I.Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pelaporan konvensional di sebagian besar negara tidak memasukkan laporan pertambahan nilai (value added reporting). Sebagai gantinya, laporan tersebut mengukur dan mengungkapkan posisi keuangan (melalui neraca), kinerja keuangan perusahaan (melalui laporan laba rugi), dan perlakuan keuangan perusahaan (melalui laporan perubahan posisi keuangan). Meskipun manfaat dari laporan-laporan tersebut telah dibuktikan dengan sangat seringnya laporan tersebut digunakan, laporan tersebut tidak mampu memberikan informasi penting mengenai produktivitas total dari perusahaan dan bagian dari tiap anggota tim yang terlibat dalam proses manajemen yaitu: pemegang saham, karyawan, pemerintah, pemasok dan kreditor. Dalam membaca laporan keuangan tersebut masyarakat umumnya masih sulit dalam menentukan seberapa besar kontribusi perusahaan terhadap para stakeholder-nya (pemegang saham, karyawan, pemerintah, pemasok dan kreditor). Meskipun telah lama dan lazim digunakan namun ketiga bentuk laporan diatas tidak dapat segera memberikan informasi mengenai distribusi keuntungan terhadap kelompok-kelompok stakeholder yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam mengelola sumber 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pelaporan konvensional di sebagian besar negara tidak memasukkan
laporan pertambahan nilai (value added reporting). Sebagai gantinya, laporan
tersebut mengukur dan mengungkapkan posisi keuangan (melalui neraca), kinerja
keuangan perusahaan (melalui laporan laba rugi), dan perlakuan keuangan
perusahaan (melalui laporan perubahan posisi keuangan). Meskipun manfaat dari
laporan-laporan tersebut telah dibuktikan dengan sangat seringnya laporan
tersebut digunakan, laporan tersebut tidak mampu memberikan informasi penting
mengenai produktivitas total dari perusahaan dan bagian dari tiap anggota tim
yang terlibat dalam proses manajemen yaitu: pemegang saham, karyawan,
pemerintah, pemasok dan kreditor. Dalam membaca laporan keuangan tersebut
masyarakat umumnya masih sulit dalam menentukan seberapa besar kontribusi
perusahaan terhadap para stakeholder-nya (pemegang saham, karyawan,
pemerintah, pemasok dan kreditor).
Meskipun telah lama dan lazim digunakan namun ketiga bentuk laporan
diatas tidak dapat segera memberikan informasi mengenai distribusi keuntungan
terhadap kelompok-kelompok stakeholder yang terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam mengelola sumber daya perusahaan. Kelihatannya diperlukan
laporan keuangan yang dapat mengukur kinerja perusahaan dengan
memperlihatkan distribusi keuntungan tidak hanya kepada pemegang saham tetapi
juga terhadap kelompok pekerja, pemodal dan bahkan pemerintah.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) masih merujuk pada
teori entitas. Dalam teori entitas, laporan keuangan diposisikan sebagai tameng
yang melindungi kepentingan pemilik modal. Laporan laba rugi didisain untuk
melaporkan laba, sedang laporan neraca dibuat sedemikian rupa agar bisa
mendukung kepentingan pemilik saham.
Adanya kelemahan laporan keuangan konvensional telah mendorong
timbulnya laporan nilai tambah (value added statement/reporting) yang
merupakan alternatif pelaporan yang dapat mengisi kekosongan jenis informasi
1
diatas. Keberadaan laporan nilai tambah berawal dari abad ke 18 di United States
Treasury. Sejak itu keberadaannya menjadi topik debat apakah dapat dimasukkan
sebagai laporan standar akuntansi keuangan atau hanya merupakan pilihan
manajemen untuk mengungkapkannya. Pada akhir 1970 konsep nilai tambah ini
mulai mendapat perhatian serius di beberapa negara Eropa. Introduksi dan
penerapan pajak pertambahan nilai (value added tax) di negara Eropa tersebut
menjadi pemicu bagi penggunaan laporan nilai tambah, walaupun pada dasarnya
penghitungan pajak pertambahan nilai tersebut tidak membutuhkan laporan nilai
tambah.
Di Inggris konsep ini mencapai kepopulerannya dengan adanya publikasi
Corporate Report, sebuah paper diskusi yang disusun oleh panitia kerja dari
badan akuntansi Inggris. Paper ini dipublikasikan pada Bulan Agustus tahun 1975
oleh Accounting Standards Steering Committee (sekarang Accounting Standards
Committee). Dalam laporan ini dianjurkan untuk menggunakan Laporan
Pertambahan Nilai. Anjuran ini diadopsi di UK pada tahun 1977. pada survey
yang dilakukan untuk mengetahui banyaknya perusahaan yang memakai Laporan
Pertambahan Nilai ini, pada tahun 1980 lebih 20% perusahaan terbesar di UK
sudah membuat Laporan Pertambahan Nilai. Perkembangan ini didorong oleh
desakan dari serikat buruh yang dikenal sangat kuat di Eropa. Bahkan sekarang
dikenal VAIPS atau Value Added Incentive Payment Scheme dimana dasar
pemberian insentif didasarkan pada pertembahan nilai. Dalam publikasi tersebut
direkomendasikan penggunaan laporan nilai tambah dengan dua alasan utama,
yang pertama sebagai cara yang mudah dan cepat untuk memposisikan
keuntungan pada sudut pandang yang benar jika dihubungkan sebagai hasil usaha
bersama antara modal, manajemen dan para pekerja dalam suatu perusahaan.
Kedua, sebagai alat yang berguna untuk mengukur kinerja dan aktivitas keuangan
sebuah perusahaan.
2
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka terdapat
masalah yang akan di bahas antara lain:
1. “Apakah yang dimaksud dengan value added reporting (Laporan
Pertambahan Nilai)?”
2. “Bagaimana bentuk laporan pertambahan nilai?”
3
II. Value Added Reporting (Laporan Pertambahan Nilai)
Menurut Choi (Choi & Mueller, 1992) nilai tambah didefinisikan sebagai
beda antara nilai output perusahaan dengan nilai input perusahaan. Nilai tambah
dapat juga diartikan sebagai pertambahan kekayaan yang dihasilkan dari
penggunaan produktif sumber daya perusahaan sebelum dialokasikan kepada
pemegang saham, pemegang obligasi, kreditor, pekerja dan pemerintah. .
Sebanarnya konsep dasar dari VAR ini sudah dikenal dalam ilmu ekonomi
terutama dalam perhitungan Pendapatan Nasional. Namun, perlu diingat bahwa
value added tidak sama dengan laba. Laba menunjukkan pendapatan bagi pemilik
saham sedangkan pertambahan nilai mengukur kenaikan kekayaan bagi seluruh
stakeholder. Laporan Pertambahan Nilai jangan pula disamakan dengan Pajak
Pertambahan Nilai.
Kesadaran akan pentingnya VAR ini sejalan dengan peralihan penekanan
tujuan manajemen dari pertama-tama memaksimalkan profit kepada pemilik
modal, ke memaksimalkan nilai tambah kepada stake holder. Masyarakat yang
semakin menyadari pentingnya keadilan sosial juga merupakan salah satu
penyebab munculnya VAR ini. Karena dianggap lebih adil dan lebih demokratis
jika diberikan laporan nilai tambah. Sehingga hubungan antara masing-masing
pihak yang bekerja sama dalam satu tim lebih harmonis karena masing-masing
nilai tambah yang diberikannya diukur. Indikator atau informasi ini tentu akan
bisa digunakan untuk melakukan pembagian hasil yang lebih adil. Dalam konsep
ekonomi islam tampaknya konsep VAR ini lebih sesuai karena konsep bisnis
dalam islam didasarkan pada kerja sama (musyarakah atau mudharabah) yang
adil, transparan, dan saling menguntungkan bukan salah satu mengeksploitasi
yang lain.
4
2.1. Isi Laporan Pertambahan Nilai
Sebenarnya Laporan Pertambahan Nilai ini adalah modifikasi dari Laporan
Laba Rugi sehingga pada dasarnya dapat disusun dengan menggunakan laporan
laba rugi ini. Langkah yang diikuti dalam menyusun laporan pertambahan nilai
dari laporan laba rugi adalah (Belkaoui,1995) :
Langkah 1: Laporan laba rugi menghitung jumlah laba ditahan sebagai perbedaan
antara pendapatan dari penjualan, di satu sisi, serta biaya, pajak, dan dividen, di
sisi lainnya:
R = S – B – DP – W – I – DD – T (1)
di mana:
R = laba di tahan (retained earning)
S = pendapatan dari penjualan (sales revenue)
B = bahan baku dan jasa yang dibeli (bought-in materials and services)
DP = depresiasi (deprectiation)
W = upah (wages)
I = bunga (interest)
DD= dividen (dividend)
T = pajak (tax)
Langkah 2: Rumus nilai tambah dapat diperoleh dengan menyusun kembali rumus
laba menjadi:
S – B = R + DP + W + I + DD + T (2)
atau
S – B – DP = R + W + I + DD + T (3)
Persamaan (2) merupakan format nilai tambah bruto sedangkan persamaan
(3) merupakan format nilai tambah neto. Sisi kiri persamaan (2) dan (3)
merupakan nilai tambah, sedangkan sisi kanannya merupakan alokasi nilai tambah
diantara partner kerja perusahaan yang terdiri dari kelompok pekerja, kelompok
pemegang saham, kelompok pemegang obligasi dan kreditor serta pemerintah.
Bentuk laporan pertambahan nilai berdasarkan langkah-langkah yang telah
diuraikan di atas adalah sebagai berikut:
5
Langkah 1:
Disini dihitung Laba Ditahan yang didapat dari Hasil Penjualan dikurangi
Biaya, Pajak, Deviden atau :
Penerimaan Penjualan Rp ………..
Dikurangi :
Pembelian Barang dan Jasa Rp ...............
Penyusutan Rp ...............
Biaya Karyawan Rp ...............
Deviden Rp ...............
Pajak Rp ...............
Total Pegurangan Rp .............
Laba Ditahan Rp .............
Langkah 2
Laporan Pertambahan Nilai dapat disusun dari format pada langkah 1
dengan format sebagai berikut :
I. Metode nilai tambah kotor:
Penerimaan Penjualan Rp..............
Dikurangi : Pembelian Barang dan Jasa Rp..............
Pertambahan Nilai Kotor Rp..............
Pertambahan Nilai ini dirinci sbb :
Penyusutan Rp..............
Biaya Karyawan Rp..............
Biaya Bunga Rp..............
Deviden Rp..............
Pajak Rp..............
Total Pertambahan Nilai Rp..............
6
II. Metode nilai tambah bersih:
Penerimaan Penjualan Rp ................
Dikurangi:
Bahan baku yang dibeli Rp..............
Biaya jasa-jasa Rp..............
Depresiasi Rp..............
Total Rp ................
Nilai tambah yang tersedia untuk didistribusikan atau ditahan Rp ................
Jumlah ini dibagikan kepada:
Upah Tenaga Kerja Rp ................
Biaya Bunga Rp ................
Biaya Pajak Rp ................
Deviden Rp ................
Laba Ditahan Rp ................
Nilai tambah Rp ................
Beberapa kegunaan dari Value Added Reporting ini dapat disebut sebagai berikut:
a. Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi yang
absah sebagai dasar perhitungan reward.
b. Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna untuk
mengetahui angka reinvestasi (laba ditahan dan penyusutan).
c. Laporan ini dianggap dapat menjebatani kepentingan akuntansi dan
ekonomi dengan mengungkapkan jumlah kekayaan dalam pengukuran
pendapatan nasional.
d. Pertambahan nilai bersih bisa menjadi dasar distribusi kekayaan bukan
pertambahan nilai kotor :
1) Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan bonus
produktivitas tenaga kerja dengan memberikan penyisihan pada
perubahan modal.
2) Dengan mengurangkan biaya penyusutan akan menghindari double
counting yang bisa terjadi jika pertukaran aktiva antara dua perusahaan.
7
3) Pertambahan nilai bersih sangat menguntungkan bagi konsep laba untuk
semua. Ini akan mendorong spirit team atau sense of belonging dalam
perusahaan. Masing-masing pihak mengetahui kontribusinya dalam
proses peningkatan kekayaan perusahaan.
4) Mestinya remunerasi karyawan tidak hanya berasal dari gaji, tetapi juga
kenaikan kekayaan, ini konsep baru dalam dunia bisnis modern.
Informasi untuk kepentingan ini di-supply oleh Laporan Pertambahan
Nilai.
5) Dapat menjadi media peramalan yang baik bagi peristiwa ekonomi
yang dapat mempengaruhi kesehatan perusahaan.
6) Sangat cocok bagi ekonom dalam memperhitungkan pendapatan
nasional.
7) Dapat menilai proporsi masing-masing terhadap nilai tambah sehingga
dapat mendorong keadilan.
Kelebihan dan Kegunaan Lain dari Laporan Nilai Tambah
Meskipun konsep nilai tambah belum mencapai tingkat penggunaan yang
meluas dikarenakan belum adanya model laporan yang konvensioanl, namun
beberapa penulis telah menguji beberapa kelebihan dan keterbatasan yang
berhubungan dengan laporan nilai tambah.
Kelebihan utama laporan nilai tambah terletak pada cakupan teknis
multidimensional-nya dibanding model laporan keuangan konvensional. Berikut
ini beberapa kelebihan yang dimiliki oleh laporan nilai tambah.
a. Memberikan iklim organisasi yang kondusif bagi pekerja.
b. Alat prediksi yang andal. Rasio yang dibuat berdasarkan nilai tambah
dapat digunakan untuk memprediksi dan mendeteksi keadaan ekonomi
untuk kepentingan perusahaan.
Beberapa contoh rasio yang dapat digunakan (Morley, 1979):
Rasio nilai tambah/upah. Selain untuk mengukur kontribusi pekerja
terhadap nilai tanmbah yang terjadi, dapat juga digunakan untuk
8
meramalkan kecenderungan dalam biaya tenaga kerja, selain itu juga
dapat digunakan dalam negosiasi gaji.
Rasio pajak/nilai tambah sebagai indikator peran pemerintah dalam
perusahaan.
Rasio nilai tambah/penjualan selain untuk mengukur pengaruh
penjualan terhadap nilai tambah juga dapat digunakan untuk
menentukan derajat integrasi vertikal pada suatu grup perusahaan.
Rasio ini juga dapat dijadikan sebagai indeks daya tahan perusahaan
terhadap perubahan pasokan bahan dan jasa.
Rasio nilai tambah/capital employed dapat digunakan untuk
mengukur produktivitas modal yang digunakan dalam perusahaan
(Cox, 1978).
Rasio nilai tambah/operating assets untuk mengukur produktivitas
asset operasional
Rasio nilai tambah/penyusutan sebagai ukuran produktivitas aktiva
berwujud
Rasio laba operasional/nilai tambah sebagai ukuran kontribusi profit
terhadap nilai tambah
c. Konsep laporan nilai tambah kurang lebih sama dengan konsep yang
digunakan para ekonom untuk menghitung pendapatan nasional. Seperti
diketahui untuk menghitung pendapatan nasional salah satu langkahnya
adalah dengan menjumlahkan nilai tambah perusahaan-perusahaan.
d. Laporan nilai tambah dapat juga berfungsi sebagai alat ukur untuk
menentukan signifikansi sebuah perusahaan dalam suatu perekonomian.
Jumlah nilai tambah yang diciptakan perusahaan merupakan tolok ukur
yang lebih baik jika dibandingkan dengan penjualan atau modal karena
penggunaan kedua pos tersebut dapat menimbulkan misinterpretasi.
Contohnya begini, mana yang lebih besar Unilever atau Indofood?
Tentunya harus ditentukan dulu besaran mana yang terbaik untuk
digunakan sebagai alat ukur. Bisa jadi penjualan merupakan besaran yang
tepat, tetapi akan salah persepsinya kalau ternyata sebagian besar
9
penjualan tersebut hanya merupakan media antara biaya pembelian dari
perusahaan lain. Beberapa kasus menggunakan net capital employed
sebagai tolok ukur, mungkin tolok ukur ini relatif lebih baik tapi akan lain
ceritanya kalau salah satu perusahaan bergerak di industri yang padat
modal.
Namun, disamping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan
Laporan Pertambahan Nilai ini, yaitu sebagai berikut :
a. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan Pertambahan Nilai
itu merasa senang bekerja sama dengan yang lain. Tidak jarang justru ada
konflik sehingga justru laporan ini bisa menimbulkan atau mempertajam
konflik.
b. Ada kemungkinan dengan adanya Laporan Pertambahan Nilai ini
manajemen salah tanggap seolah ingin memaksimalkan pertambahan nilai.
Pada hal sikap ini bisa menimbulkan inefisiensi.
c. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan
kepalsuan pendapat sendiri seperti :
1) Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba.
2) Kenaikan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi
pemegang saham.
3) Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas
perubahan pertambahan nilai.
4) Pertambahan nilai yang tinggi bagi tenaga kerja per unit dianggap
merupakan prestasi ekonomi yang baik.
5) Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak
mendapatkan gaji yang tinggi.
10
2.1.1. Perlakuan pos-pos tertentu
1. Nontrading Credits
Nontrading credits didefinisikan sebagai penerimaan yang didapat
bukan dari aktivitas normal perusahaan di bidang jasa, perdagangan atau