REFERAT KANKER HATI, KANDUNG EMPEDU / SISTEM BILIAR, DAN PANKREAS Pembimbing : dr. Lopo Triyanto, Sp. B (K) Onk Disusun oleh: Suryo Adi Kusumo B. G4A013002 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN SMF BEDAH
REFERAT
KANKER HATI, KANDUNG EMPEDU / SISTEM BILIAR, DAN
PANKREAS
Pembimbing :
dr. Lopo Triyanto, Sp. B (K) Onk
Disusun oleh:
Suryo Adi Kusumo B. G4A013002
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SMF BEDAH
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2015
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
KANKER HATI, KANDUNG EMPEDU / SISTEM BILIAR, DAN
PANKREAS
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepanitraan Klinik
Di bagian SMF Bedah
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh :
Suryo Adi Kusumo B. G4A013002
Purwokerto, Juni 2015
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Lopo Triyanto, Sp. B (K) Onk
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Kanker
Hati, Kandung Empedu / Sistem Biliar, dan Pankreas”. Tujuan penulisan referat
ini ialah untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di
bagian Bedah RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.
Dalam kesempatan ini perkenakanlah penulis untuk menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Lopo Triyanto, Sp. B (K) Onk. selaku pembimbing yang telah memberikan
masukan pada referat kami.
2. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih
jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulis berharap
semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.
Purwokerto, Mei 2015
Penulis
A. PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER HATI
I. PENDAHULUAN
Kanker hati banyak dihubungkan dengan adanya infeksi virus
hepatitis B ataupun C, dan adanya cirrhosis hepatis oleh karena beberapa
sebab antara lain alkoholisme, bahan-bahan nitrites, hydrocarbon,
polychlorinated biphenyh, Wilson disease, hemochromatosis. Oleh karena
itu, di negara dengan insiden hepatitis B (HBV) dan C (HCV) yang tinggi
akan mempunyai insiden HCC yang cukup tinggi pula.
Kontaminasi makanan dengan aflatoxins yaitu suatu bahan metabolik
yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus,
dikatakan sebagai faktor etiologi atau faktor resiko terjadinya HCC (World
Cancer Research Fund International/ WCRF, 1997).
Merokok atau penggunaan tembakau juga dikatakan sebagai faktor
resiko terjadinya HCC.
Di daerah yang mempunyai insiden tinggi, lebih banyak dijumpai
pada laki-laki dengan rasio 8:1, sedangkan di negara maju (insiden rendah),
rasio antara laki-laki dan wanita hampir sama.
Tipe patologi yang sering dijumpai adalah HCC (=hepatocellular
carcinoma), yang berasal dari hepatocyt dan cholangiocarcinoma berasal
dari sel-sel duktal sistem biliair.
Pembedahan dari hepar secara umum merupakan "pembedahan
anatomis", dalam hal mana ahli bedah harus menguasai anatomi dan
topografi hepar secara detail.
II. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan berdasarkan atas
A. Anamnesis
Adanya faktor resiko penderita hepatitis B atau C, alkoholisme
Adanya berat badan yang turun (bemakna dari segi onkologis)
Adanya nyeri pada hipokhondrium kanan atau nyeri pada "pundak
kanan atau kiri" (referred pain) tumor yang terletak pada facies
diaphragmatica
Keluhan "badan lemah", lemas, perut yang membesar secara
progresif
Adanya riwayat perdarahan lambung/ hematochezia, atau melena
Atau munculnya hemorrhoids akhir-akhir ini tidak langsung
disebabkan oleh tumor hepar, tetapi lebih oleh karena adanya
cirrhosis hepatis yang disertai dengan meningkatnya tekanan sistem
porta (portal hypertension)
B. Klinis
Adanya ikterus -> biasanya diketemukan pada HCC lanjut dengan
kegagalan fungsi hepar.
Pasien dapat datang dengan anemia.
Adanya "masa tumor" padat di hipokhondrium kanan (dan kadang
kiri/ lobus kiri hepar)
Adanya tanda-tanda cirrhosis hati (sebagai penyakit yang
"mendasari" terjadinya HCC) ascites, caput medussae, spider
nevi.
Trias nyeri abdomen kanan atas, turunnya BB, dan adanya "masa
tumor" di perut kanan atas (hypochondrium kanan), adalah tanda
yang cukup spesifik untuk HCC.
Tanda sindroma paraneoplastik antara lain hipoglikemia,
hiperkalsemia, eritrositosis, hypertrophicpulmonary
osteoarthropathy kadang kala di jumpai pada pasien dengan HCC.
Dapat terjadi pasien datang dalam keadaan darurat
terjadinya perdarahan dari tumor pada heparnya.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Secara spesifik tidak diketemukan kelainan
Pada stadium lanjut akan terlihat tanda-tanda kegagalan fungsi
hepar Tumor marker AFP meningkat meskipun tidak pada semua
HCC. Dikatakan AFP meningkat pada 50 - 90% dari pasien dengan
HCC. Adanya kenaikan AFP > 200 nglmL pada pasien dengan
cirrhosis dan adanya "masa tumor" di hepar harus dicurigai
sebagai HCC. AFP dapat digunakan baik sebagai alat skriner,
diagnosis, ataupun monitoring pasca terapi.
D. Pemeriksaan Imaging
USG merupakan alat sederhana yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi "masa tumor" di hepar. USG hepar dapat diperkuat
dengan bantuan kontras
C.T. Scan merupakan alat imaging yang baik untuk diagnosis
HCC. Penggunaan kontras menunjukan tumor yang
hipervaskular (pada fase arterial) dan menunjukan gambaran
washout pada fase vena. C.T. Scan juga dapat menunjukan adanya
invasi tumor pada sistem portal, dan membantu menentukan teknik
pembedahan dan operabilitas. Helical C.T. dikatakan lebih baik
dari M.R.I., oleh karena dapat melihat organ-organ abdomen secara
lebih lengkap dan mendetail.
Teknik yang lebih mutahir dan mempunyai ketepatan yang lebih
tinggi adalah C.T. arterial portography (C.T.A.P.) ataupun C.T.
hepatic arteriography (C. T.H.A.).
M.R.I. merupakan alat diagnostik yang cukup baik pada HCC.
Masalah imaging pada HCC adalah untuk mendiagnosis lesi yang
kecil (diameter < 1cm) adalah sulit, meskipun menggunakan
kontras. Sering terjadi area dengan arterial vascularization tidak
berkorelasi dengan lokasi tumor (tumor kecil).
E. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan jarum halus dengan atau tanpa
bantuan USG, CT Scan (guided biopsy)
Biopsi tidak dianjurkan pada "masa" di hepar yang dicurigai HCC
operabel.
Biopsi jarum (FNA atau core needle biopsy) tumor yang non
operable
III. SKRINING
Hepatitis B dan C carrier
Usia (Asian) laki > 40 tahun; wanita > 50 tahun
Riwayat Keluarga dengan HCC
Cirrhosis hepatis oleh karena sebab lain (alkoholisme)
Skrining dengan USG (periodik) dan pemeriksaan kadar AFP juga
secara periodik
Interval dari skrining tergantung pada insiden HCC di tempat skrining.
Pada umumnya skrining dilakukan antara 6 bulan sampai 1 tahun
interval tergantung faktor resiko.
IV. PATOLOGI
Pada umumnya tumor ganas primer hepar adalah berasal dari sel-sel
hepar yang disebut sebagai Hepato Cellular Carcinoma (HCC); dan tumor
ganas primer yang berasal dari sel-sel duktal dari sistem biliair yang
disebut Cholangio Carcinoma intrahepatal. Dan tipe patologi yang lain
adalah tumor ganas yang
berasal dari jaringan mesodermal, dan tumor-tumor sekunder atau
metastasis. Tumor metastasis pada hati dapat berasal dari hamper semua
carcinoma organ solid, antara lain yang sering bermetastasis pada hepar
adalah kanker dari G.I tract, mamma, ginjal paru, thyroid.
Beberapa subtype dari Hepato Cellular Carcinoma (HCC), seperti
fibrolamellar pattern (pada usia muda, prognosis lebih baik), trabecular,
pseudoglandulal/ acinar, compact dan cirrhosis.
Dari segi klinis atau makroskopis (yang akan mempengaruhi
pemilihan terapi/ teknik bedah terdapat tipe nodular, tipe massif dan
tipe diffuse.
Cholangiocarcinoma (CCA) makroskopis dapat bersifat papillary
(5%), nodular (20%), dan sclerosing (70%). Sclerosing prognosis yang
terburuk.
Cholangiocarcinoma yang terdapat pada percabangan ductus
hepaticus dextra et sinistra (bergabung menjadi ductus hepaticus
communis) disebut sebagai tumor Klatskin (1965)
V. STADIUM DAN SKORING HCC
Beberapa sistem staging/ scoring pada HCC antara lain: The Cancer
of The Liver Italian Program (CLIP), The Chinese University Prognostic
Index (CUPI), French Groupe d'Etude et de Traitement du Carcinome
Hepatocellulaire (GRETCH); Japan Integrated Staging (JIS); Okuda
Scoring/ Staging; dan The Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) Staging
System.
Pada umumnya staging dan skoring diatas mengkombinasikan antara
lain stadium tumor/ HCC, fungsi hati, kondisi fisik pasien dan efek dari
terapi. Dari sekian sistem staging dan skoring, hanya Barcelona Clinic
Liver Cancer Staging System (BCLC), yang mengkombinasikan ke-empat
faktor diatas. Kombinasi (BCLC) tersebut antara lain: antara Stadium
A,B,C, dan D (terminal) dengan Performance Status, Child-Pugh Class,
Okuda Stage,dan Tumor Stage (Di Bisceglie, et al., 2009)
VI. STADIUM KLINIS
Gambar 7.1. Stadium TNM Kanker Hepar Berdasarkan AJCC 2002
Dikutip dari Rubin & Hansen, 2008.
VII. TERAPI KANKER HEPAR
Pembedahan
Terapi bedah (hepatectomy) merupakan terapi yang akan
memberikan survival yang panjang, jika tumor diketemukan pada
stadium dini. Disayangkan bahwa oleh karena seringnya keterlambatan
diagnosis (baik oleh karena keterlambatan faktor pasien ataupun
dokter) seringkali pembedahan bukan merupakan pilihan yang tepat
Pembedahan hepar memerlukan pengetahuan yang cukup dengan
anatomi dari segmen-segmen hepar dan vaskularisasinya.
Indikasi pembedahan adalah pada tumor sampai dengan diameter 5
cm dengan safety margin 1 cm, dan pada lokasi yang aman, dengan
perdarahan yang pada umumnya dapat terkontrol. Pada tumor dengan
diameter 5 cm atau lebih, secara teknis perdarahan lebih banyak dan
mempunyai rekurensi lokal yang tinggi.
Gambar 7.2. Anatomi, Segmen, Vaskularisasi (Dikutip dari Poston & Blumgart,
2003)
Salah satu pertimbangan untuk melakukan reseksi hepar adalah
fungsi hepar dan volume hepar yang tersisa untuk berfungsi kembali.
Pada hepar yang sehat maka FLR (Future Liver Remnant) 20 atau
lebih dianggap cukup, oleh karena kemampuan hepar sehat untuk
regenerasi adalah sangat baik. Sebaliknya pada hepar yang tidak baik
fungsinya oleh karena adanya penyakit khronis yang mendasari, maka
sebagai panduan FLR adalah 40% atau lebih (Choi, et al., 2006).
Pembedahan hepar dapat dilakukan tanpa memperhitungkan
vaskularisasi, atau melakukan reseksi anatomikal.
Demikian dalam memilih pasien untuk pembedahan perlu
dipertimbangkan beberapa hal lain ataupun ko-morbiditas seperti
adanya cirrhosis hepatis, fungsi hati secara keseluruhan. Salah satu
teknik untuk melakukan assessment bagi kandidat pembedahan adalah
melakukan evaluasi fungsi hati menurut Child-Pugh-Turcotte system,
yaitu berdasarkan :
Grading dari encephalopathy
Grading Ascites
Kadar bilirubin (mg/dL)
Kadar albumin (g/dL)
Dikatakan merupakan kandidat pembedahan adalah Child-Pugh-
Turcotte A (Skor 5 — 6), Sedangkan Child-Pugh-Turcotte B (skor
antara 7 — 9) bukan merupakan kandidat yang baik untuk
pembedahan, dan Child-Pugh- Turcotte C (skor 10 - 15) merupakan
kontra-indikasi pembedahan.
Teknik lain untuk melakukan evaluasi fungsi hati CLIP (Cancer
of the Liver Italian Program), BCLC (Barcelona Clinic Liver Cancer)
dapat di baca pada salah satu buku referensi.
Pada pembedahan hepar, hepar harus di mobilisasi secara adekuat
dan melakukan evaluasi secara teliti adanya deposit atau metastasis
tumor ekstra hepatal. Ligamentum hepato-duodenale dievaluasi
terhadap adanya pembesaran KGB. Teknik mengatasi perdarahan yang
lain adalah dengan melakukan Pringle maneuvre, yaitu memasang
klem non traumatik pada ligamentum hepato-duodenale ataupun
melakukan isolasi komplet vaskularisasi hepar.
Transfusi darah hampir selalu diperlukan pada pembedahan hepar.
Tipe histologi yang lain seperti cholangiocarcinoma mempunyai
sifat untuk tumbuh intraduktal. Sehingga gejala yang awal timbul
adalah adanya ikterus obstruktifa.
Teknik/ Tipe Pembedahan Hepar (Operabel Tumor) adalah
Non Anatomical Resection merupakan reseksi terbatas yang
disebut juga sebagai segmentectomy mengangkat segmen hati
yang mengandung tumor. Dilakukan terutama pada keadaan
cirrhosis hepatis dan pada tumor yang kecil. Pembedahan non
anatomikal lebih sering memberikan komplikasi perdarahan.
Anatomical Resection. Pembedahan anatomikal mengikuti
vaskularisasi (terutama portal), biasanya bersifat kuratif. Reseksi
menuruti pola anatomi, dan pembuluh darah arteri dan sistem porta
dicari terlebih dahulu dan diikat. Demikian juga sistem biliair
dieksplorasi, dan diikat. Beberapa tipe hepatectomy adalah:
Hemihepatectomy baik kanan atau kiri
Extended Right hemihepatectomyf right trisectionectomy
reseksi hepar lobus kanan segmen IV, V, VI, VII, VIII
Extended Left hemihepatectomyi left trisectionectomy
reseksi hepar segment II, III, IV, V, VIII.
Orthotopic Liver Transplantation ~$ transplantasi liver dari
donor yang sesuai menurunkan kemungkinan rekurensi
tumor, sekaligus mengangkat dan mengganti hepar yang
parenchimnya sudah rusak.
Reseksi lobus kaudatus lokasi yang sulit memerlukan ahli
bedah hepar yang berpengalaman.
Teknik Pengobatan Lokal Lain (Non Resectable HCC)
Local Ablative Therapies
Percutaneus Ethanol Injection (dengan panduan USG)
Cryotherapy tidak banyak lagi digunakan oleh karena
komplikasi yang serius perdarahan, fistula empedu, trauma
"dingin", myoglobinuria dan gagal ginjal.
Radio-Frequency-Ablation (RFA) -^ meskipun mempunyai angka
rekurensi yang lebih tinggi dibandingkan pembedahan, tetapi
mempunyai survival yang sama.
Transcatheter arterial embolization/ Transarterial
Chemoembolization (TACE) dilakukan pada kanker hepar yang
besar/ non resektabel dengan teknik ini tumor diharapkan
mengecil pembedahan ataupun dengan pemberian terapi yang
lain. Komplikasi yang terjadi cukup serius, terutama jika tumor
yang diembolisasi berdiameter lebih dari 10 cm nausea, febris,
nyeri, gagal fungsi hati, nekrosis hati. Obat yang sering diberikan
pada TACE adalah cis-platinum yang diemulsikan dengan lipiodol
(kontras) dan diberikan terlebih dahulu sebelum ditutup dengan
gelatin/ gel foam (embolisasi).
Transarterial microsphere bahan radioaktif (internal
radiotherapy) yang disuntikan secara transarterial. Pengobatan ini
mempunyai indikasi yang serupa dengan TACE, tetapi
menggunakan bahan-bahan radio-isotop seperti 90Y (Yttrium)
microsphere, I131- lipiodol. Radioterapi perlu dipertimbangkan
bahwa sel hepar normal hanya mampu menerima radiasi sebesar
maksimum 40 Gy.
Pemberian terapi target (sorafenib) yang ditujukan sebagai terapi
sistemik dilaporkan memberikan hasil yang cukup baik terhadap
kontrol loko- regional.
Radioterapi
Dosis tertinggi yang dapat diberikan adalah 30 Gy.
Dosis > 30Gy radiation hepatitis
Dapat merupakan terapi paliatif
Radioterapi transarterial microsphere.
Terapi Sistemik
Kemoterapi 5FU., cis-platinum,vinblastin, etoposide,
mitoxantrone baik sebagai obat tunggal ataupun kombinasi
Memberikan respon pada 15 - 20% pasien
Respon pendek progresi
Pemberian kemoterapi 5FU secara kontinyu dosis kecil dengan
kombinasi dengan imun-modulator interferon atau kemoterapi lain
sebagai pengobatan metronomik hasil yang belum jelas dan
memerlukan penelitian yang lebih besar
Terapi terhadap Metastasis pada Hepar
Pada prinsipnya adalah sama. Yang perlu dilakukan adalah assessment
terhadap tumor primer (misalnya pada kolon/ rectum) apakah
terkontrol dengan baik?
Makros dari metastasis single, multiple, resektabel, sensitive
terhadap kemoterapi. Terapi juga dapat bersifat sistemik, lokal, atau
ablative local.
VIII. PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya buruk, terutama disebabkan oleh karena
adanya penyakit hepar kronis yang mendasari terjadinya keganasan.
IX. PANDUAN BAGI AHLI BEDAH Dl PERIFIR
Diagnosis
Anamnesis faktor resiko hepatitis B, C.
Vaksinasi thd hepatitis pencegahan primer
Klinis nyeri, massa pada perut kanan atas, turunnya BB secara
bermakna (BB turun > 10% dalam waktu kurang dari 6 bulan)
USG, C.T.Scan massa pada hepar (terutama pada penderita
hepatitis kronis/ cirrhosis hepatis).
Laboratorium fungsi hepar (penyakit hati kronis, hepatitis B,C.) dan
tumor marker AFP.
Biopsi tumor operabel hindari
Skrining untuk menemukan kanker hati (HCC) dini adalah melakukan
skrining terhadap populasi dengan resiko tinggi yaitu populasi
dengan hepatitis B dan C. Teknik skrining adalah pemeriksaan USG
dan kadar AFP.
Terapi
Pembedahan sulit dan harus dikerjakan pada ahli bedah
berpengalaman dengan pembedahan hepar.
Jika dijumpai secara insidental pada saat laparotomy untuk indikasi
lain ethanol absolut injeksi pada tumor kecil (< 2cm), dan
disuntikan tidak lebih dari 10 cm (dosis 8 — 10 cc) (Choi, et al., 2006)
Pada keadaan darurat oleh karena perdarahan pada laparotomy
dilakukan injeksi ethanol absolut pada "tempat perdarahan"
menghentikan perdarahan.
Pada tumor besar (5 s/d 10 cm) dikirim untuk TACE (dilakukan
oleh invasive radiologist, hepatologist).
Kemoterapi atau radioterapi lihat hasil dan indikasi.
Bagan 7.1 Algoritme Penatalaksanaan Kanker Hepar (HCC)
(Dikutip dan diterjemahkan dari Saclarides, et al. 2003. Surgical Oncology
: An Algorithmic Approach)
B. PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER KANDUNG EMPEDU
ATAU SISTEM BILIAR
Kanker Kandung Empedu
Merupakan kanker yang jarang terdiagnosis pada stadium awal, karena
tidak adanya gejala dan tanda yang spesifik. Pada umumnya, gejala tidak
dapat dibedakan dengan adanya "batu saluran empedu", yaitu dispepsia.
Kanker kandung empedu yang dijumpai secara insidental pada saat operasi
batu empedu dan dapat diangkat dengan baik prognosis yang lebih baik.
Sebagai etiologi ditemukan bersamaan dengan cholelithiasis pada 75
— 92% pasien.
Enam puluh (60%) persen terdapat pada funetus dari vesica fellea,
dengan tipe patologi adenocarcinoma papillary type.
Penyebaran atau ekstensi tumor adalah ekstensi langsung pada hepar,
peritoneal seeding dan KGB di sekitarnya.
Gejala yang timbul adalah dispepsia, rasa nyeri, adanya "massa" di
perut kanan atas terabanya kandung empedu, ikterus obstruktif.
Tumor markers CEA dan CA19-9;
Pemeriksaan imaging tidak spesifik (tidak sensitif) pada kanker
kandung empedu stadium awal. USG, CT scan lebih baik pada stadium
lanjut/metastasis.
Stadium tumor berdasarkan TNM (AJCC 2002).
Terapi adalah pembedahan kontroversi karena data (literatur barat)
56% sudah terjadi metastasis pada KGB. Hepatectomy bersamaan dengan
pengangkatan V.F. kadangkala harus dilakukan mencapai surgical safety
margin yang baik.
Terapi paliatif mengatasi ikterus gagal hepar bypass/stenting
Terapi sistemik 5FU dan doxorubicin respons pada 30—40%
pasien, sebagian besar akan meninggal dalam waktu 12 bulan atau kurang.
C. PANDUAN PENATAIAKSANAAN KANKER PANKREAS
I. PENDAHULUAN
Epidemiologi & Faktor Risiko
Kanker pankreas merupakan kanker no. 8 terbanyak di U.S., dan
penyebab kematian ke-5 oleh karena kanker pada orang dewasa. Insiden
kanker pankreas tidak setinggi kanker dari G.I. tract. Enam puluh persen
(60%) dari kanker pankreas terdapat di negara maju/barat, sedangkan
40% terdapat di negara berkembang.
Di USA, terdapat 31.000 kasus baru per tahunnya; dan 50% lebih
tinggi pada populasi Africa-Americans dibandingkan kulit putih. Laki-
laki mempunyai insiden yang lebih tinggi dibandingkan wanita.
Demikian juga insiden meningkat dengan meningkatnya umur
populasi.
Meskipun dengan diagnosis dini, sebagian besar penderita kanker
pankreas akan meninggal dunia sebagai akibat rekurensi atau metastasis
dari kanker pankreasnya.
Sebagai faktor risiko adalah merokok, kebiasaan minum alkohol,
diet dengan tinggi lemak hewani, diabetes, pankreatitis, dan infeksi
Helicobacter pylori.
Biologi Molekuler
Kanker pankreas dapat berasal dari diferensiasi kelenjar eksokrin
ataupun diferensiasi kelenjar endokrin. Tipe patologi yang sering
dijumpai adalah infiltrating ductal adenocarcinoma merupakan jenis
tumor ganas yang memproduksi muksin dan secara klinis agresif. Tipe
yang lain adalah intraductal papillary mutinous neoplasm (IPMN), yang
secara patologis berbeda.
Gatekeeper genes "tumor supressor genes' seperti APC gene
yang menghambat pertumbuhan adenoma pada familial
adenomatouspofyposis dari pada kolon dan gen yang lain adalah MEN1
gene (multiple endocrine neoplasia syndrome) tidak dijumpai
mengalami mutasi pada kanker pankreas.
Sebaliknya, adanya perubahan-perubahan kromosom, seperti
translokasi kromosom, delesi parsial, insersi kromosom merupakan hal
yang sering dijumpai pada kanker pankreas dan bersifat heterogen.
Perubahan banyak dijumpai pada kromosom 9p (CDKN2AJ pi6), 17p
(TP53/p53), 18q (SMAD4IDPC4) mutasi dari tumor supressor genes.
Tumor Supressor genes lain yang sering dijumpai mengalami mutasi
pada pancreatic ductal adenocarcinoma adalah TGFβ, Activin receptor
genes growth factors yang akan berikatan "binding" dengan reseptor
pada permukaan sel (TGFβR & Activin binding receptors) proliferasi
sel. Mutasi ini sering berhubungan dengan adanya MSI dan DNA
Mismatch repair gene. MKK4gene yang dalam keadaan normal berperan
untuk memulai terjadinya apoptosis, pada 4% kanker pankreas
mengalami mutasi dan tidak berfungsi. STK11, BRCA2, DCC, FHIT dan
DMBT1 juga merupakan tumor suppressor genes yang juga ditemukan
mengalami mutasi pada kanker pankreas.
Sementara itu, onkogen yang mengalami mutasi dan aktivasi
(activating point mutation) adalah Kras gene, yang dijumpai pada 90%
ductal adenocarcinoma pancreas. Mutasi Kras juga dijumpai (lebih
jarang) pada fenotipe medullary. Mutasi Braf gene -$ biasanya pada
karsinoma, pankreas yang disertai dengan DNA mismatch repair.
Mutasi Kras banyak dijumpai pada codon 12, yang akan
menyebabkan gangguan fungsi GTPase dari protein ras aktivasi
berlebihan dari signal intraseluler melalui MAPK (mitogen activated
protein kinase) proliferasi sel yang berlebihan.
Braf gene berhubungan dengan microsatellite instability (MSI)
menstimulasi MAPK kinase pathway.
Cyclin E di overekspresikan pada 5% kanker pankreas yang
merupakan hasil mutasi gen FBXW7 (tumor supressor gene) siklus
sel berjalan terus proliferasi sel kanker.
Amplifikasi gen dijumpai pada beberapa loki dari kromosom
termasuk di antaranya AKT2, MYB, Cyclin E.
Seratus persen (100%) kanker pankreas terdapat enzim telomerase
yang berlebihan (overekspresi) yang menyebabkan tidak memendeknya
rantai telomeres dan tidak terjadinya apoptosis dari sel kanker
imortalitas sel kanker.
Problematik yang sering dijumpai pada kanker pankreas ialah
adanya kesulitan untuk menemukan kanker pankreas dalam stadium dini
karena tidak adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang pathognomonis
pada awal pertumbuhan kanker ini. Hal lain ialah assessment preoperatif
tentang resektabilitas tumor tidak sesuai dengan kenyataan pada saat
pembedahan sehingga resectability rate dari kanker pankreas, terutama
pada senter-senter yang tidak mengkhususkan pada kanker pankreas
relatif rendah.
II. PATOLOGI
Pada prinsipnya, kanker pankreas dibagi atas kanker kelenjar
eksokrin dan kanker kelenjar endokrin. Sembilan puluh persen kanker
pankreas dari kelenjar eksokrin berasal dari duktuli pankreas. Enam
puluh—70% terdapat pada kaput pankreas dan sisanya terdapat, baik
pada korpus dan kauda pankreas.
Beberapa subtipe dari kanker eksokrin adalah serous
cysadenocarcinoma, mucinous cystic neoplasm high grade dysplasia
(insitu cancer), intraductal papillary mutinous neoplasma high grade
dysplasia (insitu carcinoma), intraductal papillary mutinous neoplasma
with invasive carcinoma, intraductal tubular neoplasm with high grade
dysplasia (insitu cancer), intraductal tubular neoplasm with invasive
carcinoma, pancreatic intraepithelial neoplasm (PanIN) grade 3,
invasive ductal adenocarcinoma (subtype tubular, adenosquamous,
colloid, hepatoid, medullary, signet ring cell, undifferentiated ca, undiff
ca with osteoclastic giant cells), acinar cell carcinoma, acinar cell
cystadenocarcinoma.
Patologi tumor endokrin poorly differentiated endocrine
carcinoma (small cell; large cell ca), mixed acinar-endocrine ca, mixed
acinar-ductal ca, mixed ductal-endocrine ca, mixed acinar-endocrine-
ductal ca, pancreatoblastoma, solid pseudopapillary neoplasm
(malignant).
Tipe patologi tumor jinak, baik dari kelenjar endokrin ataupun
eksokrin dari pankreas tidak dimasukkan pada tulisan ini. Tipe yang
ditulis dengan huruf ditebalkan adalah subtipe yang paling banyak
dijumpai pada kanker pankreas.
III. STADIUM KLINIS
Gambar 7.3. Stadium TNM Kanker Pankreas berdsarkan AJCC 2002
(Dikutip dari Rubin & Hansen, 2008)
IV. DIAGNOSIS
Diagnosis ditentukan berdasarkan atas
Anamnesis
Adanya faktor familial Lynch syndrome, van HippelLindau
syndrome, MEN Type2, ataxia-teleangiectasia syndrome, mutasi
BRCA2.
Adanya faktor risiko seperti merokok, alkoholisme, diabetes,
pankreatitis, infeksi virus (Mumps virus/parotitis), infeksi
Helicobacter pylori dari lambung.
Dispepsia.
Turunnya Berat Badan (BB) bermakna onkologis.
Nyeri pada epigastrium sampai ke punggung yang awalnya
bersifat dull dan sulit dilokalisir, sampai nyeri "hebat" yang tembus
ke punggung (hal ini terjadi karena adanya infiltrasi tumor pada.
plexus
celiacus).
Adanya pruritus, gatal (karena adanya ikterus obstruktiva).
Adanya ikterus urine gelap.
Adanya feses yang pucat/steatorrhoe.
Anorexia gastric outlet syndrome (terasa cepat penuh pada saat
makan).
Vomitus.
Pemeriksaan Klinis
Malnutrisi.
Adanya hydrops dari kandung empedu tanpa rasa nyeri (Murphy's
sign -) Courvoisier's Law.
Trias kanker pankreas nyeri, ikterus obstruktifa, hidrops kandung
empedu.
Massa di epigastrium.
Terabanya KGB di suprakalvikuler kiri (Virchow's nodes)
metastasis pada KGB supraklavikuler menunjukan suatu kanker
stadium lanjut. Adanya "massa" di umbilicus Sister Marry
Joseph node -$ menunjukkan adanya peritoneal seeding dan
kanker pankreas.
Pemeriksaan Laboratorium
Adanya kenaikan kadar bilirubin secara paralel Bilirubin Direk
dan total meningkat secara paralel dan terus-menerus (tidak terdapat
kenaikan bilirubin yang fluktuatif misalnya pada pemeriksaan
serial)
Pemeriksaan amilase dan lipase tidak spesifik pada kanker pankreas
Pemeriksaan tumor markers, seperti CEA dan CA19-9 (terutama
CA19-9) dapat bersifat diagnostik dan membantu monitoring
penderita kanker pankreas pascaterapi rekurensi.
Pemeriksaan laboratorium lain melengkapi persiapan terapi atau
pembedahan terutama faal hemostasis mengingat adanya stasis
cairan empedu dan kemungkinan gangguan fungsi hati. Fungsi ginjal
juga harus mendapat perhatian karena adanya peningkatan kadar
bilirubin hepato renalsyndrome gagal fungsi ginjal.
Pemeriksaan Imaging
USG pemeriksaan yang cukup baik untuk diagnosis tumor
pankreas tergantung dari keterampilan operator.
CT Scan dapat melihat tumor, adanya infiltrasi jaringan/organ
sekitar, invasi pada sistem portal, adanya metastasis pada KGB di
sekitarnya (stadium tumor), dan operabilitas/resektabilitas.
MRI, tidak terlalu sering digunakan pada kanker pankreas
PET scan penggunaan bahan radioisotopfluorodeoxyglucose
(FDG) untuk tujuan diagnosis dan adanya metastasis. Penggunaan
FDG PET scan menjadi kurang sensitif dengan adanya kenaikan
kadar glukosa (pasien diabetes mellitus) ataupun adanya pankreatitis
kronis (inflamasi).
Penggunaan MRI dengan material kontras gadolinium digunakan
untuk pasien yang alergi dengan kontras pada CT Scan Magnetic
Resonance cholangiopancreatography.
Pemeriksaan Lain
Endoskopi ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography dilakukan untuk diagnosis,
terutama jika sulit dibedakan bahwa obstruksi empedu
disebabkan oleh batu (cholelithiasis/
choledocholithiasis) ataupun karena infeksi. Untuk menghindari
terjadinya infeksi/sepsis dan stasis empedu maka pada ERCP rutin
harus dipasang stent.
Endoscopic Ultrasonography dilakukan transduodenal USG
dengan endoskopi yang bertujuan untuk melihat ekstensi kanker
pankreas, resektabilitas dan adanya invasi tumor pada v.porta.
Laparoscopy merupakan tindakan diagnostik, dan untuk
mengevaluasi resektabilitas tumor. Pembedahan laparoskopik untuk
reseksi kanker pankreas juga sudah berkembang dengan pesat
meskipun masih harus menunggu hasil akhir yang lebih baik.
V. TERAPI
Sebagai modalitas utama terapi kanker pankreas adalah pembedahan.
Pembedahan pankreas merupakan teknik bedah yang cukup sulit (karena
lokasinya) dan hasil pembedahan yang masih kurang baik. Ketahanan
hidup 5 tahun pada reseksi kanker pankreas adalah < 25%, dengan
median survival 20-25 bulan.
Problem lain adalah setelah melakukan evaluasi preoperatif,
resektabilitas kanker pankreas masih rendah.
Dengan adanya hiperbilirubinemia, adanya stasis empedu, gangguan
fungsi hati, malnutrisi yang berjalan cukup lama, pembedahan juga
merupakan risiko yang cukup besar.
A. Persiapan Terapi/Pembedahan
Beberapa hal yang harus dipersiapkan ialah memperbaiki nutrisi
penderita, memperbaiki faal hemostasis, mencegah terjadinya infeksi
sekunder (cholangitis), dan mengatasi stasis empedu (pemasangan
stent), jika bilirubin tinggi dan adanya gejala-gejala cholangitis.
B. Teknik Pembedahan
1. Tumor Operabel
Pancreticoduodenectomy standar.
Pylorus Preserving Pancreaticoduodenectomy (PPPD).
Total Panereatectomy.
Regional Pancreatectomy.
Extended Pancreatectomy (M.D. Anderson Techniques)
referensi teknik bedah Hwang et al., 2006 M.D. Anderson
Handbook of
Surgical Oncology.
Feeding jejunostomy perlu dipertimbangkan pada
pembedahan yang ekstensif pemberian makan awal.
Gambar 7.4
Pancreatico-duodenectomy Modifikasi Whipple (Sphincter pylori
tidak dipertahankan. (Dikutip dari Yen, T.W.E., et al. 2007)
Gambar 7.5 Pancratico-Duodenectomy (Sphincter Preserving
Pancreaticoduodenectomy/PPPD)
2. Tumor Non Operabel
Pemasang stent drainage empedu (per-endoskopi/ERCP)
Pembedahan BilioDigestive surgeries.
Choledochoduodenostomy kontroversi terjadinya ascending
infeksi pada hepar dan cholangitis evidence base?
Choledocho-jejunostomy waktu pembedahan lebih lama.
Cholecysto-jejunostomy patensi duktus sistikus, duktus
hepatikus komunis dan jarak antara tumor dengan muara
duktus sistikus pada duktus kholedokhus.
Cholecystostomy jika kandung empedu masih poten, artinya
duktus sistikus paten, tidak ada bendungan, dan tumor terletak
terbatas pada kaput pankreas.
Prophylactic gastro-enterostomy mengatasi kemungkinan
terjadinya gastric outlet obstruction kontroversi.
Pemasangan T tube drainage stasis dari empedu tumor
non-operabel, dan pasien dengan performance status yang
buruk.
PTCD/PTBD (Percutaneus Transhepatic Biliair Drainage
tidak dianjurkan lagi, terutama jika tumor masih operabel,
dan teknik drainage dapat digantikan dengan stent.
Tindakan bedah yang cukup penting untuk mencegah
komplikasi "nyeri" dari kanker pankreas injeksi alkohol
absolut pada daerah splanchnic (chemical splanchnicectomy)
atau melakukan splanchnicetomy (merusak/ mengangkat plexus
splanchnicus).
Gambar 7.6. Manajemen "nyeri" Chemical Splanchnicectomy
Penyuntikan alkohol absolut secara a vue pada gangglion
splanchnic yang terletak di bagian posterior dari gaster. Curvatura
minor gaster dibuka maka ganglion/plexus splanchnic akan terlihat
pada sekitar percabangan a. coeliaca (menjadi a. gastrica sinistra, a.
lienalis)
Terapi Adjuvant
Kemoterapi 5FU merupakan satu-satunya obat yang memberik
efek pada kanker pankreas hasil rnasih sangat marginal.
Radioterapi dapat diberikan preoperatif, intra-operatif
(IORT=Intra Operative Radiation Therapy), dan postoperatif.
Concomitant Chemo-Radiation Therapy diberikan
preoperative diharapkan memberikan hasil yang lebih baik karena
vaskularisasi masih baik, untuk mendapatkan surgical safety
margin yang lebih baik, menghambat terjadinya peritonal seeding
pada saat operasi, pemilihan kandidat reseksi lebih baik (pasien
dengan post kemo-radioterapi pada operasi jika rnasih didapatkan
adanya penyebaran terapi paliatif), dan tidak ditakutkan adanya
pemindaan dari terapi postoperatif adjuvant sebagai akibat
adanya penyembuhan yang lama.
Molecular targeting therapy telah mulai diberikan pada
kanker pancreas dengan hasil yang masih belum jelas.
VI. SURVEILANCEVW FOLLOW UP
Untuk pasien yang dilakukan reseksi tumor dengan tujuan kuratif
follow up setiap 3 bulan.
Pemeriksaan rutin terhadap CEA dan CA19-9 (terutama CA19-9
memprediksi rekurensi.
Foto toraks, CT Scan abdomen.
VII. PANDUAN BAGI AHLI BEDAH DI PERIFER
Reseksi kuratif kanker pankreas sulit, sebaiknya tidak melakukan
jika memang tidak mempunyai pengalaman (pembedahan pankreas
merupakan pembedahan yang learning curve nya panjang, dan
memerlukan patient volume yang cukup besar perlu dipikirkan
suatu senter yang fokus dan hanya mengerjakan pembedahan
pankreas.
Yang perlu dikuasai adalah pembedahan paliatif menghilangkan
stasis empedu dengan tindakan bilio-digestive bypass (pemilihan
teknik agar dapat dipelajari dan dikuasai
choledochoduodenostomy, choledocho-jejunostomy, cholecysto-
jejunostomy, cholecystostomy) Persiapan pasien untuk pembedahan
malnutrisi, faal hemostasis, fungsi hati, fungsi ginjal dan
sebagainya?
Manajemen nyeri (prophylactic splanchnicectomy).
VIII. ALGORITME PENATALAKSANAAN KANKER PANKREAS
Bagan 7.2 Algoritme Penatalaksanaan Kanker Pankreas
Dikutip dan diterjemahkan dari Saclarides: et a;, 2003 (Surgical Oncology : An
Algorithmic Approach)
Bagan 7.3. Algoritme Penatalaksanaan Kanker Pankreas (lanjutan)
Dikutip dan diterjemahkan dari Saclarides: et a;, 2003 (Surgical Oncology : An
Algorithmic Approach)
Bagan 7.4. Algoritme Penatalaksanaan Kanker Pankreas (lanjutan)
Dikutip dan diterjemahkan dari Saclarides: et a;, 2003 (Surgical Oncology : An
Algorithmic Approach)
IX. DAFTAR PUSTAKA
Choi Eugene A., Rodgers Steven E., Ahmad Syed A., Abdalla Eddie K.,
2006. Hepatobiliary Cancers. In Feig Barry W., Berger David A.,
Fuhrman George M., (editors). The M.D. Anderson Handbook of
Surgical Oncology. 4th edition. Eippincott, William & Wilkins.
Philadelphia. 12: 320-366.
Hoffman J.P., Willet C.G., Cohen S.J., 2008. Pancreas Cancer. Clinical
Management. In Kelsen D.P., Daly J.M., Kern S.E., Levin B., Tepper
J.E., Van Cutsem E., (editors). Principles and Practice of
Gastrointestinal Oncology. 2nd Edition. Wolters Kluwe/ Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. Section IV. 28: 377-394.
Hwang Rosa E, Grau Ana M., Spitz Francis R., Bouvet M., Fuhrman G.M.,
Berger D.A., 2006. Pancreatic Adenocarcinoma. In Feig Barry W.,
Berger David A., Fuhrman George M., (editors). The M.D. Anderson
Handbook of Surgical Oncology. 4th edition. Lippincott, William &
Wilkins. Philadelphia. 13: 367-390.
Lenert J. T., Bold R.J., Sussman J.J., Tyler D.S., 2006. Pancreatic Endocrine
Tumor and Multiple Endocrine Neoplasia. In Feig Barry W, Berger
David A., Fuhrman George M., (editors). The M.D. Anderson
Handbook of Surgical Oncology. 4th edition. Lippincott, William &
Wilkins.
Kern S.E., Gallmeier E., Goggins M., Hruban R.H., 2008. Pancreatic
Cancer: Molecular Biology and Genetics. In Kelsen D.P., Daly J.M.,
Kern S.E., Levin B., Tepper J.E., Van Cutsem E., (editors). Principles
and Practice of Gastrointestinal Oncology. 2nd Edition. Wolters Kluwe/
Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. Section IV 25: 329-342.
Klimstra D.S., Adsay N.V., 2008. Pathology of Pancreatic Cancer. In Kelsen
D.P., DalyJ.M., Kern S.E., Levin B., Tepper J.E., Van Cutsem E.,
(editors). Principles and Practice of Gastrointestinal Oncology. 2nd
Edition. Wolters Kluwe/Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Section IV. 27 : 359-376.
Lowenfels A.B., Maisonneuve P., 2008. Pancreatic Cancer -.Epidemiology
and Risk Factors. In Kelsen D.P., Daly J.M., Kern S.E., Levin B.,
Tepper J.E., Van Cutsem E., (editors). Principles and Practice of
Gastrointestinal Oncology. 2nd Edition. Wolters Kluwe/ Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. Section IV. 24: 319-328.
SarrM.G., Lillemoe K.D., Singh Bhugwan, KrigeJ.EJ., Bornman PC., 2007.
Dennervation: Pain Management. In Clavien P-A., Sarr M.G., Fong Y.,
(editors). Atlas of Upper Gastrointestinal and Hepato-Pancreato-Biliary
Surgery. Springer. New York. Section 6: 745—752.
Taleb P., Nordlinger B., 2008. Surgery and Local Ablation of Liver
Metastases. In Kelsen D.P., Daly J.M., Kern S.E., Levin B., Tepper
J.E., Van Cutsem E., (editors). Principles and Practice of
Gastrointestinal Oncology. 2nd Edition. Wolters Kluwe/ Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia. Section VII. 46. 631-640.
Yen T.W.F., Evans D.B., Pedrazzoli S., Pasquali C., Sperti C., Nakakura E.,
Duncan M., Eckhauser E, 2007. In Clavien P-A., Sarr M.G., Fong Y,
(editors). Atlas of Upper Gastrointestinal and Hepato-Pancreato-Biliary
Surgery. Springer. New York. Section 6. 763—798.