Top Banner
1 Mengenal Sosok Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi, 1 Studi Kajian Tokoh dan Kontribusinya Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari Surabaya 2 A. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan, masyarakat Indonesia di gemparkan dengan hebohnya berita tentang kebijakan pemerintah kota Surabaya yang berjanji akan menutup enam kawasan lokalisasi yang beroperasi secara resmi 3 di kota Pahlawan. Puncaknya adalah berita penutupan aktivitas prostitusi di kawasan Dolli yang selama ini diklaim sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, dilakukan pada tanggal 18 Juli 2014. Reaksi beragam muncul dari segenap lapisan masyarakat. Banyak pihak yang setuju dan puas dengan realisasi janji manis pemkot Surabaya yang memang sudah sejak lama berjanji untuk segera menutup lokalisasi ini. Namun tidak sedikit pula pihak-pihak lain yang tidak sependapat dan bahkan dengan lantang mengecam aksi penutupan lokalisasi ini dengan memakai banyak argumentasi. Kini kota Surabaya yang dahulu dikenal sebagai kota basis prostitusi terbesar di Jawa Timur, 180 derajat berbalik keadaan menjadi kota yang bebas dari aktivitas prostitusi berkat usaha keras pemkot yang serius mengeksekusi Surat Edaran (SE) Gubernur Jatim nomor 460/16474/031/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Prostitusi serta Perdagangan Perempuan.. Segala bentuk apresiasi dan pujian bertubui- tubi dilayangkan kepada pemerintah kota khususnya Ibu Tri Rismaharini selaku Walikota Surabaya atas prestasinya. Praktis setelah itu, kota-kota sekitaran Surabaya yang memiliki permasalahn serupa mulai berani memasang strategi untuk mengikuti jejak kota Pahlawan sebagai kota bebas prostitusi. Namun jika dicermati dengan seksama, penulis melihat jika prestasi yang di raih kota Pahlawan itu tidak bisa lantas di klaim sebagai prestasi pemkot semata. Karena fakta lapangan menunjukkan jika dalam proses pengentasan PSK yang berujung pada penutupan lokalisasi ini ada andil pihak-pihak lain yang tidak bisa begitu saja di pandang sebelah mata, sebutlah sebagai peran tokoh agama setempat. Alih-alih meremehkan 1 "Kyai prostitusi" adalah semacam gelar atau sebutan yang disematkan terhadap KH. Muhammad Khoiron Syuaib yang dicetuskan oleh Dr. H. Sunarto AS., M.E.I sebagai apresiasi atas kegigihan dan perjuangannya dalam berdakwah di tengah-tengah komunitas para PSK. Penggunaan judul "Kyai Prostitusi" ini pertama kali digunakan dalam buku karya Sunarto dalam disertasi doktoral yang selanjutnya diterbitkan untuk umum oleh penerbit Jaudar Press dengan judul "Kyai Prostitusi, Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu‘aib di Lokalisasi Surabaya". 2 Disusun oleh Mochammad Andre Agustianto, mahasiswa semester satu program pascasarjana UIN SUnan Kali Jaga Yogyakarta. 3 Meminjam istilah Kartono, prostitusi atau lokalisasi menurut aktivitasnya terbagi menjadi dua jenis, yaitu: prostitusi yang terdaftar dan prostitusi yang tidak terdaftar. Lihat: Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), hlm.251.
28

Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

May 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

1

Mengenal Sosok Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi, 1

Studi Kajian Tokoh dan Kontribusinya Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari

Surabaya2

A. Latar Belakang

Beberapa tahun belakangan, masyarakat Indonesia di gemparkan dengan hebohnya

berita tentang kebijakan pemerintah kota Surabaya yang berjanji akan menutup enam

kawasan lokalisasi yang beroperasi secara resmi3 di kota Pahlawan. Puncaknya adalah

berita penutupan aktivitas prostitusi di kawasan Dolli yang selama ini diklaim sebagai

lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, dilakukan pada tanggal 18 Juli 2014. Reaksi

beragam muncul dari segenap lapisan masyarakat. Banyak pihak yang setuju dan puas

dengan realisasi janji manis pemkot Surabaya yang memang sudah sejak lama berjanji

untuk segera menutup lokalisasi ini. Namun tidak sedikit pula pihak-pihak lain yang

tidak sependapat dan bahkan dengan lantang mengecam aksi penutupan lokalisasi ini

dengan memakai banyak argumentasi.

Kini kota Surabaya yang dahulu dikenal sebagai kota basis prostitusi terbesar di

Jawa Timur, 180 derajat berbalik keadaan menjadi kota yang bebas dari aktivitas

prostitusi berkat usaha keras pemkot yang serius mengeksekusi Surat Edaran (SE)

Gubernur Jatim nomor 460/16474/031/2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

Prostitusi serta Perdagangan Perempuan.. Segala bentuk apresiasi dan pujian bertubui-

tubi dilayangkan kepada pemerintah kota khususnya Ibu Tri Rismaharini selaku

Walikota Surabaya atas prestasinya. Praktis setelah itu, kota-kota sekitaran Surabaya

yang memiliki permasalahn serupa mulai berani memasang strategi untuk mengikuti

jejak kota Pahlawan sebagai kota bebas prostitusi.

Namun jika dicermati dengan seksama, penulis melihat jika prestasi yang di raih

kota Pahlawan itu tidak bisa lantas di klaim sebagai prestasi pemkot semata. Karena

fakta lapangan menunjukkan jika dalam proses pengentasan PSK yang berujung pada

penutupan lokalisasi ini ada andil pihak-pihak lain yang tidak bisa begitu saja di pandang

sebelah mata, sebutlah sebagai peran tokoh agama setempat. Alih-alih meremehkan

1 "Kyai prostitusi" adalah semacam gelar atau sebutan yang disematkan terhadap KH.

Muhammad Khoiron Syu„aib yang dicetuskan oleh Dr. H. Sunarto AS., M.E.I sebagai apresiasi atas

kegigihan dan perjuangannya dalam berdakwah di tengah-tengah komunitas para PSK. Penggunaan

judul "Kyai Prostitusi" ini pertama kali digunakan dalam buku karya Sunarto dalam disertasi doktoral

yang selanjutnya diterbitkan untuk umum oleh penerbit Jaudar Press dengan judul "Kyai Prostitusi,

Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu‘aib di Lokalisasi Surabaya". 2

Disusun oleh Mochammad Andre Agustianto, mahasiswa semester satu program

pascasarjana UIN SUnan Kali Jaga Yogyakarta. 3 Meminjam istilah Kartono, prostitusi atau lokalisasi menurut aktivitasnya terbagi menjadi

dua jenis, yaitu: prostitusi yang terdaftar dan prostitusi yang tidak terdaftar. Lihat: Kartini Kartono,

Patologi Sosial, (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), hlm.251.

Page 2: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

2

kontribusi yang diberikannya, bisa jadi cita-cita pemerintah kota tidak akan pernah

terwujud jika dilakukan tanpa peran penting sosok ini. Salah satunya adalah kontribusi

yang diberikan oleh tokoh masyarakat yang bernama KH. Muhammad Khoiron Syu„aib

atau yang biasa di panggil Kyai Khoiron yang kemudian di sebut oleh Sunarto dalam

bukunya sebagai Kyai Prostitusi.

Sayangnya, dalam banyak kesempatan, kontribusi yang dihasilkan oleh pemkot

Surabaya lebih dominan dan menarik untuk di perbincangkan di masyarakat luas

ketimbang membahas prestasi tokoh masyarakat yang satu ini. Padahal jika dirunut

sejarahnya, Kyai yang namanya tidak setenar prestasinya ini telah menghabiskan

berpuluh-puluh tahun umurnya hidup di tengah-tengah kawasan lokalisasi Bangunsari

Surabaya untuk berdakwah dan menuntun satu-persatu para aktivis bisnis prostitusi baik

itu germo, hidung belang maupun PSKnya sendiri kembali ke jalan yang benar. Faktor

inilah yang kemudian membuat penulis tertarik untuk membahas lebih jauh tentang siapa

sosok Kyai Khoiron berikut kontribusi yang telah diberikannya sehingga menjadikan

penulis merasa perlu untuk memperkenalkan sosok yang satu ini ke masyarakat umum.

Namun demikian, penelitian ini hanya penulis fokuskan pada kontribusi yang

diberikannya untuk masyarakat Bangunsari. Selain karena keterbatasan waktu penelitian,

juga karena penulis berpendapat bahwa, Bangunsari adalah semacam magnum opus

model dakwah Kyai Khoiron dalam misi pengentasan aktivitas prostitusi. Adapun

lokalisasi lain hanya cukup meniru dari kesuksesan yang dilakukan di Bangunsari.

B. Kerangka Teori

B.1.Pengertian Kyai

Menurut Zamakhsyari Dhofier, awalnya istilah "Kyai" dalam bahasa Jawa

dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda.

1. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Umpanya,

"Kyai Garuda Kencana", dipakai untuk menyebut kereta emasyang ada dikerton

Yogyakarta.

2. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

3. Gelar yang diberikan koleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang

memiliki atau menjadi pimpinan pondok pesantren dan mengajar kitab-kitab

Islam klasik kepada para santrinya.

Namun di zaman sekarang banyak juga ulama yang berpengaruh di masyarakat

mendapat gelar Kyai, walaupun mereka tidak memimpin pesantren. Dengan kaitan

Page 3: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

3

yang sangat kuat dengan tradisi pesantren gelar Kyai biasanya dipakai untuk

menunjuk para ulama dari kelompok Islam tradisional.4

B.2. Pengertian Prostitusi

Lena Edlund dan Evelyn Korn mengutip dari Random house dictionary of the

english language, bahwa prostitusi adalah “sebuah aktivitas atau praktik hubungan

seksual yang dilakukan atas dasar untuk memperoleh uang”. Namun

uniknya,mereka berdua tidak serta menjadikan pengertian yang dia kutip tersebut

sebagai definisi yang baku dalam menterjemahkan makna prostitusi, karena menurut

mereka sebagaimana mengutip dari perkataan Ellis (1936) bahwa pada hakikatnya,

pengertian umum seperti itu akan mencakup pula terhadap peranan seorang

perempuan yang berstatus sebagai istri yang rela melayani hasrat seksual laki-laki

(suaminya) untuk mendapatkan kompensasi uang (nafkah) dalam kesehariannya,

dan tidak demikian yang terjadi sesungguhnya.5

Adapun definisi prostitusi menurut mereka sendiri adalah “aktivitas pemberian

layanan seksual non-produktif terhadap klien demi mendapatkan keuntungan berupa

uang”.6 Definisi yang mereka ajukan ini memberikan titik tekan terhadap bentuk

layanan seksual yang bersifat non-reproduktif. Sehingga dari sana nanti terlihat

bahwa hal mendasar yang menjadikan pembeda dari ambiguitas definisi yang

ditawarkan oleh Random house dictionary of the english language adalah terletak

pada hasrat pasangan (dalam hal ini laki-laki) untuk menghasilkan anak dan menjadi

sosok ayah dari hasil hubungan seksual yang mereka lakukan (sexsual

reproductive).

Sedangkan definisi lain yang diajukan oleh dr. G. Sihombing MPH, dkk,

mengatakan,

"Prosititusi pada hakikatnya adalah perilaku seksual berganti-ganti pasangan,

dapat dilakukan oleh pria maupun wanita. Di Indonesia praktik prostitusi

lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita meskipun tidak dapat dipungkiri

bahwa praktik prostitusi untuk kaum pria mulai banyak dilakukan khususnya

4 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta,

LP3ES, 1994), hlm.55. 5 Lena Edlund and Evlyen Korn (2002), A Theory of Prostitution,The University of Chicago,

Journal Of Political Economi, vol 110, no 1, hlm 183. 6Ibid.

Page 4: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

4

di daerah-daerah tujuan wisata di Jawa dan Bali. Alasan utama terjunnya

seseorang pada praktik prostitusi adalah masalah ekonomi".7

Dari beberapa paparan definisi yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa prostitusi adalah “praktik hubungan seksual dengan berganti-

ganti pasangan yang bisa dilakukan baik oleh pria maupun wanitayang berorientasi

untuk memperoleh uang semata, tanpa terbesit sedikitpun adanya keinginan untuk

menghasilkan dan bertanggung jawab atas anak yang dihasilkan dari aktivitas

hubungan seksual tersebut (sexual non-reproductive).

B.3. Perubahan sosial

B.3.1. Definisi Perubaha Sosial

Terjadinya perubahan sosial dan pola perilaku serta interaksi sosial menunjukkan

adanya perubahan sosial. Menurut Wilbert More, perubahan sosial sebagai

perubahan penting dari struktur sosual dan pola-pola perilaku dan interaksi sosial.8

Macionis, mengartikan perubahan sosial adalah tranformasi dalam organisasi

masyarakat, dalam pola berpikir, dan dalam perilaku pada waktu tertentu.9

Sedangkan Kingsley Davis mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan-

perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Perubahan-perubahan

sosial dikatakannya sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social

relationship) atau perubahan terhadap keseimbangan (equelibrium) hubungan sosial

tersebut.10

Untuk mengetahui perubahan sosial dari suatu masyarakat, perubahan sosial

seperti apakah yang terjadi, T.B. Bottomore mencoba untuk membuat suatu model

yang mencakup beberapa pertanyaan yang menyangkut pokok perubahan sosial,

yaitu (i) Dari manakah perubahan sosial itu berasal? (ii) Kndisi-kondisi awal apakah

yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan yang luas? (iii) Bagaimana

kecepatan dari proses perubahan sosial? (iv) Sampai seberapa jauhkah proses

perubahan sosial bersifat kebetulan atau disengaja atau dikehendaki?

B.3.2. Agama dan Perubahan Sosial

Emile Durkheim menyatakan bahwa agama harus mempunyai fungsi. Agama

bukan ilusi tetapi merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai

7Astry Sandra Amalia (2013), Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) Terhadap

Masyarakat Sekitar, eJournal Administrasi Negara, , vol 1, no 2, hlm 468. 8 Robert H. Lauer, Prespektif tentang perubahan Sosial, terjemahan. Alimandan, (Jakarta:

Rineka Cipta,1993), hlm.4. 9

Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, terjemahan. Alimandan, (Jakarta: Prenada,

2007), hlm. 5. 10 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV.Rajawali, 1986), hlm. 285.

Page 5: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

5

kepentingan sosial.11

Istilah fungsi ini menunjuk pada sumbangsih yang diberikan

agama atau lembaga sosial yang lain untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat

sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian yang

menjadi perhatiannya adalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh agama

dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat.12

B.4. Lokalisasi

Soedjono D. membahasakan lokalisasi adalah sebagai bentuk usaha untuk

mengumpulkan segala macam aktivitas/kegiatan pelacuran dalam satu wadah,

selanjutnya hal ini disebutnya sebagai kebijaksanaan lokalisasi pelacuran.13

C. Metode Penelitian

Untuk bisa menghadirkan gambaran dan bukti yang nyata guna menunjukkan

ketokohan seseorang berikut kontribusi yang telah diberikannya terhadap masyarakat.

Maka dalam penelitian ini, untuk teknik pengumpulan data, penulis melakukan riset

lapangan (field work research) dengan cara berkunjung langsung ke lokasi penelitian

untuk melakukan observasi, selanjutnya penulis mewawancarai beberapa pihak yang

dianggap penulis bisa memberikan sumbangsih dalam kepenulisan ini. Antara lain

wawancara dengan sang tokoh langsung, Kyai Khoiron.14

kemudian dua orang penduduk

asli yang sudah tinggal di lokasi penelitian lebih dari 40 tahun,15

petugas Linmas RW.04

Dupak Bangunsari,16

bapak Gatot mantan preman setempat dan beberapa lainnya yang

tidak bisa dicantumkan satu persatu dalam uraian singkat ini.

Selanjutnya dari hasil observasi, wawancara yang kemudian ditunjang dengan

pendokumentasian beberapa data (foto-foto, arsip, dll) yang dibutuhkan, kesemuanya itu

penulis olah dan padukan dengan sumber data sekunder. Semisal, literatur hasil

penelitian (disertasi) Dr. Soenarto berjudul "Kyai Prostitusi" yang meniliti ketokohan

Kyai Khoiron dari sudut pandang pendekatan dakwah yang dilakukan. Ditambahkan juga

11 Syamsudin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, (Jakarta:Logos

Wacana Ilmu, 1997), hlm.31. 12 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, terjemahan. Abdul Muis Naharong,

(Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hlm.31. 13 Soedjono Dirdjosisworo, Pathologi Sosial: Gelandangan Penyalahgunaan Narkoba ….,

(Bandung: Penerbit Alumni, 1974), hlm.122-124. 14 Wawancara dengan Kyai Khoiron berlangsung selama 2 hari (26-27 November 2014)

bertempat di kediaman narasumber. Selain wawancara penulis juga mengamati kegiatan pengajian

yang dilakukan di TPI (Taman Pendidikan Islam) Raudhatul Khair yang berada satu lokasi dengan kediaman narasumber.

15 Responden pertama bernama Cak Abdul Usia 41 tahun seorang buruh pabrik ditemui

penulis di warung kopi dekat kediaman Kyai Khoiron, responden kedua Bapak Sugiono Usia 56 Tahun

ditemui penulis di kantor Linmas Balai RW.04 Dupak Bangunsari. 16 Bapak Marjoko Warsito usia 53 tahun, seorang petugas Linmas yang ditemui penulis di

Balai RW. 04 Dupak Bangunsari.

Page 6: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

6

beberapa literatur lainnya baik yang masih ada kaitannya secara langsung dengan tema

penelitian maupun buku-buku teori yang memperkuat analisa dan kesimpulan penulis.

terakhir dari kesemua data yang telah tersaji, karya ilmiah ini ditulis menggunakan

metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

D. Penyajian Data

D.1. Gambaran Umum Masyarakat Dupak Bangunsari

D.1.1. Kondisi Geografi

Dari sudut pandang geografis, Kawasan Dupak Bangunsari terletak di Kelurahan

Dupak Kecamatan Krembangan yang terpaut jarak kurang lebih 4 km ke utara dengan

pelabuhan Tanjung Perak dan 5 km ke arah timur dengan Tugu Pahlawan Surabaya.

Adapun secara administratif, Bangunsari termasuk di kawasan Surabaya bagian utara.

Sebagaimana pada umumnya perkampungan di kota Surabaya, kawasan Bangunsari

berada dinaungan RW.04 yang membawahi 15 RT.

Adapun batas wilayah Dupak Bangunsari bagian barat: berbatasan dengan jalan

Dupak Bangunrejo, bagian utara: berbatasan dengan jalan Lasem, jalan Salatiga, bagian

timur: berbatasan dengan jalan Demak yang dipisahkan oleh jalan raya, bagian selatan:

berbatasan dengan jalan Dupak Bandarejo, jalan Rembang Selatan.

D.1.2. Kondisi sosial

Adapun untuk komposisi sosial masyarakat Dupak Bangunsari, menurut cerita

warga asli setempat, dahulu kala kawasan yang sekarang diberi nama Dupak Bangunsari

ini asalnya adalah merupakan rawa-rawa yang tidak berpenghuni. Akan tetapi karena

tingginya jumlah pendatang dari luar kota Surabaya yang ingin mendapat peruntungan

hidup di kota ini semakin besar, menjadikan jantung kota Surabaya penuh sesak,

sehingga pemerintah menyarankan kepada masyarakat untuk menjadikan rawa-rawa

yang kemudian dikenal dengan nama Dupak Bangunsari sebagai pemukiman baru (buka

lahan).

Mulanya yang berduyun-duyun menempati kawasan ini adalah masyarakat yang

tinggal dikawasan Benowo Surabaya saja, hal itu disebabkan kondisi lokasi Dupak

Bangunsari yang sebagian besar masih berupa rawa-rawa dianggap sebagi tempat yang

tidak memiliki daya tarik dan rasa nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Hingga

dikemudian hari kawasan ini penuh sesak dipadati oleh pendatang lainnya, termasuk

mereka yang lantas memanfaatkannya sebagai markas prostitusi atau yang dikenal

sebagai lokalisasi. Jadilah kemudian kawasan Dupak Bangunsari ini di diami oleh

masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang dan tujuan yang bermacam-macam.

Page 7: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

7

D.1.3. Kondisi Keberagamaan

Meski tidak ada data yang pasti, tetapi menurut penuturan Pak Sugiono salah

seorang warga asli yang sudah tinggal di Dupak Bangunsari selama 56 tahun yang

ditemui di Balai RW.04, mayoritas penduduk Dupak Bangunsari mayoritas adalah Islam

yang secara kultural mengikuti tradisi NU. Hal itu terlihat manakala ada salah satu warga

yang meninggal dunia mereka berduyun-duyun ikut melakukan ritual tahlilan. Namun

ketika ditanya lebih jauh tentang pemahaman warga terhadap Islam dan kehidupan etika

beragama beliau bertutur. "walah mas, endi ngerti wong-wong ngunu iku, wong-wong

ngertine yo lek adzan wayae sembayang, sembayang iku maceme 5, lek kapan wulan

poso yo poso, tapi yo mbuh dilakoni ta gak yo biasa-biasa ae seh mas. Tapi yo gak kabeh

seng sobo mesjid yo lumayan masio akeh seng gak (walah mas, mana tau mereka tentang

Islam yang aneh-aneh, mereka taunya paling kalo ada suara adzan itu menunjukkan

waktunya sholat tiba, dan sholat itu sehari ada lima kali, trus kalau masuk bulan ramdhan

itu disuruh puasa, tapi ya gak tau itu semua dijalani apa enggak. Ya biasa-biasa saja lah

mas. Tapi ya gak semua, yang aktif mendatangi masjid juga jumlahnya lumayan

meskipun banyak yang tidak)".17

Ini menunjukkan pada hakekatnya masyarakat Dupak

Bangunsari saat itu sudah tersentuh nilai-nilai benar-salah, dan baik-buruk agama.

Namun secara aplikatif mereka belum tersadarkan akan hal-hal semacam ini, atau dalem

istilah lain disebut sebagai Islam KTP.

Pada saat itu di kawasan ini setidaknya sudah ada dua masjid yang berdiri kokoh.

Masjid Nurul Fattah yang terletak di ujung jalan raya berbatasan dengan jalan Demak,

dan masjid al-Hidayah yang letaknya ada wilayah RT.05. kegiatan yang diselenggarakan

bervariasi, mulai dari pengajian hingga acara-acara keagamaan lainnya. Meski demikian

keberadaan dua masjid berikut kegiatannya ini masih bersifat pasif. Hanya ritual sentris,

belum ada upaya nyata untuk mengentaskan problematika kemasyarakatan (prostitusi)

yang ada disekitarnya saat itu

D.2. Gambaran Umum Kehidupan PSK dan Mucikari

D.2.1. Sejarah Keberadaan

Faktor utama yang mendukung area ini menjadi kawasan lokalisasi yang

berkembang dengan cepat adalah kedekatannya yang hanya terpaut 4 kilometer dari

pelabuhan besar Tanjung perak. Seolah menjadi hal yang lumrah manakala suatu kapal

dengan sejumlah anak buah kapalnya (ABK) bersandar di sebuah pelabuhan, semacam

agenda rutinan bagi mereka adalah mencari tempat-tempat pelacuran untuk meluapkan

hasrat biologis yang terpendam selama berada di laut lepas. Tidak hanya itu, kondisi

Dupak Bangunsari yang masih tanah rawa yang lapang dan terpencil atau terletak jauh

17

Bapak Sugiono, Wawancara, Surabaya 26 November 2014.

Page 8: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

8

dari jantung kota seakan memberi angin segar terhadap mereka untuk semakin

mengembangkan dan memperluas bisnis prostitusinya.18

Menurut keterangan Sunarto, aktifitas prostitusi di lokalisasi Dupak Bangunsari ini

memang tidak muncul dengan sendirinya melainkan perpindahan dari daerah sebelahnya

yaitu Dupak Bandarejo yang sudah ada sejak zaman kolonialisme Jepang pada tahun

1943.19

Sayangnya, tidak disebutkan disana alasan detil kenapa bergeser praktik

prostitusi tersebut berpindah tempat. Namun demikian muncul asumsi bahwa bukan

perpindahan yang terjadi disana, melainkan perluasan atau penyebaran dari yang hanya

terfokus di kawasan Dupak Bandarejo kini mulai meluber hingga kawasan Dupak

Bangunsari. Asumsi tersebut diperkuat dengan data lanjutan penurunan aktifitas

prostitusi di lokalisasi Dupak Bangunsari pada tahun 1985 yang diiringi surutnya jumlah

PSK yang beraktivitas di Bandarejo. Data jumlah WTS penghuni lokalisasi Dupak

Bangunsari pada masa puncak keemasannya tahun 1970 berkisar 3000-an orang. Adapun

data terakhir yang diperoleh dari balai RW.04 Kelurahan Dupak Bangunsari Surabaya

pada tahun 2012 tersisa sebanyak 153 PSK maupun mucikari.20

D.2.2. Karakteristik PSK Lokalisasi Dupak Bangunsari

Hasil analisa Kartono dapat mengidentifikasi cara kerja PSK menurut jumlahnya

terbagi menjadi 2, yaitu: (a) Prostitue yang beroperasi secara individual merupakan

single operator atau (b) Prostitue yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat

yang teratur dan rapi.21

Kelompok yang kedua bisa ditemui dengan mudah disepanjang

jalan kawasan Dupak Bangunsari. tempat mangkal mereka adalah cukup duduk di depan

wisma atau rumah bordil yang mempekerjakan mereka sembari merayu setiap orang

yang lewat di hadapannya. Mereka ini adalah PSK yang bekerja di rumah-rumah bordil

milik seorang "mami" atau germo yang tentunya cara kerja mereka terikat kontrak

dengan segala peraturan-peraturan yang ada termasuk cara pembagian besaran uang yang

diterima dari "tamu".

Karakteristik yang kedua, mereka yang sistem kerjanya tidak terikat dengan siapa-

siapa. Mereka berhak menjajakan dirinya dimanapun dan kapanpun. Untuk tipikal yang

seperti ini untuk di kawasan lokalisasi resmi seperti di komplek Dupak Bangunsari ini

jumlahnya sedikit. Karena meski terlihat untung karena tidak adanya pembagian fee dari

pelanggan sama sekali namun tipe-tipe seperti ini kerap kali menjadi sasaran pemalakan

preman. Dan hanya mereka yang benar-benar nekat yang memutuskan untuk menjadi

18

Kyai Khoiron, Wawancara, Surabaya, 26 November 2014. 19 Sunarto AS., M.E.I., Kyai Prostitusi, Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron

Syu‘aib di Lokalisasi Surabaya, (Surabaya: IDIAL-MUI, 2012), hlm.72. 20 Ibid. 21 Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 253.

Page 9: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

9

PSK tipe ini. Biasanya yang seperti ini cara kerja mereka keliling dari satu tempat ke

tempat lain dalam lingkup kawasan komplek lokalisasi dan terkadang beberapa bisa

ditemukan di lapangan alun-alun Dupak Bangunsari yang berada tepat di tengah-tengah

area, persis di depan balai RW.04.

D.2.3. Keadaan interaksi Sosial Masyarakat Lokalisasi Bangunsari

Di Dupak Bangunsari Surabaya, komplek lokalisasi berposisi tepat di tengah

lingkaran atau membaur menjadi satu dengan pemukiman penduduk. besaran jumlah

penduduk yang berprofesi sebagai Mucikari dan PSK sebesar 85% pada 1970 dari

komposisi masyarakat Dupak Bangunsari. Hal itu menjadikan pemandangan rumah

warga biasa yang berdempetan, berhadapan atau bahkan dikelilingi dengan rumah yang

dijadikan ajang prostitusi adalah sebuah hal yang lumrah ditemui di kawasan tersebut.22

Begitupula dengan aktivitas keseharian yang ada, pemandangan interaksi sosial antara

warga biasa dan mereka yang berstatus PSK atau mucikari berjalan apa adanya. Mereka

berbaur bercanda tawa di depan rumah, begitu juga dengan anak-anak kecil, mereka

bermain secara normal layaknya anak seusia mereka seolah tanpa ada rasa dan sekat

yang membatasi.

Sedikit perbedaan akan tampak manakala hari menapaki petang. lazimnya

aktivitas di lokalisasi, tibanya petang adalah semacam alarm yang menandakan

dimulainya aktivitas prostitusi. Mereka yang berstatus warga biasa sedapat mungkin

mengurangi aktifitas di luar sekitaran rumah. Rumah di kondisikan sedemikian rupa agar

tidak tampak mencolok dan menarik perhatian "tamu" atau laki-laki hidung belang yang

sedang menjelajah dan berburu di kawasan komplek lokalisasi tersebut. Bila perlu

mereka akan memasang tulisan "RUMAH TANGGA" di tembok atau tempelan gantung

di pintu rumah masing-masing. Perbedaan kontras akan ditampilkan oleh PSK dan

mucikari. Pada jam-jam seperti ini mereka berubah bentuk menampilkan diri dengan

make up tebal mencolok khas PSK umumnya. Cara berinteraksi juga berubah, jika

paginya mereka bersikap normal pada umumnya kini mereka akan berikap lebih agresif,

manja dan genit lebih-lebih jika ada orang asing yang di curigai sebagai "pemburu" lewat

dihadapan mereka, tak segan mereka akan menghampiri, bergelayut bahkan menarik

tangannya sambil berujar "monggo mas mampir…."

Bukan hanya itu, penampakan rumah bordil yang tampak tersamarkan pada pagi

dan siang hari kini mendadak di sulap semeriah mungkin. Pencahayaan rumah dipenuhi

lampu kerlap-kerlip meredup khas diskotik. Tak ketinggalan alunan musik disko,

dangdut koplo, dll. Diperdengarkan dengan suara kencang dan membahana di tiap-tiap

22 Ibid.

Page 10: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

10

rumah yang dijadikan tempat peortitusi, seolah ingin meneriakkan keberadaannya dan

memanggil-manggil setiap "tamu" yang mendengarnya. Praktis suasana kampung yang

semula tenang dan tampak seperti perkampungan normal menjadi mencekam dan tidak

kondusif bagi mereka yang berstatus rumah tangga. Belum lagi kerap terjadi kericuhan

yang ditimbulkan oleh "tamu-tamu" atau preman setempat yang mabuk dan mencoba

membuat ulah.

D.2.4. Latar belakang PSK Lokalisasi Bangunsari

Terdapat banyak motif yang melatari belakangi seseorang menjadi PSK,setidaknya

faktor yang paling umum dan paling sering dijumpai adalah sebagai berikut:23

1. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan

ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam

usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

2. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan

terhadap pakaian-oakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewah

mewahan namun malas berkerja.

3. Oleh bujuk rayu kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan

pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji yang tinggi. Misalnya sebagai

pelayan toko, bintang film, peragawati dan lain-lain. Namun pada akhirnya,

gadis-gadis tersebut dengan kejamnya dijebloskan ke dalam rumah-rumah

bordil dan rumah-rumah pelacuran.

4. Ajakan teman-teman sekampung yang sudah terjun terlebih dahulu dalam

dunia pelacuran.

5. Ada kebutuhan seks yang normal, akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak

suami. Misalnya suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri dan lain-

lain.

Seperti itu pula fakta yang lapangan yang terjadi dengan para PSK lokalisasi

Dupak Bangunsari sesuai dengan penuturan Kyai Khoiron. Bahkan menurutnya, Faktor

ekonomi bukan satu-satunya faktor yang menjadikan mereka memilih hidup seperti itu

sebagaimana kebanyakan yang beredar di masyarakat. Justru umumnya mereka

terjembab ke lembah hitam ini karena tertipu. Baik ditipu oleh orang yang baru

dikenalnya atau bahkan oleh temannya sendiri. Disamping itu, mereka datang ke

Surabaya tanpa keterampilan apa-apa, mereka juga tidak punya sanak saudara atau

bahkan sekedar kenalan di tempat tersebut, sehinggah putus asa dan memilih jalan pintas

23

Ibid, hlm.245-248.

Page 11: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

11

untuk melacurkan diri. Faktor keterpaksaan yang umumnya menjadi latar belakang

mereka untuk memutuskan diri terjun di dunia hitam ini.24

D.3. Kyai Khoiron dan Perkembangan Kehidupan Beragama Masyarakat

D.3.1. Mengenal Biografi Sosok Kyai Khoiron25

Ringkasnya biografi adalah runutan catatan hidup mengenai seseorang.

Paling tidak pada tiap kajiannya, terdapat empat poin utama yang harus diuraikan,

yaitu tentang watak kepribadian tokoh, kekuatan sosial yang mendukung, lukisan

sejarah zamannya, dan keberuntungan juga kesempatan yang datang. Dan keempat

hal inilah yang akan diuraikan penulis untuk mengetahui sejarah hidup Kyai Khoiron.

Nama lengkapnya Muhammad Khoiron Syu„aib. Lahir pada 17 Agustus 1959

dari pasangan suami Istri bapak H. Syu„aib bin Kyai „Asim dan ibu Hj. Muntayyah

binti Kyai Mu„assan. Ia terlahir sebagai dua bersaudara, memiliki kakak perempuan

yang bernama Kholifah. Keberadaan keluarga Kyai Khoiron sendiri bisa dikatakan

sebagai pendatang di Surabaya. Ayahnya berasal dari Desa Karang turi, Kecamatan

Glagah, Kabupaten Lamongan. Sedang ibunya berasal dari Desa Tanggul Rejo,

Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.

Setelah menikah pada tahun 1950, kedua orang tuanya memutuskan untuk

berpindah ke kota Surabaya guna mencari penghidupan yang layak. Di sana, mereka

berdua bekerja dengan membuka depot makanan di bilangan Pasar Turi. Adapun

tempat tinggal mereka sementara itu terletak dikawasan jalan Maspati gang IV

Surabaya. Sebelum akhirnya sepuluh tahun kemudian berpindah ke jalan Demak

Surabaya, dan terakhir pindah ke Jalan Bangunsari pada bulan Desember tahun 1969

tepatnya di tempatinya hingga saat ini.

Banyak komentar miring yang diterima oleh oleh orang tua Kyai Khoiron

baik dari teman-temannya maupun warga setempat akan keputusannya untuk memilih

tinggal dikawasan tersebut. Hal itu dikarenakan tempat yang dipilihnya saat itu

merupakan kawasan lokalisasi terbesar di kota Surabaya. Terlebih dalam sejarahnya,

saat dimana mereka pindah adalah saat-saat dimana dimana lokalisasi Bangunsari

sedang berada di puncak momentum ramai-ramainya.

Namun modal keyakinan dan kemantapan hati Kyai Syu„aib ayahanda Kyai

Khoiron ini yang membuatnya teguh dengan keputusannya tersebut dari sindiran dan

cibiran orang-orang yang dikenalnya. Salah satu contoh cibiran yang diterima oleh

ayahanda Kyai Khoiron saat itu misalnya, "Lha iyo, awakmu iku yoopo, wong seng

24

Sunarto, Kyai Prostitusi, Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu‘aib di

Lokalisasi Surabaya, (Surabaya: IDIAL-MUI, 2012), hlm.9. 25

Kyai Khoiron, Wawancara, Surabaya, 26 November 201.

Page 12: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

12

nak njero kepingin metu, lha kok awakmu malah pingin melbu (kok bisa, kamu itu

bagaimana, orang yang terlanjur tinggal di dalam (daerah sini) saja punya keinginan

untuk bisa keluar dan tinggal ditempat lain, sekarang kamu malah memilih untuk

masuk kesini.). dan ungkapan seperti itu selalu di jawab oleh Kyai Syu„aib dengan

sikap bersahaja dan toleran, "yo wes babah, seng gelem ngono yo ngono, seng

penting awakdewe wes kepingin urip nak kene, (ya sudahlah, yang mau begitu ya biar

begitu, yang penting kita ingin tinggal di daerah sini). Saya niatkan ibadah saja,

syukur-syukur nanti bisa mengajar ngaji disini".

Tidak mengherankan jika di kemudian hari sosok Kyai Khoiron menjadi

seorang pendakwah yang gigih dan ulet seperti saat ini, karena jika mendengarkan

penuturannya mengenai sepak terjang ayahandanya, Kyai Syu„aib, hampir semua

sifat-sifat progresif dan mental pejuangnya itu merupakan warisan berharga yang

diterimanya dari sang ayah. Begitu resmi menjadi penduduk jalan Bangunsari, selain

melakukan aktivitas berdagang seperti biasanya, Kyai Syu„aib mulai mencoba untuk

melakukan aktivitas dakwahnya dengan dua cara: formal dan non-formal.

Dakwah formal ia lakukan dengan aktif mengisi kegiatan mengaji kitab

Tafsir Qur'an berbahasa jawa pegon "al-Ibrîz" karya KH. Bisri Musthafa di masjid

Nurul Fattah dan masjid Nurul Hidayah yang keduanya berada di kawasan kelurahan

Dupak Bangunsari. Selain itu Kyai Khoiron juga membuka Taman Pendidikan

Alquran (TPQ) bertempat di rumahnya sendiri yang khusus di design untuk mengajari

anak-anak PSK dan mucikari membaca Alquran, sekaligus menanamkan pendidikan

moral dan Islam dalam kehidupan mereka. Inisiatif itu muncul atas rasa prihatin yang

mendalam Kyai Syu„aib membayangkan masa depan anak-anak para mucikari dan

PSK yang rentan menjadi korban keadaan dari perilaku orang tuanya, terlebih di saat

itu untuk kawasan Bangunsari sendiri belum terdapat lembaga pendidikan semacam

ini. Adapun untuk dakwah non-formal, Kyai Syu„aib lakukan dengan memanfaatkan

keberadaan warung makannya. Saat ada pelanggan datang yang ia kenali sebagai

"pelaku", maka saat melayani pesanan pelanggannya itu ia selingi dalam canda

tawanya dengan sentilan-sentilan nasehat agar berkenan meninggalkan aktivitasnya

yang tidak terpuji tersebut.

Pada masa awal perjuangan ayahnya tersebut, kondisi Kyai Khoiron sendiri

masih kecil, ia masih berstatus sebagai siswa kelas 4 Madrasatul Ibtidaiyah (MI)

Sabilal Muttaqin Bangunsari. Dan kondisi lingkungan sekitar Bangunsari yang begitu

vulgar, terlebih posisi rumah Kyai Khoiron yang terjepit dan dikelilingi rumah-rumah

bordil yang sangat mudah baginya untuk melihat segala aktivitas prostitusi

disekelilingnya sehingga sangat mungkin membentuk mental seorang anak untuk

berperilaku menyimpang.

Page 13: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

13

Atas pertimbangan-pertimbangan hal semacam ini yang kemudian membuat

Kyai Syu„aib memutuskan untuk memondokkan Kyai Khoiron ke pesantren

Tebuireng Jombang setamatnya mengenyam pendidikan bangku sekolah dasar pada

tahun 1975. selesai sekolah menengah pertama di MTs. SS. Tebuireng dilanjutkan ke

MA. SS. Tebuireng hingga lulus pada tahun 1978. Setelah itu ia mengambil

pendidikan sarjana muda (Bachelor of Art) masih di pesantren Tebuireng tepatnya di

Universitas Hasyim Asy„ari (UNHAYS) dan resmi meraih title tersebut pada tahun

1982. Terakhir, untuk menggenapi pendidikan formalnya ia melanjutkan kuliah s-1 di

Institut Agama Islam Negri Surabaya hingga lulus pada tahun 1988 meraih gelar

(Drs).

Dalam riwayat hidupnya yang ditulis oleh Sunarto, selain menempuh

pendidikan agama melalui pendidikan informal yang disediakan oleh pesantren

Tebuireng melalui program diniyah-nya. Kyai Khoiron juga sempat mencicipi

pendidikan tradisional khas pesantren salaf di pesantren Qamaruddin Sampurnaan

Bungah Gresik. Hal itu semata-mata dilakukannya demi memenuhi nasehat ayahnya

yang berpesan bahwa keilmuan yang dimiliki oleh Kyai Khoiron selama bertahun-

tahun mondok di pesantren Tebuireng belum bisa dikatakan sempurna manakala

belum mencicipi pendidikan ala pesantren Qamaruddin Sampurnan.26

Pada tahun 1987 Kyai Khoiron memutuskan untuk menikahi gadis pilihannya

Hj. Roudlotul Jauharoh binti Mudhoffar Affandi. Dan dari pernikahan tersebut

mereka dianugrahi 3 orang putra, yaitu: Fajar Rasyid Wisudawan, Dzulfikar Zakky

Ramadhan, Fahad Sulthan Nashir. Setelah menikah mereka sekeluarga menempati

rumah Bangunsari warisan dari Kyai Syu„aib hingga saat ini. Aktivitas keseharian

Kyai Khoiron yang dilakukan selepas menikah saat itu bermacam-macam. Salah

satunya adalah menjadi tenaga pengajar bahasa Arab di SMP Wachid Hasyim

Kalianak Surabaya. Pada masa-masa itu juga Kyai Khoiron yang dikenal masyarakat

sekitar sebagai pribadi hasil tempaan pesantren sudah mulai di percaya oleh

masyarakat untuk berkhutbah jum'at dan mengisi acara di tempat-tempat tertentu di

kawasan Surabaya. Dari sinilah nanti petualangan dakwah Kyai Khoiron dimulai.

Sebagaimana layaknya seorang aktivis dakwah, kehidupannya tentu tak akan

pernah bisa dilepaskan dari kehidupan berorganisasi. Begitu juga dengan sosok Kyai

Khoiron, dalam hidupnya ia memiliki seabrek pengalaman organisasi yang pernah di

ikutinya hingga saat ini, ia pernah menjadi ketua MUI Kec.Krembangan (1998 –

sekarang), menjadi ketua DMI (Dewan Masjid Indonesia) Kec. Krembangan (2005-

sekarang), pengurus DMI tingkat 2 kota Surabaya (2005-sekarang), ketua IPHI

26

Sunarto, Kyai Prostitusi, Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu‘aib di

Lokalisasi Surabaya, (Surabaya: IDIAL-MUI, 2012), hlm.9

Page 14: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

14

(Ikatan Pembimbing Haji Indonesia) kec. Krembangan, penyuluh agama (non-PNS)

KEMENAG Surabaya, ketua takmir masjid Nurul Fattah Dupak Bangunsari Surabaya

(1999-2006), wakil ketua IDIAL-MUI Jatim (Ikatan Dai Area Lokalisasi) (2012-

sekarang), Musytasyar PCNU Krembangan.

D.3.2. Riwayat perjuangan Kyai Khoiron27

Bisa merasakan masa-masa pertumbuhan dan perkembangan di lingkungan

yang kondusif, nyaman dan harmonis adalah dambaan setiap individu. Tidak hanya

kenikmatan hidup yang dirasakan, namun juga pembentukan karakter dan

kepribadian seseorang selain ditentukan oleh ragam pendidikan yang diberikan orang

tua, kerap kali kondisi lingkungan sekitar juga merupakan faktor yang sangat

dominan dalam menentukan kepribadian seseorang. Tentu akan terlihat perbedaan

karakter yang mencolok terhadap anak yang dididik dan dibesarkan di lingkungan

positif dan lingkungan negatif. Faktanya anak yang didik pada lingkungan yang

negatif acap kali terbentuk semacam kepribadian yang agak brutal atau sedikit

menyimpang. Seperti hasil penelitian Retnowati (2007) mengatakan,

"Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan,

merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku tidak

wajar. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu

pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan

(gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat).

Kreteria faktor kerawanan masyarakat (lingkungan) antara lain: (a)

Tempat-tempat hiburan malam yang buka sampai larut malam bahkan sampai

dini hari. (b) Peredaran alcohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya (c)

Pengangguran. (d) Anak-anak putus sekolah/jalanan. (e) Pekerja seks

komersil (PSK). (f) Beredarnya tontonan, bacaan, televisi, majalah dan lain-

lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan. …."

Namun sayangnya, tidak semua bisa merasakan kenikmatan tersebut. Seperti

halnya dialami oleh Kyai Khoiron. Keputusan orang tuanya untuk berpindah tempat

ke kawasan lokalisasi Dupak Bangunsari disaat dirinya masih kelas 4 SD dirasakan

sangat mempengaruhi masa kecilnya. Masa-masa indah yang lazimnya dilalui dengan

suka cita bersama teman sebayanya tidak bisa dirasakan Khoiron kecil. Hal itu

lantaran kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Dikatakannya, selain karena

27

Kyai Khoiron, Wawancara, Surabaya, 26 November 2014.

Page 15: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

15

teman-teman seusianya yang berperilaku nakal-nakal disebabkan pengaruh

lingkungan juga tersebab keberadaan PSK yang tersebar dimana-mana membuat

dirinya risih. Bisa dibayangkan, umur yang masih kecil itu ia acapkali terpaksa harus

melihat perilaku yang tidak seharusnya dilihat oleh anak seumurannya. "Lha mau

gimana lagi, buka pintu keluar sedikit sudah ngeliat orang (berbuat) gak beres, jadi

kalo mau keluar kemana-mana itu ya susah, dan dulu bapak (Kyai Syuaib) sangat

protektif dan suka ngelarang keluar kalau nggak penting." Ujarnya.

Tanggap dengan bahaya yang sedang dihadapi anaknya, Kyai Syuaib

ayahanda dari Kyai Khoiron berinisiatif untuk mengirimkannya ke pesantren

Tebuireng Jombang selepas tamat SD. Keputusan itu diambil selain untuk

memberikan porsi pendidikan agama yang lebih kepada anaknya juga demi

menjauhkan Khoiron kecil dari pengaruh negatif lingkungan sekitar tempat tinggal.

Tampaknya, berangkat pengalaman hidup seperti inilah yang kemudian menjadikan

Kyai Khoiron manakala usai menyelesaikan pendidikannya di pesantren Tebuireng.

Membuatnya bangkit dan berjuang ingin merubah kondisi lingkungan sekitar

tempatnya tinggal kearah lebih baik. Impiannya saat itu adalah menjadikan kawasan

Dupak Bangunsari terbebas dari segala bentuk aktivitas prostitusi.

Tepatnya pada tahun 1980- an. Saat itu posisi Kyai KHoiron masih berstatus

mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ia seringkali merasa resah melihat

fenomena yang terjadi di kampungnya tak kunjung usai. Lebih-lebih sebagai alumni

pesantren, beberapa kali sempat mendapatkan sindirian akan ketidakberdayaannya

dalam merubah kondisi sosial yang ada. Akhirnya ia memutuskan bergabung dengan

karang taruna setempat untuk aktif di kegiatan-kegiatan sosial yang ada di kampung-

kampung wilayah kelurahan Dupak Bangunsari. Masa-masa bercengkrama lebih

dekat dengan masyarakat Dupak Bangunsari selama bergabung dengan karang taruna

tidak ia sia-siakan begitu saja. Ia manfaatkan betul momen-momen itu untuk

mengidentifikasi akar masalah yang menjadi pokok persoalan prostitusi yang tak

kunjung reda. Tak hanya itu, seringnya frekwensi pertemuannya dengan ketua RW.04

Dupak Bangunsari membuat kedekatan diantara mereka berdua tidak hanya sebatas

dalam lingkup formal antara Ketua RW dan anggota karang taruna, namun lebih jauh

beliau buat kesempatan ini untuk menyampaikan keluh kesahnya berbicara dari hati

ke hati tentang aktivitas prostitusi yang ada dikawasan ini.

Perlu diketahui, jabatan ketua RW kala itu merupakan jabatan yang sangat di

idam-idamkan setiap orang. Selain masalah prestise, dan alasan finansial, faktor

utama yang menjadikan jabatan tersebut sebagai rebutan adalah karena siapapun yang

menduduki jabatan tersebut dia akan berkuasa layaknya raja di kawasan itu. Setiap

keputusan dan omongannya pasti akan di dengar oleh para mucikari dan WTS.

Page 16: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

16

"Mereka gak bakal berani macam-macam sama RW. Andaikata ada ada mucikari atau

PSK yang mayak trus dia bilang 'tak tutup lho yo wismamu' mereka bakalan takut."

Tutur Kyai Khoiron. Bahkan di banyak kesempatan para mucikari berlomba-lomba

mendekati ketua RW demi kelancaran bisnisnya. Biasanya dengan memberikan

"servis" gratis kepadanya tiap kali ada "stok baru" datang. Dengan bermodalkan

amunisi diatas, mulailah Kyai Khoiron menyalakan ambisi yang selama ini

dipendamnya.

Bak gayung bersambut, lobi dari hati ke hati yang dilakukan oleh Kyai

khoiron kepada ketua RW mendapat respon yang positif. Kyai Khoiron menuturkan

jika saat itu ketua RW juga mengeluh jenuh dan ingin memiliki dan tinggal di tengah-

tengah tatanan masyarakat yang normal. Setelah melalui pembicaraan yang panjang

lebar, mulailah kemudian mereka berdua membahas langkah taktik dan strategi

dakwah apa saja untuk mengentaskan problem masyarakat yang berjalan selama ini.

Sukses melakukan pendekatan dengan ketua RW. Sasaran berikutnya adalah

para perangkat kelurahan. Hingga pada akhirnya Kyai Khoiron mendapat lampu hijau

dari mereka untuk melakukan dakwah dan pembinaan mental kepada mucikari dan

PSK yang ada. Untuk melaksanakan dakwah pertamanya. Pikirannya cenderung

untuk menggunakan gedung bioskop Bintoro yang letaknya berada sekitar 150 meter

dari gedung balai RW sebagai tempat dakwahnya. Gedung itu ia pilih karena selain

lokasinya yang berada di tengah-tengah lokalisasi juga karena gedung bioskop

tersebut selama ini menjadi tempat favorit para PSK, mucikari dan para hidung

belang untuk mencari hiburan.

Setelah melalui pertimbangan yang matang. Dilakukanlah dakwah pertama

itu di gedung bioskop Bintoro. Secara teknis, acara dakwah dan pembinaan mental itu

dihadiri oleh para PSK dan mucikari undangan atas nama ketua RW.04 bekerjasama

dengan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surabaya dan pihak pengelola bioskop, dengan

dalih akan diadakannya penyuluhan mengenai kesehatan dan taushiyah dari seorang

ustadz. Setelah undangan diperkirakan telah banyak yang hadir mulailah petugas

bioskop memutar film. Setelah sekitar 15-20 menit para undangan dirasa sudah

nyaman, barulah Kyai Khoiron tampil kedepan penonton untuk memulai

melaksanakan dakwahnya menyadarkan dan membimbing mereka untuk menjalani

aktivitas hidup normal.

Untuk materi yang disampaikan, ia pilih yang sesederhana mungkin, inti poin

yang ingin ia sampaikan hanyalah mengajak mereka bersama-sama untuk kembali ke

jalan yang benar dan menginformasikan bahwa tidak ada dosa yang tidak mungkin

diampuni oleh Allah kecuali syirik. Kyai Khoiron juga menuturkan bahwa tidak

sekalipun ia dalam dakwahnya menyalah-nyalahkan atau memberikan ancaman dosa

Page 17: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

17

besar terhadap pelaku zina. Alasannya sederhana, baginya tanpa perlu untuk di

omongkan pun mereka para mucikari dan PSK sudah tau kalau apa yang mereka

lakukan itu salah.

Dari sini terlihat betapa piawainya sosok Kyai Khoiron dalam mengatur

strategi dakwahnya. Lebih-lebih inisiatifnya menjadikan gedung bioskop sebagai

tempat untuk dirinya memberikan tausiyah. Bukan hanya lokasinya yang strategis

sebenarnya, namun jika kita analisa lebih dalam, tampak jika Kyai Khoiron sangat

memahami karakter manusiawi orang-orang yang akan menjadi sasaran dakwahnya.

Tentunya para mucikari dan PSK akan merasa malu dan gengsi jika harus ketahuan

yang lain menghadiri acara bimbingan rohani yang ada jika acara tersebut dilakukan

ditempat yang lain. Disinilah terlihat letak kehebatan keseriusan seorang Kyai

Khoiron ia benar-benar memikirkan sedemikian rupa taktik dan strategi dakwahnya,

sehingga hasil yang dicapainya pun bersifat jangka panjang dan jauh dari kesan asal-

asalan.

Sukses beberapa kali menjalankan dakwahnya di gedung bioskop, mulailah

perlahan sosok Kyai Khoiron dikenal di mata masyarakat Dupak Bangunsari,

khususnya para mucikari dan PSK. Namun hal itu tak lantas membuatnya tinggi hati

atau bahkan membuat jarak dengan mereka. justru hal itu dimanfaatkan dengan cantik

oleh Kyai Khoiron untuk bisa lebih dekat dan berdakwah dari hati ke hati dengan

para PSK dan mucikari. Sering sore hari ia berjalan-jalan di sekitaran kawasan

lokalisasi untuk menyapa masyarakat sekitarnya. Dalam aktivitasnya itu, ia biasa

mendapati seseorang yang ingin menumpahkan keluh kesah kepada dirinya. Namun

pernah juga sekali terjadi kejadian lucu. Secara tidak sengaja ia pernah di tarik dan di

rayu oleh salah seorang PSK yang sedang mencari mangsa. Ketika sadar yang

ditariknya adalah sosok yang dikenalnya, si PSK pun lantas malu dan meminta maaf

sudah bertindak senonoh, mendapati perlakuan demikian Kyai Khoiron hanya

tersenyum dan menanggapinya dengan bercanda, ia paham bahwa perlu ketelatenan

dan kesabaran dalam membimbing masyarakatnya yang terjembab dalam kubang

kemaksiatan.

Merupakan sebuah hal yang lumrah ketika terjadi perubahan positif dan

orang-orang saling menunjukkan dirinya sebagai pihak yang paling berjasa dalam

perubahan itu. demikian pula yang terjadi dalam perkembangan dakwah Kyai

Khoiron. Melihat tercapainya perubahan positif pada warganya, ketua RW pun mulai

tampil memposisikan dirinya sebagai pihak yang berjasa dalam perubahan ini kepada

masyarakatnya. Seperti misalnya saat mengeluarkan kebijakan-kebijakan atau

mengadakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa pengentasan aktivitas prostitusi.

Kerap kali ia dominan menonjolkan dirinya dibandingka pihak-pihak lain yang turut

Page 18: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

18

berkontribusi. Akan tetapi hal ini tidak diambil pusing oleh Kyai Khoiron. Baginya,

selama dakwahnya bisa berjalan lancar tanpa hambatan, ia tak mau di pusingkan

dengan hal-hal sepele semacam ini.

Perhatian dakwah Kyai Khoiron tidak terfokus mucikari dan PSK saja.

Sebagaimana ia pernah merasakan getirnya tumbuh dalam lingkungan yang tidak

bersahabat. Keprihatinan Kyai Khoiron pada akhirnya membawa dirinya untuk

memikirkan pula nasib anak-anak kecil yang tinggal di kawasan lokalisasi, lebih-

lebih perhatian kepada anak-anak para mucikari dan PSK. Maka pada tahun 1996, ia

mendirikan lembaga pendidikan Islami yang kemudian diberi nama Taman

Pendidikan Al-Qur„an Raudlotul Khoir yang saat itu santrinya mayoritas adalah anak-

anak mucikari dan PSK. Hingga kini taman pendidikan itu masih eksis dan memiliki

santri sebanyak 300 santri. Tiga tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1999 ia

mendirikan majelis taklim yang jumlahnya mencapai 70 jamaah. Begitu pula ketika

tempat pengajian yang diadakan di gedung bioskop Bintoro dipindahkan ke Balai

RW.04 Dupak Bangunsari, para WTS dan mucikari yang begitu mencintainya ikut

dan tetap rajin mengikuti pengajian yang digelar setiap hari jumat hingga saat ini.

Selama masa perjuangannya, Kyai Khoiron juga banyak dibantu oleh pihak-

pihak lain. Salah satunya Sunarto atau yang akrab dipanggil dengan Kyai Narto. Ia

adalah kawan seperjuangan Kyai Khoiron. Kyai Khoiron mengenal Kyai Narto

semenjak masih menimba ilmu di pesantren Tebuireng Jombang. Hanya saja ketika

tamat sekolah Aliyah, Kyai Khoiron yang terlebih dahulu mengambil pendidikan

sarjana muda di Universitas Hasyim Asy„ari milik pesantren Tebuireng. Berbeda

dengan Kyai Narto langsung melanjutkan pendidikan S-1 nya di IAIN Surabaya. Hal

ini yang kemudian menurut penuturan Kyai Khoiron mengantarkan sosok Kyai Narto

menjadi sosok akademisi kampus, dibandingkan dengan Kyai Khoiron yang akhirnya

lebih sibuk bersentuhan langsung dengan masyarakat.

Akan tetapi, lagi-lagi bukan Kyai Khoiron namanya jika tidak bisa membaca

celah dan peluang yang ada di sekitarnya. Ssosok Kyai Narto seorang akademisi yang

sering bergelut dengan orang-orang memiliki kedudukan dan berpengaruh di

pemerintahan diajak kerja sama oleh Kyai Khoiron demi kelancaran dakwahnya

untuk melobi orang-orang pemerintahan. Hal itu dilakukan karena sadar betul bahwa

jika dirinya yang turun tangan sendiri untuk melobi pemerintah maka hasilnya tidak

akan semaksimal jika dilakukan oleh Kyai Narto. Adapun tujuan Kyai Khoiron

mengajak Kyai Narto untuk melobi pemerintah bukan semata-mata ketidak mampuan

mereka untuk membimbing masyarakat. Lebih dari itu mereka ingin agar niat baik ini

mendapat dukungan dari berbagai lapisan elemen masyarakat, baik sipil maupun

pemerintah.

Page 19: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

19

Impian untuk menjadikan suatu masyarakat yang terbebas dari segala bentuk

aktivitas prostitusi adalah bukan milik perorangan saja. lebih-lebih bagi mereka yang

menyandang status sebagai tokoh agama. Tanggung jawab terbesar mereka adalah

sedapat mungkin membimbing umat ke jalan yang lurus. Dan hal inilah yang

kemudian mengilhami KH. Abdus Shomad Buchori ketua MUI Jawa TImur selalu

menyindir Gubernur Jawa Timur Soekarwo di tiap kesempatan agar mengeluarkan

kebijakan menutup seluruh lokalisasi di Jawa Timur. walhasil pada tahun 2010,

pemerintah provinsi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Gubernur No

460/16474/031/2010 tentang pencegahan dan penanggulangan prostitusi serta

perdagangan perempuan yang selanjutnya dipertegas dengan SE No 460/15612/-

031/2011 tentang penanganan lokalisasi di Jawa Timur yang kurang lebih intinya

adalah menargetkan tahun 2015 Jawa Timur bebas prostitusi.

Meski secara khusus kota Surabaya sudah memiliki PERDA kota Surabaya

no 7 Tahun 1999 tentang larangan menggunakan bangunan/tempat untuk perbuatan

asusila. Namun dalam hal eksekusi pemerintah kota saat itu terkesan menjadikan

PERDA ini semacam formalitas semata. Baru ketika era kepemimpinan kota

Surabaya dipimpin oleh walikota Tri Rismaharini. Ia secara lantang berani

mengeluarkan kebijakan untuk menutup lokalisasi Dolli setelah sebelumnya

berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan pihak-pihak terkait lainnya.28

D.3.3. Bentuk-Bentuk Bimbingan Keagamaan yang di Konsep Kyai Khoiron29

Memberantas kemaksiatan yang telah mengakar tentu tidak semudah

layaknya membalikkan telapak tangan. Perlu usaha massif dan telaten untuk

mengubah tatanannya, karena hal itu tidak bisa cukup dilakukan dengan

mendedahkan ayat-ayat ancaman, kemudian berharap dengan konsekwensi adzab

yang disertakan dalam ayat ancaman tersebut, mereka akan dengan segera mungkin

meninggalkan prilaku penyimpangan yang dilakukan karena takut adzab yang di

timpakan Allah atas kelakuannya selama ini.

Berangkat dari kesadaran inilah yang membuat Kyai Khoiron demi

mewujudkan cita-citanya memberantas praktik prostitusi di komplek lokalisasi Dupak

Bangunsari, dalam upaya dakwahnya, ia konsep dengan model dakwah yang bersifat

kontinyu. Konsep tersebut bisa kita lihat dalam usahanya sebagai berikut:

1. Membangun Taman Pendidikan Islam (TPI) Roudlotul Khoir

Untuk memudahkan melakukan aktivitas dakwah, dibutuhkan sebuah

wadah atau tempat yang memudahkan untuk berlangsungnya aktivitas

28

Kyai Khoiron, Wawancara, Surabaya, 26 November 2014 29

Ibid.

Page 20: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

20

pendidikan rohani tersebut. Disitulah kemudian pada tahun 1992 Kyai

Khoiron bersama Istrinya membengun sebuah lembaga pendidikan yang di

beri nama Taman Pendidikan Islam Rhoudlotul Khoir.

Fokus lembaga pendidikan ini awalnya adalah sama seperti lembaga-

lembaga pendidikan al-Qur„an lainnya, yakni untuk membimbing dan

mendidik anak-anak usia dini untuk mampu baca tulis alQuran sekaligus

membirikan wawasan keagamaan dasar kepada mereka. hanya saja yang

membedakan antara lembaga pendidikan bentukan Kyai KHoiron dengan

lembaga pendidikan al-Qur„an lainnya yang ada pada saat itu adalah TPI ini

di fokuskan oleh Kyai Khoiron untuk mendidik putra-putri dari mucikari dan

PSK.

Menurut Kyai Khoiron, untuk merubah suatu tatanan maka harus

dilakukan pemangkasan generasi. Caranya yaitu dengan memberikan

pendidikan agama secara dini kepada putra-putri mereka supaya tidak

terjerumus ke lubang uang sama. Hingga saat ini siswa didiknya berjumlah

sekitar 300 orang santri.

2. Membentuk Majelis Taklim (pengajian)

Disamping aktif memberikan bimbingan bimbingan rutin di Balai

RW.04 Dupak Bangunsari, Kyai Khoiron juga membentuk majelis taklim

yang bertempat di kediamannya sendiri. Persisnya bertempat di gedung

Taman Pendidikan Islam Roudlotul Khoir yang mulanya hanya dijadikan

sebagai tempat belajar ngaji anak-anak mucikari dan PSK. Secara resmi

majelis taklim ini dibentuk pada tahun 1999 dengan jumlah peserta sekitar

70 an orang.

Pembentukan majelis taklim ini dilatar belakangi keinginan beliau

untuk meningkatkan frekwensi pertemuan dengan para mucikari dan PSK.

Sehingga, diharapkan dari seringnya pertemuan tersebut membantu para

mucikari dan PSK untuk segera lekas mendapatkan pencerahan dan hidayah

sehingga secepatnya menghentikan aktivitas kelam yang selama ini

dijalaninya.

3. Layanan Bimbingan Konseling

Usaha lain yang dilakukan oleh Kyai Khoiron untuk bisa lebih dekat

dengan target dakwahnya adalah dengan membuka layanan bimbingan

konseling setiap hari bertempat di salah satu ruangan di TPI Roudlotul

Khoir. Layanan bimbingan konseling adalah semacam proses memberikan

Page 21: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

21

kesempatan bagi para mucikari maupun PSK yang ingin berkeluh kesah dan

mendapat bantuan solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Layanan ini

rutin dijalankan oleh Kyai Khoiron setiap hari seusai sholat maghrib.

D.3.4 Tanggapan warga tentang peranan Kyai khoiron

Mengkaji mengenai peranan agama dalam kehidupan masyarakat tidak bisa

dilepaskan dari kajian mengenai fungsi-fungsi dari agama itu sendiri. Salah satu

fungsi dari agama adalah fungsi transformatif atau mengubah bentuk dalam arti

mengubah kehidupan masyarakat lama dengan menanamkan nilai-nilai baru.30

Peranan sosial dari agama harus dilihat terutama sebagai sesuatu yang

mempertahankan. Pengertiannya adalah agama menciptakan ikatan bersama baik

diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban

sosial yang membantu mempersatukan mereka.31

Pemahaman seperti inilah yang ingin dipraktikan oleh Kyai Khoiron di

lingkungan tempat tinggalnya. Sebagai seorang muslim yang memiliki latar belakang

santri, dirinya merasa risih dan jenganh jika harus hidup di tengah-tengah masyarakat

lokalisasi hanya berpangku tangan tanpa memberikan kontribusi perubahan apa-apa

terhadap masyarakatnya. Dari dalam dalam hatinya ia menginginkan sebuah tatanan

baru masyarakat normal yang hidup sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianutnya.

Dan kesemuanya itulah yang menggerakkan Kyai Khoiron mentekadkan diri untuk

berjuang mewujudkan perubahan masyarakat dilingkungannya dengan berbagai

macam cara.

Usaha keras yang dilakukan Kyai Khoiron semenjak tahun 1983 ini cukup

mendapat apresiasi yang banyak dari masyarakat sekitarnya. Sebutlah Bapak

Sugiono, pria kelahiran asli Dupak Bangunsari yang berusia 56 tahun ini

menceritakan bagaimana dirinya merekam betul dalam memorinya bagaimana

parahnya kondisi lokalisasi Dupak Bangunsari saat dia masih usia anak-anak. Saat itu,

hampir diseluruh penjuru kawasan ini penuh dengan rumah-rumah bordil berikut

mucikari dan PSK-nya. Ketika malam menjelang suasana kawasan ini menjadi hingar

bingar dipenuh sesaki oleh para pelaku prostitusi. "Hampir-hampir susah mas untuk

tau mana orang bener dan mana yang nggak bener, umumnya sih, orang menganggap

rata jika orang yang tinggal di kawasan ini ya orang-orang gak baik.".

Ketika ditanya tentang sosok Kyai Khoiron dan usahanya merubah kawasan

lokalisasi Dupak Bangunsari ini ia menjelaskan, "Banyak mas jasanya bapak, ia

orangnya baik, mau ngemong dengan telaten dan sabar sama orang-orang yang gak

30

Hendro puspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta:kanisius, 1984),hlm.47. 31 Ibid.hlm.45.

Page 22: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

22

bener. Lebih-lebih sama mereka yang PSK dan mucikari, dan sampean bisa lihat

sendiri sekarang hasilnya".32

Pendapat serupa juga di dapatkan dari Bapak Marjoko

Warsito seorang anggota Linmas Dupak Bangunsari, ia sangat apresiasi sekali dengan

perjuangan yang dilakukan Kyai Khoiron, bahkan ia menuturkan, "Andaikata Kyai

Khoiron tidak gerak bisa jadi sampai seterusnya Dupak Bangunsari akan tetap jaya

mas" Ia juga melanjutkan jika di kawasan itu, terdapat banyak orang yang berstatus

sebagai Kyai. Hanya saja yang mau mendedikasikan hidupnya secara sungguh dalam

hal ini hanyalah Kyai Khoiron.33

Mengenai sifat dan kepribadian sosok Kyai Khoiron dalam interaksi sosialnya,

menurut Bapak Abdul dan Bapak Bambang dua orang warga Dupak Bangunsari yang

sering nongkrong di warung kopi samping alun-alun. Mereka menjelaskan jika Kyai

Khoiron adalah memang pribadi bersahaja yang sangat berbeda dengan orang

berstatus Kyai kebanyakan. Kepeduliannya terhadap masyarakat Dupak Bangunsari

khususnya kpeada para mucikari dan PSK sangat tinggi. Dalam hal bergaul dan

berinteraksi sosial juga dikatakan jika Kyai Khoiron merupakan sosok yang kerap

membaurkan diri dengan masyarakat sehari-hari, dan tidak hanya di forum-forum

yang sifatnya formal saja.

E. Analisa dan kesimpulan

E.1. Analisa

Keseimbangan sosial (ekuilibrium) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi guna

menciptakan suatu tatanan masyarakat yang berfungsi sebagaimana mestinya. Lebih

lanjut yang dimaksud dari keseimbangan itu sendiri adalah keadaan atau situasi di

mana segenap lembaga sosial utama berfungsi dan saling tunjang-menunjang. Pada

kondisi seperti ini setiap warga bisa memperoleh perasaan damai oleh sebab

ketiadaan konflik norma dan gesekan nilai-nilai dalam masyarakat.34

Teori diatas seolah membicarakan fakta sejarah yang terjadi di komplek

lokalisasi Dupak Bangunsari. salah satu faktor yang menjadikan kawasan Dupak

Bangunsari menjadi sebuah lahan bisnis prostitusi yang mengakar adalah ketiadaan

keseimbangan yang terjadi disebabkan oleh disfungsi-nya lembaga-lembaga sosial

utama. Seperti halnya jabatan RW yang seharusnya menjadi lembaga sosial pertama

yang menjadi penuntun masyarakat berperilaku sesuai norma-norma sosial yang ada

justru dijadikan ajang pencarian kekuasaan dan kehidupan. Konsekwensinya yang

32 Bapak Sugiono, Wawancara, Surabaya, 26 November 2014. 33 Bapak Marjoko Warsito, Wawancara, Surabaya, 26 November 2014. 34

Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1986), hlm. 306.

Page 23: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

23

muncul pada akhirnya adalah kehidupan masyarakat Dupak Bangunsari yang syarat

berbenturan dengan konflik norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Berangkat dari fenomena inilah kemudian Kyai Khoiron ketika memulai aksi

dakwahnya ia mencoba untuk terlebih dahulu berkordinasi dengan mereka para

pemegang kebijakan. Dengan kata lain mencoba untuk memfungsikan kembali

lembaga-lembaga sosial yang ada guna memudahkan misi dakwahnya tersebut.

Dalam teori fungsionalis yang berkaitan dengan Agama dan Masyarakat, Emile

Durkheim menyatakan jika agama harus memiliki fungsi.35

Adapun

pengejawantahan dari apa yang katakana Durkheim adalah sebagaimana yang

tampak dilakukan oleh Kyai Khoiron selama ini. Keengganannya menjadi manusia

beragama yang memiliki basicpesantren hanya diam terpaku menikmati fakta sosial

yang ada adalah sebuah bentuk kesadaran terdalam dari pemaknaan jika agama –

dalam hal ini tokoh agama- harus memposisikan dirinya sebagai sosok yang

memiliki fungsi positif dalam masyarakatnya. dan segala macam upaya yang

dilakukan oleh Kyai Khoiron dalam mentransformasi masyarakat kearah lebih baik

inilah yang menjadikan sosok Kyai Khoiron ini layak dijadikan sebagai tokoh yang

sangat berkontribusi dalam perubahan masyarakat Dupak Bangunsari ini terlebih

jika kita menyimak betul usaha-usaha yang dilakukannya selama berpuluh-puluh

tahun dalam membimbing masyarakat.

E.2. Kesimpulan

Dari banyak pembahasan yang dilalui diatas, beberapa kesimpulan yang bisa

diambil adalah sebagai berikut:

1. Jika merujuk pada tiga tawaran definisi Kyai dalam teori Zamakhsyari Dhofier,

maka sosok ustadz Khoiron yang diuraikan diatas, cukup memenuhi criteria

sebagai seorang tokoh yang layak menyandang gelar sebagai "Kyia". Hal tersebut

lantaran dalam kehidupan Kyai Khoiron tidak bisa dilepaskan dari tiga unsur

utama, yakni seorang yang ahli di bidang agama sebagaimana ia merupakan da'i

dan tokoh masyarakat dikampungnya, kemudian memiliki dan menjadi pimpinan

dalam pondok pesantren hal itu dibuktikan dengan di bangunnya Taman

Pendidikan Islam Rhoudlotul Khoir, dan terakhir mengajar kitab-kitab Islam

klasik atau kitab kuning yang menjadi ritual wirid beliau ke\pada jamaahnya

dengan memngajarkan kitab tafsir al-Ibrîz karya KH. Musthafa Bisri bertempat di

masjid Nurul Fattah dan masjid Nurul Hidayah yang berlokasi tidak jauh dari

kediamannya sendiri.

35

Syamsudin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, (Jakarta:

Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm.31.

Page 24: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

24

2. Untuk mellihat perubahan sosial yang terjadi, maka dibutuhkan teori yang tepat

untuk menganalisa bentuk perubahan tersebut. Dan oleh karena itulah pada

kerangka teori penulis mengajukan teori T.B. Bottomore sebagai pisau analisis

perubahan yang terjadi pada masyarakat komplek lokalisasi Dupak Bangunsari.

Hasilnya, didapatkan beberapa data penting sebagai bukti adanya perubahan

tersebut. Antara lain, perubahan sosial tersebut mulanya berasal dari segelintir

orang yang peduli terhadap ekuilibrium (keseimbangan) tatanan masyarakat yang

di gawangi oleh para tokoh agama. Namun demikian, tindakan yang mereka

lakukan masih sebatas dalam tataran sederhana, menyampaikan dakwah dan

nasehat dalam bingkai kegiatan formal. Baru kemudian muncul sosok Kyai

Khoiron yang melakukan trobosan selain menggunakan pendekatan formal ia

juga tak segan melakukan aksi pendekatan dan pendampingan secara langsung

kepada masyarakat. Dengan gigih ia lakukan pola pembinaan tersebut sehingga

kemudian terbentuklah keinginan bersama masyarakat untuk mewujudkan suatu

tatanan yang harmonis dan seimbang. Buah manis pun didapatkan dari jerih

payah usaha selama bertahun-tahun. Sebuah lingkungan tempat tinggal

masyarakat yang pada mulanya menjadi salah satu basis pelacuran terbesar di

Surabaya, kini perlahan sirna dan berubah sebagaimana layaknya lilngkungan

masyaraat normal pada umumnya. Dengan demikian diketahui bahwa terjadinya

perubahan sosial di kampung Dupak Bangunsari Surabaya ini melalui proses

panjang dengan proses usaha yang disengaja untuk mewujudkannya.

3. Dari data wawancara dari beberapa pihak, didapatkan hasil bahwa kesuksesan

Pemkot Surabaya dalam mengeksekusi kebijakan menutup lokalisasi Dupak

Bangunsari ini bukanlah semata-mata prestasi tunggal dari pemkot semata,

namun juga ada pihak lain disana yang layak dan sangat memberikan kontribusi

nyata dalam perubahan ini, yakni Kyai Khoiron. Meskipun dalam penulisan ini

bukan bermaksud menonjolkan Kyai Khoiron dengan menepikan pihak-pihak

lain yang juga berkontribusi.

Page 25: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

25

F. Daftar Pustaka

Abdullah, Syamsudin, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama,

Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1997.

Amalia ,Astry Sandra, Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial (PSK) Terhadap

Masyarakat Sekitar, eJournal Administrasi Negara, , vol 1, no 2, 2013.

Dirdjosisworo, Soedjono, Pathologi Sosial: Gelandangan Penyalahgunaan Narkoba

…., Bandung: Penerbit Alumni, 1974.

Dhofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,

Jakarta, LP3ES, 1994.

Edlund, Lena and Evlyen Korn, A Theory of Prostitution,The University of Chicago,

Journal Of Political Economi, vol 110, no 1, 2002

Kartono, Dr. Kartini, Patologi Sosial, Jakarta, Rajawali Pers, 2011.

Lauer, Robert H., Prespektif tentang perubahan Sosial, terjemahan. Alimandan,

Jakarta: Rineka Cipta,1993.

Nottingham, Elizabeth K., Agama dan Masyarakat, terjemahan. Abdul Muis

Naharong, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Puspito, Hendro, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1984.

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar,Jakarta: CV.Rajawali, 1986.

Soemardjan, Selo, Perubahan Sosial di Yogyakarta, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1986.

Sunarto, Kyai Prostitusi, Pendekatan Dakwah KH. Muhammad Khoiron Syu‘aib di

Lokalisasi Surabaya, Surabaya: IDIAL-MUI, 2012

Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, terjemahan. Alimandan, Jakarta:

Prenada, 2007.

G. Dokumentasi Naskah Wawancara36

G.1. Kyai Khoiron, Tokoh Utama Penulisan Karya Ilmiah.

Pertanyaan: Sejak tahun berapa bapak tinggal di kawasan ini?

Jawaban: Pertama tinggal disini sekitar bulan Desember tahun 1969 akhir, jadi ya

unda-undi (hampir-hampir) tahun 1970. Yang mana saat itu menjadi momentum

puncak-puncaknya lokalisasi Dupak Bangunsari ini.

Pertanyaan: Bagaimana kondisi awal masyarakat Dupak Bangunsari pada saat itu?

36 Naskah wawancara ini ditulis sesederhana mungkin setelah melalui proses pemilih dan

pemilahan. Jadi masih terdapat banyak perbincangan yang tidak mungkin untuk di cantumkan

keseluruhan. Adapun perbincangan yang di cantumkan adalah perbincangan yang menurut penulis

paling penting.

Page 26: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

26

Jawaban: Sedang parah-parahnya mas, apalagi rumah saya yang bisa dibilang berada

di tengah-tengah lokalisasi. Ini rumah saya di kelilingin sama rumah-rumah bordil

semua. Jadi kalau kita buka pintu sedikit, ngeliat orang berbuat seronok itu sudah biasa

sekali.

Pertanyaan: Upaya apa saja yang bapak lakukan untuk merubah kondisi ini?

Jawaban: Ada beberapa hal, diantaranya ya saya melakukan pendekatan dan

pendidikan formal melalui dakwah-dakwah yang ada di masjid, dan pengajian-

pengajian undangan, berikutnya saya mulai mulai pendekatan sama ketua RW, karena

ibarat kita megang ular, pegang kepalanya. Setelah semua elemen yang memiliki kuasa

bisa diajak bekerja sama baru saya melakukan dakwah secara terbuka dan bebas, tidak

hanya dalam kegiatan formal namun juga pendekatan dan pendampingan keseharian

secara langsung terhadap mereka yang membuttuhkan (PSK dan germo).

Pertanyaan: Apa yang melatar belakangi bapak sehingga berkeinginan menjadi agent

of change dalam masyarakat ini?

Jawaban: Semacam panggilan dari dalam hati, waktu itu saya kan berstatus sebagai

santri, seringkali saya dan pak Narto (Dr. Sunarto) diejek oleh kawan-kawan sebagai

alumni pesantren yang gak bisa berbuat apa-apa untuk kemaksiatan ini. Nah dari

situlah terketuk hati saya untuk berazam melakukan perubahan dala masyarakat ini.

G.2. Bapak Abdul dan Bapak Bambang, Warga Asli Dupak Bangunsari

Pertanyaaan: menurut jenengan-jenengan gimana sih bapak itu?

Narasumber: Orangnya baik mas, bersahaja dan sangat berbeda dengan Kyai-kyai

kebanyakan. Malah kalo orang gak kenal gak bakal tau kalau yang di depannya itu

kyai. Kalau bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat,bapak orangnya kerap

membaurkan diri, tidak hanya di forum-forum yang sifatnya formal saja.

Pertanyaan: Kalau kontribusi bapak yang jenengan ketahui apa?

Narasumber: Kepeduliannya terhadap masyarakat Dupak Bangunsari khususnya

kpeada para mucikari dan PSK sangat tinggi mas.

G.3. Bapak Marjoko Warsito, warga Dupak Bangunsari usia 53 tahun, anggota

LINMAS.

Pertanyaan: Kalau menurut pendapat bapak, bagaimana sosok Kyai Khoiron ini?

Narasumber: Orangnya baik, perhatian, dan bisa membimbing masyarakat. Saya ini

kan LINMAS, jadi saya tau betul bapak karena selama perjuangan bapak saya sering

dilibatkan. Lebih-lebih yang berhubungan dengan RW.

Pertanyaan: kalau kontribusinya?

Page 27: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

27

Narasumber: Cukup banyak mas, bahkan andaikata Kyai Khoiron tidak gerak, bisa

jadi sampai seterusnya "Dupak Bangunsari" akan tetap jaya mas. Wong, sebenarnya

kalau kyai itu disini banyak, cumin kalau yang mau turun langsung dan ngemong

masyarakat gak bener ya cuma bapak.

Pertanyaan: selain hal positif ada tidak hal lain yang ingin diungkap mengenai Kyai

Khoiron, atau yang berkaitan dengan perjuangannya?

Narasumber: Ada mas, kalau menurut saya, harusnya untuk perjuangan mulia ini

tidak dilakukan secara setengah-setengah. Maksud saya, aktivitas yang terjadi di Dupak

Bangunsari ini kan sudah berjalan tahunan. Jadi ya harus dimaklumi jika kemudian

banyak pihak yang menggantungkan hidupnya pada ramainya aktivitas lokalisasi ini.

Jadi kalau mau ditertibkan dan di cari solusinya, mbok ya jangan separuh-separuh,

jangan cuma mikirin PSK sama germonya saja. pikirin juga orang-orang yang

menggantungkan hidupnya dari keramaian lokalisasi ini. Kasih solusi juga lah.

G.4. Bapak Sugiono Warga Dupak Bangunsari Surabaya, Usia 56 Tahun.

Pertanyaan: Seberapa jauh bapak mengenal sosok Kyai Khoiron?

Narasumber: biasa saja mas, kalo interaksi secara langsung jarang, cumin kalau

mendengar nama dan kontribusinya sering.

Pertanyaan: kalau begitu apa saja kontribusi beliau yang jenengan ketahui?

Narasumber: Banyak mas jasanya bapak, ia orangnya baik, mau ngemong dengan

telaten dan sabar sama orang-orang yang gak bener. Lebih-lebih sama mereka yang

PSK dan mucikari, dan sampean bisa lihat sendiri sekarang hasilnya

Pertanyaan: Seingat bapak, bagaimana kondisi keagamaan masyarakat Dupak

Bangunsari pada masa awal-awal bapak dulu?

Narasumber: kalau sebagian besar penduduk sini sih (Dupak Bangunsari) dari dulu

mayoritas ya Islam (yang secara kultural mengikuti tradisi) NU. Yang kayak gitu itu

bisa dilihat ketika ada salah satu warga yang meninggal dunia kita gerudukan

(berduyun-duyun) ikut melakukan (ritual) tahlilan.

Pertanyaan: berarti semangat beragama orang-orang dulu sudah seperti yang terjadi

sekarang ini? Artinya mereka sudah paham baik-buruk, dan rajin beribadah?

Narasumber: "walah mas, endi ngerti wong-wong ngunu iku, wong-wong ngertine yo

lek adzan wayae sembayang, sembayang iku maceme 5, lek kapan wulan poso yo poso,

tapi yo mbuh dilakoni ta gak yo biasa-biasa ae seh mas. Tapi yo gak kabeh seng sobo

mesjid yo lumayan masio akeh seng gak (walah mas, mana tau mereka tentang Islam

yang aneh-aneh, mereka taunya paling kalo ada suara adzan itu menunjukkan waktunya

sholat tiba, dan sholat itu sehari ada lima kali, trus kalau masuk bulan ramdhan itu

disuruh puasa, tapi ya gak tau itu semua dijalani apa enggak. Ya biasa-biasa saja lah

Page 28: Ustadz Khoiron Sang Kyai Prostitusi (Kajian Tokoh dan Kontribusinya dalam Perubahan Sosial Masyarakat di Lokalisasi Bangunsari)

28

mas. Tapi ya gak semua, yang aktif mendatangi masjid juga jumlahnya lumayan

meskipun banyak yang tidak).

H. Dokumentasi Foto