berbeda-beda bagi fluks. Konsentarsi umpan yang tinggi
menyebabkan
penurunan fluks sehingga suatu saat fluks akan bernilai nol.
Pada tekanan rendah,
fluks akan meningkat, sedangkan pada tekanan tinggi fluks
relatif konstan
(Mulder, 1996).
Rejeksi (selektivitas) menurut Wenten (1999) adalah kemampuan
membran
untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran. Nilai
rejeksi
dinyatakan sebagai berikut :
R = %1001 xC
C
feed
permeat
dimana:
R = Rejeksi (%) Cpermeat = Konsentrasi partikel dalam permeat
Cretentat = Konsentrasi partikel dalam umpan (feed) Nilai R tidak
tergantung dari satuan konsentrasi. Nilai R bervariasi antara
0-
100%. Nilai R 100% artinya pemisahan partikel sempurna, dalam
hal ini
membran ideal dan nilai R sama dengan 0% artinya partikel
larutan bebas
melewati membran.
Penurunan kinerja membran ditunjukkan dengan fluks yang
semakin
menurun seiring dengan semakin lama waktu filtrasi. Penurunan
fluks dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain polarosasi
konsentrasi, adsorbsi,
pembentukan lapisan gel dan penyumbatan pada membran.
Faktorfaktor tersebut
menyebabkan terjadinya fouling pada membran (Mulder, 1996).
18
-
Polarisasi konsentrasi merupakan tahap awal dari fouling
berupa
peningkatan konsentrasi bahan terlarut pada permukaan membran
yang dapat
menurunkan fluks. Efek dari polarisasi konsentrasi dapat
dikurangi atau
dihilangkan dengan menurunkan tekanan operasi atau konsentrasi
umpan
(Wenten,1999).
Menurut Wenten (1999), mekanisme penyumbatan atau penyempitan
pori
membran pada perstiwa fouling dapat dibedakan menjadi empat
macam:
1. Complete pore blocking
Jenis fouling seperti ini dapat terjadi jika ukuran partikel
tepat menyumbat
lingkaran pori membran sehingga pori menutup total.
Gambar 4. Complete pore blocking
2. Intermediate pore blocking
Terakumulasinya partikel-partikel bahan terlarut di permukaan
membran,
karena ukuran partikelnya yang lebih kecil dari pada pori
membran sehingga
membran terlapisi oleh hamparan partkel-partikel tersebut.
Gambar 5. Intermediate pore blocking
3. Internal pore blocking
Penyempitan ukuran pori membran akibat teradsorpsinya
partikel-partikel di
sekeliling bagian dalam pori membran. Penyempitan diameter pori
ini akan
menyebabkan banyak partikel terlarut tertahan di membran.
19
-
Gambar 6. Internal pore blocking
4. Cake filtration
Terjadi jika ukuran partikel sangat kecil dan memiliki
sifat-sifat gel jika
berada dalam keadaan terakumulasi.
Gambar 7. Cake filtration
Keunggulan penggunaan membran untuk operasi-operasi
pengolahan
pangan adalah tidak membutuhkan energi yang terlalu besar karena
tidak
menggunakan energi dalam bentuk panas sehingga komponen di
dalamnya dapat
dipertahankan (Aspiyanto, 2002).
Menurut Cheryan (1992), teknologi membran telah digunakan
pada
teknologi proses pengolahan susu dan pengolahan sari buah, namun
sekarang
penggunaan membran di bidang pangan semakin meluas, misalnya
pemekatan
makanan cair, penghilangan warna dan gula berantai panjang.
2.5. Gas Cromatograph-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Menurut Sudjadi Kromatografi Gas Spektroskopi Massa adalah
teknik
analisis yang menggabungkan dua metode analisis yaitu (1)
Kromatografi Gas;
dimana sampel yang diinjeksikan akan terpisahkan menjadi
molekul-molekul
yang lebih kecil berdasarkan sifat fisiknya, dan (2)
Spektroskopi Massa; dimana
20
-
molekul-molekul yang terpisah tersebut diubah menjadi ion-ion
gas dan massanya
diukur melalui suatu detektor sehingga menghasilkan spektrum
massa (m/Z)
(Sudjadi, 1985).
Instrumen GCMS didasarkan pada pemisahan sifat-sifat fisik zat
organik
yang mudah menguap pada pemanasan termostabil dengan fase gerak
berupa gas
inert, yang dikombinasikan menggunakan detektor berupa spektrum
massa untuk
mengetahui berat molekul relatif dan jenis senyawa dari setiap
puncak grafik yang
dihasilkan. Sampel yang dapat dianalisis dengan menggunakan
GC-MS, harus
memenuhi beberapa syarat, diantaranya :
1. Dapat diuapkan sampai suhu ~ 4000C
2. Secara termal stabil (tidak terdekomposisi pada suhu ~
4000C
3. Sampel lainnya dapat dianalisis setelah melalui tahap
preparasi khusus.
2.5.1. Prinsip Dasar GC-MS
Transfer massa antara fase bergerak dan diam (cairan dengan
titik didih
tinggi) terjadi bila molekul campuran terserap di dalam
pori-pori partikel, laju
perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom
berhubungan
dengan bagian molekul tersebut diantara fase bergerak dan fase
diam. Jika ada
perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen
keluar dari
kolom pada interval yang berbeda (Khopkar, 1990).
Sampel dalam keadaan gas akan dibombardir dengan elektron
yang
berenergi tinggi pada detektor. Tumbukan antara sebuah molekul
organik dengan
salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah
elektron dari
molekul itu dan terbentuk suatu ion organik. Ion organik yang
dihasilkan oleh
pemborbardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan
pecah menjadi fragmen
21
-
kecil, baik berbentuk radikal maupun ion-ion lain. Spektrometer
massa akan
mendeteksi fragmen bermuatan positif (Fessenden dan Fessenden,
1986).
2.5.2. Instrumentasi GCMS
Komponen pada instrumentasi GCMS meliputi (Khopkar, 1990;
Sudjadi, 1985):
1. Pengaturan aliran gas (Gas Flow Controller)
Fase bergerak adalah gas pembawa, yang sering digunakan adalah
He, N2,
H2, Ar. He lebih sering digunakan karena konduktivitasnya yang
tinggi.
2. Tempat injeksi sampel (injector)
Berfungsi untuk mencampurkan sampel dengan gas pembawa
sebelum
bisa disalurkan ke dalam kolom.
3. Kolom (Capillary column)
Berfungsi untuk memisahkan komponen-komponen molekul sampel.
Panjang kolom berkisar antara 30-60 meter dengan ketebalan
0,1-3
mikron. Salah satu kolom yang biasa digunakan adalah Wall coated
open
tubular (WCOT) yaitu kolom yang dilapisi oleh polimer tipis
berupa
Polysolixane atau Polyethileneglycol pada dinding kolom bagian
dalam.
4. Interfase (Penghubung antara GC dengan MS)
5. Sumber ionisasi (Ion Source)
Berfungsi untuk mengionkan sampel ke bentuk gas sebelum masuk
ke
dalam Mass-Analyzer.
6. Pompa vakum (Vacuum Pump)
Ada dua tipe vakum yaitu, pompa vakum tinggi, yang berfungsi
untuk
mengurangi dan mempertahankan tekanan pada MS saat analisis.
Tekanan
tinggi yang dipertahankan juga dapat menambah sensitivitas pada
proses
22
-
analisis spektrum massa. Pompa vakum tipe kedua adalah pompa
vakum
rendah, yang berfungsi untuk mengurangi tekanan udara luar.
Sistem ini
diperlukan agar ion-ion tidak mengalami reaksi dengan partikel
lain dan
mengurangi reaksi ion molekuler.
7. Penganalisis Massa (Mass Analyzer)
Mass Analyzer terdiri dari empat batang logam yang diberi
muatan, baik
positif (+) maupun negatif (-) yang memiliki fungsi selektivitas
untuk
molekul berion pada voltase yang diinginkan.
8. Detektor
9. Sistem pengolah data
Adapun skema instrumentasinya, dapat dilihat pada Gambar
berikut:
Gambar 8 . Skema Instrumentasi GC-MS
2.6. Spektrofotometri UV-VIS
Spektrofotometri digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atu ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam
larutan. Ketika
Vacuum system
Interface Ion Source Analyzer Detector
Data system
Instrument Kontrol
1. Data acquistion
2. Data Processing
3. Data Storage Analys
23
-
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan,
sebagian nergi cahaya
tersebut akan diserap (diabsorbsi). Besarnya kemampuan
moleul-molekul zat
terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelomang
tertentu dikenal
dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai
konsentrasi larutan
tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm
dalam
spektrofotometer) ke suatu poin dimana persentase jumlah cahaya
yang
ditransmisikan atau diabsorbsi diukur dengan phototube
(Hermanto, 2008).
Bagian-bagian spektrofotometer (Hermanto, 2008) :
1. Sumber cahaya
Sebagai sumber cahaya dapat dipakai lampu Wolfram yang
menghasilkan sinar
di atas 375 nm atau lampu Deuterium (D2) yang memiliki sinar di
bawah 375
nm. Sumber cahaya dalam spektrofotometer tersebut memancarakan
berkas
cahaya yang melewati suatu monokromator berupa prisma yang
mengubah
cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
2. Pemilih panjang gelombang (monokromator)
Monokromator berfungsi untuk mendispersikan atau menguraikan
cahaya
polikromatis menjadi monokromatis. Ada dua macam monokromator
yang
dapat dipergunakan untuk memilih sinar yang dipakai yaitu prisma
dan grating.
3. Kuvet (tempat sampel)
Kuvet untuk analisis secara spektrofotometri harus memenuhi
syarat-syarat
sebagai berikut :
Tidak berwarna sehingga dapat mentrasmisikan semua cahaya.
Permukaan secara optis harus benar-benar sejajar.
Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan-bahan kimia.s
24
-
25
Tidak boleh rapuh.
Mempunyai design yang sederhana.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk mengubah cahaya menjadi arus listrik
(potosensitive
detector). Ketika cahaya dengan panjang gelombang tertentu
melalui larutan
kimia yang diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorbsi
oleh larutan.
Hukum Beers yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J.Beers
menyatakan
secara kuantatif adsorbsi ini sebagai: s
Log I0/IT = .L.C.*)
Keterangan :
I0 = intensitas cahaya sebelum melewati sampel
IT = intensitas cahaya setelah melewati sampel
= koefisien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada
sifat alami dari
senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk
analisis.
L = panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel
C = konsentrasi larutan yang dianalisa
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pangan Pusat Penelitian
Kimia,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Puspitek, Serpong.
Dimulai sejak
Mei sampai November 2009.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alatalat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; peralatan
proses
flavoring yaitu beaker glass 5 L, fraksinator (close system)
Bomex 10 L (TC-15),
homogenaizer (Ultra Turrax, Germany). Peralatan proses pemurnian
meliputi
Vibosieve separator filter machine 200 mesh (62 m) (AKIRA),
membran
mikrofiltrasi FSM 0,2 PP (Fluoro Polimer, ukuran pori-pori 0,2
m), modul
membran LabStak M20-0,72-Pso DSS Plate Frame Cross-Flow
Membrane
Filtration. Peralatan analisa yang digunakan meliputi glassware,
timbangan
analitik (Mettler Toledo AT 400), desikator, hotplate, vortex,
oven (Memmert),
mikro pipet (eppendhorf), soxtech system HT 2 1045 extraction
unit, destruksi
buchi 435 unit 21, salinometer (ATAGO, Japan), Destilator unit
Sibata SI-315,
Spektrofotometer UV-Vis Hitachi U-2001, GCMS (Shimadzu
QP-2010).
3.2.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa Kaldu
nabati
kacang hijau (crude kaldu) dari fermentasi garam selama 24
minggu pada suhu
30C menggunakan inokulum Rhizopus-C1 yang diperoleh dari Pusat
Penelitian
26
-
Kimia LIPI PUSPITEK Serpong. Bahan kimia yang digunakan adalah
HCl,
NaOH, K2SO4 (Merk), H2SO4, Na2SO4 (Merk), NaCO3 (Merk), CuSO4
(Merk),
Methyl blue, Na thiosulfat, Folin, Asam asetat, CuCl2, Buffer
borat, KOH, L-
Cystein (Biogen), Tiamin-HCl (Biogen), Xilosa (Biogen),
Trisodium fosfat, Asam
borat, Thymolftalein, Sodium Thiosulfat, Reagen Nelson,
NaKTartrat, KI, larutan
pati, methyl red, n-heksana, arsenomolibdat.
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Autolisis Kaldu Nabati Kacang Hijau
Proses autolisis dilakukan dengan cara melumatkan 1 kg crude
kaldu
dalam 1,5 L air (rasio perbandingan crude kaldu dan air 2:3).
NaOH atau HCl
ditambahkan untuk pengaturan pH 5,5. Campuran di masukkan ke
dalam beaker
glass 3 L lalu dipanaskan pada suhu 55C di dalam waterbath
dengan pengadukan
4500 rpm selama 8 jam, kemudian dilakukan inaktivasi kapang pada
suhu 70C
selama 5 menit.
Gambar 9. Proses autolisis pada suhu 55C, pH 5,5 selama 8
jam
Autolisat yang diperoleh dianalisa kandungan kimianya yang
meliputi
analisa total padatan, kadar lemak, kadar garam, total protein,
protein terlarut,
27
-
gula pereduksi, n-amino dan intensitas aroma daging (Lampiran
2). Autolisat ini
selanjutnya digunakan untuk proses flavoring.
3.3.2. Proses Flavoring
Proses flavoring dilakukan untuk memperoleh autolisat berflavor
analog
daging. Reaksi ini dilakukan dengan cara menambahkan prekusor
pembentuk rasa
daging pada autolisat. Prekusor yang digunakan adalah L-Cystein,
Thiamin-HCl
dan Xylosa dengan formulasi masing-masing 7,67%; 12,40%; 2,55%
(% berat
kering total protein (%b/b)) (presentase formulasi berdasarkan
referensi,
Lampiran 5). Ketiga prekusor tersebut ditambahkan pada 2 L
autolisat kaldu
nabati pada pH 5,5 di dalam beaker glass 5 L lalu dihomogenisasi
kemudian di
pindahkan dalam fraksinator dan dipanaskan pada suhu 100C selama
3 jam.
Analisa kandungan kimia dan uji intensitas flavor analog daging
juga
dilakukan pada hasil proses flavoring ini untuk mengetahui
sejauh mana
peningkatan intensitas aroma analog daging. Autolisat berflavor
analog daging ini
dimurnikan dengan menggunakan membran mikrofiltrasi untuk
mendapatkan
fraksi analog daging (flavor analog daging).
3.3.3. Pemurnian Fraksi Analog Daging Melalui Membran
Mikrofiltrasi
Sebelum dilakukan proses pemurnian dengan membran
mikrofiltrasi,
terlebih dahulu 1,5 L autolisat berflavor analog daging
ditambahkan dengan 4,5 L
air hasil penyaringan dengan membran Reverse Osmosis (air RO),
perbandingan
autolisat dengan air RO adalah 1:3, campuran dihomogenisasi
selama 20 menit
lalu disaring dengan saringan Vibosieve separator filter machine
200 mesh. Filtrat
yang dihasilkan disebut dengan feed (umpan). Feed selajutnya
dimurnikan dengan
28
-
membran mikrofiltrasi. Analisa kandungan kimia dan intensitas
flavor analog
daging juga dilakukan pada feed .
Mikrofiltrasi 0,2m dicuci terlebih dahulu menggunakan aquades
dengan 2
kali pengulangan. Tujuan pencucian adalah untuk memastikan bahwa
membran
berada pada kondisi baik dan siap dipakai untuk sampel. Feed
ditampung pada
tanki umpan berkapasitas 5 Liter. Tekanan operasi diatur dengan
mengatur katup
pengatur retentat sampai pengukuran tekanan feed dan retentat
masing-masing
menunjukan 4 bar serta pada frekuensi tetap yaitu 20 Hz dan
temperatur diatur
tetap pada suhu kamar yaitu 29oC. permeat dan retentat ditampung
dan masing-
masing diambil sebanyak 150 mL pada waktu operasi 0,50 menit, 30
menit,
60menit dan 90 menit. Selanjutnya fluida yang lolos lewat
membran sebagai
permeat ditampung. Setelah operasi filtrasi selesai, maka modul
membran dicuci
berturut-turut menggunakan aquadest, larutan NaOH 0,4% dan
aquadest pada
temperatur ruang sampai modul benar-benar bersih. Kemudian
dilakukan proses
mikofiltrasi pada kondisi yang sama pada tekanan 6 bar.
Permeat dan retentat hasil perolehan proses pemurnian dianalisa
intensitas
aroma analog daging dan komposisi kimianya (Total padatan, kadar
lemak, kadar
garam, N-amino, total protein, protein terlarut dan gula
pereduksi).
29
-
3.3.4. Identifikasi Senyawa Pembentuk Flavor Analog Daging
Kondisi optimum dari hasil analisa terbaik diambil untuk diuji
lebih lanjut
dengan GCMS dengan tujuan menganalisis senyawa volatil sebagai
komponen
senyawa pembentuk flavor analog daging.
Preparasi sampel dilakukan dengan menambahkan methanol pada
permeat
dan feed, n-heksana pada retentat dengan perbandingan 1:1,
kemudian dikocok
dan dibiarkan mengendap selama 1 malam. Selanjutnya filtrat
diambil dan
diinjeksikan ke GCMS sebanyak 0,1m. Karakteristik GC-MS yang
digunakan
adalah:
Merk : Shimadzu QP2010
Suhu injektor : 280 oC
Suhu kolom : 40oC
Suhu detektor : 280 oC
Gas pembawa : Helium
Tekanan : 86,9 Kpa
Total flow : 82,4 ml/m
Aliran kolom : 1,56 ml/m, percepatan linier
Split ratio : 50
Jenis kolom : Non polar C18 dimethyl polysiloxane (Rtx-1MS)
panjang kolom 30.00 m, ketebalan 0.25 m, diameter
0,25 mm
Jenis pengion : EI (Electron Impact) 70 eV.
30
-
Diagram kerja proses keseluruhan penelitian ditunjukkkan pada
Gambar 10.
Identifikasi dengan GCMS
Retentat
Ampas
Pemurnian dengan membran mikrofiltrasi 0,2m frekuansi 20 Hz,
tekanan 4 dan 6 bar selama 0,50, 30, 60 dan 90 menit
Umpan (feed)
diencerkan (AFD:air RO = 1:3) difiltrasi 200 mesh (62 m)
Permeat sebagai Flavor analog daging
Autolisat berflavor analog daging (AFD)
ditambahkan prekusor: L-Cystein (7,67%); Thiamin-HCl (12,40%);
Xylosa (2,55%) pH 5,5, suhu 100C selama 3 jam
Autolisat
Dilumatkan (Kaldu kasar:air = 2:3) pH 5,5 suhu 55C selama 8
Jam
Kaldu kasar
Gambar 10. Diagram kerja proses pemurnian fraksi analog daging
dari kacang hijau terfermentasi
31
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kandungan Kimia Bahan Baku
Analisa kandungan kimia bahan baku berupa crude kaldu serta
autolisat
yang diperoleh dari proses autolisis, dilakukan untuk mengetahui
kandungan
kimia serta berapa besar fraksi gurih dan total protein dari
autolisat. Total protein
pada autolisat menentukan jumlah prekusor pada tahap formulasi
reaksi flavoring.
Formulasi ini dihitung berdasarkan berat kering dari total
protein.
Crude kaldu merupakan produk fermentasi garam kacang hijau
dengan
tampilan fisik semi solid (total padatan 51,81%), berwarna
coklat, dengan rasa
yang asin (kadar garam 6,625%). Kadar N-amino sebesar 9,21
mg/mL
mengindikasikan adanya Flavor alami pada crude kaldu yang sangat
berpotensi
sebagai sumber savory flavor.
Proses autolisis pada suhu 55C dan pH 5,5 selama 8 jam
menghasilkan
autolisat kaldu nabati yang berupa suspensi coklat yang kental
dengan kandungan
total padatan 20,39% dan rasa yang asin dengan kadar garam
3,61%. Kandungan
total protein sebesar 18,625% dan N-amino 4,37 mg/mL. Data
kompenen kimia
crude kaldu dan autolisat ditunjukkan pada Lampiran 6. Proses
pemanasan dan
pengadukan (55oC dan 4000 rpm selama 8 jam) menyebabkan sel
kapang pecah.
Dimana pada saat sel pecah terjadi suasana ketidakberaturan
sistem sel dan
menyebabkan membran internal terdisintegrasi dan melepaskan
enzim-enzim
degeneratif, terutama protease dan glukanase ke matriks sel yang
selanjutnya
enzim tersebut bekerja terhadap substrat makromolekul. Komponen
sel terlarut
32
-
akan masuk dalam sistem substrat yang ditandai dengan kenaikan
kandungan
fraksi gurih sebagai asam-asam amino, peptida terlarut dan
perubahan
keseluruhan komposisi substrat (Susilowati dkk, 2008).
Proses flavoring yang dilakukan pada suhu 100 C dan pH 5,5
selama 3
jam menghasilkan autolisat berflavor analog daging dengan
kandungan kimia
yang berbeda dari autolisat sebelum flavoring. Penambahan
padatan prekusor
menyebabkan total padatan berubah menjadi 23,14%. Kandungan
lemak pada
hasil flavoring turun menjadi 0,59%, penurunan kadar lemak
dimungkinkan
karena terurainya lemak menjadi asam-asam lemak yang disebabkan
oleh adanya
proses pemanasan.
Pada autolisat hasil proses flavoring, kandungan total protein
(33,743%),
protein terlarut (23,5 mg/mL) dan N-amino (5,5 mg/mL) serta
intensitas aroma
daging yang sangat kuat (berdasarkan hasil uji intensitas dengan
sulfur meaty
sebagai standar). Hal ini mengindikasikan bahwa telah terbentuk
senyawa-
senyawa penyusun flavor daging karena adanya proses
flavoring.
Reaksi Maillard antara prekusor yang terjadi pada proses
Flavoring
membentuk senyawa flavor analog daging seperti senyawa furfural
yang berasal
dari hasil reaksi antara xylosa dan cystein. Ketosamin yang
terbentuk dari hasil
pengaturan kembali (amadori rearrangement) kehilangan 1 molekul
air dan
membentuk 2- furfural, seperti terlihat pada reaksi berikut
ini:
33
-
34
C
C
C
C
CH2OH HOH2C
H
H O
OH
HHO
OHH
NH2
CH
C
H2C
OH
O
HS
CH
C
C
C
H
H
HN
OH
HHO
OHH
C C
CH2OOH
SH
H H
H
+
Xylosa Cystein
CH
C
C
C
CH2OH
H
H
HN
OH
HHO
OHH
C C
CH2OOH
SH
H H
H
ketosamin
-H2O
-CH2SHNH
C
C
C
C
CH2OH
H O
O
H
OH
ketosaminXylosamin
3-deoxyoson
O CHOH
2-Furfural
Hasil degradasi streker Cystein menghasilkan CH3CHO, H2S yang
akan
saling bereaksi membentuk senyawa flavor yang mengandung sulfur.
Seperti pada
reaksi berikut :
Trihiolan
-
Menurut Bailey (1998) reaksi Maillard ini membentuk senyawa
yang
didominasi oleh senyawa heterosiklik yang mengandung Nitrogen,
sulfur,
oksigen. Senyawa tersebut adalah thiazol, thiophen, pirazin,
furan, pirol, imidazol,
piridin dan oksaazol. Pemanasan akan menyebabkan terdegradasinya
thiamin
menjadi senyawa nitrogen-sulfur pembentuk flavor analog
daging.
N
N NH
2
N
S OH[O]
Thiamin4
N
SHO
4-metil-5-hidroksieti lthiazo
Menurut Susilowati (2009) senyawa penyusun flavor analog daging
pada
hasil proses flavoring terdiri dari 4 golongan senyawa, yaitu
hidrokarbon,
nitrogen, nitrogen-sulfur dan sulfur. Presentase terbesar
senyawa penyusun flavor
analog daging adalah senyawa nitrogen (53,3965%) yang terdiri
dari piridin,
pirazin, pirazol, pirimidin, nitrifenil dan benzilamina.
Sedangkan senyawa
nitrogen-sulfur (33,4258%) terdiri dari senyawa thiazol.
Kaldu nabati berflavor analog daging hasil dari reaksi flavoring
ini
kemudian dimurnikan untuk mendapatkan fraksi analog daging
melalui membran
mikrofiltrasi 0,2m. Crude kaldu, autolisat, penambahan prekusor
dan autolisat
berflavor analog daging ditunjukkan pada Gambar 11.
35
-
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 11. Crude kaldu (A), Autolisat (B), Penambahan prekusor
(C) dan Autolisat berflavor analog daging (D).
4.2. Pemurnian Fraksi Analog Daging melalui Membran
Mikrofiltrasi
4.2.1. Kandungan Kimia Feed (umpan)
Proses pemurnian dilakukan menggunakan membran mikrofiltrasi 0,2
m
untuk mendapatkan fraksi analog daging dari kaldu nabati
berflavor analog
daging. Feed merupakan autolisat berflavor analog daging yang
telah diencerkan
dengan air RO dan telah melalui filtrasi 200 mesh (62 m).
Kandungan total
padatan autolisat sebesar 23,14% akan menyulitkan proses
mikrofiltrasi, sehingga
perlu dilakukan pengenceran dengan perbandingan autolisat
berflavor analog
daging dan air RO masing-masing adalah 1:3.
Kandungan komponen kimia pada feed adalah sebagai berikut
N-amino
6,35%, total protein 32,5%, gula pereduksi 456,25% dan protein
terlarut 6,43%.
Setelah dilakukan pengenceran diperoleh kadar total padatan
sebesar 6,8%,
36
-
dengan kadar total padatan yang lebih kecil, maka akan
mempermudah proses
pemurnianan. Meskipun telah melalui tahap pengenceran,
berdasarkan hasil uji
intensitas aroma analog daging, aroma daging yang tercium masih
kuat.
Proses pemisahan dengan menggunakan membran mikrofiltarsi 0,2
m
akan menghasilkan permeat dan retentat. Permeat merupakan bagian
yang
melewati membran. Sedangkan retentat adalah bagian yang tertahan
oleh
membran.
4.2.2. Pengaruh Waktu Proses dan Tekanan Terhadap Kandungan
Kimia
dan Intensitas Flavor Analog Daging Hasil Proses Pemurnian
4.2.2.1. Total Padatan
Berdasarkan hasil Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 23)
menunjukan
bahwa permeat dan retentat berbeda nyata pada taraf 5% terhadap
kadar total
padatan kering. Tetapi tidak menunjukkan adanya pengaruh
interaksi antara jenis
hasil perolehan, tekanan dan waktu proses membran terhadap kadar
total padatan
kaldu nabati kacang hijau berflavor analog daging yang
dihasilkan setelah
dilakukan pemurnian secara mikrofiltrasi.
Hasil analisis uji lanjut Duncan pada taraf 5 % (Lampiran 2,
Tabel 24)
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada nilai
rata-rata total
padatan dengan jenis hasil pemurnian yaitu permeat dan retentat.
Perbedaan ini
disebabkan oleh sistem mikrofiltrasi yang mampu memisahkan
padatan dalam
permeat dan retentat.
Total padatan meliputi semua senyawa yang meliputi protein,
lemak,
karbohidrat, vitamin, mineral. Pada tekanan 4 bar, sistem
mikrofiltrasi mampu
37
-
menahan padatan dalam retentat lebih tinggi dari pada permeat di
awal pemurnian
sampai 90 menit pemurnian. Pada 90 menit pemurnian, total
padatan retentat
adalah 6,69% dan permeat adalah 5,21%. Begitu pula tekanan 6
bar, pada 90
menit pemurnian total padatan retentat adalah 6,07% dan 4,56%
pada permeat.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Tingginya nilai total padatan
retentat dikedua
tekanan dikarenakan kemampuan sistem mikrofiltrasi 0,2m yang
mampu
menyebabkan tertahanya suspensi dan senyawa makromolekul yang
terkandung
dalam bahan seperti lemak, karbohidrat dan protein yang akan
berkumpul di
permukaan membran.
Tabel 4. Kandungan total padatan hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar 0,5 Menit 4,42 4,82 5,38 5,7 30 Menit 4,95 5,08 6,06 6,07 60
Menit 5,095 5,04 5,86 6,1
Total Padatan (%)
90 Menit 5,21 4,565 6,69 6,07
Terlihat pula bahwa semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi
pula
nilai total padatan, baik pada permeat maupun retentat. Pada
tekanan 6 bar lebih
banyak padatan tertahan dari pada 4 bar. Semakin lama waktu
pemurnian, total
padatan cenderung semakin meningkat, hal ini sebanding dengan
adanya nilai
fluks yang cenderung semakin turun. Penurunan nilai fluks
ditunjukan pada
Gambar 12.
38
-
110.23
55.89
39.22 33.61
102.21
52.78
36.78 31.83
0
20
40
60
80
100
120
0 30 60 90
Waktu Proses (menit)
Fluk
s (L/
m2.
Jam
120
) Fluks (L/m.Jam) tekanan 4 barFluks (L/m.Jam) tekanan 6 bar
Gambar 12. Pengaruh Waktu Proses Terhadap Nilai Fluks pada
Tekanan 4 bar dan 6 Bar
Fluks adalah jumlah filtrat yang keluar persatuan luas per
waktu. Nilai
fluks yang semakin menurun disebabkan oleh adanya pemampatan.
Pemampatan
dimungkinkan terjadi karena ukuran partikel yang lebih besar
dari ukuran pori
membran sehingga membentuk cake dan fluks menjadi semakin
menurun
nilainya. Permeat yang terdapat pada bahan akan keluar cepat
pada awal proses
dan akan lambat setelah waktu yang lama kemudian menjadi
konstan. Penurunan
permeat atau komponen yang lolos membran terlihat dengan
menurunnya fluks
yang dihasilkan. Hal ini diduga, pada awal proses pemurnian
belum terjadi
fouling, selanjutnya zat-zat yang terkandung pada bahan akan
berkumpul
dipermukaan membran dan membentuk lapisan penghalang yang
dapat
menghambat aliran bahan menuju membran, sehingga fluks
berlangsung lebih
landai.
Penurunan nilai fluks terjadi karena peristiwa fouling pada
permukaan dan
dan di dalam pori-pori membran, seperti pegendapan/deposisi
partikel-partikel
solute, penyumbatan pori-pori membran oleh partikel-partikel
solut dan absorpsi
39
-
partikel-partikel solute ke dalam pori-pori lapisan membran,
polarisasi konsentrasi
(Moerniati, 2009).
4.2.2.2. Kadar Garam
Hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 26)
menunjukkan
bahwa permeat dan retentat berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap kadar
garam kaldu nabati berflavor analog daging. Tetapi tidak
menunjukkan adanya
pengaruh nyata pada tekanan dan waktu proses membran serta
interaksi antar
perlakuan terhadap kadar garam setelah dilakukan pemurnian
secara mikrofiltrasi.
Berdasarkan analisis uji lanjut Duncan pada taraf 5%, diketahui
bahwa
terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rata-rata kadar garam
dengan jenis hasil
proses pemurnian yaitu permeat dan retentat. Perbedaan ini
disebabkan oleh
sistem mikrofiltrasi yang mampu memisahkan garam dengan ukuran
partikel
0,01m sehingga akan lolos dalam permeat.
Kadar garam merupakan senyawa yang larut dalam air, analisis
kadar
garam dimaksudkan untuk mengetahui tingkat citarasa asin hasil
pemurnian.
Fungsi garam itu sendiri adalah untuk mengawetkan dan memberi
citarasa asin
pada permeat dan retentat kaldu nabati kacang hijau.
Kadar garam diperoleh lebih tinggi dalam retentat daripada
permeat. Hal
ini sebanding dengan nilai total padatan, semakin lama waktu
proses pemurnian,
semakin banyak total padatan yang tertahan pada retentat,
sehingga menyulitkan
garam untuk lolos di permeat dan banyak tertahan di retentat.
Seperti ditunjukkan
pada Tabel 5, bahwa semakin tinggi tekanan semakin banyak kadar
garam yang
tertahan pada retentat dan permeat.
40
-
Nilai kadar garam pada retentat 6 bar 30 menit, 60 menit dan 90
menit
masing-masing adalah 1,3913%, 1,4045% dan 1,4575%. Sedangkan
kandungan
kadar garam pada permeat dengan tekanan dan rentang waktu yang
sama masing-
masing adalah 1,206%, 1,206% dan 1,193%. Sedangkan pada tekanan
4 bar,
kandungan garam retentat lebih rendah dari pada retentat di
tekanan 6 bar di
rentang waktu yang sama, yaitu 1,4045%, 1,4178% dan 1,484%.
Nilai kadar
garam permeat cenderung turun di waktu 90 menit pemurnian.
Tabel 5. Kandungan kadar garam hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar 0,5 Menit 1,259 1,206 1,378 1,2985 30 Menit 1,2455 1,206
1,4045 1,3913 60 Menit 1,2455 1,206 1,4176 1,4045
Kadar Garam (%)
90 Menit 1,2455 1,193 1,484 1,4575 4.2.2.3. Kadar Lemak
Berdasarkan analisis uji lanjut Duncan pada taraf 5% (Lampiran
7, Tabel
30) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada nilai
rata-rata kadar
lemak dengan tekanan proses 4 bar dan 6 bar. Ukuran lemak
berkisar antara 1-
10m sehingga sistem mikrofiltrasi dengan ukuran pori-pori 2m
memungkinkan
lemak lebih banyak tertahan di retentat dari pada lolos dalam
permeat. Seperti
terlihat pada Tabel 6, lemak banyak tertahan di retentat dari
pada di permeat di
kedua tekanan.
41
-
Tabel 6. Kandungan kadar lemak hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar 0,5 Menit 0,8984 0,6844 0,468 0,5293 30 Menit 0,576 0,1874
0,8889 0,4514 60 Menit 0,5422 0,4739 0,9755 0,4857
Kadar Lemak (%)
90 Menit 0,615 0,4232 0,808 0,627
Pada tekanan 6 bar, lebih banyak lemak yang tertahan di
retentat, begitu
pula di permeat. Kandungan lemak di retentat pada waktu proses
30, 60 dan 90
menit masing-masing adalah 0,4514%, 0,4857% dan 0,6270%, pada
permeat di
masing-masing waktu proses adalah 0,1847%, 0,4739% dan 0,4231%.
Sedangkan
kandungan lemak retentat 30, 60 dan 90 menit pada tekanan 4 bar
masing-masing
adalah 0,8889%, 0,9755% dan 0,8080% dan pada permeat 30, 60 dan
90 menit
adalah 0,576%, 0,5422% dan 0,6150%.
Semakin lama waktu proses pemurnian, kandungan lemak pada
permeat
cenderung meningkat di kedua tekanan. Hal ini diduga terdapat
pertikel-partikel
lemak berukuran kurang dari 0,2m yang diperoleh dari proses
emulsifikasi
melalui homogenisasi, sehingga lolos dalam permeat dan hanya
partikel lemak
berukuran lebih besar dari 0,2 m yang dapat tertahan pada
permukaan membran
(Moerniati, 2009).
4.2.2.4. N-amino
Hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 32)
menunjukkan
bahwa faktor tekanan proses dan waktu proses serta interaksi
antara keduanya
tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 % terhadap kadar n-amino,
tetapi jenis hasil
42
-
proses pemurnian yakni permeat dan retentat serta interaksi
antara jenis hasil
pemurnian dengan waktu proses berpengaruh nyata pada taraf 5%
terhadap kadar
N-amino.
Berdasarkan analisis uji lanjut Duncan pada taraf 5% (Lampiran
7, Tabel
34) terdapat perbedaan yang nyata pada nilai rata-rata n-amino
pada permeat dan
retentat. Perbedaan ini disebabkan oleh sistem mikrofiltrasi
yang mampu
meloloskan n-amino (0,01-0,1m) dalam permeat.
Seperti ditunjukkan pada Tabel 7, pemurnian fraksi analog daging
kaldu
nabati kacang hijau berflavor analog daging dengan menggunakan
mikrofiltrasi
0,2m pada tekanan 4 dan 6 bar menghasilkan konsentrasi n-amino
yang tertinggi
di permeat pada 90 menit. Konsentrasi n-amino di tekanan 6 bar
adalah 6,34
mg/mL dan pada tekanan 4 bar sebesar 5,48 mg/mL. Sedangkan pada
retentat 90
menit di tekanan 6 bar dan 4 bar berturut-turut adalah 3,46
mg/mL dan 5,19
mg/mL. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel asam amino yang
berkisar
antara 0,01-0,1m, sehingga memungkinkan lolosnya n-amino pada
membran
mikrofiltrasi 0,2 m.
Tabel 7. Kandungan n-amino hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar
0,5 Menit 6,34 3,75 6,34 4,9
30 Menit 4,9 3,46 5,19 4,03
60 Menit 5,48 4,04 5,47 3,75 N-Amino (mg/mL)
90 Menit 5,48 6,34 5,19 5,18
Pada tekanan 6 bar selama 90 menit pada permeat mengandung
n-amino
sebagai fraksi analog daging tertinggi. Tingginya nilai n-amino
sebanding dengan
43
-
semakin meningkatnya kandungan senyawa pembentuk flavor analog
daging,
senyawa tersebut adalah senyawa-senyawa nitrogen seperti
pirazin, pirimidin.
4.2.2.5. Gula Pereduksi
Berdasarkan hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7,
Tabel 36)
menunjukan tidak adanya pengaruh interaksi jenis hasil
pemurnian, tekanan
membran dan waktu proses pemurnian terhadap kadar gula
pereduksi. Demikian
pula dengan masing-masing faktor perlakuan tidak berpengaruh
secara nyata pada
taraf 5%.
Gula pereduksi merupakan monosakarida yang mempunyai sifat
reduksi
dengan ukuran partikel lebih kecil (0,001m) dari pada membran
(0,2m)
sehingga akan lolos dalam permeat. Sedangkan gula pada umumnya
(disakarida
dan monosakarida) dapat tertahan pada permukaan membran karena
berukuran
lebih besar dari 0,2m (8-20m) (Anonim, 2005). Meskipun demikian,
faktor
kondisi operasi yaitu tekanan dan waktu operasi, kecepatan waktu
penggerak dan
suhu operasi serta kemungkinan terbentnya fouling oleh
menumpuknya komponen
lain pada permukaan membran, sifat gula yaitu ukuran partikel,
sifat kelarutan dan
interaksinya dengan komponen lain dapat berpengaruh terhadap
perolehan gula
dalam permeat maupun retentat. Gula merupakan komponen dengan
kelarutan
dalam air yang cukup tinggi sehingga kecenderungan untuk lebih
mudah larut
sebagai permeat juga cukup besar.
44
-
Tabel 8. Kandungan Gula pereduksi hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar 0,5 Menit 262,5 125 200 150 30 Menit 168,75 187,5 237,5
187,5 60 Menit 181,25 200 200 162,5
Gula Pereduksi (mg/mL)
90 Menit 200 162,5 250 250
Seperti ditunjukkan dalam Tabel 8, kadar gula pereduksi
cenderung
meningkat dalam retentat di kedua tekanan proses yaitu 4 dan 6
bar. Sedangkan
pada permeat cenderung meningkat pada tekanan 4 bar (200mg/mL)
dan
cenderung menurun pada tekanan 6 bar (162,5 mg/mL) saat 90 menit
proses
pemurnian. Nilai gula pereduksi yang cenderung lebih tinggi pada
retentat
diperkirakan karena adanya fouling karena menumpuknya komponen
lain
sehingga banyak yang tertahan dan sedikit bagian yang lolos pada
permeat.
4.2.2.6. Protein Terlarut
Hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 38)
menunjukan
tidak adanya pengaruh interaksi jenis hasil pemurnian, tekanan
membran dan
waktu proses pemurnian terhadap protein terlarut. Demikian pula
dengan masing-
masing faktor perlakuan tidak berpengaruh secara nyata pada
taraf 5%.
Protein terlarut adalah nitrogen dalam protein yang terpecah
menjadi
peptida dan asam amino. Peptida terlarut mempunyai kisaran
ukuran partikel
antara 0,01-0,1 m (Beuchat, 1983), sehingga pada membran
mikrofiltrasi 0,2m
akan lolos sebagai permeat. Tabel 9 menunjukkan bahwa kandungan
protein
terlarut pada permeat dan retentat terlihat fluktuatif. Pada
tekanan 4 bar terlihat
45
-
bahwa protein terlarut lebih banyak lolos dalam permeat di 60
menit pemurnian
yaitu 6,63mg/mL dan turun di 90 menit pemurnian menjadi
5,9mg/mL. Pada
retentat, kandungan protein terlarut di 60 menit lebih rendah
dari permeat yaitu
5,1 mg/mL dan meningkat di 90 menit menjadi 6,35mg/mL, hal ini
disebabkan
telah terjadi fouling di 90 menit pemurnian.
Tabel 9. Kandungan protein terlarut hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar
0,5 Menit 5,83 6,05 6,25 5,78
30 Menit 6 5,93 6,43 5,88
60 Menit 6,63 5,95 5,1 6,23
Protein terlarut
(mg/mL)
90 Menit 5,9 6,18 6,35 5,65
Pada tekanan yang lebih tinggi yaitu 6 bar lebih mampu mendorong
lebih
kuat sehingga kandungan protein terlarut semakin meningkat dan
pada 90 menit
pemurnian mencapai 6,18 mg/mL sedangkan pada retentat adalah
5,65mg/mL
setelah sempat banyak tertahan di 60 menit pemurnian yakni
sebesar 6,23 mg/mL.
4.2.2.7. Total Protein
Hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 40)
menunjukkan
bahwa faktor jenis hasil proses pemurnian (permeat dan retentat)
berpengaruh
nyata pada taraf 5% terhadap total protein. Tetapi tidak
menunjukkan adanya
pengaruh nyata pada tekanan dan waktu proses membran serta
interaksi antar
perlakuan terhadap total protein setelah dilakukan pemurnian
secara mikrofiltrasi.
46
-
Berdasarkan analisis uji lanjut Duncan pada taraf 5% (Lampiran
7, Tabel
41) diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada nilai
rata-rata total
protein dengan jenis hasil pemurnian yaitu permeat dan retentat.
Perbedaan ini
disebabkan oleh sistem mikrofiltrasi yang mampu memisahkan
protein dengan
ukuran partikel 0,04-2m sehingga akan tertahan dalam
retentat.
Kandungan total protein pada kaldu nabati ini tidak terlepas
dari bahan
dasar yang digunakan yaitu kacang hijau, dimana kandungan
proteinnya dalam
100 gram bahan adalah 19,7-24,2% (Kay,1997). Adanya beberapa
tahap proses
dalam pembuatan kaldu nabati ini seperti fermentasi dan
autolisis menyebabkan
terjadinya pemecahan protein menjadi peptida dan asam-asam amino
dengan berat
molekul lebih rendah, meskipun demikian tidak semua polipeptida
terhidrolisis,
serta adanya proses flavoring yang menjadikan kandungan total
protein bisa
meningkat.
Protein memiliki kisaran ukuran partikel 0,04-2m dengan berat
molekul
tinggi dan merupakan polipeptida yang terdiri dari banyak asam
amino (Anonim,
2005). Kandungan total protein pada pemurnian dengan
Mikrofiltrasi 0,2 m
cenderung meningkat pada permeat di kedua tekanan tetapi lebih
banyak tertahan
di retentat.
Tabel 10. Kandungan total protein hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi
Permeat Retentat Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar Tekanan 4
bar Tekanan 6
bar 0,5 Menit 29,31 37,81 33,79 32,49
30 Menit 26,38 25,6 33,87 32,47
60 Menit 26,63 27,77 34,34 27,23 Total Protein
(%)
90 Menit 27,28 32,72 29,86 39,55
47
-
Seperti terlihat di Tabel 10, konsentrasi total protein retentat
di 90 menit
pemurnian adalah 39,52% pada tekanan 6 bar dan pada tekanan 4
bar cenderung
menurun menjadi 29,86% dari 34,34% di 60 menit pemurnian.
Konsentrasi total
protein pada permeat 4 bar di 30, 60 dan 90 menit pemurnian
masing-masing
adalah 26,38%, 26,63% dan 27,28% sedangkan pada tekanan 6 bar
dengan waktu
proses yang sama berturut-turut adalah 25,60%, 27,77% dan
32,72%.
4.2.2.8. Intensitas Flavor Analog Daging
Hasil perhitungan Analisis Variansi (Lampiran 7, Tabel 43)
menunjukan
tidak adanya pengaruh interaksi jenis hasil pemurnian, tekanan
membran dan
waktu proses pemurnian terhadap intensitas flavor analog daging.
Demikian pula
dengan masing-masing faktor perlakuan tidak berpengaruh secara
nyata pada taraf
5%.
Untuk mengetahui aroma daging yang lebih kuat, maka
dilakukan
pengukuran intensitas aroma terhadap kedua hasil pemurnian kaldu
nabati baik
permeat maupun retentat. Intensitas aroma daging yang diukur
dideskriptifkan
(deskriptif terbatas) sebagai sulfur meaty. Dengan parameter
sebagai berikut, 1
untuk aroma daging yang lemah, 2 untuk cukup kuat, 3 untuk tajam
dan 4 untuk
sangat tajam. Berikut adalah hasil uji intensitas flavor analog
daging pada permeat
dan retentat di masing-masing kondisi.
48
-
Tabel 11. Intensitas flavor analog daging hasil proses pemurnian
mikrofiltrasi Permeat Retentat
Jenis Analisis Waktu Proses Tekanan 4 bar
Tekanan 6 bar
Tekanan 4 bar
Tekanan 6 bar
0,5 Menit 3 3 3 3 30 Menit 3 3 3 3 60 Menit 3 3 4 3
Intensitas flavor analog
daging 90 Menit 3 3 4 3
Seperti terlihat pada Tabel 11, proses pemurnian tidak terlalu
mengubah
intensitas aroma daging bila dibandingkan dari awal pemurnian.
Aroma masih
terasa tajam bahkan di retentat 4 bar pada 60 dan 90 menit
pemurnian
intensitasnya menjadi sangat tajam.
Berdasarkan hasil pengukuran beberapa parameter kimia yang
sudah
dilakukan, dapat dikatakan bahwa kondisi proses terbaik adalah
pada tekanan 6
bar dan 90 menit pemurnian. Hal ini didasarkan pada hasil
analisa statistik pada
komposisi kimia yang telah dilakukan, terutama pada nilai
n-amino, protein
terlarut dan total protein.
Tabel 12. Kandungan kimia dan intensitas flavor analog daging
pada permeat 6 bar 90 menit
Kandungan kimia Konsentrasi
Total Padatan (% b/b) 4,565 Kadar garam (%) 1,193
Kadar lemak (%b/b) 0,4232 N-amino (mg/mL) 6,34
Gula pereduksi (mg/mL) 162,5 Protein terlarut (mg/mL) 6,18
Total protein (% berat kering b/b) 32,72 Intensitas flavor
analog daging 3
49
-
4.2.3. Analisa Senyawa Pembentuk Flavor Analog Daging dengan
GCMS 4.2.3.1. Umpan (Feed)
Analisa senyawa volatil yang dilakukan pada hasil pemurnian
ini
bertujuan untuk mengetahui jenis senyawa pembentuk flavor analog
daging.
Analisa dilakukan terhadap feed serta permeat dan retentat pada
kondisi terbaik
(waktu proses 90 menit dan tekanan 6 bar). Tabel 13 menunjukkan
senyawa yang
teridentifikasi pada feed.
Tabel 13. Senyawa Flavor teridentifikasi pada feed Jenis Senyawa
Nomor puncak
Waktu Retensi % Area Nama Senyawa BM
Rumus Molekul
4 3,776 0,91 2-kloroetil vinil sulfida 122 C4H7ClS
8 7,537 1,94 2-Metil-5,6-dihidro-1,4-oksatin 116 C5H8OS
9 8,157 1,02 Etil 1,3-thiazolidin-3-karboksilat 161
C6H11NO2S
12 9,602 1,14
1,2,4-Triazol,4-[N-(2-Hidroksiiethil)-N-nitro]amino 173
C4H7N5O3
15 11,535 1,43 5-Nitro-1,3-thiazol 130 C3H2N2O2S
17 12,288 0,94 2-(siklopropilamin)-N-fenil-2-thioksoacetamid 220
C11H12N2OS
19 12,870 2,32 Klomethiazol 161 C6H8ClNS 20 13,281 22,89
4-Metil-5-Hidroksietilthiazol 143 C6H9NOS
22 14,866 1,55 2-(5-Metil-1,3-thiazol-4-yl)etil asetat 185
C8H11NO2S
26 17,117 0,87 1,3-Dietilthiourea 132 C5H12N2S
31 22,359 0,96 N,N-Dimetil-4-(metilsulfonil)-1,3-sikloaktana 229
C11H19NO2S
32 22,461 0,88 4,8-Dithiaundekana 192 C9H2OS2
37 24,000 0,94 (1,2,4)-Triazol-(1,3,4)-thiadizol-6-amina 235
C8H9N7S
46 30,509 1,52 Propilcystein 163 C6H13NO2S
48 38,417 1,40
Piridin-3-karboksamid,1,2-dihidro-4,6-dimetil-2-thiokso 182
C8H10N2OS
Nitrogen Sulfur sulfur
50 41,400 1,39 N,N-Dietilthiokarbamid 132 C5H12N2S
Jumlah % area 42,1
3 2,964 0,90 4-piperidinon,1,2,5-trimetil,o-(4-nitrofenil)oksim
277 C14H19N3O3
16 11,756 1,52 Dekanediamida,N,N-di-benzoiloksi 440
C24H28N2O6
21 14,667 1,30 1-(tert-Butoksikarbonil)-4hidroksiprolin 231
C10H17NO5
23 15,075 1,72 5-Dimetilaminapirimidin 123 C6H9N3
Nitrogen
27 17,852 0,90 Isoamilnitrit 117 C5H11NO2
50
-
33 22,942 0,82 3-kloro-1-etilpiperidin 147 C7H14ClN
39 24,678 1,04 1,2,4-Triazol,4-amina,
5-metil-3-(3,5-dimetilpirazol-1-yl)
192 C8H12N6
41 25,075 1,16 Imidazol, 2-trifloroasetamino-1-metil 193
C6H6F3N3O
42 26,230 1,59 Asetamid,2-klor-2,2-difloro 129 C2H2ClF2NO
45 30,258 0,81
2-Isopropiloktahidro-2H-1,2-benzoksazin-3-karbonitril 208
C12H20N2O
47 31,132 0,89 1,5-Dimetil-2,3-dihidro-1H-pyrorol 97 C6H11N
49 39,989 1,34 4-[(4-Asetil-3-metil-1H-pirazol-5-yl)metil 250
C7H5N5O3
Jumlah % area 13,99 24 16,000 1,34 Undekil 1-thioheksapiranoid
350 C17H34O5S Piran
44 27,285 1,54 Metil 4,6-O-benzilideneheksapiranosid 282
C14H18O6
Jumlah % area 2,88
5 4,444 0,88 3,4-Dihidroksi-5-metil-dihidrofuran 132 C5H8O4
6 4,703 1,15 Furan-2-on,3,4-dihidroksi-5-[1-hidroksi-2-floroetil
174 C6H7FO5
10 9,266 0,99 Etil 1-thiopentafuranosid 194 C7H14O4S
Furan
40 24,876 1,06 (5-Metil-2-furyl)metanol 112 C6H8O2 Jumlah % Area
4,08
18 12,592 0,81 1,3-siklopentanadiol 102 C5H10O2 Alkohol 25
16,634 1,12 9-oksa-bisiklo[3,3,1]nonana-2,7-diol 158 C8H14O3
Jumlah % Area 1,93
Aldehid 28 19,889 1,42 Isobutil aldehid propilen glikol asetal
130 C7H14O2
Jumlah % Area 1,42 Hidrokarbon 35 23,357 1,52 1-Tetradekena 194
C14H26
Jumlah % Area 1,52
1 2,055 0,39 Asam sikloheksankarboksilat, 2-[(aminaetil)dithio]
235 C9H17NO2S2
2 2,193 1,86 Asam propanoat 74 C3H6O2 7 6,499 3,06 Asam
oksaloasetat 132 C4H4O5
11 9,429 0,95 Asam 5-okso-6-fenilheksanoat 182 C12H14O3
13 9,849 1,05 Asam dikloroasetat, 3-pentadekil ester 338
C17H32Cl2O2
14 10,883 1,07 Asam
1,3,4-trihidroksi-5-oksosikloheksankarboksilat 190 C7H10O6
29 21,501 8,74 Asam palmitat 256 C16H32O2
30 21,850 1,37 Metil 2,6,10-trimetiltridekanoat 270 C17H34O2
34 23,301 1,67 Asam 9-Hexadekanoat 254 C16H30O2 36 23,604 8,40
Asam eikosanoat 312 C20H40O2 38 24,233 1,28 1-Metilsikloheksil
asetat 156 C9H16O2
Asam organik-Ester
43 27,126 2,25 Metil 2,2,3,3-tetraklorometil ester 224
C4H4Cl4O2
Jumlah % Area 32,09
51
-
Berdasarkan hasil analisa pada Tabel 13, teridentifikasi 50
senyawa dan
terdiri dari 8 golongan senyawa. Golongan senyawa
nitrogen-sulfur merupakan
penyusun flavor analog daging pada feed dengan presentase
terbesar sebanyak
42,1% yang terdiri dari 16 senyawa dan terdiri dari golongan
senyawa thiazol,
oksatin, thio dan thiookso. Senyawa nitrogen sulfur dan senyawa
sulfur yang
terbentuk ini diperkirakan sebagai hasil reaksi antara L-Cystein
dengan senyawa
karbonil pada reaksi flavoring. Menurut Bailey (1998), senyawa
pembentuk flavor
analog daging hasil dari reaksi mailard didominasi oleh senyawa
heterosiklik yang
mengandung nitrogen, sulfur, oksigen. Senyawa tersebut adalah
thiazol, thiophen,
pirazin, furan, pirol, imidazol, piridin dan oksazol.
Senyawa nitrogen yang teridentifikasi pada feed sebanyak 13,99%
yang
terdiri dari golongan piperidin, pirimidin, pirolin, pirazol,
imidazol, pirorol.
Menurut Kerler (2000), senyawa nitrogen dari golongan seperti
tersebut di atas
adalah merupakan hasil samping dari degradasi Strecker, dan
merupakan senyawa
yang berkontribusi membawa aroma roasted pada daging.
Asam dan ester teridentifikasi sebanyak 32,09%. Asam dan ester
ini
merupakan hasil degradasi dari lemak yang terkandung pada
kacang-kacangan
karena pemanasan tinggi. Lemak termasuk juga dalam kelompok
senyawa
pembawa rasa gurih dalam makanan.
52
-
R2COOCH
R1COOCH2
+ 3H2O
R3COOCH2
H2-COH
H-COH
H2-COH
OR'
+ 3 RCOOH
Reaksi pembentukan asam lemak dan ester
Trigliserida GliserolAsam lemak
RCOOH + R'-OH R-C=O + H2O
Asam lemak Alkohol Ester
Furan dan piran termasuk senyawa penyusun flavor analog daging
yang
terbentuk melalui degradasi karbohidrat pada reaksi mailard
(Bailey, 1998). Pada
hasil analisa ini ditemukan sebanyak 4,08% Furan dan 2,88%
pyran. Furan sering
dideskripsikan sebagai aroma roasted pada kaldu nabati, sauce,
kopi, dan
seasoning. Sedangkan piran merupakan senyawa nitrogen yang
dideskripsikan
sebagai aroma caramel (Susilowati, 2009).
Aldehid yang teridentifikasi sebanyak 1,42% merupakan hasil
dari
degradasi strecker antara L-Cystein dengan senyawa karbonil
(K.B. de Roos,
1992). Dari hasil identifikasi juga terdapat 1 senyawa
hidrokarbon sebanyak
1,52%, senyawa ini kemungkinan dihasilkan dari reaksi antara
asam amino
dengan gula sebagai senyawa intermediet pada tata ulang Amadori
dalam reaksi
Maillard sebagai turunan 1-Deoxyosones (Bailey, 1998). Alkohol
teridentifiksi
sebanyak 1,93%, diperkirakan sebagai hasil samping dari proses
fermentasi.
53
-
4.2.3.2. Permeat
Hasl identifikasi Pada permeat ditemukan 40 senyawa yang terdiri
dari
golongan senyawa yang tidak jauh berbeda dengan hasil
identifikasi pada feed.
Hasil identifikasi ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Senyawa teridentifikasi pada permeat Jenis
Senyawa Nomor puncak
Waktu Retensi % Area Nama Senyawa
BM
Rumus Molekul
5 4,900 0,01 1,2,3-Triazol,4-florodinitrometil-1-metil 131
C5H9NOS
11 8.085 0,10 2-Thiopenethiol 116 C4H4S2
23 12,861 0,22 Klomethiazol 161 C6H8ClNS
25 13,319 70,99 4-metil-5Hidroksietilthiazol 143 C6H9NOS
32 18,585 0,11 Furfuril-metil-sulfida 128 C6H8OS
Senyawa Nitrogen-
Sulfur/ sulfur
33 18,754 0,05 2-Metil-6-thiopurin 166 C6H6N4S
Jumlah % Area 71,48
13 8,595 0,08 N-(tert-Butil)-3,3-dimetilbutanamida 172
C10H21NO
17 10,252 0,16 4-Amina-2,6-dihidroksi-5-nitrosopirimidin 156
C4H4N4O3
27 15,084 0,56 2,6-Dimetil-3-isopentilpirazin 178 C11H18N2
29 16,447 0,64 2,3,5-Trimetil pirazin 122 C7H10N2
30 16,943 0,27 3-Alil-2,5-dimetilpirazin 148 C9H12N2
35 19,579 0,78 Tekomin 179 C11H17NO
36 20,567 0,11 Pirorol
(1,2)-pirazin-1,4-dion,heksahidro-3-(2-metilpropil)
210 C11H18N2O2
38 21,675 0,10 3-Butil-2,5-dimetilpirazin 164 C10H16N
39 22,625 0,07 2-Isopentil-3,5-dimetillpirazin 192 C11H18N2
41 23,690 0,06 2,6-Piridindiol,3-[(2,4-dihidroksifenil)azo] 247
C11H9N3O4
42 24,653 1,30 4-Pirazolmetanamin,1-etil-3-metil 139 C7H13N3
Senyawa Nitrogen
43 28,117 0,34 5-Dimetilaminapirimidin 123 C6H9N3
Jumlah % Area 4,47
1 4,251 0,02 Etil tetrahidro-2H-piran-2-yl sulfida 146 C7H14OS
Piran
6 5,933 0,09 5,6-dihidro-4-metoksi-2H-piran 114 C6H10O2
54
-
19 11,300 1,08 3,5-Dihidroksi-6-metil-2,3-dhidro-4H-piran-4-on
144 C6H8O4
28 16,067 6,65 3,4-anhidroheksopiranosa 162 C6H10O5
34 19,255 0,09 3,3,8-Trimetil-6-okso-3,4,6,7-tetrahidro-1H-piran
218 C12H14N2O2
Jumlah % Area 7,93
3 4,423 0,01 Etil-amino-2-deoksi-1-thiopentafuranosid 193
C7H15NO3S
10 7,912 0,41 Furfural, 5-metil- 110 C6H6O2
12 8,467 0,11 2,4-Dihidroksi-2,5-dimetil-3(2H)-furanon 144
C6H8O4
15 9,237 0,05 2(3H)-Furanon, dihidro-3-hidroksi-4,4dimetil 130
C6H10O3
Furan
22 12,059 0,07 2(3H)-Furanon, 5-etoksidihidro 130 C6H10O3
Jumlah % Area 0,65
2 4,289 0,54 2,3-Butadienol 90 C4H10O2
8 7,247 0,09 1-Nitrometil-1-sikloheksanol 159 C7H13NO3
16 9,754 13,17 Gliserol 92 C3H8O3
Alkohol
20 11,642 0,07 Heksanediol 118 C6H14O2
Jumlah % Area 13,87
4 4,081 0,05 2-Furankarboksaldehid 96 C5H4O2
31 18,319 0,11 n-Heptaldehid 114 C7H14OS Aldehid (0,24%)
21 11,724 0,08 4-Benzoiloksi-1-morfolinosikloheksena 287
C17H21NO3
Jumlah % Area 0,24
Hidrokarbon 26 13,951 0,18 n-Tridekana 184 C13H28
Jumlah % Area 0,18
7 6,866 0,14 1-Butoksi-2-propanol asetat 174 C9H18O3
9 7,578 0,52 Asam butanoat, 2-etil-3-okso, etil ester 158
C8H14O3
14 8,967 0,03 Asam 5-noninoat 154 C9H14O2
18 10,458 0,19 Asam 2,4-pentadienoat 98 C5H6O2
24 13,108 0,04 1-Metil-1-(4-metilensikloheksill)etil
pentanoat
238 C15H26O2
37 21,484 0,18 Asam palmitat 256 C16H32O2
Ester dan asam
organik
40 23,586 0,11 Asam oktadekanoat 284 C18H36O2
Jumlah % Area 1,21
55
-
Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis senyawa yang
teridentifikasi tidak
jauh berbeda dengan feed, tetapi presentase senyawa penyusunnya
terlihat
berbeda. Senyawa nitrogen sulfur pada hasil proses pemurnian ini
teridentifikasi
lebih banyak yaitu sebesar 71,48%. Hal ini mengindikasikan bahwa
proses
mikrofiltrasi 0,2m mampu meningkatkan intensitas senyawa
penyusun flavor
analog daging (fraksi analog daging). Fraksi ini mengandung
Senyawa nitrogen
sulfur sebagai senyawa penyusun utama flavor analog daging.
Berdasarkan hasil identifikasi, senyawa dari golongan thiazol
yaitu 4-
metil-5-hidroksietiltiazol memiliki presentase terbesar yakni
70,99%.
Diperkirakan senyawa inilah yang sangat berperan sebagai flavor
analog daging.
Senyawa ini merupakan hasil degradasi thiamin. Menurut Guntert
et al. (1992),
Thiamin merupakan salah satu prekusor yang berperan dalam
terbentuknya aroma
daging dan sering dideskripsikan sebagai aroma daging panggang.
Senyawa
pembentuk aroma daging tersebut terbentuk dari hasil degradasi
thiamin karena
adanya proses pemanasan.
Gambar 13. Spektrum massa dari senyawa target pada puncak ke-25
dan hasil library dengan indeks kesamaan 93%
(4-metil-5-hidroksietilthiazol)
56
-
Setelah dilakukan perbandingan dengan standar data library,
senyawa
tersebut memiliki kemiripan 93% dengan senyawa
4-metil-5-hidroksietilthiazol
(8). Senyawa ini memiliki rumus molekul C6H9NOS dan berat
molekul 143
g/mol. Struktur dari senyawa ini adalah:
N
SHO
4-metil-5-hidroksieti lthiazo4-metil-5-hidroksietilthiazol
(8)
Pola fragmentasi dari spektrum massa di atas adalah sebagai
berikut:
N
SOH
N
SCH2-CH3O (m/Z = 31)
m/Z = 112
-C3H6O (m/Z = 58)
N
S
m/Z = 85
-C5H8ON (m/Z = 98)S Cm/Z = 45
m/Z = 143
57
-
Berat molekul rata-rata senyawa yang teridentifikasi pada
permeat
sebagian besar kurang dari 200 g/mol, dan hanya beberapa senyawa
saja dengan
presentase yang sangat kecil yang mempunyai berat molekul diatas
200 g/mol.
ukura