i USM KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH LETTER C : STUDI KASUS JUAL BELI TANAH DI KELURAHAN KALITIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Guna Menyelesaikan Program Studi Strata I Ilmu Hukum Oleh Nama : Wahyu Agung Prakosa NIM : A.111.14.0073 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG TAHUN 2018
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
USM
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH LETTER C : STUDI KASUS JUAL BELI
TANAH DI KELURAHAN KALITIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN
SLEMAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – tugas dan
Memenuhi Syarat – syarat Guna Menyelesaikan
Program Studi Strata I Ilmu Hukum
Oleh
Nama : Wahyu Agung Prakosa
NIM : A.111.14.0073
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMARANG
TAHUN 2018
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyhelesaikan skripsi dengan judul “Kepastian Hukum Hak Atas Tanah
Letter C : Studi Jual beli Tanah di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan
Kalitirto” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat dalam menyelesaikan
pendidikan progam strata satu (S1) pada fakultas hukum universitas semarang.
Dalam penulisan skripsi ditemui beberapa kesulitan, namun berkat bantuan, motivasi,
bimbingan dan doa dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu B. Rini Heryanti S.H.,M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang.
2. Ibu Dhian Indah Astanti, S.H., M.H., Selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
3. Bapak Supriyadi, S.H., M.Kn. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini.
4. Terkhusus untuk Bapak Sutarto dan Ibu Hening Widayati sebagai orang tua saya yang
telah memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materill hingga terselesaikan skripsi
ini
5. Keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Sahabat terbaik peniliti Pungki, Kenyik, Dinar, Pro yang memberi semangat untuk tetap
terus maju dan mendukung apapun keputusan yang peniliti buat.
7. Teman terbaik peneliti Yulian Rizki, Rafi, Ardika, Intan yang membantu selama proses
pembuatan skripsi ini
8. Roselily yang telah menjadi alasan dan selalu mendesak dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Hidup ini seperti sepeda. Agar tetap seimbang, kau harus terus bergerak.
Saya persembahkan Skripsi ini kepada :
1. Kedua Orang Tua Tercinta
2. Saudara- saudara yang telah mendukung
3. Serta orang-orang yang mencintai dan menyayangi saya
ix
ABSTRAK
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki fungsi yang sangat
penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup di dunia. Tanah memegang peran yang
sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, terlebih bagi
negara Indonesia sebagai negara yang demokrasi dan bercorak negara agraris, maka tanah
harus diberdayagunakan dan dikelola agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Sehingga permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana kepastian
hukum hak atas tanah Letter C dan hambatan – hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan jual
beli tersebut serta bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hmbatan yang ada.
Metode penelitian yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yuridis
sosiologis dengan spesifikasinya deskriptif analitis. Data yang dipergunakan adalah data
primer dan didukung data sekunder dengan analisis datanya kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanah yang masih Letter C tidak bisa menjadi bukti kepemilikan tanah
yang kuat berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Pasal 32 ayat (1). Letter C
yaitu tanda bukti berupa salinan catatan yang dari Kantor Desa atau Kelurahan. Transaksi jual
beli tanah dipedesaan biasanya cukup dengan dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan
dengan disaksikan oleh Kepala Desa. Hambatan yang ditemui yaitu proses jual beli
membutukan waktu yang lama serta tanah yang akan dijual merupakan tanah waris yang
didalam tanah tersebut terdapat lebih dari satu nama yang berhak atas tanah waris tersebut.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yaitu pembeli tanah harus
memperhatikan data tanah yang akan dijual, baik data fisik maupun data yuridis, penyuluhan
tentang pentingnya sertipikat
Kata kunci : Letter C, Bukti Kepemilikan Tanah, Sertipikat, Jual beli
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN MEMPERBANYAK .............................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN JUDUL ..................................................................................... iv
HALAMAN IDENTITAS ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
D. Keaslian Penulisan ......................................................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan .................................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 11
A. Bukti Kepemilikan Tanah ............................................................................................ 11
1. Sertipikat Hak Atas Tanah ...................................................................................... 12
2. Fungsi Sertipikat...................................................................................................... 14
3. Pengertian Letter C .................................................................................................. 15
B. Jual Beli ........................................................................................................................ 18
1. Jual Beli Tanah Menurut Hukum Adat ................................................................... 18
2. Jual Beli Tanah Menurut PPAT .............................................................................. 20
3. Kedudukan Tanah yang Belum Bersertifikat .......................................................... 22
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 27
A. Tipe / Jenis Penelitian. ................................................................................................. 27
B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................................... 27
C. Metode Penentuan Sampel ........................................................................................... 28
D. Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 28
E. Metode Analisis Data ................................................................................................... 30
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................................................... 31
A. Kepastian hukum jual beli hak atas tanah terhadap tanah Letter C di Kabupaten
Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto .......................................................... 31
1. Pendaftaran Tanah ................................................................................................... 34
2. Proses Jual Beli Tanah Letter C di Kelurahan Kalitirto .......................................... 37
B. Hambatan – hambatan yang Terjadi dalam Pelaksanaan Jual Beli Tanah dengan Status
Letter C di Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto dan Upaya
untuk Mengatasi Hambatan yang Ada ......................................................................... 41
BAB V PENUTUP .................................................................................................................. 47
A. Simpulan ...................................................................................................................... 47
B. Saran ............................................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, memiliki fungsi yang
sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup di dunia. Tanah
memegang peran yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, terlebih bagi negara Indonesia sebagai negara yang
demokrasi dan bercorak negara agraris, maka tanah harus diberdayagunakan dan
dikelola agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, hal ini sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
ditulis UUD 1945), yang menyatakan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar
untuk kemakmuran rakyat”.
Namun yang terjadi di lapangan sangat berbeda dengan apa yang telah
diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3), dimana masih sering terjadi
sengketa tanah mengenai hak kepemilikan tanah yang sah. "Permasalahan tersebut
pada umumnya disebabkan karena tidak ada atau kurangnya bukti kepemilikan
tanah. Pada masyarakat pedesaan misalnya, secara turun temurun masyarakat
tinggal di tanah yang berasal dari nenek moyang dengan bukti kepemilikan yang
sangat minim bahkan ada yang tidak ada buktinya”1. Padahal tanda bukti
1Diyas Mareti dan Isharyanto, “Analisis Keberadaan Letter C sebagai Bukti Kepemilikan Hak Atas
Tanah yang digunakan sebagai Penjaminan Kredit Bank dengan Pembebanan Hak Tanggungan”,
Volume 5, No 2, hlm. 54, (online)
(https://jurnal.uns.ac.id/repertorium/article/view/17704, diakses 3 Maret 2018).
a. Akta PPAT membuktikan secara otentik telah terjadinya jual beli sebidang
tanah tertentu pada hari tertentu, oleh pihak-pihak tertentuyang disebut
didalamnya;
b. Adanya bukti berupa suatu Akta PPAT dimana merupakan syarat bagi
pendaftaran jual belinya oleh Kepala Kantor Pertanahan; Dilakukannya
jual beli dihadapan PPAT dengan Akta PPAT sebagai buktinya bukan
merupakan syarat bagi syahnya jual beli yang dilakukan;
c. Syahnya jual beli dilakukan oleh terpenuhinya syarat-syarat materiil bagi
jual beli, yaitu syarat umum bagi sahnya suatu perbuatan hukum ( Pasal
1320bKUHPerdata), pembeli memenuhi syarat bagi pemegang hak atas
tanahnya, tidak dilanggar ketentuan Landreform, dan dilakukan secara
terang, tunai, nyata ( Keputusan Mahkamah Agung 123/K/Sip/1970).
“Terhadap suatu hak atas tanah belum didaftar baik sistematik atau sporadik
yang berarti tanah tersebut tidak memiliki alat bukti, namun kadangkala dilakukan
peralihan hak atas tanah melalui jual beli. Biasanya jual beli hak atas tanah yang
belum bersertipikat dilakukan melalui pembuatan akta dibawah tangan dengan
diketahui oleh Kepala Desa/Lurah”20. Peralihan hak atas tanah melalui jual beli
dengan akta dibawah tangan tersebut tentu tidak dapat dijadikan dasar untuk
melakukan pendaftaran peralihan haknya, kecuali dilakukan pembuatan akta
perjanjian otentik dihadapan pejabat yang berwenang.
Proses pembuatan akta jual beli bagi tanah yang belum bersertipikat
sebenarnaya tidak banyak berbeda dengan jual beli tanah yang sudah bersertipikat,
20Andi Hartanto, op.cit., hlm 107.
22
hanya saja persyaratan dokumen yang dilampirkan berbeda sesuai dengan
ketentuan Pasal 39 ayat (1) PP Nomor 24Tahun 1997, yaitu :
1. Harus disertai dengan surat bukti hak atau Surat Keterangan Kepala
Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai
bidang tanah tersebut.
2. Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang
bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan setempat atau
surat keterangan dari Kepala Desa /Kelurahan untuk tanah yang terletak
didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan. Setelah semua
dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan dipenuhi oleh para pihak
barulah dapat dilangsungkan jual beli tanah di hadapan PPAT.
Setiap jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT karena akta PPAT
merupakan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Pendaftaran
tanah baik untuk pertama kali maupun dalam rangka pemeliharaan data karena
terjadi perubahan- perubahan status hukum sebidang tanah merupakan hal yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dimana salah satu hasil akhir dari
pendaftaran tanah adalah diterbitkannya sertipikat sebagai alat bukti yang kuat
hak atas sebidang tanah tertentu, beserta pencatatan atas setiap perubahan yang
terjadi.
3. Kedudukan Tanah yang Belum Bersertifikat
“Menurut UUPA, kepemilikan tanah harus dikuasai oleh suatu hak atas
tanah berdasarkan sertifikat, maka dengan demikian bukti Letter C tidak dapat
dipersamakan dengan sertifikat hak atas tanah, kedudukan sertifikat lebih tinggi
23
dari pada Letter C, karena sertifikat adalah bukti kepemilikan bukti kepemilikan
hak atas tanah yang kuat”21.
“Kutipan Letter C terdapat di Kantor Kelurahan, sedangkan Induk dari
Kutipan Letter C terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dan masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah memiliki alat bukti
berupa girik sebagai alat bukti pembayaran pajak atas tanah. Dan saat ini
dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang ditindak lanjuti dengan
adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang kemudian diganti
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi
diterbitkan hak-hak yang tunduk kepada Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata ataupun yang akan tunduk kepada hukum adat setempat kecuali
menerangkan bahwa hak-hak tersebut merupakan hak adat”22
Sedangkan, dalam Putusan Mahkamah Agung tanggal 10 Februari 1960
Nomor 34/K/Sip/1960, bahwa Surat pethuk pajak bumi/ dokumen Letter C
bukan merupakan suatu bukti mutlak, bahwa sawah sengketa adalah milik orang
yang namanya tercantum dalam dokumen Letter C tersebut, akan tetapi dokumen
itu hanya merupakan suatu tanda siapakah yang harus membayar pajak dari sawah
yang bersangkutan. Status tanah yang memiliki kekuatan hukum Letter C sering
memicu munculnya sengketa karena seringkali terjadi seseorang yang menguasai
atau menggarap tanah tersebut tetapi sertifikat hak atas tanahnya justru atas nama
orang lain, maka pada tahun 1993 dikeluarkanlah Surat Direktur Jenderal Pajak,
tanggal 27 Maret 1993, Nomor : SE-15/PJ.G/1993, tentang Larangan Penerbitan
Letter C Keterangan Obyek Pajak (KP.PBB II), saat ini di beberapa wilayah Jawa
pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, sudah ditiadakannya mutasi
dokumen. Hal ini disebabkan karena banyaknya timbul permasalahan yang ada di
21Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Jilid I, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm, 337. 22Urip santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah (Jakarta: Prenada Media, 2009), hlm,54.
24
masyarakat karena dengan bukti kepemilikan berupa Letter C menimbulkan
tumpang tindih dan kerancuan atau ketidakpastian mengenai obyek tanahnya.
Letter C tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai bukti
kepemilikan atas tanah, karena dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997
Pasal 32 ayat (1) yang berbunyi Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 Pasal 24 ayat (2)
yang berbunyi dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat
pembuktian sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), pembukuan hak dapat
dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersang-
kutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon
pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh
yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh
kesaksian orang yang dapat dipercaya;
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat
atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Dari uraian 2 (dua) pasal diatas sudah jelas bahwa Letter C tidak dapat
dijadikan bukti kepemilikan yang kuat karena data yang ada dalam Letter C tidak
lengkap, sehingga dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Sejak
berlakunya UUPA di Indonesia, masyarakat diminta untuk segera melakukan
25
konversi terhadap tanah – tanah hak lama menjadi hak atas tanah yang memiliki
sertipikat. Menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak
milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Namun, karena kurangnya
kesadaran masyarakat, informasi dan berbagai kendala lainnya, sampai saat ini
tanah-tanah yang belum bersertipikat tersebut masih banyak yang belum di
konversi. “Secara hukum, tanah yang belum bersertifikat tidak dapat dikatakan
sebagai bukti kepemilikan yang sah. Dalam masyarakat hal itu disebut sebagai
girik yang hanya merupakan bukti bahwa pemegang girik sebagai pembayar pajak
atas tanah yang dikuasainya”23. Didalam buku yang ditulis oleh Florianus
menjelaskan bahwa:
“Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah,
dibutuhkan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas dan dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal tersebut dapat
tercapai melalui pendaftaran tanah. Sebagai bagian dari proses pendaftaran
tanah, sertifikat sebagai alat pembuktian hak atas tanah terkuat kemudian
diterbitkan. Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran
tanah adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah
yang bersangkutan. Dokumen tersebut dapat digunakan sebagai jaminan dan
menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas
tanah tersebut”24.
“Dengan adanya sertifikat hak atas tanah maka diharapkan secara yuridis
dapat memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanahnya”25.
Jaminan negara ini dapat diberikan kepada pemilik atau pemegang sertifikat tanah
23Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara atas Tanah, )Yogyakarta: Total Media,
2009), hlm. 83. 24Florianus SP Sangsung, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah (Jakarta: Visimedia,
2007), hlm. 1-2. 25Parlindungan, AP., Pendaftaran Tanah di Indonesia (Berdasarkan PP No. 24 Tahun
1997) (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 2.
26
karena tanah tersebut sudah terdaftar dalam sistem administrasi pertanahan negara
yang sah. Dengan sudah terdaftarnya tanah dalam sistem administrasi negara
memberikan rasa aman bagi pemilik atau pemegang sertipikat karena sudah
memiliki kekuatan hukum yang jelas.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe / Jenis Penelitian.
Dengan memperhatikan apa yang menjadi permasalahan dan tujuan dalam
penelitian ini, maka peneliti menggunakan tipe penelitian hukum yuridis
sosiologis. “Yaitu jenis penelitian yang didasarkan atas kajian terhadap
bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Bekerjanya hukum dalam masyarakat
dapat dikaji dari tingkat efektivitas hukum”26. Maksudnya yaitu penelitian yang
mencari, menafsirkan dan membuat kesimpulan yang berdasarkan kenyataan atau
fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini hukum tidak
semata-mata diidentifikasi hanya sebagai seperangkat norma saja,namun juga
dilihat dari fenomena sosial berupa perilaku yang ada dimasyarakat.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu suatu penelitian
yang mendeskripsikan atau memberi gambaran keadaan subjek atau objek dalam
penelitian dapat berupa orang, lembaga, masyarakat dan yang lainnya yang pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau apa adanya. Melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. “Dengan kata lain
penelitian deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian
kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan hasil
penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya”27
26Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 20. 27Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.35.
28
Dengan penelitian ini akan menggambarkan mengenai hasil dari analisis tentang
kepastian hukum hak atas tanah Letter C: studi kasus sengketa tanah di Kelurahan
Kalitirto Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman
C. Metode Penentuan Sampel
Sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari
suatu populasi dan diteliti secara rinci. Populasi yaitu keseluruhan gejala atau
satuan yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang
masih memiliki catatan Letter C. Sedangkan sampel adalah bagian populasi yang
ingin diteliti. Sampel juga merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang
diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci. Sampel dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. “Pengertian purposive
sampling adalah di mana satuan samplingnya dipilih berdasarkan pertimbangan
tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki
karakteristik atau kriteria yang dikehendaki dalam pengambilan sampel”28.
Sample dalam penelitian ini yaitu proses pendaftaran tanah Letter C di Kabupaten
Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto.
D. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder:
1. Data Primer
Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati
dan diwawancarai. Sumber data primer diperoleh peneliti melalui penelitian
28Ibid, hlm 218
29
atau observasi langsung yang didukung dengan wawancara terhadap
masyarakat yang masih memegang catatan Letter C, lurah atau kepala desa,
camat.Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan
wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar dan bertanya yang dilakukan secara sadar,terarah dan senantiasa
bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan.Hubungan antara penulis
dengan responden dibuat akrab sehingga subyek penelitian bersikap terbuka
dalam menjawab setiap pertanyaan. Responden lebih leluasa dalam
memberikan informasi atau data yang mengemukakan pengetahuan dan
pengalaman yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban terhadap
permasalahan penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan
landasan teoritas berupa pendapat-pendapat atau tulisan- tulisan para ahli
atau pihak-pihak lain yang berwenang dan juga untuk memperoleh
informasi baik dalam ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi
yang ada. Data diambil dari literatur atau buku – buku atau data lain yang
terkait dengan topik yang akan diteliti. Ditambah penelusuran data online,
dengan pencarian data melalui fasilitas internet. Data sekunder di bidang
hukum ini terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
30
3. Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah
4. Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah
b. Bahan Hukum Sekunder,yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan
bahan hukum primer yang diperoleh dari kepustakaan yang meliputi
jurnal, buku-buku, literatur.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus
hukum.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitatif, data yang
diperoleh dikelompokkan dan diseleksi dari penelitian lapangan berdasarkan
observasi atau dari hasil wawancara mengenai penelitian ini, kemudian
dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang
diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan
yang dirumuskan. “Analisis kualitatif dilakukan sebelum memasuki lapangan,
selama dilapangan, dan setelah selesai dilapangan”29. Menurut Nasution dalam
buku yang ditulis oleh Sugiono menyatakan “analisis telah dimulai sejak terjun
kelapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”30.
29Ibid, hlm. 336. 30Ibid, hlm. 337.
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kepastian hukum jual beli hak atas tanah terhadap tanah Letter C di
Kabupaten Sleman Kecamatan Berbah Kelurahan Kalitirto
Jual beli hak atas tanah harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT), hal ini dilakukan untuk bukti bahwa telah terjadi suatu transaksi
jual beli hak atas tanah. Dalam PP No 24 Tahun 1997 pada Pasal 1 Angka 24
menyebutkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah
Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu.
Akta yang telah dibuat oleh PPAT tersebut dapat digunakan sebagai tanda bukti
bahwa telah terjadi suatu peristiwa hukum khususnya jual beli hak atas tanah serta
untuk menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari. Jadi praktik jual beli hak
atas tanah saat ini diharapkan ada kepastian hukum untuk menjamin kegiatan
tersebut dengan cara pendaftaran tanah sebelum pelaksanaan jual beli tanah.
Dengan pendaftaran tanah tersebut maka tanah yang dimiliki nantinya memiliki
bukti yang kuat yaitu berupa sertipikat tanah
Namun pada praktiknya di lapangan masih terdapat sebagian masyarakat
yang belum memiliki sertipikat untuk tanah yang dimilikinya. Tanah – tanah yang
belum memiliki sertifikat ini biasanya adalah tanah dari warisan keluarganya
terdahulu sehingga belum memiliki sertifikat dan hanya menggunakan bukti dari
kutipan Letter C sebagai bukti kepemilikan tanahnya. Buku C atau yang sering
disebut sebagai Letter C adalah buku yang disimpan aparatur Desa, buku ini bisa
juga disebut Pepel yang sebenarnya adalah buku yang digunakan oleh petugas
pemungut pajak untuk keperluan pembayaran pajak pada zaman penjajahan
32
kolonial Belanda, dan sekarang dapat dijadikan bukti kepemilikan atas tanah
karena tanah yang tercatat dalam buku tersebut sudah dikuasai bertahun-tahun,
atas dasar itulah notaris maupun petugas di Kantor Pertanahan dapat melihat siapa
yang berhak atas kepemilikan tanah yang belum bersertipikat disuatu desa31.
Permasalahan yang sering terjadi dalam kutipan buku Letter C ini adalah
keterangan mengenai tanah yang ada dalam kutipan tersebut kurang lengkap
Ketentuan mengenai Letter C sebagai bukti pendaftaran tanah diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No.2 Tahun 1962 mengenai
Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia atau surat pemberian hak dan
instansi yang berwenang, dalam peraturan ini menjelaskan bahwa sifat yang
dimiliki Letter C hanya sebagai bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti
hak atas tanah secara yuridis yaitu sertipikat. Selanjutnya dalam PP No 24 Tahun
1997 Pasal 32 Ayat (1) menjelaskan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut
sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang
bersangkutan.
Dari dua peraturan yang disebutkan diatas sudah menjelaskan bahwa buku
kutipan Letter C tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan tanah yang kuat karena
data – data tanah yang tercantum dalam buku kutipan Letter C kurang lengkap
dan juga buku kutipan Letter C hanya digunakan sebagai bukti pembayaran pajak
atas tanah tersebut dan bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas
tanah secara yuridis yaitu sertipikat. Sehingga sangat perlu tanah yang masih
31 (https://omtanah.com/2010/04/15/apa-itu-buku-cletter-c-masalah-pertanahan/ diakses tanggal 14