UNDANG-UNDANGOBAT PSIKOTROPIKA
Disususun Oleh
Kelompok:2Prodi:D3 FARMASITingkat/Semester:1 / IINama
Anggota:
1. Citra Mareta 2. Conny Novia N.3. Desi Kusumawati W.4.
Dhisyani Wijayanti5. Elsa Rosita6. Endah Kusumawati 7. Estu Husna
A. 8. Heny Kusumawati 9. Lutfi Intan W.10. Nilamatul Dyna N.11.
Norma Dwi Puja R.12. Piere Ristika M. 13. Ria Rahayu 14. Rina
Intan15. Risky Septya P. 16. Rizka Fuadah17. Sri Aning18. Sukti
Kurniawati19. Uma Mulia
FAKULTAS FARMASIINSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI2015
Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb.Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas karunia serta hidayah Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Undang-Undang Tentang Obat Psikotropika ini
tepat pada waktunya.Dalam penulisan dan penyusunannya kami tidak
mengalami kendala yang berarti. Tentu saja hal ini tidak lepas dari
adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :1. Ibu Tyas selaku dosen
pembimbing.1. Teman-teman D3 Farmasi Tingkat I Semester I1. Serta
seluruh pihak yang turut berperan hingga terselesaikannya makalah
ini dengan baik.Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan,
namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat berharap adanya kritik
dan saran yang membangun dari pihak manapun demi perbaikan dimasa
yang akan datang.Akhir kata kami ucapkan selamat membaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya para mahasiswa
IIK dan masyarakat pada umumnya.Wassalamualaikum Wr.Wb.
Kediri, 01 Juni 2015
Penulis
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangSaat ini psikotropika sudah menjadi barang yang
biasa ada didalam masyarakat, sudah tidak menjadi barang yang aneh
lagi, bayangkan saja disetiap berita televisi selalu adaberita
tentang narkoba . Peredaran psikotropika saat ini sudah bisa
mencapai daerah yang terpelosok sekalipun, dan mulai dari kalangan
strata bawah samapai yang paling atas juga ikut menyalahgunakan
psikotropika.Psikotropika di satu sisi merupakan obat atau bahan
yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pengembangan ilmu
pengetahuan. Namun disisi lain dapat menimbulkan ketergantungan
yang sangat merugikan apabila digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat. Hal itulah antara lain yang mendorong
pemerintah menerbitkan UU nomor 5 tahun 1997. Sehingga secara
yuridis keberadaaan psikotropika di Indonesia adalah sah
berdasarkan Undang- undang tersebut. Namun fakta empiris menunjukan
pemakaiannya sering disalahgunakan bukan untuk kepentingan
kesehatan, namun lebih jauh dijadikan obyek bisnis (ekonomi) yang
berdampak pada kerusakan mental dan fisik maupun psikis generasi
mudaPengaturan Psikotropika berdasarkan UU No.5 tahun 1997,
bertujuan untuk menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan
dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan serta pemberantasan
peredaran gelap psikotropika. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap
tindak pidana psikotropika telah mengalami perkembangan cukup
signifikan, sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997,
pada tanggal 11 Maret 1997. Namun demikian, keberadaan undang-
undang ini dapatlah dikatakan cukup terlambat, bilamana diukur dari
frekuensi terjadinya tindak pidana psikotropika di tanah air yang
sedemikian marak dan bersifat sebagai kejahatan
transnasional.Psikotropikaadalah merupakan suatu zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetisbukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktifmelalui pengaruh selektif pada susunan sarafpusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mentaldan perilaku. Zat
atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otakatau
merangsang susunan sarafpusat dan menimbulkan kelainan perilaku,
disertai dengan timbulnya halusinasi(mengkhayal), ilusi, gangguan
cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan
ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi(merangsang) bagi para
pemakainya.Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa
pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan
dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan
bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan
fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan
kematian.Hasil penelusuran Badan POM menunjukkan adanya peningkatan
penyimpangan peredaran psikotropika, antara lain penyerahan
psikotropika tanpa resep di beberapa apotek, resep palsu, poli
farmasi, apotek panel dan lain-lain. Penyimpangan ini perlu segera
ditangani agar tidak semakin meluas. Penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika, Psikotropika saat ini telah mencapai situasi yang
mengkhawatirkan. Pengaruh arus globalisasi dibidang informasi,
transportasi dan modernisasi merupakan faktor pendorong terhadap
maraknya peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika. Berbagai upaya
pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran Narkotika dan
Psikotropika telah dilakukan antara lain dengan pengawasan yang
ketat sejak pengadaan bahan baku sampai dengan penggunaannya. Namun
demikian peredaran gelap yang berkembang saat ini tidak hanya
narkotika dan psikotropika, tetapi sudah merambah kepada bahan yang
digunakan untuk membuat Narkotika dan Psikotropika yang lazimnya
disebut prekursor. Sebagian dari kita mungkin banyak yang belum
mengetahui dan mengenal apa yang dimaksud dengan prekursor, baik
dalam artiannya dan kegunaannya.
Peraturan perundangan-undangan terkait psikotropika :1. UU No 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika2. UU No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (pasal 153, 155);3. Permenkes RI No
688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika;4. Permenkes
RI No 10/MENKES/PER/2013 Tentang Impor Dan Ekspor Narkotika,
Psikotropika, Prekusor Farmasi;5. Permenkes RI No
10/MENKES/PER/2013 Tentang Impor Dan Ekspor Narkotika,
Psikotropika, Prekusor Farmasi6. Peraturan mentri sosial republik
indonesia nomor 26 tahun 2012 tentang rehabilitasi sosial korban
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya7.
UU. No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
B. Tujuan2. Untuk mengetahui tentang obat psikotropika2. Untuk
mengetahui Undang-Undang yang mengatur tentang obat psikotropika2.
Untuk mengetahui peraturan apa saja yang dimiliki oleh obat
psikotropika2. Untuk mengetahui tentang prekusor
BAB IIPEMBAHASAN
A. PengertianMenurut Undang-Undang Republik Indonesia No 5 tahun
1997 pasal 1, yang merupakan dasar hukum tentang psikotropika
menyatakan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
B. Ruang Lingkup Dan TujuanRuang lingkup di bidang psikotropika
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 5 tahun 1997 pasal 2,
adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah : Menjamin
ketersediaan psikottropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan; Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Penggolongan psikotropika : 1. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.Contohnya,
Broloamfetamine atau DOB , Cathinone, DET , DMA, DMHP, DMT ,DOET,
Etrytamine , Lysergide - LSD, LSD, Mescaline Methcathinone,N-ethyl
MDA ,Parahexyl , PMA ,Psilocine, psilotsin , Psilocybine ,
Rolicyclidine ,STP, DOM ,Tenamfetamina
2. Psikotropika Golongan IIPsikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat yang mengakibatkan
sindroma ketergantunganContohnya, Amfetamina, Deksamfetamina,
Fenetilina, Fenmetrazina, Fensiklidina, Levamfetamina,
Levometamfetamina, Meklokualon, Metamfetamina Metamfetamina
rasemat, Metakualon, Metilfenidat, Sekobarbital, Zipeprol
3. Psikotropika Golongan IIIPsikotropika yang berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.Contohnya, Amobarbital, Buprenorphine, Butalbital,
Cathine / norpseudo- ephedrine, Cyclobarbital, Flunitrazepam,
Glutethimide , Pentazocin, Pentobarbital, Flunitrazepam,
Glutetimida, Katina, Pentazosina, Pentobarbital, Siklobarbital
4. Psikotropika Golongan IVPsikotropika yang barkhasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan.Contohnya, Allobarbital,
Alprazolam, Amfepramona, Aminorex, Barbital, Benzfetamina,
Bromazepam, Brotizolam, Butobarbital, Delorazepam, Diazepam,
Estazolam, Etil amfetamina, Etil loflazepate, Etinamat,
Etklorvinol, Fencamfamina, Fendimetrazina, Fenobarbital,
fenproporeks, Fentermina, Fludiazepam, Flurazepam, Halazepam,
Haloksazolam, Kamazepam, Ketazolam, Klobazam, Kloksazolam,
Klonazepam dll
C. ProduksiMenurut Undang-Undang Republik Indonesia No 5 tahun
1997 psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang
telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Psikotropika golongan I dilarang
diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi. Psikotropika,
yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat, harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya.
D. Peredaran(UU No 5 tahun 1997, Permenkes 688 tahun
1997)Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan
penyerahan.
1. PenyaluranPenyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh
pabrik obat, PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah.
Penyaluran Psikotropika Gol I hanya kepada lembaga penelitian dan
atau lembaga pendidikan untuk tujuan ilmu pengetahuan. Penyaluran
Psikotropika Gol II, III dan IV yang berupa obat dapat disalurkan
kepada PBF, Apotek, rumah sakit, Sarana Penyimpanan sediaan farmasi
Pemerintah, lembaga peneliatan dan/atau lembaga pendidikan.
Penyaluran dari sarana penyimpanan pemerintah hanya dapat
disalurkan kepada Rumah sakit, Puskesmas dan balai pengobatan
dilingkungan pemerintah.
Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan surat
pesanan yang di tandatangani oleh penanggung jawab obat di sarana
kesehatan yaitu:1. Lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan
adalah dokter atau apoteker.2. PBF adalah apoteker.3. Rumah sakit
adalah apoteker.4. Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
adalah apoteker.5. Puskesmas adalah dokter.
2. PenyerahanPenyerahan psikotropika golongan II,III,dan
golongan IV yang berupa obat dapat dilakukan oleh apotek kepada:
Apotik lainnya : surat permintaan ditulis Apoteker Pengelolah
Apotik Rumah sakit : surat permintaan ditulis Direktur Rumah Sakit
Puskesmas : surat permintaan ditulis Kepala Puskesmas Balai
pengobatan : surat permintaan ditulis Dokter Penanggung Jawab Balai
Pengobatan Dokter/ Pasien : berdasarkan resep dokter
E. Ekspor dan Impor Psikotropika(UU No 5 tahun 1997, Permenkes
No 10 tahun 2013)Ekspor dan impor psikotropika hanya boleh
dilakukan oleh pabrik obat atau pedagang besar farmasi yang telah
memiliki izin sebagai eksportir dan importir sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ekspor dan
impor psikotropika hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
1. Impor psikotropikaPelaksanaan impor psikotropika hanya dapat
dilaksanakan setelah mendapatkan SPI (Surat Persetujuan importir)
dari Menteri melalui Direktur Jendral. SPI hanya berlaku untuk
setiap kali pelaksanaan impor. IP Psikotropika hanya dapat
mengimpor psikotropika untuk kebutuhan proses produksi sendiri dan
tidak untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan. IT Psikotropika
hanya dapat mengimpor psikotropika berdasarkan pesanan dari
industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan dan wajib
didistribusikan langsung kepada industri dan lembaga ilmu
pengetahuan pemesan. IP dan IT Psikotropika wajib menunjukkan
lembaran asli SPI kepada petugas bea cukai setempat untuk pengisian
kartu kendali realisasi impor dalam setiap pelakssanaan
impornya.
Persayaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin ImportirUntuk
memperoleh izin sebagai importir psikotropika, Industri Farmasi
atau PBF harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jendral secara
online melalui http://e-pharm. Kemkes.go.id. dengan disertai
dokumen pendukung meliputi :a. Fotocopy izin usaha industri
farmnassi atau PBFb. Fotokopi Tanda Daftar Perusahaanc. Fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajakd. Fotokopi SIK Apoteker Penanggungjawab
produksi
Izin IP atau IT Psikotropika berlaku sdalam jangka waktu 3 tahun
dan dapat diperbaharui dengan memenuhi persyaratan.
Persyaratan dan Tata Cara memperoleh SPISebelum mengajukan
permohonan SPI, importir harus mengajukan permohonan Analisa Hasil
Pengawasan kepada Kepala Badan yang diatur oleh peraturan Kepala
Badan. Untuk memperoleh SPI untuk kepentingan pelayanan kesehatan,
PBF milik negara yang memiliki izin khusus sebagai importir khusus
sebagai Importir psikotropika mengajukan permohonan kepada Direktur
Jendral secara online melalui http//e-pharm.kemkes.go.id dengan
disertai dokumen pendukung SPI berlaku selama 3 bulan dan dapat
diperpanjang paling banyak dua kali. Untuk izin perpanjangan SPI
,PBF milik negara yang memiliki izin khusus sebagai importir IP
Psikotropika mengajukan permohonan kepada Direktur Jendral secara
online.
2. Ekspor PsikotropikaEkspor psikotropika hanya dapat dilakukan
oleh Industri Farmasi atau PBF yang memilki izin sebagai EP
Psikotropika atau sebagai ET Psikotropika dari Menteri kepada
Direktur Jendral . Untuk pelaksanaan Ekspor hanya dapat
dilaksanakan setelah mendapatkan SPE dari Menteri yang berlaku
untuk setiap kali pelaksanaan Ekspor. Dalam ramgka pelaksanaan
Ekspor, eksportir yang memiliki izin khusus sebagai eksportir
psikotropika wajib menyampaikan informasi secara tertulis kepada
Direktur Jendral dengan tembusan kepada Badan yang memuat;a.
Perkiraan tanggal pelaksanaanb. Jenis transportasi (laut/udara)
termasuk nama dan nomor penerbangan/nama dan nomor kapal,c. Rincian
pengiriman (nama pelabuhan/bandara negara importir dan transit bila
ada); dand. Perkiraan tanggal tiba dinegara importir
F. Label dan Iklan(UU No 5 tahun 1997) Label psikotropika adalah
setiap keterangan mengenai psikotropika yang dapat berbentuk
tulisan, kombinasi gambar, dan tulisan, atau bentuk lain yang
disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan,
atau merupakan bagian dari wadah dan/kemasannya. Psikotropika hanya
dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran dan/atau media
cetak ilmiah farmasi yang telah diatur oleh Menteri
G. Kebutuhan Tahunan dan Pelaporan(UU No 5 tahun 1997)
Menteri menyusun rencana kebutuhan psikotropika untuk
kepentingan pelayanan dan kesehatan dan ilmu pengetahuan untuk
setiap tahun. Pabrik obat, PBF, saran penyimpanan sediaan Farmasi
Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, wajib membuat dan
menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan
dengan psikotropika, yang kemudian wajib melaporkan catatannya
kepada Menteri secara berkala.
H. Penggunaan Psikotropika dan RehabilitasPenggunaan
psikotropika pada pasal 36 UU No 5 tahun 1997, hanya dapat
memiliki, menyimpan, dan atau membawa psikotropika dalam rangka
pengobatan dan perawatan yang diperoleh secara sah. Untuk pengguna
psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban
untuk ikut serta dalam pengobatan dan perawatan yang dilakukan pada
fasilitas rehabilitas. Menurut pasal 38, rehabilitas bagi pengguna
psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dimaksudkan
untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan
sosialnya.
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012
tentang standar rehabilitasi sosial penyalahgunaan narkotika,
psikotopika dan zat adiktif lainnya
Dalam peraturan menteri sosial ini, yang dimaksudkan
rehabilitasi adalah proses refungisonalisasi dan pengembangan untuk
memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara
wajar dalam kehidupan masyarakat. Tujuan standar rehabilisasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA, yaitu;a. Menjadi acuan dalam
melaksanakan rehsbilitasi sosial bagi penyalahgunaan NAPZAb.
Memberi perlindungan terhadap korban dari kesalahan praktikc.
Memberikan arah dan pedoman kinerja bagi penyelenggara rehabilitasi
sosial penyalahgunaan NAPZAd. Meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan penyelenggara rehabilitasi sosial penyalahgunaan
NAPZAPada pasal 3 Permensos 2012, sasaran rehabilitas sosial
meliputi pemerintah dan pemerintah daerah, serta lembaga
rehabilitasi sosial penyalahgunaan NAPZAPasal 39 UU No 5 tahun
1997, rehabilitasi bagi penggunaan psikotropika diselenggarakan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat, yang meliputi rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
I. Pemantauan Prekusor
Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud denganPengaturan
Prekursor dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi segala kegiatan
yang berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan prekursor untuk
keperluan industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:a. melindungi masyarakat
dari bahaya penyalahgunaan prekursor;b. mencegah dan memberantas
peredaran gelap prekursor;c. mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan prekursor; dand. menjamin ketersediaan prekursor untuk
industri farmasi, industry non farmasi, dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan
impor dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri non
farmasi, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diatur
oleh Menteri dan/atau menteri terkait sesuai dengan
kewenangannya.
Prekursor hanya dapat diproduksi oleh industri yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap prekursor wajib diberi label pada setiap wadah atau kemasan.
Label pada wadah atau kemasan prekursor dapat berbentuk tulisan,
gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang
disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan,
atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.
Prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan
terpisah dari penyimpanan lain.
Sesuai dengan ketentuan Internasional menurut Konvensi PBB pada
tahun 1988, tentang pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika jenis prekursor yang diawasi secara internasional ada
23 jenis. Keduapuluh tiga tersebut adalah :
Efedrin etil eter Ergometrin asam fenil asetat Ergotamin
piperidin asam lisergat asam N-asetil antranilat 1-fenil-2-propanon
isosarfol anhidrida asetat 3,4metilendioksi fenil 2 propanon aseton
piperonal asarm antranilat toluen safrol kalium permangganat asam
sulfat asam klorida metal etil keton norefinefrin
Sedangkan dalam lingkup nasional sesuai Surat Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI tentang pemantauan dan
Pengawasan Prekursor ditetapkan 15 jenis precursor yang diwajibkan
menggunakan SPI/SPE untuk mengimpor/ mengekspor perkursor.
Kelimabelas jenis tersebut adalah anhidrida asetat, asam
fenilasetat, asam lisergat, asam N- asetil antranilat,efedrin,
ergometrin, ergotamin, 1-fenil-2-propanon, isosafrol, kalium
permanganat, 3,4-metilendioksi feni 2-propanon, norefedrin,
pseudoefedrin,safrol.
J. Pembinaan dan Pengawasan(UU No 5 tahun 1997)3. Pembinaan
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang
berhubungan dengan psikotropika. Dalam rangka pembinaan, Pemerintah
dapat memberikan penghargaan kepada orang atau badan yang telah
berjasa dalam membantu pencegahan penyalahgunaan psikotropika
dan/atau mengungkapkan peristiwa tindak pidana di bidang
psikotropika.Pembinaan tersebut diarahkan untuk:a. Terpenuhinya
kebutuhan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan.b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan
psikotropika;c. Melindungi masyarakat dari segala kemungkinan
kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya atas
terjadinya penyalahgunaan psikotropika;d. Memberantas peredaran
gelap psikotropikae. Mencegah pelibatan anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun dalam kegiatan penyalahgunaan dan/atau
peredaran gelap psikotropika; danf. Mendorong dan menunjang
kegiatan penelitian dan/atau pengembangan teknologi dibidang
psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan.
Dalam rangka pembinaan; Pemerintah dapat melakukan kerjasama
internasional dibidang psikotropika sesuai dengan kepentingan
nasional Pemerintah dapat memberikan penghargaan pada orang atau
badan yang telah berjasa dalam membantu pencegahan penyalahgunaan
psikotropika dan atau mengungkapkan peristiwa tindak pidana
dibidang psikotropika
3. PengawasanPemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap
segala kegiatan yang ber-hubungan dengan psikotropika, baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat dilengkapi dengan
surat tugas. Dalam rangka pengawasan, Menteri berwenang mengambil
tindakan administratif terhadap pabrik obat, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga
penelitian dan/atau lembaga pendidikan, dan fasilitas rehabilitasi
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini.Tindakan administratif tersebut dapat berupa;2. Tindakan
lisan2. Tindakan tertulis2. Penghentian sementara kegiatan2. Denda
administratif2. Pencabutan izin praktik
K. PemusnahanBerdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang
psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan
dengan tindakpidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan
persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam
proses psikotropika,kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanankesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah
mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat:8.
Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan8. Nama pemegang izin
khusus atau apoteker pengelola apotek8. Nama seorang saksi dari
pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut8. Nama dan
jumlah psikotropika yang dimusnahkan8. Cara pemusnahan8. Tanda
tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi (10).
Pemusnahan psikotropika dilakukan oleh tim yang terdiri dari;a.
Pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab dibidang
kesehatanb. Kepolisian negara Republik Indonesiac. Kejaksaan sesuai
dengan Hukum Acara Pidana yang berlakud. Pejabat dari instansi
terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut
L. Peran serta MasyarakatMasyarakat memiliki kesempatan yang
seluas-luasnya untuk berperan dalam membantu mewujudkan upaya
pencegahan penyalahgunaan psikotropika sesuai dengan undang-undang
dan peraturan pelaksanaannya. Masyarakat wajib melaporkan kepada
pihak yang berwenang bila mengetahui tentang psikotropika yang
disalhgunakan atau dimiliki secara tidak sah. Peran serta
masyrarakat dapat dilakukan melalui upaya mecari, memperoleh dan
memberikan informasi, menyampaikan saran dan pendapat serta
memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya mengenai
adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap
psikotropika.Selain hal tersebut diatas, peran serta masyarakat
dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan lingkungan
dengan ewujudkan keluarga yang humoris dan lingkungan sosial yang
sadar akan bahaya narkoba. Hal ini juga dapat dilakukan oleh
masyarakat melalui jalur/lingkungan pendidikan , kegiatan keagamaan
dan kegiatan sosial masyarakat lainnya.
M. PenyidikanSelain yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209), penyidik polisi
negara Republik Indonesia dapat: melakukan teknik penyidikan
penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung; membuka
atau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau alat-alat
perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara
yang menyangkut psikotropika yang sedang dalam penyidikan; menyadap
pembicaraan melalui telepon dan/atau alat telekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai atau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan dengan tindak
pidana psikotropika. Jangka waktu penyadapan berlangsung untuk
paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Ancaman bahaya narkotika dan psikotropika di Indonesia saat ini
semakin memperihatinkan. Karena para pemakai narkotika dan
psikotropika bukan saja orang yang sering melancong ke luar negeri
ataupun yang sering keluar masuk tempat hiburan malam, akan tetapi
juga para pejabat, selebritis, olahragawan, pelajar dan mahasiswa
terlebih lagi pada akhir-akhir ini para ibu-ibu rumah tangga dan
anak-anak yang tergolong masih remaja. Dan lebih parahnya lagi
banyak aparat Kepolisian yang sudah memakai narkotika dan
psikotropika, yang seharusnya menangkap dan memerangi peredaran
narkotika dan psikotropika. Untuk itu telah lama dirintis kerja
sama internasional untuk membrantas narkotika dan psikotropika tapi
tampaknya tak mudah melakukannya, bisnis narkotika dan psikotropika
merupakan lahan yang menggiurkan bahkan mengalahkan reputasi bisnis
yang lain.Pihak aparat kepolisian sudah berusaha kerja keras dalam
memerangi atau menghambat laju peredaran narkotika dan psikotropika
di masyarakat, dengan informasi dari masyarakat polisi dapat
mengetahui adanya narkotika dan psikotropika.Polisi sebagai
penyidik dalam melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana
narkotika dan psikotropika dapat melakukan tugas sebagaimana yang
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam pasal 37
dinyatakan bahwa:(1) Pada waktu penangkapan tersangka, penyidik
hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang dibawa
serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa
pada tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita.(2) Pada
waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) di bawah kepada penyidik, penyidik
berwenang menggeledah pakaian dan mengeledah badan tersangka.
Dengan adanya ketentuan yang diatur di dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut dengan KUHAP), maka langkah
aparat kepolisian baik dalam penggerebekan maupun dalam penangkapan
pelaku tindak pidana narkotika dan psikotropika sesuai dengan
KUHAP. Hal tersebut dilakukan oleh aparat kepolisian juga untuk
menjaga diri agar dalam proses penangkapan tindak pidana narkotika
dan psikotropika tidak menyalahi aturan, sehingga tidak menimbulkan
tuntutan hukum bagi aparat kepolisian yang melakukan penangkapan
pelaku tindak pidana untuk kepentingan penyelidikan tindak pidana
narkotika dan psikotropika.Pasal 56, UU N o 5 tahun 1997
menyatakan, Selain penyidik pejabat polisi negara Republik
Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Penyidik berwenang :1) melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang
psikotropika;2) Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang psikotropika;3) Meminta
keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan tindak pidana di bidang psikotropika;4) Melakukan
pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara
tindak pidana di bidang psikotropika;5) Melakukan penyimpanan dan
pengamanan terhadap barang bukti yang disita dalam perkara tindak
pidana di bidang psikotropika;6) Melakukan pemeriksaan atas surat
dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
psikotropika;7) Membuka atau memeriksa setiap barang kiriman
melalui pos atau alat-alat perhubungan lainnya yang diduga
mempunyai hubungan dengan perkara yang menyangkut psikotropika yang
sedang dalam penyidikan;8) Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan pidana di bidang psikotropika;9)
Menetapkan saat dimulainya dan dihentikannya penyidikan
pemerintah.
Dalam melaksanakan penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkoba, Polri dapat bekerjasama dengan lembaga pemerintah
kementerian dan non kementerian, seperti Dirjen Bea Cukai, Dirjen
Imigrasi, Departemen Agama, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya,
Badan Pom, Kejaksaan, Kehakiman, Badan Narkotika Nasionla (BNN),dan
lain lain. Dalam UU No 35 tahun 2009 juga dijelaskan bahwa Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang
melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dan dalam prakteknya Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN dapat
melakukan kerjasama dan koordinasi dalam melakukan penyidikan
terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
N. Ketentuan PidanaTindak pidana yang berhubungan dengan Narkoba
termasuk tindak pidana khusus, dimana ketentuan yang dipakai
termasuk diantaranya hukum acaranya menggunakan ketentuan khusus.
Disebut dengan tindak pidana khusus, karena tindak pidana narkoba
tidak menggunakan KUHP sebagai dasar pengaturan, akan tetapi
menggunakan UU no 22 dan no 5 tahun 1997 tentang Narkotika dan
Psikotropika. Secara umum hukum acara yang dipergunakan mengacu
pada tata cara yang dipergunakan oleh KUHAP, akan tetapi terdapat
beberapa pengecualian sebagaimana ditentukan oleh UU narkotika dan
psikotropika.Penyalahgunaan psikotropika termasuk kualifikasi
perbuatan pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
tentang psikotropika. Hukum pidana menganut asas legalitas,
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menegaskan
: Tiada suatu perbuatan dapat dipidanakan kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum
perbuatan. Perkara narkoba termasuk perkara yang didahulukan dari
perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian
secepatnya. Demikian juga bagi pelaku delik psikotropika, dalam UU
No. 5 Tahun 1997, Bab XIV tentang Ketentuan Pidana, Pasal 59-72,
dapat dikenai hukuman pidana penjara sampai 20 tahun dan denda
sampai Rp. 750 juta. Berat ringannya hukuma tergantung pada tingkat
penyalahgunaan narkoba, apakah sebagai pemakai, pengedar, penyalur,
pengimpor atau pengekspor, produsen illegal, sindikat, membuat
korporasi dan sebagainya.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanPsikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Peraturan
perundang-undang utama yang mengatur tentang psikotropika adalah uu
no 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Obat psikotropika memiliki
berbagai peraturan yang diantur dalam uu no 5 tahun 1997 yang
meliputi pengertian, ruang lingkup dan tujuan, produksi, peredaran,
ekspor dan impor, label iklan, kebutuhan tahunan dan pelaporan,
penggunaan psikotropika dan rehabilitas, pemantauan prekusor,
pembinaan dan pengawasan, pemusnahan, peran serta masyarakat,
penyidikan dan ketentuan pidana. Prekursor adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotika dan Psikotropika.
DAFTAR PUSTAKA
UU No 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika