JURNAL GENDHING PUSPITA PANCAWARNA DALAM PEMENTASAN WAYANG KULIT KI BAYU SUGATI: Analisis Garap Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1 pada Program Studi Seni Karawitan Kompetensi Pengkajian Karawitan Oleh: Maria Esy Puspasari 1010451012 JURUSAN KARAWITAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2017 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
22
Embed
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta - digilib.isi.ac.iddigilib.isi.ac.id/2632/7/JURNAL.pdf · dengan cara wawancara dan diskografi. Dalam gendhing ini terdiri dari 3 jenis Dalam gendhing
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
JURNAL
GENDHING PUSPITA PANCAWARNADALAM PEMENTASAN
WAYANG KULIT KI BAYU SUGATI:Analisis Garap
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratanguna mencapai derajat sarjana S-1 pada Program Studi Seni Karawitan
Kompetensi Pengkajian Karawitan
Oleh:
Maria Esy Puspasari1010451012
JURUSAN KARAWITANFAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA2017
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
1
GENDHING PUSPITA PANCAWARNA DALAM PEMENTASANWAYANG KULIT KI BAYU SUGATI: Analisis Garap
Maria Esy Puspasari1
Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
ABSTRAKGENDHING PUSPITA PANCAWARNA DALAM PEMENTASAN
WAYANG KULIT KI BAYU SUGATI: Analisis Garap. Penulisan inibertujuan untuk meneliti garap gendhing Puspita Pancawarna dalam PementasanWayang kulit oleh Ki Bayu Sugati dengan menggunakan metode deskriptifanalisis, Penjelasan dalam tulisan ini diperoleh dari observasi dan study pustakadengan cara wawancara dan diskografi. Dalam gendhing ini terdiri dari 3 jenisgendhing yaitu ladrang, lancaran dan sampak yang dipakai dalam adegan kundurkedhaton yang terletak pada jejer pertama dalam pakeliran. Dalam analisis garapPuspita Pancawarna ini penulis mejelaskan tentang fungsi garap dalam adegankundur kedhaton, rampogan hingga budhalan. Hal ini menarik karena dalamgarap ini, terdapat beberapa perbedaan dengan pagelaran wayang kulit padaumumnya diantaranya letak budhalan yang dimajukan dan beberapa nuansaberbeda yang di hasilkan dari perpaduan antara garap dengan pengadegan.
Kata Kunci: Puspita Pancawarna, Garap, Kundur kedhaton, Pakeliran.
PENDAHULUAN
Garap gendhing Puspita Pancawarna adalah gendhing yang digunakan
dalam pementasan wayang kulit Ki Bayu Sugati, untuk mengganti gendhing
ayak-ayak slendro nem yang dalam Pakeliran gaya Yogyakarta mengiringi
adegan kundur kedhaton. Menariknya rangkaian sajian gendhing ini, bahwa
budhalan yang biasanya berada setelah limbukan, maka penyajiannya dimajukan
sebelum limbukan. Inilah yang membuat sajian garap gendhing Puspita
Pancawarna berbeda dengan garap lainnya. Hal ini pula yang membuat penulis
tertarik untuk meneliti rangkaian garap dalam gendhing Puspita Pancawarna.
Selain alasan tersebut, di dalam gendhing ini juga terdapat gaya tabuhan yang
layak untuk dikaji.
Nama Puspita Pancawarna diambil dari subtansi garap tersebut yang terdiri
dari berbagai bentuk gendhing yang dirangkai dan diselaraskan, menjadi satu
1 Alamat: Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2
garapan adegan kundur kedhaton. Gendhing yang dipakai adalah, bentuk ladrang,
lancaran dan sampak. Dilihat dari segi tabuhan, garap gendhing Puspita
Pancawarna merupakan garap komposisi yang menarik, karena menggabungkan
antara karawitan gaya Yogyakarta dengan teknik tabuhan dari daerah lain dan
beberapa instrument musik diluar karawitan. Inilah yang mendasari penulis
tertarik untuk mendeskripsikan garap ini. Gendhing Puspita Pancawarna oleh Ki
Bayu Sugati biasa digunakan untuk pementasan dalam semua lakon wayang. Hal
ini bertujuan untuk membangun suasana agar gerak wayang lebih bisa dinikmati
sehingga pementasan tidak membosankan, dengan demikian Puspita
Pancawarna dalam pementasan wayang kulit Ki Bayu Sugati dapat dikatakan
sebagai gendhing baku.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yang betujuan untuk
mendeskripsikan garap gendhing Puspita Pancawarna dalam pementasan
wayang kulit Ki Bayu Sugati. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
karawitanologi yaitu sebuah pendekatan tentang garap dan struktur penyajian
sebuah gendhing juga untuk mendapatkan fungsi musik atau gamelan dalam
Garap gendhing Puspita Pancawarna.
Sumber data penelitian yang diperoleh berupa rekaman pementasan,
wawancara, dokumen, dan referensi buku. Data yang diperoleh dari lapangan.
kemudian dikaji dan dianalisis untuk mengetahui fungsi gamelan dan garap
gendhing Puspita Pancawarna.
A. Garap Gendhing Puspita Pancawarna
Nama Puspita Pancawarna sendiri diberikan oleh Ki Bayu Sugati sebagai
sebutan untuk garap ini, selain itu nama ini juga di sebutkan oleh dalang sebagai
tanda dimulainya kundur kedhaton. Dinamakan Puspita Pancawarna dikarenakan
dalam garap ini mengandung 5 bentuk garapan gendhing yaitu (1) garap
Pada prosesi wayangan yang mengiringi jalannya gendhing Puspita
Pancawarna ada beberapa macam kendangan yaitu terdiri dari kendang ladrang
semarangan, kosek, dan untuk lancaran, dan sampak menggunakan kendang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
pinatut. Sedangkan untuk gangsaran menggunakan garap kendangan jogetan
wayang dengan kendang jaipong.
Berikut kendangan ladrang semarangan Ganjil
Buka : xIxIx xPx xB xPx xjxPxjxkxPxPx xjxPxPx gPIrama I
x6x x5x x3x x5 x2x x3x x5x x6 x5x x3x x6x x5 x3x x2x x1x x2. P P B . P jPPj.P . B j.Pj.P P P P Bx3x x1x x2x x3 x5x x3x x2x x1 x2x x1x x2x x3 x1x x1x x2x x1j.Pj.PBj.P j.PBj.Pj.O j.Pj.Oj.P. jKOjOPjPBj.Px3x x2x x1x x2 x3x x2x x1x x2 x2x x3x x5x x6 x1x x2x x3x x5jPBj.PjPBj.j jj Pj.BPjBPB jPBj.PB jPB j.PjBPjBPgB
peralihan kendang kosek I jPP OB jIPjBPjBP gB
Kendangan kosek
P jOP jKI jKO jOOjBO jBOjKP j.P jIB P jBO jOBjOB O jPOjOP jOP jOO P jDI j.D jIP P jII P jII P jPP jPP jKP jIBP B . jIB B B B jKP jKP jIB P B P jOP jKI jKOjOO jBO jBO jIP B B jIP B jKP jIB P B . jIP jBP jBP gB
c. Gendèran
Ricikan gender merupakan ricikan ngajeng yang berperan penting dalam
penyajian gendhing-gendhing terutama pada gendhing lirihan. Dalam penyajian
Gendhing Puspita Pancawarna laras pelog patet nem , gendèran tidak terdapat
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
pada gendhing bagian umpak karena pada bagian umpak gendhing ditabuh
secara soran (keras atau biasa disebut soran), gendèran dimulai dari bagian
ngelik (lirihan) sampai suwuk.
Garap gender ladrang pupita pancawarna bagian (B)
z1xjx2x3xxjx2x3x6xx x x5xx3xxj2x3x x.xx.xx.xxp2x x.xx.xx.xcn1 z1xxj2x3xj.x3xp2xx x3xxjx2x3xj.x2xn3xx.xx.xx.xxp5x x x5xx5xxjx5x6cn7dl.alt tm
zj5x6xj7x6x7jx5xp6x xj7x6x7xxjx5x6xn7x x.xx.xx.xxp5x xjx6x5jx.x3xj.x6cn5 z.xx.xx.xxp.xxx xj5x5x5xx.xn3x.xx.xxj1x2xp3x x x3xx3xxjx3x2cn1kkg dl
zj1x2x3xxj2x3px5x x xjx3x5x6xx2xn1xx x.xx.xx.xxp2x x x.xx.xx.xcn3 zj3x5x6xx3xxp.x x x6xx.xx.nx3xj1x2x3xxj2x3px5x x xj3x5x6xx1xcn5kc kkp3 kkg
x.x x4x x5x xp6 x7x x6x x5x xn4 xjx4x5x4x x5x xp6 x7x x5x x4x ng3B) x4x x x3x x x4x x x5 x3x x x4x x x5x x xn4 x.x x x3x x x3x x xp7 x7x x x1x x x1x x xn7
. . j3j 45 3 4 5 4 . 3 j3j 57 7 j!j !j!j !7Ber- ki-bar - lah ben - de - ra – ku lam-bang su - ci ga-gah per-wi-ra
x.x x x.x x x7x x xp1 x6x x x5x x x4x x xn3 x2x x x1x x x1x x xp7 x4x x x5x x x6x x gxn5. . j7j 7@ j.j 7j6j 5j4j 32 . 1 j1j 1u j3j 45 6 5
Di-se-lu- ruh pan-tai in-do-ne - sia kau te–tap pu-ja-an ba ng-sa
C) x.x x x.x x x7x x xp4 x4xx x x4xx x x5x x xn3 x3x x x3x x x7x x xp4 x4x x x5x x x6x x xn7. . 7 4 j4j 44 j5j 43 j3j 33 j7j 7 4 j4j 44 j5j 6 7
Sia - pa be- ra-ni me-nu-run – kan eng-kau se- ren-tak rak-yat-mu mem-be-la
x.x x x.x x x7x x xp5 x6x x x5x x x4x x xn3 x1x x x7x x xjx3x4xx xp5 x.x x xjx7x6x xjx5x4x xgn3_. . 7 5 j.j 4j3j 2 j 5 ! . 7 j3j 4 5 5 j7j 6j5j 4 3
Sang mer – rah pu-tih yang per - wi -ra berki-bar-lah sla-ma la-ma-nya
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
16
D. Deskripsi Garap Puspita Pancawarna Dalam Aplikasi Pengadegan
Dalam pementasan wayang kulit secara umum khususnya pada jejer pertama
diawali dengan adegan kerajaan yang berisi perembugan untuk memutuskan suatu
persoalan atau menentukan sikap yang kemudian dilaksanakan sebagai titah atau
dhawuh raja. (Poniran, Rasona, 1983, 18) Kemudian kembalilah sang Raja ke
Kedhaton atau kundur kedhaton untuk bertemu dengan permaisuri, adegan ini
merupakan awal dimulainya proses kundur kedhaton.
Garap gendhingnya dimulai dengan buko celuk dengan cakepan Sabdane
sabda sang nata gya kundur angedhaton (Titah Sang Raja yang akan pulang ke
Kerajaan) vokal kor diawal garap ini memberikan kesan tegas dan wibawa bagi
tokoh Raja dalam lakon wayang yang diperankan, dilanjutkan dengan tabuhan
rancak gaya Bali sebagai pengiring menjelang pulangnya Raja ke Kerajaan.
Posisi kelir tetap dengan semua tokoh wayang yang melakukan perembugan
pada adegan sebelumnya setelah itu dalang akan memainkan proses keluarnya
para tokoh wayang satu persatu ke luar kelir dimulai dari sang Raja dan diikuti
oleh para senopati hingga kelir dalam keadaan kosong.
Selama dalang memainkan tokoh wayang satu persatu dalam adegan kundur
kedhaton iringan garap tetap dengan iringan Ladrang puspita panca warna laras
pelog pathet nem yang dimulai dari notasi (a) satu ulihan kemudian peralihan ke
notasi ladrang bagian (b) gending ini disajikan tiga ulihan dua kali dengan sajian
vokal dan kendang garap bedhayan sedangkan racikan balungan menggunakan
garap Bali. Adapun vokal dalam garap bedhayan, wus paripurno sang nata
lengger ngedhaton biyudha sang narpati praja, ing salira tangguh ing ndriya,
kasiliring sari-sari (Telah selesai titah Raja mengadakan musyawarah dan
kembali ke kerajaan, sang senopati kerajaan yang berjiwa tangguh dan
berwibawa) menceritakan perginya sang Raja kembali ke kerajaan yang diikuti
oleh para senopatinya. Pencipta garap menuangkan kronologi kundur kedhaton
dalam cakepan vokal sehingga tidak keluar dari jalur cerita.
Dalam iringan kundur kedhaton ini, garap iringan Puspita Pancawarna
mempunyai fungsi sama atau serba tepat karena rasa gendhing sama dengan rasa
adegan. Sifat sang Raja yang berwibawa, tegas dan mewah tergambar dalam
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
17
iringan yang rampak dan model tabuhan yang berkesan mewah dengan sentuhan
racikan Bali, walaupun masih menggunakan gamelan Jawa.
Setelah adegan kundur kedhaton selesai dalang menampilkan gunungan
sebagai pembeda berubahnya tempat dari dalam keraton ke luar keraton yang akan
dipakai untuk adegan selanjutnya yaitu rampogan, kemudian garap dilanjutkan
dengan lancaran Puspita Pancawarna laras pelog pathet nem yaitu pada notasi
(c) tiga ulihan dengan vokal Surak-suraking wadya, kang wusnya sawego o o, gyo
tumapaking ayudho bela nusa lan bangsa, rawe-rawe rantas malang-malang
putung ( teriak-teriak para bala tentara yang sudah siap siaga bergerak dalam
medan perang membela nusa dan bangsa...semua halangan harus disingkirkan) isi
dari vokal ini mengawali segmen selanjutnya yaitu rampogan yang diawali
dengan keluarnya para senopati yang akan diikuti para pasukan.
E. Fungsi Garap Gendhing Lancaran Puspita Pancawarna Dalam
Rampogan.
Garap iringan dalam rampogan vokal hanya diisi dengan kor satu suara
dengan irama rancak dan tabuhan balungan dalam tempo yang cepat mengiringi
dalang menggerakkan tokoh salah satu senopati dengan gerakan sigrak sesuai
dengan ketukan kendang. Kemudian diikuti dengan bala pasukan senopati keluar
dengan irama mars memberikan suasana tegap dan tegas.
Ketika keluar bala tentara dalam rampogan menggunakan garap sampak
Puspita Pancawarna laras pelog pathet nem, gendhing ini disajikan dalam bentuk
garapan yang diawali dari buka perpaduan kendang jaipong dengan alat musik
jimbe dan diiringi kor ( ho..ho..ho ) yang mengikuti notasi balungan, kor
bertambah keras dan irama mars lebih terasa dengan adanya iringan snardrum dan
cimbal, menumbuhkan suasana kekompakan dan kedisiplinan. Ramainya garap
dalam adegan ini diharap dapat mengalihkan perhatian penonton untuk tetap
melihat jalannya Pakeliran. Kemudian setelah notasi rampogan dilanjutkan
gangsaran, lancaran, dan sampak. Garap ini diulang selama adegan Rampogan.
Dalam adegan rampogan, garap Puspita Pancawarna berfungsi untuk
menguatkan rasa, prosesi perginya senopati perang yang diikuti dengan para bala
tentaranya diiringi dengan kor bersama-sama satu suara sehingga seakan-akan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
18
para bala tentara senopati perang berjalan bersamaan sambil berteriak yel-yel
hingga suasana yang ramai dengan wayang rampogan akan lebih terasa meriah.
F. Fungsi Garap Ladrang Berkibarlah Benderaku Dalam Budhalan.
Dalam segmen ini terdapat jaranan yaitu senopati perang, komandan prajurit
naik kuda atau jaran diiringi oleh prajurit yang dipimpinnya, dalam garap Puspita
Pancawarna, adegan jaranan ini diiringi dengan salah satu lagu nasional
Indonesia yaitu Berkibarlah Benderaku yang ditujukan untuk menanamkan rasa
bela negara namun tetap memegang budaya karena iringan lagu ini tetap
menggunakan gamelan.
Jika melihat wayang yang dimainkan dengan garap yang mengirinya bisa
dikatakan fungsi garap Puspita Pancawarna dalam adegan Budhalan ini
mempunyai fungsi menggantikan, ini terlihat dari komandan perang berkuda yang
diiringi dengan lagu nasional indonesia Berkibarlah Benderaku. Garap yang
dipakai dalam adegan ini adalah Ladrang Berkibarlah Benderaku laras pelog
pathet barang, gendhing ini disajikan 3 ulihan, untuk ulihan ke 1 dimulai pada
notasi (A) dengan irama tanggung kemudian masuk bagian (B) dan (C) disertai
dengan vokal kor. Ulihan ke 2 kembali pada notasi (A) selanjutnya notasi (A) (B)
dan vokal dengan garap kendang jaipong. Pada ulihan ke 3 semua ricikan dan
vokal kembali pada bagian (C) dengan garap kendangan dangdut hingga suwuk.
Tempo dalam adegan ini digarap dengan tempo yang agak lambat berbeda
dengan garap ketika adegan kundur kedhaton dan rampogan, namun disinilah
tujuan garap ini diciptakan, gerakan komandan perang yang digerakkan dalang
bersamaan dengan laju kuda dan bala tentara terlihat lebih bisa dinikmati tempo
dan ayunan dalang mengisyaratkan gerakan kuda yang sedang berjalan lebih
terlihat hidup walaupun dengan garap iringan yang pada dasarnya kontras dengan
wayang yang dimainkan.
Garap Puspita Pancawarna juga mengandung unsur pendidikan dan
pembentukan watak. Penanaman jiwa nasionalis bela Nusa dan Bangsa terdapat
dalam garap Puspita Pancawarna khususnya di adegan Budhalan ini. Dilihat dari
segi pemilihan lagupun, diambil dari lagu nasional yang mudah sekali dicerna
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
19
masyarakat, yang diharapkan pesan yang tercantum dalam garap ini dapat lebih
cepat diterima oleh masyarakat yang menyaksikan pagelaran Wayang kulit.
KESIMPULAN
Adegan kundur kedhaton yang dilakukan dalang Ki Bayu Sugati ternyata
berbeda dengan dalang-dalang lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, perbedaan itu
bisa diketahui antara lain, kundur kedhaton versi Ki bayu Sugati terdiri dari tiga
rangkaian yang berhubungan antara satu dengan yang lain, dengan urutan Kundur
kedhaton, rampogan dan budhalan.
Garap Puspita Pancawarna disesuaikan dengan adegan yang diiringi,
pada adegan kundur kedhaton diiringi gendhing garap Puspita Pancawarna
dengan garap irama I, irama II, dilanjut dengan lancaran. Selanjutnya adegan
rampogan diiringi sampak Puspita Pancawarna, sedangkan budhalan diiringi
ladrang berkibarlah benderaku.
Pada adegan Kundur kedhaton yang dilakukan dalang Ki Bayu Sugati,
adegan budhalan yang biasanya dilakukan setelah limbukan dimajukan sebelum
limbukan, hal ini dilakukan untuk menunjukkan garap Puspita Pancawarna pada
saat Pakeliran masih banyak penontonnya, juga untuk menarik penonton supaya
berkenan untuk tetap menyaksikan jalannya Pakeliran hingga akhir.
Mengingat tuntutan masyarakat atas pertunjukan wayang kulit secara
umum, maka banyak perubahan yang terjadi dalam pementasan wayang kulit itu
sendiri. Perubahan yang signifikan sangat perlu dilakukan akan tetapi harus ada
norma dan estetika dalam kesenian yang mengatur perubahan tersebut sehingga
tidak jauh keluar dari tujuan berkesenian sesungguhnya. Perubahan inilah yang
membuat sekarang muncul gendhing dan gaya baru dalam pagelaran wayang
kulit.
KEPUSTAKAAN
A. Sumber Tertulis.
Bekel Tjondromeduro. Gendhing Karawitan Dalam Pakeliran Wayang kulitPurwo Yogyakarta Satu Tinjauan Instrument Gender. Skripsi S-1, JurusanKarawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta, 1988.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
20
Hastanto Sri. Konsep Pathet Dalam Karawitan Jawa. Surakarta: ISI PressSurakarta, 2009.
Kayam Umar. Kelir Tanpa Batas. Yogyakarta: Pusat Studi KebudayaanUniversitas Gadjah Mada, 2001.
Murtiyoso Bambang, Waridi, Suyanto, Kuwato, Putranto, Tri Harijadi.Pertumbuhan Dan Perkembangan Seni Pertunjukan Wayang: Citra EtnikaSurakarta, 2004.
Soeroso. Kamus Istilah Karawitan Jawa. Yogyakarta: Perpus ISI Yogyakarta,1999.
_______. Menuju Ke Garapan Komposisi Karawitan. Yogyakarta: AkademiMusik Indonesia, 1983.
Somarno Poniran, Atot Rasona. Pengetahuan Pedalangan. Jilid I. DepartemenPendidikan dan Kebudayaan, 1983.
Supanggah Rahayu, Bothekan Karawitan. Jilid I. Jakarta: MSPI, 2002.
_______. Bothekan Karawitan. Jilid II Garap. Surakarta: ISI Press Surakarta,2009.
Sutejo Bimbang. Fungsi dan Peran Ayak-ayak dalam garap karawitan gayayogyakarta. Skripsi S1 Jurusan Karawitan, Fakultas seni Pertunjukan, ISIYogyakarta, 2012.
Sutrisno R. Kawruh Pedalangan. Surakarta: ASKI Surakarta, 1976.
Wulan Karahinan, R.B. Gendhing-gendhing Mataraman Gaya Yogyakarta danCara Menabuh. Jilid I. Yogyakarta: Kawedanan Hageng PunokawanKridha Mardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, 1991.
Yudoyono Bambang. Gamelan Jawa: Awal Mula Makna Dan Masa Depannya.Kebayoran: PT. Karya Unipress, 1984.
Susetya Wawan. Dalang Wayang dan Gamelan. Yogyakarta: Narasi. 2007.
Kasidi. Mitos Drupadi Dewi Bumi Dan Kesuburan. Yogyakarta: BP ISIYogyakarta, 2014.
Bambang Sri Atmojo. R. Kendhang Pamijen: Gendhing Gaya Yogyakarta.Yogyakarta: Laporan Penelitian Yang dibiayai oleh dipa Yogyakarta: ISIYogyakarta, 2011.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
21
B. Sumber Lisan
Ki Bayu Sugati, 49 tahun, dalang pakeliran gaya yogyakarta, Pajangan, Sleman,Yogyakarta.
Pembayun Mara Putra, 31 tahun, pencipta garap Puspita Pancawarna, Pajangan,Sleman, Yogyakarta
C. Diskografi
Rekaman pagelaran wayang Ki Bayu Sugati 7 Maret 2016.