BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima. Proses yang berbelit dalam tender itu berpotensi menimbulkan beragam penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal 2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi dari pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012) 1 . 1 Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” dalam Jumpa Pers. Jakarta, Rabu 18 April 2012. 1
90
Embed
thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t33627.docx · Web viewMelalui e-procurement, tindakan korupsi dan kebocoran untuk pengadaan barang dan jasa dapat dicegah. Metode ini
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, pengadaan barang dan jasa harus melalui proses lelang
yang memakan waktu lebih dari 90 hari atau sekitar tiga bulan. Mulai dari
pengumuman lelang di media massa, pendaftaran calon penawar, pemilihan
pemenang tender, sampai banding jika ada peserta tender yang tidak terima.
Proses yang berbelit dalam tender itu berpotensi menimbulkan beragam
penyelewengan. “Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada awal
2007, sekitar 75% kasus korupsi berasal dari proses pengadaan barang dan
jasa (procurement). Kemudian diteruskan lagi oleh Juru Bicara KPK “Johan
Budi SP” menyatakan hampir 80% kasus yang ditangani adalah korupsi dari
pengadaan barang dan jasa” (Jakarta, Rabu 18 April 2012)1.
Sementara itu, “menurut studi Bank Dunia tentang Country
Procurement Assessment Report (CPAR) 2001 disebutkan belanja negara di
Indonesia bocor sampai 10% - 50%. Lemahnya kapabilitas pengelola barang
dan jasa pemerintah menjadi penyebab kebocoran itu”2. Pemerintah tidak
semata-mata menjalankan tugas-tugas negara namun pemerintah juga
bertanggungjawab untuk memberantas KKN. Komisi Pemberantasan Korupsi
mengalami pekerjaan berat dan kewalahan dalam memberantas praktek KKN
yang sering terjadi di Indonesia.
1 Juru Bicara KPK “Johan Budi SP” dalam Jumpa Pers. Jakarta, Rabu 18 April 2012.2 Country Procurement Assessment Report (CPAR) 2001.
1
Melalui e-procurement, tindakan korupsi dan kebocoran untuk
pengadaan barang dan jasa dapat dicegah. Metode ini terbukti berhasil
diterapkan di beberapa negara maju maupun negara berkembang.
Pengembangan e-procurement di Indonesia dimulai tahun 2003 dengan
terbitnya Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Keppres ini,
pengadaan mulai dimungkinkan diproses dengan memanfaatkan sarana
elektronik. Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dikembangkan oleh
Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa-Bappenas pada
tahun 2006 sesuai Inpres No.5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. E-procurement menjadi salah satu dari tujuh
flagship Dewan Teknologi Informasi Nasional (Detiknas) dan di bawah
koordinasi Bappenas. Pada tahun 2007 telah dilakukan pelelangan secara
elektronik melalui LPSE oleh Bappenas dan Departemen Pendidikan
Nasional. Pada waktu itu baru terdapat satu server LPSE yang berada di
Jakarta dengan alamat www.pengadaannasional-bappenas.go.id yang
dikelola oleh Bappenas3.
Adanya Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007, Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa pemerintah (LKPP) pada 7 Desember
2007 dibentuk4. Tugas pengembangan e-procurement dilanjutkan oleh LKPP
mulai pertengahan 2008. Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 membuat kebijakan e-procurement memasuki tahap yang lebih “solid”.
procurement tidak hanya meliputi penghematan uang tetapi juga
penyederhanaan keseluruhan proses. Rencana yang optimal
dapat dikomunikasikan dengan cepat kepada pemasok-pemasok,
oleh karena itu dapat mengurangi biaya dan pemborosan yang
biasanya terdapat dalam supply chain.
Sistem e-procurement membantu perusahaan
mengkonsolidasikan data tentang pengadaan bermacam-macam
barang baik secara langsung maupun tidak langsung. Data ini
memungkinkan mereka melakukan pembelian besar dan
bernegosiasi dengan para pemasok untuk diskon yang lebih
besar. Daripada sepuluh departemen independen berbeda,
misalnya, membeli suatu produk tertentu dalam jumlah kecil,
suatu sistem pengadaan yang terpusat dan terhubung dengan
baik dalam organisasi akan membantu melacak kebutuhan
secara periodik untuk produk tersebut dan pemesanan pembelian
besar dapat disusun sesuai kebutuhan.
2) Unit Layanan Pengadaan
Unit Layanan Pengadaan sebagaimana yang tercantum
dalam Perpres dimaksud, Unit Layanan Pengadaan yang
selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang
berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I
(Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
lainnya) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau
28
melekat pada unit yang sudah ada (pasal 1 angka 8).
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa fungsi
utama ULP adalah pelaksanaan pengadaan, artinya unit inilah
yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari menyusun
rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan
melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap
penawaran yang masuk. Unit ini bersifat permanen artinya
bersifat tetap bukan panitia atau unit ad-hoc24, dapat berdiri
sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada, karena ULP
merupakan unit dari K/L/D/I.
Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai kedudukan
ULP dalam Struktur Organisasi Pemerintah Daerah, perlu
dicermati lebih dahulu kedudukan ULP dalam struktur
organisasi pengadaan. Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa
Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui
Penyedia Barang/Jasa terdiri atas: a) PA/KPA; b) PPK; c)
ULP/Pejabat Pengadaan; d) Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan.
Berdasarkan struktur tersebut tampak bahwa ULP
diposisi dibawah PA/KPA dan PPK. Namun untuk lebih
jelasnya mari kita cermati hubungan kerja antar unit-unit
tersebut. Pasal 17 angka (2) huruf j menyebutkan bahwa salah
satu tugas pokok dan kewenangan ULP adalah memberikan 24 Ibid.
29
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Pengadaan
Barang/Jasa kepada PA/KPA jadi jelas bahwa ULP
bertanggungjawab kepada PA/KPA. Bagaimana hubungan kerja
antara PPK dan ULP? Pasal 12 ayat 1 menyebutkan bahwa PPK
merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, jadi sama-sama
bertanggungjawab kepada PA/KPA dan sama-sama betugas
melaksanakan pengadaan. Apabila dicermati lebih lanjut pasal-
pasal yang mengatur organisasi pelaksana pengadaan
sebenarnya terdapat batasan yang jelas antara tugas PPK dan
ULP. PPK bertanggungjawab atas keseluruhan pelaksanaan
pengadaan baik secara teknis maupun substansif sampai
berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, sementara ULP
bertanggungjawab terutama terhadap proses “pemilihan”
penyedia barang dan jasa. Tampaknya hubungan kerja PPK
dengan ULP merupakan hubungan kerja yang bersifat
komplementer dalam pelaksanaan pengadaan. Hal ini antara lain
ditunjukkan oleh pasal 11 ayat 2 huruf a yang menyebutkan
bahwa selain tugas pokok dan kewenangannya PPK dapat
menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis
(aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP.
ULP merupakan unit organisasi pemerintah yang
berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I.
30
Menurut Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Pasal 1 angka 7 dan 8 menyatakan
bahwa perangkat daerah adalah unsur pembantu kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga
teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan uraian di
atas menjadi jelas bahwa kedudukan ULP di daerah adalah unit
pelaksana teknis yang memiliki tugas pokok melaksanakan
pengadaan barang dan jasa terutama dalam hal proses pemilihan
penyedia barang dan jasa
3) E-Procurement
Galliers (Croom and Jones, 2005: 371) menyatakan
bahwa “...dengan adanya sistem inter-organisasiona dan
perdagangan secara elektronik (e-commerce) khususya, maka
jelas bahwa pertanyaan tentang suatu kejelasan melampaui apa
yang kita miliki untuk mengetahui kejelasan mengenai isu
bisnis-TI. Secara sederhana, tidak ada kasus internal yang
bertahan lama. Saat ini, beberapa isu meliputi kejelasan dengan
mengkolaborasikan beberapa perusahaan dan strategi TI serta
perlengkapan pelanggan (baru-baru ini menandai/megutamakan
menajemen hubungan antar pelanggan). Terbukanya organisasi
terhadap e-business memiliki dampak yang signifikan terhadap
strategi suplier IT (Information Technologi) dan sistem
31
informasi (Information System) serta dampak terhadap bentuk
pemerintahan, atau perjanjian, struktur yang dipakai dalam
penyediaan barang.
Bagaimana e-procurement dapat dapat mempengaruhi
transaksi penyediaan barang, menjadi hal yang telah
didiskusikan oleh Holland dan Croom (Croom and Jones, 2005:
371), di mana keduanya mencatat bahwa literatur pustaka
mengumpamakan pengaruh tersebut sebagai dua pemikiran yang
berlawanan. Di satu sisi, pandangan mengenai sistem e-
precurement dan e-buseness akan meningkatkan kecenderungan
ke arah “arms’ lenght”, transaksi dalam bentuk pasar karena
rendahnya/minimnya hambatan untuk mauk ke dalam transaksi
yang berbentuk elektronik.
Malaone, Yates, dan Benjamin (Croom and Jones, 2005:
372) berpendapat bahwa efek dari perantara secara elektronik
(electronic brokerage) terhadap sistem seperti e-procurement
adalah mengurangi biaya pencarian. Keberadaan e-procurement
membuat yang jauh menjadi dekat, dari hubungan jual beli yang
bersifat hirarki menjadi lebih pendek. Barratt dan Roshdahl
(Croom and Jones, 2005: 372) menjelaskan bahwa mudahnya
penarikan dan transparansi merupakan keuntungan bagi para
pembeli dan kerugian bagi para penjual. E-procurement bagi
para pembeli menguntungkan karena keekonomisan dalam
32
pencarian.
Pendapat lain yang kontras dengan pandangan tersebut
berpendapat bahwa pada kenyataannya hak milik bawaan dari
sistem inter organisasi tertentu dapat mengikat para pelanggan
dan para suplier dalam suatu integrasi yang berdiri sendiri. Hal
tersebut menjadi sesuatu yang penting bagi sistem e-
procurement yang melibatkan pertukaran data kompleks.
Brosseau (Croom and Jones, 2005: 372) membahas tentang
jaringan 26 IOS (26 IOS network). Dirinya menemukan bahwa
jaringan tersebut banyak digunakan untuk mengurangi biaya dan
layanan produksi atau distribusi serta memperkuat adanya
hubungan hirarki di antara ketetapan yang ada. Biaya
infrastruktur dan transaksi yang rendah dari sistem internet-
based membuat organisasi mengeksploitasi kesempatan tersebut
untuk melakukan pertukaran informasi yang kompleks dengan
banyak partner. Terdapat nilai yang tumbuh melalui hubungan
yang dekat dan hirarkis antara partner transaksi (trading
partners) atau afiliasi. Amit dan Zott (Croom and Jones, 2005:
372) mendiskusikan pentingnya hubungan yang dekat (lock in)
antara para partner transaksi. Ini adalah kunci untuk
mendapatkan keuntungan bagi pembeli maupun penjual.
Klasifikasi bentuk struktur transaksi e-procurement
dikenalkan dalam literatur marketing industri dan pembelian.
33
Disebutkan bahwa secara khusus organisasi akan memiliki
range hubungan transaksi dengan penyedia. Sebagai contoh,
kerangka kerja (framework) “buyclass” Robinson, Faris, dan
Wind (Croom and Jones, 2005: 372) membedakan antara
hubungan yang berbasis frekuensi dan variabilitas dalam
kontrak pembelian. Pada Gambar berikut nampak ilustrasi lima
tipe pertukaran yang digunakan dala transaksi e-procurement
pemerintah:
Public Web Exchange Marketplace CompanyHub Extranet
Buyer
Buyer
Exchange Market
Venue
Supplier
Supplier
Gambar 1.1.
34
Klasifikasi Struktur Transaksi E-Procurement (Croom and Jones, 2005: 373)
35
a. Public Web
Melalui public web (Internet), para pembeli
memiliki kesempatan untuk mengidentifikasi para suplier
yang potensial melalui alat pencari (seperti Google.com,
Yahoo.com) atau alat pencari khusus transaksi (seperti
kellys.co.uk). Pencarian on-line membantu perbandingan
daftar harga, khususnya digunakan untuk pembelian
barang yang khusus. Pesanan barang dapat dilakukan
secara on-line melalui email atau cara yang lebih
tradisional seperti telepon, fak, atau email, semua hal
tersebut tergantung dari fasilitas web site bawaan yang
dimiliki suplier.
b. Exchange
Istilah exchange dalam hal ini mengacu pada
tempat melakukan transaksi, seperti situs lelang ebay
B2C e-commerce dan layanan lelang B2B yang
menyediakan Free Market and Synerdal. Situs-situs
tersebut memperbolehkan para pembeli atau penjual
menawar kontrak. Dalam kasus eBay, meliputi
penawaran terhadap produk-produk yang ditawar untuk
dijual secara pribadi sama baiknya seperti para penjual
komersial. Sementara itu, pertukaran B2B menyediakan
fasilitas pembatalan lelang. Pembatalan lelang secara on-
36
line telah berhasil mengurangi harga pembelian.
c. Marketplace
Pasar (marketplace) merupakan tempat banyak
suplier atau produk-produk (multi-supplier/multi-
products) yang sesungguhnya. Marketplace sering
ditempati dan dikelola oleh pihak ketiga yang
menyediakan akses ke para pengguna (users) melalui
Internet atau koneksi LAN.
d. Company Hub
Sering disebut sebagai solusi “buy-side”.
Company hub hampir sama dengan marketplace, karena
pembeli (lebih dari sekedar pihak ketiga) berperan
sebagai “tuan rumah” dan mengelola katalog atau daftar
multi-supplier/multi-product.
e. Extranet
Extranet merupakan pengaman yang melindungi
link internet antara pembeli dan penjual. Extranet
terutama digunakan untuk berbagi dan
mengkolaborasikan data, seperti misalnya mengirim data
tentang jadwal pengiriman dan desain produk. Pre-
internet, link EDI (Electonic Data Interchange)
memberikan suatu tipe koneksi ektranet yang
didedikasikan untuk pelanggan individual. Meskipun
37
terdapat sisa-sisa terkait dengan pengamanan transmisi
World Wide Web, extranet memberikan makna efektif
dari komunikasi di antara partner transaksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Song dan Shin (2010: 2)
menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang berkaitan dengan
e-government yang ada di Korea yaitu faktor lingkungan,
kepemimpinan dan rencana institusi, visi dan tujuan, serta
prioritas dan tampilan. E-government yang terus diinovasi bukan
hanya akan mempengaruhi efisiensi dan produktivitas namun
juga transparasi dan catatan pemerintah, sehingga mampu
menfasilitasi antara pemerintah dengan masyarakat melalui
partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan. Model evaluasi
e-procurement yang ada dalam penelitian tersebut yaitu:
38
Table 1. Framework of Analysis25
Faktor Pertanyaan Elemen yang Dianalisis
Lingkungan Dimana - Political, economic, social, technological situations
Kepemimpinan dan
kelembagaan
Siapa dan bagaimana
a. Kepemimpinan dan kesadaran sosialb. Lead/partner organizations, dan dukungan regulasic. Alokasi sumberdaya: finance, manpower, technologyd. Perceived benefits in using the system(s)e. Perceived problems in using the system(s)f. Supporting integrityg. Supporting transparencyh. Legislative support for system
Visi dan Tujuan Mengapa a. Visionb. Policy goals
Prioritization/fungsionalitas
Apa dan dimana
a. System typeb. System functionalityc. System descriptiond. System architecturee. System communication standardsf. Security technologies and document transfersg. Authenticationh. System performance, availability and reliabilityi. Interfacing with other systemsj. System capability monitoring and Auditsk. Business Issues
Kinerja Hasil
a. Overview of strategy appliedb. Specific implementation strategy subcomponentsc. Procurement outcomes achieved national
informatization indexd. UNDESA & ITU index
Diadopsi dari Hee Joon Song and Su Kyoung Shin, Historical Approach to E-Government of Korea: Lessons Learned and Challenges Ahead, www.kapa21.or.kr/data dan Curtin University of Technology.
ADP (2004: 6) menjelaskan bahwa komponen yang dapat
diterapkan dalam E-GP meliputi:
Table 1.2. Komponen E-GP ADP (2004: 6)
25 www.kapa21.or.kr/data dan Curtin University of Technology
mengenai implementasi e-procurement di dalam sektor publik.
Manus (Croom and Jones, 2005: 372) mengidentifikasikan
adanya harapan terhadap efisiensi biaya dan proses sebagai
motivasi utama bagi implementasi sektor publik. Dirinya
mengamati bahwa terdapat perdebatan tentang beberapa prinsip
fundamental di belakang penghubung (procurement) sektor
publik, meliputi memenangkan penawaran terendah. Kedua,
studi kasus terhadap penghubung di Taiwan. Hambatan utama
implementasi e-procurement ditemukan menjadi perlawanan
budaya untuk merubah dalam penetapan proses dan praktek
penghubung.
40
Heijboer (Croom and Jones, 2005: 372) mengusulkan
kerangka kerja bagi operasionalisasi implementasi atau
pergerakan (roll-out) e-procurement. Dalam tulisannya, dirinya
mengusulkan model analitikal berdasarkan ROI dan pembayaran
kembali yang merupakan hasil dari pergerakan e-procurement
komoditi oleh komoditi. Model tersebut mengusulkan bahwa
organisasi seharusnya menentukan pergerakan e-procurement
dengan tujuan untuk “quick winner” atau “harvesting the low
hanging fruit”.
Menurut Koorn, Smith, dan Mueller (Vaidya, Sajeev dan
Callendar, 2006: 70) untuk membedakan e-procurement dengan
tiga tipe sistem e-procurement yaitu Buyer e-Procurement
System, Seller e-Procurement System, dan Online
Intermediaries. Penelitian itu fokus pada Buyer e-Procurement
System, yang memperhatikan e-procurement, yaitu Enterprise
Portal dan Enterprise Application.
Survey yang dilakukan oleh Curtin University of
Technology (2007: 8)26 bertujuan untuk memahami informasi
dalam sistem e-procurement yang dapat digunakan secara umum
di World Bank, the Asian Development Bank dan Inter
American Development. Implementasinya diterapkan di tiga
wilayah yang berbeda yaitu Amerika, Asia Pasifik dan Eropa.
Negara-negara tersebut menggunakan perjanjian dalam 26 Ibid.
41
menerapkan e-government procurement. Survey ini dapat
mengetahui fungsi dari nilai informasi, infrastruktur dan
implementasi dari sistem e-procurement serta mempelajari
kunci kesuksesan ketiga negara tersebut dalam membangun
sistem.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip koordinasi
yang dilakukan oleh Bang Dunia untuk setiap negara. Prinsip
koordinasi ditunjukkan dengan identifikasi dan distribusi
responden mengenai negaranya. Responden dibedakan menjadi
lima kelompok: 1) panitia manajemen government procurement
yang bertanggung jawab terhadap manajemen, operasional dan
penerapan government procurement; 2) bisnis dan staf teknis
dari organisasi yang membangun, memodifikasi serta merawat
system; 3) agen-agen sentral yang menjadi kunci di sektor
publik yang merupakan stakeholder dalam system; 4) Suppliers;
5) buyer27.
Tabel 1.3.
Hasil Survey (Curtin University of Technology, 2007: 92-93)
27 Ibid.
42
Komponen Responden1 2 3 4 5
1 Survey Respondent Profile X X X X XPART A
Functionality2 System Type X X X X X3 System Functionality X X X X X
Business and Governance Issues4 Benefits in using the system(s) X X X X X5 Problems in using the system(s) X X X X X6 Supporting integrity X X X X X7 Supporting transparency X X X X X8 Legislative support for system X X X X X
PART BTechnical dan Business Issues
9 System description X X10 System architecture X X11 System communication standards X X12 Security technologies and
document transfersX
13 Authentication X X14 System performance, availability
and reliabilityX X
15 Interfacing with other systems X X16 System capability monitoring and
AuditsX X
17 Business Issues X XCost Estimates
18 System cost parameters X X19 System development costs X X20 Implementation costs X X21 Annual ongoing operational costs X X
Implementation Strategy22 Overview of strategy applied X X23 Specific implementation strategy
subcomponentsX X
24 Procurement outcomes X X25 Success factors and lessons
learnedX X
Popularitas internet secara signifikan telah
43
mempengaruhi intensitas organisasi untuk menggunakan
teknologi sistem inter-organisasional yang baru (IOS/Inter-
Organizational System), seperti e-Procurement. Sedangkan para
peneliti dari disiplin ilmu/bidang Sistem Informasi
(IS/Information System) dan manajemen telah mempelajari hal-
hal terkait implementasi IOS tradisional di sektor privat dari
berbagai perspektif, terdapat beberapa studi implementasi dalam
Internet atau Web-based IOS khususnya dalam e-Procurement
di sektor publik. Lagipula, sementara itu terdapat beberapa studi
akademik yang dibawa/dituntun ke dalam nilai dari B2B e-
Procurement, proses penghubung e-Commerce, klasifikasi
struktur transaksi e-Procurement dan dampak e-Procurement
terhadap hubungan antara pembeli-penjual (Carr & Smeltzer,
2002), terdapat studi-studi empirik yang relatif detail dalam
implementasi e-Procurement (Croom dan Jones, 2005: 369).
Pembangunan dalam implementasi IOS tradisional,
penelitian tentang e-Procurement telah meliputi berbagai macam
pengukuran dan konstrak untuk memahami dan memprediksi
keberhasilan implementasi. Studi A CGEC (Vaidya et all, 2006:
74) menyatakan bahwa bagian yang signifikan yang mengawali
suatu dalil pada akhirnya seringkali tidak tersampaikan karena
adanya masalah yang berhubungan dengan teknologi, proses
bisnis, dan/atau isu individu/organisasional. Sesuai dengan hal
44
tersebut, Local Authority Strategy untuk laporan e-Procurement
telah mengidentifikasi tiga area, di mana strategi implementasi
e-Procurement seharusnya difokuskan untuk menjamin bahwa
praktek, proses, dan sistem yang dikehendaki dikembangkan dan
dijalankan dalam suatu tindakan yang konsisten melewati sektor
publik. Tiga area tersebut adalah organisasi dan manajemen,
praktek dan proses, serta sistem dan teknologi. Ketiganya
disebut sebagai perspektif implementasi (implementation
perspective) dan merupakan tujuan dalam penelitian ini. Tiap
perspektif tersebut merupakan aspek yang penting dalam proses
implementasi e-Procurement. Seluruh model konseptual dalam
penelitian ini disajikan dalam gambar di bawah ini, di mana
menekankan pada pengaruh antara tiga perspektif dan keinginan
untuk melayani sebagai dasar bagi perkembangan suatu ilmu
tentang dampak CFSs di dalam perspektif implementasi dan
keberhasilan permulaan e-procurement.
45
CFSs Implementation Perspectives Impact
CFS1 Organization & Management e- Procurement
CFS2 Practise & Processes implementation
....... System & Technology success
CFSs
Sumber: Vaidya et all (2006: 75)
Gambar 1.2.
Kerangka Kerja Konseptual
Publik merupakan fungsi penting pemerintah. Publik
harus dapat memuaskan demi kebaikan pekerjaan, sistem, dan
pelayanan. Lagi pula, di sektor publik harus mampu menjangkau
prinsip dasar sebagai kepemerintahan yang baik, yaitu:
transparansi, pertanggungjawaban, dan integritas. Prinsip pokok
kepemerintahan lainnya adalah mencapai nilai uang (DOF,
2001). Tetapi Publik telah dilupakan di area pendidikan
akademik dan penelitian, meskipun kesatuan pemerintahan, ahli
ilmi tata negara, dan ahli profesional sektor publik telah
menyepakati suatu kesepakatan besar untuk memperhatikan
perbaikan dan pembentukan kembali penghubung
(procurement).
Kebijaksanaan yang konvensional menyarankan supaya
46
pemerintahan membedakan dirinya dengan penghubung privat.
Di sektor publik merupakan permasalahan yang besar dan
kompleks, terhitung antara 20% dan 30% dari GDP (Gross
Domestic Product) dan secara tradisional berusaha untuk
menjangkau kenyataan yang objektif di lingkup sosial dan
politik. Pemerintah memberikan pelayanan yang baik dan
memelihara layanan yang penuh pertanggungjawaban serta
transparansi, menggunakan sistem kontrak yang kompleks yang
didesain untuk melindungi minat publik. Sementara itu,
penghubung di sektor privat dilakukan di bawah sponsor/wali
tiap-tiap individu dengan ketetapan pengawasan dan
kepemerintahan, kemudian penghubung di sektor publik harus
beroperasi di dalam range regulasi dan pengawasan yang
ditetapkan untuk menyelesaikan hal yang diinginkan sosial, baik
dari segi ekonomi, keuangan dan kelengkapan audit publik. Isu
tentang permintaan untuk melakukan penawaran atau
mengajukan proposal terhadap produk atau pelayanan yang khas
untuk masing-masing kontrak acara dan skala ekonomi dari
pemerintah yang resmi merupakan hal yang sulit dicapai.
Terdapat pula tawar-menawar dan keuntungan biaya dari
kekhasan pemerintah terhadap publik yang menghasilkan biaya
transaksi yang tinggi.
Perbedaan yang utama adalah hubungan antara pembeli
47
dan suplier pada tiap-tiap kesatuan. Di sektor publik, pembeli
berusaha untuk memasukkan beberapa penjual yang
memungkinkan untuk masuk ke dalam garis/batas kompetisi dan
memaksimalkan keuntungan akan nilai uang. Sedangkan di
sektor privat, pembeli boleh menggunakan sedikit suplier
berdasarkan hubungan yang penuh kepercayaan untuk
meminimalkan resiko dalam operasi. Pemerintah juga
diwajibkan untuk membuka informasi tentang pembelian dan
kontrak kepada publik. Hal tersebut meliputi detail tentang
hasil/keputusan kontrak pemerintah. Sementara itu, pengawasan
dan pembuatan undang-undang pemerintah telah ditetapkan
untuk membatasi diskriminasi dalam pemerintah.
E. Definisi Konsepsional
Definisi Konsepsional yaitu salah satu unsur penelitian yang penting
dan merupakan definisi yang dipakai oleh peneliti untuk menggambarkan
secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena alami. Definisi
konsepsional ini dimaksudkan sebagai gambaran yang lebih jelas untuk
menghindari kesalahpahaman terhadap pengertian tentang istilah yang ada
dalam pokok permasalahan. Adapun pengertian definisi konsepsional dalam
pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
48
Implementasi LPSE adalah penerapan unit kerja atau
pelaksana yang menfasilitasi Panitia Pengadaan atau Unit Layanan
Pengadaan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah secara
elektronik. LPSE ini ialah unit kerja yang berada di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi
(K/L/D/I) yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan
Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik.
2. Unit Layanan Pengadaan (ULP)
Implementasi ULP adalah sistem dan unit organisasi
pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa,
artinya unit inilah yang melaksanakan proses pengadaan mulai dari
menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai dengan
melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap
penawaran yang masuk.
F. Definisi Operasional
Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah unsur penelitian
yang memberitahu bagaimana cara mengukur variable. Dengan kata lain
definisi operasional adalah petunjuk dan pelaksana untuk mengukur suatu
variable.28
Adapun definisi operasional dalam penyusunan skripsi yang mengenai
Penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Studi Kasus; 28 Sofyan Effendi dan Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1986
49
Impelementasi Sistem E-Procurement di Kota Yogyakarta adalah
1. Penerapan LPSE
a. Penerapan dalam mengelola sistem e-procurement.
b. Penerapan dalam menyediakan pelatihan kepada PPK atau
Panitia dan Penyedia barang atau jasa.
c. Penerapan dalam menyediakan sarna akses internet bagi
PPK/Panitia dan Penyedia barang atau jasa.
d. Penerapan dalam melakukan pendaftaran dan verifikasi
terhadap PPK atau Panitia dan Penyedia barang atau jasa.
2. Penerapan ULP
a. Penerapan dalam melaksanakan proses pengadaan mulai dari
menyusun rencana pemilihan penyedia barang dan jasa sampai
dengan melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga
terhadap penawaran yang masuk.
b. Penerapan dalam memberikan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.
G. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang ada di kerangka teori, maka kerangka
50
pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
Input Proses Output Outcome
- Regulasi - Kontrak - Transparasi
Pekerjaan yang ditender - ULP - Pelaksanaan kontrak - Efisiensi
- Kelembagaan - Evaluasi kontrak - Efektivitas
e-government yang baik
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa input yang ada
merupakan pekerjaan yang ditender sedangkan prosesnya meliputi regulasi,
ULP serta kelembagaan. Output dari kegiatan yaitu kontrak, pelaksanaan
kontrak dan evaluasi. Outcome kegiatan yaitu transparasi, efisiensi maupun
efektivitas.
H. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
empiris. Penelitian empiris yaitu metode penyusunan yang
mendeskripsikan fakta-fakta yang digali dari objek penelitian apakah
sesuai atau tidak pelaksanaannya dengan peraturan perundang-undangan.
b. Sumber Data
Mengenai sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
51
yaitu dengan menggunakan:
1. Data Primer
Data yang diperoleh dari wawancara mendalam (in-depth interview)
dengan pihak-pihak yang terkait yaitu LPSE dan ULP dengan obyek
yang diteliti serta memberikan pertanyaan lisan kepada yang terkait
seperti Unit Layanan Pengadaan.
2. Data Sekunder
Pemakaian data sekunder dalam penelitian merupakan keperluan utama,
karena penelitian ini berkaitan dengan data sekunder yang digunakan