185 185 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 6.1. Umum Perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede dapat dievaluasi status keberlanjutannya dan diperbaiki agar dapat mencapai status keberlanjutan yang diingin dicapai. Penentuan jumlah dimensi yang digunakan dalam analisa sangat tergantung pada kondisi subjek penelitian. Peningkatan status keberlanjutan dapat ditempuh melalui serangkaian perbaikan kondisi eksisting, terutama pada atribut atau sektor kunci yang memiliki nilai yang tinggi sebagai atribut pengungkit. Kondisi yang menjadi model untuk kondisi eksisting dalam analisis ini adalah kondisi terkini di DAS Waduk Jatigede dengan laju sedimentasi 5,94 mm/tahun dan perubahan alokasi debit inflow akibat dibangunnya Bendung Leuwigoong di hulu Bendungan Jatigede. Sedangkan kondisi yang menjadi model untuk kondisi yang memenuhi aspek keberlanjutan adalah kondisi dengan perubahan laju sedimentasi secara bertahap selama umur layanan dan perubahan alokasi debit inflow. Analisis status keberlanjutan menggunakan metode penilaian cepat multi disiplin (multi disciplinary rapid appraisal), yaitu Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan perangkat lunak Rapfish, Kavanagh (2001). Data yang digunakan untuk analisis adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa data-data yang berkaitan dengan komposisi sedimen, laju sedimentasi, debit inflow, data hujan, data pembebasan tanah, kebijakan dan permasalahan yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan bendungan. Sumber data primer terdiri atas : observasi lapangan, kuesioner dan wawancara/diskusi dengan para pakar serta diambil dari hasil analisis bab sebelumnya. Data sekunder data jenis tanah, data tutupan lahan dan data topografi, berupa dokumen dari berbagai instansi. Acuan penilaian indeks keberlanjutan menurut Rapfish adalah (i) jika indeks bernilai ≤ 25 termasuk dalam kategori buruk, (ii) 25 < nilai indeks ≤ 50 termasuk dalam kategori kurang, (iii) 50 < nilai indeks ≤ 75 termasuk dalam kategori cukup dan (iv) 75 < nilai indeks ≤ 100 termasuk dalam kategori baik. Penelitian keberlanjutan pembangunan Bendungan Jatigede, Kabupaten Sumedang, dilakukan pada lima dimensi keberlanjutan, yaitu : (1) dimensi ekonomi; (2) dimensi kelembagaan; (3) dimensi lingkungan; dan (4) dimensi
23
Embed
VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI … · 185 185 VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BENDUNGAN 6.1. Umum Perencanaan pembangunan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
185
185
VI. ANALISIS KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN
BENDUNGAN 6.1. Umum
Perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede dapat dievaluasi status
keberlanjutannya dan diperbaiki agar dapat mencapai status keberlanjutan yang
diingin dicapai. Penentuan jumlah dimensi yang digunakan dalam analisa sangat
tergantung pada kondisi subjek penelitian. Peningkatan status keberlanjutan
dapat ditempuh melalui serangkaian perbaikan kondisi eksisting, terutama pada
atribut atau sektor kunci yang memiliki nilai yang tinggi sebagai atribut
pengungkit. Kondisi yang menjadi model untuk kondisi eksisting dalam analisis
ini adalah kondisi terkini di DAS Waduk Jatigede dengan laju sedimentasi 5,94
mm/tahun dan perubahan alokasi debit inflow akibat dibangunnya Bendung
Leuwigoong di hulu Bendungan Jatigede. Sedangkan kondisi yang menjadi
model untuk kondisi yang memenuhi aspek keberlanjutan adalah kondisi dengan
perubahan laju sedimentasi secara bertahap selama umur layanan dan
perubahan alokasi debit inflow.
Analisis status keberlanjutan menggunakan metode penilaian cepat multi
disiplin (multi disciplinary rapid appraisal), yaitu Multi Dimensional Scaling (MDS)
dengan perangkat lunak Rapfish, Kavanagh (2001). Data yang digunakan untuk
analisis adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa data-data yang
berkaitan dengan komposisi sedimen, laju sedimentasi, debit inflow, data hujan,
data pembebasan tanah, kebijakan dan permasalahan yang berkaitan dengan
perencanaan pembangunan bendungan. Sumber data primer terdiri atas :
observasi lapangan, kuesioner dan wawancara/diskusi dengan para pakar serta
diambil dari hasil analisis bab sebelumnya. Data sekunder data jenis tanah, data
tutupan lahan dan data topografi, berupa dokumen dari berbagai instansi. Acuan
penilaian indeks keberlanjutan menurut Rapfish adalah (i) jika indeks bernilai ≤
25 termasuk dalam kategori buruk, (ii) 25 < nilai indeks ≤ 50 termasuk dalam
kategori kurang, (iii) 50 < nilai indeks ≤ 75 termasuk dalam kategori cukup dan
(iv) 75 < nilai indeks ≤ 100 termasuk dalam kategori baik.
Penelitian keberlanjutan pembangunan Bendungan Jatigede, Kabupaten
Sumedang, dilakukan pada lima dimensi keberlanjutan, yaitu : (1) dimensi
ekonomi; (2) dimensi kelembagaan; (3) dimensi lingkungan; dan (4) dimensi
186
sosial budaya; (5) dimensi teknis, dengan atribut dan nilai scoring hasil pendapat
pakar dan data sekunder seperti pada lampiran hasil penelitian. Nilai
keberlanjutan pada masing-masing dimensi diuraikan dalam penjelasan
selanjutnya.
6.2 Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari delapan atribut, yaitu : (1) biaya
operasi dan pemeliharaan; (2) dampak finansial banjir; (3) biaya pembangunan
bendungan; (4) nilai manfaat ekonomi; (5) luas lahan irigasi yang terairi; (6)
suplai air baku; (7) produksi listrik per tahun; (8) biaya pengadaan tanah.
Hasil analisis MDS dengan Rap-Jatigede menunjukkan indeks
keberlanjutan dimensi ekonomi pada perencanaan pembangunan Bendungan
Jatigede sebesar 41,31 dengan status kurang berkelanjutan, sebagaimana
tertera pada Gambar 91. Status kurang berkelanjutan tersebut disebabkan
karena terdapat atribut yang bernilai rendah, yaitu kenaikan biaya pembangunan,
Gambar 91. Analisis Rap-Jatigede Indeks keberlanjutan dimensi ekonomi Sumber : Hasil penelitian
kemungkinan kenaikan biaya operasi dan pemeliharaan jika kualitas DAS
menurun, kenaikan biaya pengadaan tanah dan biaya sosial lainnya, nilai
manfaat ekonomi yang dapat terganggu akibat kenaikan biaya pembangunan
dan menurunnya kualitas DAS serta produksi listrik yang hanya menguntungkan
untuk beban puncak.
Guna melihat atribut-atribut yang sensitif memberikan pengaruh terhadap
nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi, dilakukan analisis leverage.
Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh tiga atribut yang sensitif terhadap
nilai indeks keberlanjutan ekonomi yaitu : tercapainya nilai manfaat ekonomi
yang direncanakan (6.11 %), biaya pembangunan yang terkendali dari rencana
187
awal (5.43 %) dan tercapainya luas lahan irigasi yang diairi sesuai rencana (4.61
%). Berdasarkan pendapat pakar dan praktisi serta hasil analisis leverage, maka
dapat diketahui betapa pentingnya pencapaian nilai manfaat ekonomi yang
direncanakan yaitu pencapaian fungsi-fungsi bendungan dengan menangani
pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terintegrasi untuk memaduserasikan
antara berbagai kebijakan yang cukup banyak berperan dan mengatur
pengelolaan DAS dalam pencapaian fungsi bendungan. Demikian juga biaya
pembangunan harus diupayakan agar tidak naik dari rencana awal yang telah
menjadi dasar perhitungan nilai manfaat ekonomi seperti Benefit Cost Ratio.
Luas lahan irigasi yang terairi yang direncanakan dari fungsi Bendungan Jatigede
adalah 90.000 ha, jika suplai air tidak mencukupi ataupun luasan jaringan irigasi
berkurang akibat alih fungsi lahan, fungsi irigasi sebagai fungsi utama akan
terganggu. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 92.
Gambar 92. Atribut pengungkit dimensi ekonomi Sumber : Hasil penelitian
6.3. Status Keberlanjutan Dimensi Lingkungan Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari delapan atribut, yaitu : (1)
sedimentasi (7.95 %) dan ketersediaan perencanaan keseimbangan air (7.10%).
Hasil analisis leverage dapat dilihat di Gambar 100.
Gambar 100. Atribut pengungkit dimensi teknis (Sumber : Hasil penelitian)
Kondisi teknis merupakan persyaratan penting bagi terciptanya
perencanaan pembangunan bendungan yang kondusif. Ketersediaan
perencanaan pengendalian konflik, pengendalian laju sedimentasi dan
pengelolaan keseimbangan air menjadi pertimbangan utama tersedianya
perencanaan pembangunan bendungan yang berkelanjutan.
6.7. Analisis Multi Dimensi Status Keberlanjutan Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
atribut yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan suatu
kondisi. Semakin besar nilai perubahan akibat hilangnya suatu atribut tertentu,
maka semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan nilai
keberlanjutan.
Untuk mengevaluasi pengaruh galat (error) acak pada proses pendugaan
nilai indeks keberlanjutan, digunakan analisis Monte Carlo. Menurut Kavanagh
(2001), analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut ini,
(i) pengaruh kesalahan pembuatan skor atribut yang disebabkan oleh
pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan
pemahaman terhadap atribut atau cara pembuatan skor atribut, (ii) pengaruh
variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang
berbeda, (iii) stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang, (iv) kesalahan
pemasukan data atau adanya data yang hilang (missing data) dan (v) tingginya
194
nilai stress hasil analisis Rap-Jatigede (nilai stress diterima jika < 25 %).
Analisis data dengan menggunakan Rap-Jatigede menyangkut aspek
keberlanjutan dari dimensi ekonomi, lingkungan, sosial budaya, teknis dan
kelembagaan. Secara umum metode analisis Rap-Jatigede akan dimulai dengan
mereview atribut-atribut dan mendefinisikan perencanaan pembangunan
Bendungan Jatigede melalui kajian pustaka serta pengamatan di lapangan.
Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang
sudah ditetapkan dalam Rap-Jatigede. Setelah mendapatkan hasil skor, setiap
atribut dianalisis dengan menggunakan Multi Dimensional Scaling (MDS) guna
menentukan posisi relatif dari perencanaan pembangunan bendungan terhadap
ordinat Good and Bad. Dalam MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan ke
dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut
diupayakan ada sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik
atau obyek yang sama dipetakan dalam satu titik yang saling berdekatan satu
sama lainnya. Sebaliknya obyek atau titik yang tidak sama digambarkan dengan
titik-titik yang berjauhan.
Analisis multi dimensi terhadap status keberlanjutan perencanaan
pembangunan Bendungan Jatigede yang berkelanjutan menunjukkan nilai indeks
keberlanjutan sebesar 38.87 yang berarti status perencanan pembangunan
Bendungan Jatigede adalah kurang berkelanjutan. Status tidak berkelanjutan
tersebut dicerminkan oleh nilai indeks keberlanjutan pada setiap dimensi yaitu
untuk dimensi teknis sebesar 41,5 dengan status kurang berkelanjutan, dimensi
ekonomi sebesar 41,31 dengan status kurang berkelanjutan, dimensi sosial
budaya sebesar 32.43 dengan status kurang berkelanjutan dan dimensi
kelembagaan sebesar 41,57 dengan status kurang berkelanjutan dan dimensi
lingkungan sebesar 33,71 dengan status kurang berkelanjutan (Tabel 43).
Tabel 43. Nilai indeks keberlanjutan – skenario pesimis
No Dimensi Keberlanjutan Nilai
Indeks Indikator 1 Teknis 41.50 Kurang berkelanjutan
2 Sosial Budaya 32.43 Kurang berkelanjutan 3 Lingkungan 33.71 Kurang berkelanjutan 4 Kelembagaan 41.57 Kurang berkelanjutan 5 Ekonomi 41.31 Kurang berkelanjutan
Nilai Total 38.87 Kurang berkelanjutan
195
Agar nilai indeks ini dimasa yang akan datang dapat terus meningkat
sampai mencapai status berkelanjutan, perlu perbaikan-perbaikan terhadap
atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi teknis,
kelembagaan, lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Atribut-atribut yang dinilai
oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting. Gambar diagram layang-
layang hasil analisis keberlanjutan skenario pesimis disajikan Gambar 101.
Hasil analisis monte carlo menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan
perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede pada taraf kepercayaan 95 %,
memperlihatkan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil
analisis Rap-Jatigede (Multy Dimensional Scaling = MDS). Hal ini berarti bahwa
kesalahan dalam analisis dapat diperkecil baik dalam hal pemberian skoring
setiap atribut, variasi pemberian scoring karena perbedaan opini relatif kecil
(dibawah 2.5 poin) dan proses analisis data yang dilakukan secara berulang-
ulang stabil serta kesalahan dalam menginput data dan data hilang dapat
dihindari. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis MDS dan monte carlo
seperti pada Tabel 44.
Gambar 101. Diagram layang-layang nilai keberlanjutan – skenario pesimis Sumber : Hasil penelitian
Tabel 44. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan
analisis Rap-Jatigede
Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks Keberlanjutan (%) Perbedaan MDS Monte Carlo Teknis 41.5 42.07 0.43 Ekonomi 41.31 41.81 0.50 Kelembagaan 41.57 42.16 0.59 Sosial Budaya 32.43 34.12 1.69 Lingkungan 33.71 34.63 0.92
Sumber : Hasil penelitian
196
Hasil analisis Rap Jatigede menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji
terhadap status keberlanjutan perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede,
cukup akurat sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stress yang hanya berkisar antara
13 % sampai 14 % dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh berkisar
antara 0.91 dan 0.95. Hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih
kecil dari nilai 0.25 (25 %) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati nilai 1.0.
Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti Tabel 45.
Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks
keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis leverage masing-masing
dimensi sebanyak 15 atribut. Atribut-atribut tersebut perlu diperbaiki dengan
tujuan untuk meningkatkan status keberlanjutan perencanaan pembangunan
Bendungan Jatigede. Perbaikan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas
atribut yang mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai atau status
keberlanjutan, sedangkan untuk atribut yang menimbulkan permasalahan bagi
keberlanjutan suatu dimensi, maka dapat diupayakan semaksimal mungkin
dengan cara memperbaiki kinerja atribut tersebut.
Tabel 45. Nilai Stress dan Koefisien Determinasi (R2)
Parameter Dimensi
A B C D E
Stress 0.1322 0.1370 0.1371 0.1390 0.1378
R2 0.93 0.92 0.92 0.95 0.93
Keterangan : A = DimensiTeknis, B = Dimensi Ekonomi, C = Dimensi Kelembagaan, D = Dimensi Sosial Budaya dan E = Dimensi Lingkungan Sumber : Hasil penelitian 6.8. Strategi Perbaikan Status Keberlanjutan Pemilihan sektor kunci dari berbagai dimensi yang ada dapat dicari dengan
beberapa cara, yaitu : (i) mengambil atribut yang mempunyai nilai paling tinggi
dari atribut-atribut yang ada dalam dimensi yang ditinjau, (ii) mengambil atribut-
atribut yang mempunyai nilai lebih tinggi dari nilai rata-rata atribut dalam dimensi
yang ditinjau, (iii) mengambil tiga atribut dengan nilai tertinggi dalam dimensi
yang ditinjau. Dalam penelitian ini ditempuh cara ke-iii namun dengan
mempertimbangkan dengan nilai minimal 5 % yang harus dicapai oleh masing-
197
masing atribut, jika kurang dari nilai ini, akan dikeluarkan dari sektor kunci. Dari
hasil analisis leverage, dengan cara tersebut diambil empat belas atribut yang
menjadi sektor kunci dari lima dimensi yang ada. Pengambilan tiga atribut yang
menjadi sektor kunci dimaksudkan agar kebijakan pemberdayaan sektor kunci
akan lebih mengangkat indeks keberlanjutan dibandingkan jika hanya satu sektor
kunci dan terlalu melebar jika menempuh cara (ii).
Berbagai kebijakan dapat dikembangkan dari berbagai atribut yang menjadi
sektor kunci dari berbagai dimensi yang ada. Tabel 46 memuat atribut yang
menjadi sektor kunci sesuai tingkat pengaruhnya terhadap masing-masing
dimensi. Tabel 47 menyajikan uraian rekomendasi kebijakan yang diterapkan
untuk meningkatkan status keberlanjutan. Implementasi pada perencanaan
pembangunan Bendungan Jatigede dapat meningkatkan pencapaian
keberlanjutan yang diharapkan.
Tabel 46. Dimensi dan Sektor Kunci No Dimensi/Aspek Sektor Kunci Nilai
Pelaksanaan pengadaan tanah 5.63 Pelaksanaan relokasi permukiman 5.40 Penanganan klaim masalah tanah 5.18
3
Lingkungan
Pengendalian sedimentasi 5.98 Ketersediaan air 5.22 Penghematan pemakaian air 5.19
4
Kelembagaan
Kesepakatan program dan anggaran instansi terkait 6.84 Kejelasan pembagian tugas pokok dan fungsi instansi terkait
5.68
Komitmen dukungan antar instansi terhadap tujuan pembangunan
5.17
5
Ekonomi
Nilai manfaat 6.11 Biaya pembangunan 5.43
Sumber : Hasil penelitian
198
Tabel 47. Rekomendasi kebijakan untuk pencapaian status berkelanjutan No Dimensi/Aspek Rekomendasi Kebijakan
1
Teknis
Memastikan tahapan detail pengendalian konflik yang mungkin muncul, masuk dalam produk perencanaan. Pembuatan SOP untuk mengantisipasi konflik dalam pelaksanaan pembangunan. Memastikan laju sedimentasi yang terjadi selama umur layanan sesuai rencana untuk mencapai daya dukung optimal tampungan waduk selama umur layanan. Memastikan bahwa ketersediaan air dapat memenuhi kebutuhan air untuk fungsi-fungsi yang direncanakan selama umur layanan waduk.
2
Sosial Budaya
Melaksanakan pengadaan tanah dengan lebih melibatkan instansi yang terkait, legislatif dan masyarakat untuk mendukung penciptaan kondisi yang lebih kondusif termasuk penyempurnaan peraturan yang ada. Melaksanakan pengadaan tanah dalam satu Ijin Penetapan Lokasi selama tiga tahun. Segera melaksanakan relokasi permukiman dengan program, pembagian tugas yang jelas dan anggaran yang terintegrasi. Melakukan klarifikasi terhadap klaim dan melibatkan aparat hukum untuk proses verifikasi legalitas dokumen.
3
Lingkungan
Melakukan perbaikan tutupan lahan, metode pengolahan dan implementasi tindakan konservasi. Memelihara sumber air dan kualitas DAS Mengendalikan pemanfaatan dan pengambilan air agar dapat memenuhi fungsi sesuai alokasi air yang ada.
4
Kelembagaan
Para pemimpin instansi segera menyepakati program dan anggaran untuk menyelesaikan program dalam rentang waktu yang ada. Kejelasan pembagian peran dlm pembangunan bendungan sesuai tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing. Penyusunan tanggungjawab pencapaian target masing-masing instansi serta evaluasi dalam rapat pimpinan instansi.
5
Ekonomi
Memastikan langkah untuk pencapaian manfaat bendungan yang direncanakan selama umur layanan. Mencapai persyaratan finansial (IRR,BCR) yang direncanakan. Menekan kemungkinan penambahan biaya yang mungkin terjadi selama pelaksanaan dan operasi-pemeliharaan.
Sumber : Hasil penelitian Pelaksanaan rekomendasi kebijakan harus diterapkan dalam mencapai status berkelanjutan sebagaimana pada Tabel 45 akan meningkatkan status yang ada sebelumnya dari status kurang berkelanjutan menjadi cukup berkelanjutan pada perencanaan pembangunan Bendungan Jatigede. Hal ini ditunjukkan perubahan nilai indeks dari masing-masing dimensi sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 48 dan Tabel 49.
199
199
Tabel 48. Peningkatan indeks keberlanjutan dari skenario pesimis menjadi skenario optimis SIMULASI INDEKS INDEKS
MENJADI AWAL AKHIRTersedianya perencanaan pengendalian konflik 0 dan max=1 1 1. Memastikan tahapan detail penanganan masalah sosial yang 41,50 55,64 14,14 0,1368 92,23Tersedianya perencanaan pengendalian sedimentasi 0 dan max=1 1 mungkin muncul masuk dalam produk perencanaan pembangunanTersedianya perencanaan keseimbangan air 1 dan max=2 1 2. Memastikan laju sedimentasi yang terjadi selama umur layanan
sesuai rencana dan persyaratan kondisi DAS yang harus dipenuhi 3. Memastikan bahwa ketersediaan air dapat memenuhi kebutuhan air
untuk fungsi-fungsi yang direncanakan. Pelaksanaan pengadaan tanah 0 dan max=2 1 1. Melaksanakan pengadaan tanah dengan lebih melibatkan instansi 32,43 68,61 36,18 0,1369 92,00Pelaksanaan relokasi permukiman 0 dan max=2 1 - instansi, legislatif dan masyarakat yg mendukung penciptaanKlaim konflik tanah 0 dan max=2 2 kondisi yang lebih kondusif.
2. Segera melaksanakan relokasi permukiman dengan program, pem- bagian tugas yg jelas dan anggaran yang terintegrasi.3. Melakukan klarifikasi terhadap klaim dan melibatkan aparat hukum untuk proses verifikasi legalitas dokumen.
Pengendalian sedimentasi 0 dan max=2 2 1. Melakukan perbaikan tutupan lahan, metode pengolahan dan 33,71 54,44 20,73 0,1362 92,00Ketersediaan air 1 dan max=2 2 implementasi tindakan konservasi.Penghematan pemakaian air 0 dan max=2 2 2. Memelihara sumber air dan kualitas DAS
3. Mengendalikan pemanfaatan dan pengambilan air agar dapat memenuhi fungsi sesuai alokasi air yang ada.
Kesepakatan program dan anggaran instansi terkait 0 dan max=1 1 1. Para pemimpin instansi segera menyepakati program dan anggaran 41,57 53,65 12,08 0,1373 92,28Kejelasan pembagian tugas, pokok dan fungsi instansi terkait 1 dan max=2 2 untuk menyelesaikan program dalam rentang waktu yang ada. Komitmen dukungan antar instansi terhadap tujuan pembangunan 0 dan max=1 1 2. Kejelasan pembagian peran dalam pembangunan bendungan sesuai
tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing instansi.3. Penyusunan tanggungjawab pencapaian target masing-masing ins- tansi serta evaluasi dalam rapat pimpinan instansi.
Nilai manfaat 1 dan max=2 1 1. Memastikan langkah untuk pencapaian manfaat bendungan yang 41,31 52,14 10,83 0,1359 94,23Biaya pembangunan 0 dan max=1 1 direncanakan.
2. Menekan kemungkinan penambahan biaya yang mungkin terjadi. 5
1 Teknis 55,64 Cukup berkelanjutan 2 Sosial Budaya 68,61 Cukup berkelanjutan 3 Lingkungan 54,44 Cukup berkelanjutan 4 Kelembagaan 53,65 Cukup berkelanjutan 5 Ekonomi 52,14 Cukup berkelanjutan
Sumber : Hasil penelitian
Nilai total status berkelanjutannya adalah 56,05 yang berarti berstatus cukup
berkelanjutan. Gambar 102 menunjukkan diagram layang-layang Rap-Jatigede
skenario optimis dengan nilai-nilai dimensi sesuai Tabel 49.
Gambar 102. Diagram layang-layang nilai keberlanjutan - skenario optimis Sumber : Hasil penelitian
Hasil perhitungan nilai MDS dan Monte Carlo dari masing-masing dimensi serta nilai stress dan R2 dari masing-masing dimensi ditampilkan dalam Tabel 50. Tabel 50. Perhitungan MDS,Montecarlo, stress dan R2
No Dimensi MDS Monte Carlo Stress R-sq 1 Teknis 41,5 42,07 0,1322 0,93 2 Ekonomi 41,31 41,81 0,1370 0,92 3 Kelembagaan 41,57 42,16 0,1371 0,92 4 Sosial Budaya 32,43 34,12 0,1390 0,95 5 Lingkungan 33,71 34,63 0,1378 0,93
Sumber : Hasil penelitian
201
6.9. Implementasi Rekomendasi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Bendungan yang Berkelanjutan
Rekomendasi kebijakan dalam meningkatkan indeks keberlanjutan perencanaan pembangunan bendungan, untuk kasus Bendungan Jatigede terdapat empat belas rekomendasi kebijakan berdasar empat belas sektor kunci yang mempunyai peran besar sebagai atribut pengungkit nilai indeks keberlanjutan. Empat belas rekomendasi kebijakan untuk kasus Bendungan Jatigede, sebagian bersifat lokal, antara lain: (i) pelaksanaan relokasi permukiman dan klaim masalah tanah dalam dimensi sosial budaya karena dalam peraturan pengadaan tanah yang terakhir opsi ganti rugi tanah lebih dikedepankan dan klaim masalah tanah di Jatigede disebabkan karena proses pengadaan tanah yang lama dan manajemen basis data yang belum sempurna, (ii) dalam dimensi kelembagaan, kejelasan pembagian tugas pokok, fungsi (tupoksi) dan kewenangan dalam dimensi kelembagaan yang tidak berjalan baik lebih disebabkan karena kondisi politik regional dan nasional yang masih berkembang sejak bergulirnya reformasi yang menyebabkan instansi pemerintah cenderung kurang tegas dan kurang berani menjalankan tupoksi dan kewenangannya, (iii) masih dalam dimensi kelembagaan, komitmen dukungan antar instansi dalam pencapaian tujuan pembangunan, hal ini juga bersifat regional dan nasional, dipengaruhi oleh kondisi politik sejak reformasi politik nasional.
Dengan pertimbangan menghilangkan atribut kunci yang bersifat lokal, maka terdapat sepuluh atribut kunci atau sektor kunci yang dapat digunakan lebih umum untuk perencanaan pembangunan bendungan lain, yaitu (i) tersedianya perencanaan pengendalian konflik yang mungkin muncul, perencanaan pengendalian sedimentasi dan perencanaan keseimbangan air, dalam dimensi teknis (ii) pelaksanaan pengadaan tanah antara lain meliputi pengaturan kebijakan pengadaaan tanah, dalam dimensi sosial budaya (iii) pengendalian sedimentasi, pengelolaan ketersediaan dan penghematan air, dalam dimensi lingkungan, dan (iv) kesepakatan program dan anggaran biaya pembangunan bendungan di antara institusi yang terlibat, dalam dimensi kelembagaan dan (v) nilai manfaat serta biaya pembangunan bendungan, dalam dimensi ekonomi. Sepuluh sektor kunci dan rekomendasi kebijakannya disajikan dalam Tabel 44 dan 45 yang diberi warna abu-abu.
Rekomendasi kebijakan perencanaan pembangunan bendungan yang berkelanjutan merupakan rekomendasi kebijakan yang harus dilaksanakan agar pelaksanaan pembangunan bendungan tidak menemui konflik di lapangan dan
202
pencapaian fungsi optimal bendungan dapat dicapai secara berkelanjutan. Strategi dalam pencapaian keberlanjutan dalam berbagai dimensi telah disampaikan sebelumnya, intinya adalah menjamin pencapaian fungsi optimal bendungan selama umur layanan bendungan dan menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan dengan mengendalikan konflik yang mungkin muncul.
Berikut adalah implementasi dari rekomendasi kebijakan dalam bentuk tahapan kegiatan yang harus dilaksanakan, dimulai dari ide pembangunan sampai pengoperasian dan pemeliharaan bendungan (Gambar 103). 1. Ide pembangunan bisa muncul jauh sebelum pelaksanan pembangunan
bendungan. Ide pembangunan Bendungan Jatigede muncul pada tahun 1963 oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, Mashudi.
2. Studi kelayakan dan LARAP. Studi kelayakan sudah biasa dilakukan untuk mengkaji kelayakan teknis dan ekonomi dari suatu rencana pembangunan sehingga pembangunan bendungan dilanjutkan jika kelayakan ekonomi dan teknis berada di atas ambang minimal. IRR harus di atas bunga bank yang berlaku dan BCR harus di atas 1,2 . Seiring dengan era kebebasan dalam politik, masalah pengadaan tanah makin menjadi masalah yang menyita perhatian, tidak saja dapat meningkatkan biaya tetapi juga dapat menghambat pembangunan. Untuk itu, studi LARAP (Land Acquisition and Resettlement Plan) atau studi Rencana Pembebasan Lahan dan Relokasi Permukiman merupakan kajian sosial budaya yang menjadi hal penting untuk dapat melancarkan proses pelaksanaan pembangunan. Program pengadaan tanah, penyiapan peta kawasan hutan dan peta lahan pengganti/kompensasi serta Standard Operating Procedures jika konflik muncul, harus disiapkan dalam LARAP.
3. PKM (Pertemuan Konsultasi Masyarakat) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. PKM merupakan pertemuan untuk dialog menyampaikan rencana pemerintah dan menggali pendapat dari masyarakat pemangku kepentingan baik yang tinggal di daerah rencana genangan waduk, tapak bendungan, maupun masyarakat pengguna air. Sedangkan Amdal merupakan kajian lingkungan terhadap suatu rencana pembangunan dengan memperhatikan rona lingkungan awal serta perubahannya sebagai dampak pembangunan. RKL dan RPL bendungan yaitu kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan disusun seakurat mungkin untuk menjadi acuan lingkungan dalam pelaksanaan konstruksi bendungan.
4. Evaluasi Keberlanjutan Perencanaan adalah proses untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap hasil-hasil Studi Kelayakan, LARAP, PKM dan Amdal.
203
Studi Kelayakan, LARAP, PKM dan Amdal, merupakan perwujudan dari tiga pilar keberlanjutan yaitu ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Evaluasi ini seharusnya dilakukan oleh Bappenas dan Kementerian Koordinator Perekonomian dan Keuangan dengan masukan dari Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pemrakarsa pembangunan. Hasil evaluasi jika layak perencanaan dapat diteruskan ke tahapan SIDED, jika tidak layak, perlu dikaji lagi kemungkinan untuk memperbaiki kelayakan keberlanjutannya, jika layak diperbaiki dilakukan review atau revisi terhadap Studi Kelayakan, LARAP dan Amdal, namun jika tidak layak diperbaiki maka rencana pembangunan tersebut dihentikan sampai disini. Apa yang disampaikan pada bagian 2.6 harus menjadi pertimbangan, bahwa pembangunan bendungan harus meningkatkan outcome bagi bangsa, orang terkena dampak, serta pemrakarsa pebangunan, dan dapat mengubah konflik menuju konsensus sesuai tujuh prioritas dari Teori Scudder.
5. SIDED (Survey, Investigation and Detailed Engineering Design) atau pekerjaan Survei, Investigasi dan Desain Rencana Detail, merupakan istilah yang hampir sama dengan SID (Survey, Investigation and Design), tetapi pengaruhnya di lapangan berbeda. SIDED lebih mendalam dan menekan sekecil mungkin terjadinya perubahan desain akibat kondisi terbaru di lapangan, sedangkan SID memang lebih besar memberi kemungkinan perubahan oleh konsultan supervisi di lapangan atau bahkan cenderung menyisakan desain tertentu dilaksanakan pada masa konstruksi. Akibatnya antara desain detail dan pelaksanaan konstruksi seperti kejar-kejaran.
6. Sertifikasi Persetujuan Desain dari Menteri Pekerjaan Umum adalah persetujuan formal dari Menteri PU terhadap rencana detail konstruksi bendungan dan bangunan pelengkapnya. Jika Sertifikat Persetujuan Desain sudah didapatkan, maka sampai tahapan ini secara teknis pembangunan bendungan sudah dilaksanakan.
7. Nota Kesepahaman tentang pembagian tugas, program dan anggaran pihak-pihak terkait, walaupun secara teknis sudah siap dilaksanakan, pembangunan suatu bendungan pasti melibatkan berbagai Instansi dalam Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten khususnya dalam proses pengadaan tanah dan penanganan masalah sosial. Nota kesepahaman diperlukan agar terdapat distribusi tugas, program dan anggaran yang jelas dan ini menjadi dokumen pendukung dalam proses penyusunan RKAKL untuk penerbitan DIPA.
8. Pengadaan tanah di daerah tapak bendungan, bangunan pelengkap, lokasi
204
bahan timbunan, jalan masuk dan jalan kerja. Pengadaan tanah di lokasi ini merupakan prasyarat untuk memulai pekerjaan fisik pembangunan bendungan.
9. Tender konstruksi dan konsultan supervisi serta pengadaan tanah di genangan. Walaupun tender dan pengadaan tanah adalah kegiatan yang berbeda, namun kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berbarengan. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, bahwa pengadaan tanah sebaiknya dilaksanakan dalam waktu tiga tahun, dalam satu Ijin Penetapan Lokasi dan memuat pelarangan membangun pada daerah yang ditetapkan.
10. Pelaksanaan pembangunan bendungan dimulai dengan pembuatan jalan masuk dan jalan kerja, terowongan pengelak dan penyiapan lokasi bahan timbunan bendungan.
11. Penyelesaian proses pengadaan tanah, harus dilakukan paling lambat enam bulan sebelum penggenangan waduk, ini termasuk penebangan pohon di kawasan hutan di daerah genangan. Pengadaan tanah harus berjalan kontinyu, tidak terputus, dan akan lebih baik jika menggunakan sistim anggaran multiyears.
12. Sertifikasi Pelaksanaan Pembangunan Bendungan dari Menteri PU, yang mensahkan kesiapan konstruksi untuk proses penggenangan waduk. Jika belum siap, penggenangan harus ditunda.
13. Penggenangan waduk dan proses pemantauan keamanan bendungan. 14. Sertifikasi Operasi untuk memulai tahapan pemanfaatan fungsi bendungan.
Jika terdapat masalah dalam proses penggenangan waduk, operasi bendungan harus dihentikan.
15. Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan bendungan selama umur layanan bendungan. Biaya operasi dan pemeliharaan seharusnya telah diperhitungkan dalam perhitungan finansial BCR maupun IRR.
Implementasi rekomendasi kebijakan merupakan tahapan yang panjang dan harus dilewati dengan baik, tidak saja untuk kelancaran pelaksanaan pembangunan dan pencapaian daya dukung optimal tampungan serta fungsi optimal bendungan, tetapi juga keamanan tubuh bendungan.
205
206
Gambar 103. Bagan alir implementasi rekomendasi kebijakan
207
6.10. Keterbatasan Hasil Penelitian
Perencanaan pengendalian sedimentasi dan pengelolaan keseimbangan air merupakan perencanaan teknis lingkungan yang bersifat eksak, artinya dapat diukur secara kuantitatif. Jika perencanaan kedua aspek tersebut dilakukan secara akurat maka perencanaan pembangunan bendungan yang berkelanjutan akan dapat dicapai dengan indikasi tercapainya daya dukung optimal tampungan dan fungsi optimal bendungan selama umur layanan bendungan. Hal ini dapat diukur dan dimonitor secara kuantitatif melalui pengukuran laju sedimentasi, pengukuran volume tampungan dan sedimen, pengukuran debit inflow dan outflow. Jika nilainya sesuai perencanaan, berarti kualitas DAS dan keseimbangan air sesuai batasan perencanaan. Sedangkan pengadaan tanah untuk pembangunan bendungan bersifat non eksak, artinya tidak diukur secara kuantitatif, tetapi berdasarkan besaran-besaran dalam implementasi pengadaan tanah dapat diukur penilaian kualitatif. Sekalipun program dan rencana pengadaan tanah sudah sesuai perencanaan, jika dalam implementasi pengadaan tanah tidak memiliki ketegasan, konsistensi, koordinasi dan kedisiplinan, bukan tidak mungkin rencana pengadaan tidak tercapai. Pengadaan tanah pada pembangunan Bendungan Jatigede, khususnya pengadaan tanah milik penduduk, sebenarnya telah didukung dengan kebijakan pengadaan tanah mulai dari PP, Kepres/Perpres, Permen, Peraturan Kepala BPN dan peraturan lainnya. Seharusnya dengan dukungan kebijakan tersebut tidak ditemui masalah dalam pengadaan tanah. Kenyataannya, terdapat masalah dalam relokasi permukiman pada tanah, masalah rumah tumbuh dan klaim tanah. Hal ini terjadi karena pemerintah kurang memiliki ketegasan, konsistensi, koordinasi dan kedisiplinan pada program yang harus dijalankan, serta masalah eksternal terkait anggaran pembiayaan padahal luas tanah yang harus dibebaskan besar (± 4.946 ha). Akibatnya proses pengadaan tanah lama sekali baru dapat dituntaskan (lebih 30 tahun), sehingga bermunculan masalah di atas.
Reformasi politik tahun 1998, membawa pengaruh terhadap pengadaan tanah, positifnya musyawarah harga berjalan lebih demokratis sehingga proses penentuan harga bisa mendekati keinginan masyarakat. Pengaruh negatifnya, pemerintah kurang memiliki ketegasan dalam menegakkan kebijakan/peraturan, kurang konsisten dan disiplin terhadap program yang ada serta koordinasi yang lemah antar instansi pemerintah yang terlibat. Program pengadaan tanah yang baik akan menjadi kurang bermakna jika tidak diimplementasikan dengan ketegasan, konsistensi, kedisiplinan dan koordinasi yang baik.