KELAHIRAN II : CINTA BAGAI BUNGA Oleh: Masrovi (Prastika Mahadewi-syster) Kutulis cerita ini sebagai gambaran bagi khalayak tentang kehidupan kaum aktivis kerohanian islam (Rohis).Mulai dari kebudayaan, adab pergaulan sampai ke istilah-istilah khusus yang terproyeksi dalam kehidupan sehari-hari. Semua hal diatas hanya dikemas secara tersirat.Karena untuk menggambarkannya secara utuh tetapi menarik (sebagai Mohammad Rofi’i production 2008 1
45
Embed
pemunajatcinta.files.wordpress.com · Web viewAku suka sekali membaca kitab itu, dulu aku pernah punya keinginan untuk mengkaji kitab itu di pondok pesantren sekitar kampusku, tapi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KELAHIRAN II : CINTA BAGAI BUNGA
Oleh:Masrovi
(Prastika Mahadewi-syster)
Kutulis cerita ini sebagai gambaran bagi khalayak tentang kehidupan kaum aktivis kerohanian islam (Rohis).Mulai dari kebudayaan, adab pergaulan sampai ke istilah-istilah khusus yang terproyeksi dalam kehidupan sehari-hari.
Semua hal diatas hanya dikemas secara tersirat.Karena untuk menggambarkannya secara utuh tetapi menarik (sebagai sesuatu yang sempurna) bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.Untuk itu semuanya telah diatur dan dikemas dengan tetap menunjukkan sisi komersial seperti:
Mohammad Rofi’i production 20081
adanya kisah percintaan, kehidupan sosial dan lain-lain.
Semoga setelah membaca tulisan-tulisan ini pembaca akan semakin mengerti dan memahami tentang wacana kehidupan yang selama ini hanya disoroti dari satu sisi belaka.
Dan semoga setelah adanya tulisan ini, celah-celah kehidupan keagamaan akan semakin menipis dan hidup kembali harmonis.
BAB I
WANITA ITU
Pagi ini seakan terasa menjadi pagi yang berhiaskan embun
surgawi.Perlahan kubuka jendela kamarku, kuhirup sejuknya udara segar
yang kesegarannya melebihi juice melon diterik siang pada musim
kemarau. Oh..betapa luar biasa anugerah dan nikmat yang diberikan oleh
Allah SWT kepada para hamba-Nya. Aku merasa takjub dengan semua ini.
Sejenak aku larut dalam perasaanku hingga tak sadar bahwa sedari
tadi Idris, teman satu kos ku memanggil-manggil.
“Mas Rafli....Mas Rafli, komputernya sudah bisa dipinjam belum?”
Aku kaget dengan sapaannya yang menggunakan nada agak keras
itu.
“Maaf Mas, kaget ya...habis dari tadi dipanggil-panggil nggak
nyahut-nyahut sih. Jadi agak dikerasin volumenya” katanya sambil
melontarkan rasa bersalah.
“Ah ngga apa-apa Id, Aku yang salah, ngelamun tadi..” tandasku.
“Lah gimana, sudah bisa dipinjam belum komputernya?, kalo
sudah nganggur gantian aku yang pakai ya?”
“Iya...silahkan dipakai aja. Aku sudah selesai”
Aku ingat kembali kalau tadi malam aku habis nglembur
mengerjakan editan skripsiku yang baru memulai bab satu. Tapi aku
merasa senang karena meskipun nglembur sampai jam satu, tapi aku tetap
bisa bangun jam empat pagi, tepat saat adzan subuh berkumandang. Jadi
aku masih diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk menyempurnakan
ibadah wajib itu dengan shalat berjamaah di masjid. Subhanallah.... luar
biasa, aku sangat menyukai momen-momen seperti itu.
Setelah merasa badan sudah segar dan siap bergelut dengan hawa
dingin air dikamar mandi, aku langsung segera mengambil handuk dan
perlengkapan mandi setelah itu bergegas kebelakang. Alhamdu Lillah
teman-teman satu kos belum ada yang mau mandi, jadi aku tidak perlu
mengantri.
Kebetulan hari ini aku harus ke kampus pagi-pagi sekali, tepat
pukul tujuh aku harus ketemu Pak Teguh, dosen pembimbing skripsiku
untuk menyerahkan revisi kemarin. Pak Teguh orang yang sangat disiplin,
beliau tidak suka dengan mahasiswa yang telat. Aku merasa beruntung
mendapat dosen pembimbing seperti itu, karena jika tidak dipaksakan
Mohammad Rofi’i production 20083
untuk disiplin, aku akan sulit untuk menjadi manusia yang disiplin. Jadi
pertemuanku dengan Pak Teguh bisa melatihku untuk senantiasa hidup
disiplin.
Selesai mandi aku langsung ke kamar untuk ganti baju. Aku dapati
handphoneku berdering-dering dengan kencang. Tanpa basa-basi lagi aku
langsung mengambil alat komunikasi itu.
“Sudah dari tadi kok Mas, tapi aku nggak berani ngangkat, takut
penting” seloroh Idris kepadaku
Kulihat ternyata yang mencoba menelfonku adalah Risma, temen
satu angkatan, satu jurusan sekaligus satu program studi di kampus.
“Assalamu’alaikum Mas Rafli...”
“Wa alaikum salam...”
“Nanti sampeyan mau bimbingan skripsi sama Pak Teguh ya?”
“Iya...pagi-pagi sekali, jam tujuh. Ini aku sudah mandi, tinggal
ganti baju terus berangkat ke kampus. Dek Risma butuh sesuatu yang bisa
kubantu?”
“Iya Mas, tolong bilangin ke Pak Teguh kalau aku belum bisa
nyerahin revisi sekarang, soalnya kemarin waktuku habis buat nungguin
adik kosku di rumah sakit. Soalnya anak kos pada pulang semua, jadi
tinggal aku sama Nani yang jagain bergantian. Aku juga gak bisa ke
kampus buat ngomong langsung, pagi ini aku harus ke rumah sakit buat
nggantiin Nani. Terus sampaikan juga maafku pada beliau ya...”
“Iya.....nanti Insya Allah aku sampaikan pada beliau”.
“Makasih banyak ya Mas.....”
“Sama-sama......salam buat temenmu yang sakit itu, aku turut
berdo’a agar dia cepet sembuh”
“Ya udah nanti aku sampaikan... wassalamu’alaikum...”
“.Wa alaikum salam.....”
Yah....begitulah Risma, meskipun kami satu angkatan tapi
perempuan asal Jombang Jawa Timur itu lebih suka memanggilku Mas,
dan katanya ia juga lebih suka kalau ku panggil adik. Tidak tahu mengapa
sebabnya, yang jelas itu permintaan dari dia yang tidak bisa aku tolak.
Asalkan bisa membuat hatinya senang, memanggil apapun baik adik
Tepat jam setengah delapan aku dan teman-teman sudah sampai
didepan kosnya Risma.
“Assalamu’alaikum................”
“Wa alaikum salam..... wah pangerannya Mba Risma sudah
dateng” jawab seorang wanita dari belakang pintu.
Mohammad Rofi’i production 200815
Kalau aku boleh menebak, wanita itu pasti Nani, teman satu kos
dengan Risma. Karena yang ada dikos katanya hanya dia, Nani dan Tiwi.
Tapi Tiwi kan baru sembuh dari sakit, jadi nggak mungkin membukakan
pintu malam-malam.
“Tuh bener kan firasatku Mas, temen satu kosnya aja nyebut Mas
Rafli sebagai pangeran buat Mba Risma” Idris kembali menggoda. Tapi
aku acuh, aku tak mau meributkan hal semacam itu ditempat orang lain.
Apalagi ini dikosnya Risma.
Tak lama kemudian orang yang punya gawe keluar.
“Mas Rafli masuk, temen-temennya diajak juga ya. Nih disini
sudah pada ngumpul kok” sapa Risma dengan suara khas wanita yang
lembut dan penuh kesahajaan.
Aku melihat disana juga ada teman-teman kampusku yang lain.
Tapi yang ada hanya para wanita. Rupanya satu-satunya lelaki yang
diundang di hajatan ulang tahunnya hanyalah aku. Untung aku mengajak
teman-teman kos, kalau tidak, aku pasti tidak bisa membayangkan
bagaimana nasibku saat ini.
Kulihat disana ada Santi, Nilam, Dewi, Cindy, dan beberapa yang
lain aku kurang begitu mengenal.
“Eh Raf, kamu dateng juga ya.... aku kira Risma cuma ngundang
cewek-cewek doank” seloroh Nilam kepadaku.
“Iya Nilam, tadi pagi kami ketemu dikampus dan aku diundang
buat dateng malam ini. Jadi ya.....aku dateng aja” jawabku dengan enteng.
Sepertinya hajatan akan segera dimulai. Namun sebelum hajatan
dimulai aku ingin menyerahkan kado yang sudah kubawa kepada Risma.
Rupanya Risma masih agak repot dengan persiapan hajatan. Lalu tak lama
kemudian sepertinya dia sudah agak luang. Tanpa basa-basi aku segera
beranjak dari tempatku lalu menghampiri Risma.
“Dek Ris, ini aku ada sedikit hadiah dihari ulang tahunmu”
“Wah apa ini Mas, kado untukku ya. Harusnya mas Rafli nggak
perlu repot-repot. Aku ngundang Mas Rafli kan bukan berharap supaya
dapet kado”
“Iya aku tahu itu. Tapi aku juga ngasih kado itu dengan tulus ngga
ada perasaan terbebani. Ya sudah yang penting diterima saja.”
“Makasih ya Mas. Mas Rafli memang baik hati”
Akhirnya hajatan dimulai juga. Dan aku ditugasi untuk memimpin
do’a. Hajatan malam itu sangatlah menyenangkan. Meski yang hadir hanya
beberapa, tapi kehangatan suasananya membuat kami merasa bahagia.
Terlebih Risma, karena ini adalah hajatan ulang tahunnya.
Tanpa sepengetahuan teman-temanku yang lain, karena aku takut
mereka salah paham, aku selipkan sepucuk surat dibagian bawah kado itu.
Kepada Sahabatku Kharisma
WidyastutiDi dalam naungan cinta Allah SWT
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kuberanikan diriku menulis sepucuk surat ini meski ketakutanku jauh lebih besar dari padanya. Melalui surat ini pula terpanjat sebuah do’a dari hambaNya yang tulus dengan berharap bahwa Dia akan memberikan perlindungan dunia-akhirat pada wanita yang berseri-seri hatinya, yang sedang membaca surat ini.
Sahabatku Risma....Hari ini begitu berharga bagimu,
semoga Engkau mendapat keluhuran sebagai wanita mulia diusiamu yang
Mohammad Rofi’i production 200817
kedua puluh dua ini. Semoga Allah SWT menganugerahimu dengan waktu-waktu yang diagungkan. Penuh kesyukuran tatkala memperoleh kebahagiaan, serta penuh kesabaran tatakala menghadapi cobaan. Semoga keimanan selalu melekat dihati laksana pakaian yang tak pernah lapuk dimakan usia. Dan semoga ketakwaan selalu menjadi penghias akhlakmu dalam setiap laku.
Sahabatku Risma.....Diriku turut memuja dan mendo’a
untuk dirimu, keluargamu dan orang-orang yang kau cintai agar senantiasa dianugerahi dengan keselamatan dan kebahagiaan oleh-Nya, Sang Raja Manusia. Amiin amiin ya Robbal ‘Aalamiin..
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sahabatmu
Rafli
Semoga kado yang kuberikan padanya tidak salah. Kado itulah
yang kelak akan melabuhkan aku menuju dermaga cinta dengan pilihan
yang benar-benar sulit.
***
Mohammad Rofi’i production 200819
BAB III
BERTEMU DENGAN HATI MUTIARA
Tepat pukul 14.00 aku telah sampai di kos, panas sekali cuaca
saat itu. Aku baru pulang dari kuliah dan bimbingan. Rasanya capek sekali,
ingin aku merasakan nikmatnya istirahat dengan tidur siang, paling tidak
sampai menjelang shalat ashar nanti. Belum sempat mataku terpejam,
handphoneku berbunyi nyaring sekali. Rupanya ada yang menelfon,
langsung saja kuangkat.
“Assalamu alaikum Akh Rafli, nanti sore kita syuro ya?, antum
tidak lupa kan?”.
Rupanya yang sedang menghubungi aku adalah Mba Ani. Dia
adalah seketarisku di lembaga.
“Astaghfirullah,.. aku hampir lupa Mba. Nanti syuro’nya jam
empat kan?ditempatnya Mba Ani. Insya Allah aku bisa. Kalau temen yang
lain gimana?” aku menjawab.
“Yang lain sudah aku hubungi. Ukhti Ranti, Akh Ridwan, Ukhti
Mawar dan Ukhti Santi. Semuanya Insya Allah bisa”
“Oke..Insya Allah aku juga bisa. Syukran ya sudah diingatkan”
“Sama-sama, Wassalamu alaikum....”
“Wa alaikum salam”
Dilembaga aku adalah koordinator meski dari segi usia bukan yang
paling tua. Mba Ani, Mba Ranti dan Mas Ridwan satu angkatan diatasku,
sedangkan Mawar dan Santi angkatan dibawahku. Bahkan Mba Ani, Mba
Ranti dan juga Santi kebetulan satu program studi denganku.
Lembaga kami bergerak dibidang pendidikan, kami mempunyai
beberapa lini yang mengelola bidang masing-msing. Ada Lembaga
Bimbingan Belajar (LBB), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Perpustakaan dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ). Lembaga kami
bersifat independen namun masih tetap mengusung agenda dakwah, karena
Waktu menunjukkan pukul 15.45, itu artinya aku harus bersiap-siap
untuk berangkat syuro’. Seperti biasanya, Mas Ridwan sudah ada didepan
kosku untuk mengajakku berangkat bersama.
“Akh Rafli sudah siap?,....ayo berangkat bareng” ajaknya.
“Iya Akh aku sudah siap”
Sampai ditempat Mba Ani tepat pukul 16.00, itu artinya kami tidak
telat dan syuro pun langsung dimulai. Seperti biasanya pula aku yang
memimpin syuro, karena akulah koordinatornya. Setelah mengucap salam,
aku mengawali dengan puji-pujian kehadirat Allah SWT dan salawat pada
Nabi Muhammad SAW, setelah itu kusuruh Mas Ridwan untuk membaca
Mohammad Rofi’i production 200821
tilawah Al-Qur’an, baru agenda syuro dimulai. Dan tak lupa diakhir nanti
kami pun akan menutupnya dengan bacaan hamdalah dan do’a penutup
majelis. Begitulah adab syuro kami dan akan selalu dilaksanakan dengan
format seperti itu.
Selesai syuro akupun berniat untuk langsung pulang menuju tempat
kos, namun singgah dimasjid dulu untuk mengikuti jamaah salat magrib.
Syuro sore itu berjalan agak alot, sehingga selesainya jam 17.45, hampir
mendekati waktu maghrib.
Namun baru sampai dihalaman, tiba-tiba ada suara yang
memanggilku.
“Akh Rafli.....Akh Rafli”
“Iya..........” aku menyahut.
Ternyata yang memanggilku adalah Mba Ranti, bendaharaku di
lembaga. Kulihat sekilas ia tengah lari-lari kecil menghampiriku.
“Akh Rafli, antum kosnya dekat dengan toko buku Nurul Hikmah
kan?”
“Iya betul, ada yang bisa kubantu Ukhti?”
“Gini Akh,...boleh nggak kalau aku minta tolong pada antum buat
beliin aku buku disana, judulnya who wants to be a best moslemah,
karangan Mafaza An-nuriyya. Aku dah kebelet pengen baca buku itu, tapi
untuk kesana malem ini aku nggak sempet, malem ini aku banyak tugas.
Kalau nitip antum kan besok pagi aku sudah bisa membacanya. Kita besok
pagi jam tujuh kuliah bareng kan?”
“who wants to be a best moslemah? Itu kan buku yang kubelikan
untuk kado buat Risma kemarin” kataku dalam hati.lalu kujawab:
“Iya Ukhti, Insya Allah ya. Kebetulan aku sekarang mau ke masjid
Baiturrahim untuk shalat maghrib. Toko buku Nurul Hikmah kan ada
didepannya, jadi nanti Insya Allah bisa langsung kubelikan. Nah besok
paginya pas kita kuliah bareng nanti aku kasih ke antum. Gitu aja ya....”
“Iya, syukran Akh Rafli”
“Sama-sama. Yuk...Assalamu alaikum” ucapku untuk berpamitan.
“Wa alaikum salam” jawab Mba Ranti.
“Oh ya ini uangnya Akh Rafli” Mba Ranti kembali bicara
denganku.Tapi kali ini dengan volume agak keras karena aku sudah ada
diatas motor dan segera cabut.
“Ah gampang, besok aja Ukhti” sahutku.
“Oo..gitu, sekali lagi syukran jazakillah Akh Rafli”
“Iya, wassalamu alaikum” jawabku lagi.
Lalu aku tak lagi mendengar suaranya, mungkin ia menjawab
salam itu tapi dengan suara yang lirih.
Sebenarnya aku sudah lama berada dalam satu organisasi dengan
Mba Ranti, semenjak kami sama-sama di Rohis jurusan kami dulu. Selama
ini aku mengenal sosok Beliau hanya sebatas rekan kerja saja. Tidak
pernah sama sekali kami membicarakan hal yang lain selain agenda
organisasi saat kami bertemu. Bahkan dikampus sekalipun kami sangat
sungkan untuk ngobrol, kecuali itu penting dan berkaitan dengan agenda
dakwah. Mungkin karena rasa saling perkewuh itulah yang membuatku
kurang mengenal sosok beliau secara pribadi.
Namun perasaan saling perkewuh itu menjadi sirna tatkala aku
mengirim ucapan selamat menunaikan ibadah puasa pada beliau saat
momen ramadhan kemarin. Aku memang nekat melakukannya, karena jika
difikir-fikir beliau itu sudah lama jadi rekan kerjaku, jadi sangat lucu kalau
tidak ada saling keakraban diantara kami. Memang, menjaga adab
pergaulan sangatlah perlu. Tapi menurutku untuk sekedar bisa saling
bertegur sapa dan saling mengenal satu sama lain bukanlah hal yang salah.
Bukankah dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwasannya manusia
diciptakan sebagai pria, wanita, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa
adalah untuk saling mengenal satu sama lain. Selain itu juga disebutkan
bahwasannya sesama muslim ibarat satu tubuh (saudara). Jika yang satu
sakit maka yang lain pun ikut merasakan sakitnya. Jika sesama muslim
tidak saling mengenal, bagaimana ia bisa berbagi dengan saudaranya?.
Bagaimana ia bisa tahu permasalahan saudaranya?. Dan bagaimana ia bisa
Mohammad Rofi’i production 200823
merasakan sakit saudaranya?
Semenjak saat itu beliau dan aku mulai berani bertegur sapa tatkala
bertemu. Baik dijalan, dikampus ataupun dimana saja. Keakraban pun
mulai tejalin perlahan demi perlahan. Hingga saat ini, keakraban kami
telah berlangsung selama tiga bulan. Namun aku sendiri tak mau telalu
cair. Aku tetap menjaga adab-adab pergaulan yang sesuai dengan syariat.
Mengingat juga bahwa statusku yang saat ini adalah seorang Ikhwan dan
beliau pun seorang akhwat.
Setelah ada rasa saling mengenal itulah aku baru bisa menilai
beliau. Ternyata beliau itu seorang yang sangat menyayangi keluarga.
Berhati lembut, mulia dan bersahaja. Akhlak beliau yang layak dipuji itu
mengimbangi nikmat dari Allah SWT berupa paras nan cantik. Beliau juga
adalah sosok yang sangat mempunyai jiwa wanita dan Insya Allah
Shalihah. Aku merasa seakan telah mengenal sosok yang berhati mutiara.
Pernah suatu ketika dikala malam beliau missed call ke
handphoneku. Aku tak berani mengangkat karena waktu masih
menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh menit. Aku bingung sekaligus
keheranan ada akhwat sekaliber Mba Ranti berani melakukan hal itu.
Karena biasanya untuk sekedar mengirim sms diatas jam delapan malam
saja mereka enggan. Tidak akhsan katanya.
Lalu pagi harinya setelah usai shalat subuh (waktu yang dianggap
sudah akhsan untuk menelfon atau mengirim sms kepada lawan jenis) aku
coba kirim sms pada beliau untuk konfirmasi.
“Asssalamu alaikum. Afwan Ukhti, tadi malem antum missed call aku ya. Kalo boleh tahu ada apa ya?”
“Oo...itu ya. Afwan Akh, aku cuma coba ngingetin saudaraku aja untuk bangun dan bermunajat kepada Allah SWT. Sekalian biar saudaraku ini bisa melakukan
sahur kalau mau melaksanakan puasa sunnah. Tapi afwan kalau malah mengganggu”
“Oh....gitu ya, kalau gitu syukran pada Mba Ranti. Insya Allah tidak mengganggu kok. Justru aku malah seneng kalau ada yang ngingetin untuk urusan ibadah. Syukran ya. Wassalamu alaikum”
“Sama-sama, wa alaikum salam”
Dari hal sekecil itupun aku bisa menilai kalau Mba Ranti juga
seorang yang rajin dalam melaksanakan ibadah shalat malam dan puasa
sunnah. Karena tak mungkin seseorang menyuruh orang lain melaksanakan
ibadah sedangkan ia sendiri tak melakukannya. Mungkin itulah cerminan
sifat shalihah yang dimiliki oleh beliau. Dan aku pun menjadi termotivasi
untuk senantiasa bermunajat pada Allah SWT setiap malam. Karena kalau
boleh jujur, sebelumnya aku masih sulit untuk melakukan aktivitas itu.
***
Mohammad Rofi’i production 200825
BAB IVKALA CINTA BERMEKARAN BAGAI BUNGA DIMUSIM SEMI
Dipagi harinya aku berangkat kekampus pukul 6.30, karena hari ini
kuliah Seminar akan dimulai jam tujuh. Seperti biasanya aku naik angkot
menuju ke kampus. Sesampinya angkot didepan gang jambu tiba-tiba,
“Assalamu alaikum Mas Rafli”
Ada orang yang memanggilku, dan ternyata itu adalah Risma. Aku
tadi tidak melihat waktu ia masih dijalan menunggu angkot, karena aku
sedang konsen dengan makalah yang akan ku bawakan dalam seminar
nanti.
Tanpa ada basa-basi sama sekali ia langsung duduk disampingku.
Kumaklumi karena saat itu angkot sedang penuh dengan ibu-ibu yang mau
berangkat ke pasar.
“Makasih ya Mas atas pemberian kadonya kemarin. Ternyata isinya
buku yang sangat bagus. Aku menyukainya dan sudah menghatamkan
setengah dari keseluruhan isinya.”
“Iya sama-sama. Alhamdu Lillah kalau Dek Risma suka dengan
bukunya. Berarti aku tidak salah pilih dengan buku itu”
Angkot terus melaju. Seiring dengan laju angkot, mulut Risma juga
tak ada henti-hentinya memainkan kata-kata yang tertuju kepadaku. Mulai
dari cerita masalah keluarga, teman-teman kos, kuliah dan lain-lain.
Sebagian besar ceritanya aku sudah tahu, karena dia juga sering
menceritakan hal itu.
Tak lama kemudian sampailah angkot didepan kampus kami.
“Turun pak!” teriakku.
Kami berdua lantas turun lalu berjalan menuju ruangan kelas yang
akan kami tempati dalam perkuliahan. Sesampainya disana aku sudah
mendapati Mba Ranti tengah duduk dibangku paling depan. Risma pun
lantas menyalami beliau dan dilanjutkan dengan cipika-cipiki. Begitulah
adab seorang Akhwat tatkala bertemu saudaranya seiman.
“Aku ke perpus jurusan dulu ya, mau ngambil fotocopyan” ucap
Risma kepada kami seraya berpamitan.
Kemudian aku mendekati Mba Ranti.
“Oh ya Akh Rafli, dapat kan bukunya” tanya beliau.
“Dapat Mba, ini bukunya”
“Wah makasih ya. Oh ya berapa harganya Akh?” beliau kembali
bertanya.
“Ah...nggak usah Mba, anggap saja itu hadiah dariku. Sebagai
ungkapan rasa terima kasih karena Mba Ranti selama ini telah banyak
men-supportku”
“Wah Mba Ranti malah jadi ngga enak nih. Nggak apa-apa kok
Dek nih duitnya ambil aja.” Beliau memanggilku dek mungkin karena aku
memanggilnya Mba. Biasanya beliau memanggilku Akhi karena aku juga
memanggilnya dengan sebutan ukhti. Begitulah, sesuai selera. Disamping
Mohammad Rofi’i production 200827
juga menyesuaikan dengan situasi dan kondisi.
“Nggak...nggak usah Mba, beneran. Sekali lagi itu sebagai
ungkapan rasa terima kasih karena Mba Ranti telah banyak men-supportku
selama ini”
“Waduh makasih ya. Syukran jazakillah khoir”
“Sama-sama Mba”
Lalu kami pun menempatkan diri pada posisi duduk kami masing-