Makalah Kemiskinan, Kesenjangan, dan Pembangunan Dosen Pengampu: R.M. Gunawan Soemodiningrat, Prof. Dr., M.Ec. (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomika Pembangunan 1) Disusun oleh: 1. Ogi Muchamad Rizali (09/282581/EK/17561) 2. Raushanfikr Muthahhari (09/286689/EK/17622) 3. Syarifudin Zuhdi (09/288824/EK/17711) FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
17
Embed
mutosagala.files.wordpress.com · Web viewDibawah ini disajikan grafik tingkat pengangguran terbuka menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2012 yang ada di Indonesia, dilihat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Makalah
Kemiskinan, Kesenjangan, dan Pembangunan
Dosen Pengampu: R.M. Gunawan Soemodiningrat, Prof. Dr., M.Ec.
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomika Pembangunan 1)
Disusun oleh:
1. Ogi Muchamad Rizali (09/282581/EK/17561)
2. Raushanfikr Muthahhari (09/286689/EK/17622)
3. Syarifudin Zuhdi (09/288824/EK/17711)
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
MENGUKUR KETIMPANGAN DAN KEMISKINAN
Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun lalu, tampaknya kita
mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis tersebut telah menimbulkan dampak sosial-
ekonomi-politik yang luar biasa bagi Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung
membaik, indikator ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi
bagi kebanyakan manusia Indonesia. Eksklusi tersebut timbul karena redistribusi pendapatan dan
tentunya juga redistribusi kekuatan ekonomi-politik yang berlangsung secara tiba-tiba dalam
perekonomian kita, ketika krisis itu menghantam (Abdullah, 2007; Kuncoro, 2012). Eksklusi bagi
mereka yang sudah miskin dan mereka yang menjadi miskin karena krisis, tidaklah teatrikal, tapi amat
kasat mata dan nyata. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat menyesakkan bagi
mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-ekonomi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa indikator yang sering digunakan oleh para peneliti untuk
mengukur ketimpangan di suatau negara atau daerah.
1. Size distributions (quintiles, deciles)
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu
atau rumah tangga. Cara mendapatkan penghasilan itu tidak dipermasalahkan. Oleh karena itu
para ekonom cenderung mengurutkan semua individu berdasarkan pendapatan yang
diterimanya, lantas membagi total populasi kedalam beberapa nkelompok atau ukuran.
Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau kuantil dan 10 kelompok atau desil.
2. Lorenz curves
Indeks gini seringkali ditampilkan bersamaan dengan kurva Lorenz, yang menggambarkan
hubungan antara pangsa kumulatif pendapatan dan penduduk. G adalah indeks gini yang
diturunkan dari kurva Lorenz dengan cara membagi daerah yang dibatasi oleh garis diagonal
dan kurva Lorenz dengan total daerah pada segitiga yang lebih rendah
3. Gini coefficients and aggregate measures of inequality
Dari semua pengukur ketimpangan, indeks gini adalah yang paling sering dipakai sebagai
indikator ketimpangan. Salah satu yang menarik dari indeks gini ialah pendekatannya yang
sangat langsung terhadap ukuran ketidakmerataan, memuat perbedaan di antara setiap
pasangan pendapatan, yang sejauh ini merupakan ukuran ketidakmerataan ekonomi yang
paling populer. Pada kenyataannya, pasangan-pasangan yang diobservasi yang dipakai dalam
penghitungan Indeks gini digunakan untuk menghasilkan Kurva Lorenz. Hal ini dilakukan
dengan mem-plot pasangan pangsa (kumulatif) pendapatan dan penduduk dalam sebuah kotak.
Nilai dari indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa seluruh
pendapatan terbagi secara merata terhadap seluruh unit masyarakat (perfect equality), sedang
nilai 1 berarti seluruh pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang atau satu unit saja pada
keseluruhan distribusi (perfect inequality). Ketimpangan yang rendah mempunyai nilai indeks
gini sebesar 0,4 atau di bawahnya. Ketimpangan yang tinggi apabila mempunyai indeks gini di
atas 0,4 dalam distribusinya.
4. Functional distributions
Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing
faktor produksi. Relevansi teori fungsional kurang tajam, karena tidak memperhitungkan
peranan dan pengaruh kekuatan diluar pasar.
KEMISKINAN, KETIMPANGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan meskipun kedua istilah
ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis
kemiskinan tertentu. Penduduk disebut miskin bila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan
di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang antara
mereka yang kaya (baca: pendapatan tinggi) dan miskin (baca: pendapatan rendah) (Taylor, 2012).
Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi
ketika suatu perekonomian membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun
membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun, ketika pasar modal
turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang
mengalami kerugian dari transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.
Gambar 6.1 menunjukkan bagaimana perkembangan pertumbuhan ekonomi, ketimpangan
pendapatan, dan kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2002. Masalah klasik growth versus equity
nampaknya terjadi. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat ternyata ketimpangan pendapatan, yang
diukur dengan indeks gini, juga meningkat, namun kemiskinan cenderung menurun. Dengan kata lain,
makin tinggi pertumbuhan memang jumlah dan tingkat kemiskinan cenderung menurun, namun
ketimpangan antar si kaya dan miskin cenderung semakin lebar saat pertumbuhan ekonomi semakin
meningkat.
Masalah ketimpangan ini dalam praktik sering memicu kecemburuan sosial dan kekerasan
yang sering terjadi berbagai daerah di Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia
seyogyanya mampu memberikan kesejahteraan masyarakat jika regulasi berpihak kepada rakyatnya.
Namun, yang terjadi sebaliknya kesenjangan terjadi di mana-mana. Misalnya, di daerah yang miskin
dan APBD-nya rendah, para pejabat dan kepala dinasnya mengendarai mobil-mobil mewah. Tak
ketinggalan para kontraktor sebagai mitra kerja Pemda juga ikut menampilkan gaya hidup mewah di
tengah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Belum lagi perusahaan-
perusahaan yang mengeksploitasi alam secara besar-besaran di daerah, masyarakat di sekitarnya
hanya bisa menjadi penonton, mendorong mulculnya kecemburuan sosial, dan terus memicu
kesenjangan. Akibatnya masyarakat mengalami frustrasi sosial yang berujung pada perbuatan
kriminal atau kekerasan lainnya (Sismosoemarto, 2012: 478-484).
Gambar 6.1. Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Indeks Gini, 2002-2011
Sumber: BPS (2012)
Selain ketimpangan dan kecemburuan sosial, kekerasan pada hakekatnya merupakan persoalan
pemenuhan kebutuhan dasar. Studi beberapa ekonom dan sosiolog dunia tentang kekerasan lebih
sering terjadi di negara-negara Afrika dan negara berkembang. Mereka melakukan kekerasan karena
frustrasi akibat akses lapangan kerja yang sangat minim. Akibatnya, mereka tidak bisa mendapatkan
pemenuhan kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Pada gilirannya kekerasan muncul ketika
masyarakat tidak tahu lagi ke mana dan bagaimana caranya memenuhi kebutuhan hidup bahkan untuk
yang paling mendasar sekalipun. Oleh karena itu, pemerintah harus melihat kekerasan sebagai
persoalan yang berdiri sendiri dan sesegera mungkin mengatasinya. Bukan tidak mungkin
ketimpangan dan kemiskinan yang akan dibahas dalam makalah ini merupakan faktor utama pemicu
kekerasan dan tindak kriminal lainnya.
Kemiskinan Absolut: Cakupan dan Ukuran
Sebagian besar proyeksi menyatakan bahwa jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan akan
meningkat selama dekade berjalan sebelum menurun selama sisa abad, dengan harapan akan hilang
selamanya dengan bergantinya abad. Hasil ini sangat tergantung pada dua faktor: pertama, tingkat
pertumbuhan ekonomi—dengan syarat bahwa hal ini berjalan secara berkesinambungan—dan kedua,
jumlah sumber daya yang dialokasikan untuk program-program pengentasan kemiskinan dan kualitas
dari program-program tersebut. Pertumbuhan yang cepat dan berkesinambungan, serta pengentasan
kemiskinan yang terancang baik dan dilaksanakan tepat waktu benar-benar dapat mengurangi
kemiskinan absolut dengan lebih cepat; namun tanpa kedua faktor ini, tujuan tersebut tidak akan
tercapai sama sekali.
Pertumbuhan dan Kemiskinan
Ada beberapa pendapat mengenai pertumbuhan dan kemiskinan. Biasanya banyak yang
berpendapat bahwa pertumbuhan yang cepat berakibat buruk kepada kaum miskin, karena mereka
akan tergilas dan terpinggirkan oleh perubahan struktural pertumbuhan modern. Disamping itu,
terdapat pendapat yang santer terdengar di kalangan pembuat kebijakan bahwa pengeluaran publik
yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan akan mengurangi dana yang dapat digunakan untuk
mempercepat pertumbuhan. Pendapat yang mengatakan bahwa konsentrasi penuh untuk mengurangi
kemiskinan akan memperlambat tingkat pertumbuhan sebanding dengan argumen yang menyatakan
bahwa derajat ketimpangan yang rendah akan mengalami tingkat pertumbuhan yang juga lambat.
Hubungan yang dekat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan yang terjadi diantara
golongan miskin tidak begitu saja mengindikasikan hubungan sebab akibat. Sebagian dari kemajuan
yang dinikmati golongan miskin dapat saja berasal dari pendapatan, pendidikan, dan kesehatan yang
lebih baik diantara golongan miskin untuk mempercepat pertumbuhan secara menyeluruh. Lebih
lanjut, pengurangan kemiskinan mungkin tanpa pertumbuhan yang tinggi. Namun apapun sebabnya,
yang jelas pertumbuhan dan pengangguran kemiskinan merupakan dua tujuan yang bisa dicapai secara
bersamaan.
Karakteristik Ekonomi Kelompok Masyarakat Miskin
Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat
tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelas bahwa pada tingkat distribusi
pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan perkapita yang ada, akan semakin rendah jumlah
kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan perkapita tidak menjamin lebih
randahnya tingkat kemiskinan absolut. Namun penggambaran kemiskinan absolut secara garis besar
saja tidaklah cukup. Sebelum kita memuaskan program dan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk
memerangi sumber-sumber kemiskinan, perlu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa
yang termasuk dalam kelompok miskin itu, dan apa saja karakteristik ekonomi mereka.
Kemiskinan dan Pedesaan
Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata
pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya
dengan sektor ekonomi tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anka-anak daripada laki-laki
dewasa, dan mereka sering terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.
Dapat dilihat dari grafik dibawah ini seperti kasus di Indonesia tingkat kemiskinan di pedesaan
masih tergolong banyak dibandingkan tingkat kemiskinan di perkotaan terutama pada indonesia
bagian barat dan indonesia bagian timur yang memiliki ketimpangan yang sangat besar terutama di
propinsi Papua dan Nusa Tenggara. Berbeda dengan propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI yogyakarta,
dan Banten memiliki jumlah kemiskinan di pedesaan yang relatif lebih sedikit daripada di perkotaan.
Grafik 01
Sumber: BPS Diolah
Grafik 02
Sumber: BPS Diolah
Grafik 03
Sumber: BPS Diolah
Yang menarik walaupun sebagian besar penduduk dengan kemiskinan absolut tinggal di
daerah pedesaan, bagian terbesar dari pengeluaran sebagian besar pemerintahan negara berkembang
selama seperempat abad terakhir justru lebih tercurah ke daerah-daerah perkotaan dan berbagai sektor
ekonominya yakni sektor-sektor manufaktur modern dan komersial. Pengeluaran pemerintah yang
berupa investasi langsung kedalam sektor ekonomi yang produktif atau pengeluaran di bidang
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat, tercurah berat sebelah ke sektor
modern di perkotaan.
Kaum Wanita dan Kemiskinan
Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Yang paling menderita dalam
kemiskinan serta kekurangan adalah kaum wanita dan anak-anak, mereka juga kekurangan gizi, dan
mereka pula yang paling sedikit memerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai
bentuk jasa sosial lainnya. Banyaknya wanita yang menjadi kepala rumah tangga, randahnya
kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, berbagai tunjangan sosial,
dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini
turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga posisi mereka secara finansial
kurang stabil apabila dibandingkan dengan pria.
Dibawah ini disajikan grafik tingkat pengangguran terbuka menurut kelompok umur dan jenis
kelamin tahun 2012 yang ada di Indonesia, dilihat dari keseluruhan grafik dapat disimpulkan bahwa
pengangguran terbanyak di rata-rata kelompok umur masih di dominasi oleh wanita, namun
perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan dan jumlah pengangguran laki-laki pun lebih dari separuh
dari jumlah pengangguran wanita.
Grafik 04
Sumber: BPS Diolah
Kemudian akan disajikan grafik Persentase Rumah Tangga menurut Provinsi, Jenis Kelamin KRT
yang Bekerja, dan Daerah Perkotaan Tempat Tinggal, 2010 sebagai berikut:
Grafik 05
Sumber: BPS Diolah
Dari keseluruhan propinsi persentase terbanyak yang bekerja di perkotaan rata-rata semuanya
masih didominasi oleh laki-laki yang bekerja, hal tersebut mangindikasikan bahwa kesempatan kerja
bagi wanita masih relatif kurang. Mari kita bandingkan dengan persentase pekerja rumah tangga yang
berada di pedesaan.
Grafik 06
Sumber: BPS Diolah
Berbeda dengan di perkotaan, tenaga kerja yang bekerja di pedeaan antara laki-laki dan
perempuan cenderung perbedaan persentasenya tidak begitu signifikan di beberapa daerah seperti di
propinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sumatera Barat, dan lain sebagainya. Hal tersebut
mangindikasikan bahwa peluang kerja di pedesaan untuk perempuan besar sekali, oleh karena itu
kaum perempuan tidak mempunyai kesempatan yang besar untuk bekerja di perkotaan yang kemudian
mengalami kemiskinan.
Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan
Dari berbagai penelitian, sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami
malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur.
Cakupan Pilihan Kebijakan: Beberapa Pertimbangan dan Pilihan Kebijakan
Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan kemiskinan serta
menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah mengetahui segenap pilihan cara yang
tersedia, dan memilih yang terbaik diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Bidang-bidang intervensi
Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah
yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang
merupakan faktor penentu utama atas baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-
negara berkembang. Adapun keempat elemen tersebut adalah:
1. Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi
tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi oleh harga dari masing-masing faktor
produksitersebut, tingkat pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan
nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2. Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian
yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang disandarkan pada kepemilikan dan
penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan
tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut
pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.
3. Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi melalui
pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4. Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan rendah,
melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan
pendapatan kaum miskin secara langsung maupun tidak langsung
Kesimpulan
Masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah yang sangat penting untuk
dicermati dalam tatanan masyarakat yang beradab. Secara normatif hal tentang penghapusan ihwal
kemiskinan dan kesenjangan adalah termasuk hal yang harus dicermati dalam perencanaan
pembangunan Ekonomi.
Sebelum mengambil kebijakan, terlebih dahulu pengambil kebijakan harus mengetahui
bagaimana kondisi kemiskinan dan kesenjangan terjadi di dalam wilayahnya. Salah satunya yaitu
dengan cara mengidentifikasi kedua hal tersebut dengan metode statistik pengukur kesenjangan; yakni
menggunakan metode statistik kuantil, desil, kurva lorenz, gini, dan lainnya. Juga dalam mengukur
kemiskinan, terdapat metode berupa penghitungan pendapatan, kemiskinan absolut, dan yang lain.
Metode penghitungan kemiskinan dalam perkembangannya juga mengalami banyak
penyempurnaan dalam teorinya. Hal ini karena masalah tentang kemiskinan juga ternyata melibatkan
banyak aspek yang multidimensional.
Selain itu juga masalah kemiskinan dihadapkan dengan karakteristiknya yang spesifik pada
berbagai jenis masyarakat, seperti masyarakat desa, kota, ataupun golongan gender wanita. Dalam
jenis-jenis masyarakat yang berbeda, kemiskinan dapat ditafsirkan sesuai konteks sosial yang
dihadapi.
Dalam strategi pembangunan, diperlukan strategi pertumbuhan yang inklusif. Inklusif berarti
bahwa "trickle down effect" dari pertumbuhan juga harus dapat dinikmati oleh mereka yang berada
dalam golongan income rendah. Dengan strategi itu diharapkan kemiskinan dan kesenjangan bisa