8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
1/118
Masa Lalu, Masa Kini danMasa Depan Otonomi Desa
Sutoro Eko
Baru kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas kekutannya sendiri,
barulah seluruh masyarakat kita akan pula naik tingkatan serta kemajuannya di
dalam segala lapangan, termasuk lapangan kebudayaan.
(Sutan Sahrir).
Pembaharuan desa kini menjadi isu sentral dalam kajian dan avokasi desa,
menyusul lahirnya UU No. 22/1999. Otonomi dan demokrasi desa, yang selama ini
mengalami marginalisasi dalam ilmu pengetahuan, kebijakan dan advokasi, tampaknya
menjadi isu utama dalam pembaharuan desa. emang tidak banyak aktor yang concern
pada isu pembaharuan desa, tetapi ada barisan !oknum" akademisi, N#Os, birokrat, aktivis
asosiasi desa, pemerintah daerah, maupun lembaga$lembaga donor internasional yang
bekerja keras melakukan kajian dan advokasi pembaharuan desa. Para aktivis asosiasi desa
%untuk tidak menyebut seluruh perangkat desa dan &adan Per'akilan (esa) terus$menerusmenyampaikan suara %voice) atau aspirasi tentang otonomi desa. *liansi asyarakat *dat
Nusantara %**N) juga menuntut pemulihan otonomi dan hak$hak masyarakat adat yang
telah hilang karena intervensi negara dan modal. (i +ogyakarta, ada orum
Pengembangan Pembaharuan (esa %P(), sebuah -orum multipihak yang terus$menerus
melakukan kajian, pembelajaran, sharing pengetahuan dan pengalaman, maupun
penguatan gerakan untuk mendorong otonomi dan demokrasi desa, termasuk melakukan
advokasi undang$undang pemerintahan daerah agar lebih berpihak kepada otonomi desa.
Pada saat yang sama, (irektorat enderal Pemberdayaan asyarakat dan (esa (epdagri
juga memberikan arahan dan dorongan seara terbatas terhadap penguatan kemandirian
%bukan otonomi) desa. 0ementara, sebagian pemerintah kabupaten telah menjalankan
kebijakan *lokasi (ana (esa %*(() yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dan
mendorong tumbuhnya otonomi desa. N#Os, akademisi maupun donor internasional telah
1
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
2/118
mendorong, mengkaji, mendampingi, menggerakkan maupun menyerukan penguatan
otonomi desa.
*pa yang mereka lakukan selama ini tentu sangat berharga, meski tidak langsung
menapai perubahan seara drastis dalam jangka pendek. etapi sejauh ini belum
terbangun kata sepakat mengenai makna dan -ormat otonomi desa. asing$masing
mempunyai pandangan dan jalan yang berbeda. arena itu kajian dan advokasi otonomi
desa enderung parsial, apalagi pembuat kebijakan di akarta %pemerintah dan (P3) tidak
memberi respons dan membuka ruang yang memadai untuk memperdebatkan masalah
otonomi desa. erbukti, kelahiran UU No. 42/2556 bukan bertujuan untuk memperbaiki
kekurangan dalam UU No. 22/1999 tetapi malah meniptakan kemunduran dari sisi
pembaharuan desa.(i tengah$tengah tarik$menarik dan keragaman pemahaman itu, tentu sangat
dibutuhkan kajian historis yang lebih komprehensi- dan memadai mengenai otonomi desa.
ebutuhan akan kajian historis bukan berarti selama ini tidak ada kajian otonomi desa
yang berarti. 0udah ada banyak karya otonomi desa %baik seara hitoris, sosilogis, politik
maupun hukum) yang berharga, yang tampaknya perlu ada crafting agar menjadi karya
yang lebih komprehensi-. arya 0oetardjo artohadikoesoemo %1976), misalnya,
menggambarkan seara umum tentang asal$usul desa, kondisi desa yang beragam di
8ndonesia, otonomi desa di masa lalu dan masa kolonialisme. arya rans usken %1997)
menyajikan kajian antropologis dan historis tentang di-erensiasi sosial dan involusi di desa
akibat konialisasi. (i-erensiasi ini tentu menjadi pertanda semakin merosotnya otonomi
dan demokrasi desa.
ajian tentang otonomi desa dengan setting negaranisasi dan kapitalisasi masa
Orde &aru sudah dilakukan banyak orang. 3isalah pendek 0elo 0umardjan %1992)
berupaya menari rumusan makna otonomi desa di tengah$tengah ketidakjelasan dan
kematian otonomi desa di ba'ah UU No. :/19;9. (i 0umatera &arat, munul banyak buku
yang mengkritik habis$habisan penerapan UU No. :/19;9 yang telah menghanurkan
identitas dan otonomi nagari. arya +umiko . Prijono %1974) juga menunjukkan
kemunduran demokrasi dan otonomi desa di a'a. Abih Tandeh, karya +ando
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
3/118
di masa Orde &aru melalui UU No. :/19;9. (emikian juga dengan karya ans *ntlov
%2552), yang menggambarkan seara antropologis tentang !negara masuk desa", sebagai
kekuatan eksternal yang meruntuhkan otonomi desa.
ajian$kajian lain yang berupaya menari makna otonomi desa dan lebih
berorientasi kedepan juga sudah bermunulan. arya$karya saya yang saya sajikan dalam
-orum maupun publikasi berupaya seara serius menemukan makna dan -ormat
desentralisasi dan otonomi desa. arya #regorius 0ahdan dkk %255:) di 0ekolah inggi
Pembangunan asyarakat (esa !*P(", dengan menggunakan kaamata ekonomi$
politik, melakukan re-leksi terhadap pengalaman desa di masa Orde &aru, sekaligus
menelorkan banyak gagasan tentang trans-ormasi ekonomi$politik desa ke depan. Pokok
pikiran tentang trans-ormasi desa terletak pada penguatan bersama$sama antaradesentralisasi, demokratisasi dan pembangunan desa. (i tempat lain, 8 N08U= O3
3 =0=*3> *N( =PO?=3=N %83=) +ogyakarta, mengambil prakarsa melaak
pengalaman mutakhir sekaligus merumuskan dengan baik mengenai makna, -ormat dan
basis pendukung otonomi desa %0utoro =ko dan *bdur 3o@aki, 255:).
ulisan ini hendak melakukan crafting terhadap berbagai karya yang berserakan di
atas, dengan tujuan untuk menemukan benang$merah dan menyambung missing link atas
patahan$patahan sejarah dan pemikiran tentang otonomi desa. ajian sejarah akan saya
tonjolkan dalam tulisan ini untuk membuat sambungan yang baik antara masa lalu, masa
kini dan masa depan otonomi desa. ajian historis ini tentu sangat relevan untuk
melakukan suntikan terhadap pengetahuan, advokasi dan kebijakan otonomi desa di masa
depan. Namun seara metodologis, pelaakan sejarah tentu bukan sekadar pekerjaan yang
menggambarkan perjalanan otonomi desa seara kronologis dan linear, melainkan juga
menampilkan sejumlah isu$isu kritis otonomi desa dalam setiap kurun 'aktu tertentu.
*pa isu$isu kritis yang terkandung dalam otonomi desa yang selama ini menjadi
perhatianA Pertama, isu ketatanegaraan dan pemerintahan. edudukan dan ke'enangan
desa menjadi titik sentral dalam semesta pembiaraan tentang otonomi desa. eduanya
menjadi krusial karena sejak masa kolonial hingga masa re-ormasi sekarang, selalu munul
pembiaraan dan tarik$menarik bagaimana menempatkan posisi desa dalam struktur negara
yang lebih besar. Para ahli hukum yang onern pada desa selalu peka terhadap persoalan
4
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
4/118
kedudukan desa dalam struktur ketataneragaraan 3epublik 8ndonesia. 0ebab, meski UU(
196: pasal 17 mengakui keberagaman daerah$daerah keil yang bersi-at istime'a, tetapi
konstitusi itu tidak seara tegas mengakui adanya !otonomi desa". UU turunan dari UU(
dengan sendirinya juga tidak mengakui otonomi desa, keuali hanya menyebut desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum. !e'enangan desa tidak akan jelas kalau kedudukan
desa tidak diatur dengan jelas dalam konstitusi. edudukan dulu baru biara ke'enangan",
demikian ungkap 8bnu riahyo, ahli hukum yang concern pada desa, dari PP OO(*
akultas ukum Universitas &ra'ijaya. 0uara yang lain menegaskanB !Untuk memastikan
kedudukan desa, sebaiknya N38 tidak hanya dibagi menjadi daerah$daerah provinsi,
kabupaten dan kota tetapi juga dibagi menjadi desa". 8de ini paralel dengan ide (esapraja
sebagai daerah ingkat 888 yang munul pada pada tahun 19:5$an. Kedua, isu adat dan lokalisme. Sejarah membuktikan bahwa setiap
komunitas lokal atau masyarakat adat yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia
mempunyai pemerintahan sendiri (self-governing community) yang bersifat
tradisional-lokalitsik dan mengontrol tanah ulayat secara otonom. ampir semua
masyarakat adat di sepanjang berusaha mempertahankan pemerintahan adat itu.
!etapi pada saat yang sama, pemerintah selalu berupaya melakukan inter"ensi
dan modernisasi terhadap pemerintahan adat agar sesuai dengan tujuan dan
kepentingan nasional, termasuk kepentingan pembangunan nasional. ## $o.
%&' merupakan bentuk pengaturan pemerintah untuk modernisasi
pemerintahan adat-tradisional, yang berarti menghilangkan adat sebagai kendali
pemerintahan dan menyeragamkan pemerintahan adat menjadi pemerintahan
modern seperti desa-desa di *awa. !arik-menarik antara pemerintah dengan
masyarakat adat tidak bisa dihindari. Sampai sekarang perumusan dan
pengaturan mengenai otonomi desa dalam masyarakat adat itu tetap mengalami
kesulitan dan dilema. +i satu sisi pemerintah tidak bisa semena-menamenghancurkan adat dengan tujuan melakukan modernisasi pemerintahan, tetapi
di sisi lain jika masih ada tirani adat juga akan mempersulit transformasi
menuju citizenship dalam kerangka nation-state.
Ketiga, isu ekonomi$politik. Otonomi desa %posisi dan ke'enangan desa) bukan
semata menjadi persoalan dalam mengelola ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan
6
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
5/118
seara -ormal, juga bukan semata masalah modernisasi pemerintahan adat. (i balik isu
ketatanegaraan dan adat itu, ada masalah yang lebih krusial, yaitu otoritas pengendalian
terhadap penduduk dan hamparan tanah yang hidup dan terbentang di desa. auh sebelum
ada kerajaan, pemerintah kolonial dan negara$bangsa 8ndonesia, sudah ada komunitas$
komunitas lokal tradisional yang memiliki kuasa atas tanah dan penduduk. arik menarik
antara pemerintah dengan masyarakat lokal yang terus menerus berlangsung sebenarnya
merupakan bentuk pertarungan antara negara dan modal dengan masyarakat lokal
memperebutkan kuasa atas tanah dan penduduk. ika dibaa dengan kaamata ekonomi$
politik, desa %yang mempunyai penduduk dan tanah beserta kekayaannya) sejak dulu
menjadi medan tempur antara rakyat dengan raksasa negara dan modal. Negara dan modal
selalu berkepentingan mempunyai otoritas mengendalikan tanah dan penduduk desa untuk tujuan$tujuan akumulasi kapital yang lebih besar. arena kalah bertarung, desa dan
masyarakat adat, mengalami eksploitasi dan marginalisasi seara serius.
Keempat , desa umumnya mempunyai keterbatasan sumberdaya lokal.
Berdasarkan kalkulasi nominal, desa umumnya mempunyai keterbatasan luas
wilayah, jumlah penduduk, potensi desa, dan lain-lain. +i +aerah Istimewa
ogyakarta maupun Sumatera Barat, kondisi desa bisa dibilang relatif ideal karena
memiliki luas wilayah, jumlah penduduk dan potensi desa yang cukup. +i banyak
kabupaten di *awa !engah umumnya mempunyai banyak desa dengan ukuran
wilayah dan jumlah penduduk yang lebih kecil daripada desa-desa di +I.
Sedangkan mayoritas desa di /uar *awa umumnya mempunyai wilayah yang
sangat luas tetapi berpenduduk terbatas dan potensi desa yang belum tergarap
secara maksimal. Beberapa orang, termasuk pada sosiolog seperti Selo Sumardjan
maupun $asikun masih meragukan apakah mungkin kecilnya ukuran desa
menjadi basis yang kuat bagi otonomi desa. 0arena itu $asikun mengusulkan
perlunya regrouping desa-desa yang kecil seperti pernah terjadi di +aerahIstimewa ogyakarta. 0ondisi geografis, demografis maupun spasial desa itu tentu
merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam mendisain otonomi desa.
=mpat isu utama itulah yang akan saya gunakan sebagai perspekti- untuk
melukiskan perjalanan otonomi desa dari masa lalu hingga sekarang, bahkan untuk
:
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
6/118
membuat kerangka preskripsi kedepan. 0etiap isu akan saya masukkan dalam setiap
kronologi perjalanan desa, dari konteks asal$usul, masa kolonial, masa pasa kemerdekaan,
masa Orde &aru dan masa re-ormasi. ulisan ini juga akan mengkaji ulang tentang makna,
-ormat, tujuan dan relevansi otonomi desa untuk memba'a kehidupan desa yang lebih
demokratis, mandiri, sejahtera dan berkeadilan di masa depan.
Asal-usul Desa
+esa, atau sebutan-sebuatan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada
awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas
wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk
mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut dengan self-governing community.
Sebutan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum baru dikenal pada masa
kolonial Belanda.
+esa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola
secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi.
+i Sumatera Barat, misalnya, nagari adalah sebuah republik kecil yang
mempunyai pemerintahan sendiri secara otonom dan berbasis pada masyarakat
(self-governing community). Sebagai sebuah republik kecil, nagari mempunyai
perangkat pemerintahan demokratis1 unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
$agari, secara antropologis, merupakan kesatuan holistik bagi berbagai perangkat
tatanan sosial-budaya. Ikatan bernagari di 2inangkabau, dulu, bukan saja
primordial-konsanguinal (ikatan darah dan kekerabatan adat) sifatnya, tetapi juga
struktural fungsional dalam artian teritorial-pemerintahan yang efektif. 0arena
itu, nagari mempunyai kaitan ke atas3 ke /uhak dan ke 4lam, dan kaitan ke
samping antara sesama nagari, terutama adalah kaitan emosional. Sistem otonom
seperti ini adalah cirikhas masyarakat bersuku (tribal society) demi kepentinganmempertahankan diri dan pelestarian nilai-nilai masing-masing nagari, yang
fokusnya adalah keragaman. Ikatan /uhak dan 4lam adalah ikatan totemis dan
kosmologis yang mempertemukan antara nagari-nagari itu dan mengikatnya
menjadi kesatuan-kesatuan emosional spiritual. 0arena itu orang 2inang secara
C
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
7/118
sadar membedakan antara kesatuan-teritorial-konsanguinal dalam bentuk
republik nagari-nagari dengan kesatuan-totemis-kosmologis.
$agari mungkin tidak bisa dikatakan sebagai sebuah negara modern dalam
pengertian 2a5 6eber sebagai lembaga yang mempunyai monopoli penggunaan
sarana-sarana kekerasan secara absah. 4rtinya nagari bukanlah bentuk kecil
negara sebagai organisasi kekuasaan yang tersusun secara hirarkhis-sentralistik
serta ditopang oleh birokrasi yang digunakan penguasa untuk memerintah
rakyatnya. $agari, seperti ditegaskan 2estika 7ed ('8), justeru menyerupai
negara-kota (polis) pada 9aman unani 0uno, dimana setiap nagari bertindak
seperti republik-republik kecil yang satu sama lain tidak mempunyai ikatan
struktural dan terlepas dari kekuasaan federal di pusat. 0onon nagari yang
dipimpin secara kolektif oleh :enghulu suku bersifat otonom dan tidak tunduk
pada raja di :agaruyung, melainkan berbasis (mewakili) kaum (warga) dan
keluarga dalam nagari itu sendiri.
Sebagai unit pemerintahan otonom, setiap nagari adalah lembaga yang
melaksanakan kekuasaan pemerintahan melalui 0erapatan 4dat yang berfungsi
sekaligus sebagai badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. +i dalam 0erapatan
4dat berkumpul para ninik mamak yang mewakili kaumnya dan secara
musyawarah mufakat melaksanakan pemilihan 6ali $agari, melakukan peradilan
atas anggotanya dan menetapkan peraturan demi kepentingan anak $agari.
Suasana demokratis dan egaliter selalu mewarnai hubungan pemimpin dengan
masyarakat, baik di dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun dalam
urusan hukum adat.
2enurut pemahaman sederhana dalam sistem republik kecil, unit-unit
politik ada secara terus menerus tanpa menghiraukan masuk dan keluarnya
pemimpin-pemimpin tertentu. 4nggota-anggota unit politik tidak dilihat
sebagai saudara, tetapi sebagai warga. 0epemimpinan ditandai oleh adanya
pejabat resmi, para spesialis, dan dewan-dewan. 2ereka dapat mendelegasikan
aspek-aspek tertentu dari tanggung jawab kepemimpinannya kepada asosiasi,
atau komite, dan mereka biasanya mempercayai bahwa dewan orang-orang
merdeka, atau dewan suku atau dewan nagari memiliki kekuasaan tertinggi
;
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
8/118
dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan umum.
+alam sistem republik beberapa ketentuan diikuti, antara lain pemilihan atau
rotasi pemimpin-pemimpin, tugas-tugas pemimpin dengan jelas ditentukan3
pemimpin-pemimpin yang gagal bisa diganti dan jabatannya terbatas3 dewan
mempunyai kekuasaan tertinggi3 jabatan merupakan kepercayaan masyarakat
dan pejabat adalah pelayan masyarakat (Imran 2anan, '%).
2enurut adat 2inangkabau kepala unit-unit sosial politik yang ada
dalam masyarakat nagari yaitu tungganai sebagai pemimpin rumah gadang,
penghulu andiko sebagai pemimpin kaum, penghulu suku atau penghulu pucuk
sebagai pemimpin suku, semuanya dipilih oleh anggota unit sosial politik untuk
dijadikan pemimpin. 4da syarat-syarat kepemimpinan yang cukup berat yang
harus dipenuhi. +alam sidang kelompok, calon-calon dituahi dan dicilakoi,
artinya dikaji kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahan dari sejumlah
calon yang ada, dan yang dipilih adalah yang terbaik. 4nggota kaum yang
disebut kemenakan adalah warga kaum yang berhak bersuara dalam sidang.
ang terpilih adalah orang kepercayaan kaumnya dan berfungsi memelihara
dan memajukan kepentingan kaum. ;ara pergantiannya diatur dengan
peraturan yang jelas dan ketika ia keluar dari ketentuan adat ia bisa diganti
melalui prosedur yang telah ditentukan. la merupakan pemimpin sidang kaum
dalam kaum dan mewakili kaum dalam sidang-sidang unit sosial yang kebih
besar. Sidang kaum, sidang dewan kaum, sidang dewan suku, dan sidang dewan
nagari (0erapatan 4dat $agari) merupakan kekuasaan tertinggi dalam unit-
unit sosial yang bersangkutan. +engan demikian nagari tersebut memang dapat
diangap sebagai sebuah republik kecil dan inilah karakteristik pertama dan
sistem otoritas tradi-sional masyarakat nagari ( Imran 2anan, '%).
Semua warga (anak) nagari merupakan anggota atau warga dari salah
satu suku, kaum, dan rumah gadang. 2ereka mempunyai hak bersuara dalam
memilih pemimpin-pemimpin kelompok sosialnya, karena itu pada hakekatnya
kekuasaan yang dipegangnya bersumber dari warganya, sehingga secara formal
kepemimpinan dan otoritas pemimpin serta kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat.
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
9/118
sistem otoritas tradisional 2inangkabau adalah demokrasi, setiap orang secara
adat adalah sama suaranya, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Semua
masalah dirundingkan dalam permusyawaratan unit sosial. :utusan diambil
sebagai hasil musyawarah, dan putusan tersebut dinamakan mufakat. #ntuk
mencari mufakat diperlukan waktu yang panjang. 2ufakat merupakan
kebenaran yang telah dicari secara bersama, dan kebenaran itulah yang
merupakan kekuasaan tertinggi dalam masyarakat nagari terdisional (Imran
2anan, '%).
+esa-desa di *awa sebenarnya juga menyerupai republik kecil, dimana
pemerintahan desa dibangun atas dasar prinsip kedaulatan rakyat. Trias politica
yang diterapkan dalam negara-bangsa modern juga diterapkan secara tradisional
dalam pemerintahan desa. +esa-desa di *awa, mengenal /urah (kepala desa)
beserta perangkatnya sebagai badan eksekutif, =apat +esa (rembug desa) sebagai
badan legislatif yang memegang kekuasaan tertinggi, serta +ewan 2orokaki
sebagai badan yudikatif yang bertugas dalam bidang peradilan dan terkadang
memainkan peran sebagai badan pertimbangan bagi eksekutif (Soetardjo
0artohadikoesoemo, '>?). :roses politik di desa ditentukan oleh rapat desa
secara demokratis berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat, meskipun
proses itu elitis karena anggota rapat desa terbatas pada para kepala keluarga
(somah) minus pemuda dan perempuan.
Masa Kolonial
0olonialisme tampaknya merupakan titik awal negaranisasi, eksplotasi dan
marginalisasi terhadap desa. :emerintah kolonial mengendalikan penduduk dan
tanah desa melalui berbagai cara1 sistem wajib penyerahan hasil tanaman,
pengutan pajak tanah, maupun sistem tanam paksa. :enguasa kolonial
berangsur-angsur melakukan penetrasi ke dalam ekonomi dan politik desa dan
akhirnya berhasil menemukan sumber penghasilan penting, yakni tanah dan
tenaga kerja pedesaan (@rans usken, '>). Sejarawan
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
10/118
konstruksi kolonial1 yakni sejumlah peraturan dan tindakan telah dilakukan
pemerintah kolonial untuk memutuskan hubungan "ertikal yang lama antara
penduduk dengan para pemimpin desa maupun dengan para perantaranya di
tingkat supradesa.
=affles maupun para komisaris jenderal sesudahnya cukup mengetahui
bahwa kepala desa dapat menjalankan peran penting dalam pengutipan pajak
tanah. Ia mengeluarkan peraturan tentang =e"enue Instruction pada tanggal ''
@ebruari '>'?, yang menegaskan bahwa kepala desa ditunjuk sebagai perantara
pemerintah pusat untuk menjalankan pemungutan pajak tanah, sekaligus
menjalankan kekuasaan dan kewajiban sebagai pegawai polisi negeri (Soetardjo
0artohadikoesoemo, '>?1 A%>). 0arena itu, selain mengontrol posisinya,
pemerintah menetapkan beberapa syarat sehingga para kepala desa dapat
melaksanakan perintah-perintah atasan. +engan praktik sistem tanam paksa,
maka para kepala desa mendapat peran lebih sentral dalam pemerintahan karena
pada tingkat pertama kepala desa itulah yang memperoleh kepercayaan untuk
melakukan sistem tanam paksa. Baik dalam penentuan tanah yang akan ditanami
tebu maupun pengorganisasian penanaman dan pengerahan tenaga kerja untuk
kepentingan perkebunan pemerintah kolonial, para kepala desa mempunyai
kewenangan yang hampir mutlak. 0ewenangan ini menjadikan kepala desa
bertambah kaya dan melakukan penghisapan terhadap rakyatnya sendiri. 2ereka
memperoleh kekayaan dari tanah bengkok (sepersepuluh dari tanah-tanah sawah
desa), juga mendapat sebagian dari pembayaran atas upah tanaman dan pajak
tanah yang diberikan oleh pemerintah kolonial. Semua anggota pamong desa juga
mendapat pembagian tanah yang luasnya masing-masing tergantung dari yang
ditetapkan oleh kepala desa. 2ereka dibebaskan dari kerja wajib, kerja rodi, dan
kerja untuk kepentingan desa lainnya.
:enguatan kekuasaan kepala desa dan kesempatan untuk memperkaya diri
di satu pihak dan tekanan dari pemerintah kolonial di pihak lain mengakibatkan
timbulnya suatu tipe baru kepala desa pada periode tanam paksa. 4pabila ia pada
tahun-tahun sebelumnya merupakan pemimpin rakyat yang sejak pemerintahan
Inggris di *awa setiap tahun dipilih oleh penduduk desa, maka pada masa sistem
15
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
11/118
tanam paksa posisinya tidak lebih dari seorang mandor kebun yang menjalankan
perintah atasan (@rans usken, '>1 'A').
0etika inter"ensi dan eksploitasi kolonial terhadap desa sudah berjalan,
pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan “Regeeringsreglement” '>%?, sebagai
cikal-bakal pengaturan tentang daerah dan desa. :asal ' (pasal 'A>.I.S.)
menegaskan tentang kedudukan desa, yakni1 ertama, bahwa desa yang dalam
peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten” atas pengesahan kepala daerah
(residen), berhak untuk memilih kepalanya dan pemerintah desanya sendiri.
Kedua, bahwa kepala desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang
keluar dari gubernur jenderal atau dari kepala daerah (residen).
4tas dasar ketentuan itu, dengan , diubah dengan Staablad ''C $o. %', Staadblad . '' $o. A% dan
Staadblad , '' $o. A' dikenal dengan nama “!slandsche "emeente-
#rdonnantie”$ :enjelasan atas #rdonnantie itu yang dimuat dalam %i&blad 8%8
mengatakan, bahwa ketetapan-ketetapan dalam #rdonnantie secara konkret
mengatur bentuk, kewajiban dan hak kekuasaan pemerintah desa baik
berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan hukum perdata.
2eskipun berbagai peraturan yang muncul masih jauh dari sempurna,
tetapi dalam rangka perundang-undangan india Belanda semuanya telah
berhasil menghilangkan keragu-raguan tentang kedudukan desa sebagai badan
hukum, lebih dari posisi desa sekadar kesatuan komunal masyarakat. :eraturan
telah berhasil pula mengembangkan kemajuan kedudukan hukum desa sebagai
pemilik harta benda (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).
4da berbagai catatan atas keluarnya peraturan itu. Dan +e"enter
menyambutnya dengan gembira. +engan peraturan tadi, kata Dan +e"enter, hak
desa untuk mendapat dan menguasai milik sendiri telah diberi dasar hukum.
Berdasarkan hak itu desa akan dapat menyusun pendapatan desa sendiri. al ini
penting berhubungan dengan hendak didirikannya sekolah desa dan lumbung
11
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
12/118
desa pada waktu itu. Sebaliknya 2r. Dan Bockel dalam Koloniale Studien tahun
'A' mengatakan, bahwa peraturan itu merupakan sebuah tatapraja untuk desa,
yang dimasukkan dengan paksa ke dalam suatu susunan yang asing baginya
dengan tiada mengingat tingkat kecerdasan rakyat dan susunan tatapraja dalam
daerah. Dan Dollenho"en berpendapat senada. Setelah mengucapkan
penghargaannya terhadap tujuan ordonansi diatas, yang bermaksud hendak
menguatkan kedudukan desa, maka ia mencela bahwa dalam peraturan itu
membuat ordonansi kurang cukup mengindahkan sifat-sifat asli dari desa di
daerah *awa, 2adura dan :asundan.
+alam konteks ini “!slandsche "emeente #rdonantie” tahun 'C8 tidak
berlaku untuk empat daerah Swapraja di Surakarta dan ogyakarta. +i daerah-
daerah tadi, yang pada hakekatnya adalah daerah $egorogong di jaman dahulu,
dimana otonomi desa karena percampuran kekuasaan =aja -- antara lain
disebabkan oleh apanage-stelsel sejak '%% -- telah menjadi rusak, maka
kedudukan desa sebagai daerah hukum otonom sudah rusak pula.
2eski demikian, hukum asli yang menjadi pokok-pokok dasar kebudayaan
bangsa, meskipun telah terpendam dibawah reruntuhan desa asli selama ratusan
tahun, setelah kesatuan desa sebagai daerah hukum itu di daerah Swapraja di
*awa dihidupkan kembali, maka ia hidup kembali juga. Begitu kuatnya, hingga
waktu permulaan kemerdekaan di daerah ogyakarta muncul peraturan untuk
menggabungkan desa-desa yang kecil-kecil menjadi kesatuan daerah yang lebih
besar. :eraturan itu mengalami kesulitan. /ain dari itu, sebagai penjelmaan dari
kesatuan daerah hukum itu barangkali belum diketahui umum, bahwa daerah
ogyakarta penjualan tanah milik di desa (malah juga penggadaian) kepada
seorang yang bukan penduduk desa, harus mendapat ijin dari rapat desa.
+alam tahun ''A pemerintah :akualaman melancarkan pernataan desa,
tertanggal '> itu juga 0asultanan ogyakarta oleh Ri&ksbestuurder ditetapkan
12
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
13/118
sebuah peraturan semacam itu. :eraturan itu diumumkan dalam =ijksblad
tahun ''> $o. AA. :ernataan :akualaman tahun ''A pun lalu diganti dan
namanya dalam bahasa Belanda disebut “Regelen betreffende het beheer en de
huishoudeli&ke belangen der inlandche gemeenten in het distriect Sogan
kabupaten (dikarta” , cocok dengan peraturan buat kesultanan. :erubahan itu
diumumkan dalam Ri&ksblad tahun ''> $o. A?.
Baik di 0esultanan dan :akualaman, dalam tahun itu diluncurkan
peraturan tentang pengangkatan, pemberhentian sementara, pemecatan dari
jabatan, tentang penghasilan dan kewajiban pemerintah desa. :eraturan ini unutk
0asultanan dimuat dalam Ri&ksblad tahun ''> $o. A, diubah dalam Ri&ksblad
tahun 'A% $o. ' dan buat :akualaman dimuat dalam Ri&ksblad tahun ''> $o.
A% diubah dalam Ri&klsblad $o. '&'A%.
Sedangkan daerah-daerah 0asunanan Surakarta dan 2angkunegaran tidak
mempunyai peraturan serupa. +i daerah-daerah itu berlaku peraturan-peraturan
lain3 bagi 0asunanan termuat dalam Ri&ksblad tahun '' $o. 3 bagi
2angkunegaran termuat dalam Ri&ksblad tahun '' $o. '?, yakni peraturan-
peraturan yang membagi daerah 0asunanan dan daerah 2angkunegaran dalam
sejumlah wilayah desa.
2enurut riwayat pasal ' Regeringsreglement '>%? memang yang hendak
diatur hanya kedudukan desa di *awa dan 2adura. Beberapa tahun kemudian
pemerintah india Belanda mengetahui bahwa di luar *awa dan 2adura ada juga
daerah-daerah hukum seperti desa-desa di *awa. 0arena itu, pemerintah kolonial
juga menyusun peraturan untuk mengatur kedudukan daerah-daerah itu semacam
!nlandsche "emeente #rdonnantie yang berlaku di *awa dan 2adura. !nlandsche
"emeente #rdonnantie untuk 0aresidenan 4mboina termuat dalam Staatblad
''? $o. 8A jo. '' $o. AA. :eraturan itu namanya1 %epalingen met betrekking
tot de regeling van de huishoudeli&ke belangen der inlandsche gemeenten in de
residentie (mboina” , diganti dengan peraturan yang memuat dalam stbl . 'A $o.
?'. :eraturan untuk Sumatera Barat termuat dalam Stbl .''> $o. 883 mulai
berlaku pada tanggal ' +esember ''> diganti dengan peraturan termuat dalam
Stbl$ ''> $o. 88 dan ? dan dalam Stbl .'A' $o. >C. #ntuk karesidenan
14
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
14/118
Bangka termuat dalam Stbl . '' $o. ?%. :eraturan untuk karesidenan
:alembang termuat dalam Staatblad '' $o. >'?3 untuk /ampung termuat
dalam Stbl . 'AA $o. %8?3 untuk !apanuli termuat dalam Stbl$ 'A $o. ?83
untuk daerah Bengkulu termuat dalam Stbl$ 'A $o. ?C3 untuk daerah Belitung
termuat dalam Stbl$'A? $o. % dan untuk daerah 0alimantan Selatan dan !imur
termuat dalam Stbl . 'A? $o. A%3 kemudian ditetapkan “)ogere !nlandsche
'erbanden #rdonnantie %uitenge*esten” Stbl$ '> $o. ?C jo. Stbl. '> $o.
8>'.
Berbagai peraturan itu tampak ambigu. +i satu sisi pemerintah kolonial
membuat peraturan secara beragam (plural) yang dia sesuaikan dengan konteks
lokal yang berbeda. !etapi di sisi lain berbagai peraturan itu tidak lepas dari
kelemahan. Dan Dollenho"en selalu mengkritik bahwa peraturan-peraturan itu
berbau Barat. +engan berpegang pada ordonansi-ordonansi itu pemerintah
india Belanda telah membentuk -- kadang secara paksa, seperti halnya di
Beliteung -- daerah-daerah baru yang diberi hak otonomi, dari masyarakat-
masyarakat yang belum mempunyai kedudukan sebagai masyarakat hukum3
ataupun kesatuan-kesatuan masyarakat yang dulu memang sudah mempunyai
kedudukan sebagai daerah hukum, akan tetapi kemudian dirusak oleh kekuasaan
=aja-raja atau kekuasaan asing, sehingga hak otonominya telah hilang. +esa-desa
seperti itu terdapat di daerah-daerah Swapraja di *awa, Belitung dan sebagian dari
tanah-tanah partikelir. +esa-desa baru yang dibentuk atas dasar !nlandsche
gemeente-ordonnantie terdapat di daerah-daerah Sumatera !imur, 0alimantan,
Bangka, Beliteung, Sulawesi Selatan, Swapraja di *awa dan bekas tanah partikelir.
+aerah-daerah dimana masyarakat itu dahulu kala sudah mempunyai kedudukan
sebagai daerah hukum yang otonom, maka setelah kedudukan itu dihidupkan,
maka pemerintah disitu menurut syarat-syarat yang baru berjalan dengan lancar.
al ini dapat dimengerti sebab meskipun penduduk desa itu sudah lama tidak
menjalankan kewajiban sebagai warga desa yang otonom, tetapi otonomi itu sudah
berjalan secara turun-temurun dan menjadi bagian erat dalam kebudayaan rakyat
setempat (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).
16
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
15/118
:emerintah india Belanda pada tanggal A *anuari '?' menyampaikan
rancangan Rancangan +esa-ordonannantie baru kepada Dolksraad. #rdonnantie
itu kemudian ditetapkan pada tanggal A 4gustus '?' (stbl. '?' no. %8).
Substansi +esa ordonanntie baru berlainan dengan ordonanntie-ordonanntie
sebelumnya. :rinsipnya ialah supaya kepada desa diberi keleluasaan untuk
berkembang menurut potensi dan kondisinya sendiri. #ntuk mencapainya, desa
tidak lagi dikekang dengan berbagai peraturan-peraturan (regulasi) yang mengikat
dan instruktif. Berdasarkan atas prinsip itu dalam +esa-ordonanntie baru
dinyatakan perbedaan antara desa yang sudah maju dan desa yang belum maju.
#ntuk desa yang sudah maju, pemerintahan dilakukan oleh sebuah +ewan +esa
( +esaraad ), sedang desa untuk yang belum maju pemerintahan disusun tetap
sediakala, yaitu pemerintahan dilakukan oleh =apat +esa yang dipimpin oleh
kepala desa yang dibantu oleh parentah desa. Selanjutnya dalam +esa-
ordonnantie baru itu, pemerintah hendaknya minimal mencampuri dalam rumah
tangga desa dengan peraturan-peraturan yang mengikat, bahkan dalam
pemerintahan desa itu diharuskan lebih banyak menggunakan hukum adat.
$amun sampai pada waktu jatuhnya pemerintahan india Belanda +esa-
ordonnantie itu belum bisa dijalankan.
Sejak lahirnya otonomi baru bagi +esa yang disajikan dalam !nlandsche
"emeente-ordonnantie tahun 'C8, maka berturut-turut dengan segala kegiatan
diadakan aturan-aturan baru tentang kas +esa, tentang lumbung +esa, bank
+esa, sekolah +esa, pamecahan +esa, bengkok guru +esa bale +esa,
tebasan pancen dan pajak bumi, seribu satu aturan berkenaan dengan (mengatur,
mengurus, memelihara dan menjaga keamanan hutan), yang semuanya itu
menimbulkan satu akibat yaitu menambah beban rakyat berupa uang dan tenaga.
:adahal berbagai aturan itu umumnya bukan hanya tidak dimengerti oleh rakyat
desa, akan tetapi juga disangsikan akan manfaatnya bagi rakyat desa, malah
sebagian besar nyata-nyata sangat bertentangan dengan kepentingan dan
melanggar hak-hak asasi.
4kibat dari aturan-aturan yang tidak disukai oleh rakyat, namun
dipaksakan kepadanya secara perintah-alus dan perintah keras, maka kita masih
1:
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
16/118
belum lupa bahwa didaerah 0abupaten Blora lahir gerakan, semata-mata bersifat
nasional yang dipimpin oleh seorang penduduk kawedanan =andublatung
bernama Soerontoko alias Samin, yang kemudian menjalar sampai ke daerah
0abupaten =embang, :ati dan $gawi. Eerakan ini adalah memungkiri kekuasaan
yang dipimpin oleh bangsa Belanda. Semua aturan dan perintah yang keluar dari
pemerintah dianggapnya tidak sah. Segala beban berupa uang dan tenaga yang
berdasarkan atas aturan dan perintah dianggap tidak sah dan oleh karenanya tidak
dipatuhi. :enganut gerakan tidak suka melakukan jaga dan ronda desa, tidak mau
menjalankan segala macam pekerjaan desa atau pekerjaan-pekerjaan lain yang
diperintahkan dari atas. 2ereka tidak mau membayar pajak yang bersifat apa pun
juga. utan dan bumi dianggap sebagai milik rakyat. 2engambil kayu dari hutan,
mengambil batu, buah-buahan dan lain-lain hasil hutan adalah sah menurut
pendapatnya. 2ereka tidak suka kawin dimuka penghulu atau naib, melainkan
dimuka orang tuanya sendiri atau dimuka walinya. 2ereka tidak suka ikut serta
dalam kumpulan-kumpulan yang diadakan atas perintah dari atas untuk
merundingkan sesuatu dalam rapat desa, untuk melakukan penyuntikan cacar
atau patek, untuk mengadakan pengebirian sapi dan lain sebagainya. 2ereka
menolak ikut memberi pertolongan kalau ada hutan atau kebun onderneming
terbakar. Segala hukuman dan penderitaan yang menjadi akibat dari sikap
menentang itu diterimanya dan dipukulnya dengan hati sabar dan dengan
menyerah. 2ereka tidak pernah menyerang pihak yang berkuasa dengan
kekerasan (Soetardjo 0artohadikoesoemo '>?).
Selain kejadian diatas, ada pemberontakan rakyat di desa-desa misalnya di
distrik :amotan dan Sulang 0abupaten =embang dibawah pimpinan Sarekat
Islam dalam tahun ''8. +i +esa *inggot 0abupaten Sidoarjo dalam tahun ''>
terjadi pemberontakan lagi, yang menjadi korban adalah lumbung desa. +alam
laporan kepada pemerintah tentang berlakunya !nlandsche "emeente-
ordonnantie” untuk karesidenan 4mboina disebutkan bahwa jika peraturan itu
dijalankan begitu saja di Saparua, besar kemungkinan akan kandas, sebab
substansi peraturannya tidak dipahami masyarakat dan manfaatnya tidak dapat
dirasakan oleh rakyat setempat (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).
1C
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
17/118
Masa Pasca Kemerdekaan
Secara historis pencapaian dan penegakan kemerdekaan =epublik
Indonesia disokong oleh empat pilar1 perjuangan bersenjata di berbagai daerah
nusantara melawan kolonialisme sampai awal 'CC-an, gerakan sosial dan politik
sejak 'C> yang melahirkan konsep Indonesia, perjuangan tentara dalam
mempertahankan kemerdekaan antara '?%-'?, serta sokongan rakyat dalam
setiap gerakan di sepanjang waktu. 0eempat pilar ini tentu mempunyai kontribusi
besar dalam membangun =I, sehingga masing-masing mempunyai makna dan
implikasi yang berbeda-beda. :erjuangan kerajaan-kerajaan daerah sebelum 'C>
memang bersifat lokalistik, tetapi kontribusi mereka tidak bisa diabaikan begitu
saja. 0etika kemerdekaan dicapai pada tahun '?%, mereka dengan rela mengakui,
bergabung dan menyerahkan kedaulatannya kepada =epublik Indonesia. 2ereka
memang tidak langsung menuntut desentralisasi dan otonomi daerah begitu =I
terbentuk, tetapi sudah sewajibnya jika $0=I berbagi kekuasaan melalui skema
desentralisasi kepada daerah-daerah.
:ara akti"is gerakan sosial dan politik tentu mempunyai kontribusi besar
terhadap pembentukan Indonesia sebagai sebuah nation-state dan nasionalisme
Indonesia. 2ereka juga merupakan kekuatan diplomasi =I di ranah internasional
untuk membangun kedaulatan =I. !entara menjadi cikal-bakal dan benteng
pertahanan untuk mempertahankan kedaulatan =I. Sedangkan kontribusi rakyat,
bagaimanapun, tidak bisa diabaikan. 2eski nama-nama kecil rakyat tidak diukir
sejarah sebagai para pahlawan yang punya nama-nama besar, tetapi jumlah
mereka yang besar merupakan kekuatan yang dahsyat dalam setiap pergerakan.
=I sudah seharusnya meletakkan landasan kenegaraan kepada kedaulatan rakyat,
kepada rakyat kecil yang menyokong lahirnya =I. =I dibangun bukan untuk
bangsawan, pahlawan, akti"is, nasionalis maupun tentara, tetapi kepada rakyat,
yang nama-nama mereka tidak dicatat sebagai pahlawan oleh sejarah. +engan
demikian, desentralisasi (otonomi daerah), nasionalisme, pertahanan dan
kedaulatan rakyat merupakan pilar penting yang harus ditegakkan dalam
penyelenggaraan negara.
1;
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
18/118
(esentralisasi dan otonomi daerah ternyata menjadi perhatian a'al menyusul
lahirnya UU( 196:, 17 *gustus 196:. Pada bab 8D Pasal 17 UU( 196: yang mengatur
masalah Pemerintahan (aerah, disebutkan bah'a ! Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa” (alam bagian penjelasan dinyatakan bah'a " !alam territoir Indonesia
terdapat lebih kurang "#$ %elfbesturende landschappen dan &olksgemeenschappen,
seperti desa di 'awa dan (ali, negeri di )inangkabau, dusun dan marga di Palembang
dan sebagainya !aerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat
dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa” 0elanjutnya dinyatakan jugaB " *egara +epublik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul
daerah tersebut”
Penjelasan pasal 17 UU( 196: menyebutkan bah'a %elfbesturende berjumlah
sekitar 2:5 yang tersebesar di seluruh 8ndonesia. %elfbesturende andschappen adalah
daerah s'apraja, yaitu 'ilayah yang dikuasai oleh raja yang mengakui kekuasaan dan
kedaulatan Pemerintah jajahan &elanda melalui perjanjian politik. Perjanjian politik ini
di'ujudkan dalam satu bentuk perjanjian yang disebut dengan istilah kontrak dan
verklaring
*da dua model perjanjian yang dilakukan oleh &elanda dengan raja$raja di
8ndonesia, yaitu ange ontract atau kontrak panjang dan korte verklaring atau pernyataan
pendek. &erdasarkan kontrak atau perjanjian ini raja yang menandatangani kontrak
tersebut mengakui kekuasaan dan kedaulatan Pemerintah ajahan &elanda terhadap
'ilayah mereka. Pengakuan ini tentu saja tidak bersi-at sukarela. &anyak raja yang
meneken kontrak itu setelah melalui peperangan atau tekanan militer &elanda, dan banyak
pula raja yang meneken kontrak karena memperoleh kekuasaan berkat dukungan &elanda.
&erdasarkan pengakuan atas kekuasaan dan kedaulatan Pemerintah &elanda, maka
Pemerintah &elanda melimpahkan ke'enangan untuk mengatur dan memerintah kepada
17
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
19/118
para raja. e'enangan ini merupakan pemberian Pemerintah ajahan &elanda yang
se'aktu$'aktu dapat diabut %+ando
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
20/118
arena isinya terlalu sederhana, Undang$undang No. 1/196: ini dianggap kurang
memuaskan. aka dirasa perlu membuat undang$undang baru yang lebh sesuai dengan
pasal 17 UU( 196:. Pada saat itu pemerintah menunjuk 3.P. 0uroso sebagai ketua panitia.
0etelah melalui berbagai perundingan, 3UU ini akirnya disetujui &P N8P, yang pada
tanggal 15 uli 1967 lahir UU No. 22/1967 entang Pemerintahan (aerah. &ab 2 pasal 4
angka 1 UU No.22/1967 menegaskan bah'a daerah yang dapat mengatur rumah
tangganya sendiri dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah
otonomi istime'a. (aerah$daerah ini dibagi atas tiga tingkatan, yaitu Propinsi
abupaten/kota besar, desa/kota keil. 0ebuah skema tentang pembagian daerah$daerah
dalam 4 tingkatan itu menjadi lampiran undang$undang. (aerah istime'a adalah daerah
yang mempunyai hak asal$usul yang di @aman sebelun 38 mempunyai pemerintahan yang bersi-at istime'a. UU No. 22/1967 menegaskan pula bah'a bentuk dan susunan serta
'e'enang dan tugas pemerintah desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur
dan mengurus pemerintahannya sendiri.
Pada periode 3epublik 8ndonesia 0erikat %380), Pemerintah Negara 3epublik
8ndonesia imur %N8 ) menetapkan suatu peraturan desentralisasi yang dinamakan
undang$undang pemerintahan daerah daerah 8ndonesia imur, yang dikenal dengan UU
No. 66/19:5. engenai tingkatan daerah otonom, menurut UU No.66/19:5, tersusun atas
dua atau tiga tingkatan. asing$masing adalah %1) (aerahF %2) (aerah bahagian dan %4)
daerah anak bahagian.
Pada bulan uni 19:C sebuah 3UU tentang pemerintahan daerah diajukan enteri
(alam Negeri ketika itu, Pro-. 0unaryo, kepada (P3 38 hasil Pemilu 19::. 0etelah
melalui perdebatan dan perundingan Pemerintah dan raksi$-raksi dalam (P3 38 'aktu
itu, 3UU tersebut diterima dan disetujuai seara aklamasi. Pada tanggal 19 anuari 19:;
3UU itu diundangkan menjadi Undang$Undang No. 1 ahun 19:; tentang Pokok$pokok
Pemerintahan (aerah.
UU No. 1/19:; ini berisikan mengenai pengaturan tentang, antara lain, jumlah
tingkatan daerah sebanyak$banyaknya tiga tingkatan, kedudukan kepala daerah dan tentang
penga'asan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (aerah Otonom terdiri dari dua jenis,
yaitu otonom biasa dan daerah s'apraja. engenai pembentukan daerah ingkat 888,
25
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
21/118
menurut UU No. 1/19:;, harus dilakukan seara hati$hati, karena daerah itu merupakan
batu dasar pertama dari susunan negara, sehingga harus diselenggarakan seara tepat pula
karena daerah itu bertalian dengan masyarakat hukum 8ndonesia yang oraknya beragam,
yang sulit sembarangan untuk dibikin menurut satu model.
(alam rangka pembentukan daerah ingkat 888, disebutkan pula bah'a pada
dasarnya tidak akan dibentuk kesatuan kesatuan masyarakat hukum seara bikin$bikinan
tanpa berdasarkan kesatuan$kesatuan masyarakat hukum seperti desa, nagari, kampung dan
lain$lain. arena itu desapraja %sebagai daerah ingkat 888) dan sebagai daerah otonom
terba'ah hingga UU No. 1/19:; digantikan UU yang lain, belum dapat dilaksanakan.
Pada tanggal : uli 19:9 keluarlah (ekrit Presiden, yang menyatakan berlakunya
kembali UU( 196:. *tas dasar dekrit ini UU(0 19:5 tidak belaku lagi. (ekrit Presidenini mengantar 3epublik 8ndonesia ke alam demokrasi terpimpin dan #otong 3oyong.
Untuk menyesuaikannya dengan prinsip$prinsip demokrasi terpimpin dan kegotong$
royongan, maka pada tanggal 9 0eptember 19:9 Presiden mengeluarkan Penpres No. C
ahun 19:9 tentang Pemerintah (aerah. (ari Pidato enteri (alam Negeri dan Otonomi
(aerah ketika menjelaskan isi Penpres No. C/19:9, dapat ditarik kesimpulan pokok bah'a,
dengan pemberlakuan Penpres No. C/19:9 terjadi pemusatan kekuasaan ke dalam satu
garis birokrasi yang bersi-at sentralistis.
ajelis Permusya'aratan 3akyat 0ementara juga terbentuk atas Penpres No.
12/19:9, yang antara lain menetapkan etetapan P30 No. 888/P30/19C5 tentang
#aris$#aris &esar Pola Pembangunan 0emesta &erenana ahapan Pertama 19C1$19C9,
yang dalam beberapa bagiannya memuat ketentuan$ketentuan tentang Pemerintah (aerah.
asing$masing adalahB %a) Paragra- 492 mengenai pembagian (aerah dan jumlah
tingkatanF %b) Paragra- 494 mengenai desentralisasiF %) Paragra- 49: mengenai
pemerintahan daerahF %d) Paragra- 49C mengenai pemerintahan desa.
(alam setiap paragra- antara lain termuat amanat agar dilakukan pembentukan
daerah ingkat 88 sebagaimana dalam UU No. 1/19:;F dan menyusun 3anangan Undang$
Undang Pokok$Pokok Pemerintahan (esa, yang dinyatakan berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, sebagai pengganti segala peraturan dari masa kolonial
dan nasional yang dianggap belum sempurna, yang mengatur tentang kedudukan desa
21
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
22/118
dalam rangka ketatanegaraanB bentuk dan susunan pemerintahan desaF tugas dan
ke'ajiban, hak dan ke'enangan pemerintah desaF keuangan pemerintah desaB serta
kemungkinan$kemungkinan badan$badan kesatuan pemerintahan desa yang sekarang ini
menjadi satu pemerintahan yang otonom %+ando
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
23/118
b. untutan$tuntutan tentang pembagian daerah %pemeahan, pemisahan,
penghapusan dan pembentukan baru), perluasan batas$batas 'ilayah
kotapraja, pemindahan ibu kota daerah.
. Penertiban organisasi$organisasi masyarakat rukun kampung dan rukun
tetangga.
0etelah bekerja selama dua tahun Panitia 0uroso berhasil menyelesaikan 2
ranangan undang$undangB 3UU tentang Pokok$pokok pemerintahan daerah dan
ranangan undang$undang tentang desa praja. enteri dalam negeri dan otonomi daerah,
8pik #andamana, pada tahun 19C4, menyampaikan kedua 3UU itu kepada (e'an
Per'akilan 3akyat #otong 3oyong. 0ebelumnya pada bulan anuari 19C4 kedua
ranangan itu dibuat dalam sebuah kon-erensi yang diikuti oleh seluruh gubernur.Pembahasan kedua 3UU di (P3#3 ukup lama dan alot. 0etelah mengalami berbagai
penyesuaian sesuai aspirasi dari banyak pihak, pada tanggal 1 0eptember 19C:, (P3#3
menetapkannya sebagai undang$undang. asing$masing menjadi UU No. 17/19C: entang
Pokok$pokok Pemerintahan (aerah dan UU No. 19 ahun 19C: entang (esa Praja.
enurut pasal 1 UU No. 19/19C:, yang dimaksud dengan desapraja adalah
kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas$batas daerahnya, berhak mengurus rumah
tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta bendanya sendiri. (alam
penjelasan dinyatakan bah'a kesatuan$kesatuan yang terakup dalam penjelasan UU(
196: pasal 17, &olksgemeenschappen seperti desa di a'a dan &ali, Nagari di
inangkabau, (usun dan marga di Palembang dan sebagainya, yang bukan bekas
s'apraja adalah desapraja menurut undang$undang ini. (engan demikian, persekutuan$
persekutuan masyarakat hukum yang berada dalam %bekas) daerah s'apraja tidak berhak
atas status sebagai desa praja.
(engan memggunakan nama desapraja, UU No.19 /19C: memberikan istilah baru
dengan satu nama seragam untuk menyebut keseluruhan kesatuan masyarakat hukum yang
termasuk dalam penjelasan UU( 196: pasal 17, padahal kesatuan masyarakat hukum di
berbagai 'ilayah 8ndonesia mempunyai nama asli yang beragam. UU No.19/19C: juga
memberikan dasar dan isi desapraja seara hukum yang berarti kesatuan masyarakat
24
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
24/118
hukum yang tertentu batas$batas daerahnya dan berhak mengurus rumahtangganya sendiri,
memilih penguasanya, dan memiliki harta benda sendiri.
(alam penjelasan umum tentang desapraja itu terdapat keterangan yang
menyatakan bah'a UU No. 19/19C: tidak membentuk baru desapraja, melainkan
mengakui kesatuan$kesatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh 8ndonesia
dengan berbagai maam nama menjadi desapraja. esatuan$kesatuan masyarakat hukum
lain yang tidak bersi-at teritorial dan belum mengenal otonomi seperti yang terdapat di
berbagai 'ilayah daerah administrati- tidak dijadikan desa praja, melainkan dapat langsung
dijadikan sebagai unit administrati- dari daerah tingkat 888. Penjelasan juga menyatakan
bah'a desapraja bukan merupakan satu tujuan tersendiri, melainkan hanya sebagai bentuk
peralihan untuk memperepat ter'ujudnya daerah tingkat 888 dalam rangka UU No.17/19C: tentang Pokok$pokok Pemerintahan daerah. 0uatu saat bila tiba 'aktunya
semua desa praja harus ditingkatkan menjadi (aerah ingkat 888 dengan atau tanpa
penggabungan lebih dahulu mengingat besar keilnya desapraja yang bersangkutan.
*lat$alat perlengkapan desapraja menurut UU No. 19/19C: adalahB %a) kepala desa,
%b) badan musya'arah desa, %) Pamong desapraja, %d) Panitera desapraja, %e) Petugas desa
praja, %-) badan pertimbangan desa praja. (isebutkan pula bah'a kepala desa dipilih
blangsung oleh pendudukF kepala desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah
tangga desapraja dan sebagai alat pemerintah pusatF kepala desa praja mengambil tindakan
dan keputusan$keputusan penting setelah memperoleh persetujuan badan musya'arah
desaprajaF kepala desapraja tidak diberhentikan karena suatu keputusan musya'arahF dan
kepala desa praja menjadi ketua badan musya'arah desapraja. 0edangkan anggota badan
musya'arah desapraja dipilih menurut peraturan yang ditetapkan oleh peraturan daerah
tingkat 8.
8si undang$undang ini sebenarnya paralel dengan spirit otoritarianisme dan
sentralisme yang tumbuh pada masa (emokrasi erpimpin. (esapraja merupakan
kepanjangan tangan dari pemerintah supradesa yang menjalankan perintah dari atas. (i
dalam desapraja, kepala desa dinobatkan sebagai penguasa tunggal yang korporatis,
dengan posisi yang kuat dalam mengontrol semua institusi politik, misalnya kepala desa
menjadi ketua badan musya'arah desapraja.
26
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
25/118
(engan keluarnya UU No.19/19C: 'arisan kolonial yang sekian lama berlaku di
negara 38, seperti 8#O dan 8#O& serta semua peraturan$peraturan pelaksanaannya tidak
berlaku lagi. etapi, UU No.19/19C: tidak sempat pula dilaksanakan dibanyak daerah.
Pelaksanaannya ditunda, tepatnya dibekukan, atas dasar pemberlakuan UU No.C /19C9,
yaitu undang$undang dan peraturan pemerintah Pengganti Undang$undang 19C:, meski
dinyatakan juga bah'a pelaksanaanya e-ekti- setelah adanya undang$undang baru yang
menggantikannya. Namun, anehnya, UU No.19/19C: sendiri sebenarnya sudah terlebih
dahulu ditangguhkan melalui intruksi enteri (alam Negeri No.29/19CC. arena itu, sejak
UU No.17/19C: dan UU No.19/19C: berlaku, praktis apa yang dimaksudkan dengan
daerah tingkat 888 dan desapraja itu tidak ter'ujud. 0eara in-ormal pemerintahan desa
kembali diatur berdasarkan 8#O dan 8#O&.
Masa Orde Baru
:embicaraan tentang
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
26/118
$o.&'%). ## ini menetapkan bahwa kepengurusan parpol dan Eolkar
hanya sampai pada +aerah !ingkat II. Sementara pada kecamatan dan
desa dapat ditunjuk seorang komisaris sebagai pelaksana pengurus +ati
II dan tidak merupakan pengurus otonom. :enetapan ini dapat
dipahami sebagai manu"er pemerintah untuk membebaskan rakyat
pedesaan dari akti"itas politik, dan bertujuan lebih mengoptimalkan
mobilisasi dan lokalisasi masyarakat dalam pembangunan desa.
0onsep massa mengambang ( floating mass) telah lama mengendap ke
dalam perbendaharaan politik Indonesia, tetapi banyak orang tidak mengetahui
secara persis apa sebenarnya makna konsep itu. Secara sederhana, yang menunjuk
pada gambaran riil dalam masyarakat, massa mengambang sebenarnya menunjuk
kekuatan infrastruktur politik yang tidak mempunyai keterkaitan dengan pusat
kekuasaan atau suprastruktur dan tidak mempunyai afiliasi secara resmi dengan
organisasi politik seperti partai politik (Bagong Suyanto, '?). +engan kalimat
lain, massa mengambang adalah massa rakyat yang tidak memiliki akses politik
di pusat kekuasaan.
2assa mengambang mungkin mempunyai kemiripan dengan identifikasi
6illiam 0ornhauser ('%) tentang masyarakat massal, meski proses asal-usulnya
berbeda jauh. 2asyarakat massal menurut 0ornhauser mempunyai tiga ciri.
ertama, lemahnya interaksi sosial yang menjembatani massa dengan elite politik
(penguasa) karena peran institusi dan organisasi masyarakat terkendala oleh
hubungan elite dengan rakyat secara massal dengan menggunakan perangkat
media massa. Kedua, terkendalinya peran hubungan sosial primer ke dalam
politik karena melemahnya peran keluarga sebagai jembatan di antara indi"idu
dengan kelompok dan institusi sosial. Ketiga, tersentralisasinya hubungan sosial
pada tataran nasional sebab terjadi pemusatan kekuasaan dan peran pada
organisasi atau lembaga masyarakat dari kekuatan kelompok primer (keluarga)
dan sekunder (organisasi masyarakat).
+alam kerangka yang lebih luas kebijakan massa mengambang yang positif
itu sebenarnya merupakan bentuk inter"ensi pemerintah untuk melakukan
pembangunan kelembagaan ,institutional development ) di tingkat desa.
2C
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
27/118
:embangunan lembaga menyangkut ino"asi yang menyiratkan berbagai
perubahan yang tidak bersangkutan dengan pengulangan pola-pola lama, dan
dalam penerapannyan dipaksakan oleh elite-elite yang berkiblat pada perubahan
dan yang bekerja memalui organisasi formal. !ujuan ino"asi itu adalah
membangun organisasi yang hidup terus dan efektif yang membangun
dukungan-dukungan dan kelengkapan dalam lingkungannya sehingga
memungkinkan ino"asi bisa mengakar, memperoleh dukungan, menjadi normatif
dan melembaga dalam masyarakat (2ilton *. Fsman, '>8).
!etapi, sejauh mana inter"ensi pemerintah dalam melakukan
pembangunan lembaga masyarakat desa tersebut bisa dipertanggungjawabkan
sehingga mampu menciptakan ino"asi yang positif dalam masyarakatG +alam
konteks ini, 4rturo Israel ('>) sudah mengingatkan bahwa inter"ensi yang
terlalu kuat pada dasarnya berkorelasi negatif dengan kinerja sebuah lembaga atau
komunitas. 4rtinya, semakin kuat inter"ensi maka semakin rendah kinerja
lembaga tersebut. +emikian juga, inter"ensi pemerintah yang terlalu kuat pada
masyarakat desa, malah tidak akan menciptakan kemajuan dan kemandirian
masyarakat desa tersebut. 0arena itu, Israel menyebutkan bahwa untuk
meningkatkan kapasitas dan kemandirian lembaga sangat diperlukan dukungan
politik sepenuhnya oleh pengendali kekuasaan baik di dalam maupun di luar.
Bentuk dukungan politik -- meminjam Soedjatmoko ('>) H bisa dengan
pengembangan swaorganisasi ,self-organization) dan swapengelolaan
,self-management.
0arena itu pula inter"ensi pemerintah dalam bentuk kebijakan massa
mengambang tidak bisa dipahami semata-mata sebagai bentuk pembangunan
lembaga yang membawa ino"asi, tetapi justru membawa implikasi yang negatif
terhadap masyarakat lokal. 2engapaG +alam berbagai literatur, yang merujuk
pada pengalaman empirik di negara-negara 4merika /atin dan negara-negara
+unia 0etiga lainnya, massa mengambang sebenarnya sebagai manajemen atau
kebijakan politik yang dilakukan negara untuk mendepolitisasi massa. +epolitisasi
itu merupakan tindakan penyingikiran massa dari kegiatan politik yang dilakukan
2;
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
28/118
re9im otiriterisme-birokratik (Euillermo ).
0ebijakan penyingkiran kekuatan nonnegara juga dilakukan oleh
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
29/118
masyarakat desa yang bersumber pada pengelompokan politik. Secara logika,
segmentasi seperti itu memang dapat dihilangkan, dengan meniadakan
organisasi-organisasi politik dari kehidupan masyarakat desa. Selain itu, juga
cukup masuk akal, bahwa dengan terhapusnya pengelompokan politik, maka
kemungkinan terjadinya konflik politik dalam masyarakat menjadi berkurang.
+apat dikatakan bahwa konflik yang bersumber pada pengelompokan
politik biasanya merupakan pula konflik politik horisontal. ang terlibat di
dalamnya pada umumnya adalah anggota-anggota masyarakat, yang
mengelompokkan diri ke dalam atau mengidentikkan diri dengan mengelom-
pokkan politik yang ada dalam masyarakat tersebut.' /ebih khusus lagi, konsep
floating mass ditujukan untuk menghindarkan konflik aliran seperti abangan
versus santri di daerah pedesaan, terutama di *awa. !erjadinya konflik aliran pada
tahun-tahun '8?-'8% tidak terlepas dari proses politisasi dan mobilisasi massa
pedesaan yang berakibat pada meruncingnya konflik aliran yang sudah ada.
Setelah floating mass berjalan selama AC tahun, maka konflik aliran tidak lagi
meruncing, bahkan berusaha mengadakan rekonsiliasi, misalnya dengan
bersama-sama bergabung ke Eolkar. +i satu pihak, konsep floating mass telah
memandulkan kehidupan politik di pedesaan, tetapi di pihak lain telah berhasil
mencegah terulangnya konflik dan polarisasi tajam aliran seperti pada masa
demokrasi terpimpin (Burhan 2agenda, 'C).
0onflik aliran harus dibedakan dari konflik yang bersifat "ertikal. +iantara
bentuk konflik "ertikal dapat disebutkan sebagai contoh, konflik-konflik antara
pemimpin dengan yang dipimpin, antara yang berkuasa dengan yang dikuasai,
ataupun antara elite dengan massa. 0onflik itu sering muncul di daerah pedesaan
1 0onflik politik yang sifatnya hori9ontal misalnya terjadi dalam bentuk
benturan-benturan politik aliran, yang dalam masyarakat *awa dikenal dengan adanyasantri "s abangan. :ada tahun '%C-an (masa +emokrasi :arlementer), konflik duakekuatan itu terlihat dengan jelas dalam masyarakat desa *awa, yang termanifestasikandalam interaksi partai, yaitu 2asyumi dan $# sebagai golongan santri di satu sisi, danserta :0I serta :$I di sisi lain yang berbasiskan abangan. 0arenanya, kebijakan massamengambang bertujuan pula untuk menghapus konflik politik aliran tersebut. 4kibatnya,masyarakat (dengan dengan masing-masing alirannga) yang dulunya mempunyai patronpolitik (parpol), sekarang pada masa
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
30/118
selama ini, yaitu sebagai salah satu efek samping dari massa mengambang. Bentuk
konflik elite-massa terjadi biasanya karena akibat dari gejala Jsalah urusJ dalam
bidang pembangunan (karena floating mass memang menghendaki masyarakat
agar lebih berkonsentrasi dalam bidang pembangunan). Sebagai contoh adalah
kasus penggusuran tanah rakyat oleh aparat, kasus manipulasi uang rakyat yang
dilakukan oleh sejumlah JoknumJ aparat, dan sebagainya.
2. Pembangunan Desa
Sejak :elitea I pemerintah mulai melancarkan pembangunan desa yang
bertujuan secara langsung untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan
secara tidak langsung untuk meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional
yang kuat sebagai landasan pembangunan nasional jangka panjang.
Sedangkan sasaran pembangunan desa adalah agar desa-desa merupakan
satuan terkecil administrasi pemerintahan, ekonomi dan ikatan
kemasyarakatan, dapat mempercepat pertumbuhannya dari desa swadaya,
menjadi desa swakarsa dan seterusnya menjadi desa swasembada. Sejak awal
juga digariskan bahwa pembangunan desa mempunyai tujuan jangka pendek
dan jangka panjang. ertama, tujuan jangka pendek pembangunan desa
adalah untuk meningkatkan taraf penghidupan dan kehidupan rakyat
khususnya di desa-desa yang berarti menciptakan situasi dan
kekuatan-kekuatan dan kemampuan desa dalam suatu tingkat yang lebih kuat
dan nyata dalam pembangunan-pembangunan berikutnya. Kedua. tujuan
jangka panjangnya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan :ancasila yang diridloi oleh !uhan ang 2aha Fsa. +alam
hubungannya dengan sasaran pembangunan masyarakat desa, ditujukan
untuk menaikkan produksi yang potensial yang dimiliki oleh desa,
meningkatkan kesejahteraan dalam rangka pembangunan ekonomi. 0egiatan
dan tindakan yang lebih intensif dan terarah daripada pembangunan
masyarakat desa. ;ara tersebut akan mewujudkan pula nilai ekonomi riil yang
bebas di segala penghidupan dan penentu bagi suksesnya pembangunan
nasional (+itjen :embangunan +esa, +epartemen +alam $egeri, ').
45
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
31/118
Selain ada pembangunan sektoral yang dikemas secara integral
(integrated rural development ), salah satu langkah penting yang ditempuh
pemerintah adalah melancarkan Inpres Bantuan +esa, yang lebih populer
disebut Bandes. Bantuan desa bersifat umum dan merata ke seluruh desa,
tanpa memperhatikan aspek perbedaan kondisi sosial-ekonomi, penduduk
dan geografis desa, serta tidak membedakan antara desa dan kelurahan. :ada
tahun '8&C, pemerintah menyalurkan bantuan desa sebesar =p 'CC ribu
per desa, kemudian meningkat dari tahun ke tahun, dan terakhir (')
menyalurkan sebesar =p 'C juta per desa untuk satu tahun.
Inpres bantuan desa tentu merupakan instrumen pendanaan top do*n
untuk mengawal dan mencapai tujuan-tujuan besar pembangunan desa di
atas. Sesuai dengan trilogi pembangunan, bandes juga mempunyai dimensi
stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. :emerintah
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
32/118
desa. Keempat , meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan usaha-usaha
ekonomi pedesaan ke arah kehidupan berkoperasi dalam rangka
meningkatkan pendapatan. Kelima, meningkatkan kemampuan dan
keterampilan masyarakat agar berpikir dinamis dan kreatif yang dapat
menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat yang pada hakekatnya
merupakan usaha ekonomi masyarakat pedesaan sehingga mampu
berproduksi, mampu mengolah dan memasarkan hasil produksinya serta
dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja di pedesaan.
:rogram pembangunan desa tidak sebatas Inpres Bandes, tetapi masih
ada begitu banyak program lain, baik yang spasial maupun sektoral, yang
masuk ke desa. Semua +epartemen, kecuali +epartemen /uar $egeri, yang
didukung juga oleh Bank +unia, masuk ke desa membawa program-program
pembangunan desa. +epartemen :ertanian memimpin program =e"olusi
ijau, 4B=I membawa 42+, +epdikbud mengurus Inpres S+, +:#
mengelola Inpres *alan, +epartemen 0esehatan mempromosikan :uskesmas
dan :osyandu, +epartemen :erindustrian membina usaha-usaha kecil, :/$
mengusung listrik masuk desa, +epartemen Sosial membina organisasi sosial
seperti 0arang !aruna, +epartemen !ransmigrasi mengurus perpindahan
penduduk dari *awa-Bali ke pulau-pulau lain, B00B$ melancarkan program
0eluarga Berencana, +epartemen 0operasi membina 0#+, Bappenas
mengusung Inpres +esa !ertinggal, dan masih banyak lagi. Belakangan Bank
+unia membiayai dengan utang kepada :rogram :engembangan 0ecamatan.
:rogram pembangunan yang membanjir ke desa selama
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
33/118
angka melek huruf semakin meningkat, dan lain-lain. :ada le"el mikro,
pembangunan (modernisasi) telah mendorong mobilisasi sosial (bukan
transformasi sosial) penduduk desa. Banyak tempat tinggal penduduk desa
yang berubah menjadi lebih baik, semakin banyak orang desa yang berhasil
meraih gelar sarjana dari perguruan tinggi, semakin banyak penduduk desa
yang hidupnya bertambah makmur, semakin banyak keluarga sudra (petani,
nelayan, buruh) di desa yang berhasil menjadi priyayi (:$S, pejabat, guru,
dosen, dokter, dan lain-lain) di kota, semakin banyak penduduk desa yang
memiliki perlengkapan modern (motor, mobil, tele"isi, telepon selular, dan
lain-lain). 0ita juga sering menyaksikan data statistik resmi bahwa angka
kemiskinan orang desa semakin berkurang, tingkat melek huruf kian
meningkat, kondisi kesehatan makin membaik, usia harapan hidup semakin
meningkat, dan seterusnya. Berdasarkan oral history dari para orang tua yang
telah melewati A- 9aman, kondisi sosial-ekonomi desa yang lebih baik itu
belum dirasakan sampai dekade 'C-an. +ekade 'C-an baru dimulai
modernisasi desa, yang hasilnya baru dirasakan mulai dekade '>C-an.
$amun sejumlah kamajuan dalam mobilisasi sosial itu tidak terjadis
secara merata, dan secara umum kebijakan pembangunan desa juga
mendatangkan banyak kerugian besar. +erajat hidup orang desa tidak bisa
diangkat secara memadai, kemiskinan selalu menjadi penyakit yang setiap
tahun dijadikan sebagai komoditas proyek. 2asuknya para pemilik modal
maupun tengkulak melalui kebijakan resmi maupun melalui patronase
semakin memperkaya para elite desa maupun para tengkulak, sementara para
tunawisma maupun tunakisma semakin banyak. :etani selalu menjerit karena
harga produk pertanian selalu rendah, sementara harga pupuk selalu
membumbung tinggi. :engangguran merajalela. 0aum perempuan mengalami
marginalisasi, yang kemudian memaksa sebagian dari mereka menjadi buruh
murah di sektor manufaktur maupun menjadi !0I (yang sebagian bernasib
buruk) di negeri orang lain. 4rus urbanisasi yang terus meningkat ikut
memberikan kontribusi terhadap meluasnya kaum miskin kota yang rentan
dengan penggusuran dan bermusuhan dengan aparat ketertiban. :royek
44
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
34/118
swasembada beras juga gagal. Sungguh ironis, Indonesia sebagai negeri
agragis tetapi harus melakukan impor beras dari negeri tetangga. Berbagai
program bantuan pemerintah yang mengalir ke desa tidak secara signifikan
mampu mengangkat harkat hidup orang desa, memerangi kemiskinan desa,
mencegah urbanisasi, menyediakan lapangan pekerjaan dan lain-lain. ang
terjadi adalah ketergantungan, konser"atisme dan pragmatisme orang desa
terhadap bantuan pemerintah. +engan demikian pembangunan desa yang
dilancarkan bertahun-tahun sebenarnya mendatangkan kegagalan. 6orld
Bank sendiri juga menyadari kegagalan model pembangunan desa terpadu
yang diterapkan di banyak negara.
:ada saat yang sama, kolaborasi antara negara dan perusahaan
multinasional melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya alam setempat
melalui berbagai skema industrialisasi. :engusaha : melakukan
eksploitasi hutan, :!: menguasai kebun, dan berbagai perusahaan
multinasional menjalankan eksploitasi berbagai bentuk harta pertambangan.
Fksploitasi ini tentu mendatangkan de"isa negara yang sangat besar,
membuka lapangan pekerjaan yang banyak, tetapi juga melakukan
penghisapan, pemiskinan dan marginalisasi terhadap masyarakat lokal,
sekaligus mendatangkan kerusakan lingkungan yang serius. 2asyarakat di
sekitar tambang umumnya tetap miskin, ibarat ayam yang mati di lumbung
padi.
2engapa pembangunan desa mengalami kegagalan, tidak mampu
mengangkat human *ell being masyarakat desaG Sebenarnya sudah banyak
argumen, e"aluasi maupun riset yang menjelaskan kegagalan pembangunan
desa. :enjelasan terbentang dari kacamata empirik, disain pembangunan
maupun paradigma pembangunan. 4da penjelasan empirik yang bersifat
klasik menegaskan bahwa pembangunan desa gagal karena miskinnya
komitmen pemerintah, konsep hanya berada di atas kertas, rendahnya
responsi"itas kebijakan dan keuangan pemerintah daerah, birokrasi yang
bermasalah, seringnya terjadi kebocoran, implementasi yang amburadul, dan
sebagainya. :enjelasan kedua membidik dari sisi paradigma dan disain
46
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
35/118
pembangunan. 0ami mengambil posisi yang kedua ini. ertama,
pembangunan desa yang berorientasi pada pertumbuhan dan layanan sosial,
dengan disain yang sangat teknokratis dan sentralistik, sebegitu jauh
mengabaikan aspek keberlanjutan, konteks dan kebutuhan lokal, partisipasi,
penguatan kapasitas lokal, dan governance reform. Kedua, aktor utama
dalam pembangunan desa hanyalah negara dan pasar. Skema ini mengabaikan
aktor masyarakat, sebab masyarakat hanya ditempatkan sebagai target
penerima manfaat (beneficiaries), bukan subyek yang harus dihormati dan
memegang posisi kunci pembangunan secara partisipatif. Ketiga,
pembangunan desa terpadu hanya memadukan aspek-aspek sektoral, tetapi
tidak memadukan agenda pembangunan dengan desentralisasi dan
demokratisasi. Keempat , pembangunan berjalan di dalam konteks bad
governance, yakni tata kelola pembangunan yang penuh dengan praktik-
praktik korupsi, kolusi, nepotisme, rent seeking, kompradorisme, dan lain-
lain.
3. Modernisasi, Negaranisasi dan Marginalisasi Desa
:emerintah
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
36/118
Isu desa sebagai daerah tingkat III yang pernah mengemuka pada
tahun '%C-an tidak diakomodasi oleh ##+
'?%, seraya membuat format pemerintahan desa secara seragam di seluruh
Indonesia. ## ini menegaskan1 “+esa adalah *ilayah yang ditempati oleh
se¨ah penduduk sebagai persatuan masyarakat. termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan
terendah langsung di ba*ah camat dan berhak menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri” . 0etika ## ini masih berstatus =##, pemerintah
berpendapat1 bahwa desa dimaksudkan sebagaimana dimaksudkan dalam
=## ini, bukanlah merupakan salah bentuk daripada :embagian +aerah
Indonesia 4tas +aerah besar dan kecil sebagaimana dimaksudkan dalam :asal
'> ##+ '?%. 2asalah pembagian daerah Indonesia atas +aerah besar dan
kecil itu kiranya sudah cukup diatur dengan ## $o.%&'?. :engertian daerah
besar adalah wilayah :ropinsi +aerah !ingkat I dan seterusnya, sehingga oleh
karenanya sukar untuk diartikan, bahwa daerah yang lebih kecil itu juga
mencakup desa sebagaimana dimaksud dalam =## ini +ari ketentuan awal,
termasuk pengertian desa yang seragam itu, ## $o. %&' secara menyolok
menghendaki modernisasi dan birokratisasi pemerintahan desa, negaranisasi
(negara masuk ke desa) dan marginalisasi terhadap keragaman kesatuan
masyarakat hukum adat. Banyak pihak menilai bahwa ## $o. %&'
merupakan bentuk *awanisasi atau menerapkan model desa *awa untuk
kesatuan masyarakat adat di /uar *awa. +engan sendirinya ## ini tidak
mengakui lagi keberadaan nagari, huta, sosor, marga, negeri, binua, lembang,
parangiu dan lain-lain yang umumnya berada di /uar *awa.
0etetapan-ketetapan dalam ## $o. % &' memaksa desa dan
kesatuan masyarakat hukum yang menjadi bagian darinya menjadi seragam.
4C
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
37/118
:ersekutuan sosial desa lain yang belum sesuai bentuknya dengan desa
dipaksa menyesuaikan diri, melalui upaya misalnya regrouping desa, sehingga
tidak dapat disebut desa lagi. +esa mengalami birokratisasi kedalam satu
garis komando yang sentralistik3 desa kemudian menjadi unit pemerintahan
terendah langsung dibawah ;amat, guna mendukung pengendalikan dan
pelaksanaan cita-cita pembangunan, sebagaimana yang diamanatkan dalam
Earis-garis Besar aluan $egara.
+ari segi kepentingan pemerintah pusat, ## $o. %&' tentu
membawa banyak manfaat . :enetrasi pemerintahan pusat pada daerah-
daerah pedesaan di Indonesia pada umumnya, khususnya di desa-desa luar
*awa dan 2adura, lebih sangat efektif. 0eseragaman struktur pemerintahan
desa bagi seluruh desa juga menguntungkan pemerintah pusat karena
keseragaman itu memudahkan pemerintah menjalankan pembinaan terhadap
pemerintah desa. :elaksanaan program Inpres Bandes juga bisa berjalan
secara efektif (menurut kacamata pemerintah) karena dijalankan dalam
kerangka pemerintahan desa yang seragam. +emikian juga dengan agenda
konsolidasi politik (kebijakan massa mengambang) dan keamanan yang
bekerja secara efektif dalam birokrasi sipil-militer yang paralel, seragam dan
hirakhis.
Sebaliknya bagi masyarakat terutama masyarakat adat di luar *awa dan
2adura implementasi ## $o.%&' tersebut menimbulkan dampak negatif
yang tidak kecil. :emerintah daerah di /uar *awa dipaksa berlawanan dengan
masyarakat adat karena harus menghilangkan kesatuan masyarakat hukum
(=echtsgemeenschap) yang dianggap tidak menggunakan kata desa seperti
/agari di 2inangkabau, +usun dan 0arga di :alembang, "ampong di 4ceh,
)uta. Sosor dan lumban di 2andailing. Kuta di 0aro, Binua di 0alimantan
Barat, /egeri di Sulawesi #tara dan 2aluku, 0ampung di 0alimantan,
Sulawesi !engah, dan Sulawesi Selatan, yo di Sentani Irian *aya, dan lain-
lain. 0esatuan masyarakat hukum yang telah dijadikan desa itu harus
memiliki pemerintahan yang akan melaksanakan kewenangan, hak dan
kewajiban desa serta menyelenggaraan pemerintahan desa, seperti ditetapkan
4;
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
38/118
dalam ## $o.%&'. 0esatuan masyarakat hukum tidak hanya secara formal
dan nomenklatur berganti nama menjadi desa, tetapi harus secara operasional
segera memenuhi segala syarat yang ditentukan oleh ## $o.%&'.
0ebijakan ## $o. %&' tentu menuai badai protes dari berbagai
pihak. :rotes yang sangat keras muncul dari masyarakat, misalnya, di
Sumatera Barat. 2ereka menyerukan bahwa ## $o. %&' sebagai bentuk
*awanisasi, penyeragaman yang tidak peka terhadap kondisi sosial-budaya
setempat, dan menghancurkan identitas dan harga diri orang 2inangkabau.
0arena itu pemaksaaan ## itu dan kerja-kerja :emerintah +aerah berjalan
sangat alot. :emerintah +aerah Sumbar sadar betul akan bahaya dan damp3ak
negatif pelaksanaan ## $o. %&' itu. !etapi pemerintah daerah toh tidak
bisa mengelak dari perintah *akarta. 0arena itu untuk menyesuaikan undang-
undang tersebut dengan situasi sosial budaya masyarakat lokal 2inangkabau,
:emda Sumbar melalui :erda $o. '&'> membentuk apa yang dikenal
dengan 0erapatan 4dat $agari (04$). 4nggota 04$ ini terdiri dari pimpinan
adat dan bertugas untuk memutuskan segala masalah adat yang timbul dalam
nagari . 6alaupun nagari sebagai unit pemerintahan telah dihapus oleh ##
$o.%&', apa yang dilakukan oleh :emda Sumbar merupakan suatu bukti
bahwa ada masalah dalam keputusan pemerintah tentang penyeragaman
struktur pemerintahan desa bagi seluruh Indonesia. 2eski begitu perlawanan
ini dapat dikatakan tidak berarti. 0arena perlawanan itu hanya sekadar
memoles permasalahan yang sebenarnya, dan tidak menyentuh pokok
permasalahan yang sebenarnya.
+engan pergantian dari nagari. dusun. marga. gampong. huta. sosor.
lumban. binua. lembang. kampung. paraingu. temukung dan yo menjadi
desa berdasarkan ## $o.%&' maka desa-desa hanya berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dan tidak dinyatakan dapat
mengurus dan mengatur rumahtangganya sendiri. +engan kata lain, desa
tidak lagi otonom. 0arena ia tidak lagi otonom, desa kemudian tidak lebih dari
sekedar ranting patah yang dipaksakan tumbuh pada ladang pembangunan
yang direncanakan re9im
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
39/118
Secara substantif ## $o. %&' mengandung sentralisasi-negaranisasi
dalam konteks hubungan desa dengan negara (supradesa), dan
otoritarianisme-korporatis di dalam internal pemerintahan desa. +esa
bukanlah unit yang otonom seperti halnya daerah, tetapi hanya organisasi
pemerintahan terendah yang dikendalikan negara (the local state
government ) melalui tangan camat. $egara betul-betul masuk ke desa. 0epala
desa bukanlah pemimpin masyarakat desa, melainkan sebagai kepanjangan
tangan pemerintah supra desa, yang digunakan untuk mengendalikan
penduduk dan tanah desa.
## $o. %&' menegaskan bahwa kepala desa dipilih oleh rakyat
melalui demokrasi langsung. 0etentuan pemilihan kepala desa secara
langsung itu merupakan sebuah sisi demokrasi (elektoral) di aras desa. +i saat
presiden, gubernur dan bupati ditentukan secara oligarkis oleh parlemen,
kepala desa justru dipilih secara langsung oleh rakyat. 0arena itu
keistimewaan di aras desa ini sering disebut sebagai benteng demokrasi di
le"el akar-rumput. !etapi secara empirik praktik pemilihan kepala desa tidak
sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat karena hampir tidak people
choice sejak awal sampai pemilihan (voting). :ilkades selalu sarat dengan
rekayasa dan kontrol pemerintah supradesa. +alam studinya di desa-desa di
:ati, @ran9 usken (ACC') menunjukkan bahwa pilkades selalu diwarnai
dengan intimidasi terhadap rakyat, manipulasi terhadap hasil, dan
dikendalikan secara ketat oleh negara. Bagi usken, pilkades yang paling
menonjol adalah sebuah proses politik untuk penyelesaian hubungan
kekuasaan lokal, ketimbang sebagai arena kedaulatan rakyat.
;acat demokrasi desa tidak hanya terlihat dari sisi pilkades, tetapi juga
pada posisi kepala desa. ## $o. %&' menobatkan kepala desa sebagai
penguasa tunggal di desa. +esa dibuat sebagai negara kecil, yang berarti
dia diposisikan sebagai wilayah, organ dan instrumen kepanjangan tangan
negara yang memang tersusun secara hirarkhis-korporatis, bukan sebagai
tempat bagi warga untuk membangun komunitas bersama. +esa bukanlah
local-self government melainkan sekadar sebagai local-state government .
49
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
40/118
0epala desa adalah kepanjangan tangan birokrasi negara yang menjalankan
perintah untuk mengendalikan wilayah dan penduduk desa. 0arena itu ans
4ntlo" (ACCA) menyebutnya sebagai negara masuk desa. 0epala desa
mengendalikan seluruh hajat hidup orang banyak, dia harus menhetahui apa
saja yang terjadi di desa, termasuk selembar daun yang jatuh dari pohon di
wilayah yurisdiksinya. 0en oung (') bahkan lebih suka menyebut kepala
desa sebagai fungsionaris negara ketimbang sebagai perangkat desa,
karena dia lebih banyak menjalankan tugas negara ketimbang sebagai
pemimpin masyarakat desa.
## $o. %&' sebenarnya juga mengenal pembagian kekuasaan di
desa, yakni ada kepala desa dan /embaga 2usyawarah +esa (/2+). :asal
menegaskan, pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan /embaga
2usyawarah +esa (/2+). /embaga 2usyawarah +esa adalah lembaga
permusyawaratan atau pemufakatan yang keanggotaannya terdiri atas 0epala-
kepala +usun , :impinan /embaga-lembaga 0emasyarakatan, dan pemuka-
pemuka masyarakat di esa yang bersangkutan (:asal '). 2eski ada
pembagian kekuasaan, tetapi /2+ tidak mempunyai kekuasaan legislatif yang
berarti. /2+ bukanlah wadah representasi dan arena check and balances
terhadap kepala desa. Bahkan juga ditegaskan bahwa kepala desa karena
jabatannya (e1 officio) menjadi ketua /2+ (:asal ' ayat A).
ika di desa kepala desa menjadi penguasa tunggal, tetapi kalau dihadapan
supradesa, kepala desa hanya sekadar kepanjangan tangan yang harus tunduk dan
bertanggungja'ab kepada supradesa. enurut UU No. :/19;9 epala (esa diangkat
dan diberhentikan oleh &upati /?alikotamadya epala (aerah ingkat 88 atas nama
#ubernur epala (aerah ingkat 8 %pasal C dan 9), untuk masa jabatan selama 7
tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya %pasal ;). epala(esa menjalankan hak, 'e'enang, dan ke'ajiban pimpinan pemerintahan desa yaitu
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan
penanggung ja'ab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah desa, urusan pemerintahan umum
termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang$
65
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
41/118
undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan ji'a gotong royong
masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan desa. (alam menjalankan
hak, 'e'enang, dan ke'ajiban pimpinan pemerintah desa, epala (esa bertanggung
ja'ab kepada pejabat yang ber'enang mengangkat melalui >amatF dan memberikan
keterangan pertanggungja'aban tersebut kepada Gembaga usya'arah (esa %Pasal
15).
Sebagian besar kepala desa bukanlah pemimpin masyarakat yang
berakar dan legitimate di mata masyarakat meski secara fisik dekat dengan
rakyat, melainkan menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai
segudang tugas kenegaraan1 menjalankan birokratisasi di le"el desa,
melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan
administratif kepada masyarakat, serta melakukan kontrol dan mobilisasi
warga desa. *ika pemerintah desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka
kepala desa merupakan personifikasi pemerintah desa. Semua mata di desa
ditujukan kepada kepala desa secara personal. 0arena itu kepala desa selalu
sensitif terhadap legitimasi. /egitimasi berarti pengakuan rakyat terhadap
kekuasaan dan kewenangan kepala desa untuk bertindak mengatur dan
mengarahkan rakyat. !etapi legitimasi tidak turun dari langit begitu saja.
0epala desa yang terpilih secara demokratis belum tentu memperoleh
legitimasi terus-menerus ketika menjadi pemimpin di desanya. /egitimasi
mempunyai asal-usul, mempunyai sumbernya. /egitimasi kepala desa
bersumber pada ucapan yang disampaikan, nilai-nilai yang diakui, serta
tindakan yang diperbuat setiap hari. #mumnya kepala desa yakin betul bahwa
pengakuan rakyat sangat dibutuhkan untuk membangun eksistensi dan
menopang kelancaran kebijakan maupun tugas-tugas yang dia emban, meski
setiap kepala desa mempunyai ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalammembangun legitimasi. !etapi, kepala desa umumnya membangun legitimasi
dengan cara-cara yang sangat personal ketimbang institusional. 0epala desa
dengan gampang diterima secara baik oleh warga bila ringan tangan
membantu dan menghadiri acara-acara pri"at warga, sembada dan pemurah
61
8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc
42/118
hati, ramah terhadap warganya, dan lain-lain (I=F, ACC3 44E$ 4ri
+wipayana dan Sutoro Fko, ACC).
0epala desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik,
tetapi dia tidak mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan
transparansi, akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan dan kebersamaan.
ang terjadi adalah sebaliknya1 penundukan secara hegemonik terhadap
warga, karena kepala desa merasa dipercaya dan ditokohkan oleh warga.
0epala desa punya citra diri benevolent atau sebagai wali yang sudah
dipercaya dan diserahi mandat oleh rakyatnya, sehingga kades tidak perlu
bertele-tele bekerja dengan semangat partisipatif dan transparansi, atau harus
mempertanggungjawabkan tindakan dan kebijakannya di hadapan publik.
Sebaliknya, warga desa tidak terlalu peduli dengan kinerja kepala desa sebagai
pemegang kekuasaan desa, sejauh sang kepala desa tidak mengganggu perut
dan nyawa warganya secara langsung. 6arga desa, yang sudah lama hidup
dalam pragmatisme dan konser"atisme, sudah cukup puas dengan
penampilan 0ades yang lihai pidato dalam berbagai acara seremonial, yang
populis dan ramah menyapa warganya, yang rela beranjangsana, yang rela
berkorban mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri untuk kepentingan
umum, yang menjanjikan pembangunan prasarana fisik dan seterusnya.
2asyarakat tampaknya tidak mempunyai political space yang cukup dan
kapasitas untuk voice dan e1it dari kondisi struktural desa yang bias e