-
Penataan Ruang Dalam Konteks Bencana
Catatan tentang Hubungan Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007
tentang
Penataan RuangBernadinus Steny, Hening Parlan
1. Hubungan dan Kaitan diantara kedua Undang-Undang. Pada Tahun
2007 telah di lahirkan dua buah undang-undang yang dalam
implementasinya keduanya akan saling terkait satu sama lain.
Terutama mengenai tema penataan ruang dalam konteks bencana. Kedua
UU tersebut ialah UU No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana dan UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang. secara umum
terlihat bahwa kedua undang-undang ini memiliki karakter atau lokus
tugas, dan fungsi yang berbeda namun jika di lihat dengan lebih
teliti ada beberapa hal yang saling terkait terutama mengenai
implementasi penataan ruang dalam konteks bencana dari kedua
undang-undang ini. Sebagai contoh kaitan tersebut dapat dilihat
dalam pembukaan dan dasar dibentuknya kedua UU tersebut, UU No 24
Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana misalnya di undangkan
karena adanya: problem tata peraturan perundang-undangan mengenai
penanggulangan bencana yang ada yang
belum dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh
serta tidak sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan
kebutuhan bangsa Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan
bencana secara terencana, terkoordinasi, dan terpadu.
Sedangkan dalam UU No 27 Tahun 2007 tentang penataan Ruang,
diundangkannya UU tersebut karena beberapa pertimbangan mendasar1
yang salah satunya ialah: Karena secara geografis Negara Kesatuan
Republik Indonesia berada pada kawasan rawan
1 Beberapa dasar pertimbangan lainnya :bahwa ruang wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu ditingkatkan upaya
pengelolaannya secara
bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman
pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional
dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum
dan keadilan social sesuai dengan landasan konstitusional Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional
menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi,
kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan
ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila;
untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan
Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu
diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan
antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan
antardaerah;
keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang
berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan
penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan
partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
8
-
bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis
mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan
kenyamanan kehidupan dan penghidupan;
Dari dasar di bentuknya kedua undang-undang tersebut diatas
terlihat ada koneksi khusus yang paling penting menjadi perhatian
yakni koneksi terkait dengan masalah bencana. Baik yang berada
dalam UU No 24 Tahun 2007 maupun dalam UU No 27 tahun 2007.
Tabel 1Koneksi kedua UU (dasar pertimbangan di buatnya UU)
terkait penataan ruang dalam konteks bencana
UU No 24 Tahun 2007
UU No 27 tahun 2007 UU penanggulangan bencana yang ada harus
dapat dijadikan landasan hukum yang kuat dan menyeluruh serta tidak
sesuai dengan perkembangan keadaan masyarakat dan kebutuhan bangsa
Indonesia sehingga menghambat upaya penanggulangan bencana secara
terencana, terkoordinasi, dan terpadu
Diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
penghidupan;
Untuk melihat lebih lanjut koneksi tersebut, perlu juga kita
perhatikan beberapa tugas pokok dan fungsi (mandat) dalam kedua
undang-undang tersebut yang relevan dengan isu penanggulangan
bencana dan penataan ruang dalam konteks bencana. Dalam UU No 24
Tahun 207 tentang bencana ada beberapa mandat (tugas pokok dan
fungsi) yang perlu diperhatikan terkait dengan bencana dan tata
ruang yakni: Dalam Pasal 6 Tanggung jawab Pemerintah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana
meliputi: a. pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan
risiko bencana dengan program pembangunan;
Di dalam Pasal 7 (1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi: a. penetapan kebijakan
penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan
unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana;
Dalam Pasal 8 Tanggung jawab pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi: c. pengurangan
risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan
program pembangunan; dan d. pengalokasian dana penanggulangan
bencana.
Dalam Pasal 9 Wewenang pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi: a. penetapan kebijakan
penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan
pembangunan daerah; b. pembuatan perencanaan pembangunan yang
memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan bencana; e.
perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber
daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya.
Beberapa ketentuan UU No 24 Tahun 2007 diatas memberikan mandat
yang besar terkait dengan isu penanggulangan bencana dan penataan
ruang. Sedangkan Dalam UU No 26 Tahun 207 tentang penataan ruang
ada beberapa mandat yang perlu diperhatikan terkait dengan isu
bencana dan tata ruang yakni: Dalam Pasal 3 Penyelenggaraan
penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan
8
-
Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. terwujudnya
keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; b.
terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c.
terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Dalam Pasal 6 ayat (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan: a. kondisi
fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana; b. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik,
hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan c.
geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Wewenang Pemerintah dalam Pasal 8 ayat (1) Wewenang Pemerintah
dalam
penyelenggaraan penataan ruang meliputi: a. pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang
wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap
pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota; b. pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;
c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan d.
kerja sama penataan ruang antarnegara dan Pemfasilitasi kerja sama
penataan ruang antarprovinsi. (2) Wewenang Pemerintah dalam
pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi: a. perencanaan tata
ruang wilayah nasional; b. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional. (3) Wewenang
Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional meliputi: a. penetapan kawasan strategis nasional; b.
perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional; c. pemanfaatan
ruang kawasan strategis nasional; dan d. pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan strategis nasional. (4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat
dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan. (5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang,
Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang
penataan ruang. (6) Dalam pelaksanaan wewenang Pemerintah: a.
menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan: 1) rencana umum
dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan
ruang wilayah nasional; 2) arahan peraturan zonasi untuk system
nasional yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah nasional; dan 3) pedoman bidang penataan ruang; b.
menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Tabel 2
Koneksi hubungan kedua UU dalam penataan ruang dalam konteks
bencana berdasarkan tupoksi
UU No 24 Tahun 2007
UU No 26 tahun 2007
8
-
Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan;
penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan
kebijakan pembangunan nasional; b. pembuatan perencanaan
pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penanggulangan
bencana;
pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan; dan d. pengalokasian dana
penanggulangan bencana.
penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya
selaras dengan kebijakan pembangunan daerah; b. pembuatan
perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana; e. perumusan kebijakan pencegahan
penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan
alam pada wilayahnya.
Wewenang pemerintah dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan
terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;. pelaksanaan
penataan ruang wilayah nasional; pelaksanaan penataan ruang kawasan
strategis nasional; dan kerja sama penataan ruang antarnegara dan
Pemfasilitasi kerja sama penataan ruang antarprovinsi.
Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang
penataan ruang
2. Hal khusus yang terkait antara kedua Undang-Undang Untuk
melihat secara lebih jelas bagaimana pengaturan penataan ruang dari
aspek bencana maupun penanggulangan bencana dalam penataan ruang
maka perlu di deskripsikan beberapa pengaturan di dua UU tersebut.
2.1. Dalam UU No 24 Tahun 2007 Bila dilihat, peengaturan yang
terkait dengan penataan ruang dalam konteks bencana di dalam UU No
24 Tahun 2007 sangat relevan dengan kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana yang ada dalam Bab VII UU No 24 tahun 2007.
Dalam bab tersebut dinyatakan bahwa Dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, Pemerintah dapat: a. menetapkan daerah
rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman2 Hal itu
menunjukkan adanya irisan kewenangan yang terkait dengan penataan
ruang. apalagi jika dilihat mandat pemerintah dalam kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan bencana3: (lihat Bagan 1) yang dalam
hal ini yakni: Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi
tidak terjadi bencana (Pasal 35-43) Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi terdapat potensi bencana (pasal 44 47) Dalam
kegiatan-kegiatan tersebut diatas perlu digarisbawahi adanya irisan
yan tegas antara kedua UU tersebut. Pada penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana tersebut
diatas meliputi berbagai kegiatan yakni: a. perencanaan
penanggulangan bencana; b. pengurangan risiko bencana; c.
pencegahan; d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; e.
persyaratan analisis risiko bencana; f. pelaksanaan dan
penegakan
2 Pasal 32 ayat (1) huruf a 3 Prabencana ini yang meliputi (1)
situasi tidak terjadi bencana; dan (2) dalam situasi terdapat
potensi terjadinya bencana (lihat Bagan 1)
8
-
rencana tata ruang; g. pendidikan dan pelatihan; dan h.
persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (pasal
35).Kegiatan-kegiatan tersebut diatas dalam implementasinya nanti
akan sangat terkait dengan penataan ruang dalam UU No 27 Tahun
2008. Lebih-lebih lagi jika melihat kegiatan yang diatur dalam
pasal 42 Pasal 44 dan pasal 47 terkait dengan perencanaan dan
mitigasi bencana4 Pasal 42 secara tegas menyatakan bahwa
pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan
tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi
terhadap pelanggar dan Pemerintah secara berkala melaksanakan
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan tata ruang dan
pemenuhan standar keselamatan. Kemudian dinyatakan bahwa Mitigasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan
rawan bencana. Kegiatan mitigasi tersebut dilakukan melalui: a.
pelaksanaan penataan ruang; b. pengaturan pembangunan, pembangunan
infrastruktur, tata bangunan; dan c. penyelenggaraan pendidikan,
penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.
(lihat bagan 2 dan tabel 1)
Bagan 1Pemetaan umum kegiatan penyelenggaraan penanggulangan
bencana
Penyelenggaraan Penanggulangan bencana
Prabencana
saat tanggap darurat
pascabencana.
situasi tidak terjadi bencana
situasi terdapat potensi terjadinya bencana Sedangkan untuk
penyelenggaraan pada pasca bencana pengaturan terkait dengan
penataan ruang dalam UU No 24 Tahun 2007 tidak secara khusus
diatur. Kecuali dalam konteks pengawasan, dimana Pemerintah dan
pemerintah daerah melaksanakan pengawasan terhadap seluruh tahap
penanggulangan bencana yang meliputi: a. sumber ancaman atau bahaya
bencana; b. kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan
bencana; c. kegiatan eksploitasi yang berpotensi menimbulkan
bencana; d. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; e. kegiatan konservasi
lingkungan; f. perencanaan penataan ruang; g. pengelolaan
lingkungan hidup; h. kegiatan reklamasi; dan i. pengelolaan
keuangan. Oleh karena itu penataan ruang dalam konteks
penanggulangan bencana di dalam UU No 24 Tahun
4 Dalam UU No 24 tahun 2007 dinyatakan bahwa Mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
8
-
2007 ini lebih banyak di tekankkan pada tahap prabencana dan
mitigasi bencana.
Bagan 2Pemetaan beberapa kegiatan terkait dengan penataan ruang
dalam konteks bencana dalam UU No 24 Tahun
2007
Pelaksanaan penataan ruang dan penegakan rencana tata
ruang(Pasal 42)
Mitigasi bencana (pasal 47)
Pemaduan dalam perencanaan pembangunan (Pasal 39)
Pencegahan (35 d) :Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup
(Pasal 38 d )
Persyaratan analisis risiko bencana (pasal 35 huruf e)
Pelaksanaan dan penegakan tata Ruang
(Pasal 35 huruf f)
Pengurangan risiko bencana
(pasal 35 b)
Perencanaan penanggulangan bencana(Pasal 36)
Penataan ruang dalam konteks bencana dalam UU No 24 Tahun
2007
Tabel 3Eksporasi atas kegiatan penyelenggaraan penangulangan
bencana terkiat dengan penataan ruang
Kegiatan
Keterangan
8
-
Perencanaan penanggulangan bencana (Pasal 35 huruf a)
Perencanaan penanggulangan bencana ini ditetapkan oleh
Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.5
Penyusunan perencanaan penanggulangan bencana ini akan
dikoordinasikan oleh Badan.
Perencanaan penanggulangan bencana dilakukan melalui penyusunan
data tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu
berdasarkan dokumen resmi yang berisi program kegiatan
penanggulangan bencana6
Pengurangan risiko bencana (pasal 35 b) Pengurangan risiko
bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin
timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi
bencana. Kegiatan tersebut meliputi: a. pengenalan dan pemantauan
risiko bencana; b. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
c. pengembangan budaya sadar bencana; d. peningkatan komitmen
terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan e. penerapan upaya
fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana.
Persyaratan analisis risiko bencana (pasal 35 huruf e)
Analisi resiko bencana adalah kegiatan penelitian dan studi
tentang kegiatan yang memeungkinkan terjadinya bencana.
Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pemenuhan syarat analisis risiko bencana ditunjukkan dalam
dokumen yang disahkan oleh pejabat pemerintah sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana melakukan pemantauan dan
evaluasi atas pelaksanaan analisis risiko
Pencegahan (35 c) : Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup
(Pasal 38 d )
-
Pemaduan dalam perencanaan pembangunan (35 d) dan (Pasal 39)
Pemaduan penanggulangan bencana dalam perencanaan pembangunan
dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur rencana
penanggulangan bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan
daerah.
Pelaksanaan penataan ruang (dalam Mitigasi)Pasal 47 (1) dan
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang (pasal 47 (2)
-
2.2 . Dalam UU No 26 Tahun 2007 Di Dalam UU Penataan Ruang,
yakni dalam Pasal 6 ayat 1 telah sangat tegas dinyatakan bahwa
Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan: a. kondisi
fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana... bahkan dari tata penyusunan dalam pasal
tersebut menunjukkan bahwa seharusnyalah aspek terhadap bencana
menjadi perhatian penting disamping perhatian kepentingan lainnya
seperti potensi sumber daya alam, sumber daya
5 Perencanaan penanggulangan bencana (dokumen resmi) meliputi:
a. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; b. pemahaman tentang
kerentanan masyarakat; c. analisis kemungkinan dampak bencana; d.
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; e. penentuan mekanisme
kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan f. alokasi tugas,
kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam waktu tertentu meninjau dokumen perencanaan
penanggulangan bencana secara berkala. Dan dalam usaha
menyelaraskan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat mewajibkan pelaku
penanggulangan bencana untuk melaksanakan perencanaan
penanggulangan bencana
6Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala.
Sedangkan Penyusunan rencana
penanggulangan bencana akan dikoordinasikan oleh Badan. dan
Setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi yang
menimbulkan bencana dilengkapi dengan analisis risiko bencana
sebagai bagian dari usaha penanggulangan bencana sesuai dengan
kewenangannya.
. 8
-
manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial,
budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup,
serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan;
termasuk memperhatikan geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.
Bila dilihat, pengaturan yang terkait dengan penataan ruang dalam
konteks bencana di dalam UU No 26 Tahun 2007 yang sangat relevan
dengan kegiatan pelaksanaan tata ruang ada di dalam Bab VI tentang
Pelaksanaan Tata Ruang di UU No 26 tahun 2007. Dalam bab tersebut
pelaksanaan tata ruang yang terkait dengan penanggulangan bencana
berada dalam beberapa tahapan kegiatan yakni : Perencanaan tata
Ruang, yang meliputi (a) perencanaan tata ruang wilayah nasional,
(b)
perencanaan tata ruang di wilayah provinsi (c) perencanaan tata
ruang wilayah kabupaten dan (d) perencanaan tata ruang wilayah
kota.
Pemanfaat ruang Pengendalian pemanfaat ruang Pengawasan Penataan
RuangUntuk kepentingan tulisan ini maka pembahasan selanjutnya
hanya dilakukan dengan mengkaitkan beberapa tahapan diatas dengan
aspek bencana yang di introdusir pada bab sebelumnya 2.2.1.
Perencanaan Dalam konteks perancanaan tata ruang, perhatian
terhadap aspek bencana dapat dimasukkan dalam rencana umum tata
ruang maupun rencana rinci tata ruang7 (lihat bagan 3) , peninjauan
kembali perencanaan tata ruang maupun revisi perencanaan8 maupun
dalam muatan rencana tata ruang (struktur ruang dan pola ruang)9.
Dalam hal peninjauan kembali terhadap rencana tata ruang maupun
revisinya, aspek bencana atau masukan dan rekomendasi dari
pemerintah dan badan penanggulangan bencana dapat di berikan dalam
konteks ini. Apalagi jika dalam muatan rencana tata ruang juga
meliputi aspek aspek seperti rencana sistem pusat pemukiman,
rencana jaringan prasarana, peruntukan kawasan lindung10, kawasan
budi daya, maka masukan dan anilisis perencanaan penangulangan
bencana dan aspek lainnya ( lihat bagan 2 hal 6)
Bagan 3Rencana tata Ruang dalam UU No 26 tahun 2007
Perancanaan Tata Ruang
Rencana Umum
Rencana Rinci
Rencana tata ruang wilayah nasional
7 Pasal 14 UU No 26 Tahun 2007
8 Pasal 16 UU No 26 Tahun 2007
9 Pasal 17 UU No 26 Tahun 2007 10 Meliputi peruntukan ruang
untuk kegiatan pelestarian lingkungan dll (social, budaya,
ekonomi,
pertahanan dan keamanan). Untuk pelestarian lingkungan rencana
tata ruang wilayah ditetapkan kasawan hutan paling sedikit 30% dari
luas daerah aliran sungai.
8
-
Rencana tata ruang wilayah Propinsi
Rencana tata ruang wilayah kabupaten/Kota
Tata ruang pulau/
kepulauan
Tata Ruang kawasan strategis nasional
Tata rauang kawasan strategis provinsiDetail Tata ruang Kawasan
strategis kabupaten/kota
Di dalam konteks rencana tata ruang wilayah nasional, Pasal 19
UU No 26 Tahun 2007
juga menyatakan bahwa Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional harus memperhatikan: ......b. perkembangan permasalahan
regional dan global, serta hasil pengkajian implikasi penataan
ruang nasional; .....e. daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup;... terutama pula aturan dalam Pasal 20 ayat 5 yang
menyatakan bahwa: ...Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu
yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan...., Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Hal ini menunjukkan pentingnya rekomendasi dan anilisis
resiko bencana dalam rencana tata ruang wilayah nasional.
Dalam konteks rencana tata ruang wilayah Propinsi, Pasal 22 ayat
(2) UU No 26 Tahun 2007
menyatakan bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi
harus memperhatikan: a. perkembangan permasalahan nasional dan
hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;..d. daya dukung
dan daya tampung lingkungan hidup; dan harus memuat ..rencana pola
ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung.. (pasal 23
ayat (1) huruf c) termasuk ketentuan dalam ayat (5) Pasal 23 yakni
dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan, Maka rencana tata ruang wilayah provinsi
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam konteks rencana tata ruang wilayah kabupaten , dalam Pasal
25 ayat (2) UU No 26
Tahun 2007 dinyatakan bahwa Penyusunan rencana tata ruang
wilayah kabupaten harus memperhatikan: daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup; Dalam Pasal 26 ayat (1) Rencana tata ruang
wilayah kabupaten memuat: c rencana pola ruang wilayah kabupaten
yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya
kabupaten; kemudian ayat (4) dan (5) nya juga mengatur mengenai
Rencana tata ruang wilayah kabupaten Ditinjau kembali 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.dan Dalam kondisi lingkungan strategis
tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan Wilayah provinsi,
dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Dalam konteks rencana tata ruang wilayah kota , Pasal 28 dan 29
UU No 26 Tahun 2007
telah menambahkan beberapa ketentuan yang relevan dengan
mirigasi bencana yakni rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki
pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola ruang
(dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat)
yang paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota
dan Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling
sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.. ; rencana
penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
8
-
nonhijau; dan rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan
sarana ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan
pusat pertumbuhan wilayah.
2.2.2. Pemanfaat Ruang UU No 26 tahun 2007 dalam hal pemanfaatan
ruang pada pasal 33 menyatakan bahwa
Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan
penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lain. Dan dalam rangka pengembangan
penatagunaan Tersebut diselenggarakan kegiatan penyusunan dan
penetapan beberapa neraca baik neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
penatagunaan sumber daya alam lain. Pengaturan ini memang tidak
terkait langsung dengan faktor bencana namun dapat pengaturan dapat
digunakan dalam konteks mitigasi bencana terkait dengan pengelolaan
lingkungan dan sumber daya alam dalam pemanfaatan dan pengelolaan
tata ruang.
Demikian pula yang di atur dalam Pasal 34, bahwa dalam
pemanfaatan ruang wilayah nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan: a. perumusan kebijakan
strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan rencana
tata ruang kawasan strategis; b. perumusan program sektoral dalam
rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang wilayah dan kawasan
strategis; dan c. pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program
pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis. Pemanfaatan ruang
yang akan dilaksanakan tersebut harus sesuai dengan: a. standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. standar kualitas
lingkungan; dan c. daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup.
2.2.3. Pengendalian pemanfaatan ruang Terkait dengan
pengendalian pemanfaatan ruang, UU No 26 tahun 2007 hanya melakukan
Pengendalian11 melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Sedangkan Kaitan antara pengendalian tersebut dengan aspek
penanggulangan bencana tidak begitu spesifik diatur. 2.2.4.
Pengawasan Penataan Ruang Untuk menjamin tercapainya tujuan
penyelenggaraan penataan ruang dilakukan pengawasan
terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan
ruang. Pengawasan tersebut terdiri atas tindakan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan. Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Sedangkan Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan
memeriksa kesesuaian
antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi
menunjukkan terjadinya penyimpangan administratif dalam
penyelenggaraan penataan ruang, Menteri, Gubernur, dan
Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan
kewenangannya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang
dilakukan pula pengawasan
terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan
ruang dan kinerja pemenuhan
11 Pasal 35 UU No 26 tahun 2007
8
-
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. Dalam rangka
peningkatan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan
ruang wilayah nasional disusun standar pelayanan penyelenggaraan
penataan ruang untuk tingkat nasional. Standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Standar pelayanan minimal mencakup standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang provinsi dan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang kabupaten/kota.
3. Problem, Penyelelarasan dan Rekomendasi Dari deskripsi diatas
terlihat bahwa Penataan Ruang secara khusus memang menjadi
kewenangan dari UU No 26 tahun 2007, namun UU No 24 Tahun 2007 juga
telah diberikan kewenangan untuk mengatur Penataan ruang yang
terbatas terkait dengan penanggulangan bencana. Namun ditemukan
bahwa begitu minimnya pengaturan yang spesifik dan detil terkait
dengan aspek penanggulangan bencana di dalam UU No 26 Tahun 2007
tentang penataan ruang. Walaupun di temukan beberapa ketentuan yang
secara tegas mengenai aspek penanggulangan bencana dalam aspek
penataan ruang seperti dalam beberapa pasal di bagian perencanaan
tata ruang wilayah nasional sampai dengan kabupaten kota (Pasal 14
s/d pasal 28 UU No 26 tahun 2007) namun pengaturan yang terkait
dengan bencana justru lebih banyak dalam tahapan perencanaan, dan
jika dilihat lebih teliti pasal-pasal tersebut justru lebih banyak
terkait dengan proses revisi atau peninjauan ulang perencanaan
penataan ruang. Sedangkan untuk perencanaan tata ruang yang terkait
dengan bencana lainnya, pengaturannya di introdusir lebih umum dan
(kemungkinan) dimasukkan dalam aspek maupun term seperti:
perkembangan permasalahan regional dan global, perkembangan
permasalahan nasional, hasil pengkajian implikasi penataan ruang
nasional; daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam
konteks tersebutlah aspek bencana nantinya akan dimasukkan. Oleh
karena perubahan atau revisi perencanaan tata ruang dalam UU
tersebut hanya dilakukan setelah adanya bencana maka jelaslah bahwa
itu penataan ruang dalam konteks bencana dalam UU No 26 tahun 2007
tidak menekankan pada mitigasi dan dalam segala aspek maupun ruang
lingkupnya. Dengan demikian upaya pengendalian sebelum bencana dan
mitigasi bencana tidak memadai sesuai dengan semangat UU ini yakni
diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan
penghidupan Jikapun terlihat tekanan UU ini lebih mayoritas
mengatur penataan ruang pada pasca bencana , UU No 26 tahun 2007
justru hanya memberikan (perhatian serius) atau porsi terbesar pada
aspek bencana alam skala besar. Ini berarti peninjauan ulang dan
revisi terhadap rencana penataan ruang tersebut justru di
introdusir jika terjadinya bencana alam skala besar yang di
tetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan
peraturan-perundang-undangan tidak sedikitpun di jelaskan Berbeda
dengan pengaturan penataan uang dalam konteks bencana dalam UU No
24 tahun 2007 yang justru lebih menekankan pada aspek prabencana
beserta aspek mitigasi lainnya. (lihat pembahasan point 2.1)
Sedangkan pengaturan tata ruang dalam pasca bencana justru diatur
lebih umum. Untuk memaksimalkan pelaksanaan kedua uu tersebut dan
sekaligus meminimalisir pertentangan maupun gap yang mungkin timbul
(seperti contoh diatas) maka penting bagi pemerintah maupun pihak
terkait untuk melakukan beberapa upaya. Seperti penyelarasan atau
harmonisasi dan kordinatasi
8
-
antar lembaga. Kedua upaya tersebut dapat dilakukan mengingat
kedua undang-undang disamping masih relatif baru sehingga belum
banyak diatur ketentuan pengaturannya di bawah uu juga penanggung
jawab dari masing-masing UU ini sebetulnya sama dan intitusi
terkait yang digunakan juga relatif dekat bahkan dalam beberapa hal
terlihat satu institusi memiliki kedua kewenangan yang diatur dalam
kedua UU tersebut.12 Penyelarasan tersebut dapat dilakukan dengan
secara aktif mengintrodusir berbagai kaitan antar kedua UU. Baik
dalam menggunakan media koordinasi aparatus pemerintah maupun dalam
bentuk perumusan peraturan di bawah UU. Sebagai contoh : Di dalam
UU No 26 tahun 2007, memiliki mandat pembuatan peraturan
operasional di
bawahnya dalam bentuk perda, permen, pertauran pemerintah dalam
muatan pedoman, rancangan rinci, tata cara terkait dengan penataan
ruang. Dalam konteks harmonisasi maka pihak pemerintah dan
institusi terkait yang bertanggungjawab melaksanakan ketantuan
dalam UU No 24 Tahun 2007 dapat memanfaatkan media tersebut dengan
mengintrodusir hal-hal yang terkait dengan penanggulangan bencana
dalam penataan ruang. (lihat tabel di bawah) Beberapa ketentuan
dalam tabel ini bisa di manfaat untuk memaksimalkan peran badan
penanggulangan bencana agar aspek penangulang bencana yang di
mandatkan oleh UU No 24 tahun 2007 daapat dilakanakan dengan
maksimal
No
Ketentuan
Pasal
Bentuk Peraturan
Aspek penanggulagan bencana yang dapat
dimasukkan
12 Lihat peran dan tanggung jawab pemerintah dalam kedua UU
8
-
1
tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci
tata ruang.
18, 24
Perda
Perencanaan
penanggulangan bencana Pengurangan risiko
bencana Persyaratan analisis
risiko bencana Pencegahan (35 c)
Penataan ruang dan pengelolaan lingk hidup
Pemaduan dalam
perencanaan pembangunan (35 d) dan (Pasal 39)
pelaksanaan dan
penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan
ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi (pasal 42)
Pelaksanaan penataan
ruang (dalam Mitigasi) Pasal 47 (1) dan Pelaksanaan dan
penegakan rencana tata ruang (pasal 47 (2)
2
Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan
rencana tata ruang wilayah provinsi
18, 24
diatur dengan
peraturan Menteri
3
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
18 diatur dengan peraturan Menteri
4
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
20
diaturdengan peraturan
pemerintah.
5
Rencana rinci tata ruang
21
diatur dengan
peraturan presiden.
6
Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan
rencana rinci tata ruang
21
diatur dengan
peraturan Menteri
7 Rencana tata ruang wilayah provinsi 23 ditetapkandengan
peraturan daerah provinsi.
8
-
8
Ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka nonhijau.
30
diatur dengan
peraturan Menteri
9
Ketentuan mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya
33
diatur dengan
peraturan pemerintah
10
Ketentuan mengenai pengendalian pemanfaat ruang
40
diatur dengan
peraturan Pemerintah
11
Ketentuan mengenai standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang
58
diatur dengan
peraturan Menteri.
11
Ketentuan mengenai tata cara pengawasan terhadap pengaturan,
pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang
59
diatur dengan
peraturan Menteri
Disamping itu UU No 24 Tahun 2007 juga dapat menyiapkan berbagai
skala bencana alam yang
tidak dijelaskan dalam UU No 26 Tahun 2007 untuk meminimalisir
kelemahannya (lihat pasal 19 s.d 26 UU No 26 tahun 2007). Dengan
menyiapkan penetapan status dan tingkatan bencana yang akan diatur
dengan Peraturan Presiden (pasal 7 ayat 3 UU No 24 tahun 2007)
8