Page 1
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
5.1.1 Kondisi Morfoedafik
Perairan Danau Semayang dan Danau Melintang secara morfeodafik
merupakan bagian dari daerah cekungan alluvial yang luas dan berawa-rawa
(Priyono 1994). Kedua danau dipisahkan oleh batangan Sungai Melintang yang
memiliki kedalaman 2 m-2,5 m. Bagian hilir Danau Semayang bersambung
dengan Sungai Pela yang memiliki kedalaman 9 m –10 m. Bendera putih (Gambar
5) berfungsi sebagai pembatas antara Danau Semayang dan Danau Melintang
yang ditanamkan pada bentangan Sungai Melintang, sedangkan mercusuar akan
menyala pada malam hari yang sering dimanfaatkan untuk penunjuk jalan.
Gambar 5 Sungai Melintang yang menjadi pemba-
tas antara Danau Semayang dan Danau
Melintang.
Sungai Mahakam dan sekitarnya termasuk Danau Semayang dan Danau
Melintang telah mengalami pendangkalan (Gambar 6a & 6b). Pendangkalan
terjadi akibat adanya sedimentasi sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas
perairan. Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran untuk perkebunan sawit
adalah salah satu penyebab terjadinya pendangkalan. Menurut Harnadi (2005)
pada tahun 1999, 60 cm/tahun lumpur mengendap sepanjang Sungai Mahakam.
Seiring dengan semakin rusaknya areal hutan di bagian hulu Sungai Mahakam
lumpur yang mengendap juga semakin tebal. Tahun 2000 lumpur yang
mengendap lebih dari 100 cm/tahun.
Page 2
Gambar 6(a) Orang bisa berjalan di Danau Semayang yang telah mengalami
pendangkalan; (b) Permukaan Danau yang telah mengering.
Pengendapan lumpur menyebabkan terjadinya pendangkalan di sepanjang
Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang. Sebelum
tahun 2000 Sungai Mahakam memiliki kedalaman sekitar 10 m–38 m, namun saat
ini semakin dangkal (Harnadi 2005). Pendangkalan mempersempit ruang gerak
pesut mahakam, terutama saat kemarau. Salah satu penyebab terjadinya
pendangkalan adalah adanya penebangan hutan. Pada tahun 2007 luas hutan di
Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar 3.470.518,01 ha sedangkan pada
tahun 2008 luas hutan di Kabupaten Kutai Kartanegara adalah sebesar 2.620.791
ha.
Pendangkalan di danau menyebabkan berkurangnya produktivitas ikan, hal
ini dikarenakan semakin dangkal permukaan air maka akan semakin tinggi suhu
air tersebut, apalagi saat ini hutan di sepanjang Sungai Mahakam dan sekitar
danau telah mengalami kegundulan/menjadi terbuka. Suhu air tinggi
menyebabkan banyak ikan yang mati. Sumberdaya ikan berkurang menyebabkan
pakan pesut mahakam berkurang, hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif
terhadap pesut mahakam.
5.1.2 Kualitas Perairan
Pesut mahakam merupakan mamalia yang hidup di lingkungan perairan.
Salah satu habitat pesut mahakam adalah di sepanjang Sungai Mahakam dari
Muara Kaman hingga perairan Batubunbun (Muara Muntai) termasuk Sungai
Pela, Danau Semayang dan Danau Melintang.
a b
Page 3
Menurut Priyono (1994) konsentrasi pesut mahakam didukung oleh
kualitas habitat yang baik dan memenuhi kebutuhan hidup pesut mahakam,
terutama dari aspek kedalaman (5.0 m-18.5 m), kualitas air dan potensi sumber
makanan yang tinggi. Saat penelitian kondisi habitat sangat buruk terutama pada
aspek kedalaman (Tabel 5). Penelitian dilakukan pada saat level air sedang-rendah
sehingga pesut mahakam tidak terlihat pada lokasi penelitian (Danau Semayang
dan Danau Melintang). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yayasan
Konservasi RASI (2008) yaitu pada saat level air sedang-rendah pesut mahakam
menyebar pada sungai utama (Sungai Mahakam) sehingga tidak dapat dijumpai
pada daerah-daerah danau.
Tabel 5 Kualitas air pada Sungai Pela, Danau Semayang, Danau Melintang, dan
Sungai Rebaq Rinding Dalam Sungai/
Danau
Kedala-
man
Rata-rata
(meter)
Warna pH Kecera
han
(cm)
Kekeru-
han
NTU
TDS
mg/l
TSS
mg/l
COD
mg/l
Pela 16,50 Tidak
berwarna
7 16 5,50 36 9 17,17
Sema-
Yang
1,15–2,00 Agak
kecoklatan
6 33 150,00 18 254 <4,09
Melin-
Tang
0,75-1,50 Agak
Kecoklatan
6,5 22 51,00 22 200 31,61
Rebaq
Rindi-
ng
Dalam
0,67 Agak
kehitam-
hitaman
5,5 19 - - - -
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kedalaman Sungai Rebaq Rinding,
Danau Semayang dan Danau Melintang tidak memenuhi kriteria habitat pesut
mahakam. Pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan
sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman di bawah 2,5 meter dan
tertutup vegetasi air. Menurunnya kedalaman perairan disebabkan oleh adanya
proses sedimentasi. Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika
air didiamkan tidak terganggu selama waktu tertentu. Sedimen yang mengendap
di dasar sungai dan danau dapat mengurangi populasi ikan dan hewan-hewan air
lainnya karena telur-telur ikan dan sumber-sumber makanan mungkin terendam di
dalam sedimen.
Page 4
Berdasarkan hasil penelitian Sumardi di perairan Sungai Kedawang
Kalimantan Barat (1998) pesut mahakam hidup pada pH 6,9. Pada saat penelitian
Sungai Pela yang terhubung langsung dengan Sungai Mahakam memiliki pH 7,
dan pada daerah ini masih terlihat pesut mahakam yang hilir mudik. Air di Danau
Semayang dan Danau Melintang berwarna agak kecoklatan dengan pH 6 untuk
Danau Semayang dan 6,5 untuk Danau Melintang, pada kedua danau ini tidak
ditemukan pesut mahakam.
Semakin tinggi TSS/padatan tersuspensi maka akan semakin tinggi pula
tingkat kekeruhan air, tingginya kekeruhan akan menyebabkan menurunnya
tingkat kecerahan air. Padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya
ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis, hal
ini akan berdampak pada ikan, karena salah satu makanan ikan adalah tumbuhan
yang hidup di dalam air (Fardiaz 1992).
Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/l (Warlina 2004). Danau Melintang memiliki nilai COD yang
cukup tinggi yaitu sebesar 31,61 mg/l. Kondisi kualitas perairan Sungai Mahakam
dari tahun ke tahun mengalami penurunan (Tabel 6), hal ini diduga karena makin
banyaknya usaha penambangan dan HPH yang berada di sepanjang Sungai
Mahakam. Berdasarkan laporan pemantauan kualitas air Sungai Mahakam hasil
kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan Bapedalda Provinsi Kalimantan
Timur tahun 2004 bahwa status mutu air menunjukkan Sungai Mahakam dalam
keadaan tercemar berat (Harnadi 2005).
Tabel 6 Kualitas air Sungai Mahakam dalam pemantauan tahun 1999, 2000, dan
2005
No Parameter Satuan Hasil pemantauan
1999 2000 2005
1 pH - 5,31 – 7,20 5,80 – 7,70 5,87 – 7,00
2 TDS mg/l 19,0 – 59,70 24,00 – 39,00 16,00 – 29,80
3 TSS mg/l 8,00 – 197,00 23,00 – 532,00 40,00 – 241,80
4 COD mg/l 7,90 – 109,90 16,00 – 36,00 1,80 – 60,00
5 DO mg/l 1,70 – 5,50 2,40 – 6,40 5,18– 5,60
6 BOD mg/l 0,60 - 13,10 1,00 – 4,00 1,50 – 3,80
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Kalimantan Timur 2005
Page 5
Tambang batubara, perubahan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dan
banyak lagi penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
perairan Sungai Mahakam. Merkuri dan sianida telah mencemari sungai akibat
bocornya tanggul penahan limbah dari kegiatan penambangan emas berskala besar
dan kecil di hulu sungai. Batubara yang seringkali jatuh tanpa sengaja ke sungai
dan air limbah pencuciannya yang masuk ke anak-anak sungai besar dan danau-
danau saat air pasang, menyebabkan perubahan warna kulit pesut mahakam (Kreb
dan Susanti 2008). Kondisi perairan Sungai Mahakam termasuk Danau Semayang
dan Danau Melintang mengalami penurunan baik dalam hal kualitas maupun
kuantitas. Hal ini berdampak negatif terhadap kelestarian pesut mahakam.
5.1.3 Potensi Ikan sebagai Pakan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
Danau Semayang dan Danau Melintang merupakan daerah yang memiliki
potensi produktifitas ikan yang cukup tinggi. Danau ini merupakan sumberdaya
alam yang penting yaitu sebagai sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat
setempat. Danau Semayang dan Danau Melintang dipengaruhi oleh pasang surut
Sungai Mahakam. Kedua danau ini memiliki nilai ekonomi dari segi perikanan
Perkiraan produktifitas relatif ikan (hasil tangkapan per jarring insang per
hari) dilakukan dengan cara memasang jaring insang sepanjang 50 meter pada
tempat yang diduga banyak ikan (berdasarkan informasi nelayan). Jaring ikan
dipasang pada sore hari (15.30 WITA) di Danau Semayang dan Danau Melintang
pada jam yang sama dan diperiksa pada pagi hari pada jam yang sama pula (07.30
WITA). Hasil tangkapan yang diperoleh bermacam-macam jenis ikan (Tabel 7),
hasil tangkapan tersebut ada yang menjadi makanan yang disukai pesut mahakam
dan ada pula yang tidak dimakan oleh pesut mahakam.
Page 6
Tabel 7 Perkiraan produktifitas relatif ikan di Danau Semayang dan Danau
Melintang
No Nama lokal Nama latin
Perkiraan produktifitas
relatif
(hasil tangkapan per kg per
hari)
Danau Semayang
1 Baong* Macrones planiceps 0,15
2 Kelebere Macrones nigriceps 0,20
3 Lepok Synanceia spp 0,05
4 Biawan* Helostoma temmincki 0,05
5 Kendia Thynnichthys thynoides 0,20
6 Lalang - 0,25
7 Bentilap - 0,10
8 Lempam Puntius schwanefeldi 0,40
9 Puyau - 0,20
10 Rukong - 0,20
Total 1,80
Danau Melintang
1 Baong* Macrones planiceps 0,20
2 Biawan* Helostoma temmincki 0,20
3 Kendia Thynnichthys thynoides 0,10
4 Tempe - 0,05
5 Bentilap - 0,10
6 Lempam Puntius schwanefeldi 0,60
7 Puyau - 0,50
8 Rukong - 0,50
Total 2,25 Keterangan: * pakan pesut mahakam
Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari
dalam sungai maupun dasar sungai. Sekalipun pesut mahakam pemakan segala,
namun ikan bertulang adalah favoritnya. Pesut mahakam juga memakan
crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut
dewasa mencapai 10-19 kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fauzi
2008). Berdasarkan jenis ikan yang diperoleh, hanya dua jenis ikan yang
teridentifikasi sebagai pakan pesut mahakam yaitu ikan baong (Macrones
planiceps) dan biawan (Helostoma temmincki).
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa perkiraan produktifitas relatif ikan di
Danau Melintang lebih besar dibandingkan dengan Danau Semayang, namun jenis
ikan yang diperoleh di Danau Semayang lebih banyak dibanding jenis ikan pada
Danau Melintang. Perkiraan produktifitas relatif ikan pada Danau Melintang
sebesar 2,25 kg per hari sedangkan Danau Semayang 1,80 kg per hari.
Page 7
Berdasarkan data Kabupaten Kutai Kartanegara dalam angka, pada tahun
2006 total produksi ikan perairan umum sebanyak 21.409,9 ton per tahun dan naik
pada tahun 2007 yaitu jumlah total produksinya sebesar 25.477,7 ton per tahun.
Salah satu kawasan penghasil ikan terbanyak adalah Danau Semayang dan Danau
Melintang, jika setiap tahunnya ikan yang diambil terus meningkat maka dapat
menyebabkan sumberdaya ikan akan habis. Habisnya sumberdaya ikan akan
menyebabkan menurunnya kelestarian pesut mahakam
5.1.4 Penangkapan Ikan
Pengamatan dilakukan pada tiga lokasi yaitu sepanjang Sungai Pela,
Danau Semayang dan Danau Melintang pada jalur arus air (batangan) karena
perahu motor hanya bisa melewati arus air tersebut (karena daerah yang lainnya
dangkal). Pada saat pengamatan dicatat jumlah nelayan yang sedang mencari ikan
dan jenis alat tangkap yang digunakan (Tabel 8). Alat tangkap yang digunakan
tergantung jenis ikan yang hendak ditangkap.
Tabel 8 Jumlah nelayan yang mencari ikan di Sungai Pela, Danau Semayang dan
Danau Melintang
No Sungai/danau Jumlah
nelayan
Jenis alat tangkap Luas kawasan
1 Sungai Pela 21 - Jala
- Rengge/jaring
insang
- Raba baong
- Hempang kasa
Panjang = 10 km
Lebar = 8-15 m
2 Danau Semayang 82 - Hancau
- Jaring
insang/rengge
- Raba baong
- Trowl
- Rimpa
- Hampang
pagongan
- 13. 000 ha
3 Danau Melintang 69 - Hancau
- Jaring
insang/rengge
- Raba baong
- Trowl
- Rimpa
- Hampang
pagongan
- 11. 000 ha
Page 8
Berdasarkan tabel 8 terlihat bahwa banyak nelayan yang mencari ikan di
Danau Semayang dibanding Danau Melintang dan Sungai Pela. Jumlah nelayan
yang mencari ikan di Danau Semayang sebanyak 82 orang, 69 orang yang
mencari ikan di Danau Melintang dan 21 orang yang mencari ikan di Sungai Pela.
Banyaknya jumlah nelayan pada suatu kawasan tergantung luasan kawasan
tersebut. Danau Semayang lebih luas dibanding Danau Melintang dan Sungai
Pela. Alat tangkap yang digunakan berbeda antar sungai dan danau, di danau alat
tangkap ikan yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan sungai.
Terdapat 6 jenis alat tangkap ikan yang digunakan di danau yaitu hancau, jarring
insang, raba baong, trawl, rimpa dan hampang pagongan (Gambar 7a). Trawl,
rimpa, hampang pagongan dan hampang kasa termasuk alat tangkap yang dilarang
berdasarkan Perdes (Peraturan Desa No 3 tahun 2009) dan Peraturan Daerah
Kabupaten Kutai Kartanegara. Alat-alat ini dilarang karena menangkap ikan yang
masih kecil sehingga akan mengganggu generasi ikan.
Gambar 7(a) Hampang pagongan alat tangkap yang dilarang dalam Perdes,
(b) Nelayan penarik trawl ikan sedang beristirahat.
Banyaknya jumlah nelayan pada suatu lokasi diduga ada hubungannya
dengan ketersediaan sumberdaya ikan pada lokasi tersebut dan adanya larangan
mencari ikan pada lokasi tersebut ataupun adanya larangan menggunakan alat
tangkap ikan.
a b
Page 9
Gambar 8(a) Raba baong yang terdapat di Danau Semayang dan (b) Hancau yang
terdapat di Danau Melintang.
Penangkapan ikan yang dilakukan secara berlebihan menggunakan jarring
insang, setrum, trawl (khususnya di danau-danau) dan racun (dupon/lamet, deses,
akar buah gadong) dapat menyebabkan pesut mahakam mengeluarkan energi lebih
banyak untuk mencari makan karena jumlah ikan semakin berkurang. Penebangan
hutan di tepi sungai juga mengurangi sumberdaya ikan akibat peningkatan suhu
air, sedimentasi dan berkurangnya sisa-sisa tanaman (seperti daun dan buah)
sebagai sumber makanan bagi ikan. Ketertarikan pesut mahakam terhadap jarring
insang diduga karena berkurangnya jumlah ikan.
5.1.5 Lalu Lintas Perairan Muara Sungai Pela
Lalu lintas perairan diketahui dengan cara menghitung langsung frekuensi
lalu lintas transportasi perairan di Muara Sungai Pela yang dilaksanakan pada hari
libur dan hari kerja (Tabel 9) yang dimulai pada jam efektif yaitu pada pukul
04.00 WITA hingga pukul 20.00 WITA. Perhitungan lalu lintas dilakukan pada
siang hari selain disesuaikan dengan kebanyakan aktivitas manusia yang
dilakukan pada siang hari dan disesuaikan pula dengan aktivitas pesut mahakam.
Pesut mahakam lebih banyak beraktivitas pada siang hari dibandingkan pada
malam hari.
a b
Page 10
Tabel 9 Frekuensi lalu lintas perairan muara Sungai Pela No Jenis alat transportasi Jumlah frekuensi per jam
Hari Biasa
1. Ces/perahu motor 49,75 ≈ 50
2. Kapal 1,125 ≈ 2
3. Ponton batubara 0,313 ≈ 1
4. Speedboat 0,125 ≈ 1
Total 54
Hari Libur
1. Ces/perahu motor 51,813 ≈ 52
2. Kapal 1,187 ≈ 2
3. Ponton batubara 0,375 ≈ 1
Total 55
Perairan muara Sungai Pela terlihat lebih ramai pada hari libur yaitu
sebanyak 55 lintasan kendaraan per jam, sedangkan pada hari biasa sebanyak 54
lintasan kendaraan per jam. Peningkatan ini terjadi diduga karena para wisatawan
lebih senang berpergian/berwisata pada hari libur, sehingga tidak mengganggu
waktu kerja mereka.
Perairan muara Sungai Pela pada pukul 05.41-09.00 WITA sangat ramai
dilewati berbagai jenis transportasi, namun yang dominan adalah perahu motor
(ces), ramainya lalu lintas perairan pada pagi hari diduga pada pukul tersebut para
nelayan pergi mencari ikan ke Danau Semayang dan Danau Melintang, alasan
lainnya yaitu berpergian menggunakan perahu motor dipagi hari bisa menikmati
sunrise dan matahari pun tidak terlalu terik. Selain nelayan, yang melintasi Sungai
Pela adalah para wisatawan yang hendak berwisata ke Danau Semayang dan jalur
ini juga biasanya digunakan sebagai jalan pintas jika hendak ke Muara Muntai.
Pada pukul 15.00–17.00 WITA transportasi dari arah danau menuju ke
Sungai Mahakam mengalami peningkatan hal ini dikarenakan para nelayan pulang
dari mencari ikan.
Page 11
Gambar 9(a) Ces/perahu motor yang sedang melintasi Sungai Pela, (b) kapal dan
ponton batubara sedang melintasi Sungai Mahakam.
Gambar 10 Muara Sungai Pela.
Lalu lintas di perairan Sungai Mahakam tergolong ramai, hal ini sangat
mengganggu kehidupan pesut mahakam, tidak sedik pesut mahakam yang mati
karena tertabrak kapal ataupun ces. Hasil monitoring Yayasan Konservasi RASI
antara tahun 1995 hingga 2000, rata-rata kematian pesut mahakam per tahun yang
diketahui adalah 5 (5,6) ekor, sedangkan antara tahun 2001 hingga 2007 rata-rata
kematian yang diketahui per tahun adalah 2 (2,4) ekor. Sebanyak 6% pesut
mahakam mati tertabrak kapal (Kreb dan Susanti 2008). Pada tanggal 1 November
2009 satu ekor pesut mahakam betina dengan panjang 224 cm mati karena
tertabrak ces di Muara Danau Semayang.
S. Pela
S.Mahakam
Mahakam
a b
Page 12
Foto by : YK: RASI 2009 Foto by : YK: RASI 2009
Gambar 11 Pesut mati karena tertabrak ces (ketinting/perahu motor).
Kapal berkecepatan tinggi (40-200 pk) (rata-rata= 4,6 kapal/jam melewati
habitat pesut mahakam), yang menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih
lama mulai saat kapal berjarak 300 m–0 m dari posisi pesut mahakam. Selain itu,
banyaknya ces yang melaju dengan kecepatan tinggi di Sungai Pela juga
menyebabkan pesut mahakam menyelam lebih lama. Setiap hari kapal penarik
ponton batubara melewati Sungai Kedang Pahu yang merupakan habitat utama
pesut mahakam (rata-rata = 8,4 kapal/hari). Selama musim kemarau, ukuran kapal
ini menyita lebih dari dua pertiga lebar sungai dan lebih dari setengah kedalaman
anak sungai. Pesut mahakam selalu mengubah arah berenang mereka (jika sedang
menuju ke hulu) saat bertemu kapal penarik ponton batubara (Kreb dan Rahadi
2004 dalam Kreb dan Susanti 2008).
Penyebab kematian lainnya dikarenakan polusi suara yang berasal dari
baling-baling kapal dan ponton batubara. Ukuran ponton batubara yang besar
menyebabkan kerusakan habitat, menimbulkan polusi suara, polusi bahan-bahan
kimia. Berkurangnya jumlah makanan pesut mahakam (sumber daya ikan) karena
teknik penangkapan ikan secara ilegal (menggunakan setrum, racun dan trawl).
Praktek budidaya ikan yang tidak berkelanjutan (beternak ikan yang memakan
ikan lain) juga merupakan penyebab lain kematian pesut mahakam. Hal ini akan
menyebabkan kelestarian pesut mahakam berkurang.
5.2 Perkembangan Populasi dan Penyebaran Pesut Mahakam (Orcaella
brevirostris)
Berdasarkan monitoring yang dilakukan Yayasan Konservasi RASI pada
tahun 2001 jumlah pesut mahakam sebanyak 55 ekor, tahun 2005 terdapat 70 ekor
dan pada tahun 2007 diperkirakan sebanyak 89 ekor. Perbedaan yang terjadi
Page 13
bukan disebabkan oleh peningkatan ukuran populasi tetapi oleh proses
pengambilan foto dan pengidentifikasian yang semakin baik, karena kamera
digital mulai digunakan pada survei tahun 2005 sehingga terjadi peningkatan pada
jumlah dan kualitas gambar yang diperoleh di lapangan. Jumlah pesut mahakam
yang dapat diidentifikasi jelas berpengaruh pada total ukuran populasi yang
diperkirakan. Selain itu, tingkat signifikan pada tahun 2005 dan 2007 lebih tepat
dan atau lebih kecil dibanding tingkat signifikan pada tahun 2001 (Kreb dan
Susanti 2008). Berdasarkan hasil monitoring BKSDA Kalimantan Timur, populasi
pesut telah menurun drastis dari tahun 1975 hingga tahun 2000 (Tabel 10).
Tabel 10 Populasi pesut (Orcaella brevirostris) dari tahun 1975- 2000 di Sungai
Mahakam
Tahun Populasi Penurunan Persentase
1975 1000 0 0,00
1980 800 200 21,05
1985 600 200 21,05
1990 400 200 21,05
1995 100 300 31,58
2000 50 50 5,26
Sumber: BKSDA Kaltim 2000
Dari data di atas dapat kita peroleh informasi bahwa setiap rentang tahun
terjadi penurunan yang sangat signifikan. Dari rentang waktu antara tahun 1975-
2000 penurunan pesut terjadi sangat besar yaitu 950 ekor. Dimana dari tahun
1975-1985 tiap terjadi pengurangan 200 ekor atau 21,05%. Pada tahun 1980-1985
terjadi penurunan 200 ekor atau 21,05%. Sama seperti rentang tahun sebelumnya,
pada rentang tahun 1985-1990 penurunan pesut mahakam sebanyak 200 ekor atau
21,05%. Sedangkan pada rentang tahun 1990-1995 penurunan pesut mahakam
yang sangat besar yaitu 300 ekor atau 31,58%. Tetapi pada rentang tahun 1995-
2000 penurunan pesut mahakam sedikit berkurang yaitu 50 ekor atau 5,26%.
Penurunan populasi pesut mahakam dikarenakan penurunan kuantitas dan
kualitas perairan, yang menyebabkan terjadinya penyempitan habitat pesut
mahakam. Perubahan kualitas air yang mengarah pada ekosistem rawa dengan
warna air coklat kehitaman akibat surutnya air selama musim kemarau sehingga
tidak ada input air baru yang dapat menetralisir perubahan tersebut. Perubahan
atau penyempitan habitat menyebabkan berkurangnya daerah penyebaran pesut
mahakam Pada tahun 1975 pesut mahakam tersebar di perairan Sungai Mahakam
sejauh 590 km2 (Tabel 11).
Page 14
Tabel 11 Penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris) tahun 1975 – 2000
di Sungai Mahakam
Tahun Sebaran
(Km2)
Penurunan
(Km2) Persentase
1975 590 0 0,00
1980 460 130 13,68
1985 350 110 11,58
1990 250 100 10,53
1995 150 100 10,53
2000 110 40 4,21
Sumber: BKSDA 2000
Saat ini populasi pesut mahakam tersebar di sepanjang alur utama Sungai
Mahakam yang dimulai dari hilir Muara Kaman, hingga ke hulu Riam Udang di
dekat Long Bagun.
Gambar 12 Peta penyebaran pesut mahakam (Orcaella brevirostris).
Selain di alur utama Sungai Mahakam tersebut, sebaran pesut mahakam
juga meliputi anak-anak sungai dan danau-danau Mahakam. Anak-anak sungai
yang tercatat menjadi daerah sebaran pesut adalah Sungai Kedang Rantau, Sungai
Kedang Kepala, Sungai Belayan, Sungai Kedang Pahu, dan Sungai Ratah. Danau-
danau yang saat ini menjadi daerah persebaran pesut mahakam ialah Danau
Semayang dan Danau Melintang (Fawzi et.al 2008) Untuk Danau Jempang,
Yayasan Konservasi RASI (2005) memperkirakan bahwa sekarang tidak ada lagi
pesut mahakam yang hidup di perairan ini.
Page 15
5.3 Persepsi Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
Persepsi adalah pandangan, pengamatan dan interpretasi seseorang
terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan
tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya. Persepsi terhadap
perspektif kelestarian pesut mahakam dapat diketahui melalui teknik rentang
kriteria yang memiliki interval yang sama antar kategorinya namun kategori yang
satu dengan yang lainnya berkaitan, hal ini sering disebut dengan skala likert.
Persepsi terhadap perspektif kelestarian pesut diketahui melalui 10 variabel yang
dianalisis menggunakan rentang kriteria (Tabel 12)
Tabel 12 Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap perspektif
kelestarian pesut mahakam (Orcaella brevirostris)
No Persepsi Rentang kriteria
Skor Rata-
rata Kriteria
STS TS CS S SS
1 Jumlah populasi pesut
mahakam saat ini cukup baik.
22 76 138 56 - 292 2,43 TS
2 Kondisi perairan (pasang-surut
dan kejernihan air) sangat
mempengaruhi keberadaan
pesut mahakam.
- 58 165 92 65 380 3,17 CS
3 Menurunnya populasi pesut
mahakam karena aktivitas
manusia.
- 14 60 148 280 502 4,18 S
4 Menurunnya atau punahnya
pesut dapat memberikan
dampak negatif terhadap
kehidupan.
- 62 156 96 65 379 3,16 CS
5 Lestarinya pesut mahakam
dapat memberikan dampak
positif bagi lingkungan
(kehidupan nelayan).
- - 207 140 80 427 3,56 S
6 Pesut mahakam tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat dan
lingkungan.
- - 111 152 225 488 4,07 S
7 Pesut mahakam termasuk
satwa yang perlu dilindungi
(tidak diganggu).
- - 60 204 245 509 4,24 SS
8 Peraturan pemerintah sangat
berperan dalam usaha
pelestarian pesut mahakam.
- - 33 220 270 523 4,36 SS
9 Pesut mahakam perlu dijaga
kelestariannya.
- - 42 228 245 515 4,29 SS
10 Legenda pesut mahakam di
masyarakat dapat menunjang
kelestarian pesut mahakam.
- - 99 160 235 494 4,12 S
Keterangan: STS: Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
CS: Cukup Setuju
S : Setuju
SS: Sangat Setuju
Page 16
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa pernyataan atau persepsi pada
setiap variabel berbeda-beda, namun didominasi kriteria Setuju (S). Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat memberikan hal positif terhadap kelestarian
pesut mahakam. Berdasarkan variabel nomor 1 masyarakat Tidak Setuju (TS)
bahwa populasi pesut mahakam saat ini cukup baik jika dibandingkan dengan
populasi pesut mahakam pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menandakan
bahwa masyarakat mengetahui dengan baik bahwa telah terjadi penurunan jumlah
pesut mahakam. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yayasan konservasi
RASI bahwa jumlah pesut mahakam setiap tahunnya mengalami penurunan
populasi rata-rata 5 ekor dan hasil analisis dari sebuah Population Viability
Analyisis (PVA) menyatakan bahwa populasi pesut mahakam dapat bertahan jika
dua hingga tiga individu dapat diselamatkan setiap tahunnya.
Masyarakat Setuju (S) bahwa penyebab menurunnya populasi pesut
mahakam karena aktivitas manusia. Berdasarkan hasil wawancara, mereka
menyebutkan bahwa salah satu aktivitas manusia tersebut adalah nelayan yang
menangkap ikan dengan cara menyetrum. Masyarakat juga Cukup Setuju (CS)
bahwa penyebab menurunnya populasi pesut mahakam dapat memberikan
dampak negatif terhadap kehidupan mereka, karena sebagian masyarakat
memanfaatkan pesut mahakam sebagai salah satu tanda bahwa pada lokasi
tersebut terdapat banyak ikan. Pernyataan ini juga didukung dengan pernyataan
Setuju (S) pada variabel 5 bahwa keberadaan pesut mahakam dapat memberikan
dampak positif bagi kehidupan nelayan walaupun secara tidak langsung.
Pernyataan Sangat Setuju (SS) masyarakat bahwa “Pesut mahakam perlu
dijaga kelestariannya” yang artinya masyarakat sangat menginginkan pesut
mahakam tetap ada. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 12 di
atas diketahui bahwa variabel persepsi “Peraturan pemerintah sangat berperan
dalam usaha pelestarian pesut mahakam” mempunyai nilai tertinggi dibandingkan
variabel yang lainnya. Skor yang diperoleh adalah 523 dengan rata-rata 4,36,
artinya responden menyadari bahwa campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan
agar pesut mahakam tetap lestari.
Persepsi terhadap kelestarian pesut mahakam ini merupakan bagian dari
persepsi terhadap lingkungan, sesuai respon terhadap kondisi pesut mahakam
Page 17
setelah seseorang mengetahui kondisi pesut mahakam yang dimaksud. Penelitian
mengenai persepsi masyarakat terhadap pesut mahakam diperlukan dalam rangka
membangun kesadaran, sikap dan perilaku positif terhadap keberadaan pesut
mahakam. Persepsi merupakan landasan seseorang untuk bersikap dan
berperilaku.
5.4 Sikap Masyarakat terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
Sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi
menyenangkan terhadap objek, orang, situasi dan mungkin aspek-aspek lain,
termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial (Hutabarat 2008). Sikap responden
terhadap kelestarian pesut mahakam diketahui dengan cara wawancara.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat, pesut mahakam sangat
bermanfaat bagi masyarakat khususnya nelayan. Kebanyakan masyarakat
memanfaatkan keberadaan pesut mahakam sebagai pertanda banyaknya ikan pada
daerah tersebut. Nelayan dan pesut mahakam mencari ikan pada tempat/lokasi
yang sama, sehingga tidak sedikit pesut mahakam yang mati akibat tersangkut
jaring insang milik nelayan. Menurut Yayasan Konservasi RASI (2008) 66%
pesut mahakam mati akibat terperangkap rengge/jaring dengan ukuran mata jaring
sekitar 10-17.5cm.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat,
masyarakat yang mengetahui pesut mahakam terjaring ataupun terdampar maka
dengan segera menolong atau melepaskannya, karena masyarakat merasa
memiliki/bertanggung jawab terhadap kelestarian pesut mahakam. Masyarakat
setuju jika diikutsertakan dalam pengelolaan pesut mahakam, hal ini menujukkan
rasa kepedulian masyarakat terhadap kelestarian pesut mahakam.
Sikap sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia, karena sikap
mampu mempengaruhi tanggapan seseorang terhadap masalah kemasyarakatan
termasuk lingkungan. Sikap sangat menentukan perilaku seseorang (Harihanto
2001). Masyarakat memperlakukan sungai masih buruk, hal ini terlihat dari
aktivitas masyarakat yang membuang sampah, mandi dan mencuci baju di sungai
serta kakus yang berada di sepanjang sungai.
Page 18
Sampah atau buangan padat baik yang kasar maupun yang halus bila
dibuang ke air menjadi pencemaran dan akan menimbulkan pelarutan,
pengendapan ataupun pembentukan koloidal. Apabila sampah tersebut
menimbulkan pelarutan, maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-
kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang
mengandung larutan pekat dan berwarna gelap akan mengurangi penetrasi sinar
matahari ke dalam air. Sehingga proses fotosintesa tanaman dalam air akan
terganggu. Jumlah oksigen terlarut dalam air menjadi berkurang, kehidupan
organisme dalam air juga terganggu. Terjadinya endapan di dasar perairan akan
sangat mengganggu kehidupan organisme dalam air, karena endapan akan
menutup permukaan dasar air yang mungkin mengandung telur ikan sehingga
tidak dapat menetas. Selain itu, endapan juga dapat menghalangi sumber makanan
ikan dalam air serta menghalangi datangnya sinar matahari. Pembentukan koloidal
terjadi bila sampah tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan
sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan
ini juga menghalangi penetrasi sinar matahari, sehingga menghambat fotosintesa
dan berkurangnya kadar oksigen dalam air.
Mandi dan mencuci baju di sungai menghasilkan bahan buangan berupa
sabun dan deterjen. Sabun dan deterjen di dalam air akan mengganggu lingkungan
karena larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu
kehidupan organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat
akan menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11. Bahan antiseptik yang
ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan mikro
organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan. Ada sebagian bahan sabun atau
deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikro organisme yang ada di
dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan merugikan lingkungan (Warlina 2004).
Amonia yang berasal dari limbah manusia yaitu urin yang dibuang ke
sungai akan bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrit dan nitrat yang
lebih stabil. Akibat pemanfaatan oksigen terlarut dalam air, maka terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut tersebut. Pada proses penguraian bahan organik
ini memerlukan oksigen terlarut dan mikroorganisme. Oksigen terlarut tersebut
Page 19
karena dimanfaatkan untuk menguraikan bahan organik, maka kadar oksigen
terlarut akan berkurang.
Limbah perusahaan kelapa sawit banyak ditemukan di sepanjang Sungai
Mahakam. Limbah tersebut berwarna kehitaman dan berbau tidak sedap. Limbah
ini berasal dari pestisida-pestisida perkebunan kelapa sawit.
Gambar 13 Limbah perusahaan kelapa sawit yang dibuang ke Sungai.
5.5 Karakteristik Responden yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat
terhadap Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria/skala likert terhadap 4
karakteristik responden, ternyata hanya satu yang dominan mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam yaitu tingkat umur. Untuk
karakteristik responden pendidikan, jarak rumah terhadap Danau Semayang dan
Danau Melintang serta frekuensi seseorang melintasi Danau Semayang dan Danau
Melintang tidak mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut
mahakam.
Umur dibagi kedalam 5 katagori, yaitu responden berumur ≤20 tahun,
umur 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun dan > 50 tahun (Gambar 14).
Menurut Nurohmah (2003) umur produktif untuk bekerja adalah pada kelompok
umur 16-50 tahun.
Page 20
Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan tingkat umur.
Gambar di atas menunjukkan bahwa pada tingkat umur 31-40 tahun
merupakan tingkat umur yang memiliki persentasi paling banyak dibandingkan
dengan tingkat umur yang lainnya yaitu sebanyak 36 %. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa mayoritas nelayan berada pada umur produktif dan matang.
Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut
mahakam berdasarkan 5 tingkat umur (Tabel 13) diperoleh dengan merata-ratakan
skor dan rata-rata dengan cara membagi 10 (jumlah variabel persepsi pada
kuesioner).
Tabel 13 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat umur
No Umur Jumlah
responden
Total dari 10 katagori persepsi
Skor Rata-rata Kriteria
1 ≤20 8 23,1 2,88 CS
2 21 - 30 34 121,3 3,57 S
3 31 – 40 43 166,3 3,86 S
4 41 – 50 19 75,0 3,95 S
5 > 50 16 63,5 3,97 S
Tabel 13 menunjukkan semakin tinggi umur semakin tinggi pula nilai rata-
rata yang diberikan. Artinya semakin produktif dan matangnya umur maka akan
semakin menentukan positifnya persepsi dan sikap terhadap kelestarian pesut.
Pendidikan saat ini merupakan salah satu kebutuhan hidup yang cukup
mendasar karena pendidikan telah dianggap sebagai suatu cara yang efektif untuk
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Berdasarkan hasil
7%
28%
36%
16%13%
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
≤ 20 21-30 31-40 41-50 > 50
Tingkat Umur
Page 21
wawancara dan penyebaran kuesioner, responden terbagi kedalam 3 tingkat
pendidikan yaitu SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan
SMA (Sekolah Menengah Atas) serta katagori lainnya yang artinya responden
tidak pernah bersekolah (Gambar 15).
Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan formal.
Gambar di atas menunjukkan bahwa karakteristik responden pada tingkat
pendidikan SD yang telah mendominasi dengan jumlah 48 %. Berdasarkan data di
atas terlihat bahwa pendidikan di desa masih sangat rendah, hal ini dikarenakan
kurang kesadaran mengenai pentingnya pendidikan untuk anak bangsa.
Analisis rentang kriteria persepsi responden terhadap kelestarian pesut mahakam
berdasarkan 4 katagori tingkat pendidikan (Tabel 14).
Tabel 14 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan tingkat
pendidikan.
No Tingkat pendidikan Total dari 10 katagori persepsi
Skor Rata-rata Kriteria
1 Lain-lain 14,1 3,25 S
2 SD 205,7 3,61 S
3 SMP 168,2 3,91 S
4 SMA 62,9 3,93 S
Tingkat pendidikan formal seseorang berpengaruh pada pemilihan
kegiatan atau pekerjaan, ketertarikan pada suatu benda. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat pengetahuan dan
pengalamannya (Hutabarat 2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang
akan lebih mempunyai pengetahuan yang lebih banyak secara ilmiah dan
mempunyai kesempatan yang lebih besar juga untuk memperaktekkan ilmu-ilmu
yang telah dimilikinya ke dalam kehidupan seseorang tersebut.
48 %
36 %
13 %
3 %
0
10
20
30
40
50
60
70
SD SMP SMA lain-lain
Page 22
Menurut Surata (1993) persepsi seseorang dibatasi oleh perbedaan tingkat
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar pula
pengaruhnya pada persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam.
Namun, berdasarkan hasil analisis rentang kriteria pada tabel 14 menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ternyata tidak mempengaruhi persepsi
seseorang terhadap terhadap kelestarian pesut mahakam.
Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang
dibagi ke dalam 5 kelompok yaitu 1 km-3 km, >3 km-5 km, >5 km-7 km, >7 km-
9 km, dan > 9 km.
Tabel 15 Jarak rumah responden ke Danau Semayang dan Danau Melintang Jarak rumah responden (km) Jumlah responden Keterangan
Ke Danau Semayang
1-3 30 Masyarakat Semayang
>3-5 30 Masyarakat Pela
>5-7 - -
>7-9 30 Masyarakat Melintang
>9 30 Masyarakat Rebaq Rinding
Ke Danau Melintang
1-3 30 Masyarakat Melintang
>3-5 - -
>5-7 30 Masyarakat Rebaq Rinding
>7-9 30 Mayarakat Semayang
>9 30 Masyarakat Pela
Jarak rumah responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang
berbeda-beda. Jarak rumah/tempat tinggal masyarakat Semayang lebih dekat
terhadap Danau Semyang daripada ke Danau Melintang begitu pula masyarakat
Melintang tempat tinggal mereka lebih dekat terhadap Danau Melintang daripada
Danau Semayang. Jarak terjauh terhadap Danau Melintang adalah masyarakat
Desa Pela dan jarak terjauh terhadap Danau Semayang adalah masyarakat Desa
Rebaq Rinding Dalam.
Tabel 16 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan jarak rumah
responden terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang
No
Jarak rumah
responden
terhadap
Jumlah
Responden
Total dari 10 katagori persepsi
Skor Rata-rata Kriteria
D. Semayang
1 1-3 30 112,7 3,76 S
2 >3-5 30 116,3 3,87 S
3 >5-7 - - - -
4 >7-9 30 109,6 3,65 S
5 >9 30 112,3 3,74 S
Page 23
No
Jarak rumah
responden
terhadap
Jumlah
Responden
Total dari 10 katagori persepsi
Skor Rata-rata Kriteria
D. Melintang
1 1-3 30 109,6 3,65 S
2 >3-5 -
3 >5-7 30 112,3 3,74 S
4 >7-9 30 112,7 3,76 S
5 >9 30 116,3 3,87 S
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, jarak rumah dengan
Danau Semayang dan Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi dan sikap
seseorang terhadap kelestarian pesut mahakam. Berdasarkan analisis rentang
kriteria di atas diperoleh nilai rata-rata jarak rumah > 9 km memiliki nilai rata-rata
lebih besar daripada jarak rumah 1-3 km, dengan nilai masing-masing 3,87 dan
3,65. Desa Melintang berdekatan dengan Danau Melintang (Gambar 16), Desa
Semayang berdekatan dengan Danau Semayang.
Gambar 16 Rumah atau perkampungan yang berdekatan dengan Danau
Melintang.
Karakteristik responden melalui frekuensi melintasi Danau Semayang dan
Danau Melintang dibagi kedalam 4 kelompok yaitu setiap hari, setiap minggu,
sebulan 2 kali, dan setiap bulan. Frekuensi melintasi Danau Semayang dan Danau
Melintang setiap orangnya berbeda-beda, tergantung jarak rumah terhadap lokasi
pemasangan alat tangkap ikan.
Page 24
Gambar 17 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi melintasi
DanauSemayang dan Danau Melintang.
Gambar di atas menunjukkan bahwa sebanyak 59 % responden atau
masyarakat melintasi Danau Semayang, dan 53 % responden melewati Danau
Melintang.
Tabel 17 Analisis rentang kriteria persepsi responden berdasarkan frekuensi
melintasi Danau Semayang dan Melintang
No Frekuensi
melintasi
Jumlah
Responden
Total dari 10 katagori persepsi
Skor Rata-rata Kriteria
D. Semayang
1 Setiap hari 71 271,1 3,82 S
2 Setiap minggu 27 88,5 3,28 CS
3 Sebulan 2 kali 11 45,0 4,04 S
4 Setiap bulan 11 39,6 3,60 S
D. Melintang
1 Setiap hari 64 237,2 3,71 S
2 Setiap minggu 26 99,7 3,83 S
3 Sebulan 2 kali 19 77,3 4,07 S
4 Setiap bulan 11 37,3 3,40 CS
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingginya frekuensi seseorang
mendatangi atau melintasi Danau Melintang tidak mempengaruhi persepsi
terhadap pesut mahakam, yang dibuktikan dengan nilai rata-rata untik “sebulan 2
kali” lebih besar daripada “setiap hari”. Berdasarkan hasil wawancara, responden
melintasi Danau Semayang dan Danau Melintang dengan tujuan untuk mencari
ikan. Para nelayan memasang alat tangkap ikan di dalam kawasan ini. Danau
Semayang dan Danau Melintang memilki potensi produktivitas ikan yang cukup
bagus yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Berdasarkan tabel 17 di atas, diduga frekuensi responden melintasi Danau
Semayang dan Danau Melintang dapat berpengaruh terhadap keberadaan pesut
mahakam secara tidak langsung. Pesut mahakam menyukai daerah atau kawasan
59 %
23 %
9 % 9 %
0
20
40
60
80
setiap hari
setiap minggu
sebulan 2 kali
setiap bulan
53 %
22 %16 %
9 %
010203040506070
Setiap hari
Setiap minggu
Sebulan 2 kali
Setiap bulan
Page 25
perairan yang tenang, baik kawasan yang memiliki sedikit ombak dan kawasan
yang tidak ramai dari suara mesin kendaraan (perahu motor, kapal dan lainnya),
karena pesut mahakam memiliki pendengaran yang tajam. Jika pesut mahakam
mendengar sesuatu yang bisa memekakkan telinga maka pesut mahakam tersebut
akan segara menghindar karena pesut mahakam menganggap hal itu adalah
ancaman terhadapnya. Sehingga semakin banyak orang yang melintasi Danau
Semayang dan Danau Melintang maka akan semakin banyak suara dan ombak
yang ditimbulkan.
Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa dari keempat
karakteristik responden (umur, tingkat pendidikan, jarak rumah responden
terhadap Danau Semayang dan Danau Melintang, dan frekuensi melintasi Danau
Semayang dan Danau Melintang) yang dapat mempengaruhi persepsi dan sikap
seseorang terhadap pesut mahakam adalah umur.
5.6 Hubungan antara Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Kondisi
Habitat Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris).
Persepsi dan sikap masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau
Melintang terhadap pesut mahakam baik/positif yang artinya masyarakat sangat
peduli terhadap keberadaan pesut mahakam karena keberadaan pesut mahakam
memberikan dampak positif terhadap kehidupan mereka terutama masyarakat
yang bermatapencaharian sebagai nelayan. Masyarakat tidak menangkap pesut
mahakam untuk dikomersilkan ataupun dimakan, karena masyarakat
mempercayai bahwa pesut mahakam berasal dari manusia. Legenda/cerita rakyat
ternyata dapat membantu dalam mengkonservasi pesut mahakam.
Namun, ada beberapa sikap masyarakat yang berdampak buruk terhadap
habitat pesut mahakam yang secara otomatis juga akan berpengaruh pada
populasi/kelestarian pesut mahakam. Beberapa sikap masyarakat tersebut yaitu
masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari di sungai seperti mandi, mencuci
pakaian dan membuang sampah ke sungai, serta adanya kakus di sepanjang
sungai. Sikap ini akan menyebabkan semakin memburuknya kualitas perairan.
Sampah yang dibuang ke sungai akan menyebabkan terjadinya pencemaran dan
akan menimbulkan pelarutan, pengendapan ataupun pembentukan koloidal,
Page 26
sedangkan deterjen yang dibuang ke sungai akan menaikkan pH air tersebut. Hal
ini akan mengganggu kehidupan organisme yang hidup di dalam air salah satunya
ikan, jika populasi ikan menurun menyebabkan berkurangnya pakan pesut
mahakam.
Habitat merupakan kawasan yang mendukung dan menjamin segala
kebutuhan hidupnya seperti makan, air, garam mineral, udara bersih, tempat
berlindung, berkembangbiak maupun tempat untuk mengasuh anaknya (Alikodra
2002). Habitat pesut mahakam adalah di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya
termasuk Danau Semayang dan Danau Melintang
Masyarakat yang mencari ikan dengan cara yang ilegal seperti racun,
setrum, trawl dan penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba masih terlihat di
sepanjang Sungai Mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang. Sikap ini
berdampak pada menurunnya sumberdaya ikan sebagai pakan pesut mahakam.
Sungai dan danau dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi ternyata
berdampak buruk pula terhadap kenyamanan dalam kehidupan pesut mahakam.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan semakin meningkatnya
perekonomian masyarakat, sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat
pun semakin canggih. Awalnya masyarakat hanya menggunkan perahu yang
didayung, namun saat ini hampir semua masyarakat sekitar danau memiliki ces.
Kecepatan ces yang cukup tinggi membuat pesut mahakam sulit untuk
menghindar, tidak sedikit pesut mahakam mati karena tertabrak baling-baling ces.
Suara mesin dan ombak yang ditimbulkan ces juga mengganggu gerak pesut
mahakam karena pesut mahakam lebih menyukai perairan yang tenang.
5.7 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau
Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang
berdasarkan Persepsi dan Sikap Masyarakat
Berdasarkan analisis rentang kriteria yang dilakukan terhadap persepsi
masyarakat mengenai kelestarian pesut mahakam maka dapat disimpulkan bahwa
keberadaan pesut mahakam akan tetap lestari. Namun ada beberapa sikap
masyarakat yang tidak sejalan dengan persepsi, sikap ini merupakan suatu
kebiasaan yang telah dilakukan secara turun-temurun, seperti mandi, mencuci
pakaian dan membuang sampah di sungai. Kebiasaan ini akan berpengarh
Page 27
langsung pada perairan sebagai habitat pesut mahakam. Mandi, mencuci pakaian
dan membuang sampah akan menyebabkan pencemaran, yang menyebabkan
buruknya kualitas perairan, jika hal ini terjadi terus menerus akan mengancam
kelestarian pesut mahakam.
5.8 Perkiraan Keberadaan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) di Danau
Semayang dan Danau Melintang pada Masa yang Akan Datang
berdasarkan Kondisi Habitat
Menurut masyarakat sekitar beberapa tahun terakhir mereka telah jarang
melihat pesut mahakam masuk ke dalam Danau Semayang dan Danau Melintang.
Pada tahun 1990-an mereka masih melihat pesut mahakam bermain-main di
sungai sekitar pemukiman mereka. Menurut masyarakat setempat, mereka terakhir
kali melihat pesut mahakam masuk ke dalam kawasan Danau Semayang dan
Danau Melintang yaitu pada saat level air tinggi sekitar bulan Mei 2009, itu pun
hanya beberapa ekor saja. Pada saat penelitian pesut mahakam masih dapat
dijumpai pada perairan/muara Sungai Pela, namun tidak ditemukan pada Danau
Semayang dan Danau Melintang, hal ini diduga kondisi kedua danau tersebut
yang relatif dangkal, kedalamannya hanya 0,75 m–2 m. Ukuran tubuh pesut
mahakam yang besar dengan kondisi kedalaman air seperti ini tidak
memungkinkan pesut mahakam untuk tetap hidup di Danau Semayang dan Danau
Melintang. Pesut mahakam menyukai perairan yang memilki kedalaman lebih dari
2,5 m.
Sungai Mahakam dan sekitarnya setiap tahunnya mengalami pengendapan
lumpur sebanyak 100 cm, hal ini sedikit banyak berdampak pula pada kawasan
Danau Semayang dan Danau Melintang. Jika dilihat dari besarnya pengendapan
lumpur diduga dalam waktu beberapa tahun lagi kedua danau ini akan kering.
Apabila kedua danau ini kering maka pesut mahakam sudah pasti tidak bisa
ditemukan pada kedua danau tersebut.
Ancaman masa mendatang disamping kematian dan degradasi habitat yang
terus berlangsung (penebangan hutan serta polusi suara dan bahan kimia), adalah
penurunan sumber makanan akibat teknik penangkapan ikan ilegal (terutama
setrum, penangkapan ikan untuk pakan ikan keramba, dan kegiatan trawling). Jika
hal ini terus terjadi keberadaan pesut mahakam akan hilang/pindah ke tempat lain
Page 28
bahkan bisa saja pesut mahakam tersebut punah jika sudah tidak ada lagi habitat
yang cocok.
5.9 Upaya-Upaya yang Diperlukan untuk Kelestarian Pesut Mahakam
(Orcaella brevirostris)
Pesut mahakam merupakan mamalia air tawar langka yang dilindungi oleh
pemerintah, namun saat ini statusnya telah hampir punah. Dalam setahun tidak
kurang dari 5 ekor pesut mahakam telah ditemukan mati oleh masyarakat. Salah
satu penyebabnya adalah habitat pesut mahakam yang telah terdegradasi.
Saat ini upaya pemerintah dalam pelestarian pesut mahakam yaitu
menetapkan kawasan Muara Kaman-Sedulang sebagai kawasan Cagar Alam (CA)
yang bertujuan melindungi perairan tawar yang merupakan habitat alami
khususnya pesut mahakam dan reservat bagi jenis-jenis ikan air tawar serta jenis-
jenis flora dan fauna lain yang ada di dalamnya. Namun sampai saat ini tidak ada
Rencana Kerja Lima Tahun (RKL) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Selain
CA Muara Kaman-Sedulang, perairan Muara Pahu di Kabupaten Kutai Barat telah
ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam, sampai saat
ini sosialisasi penetapan kawasan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut
mahakam telah disosialisasikan keberbagai pihak termasuk masyarakat.
Kawasan pelestarian di atas merupakan hanya sebagian dari habitat pesut
mahakam, Danau Semayang dan Danau Melintang juga merupakan habitat utama
pesut mahakam sebagai tempat mencari makan. Agar pesut mahakam yang
merupakan simbol/lambang Provinsi Kalimantan Timur tidak menjadi
legenda/cerita rakyat belaka di kedua danua ini maka diperlukan upaya-upaya
agar pesut mahakam tetap ada/lestari. Upaya-upaya tersebut yaitu dengan cara
mengelola habitatnya yang sekarang ini telah rusak, melakukan penangkaran dan
merubah sikap atau kebiasaan buruk masyarakat.
Mengelola habitat dengan cara menambah kawasan pelestarian pesut
mahakam yang sudah ada, dengan menetapkan Danau Semayang dan Danau
Melintang sebagai kawasan pelestarian alam, yaitu menjadikan kawasan tersebut
sebagai kawasan Taman Wisata Alam (TWA) dengan menimbang bahwa kawasan
Danau Semayang dan Danau Melintang saat ini telah menjadi tempat wisata. Pada
kedua danau ini wisatawan dapat menikmati pemandangan hamparan air sungai
Page 29
yang tenang dan juga kicauan burung. Keindahan alam ini mencapai puncaknya
pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Seolah- olah matahari terbit dan
tenggelam di tengah rimba Pulau Kalimantan.
Selain dapat melestarikan pesut mahakam kedua danau ini juga bisa
menjadi sumber pendapatan daerah. Agar pesut mahakam masih dapat terlihat di
Danau Semayang dan Danau Melintang pada level air sedang-rendah maka
sebaiknya dilakukan pengerukan agar tingkat kedalaman memenuhi kriteria
habitat pesut mahakam.
Mengingat kedua danau ini merupakan salah satu jalur lalu lintas
Kotabangun-Muara Muntai yang saat ini ramai, maka diperlukan alternatif jalur
lalu lintas. Peningkatan jaringan infrastruktur di darat untuk mengurangi
penggunaan sungai dalam kehidupan sehari-hari. Ramainya lalu lintas perairan
mengganggu pergerakan pesut mahakam. Pembuatan alternatif jalur lalu lintas ini
bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan berbagai pihak salah satunya dinas
jalan dan perhubungan.
Kebutuhan makanan seekor pesut mahakam dewasa cukup besar yaitu
10% dari berat tubuhnya, agar kebutuhan pesut mahakam terus terpenuhi maka
perlu penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran mengenai pemakaian
alat tangkap ikan pada Perdes disetiap desa. Nelayan dilarang menangkap ikan
dengan cara yang illegal (racun, setrum, trowl dan lainnya seperti tercantum pada
Perdes No.3 tahun 2009), karena selain menguras habis ikan sebagai pakan pesut
mahakam, hal ini juga bisa menyebabkan kematian pada pesut mahakam yang
berada disana. Kematian pesut mahakam yang disebabkan tersangkut jaring
insang cukup besar yaitu sebanyak 66%, maka sebaiknya dibuat peraturan
mengenai lokasi pemasangan jarring insang. Jaring insang tidak dipasang pada
kawasan-kawasan yang menjadi habitat pesut mahakam. Mengganti sistem
budidaya ikan keramba dengan budidaya ikan tambak dengan jenis ikan yang
bukan predator
Selain upaya pengelolaan yang dilakukan terhadap habitat pesut mahakam
juga diperlukan upaya dalam merubah sikap masyarakat terhadap habitat pesut
mahakam (mandi, mencuci, membuang sampah dan membuat kakus di sungai).
Menurut Sarwono (1999), sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses
Page 30
belajar, karena itu sikap masyarakat dapat diubah melalui berbagai upaya seperti
pendidikan, pelatihan dan sebagainya. Selama ini belum pernah ada kegiatan
penyuluhan kepada masyarakat sekitar Danau Semayang dan Danau Melintang
berkaitan dengan kegiatan kesehatan lingkungan. Untuk merubah sikap
masyarakat harus diberi sebanyak mungkin pengetahuan mengenai manfaat dari
menjaga kesehatan lingkungan. Pengetahuan kesehatan lingkungan dianggap
penting karena dapat direkayasa untuk merubah sikap terhadap habitat pesut
mahakam. Berdasarkan hasil analisis rentang kriteria, bahwa semakin rendah
umur maka semakin negatif persepsi seseorang terhadap kelestarian pesut
mahakam, maka pendidikan dan pelatihan ini sebaiknya ditujukan pada generasi
muda agar wawasan mengenai pesut mahakam dan habitatnya bertambah.
Menurut Slamet (1999), untuk merubah sikap diperlukan suatu motivasi,
salah satu cara untuk menimbulkan motivasi pada seseorang ialah dengan
melibatkannya ke dalam suatu aktivitas. Adapun aktivitas yang bisa dilakukan
yaitu, mengadakan lomba RT sehat, membuat suatu kegiatan pemberdayaan
masyarakat misalnya dengan membuat kelompok yang membuat suatu usaha
mendaur ulang sampah-sampah plastik.
Upaya dalam hal menjaga kesehatan lingkungan untuk kelestarian habitat
pesut mahakam diperlukan penyediaan MCK umum, penyediaan tempat sampah
dan petugas pengambil sampah.