Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Case Report Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Varises Esofagus Disusun oleh Ripandi Yuspa 05.48844.00245.09 Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi Case Report
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Varises Esofagus
Disusun oleh
Ripandi Yuspa
05.48844.00245.09
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Lab/SMF Ilmu Farmasi/Farmakoterapi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan akut Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salahsatu penyakit
yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebahagian besar pasien dating
dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya datang dalam keadaan gawat darurat yang
memerlukan tindakan yang cepat dan tepat.
Kejadian perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja
namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah
sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup tinggi. Selain itu
perdarahan akut SCBA sering menyertai penyakit-penyakit lainnya seperti trauma kapitis,
stroke, luka bakar yang luas, sepsis ,renjatan dan gangguan hemostasis.
BAB II
TINJAUAN KASUS
Presentasi Kasus
Farmakologi Klinik Tanggal: 26 Mei 2011
RSUD AWS-FK Unmul
I. Identitas pasien
Nama : Tn.MS P / L Tanggal Pemeriksaan:26-5-2011
Usia : 53 Tahun Dokter yang memeriksa :dr. Sp.PD
BB : 74 Kg
No. register : 11.02.10.89
Pekerjaan : Tidak Bekerja
II. Anamnesis (Subyektif)
Keluhan Utama :
Muntah darah dan BAB hitam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Muntah darah dialami pasien sejak 10 hari yang lalu, muntah darah awalnya berwarna
hitam seperti petis, jumlah muntah darah tidak diketahui pasien, pasien segera dirawat di
RS. Muntah darah kemudian diikuti BAB warna hitam seperti petis dan tidak ada ampas.
Selama dirawat di RS keadaan tidak membaik. Karena muntah darah masih berlangsung,
kemudian pasien dipindahkan ke RSUD AWS untuk pemeriksaan dan penanganan yang
lebih lanjut yang lebih lanjut.
Selain muntah dan BAB berdarah, sebelumnya pasien sering mengalami nyeri ulu hati
seperti terbakar, dan perut kembung.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi (-) Riwayat penyakit jantung (-), stroke (-), ginjal (-), DM (-)
Riwayat sakit maag sejak 1 tahun ini.
Riwayat kebiasaan :
Riwayat sering mengkonsumsi minuman kopi selama 5 tahun ini.
Riwayat sering meminum obat pegel linu sejak 1 tahun ini
Riwayat kebiasaan lupa makan
III. Pemeriksaan Fisik (Obyektif)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Vital Sign: TD = 100/70 RR = 20x/i
Nadi = 84x/i Temp = 36,90C
Kesadaran: CM (kompos mentis) GCS= E4M6V5
Kepala & Leher: anemia (+/+), Ikterus (-/-), sianosis (-/-),
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Pulmo :Vesikular, Rhonki (-/-) di basal paru, Wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur(-), gallop (-)
Abdomen: cembung, soefl, H/L/G tidak teraba, NT abdomen (-), timpani, shifting
dullness (-), asites (-), BU (+) kesan normal.
Ekstremitas superior : akral hangat, odem (-/-)
Ekstremitas inferior : akral hangat, odem (-/-)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan 26-5-2011
Hb 7,1
Hct 21,3
Leu 6.200
Plt 166.000
GDS 161
Ureum 28
Kreatinin 0,6
Na 130
K 3
Cl 105
V. Diagnosa (assessment)
Diagnosis : Hematemesis melena et causa suspek gastritis erosiva
VI. Terapi (plan)
a. IVFD RL 20 tpm
b. Ranitidin inj 2 x 1 amp
c. Asam Traneksamat inj 3 x 1 gram
d. Sukralfat Sirup 4xC I
e. Transfusi PRC 1 kolf/hari
VII. Masalah yang akan dibahas
a. Dosis penggunaan obat-obatan pada kasus ini
b. Rasionalisasi pengobatan pada kasus ini
c. Interaksi obat-obat yang digunakan pada kasus ini
Observasi :
Tanggal Subjektif / Objektif Assesment/ Planning
26 Mei
2011
S : mual (-), muntah (-), nyeri
ulu hati (+),kembung (+) BAB
hitam (+), badan lemas (+)
O : CM, TD 120/80, N 84x/i,
RR 20x/i, T 36,90C, anemis
(+/+)
17.00 CM, TD 100/70, N 84x/i,
RR 20x/i, T 36,90C , anemis
(+/+)
A : Hematemesis melena et
P : IVFD RL 20 tpm
Ranitidin inj 2x1 amp
Asam Traneksamat inj 1gr/8jam
Sukralfat Syr 4xC I
Transfusi PRC 1 kolf
Rencana gastroskopi
causa suspek gastritis Erosive
27 Mei
2011
S : BAB hitam (+), nafsu makan
menurun
O : CM, TD 110/80, N 80x/I, RR
20 x/I, T 360C, anemis (+/+), ikt
(-/-), soefl, distensi (-)
A : Hematemesis melena et
causa suspek gastritis Erosive
Observasi
13.30 TD: 90/60 mmHg, N: 80x
(carotis), RR: 28x/i
14.30 TD: 90/60 mmHg, N:
100x (carotis), RR: 28x/I, T:
360C
15.30 TD: 80/50 mmHg, N:
100x, RR: 24x/I, T: 37,20C, Rh
(-/-), Wh (-/-), an (+/+), ikt (-/-)
Hb : 5,2
HCT : 15%
Leukosit : 11.500
Thrombosit: 216.000
16.30 TD: 90/50 mmHg, N:
100x, RR: 24x/I, T: 36,90C
GDS : 165
Ur : 41,5
Cr : 1,2
Produksi urin : 75 cc/jam
18.00 TD: 80/50 mmHg, N:
104x, RR: 24x/I, T: 36,90C, an
(+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-)
19.00 TD: 80/50 mmHg, N:
104x, RR: 24x/I, T: 37,10C, an
P : Omeprazol infuse 1x/hari
Asam Traneksamat 1 gr/8 jam
Vit K 1 ampl/12 jam
Evaluasi vital sign
Tunggu hasil Hb (siap PRC 1 kolf)
Persiapan Gastroscopy
HES 14 tpm
Co Sp.PD : PRC 2 kolf, dilanjutkan RL
14 tpm
Cek DL 1 jam post transfuse
(+/+), ikt (-/-)
20.30 TD: 80/50 mmHg, N:
104x, RR: 24x/I, T: 37,20C, an
(+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-)
21.30 TD: 90/50 mmHg, N:
104x, RR: 22x/I, T: 37,20C, an
(+/+), ikt (-/-)
23.00 TD: 100/60 mmHg, N:
96x/i, RR: 22x/I, T: 36,90C, an
(+/+), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-)
00.30 TD: 90/60 mmHg, N:
98x/i, RR: 20x/I, T: 37,10C
02.00 TD: 90/50 mmHg, N:
104x/i, RR: 20x/I, T: 37,30C
03.30 TD: 90/50 mmHg, N:
108x/i, RR: 20x/I, T: 37,10C
04.30 TD: 100/60 mmHg, N:
110x/i, RR: 22x/I, T: 36,90C
Transfuse PRC 2 kolf selesai
Cek ulang DL
28 Mei
2011
Hb: 6,9
S : BAB hitam 1x, Nyeri ulu hati
O : CM, TD: 100/70 mmHg, N:
90x/i, RR: 20x/i, T: 360C, an
(+/+), ikt (-/-), NTE (+)
A : Varises Esofagus
Observasi
16.00 E4V5M6 TD: 100/70
mmHg, N: 88x/i, RR: 24x/i, T
36,80C
21.30 E4V5M6 TD: 110/70
mmHg, N: 84x/i, RR: 22x/i, T
P : Transfuse PRC 2 kolf
Propanolol 2x10mg
RL 20 tpm
Omeprazol infuse 1x/hr besok stop
Pertahankan Hb 8, cek Hb besok
pagi
36,80C
24.00 E4V5M6 TD: 120/80
mmHg, N: 88x/i, RR: 22x/i, T
36,80C
30 Mei
2011
S : BAB hitam (+), Nyeri ulu
hati (+), muntah (-), ascites (+)
O : CM, TD: 100/60 mmHg, N:
78x/i, RR: 22x/i, T: 36,80C, an
(+/+), ikt (-/-), NTE (+), Rh (-/-),
Wh (-/-)
A : Varises Esofagus
Lab tgl 28 mei 2011
Hb : 6,9
HCT : 20,3%
Leukosit : 6.800
Thrombosit: 101.000
Ur : 54,2
Cr : 1,0
P :
- Infus angkat iv line saja
- As. Traneksamat 1gr /12 jam
- Vit K 1 ampl/12jam
- Omeprazole infuse stop
- Transfuse stop
- Post ligasi endoscopi
Puasa 4 jam
Diet cair 1x24jam
Diet bubur saring 3x24jam
Diet bubur biasa 3x24jam
- Cek Hb besok
31 Mei
2011
S : BAB hitam (+), Nyeri ulu
hati (+), muntah (-), Ascites (+)
O : CM, TD: 100/60 mmHg, N:
76x/i, RR: 22x/i, T: 36,40C, an
(+/+), ikt (+/+), NTE (+)
A : Varises Esofagus
P:
- IV line saja
- Asam Traneksamat 1gr/12 jam
- Vit K injeksi 1 ampl/12 jam
- Ranitidin inj 2x1 amp
- Inpepsa sirup 4xCI
- Propanolol 2x5mg
- Spironolakton 100mg 1-0-0
- Diet cair
1 Juni
2011
S : BAB hitam (+), Nyeri ulu
hati (-), muntah (-), Ascites (+)
O : CM, TD: 100/60 mmHg, N:
76x/i, RR: 20x/i, T: 36,40C, an
P :
- IV line saja
- Asam Traneksamat 1gr/12 jam
(+/+), ikt (+/+), NTE (-)
A : Varises Esofagus
- Vit K injeksi 1 ampl/12 jam
- Ranitidin inj 2x1 amp
- Inpepsa sirup 4xCI stop
- Propanolol 2x5mg
- Spironolakton 100mg 1-1-0
- Diet bubur saring
1 Juni
2011
S : BAB hitam (+), Nyeri ulu
hati (-), muntah (-), Ascites (+)
O : CM, TD: 100/60 mmHg, N:
76x/i, RR: 20x/i, T: 36,40C, an
(+/+), ikt (+/+), NTE (-)
A : Varises Esofagus
P :
- IV line saja
- Asam Traneksamat 1gr/12 jam
- Vit K injeksi 1 ampl/12 jam
- Ranitidin inj 2x1 amp
- Inpepsa sirup 4xCI stop
- Propanolol 2x5mg
- Spironolakton 100mg 1-1-0
- Diet bubur saring
2 Juni
2011
S : BAB hitam (+), Nyeri ulu
hati (-), mual (-), muntah (-),
Ascites (+)
O : CM, TD: 100/70 mmHg, N:
78x/i, RR: 20x/i, T: 36,70C, an
(+/+), ikt (+/+), NTE (-)
A : Varises Esofagus
P :
- IV line saja
- Asam Traneksamat 1gr/12 jam
- Vit K injeksi 1 ampl/12 jam
- Ranitidin inj 2x1 amp
- Inpepsa sirup 4xCI stop
- Propanolol 2x5mg
- Spironolakton 100mg 1-1-0
- Diet bubur saring
- Sabtu cek Hb anti HCV
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Varises Esofagus
1. Epidemiologi
Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000
penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang sebenarnya di populasi tidak
diketahui. Dari catatan medik pasien-pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam
RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 1996-1998,pasien yang dirawat karena
perdarahan SCBA sebesar 2,5% - 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian
penyakit dalam.
Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan karena tukak peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena ruptura varises
gastroesofagei merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosiva
hemoragika sekitar 25-30%,tukak peptik sekitar 10-15% dan karena sebab lainnya <
5%.Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena
pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan
SCBA yang datang ke UGD RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih
tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar
penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri
melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal
ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.
2. Presentasi klinis
Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami perdarahan.
Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber perdarahannya
berasal dari esofagus,gaster dan duodenum.
Penampilan klinis pasien dapat berupa
- Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam seperti bubuk kopi
- Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal
- Hematemesis dan melena
- Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai pada
pasienpasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang
pendek
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope, instabilitas
hemodinamik karena hipovolemik dan gambaran klinis dari komorbid seperti
penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.
3. Pendekatan diagnosis
Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana dalam
melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis yang
sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.
Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah riwayat penyakit hati kronis,
riwayat dispepsia,riwayat mengkonsumsi NSAID,obat rematik,alkohol,jamu –
jamuan,obat untuk penyakit jantung,obat stroke. Kemudian ditanya riwayat penyakit
ginjal,riwayat penyakit paru dan adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat
muntah-muntah sebelum terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan
adanya sindroma Mallory Weiss. Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus
dilakukan adalah penilaian ABC,pasienpasien dengan hematemesis yang masif
dapat mengalami aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering
dijumpai pada pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
Khusus untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan.
1. Perdarahan < 8% hemodinamik stabil
2. Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik
3. Perdarahan 15-25% renjatan (shock)
4. Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran
5. Perdarahan >40% moribund
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yitau mencari stigmata penyakit hati
kronis( kterus,spider nevi, asites, splenomegali, eritema palmaris, edema
tungkai),masa abdomen,nyeri abdomen,rangsangan peritoneum, penyakit paru,
penyakit jantung,penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan
adalah colok dubur.Warna feses ini mempunyai nilai prognostik
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube
(NGT).Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,aspirat
berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat mungkin perdarahan
arteri.Seperti halnya warna feses maka warna aspiratpun dapat memprediksi
mortalitas pasien. Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.
Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Antara lain laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula
darah ,elektrolit , golongan darah,RÖ dada dan elektrokardiografi.
Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold standard.
Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk terapi.
Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera( bukan prosedur emergensi), dapat
dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien masuk dan keadaan
hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang nyata bila endoskopi dilakukan
dalam keadaan darurat. Dengan pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-
pasien dengan hemetemesis, melena atau hematemesis –melena dapat ditentukan
lokasi perdarahan dan penyebab perdarahannya.
Lokasi dan sumber perdarahan
1. Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
2. Gaster :Erosi,ulkus,tumor,polip,angiodisplasia,Dilafeuy,varises,gastropati
kongestif
3. Duodenum :Ulkus,erosi,tumor,divertikulitis
Untuk kepentingan klinik biasanya dibedakan perdarahan karena ruptur varises
dan perdarahan bukan karena ruptur varises (variceal bleeding dan non variceal
bleeding).
Identifikasi varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan
menentukan besarnya varises(F1-F2-F3), jumlah kolom(sesuai jam), lokasi di
esofagus(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru,cherry red,hematocystic).
Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.
1. Forrest Ia :Tukak dengan perdarahan aktif dari arteri
2. Forrest Ib :Tukak dengan perdarahan aktif berupa oozing
3. Forrest IIa :Tukak dengan visible vessel
4. Forrest IIb :Tukak dengan ada klot diatasnya yang sulit dilepas
5. Forrest IIc :Tukak dengan klot diatasnya yang dapat dilepas
6. Forrest III :Tukak dengan dasar putih tanpa klot.
Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan dengan kontras barium (OMD) mungkin dapat membantu. Untuk
pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat dilakukan pemeriksaan
dengan angiografi atau skintigrafi. Hasil pemeriksaan endoskopi untuk pasien-
pasien perdaahan non varises mempunyai nilai prognostik. Dengan menganalisis
semua data yang ada dapat dteintukan strategi penanganan yang lebih adekwat. Dari
berbagai pemeriksaan diatas harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada
kelompok risiko tinggi atau bukan
4. Pengelolaan pasien
Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan umum dan
tindakan khusus .
Tindakan umum:
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC. Terhadap pasien yang
stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai,pasien dapat segera dirawat untuk
terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.
Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:
1. Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar minimal
no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan pemasangan CVP
2. Oksigen sungkup/ kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT
3. Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine
4. Memonitor Tekanan darah, Nadi,saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai
dengan komorbid yang ada.
5. Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi
Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi
1. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
2. Pemberian vitamin K
3. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
4. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises gastroesofageal dapat
diberikano oktreotid bolus 50 µg dilanjutkan dengan drip 50 µg tiap 4 jam.
Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri, tetapi
pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi pasien dapat
mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka assessmen yang lebih
akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko perdarahan
ulang dan mortalitasnya. Untuk pasien dengan skor > 4 harus dilakukan penanganan
secara tim dengan melibatkan penyakit dalam,bedah,ICU,radiologi dan
Laboratorium.
Terapi khusus
Varises gastroesofageal
1. Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.
o Otreotid
o Somatostatin
o Glipressin (Terlipressin)
2. Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3. Terapi endoskopi
o Skleroterapi
o Ligasi
4. Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS( Transjugular Intrahepatic
Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta.
5. Terapi pembedahan
o Shunting
o Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
o Devaskularisasi + splenektomi
Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai
factor antara lain:
- Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)
- Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi dengan
semacam glue(histoakrilat)
- Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal sindrom dan
infeksi
Tukak peptik
1. Terapi medikamentosa
o PPI
o Obat vasoaktif
2. Terapi endoskopi
o Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)
o Termal (koagulasi, heatprobe,laser
o Mekanik (hemoklip,stapler)
3. Terapi bedah
Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor akan
kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi
Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi.
Pasien-pasien bukan risiko tinggi dapat diberikan diit segera setelah endoskopi
sedangkan pasien dengan risiko tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru
diberikan makanan secara bertahap.
Pencegahan perdarahan ulang
Varises esofagus
1. Terapi medik dengan betabloker nonselektif
2. Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi
Tukak peptik
1. Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu. Bila
ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi
2. Bila pasien memerlukan NSAID,diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif?) + PPI atau misoprostol
Memulangkan pasien
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan. Adanya
perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan. Apabila
tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil serta risiko
perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya pulang dalam
keadaan anemis, karena itu selain obat untuk mencegah perdarahan ulang perlu
ditambahkan preparat Fe.
B. Tinjauan Farmakologis
1. IVFD Ringer Laktat
1. Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat2
i. Indikasi : Digunakan untuk koreksi gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.
Kontraindikasi : Hipernatremia, hiperkalemia, hiperhidrasi, kelainan ginjal,
kerusakan sel hati, asidosis laktat.
ii. Efek samping obat : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena
atau flebitis, ekstravasasi.
2. IVFD HES
1. Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat2
i. Indikasi : subtitusi koloid, terapi dan pencegahan hipovolemia, syok karena
perdarahan, infeksi (syok septic)
Kontra indikasi : hiperhidrasi, alergi zat pati, hipervolemia, gangguan
pembekuan darah, insufisiensi jantung berat, HD jangka panjang, hamil Efek
samping obat : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan, trombosis vena atau
flebitis, ekstravasasi.
ii. ESO : reaksi kulit, takikardia, penurunan TD, mual, sesak nafas, syok, kejang
otot bronkus, atau uterus, henti jantung
iii. Dosis: disesuaikan dengan volume darah yang hilang dan nilai hematokrit s.d
20 ml/kgBB/hr.
3. Ranitidin3,4,5
1. Farmakodinamik: menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel, menduduki
reseptor H2 di sel parietal sehingga menghambat sekresi asam lambung dan pepsin.
2. Farmakokinetik
Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi IV.
i. Absorbsi: cepat dan baik tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas 50-60%,
konsentrasi puncak pada plasma 2-3 jam setelah pemberian per oral. Diabsorbsi
secara cepat dengan pemberian IM dengan konsentrasi puncak plasma didapatkan
setelah 15 menit.
ii. Distribusi : terikat secara lemah pada protein plasma yaitu sekitar 15%, melewati
barier otak dan plasenta, serta didistribusikan ke dalam ASI.
iii.Metabolisme: hepar
iv. Ekskresi: ginjal. T ½ = 2-3 jam, meningkat pada gangguan ginjal. Sebagian kecil
melalui feses.
3. Indikasi, kontraindikasi, Efek samping obat
i. Indikasi: peptic ulcer, GERD, refluks esofagitis, sindroma dispepsia, sindroma
zolinger Ellison.
ii. Peringatan : gangguan fungsi hepar dan ginjal dosis dikurangi.
Pada ganguan ginjal, T ½ meningkat hingga 4-8 jam. Pada dengan LFG < 20
ml/menit direkomendasikan untuk pemberian ranitidin sebesar separuh dari dosis
lazim. Sedangkan di UK, dosis ranitidin pada pasien dengan gangguan ginjal berat
yaitu 150 mg/hari pada pemberian oral, dan 25 mg/hari pada pemberian parenteral.
Efek samping obat: pusing, rash, sakit kepala, konstipasi.
Interaksi obat
- mengganggu kerja obat yang membutuhkan suasana asam karena kerjanya
menurunkan asam lambung.
- Cisapride mempercepat kadar puncak plasma dari ranitidin
Dosis dan sediaan
Tukak lambung, duodenum dan refluk esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet
atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam, selama 4 – 8 minggu.
Untuk hipersekresi patologis, sehari 2 – 3 kali 1 tablet. Bila keadaan
parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan sehari 1 tablet pada malam hari. Terapi parenteral:
Diberikan i.m. atau i.v. atau infus secara perlahan atau intermiten untuk
penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak
usus dua belas jari yang tidak sembuh-sembuh, atau bila terapi oral tidak
memungkinkan. Dosis dewasa : Injeksi i.m. atau i.v. intermiten : 50 mg
setiap 6-8 jam. Jika diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis
tidak boleh melebihi 400 mg sehari. Injeksi secara i.m.: tidak perlu
diencerkan, injeksi i.v. intermiten: 50 mg ranitidine tiap 6-8 jam
diencerkan dengan larutan natrium klorida 0,9 % atau larutan i.v. lain
yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5 mg/ml
(total volume 20 ml) dan kecepatan injeksi tidak melebihi 4 ml per menit
(waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit).
Sediaan : tablet salut selaput 150 mg, injeksi 50 mg/2ml
4. Penghambat Proton Inhibitor
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang
lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses terakhir produksi asam lambung lebih
distal dari AMP3. Contoh obat ini adalah Omeprazole (OMZ)
1. Mekanisme kerja:
Berikatan irreversibel dan inhibisi nonkompetitif dengan H+/K+-ATPase (proton
pump) pada sel parietal yang menghambat sekresi ion H+ ke dalam lumen lambung.3
Lebih dari 90% menghambat sekresi asam lambung baik basal maupun yang
distimulasi oleh makanan.3
2. Farmakokinetik
A : cepat di GIT (usus halus), kadar puncak dicapai setelah 0,5-3,5 jam.
Bioavailibilitas 30-40%
D : Ikatan protein 99%. Bersifat basa lemah yang lipofilik sehinga cepat difusi
melewati membran lipid menuju kanalikuli sel parietal lambung.
M : di hepar. Metabolitnya : hydroxymeprazole, carboxylic acid
E : lewat urin dan feses
T ½ 0,5-1 jam3
3. Indikasi: Esofagitis erosif, GERD, ulkus duodenum aktif, ulkus gaster aktif3
4. Kontra Indikasi: Hipersensitivitas, wanita hamil, ibu menyusui3
5. Interaksi Obat:
Mempengaruhi oksidasi obat dengan menghambat enzim P-450 yaitu obat :
warfarin, fenitoin, diazepam, cyclosporine, digoxin, nifedipine, nimodipine,
nisoldipine, sehingga meningkatkan konsentrasinya, Absorbsi obat glipizide,
glyburide, tolbutamide meningkat hingga potensial hipoglikemi, konsentrasi
methotrexate dan fenitoin meningkat.4,5
6. Efek Samping:
Konsentrasi bakteri di lambung meningkat pada penggunaan lama,Vitamin B12
menurun karena absorbsinya perlu suasana asam, Sakit kepala (sering) Diare, nyeri
perut, mual, pusing, asthenia, muntah, konstipasi, ISPA, nyeri punggung, rash,
batuk.4,5
7. Perhatian Penggunaan: Gangguan hepar, hamil, laktasi4.
8. Bentuk Sediaan Obat dan Dosis
Kapsul 10 mg (Losec), 20 mg (Omeprazol,Loklor), Vial 40 mg (Losec, OMZ)4
Dosis dewasa : per oral 20 mg/hari diberi 15-30 menit sebelum makan dpt dosis
tunggal, ulkus gaster benign aktif dewasa per oral 40 mg/hari selama 4-8 minggu,
Anak: > 2 tahun, berat badan > 20 kg, 20 mg/hari, > 2 tahun, berat badan < 20 kg,
10 mg/hari4,5.
5. Asam traneksamat5,6
1. Farmakodinamik
Sebagai antiplasminik (menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan
plasmin) dan agen hemostatik (mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit,
peningkatan kerapuhan vaskular, pemecahan faktor koagulasi)
2. Farmakokinetik
Absorbsi: diabsorbsi 30 – 50 % didalam gastrointestinal. Biovaibilitas tidak
dipengaruhi dengan makanan.
Distribusi : didistribusikan dapat melalui air susu, ikatan dengan protein sangat
rendah (<3%), tidak berikatan dengan serum albumin
Metabolisme : kurang dari 5% dimetabolisme di hepar.
Ekskresi: primer diekskresikan melalui urin. T ½ 2 jam.
3. ESO : Gangguan GI, mual, muntah, anoreksia, hipotensi pada pemberian IV cepat
4. Indikasi : untuk fibrinolisis lokal seperti, epistaksis, prostatektomi, konisasi
serviks,perdarahan abnormal sesudah operasi, perdarahan sesudah operasi gigi pada
penderita hemofilia.
5. Kontraindikasi : insufiensi ginjal, pada kasus hematuri karena gangguan parenkim
renal beresiko terjadi intrarenal obstruksi, perdarahan sub arakhnoid karena
meningkatkan oedem cerebri dan infark cerebri.
6. Interaksi obat : penggunaan anti-inhibitor koagulan komplek dapat meningkatkan
resiko komplikasi trombotik, penggunaan bersama estrogen meningkatkan formasi
trombus.
7. Dosis dan sediaan
1. Fibrinolisis lokal : oral 1-1,5 gram 2-3 x/hari, parenteral 500-1000 mg inj iv
lambat 2-3 x/hari
2. Perdarahan abnormal sesudah operasi : oral 1 gram 3-4x/hari, mulai hari ke-4
pasca operasi sampai hematuri tidak tampak secara makroskopis
3. Sediaan : injeksi 250 mg/5ml, 500mg/5ml, tablet 500mg, kapsul 250 mg
a. Sukralfat4,5
1. Farmakodinamik
Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana
asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sukralfat hampir tidak
diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCL dan
pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu
untuk mengaktifkan obat ini, pemberian bersama AH2 atau antacid menurunkan
bioavailibilitas.
ii. Indikasi. Sukralfat sama efektifnya dengan simetidin untuk pengobatan tukak
lambung, tukak duodenum dan gastritis kronis. Derajat kekambuhan ulkus
lebihrendah setelah pemberian sukralfat.
iii. ESO. Konstipasi, mulut kering
iv. Perhatian. Gagal ginjal kronik, pasien dialysis, hamil, laktasi, anak
v. Interaksi obat. Menurunkan absorpsi simetidin, siprofloksasin, digoksin,
ketokonazole, norfloksasin, fenitoin, ranitidine, tetrasiklin dan teofilin.
vi. Dosis. Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptic 1 g, 4 kali sehari
dalamkeadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu.
vii. Sediaan. Suspensi 500 mg/ 5 ml
b. Vitamin K
1. Farmakodinamik
Vitamin K merupakan suatu kofaktor enzim mikrosom hati yang penting untuk
mengaktivasi precursor factor pembekuan darah, dengan mengubah residu asam
glutamate dekat amino terminal tiap precursor menjadi residu γ-karboksilglutamil.
Pembentukan asam amino baru yaitu γ-karboksilglutamat, memungkinkan protein
tersebut mengikat ion Kalsium (Ca2+) dan selanjutnya dapat terikat pada permukaan
fosfolipid. Hal inilah yang diperlukan untuk rangkaian tahapan selanjutnya untuk
pembekuan darah.
2. Farmakokinetik
A : melalui usus tergantung kelarutannya
M : belum banyak diketahui
3. Indikasi
Mencegah atau mengatasi perdarahan
4. Sediaan
Vit K (menadion) drag 10 mg 3x1 drag/hari
Injeksi 10 mg/ml dosis 5-10 mg IM/hari
c. Propranolol
1. Farmakodinamik
Sebagai β-Reseptor blocker. Memblok reseptor β1 dan β2 sehingga menurunkan
frekuensi jantung & curah jantung, menurunkan pelepasan rennin, dan
Bronkokontriksi melalui antagonis reseptor β2
2. Farmakokinetik
A: diabsorbsi baik di GIT
D: ikatan protein 93%, didistribusi luas
M: di hepar
E: terutama melalui urine
T ½ 3-5 jam
3. Indikasi
Hipertensi, angina pectoris, ansietas, takikardia, disaritmia jantung, kardiomiopati
obstruktif hipertrofi dan tremor esensial, Terapi tambahan untuk tirotoksikosis dan
feokromositoma profilaksis migren
4. Kontraindikasi
Blok AV derajat 2 dan 3, syok kardiogenik, riwayat bronkospasme, asidosis
metabolik
5. ESO
Gangguan GI, kelemahan oto, lelah, jarang : bradikardia, paraestesi, trombositopeni,
purpura, ruamm kulit.
6. Sediaan dan Dosis
Paten:Tab10mg;40 mg
Dosis:antiangina oral dws 3-4x10 mg dpt dinaikkan bertahap 3-7 hr.antiaritmia dws
4x10-20 mg
Anak-anak 0.5-1 mg/kg dibagi 3-4 dosis, u/ mencegah takikardi supraventrikel
Anti HT dws:2x40 mg, dpt ↑120-240 mg/hr
d. Spironolakton
Spironolakton adalah suatu steroid sintetis yang bekerja sebagai antagonis kompetitif
aldosteron pada kortek tubulus dan pada bagian akhir tubulus distal. Dosis spironolakton
peroral 25 mg dapat diulang sampai 4 kali pemberian dalam 24 jam.
1. Farmakodinamik
Diuretik hemat kalium yang mempengaruhi reabsorbsi natrium dengan cara
kompetitif menginhibisi aktivitas aldosteron di tubules distalis, yang menstimulasi
ekskresi natrium dan air serta meningkatkan retensi kalium.
2. Farmakokinetik
i. Absorbsi :diabsorbsi baik di GIT, bioavailability 70%, absorbsi ditingkatkan
oleh makanan.
ii. Distribusi : Vd 0,05 l/kg, ikatan protein plasma > 98%.
iii. Metabolisme : Menjadi cantreonat yang aktif dan metabolit lain di hepar.
iv. Ekskresi : Ginjal. Waktu paruh T ½ : 1,5 – 2 jam.
3. Indikasi, kontraindikasi dan efek samping
i. Indikasi : hipertensi, edema.
ii. Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal, laktasi, hamil, anastesi, tua, gangguan
fungsi hepar, DM, asidosis.
iii. Efek samping : hiperkalemi (pada fungsi ginjal terganggu), hiponatremi,
dehidrasi, hiperkalsiuri, ekskresi magnesium berkurang, asidosis hiperkloremik
pada sirosis hepatic dekompensata, libido menurun, impotent, ginekomasti,
gangguan menstruasi (efek anti androgen), gangguan GIT, sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, jarang : ataksia, urtikaria.3,4,5
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang pada pasien ini,
maka pasien didiagnosa hematemesis melena et causa gastritis erosif.
Terapi yang diberikan pada pasien ini dan penjelasan umum tentang rasionalitas
terapi terdiri dari :
a. Terapi Balans cairan
Tujuan pemberian cairan parenteral RL pada pasien ini :
1. menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi.
2. menggantikan cairan tubuh
3. sebagai pembawa obat-obat lain.
Pada pasien ini diberikan RL 20 tetes/ menit (1 tetes=0,5 ml). Berarti cairan infus akan
habis dalam waktu + 8 jam. Penentuan kecepatan pemberian ini dilihat dari keadaan
pasien. Karena keadaan pasien tidak menunjukkan tanda-tanda terjadi gangguan
keseimbangan cairan maka cukup diberikan cairan infus RL dengan kecepatan 20
tetes/menit untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis.
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Indikasi : sebagai terapi
rumatan untuk mencegah
terjadinya dehidrasi,
menambah cairan,
elektrolir, dan nutrisi,
Sebagai terapi
rumatan√
2.
Kontra
indikasi :hipernatremi,
kelainan ginjal, kerusakan
sel hati, laktat asidosis
Tidak ada
kontra indikasi
pada pasien
√
3. DosisSesuai kondisi
penderita√
4.
ESO : panas, infeksi pada
tepat penyuntikan,
thrombosis vena atau
flebitis
- √
Selain itu pasien juga diberikan HES untuk mengatasi hemodinamik yang tidak stabil
dimana pasien jatuh pada kondisi dengan hemodinamik yang menurun. Yaitu saat tanda-
tanda vital didapatkan TD 90/60, N 100x/i (carotis), RR 28x/I, T 360C. Berdasarkan
tanda-tanda tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi defisit cairan sebanyak 6-8% rata-
rata 7% sesuai dengan dehidrasi tingkat sedang. Dengan jumlah defisit cairan sejumlah
kira-kira 518 cc.8
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Indikasi : subtitusi koloid,
terapi dan pencegahan
hipovolemia, syok karena
perdarahan, infeksi (syok
septic)
Pencegahan
hipovolemia√
2.
Kontra indikasi :
hiperhidrasi, alergi zat pati,
hipervolemia, gangguan
pembekuan darah,
insufisiensi jantung berat,
HD jangka panjang, hamil
Tidak ada
kontra indikasi
pada pasien
√
3. ESO : reaksi kulit,
takikardia, penurunan TD,
mual, sesak nafas, syok,
kejang otot bronkus, atau
uterus, henti jantung
Terjadi
penurunan
tekanan darah
dengan
administrasi
HES selama 1
√
jam
4.
Dosis: disesuaikan dengan
volume darah yang hilang,
yaitu sekitar 518 cc
Tidak
disebutkan
jumlah cairan
yang
diperlukan
√
b. Transfusi 8
Untuk pengobatan anemianya pasien harus dilakukan transfuse darah. Yang dipilih
adalah PRC (Packed Red Cells) dan Whole Blood. Tujuan transfusi PRC dan Whole
Blood adalah untuk menaikkan Hb pasien bedanya pada PRC tidak menaikkan volume
darah secara nyata.
Rumus transfuse PRC = (HB yg diharapkan – HB sekarang) x BB x 3
Rumus transfuse Whole Blood = (HB yg diharapkan – HB sekarang) x BB x 6
Tanggal 26 Mei 2011 (TD 120/80 hemodinamik baik dan Hb rendah, pilihan PRC)
Kebutuhan PRC = (8 – 7,1) x 3 x 74 = 199 cc ≈ 1 kolf
Dibutuhkan 1 kolf untuk memperbaiki kadar Hb
Tanggal 27 Mei 2011 (TD 80/50 dengan Hb rendah dan hemodinamik menurun,
pilihan Whole Blood), TD turun setelah administrasi HES
Kebutuhan Whole Blood = (8 – 5,2) x 74 x 6 = 1243,2 cc ≈ 6 kolf
Dibutuhkan 6 kolf untuk memperbaiki kadar Hb dan hemodinamik
Tanggal 28 Mei 2011 (TD 100/70 hemodinamik baik dan Hb rendah, pilihan PRC)
Kebutuhan PRC = (8 – 6,9) x 3 x 74 = 244,2 cc ≈ 1 kolf
Dibutuhkan 1 kolf untuk memperbaiki kadar Hb
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.Indikasi transfusi : jika Hb
<8 gr/dl
Hb < 8 gr/dl
Tgl 26 Hb 7,1
Tgl 27 Hb 5,2
Tgl 28 Hb 6,9
√
2. Tgl 26/5 1 kolf PRC 1 kolf PRC √
3.Tgl 27/5 6 kolf whole
blood2 kolf PRC √
4. Tgl 28/5 1 kolf PRC 2 kolf PRC √
Pemilihan transfuse berupa PRC dan Whole Blood untuk menaikkan disesuaikan dengan
status hemodinamik pasien saat itu.
c. Ranitidin
Pasien ini mendapat terapi ranitidin injeksi 50 mg/2ml iv dua kali sehari. Dosis
untuk penggunaan ranitidin pada pasien ini sudah mencukupi. Ranitidin merupakan H2
Receptor Antagonis yang cukup efektif menurunkan asam lambung dan harganya
murah. Pemilihan ranitidin sebagai indikasi terapi sudah tepat pada kasus ini. Selain itu
obat lain yang dapat digunakan juga adalah golongan PPI.
NO TEORI KASUSRASIONAL
YA TIDAK
1 Indikasi: pengobatan tukak
lambung dan duodenum akut,
refluks esofagitis, keadaan
hipersekresi asam lambung
patologis seperti pada
sindroma Zollinger-Ellison
Pengobatan gastritis
erosive ataupun
mencegah terjadinya
stress ulcer dengan
menurunkan sekresi
asam lambung
√
2 Dosis : dewasa Injeksi i.m.
atau i.v. intermiten : 50 mg
setiap 6-8 jam
Pasien diberi inj.
Ranitidin 50 mg/2mL
2x1 (iv)
√
3 Pemakaian :
Injeksi i.v. intermiten: 50 mg
ranitidine tiap 6-8 jam
diencerkan dengan lar. NaCl
0,9 % atau larutan i.v. lain
yang cocok sampai didapat
Pasien diberi inj.
Ranitidin 50 mg/2mL
2x1 (iv) tanpa
pengenceran
√
konsentrasi tidak lebih besar
dari 2,5 mg/ml (total volume
20 ml) dan kec. Inj. tidak
melebihi 4 ml per menit
(waktu seluruhnya tidak
kurang dari 5 menit).
4 ESO : Diare/konstipasi, nyeri
otot, pusing, dan timbul ruam
kulit, malaise, nausea
-
√
d. Omeprazole
Pada pasien ini juga diberikan omeprazole dan pemberiannya tidak bersamaan
dengan ranitidine atau hanya sebagai subtitusi. Dosis untuk penggunaan omeprazole
pada pasien ini sudah mencukupi. Omeprazole merupakan Proton Pump Inhibitor yang
lebih efektif menurunkan asam lambung dibandingkan dengan ranitidin. Pemilihan
ompeprazole sebagai indikasi terapi sudah tepat pada kasus ini. Pemakaian obat ini
dapat saling menggantikan dengan Ranitidin, karena indikasi pengobatan yang sama.
Namun karena perbedaan harga yang signifikan dengan ranitidine membuat pemberian
omeprazole menjadi tidak rasional
NO TEORI KASUSRASIONAL
YA TIDAK
1 Indikasi: pengobatan tukak
lambung dan duodenum akut,
refluks esofagitis, keadaan
hipersekresi asam lambung
patologis seperti pada
sindroma Zollinger-Ellison
Pengobatan gastritis
erosive ataupun
mencegah terjadinya
stress ulcer dengan
menurunkan sekresi
asam lambung
√
2 Dosis : dewasa infuse 40
mg 1x/hari
Pasien diberi inj.
Omeprazole infuse 40
√
mg 1x/hari
3 ESO : Diare/konstipasi, sakit
kepala, urtikaria, pruritus,
mulut kering, mual, timbul
ruam kulit.
-
√
4 Harga beli obat mahal Pasien kurang mampu √
e. Asam traneksamat
Pasien ini mendapat terapi asam traneksamat injeksi 3x500 mg iv. Dosis untuk
penggunaan asam traneksamat adalah oral 1-1,5 gram 2-3 x/hari, parenteral 500-1000 mg
inj iv lambat 2-3 x/hari. Pada pasien ini dosisnya sudah mencukupi. Asam traneksamat
berfungsi sebagai agen hemostatik, di mana pasien ini terdapat perdarahan saluran cerna
bagian atas berupa hematemesis dan melena.
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Indikasi : untuk mencegah
fibrinolisis lokal seperti,
epistaksis, prostatektomi,
konisasi serviks,perdarahan
abnormal sesudah operasi,
perdarahan sesudah operasi
gigi pada penderita
hemofilia.
Untuk
mencegah
perkembangan
perdarahan
√
2. Kontraindikasi : insufiensi
ginjal, pada kasus hematuri
karena gangguan parenkim
renal beresiko terjadi
intrarenal obstruksi,
perdarahan sub arakhnoid
karena meningkatkan
Tidak ada
kontra indikasi
pada penderita
√
oedem cerebri dan infark
cerebri.
3.Dosis parenteral 500-1000
mg inj iv lambat 2-3 x/hari 3 x 500 mg IV √
4.
ESO : Gangguan GI, mual,
muntah, anoreksia,
hipotensi pada pemberian
IV cepat
- √
f. Sucralfat
Pada pasien ini penggunaan sucralfat adalah 4 x 1,5 gr, sedangkan dosis yang
dianjurkan 4 x 1 gr, sehingga dosis yang digunakan cenderung lebih besar dari anjuran.
Interaksi obat tidak terjadi karena obat-obat lain yang diberikan tidak memiliki interaksi
dengan sukralfat, kecuali ranitidine. Namun ranitidine diberikan secara parenteral sehingga
obat langsung masuk pada distribusi tanpa melewati absorpsi. Indikasi pemberian sukralfat
sudah benar untuk melindungi mukosa lambung serta membantu penyembuhan mukosa.
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Indikasi. pengobatan tukak
lambung, tukak duodenum
dan gastritis kronis. Derajat
kekambuhan ulkus
lebihrendah setelah
pemberian sukralfat.
Pengobatan
gastritis (curiga
tukak), ternyata
pasien ini
menderita
Varises
esofagus
√
2. Dosis. Dewasa, untuk tukak
duodenum dan tukak peptic
1 g, 4 kali sehari dalam
keadaan lambung kosong (1
jam sebelum makan),
4 x 1,5 g √
selama 4-8 minggu.
3.ESO. Konstipasi, mulut
kering - √
4.
Interaksi obat. Menurunkan
absorpsi simetidin,
siprofloksasin, digoksin,
ketokonazole, norfloksasin,
fenitoin, ranitidine,
tetrasiklin dan teofilin.
- √
e. Vitamin K
Pada pasien ini penggunaan vit K adalah 1 amp (10 mg) /12 jam, sedangkan dosis
yang dianjurkan adalah 10 mg/hari, sehingga dosis yang digunakan melebihi dari
anjuran. Penggunaan vitamin K pada pasien ini sudah sesuai dengan indikasi, yaitu
untuk mengatasi ataupun mengurangi perdarahan.
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Indikasi : Mencegah atau
mengatasi perdarahan
Untuk
mencegah
perkembangan
perdarahan
√
2.Dosis parenteral 10 mg/hari
(parenteral)10 mg/12jam
parenteral√
f. Propranolol
Setelah dilakukan ligasi, pasien ini mendapat terapi propranolol 2 x 5 mg oral untuk
mencegah terjadinya perdarahan ulang. Dosis untuk penggunaan propranolol pada
varises esophagus dengan dosis awal untuk menurunkan tekanan darah vena porta
adalah 2x20 mg selama tiga hari pertama kemudian dinaikkan hingga 2x40 mg. Pada
pasien ini dosisnya belum mencukupi. Sediaan obat propranolol adalah 10 mg dengan
bentuk sediaan berupa tablet salut selaput
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1.
Hipertensi, angina pectoris,
ansietas, takikardia,
disaritmia jantung,
kardiomiopati obstruktif
hipertrofi dan tremor
esensial, Terapi tambahan
untuk tirotoksikosis dan
feokromositoma profilaksis
migren
Menurunkan
hipertensi porta√
2.
Kontraindikasi : Blok AV
derajat 2 dan 3, syok
kardiogenik, riwayat
bronkospasme, asidosis
metabolic
Tidak ada
kontra indikasi
pada penderita
√
3.
Dosis oral awal untuk VE
adalah 2x20mg 3 hari
pertamaOral 2x5mg √
4.
ESO : Gangguan GI,
kelemahan otot, lelah,
jarang : bradikardia,
paraestesi, trombositopeni,
purpura, ruam kulit.
- √
g. Spironolakton
Pada pasien ini terjadi ascites, oleh karena perlu untuk dilakukan terapi untuk
menanggulangi ascites. Spironolakton diberikan setelah dilakukan diet rendah garam.
Dosis awal pemberian spironolakton untuk ascites adalah 100-200 mg/hari dan dapat
ditingktkan hingga 400-600mg/hari.7 Pada pasien ini masih diberikan pengobatan
spironolakton 100 mg pada hari pertama pemberian (31/5), kemudian ditingkatkan
menjadi 200 mg hari selanjutnya (1/6, 2/6, 3/6). Berdasarkan hal tersebut diketahui
bahwa dosis pemberian sudah rasional.
No Teori KasusRasional
Ya Tidak
1. Indikasi : hipertensi, edema. Ascites √
2.
Kontraindikasi : gangguan
fungsi ginjal, laktasi, hamil,
anastesi, tua, gangguan
fungsi hepar, DM, asidosis.
Tidak ada
kontra indikasi
pada penderita
√
3.Dosis oral awal untuk VE
adalah 100-200 mg/hari
Dosis awal 100
mg/hari,
ditingkatkan
menjadi 200
mg/hr
√
4.
ESO : hiperkalemi (pada
fungsi ginjal terganggu),
hiponatremi, dehidrasi,
hiperkalsiuri, ekskresi
magnesium berkurang,
asidosis hiperkloremik pada
sirosis hepatic
dekompensata, libido
menurun, impotent,
ginekomasti, gangguan
menstruasi (efek anti
androgen), gangguan GIT,
sakit kepala, mengantuk,
kebingungan, jarang :
- √
ataksia, urtikaria.
BAB IV
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Pada kasus ini, pemilihan obat sudah benar namun terdapat beberapa obat untuk
diperhatikan kembali dalam hal dosis, efek samping, serta interaksinya terhadap obat lain
agar dapat memberikan hasil yang terbaik terhadap pasien.
4.2. SARAN
1. Sebagai dokter umum, diperlukan pemahaman yang baik mengenai tindakan pengobatan
terhadap gastritis erosive.
2. Disamping pengobatan farmakologi, diperlukan pemahaman terhadap pengobatan non
farmakologi pada tiap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, P. 2007. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid I. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta. Hal. 289-290.
2. Medical department divisi CN, 2000. Tanya jawab terapi cairan edisi 2. PT. Otsuka
Indonesia. Jakarta. Hal. 4, 7, 22
3. Sukandar, Elin Y.,dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan. Hal.439-
440.
4. Syarif, Amir.dkk. 2008. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal. 283, 524-525
5. MIMS, 2009. antiemetik. MIMS edisi Bahasa Indonesia, volume 10. Penerbit PT
Bhuana ilmu popular (kelompok Gramedia). Jakarta.
6. Sweetman SC, ed. Electrolytes. In: Martindale: The Complete Drug Reference. 34 th ed.
London: Pharmaceutical Press; 2005. p. 1217-27, 1429-30
7. Fauci dkk. Harrison’s Manual of Medicine. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2009. P
73
8. Leksana, Ery. Terapi Cairan dan Darah. Cermin Dunia Kedokteran. Jakartta : Kalbe
Farma. 2010
Presentasi