Top Banner

of 43

Village Autonomy Sutoro Eko.doc

Aug 07, 2018

Download

Documents

Thopilus Aisnak
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    1/118

    Masa Lalu, Masa Kini danMasa Depan Otonomi Desa

     Sutoro Eko

    Baru kalau desa kita memang mulai bergerak maju atas kekutannya sendiri,

     barulah seluruh masyarakat kita akan pula naik tingkatan serta kemajuannya di

    dalam segala lapangan, termasuk lapangan kebudayaan.

    (Sutan Sahrir).

    Pembaharuan desa kini menjadi isu sentral dalam kajian dan avokasi desa,

    menyusul lahirnya UU No. 22/1999. Otonomi dan demokrasi desa, yang selama ini

    mengalami marginalisasi dalam ilmu pengetahuan, kebijakan dan advokasi, tampaknya

    menjadi isu utama dalam pembaharuan desa. emang tidak banyak aktor yang concern

     pada isu pembaharuan desa, tetapi ada barisan !oknum" akademisi, N#Os, birokrat, aktivis

    asosiasi desa, pemerintah daerah, maupun lembaga$lembaga donor internasional yang

     bekerja keras melakukan kajian dan advokasi pembaharuan desa. Para aktivis asosiasi desa

    %untuk tidak menyebut seluruh perangkat desa dan &adan Per'akilan (esa) terus$menerusmenyampaikan suara %voice) atau aspirasi tentang otonomi desa. *liansi asyarakat *dat

     Nusantara %**N) juga menuntut pemulihan otonomi dan hak$hak masyarakat adat yang

    telah hilang karena intervensi negara dan modal. (i +ogyakarta, ada orum

    Pengembangan Pembaharuan (esa %P(), sebuah -orum multipihak yang terus$menerus

    melakukan kajian, pembelajaran,  sharing  pengetahuan dan pengalaman, maupun

     penguatan gerakan untuk mendorong otonomi dan demokrasi desa, termasuk melakukan

    advokasi undang$undang pemerintahan daerah agar lebih berpihak kepada otonomi desa.

    Pada saat yang sama, (irektorat enderal Pemberdayaan asyarakat dan (esa (epdagri

     juga memberikan arahan dan dorongan seara terbatas terhadap penguatan kemandirian

    %bukan otonomi) desa. 0ementara, sebagian pemerintah kabupaten telah menjalankan

    kebijakan *lokasi (ana (esa %*(() yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dan

    mendorong tumbuhnya otonomi desa. N#Os, akademisi maupun donor internasional telah

    1

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    2/118

    mendorong, mengkaji, mendampingi, menggerakkan maupun menyerukan penguatan

    otonomi desa.

    *pa yang mereka lakukan selama ini tentu sangat berharga, meski tidak langsung

    menapai perubahan seara drastis dalam jangka pendek. etapi sejauh ini belum

    terbangun kata sepakat mengenai makna dan -ormat otonomi desa. asing$masing

    mempunyai pandangan dan jalan yang berbeda. arena itu kajian dan advokasi otonomi

    desa enderung parsial, apalagi pembuat kebijakan di akarta %pemerintah dan (P3) tidak 

    memberi respons dan membuka ruang yang memadai untuk memperdebatkan masalah

    otonomi desa. erbukti, kelahiran UU No. 42/2556 bukan bertujuan untuk memperbaiki

    kekurangan dalam UU No. 22/1999 tetapi malah meniptakan kemunduran dari sisi

     pembaharuan desa.(i tengah$tengah tarik$menarik dan keragaman pemahaman itu, tentu sangat

    dibutuhkan kajian historis yang lebih komprehensi- dan memadai mengenai otonomi desa.

    ebutuhan akan kajian historis bukan berarti selama ini tidak ada kajian otonomi desa

    yang berarti. 0udah ada banyak karya otonomi desa %baik seara hitoris, sosilogis, politik 

    maupun hukum) yang berharga, yang tampaknya perlu ada crafting  agar menjadi karya

    yang lebih komprehensi-. arya 0oetardjo artohadikoesoemo %1976), misalnya,

    menggambarkan seara umum tentang asal$usul desa, kondisi desa yang beragam di

    8ndonesia, otonomi desa di masa lalu dan masa kolonialisme. arya rans usken %1997)

    menyajikan kajian antropologis dan historis tentang di-erensiasi sosial dan involusi di desa

    akibat konialisasi. (i-erensiasi ini tentu menjadi pertanda semakin merosotnya otonomi

    dan demokrasi desa.

    ajian tentang otonomi desa dengan  setting negaranisasi dan kapitalisasi masa

    Orde &aru sudah dilakukan banyak orang. 3isalah pendek 0elo 0umardjan %1992)

     berupaya menari rumusan makna otonomi desa di tengah$tengah ketidakjelasan dan

    kematian otonomi desa di ba'ah UU No. :/19;9. (i 0umatera &arat, munul banyak buku

    yang mengkritik habis$habisan penerapan UU No. :/19;9 yang telah menghanurkan

    identitas dan otonomi nagari. arya +umiko . Prijono %1974) juga menunjukkan

    kemunduran demokrasi dan otonomi desa di a'a.  Abih Tandeh, karya +ando

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    3/118

    di masa Orde &aru melalui UU No. :/19;9. (emikian juga dengan karya ans *ntlov

    %2552), yang menggambarkan seara antropologis tentang !negara masuk desa", sebagai

    kekuatan eksternal yang meruntuhkan otonomi desa.

    ajian$kajian lain yang berupaya menari makna otonomi desa dan lebih

     berorientasi kedepan juga sudah bermunulan. arya$karya saya yang saya sajikan dalam

    -orum maupun publikasi berupaya seara serius menemukan makna dan -ormat

    desentralisasi dan otonomi desa. arya #regorius 0ahdan dkk %255:) di 0ekolah inggi

    Pembangunan asyarakat (esa !*P(", dengan menggunakan kaamata ekonomi$

     politik, melakukan re-leksi terhadap pengalaman desa di masa Orde &aru, sekaligus

    menelorkan banyak gagasan tentang trans-ormasi ekonomi$politik desa ke depan. Pokok 

     pikiran tentang trans-ormasi desa terletak pada penguatan bersama$sama antaradesentralisasi, demokratisasi dan pembangunan desa. (i tempat lain, 8 N08U=  O3 

    3 =0=*3>  *N(  =PO?=3=N  %83=) +ogyakarta, mengambil prakarsa melaak 

     pengalaman mutakhir sekaligus merumuskan dengan baik mengenai makna, -ormat dan

     basis pendukung otonomi desa %0utoro =ko dan *bdur 3o@aki, 255:).

    ulisan ini hendak melakukan crafting  terhadap berbagai karya yang berserakan di

    atas, dengan tujuan untuk menemukan benang$merah dan menyambung missing link atas

     patahan$patahan sejarah dan pemikiran tentang otonomi desa. ajian sejarah akan saya

    tonjolkan dalam tulisan ini untuk membuat sambungan yang baik antara masa lalu, masa

    kini dan masa depan otonomi desa. ajian historis ini tentu sangat relevan untuk 

    melakukan suntikan terhadap pengetahuan, advokasi dan kebijakan otonomi desa di masa

    depan. Namun seara metodologis, pelaakan sejarah tentu bukan sekadar pekerjaan yang

    menggambarkan perjalanan otonomi desa seara kronologis dan linear, melainkan juga

    menampilkan sejumlah isu$isu kritis otonomi desa dalam setiap kurun 'aktu tertentu.

    *pa isu$isu kritis yang terkandung dalam otonomi desa yang selama ini menjadi

     perhatianA  Pertama, isu ketatanegaraan dan pemerintahan. edudukan dan ke'enangan

    desa menjadi titik sentral dalam semesta pembiaraan tentang otonomi desa. eduanya

    menjadi krusial karena sejak masa kolonial hingga masa re-ormasi sekarang, selalu munul

     pembiaraan dan tarik$menarik bagaimana menempatkan posisi desa dalam struktur negara

    yang lebih besar. Para ahli hukum yang onern pada desa selalu peka terhadap persoalan

    4

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    4/118

    kedudukan desa dalam struktur ketataneragaraan 3epublik 8ndonesia. 0ebab, meski UU(

    196: pasal 17 mengakui keberagaman daerah$daerah keil yang bersi-at istime'a, tetapi

    konstitusi itu tidak seara tegas mengakui adanya !otonomi desa". UU turunan dari UU(

    dengan sendirinya juga tidak mengakui otonomi desa, keuali hanya menyebut desa

    sebagai kesatuan masyarakat hukum. !e'enangan desa tidak akan jelas kalau kedudukan

    desa tidak diatur dengan jelas dalam konstitusi. edudukan dulu baru biara ke'enangan",

    demikian ungkap 8bnu riahyo, ahli hukum yang concern  pada desa, dari PP OO(*

    akultas ukum Universitas &ra'ijaya. 0uara yang lain menegaskanB !Untuk memastikan

    kedudukan desa, sebaiknya N38 tidak hanya dibagi menjadi daerah$daerah provinsi,

    kabupaten dan kota tetapi juga dibagi menjadi desa". 8de ini paralel dengan ide (esapraja

    sebagai daerah ingkat 888 yang munul pada pada tahun 19:5$an. Kedua, isu adat dan lokalisme. Sejarah membuktikan bahwa setiap

    komunitas lokal atau masyarakat adat yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia

    mempunyai pemerintahan sendiri (self-governing community) yang bersifat

    tradisional-lokalitsik dan mengontrol tanah ulayat secara otonom. ampir semua

    masyarakat adat di sepanjang berusaha mempertahankan pemerintahan adat itu.

    !etapi pada saat yang sama, pemerintah selalu berupaya melakukan inter"ensi

    dan modernisasi terhadap pemerintahan adat agar sesuai dengan tujuan dan

    kepentingan nasional, termasuk kepentingan pembangunan nasional. ## $o.

    %&' merupakan bentuk pengaturan pemerintah untuk modernisasi

    pemerintahan adat-tradisional, yang berarti menghilangkan adat sebagai kendali

    pemerintahan dan menyeragamkan pemerintahan adat menjadi pemerintahan

    modern seperti desa-desa di *awa. !arik-menarik antara pemerintah dengan

    masyarakat adat tidak bisa dihindari. Sampai sekarang perumusan dan

    pengaturan mengenai otonomi desa dalam masyarakat adat itu tetap mengalami

    kesulitan dan dilema. +i satu sisi pemerintah tidak bisa semena-menamenghancurkan adat dengan tujuan melakukan modernisasi pemerintahan, tetapi

    di sisi lain jika masih ada tirani adat juga akan mempersulit transformasi

    menuju citizenship dalam kerangka nation-state.

     Ketiga, isu ekonomi$politik. Otonomi desa %posisi dan ke'enangan desa) bukan

    semata menjadi persoalan dalam mengelola ketatanegaraan dan administrasi pemerintahan

    6

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    5/118

    seara -ormal, juga bukan semata masalah modernisasi pemerintahan adat. (i balik isu

    ketatanegaraan dan adat itu, ada masalah yang lebih krusial, yaitu otoritas pengendalian

    terhadap penduduk dan hamparan tanah yang hidup dan terbentang di desa. auh sebelum

    ada kerajaan, pemerintah kolonial dan negara$bangsa 8ndonesia, sudah ada komunitas$

    komunitas lokal tradisional yang memiliki kuasa atas tanah dan penduduk. arik menarik 

    antara pemerintah dengan masyarakat lokal yang terus menerus berlangsung sebenarnya

    merupakan bentuk pertarungan antara negara dan modal dengan masyarakat lokal

    memperebutkan kuasa atas tanah dan penduduk. ika dibaa dengan kaamata ekonomi$

     politik, desa %yang mempunyai penduduk dan tanah beserta kekayaannya) sejak dulu

    menjadi medan tempur antara rakyat dengan raksasa negara dan modal. Negara dan modal

    selalu berkepentingan mempunyai otoritas mengendalikan tanah dan penduduk desa untuk tujuan$tujuan akumulasi kapital yang lebih besar. arena kalah bertarung, desa dan

    masyarakat adat, mengalami eksploitasi dan marginalisasi seara serius.

     Keempat , desa umumnya mempunyai keterbatasan sumberdaya lokal.

    Berdasarkan kalkulasi nominal, desa umumnya mempunyai keterbatasan luas

     wilayah, jumlah penduduk, potensi desa, dan lain-lain. +i +aerah Istimewa

     ogyakarta maupun Sumatera Barat, kondisi desa bisa dibilang relatif ideal karena

    memiliki luas wilayah, jumlah penduduk dan potensi desa yang cukup. +i banyak 

    kabupaten di *awa !engah umumnya mempunyai banyak desa dengan ukuran

     wilayah dan jumlah penduduk yang lebih kecil daripada desa-desa di +I.

    Sedangkan mayoritas desa di /uar *awa umumnya mempunyai wilayah yang

    sangat luas tetapi berpenduduk terbatas dan potensi desa yang belum tergarap

    secara maksimal. Beberapa orang, termasuk pada sosiolog seperti Selo Sumardjan

    maupun $asikun masih meragukan apakah mungkin kecilnya ukuran desa

    menjadi basis yang kuat bagi otonomi desa. 0arena itu $asikun mengusulkan

    perlunya regrouping  desa-desa yang kecil seperti pernah terjadi di +aerahIstimewa ogyakarta. 0ondisi geografis, demografis maupun spasial desa itu tentu

    merupakan masalah yang harus diperhatikan dalam mendisain otonomi desa.

    =mpat isu utama itulah yang akan saya gunakan sebagai perspekti- untuk 

    melukiskan perjalanan otonomi desa dari masa lalu hingga sekarang, bahkan untuk 

    :

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    6/118

    membuat kerangka preskripsi kedepan. 0etiap isu akan saya masukkan dalam setiap

    kronologi perjalanan desa, dari konteks asal$usul, masa kolonial, masa pasa kemerdekaan,

    masa Orde &aru dan masa re-ormasi. ulisan ini juga akan mengkaji ulang tentang makna,

    -ormat, tujuan dan relevansi otonomi desa untuk memba'a kehidupan desa yang lebih

    demokratis, mandiri, sejahtera dan berkeadilan di masa depan.

     Asal-usul Desa

    +esa, atau sebutan-sebuatan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada

    awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas

     wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk 

    mengelola dirinya sendiri. Inilah yang disebut dengan self-governing community.

    Sebutan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum baru dikenal pada masa

    kolonial Belanda.

    +esa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola

    secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi.

    +i Sumatera Barat, misalnya, nagari adalah sebuah republik kecil yang

    mempunyai pemerintahan sendiri secara otonom dan berbasis pada masyarakat

    (self-governing community). Sebagai sebuah republik kecil, nagari mempunyai

    perangkat pemerintahan demokratis1 unsur legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

    $agari, secara antropologis, merupakan kesatuan holistik bagi berbagai perangkat

    tatanan sosial-budaya. Ikatan bernagari di 2inangkabau, dulu, bukan saja

    primordial-konsanguinal (ikatan darah dan kekerabatan adat) sifatnya, tetapi juga

    struktural fungsional dalam artian teritorial-pemerintahan yang efektif. 0arena

    itu, nagari mempunyai kaitan ke atas3 ke /uhak dan ke 4lam, dan kaitan ke

    samping antara sesama nagari, terutama adalah kaitan emosional. Sistem otonom

    seperti ini adalah cirikhas masyarakat bersuku (tribal society) demi kepentinganmempertahankan diri dan pelestarian nilai-nilai masing-masing nagari, yang

    fokusnya adalah keragaman. Ikatan /uhak dan 4lam adalah ikatan totemis dan

    kosmologis yang mempertemukan antara nagari-nagari itu dan mengikatnya

    menjadi kesatuan-kesatuan emosional spiritual. 0arena itu orang 2inang secara

    C

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    7/118

    sadar membedakan antara kesatuan-teritorial-konsanguinal dalam bentuk 

    republik nagari-nagari dengan kesatuan-totemis-kosmologis.

    $agari mungkin tidak bisa dikatakan sebagai sebuah negara modern dalam

    pengertian 2a5 6eber sebagai lembaga yang mempunyai monopoli penggunaan

    sarana-sarana kekerasan secara absah. 4rtinya nagari bukanlah bentuk kecil

    negara sebagai organisasi kekuasaan yang tersusun secara hirarkhis-sentralistik 

    serta ditopang oleh birokrasi yang digunakan penguasa untuk memerintah

    rakyatnya. $agari, seperti ditegaskan 2estika 7ed ('8), justeru menyerupai

    negara-kota (polis) pada 9aman unani 0uno, dimana setiap nagari bertindak 

    seperti republik-republik kecil yang satu sama lain tidak mempunyai ikatan

    struktural dan terlepas dari kekuasaan federal di pusat. 0onon nagari yang

    dipimpin secara kolektif oleh :enghulu suku bersifat otonom dan tidak tunduk 

    pada raja di :agaruyung, melainkan berbasis (mewakili) kaum (warga) dan

    keluarga dalam nagari itu sendiri.

    Sebagai unit pemerintahan otonom, setiap nagari adalah lembaga yang

    melaksanakan kekuasaan pemerintahan melalui 0erapatan 4dat yang berfungsi

    sekaligus sebagai badan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. +i dalam 0erapatan

     4dat berkumpul para ninik mamak yang mewakili kaumnya dan secara

    musyawarah mufakat melaksanakan pemilihan 6ali $agari, melakukan peradilan

    atas anggotanya dan menetapkan peraturan demi kepentingan anak $agari.

    Suasana demokratis dan egaliter selalu mewarnai hubungan pemimpin dengan

    masyarakat, baik di dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun dalam

    urusan hukum adat.

    2enurut pemahaman sederhana dalam sistem republik kecil, unit-unit

    politik ada secara terus menerus tanpa menghiraukan masuk dan keluarnya

    pemimpin-pemimpin tertentu. 4nggota-anggota unit politik tidak dilihat

    sebagai saudara, tetapi sebagai warga. 0epemimpinan ditandai oleh adanya

    pejabat resmi, para spesialis, dan dewan-dewan. 2ereka dapat mendelegasikan

    aspek-aspek tertentu dari tanggung jawab kepemimpinannya kepada asosiasi,

    atau komite, dan mereka biasanya mempercayai bahwa dewan orang-orang

    merdeka, atau dewan suku atau dewan nagari memiliki kekuasaan tertinggi

    ;

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    8/118

    dalam memutuskan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan umum.

    +alam sistem republik beberapa ketentuan diikuti, antara lain pemilihan atau

    rotasi pemimpin-pemimpin, tugas-tugas pemimpin dengan jelas ditentukan3

    pemimpin-pemimpin yang gagal bisa diganti dan jabatannya terbatas3 dewan

    mempunyai kekuasaan tertinggi3 jabatan merupakan kepercayaan masyarakat

    dan pejabat adalah pelayan masyarakat (Imran 2anan, '%).

    2enurut adat 2inangkabau kepala unit-unit sosial politik yang ada

    dalam masyarakat nagari yaitu tungganai sebagai pemimpin rumah gadang,

    penghulu andiko sebagai pemimpin kaum, penghulu suku atau penghulu pucuk 

    sebagai pemimpin suku, semuanya dipilih oleh anggota unit sosial politik untuk 

    dijadikan pemimpin. 4da syarat-syarat kepemimpinan yang cukup berat yang

    harus dipenuhi. +alam sidang kelompok, calon-calon dituahi dan dicilakoi,

    artinya dikaji kebaikan-kebaikan dan kelemahan-kelemahan dari sejumlah

    calon yang ada, dan yang dipilih adalah yang terbaik. 4nggota kaum yang

    disebut kemenakan adalah warga kaum yang berhak bersuara dalam sidang.

     ang terpilih adalah orang kepercayaan kaumnya dan berfungsi memelihara

    dan memajukan kepentingan kaum. ;ara pergantiannya diatur dengan

    peraturan yang jelas dan ketika ia keluar dari ketentuan adat ia bisa diganti

    melalui prosedur yang telah ditentukan. la merupakan pemimpin sidang kaum

    dalam kaum dan mewakili kaum dalam sidang-sidang unit sosial yang kebih

     besar. Sidang kaum, sidang dewan kaum, sidang dewan suku, dan sidang dewan

    nagari (0erapatan 4dat $agari) merupakan kekuasaan tertinggi dalam unit-

    unit sosial yang bersangkutan. +engan demikian nagari tersebut memang dapat

    diangap sebagai sebuah republik kecil dan inilah karakteristik pertama dan

    sistem otoritas tradi-sional masyarakat nagari ( Imran 2anan, '%).

    Semua warga (anak) nagari merupakan anggota atau warga dari salah

    satu suku, kaum, dan rumah gadang. 2ereka mempunyai hak bersuara dalam

    memilih pemimpin-pemimpin kelompok sosialnya, karena itu pada hakekatnya

    kekuasaan yang dipegangnya bersumber dari warganya, sehingga secara formal

    kepemimpinan dan otoritas pemimpin serta kekuasaan tertinggi berada di

    tangan rakyat.

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    9/118

    sistem otoritas tradisional 2inangkabau adalah demokrasi, setiap orang secara

    adat adalah sama suaranya, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Semua

    masalah dirundingkan dalam permusyawaratan unit sosial. :utusan diambil

    sebagai hasil musyawarah, dan putusan tersebut dinamakan mufakat. #ntuk 

    mencari mufakat diperlukan waktu yang panjang. 2ufakat merupakan

    kebenaran yang telah dicari secara bersama, dan kebenaran itulah yang

    merupakan kekuasaan tertinggi dalam masyarakat nagari terdisional (Imran

    2anan, '%).

    +esa-desa di *awa sebenarnya juga menyerupai republik kecil, dimana

    pemerintahan desa dibangun atas dasar prinsip kedaulatan rakyat. Trias politica

     yang diterapkan dalam negara-bangsa modern juga diterapkan secara tradisional

    dalam pemerintahan desa. +esa-desa di *awa, mengenal /urah (kepala desa)

     beserta perangkatnya sebagai badan eksekutif, =apat +esa (rembug desa) sebagai

     badan legislatif yang memegang kekuasaan tertinggi, serta +ewan 2orokaki

    sebagai badan yudikatif yang bertugas dalam bidang peradilan dan terkadang

    memainkan peran sebagai badan pertimbangan bagi eksekutif (Soetardjo

    0artohadikoesoemo, '>?). :roses politik di desa ditentukan oleh rapat desa

    secara demokratis berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat, meskipun

    proses itu elitis karena anggota rapat desa terbatas pada para kepala keluarga

    (somah) minus pemuda dan perempuan.

    Masa Kolonial

    0olonialisme tampaknya merupakan titik awal negaranisasi, eksplotasi dan

    marginalisasi terhadap desa. :emerintah kolonial mengendalikan penduduk dan

    tanah desa melalui berbagai cara1 sistem wajib penyerahan hasil tanaman,

    pengutan pajak tanah, maupun sistem tanam paksa. :enguasa kolonial

     berangsur-angsur melakukan penetrasi ke dalam ekonomi dan politik desa dan

    akhirnya berhasil menemukan sumber penghasilan penting, yakni tanah dan

    tenaga kerja pedesaan (@rans usken, '>). Sejarawan

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    10/118

    konstruksi kolonial1 yakni sejumlah peraturan dan tindakan telah dilakukan

    pemerintah kolonial untuk memutuskan hubungan "ertikal yang lama antara

    penduduk dengan para pemimpin desa maupun dengan para perantaranya di

    tingkat supradesa.

    =affles maupun para komisaris jenderal sesudahnya cukup mengetahui

     bahwa kepala desa dapat menjalankan peran penting dalam pengutipan pajak 

    tanah. Ia mengeluarkan peraturan tentang =e"enue Instruction pada tanggal ''

    @ebruari '>'?, yang menegaskan bahwa kepala desa ditunjuk sebagai perantara

    pemerintah pusat untuk menjalankan pemungutan pajak tanah, sekaligus

    menjalankan kekuasaan dan kewajiban sebagai pegawai polisi negeri (Soetardjo

    0artohadikoesoemo, '>?1 A%>). 0arena itu, selain mengontrol posisinya,

    pemerintah menetapkan beberapa syarat sehingga para kepala desa dapat

    melaksanakan perintah-perintah atasan. +engan praktik sistem tanam paksa,

    maka para kepala desa mendapat peran lebih sentral dalam pemerintahan karena

    pada tingkat pertama kepala desa itulah yang memperoleh kepercayaan untuk 

    melakukan sistem tanam paksa. Baik dalam penentuan tanah yang akan ditanami

    tebu maupun pengorganisasian penanaman dan pengerahan tenaga kerja untuk 

    kepentingan perkebunan pemerintah kolonial, para kepala desa mempunyai

    kewenangan yang hampir mutlak. 0ewenangan ini menjadikan kepala desa

     bertambah kaya dan melakukan penghisapan terhadap rakyatnya sendiri. 2ereka

    memperoleh kekayaan dari tanah bengkok (sepersepuluh dari tanah-tanah sawah

    desa), juga mendapat sebagian dari pembayaran atas upah tanaman dan pajak 

    tanah yang diberikan oleh pemerintah kolonial. Semua anggota pamong desa juga

    mendapat pembagian tanah yang luasnya masing-masing tergantung dari yang

    ditetapkan oleh kepala desa. 2ereka dibebaskan dari kerja wajib, kerja rodi, dan

    kerja untuk kepentingan desa lainnya.

    :enguatan kekuasaan kepala desa dan kesempatan untuk memperkaya diri

    di satu pihak dan tekanan dari pemerintah kolonial di pihak lain mengakibatkan

    timbulnya suatu tipe baru kepala desa pada periode tanam paksa. 4pabila ia pada

    tahun-tahun sebelumnya merupakan pemimpin rakyat yang sejak pemerintahan

    Inggris di *awa setiap tahun dipilih oleh penduduk desa, maka pada masa sistem

    15

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    11/118

    tanam paksa posisinya tidak lebih dari seorang mandor kebun yang menjalankan

    perintah atasan (@rans usken, '>1 'A').

    0etika inter"ensi dan eksploitasi kolonial terhadap desa sudah berjalan,

    pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan “Regeeringsreglement” '>%?, sebagai

    cikal-bakal pengaturan tentang daerah dan desa. :asal ' (pasal 'A>.I.S.)

    menegaskan tentang kedudukan desa, yakni1  ertama, bahwa desa yang dalam

    peraturan itu disebut “inlandsche gemeenten”   atas pengesahan kepala daerah

    (residen), berhak untuk memilih kepalanya dan pemerintah desanya sendiri.

     Kedua, bahwa kepala desa itu diserahkan hak untuk mengatur dan mengurus

    rumah tangganya sendiri dengan memperhatikan peraturan-peraturan yang

    keluar dari gubernur jenderal atau dari kepala daerah (residen).

     4tas dasar ketentuan itu, dengan , diubah dengan Staablad  ''C $o. %', Staadblad . '' $o. A% dan

     Staadblad , '' $o. A' dikenal dengan nama “!slandsche "emeente-

    #rdonnantie”$ :enjelasan atas #rdonnantie itu yang dimuat dalam %i&blad   8%8

    mengatakan, bahwa ketetapan-ketetapan dalam #rdonnantie secara konkret

    mengatur bentuk, kewajiban dan hak kekuasaan pemerintah desa baik 

     berdasarkan hukum ketataprajaan maupun berdasarkan hukum perdata.

    2eskipun berbagai peraturan yang muncul masih jauh dari sempurna,

    tetapi dalam rangka perundang-undangan india Belanda semuanya telah

     berhasil menghilangkan keragu-raguan tentang kedudukan desa sebagai badan

    hukum, lebih dari posisi desa sekadar kesatuan komunal masyarakat. :eraturan

    telah berhasil pula mengembangkan kemajuan kedudukan hukum desa sebagai

    pemilik harta benda (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).

     4da berbagai catatan atas keluarnya peraturan itu. Dan +e"enter

    menyambutnya dengan gembira. +engan peraturan tadi, kata Dan +e"enter, hak 

    desa untuk mendapat dan menguasai milik sendiri telah diberi dasar hukum.

    Berdasarkan hak itu desa akan dapat menyusun pendapatan desa sendiri. al ini

    penting berhubungan dengan hendak didirikannya sekolah desa dan lumbung

    11

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    12/118

    desa pada waktu itu. Sebaliknya 2r. Dan Bockel dalam Koloniale Studien  tahun

    'A' mengatakan, bahwa peraturan itu merupakan sebuah tatapraja untuk desa,

     yang dimasukkan dengan paksa ke dalam suatu susunan yang asing baginya

    dengan tiada mengingat tingkat kecerdasan rakyat dan susunan tatapraja dalam

    daerah. Dan Dollenho"en berpendapat senada. Setelah mengucapkan

    penghargaannya terhadap tujuan ordonansi diatas, yang bermaksud hendak 

    menguatkan kedudukan desa, maka ia mencela bahwa dalam peraturan itu

    membuat ordonansi kurang cukup mengindahkan sifat-sifat asli dari desa di

    daerah *awa, 2adura dan :asundan.

    +alam konteks ini “!slandsche "emeente #rdonantie”   tahun 'C8 tidak 

     berlaku untuk empat daerah Swapraja di Surakarta dan ogyakarta. +i daerah-

    daerah tadi, yang pada hakekatnya adalah daerah $egorogong di jaman dahulu,

    dimana otonomi desa karena percampuran kekuasaan =aja -- antara lain

    disebabkan oleh apanage-stelsel sejak '%% -- telah menjadi rusak, maka

    kedudukan desa sebagai daerah hukum otonom sudah rusak pula.

    2eski demikian, hukum asli yang menjadi pokok-pokok dasar kebudayaan

     bangsa, meskipun telah terpendam dibawah reruntuhan desa asli selama ratusan

    tahun, setelah kesatuan desa sebagai daerah hukum itu di daerah Swapraja di

    *awa dihidupkan kembali, maka ia hidup kembali juga. Begitu kuatnya, hingga

     waktu permulaan kemerdekaan di daerah ogyakarta muncul peraturan untuk 

    menggabungkan desa-desa yang kecil-kecil menjadi kesatuan daerah yang lebih

     besar. :eraturan itu mengalami kesulitan. /ain dari itu, sebagai penjelmaan dari

    kesatuan daerah hukum itu barangkali belum diketahui umum, bahwa daerah

     ogyakarta penjualan tanah milik di desa (malah juga penggadaian) kepada

    seorang yang bukan penduduk desa, harus mendapat ijin dari rapat desa.

    +alam tahun ''A pemerintah :akualaman  melancarkan pernataan desa,

    tertanggal '> itu juga 0asultanan ogyakarta oleh  Ri&ksbestuurder  ditetapkan

    12

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    13/118

    sebuah peraturan semacam itu. :eraturan itu diumumkan dalam =ijksblad

    tahun ''> $o. AA. :ernataan :akualaman tahun ''A pun lalu diganti dan

    namanya dalam bahasa Belanda disebut “Regelen betreffende het beheer en de

    huishoudeli&ke belangen der inlandche gemeenten in het distriect Sogan

    kabupaten (dikarta” , cocok dengan peraturan buat kesultanan. :erubahan itu

    diumumkan dalam Ri&ksblad  tahun ''> $o. A?.

    Baik di 0esultanan dan :akualaman, dalam tahun itu diluncurkan

    peraturan tentang pengangkatan, pemberhentian sementara, pemecatan dari

     jabatan, tentang penghasilan dan kewajiban pemerintah desa. :eraturan ini unutk 

    0asultanan dimuat dalam  Ri&ksblad  tahun ''> $o. A, diubah dalam  Ri&ksblad 

    tahun 'A% $o. ' dan buat :akualaman dimuat dalam Ri&ksblad  tahun ''> $o.

    A% diubah dalam Ri&klsblad  $o. '&'A%.

    Sedangkan daerah-daerah 0asunanan Surakarta dan 2angkunegaran tidak 

    mempunyai peraturan serupa. +i daerah-daerah itu berlaku peraturan-peraturan

    lain3 bagi 0asunanan termuat dalam  Ri&ksblad   tahun '' $o. 3 bagi

    2angkunegaran termuat dalam  Ri&ksblad   tahun '' $o. '?, yakni peraturan-

    peraturan yang membagi daerah 0asunanan dan daerah 2angkunegaran dalam

    sejumlah wilayah desa.

    2enurut riwayat pasal '  Regeringsreglement  '>%? memang yang hendak 

    diatur hanya kedudukan desa di *awa dan 2adura. Beberapa tahun kemudian

    pemerintah india Belanda mengetahui bahwa di luar *awa dan 2adura ada juga

    daerah-daerah hukum seperti desa-desa di *awa. 0arena itu, pemerintah kolonial

     juga menyusun peraturan untuk mengatur kedudukan daerah-daerah itu semacam

     !nlandsche "emeente #rdonnantie yang berlaku di *awa dan 2adura. !nlandsche

    "emeente #rdonnantie  untuk 0aresidenan 4mboina termuat dalam  Staatblad 

    ''? $o. 8A jo. '' $o. AA. :eraturan itu namanya1 %epalingen met betrekking

    tot de regeling van de huishoudeli&ke belangen der inlandsche gemeenten in de

    residentie (mboina” , diganti dengan peraturan yang memuat dalam stbl . 'A $o.

    ?'. :eraturan untuk Sumatera Barat termuat dalam  Stbl .''> $o. 883 mulai

     berlaku pada tanggal ' +esember ''> diganti dengan peraturan termuat dalam

     Stbl$  ''> $o. 88 dan ? dan dalam  Stbl .'A' $o. >C. #ntuk karesidenan

    14

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    14/118

    Bangka termuat dalam  Stbl . '' $o. ?%. :eraturan untuk karesidenan

    :alembang  termuat dalam  Staatblad   '' $o. >'?3 untuk /ampung termuat

    dalam  Stbl . 'AA $o. %8?3 untuk !apanuli termuat dalam  Stbl$  'A $o. ?83

    untuk daerah Bengkulu termuat dalam Stbl$ 'A $o. ?C3 untuk daerah Belitung

    termuat dalam  Stbl$'A? $o. % dan untuk daerah 0alimantan Selatan dan !imur

    termuat dalam  Stbl . 'A? $o. A%3 kemudian ditetapkan “)ogere !nlandsche

    'erbanden #rdonnantie %uitenge*esten” Stbl$ '> $o. ?C jo. Stbl. '> $o.

    8>'.

    Berbagai peraturan itu tampak ambigu. +i satu sisi pemerintah kolonial

    membuat peraturan secara beragam (plural) yang dia sesuaikan dengan konteks

    lokal yang berbeda. !etapi di sisi lain berbagai peraturan itu tidak lepas dari

    kelemahan. Dan Dollenho"en selalu mengkritik bahwa peraturan-peraturan itu

     berbau Barat. +engan berpegang pada ordonansi-ordonansi itu pemerintah

    india Belanda telah membentuk -- kadang secara paksa, seperti halnya di

    Beliteung -- daerah-daerah baru yang diberi hak otonomi, dari masyarakat-

    masyarakat yang belum mempunyai kedudukan sebagai masyarakat hukum3

    ataupun kesatuan-kesatuan masyarakat yang dulu memang sudah mempunyai

    kedudukan sebagai daerah hukum, akan tetapi kemudian dirusak oleh kekuasaan

    =aja-raja atau kekuasaan asing, sehingga hak otonominya telah hilang. +esa-desa

    seperti itu terdapat di daerah-daerah Swapraja di *awa, Belitung dan sebagian dari

    tanah-tanah partikelir. +esa-desa baru yang dibentuk atas dasar  !nlandsche

    gemeente-ordonnantie terdapat di daerah-daerah Sumatera !imur, 0alimantan,

    Bangka, Beliteung, Sulawesi Selatan, Swapraja di *awa dan bekas tanah partikelir.

    +aerah-daerah dimana masyarakat itu dahulu kala sudah mempunyai kedudukan

    sebagai daerah hukum yang otonom, maka setelah kedudukan itu dihidupkan,

    maka pemerintah disitu menurut syarat-syarat yang baru berjalan dengan lancar.

    al ini dapat dimengerti sebab meskipun penduduk desa itu sudah lama tidak 

    menjalankan kewajiban sebagai warga desa yang otonom, tetapi otonomi itu sudah

     berjalan secara turun-temurun dan menjadi bagian erat dalam kebudayaan rakyat

    setempat (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).

    16

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    15/118

    :emerintah india Belanda pada tanggal A *anuari '?' menyampaikan

    rancangan Rancangan +esa-ordonannantie baru kepada Dolksraad. #rdonnantie

    itu kemudian ditetapkan pada tanggal A 4gustus '?' (stbl. '?' no. %8).

    Substansi  +esa ordonanntie  baru berlainan dengan ordonanntie-ordonanntie

    sebelumnya. :rinsipnya ialah supaya kepada desa diberi keleluasaan untuk 

     berkembang menurut potensi dan kondisinya sendiri. #ntuk mencapainya, desa

    tidak lagi dikekang dengan berbagai peraturan-peraturan (regulasi) yang mengikat

    dan instruktif. Berdasarkan atas prinsip itu dalam  +esa-ordonanntie  baru

    dinyatakan perbedaan antara desa yang sudah maju dan desa yang belum maju.

    #ntuk desa yang sudah maju, pemerintahan dilakukan oleh sebuah +ewan +esa

    ( +esaraad ), sedang desa untuk yang belum maju pemerintahan disusun tetap

    sediakala, yaitu pemerintahan dilakukan oleh =apat +esa yang dipimpin oleh

    kepala desa yang dibantu oleh parentah desa. Selanjutnya dalam  +esa-

    ordonnantie baru itu, pemerintah hendaknya minimal mencampuri dalam rumah

    tangga desa dengan peraturan-peraturan yang mengikat, bahkan dalam

    pemerintahan desa itu diharuskan lebih banyak menggunakan hukum adat.

    $amun sampai pada waktu jatuhnya pemerintahan india Belanda  +esa-

    ordonnantie itu belum bisa dijalankan.

    Sejak lahirnya otonomi baru bagi +esa yang disajikan dalam !nlandsche

    "emeente-ordonnantie tahun 'C8, maka berturut-turut dengan segala kegiatan

    diadakan aturan-aturan baru tentang kas +esa, tentang lumbung +esa, bank 

    +esa, sekolah +esa, pamecahan +esa, bengkok guru +esa bale +esa,

    tebasan pancen dan pajak bumi, seribu satu aturan berkenaan dengan (mengatur,

    mengurus, memelihara dan menjaga keamanan hutan), yang semuanya itu

    menimbulkan satu akibat yaitu menambah beban rakyat berupa uang dan tenaga.

    :adahal berbagai aturan itu umumnya bukan hanya tidak dimengerti oleh rakyat

    desa, akan tetapi juga disangsikan akan manfaatnya bagi rakyat desa, malah

    sebagian besar nyata-nyata sangat bertentangan dengan kepentingan dan

    melanggar hak-hak asasi.

     4kibat dari aturan-aturan yang tidak disukai oleh rakyat, namun

    dipaksakan kepadanya secara perintah-alus dan perintah keras, maka kita masih

    1:

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    16/118

     belum lupa bahwa didaerah 0abupaten Blora lahir gerakan, semata-mata bersifat

    nasional yang dipimpin oleh seorang penduduk kawedanan =andublatung

     bernama Soerontoko alias Samin, yang kemudian menjalar sampai ke daerah

    0abupaten =embang, :ati dan $gawi. Eerakan ini adalah memungkiri kekuasaan

     yang dipimpin oleh bangsa Belanda. Semua aturan dan perintah yang keluar dari

    pemerintah dianggapnya tidak sah. Segala beban berupa uang dan tenaga yang

     berdasarkan atas aturan dan perintah dianggap tidak sah dan oleh karenanya tidak 

    dipatuhi. :enganut gerakan tidak suka melakukan jaga dan ronda desa, tidak mau

    menjalankan segala macam pekerjaan desa atau pekerjaan-pekerjaan lain yang

    diperintahkan dari atas. 2ereka tidak mau membayar pajak yang bersifat apa pun

     juga. utan dan bumi dianggap sebagai milik rakyat. 2engambil kayu dari hutan,

    mengambil batu, buah-buahan dan lain-lain hasil hutan adalah sah menurut

    pendapatnya. 2ereka tidak suka kawin dimuka penghulu atau naib, melainkan

    dimuka orang tuanya sendiri atau dimuka walinya. 2ereka tidak suka ikut serta

    dalam kumpulan-kumpulan yang diadakan atas perintah dari atas untuk 

    merundingkan sesuatu dalam rapat desa, untuk melakukan penyuntikan cacar

    atau patek, untuk mengadakan pengebirian sapi dan lain sebagainya. 2ereka

    menolak ikut memberi pertolongan kalau ada hutan atau kebun onderneming

    terbakar. Segala hukuman dan penderitaan yang menjadi akibat dari sikap

    menentang itu diterimanya dan dipukulnya dengan hati sabar dan dengan

    menyerah. 2ereka tidak pernah menyerang pihak yang berkuasa dengan

    kekerasan (Soetardjo 0artohadikoesoemo '>?).

    Selain kejadian diatas, ada pemberontakan rakyat di desa-desa misalnya di

    distrik :amotan dan Sulang 0abupaten =embang dibawah pimpinan Sarekat

    Islam dalam tahun ''8. +i +esa *inggot 0abupaten Sidoarjo dalam tahun ''>

    terjadi pemberontakan lagi, yang menjadi korban adalah lumbung desa. +alam

    laporan kepada pemerintah tentang berlakunya  !nlandsche "emeente-

    ordonnantie” untuk karesidenan 4mboina disebutkan bahwa jika peraturan itu

    dijalankan begitu saja di Saparua, besar kemungkinan akan kandas, sebab

    substansi peraturannya tidak dipahami masyarakat dan manfaatnya tidak dapat

    dirasakan oleh rakyat setempat (Soetardjo 0artohadikoesoemo, '>?).

    1C

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    17/118

    Masa Pasca Kemerdekaan

    Secara historis pencapaian dan penegakan kemerdekaan =epublik 

    Indonesia disokong oleh empat pilar1 perjuangan bersenjata di berbagai daerah

    nusantara melawan kolonialisme sampai awal 'CC-an, gerakan sosial dan politik 

    sejak 'C> yang melahirkan konsep Indonesia, perjuangan tentara dalam

    mempertahankan kemerdekaan antara '?%-'?, serta sokongan rakyat dalam

    setiap gerakan di sepanjang waktu. 0eempat pilar ini tentu mempunyai kontribusi

     besar dalam membangun =I, sehingga masing-masing mempunyai makna dan

    implikasi yang berbeda-beda. :erjuangan kerajaan-kerajaan daerah sebelum 'C>

    memang bersifat lokalistik, tetapi kontribusi mereka tidak bisa diabaikan begitu

    saja. 0etika kemerdekaan dicapai pada tahun '?%, mereka dengan rela mengakui,

     bergabung dan menyerahkan kedaulatannya kepada =epublik Indonesia. 2ereka

    memang tidak langsung menuntut desentralisasi dan otonomi daerah begitu =I

    terbentuk, tetapi sudah sewajibnya jika $0=I berbagi kekuasaan melalui skema

    desentralisasi kepada daerah-daerah.

    :ara akti"is gerakan sosial dan politik tentu mempunyai kontribusi besar

    terhadap pembentukan Indonesia sebagai sebuah nation-state dan nasionalisme

    Indonesia. 2ereka juga merupakan kekuatan diplomasi =I di ranah internasional

    untuk membangun kedaulatan =I. !entara menjadi cikal-bakal dan benteng

    pertahanan untuk mempertahankan kedaulatan =I. Sedangkan kontribusi rakyat,

     bagaimanapun, tidak bisa diabaikan. 2eski nama-nama kecil rakyat tidak diukir

    sejarah sebagai para pahlawan yang punya nama-nama besar, tetapi jumlah

    mereka yang besar merupakan kekuatan yang dahsyat dalam setiap pergerakan.

    =I sudah seharusnya meletakkan landasan kenegaraan kepada kedaulatan rakyat,

    kepada rakyat kecil yang menyokong lahirnya =I. =I dibangun bukan untuk 

     bangsawan, pahlawan, akti"is, nasionalis maupun tentara, tetapi kepada rakyat,

     yang nama-nama mereka tidak dicatat sebagai pahlawan oleh sejarah. +engan

    demikian, desentralisasi (otonomi daerah), nasionalisme, pertahanan dan

    kedaulatan rakyat merupakan pilar penting yang harus ditegakkan dalam

    penyelenggaraan negara.

    1;

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    18/118

    (esentralisasi dan otonomi daerah ternyata menjadi perhatian a'al menyusul

    lahirnya UU( 196:, 17 *gustus 196:. Pada bab 8D Pasal 17 UU( 196: yang mengatur 

    masalah Pemerintahan (aerah, disebutkan bah'a ! Pembagian daerah Indonesia atas

    daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan

    undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam

     sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat 

    istimewa” (alam bagian penjelasan dinyatakan bah'a " !alam territoir Indonesia

    terdapat lebih kurang "#$ %elfbesturende landschappen dan &olksgemeenschappen,

     seperti desa di 'awa dan (ali, negeri di )inangkabau, dusun dan marga di Palembang 

    dan sebagainya !aerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat 

    dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa” 0elanjutnya dinyatakan jugaB " *egara +epublik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala

     peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul 

    daerah tersebut”

    Penjelasan pasal 17 UU( 196: menyebutkan bah'a  %elfbesturende  berjumlah

    sekitar 2:5 yang tersebesar di seluruh 8ndonesia.  %elfbesturende andschappen  adalah

    daerah s'apraja, yaitu 'ilayah yang dikuasai oleh raja yang mengakui kekuasaan dan

    kedaulatan Pemerintah jajahan &elanda melalui perjanjian politik. Perjanjian politik ini

    di'ujudkan dalam satu bentuk perjanjian yang disebut dengan istilah kontrak dan

    verklaring

    *da dua model perjanjian yang dilakukan oleh &elanda dengan raja$raja di

    8ndonesia, yaitu ange ontract  atau kontrak panjang dan korte verklaring  atau pernyataan

     pendek. &erdasarkan kontrak atau perjanjian ini raja yang menandatangani kontrak 

    tersebut mengakui kekuasaan dan kedaulatan Pemerintah ajahan &elanda terhadap

    'ilayah mereka. Pengakuan ini tentu saja tidak bersi-at sukarela. &anyak raja yang

    meneken kontrak itu setelah melalui peperangan atau tekanan militer &elanda, dan banyak 

     pula raja yang meneken kontrak karena memperoleh kekuasaan berkat dukungan &elanda.

    &erdasarkan pengakuan atas kekuasaan dan kedaulatan Pemerintah &elanda, maka

    Pemerintah &elanda melimpahkan ke'enangan untuk mengatur dan memerintah kepada

    17

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    19/118

     para raja. e'enangan ini merupakan pemberian Pemerintah ajahan &elanda yang

    se'aktu$'aktu dapat diabut %+ando

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    20/118

    arena isinya terlalu sederhana, Undang$undang No. 1/196: ini dianggap kurang

    memuaskan. aka dirasa perlu membuat undang$undang baru yang lebh sesuai dengan

     pasal 17 UU( 196:. Pada saat itu pemerintah menunjuk 3.P. 0uroso sebagai ketua panitia.

    0etelah melalui berbagai perundingan, 3UU ini akirnya disetujui &P N8P, yang pada

    tanggal 15 uli 1967 lahir UU No. 22/1967 entang Pemerintahan (aerah. &ab 2 pasal 4

    angka 1 UU No.22/1967 menegaskan bah'a daerah yang dapat mengatur rumah

    tangganya sendiri dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu daerah otonomi biasa dan daerah

    otonomi istime'a. (aerah$daerah ini dibagi atas tiga tingkatan, yaitu Propinsi

    abupaten/kota besar, desa/kota keil. 0ebuah skema tentang pembagian daerah$daerah

    dalam 4 tingkatan itu menjadi lampiran undang$undang. (aerah istime'a adalah daerah

    yang mempunyai hak asal$usul yang di @aman sebelun 38 mempunyai pemerintahan yang bersi-at istime'a. UU No. 22/1967 menegaskan pula bah'a bentuk dan susunan serta

    'e'enang dan tugas pemerintah desa sebagai suatu daerah otonom yang berhak mengatur 

    dan mengurus pemerintahannya sendiri.

    Pada periode 3epublik 8ndonesia 0erikat %380), Pemerintah Negara 3epublik 

    8ndonesia imur %N8 ) menetapkan suatu peraturan desentralisasi yang dinamakan

    undang$undang pemerintahan daerah daerah 8ndonesia imur, yang dikenal dengan UU

     No. 66/19:5. engenai tingkatan daerah otonom, menurut UU No.66/19:5, tersusun atas

    dua atau tiga tingkatan. asing$masing adalah %1) (aerahF %2) (aerah bahagian dan %4)

    daerah anak bahagian.

    Pada bulan uni 19:C sebuah 3UU tentang pemerintahan daerah diajukan enteri

    (alam Negeri ketika itu, Pro-. 0unaryo, kepada (P3 38 hasil Pemilu 19::. 0etelah

    melalui perdebatan dan perundingan Pemerintah dan raksi$-raksi dalam (P3 38 'aktu

    itu, 3UU tersebut diterima dan disetujuai seara aklamasi. Pada tanggal 19 anuari 19:;

    3UU itu diundangkan menjadi Undang$Undang No. 1 ahun 19:; tentang Pokok$pokok 

    Pemerintahan (aerah.

    UU No. 1/19:; ini berisikan mengenai pengaturan tentang, antara lain, jumlah

    tingkatan daerah sebanyak$banyaknya tiga tingkatan, kedudukan kepala daerah dan tentang

     penga'asan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (aerah Otonom terdiri dari dua jenis,

    yaitu otonom biasa dan daerah s'apraja. engenai pembentukan daerah ingkat 888,

    25

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    21/118

    menurut UU No. 1/19:;, harus dilakukan seara hati$hati, karena daerah itu merupakan

     batu dasar pertama dari susunan negara, sehingga harus diselenggarakan seara tepat pula

    karena daerah itu bertalian dengan masyarakat hukum 8ndonesia yang oraknya beragam,

    yang sulit sembarangan untuk dibikin menurut satu model.

    (alam rangka pembentukan daerah ingkat 888, disebutkan pula bah'a pada

    dasarnya tidak akan dibentuk kesatuan kesatuan masyarakat hukum seara bikin$bikinan

    tanpa berdasarkan kesatuan$kesatuan masyarakat hukum seperti desa, nagari, kampung dan

    lain$lain. arena itu desapraja %sebagai daerah ingkat 888) dan sebagai daerah otonom

    terba'ah hingga UU No. 1/19:; digantikan UU yang lain, belum dapat dilaksanakan.

    Pada tanggal : uli 19:9 keluarlah (ekrit Presiden, yang menyatakan berlakunya

    kembali UU( 196:. *tas dasar dekrit ini UU(0 19:5 tidak belaku lagi. (ekrit Presidenini mengantar 3epublik 8ndonesia ke alam demokrasi terpimpin dan #otong 3oyong.

    Untuk menyesuaikannya dengan prinsip$prinsip demokrasi terpimpin dan kegotong$

    royongan, maka pada tanggal 9 0eptember 19:9 Presiden mengeluarkan Penpres No. C

    ahun 19:9 tentang Pemerintah (aerah. (ari Pidato enteri (alam Negeri dan Otonomi

    (aerah ketika menjelaskan isi Penpres No. C/19:9, dapat ditarik kesimpulan pokok bah'a,

    dengan pemberlakuan Penpres No. C/19:9 terjadi pemusatan kekuasaan ke dalam satu

    garis birokrasi yang bersi-at sentralistis.

    ajelis Permusya'aratan 3akyat 0ementara juga terbentuk atas Penpres No.

    12/19:9, yang antara lain menetapkan etetapan P30 No. 888/P30/19C5 tentang

    #aris$#aris &esar Pola Pembangunan 0emesta &erenana ahapan Pertama 19C1$19C9,

    yang dalam beberapa bagiannya memuat ketentuan$ketentuan tentang Pemerintah (aerah.

    asing$masing adalahB %a) Paragra- 492 mengenai pembagian (aerah dan jumlah

    tingkatanF %b) Paragra- 494 mengenai desentralisasiF %) Paragra- 49: mengenai

     pemerintahan daerahF %d) Paragra- 49C mengenai pemerintahan desa.

    (alam setiap paragra- antara lain termuat amanat agar dilakukan pembentukan

    daerah ingkat 88 sebagaimana dalam UU No. 1/19:;F dan menyusun 3anangan Undang$

    Undang Pokok$Pokok Pemerintahan (esa, yang dinyatakan berhak mengatur dan

    mengurus rumah tangganya sendiri, sebagai pengganti segala peraturan dari masa kolonial

    dan nasional yang dianggap belum sempurna, yang mengatur tentang kedudukan desa

    21

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    22/118

    dalam rangka ketatanegaraanB bentuk dan susunan pemerintahan desaF tugas dan

    ke'ajiban, hak dan ke'enangan pemerintah desaF keuangan pemerintah desaB serta

    kemungkinan$kemungkinan badan$badan kesatuan pemerintahan desa yang sekarang ini

    menjadi satu pemerintahan yang otonom %+ando

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    23/118

     b. untutan$tuntutan tentang pembagian daerah %pemeahan, pemisahan,

     penghapusan dan pembentukan baru), perluasan batas$batas 'ilayah

    kotapraja, pemindahan ibu kota daerah.

    . Penertiban organisasi$organisasi masyarakat rukun kampung dan rukun

    tetangga.

    0etelah bekerja selama dua tahun Panitia 0uroso berhasil menyelesaikan 2

    ranangan undang$undangB 3UU tentang Pokok$pokok pemerintahan daerah dan

    ranangan undang$undang tentang desa praja. enteri dalam negeri dan otonomi daerah,

    8pik #andamana, pada tahun 19C4, menyampaikan kedua 3UU itu kepada (e'an

    Per'akilan 3akyat #otong 3oyong. 0ebelumnya pada bulan anuari 19C4 kedua

    ranangan itu dibuat dalam sebuah kon-erensi yang diikuti oleh seluruh gubernur.Pembahasan kedua 3UU di (P3#3 ukup lama dan alot. 0etelah mengalami berbagai

     penyesuaian sesuai aspirasi dari banyak pihak, pada tanggal 1 0eptember 19C:, (P3#3 

    menetapkannya sebagai undang$undang. asing$masing menjadi UU No. 17/19C: entang

    Pokok$pokok Pemerintahan (aerah dan UU No. 19 ahun 19C: entang (esa Praja.

    enurut pasal 1 UU No. 19/19C:, yang dimaksud dengan desapraja adalah

    kesatuan masyarakat hukum yang tertentu batas$batas daerahnya, berhak mengurus rumah

    tangganya sendiri, memilih penguasanya, dan mempunyai harta bendanya sendiri. (alam

     penjelasan dinyatakan bah'a kesatuan$kesatuan yang terakup dalam penjelasan UU(

    196: pasal 17, &olksgemeenschappen  seperti desa di a'a dan &ali, Nagari di

    inangkabau, (usun dan marga di Palembang dan sebagainya, yang bukan bekas

    s'apraja adalah desapraja menurut undang$undang ini. (engan demikian, persekutuan$

     persekutuan masyarakat hukum yang berada dalam %bekas) daerah s'apraja tidak berhak 

    atas status sebagai desa praja.

    (engan memggunakan nama desapraja, UU No.19 /19C: memberikan istilah baru

    dengan satu nama seragam untuk menyebut keseluruhan kesatuan masyarakat hukum yang

    termasuk dalam penjelasan UU( 196: pasal 17, padahal kesatuan masyarakat hukum di

     berbagai 'ilayah 8ndonesia mempunyai nama asli yang beragam. UU No.19/19C: juga

    memberikan dasar dan isi desapraja seara hukum yang berarti kesatuan masyarakat

    24

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    24/118

    hukum yang tertentu batas$batas daerahnya dan berhak mengurus rumahtangganya sendiri,

    memilih penguasanya, dan memiliki harta benda sendiri.

    (alam penjelasan umum tentang desapraja itu terdapat keterangan yang

    menyatakan bah'a UU No. 19/19C: tidak membentuk baru desapraja, melainkan

    mengakui kesatuan$kesatuan masyarakat hukum yang telah ada di seluruh 8ndonesia

    dengan berbagai maam nama menjadi desapraja. esatuan$kesatuan masyarakat hukum

    lain yang tidak bersi-at teritorial dan belum mengenal otonomi seperti yang terdapat di

     berbagai 'ilayah daerah administrati- tidak dijadikan desa praja, melainkan dapat langsung

    dijadikan sebagai unit administrati- dari daerah tingkat 888. Penjelasan juga menyatakan

     bah'a desapraja bukan merupakan satu tujuan tersendiri, melainkan hanya sebagai bentuk 

     peralihan untuk memperepat ter'ujudnya daerah tingkat 888 dalam rangka UU No.17/19C: tentang Pokok$pokok Pemerintahan daerah. 0uatu saat bila tiba 'aktunya

    semua desa praja harus ditingkatkan menjadi (aerah ingkat 888 dengan atau tanpa

     penggabungan lebih dahulu mengingat besar keilnya desapraja yang bersangkutan.

    *lat$alat perlengkapan desapraja menurut UU No. 19/19C: adalahB %a) kepala desa,

    %b) badan musya'arah desa, %) Pamong desapraja, %d) Panitera desapraja, %e) Petugas desa

     praja, %-) badan pertimbangan desa praja. (isebutkan pula bah'a kepala desa dipilih

     blangsung oleh pendudukF kepala desapraja adalah penyelenggara utama urusan rumah

    tangga desapraja dan sebagai alat pemerintah pusatF kepala desa praja mengambil tindakan

    dan keputusan$keputusan penting setelah memperoleh persetujuan badan musya'arah

    desaprajaF kepala desapraja tidak diberhentikan karena suatu keputusan musya'arahF dan

    kepala desa praja menjadi ketua badan musya'arah desapraja. 0edangkan anggota badan

    musya'arah desapraja dipilih menurut peraturan yang ditetapkan oleh peraturan daerah

    tingkat 8.

    8si undang$undang ini sebenarnya paralel dengan spirit otoritarianisme dan

    sentralisme yang tumbuh pada masa (emokrasi erpimpin. (esapraja merupakan

    kepanjangan tangan dari pemerintah supradesa yang menjalankan perintah dari atas. (i

    dalam desapraja, kepala desa dinobatkan sebagai penguasa tunggal yang korporatis,

    dengan posisi yang kuat dalam mengontrol semua institusi politik, misalnya kepala desa

    menjadi ketua badan musya'arah desapraja.

    26

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    25/118

    (engan keluarnya UU No.19/19C: 'arisan kolonial yang sekian lama berlaku di

    negara 38, seperti 8#O dan 8#O& serta semua peraturan$peraturan pelaksanaannya tidak 

     berlaku lagi. etapi, UU No.19/19C: tidak sempat pula dilaksanakan dibanyak daerah.

    Pelaksanaannya ditunda, tepatnya dibekukan, atas dasar pemberlakuan UU No.C /19C9,

    yaitu undang$undang dan peraturan pemerintah Pengganti Undang$undang 19C:, meski

    dinyatakan juga bah'a pelaksanaanya e-ekti- setelah adanya undang$undang baru yang

    menggantikannya. Namun, anehnya, UU No.19/19C: sendiri sebenarnya sudah terlebih

    dahulu ditangguhkan melalui intruksi enteri (alam Negeri No.29/19CC. arena itu, sejak 

    UU No.17/19C: dan UU No.19/19C: berlaku, praktis apa yang dimaksudkan dengan

    daerah tingkat 888 dan desapraja itu tidak ter'ujud. 0eara in-ormal pemerintahan desa

    kembali diatur berdasarkan 8#O dan 8#O&.

    Masa Orde Baru

    :embicaraan tentang

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    26/118

    $o.&'%). ## ini menetapkan bahwa kepengurusan parpol dan Eolkar

    hanya sampai pada +aerah !ingkat II. Sementara pada kecamatan dan

    desa dapat ditunjuk seorang komisaris sebagai pelaksana pengurus +ati

    II dan tidak merupakan pengurus otonom. :enetapan ini dapat

    dipahami sebagai manu"er pemerintah untuk membebaskan rakyat

    pedesaan dari akti"itas politik, dan bertujuan lebih mengoptimalkan

    mobilisasi dan lokalisasi masyarakat dalam pembangunan desa.

    0onsep massa mengambang ( floating mass) telah lama mengendap ke

    dalam perbendaharaan politik Indonesia, tetapi banyak orang tidak mengetahui

    secara persis apa sebenarnya makna konsep itu. Secara sederhana, yang menunjuk 

    pada gambaran riil dalam masyarakat, massa mengambang sebenarnya menunjuk 

    kekuatan infrastruktur politik yang tidak mempunyai keterkaitan dengan pusat

    kekuasaan atau suprastruktur dan tidak mempunyai afiliasi secara resmi dengan

    organisasi politik seperti partai politik (Bagong Suyanto, '?). +engan kalimat

    lain, massa mengambang adalah massa rakyat yang tidak memiliki akses politik 

    di pusat kekuasaan.

    2assa mengambang mungkin mempunyai kemiripan dengan identifikasi

     6illiam 0ornhauser ('%) tentang masyarakat massal, meski proses asal-usulnya

     berbeda jauh. 2asyarakat massal menurut 0ornhauser mempunyai tiga ciri.

     ertama, lemahnya interaksi sosial yang menjembatani massa dengan elite politik 

    (penguasa) karena peran institusi dan organisasi masyarakat terkendala oleh

    hubungan elite dengan rakyat secara massal dengan menggunakan perangkat

    media massa.  Kedua, terkendalinya peran hubungan sosial primer ke dalam

    politik karena melemahnya peran keluarga sebagai jembatan di antara indi"idu

    dengan kelompok dan institusi sosial. Ketiga, tersentralisasinya hubungan sosial

    pada tataran nasional sebab terjadi pemusatan kekuasaan dan peran pada

    organisasi atau lembaga masyarakat dari kekuatan kelompok primer (keluarga)

    dan sekunder (organisasi masyarakat).

    +alam kerangka yang lebih luas kebijakan massa mengambang yang positif 

    itu sebenarnya merupakan bentuk inter"ensi pemerintah untuk melakukan

    pembangunan kelembagaan ,institutional development ) di tingkat desa.

    2C

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    27/118

    :embangunan lembaga menyangkut ino"asi yang menyiratkan berbagai

    perubahan yang tidak bersangkutan dengan pengulangan pola-pola lama, dan

    dalam penerapannyan dipaksakan oleh elite-elite yang berkiblat pada perubahan

    dan yang bekerja memalui organisasi formal. !ujuan ino"asi itu adalah

    membangun organisasi yang hidup terus dan efektif yang membangun

    dukungan-dukungan dan kelengkapan dalam lingkungannya sehingga

    memungkinkan ino"asi bisa mengakar, memperoleh dukungan, menjadi normatif 

    dan melembaga dalam masyarakat (2ilton *. Fsman, '>8).

    !etapi, sejauh mana inter"ensi pemerintah dalam melakukan

    pembangunan lembaga masyarakat desa tersebut bisa dipertanggungjawabkan

    sehingga mampu menciptakan ino"asi yang positif dalam masyarakatG +alam

    konteks ini, 4rturo Israel ('>) sudah mengingatkan bahwa inter"ensi yang

    terlalu kuat pada dasarnya berkorelasi negatif dengan kinerja sebuah lembaga atau

    komunitas. 4rtinya, semakin kuat inter"ensi maka semakin rendah kinerja

    lembaga tersebut. +emikian juga, inter"ensi pemerintah yang terlalu kuat pada

    masyarakat desa, malah tidak akan menciptakan kemajuan dan kemandirian

    masyarakat desa tersebut. 0arena itu, Israel menyebutkan bahwa untuk 

    meningkatkan kapasitas dan kemandirian lembaga sangat diperlukan dukungan

    politik sepenuhnya oleh pengendali kekuasaan baik di dalam maupun di luar.

    Bentuk dukungan politik -- meminjam Soedjatmoko ('>) H bisa dengan

    pengembangan swaorganisasi ,self-organization) dan swapengelolaan

    ,self-management.

    0arena itu pula inter"ensi pemerintah dalam bentuk kebijakan massa

    mengambang tidak bisa dipahami semata-mata sebagai bentuk pembangunan

    lembaga yang membawa ino"asi, tetapi justru membawa implikasi yang negatif 

    terhadap masyarakat lokal. 2engapaG +alam berbagai literatur, yang merujuk 

    pada pengalaman empirik di negara-negara 4merika /atin dan negara-negara

    +unia 0etiga lainnya, massa mengambang sebenarnya sebagai manajemen atau

    kebijakan politik yang dilakukan negara untuk mendepolitisasi massa. +epolitisasi

    itu merupakan tindakan penyingikiran massa dari kegiatan politik yang dilakukan

    2;

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    28/118

    re9im otiriterisme-birokratik (Euillermo ).

    0ebijakan penyingkiran kekuatan nonnegara juga dilakukan oleh

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    29/118

    masyarakat desa yang bersumber pada pengelompokan politik. Secara logika,

    segmentasi seperti itu memang dapat dihilangkan, dengan meniadakan

    organisasi-organisasi politik dari kehidupan masyarakat desa. Selain itu, juga

    cukup masuk akal, bahwa dengan terhapusnya pengelompokan politik, maka

    kemungkinan terjadinya konflik politik dalam masyarakat menjadi berkurang.

    +apat dikatakan bahwa konflik yang bersumber pada pengelompokan

    politik biasanya merupakan pula konflik politik horisontal. ang terlibat di

    dalamnya pada umumnya adalah anggota-anggota masyarakat, yang

    mengelompokkan diri ke dalam atau mengidentikkan diri dengan mengelom-

    pokkan politik yang ada dalam masyarakat tersebut.' /ebih khusus lagi, konsep

     floating mass  ditujukan untuk menghindarkan konflik aliran seperti abangan

    versus santri di daerah pedesaan, terutama di *awa. !erjadinya konflik aliran pada

    tahun-tahun '8?-'8% tidak terlepas dari proses politisasi dan mobilisasi massa

    pedesaan yang berakibat pada meruncingnya konflik aliran yang sudah ada.

    Setelah  floating mass berjalan selama AC tahun, maka konflik aliran tidak lagi

    meruncing, bahkan berusaha mengadakan rekonsiliasi, misalnya dengan

     bersama-sama bergabung ke Eolkar. +i satu pihak, konsep  floating mass  telah

    memandulkan kehidupan politik di pedesaan, tetapi di pihak lain telah berhasil

    mencegah terulangnya konflik dan polarisasi tajam aliran seperti pada masa

    demokrasi terpimpin (Burhan 2agenda, 'C).

    0onflik aliran harus dibedakan dari konflik yang bersifat "ertikal. +iantara

     bentuk konflik "ertikal dapat disebutkan sebagai contoh, konflik-konflik antara

    pemimpin dengan yang dipimpin, antara yang berkuasa dengan yang dikuasai,

    ataupun antara elite dengan massa. 0onflik itu sering muncul di daerah pedesaan

    1  0onflik politik yang sifatnya hori9ontal misalnya terjadi dalam bentuk 

     benturan-benturan politik aliran, yang dalam masyarakat *awa dikenal dengan adanyasantri   "s abangan. :ada tahun '%C-an (masa +emokrasi :arlementer), konflik duakekuatan itu terlihat dengan jelas dalam masyarakat desa *awa, yang termanifestasikandalam interaksi partai, yaitu 2asyumi dan $# sebagai golongan santri  di satu sisi, danserta :0I serta :$I di sisi lain yang berbasiskan abangan. 0arenanya, kebijakan massamengambang bertujuan pula untuk menghapus konflik politik aliran tersebut. 4kibatnya,masyarakat (dengan dengan masing-masing alirannga) yang dulunya mempunyai patronpolitik (parpol), sekarang pada masa

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    30/118

    selama ini, yaitu sebagai salah satu efek samping dari massa mengambang. Bentuk 

    konflik elite-massa terjadi biasanya karena akibat dari gejala Jsalah urusJ dalam

     bidang pembangunan (karena  floating mass memang menghendaki masyarakat

    agar lebih berkonsentrasi dalam bidang pembangunan). Sebagai contoh adalah

    kasus penggusuran tanah rakyat oleh aparat, kasus manipulasi uang rakyat yang

    dilakukan oleh sejumlah JoknumJ aparat, dan sebagainya.

    2. Pembangunan Desa

    Sejak :elitea I pemerintah mulai melancarkan pembangunan desa yang

     bertujuan secara langsung untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, dan

    secara tidak langsung untuk meletakkan dasar-dasar pembangunan nasional

     yang kuat sebagai landasan pembangunan nasional jangka panjang.

    Sedangkan sasaran pembangunan desa adalah agar desa-desa merupakan

    satuan terkecil administrasi pemerintahan, ekonomi dan ikatan

    kemasyarakatan, dapat mempercepat pertumbuhannya dari desa swadaya,

    menjadi desa swakarsa dan seterusnya menjadi desa swasembada. Sejak awal

     juga digariskan bahwa pembangunan desa mempunyai tujuan jangka pendek 

    dan jangka panjang.  ertama, tujuan jangka pendek pembangunan desa

    adalah untuk meningkatkan taraf penghidupan dan kehidupan rakyat

    khususnya di desa-desa yang berarti menciptakan situasi dan

    kekuatan-kekuatan dan kemampuan desa dalam suatu tingkat yang lebih kuat

    dan nyata dalam pembangunan-pembangunan berikutnya.  Kedua.  tujuan

     jangka panjangnya adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur

     berdasarkan :ancasila yang diridloi oleh !uhan ang 2aha Fsa. +alam

    hubungannya dengan sasaran pembangunan masyarakat desa, ditujukan

    untuk menaikkan produksi yang potensial yang dimiliki oleh desa,

    meningkatkan kesejahteraan dalam rangka pembangunan ekonomi. 0egiatan

    dan tindakan yang lebih intensif dan terarah daripada pembangunan

    masyarakat desa. ;ara tersebut akan mewujudkan pula nilai ekonomi riil yang

     bebas di segala penghidupan dan penentu bagi suksesnya pembangunan

    nasional (+itjen :embangunan +esa, +epartemen +alam $egeri, ').

    45

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    31/118

    Selain ada pembangunan sektoral yang dikemas secara integral

    (integrated rural development ), salah satu langkah penting yang ditempuh

    pemerintah adalah melancarkan Inpres Bantuan +esa, yang lebih populer

    disebut Bandes. Bantuan desa bersifat umum dan merata ke seluruh desa,

    tanpa memperhatikan aspek perbedaan kondisi sosial-ekonomi, penduduk 

    dan geografis desa, serta tidak membedakan antara desa dan kelurahan. :ada

    tahun '8&C, pemerintah menyalurkan bantuan desa sebesar =p 'CC ribu

    per desa, kemudian meningkat dari tahun ke tahun, dan terakhir (')

    menyalurkan sebesar =p 'C juta per desa untuk satu tahun.

    Inpres bantuan desa tentu merupakan instrumen pendanaan top do*n

    untuk mengawal dan mencapai tujuan-tujuan besar pembangunan desa di

    atas. Sesuai dengan trilogi pembangunan, bandes juga mempunyai dimensi

    stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. :emerintah

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    32/118

    desa. Keempat , meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan usaha-usaha

    ekonomi pedesaan ke arah kehidupan berkoperasi dalam rangka

    meningkatkan pendapatan.  Kelima, meningkatkan kemampuan dan

    keterampilan masyarakat agar berpikir dinamis dan kreatif yang dapat

    menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat yang pada hakekatnya

    merupakan usaha ekonomi masyarakat pedesaan sehingga mampu

     berproduksi, mampu mengolah dan memasarkan hasil produksinya serta

    dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja di pedesaan.

    :rogram pembangunan desa tidak sebatas Inpres Bandes, tetapi masih

    ada begitu banyak program lain, baik yang spasial maupun sektoral, yang

    masuk ke desa. Semua +epartemen, kecuali +epartemen /uar $egeri, yang

    didukung juga oleh Bank +unia, masuk ke desa membawa program-program

    pembangunan desa. +epartemen :ertanian memimpin program =e"olusi

    ijau, 4B=I membawa 42+, +epdikbud mengurus Inpres S+, +:#

    mengelola Inpres *alan, +epartemen 0esehatan mempromosikan :uskesmas

    dan :osyandu, +epartemen :erindustrian membina usaha-usaha kecil, :/$

    mengusung listrik masuk desa, +epartemen Sosial membina organisasi sosial

    seperti 0arang !aruna, +epartemen !ransmigrasi mengurus perpindahan

    penduduk dari *awa-Bali ke pulau-pulau lain, B00B$ melancarkan program

    0eluarga Berencana, +epartemen 0operasi membina 0#+, Bappenas

    mengusung Inpres +esa !ertinggal, dan masih banyak lagi. Belakangan Bank 

    +unia membiayai dengan utang kepada :rogram :engembangan 0ecamatan.

    :rogram pembangunan yang membanjir ke desa selama

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    33/118

    angka melek huruf semakin meningkat, dan lain-lain. :ada le"el mikro,

    pembangunan (modernisasi) telah mendorong mobilisasi sosial (bukan

    transformasi sosial) penduduk desa. Banyak tempat tinggal penduduk desa

     yang berubah menjadi lebih baik, semakin banyak orang desa yang berhasil

    meraih gelar sarjana dari perguruan tinggi, semakin banyak penduduk desa

     yang hidupnya bertambah makmur, semakin banyak keluarga sudra  (petani,

    nelayan, buruh) di desa yang berhasil menjadi  priyayi   (:$S, pejabat, guru,

    dosen, dokter, dan lain-lain) di kota, semakin banyak penduduk desa yang

    memiliki perlengkapan modern (motor, mobil, tele"isi, telepon selular, dan

    lain-lain). 0ita juga sering menyaksikan data statistik resmi bahwa angka

    kemiskinan orang desa semakin berkurang, tingkat melek huruf kian

    meningkat, kondisi kesehatan makin membaik, usia harapan hidup semakin

    meningkat, dan seterusnya. Berdasarkan oral history dari para orang tua yang

    telah melewati A- 9aman, kondisi sosial-ekonomi desa yang lebih baik itu

     belum dirasakan sampai dekade 'C-an. +ekade 'C-an baru dimulai

    modernisasi desa, yang hasilnya baru dirasakan mulai dekade '>C-an.

    $amun sejumlah kamajuan dalam mobilisasi sosial itu tidak terjadis

    secara merata, dan secara umum kebijakan pembangunan desa juga

    mendatangkan banyak kerugian besar. +erajat hidup orang desa tidak bisa

    diangkat secara memadai, kemiskinan selalu menjadi penyakit yang setiap

    tahun dijadikan sebagai komoditas proyek. 2asuknya para pemilik modal

    maupun tengkulak melalui kebijakan resmi maupun melalui patronase

    semakin memperkaya para elite desa maupun para tengkulak, sementara para

    tunawisma maupun tunakisma semakin banyak. :etani selalu menjerit karena

    harga produk pertanian selalu rendah, sementara harga pupuk selalu

    membumbung tinggi. :engangguran merajalela. 0aum perempuan mengalami

    marginalisasi, yang kemudian memaksa sebagian dari mereka menjadi buruh

    murah di sektor manufaktur maupun menjadi !0I (yang sebagian bernasib

     buruk) di negeri orang lain. 4rus urbanisasi yang terus meningkat ikut

    memberikan kontribusi terhadap meluasnya kaum miskin kota yang rentan

    dengan penggusuran dan bermusuhan dengan aparat ketertiban. :royek 

    44

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    34/118

    swasembada beras juga gagal. Sungguh ironis, Indonesia sebagai negeri

    agragis tetapi harus melakukan impor beras dari negeri tetangga. Berbagai

    program bantuan pemerintah yang mengalir ke desa tidak secara signifikan

    mampu mengangkat harkat hidup orang desa, memerangi kemiskinan desa,

    mencegah urbanisasi, menyediakan lapangan pekerjaan dan lain-lain. ang

    terjadi adalah ketergantungan, konser"atisme dan pragmatisme orang desa

    terhadap bantuan pemerintah. +engan demikian pembangunan desa yang

    dilancarkan bertahun-tahun sebenarnya mendatangkan kegagalan. 6orld

    Bank sendiri juga menyadari kegagalan model pembangunan desa terpadu

     yang diterapkan di banyak negara.

    :ada saat yang sama, kolaborasi antara negara dan perusahaan

    multinasional melakukan eksploitasi terhadap sumberdaya alam setempat

    melalui berbagai skema industrialisasi. :engusaha : melakukan

    eksploitasi hutan, :!: menguasai kebun, dan berbagai perusahaan

    multinasional menjalankan eksploitasi berbagai bentuk harta pertambangan.

    Fksploitasi ini tentu mendatangkan de"isa negara yang sangat besar,

    membuka lapangan pekerjaan yang banyak, tetapi juga melakukan

    penghisapan, pemiskinan dan marginalisasi terhadap masyarakat lokal,

    sekaligus mendatangkan kerusakan lingkungan yang serius. 2asyarakat di

    sekitar tambang umumnya tetap miskin, ibarat ayam yang mati di lumbung

    padi.

    2engapa pembangunan desa mengalami kegagalan, tidak mampu

    mengangkat human *ell being masyarakat desaG Sebenarnya sudah banyak 

    argumen, e"aluasi maupun riset yang menjelaskan kegagalan pembangunan

    desa. :enjelasan terbentang dari kacamata empirik, disain pembangunan

    maupun paradigma pembangunan. 4da penjelasan empirik yang bersifat

    klasik menegaskan bahwa pembangunan desa gagal karena miskinnya

    komitmen pemerintah, konsep hanya berada di atas kertas, rendahnya

    responsi"itas kebijakan dan keuangan pemerintah daerah, birokrasi yang

     bermasalah, seringnya terjadi kebocoran, implementasi yang amburadul, dan

    sebagainya. :enjelasan kedua membidik dari sisi paradigma dan disain

    46

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    35/118

    pembangunan. 0ami mengambil posisi yang kedua ini.  ertama,

    pembangunan desa yang berorientasi pada pertumbuhan dan layanan sosial,

    dengan disain yang sangat teknokratis dan sentralistik, sebegitu jauh

    mengabaikan aspek keberlanjutan, konteks dan kebutuhan lokal, partisipasi,

    penguatan kapasitas lokal, dan governance reform.  Kedua, aktor utama

    dalam pembangunan desa hanyalah negara dan pasar. Skema ini mengabaikan

    aktor masyarakat, sebab masyarakat hanya ditempatkan sebagai target

    penerima manfaat (beneficiaries), bukan subyek yang harus dihormati dan

    memegang posisi kunci pembangunan secara partisipatif.  Ketiga,

    pembangunan desa terpadu hanya memadukan aspek-aspek sektoral, tetapi

    tidak memadukan agenda pembangunan dengan desentralisasi dan

    demokratisasi.  Keempat , pembangunan berjalan di dalam konteks bad 

    governance, yakni tata kelola pembangunan yang penuh dengan praktik-

    praktik korupsi, kolusi, nepotisme, rent seeking, kompradorisme, dan lain-

    lain.

    3. Modernisasi, Negaranisasi dan Marginalisasi Desa

    :emerintah

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    36/118

    Isu desa sebagai daerah tingkat III yang pernah mengemuka pada

    tahun '%C-an tidak diakomodasi oleh ##+

    '?%, seraya membuat format pemerintahan desa secara seragam di seluruh

    Indonesia. ## ini menegaskan1 “+esa adalah *ilayah yang ditempati oleh

    se&umlah penduduk sebagai persatuan masyarakat. termasuk di dalamnya

    kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan

    terendah langsung di ba*ah camat dan berhak menyelenggarakan rumah

    tangganya sendiri” . 0etika ## ini masih berstatus =##, pemerintah

     berpendapat1 bahwa desa dimaksudkan sebagaimana dimaksudkan dalam

    =## ini, bukanlah merupakan salah bentuk daripada :embagian +aerah

    Indonesia 4tas +aerah besar dan kecil sebagaimana dimaksudkan dalam :asal

    '> ##+ '?%. 2asalah pembagian daerah Indonesia atas +aerah besar dan

    kecil itu kiranya sudah cukup diatur dengan ## $o.%&'?. :engertian daerah

     besar adalah wilayah :ropinsi +aerah !ingkat I dan seterusnya, sehingga oleh

    karenanya sukar untuk diartikan, bahwa daerah yang lebih kecil itu juga

    mencakup desa sebagaimana dimaksud dalam =## ini +ari ketentuan awal,

    termasuk pengertian desa yang seragam itu, ## $o. %&' secara menyolok 

    menghendaki modernisasi dan birokratisasi pemerintahan desa, negaranisasi

    (negara masuk ke desa) dan marginalisasi terhadap keragaman kesatuan

    masyarakat hukum adat. Banyak pihak menilai bahwa ## $o. %&'

    merupakan bentuk *awanisasi atau menerapkan model desa *awa untuk 

    kesatuan masyarakat adat di /uar *awa. +engan sendirinya ## ini tidak 

    mengakui lagi keberadaan nagari, huta, sosor, marga, negeri, binua, lembang,

    parangiu dan lain-lain yang umumnya berada di /uar *awa.

    0etetapan-ketetapan dalam ## $o. % &' memaksa desa dan

    kesatuan masyarakat hukum yang menjadi bagian darinya menjadi seragam.

    4C

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    37/118

    :ersekutuan sosial desa lain yang belum sesuai bentuknya dengan desa

    dipaksa menyesuaikan diri, melalui upaya misalnya regrouping desa, sehingga

    tidak dapat disebut desa lagi. +esa mengalami birokratisasi kedalam satu

    garis komando yang sentralistik3 desa kemudian menjadi unit pemerintahan

    terendah langsung dibawah ;amat, guna mendukung pengendalikan dan

    pelaksanaan cita-cita pembangunan, sebagaimana yang diamanatkan dalam

    Earis-garis Besar aluan $egara.

    +ari segi kepentingan pemerintah pusat, ## $o. %&' tentu

    membawa banyak manfaat . :enetrasi pemerintahan pusat pada daerah-

    daerah pedesaan di Indonesia pada umumnya, khususnya di desa-desa luar

    *awa dan 2adura, lebih sangat efektif. 0eseragaman struktur pemerintahan

    desa bagi seluruh desa juga menguntungkan pemerintah pusat karena

    keseragaman itu memudahkan pemerintah menjalankan pembinaan terhadap

    pemerintah desa. :elaksanaan program Inpres Bandes juga bisa berjalan

    secara efektif (menurut kacamata pemerintah) karena dijalankan dalam

    kerangka pemerintahan desa yang seragam. +emikian juga dengan agenda

    konsolidasi politik (kebijakan massa mengambang) dan keamanan yang

     bekerja secara efektif dalam birokrasi sipil-militer yang paralel, seragam dan

    hirakhis.

    Sebaliknya bagi masyarakat terutama masyarakat adat di luar *awa dan

    2adura implementasi ## $o.%&' tersebut menimbulkan dampak negatif 

     yang tidak kecil. :emerintah daerah di /uar *awa dipaksa berlawanan dengan

    masyarakat adat karena harus menghilangkan kesatuan masyarakat hukum

    (=echtsgemeenschap) yang dianggap tidak menggunakan kata desa seperti

     /agari  di 2inangkabau, +usun dan 0arga di :alembang, "ampong di 4ceh,

     )uta. Sosor dan lumban  di 2andailing. Kuta di 0aro, Binua di 0alimantan

    Barat,  /egeri di Sulawesi #tara dan 2aluku, 0ampung di 0alimantan,

    Sulawesi !engah, dan Sulawesi Selatan, yo di Sentani Irian *aya, dan lain-

    lain. 0esatuan masyarakat hukum yang telah dijadikan desa itu harus

    memiliki pemerintahan yang akan melaksanakan kewenangan, hak dan

    kewajiban desa serta menyelenggaraan pemerintahan desa, seperti ditetapkan

    4;

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    38/118

    dalam ## $o.%&'. 0esatuan masyarakat hukum tidak hanya secara formal

    dan nomenklatur berganti nama menjadi desa, tetapi harus secara operasional

    segera memenuhi segala syarat yang ditentukan oleh ## $o.%&'.

    0ebijakan ## $o. %&' tentu menuai badai protes dari berbagai

    pihak. :rotes yang sangat keras muncul dari masyarakat, misalnya, di

    Sumatera Barat. 2ereka menyerukan bahwa ## $o. %&' sebagai bentuk 

    *awanisasi, penyeragaman yang tidak peka terhadap kondisi sosial-budaya

    setempat, dan menghancurkan identitas dan harga diri orang 2inangkabau.

    0arena itu pemaksaaan ## itu dan kerja-kerja :emerintah +aerah berjalan

    sangat alot. :emerintah +aerah Sumbar sadar betul akan bahaya dan damp3ak 

    negatif pelaksanaan ## $o. %&' itu. !etapi pemerintah daerah toh tidak 

     bisa mengelak dari perintah *akarta. 0arena itu untuk menyesuaikan undang-

    undang tersebut dengan situasi sosial budaya masyarakat lokal 2inangkabau,

    :emda Sumbar melalui :erda $o. '&'> membentuk apa yang dikenal

    dengan 0erapatan 4dat $agari (04$). 4nggota 04$ ini terdiri dari pimpinan

    adat dan bertugas untuk memutuskan segala masalah adat yang timbul dalam

    nagari . 6alaupun nagari sebagai unit pemerintahan telah dihapus oleh ##

    $o.%&', apa yang dilakukan oleh :emda Sumbar merupakan suatu bukti

     bahwa ada masalah dalam keputusan pemerintah tentang penyeragaman

    struktur pemerintahan desa bagi seluruh Indonesia. 2eski begitu perlawanan

    ini dapat dikatakan tidak berarti. 0arena perlawanan itu hanya sekadar

    memoles permasalahan yang sebenarnya, dan tidak menyentuh pokok 

    permasalahan yang sebenarnya.

    +engan pergantian dari nagari. dusun. marga. gampong. huta. sosor.

    lumban. binua. lembang. kampung. paraingu. temukung dan  yo  menjadi

    desa berdasarkan ## $o.%&' maka desa-desa hanya berhak 

    menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, dan tidak dinyatakan dapat

    mengurus dan mengatur rumahtangganya sendiri. +engan kata lain, desa

    tidak lagi otonom. 0arena ia tidak lagi otonom, desa kemudian tidak lebih dari

    sekedar ranting patah yang dipaksakan tumbuh pada ladang pembangunan

     yang direncanakan re9im

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    39/118

    Secara substantif ## $o. %&' mengandung sentralisasi-negaranisasi

    dalam konteks hubungan desa dengan negara (supradesa), dan

    otoritarianisme-korporatis di dalam internal pemerintahan desa. +esa

     bukanlah unit yang otonom seperti halnya daerah, tetapi hanya organisasi

    pemerintahan terendah yang dikendalikan negara (the local state

    government ) melalui tangan camat. $egara betul-betul masuk ke desa. 0epala

    desa bukanlah pemimpin masyarakat desa, melainkan sebagai kepanjangan

    tangan pemerintah supra desa, yang digunakan untuk mengendalikan

    penduduk dan tanah desa.

    ## $o. %&' menegaskan bahwa kepala desa dipilih oleh rakyat

    melalui demokrasi langsung. 0etentuan pemilihan kepala desa secara

    langsung itu merupakan sebuah sisi demokrasi (elektoral) di aras desa. +i saat

    presiden, gubernur dan bupati ditentukan secara oligarkis oleh parlemen,

    kepala desa justru dipilih secara langsung oleh rakyat. 0arena itu

    keistimewaan di aras desa ini sering disebut sebagai benteng demokrasi di

    le"el akar-rumput. !etapi secara empirik praktik pemilihan kepala desa tidak 

    sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat karena hampir tidak  people

    choice sejak awal sampai pemilihan (voting). :ilkades selalu sarat dengan

    rekayasa dan kontrol pemerintah supradesa. +alam studinya di desa-desa di

    :ati, @ran9 usken (ACC') menunjukkan bahwa pilkades selalu diwarnai

    dengan intimidasi terhadap rakyat, manipulasi terhadap hasil, dan

    dikendalikan secara ketat oleh negara. Bagi usken, pilkades yang paling

    menonjol adalah sebuah proses politik untuk penyelesaian hubungan

    kekuasaan lokal, ketimbang sebagai arena kedaulatan rakyat.

    ;acat demokrasi desa tidak hanya terlihat dari sisi pilkades, tetapi juga

    pada posisi kepala desa. ## $o. %&' menobatkan kepala desa sebagai

    penguasa tunggal di desa. +esa dibuat sebagai negara kecil, yang berarti

    dia diposisikan sebagai wilayah, organ dan instrumen kepanjangan tangan

    negara yang memang tersusun secara hirarkhis-korporatis, bukan sebagai

    tempat bagi warga untuk membangun komunitas bersama. +esa bukanlah

    local-self government melainkan sekadar sebagai local-state government .

    49

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    40/118

    0epala desa adalah kepanjangan tangan birokrasi negara yang menjalankan

    perintah untuk mengendalikan wilayah dan penduduk desa. 0arena itu ans

     4ntlo" (ACCA) menyebutnya sebagai negara masuk desa. 0epala desa

    mengendalikan seluruh hajat hidup orang banyak, dia harus menhetahui apa

    saja yang terjadi di desa, termasuk selembar daun yang jatuh dari pohon di

     wilayah yurisdiksinya. 0en oung (') bahkan lebih suka menyebut kepala

    desa sebagai fungsionaris negara ketimbang sebagai perangkat desa,

    karena dia lebih banyak menjalankan tugas negara ketimbang sebagai

    pemimpin masyarakat desa.

    ## $o. %&' sebenarnya juga mengenal pembagian kekuasaan di

    desa, yakni ada kepala desa dan /embaga 2usyawarah +esa (/2+). :asal

    menegaskan, pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan /embaga

    2usyawarah +esa (/2+). /embaga 2usyawarah +esa adalah lembaga

    permusyawaratan atau pemufakatan yang keanggotaannya terdiri atas 0epala-

    kepala +usun , :impinan /embaga-lembaga 0emasyarakatan, dan pemuka-

    pemuka masyarakat di esa yang bersangkutan (:asal '). 2eski ada

    pembagian kekuasaan, tetapi /2+ tidak mempunyai kekuasaan legislatif yang

     berarti. /2+ bukanlah wadah representasi dan arena check and balances

    terhadap kepala desa. Bahkan juga ditegaskan bahwa kepala desa karena

     jabatannya (e1 officio) menjadi ketua /2+ (:asal ' ayat A).

    ika di desa kepala desa menjadi penguasa tunggal, tetapi kalau dihadapan

    supradesa, kepala desa hanya sekadar kepanjangan tangan yang harus tunduk dan

     bertanggungja'ab kepada supradesa. enurut UU No. :/19;9 epala (esa diangkat

    dan diberhentikan oleh &upati /?alikotamadya epala (aerah ingkat 88 atas nama

    #ubernur epala (aerah ingkat 8 %pasal C dan 9), untuk masa jabatan selama 7

    tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa jabatan berikutnya %pasal ;). epala(esa menjalankan hak, 'e'enang, dan ke'ajiban pimpinan pemerintahan desa yaitu

    menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan penyelenggara dan

     penanggung ja'ab utama dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan

    dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintah desa, urusan pemerintahan umum

    termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan peraturan perundang$

    65

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    41/118

    undangan yang berlaku dan menumbuhkan serta mengembangkan ji'a gotong royong

    masyarakat sebagai sendi utama pelaksanaan pemerintahan desa. (alam menjalankan

    hak, 'e'enang, dan ke'ajiban pimpinan pemerintah desa, epala (esa bertanggung

     ja'ab kepada pejabat yang ber'enang mengangkat melalui >amatF dan memberikan

    keterangan pertanggungja'aban tersebut kepada Gembaga usya'arah (esa %Pasal

    15).

    Sebagian besar kepala desa bukanlah pemimpin masyarakat yang

     berakar dan legitimate di mata masyarakat meski secara fisik dekat dengan

    rakyat, melainkan menjadi bagian dari birokrasi negara yang mempunyai

    segudang tugas kenegaraan1 menjalankan birokratisasi di le"el desa,

    melaksanakan program-program pembangunan, memberikan pelayanan

    administratif kepada masyarakat, serta melakukan kontrol dan mobilisasi

     warga desa. *ika pemerintah desa menjadi sentrum kekuasaan politik, maka

    kepala desa merupakan personifikasi pemerintah desa. Semua mata di desa

    ditujukan kepada kepala desa secara personal. 0arena itu kepala desa selalu

    sensitif terhadap legitimasi. /egitimasi berarti pengakuan rakyat terhadap

    kekuasaan dan kewenangan kepala desa untuk bertindak mengatur dan

    mengarahkan rakyat. !etapi legitimasi tidak turun dari langit begitu saja.

    0epala desa yang terpilih secara demokratis belum tentu memperoleh

    legitimasi terus-menerus ketika menjadi pemimpin di desanya. /egitimasi

    mempunyai asal-usul, mempunyai sumbernya. /egitimasi kepala desa

     bersumber pada ucapan yang disampaikan, nilai-nilai yang diakui, serta

    tindakan yang diperbuat setiap hari. #mumnya kepala desa yakin betul bahwa

    pengakuan rakyat sangat dibutuhkan untuk membangun eksistensi dan

    menopang kelancaran kebijakan maupun tugas-tugas yang dia emban, meski

    setiap kepala desa mempunyai ukuran dan gaya yang berbeda-beda dalammembangun legitimasi. !etapi, kepala desa umumnya membangun legitimasi

    dengan cara-cara yang sangat personal ketimbang institusional. 0epala desa

    dengan gampang diterima secara baik oleh warga bila ringan tangan

    membantu dan menghadiri acara-acara pri"at warga, sembada dan pemurah

    61

  • 8/20/2019 Village Autonomy Sutoro Eko.doc

    42/118

    hati, ramah terhadap warganya, dan lain-lain (I=F, ACC3 44E$ 4ri

    +wipayana dan Sutoro Fko, ACC).

    0epala desa selalu tampil dominan dalam urusan publik dan politik,

    tetapi dia tidak mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan

    transparansi, akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan dan kebersamaan.

     ang terjadi adalah sebaliknya1 penundukan secara hegemonik terhadap

     warga, karena kepala desa merasa dipercaya dan ditokohkan oleh warga.

    0epala desa punya citra diri benevolent   atau sebagai wali yang sudah

    dipercaya dan diserahi mandat oleh rakyatnya, sehingga kades tidak perlu

     bertele-tele bekerja dengan semangat partisipatif dan transparansi, atau harus

    mempertanggungjawabkan tindakan dan kebijakannya di hadapan publik.

    Sebaliknya, warga desa tidak terlalu peduli dengan kinerja kepala desa sebagai

    pemegang kekuasaan desa, sejauh sang kepala desa tidak mengganggu perut

    dan nyawa warganya secara langsung. 6arga desa, yang sudah lama hidup

    dalam pragmatisme dan konser"atisme, sudah cukup puas dengan

    penampilan 0ades yang lihai pidato dalam berbagai acara seremonial, yang

    populis dan ramah menyapa warganya, yang rela beranjangsana, yang rela

     berkorban mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri untuk kepentingan

    umum, yang menjanjikan pembangunan prasarana fisik dan seterusnya.

    2asyarakat tampaknya tidak mempunyai  political space  yang cukup dan

    kapasitas untuk voice dan e1it  dari kondisi struktural desa yang bias e