Joint Working Group II September—Oktober 2009 Volume 4 Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nya- man bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilak- sanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat (nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan beserta isu-isu penting yang sudah pernah teriden- tifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya. Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Di- nas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwaki- lan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Univer- sitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerin- tah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala. Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehar- tono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP). Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka men- jawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu. Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pen- dorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof. Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komu- nitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal, kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman Sembiring (IHSA). Bersambung ke halaman 6 Edisi kali ini: Joint Working Group II 1 Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..? 2 FGD:Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum, Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan 3 Mengulas Keterli- batan Masyarakat dalam Skema REDD 4 Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabu- paten Berau 5 Agenda ke depan 6
Update Kelompok Kerja REDD Berau - Volume 4 - September - Oktober 2009
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Joint Working Group II
September—Oktober 2009 Volume 4
Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nya-
man bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group
BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilak-
sanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja
pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat
(nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan
beserta isu-isu penting yang sudah pernah teriden-
tifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya.
Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari
pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Di-
nas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta
didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwaki-
lan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Univer-
sitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan
Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta
PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerin-
tah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA
Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan
Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen
Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah
seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala.
Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehar-
tono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan
menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak
perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif
dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP).
Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka men-
jawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam
pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu.
Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pen-
dorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof.
Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak
Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting
oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komu-
nitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal,
kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman
Sembiring (IHSA).
Bersambung ke halaman 6
Edisi kali ini:
Joint Working
Group II
1
Mengenal lebih
dekat dengan
REDD, apa dan
bagaimana..?
2
FGD:Mempertajam
hasil kajian
Pengembangan
Kerangka Hukum,
Kelembagaan dan
Mekanisme
Keuangan
3
Mengulas Keterli-
batan Masyarakat
dalam Skema REDD
4
Mengukur potensi
deforestasi pada
kawasan hutan
produksi di Kabu-
paten Berau
5
Agenda ke depan 6
Salah satu Keputusan pada Conference of Parties (COP 13) di
Bali Desember 2007 adalah mendorong para pihak untuk men-
dukung upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan de-
gradasi hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di sektor
kehutanan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak keti-
dak jelasan dan perbedaan pendapat tentang REDD, namun
proses-proses persiapan untuk kegiatan-kegiatan REDD sudah
berjalan di berbagai tingkat di Indonesia. Hal ini akan memer-
lukan keterlibatan dan komitmen yang luas dari berbagai
stakeholder. Namun demikian, sebagai sebuah isu yang baru
dan masih sedang berkembang, pemahaman yang jelas ten-
tang REDD, konteksnya dan bagaimana para pihak bisa terlibat
dalam mekanisme ini masih sangat terbatas terutama di ting-
kat daerah. Ada ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan