DRAF 5 APRIL 2017 1 VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUJUAN 1: MENGAKHIRI KEMISKINAN DALAM SEGALA BENTUK DIMANAPUN Laporan ini berisikan tentang perkembangan pencapaian berbagai indikator tujuan 1, mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk. Pembahasan hanya difokuskan pada beberapa indikator penting seperti tingkat kemiskinan ekstrim, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional, proporsi peserta jaminan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan indikator lainnya. Selain itu diuraikan pula tentang berbagai inisiatif dan capaian signifikan, emerging issues serta pembelajaran. I. ANALISIS TREND DAN KEBERHASILAN A. Mengentaskan Kemiskinan Hasil upaya Pemerintah Indonesia dalam mengakhiri kemiskinan, dapat dilihat dari tingkat kemiskinan yang terus menurun dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan pengukuran kemiskinan Bank Dunia yang menggunakan pendekatan Purchasing Power Parity 1 (PPP), sekitar 8,8% penduduk Indonesia hidup di bawah US$ 1,25 per kapita per hari pada tahun 2015 (Gambar 1). Selain itu bila menggunakan Garis Kemiskinan Nasional 2 , terdapat 10,7% atau 27,76 juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun 2016 (Gambar 2). Namun, laju penurunan kemiskinan pada 3 tahun terakhir mengalami perlambatan yang mengindikasikan perlunya kerja yang lebih keras untuk mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 7- 8%. Gambar 1.1. Perkembangan Pengurangan Kemiskinan Ekstrim 2006-2015 Sumber: Bank Dunia Gambar 1.2. Perkembangan Pengurangan Kemiskinan Berdasarkan Garis Kemiskinan Nasional, 2006-2016 Sumber : BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret) Meskipun laju penurunan kemiskinan melambat, tingkat kesejahteraan penduduk miskin membaik. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) menurun dari 3,43 pada tahun 2006 menjadi 1,74 pada tahun 2016, mengindikasikan kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin kecil. Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) yang menurun dari 1,00 pada tahun 2006 menjadi 0,44 pada September tahun 2016. Hal ini mengindikasikan semakin mengecilnya distribusi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (Gambar 3). 1 PPP dengan batas US$ 1.25 yang sama/flat mulai dari periode 2006-2015 2 Garis Kemiskinan (GK) Nasional yang digunakan sesuai dengan perkembangan GK di setiap tahun 28.32 23.52 22.66 19.48 17.08 14.85 12.93 11.21 9.73 8.80 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 PPP US$ 1.25 17.75 16.58 15.42 14.15 13.33 12.49 11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.70 7.55 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Maret 2016 Sept 2016 Persentase Penduduk Miskin (%) Target
14
Embed
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN …filantropi.or.id/pubs/uploads/files/20170405DraftVNRGoal1TanpaKemi... · Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DRAF 5 APRIL 2017
1
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR)
TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUJUAN 1:
MENGAKHIRI KEMISKINAN DALAM SEGALA BENTUK
DIMANAPUN
Laporan ini berisikan tentang perkembangan pencapaian berbagai indikator tujuan 1, mengakhiri
kemiskinan dalam segala bentuk. Pembahasan hanya difokuskan pada beberapa indikator penting
seperti tingkat kemiskinan ekstrim, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
nasional, proporsi peserta jaminan kesehatan melalui Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
indikator lainnya. Selain itu diuraikan pula tentang berbagai inisiatif dan capaian signifikan, emerging
issues serta pembelajaran.
I. ANALISIS TREND DAN KEBERHASILAN A. Mengentaskan Kemiskinan
Hasil upaya Pemerintah Indonesia dalam mengakhiri kemiskinan, dapat dilihat dari tingkat
kemiskinan yang terus menurun dalam dasawarsa terakhir. Berdasarkan pengukuran kemiskinan Bank
Dunia yang menggunakan pendekatan Purchasing Power Parity 1(PPP), sekitar 8,8% penduduk
Indonesia hidup di bawah US$ 1,25 per kapita per hari pada tahun 2015 (Gambar 1). Selain itu bila
menggunakan Garis Kemiskinan Nasional2, terdapat 10,7% atau 27,76 juta penduduk yang hidup di
bawah garis kemiskinan pada tahun 2016 (Gambar 2). Namun, laju penurunan kemiskinan pada 3
tahun terakhir mengalami perlambatan yang mengindikasikan perlunya kerja yang lebih keras untuk
mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sebesar 7-
8%.
Gambar 1.1. Perkembangan Pengurangan
Kemiskinan Ekstrim 2006-2015
Sumber: Bank Dunia
Gambar 1.2. Perkembangan Pengurangan
Kemiskinan Berdasarkan Garis Kemiskinan
Nasional, 2006-2016
Sumber : BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)
Meskipun laju penurunan kemiskinan melambat, tingkat kesejahteraan penduduk miskin membaik.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurun dari 3,43 pada tahun 2006 menjadi 1,74 pada tahun
2016, mengindikasikan kesenjangan rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan semakin kecil. Begitu pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang menurun dari
1,00 pada tahun 2006 menjadi 0,44 pada September tahun 2016. Hal ini mengindikasikan semakin
mengecilnya distribusi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (Gambar 3).
1 PPP dengan batas US$ 1.25 yang sama/flat mulai dari periode 2006-2015 2 Garis Kemiskinan (GK) Nasional yang digunakan sesuai dengan perkembangan GK di setiap tahun
28.32
23.52 22.66
19.4817.08
14.8512.93
11.219.73 8.80
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
PPP US$ 1.25
17.7516.58
15.4214.15
13.3312.49 11.96 11.37 11.25 11.22 10.86 10.70
7.55
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
Mar
et 2
016
Sep
t 2
01
6
Persentase Penduduk Miskin (%)
Target
DRAF 5 APRIL 2017
2
Gambar 1.3. Tingkat Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Periode 2006-2016
Sumber: BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)
Disparitas laju penurunan kemiskinan antarwilayah masih menjadi tantangan berat karena laju
penurunan kemiskinan terjadi secara tidak merata. Masih cukup banyak daerah yang memiliki tingkat
kemiskinan di atas rata-rata nasional. Beberapa provinsi di wilayah Indonesia Timur memiliki tingkat
kemiskinan cukup tinggi, seperti Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Secara
umum, kemiskinan di wilayah perdesaan lebih tinggi dari wilayah perkotaan.
Gambar 1.4. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Berdasarkan Provinsi
Sumber: BPS, Susenas (Angka September 2016)
Hal ini diikuti oleh ketimpangan yang melebar antar kelompok pendapatan. Perkembangan gini rasio
Indonesia pada periode 2006-2016 menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk
di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Gambar 1.5. Gini Rasio Perkotaan, Pedesaan, dan Total pada Periode 2006-2016
Sumber: BPS, Susenas (2006-2015 Angka Maret)
B. Upaya Perlindungan Sosial
Strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia dalam RPJMN 2015-2019 bertumpu pada 3
pilar, yaitu perlindungan sosial yang komprehensif, peningkatan pelayanan dasar, dan
penghidupan berkelanjutan. Sejalan dengan pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), pada tahun 2014 Pemerintah mulai melaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Mulai pertengahan tahun 2015, dilaksanakan 4 program lainnya melengkapi SJSN, yaitu jaminan
Antara tahun 2015 dan 2016 terjadi peningkatan persentase rumah tangga miskin dan rentan
(kesejahteraan 40% terendah) terhadap akses sumber penerangan dari 95,74% menjadi 96,22%.
Meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap penerangan akan memperbaiki kualitas hidup
mereka.
Gambar 1.15. Persentase Rumah Tangga Miskin dan Rentan yang Sumber
Penerangan Utamanya Listrik baik dari PLN dan Bukan PLN
Sumber: BPS, Susenas
D. Membangun Ketahanan Masyarakat Miskin dan Rentan terhadap Bencana
Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana
Rumah tangga miskin cenderung rentan dalam menghadapi dampak bencana dan untuk
tinggal dan bekerja di daerah yang berisiko terkena bencana. Daerah dengan kepadatan penduduk miskin yang tinggi memiliki frekuensi terjadinya bencana yang tinggi. Kelompok
dengan mata pencaharian yang bergantung pada cuaca dan iklim yang memiliki dampak risiko
bencana paling tinggi (seperti El Nino/kekeringan) sebagian besarnya adalah rumah tangga
miskin seperti buruh tani, produsen tanaman pangan, dan nelayan skala kecil.
Bantuan pemerintah kepada korban bencana alam khususnya kelompok masyarakat miskin dan
rentan (kesejahteraan 40% terendah) meningkat dari 66.625 korban jiwa pada tahun 2010
menjadi 200.000 korban jiwa pada tahun 2014. Begitu juga dengan jumlah petugas
penanggulangan bencana meningkat dari 5.310 orang pada tahun 2010 menjadi 5.740
orang pada tahun 2014.
Gambar 1.16. Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana Alam
Sumber: Kementerian Sosial, Laporan Tahunan
Sedangkan, bantuan pemerintah kepada korban bencana sosial diantaranya berupa
bantuan kedaruratan dan pemulihan sosial meningkat dari 6.700 jiwa pada tahun 2010
menjadi 20.569 jiwa pada tahun 2014 (Gambar 17.a). Dalam pelaksanaan pemenuhan
pelayanan dasar korban bencana sosial di lokasi bencana, tidak terlepas dari dukungan
SDM relawan sosial Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan tenaga pelopor yang tangguh
dan berkomitmen tinggi. Pembentukan dan pelatihan tenaga pelopor meningkat dari 100
orang pada tahun 2010 menjadi 295 orang pada tahun 2014 (Gambar 17.b).
95.74
96.22
95.5
96.0
96.5
2015 2016
Per
sen
tase
(%
)
66,625
200,000
Korban bencana alam yang dibantu dandilayani (Jiwa)
2010 2014
5,310
5,740
Pemantapan petugas penanggulanganbencana (Orang)
2010 2014
(a)
(b)
DRAF 5 APRIL 2017
8
Gambar 1.17. Pelayanan Dasar Kepada Korban Bencana Sosial
Sumber: Kementerian Sosial, Laporan Tahunan
II. TANTANGAN DAN CARA MENGATASI TANTANGAN
Selain pencapaian di atas, masih dijumpai beberapa tantangan dalam pengurangan kemiskinan.
Beberapa tantangan dan langkah-langkah penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Basis Data Terpadu (BDT) sebagai acuan kepesertaan program penanggulangan
kemiskinan belum optimal. Hal ini disebabkan antara lain perubahan tingkat kesejahteraan
rumah tangga yang sangat dinamis, mekanisme pemutakhiran belum sistematis, dan BDT belum
dimanfaatkan oleh seluruh stakeholder pelaksana program kemiskinan. Langkah perbaikan yang
dilakukan antara lain mengembangkan skema Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) dan
mekanisme pendaftaran mandiri (MPM) dengan melibatkan pemerintah daerah.
dan kapasitas kelembagaan penanggulangan kemiskinan yang belum kuat sehingga target dalam
dokumen perencanaan tidak tercapai. Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain melakukan
inovasi dalam mengatasi kerentanan, kemiskinan dan ketimpangan melalui intensifikasi program
penanggulangan kemiskinan khususnya di wilayah perkotaan, dan pengembangan program yang
bertujuan meningkatkan kapasitas kerja kelompok miskin dan rentan.
4. Pembangunan Perdesaan yang belum sepenuhnya terarah. Beberapa permasalahan
mencakup anggaran dana desa cukup besar dan cenderung meningkat setiap tahun, formulasi
alokasi dana desa menghasilkan distribusi yang timpang antar wilayah. Selain itu pemanfaatan
Dana Desa belum memiliki rencana induk yang jelas dengan outcome jangka panjang yang
terukur, serta kualitas pendampingan yang relatif minimal. Langkah perbaikan yang dilakukan
antara lain mengintegrasikan Dana Desa sebagai bagian dari upaya pembangunan perdesaan,
reformulasi alokasi dana desa agar sesuai dengan kebutuhan wilayah, penyusunan kerangka
induk dan outcome jangka panjang dalam pemanfaatan dana desa, serta peningkatan keberadaan
dan kualitas pendamping desa melalui seleksi dan pelatihan yang terstruktur.
5. Insiatif upaya penangulangan kemiskinan yang berbasis pada peningkatan pendapatan
masih rendah. Beberapa masalah mencakup program perlindungan sosial hanya mampu
mancakup kurang dari 30% total pengeluaran rumah tangga miskin. Di sisi lain peningkatan yang
signifikan berpotensi menciptakan ketergantungan rumah tangga miskin dan rentan jika tidak di
imbangi dengan program peningkatan pendapatan. Aspek peningkatan kapasitas kerja bagi
kelompok miskin dan rentan sangat penting untuk meningkatkan pendapatan (seperti: akses
pekerjaan, usaha, pembiayaan dan kemampuan). Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain
peningkatan kapasitas kerja bagi kelompok muda dan kelompok perempuan, pendampingan dan
pelatihan oleh penyuluh pertanian (produksi dan pemasaran), akses pembiayaan modal UMKM
6,700
20,569
2010 2014
Bantuan Kedaruratan danPemulihan Sosial (Jiwa)
100
295
2010 2014
Pembentukan dan Pelatihan TenagaPelopor (Orang)
(a) (b)
DRAF 5 APRIL 2017
9
dan pertanian, memperkuat input produksi: supply chain diperkotaan dan akses pupuk, benih dan
obat-obatan, program fokus pada keunggulan wilayah, meningkatkan produktivitas sektor
industri sebagai sektor penyerapan tenaga kerja diwilayah perkotaan, pengembangan agroindustri
di wilayah perdesaan, dan Program Nasional Keuangan Inkusif yang menjamin sistem keuangan
yang berfungsi baik menjangkau setiap individu.
6. Efektivitas Pelaksanaan program perlindungan sosial untuk rumah tangga/keluarga miskin dan rentan masih terkendala di beberapa aspek diantaranya BDT belum menjadi
sumber data penetapan sasaran, rendahnya tingkat komplementaritas penerima manfaat program,
dan pelaksanaan program yang belum sepenuhnya sesuai dengan tujuan dan rancangan program.
Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain menyempurnakan pelaksanaan program
perlindungan sosial untuk keluarga miskin dan rentan, mengintegrasikan sasaran penerima
manfaat program menggunakan BDT, meningkatkan komplementaritas penerima manfaat
program dengan menggunakan BDT sebagai data penetapan sasaran, dan perbaikan pelaksanaan
program disesuikan dengan tujuan dan rancangan program.
7. Koordinasi Kelembagaan Program yang masih belum terintegrasi. Kelembagaan pelaksana
program yang berbeda berpotensi tidak terintegrasi dan saling melengkapi antar program, seperti
KIP/BSM: Kemendikbud/Kemenag, KIS/JKN: Kemenkses, dan PKH, Rastra: Kemensos.
Langkah perbaikan yang dilakukan antara lain integrasi kelembagaan pelaksana program untuk
Konsolidasi program nasional penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan yang
mengintegrasikan program perlindungan sosial (pendekatan pengeluaran), Kelembagaan strategis
penanggulangan kemiskinan bertanggungjawab penuh kepada presiden/wakil presiden, dan
Kepesertaan dan tingkat kolektabilitas iuran pekerja sektor informal yang masih rendah.
8. Edukasi, inovasi pendaftaran, pengumpulan iuran, dan pembayaran manfaat/klaim yang belum efektif dan memudahkan perluasan kepesertaan PBI. Langkah perbaikan yang dilakukan
perlu didukung dengan database yang up-to-date dan targeting yang akurat, perbaikan
infrastruktur kesehatan dan upaya mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
serta pengembangan strategi komunikasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya imunisasi.
III. INOVASI DAN UPAYA PENTING PENCAPAIAN TUJUAN
1. Turunnya persentase penduduk di bawah garis kemiskinan nasional dengan sasaran penurunan
kemiskinan 7-8% pada tahun 2019, serta pengembangan Indeks Kemiskinan Multidimensi.
2. Di bidang kesehatan telah dilaksanakan konsep universal coverage, meliputi:
a) Pemberian jaminan kesehatan bagi penduduk miskin yang iurannya dibayarkan pemerintah
sebagai peserta program jaminan kesehatan. Target cakupan PBI di tahun 2016 adalah 36%
dari total penduduk, dan akan mencapai 40% penduduk pada tahun 2019.
b) Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan dan Kementerian/Lembaga lain melakukan
verifikasi validasi data PBI setiap 6 bulan sekali, yang hasilnya ditetapkan melalui peraturan
menteri sosial.
c) Konsep Universal Health Coverage yang diterapkan tidak semata-mata hanya perlindungan
terhadap biaya kesehatan untuk seluruh masyarakat namun juga peningkatan akses pelayanan
dan kualitas pelayanan.
3. Peningkatan Pelayanan Kesehatan bagi Ibu meliputi:
a. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang diimplementasikan mulai tahun 2011 untuk
menyediakan pelayanan gratis untuk wanita hamil yang tidak mempunyai asuransi kesehatan
Pada tahun 2016 ruang lingkup Jampersal mencakup pembiayaan rumah tunggu kehamilan,
biaya operasional ibu hamil, tenaga kesehatan dan pendamping, serta biaya transportasi, yang
disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik.
b. Persalinan di fasilitas kesehatan (faskes) mencakup persalinan di Rumah Sakit/Rumah Sakit
Bersalin, Klinik/Bidan/Praktek Dokter, Puskesmas/Pustu/Polindes. Upaya yang dilakukan
pemerintah dalam mendorong ibu hamil agar bersalin di faskes yaitu dengan melakukan
program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dan Kelas Ibu Hamil.
DRAF 5 APRIL 2017
10
Pemerintah juga telah memfasilitasi masyarakat di daerah yang sulit akses dengan
menyediakan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK) yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk
menunggu waktu kelahiran jika rumahnya jauh dari faskes.
c. Terkait dengan indikator kontrasepsi bagi Pasangan Usia Subur (PUS), Kemenkes bekerja
sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) untuk
melakukan konseling terhadap ibu hamil agar melakukan program Keluarga Berencana (KB)
pasca persalinan dan juga remaja putri melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
4. Peningkatan Pelayanan Dasar Imunisasi Dasar Lengkap meliputi:
a) Pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak usia hingga 1 tahun yang terdiri atas DPT (3
kali), Polio (4 kali), campak (1 kali), BCG (1 kali), dan hepatitis B (4 kali).
b) Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional, Kampanye Campak Polio dan Gerakan
Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child Immunization (GAIN-UCI).
c) Penyediaan vaksin secara gratis untuk diberikan ke puskesmas. Program pendekatan keluarga
merupakan salah satu bentuk upaya menjaring masyarakat dengan melakukan kunjungan
keluarga bagi keluarga dengan balita yang tidak datang ke puskesmas untuk imunisasi. Bagi
kabupaten yang mempunyai daerah-daerah sulit dijangkau, pelayanan imunisasi dilakukan
pendekatan SOS, yaitu pelayanan imunisasi minimal 4 kali dalam setahun.
5. Penempatan tenaga kesehatan strategis melalui penugasan khusus dan juga berbasis tim
(Nusantara Sehat) untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan terutama di daerah tertinggal,
perbatasan dan kepulauan (DTPK).
6. Pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan dukungan psikososial bagi korban bencana. Untuk
memberikan rasa aman, mengurangi reaksi-reaksi emosional yang tidak menyenangkan seta
mempersiapkan untuk pengkodisian kembali ke situasi normal dan rutinitas diberikan pelayanan
dukungan psikososial oleh pendamping yang terlatih.
7. Perlindungan sosial yang terintegrasi bagi penerima bantuan PKH untuk mempercepat
pengentasan kemiskinan melalui bantuan sosial dan subsidi tepat sasaran melalui penyaluran
tunai (reguler) dan non tunai melalui e Warong KUBe PKH dan Agen bank Lakupandai.
8. Verifikasi dan Validasi Basis Data Terpadu:
a) Perluasan pelaksanaan metode pemutakhiran basis data terpadu melalui sistem layanan dan
rujukan terpadu serta metode pemutakhiran mandiri guna menjamin efektifitas dan efisiensi
pelaksanan program penanggulangan kemiskinan.
b) Penguatan mekanisme pendampingan di daerah secara berkesinambungan, melalui
peningkatan ketersediaan fasilitas pendukung dan kapasitas SDM dan sertifikasi pekerja
sosial yang akan melakukan pemutakhiran data.
c) Penyelarasan kebijakan satu kartu dan akun bantuan sosial dengan kebijakan data
kependudukan (NIK) yang akurat, kelengkapan dokumen identitas hukum agar penduduk
miskin dapat mengakses pendidikan, kesehatan, layanan kesejahteraan sosial, dan
perlindungan hukum.
9. Perluasan pelayanan dasar melalui peningkatan ketersediaan infrastruktur dan sarana serta
pengembangan dan penguatan sistem penyediaan layanan dasar.
10. Peningkatan efektivitas koordinasi kebijakan dan implementasi program penanggulangan