Top Banner
VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN TERHADAP EKSISTENSI UNDANG-UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : NURUL MIFTAHUL JANNAH NIM : 11150480000114 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M
99

VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

Nov 10, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019

TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN

PRODUK HEWAN TERHADAP EKSISTENSI UNDANG-UNDANG

JAMINAN PRODUK HALAL INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

NURUL MIFTAHUL JANNAH

NIM : 11150480000114

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

i

VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019

TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN

PRODUK HEWAN TERHADAP EKSISTENSI UNDANG-UNDANG

JAMINAN PRODUK HALAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

NURUL MIFTAHUL JANNAH

NIM : 11150480000114

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 3: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa
Page 4: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa
Page 5: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa
Page 6: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

v

ABSTRAK

NURUL MIFTAHUL JANNAH, NIM 11150480000114 “VALIDITAS HUKUM

PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN

EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN TERHADAP

UNDANG-UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL”. Konsentrasi Hukum

Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M. Isi: viii + 83 halaman +

6 halaman daftar pustaka.

Validitas hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan terhadap eksistensi Undang-Undang Jaminan

Produk Halal. Adapun Permasalahnya terkait dengan legalitas pencantuman

Undang-Undang Jaminan Produk Halal dalam konsiderans dan dasar hukum

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 dan validitas hukum permendag Nomor 29

Tahun 2019 dihadapkan dengan eksistensi Undang-Undang Jaminan Produk Halal.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan

menganalisis permasalahan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan

(statute aproach) di bidang hukum perlidungan konsumen. Penelitian ini

meggunakan pendekatan dalam konsep teori validitas dan kepastian hukum yang

mencakup perlindugan hukum, keadilan hukum, kepastian hukum, akuntabilitas,

transparansi, efektivitas, dan efesiensi serta profesionalitas Peraturan Perundang-

undangan. Khususnya Undang-undang Jaminan Produk Halal dan Permendang

Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk

Hewan..

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya

permasalahan (konflik) tersebut dampak filosofis yang ditimbulkan bertentangan

dengan teori perlindungan hukum dan moralitas hukum dimana suatu norma pada

dasarnya tbertujuan untuk melindungi konsumen khusunya konsumen muslim

dalam hak-haknya. Secara sosiologis dari penelitian tersebut juga berdampak pada

penurunan stabilitas moral dan kepastian dalam hukum yang berlaku terhadap

pencantuman sertifikasi halal dalam produk impor hewan dan produk hewan di

Indonesia setelah di terbitkannya Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

ketentuan Ekspor dan Impor hewan dan produk hewan sehingga dapat

menimbulkan multi tafsir dan kesalahfahaman dari berbagai kalangan termasuk

didalamnya masyarakat.

Kata Kunci : Validitas, Legalitas, Norma, Konsiderans, Dasar Hukum,

Permendag, Jaminan Produk Halal

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. M. Bukhori Muslim, M.A.

2. Andi Syafrani, S.H.I.,M.C.C.L.

Daftar Pustaka : Tahun 1983 sampai Tahun 2019.

Page 7: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-

Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “ VALIDITAS HUKUM PERMENDAG

NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

HEWAN DAN PRODUK HEWAN TERHADAP EKSISTENSI UNDANG-

UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL INDONESIA” dapat diselesaikan

dengan baik, walaupun terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses

penyusunan skripsi ini.

Penelitian skripsi ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan,

dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan

segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terimakasih

sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. M. Bukhori Muslim, M.A. dan Andi Syafrani, S.H.I., M.C.C.L,

Pembimbing Skripsi serta Ali Mansur M.A, Pembimbing Akademik yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan

bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada

peneliti dalam menyusun skripsi ini.

5. Kepala Urusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Kepala Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Kepala Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah menyediakan fasilitas yang memadai guna menyelesaikan penelitian

skripsi ini.

Page 8: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

vii

6. Kedua orang tua saya, Bapak Hasyim As’ari dan Ibu Siti Nursidah, adik

saya tersayang Muhammad Ikhsan Nudin yang selalu memberikan

dukungan moral dan materil serta doa yang tak pernah henti untuk peneliti.

Semoga peneliti dapat selalu membahagiakan dan membanggakan keluarga

serta selalu dalam ridho Allah SWT.

7. Semua Pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang

telah memberikan semangat dan doa tanpa henti kepada peneliti sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata, peneliti berharap

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Terima Kasih.

Jakarta, 8 Januari 2020

Peneliti

Nurul Miftahul Jannah

Page 9: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

viii

DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv

ABSTRAK ......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ..................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10

D. Metode Penelitian ......................................................................... 11

E. Sistematika Penulisan .................................................................. 15

BAB II TINJAUAN PEMBAHASAN TENTANG KEDUDUKAN HUKUM

PERMENDAG RI NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG

KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN PRODUK

HEWAN

A. Kerangka Konseptual .................................................................. 17

1. Kedudukan hirarki Permendag RI Nomor 29 Tahun 2019..... 17

2. Koniderans dan Dasar Hukum Permendag RI Nomor 29 Tahun

2019 ........................................................................................ 23

3. Hukum WTO (World Trade Organization) ............................ 27

4. Penyelesaian Sengketa Impor Daging Ayam antara Indonesia

dengan Brazil ......................................................................... 30

5. Moralitas Hukum .................................................................... 33

B. Kerangka Teori ............................................................................ 35

1. Teori Validitas Hukum ........................................................... 35

2. Teori Kepastian Hukum .......................................................... 36

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ............................................ 37

Page 10: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

ix

BAB III KEDUDUKAN DAN EKSISTENSI UNDANG-UNDANG NOMOR

33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

A. Posisi dan Kedudukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal ...................................................... 42

1. Undang-Undang Jaminan Produk Halal ............................... 45

2. Tujuan dan Asas Undang-Undang Jaminan Produk Halal .... 46

3. Landasan Hukum Jaminan Produk Halal .............................. 49

B. Eksistensi Undang-Undang Jaminan Produk Halal .................... 54

1. Asas-Asas dan Teori Pembentukan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal ........................................................................ 54

2. Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia .............................................................................. 57

BAB IV KONSTRUKSI LEGALITAS DAN VALIDITAS HUKUM

PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG

KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR HEWAN

A. Legalitas Pencantuman UU JPH dalam Konsiderans” dan Dasar

Hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan ......................................... 62

B. Validitas Hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan di Hadapkan

dengan Eksistensi UU JPH ........................................................... 74

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 82

A. Kesimpulan .................................................................................. 82

B. Rekomendasi ............................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 84

Page 11: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak dahulu cita-cita yang didambakan oleh bangsa Indonesia yaitu

terwujudnya masyarakat yang gemah ripah loh jinawi, tata tenterem karta

raharja, dengan penuh harapan diupayakan terealisasi dalam sikap tingkah

laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia. Pembangunan nasional harus

dilakukan melalui perencanaan. Masa depan Indonesia harus didesain dan

strategi pembangunan harus disusun. Perencanaan pembangunan nasional

adalah imperatif, perekonomian harus disusun dan tidak dibiarkan tersusun

sendiri melalui mekanisme pasar bebas.1 Bagi Indonesia, kesejahteraan

sosial menempati posisi sentra dalam kemerdekaan Indonesia.

Kesejahteraan sosial (social welfare) merupakan kelanjutan yang lebih utuh

dari pemikiran tentang ekonomi kemakmuran (welfare economics).2

Karena itu, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang

pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus

senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam

dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat dan perlu

mendapat perlindungan dan jaminan kepastian hukum kehalalan untuk

dikonsumsi, terutama bagi umat Islam yang wajib dilindungi dan diberi hak

menjalankan ibadah sesuai dengan amanat UUD 1945 terutama Pasal 28

dan 29. Bagi masyarakat muslim, mengkonsumsi produk halal merupakan

kewajiban, sehingga negara melalui aparatur pemerintah juga berkewajiban

menjamin hal tersebut. Perintah berkewajiban mengkonsumsi dan

menggunakan produk halal dan baik diantaranya disebutkan di dalam

1 Paisol Burlian, “Reformulasi Yuridis Pengaturan Produk Pangan Halal Bagi Konsumen

Muslim DI Indonesia”, Jurnal Ahkam: Vol. VIV, No. 1, Januari 2014, h. 43. 2 Sri-Edi Swasono, Indonesia dan Doktrin Kesejahteraab Sosial: Dari Klasikal dan

Neoklasikal sampai ke The End Pf Laissez-Faire, (Jakarta: Perkumpulan PraKarsa, 2010), h. 2.

Page 12: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

2

firman-Nya Qs Al- Maidah Ayat 88. Halalan thayyiban atau dengan kata

lain adalah makanan yang baik untuk dikonsumsi secara syariat dan baik

bagi tubuh secara kesehatan (medis).

Laporan State of The Global Islamic Economy Report 2018/19 yang

diterbitkan oleh Thomson Reuters menempatkan Indonesia di peringkat

pertama untuk konsumen produk makanan halal yaitu sebesar $170 Miliar

atau setara dengan Rp2.412.087.50. data tersebut menunjukkan Indonesia

berada dalam posisi pertama dari 10 negara dengan jumlah pengeluaran

makanan halal terbesar di dunia. Sertifikasi dan labelisasi halal sangat

penting diterapkan oleh seluruh pelaku usaha guna untuk menentramkan

konsumen Indonesia yang mayoritas muslim, dengan demikian umat

muslim dapat dengan mudah memilih dan mengetahui mana produk yang

boleh dan mana produk yang tidak boleh dikonsumsi sesuai dengan ajaran

agama Islam. Perhatian dan keseriusan ajaran Islam dalam mengatur

makanan jelas terungkap dalam Qs ‘Abasa ayat 24 yang berbunyi “maka

hendaklah manusia memperhatikan makanannya.” Memang pandangan

Islam, makanan bukunlah tujuan hidup (ultimate goal), namun sebagai

sarana mencapai tujuan hidup. Kemudian dalam Qs Al-Mu’minun ayat 51

yang berbunyi “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik,

dan kerjakanlah amal yang saleh.” Ayat kedua ini sesungguhnya

memberikan tata urutan; pertama, perintah memakan makanan yang baik;

lalu kedua, perintah melaksanakan perbuatan saleh. Dengan demikian

perbuatan saleh harus didukung dengan sumber makanan yang baik, bahwa

perbuatan saleh tujuan akhirnya adalah takwa sebagai tujuan hidup,

sedangkan makanan yang baik adalah sarana untuk mencapai tujuan hidup

tersebut, yakni takwa.3 Oleh karena itu, jaminan kepastian hukum terhadap

produk pangan halal dalam hukum nasional sangat diperlukan guna

memberikan jaminan kepastian hukum bagi konsumen muslim di Indonesia.

3 Zulham, Peran Negara Dalam Perlindungan Konsumen Muslim Terhadap Produk Halal,

(Jakarta: Kencana, 2018), h.159.

Page 13: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

3

Hal ini sejalan dengan perubahan pola konstruksi hukum dalam hubungan

produsen dan konsumen, yaitu hubungan yang dibangun atas prinsip caveat

emptor (konsumen harus berhati-hati) menjadi prinsip caveat venditor

(kesadaran produsen untuk berhati-hati guna melindungi konsumen).4

Tujuan konsumen dalam mengkonsumsi, terutama pangan, dalam

perspektif (ekonomi) Islam adalah mencari maslahat maksimum dan begitu

juga produsen.

Halal pada saat ini tidak lagi hanya murni urusan agama. Dalam

kehidupan masyarakat dunia, halal menjadi simbol global yang

mencerminkan jaminan kualitas dan pilihan gaya hidup. Karena dalam

bisnis, produk berlabel halal dapat membuat keuntungan yang signifikan

bagi produsen.5 Dalam hal ini produsen dan pedagang menggunakan

sertifikat halal dan logo sebagai cara untuk menginformasikan dan

meyakinkan konsumen bahwa produk mereka berkualitas dan layak

dikonsumsi sesuai aturan agama. Meningkatnya gaya hidup halal

masyarakat dunia berpengaruh pada permintaan produk halal. Banyak

negara berkonsentrasi pada bisnis penyediaan produk halal, yang mana

pengaturan kehalalan produk disesuaikan dengan syari’ah Islam.

Perkembangan industri produk halal di negara-negara maju,

meskipun umat Islam minoritas seperti Amerika Serikat, namun pola

belanja dan konsumsi pangan disesuaikan dengan ketentuan standar halal,

begitu juga dengan negara-negara lainnya. Tumbuhnya angka perdagangan,

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai inisiatif untuk

memperbaiki kualitas hidup masyarakat, merupakan signal penting bahwa

konsep halal dipahami sepenuhnya oleh pelaku industri. Konsep halal akan

mempengaruhi transformasi masyarakat menuju tercapainya kualitas hidup

4 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab

Mutlak, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fkultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), h. 4

5 Supriadi, Yayat, Pengaruh kebijakan labelisasi halal terhadap hasil penjual

anproduk,(Jakarta:Universitas Indonesia, 2009), h. 12.

Page 14: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

4

yang baik, keselamatan publik, penciptaan kembali dan tempat tinggal yang

nyaman.6 Perdagangan internasional (International Trade) adalah bentuk

kerjasama ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara-negara

lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa

membawa kemakmuran bagi suatu negara. Istilah perdagangan

internasional (International Trade) atau disebut dengan perdagangan antar

bangsa-bangsa, pertama kali dikenal di Benua Eropa yang kemudian

berkembang di Asia dan Afrika, dan negara-negara yang terhimpun dalam

kegiatan perdagangan internasional membentuk suatu persetujuan dagang

dan tarif (General Agreement on Tariff and Trade/GATT). Perdagangan

sangat penting sebagai upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sekaligus

guna memelihara kemantapan stabilitas nasional.

Perdagangan internasional saat ini mengacu pada konsep ekonomi

dimana perdagangan antar negara terjadi tanpa hambatan perdagangan yang

disebut dengan pasar bebas.7 Namun, walau sudah terdapat kesepakatan

bersama dalam menentukan suatu peraturan mengenai perdagangan, dalam

prakteknya hambatan-hambatan pada perdagangan itu masih tetap akan ada

dan banyak dari hambatan tersebut yang dibuat oleh negara. Merupakan

suatu hal yang wajar apabila terdapat suatu pertikaian atau konflik dalam

sebuah hubungan perdagangan, yang mana hal ini merupakan suatu bentuk

dari interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Konflik akan

berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan

menyatakan rasa tidak puas dan menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya.

Kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan oleh negara-negara

yang terhimpun dalam Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade

Organization/WTO) tentu saja tidak terlepas dari adanya permasalahan

hukum. Ada beberapa permasalahan hukum yang terdapat dalam

6 Lady Yulia, Halal Product Industry Development Strategy (Strategi Pengembangan

Industri Produk Halal), (Jurnal Bimas Islam, ISSN: 1978-90009 Vol.8 No. 1, Tahun 2015), h. 123. 7 Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2012), h. 17.

Page 15: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

5

perdagangan internasional, seperti ekspor-impor, dumping, safeguard,

subsidi, keterlambatan pengiriman barang, dll. Di Indonesia sendiri

permasalahan hukum dalam perdagangan internasional hampir selalu

terjadi, misalnya permasalahan hukum mengenai ekspor-impor. Salah

satunya adalah indonesia yang dipersegketakan oleh Brazil mengenai impor

daging ayam.

Indonesia telah meratifikasi pembentukan World Trade

Organization (WTO) menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994

tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization

(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Di dalam

undang-undang tersebut dijelaskan bahwa salah satu pembahasan dalam

Putaran Uruguay 1986 sampai dengan 1994 adalah mengenai Non-Tariff

Measures (Tindakan Non-Tarif) yang bertujuan untuk mengurangi atau

menghapus berbagai hambatan perdagangan yang bersifat non-tariff,

dengan tetap memperhatikan komitmen untuk mengurangi sebanyak

mungkin hambatan perdagangan sejenis (Standstill and Rollback

Principles).8 Dengan demikian Indonesia secara yuridis terikat untuk

mengimplementasikan WTO Agreement trsebut, begitupun dengan

ketentuan-ketentuan yang berlaku didalamnya termasuk The General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Indonesia sebagai negara anggota

WTO diberikan kebebasan untuk membuat dan mengaplikasikan prosedur

hukum nasionalnya sendiri yang secara otomatis harus konsisten dengan

ketentuan-ketentuan WTO. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal XI

GATT: "Setiap pihak dalam perjanjian, artinya negara yang telah

meratifikasi, tidak diperbolehkan untuk memberlakukan atau menegakkan

larangan atau pembatasan selain dalam bentuk bea masuk, pajak atau

pungutan lainnya, baik itu yang diberlakukan melalui kuota, lisensi impor

atau ekspor atau tindakan lainnya, dalam hal importasi produk apa pun dari

8 https://nasional.sindonews.com/read/1304189/18/sertifikasi-halal-dan-sengketa-

perdagangan-internasional-1525822382 diakses pada tanggal 15 Oktober 2019, pukul 22.07.

Page 16: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

6

wilayah pihak lainnya atau dalam hal eksportasi atau penjualan untuk tujuan

ekspor dari produk apa pun yang ditujukan bagi wilayah pihak lainnya."9

Kasus yang termutahir terjadi pada gugatan Brazil kepada Indonesia

dalam sengketa di WTO mengenai pengimporan daging ayam dan produk-

produk dari ayam potong ke Indonesia. Salah satu poin gugatanya yaitu

bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal dan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging,

dan/atau Olahannya ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Brazil

menganggap bahwa kedua peraturan perundang-udangan tersebut dianggap

sebagai cara untuk melarang impor daging ayam dan produk-produk ayam,

dan bahwa persyaratan penyembelihan dan pelabelan halal bersifat

diskriminatif. Dalam rangka menjawab tuntutan ketentuan Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO) akibat kekalahan Indonesia pada sengketa

perdagangan antara Brasil dan Indonesia, dalam Keputusan Panel Sengketa

Perdagangan Nomor DS484 Badan Penyelesaian Sengketa WTO tertanggal

22 November 2017 lalu, secara ringkas memutuskan bahwa 18 kebijakan

yang diterapkan pemerintah Indonesia dinilai tidak konsisten dengan aturan

WTO yang berlaku.10 Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerbitkan

Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019

tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan. Lahirnya

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 ini sekaligus mencabut Permendag

Nomor 59/MDAG/PER/8/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor

Hewan dan Produk Hewan. Salah satu persoalan antara Brasil dan

Indonesia adalah perihal perdagangan daging unggas terkait sertifikasi halal

terhadap produk daging hewan unggas/ayam potong dari Brazil. Putusan itu

pun kemudian berdampak pada hilangnya kewajiban sertifikasi halal

9 https://nasional.sindonews.com/read/1304189/18/sertifikasi-halal-dan-sengketa-

perdagangan-internasional-1525822382, diakses pada tanggal 19 Oktober 2019, Pukul 17.14. 10 https://nasional.sindonews.com/read/1304189/18/sertifikasi-halal-dan-sengketa-

perdagangan-internasional-1525822382, diakses pada tanggal 19 Oktober 2019, pukul 17.44.

Page 17: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

7

sebagai prasyarat masuknya produk tersebut ke Indonesia. Hasil putusan

dari sengketa itu kemudian terjawab dalam Permendag Nomor 29 Tahun

2019. Kemendag pun menghapus kewajiban sertifikasi halal seperti yang

tercantum dalam Permendag 59/2016.

Ada dua persoalan yang akan muncul jika putusan dari WTO itu

sepenuhnya diterapkan di Indonesia. Pertama, pemerintah harus menghapus

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal (UU JPH) yang mengatur mengenai kewajiban bersertifikasi halal.

Saat ini, Indonesia tengah mempersiapkan masa kewajiban mandatori

sertifikasi halal untuk semua produk, baik produk impor maupun produk

lokal yang akan dimulai pada 17 Oktober 2019. Dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal bahwa

“Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia

wajib bersertifikat halal”. Kedua, putusan WTO tersebut melanggar hak-

hak konsumen muslim, khususnya yang saat ini menurut data statistik

berjumlah 220 juta jiwa. Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut tidak akan

mendapatkan perlindungan negara untuk mendapatkan daging impor baik

dari daging unggas maupun dari daging merah. Karena sekalipun yang

dipersoalkan adalah produk daging ayam-unggas dalam Sengketa

Perdagangan Nomor DS484, akan tetapi Permendag Nomor 29 Tahun 2019

tentu akan berimplikasi hukum bagi semua produk hewan dan turunannya.

Namun yang menjadi pokok perhatian penelitian ini terkait polemik

peraturan tersebut adalah bagaimana konsepsi teori hukum aturan

perundang-undangan yang ditinjau dari sudut pandang hukum pelindungan

konsumen khusunya dengan kaitannya dalam undang-undang jaminan

produk halal. Setiap peraturan perundang-undangan terrmasuk di dalamnya

peraturan menteri, haruslah memuat ketentuan yang jelas. Sehingga secara

ontologis atauran ini mampu memberikan kepstian hukum di setiap pasal

dan ayat yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, dalam teori norma

hukum dari Hans Kelsen memuat konsepsi bahwa peraturan yang lebih

rendah haruslah selaras dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang

Page 18: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

8

lebih tinggi. Sebagaimana undang-undang perlindungan konsumen dan

undang-undang jaminan produk halal telah mewajibkan setiap produk

makanan yang beredar di indonesia agar wajib menerapkan sertifikasi dan

label halal. Namun demikian Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan tersebut secara vulgar telah

menghapuskan pasal tentang kewajiban bagi sertifikasi dan label halal, yang

mana permendag ini tidak sejalan dengan keharusan bahwa peraturan yang

lebih rendah haruslan memuat ketentuan praktis dari aturan yang lebih

tinggi mengingat undang-undang perlindungan konsumen dan undang-

undang jaminan produk halal telah menjadi landasan hukum bagi

perlindungan kosnumen di indonesia khususnya konsumen muslim. 11

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengangkat penelitian dengan judul “VALIDITAS HUKUM

PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN

EKSPOR DAN IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN

TERHADAP EKSISTENSI UNDANG-UNDANG JAMINAN

PRODUK HALAL INDONESIA”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diajukan oleh peneliti,

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut :

a. Penegakan hukum sertifikasi halal terhadap pengedaran produk

impor di Indonesia belum optimal.

b. Kurangnya kerjasama yang baik antara BPJPH, kementerian, LPH,

sektor industri keuangan syariah dan MUI dengan lembaga dalam

dan luar negeri di bidang penyelenggaraan Jaminan Produk Halal,

sehingga proses sertifikasi halal menjadi sangat lambat dan belum

optimal.

11 Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, M, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Setjen

& Kepaniteraan MK-RI, 2006), h. 36.

Page 19: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

9

c. Belum adanya analisis indikator-indikator sertifikasi halal dalam

konstruksi regulasi produk impor Indonesia.

d. Meningkatnya jumlah sengketa perdagangan internasional.

e. Validitas dan legalitas Hukum peraturan perundang-undangan

terkait jaminan produk halal indonesia masih dipertanyakan.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga

pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan

peneliti. Oleh karena itu, dalam pembatasan masalah ini peneliti

membatasi pada pembahasan mengenai validitas dan legalitas hukum

salah satu peraturan perundangan yaitu Permendag Nomor 29 Tahun

2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

terhadap eksistensi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang

Jaminan Produk Halal Indonesia. Sebagai bahan penelitian penulis

berfokus melakukan analisis pada pencantuman undang-undang

jaminan produk halal dalam konsiderans dan dasar hukum Permendag

Nomor 29 Tahun 2019 ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan teori

hukum yang berkaitan.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas perumusan

masalah yang diangkat ialah validitas hukum Permendag Nomor 29

Tahun 2019 tentang Ketentuaan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk

Hewan terhadap eksistensi Undang-undang Jaminan Produk Halal. Dari

perumusan masalah tersebut peneliti pertegas dengan pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana Legalitas pencantuman Undang-Undang Jaminan

Produk Halal dalam konsiderans ”menimbang” dan dasar hukum

“mengingat” Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan?

Page 20: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

10

b. Bagaimana validitas hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019

tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

dihadapkan dengan eksistensi undang-undang jaminan produk

halal?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan adanya permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian yang

ingin dicapai adalah:

a. Untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai keabsahan

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan secara hukum.

b. Untuk mengetahui gambaran yang jelas bagaimana validitas

hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan dihadapkan dengan

eksistensi undang-undang jaminan produk halal.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari adanya penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Secara teoritis, penelitian ini memberikan sebagai tambahan

dokumentasi dari segi hukum dalam membahas validitas hukum

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan terhadap eksistensi Undang-

undang Jaminan Produk Halal.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap Ilmu Hukum khususnya Hukum Bisnis

berkaitan tentang validitas hukum Permendag Nomor 29 Tahun

2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk

Hewan.

c. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih

gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 21: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

11

D. Metode Penelitian

Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi

kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi

ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka diterapkan

metode pengumpulan data sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan

pada penelitian ini adalah yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif

mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.12 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad sebagaimana mengutip

dari Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji mengemukakan bahwa

penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap

asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi vertikal dan

horizontal, perbandingan hukum antar negara, ataupun dari

perkembangan hukum positif dari kurun waktu tertentu. Penelitian yang

dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan Pendekatan undang undang menurut Peter

Mahmud Marzuki adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan semua regulasi yang berkaitan dengan isu

hukum yang yang sedang ditangani.13 Dalam bidang Hukum hirarki

perundang-undangan dan hukum Perlindungan Konsumen dalam hal

kepastian hukum yang menitikberatkan pada moral dan kaidah hukum

yang terdapat pada Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan dan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

12 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.105.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005), h. 93

Page 22: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

12

Sedangkan, sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Teknik deskriptif

dimaksudkan peneliti untuk memaparkan apa adanya tentang suatu

peristiwa hukum atau kondisi hukum.14

2. Pendekatan Masalah

Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, akan

digunakan pendekatan yaitu:

a. Perundang-undangan (Stattute Approach)

Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) yaitu

suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum

yang berkaitan dengan validitas dan legalitas hukum suatu peraturan

perundang-undangan, seperti Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Permendag

Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan

dan Produk Hewan.

b. Penelitian Historis (Historical Research)

Pendekatan Historis (Historical Research) merupakan salah

satu tipe pendekatan dalam penelitian kualitatif yang bertujuan untuk

merekontruksi kembali secara sistematis, akurat, dan objektif

kejadian atau peristiwa yang pernah terjadi dimasa lampau dengan

menggunakan pendekatan normatif dan interpretatif.

Melalui tipe penelitian historis, peneliti membuat

rekonstruksi masa lampau dengan mengumpulkan, memverifikasi,

dan menganalisis serta menyintesiskan bukti atau fakta yang ada

dengan teliti, sehingga memungkinkan gambaran yang tepat pada

14 I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2016), h. 152.

Page 23: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

13

masa lampau, memberikan latar masa sekarang, dan prespektif masa

datang.15

3. Sumber Data dan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang

artinya data sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder ini

antara lain : dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian

yang berbentuk laporan, buku harian, hasil interview, dan lain-lain. Data

sekunder ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah: Undang-

Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

ketentuan Ekspor dan Impor hewan dan produk hewan, Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberi

penjelasan mengenai bahan hukum primer.16 yang terdiri atas: (a)

bukun-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa

permasalahan hukum termasuk skripsi, tesisi, dan disertasi hukum,

(b) kamus-kamus hukum, dan (c) jurnal-jurnal hukum.

c. Bahan Non Hukum

Bahan non hukum yaitu berupa literatur yang berasal dari

non hukum yang mempunyai relevansi dengan objek permasalahan

15 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 346. 16 Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali

Pers, 2010), h. 32.

Page 24: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

14

yang akan diteliti berpa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

majalah, koran, internet, dan lainnya.17

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan ini,

maka peneliti menggunakan prosedur pengumpulan bahan hukum

dengan cara pertama, studi kepustakaan (library research) di

perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

jakarta dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Metode library

research adalah metode pengumpulan data dengan menggunakan

literatur baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari

penelitian terdahulu.18

Kedua, menggunakan prosedur pengumpulan data dokumen yaitu

catatan atau karya seseorang tentang sesuatu yang sudah berlalu.

Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau

kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan fokus

penelitian adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam

penelitian kualitatif. Dokumen itu dapat berbentuk teks tertulis,

artefacts, gambar, maupun foto.19

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah dengan

mengelola data sedemikian rupa sehingga tujuannya adalah

menyederhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikannya dalam

susunan yang baik dan rapi, untuk kemudian dianalisis.20 Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

17 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ... h. 57.

18 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Bogor: Ghalia, 2002), h. 11

19 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan, ... h.

391. 20 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian: Buku Panduan Mahasiswa,

(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 87

Page 25: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

15

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan kongkret yang dihadapi.

6. Teknik Analisis Data

Tujuan analisis data adalah menyederhanakan data dalam bentuk

yang mudah dibaca dan diidentifikasikan.21

Metode yang digunakan dalam menganalisis data yang terkumpul

adalah analisi kualitatif, yaitu menafsirkan data yang berupa bahan

hukum dan bahan-bahan pustaka. Dimana dideskripsikan dalam bentuk

penjelasan dan uraian-uraian kalimat, yaitu suatu cara berpikir yang

dilakukan pada fakta-fakta yang bersifat umum kemudian dilanjutkan

dengan keputusan yang bersifat khusus.

7. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini disusun dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas

sub-sub bab guna memperjelas dan untuk mempermudah dalam memahami

penelitian ini, peneliti memaparkan dalam sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini merupakan bab

pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan

perumusan masalah, metode penelitian, dan sistematika

pmbahasane.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM

PERMENDAG RI NOMOR 29 TAHUN 2019

TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

21 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.

213.

Page 26: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

16

HEWAN DAN PRODUK HEWAN. Pada bab ini akan

dibahas mengenai kerangka konseptual, kerangka teori, dan

tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III KEDUDUKAN DAN EKSISTENSI UNDANG-

UNDANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM

SISTEM HUKUM INDONESIA. Pada bab ini akan

dibahas kedudukan dan Eksistensi Undang-Undang Nomor

33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal di Indonesia

BAB IV KONSTRUKSI LEGALITAS DAN VALIDITAS

HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019

TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR

HEWAN DAN PRODUK HEWAN. Dalam bab ini akan

dibahas mengenai pencantuman undang-undang jaminan

produk halal dalam konsiderans dan dasar hukum

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan dam validitas

hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan dihadapkan

dengan eksistensi undang-undang jaminan produk halal.

BAB V PENUTUP.Peneliti memahas kesimpulan dan rekomendasi.

Kesimpulan hasil penelitian ,erupakan jawaban terhadap inti

masalah penelitian berdasarkan data yang diperoleh.

Sedangkan, rekomendasi dibuat berdasarkan hasil

penelitian.

Page 27: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN HUKUM PERMENDAG

RI NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN

IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN

A. Kerangka Konseptual

1. Kedudukan Hirarki Permendag RI Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan Dan Produk Hewan

Sesuai dengan tugas dan fungsi seorang Menteri sesuai Pasal 17 UUD

1945 Perubahan, maka salah satu fungsi dari Peraturan Menteri adalah

menyelenggarakan pengaturan secara umum dalam rangka penyelenggaraan

kekuasaan pemerintah di bidangnya. Penyelenggaraan fungsi ini adalah

berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UUD 1945 Perubahan dan kebiasaan yang ada.

Fungsi ini dimilliki oleh setiap Menteri sesuai dengan bidang tugasnya

misalnya, Menteri Kesehatan mempunyai kekuasaan mengatur segala hal

yang menyangkut bidang kesehatan, Menteri keuangan mempunyai

kekuasaan mengatur segala hal yang menyangkut bidang keuangan dan juga

menteri lainnya.1 Begitupun Menteri Perdagangan, Peraturan Mentri

Perdagangan tentang ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

di tetapkan dalam upaya meningkatkan perlindungan konsumen, menjaga

kelestarian sumber daya alam hayati, memberikan kepastian berusaha,

transparansi, dan penyederhanaan proses perijinan, tertib administrasi impor,

serta menindaklanjuti paket kebijakan penyelamatan ekonomi yang dibuat

dan disetujui pada Rapat Terbatas Tingkat Menteri tanggal 23 Agustus 2013,

yang kemudian perlu mengatur kembali ketentuan impor dan ekspor hewan

dan produk hewan yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013.

Selanjutanya, untuk mendorong peningkatan daya saing nasional,

perlu adanya penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan, khususnya

1 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan Jenis, Fungsi dan Menteri Muatan,

(Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 225.

Page 28: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

18

ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Dikarenakan Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 46/M-DAG/PER/8/2013

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

41/M-DAG/PER/6/2015 dinilai sudah tidak relavan lagi, peraturan ini di

cabut dan diatur kembali dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 05/M-DAG/PER/1/2016. Yang kemudian untuk lebih

meningkatkan efektifitas pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor hewan dan

produk hewan peraturan ini di atur kembali dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 59/M-DAG/PER/8/2016.

Hingga dewasa ini Menteri Perdagangan Republik Indonesia

menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 29

Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

sebagai upaya lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor

dan impor hewan dan produk hewan, perlu melakukan pengaturan kembali

ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Lahirnya Permendag

Nomor 29 Tahun 2019 ini sekaligus mencabut Permendag No

59/MDAG/PER/8/2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan

Produk Hewan.2 Selanjutnya, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, peraturan

perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum

yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

Peraturan Perundang-undangan. Sementara itu, dalam Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 mengatur jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

2 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d79887736212/impor-unggas-tak-wajib-

sertifikasi-halal, diakses pada tanggal 20 Ohktober 2019, pokul 07.27.

Page 29: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

19

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan menteri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

diatur dalam ketentuan Pasal ayat (1). Namun demikian, jenis peraturan

tersebut keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011, yang menegaskan: “Jenis Peraturan Perundang-undangan

selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan

yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah

Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,

Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan

Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”

Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut secara tegas jenis

peraturan perundang-undangan berupa “Peraturan Menteri”, namun frase

“…peraturan yang ditetapkan oleh… menteri…” di atas, mencerminkan

keberadaan Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-

undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tetap diakui keberadaannya. kmudian,

bagaimanakah kekuatan mengikat Peraturan Menteri tersebut. Pasal 8 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menegaskan: “Peraturan Perundang-

undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.” Dari ketentuan di atas, terdapat dua syarat agar peraturan-

peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang

Page 30: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

20

Nomor 12 Tahun 2011 memiliki kekuatan mengikat sebagai peraturan

perundang-undangan, yaitu:

1. diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau

2. dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dalam doktrin, hanya dikenal dua macam peraturan perundang-

undangan dilihat dasar kewenangan pembentukannya, yaitu peraturan

perundang-undangan yang dibentuk atas dasar:

1. atribusi pembentukan peraturan perundang-undangan; dan

2. delegasi pembentukan peraturan perundan-undangan

A. Hamid S. Attamimmi,3 menegaskan Atribusi kewenangan

perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang (baru) oleh

konstitusi/grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang

diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang

dibentuk baru untuk itu. Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan

atribusian dalam UUD 1945, berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan

Daerah (Perda). Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga dikenal

satu jenis peraturan perundang-undangan atribusian di luar UUD 1945, yaitu

Peraturan Presiden (Perpres), yang pada masa lalu dikenal sebagai Keputusan

Presiden yang bersifat mengatur yang dasarnya adalah Pasal 4 ayat (1) UUD

1945.

Sementara itu, delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah

pemindahan/ penyerahan kewenangan untuk membentuk peraturan dari

pemegang kewenangan asal yang memberdelegasi (delegans) kepada yang

menerima delegasi (delegataris) dengan tanggungjawab pelaksanaan

kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan tanggungjawab

3 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara : Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang

Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita VI, (Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana UI,

1990), h. 352.

Page 31: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

21

delegans terbatas sekali.4 Contohnya dari peraturan perundang-undangan

delegasi, misalnya tergambar dalam Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa:

”Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk

menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.” Peraturan menteri yang dibentuk

atas dasar perintah dari undang-undang tersebut dikategorikan sebagai

peraturan perundang-undangan atas dasar delegasi (delegated legislation).

Dengan demikian, secara umum peraturan perundang-undangan delegasi

adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar perintah

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kembali pada persoalan keberadaan dan kekuatan mengikat peraturan

perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011, termasuk Peraturan Menteri, Pasal 8 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak hanya mengatur keberadaan peraturan

perundang-undangan atas dasar delegasi (peraturan yang diperintahkan oleh

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi). Pasal 8 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 juga menegaskan adanya peraturan

perundang-undangan “yang dibentuk atas dasar kewenangan”. Istilah

“kewenangan” dalam ketentuan tersebut, tentu saja bukan kewenangan

membentuk peraturan melainkan kewenangan pada ranah lain. Misalnya,

Menteri melaksanakan kewenangan atas urusan pemerintahan tertentu yang

merupakan kekuasaan Presiden. Artinya, apabila Menteri membentuk

Peraturan Menteri tanpa adanya “perintah dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi”, Peraturan Menteri tersebut tetap dikategorikan

sebagai peraturan perundang-undangan. Padahal dalam doktrin tidak dikenal

jenis peraturan perundang-undangan demikian. Hal ini perlu dikaji lebih

lanjut dari perspektif Ilmu Perundang-undangan terutama dalam kaitannya

4 A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara : Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang

Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita VI,... h. 347.

Page 32: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

22

peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum yang bersifat hierarkis

dimana norma hukum yang lebih rendah mencari validitasnya pada norma

hukum yang lebih tinggi sebagaimana dikemukakan Hans Kelsen atau yang

disebut oleh Joseph Raz sebagai chain of validity.5

Dalam undang-undang sebelumnya, Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak

dikenal peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar

kewenangan, termasuk dalam hal peraturan menteri. Peraturan Menteri yang

dibentuk tanpa adanya pendelegasian dari peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi sebelum berlaku Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,

dikenal secara teoritik sebagai peraturan kebijakan (beleidregels).Yaitu suatu

keputusan pejabat administrasi negara yang bersifat mengatur dan secara

tidak langsung bersifat mengikat umum, namun bukan peraturan perundang-

undangan.6 Karena bukan peraturan perundang-undangan, peraturan

kebijakan tidak dapat diuji oleh Mahkamah Agung yang memiliki

kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang. Dengan adanya ketentuan Pasal 8 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka tidak lagi perbedaan antara

Peraturan Menteri yang merupakan peraturan perundang-undangan dengan

Peraturan Menteri yang merupakan Aturan Kebijakan.

Kedudukan Peraturan Menteri yang telah dibentuk sebelum

berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tetap berlaku sepanjang

tidak dicabut atau dibatalkan. Namun demikian, terdapat dua jenis kedudukan

Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum berlakunya Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011. Pertama, Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar

perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, berkualifikasi

sebagai peraturan perundang-undangan. Kedua, Peraturan Menteri yang

5 Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta:

Kompress, 2006), h. 157.

6 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, (Banung:

Alumni, 1997), h. 169.

Page 33: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

23

dibentuk bukan atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi (atas dasar kewenangan), berkualifikasi sebagai Aturan Kebijakan. Hal

ini disebabkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berlaku sejak tanggal

diundangkan, sehingga adanya Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum

tanggal diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 masih

tunduk berdasarkan ketentuan undang-undang yang lama (Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011). Konsekuensinya, hanya Peraturan Menteri kategori

pertama di atas, yang dapat dijadikan objek pengujian Mahkamah Agung.

Selanjutnya, kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, baik yang dibentuk atas dasar

perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun yang

dibentuk atas dasar kewenangan di bidang urusan pemerintahan tertentu yang

ada pada menteri, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, Peraturan Menteri tersebut memiliki kekuatan hukum yang

bersifat mengikat umum dan dapat dijadikan objek pengujian pada

Mahkamah Agung, apabila dianggap bertentangan dengan undang-undang.

Sekedar menegaskan kembali, kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk

tanpa delegasi/ atas kewenangan di bidang administrasi negara perlu dikaji

lebih lanjut.7

2. Konsiderans dan Dasar Hukum Peraturan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan

Dalam Lampiran B.3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dijelaskan bahwa Konsiderans

diawali dengan kata “menimbang”, kemudian konsiderans memuat uraian

singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan

pembentukan Perundang-undangan. Menimbang atau Konsiderans dalam

7 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5264d6b08c174/kedudukan-

peraturan-menteri-dalam-hierarki-peraturan-perundang-undangan/, diakses pada tanggal 03

Desember 2019, pukul 14:38.

Page 34: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

24

suatu peraturan perundang-undangan memuat uraian singkat mengenai

pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan

peraturan perundang-undangan tersebut. pokok-pokok pikiran pada

konsiderans Undang-Undang atau Peraturan Daerah memuat unsur-unsur

filosofis, juridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya.8

Sebagaimana tercantum pada Angka 19 Lampiran Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 dijelaskan yang menjadi pertimbangan dan alasan

pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari

filosofis, sosiologis, dan yuridis.

1. Unsur filosofis, menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang

meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang

bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Unsur sosiologis, menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

3. Unsur yuridis, menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum

dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah,

atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan m asyarakat.

Dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan, terdapat dua point konsideras yaitu: a.

bahwa untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor

dan impor hewan dan produk hewan, perlu melakukan pengaturan kembali

ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan; b. bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan

8 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-Undangan 2 (Proses dan Teknik

Pembentukannya), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 108.

Page 35: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

25

dan Produk Hewan;. Dapat dilihat dalam konsiderans tersebut tidak

disebutkan bahwasanya permendag tersebut diterbitkan atas pokok-pokok

pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatannya yang dilandasi

atas menjawab tuntutan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

akibat kekalahan Indonesia pada sengketa perdangan antara Brazil dan

Indonesia, yang mana dalam Keputusan Panel Sengketa Perdagangan Nomor

DS484 Badan Penyelesaian Sengketa WTO tertanggal 22 November 2017

lalu. Melainkan atas dasar melakukan pengaturan kembali ketentuan ekspor

dan impor hewan dan produk hewan yang menyangkut peredaran barang di

dalam negeri dan berfokus untuk mengatur tata niaga impor hewan dan

produk hewan9, sehingga kehalalan suatu produk pun tidak perlu

dicantumkan dalam konsiderans, sebagai bentuk pembaruan peraturan

tersebut. Selanjutnya, mengingat atau yang dikenal sebagai dasar hukum

merupakan landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan peraturan

perundang-undangan tersebut.10 Angka 28 Lampiran Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011, dasar hukum memuat diantaranya:

1. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat.

Dasar hukum memuat:

a. Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-

undangan;dan

b. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.

2. Peraturan Perundang–undangan yang digunakan sebagai dasar hukum

hanya Peraturan Perundang–undangan yang tingkatannya sama atau

lebih tinggi.

9 https://bisnis.tempo.co/read/1248410/permendag-direvisi-ada-satu-pasal-khusus-

wajibkan-label-halal, diakses pada tanggal 18 Desember 2019, pukul 23.15.

10 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya,

... h. 109.

Page 36: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

26

3. Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut dengan Peraturan

Perundang-undangan yang akan dibentuk, Peraturan Perundang–

undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi berlaku, tidak

dicantumkan dalam dasar hukum.

4. Jika jumlah Peraturan Perundang–undangan yang dijadikan dasar hukum

lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan

Peraturan Perundang–undangan dan jika tingkatannya sama disusun

secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.

Kemudian, dasar hukum suatu perundang-undangan dapat terdiri atas

hal-hal sebagai berikut:

a) Peraturan yang memberikan kewenangan bagi terbentuknya peraturan

perundang-undangan tersebut, yaitu ketentuan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Peraturan yang memerintahkan secara langsung pembentukan

peraturan perundang-undangan tersebut.

c) Peraturan perundang-undangan lainnya yang setingkat dan erat

kaitannya (berhubungan langsung) dengan peraturan perundang-

undangan yang dibentuk.

d) Ketentuan MPR dapat dipakai sebagai dasar hukum apabila mempunyai

kaitan yang sangat erat dengan peraturan perundang-undangan yang

akan dibentuk, yaitu ketetapan MPR yang menyebutkan secara tegas-

tegas perlunya dibentuk peraturan perundang-undangan tersebut.

e) Dasar hukum tersebut dirumuskan secara kronologis sesuai dengan

hierarkhi peraturan perundang-undangan, dan apabila peraturan

perundang-undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan

berdasarkan nomor urutan pembentukan peraturan perundang-

undangan tersebut.11

11 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-Undangan 2 (Proses dan Teknik

Pembentukannya), ... h. 96.

Page 37: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

27

Suatu keputusan (keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan

kepala badan negara atau keputusan lembaga-lembaga lain), dapat saja

dimasukan dalam bagian “mengingat” atau dengan kata lain menjadi dasar

hukum bagi suatu peraturan lain jika memiliki tingkatan yang sama atau lebih

tinggi dari peraturan yang akan diterbitkan.

3. Hukum WTO (World Trade Organization)

Organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan nama

The World Trade Organization (WTO) telah tumbuh dan berkembang

menjadi salah satu organisasi internasional yang paling penting dan

berpengaruh dalam hubungan ekonomi dan pembangunan antar bangsa.

Organisasi yeng berangotakan sebagianbesar negara di dunia ini berperan

dalam hubungan perdagangan internasional dalam rangka peningkatan

pembangunan ekonomi dan standar hidup bagi negara-negara anggotanya.

Sistem perdgangan dalam kerangka WTO ini merupakan suatu rule-

based system dengan perjanjian-perjanjian multilateral yang disepakati

bersama yang sifatnya terintegritasi dan single undertaking. Termasuk di

dalamnya adalah adanya suatu kesatuan dalam sistem penyelesaian sengketa

dengan tingkat efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebnyakan

organisasi internasional lainnya.

Sistem perdagangan multilateral dengan kompleksitas aturan-aturan

dan disiplin yang temuat dalam perjanjian WTO tersebut memerlukan suatu

pemahaman yang benar dan komprehensif, tidak saja untuk tujuan

peningkatan pengetahuan intelektualitas tetapi untuk menghadapi persoalan-

persoalan yang muncul dan semakin meningkat dalam hubungan

internasional terutama yang terkait dengan indonesia. Termasuk dalam

hubungan ini adalah upaya untuk menciptakan suatu sistem perdagangan

yang lebih fair dan berimbang dalam hubungan perdagangan antarbangsa di

dunia ini. 12 WTO didirikan pada tanggal 1 Januari 1995, oleh Marrakesh

12 Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar

Hukum WTO (World Trade Organization), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010), h. Xi.

Page 38: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

28

Agreement Establishing The World Trade Organization. Hukum dasar WTO

dapat dibagi dalam 5 kategori:

1. Pertauran mengenai non-diskriminasi;

2. Peraturan mengenai akses pasar;

3. Peraturan mengenai perdagangan yang tidak adil;

4. Peraturan mengenai hubungan antara liberalisasi perdagangan dan

nilai-nilai serta kepentingan sosial lainnya; dan

5. Peraturan mengenai harmonisasi perangkata hukum nasional dalam

bidang-bidang khusus.

Selanjutnya hukum WTO terdidi daru peraturan-peraturan yang

bersifat kelembagaan dan yang bersifat prosedural, termsuk peraturan-

peraturan dalam penentuan keputusan dan penyelesaian sengketa. Semua

peraturan WTO ini membentuk sistem perdagangan multirateral. Sumber

utama hukum WTO adalah WTO Agreement. WTO Agreement berisi hanya

16 pasal dan menjelaskan secara lengkap fungsi-fungsi WTO, perangkat-

perangkatnya, keanggotaannya dan prosedur pengambilan keputusan. Tetapi

dalam perjanjian singkat ini juga terlampir sembilan belas perjanjian

internasional yang merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian dari WTO

Agreement. Perjanjian-perjanjian ini terdiri dari: 13

1. Perjanian-perjanjian multilateral atas perdagangan barang (Lampiran

1A), terdiri dari:

1) General Agreement on Tariffs and Trade 1994) Perjanjian Umum

mengenai Tarif dan Perdagangan 1994, yang selanjutnya disebut

GATT 1994);

2) Dua belas perjanjian mengenai aspek-aspek khusus dalam

perdagngan barang , seperti:

a. Agreement on Agriculture (Perjanjian dalam Bidang Pertanian);

13 Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar

Hukum WTO (World Trade Organization, ... h.3.

Page 39: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

29

b. Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary

Measures (Perjanjian mengenai Penerapan TindakanSanitasi

dan Phystosanitasi)nyang selanjutanya disebut SPS Agreement;

c. Agreement on Technical Barriers to Trade (Perjanjian

mengenai Hambatan-hambatan Teknis dalam Perdagangan)

selanjutanya disebut TBT Agreement;

d. Agreement on Implementation of Article VI of the General

Agreement on Tariffs and Trade 1994 (Perjanjian mengenai

Penerapan Pasal VI GATT 1994) selanjutnya disebut Anti-

Dumping Agreement;

e. Agreement on Subsidies and Countervailing Measures

(Perjanjian mengenai Subsidi dan Tindakan Imbalan)

selanjutnya disebut SCM Agreement;

f. Agreement on Safeguards (Perjanjian Mengenai Safeguards);

g. General Agreement on Trade in Services(Perjanjian mengenai

Perdagangan di bidang Jasa, selanjutnya disebut GATS;

3) Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights

(Perjanjian mengenai Aspek-aspek yang berhubungan dengan

Perdagangan Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPS

Agreement;

4) Understanding on Rules and Procedures Governing the Sattlement

of Disputes (Pengertian mengenai Peraturan dan Prosedur yang

mengatur Penyelesaian Sengketa), selanjutnya disebut DSU;

5) Trade Policy Review Mechanism (Mekanisme Penilaian Kebijakan

Perdagangan), selanjutnya disebut TPRM, Annex 3;

6) Dua perjanjian Plurilateral mengenai pengadaan pemerintah

(government procurement) dan perdagangan pesawat sipil ( trade in

civil aircraft.

Perjanjian-perjanjian tersebut adalah perjanjian multilateral dan

mengikat seluruh anggota WTO. Dan perjanian berisi Plurilateral yang hanya

Page 40: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

30

mengikat anggota WTO yang secara tegas telah menyetujuinya. WTO

Agreement terdiri lebih dari 25.000 halaman, termasuk lampiran-

lampirannya. 95% dari itu berisi Schedules of Concessions (Jadwal Konsesi

dalam perdagngan barang) dan Schedules of Specific Commitments (Jadwal

Komitmen-komitmen khusus dalam perdagangan jasa).

WTO Agreement bukanlah sumber hukum satu-satunya bagi hukum

WTO. Sumber hukum lainnya yang penting adalah kasus-kasus yang pernah

diputus di WTO melalui sistim penyelesaian sengketanya (yang selanjutnya

disebut sebagai “WTO Case Law” yang berkaitan dengan sengketa

perdagngan internasional dan kasusnya laporan penyelesaian sengketa WTO

oleh panels dan Apellate Body WTO pada dasarnya hanya mengikat secara

hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa.

Tetapi khususnya keputusan Apellate Body mempunya pengaruh yang

sangat besar dan pada praktiknya selalu diikuti dalam penyelesaian sengketa

berikutnyauntuk kasus serupa. Sebagai tambahan, tindakan dari aparat WTO,

perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan WTO, hukum internasional

yang berdasarkan kebiasaan dan prinsip-prinsip hukum secara umum juga

digunakan sebagai sumber dalam hukum WTO.14

4. Penyelesaian Sengketa Impor Daging Ayam antara Indonesia dengan

Brazil

Indonesia tidak berupaya untuk melarang atau membatasi impor

daging ayam atau produk ayam dari negara manapun, termasuk Brasil.

Indonesia hanya memastikan bahwa daging ayam dan produk ayam aman,

sehat, dan halal. Upaya Indonesia untuk memastikan kesehatan dan keamanan

produk lebih lanjut telah mengakibatkan penghentian beberapa langkah yang

ditentang oleh Brasil dalam proses ini. Berikut adalah langkah-langkah

Indonesia menghentikan impor daging ayam Brasil ke Indonesia:

14 Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar

Hukum WTO (World Trade Organization), ... h.5.

Page 41: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

31

1. Larangan Umum pada Impor Daging Ayam dan Produk Ayam

2. Larangan Impor Potongan Daging Ayam dan Daging Ayam yang

Disiapkan atau Diawetkan Lainnya (Daftar Positif)

3. Batasan Penggunaan Produk Impor

4. Prosedur Perizinan Impor Ketat Indonesia

5. Penundaan yang Tidak Semestinya Sehubungan dengan Persetujuan

Persyaratan Sanitasi

6. Batasan Pada Transportasi Produk Impor

7. Penerapan Diskriminatif Persyaratan Pelabelan Halal

Dari langkah-langkah penghentian tersebut telah melanggar

ketentuan-ketentuan WTO dengan klaim-klaim hukum sebagai berikut:

a. Klaim yang Terkait dengan Tindakan Perbatasan yang Menciptakan

Pembatasan Perdagangan. Indonesia memberlakukan larangan umum

terhadap produk Brasil yang melanggar Pasal XI: 1 GATT 1994 dan

Pasal 4.2 Agreement on Agriculture (selanjutnya disebut AoA).

Prosedur perizinan impor Indonesia juga merupakan bagian dari rezim

lisensi non-otomatis yang penerapan dan administrasinya

menyebabkan efek pembatasan perdagangan pada impor yang

melanggar Pasal 3.2 Agreement on Import Licensing Procedures

(selanjutnya disebut ILA).

b. Klaim yang Terkait dengan Perlakuan Diskriminatif. Perlakuan yang

berbeda terhadap produk impor, Brasil tidak dapat mencapai saluran

distribusi yang paling penting di negara itu, di mana sebagian besar

pembelian makanan terjadi. Kiriman dari Brasil untuk digunakan di

restoran di Jakarta tidak dapat diarahkan ke pasar tradisional (atau

bahkan ke tujuan lain yang dimaksudkan, seperti hotel). Oleh karena

itu, persyaratan penggunaan yang dimaksud memiliki efek yang

berbeda dan melanggar kedua Pasal X1: 1 dan III: 4.

c. Klaim Terkait dengan Hambatan Sanitas. Dalam perselisihan ini,

ketiadaan respons sepenuhnya setelah tujuh tahun proposal pertama

Page 42: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

32

adalah bukti yang jelas bahwa pihak berwenang Indonesia telah secara

tidak adil menunda prosedur untuk memeriksa dan memastikan

pemenuhan persyaratan sanitasi yang akan memungkinkan untuk

ekspor produk Brasil. Dengan tidak menjawab, pihak berwenang

Indonesia melanggar Lampiran C (1) (a) dari Perjanjian SPS.15

Dispute Settlement Body (DSB) sebagai badan penyelesaian sengketa

WTO dalam memberikan rekomendasi dan merumuskan aturan tidak

diperkenankan menambah atau mengurangi hak dan kewajiban dari negara

anggota yang tercantum dalam perjanjian tercakup dalam daftar sebagai

perjanjian yang dapat diajukan menggunakan mekanisme penyelesaian

sengketa Pasal 3 DSU yang terdiri dari konsultasi, penyelesaian sengketa

berdasarkan Pasal XXIII (Panel), proses Panel, hasil keputusan WTO, naik

banding melalui Appelatte Body, implementasi keputusan, retaliasi sebagai

pelaksanaan keputusan. Keputusan Akhir untuk sengketa impor daging ayam

yakni sebagaimana yang telah dirilis Kementrian Pertanian Republik

Indonesia, terdapat 3 (tiga) ketentuan yang dimenangkan Indonesia karena

Brasil dianggap gagal membuktikan ketentuan tersebut bertentangan dengan

perjanjian WTO, yaitu Diskriminasi persyaratan pelabelan halal, persyaratan

pengangkutan langsung, pelarangan umum terhadap impor daging ayam dan

produk ayam. Sedangkan 4 (empat) ketentuan yang dimenangkan oleh Brasil

karena dianggap bertentangan dengan Perjanjian WTO, yaitu Daftar produk

yang dapat diimpor (positif list), persyaratan penggunaan produk impor

(itendeduse), prosedur perizinan impor, penundaan proses persetujuan

sertifikat kesehatan veteriner (unduedelay).

Atas keputusan kemenangan Brasil di WTO, Indonesia dan Brasil

bersepakat untuk tidak melakukan banding. Implikasi dengan tidak

dilakukannya banding maka Indonesia harus menyesuaikan atau

15 Luh Made Junita Dwi Jayanti & I Gede Putra Ariana, Penyelesaian Sengketa Impor

Daging Ayam Antara Brazil Dengan Indonesia Melali Disputte Settlement Body World Trade

Organization, Bagian Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional, Fakultas Hukum,

Universitas Udayana, h. 6.

Page 43: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

33

mengimplementasikan putusan final Panel WTO yang akan dilakukan dengan

perubahan dan penyederhanaan sebagaimana dalam Peraturan Menteri

Pertanian No. 34 Tahun 2016. Dengan demikian dalam negosiasi tersebut

Brasil menerima tawaran Indonesia untuk tidak mengimpor daging ayam ke

Indonesia karena Indonesia dalam kondisi kelebihan produksi dan mengambil

kesempatan untuk mengekspor daging sapi ke Indonesia dan kerja sama

lainnya yang menguntungkan kedua belah pihak.16

5. Moralitas Hukum

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum berdasarkan

Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata

Urutan Peraturan Perundang-undangan, merupakan pandangan hidup,

kesadaran dan cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang meliputi suasana

kejiwaan dan watak bangsa Indonesia yaitu cita-cita moral tentang kehidupan

kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan budi nurani

manusia. Dalam kaitan ini menurut kansil, bahwa pandangan hidup,

kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang meliputi

suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia itu pada tanggal 18 Agustus

1945, telah dimurnikan dan dipadatkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia atas nama rakyat Indoneia menjadi dasar negara Republik

Indonesia.

Dengan rumusan: Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang

Adil dan Beradap; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang Dipimpin oleh

Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan/ Perwakilan Rakyat; Keadilan

Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 17 Sedangkan menurut A. Hamid S.

16 Luh Made Junita Dwi Jayanti & I Gede Putra Ariana, Penyelesaian Sengketa Impor

Daging Ayam Antara Brazil Dengan Indonesia Melali Disputte Settlement Body World Trade

Organization, ... h. 8

17 Kansil,C.S.T, Sekelumit Tentang Ketetapan MPR 1960-1983. Dalam FH UKI (ed)

Membangun dan Menegakkan Hukum Dalam Era Pembangunan Berdasarkan Pancasila dan UUD

1945, (Jakarta: Erlangga, 1983), h. 15.

Page 44: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

34

Attamimi, bahwa menurut UUD 1945 dalam tata hukum yang berlaku bagi

bangsa Indonesia, Pancasila berada dalam dua kedudukan yaitu sebagai Cita

Hukum (Rechtsidee) maka Pancaila berada dalam tata hukum Indonesia

namun terletak diluar sistem norma hukum; dan dalam kedudukan yang

demikian itu Pancasila berfungsi secara konstitutif dan secara regulatif

terhadap norma-norma yang ada dalam sistem norma hukum. Selanjutnya

sebagai norma tertinggi dalam sistem norma hukum Indonesia yang berasal

dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,

Pancasila merupakan Norma Dasar (Grundnom) menciptakan semua norma-

norma yang lebih rendah dalam sistem norma hukum tersebut, serta

menentukan berlaku atau tidaknya norma-norma dimaksud.18 Mengingat di

dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara

norma hukum yang rendah dan norma hukum yang lebih tinggi, maka

penentuan Pancasila sebagai norma hukum yang menggariskan pokok-pokok

pikiran pembukaan hukum dasar merupakan jaminan tentang adanya

keserasian dan tidak adanya pertentangan antara Pancasila dengan norma

hukum dalam peraturam perunang-unangan. Ketidakserasian dan

pertentangan antara suatu norma dan norma hukum yang lebih tinggi

menyebabkan terjadinya ketidakkonstitusionalan dan ketidaklegalan norma

tersebut dan karena itu tidak berlaku.19

Perwujudan Pancasila dalam sistem hukum Nasional akan tercipta

hukum nasional yang berkarakteristik sebagai berikut: (1) bernuansa nilai-

nilai moral religius yang beradap, bukan hanya berdasarkan hukum agama

dari suatu agama tertentu; (2) menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat

Indonesia dalam penyusunannya; (5) konsep keadilan yang digunakan bukan

hanya berlingkup induividu, melainkan juga keadilan sosial untuk

18 A. Hamid S. Attamimi, Pancasila Cita Hukum Dalam Kehidupan Hukum Bangsa

Indonesia, Dalam Pancasila Sebagai Ideologi: Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat,

Berbangsa, dan Bernegara, (BP7Pusat, 1991), h. 70.

19 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum dan Pembangunan Hukum Dalam

Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, (Bandung: Pro Justitia Majalah Hukum Unpar, 1993), h.

32.

Page 45: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

35

kesejahteraan bersama. Salah satu pilar Grand Design Sistem dan Politik

Hukum Nasional adalah prinsip bahwa hukum mengabdi pada kepentingan

bangsa untuk memajukan negara dan menjadi pilar demokrasi dan

tercapainya kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu produk hukum yang

dihasilkan adalah hukum yang konsisten dengan falsafah Negara, mengalir

dari landasan konstitusi UUD 1945 dan secara sosioogis menjadi sarana untuk

tercapainya keadilan dan ketertiban masyarakat.20

B. Kerangka Teori

1. Teori Validitas Hukum

Validitas adalah Kepastian Hukum eksistensi norma secara

spesifik. Suatu norma adalah valid merupakan suatu pernyataan yang

mengasumsikan eksistensi norma tersebut dan mengasumsikan bahwa

norma itu memiliki kekuatan mengikat (binding force) terhadap orang

yang prilakunya diatur. Atuuran adalah hukum, dan hukum yang jika

valid adalah norma. Jadi hukum adalah norma yang memberikan

sanksi.21 Validitas sebuah norma, menurut kelsen, harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut: pertama, norma tersebut harus merupakan

bagian dari sebuah sistem norma. Kedua, sistem norma tersebut harus

berjalan secara efektif. Validitas norma pada gilirannya akan

menciptakan apa yang disebut sebagai hirarki norma yang dalam

pemikiran Kelsen disebut sebagai “Stufenbau theory”.

Setiap norma agar menjadi sebagai sebuah norma yang valid harus

dinyatakan valid dan tidak boleh betentangan dengan norma yang di

atasnya. Norma yang paling tinggi adalah grundnrom. Kelsen

menggambarkan suatu sistem hukum sebagai sebuah sistem norma yang

20 Maroni, Eksistensi Nilai Moral Dan Nilai Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional, MMH.

Jilid 41 No.2, (Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2012), h. 308.

21 Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, M, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Setjen

& Kepaniteraan MK-RI, 2006), h. 36.

Page 46: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

36

saling terkait satu sama lain (interlock norms) yang bergerak dari suatu

norma yang umum (the most general ought) menuju ke norma yang lebih

konkret (the most perticular or concret). Validitas semua norma tersebut

pada akhirnya akan bermuara dan mendapat validasi dari grundnorm –

norms – sub-norms. Bagi Kelsen, hirarki norma hanya mengenal

superordinasi dan subordinasi, tidak mengakui adanya koordinasi.22

Menurut Kelsen, efektifitas keseluruhan tertib hukum merupakan

prasyarat bagi validitas atau legalitas setiap norma yang ada dalam tertib

hukum tersebut. Dengan perkataan lain, eksistensi sebuah hukum akan

ditentukan sampai sejauh mana hukum tersebut dipatuhi. Dalam hal ini

Kelsen mengatakan sebagai berikut: “it cannot be maintained that,

legally, men have to behave in conformity with a certain norm, if the total

legal order, of which that norm is an integral part, has lost its efficacy.

The principle of legitimacy is restricted by the principle of effectiveness.”

Apabila validitas suatu tata tertib hukum bergantung kepada

evektifitas norma dasarnya (grundnorm-nya), maka konsekuensinya

ketika sebuah norma dasar itu tidak lagi efektif, maka norma dasar

tersebut akan diganti oleh norma dasar yang lain.

Validitas dan efektifitas hukum adalah dua konsep yang berbeda.

Efektivitas, menurut kelsen adalah sesuatu yang ditentukan atas dasar

kausalitas (causation), sedangkan validitas adalah sesuatu yang terkait

dan merupakan wilayah sosiologi, sedangkan validitas merupakan area

hukum. Suatu tertib hukum tidak akan kehilangan validitasnya ketika

sebuah norma tidak berjalan efektif. Sebuah norma tidak dikatakan

kehilangan validitasnya, apabila memang norma tersebut tidak pernah

dapat dilaksanakan. 23

22 Atip Latipulhidayat, Hans Kelsen, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1- No.1 –

Tahun 2014, h. 204.

23

Atip Latipulhidayat, Hans Kelsen, ... h. 205.

Page 47: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

37

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau

ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai

pedoman kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus

menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil

dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya.

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara

normatif, bukan sosiologi.24 Kepastian hukum secara normatif adalah

ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena

mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan

keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu

sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada

pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang

pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang

sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar tuntutan

moral, melainkan secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum yang

tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk.25

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu

pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh Negara terhadap individu.26

24Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,

(Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010), h. 59.

25 Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit,

Kamus Istilah Hukum, (Jakarta, 2009), h. 385.

26Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit Citra Aditya

Bakti, 1999), h. 23.

Page 48: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

38

C. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

Tinjauan (review) kajian terdahulu terdiri dari tinjauan yang berisi

terkait penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh orang lain,

baik dalam bentuk buku, skripsi, maupun jurnal. Hal tersebut diperlukan

untuk membuktikan originalitas dari penelitian ini, peneliti perlu untuk

melakukan tinjauan kajian studi terdahulu. Berikut ini beberapa penelitian

dan perbedaan dari penelitian sebelumnya.

1. Skripsi

a. Skripsi ditulis oleh Ikhsan Maulana, skripsi tersebut meneliti

Tentang perturan perundang-undangan yang mengatur sertifikasi

halal untuk mengetahui kepastian hukum dan perlindungan hukum

bagi konsumen, khususnya konsumen yang beragama Islam

terhadap produk pangan yang tidak bersertifikat halal.

Perbedaaan skripsi tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti adalah, skripsi tersebut meneliti terkait perlindungan

hukum bagi konsumen Muslim terhadap produk pangan yang tidak

bersertifikat halal menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal, sedangkan penelitian yang akan

dilakukan peneliti adalah penelitian mengenai validitas hukum

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan terhadap eksistensi Undang-

undang Jaminan Produk Halal.27

b. Skripsi ditulis oleh Euis Nur Atikah, dalam skripsi ini menjelaskan

mengenai pengawasan terhadap produk impor tanpa label bahasa

Indonesia di DKI Jakarta tahun 2016-2018 oleh Direktorat Jendral

Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia. Studi ini menjelaskan apa dan

27 Ikhsan Maulana, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen muslim Terhadap Produk

Pangan Yang Tidak Bersertifikat Halal Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang

Jaminan Produk Halal, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2018.

Page 49: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

39

bagaimana mengenai pengawasan yang diberikan oleh Direktorat

Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia. Perbedaannya dengan skripsi

yang akan ditulis oleh peneliti adalah dalam skripsi yang akan ditulis

oleh peneliti, tidak lagi membahas tentang penetapan standarisasi

produk makanan halal melainkan akan membahas tentang validitas

hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan terhadap eksistensi

Undang-undang Jaminan Produk Halal.28

2. Buku

a. Buku ditulis oleh H. Mashudin Buku tersebut menjelaskan terkait

pentingnya sertifikasi produk halal bagi keselamatan kehidupan

umat dan bangsa dari gelombang produk pangan, obat-obatan dan

kosmetika yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Perbedaannya

dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah buku

tersebut menjabarkan lebih rinci terkait sertifikasi produk halal,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti hanya

berfokus terhadap validitas hukum Permendag Nomor 29 Tahun

2019 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk

Hewan terhadap eksistensi Undang-undang Jaminan Produk Halal.29

3. Jurnal

a. Artikel jurnal ditulis oleh Asep Syarifuddin Hidayat & Mustolih

Siradj, jurnal tersebut membahas Tentang Faaktor yang mendasari,

tujuan jaminan produk haal hingga tata cara sertifikat halal agi

pelaku usaha sebagaimana di jelaskan dalm undang- undang jaminan

produk halal begitupun sebaliknya dengan sertifikasi pada pangan

28 Euis Nnur Atikah, Pengawasan Pemerintah Terhadap Peredaran Produk Impor Tanpa

Label Bahasa Indonesia Pada Barang Di DKI Jakarta, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.

29 H. Mashudin, Konstruksi Hukum & Respons Masyarakat Terhadap Sertifikasi Produk

Halal, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 20115).

Page 50: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

40

non halal di Indonesia. Perbedaannya dengan skripsi yang akan

ditulis oleh peneliti adalah Skripsi yang akan ditulis oleh peneliti

lebih berfokus kepada validitas hukum Permendag Nomor 29 Tahun

2019 Tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk

Hewan terhadap eksistensi Undang-undang Jaminan Produk Halal.30

30 Asep Syarifuddin Hidayat & Mustolih Siradj, Sertifikasi Halal dan Sertifikasi Non Halal

Pada Produk Pangan Industri, Jurnal Ahkam, Volume XV Nomor 2 Juli 2015.

Page 51: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

41

BAB III

KEDUDUKAN DAN EKSISTENSI UNDANG-UNDANG NOMOR 33

TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DALAM SISTEM

HUKUM INDONESIA

A. Kedudukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal

1. Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Doktrin halalan thoyyiban (halal dan baik) sangat perlu untuk

diinformasikan secara efektif dan operasional kepada masyarakat

disertai dengan tercukupinya sarana dan prasarana. Salah satu sarana

penting untuk mengawal doktrin halalan thayyiban adalah dengan

hadirnya pranata hukum yang mapan, sentral, humanis, progresif,

akamodatif dan tidak diskriminatif yakni dengan hadirnya Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.1

Beberapa faktor yang mendasari pentingnya Undang-Undang Jaminan

Produk Halal antara lain, pertama berbagai peraturan perundang-

undangan yang telah ada yang mengatur atau yang berkaitan dengan

produk halal belum memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum

bagi konsumen untuk dapat mengkonsumsi produk halal, sehingga

masyarakat mengalami kesulitan dalam membedakan antara produk

yang halal dan produk yang haram. Selain itu, pengaturan produknya

masih sangat terbatas hanya soal pangan dan belum mecakup obat-

obatan, kosmetika, produk kimia biologis, maupun rekayasa genetik.

Kedua, tidak ada kepastian hukum kepada institusi mana

keterlibatan negara secara jelas di dalam jaminan produk halal. Sistem

yang ada belum secara jelas memberikan kepastian wewenang, tugas,

dan fungsi dalam kaitan implementasi Jaminan Produk Halal, termasuk

1 Sofyan Hasan, Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif, Regulasi dan Implementasinya di

Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), h. 351.

Page 52: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

42

koordinasinya. Ketiga, peredaran produk di pasar domestik makin sulit

dikontrol akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa teknologi,

bioteknologi, dan proses kimia biologis. Keempat, produk halal

Indonesia belum memiliki standar dan tanda halal resmi (standar halal

nasional) yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana di Singapura,

Amerika Serikat, dan Malaysia. Kelima, sistem informasi produk halal

belum sesuai dengan tingkat pengetahuan dan kebutuhan masyarakat

tentang produk-produk yang halal.

Setelah melewati proses yang panjang akhirnya DPR

mengesahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Undang-undang

tersebut digagas oleh DPR RI periode tahun 2004-2009 dan kemudian

dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah pada periode 2009-2014.

Yang cukup menarik adalah semua fraksi di DPR yang merupakan

perwakilan dan perpanjangan tangan dari partai politik secara aklamasi

memberikan persetujuan terhadap Undang-Undang Jaminan Produk

Halal. RUU Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) sempat mendapatkan

penolakan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS). Melalui

anggotanya PDS menolak jaminan produk halal ini diatur undang-

undang. Pemahaman tentang halal tidaknya sebuah produk atau

makanan menurut partai tersebut cukup diserahkan kepada agamanya

sendiri untuk memberikan aturan. 2

RUU ini hal positif bagi umat Islam, tetapi di sisi lain mungkin

sebaliknya untuk umat agama lain. Seperti halnya daging babi, untuk

umat Islam daging babi sebuah makanan yang haram, tapi sebaliknya

untuk umat Kristen mengkonsumsi babi diperbolehkan. Artinya,

haramnya umat Islam belum tentu haram untuk umat beragama lainnya.

Hal ini menunjukan bahwa haram atau tidaknya sebuah makanan tidak

2 May Lim Charity, Jaminan Produk Halal Di Indonesia ( Halal Product Guarantee In

Indonesia), (Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 99, 01 Maret 2017), h. 104.

Page 53: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

43

bisa dimonopoli oleh agama. Meski begitu, PDS tidak meminta RUU-

JPH dihentikan dibahas. Mereka ingin melihat substansi dari undang-

undang tersebut yang harus meliputi prinsip keadilan dan kesetaraan,

sehingga diperlukan adanya perubahan-perubahan dalam RUU tersebut

agar dapat diterima oleh seluruh warga negara Indonesia. Dalam proses

berikutnya, RUU-JPH terus melaju dan kekhawatiran PDS tersebut

pelan-pelan mulai terjawab. Perdebatan demi perdebatan yang menjadi

ciri khas di dalam perumusan perundang-undangan menjadi bumbu

penyedap. Semua itu menggambarkan dinamika perumusan perundang-

undangan yang terjadi. Melalui jalan berliku yang seperti itu, akhirnya

RUU-JPH ini disepakati dan disahkan DPR.

Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat disebut sebagai

formalisasi syariat Islam yang masuk dan meresap ke dalam hukum

nasional melalui proses legislasi sebagaimana halnya undang-undang

yang lebih dahulu dikondifikasi karena ‘terinspirasi’ oleh syariat Islam

seperti Undang-Undang Zakat, Undang-Undang Perkawinan, Undang-

Undang Wakaf, Undang-Undang Penyelenggaran Ibadah Haji,

Undang-Undang Peradilan Agama, Undang- Undang Perbankan

Syariah dan sebagainya, meskipun tidak secara langsung disebutkan

syariat Islam sebagai hukum Islam. Hal semacam ini dapat dipahami

mengingat persoalan yang terus berkembang dan semakin kompleks

sesuai dengan perkembangan zaman.3

Indonesia sebagai negara dengan ciri masyarakat yang relegius

dan memiliki kayakinan agama yang kuat sehingga mempengaruhi

norma, nilai, budaya dan perilaku pemeluknya. Konstitusi Negara

Republik Indonesia mengakui relegiusitas tersebut sebagaimana

tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945 yang yang berdasarkan Ketuhanan.4

3 Ija Suntana, Politik Hukum Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h. 83.

4 Masdar Farid Masudi, Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Perspektif Islam, (Jakarta:

Pustaka Alvabet, 2010), h. XIII.

Page 54: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

44

Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan wajib bagi setiap

konsumen, terutama konsumen muslim. Dalam sistem perdagangan

internasional masalah sertifikasi dan penandaan kehalalan produk

mendapat perhatian baik dalam rangka memberikan perlindungan

terhadap konsumen umat Islam di seluruh dunia sekaligus sebagai

strategi menghadapi tantangan globalisasi. Di Indonesia, sudah

dibentuk peraturan perundang-undangan jauh sebelum lahirnya

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Sebagai wujud nyata kehadiran negara dalam melindungi konsumen

dari produk yang tidak halal, ada banyak perundang-undangan yang

sejak lama digunakan untuk mengatur peredaran produk halal.

Peraturan-peraturan tersebut bahkan jauh sebelum Rancangan Undang-

Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) dibahas di DPR. Hal ini

menandakan bahwa persoalan pengaturan produk halal sesungguhnya

sudah sejak lama diperlukan baik dalam konteks peredaran barang

dalam skala domestik maupun peredaran barang dalam perdagangan

global terutama yang terkait dengan kegiatan ekspor impor.5

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal memperkuat dan mengatur berbagai regulasi halal yang

selama ini tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan, di sisi

lain Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat disebut sebagai

payung hukum (umbrella act) bagi pengaturan produk halal.

Jaminan Produk Halal dalam undang-undang ini mencakup

berbagai aspek tidak hanya obat, makanan dan kosmetik akan tetapi

lebih luas dari itu menjangkau produk kimiawi, produk biologi, produk

rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau

dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengaturannya pun menjangkau

kehalalan produk dari hulu sampai hilir. Proses Produk Halal (PPH)

5 May Lim Charity, Jaminan Produk Halal Di Indonesia ( Halal Product Guarantee In

Indonesia), ... h. 101.

Page 55: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

45

didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan

produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan,

pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.

Jaminan produk halal secara teknis kemudian dijabatkan melalui proses

sertifikasi.

Sebelumnya sertifikasi halal bersifat voluntary (sukarela),

dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal menjadi mandatory

(keharusan). Karena itu, semua produk yang masuk, beredar, dan

diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Hal

inilah yang menjadi pembeda utama dengan produk perundang-

undangan sebelumnya yang lebih dahulu terbit. Nantinya sebagai

penanggung jawab sistem jaminan halal dilakukan oleh pemerintah

yang diselenggarakan Menteri dengan membentuk Badan

Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Apabila diperlukan

BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah.6

2. Tujuan dan Asas Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Pada akhir tahun 2014, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 2014

Undang-Undang Jaminan Produk Halal resmi disahkan. Tujuan dari

Undang-undang jaminan produk halal ini disebutkan di dalam Pasal 3

yang berbunyi: 7 Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal bertujuan:

a. Memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian

ketersediaan Produk Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi

dan menggunakan Produk; dan

6 Asep Syarifuddin Hidayat & Mustolih Siradj, Sertifikasi Halal dan Sertifikasi Non Halal

Pada Produk Pangan Industri, (Jurnal Ahkam: Vol.XV, No. 2, Juli 2015), h. 206.

7 Zumroh Najiah, Implementasi Kewajiban Pendaftaran Sertifikasi Halal Dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Studi Pada LPPOM-MUI

Jatim dan Industri Makanan Minuman Kota Pasuruan), (Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang, 2016), h. 21.

Page 56: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

46

b. Meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha untuk memproduksi

dan menjual Produk Halal.

Pasal 3 diatas dirumuskan berdasarkan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan negara

menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya

masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan

kepercayaannya. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam,

sehingga kebutuhan atas produk halal sangat bersifat mendesak.

Dalam rangka menjamin kehalalan sebuah produk yang beredar

di wilayah Indonesia pemerintah bertanggungjawab dalam

menyelenggarakan Jaminan Produk Halal sejak diterbitkannya

Undang-Undang Jaminan Produk Halal, yang pelaksanaannya

dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang

bekerjasama dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, MUI dan

Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Pada Paal 3 ayat (b) Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal juga disebutkan,

tujuan dari pelaksanaan Jaminan Produk Halal adalah meningkatkan

nilai tambah bagi Palaku Usaha untuk memproduksi dan menjual

produk halal. Melihat pada bunyi pasal tersebut diatas, maka

keberadaan sertifikasi halal selain bertujuan untuk memberikan

perlindungan bagi konsumen muslim, juga memiliki tujuan yang

bersifat ekonomis. Diantaranya tujuan tersebut yang menguntungkan

dunia industri adalah:8

1. Jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta dan sekitar

87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar

bagi produk-produk halal. Apabila produk dalam negeri belum

mampu menerapkan sistem produksi halal, maka akan dimafaatkan

8 Zumroh Najiah, Implementasi Kewajiban Pendaftaran Sertifikasi Halal Dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Studi Pada LPPOM-MUI

Jatim dan Industri Makanan Minuman Kota Pasuruan), ... h. 23.

Page 57: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

47

oleh produk negara lain yang telah menerapkan sistem produksi

halal.

Pada saat ini konsumen muslim di beberapa daerah

berkecenderungan tertarik pada produk luar negeri karena sudah

diproduksi dengan menggunakan label dan sertifikasi halal yang

terakreditasi dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan;

2. Karena belum memasyarakatnya sistem produksi halal di dalam

negeri, maka produk impor seperti makanan, minuman, obat,

kosmetik dan produk halal lainnya akan menjadi ancaman bagi

daya saing produk dalam negeri, baik di pasar lokal, nasional

maupun pasar bebas;

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya

mengkonsumsi dan menggunakan produk halal merupakan

tantangan yang harus direspon oleh pemerintah dan pelaku usaha

Indonesia.

Sebagai contoh, pasar dalam negeri kini telah dibanjiri produk luar

negeri yang berlabel halal, sementara produk Indonesia yang

diekspor ke beberapa negara yang mayoritas muslim tidak dapat

diterima hanya karena tidak mencantumkan label halal;

4. Di samping itu dengan mulai diberlakukannya era persaingan

bebas seperti AFTA pada tahun 2003 dan telah dicantumkannya

ketentuan halal dalam KODEX yang didukung oleh WHO dan

WTO (The World Trade Organization), maka produk-produk

nasional harus meningkatkan, daya saingnya pada pasar dalam

negeri maupun luar negeri (internasional);

5. Dari sekitar 1,5 juta produsen makanan, minuman, obat-obatan,

kosmetika dan produk lainnya, kurang dari seribu yang

menggunakan label halal dan sertifikasi halal.9

9 Zumroh Najiah, Implementasi Kewajiban Pendaftaran Sertifikasi Halal Dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Studi Pada LPPOM-MUI

Jatim dan Industri Makanan Minuman Kota Pasuruan), ... h. 24.

Page 58: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

48

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberlakuan

sertifikasi dan labelisasi halal selain memberikan jaminan dan

perlindungan terhadap konsumen muslim, juga bertujuan untuk

memenuhi tuntutanpasar secara universal, sehingga produsen Indonesia

dapat bersaing di dunia perdagangan internasional terlebih setelah

diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Selanjutnya, Asas

adalah dasar sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat).

Adapun asas penyelenggaraan Jaminan Produk Halal adalah:10

a. Perlindungan, yang dimaksud dengan asas “perlindungan” adalah

bahwa dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal bertujuan

melindungi masyarakat muslim.

b. Keadilan, yang dimaksud dengan asas “keadilan” adalah bahwa

dalam penyelanggaraan Jaminan Produk Halal harus

mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga

negara.

c. Kepastian hukum, yang dimaksud asas “kepastian hukum” adalah

bahwa penyelenggaraan Jaminan Produk Halal bertujuan

memberikan kepastian hukum mengenai kehalalan suatu produk

yang dibuktikan denga Sertifikat Halal.

d. Akuntabilitas dan transparansi, yang dimaksud dengan asas

“akuntabilitas dan transparansi” adalah bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal

harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

e. Efektivitas dan efisiensi, yang dimaksud dengan asas “efektivitas

dan efisiensi” adalah bahwa penyelenggaraan Jaminan Produk

Halal dilakukan dengan berorientasi pada tujuan yang tepat guna

10 Zumroh Najiah, Implementasi Kewajiban Pendaftaran Sertifikasi Halal Dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (Studi Pada LPPOM-MUI

Jatim dan Industri Makanan Minuman Kota Pasuruan), ... h. 25.

Page 59: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

49

dan berdaya guna serta meminimalisir penggunaan sumber daya

yang dilakukan dengan cara cepat, sederhana, dan biaya ringan atau

terjangkau.

f. Profesionalitas, yang dimaksud dengan “profesionalitas” adalah

bahwa penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dilakukan dengan

mengutamakan keahlian yang berdasarkan kompetensi dan kode

etik.

3. Landasan Hukum Jaminan Produk Halal

Menurut Syariat Islam, Landasan hukum produk halal sesuai

Syariat Islam antara lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 168 artinya,

“Wahai manusia Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah

setan, sungguh setan musuh yang nyata bagimu.orang-orang yang

beriman”. QS. al –Baqarah: 172 artinya, “Wahai orang orang yang

beriman makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada

kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah

kepada-Nya”.

QS. Al-Baqarah:173 artinya “Sesunguhnya Dia hanya

mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan

yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah”. Tetapi barang

siapa terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkannya dan

tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh

Allah Maha Pengampun.11 Berdasarkan surat Al-Baqarah tersebut di

atas, Allah memerintahkan kepada orang yang beriman untuk memakan

makan yang halal dan mengharamkan bangkai, darah, daging babi,

daging hewan yang disembelih tidak menyebut nama Allah, kecuali jika

terpaksa dan tidak melampaui batas. Untuk menentukan produk

makanan dan minuman yang beredar dimasyarakat itu halal harus ada

11 Syafrida, Sertifikasi Halal Pada Produk Makanan dan Minuman Memberi Perlindungan

dan Kepastian Hukum Hak-Hak Komsumen Muslim, Adil: Jurnal Hukum Vol.7, No. 2, h. 162.

Page 60: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

50

logo sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI pada

kemasannya.12

Pengaturan tentang produk halal di Indonesia dapat ditemukan

di dalam instrumen berikut, yang dibagi ke dalam dua periode, pertama,

periode sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

konsumen

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan

Kesehatan Hewan

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan

5. Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 tentang

Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Panganan

Halal

6. Keputusan Menteri Agama Nomor 519 Tahun 2001 tentang

Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal.

Kedua, setelah UU JPH:

7. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal

8. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang Undang Nomor 31 Tahun 2019 tentang

Jaminan Produk Halal.

Pengaturan tentang produk halal dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

hanya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) huruf h yang berbunyi “Pelaku

usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang: tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara

12 Syafrida, Sertifikasi Halal Pada Produk Makanan dan Minuman Memberi Perlindungan

dan Kepastian Hukum Hak-Hak Komsumen Muslim, ... h. 162.

Page 61: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

51

halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.

Dalam Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga diatur

tentang sertifikasi halal. Dalam ketentuan Pasal 56 huruf b yang

menyatakan, “Kesehatan masyarakat veteriner merupakan

penyelenggaraan kesehatan hewan dalam bentuk: penjaminan

keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan.

Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga

menyinggung tentang jaminan kehalalan produk hewan dalam pasal

58 ayat (4) yang berbunyi “Produk hewan yang diproduksi di dan/atau

dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk

diedarkan wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal.13

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,

mengatur tentang labelisasi produk halal. Beberapa ketentuan

pengaturan produk pangan halal dalam Pasal 37 ayat (1) yang

berbunyi Undang-Undang Pangan diantaranya yang berbunyi “Impor

pangan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam

negeri wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, dan tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat”.

Penjelasannya Pasal 37 ayat (1) ini menyebutkan “tidak bertentangan

dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, antara lain pangan

yang memenuhi persyaratan halal bagi umat Islam atau pangan yang

dilarang dikonsumsi menurut agama, keyakinan, dan budaya

masyarakat di Indonesia. Selanjutnya Pasal 69 huruf g menyebutkan

“Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui: jaminan

produk halal bagi yang dipersyaratkan. Zulham menerangkan bahwa

norma yang terkandung dalam Pasal 69 huruf g tersebut menyatakan

bahwa “jaminan halal bagi yang dipersyaratkan” termasuk dalam

“keamanan pangan”. Pasal 97 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap

13 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Islamika: Jurnal Keislaman dan Ilmu Pendidikan,

Volume 1, Nomor 2, Juli 2019, h. 120.

Page 62: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

52

orang yang memproduksi pangan di dalam negeri untuk

diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada

kemasan pangan.”

Pada Pasal 97 ayat (2) disebutkan “setiap orang yang

mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label

di dalam dan/atau pada kemasan pangan pada saat memasuki wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Serta Pasal 97 ayat (3) huruf e

menyebutkan “Pencantuman label di dalam dan/atau pada kemasan

pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau

dicetak dengan menggunakan Bahasa Indonesia serta memuat paling

sedikit keterangan mengenai: halal bagi yang dipersyaratkan.

Selanjutnya ketentuan Pasal 101 ayat (1) menyebutkan bahwa “setiap

orang yang menyatakan dalam label bahwa pangan yang

diperdagangkan adalah halal sesuai dengan yang dipersyaratkan

bertanggung jawab atas kebenarannya.” Serta ketentuan dalam Pasal

105 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang yang menyatakan

dalam iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah halal sesuai

dengan yang dipersyaratkan wajib bertanggung jawab atas

kebenarannya.”14

Setelah keluarnya Undang Undang Nomor 33 tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal. Jika dibandingkan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan sebelumnya, Undang-Undang

Jaminan Produk Halal memang mengatur secara khusus dan lebih

detail tentang produk halal, karena memang Undang-Undang Jaminan

Produk Halal diperuntukkan khusus untuk itu, berbeda dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang hanya

membahas sedikit ketentuan halal. Ketentuan tentang produk halal

diatur sedemikian rupa, dari hulu hingga ke hilir di dalam Undang-

14 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 121.

Page 63: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

53

Undang Jaminan Produk Halal. Pada pokoknya Undang-Undang

Jaminan Produk Halal terbagi ke dalam beberapa bab, yaitu:

1. Ketentuan umum;

2. Penyelenggaraan jaminan produk halal;

3. Bahan dan proses produk halal;

4. Pelaku usaha;

5. Tata cara memperoleh sertifikat halal;

6. Kerja sama internasional;

7. Pengawasan;

8. Peran serta masyarakat; dan

9. Ketentuan pidana.

Pasal 1 angka 5 menyebutkan “Jaminan Produk Halal yang

selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan

suatu produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal.” Kemudian

yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang telah

dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Salah satu karateristik

yang paling menonjol dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal

adalah sifatnya yang mandatory atau wajib. Hal ini terlihat dari bunyi

Pasal 4 “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah

Indonesia wajib bersertifikat halal.” Dengan demikian dapat dipahami

bahwa pengaturan sertifikasi dan labelisasi produk halal bersifat wajib

(Mandatory) karena setiap produk yang diperdagangkan di Indonesia

wajib bersertifikat halal. Namun ada pengecualian bagi ketentuan

mandatory Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Hal ini bisa

dilihat dari Pasal 26 ayat (1) yang menyebutkan “Pelaku usaha yang

memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang

diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 20

dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal”. Bagi

pelaku usaha sebagaimana disebutkan di atas wajib mencantumkan

keterangan tidak halal pada produknya. Hal penting lainnya yang

Page 64: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

54

dibahas dalam Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan

membedakan Undang-Undang Jaminan Produk Halal dengan

peraturan perundang-undangan sebelumnya adalah dibentuk dan

diaturnya tentang Lembaga BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan

Produk Halal). Pasal 5 ayat (1) menyebutkan “Pemerintah

bertanggung jawab dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal.”

Kemudian ayat (2) menyatakan “Penyelenggaraan JPH sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.”Kemudian pada

ayat (3) menyebutkan “Untuk melaksanakan penyelenggaraan JPH

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk BPJPH yang

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri”.

B. Eksistensi Undang-Undang Jaminan Produk Halal

1. Asas-Asas dan Teori Pembentukan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal

Dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

memperhatikan asas hukum sangatlah penting. Sebab asas hukum

adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada

umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum.

Beberapa sarjana memberikan definisi atau pengertian dari asas hukum

sebagai berikut:

a. Van Der Velden. Asas hukum adalah tipe putusan yang dapat

digunakan sebagai tolak ukur untuk menilai situasi atau digunakan

sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas nilai atau

lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus direalisasi.

b. Bellefroid, menyatakan asas hukum adalah norma dasar yang

dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak

dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum

umum merupakan pengendapan dari hukum positif.

c. P. Sholten. Asas hukum adalah kecendrungan-kecendrungan yang

disaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan

Page 65: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

55

merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai

pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.15

d. Eikema Hommes. Asas hukum bukanlah norma-norma hukum

konkret, tetapi ia adalalah landasan yang kuat dan paling luas bagi

lahirnya.

e. peraturan hukum yang berlaku. Asas hukum adalah dasar-dasar atau

petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

f. Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa asas hukum adalah unsur

yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum adalah

jantungnya peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang

paling luas bagi lahirnya peraturan hukum.16

Dari beberapa rumusan pengertian asas hukum di atas, ternyata

asas hukum adalah dasar-dasar yang terkandung dalam peraturan

hukum. Berikut akan dikemukakan beberapa asas hukum khusus dalam

bidang perundang-undangan dikutip dari Boma, Irwan & rekan:

a. Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang-undang

setelah diundangkan dalam lembaran Negara.

b. Asas Non Retro aktif. Suatu undang-undang tidak boleh berlaku

surut.

c. Lex spesialis derogat lex generalis. Undang-undang yang bersifat

khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.

d. Lex posteriori derogate legi priori. Undang-undang yang lama

dinyatakan tidak berlaku apabila ada undang-undang yang baru

yang mengatur hal yang sama.

e. Lex Superior derogate legi inforiori. Hukum yang lebih tinggi

derajatnya mengesampingkan hukum/peraturan yang derajatnya

dibawahnya.

15 Ishak, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 75.

16 H.Zaeni Asyhadie Dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2013), h. 135.

Page 66: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

56

f. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat, artinya siapapun tidak

boleh melakukan uji materiil atas isi undang-undang, kecuali oleh

mahkamah konstitusi.

Namun yang penulis soroti secara khusus disini adalah asas Lex

Superior derogate legi inforiori, dikarenakan asas ini yang sangat

diperlukan untuk penelitian yang dilakukan oleh penulis. Asas Lex

Superior derogate legi inforiori jika dilihat dalam Pasal 5 huruf c

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan terdapat dalam yang mengatakan salah

satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah

“kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan”. Penjelasan dari

Pasal 5 huruf c tersebut berbunyi: Yang dimaksud dengan “asas

kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa

dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar

memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan

hierarki Peraturan Perundang-undangan”.

Adapun hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia

menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.17

Jika ditelusuri sumber asas Lex Superior derogate legi inforiori,

asas tersebut sangat identik dengan teori stufenbau yang dikemukakan

17 H. Zaeni Asyhadie Dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, ... h. 136.

Page 67: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

57

oleh Hans Kelsen. Dalam teorinya Hans Kelsen Mengatakan norma

yang lebih rendah ditentukan oleh norma yang lebih tinggi, demikian

seterusnya dan bahwa ini regresus diakhiri oleh suatu paling tinggi,

norma dasar, menjadi pertimbangan bagi kebenaran keseluruhan tata

hukum. Teori stufenbau atau teori hierarki norma hukum dari Hans

Kelsen diilhami oleh muridnya yang bernama Adolf Merkl yeng

mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua

wajah . Menurut Adolf Merkl, suatu norma hukum itu ke atas ia

bersumber dan berdasar pada norma yang diatasnya, tetapi kebawah ia

juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum di

bawahnya sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku

yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu

tergantung pada norma hukum yang ada diatasnya sehingga apabila

norma hukum yang berada diatasnya dicabut atau dihapus, maka

norma-norma hukum yang berada dibawahnya tercabut atau terhapus.18

2. Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal di Indonesia

Menurut Laporan Global Islamic Finance Report 2013, ada

empat fase evolusi halal. Fase halal yang pertama adalah jaminan

kehalalan suatu produk didasari atas kepercayaan semata. Fase kedua

jaminan kehalalan didasarkan pada sertifikasi halal yang ditempelkan

pada produk tersebut. Indonesia telah melalui kedua fase tersebut.19

Pada fase ketiga, kepercayaan diperoleh dengan memberikan jaminan

bahwa seluruh rantai pasokan produk halal telah sesuai dengan syariah

Islam yang diaudit dan disertifikasi oleh otoritas sertifikasi yang

berwenang. Fase keempat adalah terkait dengan rantai nilai (value

chain) halal di mana perusahaan makanan multinasional Islam dapat

18 Ni’matul Huda, Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Hierarki Peraturan Perundang-

undangan, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 1 Vol. 13, Januari, Issn: 2527-502, h.32.

19 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 117.

Page 68: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

58

mengendalikan seluruh rantai pasokan dari pertanian ke meja makan.

Jika dilihat dari situasi pengaturan halal, Indonesia saat ini sedang

berusaha untuk memasuki fase ketiga berdasarkan tahapan evolusi halal

yang telah dipaparkan di atas.

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal menjadi indikator untuk mengatakan

bahwa Indonesia kini tengah memasuki fase ketiga. Undang-Undang

Jaminan Produk Halal mengatur tentang jaminan produk halal kepada

konsumen dengan memastikan bahwa seluruh proses produk halal

tersebut telah terjamin kehalalannya. Saat ini Undang-Undang Jaminan

Produk Halal sudah memasuki tahun ke 5 semenjak diundangkan pada

tahun 2014 lalu, hal ini menimbulkan konsekuensi hukum bahwa

Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan berlaku secara penuh pada

tahun ini. Namun sejumlah pekerjaan rumah masih membebani terkait

dengan kesiapan implementasi dari Undang-Undang Jaminan Produk

Halal.

Sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal berlaku

mulai tahun 2019 pengurusan sertifikasi halal masih menjadi ranah LP-

POM MUI dan setelah Undang-Undang Jaminan Produk Halal berlaku

pada tahun 2019 maka semua pengurusan sertifikasi halal akan beralih

ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada

di bawah Kementerian Agama. BPJPH merupakan badan yang

dibentuk dari mandat Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk

menyelenggarakan jaminan produk halal. BPJPH nantinya

direncanakan akan mengambil peran yang dulunya dijalankan oleh

LPPOM MUI.20 Problematika yang menarik untuk dibahas adalah

terkait dengan kesiapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk

berlaku secara penuh pada bulan Oktober 2019 nanti. Mengingat sesuai

20 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 118.

Page 69: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

59

dengan Pasal 67 ayat (1) yang berbunyi “Kewajiban bersertifikat halal

bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Undang-Undang

Jaminan Produk Halal diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014,

dengan demikian Oktober 2019 menjadi titik waktu mulainya Undang-

Undang Jaminan Produk Halal berlaku secara penuh. Apakah Undang-

Undang Jaminan Produk Halal akan dapat berjalan dengan efektif

sebagaimana dicita-citakan oleh pembuat Undang-Undang, atau justru

akan menjadi tidak efektif mengingat ketidaksiapan dari Undang-

Undang Jaminan Produk Halal itu sendiri.

Hal pertama yang menjadi kesiapan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal ini adalah terkait dengan kerangka peraturan penunjang

Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang memainkan peran besar

terkait efektivitas Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Dalam hal

ini ada banyak sekali ketentuan derivatif di dalam Undang-Undang

Jaminan Produk Halal yang semuanya dapat dirangkum dalam 2 bentuk

ketentuan, yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Pertama,

Peraturan Pemerintah. Ketentuan turunan dari Undang-Undang

Jaminan Produk Halal yang berbentuk Peraturan Pemerintah telah

diamanatkan dalam Pasal 11, Pasal 16, Pasal 21 ayat (3), Pasal 44 ayat

(3), pasal 46 ayat (3), Pasal 47 ayat (4), Pasal 52, Pasal 67 ayat (3). Pasal

65 Undang-Undang Jaminan Produk Halal menyebutkan bahwa

“Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling

lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.”

yang berarti seharusnya pada tahun 2016 sudah dikeluarkan Peraturan

Pemerintah dimaksud. Namun, faktanya Peraturan Pemerintah yang

dimaksud baru keluar pada tanggal 3 Mei 2019, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan

Produk Halal ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 April 2019 dan

Page 70: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

60

diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2019.21 Dengan demikian

dapat ditarik kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal keluar terlambat jauh mundur 3 tahun dari

amanat Pasal 65 Undang-Undang Jaminan Produk Halal.

Hal ini berarti pemerintah dalam hal ini telah tidak tertib

hukum atau melanggar asas tertib hukum penyelenggaraan

pemerintahan yang baik. Padahal apabila Peraturan Pemerintah

Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat keluar pada tahun 2016

maka pemerintah punya lebih banyak waktu yaitu sekitar 3 tahun untuk

menyelesaikan persiapan lain yang dibutuhkan. Peraturan Pemerintah

Undang-Undang Jaminan Produk Halal faktanya keluar pada tanggal 3

Mei 2019, sedangkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal memberi

batas per Oktober 2019 untuk implementasi jaminan produk halal.

Hanya 5 bulan waktu tersisa untuk melakukan persiapan. Memang

Peraturan Pemerintah Undang-Undang Jaminan Produk Halal keluar

sebelum kewajiban implementasi halal berlaku pada 17 Oktober 2019.

Namun, bukan berarti Peraturan Pemerintah Undang-Undang Jaminan

Produk Halal dalam sendirinya kemudian otomatis paripurna, siap, dan

sempurna.

Kedua, Peraturan Menteri. Undang-Undang Jaminan Produk

Halal juga mengamanatkan agar peraturan Menteri dikeluarkan untuk

menunjang implementasi jaminan produk halal, hal ini terlihat dalam

Pasal 22 ayat (2), Pasal 28 ayat (4), Pasal 29 ayat (3), Pasal 30 ayat (3),

Pasal 40, Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (3), Pasal 45 ayat (2), Pasal

48 ayat (2), Pasal 55. Bahkan Peraturan Pemerintah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal pun juga masih memerlukan Peraturan Menteri

sebagai peraturan turunan untuk menunjang Peraturan Pemerintah

Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Berikut adalah daftar peraturan

21 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 125.

Page 71: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

61

Menteri yang sampai saat ini masih belum dikeluarkan padahal Oktober

2019 implementasi jaminan produk halal sudah berlaku:

1. Peraturan Menteri Agama. Dari Menteri Agama sendiri setidaknya

ada empat regulasi yang tengah disiapkan dan akan segera

disahkan. Pertama, Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA)

tentang penyelenggaraan jaminan produk halal. Kedua, RPMA

tentang produk yang belum bersertifikat halal pada 17 Oktober

2019 dan penahapan jenis produk yang wajib bersertifikat. Ketiga,

Rancangan Keputusan Menteri Agama (RKMA) tentang bahwa

yang berasal dari tumbuhan, hewa, mikroba, dan bahan yang

dihasilkan melalui proses kimiawi, proses bilolgi, atau proses

rekayasa genetika yang diharamkan berdasarkan fatwa MUI.

Keempat, RKMA tentang jenis produk wajib bersertifikat halal.

2. Peraturan Menteri Keuangan. Harus ada peraturan dari Menteri

Keuangan tentang biaya atau sertifikasi halal.

Dari segi substansi hukum dapat dikatakan bahwa kerangkan

normatif jaminan produk halal masih belum sempurna. Banyak

ketentuan-ketentuan turunan dari Undang-Undang Jaminan Produk

Halal yang belum dikeluarkan oleh pihak terkait. Padahal kepentingan

dari penyelenggaraan jaminan produk halal adalah kepentingan

banyak pihak, yaitu kepentingan antar sektoral. Dengan masih

banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah

maka kesiapan Peraturan Pemerintah Undang-Undang Jaminan

Produk Halal untuk berlaku secara penuh pada 17 Oktober 2019 ini

menjadi dipertanyakan.22

22 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 127.

Page 72: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

62

BAB IV

KONSTRUKSI LEGALITAS DAN VALIDIATAS HUKUM PERMENDAG

NOMOR 29 TAHUN 2019 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN

IMPOR HEWAN DAN PRODUK HEWAN

A. Legalitas Pencantuman UU JPH Dalam Konsiderans “Menimbang” dan

Dasar Hukum “Mengingat” Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan syarat

dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud

apabila didukung oleh metode yang baik, yang mengikat semua lembaga yang

berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Indonesia merupakan

negara hukum yang mempunyai kewajiban melaksanakan pembangunan

hukum nasional yang baik, yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan

berkelanjutan dalam sistem hukum nasional. Asas dan landasan peraturan

perundang-undangan merupakan dasar untuk menentukan sikap dan perilaku

bagi pembentukan peraturan perundang-undangan dan penentu kebijakan

dalam membentuk peraturan perundang-undangan, peraturan perundang-

undangan yang baik harus mengedepankan asas equality before the law.1

Salah satu tiang utama dalam penyelenggaraan pemerintahan sesuatu

negara adalah pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,

harmonis, dan mudah diterapkan dalam masyarakat. Sebagai suatu wacana

untuk melaksanakan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

diperlukan adanya suatu peraturan yang dapat dijadikan pedoman dan acuan

bagi para pihak yang berhubungan dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah. Peraturan yang

memberikan pedoman tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

1 Nanda Novia Putri, Rahmat Hidayat, dan Winda Oktavia, Landasan Dan Asas-Asas

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, (Fakultas Universitas Lampung:

Preprint, May 2018, h. 1.

Page 73: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

63

tersebut selama ini selalu ditunggu dan diharapkan dapat memberikan suatu

arahan dan panduan, sehingga proses pembentukan peraturan peraturan

perundang-undangan yang meliputi tahap perencanaan, persiapan,

perumusan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangannya

menjadi lebih jelas.2 Memahami Ilmu Perundang-undangan sangatlah

penting, seperti salah satunya memahami tentang asas-asas pembentukan

peraturan perundang-undangan, karena di dalamnya terdapat acuan

bagaimana cara melahirkan sebuah produk hukum yang dalam hal ini undang-

undang yang sesuai dengan kebutuhan publik pada saat itu. Jika kita tidak

berpedoman kepada asas-asas tersebut maka kemungkinan besar kita akan

mendapatkan banyak kekeliruan dalam penetapan sebuah hukum, seperti

halnya salah satu asasnya adalah peraturan yang bersifat khusus

menyampingkan peraturan yang bersifat umum. Dan sesungguhnya orang-

orang yang telah melahirkan asas-asas tersebut sangat membantu sekali

dalam penetapan peraturan hukum dikemudian hari. Banyak pakar

melahirkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yang

pada hakikatnya tujuannya sama. Intinya walaupun banyak pakar yang

memikirkan tetang asas-asas pembentukkan ini adalah sama. Menginginkan

melahirkan produk hukum yang efisien dan efektif.

Peraturan perundang-undangan sebagai suatu sistem atau sub sitem

dari sistem yang lebih besar atau sama lain yang saling keterkaitan dan saling

ketergantungan sehingga merupakan suatu kedaulatan yang utuh, oleh

karenanya materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan harus

diselaraskan, bila tidak akan terjadi disharmonisasi peraturan perundang-

undangan baik secara vertical maupun secara horizontal yang saling tumpang

tindih satu sama lain, bila hal ini terjadi maka tidak ada jalan lain kecuali

melakukan pengujian peraturan perundang-undangan baik melalu yudicial

riview, ekscutive riview, maupun melalui legislative riview. Untuk

2 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-Undangan 2 (Proses dan Teknik Penyusunan),

(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 1.

Page 74: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

64

membentuk peraturan perundangan-undangan yang baik diperlukan berbagai

ketentuan yang salah satunya berkaitan dengan landasan dan asas

pembentukan peraturan perundangan-undangan.

Secara umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, memuat materi-materi pokok

yang disusun secara sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan

Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan Peraturan

Perundang-undangan; perencanaan Peraturan Perundang-undangan;

penyusunan Peraturan Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan

Perundang-undangan; pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-

Undang; pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; pengundangan Peraturan

Perundang-undangan; penyebarluasan; partisipasi masyarakat dalam

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan ketentuan lain-lain yang

memuat mengenai pembentukan Keputusan Presiden dan lembaga negara

serta pemerintah lainnya.3

Indonesia adalah Negara berdasarkan atas hukum, berarti semua

peraturan perundang-undangan harus bersumberkan kepada UUD 1945

sebagai hukum dasar tertinggi. Semua peraturan perundang-undangan

dibawah UUD 1945 merupakan penjelasan dari asas-asas ideology, politik,

ekonomi, sosial, budaya, dan hukum yang adalah UUD 1945, oleh sebab itu

maka peraturan perundang-undangan mempunyai aspek formil dan aspek

materil. Landasan formal konstitusional dimaksud untuk memberikan

legitimasi prosedural terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan landasan materil konstitusional dimaksudkan untuk memberikan

sinyal bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk merupakan

penjabaran dari pasal-pasal UUD 1945. Pembentukan peraturan perundang-

undangan haruslah memperhatikan kaidah-kaidah pembentukannya, yaitu:

3 Nanda Novia Putri, Rahmat Hidayat, dan Winda Oktavia, Landasan Dan Asas-Asas

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, ... h. 2.

Page 75: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

65

a. Landasan Filosofis , Landasan filosofis dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yaitu apabila rumusannya ataupun normanya

mendapatkan pembenaran setelah dikaji secara filosofis.

b. Landasan Sosiologis, Landasan sosiologis dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan yaitu bila sesuai dengan keyakinan

umum, kesadaran hukum masyarakat, tata nilai dan hukum yang hidup

di masyarakat.

c. Landasan Yuridis, Landasan yuridis dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yaitu bila terdapat dasar hukum, legalitas atau

landasan yang terdapat dalam ketentuan hukum yang lebih tinggi

derajatnya.

d. Landasan Politis, Landasan politik merupakan garis kebijakan politik

yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan dan pengarahan

ketatalaksanaan pemerintah Negara.4

Pada umumnya terdapat berbagai asas-asas hukum umum atau prinsip

hukum (general printciples of law) harus diperhatikan dan diperlukan dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu:

1. Asas lex superiot derogate legi inferiori, yaitu peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatannya didahulukan berlakunya

daripada peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dan

sebaliknya.

2. Asas lex specialis derogate legi generali, yaitu peraturan

perundangan-undangan khusus didahulukan berlakunya daripada

peraturan perundang-undangan yang umum.

3. Asas lex posterior derogate legi priori, peraturan perundang-

undangan yang baru didahulukan berlakunya daripada yag terdahulu.

4. Asas lex neminem cogit ade impossobilia, yaitu peraturan perundang-

undangan yang tidak memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu

4 Nanda Novia Putri, Rahmat Hidayat, dan Winda Oktavia, Landasan Dan Asas-Asas

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, ... h. 3.

Page 76: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

66

yang tidak mungkin dilakukan atau sering disebut sebagai asas

kepatutan.

5. Asas lex perfecta, yaitu peraturan perundang-undangan tidak saja

melarang suatu tindakan tetapi juga menyatakan tindakan terlarang itu

batal.

6. Asas non retroactive, yaitu peraturan perundang-undangan tidak

dimaksudkan untuk berlaku surut karena akan menimbulkan kepastian

hukum.5

Dewasa ini rakyat Indonesia dikejutkan dengan terbitnya Peraturan

Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan. Peraturan baru yang merevisi Permendag

Nomor 59 Tahun 2016 tersebut telah memicu respons penolakan dikarenakan

ketiadaan pasal kewajiban untuk mencantumkan label kehalalan bagi daging

impor. Jika dalam peraturan yang sebelumnya yaitu pada pasal 16 ayat (2)

huruf e, Permendag Nomor 59 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan, terdapat kewajiban untuk mencantumkan

label kehalalan. Hal yang kontras terjadi pada Permendag Nomor 29 Tahun

2019 tentang Ketentaun Ekspor dan Impor Hewan ini yang tidak memuat

kewajiban sertifikasi dan label kehalalan bagi daging impor. Sedangkan

menurut keterangan pihak Kemendag menyatakan bahwasanya tetap

memberlakukan pencantuman label dan sertifikat halal pada setiap produk

yang masuk ke Indonesia. Pencantuman label dan sertifikat tersebut telah

sesuai dengan sejumlah aturan perundangan yang berlaku. “Kewajiban

pencantuman label dan sertifikat halal sudah diatur berdasarkan Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Jadi setiap

produk yang masuk ke Indonesia wajib bersertifikat halal," kata Direktur

Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.6

5 Nanda Novia Putri, Rahmat Hidayat, dan Winda Oktavia, Landasan Dan Asas-Asas

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, ... h. 4.

6 https://www.qureta.com/post/ironi-permendag-terhadap-perlindungan-konsumen-

muslim-indonesia diakses pada tanggal 26 November 2019, pukul 15.24.

Page 77: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

67

Selain itu, Peraturan Menteri Perdagangan yang baru diterbitkan ini

pun diisukan diterbitkan dalam rangka menjawab tuntutan ketentuan

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) akibat kekalahan Indonesia pada

sengketa perdangan antara Brazil dan Indonesia, yang mana dalam Keputusan

Panel Sengketa Perdagangan Nomor DS484 Badang Penyelesaian Sengketa

WTO tertanggal 22 November 2017 lalu, secara ringkas memutuskan bahwa

18 kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia dinilai tidak konsisten

dengan aturan WTO yang berlaku.

Salah satu persoalan antara Brasil dan Indonesia adalah perihal

perdagangan daging unggas terkait sertifikasi halal terhadap produk daging

hewan unggas/ayam potong dari Brasil. Putusan itu pun kemudian berdampak

pada hilangnya kewajiban sertifikasi halal sebagai prasyarat masuknya

produk tersebut ke Indonesia. Hasil putusan dari sengketa itu kemudian

terjawab dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan. Kemendag pun menghapus kewajiban

sertifikasi halal seperti yang tercantum dalam Permendag sebelumnya yaitu

Permendag Nomor 59 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor

Hewan dan Produk Hewan.7 Hingga kemudian Direktur Jenderal

Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardana menegaskan tidak

dicantumkannya ketentuan label halal dalam Peraturan Menteri Perdagangan

(Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor

Hewan, tidak ada kaitannya dengan keputusan Organisasi Perdagangan Dunia

(WTO) yang memenangkan Brazil atas Indonesia dalam sengketa DS484

mengenai impor ayam Indonesia.

Dikatakan, Permendag Nomor 29 Tahun 2019 merupakan revisi dari

Permendag 59 tahun 2016. Dalam permendag sebelumnya, kewajiban

pencantuman label halal peoduk hewan tertuang jelas dalam Pasal 16. "Poin

ini yang harus diubah di Permendag, jangan dikaitkan dengan halal. Ini yang

7 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d79887736212/impor-unggas-tak-wajib-

sertifikasi-halal/ diakses pada tanggal 26 November 2019, pukul 16:14.

Page 78: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

68

berkembang. Tidak ada kaitannya halal dengan kalahnya kita dari Brazil,"

katanya di Jakarta, Senin (16/9).

Wisnu menambahkan putusan panel sengketa DS484 yang diputus

Badan Penyelesaian Sengketa WTO terkait dengan positive list (daftar

positif), fixed license term (ketentuan lisensi tetap), intended use

(penggunaan yang dimaksudkan), dan undue delay (penundaan yang tidak

semestinya).8 Mengutip pasal 20 GATT (General Agreement on Tariffs and

Trade), produk halal merupakan bentuk general exception (pengecualian

umum) karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam. "Public

moral (moral yang berlaku umum) semua produk yang beredar harus halal.

Ini diperbolehkan aturan WTO," tuturnya. Wisnu menjelaskan revisi

Permendag 29 tersebut dikarenakan ketentuan mengenai produk halal sudah

tercantum dalam peraturan lainnya seperti Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun

1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Peraturan Badan POM Nomor 31

Tahun 2018 tentang Label Produk Olahan. Ada juga dan Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan,

dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

Namun yang menjadi pokok perhatian Peneliti terkait polemik

peraturan ini adalah bagaimana keberadaan Permendag ini dalam konsepsi

teori hukum serta bagaimana Legalitas Pencantuman Undang-Undang

Jaminan Produk Halal dalam Konsiderans “Menimbang” dan Dasar Hukum

“Mengingat” Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan. Dalam Lampiran B.3 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

dijelaskan bahwa Konsiderans diawali dengan kata “menimbang”, kemudian

konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi

pertimbangan dan alasan pembentukan Perundang-undangan. Menimbang

atau Konsiderans dalam suatu peraturan perundang-undangan memuat uraian

8 https://www.gatra.com/detail/news/444737/ekonomi/ketentuan-halal-permendag-no-29-

tidak-terkait-wto diakses pada tanggal, 27 November 2019, pukul 20:45.

Page 79: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

69

singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan

alasan pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut. pokok-pokok

pikiran pada konsiderans Undang-Undang atau Peraturan Daerah memuat

unsur-unsur filosofis, juridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang

pembuatannya.9 Sebagaimana tercantum pada Angka 19 Lampiran Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dijelaskan yang menjadi pertimbangan dan alasan

pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari

filosofis, sosiologis, dan yuridis.

1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang

meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang

bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.

3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk

mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum

dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah,

atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa

keadilan masyarakat.

Dalam Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan dan Produk Hewan, terdapat dua point konsideras yaitu: a.

bahwa untuk lebih meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor

dan impor hewan dan produk hewan, perlu melakukan pengaturan kembali

ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan; b. bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan

9 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-Undangan 2 (Proses dan Teknik

Pembentukannya), (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), h. 108.

Page 80: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

70

dan Produk Hewan;. Dapat dilihat dalam konsiderans tersebut tidak

disebutkan bahwasanya permendag tersebut diterbitkan atas pokok-pokok

pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatannya yang dilandasi

atas menjawab tuntutan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

akibat kekalahan Indonesia pada sengketa perdangan antara Brazil dan

Indonesia, yang mana dalam Keputusan Panel Sengketa Perdagangan Nomor

DS484 Badan Penyelesaian Sengketa WTO tertanggal 22 November 2017

lalu. Melainkan atas dasar melakukan pengaturan kembali ketentuan ekspor

dan impor hewan dan produk hewan yang menyangkut peredaran barang di

dalam negeri dan berfokus untuk mengatur tata niaga impor hewan dan

produk hewan10, sehingga kehalalan suatu produk pun tidak perlu

dicantumkan dalam konsiderans, sebagai bentuk pembaruan peraturan

tersebut.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa, Dasar

Hukum suatu perundang-undangan merupakan landasan yang bersifat yuridis

bagi pembentukan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, dalam angka

28 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, dasar hukum memuat: a. Dasar kewenangan

pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan b. Peraturan Perundang-

undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-

undangan.

Kemudian, dasar hukum suatu perundang-undangan dapat terdiri atas

hal-hal sebagai berikut:

a) Peraturan yang memberikan kewenangan bagi terbentuknya peraturan

perundang-undangan tersebut, yaitu ketentuan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b) Peraturan yang memerintahkan secara langsung pembentukan

peraturan perundang-undangan tersebut.

10 https://bisnis.tempo.co/read/1248410/permendag-direvisi-ada-satu-pasal-khusus-

wajibkan-label-halal, diakses pada tanggal 18 Desember 2019, pukul 23.15.

Page 81: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

71

c) Peraturan perundang-undangan lainnya yang setingkat dan erat

kaitannya (berhubungan langsung) dengan peraturan perundang-

undangan yang dibentuk.

d) Ketentuan MPR dapat dipakai sebagai dasar hukum apabila mempunyai

kaitan yang sangat erat dengan peraturan perundang-undangan yang

akan dibentuk, yaitu ketetapan MPR yang menyebutkan secara tegas-

tegas perlunya dibentuk peraturan perundang-undangan tersebut.

e) Dasar hukum tersebut dirumuskan secara kronologis sesuai dengan

hierarkhi peraturan perundang-undangan, dan apabila peraturan

perundang-undangan tersebut sama tingkatannya, maka dituliskan

berdasarkan nomor urutan pembentukan peraturan perundang-

undangan tersebut.11

Namun pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor Hewan dan

Produk Hewan, tidaklah mencantumkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2019 tentang Jaminan Produk Halal dalam dasar hukum Peraturan tersebut.

Dilihat dari konsepsi dasar aturan Perundang-undangan bahwasanya Setiap

peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya seperti peraturan

menteri haruslah memuat ketentuan yang jelas. Sehingga secara ontologis,

aturan ini mampu memberikan kepastian hukum (rechts zekerheid) di setiap

pasal dan ayat yang terkandung di dalamnya. Jika kembali merujuk kepada

argumentasi pihak Kemendag yang menyebutkan bahwa walaupun

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor

Hewan dan Produk Hewan ini tidak menyertakan ketentuan kehalalan, namun

pada dasarnya tetap menjalankan sertifikasi halal yang merujuk pada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal hal tersebut menjadi argumentasi yang bias dan rancu secara

hukum. Karena jika aturan yang lebih tinggi dalam hal ini Undang-Undang

11 Maria Farida Indarti S, Ilmu Perundang-Undangan 2 (Proses dan Teknik

Pembentukannya), ... h. 96.

Page 82: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

72

Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Jaminan Produk Halal telah

mewajibkan setiap produk makanan yang beredar di Indonesia agar wajib

menerapkan sertifikasi dan label halal namun dalam regulasi yang lebih

rendah ini Permendag Nomor 29 Tahun 2019 justru tidak mencantumkan

ketentuan yang telah diamanatkan oleh undang-undang lebih tinggi.

Suatu keputusan (keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan

kepala badan negara atau keputusan lembaga-lembaga lain), dapat saja

dimasukan dalam bagian “mengingat” atau dengan kata lain menjadi dasar

hukum bagi suatu peraturan lain jika memiliki tingkatan yang sama atau lebih

tinggi dari peraturan yang akan diterbitkan. Sebagaimana yang sudah di

paparkan sebelumnya, bahwa dasar hukum suatu perundang-undangan dapat

terdiri atas “Peraturan perundang-undangan lainnya yang setingkat dan erat

kaitannya (berhubungan langsung) dengan peraturan perundang-undangan

yang dibentuk”. Undang-Undang Jaminan Produk Halal tidak hanya

ditujukan untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada konsumen

semata, dengan pemberian sertifikasi halal, produsen juga menuai manfaat

dari undang-undang ini yakni adanya kepastian hukum terhadap seluruh

barang yang diproduksi. Sehingga Undang-Undang Jaminan Produk Halal

akan berdampak positif bagi dunia usaha. Meningkatkan nilai tambah dan

daya saing produk halal Indonesia di dalam dan di luar negeri, memberikan

keuntungan timbal balik dalam perdagngan produk halal internasional dan

menumbuhkan kerjasama internasional dalam perdagangan produk halal.

Dalam hal ini undang-undang jaminan produk halal sangatlah

berkaitan erat dan saling berhubungan dengan Permendag Nomor 29 Tahun

2019 meski pada dasarnya permendag ini ditujukan untuk lebih

meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan ekspor dan impor hewan dan

produk hewan, dan bukan mengatur mengenai pemasukan produk ke

Indonesia. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu

Wardhana mengatakan, terjadi simpang-siur di publik yang mengira aturan

ini tak mewajibkan impor hewan dan produk hewan tak wajib berlabel halal.

Page 83: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

73

Itu pun memunculkan pertentangan. Kesimpangsiuran tersebut karena

membandingkan aturan baru tersebut dengan Permendag Nomor 59 Tahun

2016. Di Permendag ini diatur kewajiban label halal. Tapi ada kesalahan tafsir

di mana yang diatur di Permendag 59 adalah peredarannya di dalam negeri

bukan saat produk masuk ke Indonesia. "Menjadi ramai karena ada teman-

teman yang bandingkan Permendag 59/2016, disandingkan lah. Di sini

memang ada satu pasal yang pasal 16. Padahal pasal ini hanya mengatur pada

saat diperdagangkan di wilayah Indonesia. Jadi bukan pada saat pemasukan,"

kata dia di kantornya, Senin (16/9/2019). Dia menjelaskan, kewajiban label

halal tak diatur dalam Permendag 29, sebenarnya ada persyaratan

rekomendasi dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan). Permentan ini

mewajibkan ketentuan halal. Artinya, lanjut dia sebenarnya tak ada perbedaan

pada kedua aturan tersebut. Intinya label halal tidak dihilangkan. "Kalau

masuk harus sudah ada label halal. (Untuk produk) yang diwajibkan halal

harus (berlabel) halal," tambahnya.12

Namun meski demikian, seharusnya Permendag Nomor 29 Tahun

2019 memuat kembali aturan tentang kewajiban sertifikasi dan label halal,

guna mengokohkan dan mempertegas kembali asas kepastian hukum yang

telah dititahkan dalam undang-undang perlindungan konsumen dan undang-

undang jaminan produk halal. Karena keduanya telah menjadi landasan

hukum bagi Perlindungan kosnumen terutama konsumen muslim di

Indonesia. Agar dalam praktiknya tidak terdapat celah hukum yang akan

merugikan. Selajutnya, tidak seperti Undang-undang Perlindungan konsumen

mengapa Undang-undang Jaminan Produk Halal dalam hal ini tidak di

cantumkan dalam Dasar Hukum “Mengingat” Permendag nomor 29 Tahun

2019 tersebut. Peraturan Perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar

hukum hanya Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

Pada dsarnya Undang-undang Jaminan Produk halal tentu merupakan

12 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4707934/benarkah-impor-hewan-

kini-tak-perlu-label-halal, diakses pada tanggal 01 Desember 2019, pukul 23.09.

Page 84: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

74

Peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, namun dapat

dijelaskan lebih lanjut bahwa Peraturan Perundang-undangan yang akan

dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk atau

Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi

berlaku, tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.

Dalam hal ini Undang-Undang Jaminan Produk Halal semenjak

diundangkan pada tahun 2014 lalu, belum berlaku secara penuh dikarenakan

masih ada beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk

Halal yang baru saja disahkan pada tanggal 17 Oktober 2019 lalu. Status dari

Undang-undang Jaminan Produk Halal ketika Permendag ini terbit adalah

Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum resmi

berlaku, sehingga tidak dicantumkan sebagai dasar hukum. Sehingga dengan

latar belakang tersebut Permendag Nomor 29 Tahun 2019 dalam hal tidak

mencantumkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal dalam Dasar

humunya adalah legal berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang

berlaku.

B. Validitas Hukum Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan Di Hadapkan Dengan

Eksistensi Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa indikator validitas

hukum antara Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Produk Hewan dan Prduk Hewan dan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia validitas adalah sifat benar menurut bahan bukti yang ada, logika

berpikir, atau kekuatan hukum; sifat valid; kesahihan. Validitas adalah

Kepastian Hukum eksistensi norma secara spesifik. Suatu norma adalah valid

merupakan suatu pernyataan yang mengasumsikan eksistensi norma tersebut

dan mengasumsikan bahwa norma itu memiliki kekuatan mengikat (binding

Page 85: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

75

force) terhadap orang yang prilakunya diatur. Aturan adalah hukum, dan

hukum yang jika valid adalah norma. Jadi hukum adalah norma yang

memberikan sanksi.13 Validitas sebuah norma, menurut kelsen, harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: pertama, norma tersebut harus

merupakan bagian dari sebuah sistem norma. Kedua, sistem norma tersebut

harus berjalan secara efektif. Validitas norma pada gilirannya akan

menciptakan apa yang disebut sebagai hirarki norma yang dalam pemikiran

Kelsen disebut sebagai “Stufenbau theory”. Setiap norma agar menjadi

sebagai sebuah norma yang valid harus dinyatakan valid dan tidak boleh

betentangan dengan norma yang di atasnya.

Dewasa ini, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29

Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan,

menimbulkan polemik di masyarakat. Pasalnya, Permendag itu menghapus

keharusan adanya sertifikasi atau label halal seperti yang tertuang dalam

aturan sebelumnya, yakni Permendag Nomor 59 Tahun 2016 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan. Penghapusan

tersebut yang kemudian dinilai melanggar tiga ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Ketiga undang-undang itu adalah Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kewajiban pencantuman

label dan sertifikat halal sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan

Produk Halal dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun

2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal menyebutkan bahwa: “Produk yang

masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat

13 Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, M, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Setjen

& Kepaniteraan MK-RI, 2006), h. 36.

Page 86: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

76

halal.” Kemudian Pasal 2 PP Nomor 31 Tahun 2019 pun menyebutkan

bahwa: “ Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangakan di wilayah

Indonesia wajib bersertifikat halal.

Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Hala, setiap produk

yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib bersertifikat

halal. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri

dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum

produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan

Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana, seperti dikutip dari

laman Kemendag, Kamis (12/9).14 Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal

juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam

wilayah NKRI melalui kewajiban pencantuman label halal, sebagaimana

diatur dalam Pasal 10 PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan dan Pasal 2 Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label

Pangan Olahan.

Selanjutnya, Kementerian Perdagangan juga mempersyaratkan

rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan

daging yang memenuhi persyaratan halal. Hal ini diatur dalam Pasal 13 ayat

(1), ayat (2) dan ayat (3) Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan menyebutkan,

importir dalam mengajukan permohonan Persetujuan Impor harus

melampirkan persyaratan Rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Penerbitan rekomendasi pemasukan karkas, daging, dan atau olahannya ke

dalam wilayah Negara Republik Indonesia diatur di dalam Permentan Nomor

34 Tahun 2016 sebagaimana diubah terakhir kali dengan Permentan Nomor

23 Tahun 2018, yang mempersyaratkan pemenuhan halal (untuk produk yang

dipersyaratkan) untuk penerbitan rekomendasinya. “Meskipun tidak

mencantumkan ketentuan label dan sertifikat halal, Permendag Nomor 29

14 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d Dese,821087a18e6/tak-ada-kewajiban-

label-halal--permendag-29-2019-dinilai-cacat-hukum/, diakses pada tanggal 03 Desember 2019,

pukul 20:57.

Page 87: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

77

Tahun 2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan

rekomendasi.

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 nantinya fokus mengatur tata niaga

impor hewan dan produk hewan. Ketentuan ini sama sekali tidak terkait

dengan sengketa yang dilayangkan oleh Brasil (DSS 484)," pungkas Wisnu

dengan tegas.15 Terkait polemik Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang

Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, Menteri

Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pihaknya tidak bermaksud

memberi peluang produk luar negeri tanpa label halal masuk ke

Indonesia. Menurutnya, dalam Permendag yang belum lama ia sahkan

tersebut, telah mewajibkan importir untuk menyertakan rekomendasi sesuai

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yang mewajibkan label halal. Maka

itu, Enggartiasto beranggapan bahwa Permendag-nya tidak memerlukan lagi

syarat label halal. “Kalau mencantumkan lagi (label halal), ada duplikasi atau

overburden kan. Ini sudah diatur di sini (Permentan), di atur di sini juga

(Permendag), itu membingungkan,” kata Enggartiasto seperti dikutip Antara.

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tersebut merupakan aturan baru untuk

mengganti Permendag Nomor 59 Tahun 2016 yang mencantumkan

kewajiban label halal dalam tiap produk hewan yang masuk ke Indonesia.

Selanjutnya penulis akan menguraikan lebih terperinci tentang

validitas Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal yang dikaji dengan indikator teori-teori

validitas hukum yang sebelumnya telah penulis paparkan. Yang pertama,

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Prouk Halal

merupakan bagian dari sebuah sistem norma, dalam hierarki peraturan

perundang-undangan di Indonesia menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

undang-undang merupakan peraturan perundangan yang lebih tinggi

15 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d7b88143c44b/label-dan-sertifikat-halal-

tetap-wajib-dalam-importasi-hewan, dikases pada tanggal 03 Desember 2019, pukul 21:28.

Page 88: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

78

tingaktannya setelah Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, yang artinya Undang-Undang Jaminan Produk

Halal adalah peraturan Perundangan yang lebih tinggi daripada Permendag

yang terletak pada urutan ke empat setelah undang-undang dalam hirarki

peraturan perundangan Indonesia. Selanjutnya dalam asas Undang-Undang

Jaminan Produk Halal diantaranya adalah perlindungan yang bertujuan

melindungi masyarakat muslim, berkeadilan yang harus mencerminkan

secara proporsional bagi setiap warga negara, sebagai kepastian hukum dalam

hal kehalalan suatu produk, transparan, efektif dan profesional. Undang-

Undang Jaminan Produk Halal digagas oleh DPR RI pada periode tahun

1004-2009 hingga kemudia dibahas dan di sahkan pada periode tahun 2009-

2014.

Saat ini Undang-Undang Jaminan Produk Halal sudah memasuki

tahun ke 5 semenjak diundangkan pada tahun 2014 lalu, hal ini menimbulkan

konsekuensi hukum bahwa Undang-Undang Jaminan Produk Halal akan

berlaku secara penuh pada tahun ini. Namun sejumlah pekerjaan rumah masih

membebani terkait dengan kesiapan implementasi dari Undang-Undang

Jaminan Produk Halal. Sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal

berlaku mulai tahun 2019 pengurusan sertifikasi halal masih menjadi ranah

LP-POM MUI dan setelah Undang-Undang Jaminan Produk Halal berlaku

pada tahun 2019 maka semua pengurusan sertifikasi halal akan beralih ke

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berada di bawah

Kementerian Agama. BPJPH merupakan badan yang dibentuk dari mandat

Undang-Undang Jaminan Produk Halal untuk menyelenggarakan jaminan

produk halal. BPJPH nantinya direncanakan akan mengambil peran yang

dulunya dijalankan oleh LPPOM MUI.16 kesiapan Undang-Undang Jaminan

Produk Halal untuk berlaku secara penuh pada bulan Oktober 2019.

Mengingat sesuai dengan Pasal 67 ayat (1) yang berbunyi “Kewajiban

bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah

16 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 118.

Page 89: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

79

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Undang-Undang Jaminan

Produk Halal diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014, dengan demikian

Oktober 2019 menjadi titik waktu mulainya Undang-Undang Jaminan Produk

Halal berlaku secara penuh. Hal pertama yang menjadi kesiapan Undang-

Undang Jaminan Produk Halal ini adalah terkait dengan kerangka peraturan

penunjang Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang memainkan peran

besar terkait efektivitas Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Dalam hal

ini ada banyak sekali ketentuan derivatif di dalam Undang-Undang Jaminan

Produk Halal yang semuanya dapat dirangkum dalam 2 bentuk ketentuan,

yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Pertama, Peraturan

Pemerintah.

Ketentuan turunan dari Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang

berbentuk Peraturan Pemerintah telah diamanatkan dalam Pasal 11, Pasal 16,

Pasal 21 ayat (3), Pasal 44 ayat (3), pasal 46 ayat (3), Pasal 47 ayat (4), Pasal

52, Pasal 67 ayat (3). Pasal 65 UU JPH menyebutkan bahwa “Peraturan

pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun

terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” yang berarti seharusnya

pada tahun 2016 sudah dikeluarkan Peraturan Pemerintah dimaksud. Namun,

faktanya Peraturan Pemerintah yang dimaksud baru keluar pada tanggal 3

Mei 2019, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019

tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 April

2019 dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2019.17 Dengan

demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Peraturan Pemerintah Undang-

Undang Jaminan Produk Halal keluar terlambat jauh mundur 3 tahun dari

amanat Pasal 65 Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Hal ini berarti

pemerintah dalam hal ini telah tidak tertib hukum atau melanggar asas tertib

hukum penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Padahal apabila Peraturan

17 Moh. Kusnadi, Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Di

Indonesia, ... h. 125.

Page 90: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

80

Pemerintah Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat keluar pada tahun

2016 maka pemerintah punya lebih banyak waktu yaitu sekitar 3 tahun untuk

menyelesaikan persiapan lain yang dibutuhkan.

Peraturan Pemerintah Undang-Undang Jaminan Produk Halal

faktanya keluar pada tanggal 3 Mei 2019, sedangkan Undang-Undang

Jaminan Produk Halal H memberi batas per Oktober 2019 untuk

implementasi jaminan produk halal. Hanya 5 bulan waktu tersisa untuk

melakukan persiapan. Memang Peraturan Pemerintah Undang-Undang

Jaminan Produk Halal keluar sebelum kewajiban implementasi halal berlaku

pada 17 Oktober 2019. Namun, bukan berarti Peraturan Pemerintah Undang-

Undang Jaminan Produk Halal dalam sendirinya kemudian otomatis

paripurna, siap, dan sempurna. Dalam hal ini maka dapat disimpulkan dalam

teori validitas hukum menurut Hans Kelsen, sebagai bagian dari sebuah

sistem norma dan tidak bertentangan dengan norma yang di atasnya, Undang-

Undang Jaminan Produk Halal belum berjalan secara efektif karena baru akan

berlaku secara penuh pada 17 Oktober 2019 lalu. Ke dua, validitas dari

Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor

Hewan dan Produk Hewan, dalam hirarki peraturan perundang-undangan

dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tidak

disebutkan peraturan menteri.

Namun demikian, jenis peraturan tersebut keberadaannya diatur

dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang

menegaskan: “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank I ndonesia, Menteri, badan,

lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang

atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”

Page 91: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

81

Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut secara tegas jenis peraturan

perundang-undangan berupa “Peraturan Menteri”, namun frase “…peraturan

yang ditetapkan oleh… menteri…” di atas, mencerminkan keberadaan

Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tetap diakui keberadaannya. kmudian,

kekuatan mengikat Peraturan Menteri tersebut. Pasal 8 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 menegaskan: “Peraturan Perundang-

undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.” Dengan demikian, Peraturan Menteri tersebut memiliki

kekuatan hukum yang bersifat mengikat umum dan dapat dijadikan objek

pengujian pada Mahkamah Agung, apabila dianggap bertentangan dengan

undang-undang. Kemudian dalam hal efektifitas, Permendag Nomor 29

Tahun 2019 baru di terbitkan pada hari Rabu, tanggal 24 April 2019 lalu, telah

memicu respons penolakan dikarenakan ketiadaan kewajiban untuk

mencantumkan label kehalalan bagi daging impor. Jika dalam peraturan yang

sebelumnya yaitu Permendag Nomor 59 Tahun 2016 tentang Ketentuan

Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan, pada pasal 16 ayat (2) huruf e,

terdapat kewajiban untuk mencantumkan label kehalalan.

Hal yang kontras terjadi pada Permendag Nomor 29 Tahun 2019 ini

yang tidak memuat kewajiban sertifikasi dan label kehalalan bagi daging

impor. Dalam tata susunan norma hukum tidak dibenarkan adanya

kontradiksi antara norma hukum yang rendah dan norma hukum yang lebih

tinggi, Ketidakserasian dan pertentangan antara suatu norma dan norma

hukum yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ketidak konstitusionalan

dan ketidak legalan norma tersebut dan karena itu tidak berlaku.18.

18 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum dan Pembangunan Hukum Dalam

Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, (Bandung: Pro Justitia Majalah Hukum Unpar, 1993), h.

32.

Page 92: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan bab-bab yang telah diuraikan sebelumnya dan

berdasarkan hasil pembahasan pada analisa peneliti tersebut, maka dapat

ditarik kesimppulan atas beberapa hal, yaitu:

1. Permendag Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan

Impor Hewan dan Produk Hewan legal secara hukum berdasarkan

ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang

Jaminan Produk Halal dalam hal ini tidak di cantumkan dalam

konsierans karena berdasarkan keterangan Indrasari Wisnu Wardhana

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri bahwa Permendag Nomor

29 Tahun 2019 lantaran menyangkut peredaran barang di dalam negeri

dan berfokus untuk mengatur tata niaga impor hewan dan produk

hewan, sehingga kehalalan suatu produk tidak perlu dicantumkan

dalam konsiderans. Selanjutnya Dasar Hukum “Mengingat” dalam Poin

3 Lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-undang

Jaminan Produk Halal semenjak diundangkan pada tahun 2014 lalu,

belum berlaku secara penuh dikarenakan masih ada beberapa ketentuan

dalam undang-undang tersebut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal yang baru saja

disahkan pada tanggal 17 Oktober 2019 lalu. Status dari Undang-

Undang Jaminan Produk Halal ketika Permendag ini terbit adalah

Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan tetapi belum

resmi berlaku, sehingga tidak dicantumkan sebagai dasar hukum.

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

disimpulkan Tidak valid berdasarkan teori validitas hukum menurut

Hans Kelsen, bahwa Undang-Undang Jaminan Produk Halal belum

Page 93: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

83

berjalan secara efektif karena baru akan berlaku secara penuh pada 17

Oktober 2019 lalu. Begitupun Permendag Nomor 29 Tahun 2019

tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan

bertentangan dengan disimpulkan tidak valid berdasarkan tata susunan

norma hukum bahwa tidak dibenarkan adanya kontradiksi antara norma

hukum yang rendah dan norma hukum yang lebih tinggi,

Ketidakserasian dan pertentangan antara suatu norma dan norma

hukum yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya ketidak

konstitusionalan dan ketidak legalan norma tersebut dan karena itu

tidak berlaku.

B. Rekomendasi

Berdasarkan yang telah diuraikan dalam pembahasan yang telah di

bahas dan telah di simpulkan, rekomendasi yang diberikan oleh peneliti

diantaranya, sebagai berikut:

1. Direkomendasikan agar Menteri Perdagangan RI merevisi Permendag

Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan

Produk Hewan juga lebih teliti dalam membentuk suatu peraturan

perundang-undangan. Diaharapkan mampu memberikan sosialisasi dan

penjelasan lebih masif lagi kepada seluruh masyarakat dan lembaga

negara lainnya sehingga tidak mengakibatkan kesalahfahaman

implementasi dan multi tafsir.

2. Direkomendasikan agar tetap terjaganya harmonisasi perundang-

undangan, dan terciptanya kepastian hukum terhadap peraturan

perundang-undangan terutama undang-undang. Agar tidak adanya

keterlambatan pemberlakuan undang-undang agar suatu tertib hukum

tidak akan kehilangan validitasnya dan berjalan efektif.

Page 94: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

84

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asshiddiqie, Jimly, Ali Safa’at, M, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta:

Setjen & Kepaniteraan MK-RI, 2006.

_______________, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Attamimi A. Hamid S., Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara : Suatu Studi Analisis Mengenai

Keputusan Presiden Yang Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu

Pelita I – Pelita VI, Jakarta: Fakultas Pasca Sarjana UI, 1990.

___________________, Pancasila Cita Hukum Dalam Kehidupan Hukum Bangsa

Indonesia, Dalam Pancasila Sebagai Ideologi: Dalam Berbagai Bidang

Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, BP7Pusat, 1991.

Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Bossche Peter van den, Daniar Natakusumah dan Joseph Wira Koesnaidi,

Pengantar Hukum WTO (World Trade Organization), Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2010.

Hasan Sofyan, Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif, Regulasi dan

Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014.

I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi

Teori Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2016.

Kansil C.S.T, Sekelumit Tentang Ketetapan MPR 1960-1983. Dalam FH UKI (ed)

Membangun dan Menegakkan Hukum Dalam Era Pembangunan

Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Jakarta: Erlangga, 1983.

___________, dkk, Kamus Istilah Hukum, Jakarta, 2009

Page 95: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

85

Kristiyanti Celina Tri Siwi, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Lubis Suhrawardi K, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika,

2012.

Manan Bagir dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara,

Bandung: Alumni, 1997.

Masudi Masdar Farid, Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Perspektif Islam,

Jakarta:Pustaka Alvabet, 2010.

Mashudi, Konstruksi Hukum & Respons Masyarakat Terhebat Sertifikasi Produk

Halal Studi Socio-Legal Terhadap Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-

Obatan, Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2015.

Ngani Nico, Metodologi Penelitian Hukum dan Penulisan Hukum, Jakarta : Pustaka

Yustitia, 2012.

Pelu Muhammad Ibnu Elmi As, Label Halal, Malang: Madani, 2009.

Rangkuti Siti Sundari, Hukum Linkungan dan Kebijakan Lingkungan Nasional

(Edisi Ketiga), Surabaya: Airlangga Univerity Press, 2005.

Rato Dominikus, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,

Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010.

S. Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Jenis, Fungsi dan Menteri

Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

____________________, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik

Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Samsul Inosentius, Perlindungan Konsumen, Kemungkinan Penerapan Tanggung

Jawab Mutlak, Jakarta: Program Pasca Sarjana Fkultas Hukum Universitas

Indonesia, 2004.

Page 96: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

86

Sood Muhammad, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2012.

Suntana Ija, Politik Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.

Supriadi, Yayat, Pengaruh kebijakan labelisasi halal terhadap hasil penjual

anproduk, Jakarta:Universitas Indonesia, 2009.

Swasono Sri-Edi, Indonesia dan Doktrin Kesejahteraab Sosial: Dari Klasikal dan

Neoklasikal sampai ke The End Pf Laissez-Faire, Jakarta: Perkumpulan

PraKarsa, 2010.

Syahrani Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit Citra Aditya

Bakti, 1999.

Wasito Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian: Buku Panduan Mahasiswa,

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik:

Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2009.

Yusuf A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Penelitian Gabungan,

Jakarta: Prenadamedia Group, 2014.

Zainal Asikin, Zulham, Peran Negara Dalam Perlindungan Konsumen Muslim

Terhadap Produk Halal, Jakarta: Kencana, 2018.

Ali Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

Page 97: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

87

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan

Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Ekspor

dan Impor Hewan Dan Produk Hewan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pemasukan Karkas,

Daging, Jeroan, dan/ Olahannya ke Dalam Wilayah Negara Republik

Indonesia

JURNAL

Adiwijaya Achmad Jaka Santos, Menyongsong Pemberlakuan Kewajiban

Sertifikasi Halal Di Indonesia, Jurnal Living Law, Vol. 11, No. 1, 2019.

Burlian Paisol, Reformulasi Yuridis Pengaturan Produk Pangan Halal Bagi

Konsumen Muslim DI Indonesia, Jurnal Ahkam: Vol. VIV, No. 1, Januari

2014.

Charity May Lim, Jaminan Produk Halal Di Indonesia ( Halal Product Guarantee

In Indonesia), Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 99, 01 Maret 2017.

Hidayat Asep Syarifuddin & Siradj Mustolih, Sertifikasi Halal dan Sertifikasi Non

Halal Pada Produk Pangan Industri, Jurnal Ahkam: Vol.XV, No. 2, Juli

2015.

Hosanna Melissa Aulia Hosanna, Nugroho Susanti Adi Nugroho, Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

Terhadap Pendaftaran Sertifikat Halal Pada Produk Makanan, Jurnal

Hukum Adigama.

Jayanti Luh Made Junita Dwi & Ariana I Gede Putra, Penyelesaian Sengketa Impor

Daging Ayam Antara Brazil Dengan Indonesia Melali Disputte Settlement

Page 98: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

88

Body World Trade Organization, Bagian Hukum Internasional dan

Hukum Bisnis Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Udayana.

Kusnadi Moh., Problematika Penerapan Undang-Undang Jaminan Produk Halal

Di Indonesia, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Islamika: Jurnal

Keislaman dan Ilmu Pendidikan, Volume 1, Nomor 2, Juli 2019.

Latipulhidayat Atip, Hans Kelsen, Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1-

No.1 – Tahun 2014.

Maroni, Eksistensi Nilai Moral Dan Nilai Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional,

MMH. Jilid 41 No.2, Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas

Lampung, 2012.

Najiah Zumroh, Implementasi Kewajiban Pendaftaran Sertifikasi Halal Dalam

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal (Studi Pada LPPOM-MUI Jatim dan Industri Makanan Minuman

Kota Pasuruan), Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana

Malik Ibrahim Malang, 2016.

Putri Nanda Novia, dkk, Landasan Dan Asas-Asas Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan Yang Baik, Fakultas Universitas Lampung:

Preprint, May 2018.

Syafrida, Sertifikasi Halal Pada Produk Makanan dan Minuman Memberi

Perlindungan dan Kepastian Hukum Hak-Hak Komsumen Muslim, Adil:

Jurnal Hukum Vol.7, No. 2.

Triyanto Witanti Astuti, Sertifikasi Jaminan Produk Halal Menurut Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2014 (Prespektif Hukum Perlindungan

Konsumen), Jurnal Lex Administratum, Vol. V/No. 1/, Januari-Februari,

2017.

Yulia Lady, Halal Product Industry Development Strategy (Strategi

Pengembangan Industri Produk Halal), Jurnal Bimas Islam, ISSN: 1978-

90009 Vol.8 No. 1, Tahun 2015.

Page 99: VALIDITAS HUKUM PERMENDAG NOMOR 29 TAHUN 2019 …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa membawa

89

MAJALAH

Hartono C.F.G. Sunaryati, Politik Hukum dan Pembangunan Hukum Dalam

Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, Bandung: Pro Justitia Majalah

Hukum Unpar, 1993

WEBSITE

https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4707934/benarkah-impor-

hewankini- tak-perlu-label-halal

https://www.gatra.com/detail/news/444737/ekonomi/ketentuan-halal-permendag-

no-29-tidak-terkait-wto

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d79887736212/

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5264d6b08c174/kedudukanp

eraturan-menteri-dalam-hierarki-peraturan-perundang-undangan/

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dDese,821087a18e6/tak-ada-

kewajibanlabel-halal--permendag-29-2019-dinilai-cacat-hukum/

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5d7b88143c44b/label-dan-sertifikat-

halaltetap-wajib-dalam-importasi-hewan.

https://nasional.sindonews.com/read/1304189/18/sertifikasi-halal-dan

sengketaperdagangan-internasional-1525822382

https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01300919/masih-ada-34-juta-

orangbuta-huruf-di-indonesia-429732

https://www.qureta.com/post/ironi-permendag-terhadap-perlindungan-

konsumenmuslim-indonesia