USULAN KEGIATAN KERJA LAPANGAN SEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2009/2010 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan komoditas perkebunan yang cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Tidak hanya untuk devisa negara namun kakao dibudidayakan untuk penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan sebagian penduduk Indonesia. Selain itu kakao merupakan komoditas yang sangat potensial sebagai produk ekspor impor. Di seluruh dunia, kakao digunakan sebagai bahan baku berbagai produk makanan dan kosmetik. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk menembus pasar internasional mengingat kakao dapat tumbuh baik di Indonesia. Kakao merupakan komoditas unggulan nasional dan daerah, komoditas ekspor non migas yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber devisa negara dan menunjang pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini cukup mendasar karena harga kakao internasional saat ini cukup tinggi dan momentum yang baik untuk dimanfaatkan petani atau pelaku usaha (masyarakat agribisnis). Selama selang waktu 20 tahun terakhir produksi kakao di Indonesia meningkat pesat. Luas pertanaman kakao di Indonesia tahun 1998 telah mencapai 570.000 ha, dengan lebih dari 50 % luas areal tersebut terdapat di pulau Sulawesi. Luas areal tanaman kakao di Sulawesi Tengah pada tahun 2001 mencapai 83.732 ha yang terdiri dari 4.689 ha perkebunan besar dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
USULAN KEGIATAN KERJA LAPANGANSEMESTER II TAHUN AKADEMIK 2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang cukup penting dalam perekonomian
Indonesia. Tidak hanya untuk devisa negara namun kakao dibudidayakan untuk penyediaan
lapangan kerja dan sumber pendapatan sebagian penduduk Indonesia. Selain itu kakao
merupakan komoditas yang sangat potensial sebagai produk ekspor impor. Di seluruh dunia,
kakao digunakan sebagai bahan baku berbagai produk makanan dan kosmetik. Hal ini
merupakan peluang bagi Indonesia untuk menembus pasar internasional mengingat kakao
dapat tumbuh baik di Indonesia.
Kakao merupakan komoditas unggulan nasional dan daerah, komoditas ekspor non
migas yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber devisa negara dan menunjang pendapatan
asli daerah (PAD). Hal ini cukup mendasar karena harga kakao internasional saat ini cukup
tinggi dan momentum yang baik untuk dimanfaatkan petani atau pelaku usaha (masyarakat
agribisnis). Selama selang waktu 20 tahun terakhir produksi kakao di Indonesia meningkat
pesat. Luas pertanaman kakao di Indonesia tahun 1998 telah mencapai 570.000 ha, dengan
lebih dari 50 % luas areal tersebut terdapat di pulau Sulawesi. Luas areal tanaman kakao di
Sulawesi Tengah pada tahun 2001 mencapai 83.732 ha yang terdiri dari 4.689 ha perkebunan
besar dan 79.043 ha perkebunan rakyat, dengan rata-rata produksi 1,41 ton/ha (BPS Sulteng,
2002).
Namun pada saat ini produktivitas kakao di Indonesia masih tergolong rendah yaitu
sekitar 630kg/ha/tahun. Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan usia tanaman kakao yang
sudah tua menyebabkan produksi dan kualitas kakao Indonesia rendah. Untuk mengatasi hal
itu dibutuhkan solusi cepat untuk mengatasi persoalan kakao nasional. Fakta di lapangan
menyebutkan bahwa umumnya bahan tanam yang digunakan petani bukan berasal dari jenis
unggul dan lebih dari 95% masih berupa benih biji. Hal ini menyebabkan produksi kakao
nasional masih sulit diangkat melebihi 1 ton per hektar.
Dari hal itulah maka perlu diadakan kegiatan pemuliaan tanaman terhadap tanaman
kakao, untuk mendapatkan varietas-varietas yang unggul dengan sifat yang diinginkan. Sifat-
1
sifat tersebut dapat meliputi produksi kakao yang tinggi kemudian tahan hama dan penyakit
baik kakao lindak maupun mulia.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia adalah lembaga non profit yang
memperoleh mandat untuk melakukan penelitian dan pengembangan komoditas kopi dan
kakao secara nasional serta sebagai penyedia data dan informasi yang berhubungan dengan
kopi dan kakao, sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
786/Kpts/Org/9/1981 tanggal 20 Oktober 1981. Oleh karena itu, pada praktek kerja lapangan
di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia ini penulis ingin mengambil tema pemuliaan
tanaman kakao (Theobroma cacao L.) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
Jember, Jawa Timur.
B. Tujuan Umum Pelaksanaan Kerja Lapangan
a. Melatih mahasiswa agar terampil dan berpengalaman di dalam kegiatan pertanian
yang sesuai dengan bidangnya, khususnya tentang pemuliaan tanaman kakao.
b. Mendapatkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan khususnya dalam bidang
pertanian, terutama tentang pemuliaan tanaman kakao.
c. Melibatkan mahasiswa secara langsung agar dapat mengetahui berbagai persoalan
yang timbul dalam praktik pertanian dan menemukan solusinya, khususnya tentang
pemuliaan tanaman kakao.
d. Memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang hubungan antara teori dan aplikasi
di lapangan serta faktor-faktor yang mempengaruhi di antara keduanya.
e. Memberikan gambaran dunia kerja kepada mahasiswa sehingga mahasiswa sudah
mempunyai persiapan untuk terjun dalam dunia kerja dan lingkungan masyarakat.
C. Tujuan Khusus Pelaksanaan Kerja Lapangan
a. Mengetahui dan mempelajari secara langsung pemuliaan tanaman kakao (Theobroma
cacao L.) secara lengkap di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember,
Jawa Timur.
b. Mengetahui dan mempelajari secara khusus mengenai pemuliaan tanaman kakao
(Theobroma cacao L.) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa
Timur.
2
D. Kegunaan Kerja Lapangan
1. Memenuhi persyaratan kurikulum program strata satu (S1) di Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada.
2. Memperoleh pengetahuan dan wawasan yang luas tentang pemuliaan tanaman kakao
(Theobroma cacao L.) di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember, Jawa
Timur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran tanaman kakao
Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat
mencapai ketinggian 10m. Namun kakao yang dibudidayakan tidak lebih dari 5m dengan
tajuk menyamping yang meluas, karena dilakukan pemangkasan selama perawatan
tanaman budidaya. Bunga kakao tumbuh langsung dari batang (cauliflorous). Bunga
sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai
karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik tunas. Kakao secara umum adalah
tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas-sendiri. Bunga siap
diserbuki dalam jangka waktu beberapa hari.Walaupun demikian, beberapa varietas kakao
mampu melakukan penyerbukan sendiri dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai
jual yang lebih tinggi. Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat kecil
(midge) Forcipomyia, semut bersayap, aphid, dan beberapa lebah Trigona) yang biasanya
terjadi pada malam hari (Anonim, 2010). Pada bunga kakao sering terjadi
inkompatibilitas yang menyebabkan tanaman tersebut harus menyerbuk silang karena
penyerbukan sendiri sulit terjadi. Kompatibilitas pada kakao dapat terjadi namun hal
tersebut jarang terjadi. Inkompatibilitas pada kakao dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan varietas hibrida.
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam budidaya kakao antara lain hama
penggerek buah kakao, layu pentil, kualitas biji yang rendah dan regenerasi embrio
melalui kultur jaringan. Usaha perbanyakan kakao melalui kultur jaringan untuk
memperoleh tanaman klonal telah dilakukan namun masih menemui banyak kendala.
Berbagai macam eksplan seperti kelopak bunga, staminode dan daun telah diuji namun
belum berhasil dengan baik. Kendala yang sering dijumpai antara lain inisiasi kalus dan
embryogenesis. Terbentuknya senyawa fenolik teroksidasi dan lendir yang sangat cepat,
menghambat proses diferensiasi. Demikian juga reprodusibilitas prosedur dan kondisi
regenerasi tergolong sangat rendah (Tahardi & Mardiana, 1995, cit. Triastanto et. al.,
2006). Permasalahan yang muncul dalam budidaya kakao sebagian seperti masalah
produktivitas dan kualitas yang rendah, dan kurang tahan akan hama dan penyakit
Oncobasidium theobromae merupakan patogen yang tidak biasa (Keane, 2000).
Jamur ini didiskripsikan oleh Talbot dan Keane pada tahun 1971 di Papua Nugini
19
sebagai genus bari dari famili Ceratobasidiaceae, ordo Tulasnelalles,
Basidiomycotina (Wahyudi, et al., 2008).
Gejala serangan VSD sangat spesifik, awalnya satu atau dua daun pada
flush kedua atau ketiga di belakang titik tumbuh mengalami khlorosis, terjadi
bercak-bercak hijau kecil yang berbatas tegas, yang tersebar pada latar belakang
yang berwarna kuning. Daun yang sakit akan gugur beberapa hari setelah
menguning (Halimah & Sri Sukamto, 2001). Setelah daun-daun gugur, tunas-
tunas lateral berkembang dari ketiak-ketiak daun. Daun-daun muda yang belum
mengeras pada ranting yang sakit akan mempunyai gambaran yang berpola daun
oak (becorak seperti bulu) karena matinya jaringan di antara tuang-tulang lateral.
Penyakit VSD akan menyebabkan matinya ranting, dan jika tidak ada hambatan
penyebab penyakit akan meluas ke cabang dan dapat menyebabkan atinya pohon.
Pegamatan atau skoring VSD dilakukan dengan melakukan pengamatan
pada semua individu hasil persilangan. Pedoman skoring VSD yang tepat
dilapangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Skor Gejala VSD
S
kor
Serangan Gejala
0 Sehat
(Healthy)
0% terinfeksi (0% infected)
1 Sangat ringan
(Very light)
<5% daun terinfeksi
2 Ringan (Light) 5-10% dan terinfeksi,
klorosis/nekrosis, belum ada daun
gugur, sudah ada pembengkakakn
lentisel
3 Sedang
( Moderat)
10-25% daun terinfeksi,
klorosis, nekrosis, sudah ada daun
yang gugur dan terjadi pembengkakan
20
lentisel
4 Agak berat
(Moderately heavy)
25-50% daun terinfeksi,
klorosis, nekrosis daun gugur dan
lentisel membengkak
5 Berat (Heavy) 50-75% daun terinfeksi,
klorosis, nekrosis, daun gugur,
lentisel membengkak, terdapat badan
buah
6 Sangat berat
(Very heavy)
>75% daun terinfeksi, klorosis,
nekrosis, daun gugur, lentisel
membengkak, terdapat badan buah,
terdapat ranting mati/kering
7. Pengamatan seleksi batang atas beberapa klon unggul di Indonesia melalui teknik
sambung pucuk
Tempat : KP Kaliwining
Pendamping : Indah Anita Sari, SP dan Sukarmin
Uraian kegiatan :
Penelitian ini menggunakan RCBD dengan 4 blok dan 15 perlakuan. Pada
penelitian kali ini digunakan 4 batang bawah dari 4 klon yang berbeda dan
digunakan 15 jenis batang atas yang berasal dari 15 klon yang berbeda. Parameter
yang diamati yaitu diameter batang atas, diameter batang bawah, diameter
pertautan, panjang batang atas hingga tunas tertinggi, jumlah tunas di atas batang
atas dan jumlah daun per tunas. Dari penelitian tersebut bertujuan untuk
mendapatkan kombinasi antara batang atas dan batang bawah yang terbaik untuk
disambung.
8. Persiapan batang bawah untuk teknik sambung pucuk
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kakao. <http://id.wikipedia.org/wiki/kakao> Diakses tanggal 6 Maret 2010.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. 2002. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2001. BPS Sulawesi Tengah, Palu,
Langsa, Yakop dan B. Ruruk. 2007. Kakao Nasional. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah.
Marita, J.M., J Nien Huis, J.L Pires and W. Maitken. 2001. Analysis of genetic diversity in Theobroma cacao with emphasis on witches’ broom disease resistance. Crop Science 41 : 1305-1316
Suhendi, Dedi, Agung Wahyu Susilo dan Surip Mawardi. 2000. Kompatibilitas persilangan beberapa klon kakao (Theobroma cacao L.). Pelita Perkebunan 16: 85-91
Susilo, Agung Wahyu, Dedi Suhendi dan Surip Mawardi. 2001. Daya gabung sifat ketahanan terhadap penyakit vascular-streak dieback beberapa klon kakao. Pelita Perkebunan 7 : 97-104
Triastanto, O.F, M. Jusuf dan D. Santoso. 2006. Identifikasi homolog Tc AGL-15 untuk penanda embryogenesis tanaman kakao melalui pendekatan bioinformatika. Menara Perkebunan 74 : 53-62.
Van der Have, D. J. 2001. Plant Breeding Perspectives. Centre for Agricultural Publishing and Documntation. Wageningen, Netherland.