UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK (Studi Kasus Pada Petani Jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan) RINGKASAN Oleh: DIAH AWALIA RAHMAWATI 0710443015 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS MALANG 2012
81
Embed
UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI · PDF filePROGRAM STUDI AGRIBISNIS MALANG 2012 . ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK
(Studi Kasus Pada Petani Jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan)
RINGKASAN
Oleh: DIAH AWALIA RAHMAWATI
0710443015
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG 2012
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Januari 2012
DIAH AWALIA RAHMAWATI
NIM. 0710443015-44
iii
RINGKASAN
DIAH AWALIA RAHMAWATI. 0710443015. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus Pada Petani Jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan). Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. M. Muslich Mustadjab, MSc sebagai pembimbing utama, Fahriyah, SP. M.Si sebagai pembimbing kedua.
Penelitian ini didasarkan pada adanya perkembangan ilmu pertanian dan ledakan penduduk yang menyebabkan kebutuhan pangan meningkat, sehingga saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan terhadap kebutuhan pangan. Penggunaan pupuk kimia sintetis serta penggunaan pestisida mengalami peningkatan, dengan adanya revolusi hijau tersebut mengakibatkan permasalahan yang disebabkan kesalahan manajemen di lahan pertanian seperti terjadinya pencemaran akibat penggunaan pupuk kimia maupun pestisida.
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, disamping itu juga terjadi kelangkaan pupuk dan pestisida sehingga harganya semakin mahal, dilain pihak harga jual hasil panen tidak mengalami peningkatan yang memadai dengan kenaikan harga inputnya, akibatnya pendapatan petani akan menurun. Dengan demikian penting artinya penelitian ini dalam rangka memperoleh masukan untuk peningkatan pendapatan petani.
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: ‘’Sejauhmana penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan pendapatan petani’’. Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk organik dan pupuk non organik ; (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani.
Penelitian ini dilakukan di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan. Penentuan responden dilakukan dengan cara sensus, dengan jumlah 31 orang yang terdiri dari 14 petani jagung pengguna pupuk organik dan 17 petani jagung pengguna pupuk non organik.
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Untuk melihat sejauh mana penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan pendapatan petani digunakan analisis uji beda dua rata-rata dan analisis regresi dengan dummy variabel penggunaan pupuk.
Hasil analisis tujuan pertama menunjukkan bahwa pendapatan petani jagung pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik. Perbedaan tersebut nyata pada � = 0.011, hal itu dikarenakan biaya usahatani yang dikeluarkan pengguna pupuk organik jauh lebih rendah. Hasil analisis tujuan kedua menunjukkan bahwa variabel produksi jagung, biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan dummy pupuk berpengaruh nyata terhadap pendapatan dengan probabilitas sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi yang diperoleh nyata pada � = 0.000 sedangkan biaya benih/ha tidak tampak pengaruhnya pada pendapatan/ha. Nilai koefisien dummy untuk jenis pupuk menunjukkan perbedaan fungsi pendapatan/ha dari usahatani jagung petani yang menggunakan pupuk organik dan petani yang tidak menggunakan pupuk organik. Koefisien tersebut nyata secara
iv
statistika pada � = 0,227. Artinya pendapatan petani pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding petani yang tidak menggunakan pupuk organik.
Atas dasar hasil penelitian tersebut disarankan (1) Agar dapat meningkatkan pendapatan, perlu peningkatan penggunaan pupuk organik, sehingga struktur tanahnya menjadi lebih baik, dengan demikian produksi/ha dapat meningkat, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan pendapatan usahataninya. (2) Produktivitas tenaga kerja perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan penyuluhan tentang budidaya jagung yang baik, sehingga tenaga kerja menjadi lebih terampil dalam berusahatani, dengan demikian produksi akan meningkat dan pendapatan juga meningkat. (3) Diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih luas sehingga bisa menyimpulkan pengaruh penggunaan benih terhadap pendapatan usahatani, karena secara teoritis penggunaan benih berpengaruh nyata terhadap produksi, yang pada gilirannya akan berpengaruh pula pada pendapatan.
v
SUMMARY
DIAH AWALIA RAHMAWATI. 0710443015. The Effort of Increasing Farmers Income Through The Use of Organic Fertilizer ( Case Study on Corn Farmers at Surabayan Village, Sukodadi District, Lamongan Regency). Supervised by Prof. Dr. Ir. M. Muslich Mustadjab, M.sc and Fahriyah, SP. M.Si.
This study was based on the development of agricultural science and the population explosion that lead to the increases of demand for food, so the green revolution in Indonesia give significant results on food needs. The use of synthetic chemical fertilizers and pesticide use has increased, with the green revolution resulted in the problems that caused by mismanagement on agricultural lands such as the occurrence of pollution due to use of chemical fertilizers and pesticides.
The use of chemical fertilizers and pesticides that excessive resulted in environmental damage, as it also happens scarcity of fertilizer and pesticides so the price is more expensive, on the other hand the selling price does not yield a sufficient increase with the increased of input prices, resulting in farmers income will decline. Thus the significance of this study in order to obtain input to increase farmers income.
The main problem in this research is: ''How far the use of organic fertilizers can be increase farmers income''. The objective in this research are: (1) To analyze the costs and income of corn farming who use organic fertilizer and nonorganic fertilizer; (2) To analyze the factors that affected farmers income.
The research was conducted in the Surabayan Village, Sukodadi District, Lamongan Regency. And the research respondent determination by census, which the amount of 31 with consist of 14 corn farmers who use organic fertilizer and 17 corn farmer who use non organic fertilizer.
Method of data collection used in this study were interview, observation and documentation. To see how far the use of organic fertilizer can be increase farmers income using average different two test analysis and regresion analysis with dummy variable.
The results of the first objective analysis shows that the income of corn farmers users organic fertilizers is higher than not using organic fertilizers. The difference is significant at � = 0011, that caused by the incure of organic fertilizer users was much low. The results of the second objective analysis shows that the variable of corn production, labor costs, fertilizer cost and dummy of fertilizer have real impact on income with a probability of 0.000, means the regresion coefficients significant at � = 0.000. While the seed cost/ha did not appear the effect on income/ha. Dummy coefficient for the type of fertilizer indicated the different functions of the income/ha corn farmers who use organic fertilizers and farmers who do not use organic fertilizer. That coefficients was significant statistically of � = 0.227. That means the farmers income who use organic fertilizers was higher than farmers who do not use organic fertilizers.
On the basis of that study suggested that (1) In order to increase the income, need to increase the use of organic fertilizers, than soil structure can be
vi
better, so the production/ha can increase, and than farmers income also increase. (2) To increase farmers income, productivity of labor must be increased by increasing the extension of the good corn cultivation, so the labor become more skilled in farming, than production can be increased and income will also increase. (3) Need continuing to research wider, so it can be concluded the influence of the use of seed to farmers income, because theoretically the use of seed real impact to production, than in turn will also affect the income.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah yang
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Upaya
Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus
Pada Petani jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten
Lamongan).” Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. M. Muslich Mustadjab, M.Sc, selaku dosen pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam menyusun skripsi ini.
2. Ibu Fahriyah, SP. M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan dalam menyusun skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Abdul Wahib M.Ms dan Ir. Heru Santoso, SU selaku dosen penguji
atas saran yang telah diberikan.
4. Bapak Dr. Ir. Syafriyal, MS selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas
Pertanian.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan dorongan motivasi dalam pengerjaan
skripsi ini.
6. Seluruh perangkat desa dan petani jagung di Desa Surabayan, Kecamatan
Sukodadi, Kabupaten Lamongan yang bersedia meluangkan waktu untuk berbagi
informasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Untuk itu segala
kritik dan saran sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Malang, Januari 2012
Penulis
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tuban, pada tanggal 2 September 1989 dan merupakan
putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Abdul Muiz dan Ibu Hj.
Mardliyah.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak Aisiyah Bustanul Affal
pada tahun 1993 lulus tahun 1995, dan melanjutkan di Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah 04 pada tahun 1995 lulus tahun 2001, lalu melanjutkan ke SMPM 12
Lamongan pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke
SMAM 1 Gresik pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007,
penulis diterima menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang dengan Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................... ii SUMARY ............................................................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................... vi RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii �. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 3 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 4 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Penelitian Terdahulu ................................................. 6 2.2. Tinjauan Teori Tentang Pupuk Organik ............................... 7 2.2.1. Pengertian dan Manfaat Pupuk Organik .................... 7 2.2.2. Sumber Bahan Organik .............................................. 7 2.3. Tinjauan Tentang Budidaya Jagung ...................................... 10 2.3.1. Klasifikasi Tanaman Jagung ………………………… 10 2.3.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung ................................. 10 2.3.3. Budidaya Tanaman Jagung ......................................... 10 2.3.4. Hama Penyakit Tanaman Jagung ................................. 11 2.4. Tinjauan Tentang Usahatani ................................................. 12 2.4.1. Pengertian Usahatani ................................................. 12 2.4.2. Penerimaan Usahatani ................................................ 13 2.4.3. Biaya Usahatani ......................................................... 13 2.4.4. Pendapatan Usahatani ................................................ 14 III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran .............................................................. 15 3.2. Hipotesis ............................................................................... 18 3.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................... 19
x
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ...................................... 22 4.2. Metode Penentuan Responden .............................................. 22 4.3. Metode Pengumpulan Data .................................................... 22 4.4. Metode Analisis Data ............................................................. 23 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian ........................................ 28 5.1.1. Letak Topografi ............................................................ 28 5.1.1. Luas dan Batas Wilayah .............................................. 28 5.2. Keadaan Penduduk ................................................................. 28 5.2.1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ........... 28 5.2.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ......... 29 5.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur .............. 30 5.3. Kondisi Sektor Pertanian ....................................................... 31 5.3.1. Sumber Irigasi .............................................................. 31 5.3.2. Hasil Tanaman Pangan ................................................ 31 5.4. Karakteristik Responden ........................................................ 32 5.4.1. Umur ........................................................................... 32 5.4.2. Tingkat Pendidikan ..................................................... 33 5.4.3. Jumlah Tanggungan Keluarga .................................... 33 5.4.4. Kepemilikan Lahan ...................................................... 34 5.4.5. Kepemilikan Rumah .................................................... 35 5.4.6. Kondisi Fisik Rumah ................................................... 35 5.4.7. Kepemilikan Alat Transportasi dan Informasi ............. 36 5.4.8. Kepemilikan Alat Trasportasi ...................................... 36 5.4.9. Pengalaman Usahatani ................................................ 37 5.5. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Jagung ................. 38 5.6. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani .................................................................................................. 43 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ............................................................................ 47 6.2. Saran ...................................................................................... 48 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 49
1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ........................ 29 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ...................... 30 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur ......................... 30 4. Sumber Irigasi .......................................................................... 31 5. Hasil Tanaman Pangan ............................................................ 31 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur .............. 32 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .......... 33 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ........ 34 9. Kepemilikan Lahan ................................................................. 34 10. Kepemilikan Rumah ............................................................... 35 11. Kondisi Fisik Rumah .............................................................. 35 12. Kepemilikan Alat Komunikasi dan Informasi ........................ 36 13. Kepemilikan Alat Transportasi ............................................... 36 14. Pengalaman Usahatani ............................................................. 37 11. Rata – Rata Biaya, Penerimaan dan Pendapatan ..................... 38 12. Hasil Uji Regresi Linear Berganda .......................................... 43
1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................ 51 2. Kuisioner Responden .............................................................. 52 3. Hasil Analisis Uji Beda Dua Rata-Rata Biaya ....................... 59 4. Hasil Analisis Uji Beda Dua Rata-Rata Penerimaan ............. 60 5. Hasil Analisis Uji Beda Dua Rata-Rata Pendapatan ............ 61 6. Hasil Analsis Regresi Fungsi Pendapatan ............................... 62 7. Dokumentasi Lapang ………………………………………… 65
xiv
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Istilah pertanian organik sudah lama dikenal oleh masyarakat luas, yaitu sejak
ilmu bercocok tanam dikenal oleh manusia. Dimana pada saat itu semuanya
dilakukan secara tradisional dan menggunakan bahan-bahan alamiah (Antara, 2002).
Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia,
maka kebutuhan pangan juga meningkat dan saat itu revolusi hijau di Indonesia
memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, dimana
penggunaan pupuk kimia sintetis, serta penggunaan pestisida mengalami
peningkatan. Dengan adanya hal tersebut ditemukan berbagai permasalahan yang
disebabkan kesalahan manajemen di lahan pertanian seperti terjadinya pencemaran
pupuk kimia maupun pestisida, penurunan kualitas lahan, dan penurunan kesehatan
manusia akibat kelebihan pemakaian bahan tersebut.
Di Indonesia, kasus keracunan pestisida mulai muncul pada pertengahan
tahun 1990-an. Tahun 1995 di Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan sentra
penghasil bawang merah, dilaporkan ada beberapa buruh tani menderita kebutaan dan
stroke. Diperoleh keterangan bahwa ternyata buruh tani tersebut setiap harinya
terlibat langsung dengan pestisida kimia, yaitu sebagai tenaga penyemprot hama.
Bahkan sepuluh tahun sebelum kasus di Brebes, juga dilaporkan adanya dampak
negatif penggunaan pestisida di Kabupaten Tanah Karo, Sumetera Utara. Dari data
rumah sakit paru-paru di kabupaten tersebut diperoleh bahwa 90% pasiennya
merupakan petani yang setiap harinya akrab dengan pestisida (Firdaus, 2009).
Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai
disadari, sehingga mulai dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menjaga
lingkungan lebih sehat agar dapat menghasilkan produk yang bebas dari pencemaran
bahan kimia sintetis. Sejak saat itu mulai dilakukan kembali pertanian secara alamiah
(back to nature), yaitu dengan cara mengurangi penggunaan pupuk kimia sintetis, zat
pengatur tumbuh, serta penggunaan pestisida yang secara tidak langsung dapat
menimbulkan kerusakan tanah.
xv
Selain bahaya atau efek yang ditimbulkan pupuk kimia, terjadi kelangkaan
pupuk yang menyebabkan petani mulai mengurangi ketergantungan terhadap pupuk
kimia. Menurut Daniel (2008), produksi pupuk di tahun 2008 diperkirakan hanya 6
juta ton, sementara konsumsi meningkat mendekati 9 juta ton di tengah
perkembangan perkebunan dan juga tanaman pangan. Hal tersebut menyebabkan
petani merasa resah karena pemerintah juga menaikkan harga eceran pupuk 20
hingga 40 persen (Seponada, 2010). Namun, harga jual dari hasil panen tidak selalu
mengikuti kenaikan sesuai harga sarana produksi tersebut, akibatnya pendapatan
petani menurun.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya kelangkaan pupuk serta
menjaga dan memperbaiki lahan dari kerusakan akibat kelebihan penggunaan pupuk
anorganik, maka petani mulai berupaya untuk mengganti penggunaan pupuk kimia
dengan pupuk organik. Dimana, pupuk organik merupakan pupuk yang sebagian
besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman atau
hewan yang dapat berbentuk padat atau cair dan berfungsi untuk memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Peran pupuk organik tersebut ke depan sangat penting
dan strategis, disamping dapat memperbaiki tingkat kesuburan tanah, penggunaan
pupuk organik dapat secara langsung atau tidak langsung dapat mengurangi
kebutuhan pupuk anorganik. Dengan berkembangnya usahatani menggunakan pupuk
organik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanah yang nantinya dapat
meningkatkan produktivitas tanaman yang menyehatkan serta dapat meningkatkan
pendapatan petani dan dapat memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat.
Seperti halnya tanaman jagung yang merupakan tanaman yang banyak
diminati karena mengandung banyak manfaat, dan memiliki kandungan gizi yang
cukup tinggi. Permintaan jagung di pasar domestik semakin meningkat seiring
berkembangnya industri pakan ternak dan pangan. Diperkirakan lebih dari 55%
kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk industri pakan ternak, sedangkan
untuk kebutuhan bahan baku industri pangan sekitar 30%, sisanya untuk kebutuhan
bibit dan benih (Arifin, 2007). Selama periode 2005-2009, rata-rata luas areal
pertanaman jagung di Indonesia sekitar 3,75 juta ha/tahun. Luas areal pertanaman
xvi
jagung menduduki urutan kedua setelah padi sawah. Akan tetapi produktivitas jagung
di Indonesia masih sangat rendah yaitu 3,67 ton/ha (Deptan, 2009). Masih rendahnya
produktivitas menggambarkan bahwa penerapan pengolahan usahatani jagung belum
sepenuhnya optimal. Menurut Zubachtirodin (2009), terindikasi bahwa peningkatan
produktivitas jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh perbaikan pengolahan
usahatani daripada peningkatan luas panen. Perbaikan pengolahan usahatani salah
satunya dengan pengolahan tanah yang baik, dengan memanfaatkan bahan organik
tanah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas tanaman
jagung.
Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan adalah salah
satu Desa di Lamongan yang berupaya untuk meningkatkan produktivitas atau
peningkatan hasil panen jagung dengan menggunakan pupuk organik sebagai input
usahataninya. Berkembangnya usahatani dengan penggunaan pupuk organik di
daerah penelitian diharapkan dapat membangun kesuburan tanah secara alami dan
dapat digunakan sebagai pengganti masukan dari penggunaan pupuk kimia dan
meningkatkan produktivitas maupun hasil panen yang diinginkan, sehingga nantinya
dapat meningkatkan pendapatan petani.
Dari penjelasan diatas, maka dirasa perlu dilakukan penelitian tentang
penggunaan pupuk organik terhadap pendapatan, dalam kaitannya dengan
sejauhmana penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan pendapatan petani.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang sering dialami oleh petani di Desa Surabayan, Kecamatan
Sukodadi, Kabupaten Lamongan adalah terjadinya kelangkaan pupuk kimia yang
mengakibatkan semakin meningkatnya harga pupuk. Hal tersebut menimbulkan
keresahan bagi petani karena adanya keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani
mengakibatkan petani tidak dapat memperoleh pupuk dengan mudah dan menjadikan
petani tidak bisa mengolah usahataninya dengan baik. Hal tersebut merupakan
tantangan bagi petani di Desa Surabayan, untuk bisa mengantisipasi dan mencari
solusi dari masalah tersebut. Pengembalian bahan organik ke dalam tanah atau
xvii
pemberian pupuk organik merupakan salah satu hal yang dapat digunakan sebagai
solusi untuk mengatasi dampak kelangkaan pupuk kimia dan juga dapat digunakan
untuk mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif.
Rendahnya produktivitas tanah dan pencemaran lingkungan sering dirasakan
petani akibat dampak penggunaan bahan kimia yang terlalu berlebihan. Sebagian
petani di Desa Surabayan menyadari bahwa produktivitas lahan yang semakin rendah
telah menyebabkan menurunnya hasil panen. Menurunnya produktivitas tersebut
menjadikan tidak dapat terpenuhinya hasil yang diusahakan, sehingga menimbulkan
kerugian bagi petani. Untuk dapat meningkatkan kesuburan tanah maka penggunaan
pupuk organik seharusnya lebih ditingkatkan. Dalam hal ini, Desa Surabayan,
Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan merupakan salah satu daerah yang telah
mempraktekkan penggunaan pupuk organik dalam usahataninya. Salah satu tanaman
yang diusahakan di desa tersebut adalah jagung, karena jagung mudah untuk
dibudidayakan dan cenderung memiliki permintaan yang relatif tinggi. Dengan petani
menggunakan pupuk organik sebagai input usahataninya, petani berupaya untuk
dapat membangun kesuburan tanah, menjaga ekosistem lingkungan, dan
meningkatkan produktivitas tanaman dalam jangka panjang, dengan harapan dapat
menekan biaya usahatani yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan bagi petani.
Berdasarkan uraian diatas, masalah umum penelitian ini dapat di rumuskan
sebagai berikut: “Sejauh mana penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan
pendapatan petani”
1.3. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, dapat di rumuskan tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk
organik dan pupuk non organik di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi,
Kabupaten Lamongan.
xviii
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jagung di
Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pengaruh penggunaan pupuk organik
terhadap pendapatan petani.
2. Sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan
pendapatan melalui penggunaan pupuk organik.
3. Sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik yang
serupa.
xix
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Telaah Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan beberapa
peneliti mengenai pendapatan petani dan penggunaan pupuk organik di beberapa
daerah, terdapat berbagai perbedaan, persamaan, tujuan serta metode yang digunakan
oleh masing-masing peneliti mengenai pendapatan petani. Seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Hermawati (2006) mengenai studi penggunaan pupuk organik
pada kelompok tani Musyawarah Tani I di Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu. Dimana penelitian tersebut ditujukan untuk menganalisis kuantitas,
pendapatan serta faktor-faktor sosial ekonomi yang berkaitan dengan penggunaan
pupuk organik terhadap tanaman selada dan strowbery dengan menggunakan analisis
uji beda rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan rata-rata
petani pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding dengan petani pengguna pupuk
anorganik, hal itu dikarenakan harga jual produk pertanian organik lebih tinggi dan
total biaya yang dikeluarkan dari produk pertanian organik lebih rendah, sehingga
pendapatan petani relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani pengguna pupuk
anorganik.
Dalam penelitian skripsi ini, metode analisis data yang dipakai adalah uji
beda dua rata-rata dan analisis regresi fungsi pendapatan dengan dummy variabel.
Sedangkan penelitian diatas menggunakan metode analisis uji beda dua rata-rata.
Secara spesifik penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian diatas, sehingga hasil
penelitian diatas dapat digunakan sebagai pembanding dan masukan untuk penelitian
skripsi ini.
Riskiardi (2001) meneliti tentang peningkatan pendapatan petani dengan
usahatani sistem pertanian organik. Penelitian dilakukan pada petani buncis RW.13
Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Penelitian tersebut dengan
menggunakan metode analisis uji beda dua rata-rata (t hitung) untuk
membandingkan tingkat produksi, biaya produksi dan pendapatan, serta analisis
fungsi produksi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendapatan petani
xx
usahatani sistem pertanian organik lebih tinggi dibanding dengan non organik. Hal itu
dikarenakan total biaya produksi yang dikeluarkan dari usahatani sistem pertanian
organik lebih rendah dibandingkan total biaya produksi yang dikeluarkan dari
usahatani sistem pertanian non organik, walaupun produksi yang dihasilkan dari
pertanian organik lebih rendah dari anorganik, akan tetapi harga jual dari pertanian
organik lebih tinggi dari pertanian anorganik. Sedangkan hasil analisis fungsi
produksi (cobb douglass) dapat diketahui bahwa penggunaan benih, pupuk, pestisida
dan tenaga kerja dalam usahatani sistem pertanian organik dan non organik
berpengaruh nyata terhadap produksi.
Dalam penelitian skripsi ini, komoditas yang diteliti adalah jagung dan
berlokasi di Desa Surabayan, sedangkan penelitian diatas komoditas yang diteliti
adalah buncis yang berlokasi di Desa Sukopuro. Persamaannya adalah sebagian alat
analisis yang digunakan, seperti analisis uji beda dua rata-rata. Sehingga dari hasil
penelitian diatas dapat digunakan sebagai pembanding untuk penelitian skripsi ini.
2.2.Tinjauan Teori Tentang Pupuk Organik
2.2.1. Pengertian dan Manfaat Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang mengandung senyawa organik, baik berupa
pupuk organik alam atau senyawa bentukan maupun pupuk hayati (Sugito, et al,.
1995).
Menurut Candrawardhana (2010) pengertian pupuk organik adalah pupuk
yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman,
hewan, dan manusia yang dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Penjelasan teori diatas merupakan landasan dari penelitian skripsi yang
dilakukan, dimana pupuk organik merupakan pupuk alami yang baik untuk kesuburan
tanah, peningkatan produktivitas tanaman dalam jangka panjang serta dapat
mengurangi adanya pencemaran lingkungan serta kualitas dari hasil panen yang baik.
xxi
2.2.2. Sumber Bahan Organik
Menurut Atmojo (2003) sumber bahan organik yang dapat digunakan sebagai
pupuk dapat berasal dari: sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman,
pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos.
1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing, dan sisa
makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari jenis ternak,
umur dan keadaan hewan, sifat dan jumlah amparan, dan cara penyimpanan pupuk
sebelum dipakai. Hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang
dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran. Penyusun pupuk kandang yang
paling penting adalah komponen hidup, yaitu organisme tanah, pada sapi perah
seperempat hingga setengah bagian kotoran hewan merupakan jaringan mikrobia.
2. Sisa Tanaman
Sisa tanaman dapat berperan sebagai suatu cadangan yang dapat didaurkan
kembali untuk pengawetan hara. Di lingkungan petani, sebagian besar jerami padi
digunakan untuk alas ternak dan sebagai pakan ternak. Untuk tujuan ini, sebagian
besar hara yang terkandung dalam sisa, kemungkinan dikembalikan ke tanah dalam
bentuk pupuk kandang jika kotoran ternak tersebut ditangani dengan tepat.
3. Pupuk Hijau
Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan
tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang
digunakan berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini untuk
mengikat N2-udara dengan bantuan bakteri penambat N, menyebabkan kadar N
dalam tanaman relatif tinggi. Akibatnya pupuk hijau dapat diberikan dekat dengan
waktu penanaman tanpa harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.
Tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau apabila tanaman tersebut cepat
tumbuh, bagian atas banyak dan lunak (succulent) dan kesanggupannya tumbuh
cepat pada tanah yang kurang subur.
4. Sampah Kota
xxii
Sampah kota merupakan bahan organik dapat ditemukan di kota-kota besar.
Suatu teknologi yang dapat direkomendasikan untuk pemanfaatan sampah kota
adalah pengomposan. Sifat yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sampah kota
adalah: (1) Adanya kontaminasi gelas, plastik dan logam, sehingga bahan-bahan ini
perlu dikeluarkan dari bahan pupuk; (2) Kandungan hara, dimana nilai C/N bahan
pada umumnya masih relatif tinggi sehingga perlu pengomposan; (3) Komposisi
organik sampah kota sangatlah bervariasi, bahkan kadang-kadang terdapat senyawa
organik yang bersifat racun bagi tanaman; (4) Terdapat banyak sekali macam
mikrobia dalam sampah kota baik bakteri, dan fungi, bahkan perlu diwaspadai adanya
mikrobia patogen bagi tumbuhan atau manusia.
5. Limbah Industri
Limbah organik dari industri sering merupakan masalah lingkungan yang
menyulitkan dalam penanganannya. Suatu kelompok limbah industri yang
mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber hara untuk tanaman adalah
limbah dari industri pemrosesan makanan. Beberapa masalah yang harus diperhatikan
untuk diatasi dalam kaitannya dengan penggunaan limbah untuk pupuk antara lain :
(1) adannya logam mikro dan atau logam berat (missal Zn, Cu, Ni, Cd, Cr, dan Pb),
(2) kemungkinan adanya senyawa organik racun, (3) kemungkinan adanya bibit
penyakit (patogen), dan (4) adanya kelebihan N lepas ke lingkungan. Oleh sebab itu,
perlu diketahui secara cermat diskripsi menyeluruh industri yang bersangkutan,
sehingga mengetahui bahan baku dan penunjang yang digunakan, serta proses
perubahan yang terjadi, sehingga akan diketahui pula bahan ikutan yang mungkin
terbawa dalam limbah industrinya.
6. Kompos
Proses pengomposan adalah suatu proses penguraian bahan organik dari
bahan dengan nisbah C/N tinggi (mentah) menjadi bahan yang mempunyai nisbah
C/N rendah (matang) dengan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia pendekomposer
(bacteri, fungi, dan actinomicetes). Dalam proses pengomposan, perlu diperhatikan
kelembaban, erasi timbunan, temperatur, penambahan kapur, hara, struktur bahan.
xxiii
Pembuatan kompos semakin berkembang yang diperkaya dengan
mikroorganisme yang dapat mempercepat dekomposisi seperti Trichoderma sp.
Dimana saat ini, telah banyak digunakan teknologi efektif mikroorganisme (EM-4)
yang merupakan permentant (pengurai) limbah organik menjadi pupuk organik, yang
mengandung bacteri Lactobacillus, ragi, actomycete, dan jamur pengurai selulosa
yang dapat membantu proses dekomposisi.
2.3.Tinjauan Tentang Budidaya Jagung
2.3.1. Klasifikasi Tanaman Jagung
Menurut Warisno (1998), secara umum klasifikasi tanaman jagung sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
2.3.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam
awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari,
tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji
yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. Jagung tidak memerlukan
persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan
berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik,
kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %,
sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl
dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl, (Purnomo,2010).
xxiv
2.3.3. Budidaya Tanaman Jagung
Menurut Kuncoro (2006) Cara bertanam dan pemeliharaan tanaman jagung
adalah sebagai berikut:
a. Pengolahan tanah
Pada waktu pengolahan, keadaan tanah hendaknya tidak terlampau basah
tetapi harus cukup lembab sehingga mudah dikerjakan, dan tidak lengket, sampai
tanah menjadi cukup gembur. Pada tanah-tanah berpasir atau tanah ringan tidak
banyak diperlukan pengerjaan tanah. Pada tanah-tanah berat dengan kelebihan air,
perlu dibuat saluran penuntas air. Pembuatan saluran dan pembumbunan yang tepat
dapat menghindarkan terjadinya genangan air yang sangat merugikan bagi
pertumbuhan tanaman jagung.
b. Pemupukan
Tanaman jagung tidak akan memberikan hasil maksimal apabila unsur hara
yang diperlukan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen
secara kwantitatif maupun kwalitatif. Pemberian pupuk Nitrogen merupakan, kunci
utama dalam usaha meningkatkan produksi. Pemberian pupuk phosphat dan kalium
bersama-sama dengan nitrogen memberikan hasil yang lebih baik. Tanaman yang
kekurangan unsur nitrogen, akan nampak kerdil, warna daun hijau muda kekuning-
kuningan, buah terbentuk sebelum waktunya dan tidak sempurna.
c. Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dengan tangan (hand weeding) yang pertama dilakukan pada
umur 15 hari dan harus, dijaga agar, jangan sampai mengganggu/merusak akar
tanaman. Penyiangan kedua dilakukan sekaligus dengan pembumbunan pada waktu
pemupukan kedua: Pembumbunan ini berguna untuk memperkokoh batang dalam
menghadapi angin besar, juga dimaksudkan untuk memperbaiki drainase dan
mempermudah pengairan apabila diperlukan.
2.3.4. Hama Penyakit Tanaman Jagung
Menurut Istiyastuti dan Yanuharso (1996), hama yang biasa menyerang
tanaman jagung, antara lain:
xxv
1. Lalat bibit (Athrigona exigua)
Stadia yang menyerang adalah larva dengan bantuan embun, masuk ke titik
tumbuh dan menyerang bagian pangkal. Tanaman yang diserang menjadi kerdil,
busuk dan akhirnya mati.
2. Uret atau lundi (Hollotrchia hetter)
Merupakan hama perusak akar. Telur, larva, dan pupa terletak di dalam tanah.
Imagonya berupa kumbang kecil berwarna coklat. Stadia yang menyerang adalah
larva, yaitu memakan akar tanaman. Pengendalian hama ini dengan cara
penggenangan air pada tanah yang diduga mengandung larva, telur, dan pupa, agar
larva mati.
3. Penggerek tongkol (Heliothis sp.)
Ulat ini menyerang tongkol yang mulai masak dengan cara melubangi tongkol
yang terserang tidak sempurna.
4. Ulat tanah (Agroti sp.)
Ulat ini menyerang tanaman muda dan biji yang baru berkecambah.
Menyerang tanaman pada malam hari dengan mengerat batang dan terus masuk ke
dalam tanah. Warna ulat tanah ini kelabu bergaris kehitaman.
5. Ulat daun (Prodenia litura F)
Menyerang pupuk daun pada waktu tanaman berumur 1 (satu) bulan.
6. Penggerek daun (Sesamia inferens WLK)
Menyerang pada waktu tanaman telah berbunga. Tindakan pencegahan dapat
dilakukan dengan penyemprotan segera setelah terlihat adanya telur-telur yang
biasanya terletak di bawah daun pada saat menjelang berbunga (Kuncoro, 2006).
Tinjauan teoritis tentang budidaya jagung yang diuraikan diatas sangat
penting dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini, karena merupakan tolak ukur dari
pelaksanaan budidaya jagung di daerah penelitian.
2.4.Tinjauan Tentang Usahatani
2.4.1. Pengertian Usahatani
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat
tersebut yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,
xxvi
perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu, sinar matahari dan
bangunan-bangunan yang didirikan diatas tanah dan sebagainya. (Mubyarto, 1994).
Sementara Rifa’i (1993) menjelaskan usahatani pada dasarnya mengandung
pengertian kegiatan organisasi pada sebidang tanah dan hal mana seseorang atau
sekelompok orang berusaha untuk mengatur unsur-unsur alam, tenaga kerja dan
modal untuk memperoleh hal dari produk pertanian.
Menurut Soekartawi (1995) usahatani biasanya diartikan bagaimana seseorang
mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu-waktu tertentu. Dikatakan efektif
bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki
(yang dikuasai) dengan baik dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya
tersebut menghasilkan output yang melebihi input.
2.4.2. Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani dapat dilakukan dengan
mengalikan jumlah produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Sedangkan Shinta
(2005), juga mendefinisikan penerimaan yang hampir sama dengan penjelasan
Soekartawi (1995), dimana penerimaan usahatani adalah perkalian antar produksi
yang dihasilkan dengan harga jual. Dalam usahatani istilah penerimaan sering disebut
sebagai pendapatan kotor usahatani (gross farm income) yaitu nilai total produk
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Istilah lain penerimaan hasil usahatani yaitu nilai produksi (value of production) atau
penerimaan kotor usahatani (gross return). �
Secara matematis, pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut :
dimana:
TR = Penerimaan Total
Y = Hasil Produksi
Py = Harga y
TR = Y. Py
xxvii
2.4.3. Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan semua pengeluaran yang dipergunakan dalam
suatu usahatani ( Soekartawi, 1995). Dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan
tingkat output, biaya dapat dibagi, sebagai berikut:
1. Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost) = TFC
Menurut Soekartawi (1995), biaya tetap total adalah biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan selalu dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau
sedikit. Contoh dari biaya tetap adalah pajak, alat-alat pertanian, sewa tanah dan
irigasi. Sedangkan Shinta (2005) menjelaskan bahwa Total Fixed Cost (TFC)
merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak mempengaruhi
hasil output atau hasil produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan biaya tetap
itu sama saja.
2. Biaya Variabel Total (Total Variable Cost) = TVC
Biaya variabel total merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh
produksi yang dihasilkan atau keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi variabel. Contohnya biaya untuk sarana produksi (input)
seperti biaya penggunaan tenaga kerja, biaya penggunaan benih, biaya penggunaan
pupuk dan biaya penggunaan pestisida.
3. Biaya Total (Total Cost) = TC
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan
produksi. Yang merupakan penjumlahan antara biaya tetap total dan biaya variabel
total.
TC = TFC + TVC
Dimana : TC = Biaya total / Total Cost TFC = Biaya tetap total / Fixed Cost TVC = Biaya variabel total / Variable Cost 2.4.4. Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Analisis pendapatan dilakukan untuk menghitung
xxviii
seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani. Tingkat pendapatan
ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
� = TR – TC
Dimana : � = Income / Pendapatan (keuntungan usahatani) TR = Total Revenue / Penerimaan Total TC = Total Cost / Biaya Total Keterangan: Apabila nilai TR > TC, maka petani memperoleh keuntungan dalam berusahatani.
Apabila nilai TR < TC, maka petani mengalami kerugian dalam berusahatani.
xxix
III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Secara skematis kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 4
berikut:
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Jagung
Apabila variannya berbeda, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji t dengan
rumus thitung sebagai berikut:
t hitung = �������
����� ����� �
Apabila variannya sama, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji t dengan
rumus thitung sebagai berikut:
t hitung = �������
��� ���� ���
Dimana:
S2 = ( ) ( )
( ) ( )1111
21
222
211
−+−−+−
nnSnSn
��� ����������������� � ���
��� ����������������� � ���
xxxix
Dimana:
S12 = Nilai varian dari biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan
pupuk organik
S22 = Nilai varian dari biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan
pupuk non organik
Xi = Contoh ke-i
X1 = Rata-rata biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk
organik
X2 = Rata-rata biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk
non organik
n1 = Jumlah sampel dari petani jagung yang menggunakan pupuk organik
n2 = Jumlah sampel dari petani jagung yang menggunakan pupuk non organik
Kriteria pengujian beda rata-rata adalah sebagai berikut:
a. Apabila thitung � ttabel, maka tolak H0, dan terima H1 artinya bahwa biaya dan
pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk organik berbeda dengan
biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan pupuk non organik.
b. Apabila thitung � ttabel, maka terima H0 dan tolak H1 artinya tidak terdapat
perbedaan nyata dari biaya dan pendapatan usahatani jagung yang menggunakan
pupuk organik dan yang menggunakan pupuk non organik.
Tujuan 2 : Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi pendapatan
usahatani jagung
Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan 2 adalah analisis
regresi fungsi pendapatan dengan dummy variabel. Analisis ini dapat digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani jagung baik
yang menggunakan pupuk organik maupun yang tidak menggunakan pupuk organik.
Model yang dipakai dalam regresi adalah sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5D
Dimana:
Y = Pendapatan yang dihasilkan petani dari usahatani jagung (Rp/ha)
X1 = Produksi jagung (Kg/ha)
xl
X2 = Biaya benih (Rp/kg)
X3 = Biaya tenaga kerja (Rp/ha)
X4 = Biaya pupuk (Rp/kg)
D = Dummy variabel pupuk
D = 1, Bila petani menggunakan pupuk organik
D = 0, Bila petani tidak menggunakan pupuk organik
b0 = Intersep
b = Koefisien regresi dari X1, X2, X3, X4, D
Pengujian model regresi diatas, dilakukan dengan Uji F (Fisher), Uji
Ketepatan Model (R2), Uji Multikolinieritas. Sedangkan untuk pengujian keberartian
pengaruh masing-masing variabel dilakukan dengan Uji T.
1. Uji F (Fisher)
Uji F (Fisher) digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji F dapat diuji
dengan rumus: ����� �!"��� �!�#�"�$��Dimana : r2 = koefisien determinasi n = jumlah sampel k = derajat bebas pembilang n-k-1 = derajat bebas penyebut Kaidah pengujian:
1) Jika Fhitung > Ftabel maka tolak H0, artinya variabel independen berpengaruh nyata
terhadap variabel dependen
2) Jika Fhitung < Ftabel maka terima H0, artinya variabel independen tidak berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen.
2. Uji Ketepatan Model (R2)
Uji ketepatan model ini dilakukan dengan melihat koefisien determinasi
(R2), dimana R2 merupakan besaran yang dipakai untuk menunjukkan seberapa baik
keseluruhan model regresi dalam menerapkan perubahan dalam nilai variabel terikat.
Apabila R2 sebesar satu atau mendekati satu, maka regresi tersebut semakin baik
xli
hasilnya, artinya bahwa variabel bebas dapat menerangkan perubahan dalam variabel
terikat dengan baik. Sebaliknya bila nilai R2 suatu regresi semakin kecil atau semakin
jauh dari satu, maka regresi tersebut semakin kurang baik hasilnya (tingkat
kepercayaannya), artinya bahwa variabel bebas tidak dapat menerangkan perubahan
variabel terikat.
3. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna,
diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Uji
tingkat derajat multikolinearitas yang terjadi digunakan untuk mencari ada tidaknya
hubungan linier yang serius diantara semua variabel bebas (independent variable)
yang dianalisis dalam model. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel bebas, karena jika hal tersebut terjadi maka variabel-
variabel tersebut tidak ortogonal atau terjadi kemiripan. Variabel ortogonal adalah
variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas bernilai nol. Untuk
mendeteksi apakah terjadi problem multikol dapat melihat nilai Variance Inflation
Factor (VIF).
4. Uji T
Untuk menguji seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel
independen dapat digunakan uji statistik thitung. Uji statistik hitungnya adalah sebagai
berikut:
thitung = % &'()�&'�% (i = 1,2,……….., n )
Dimana: *� = koefisien regresi
+,�*�� = standart error koefisien regresi.
Kaidah pengujian:
a. Jika thitung > ttabel, maka tolak H0, artinya variabel independen (bebas) berpengaruh
nyata terhadap variabel dependen (terikat).
�� Jika thitung < ttabel, maka terima H0, artinya variabel independen (bebas) tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (terikat).�
xlii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian
5.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Lamongan memiliki ketinggian dari permukaan laut 25 m,
suhu rata-rata 20 – 300 C serta luas wilayah 1.812,80 km2 dan memiliki letak BT.
12204'41" dan 122033' 12"LS. Penelitian ini dilakukan di Desa Surabayan, berjarak
pusat dengan Kabupaten Lamongan ± 8 km.
5.1.2. Luas dan Batas Wilayah
Desa Surabayan merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan
Sukodadi Kabupaten Lamongan dengan luas wilayah ± 265,1 Ha. Jarak dengan
Kecamatan Sukodadi adalah 4 km.
Batas-batas wilayah Desa Surabayan adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Sidogembul – Kecamatan Sukodadi
Sebelah Selatan : Desa Tlogorejo – Kecamatan Sukodadi
Sebelah Timur : Desa Sukoanyar – Kecamatan Turi
Sebelah Barat : Desa Plumpang – Kecamatan Sukodadi
Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.
5.2. Keadaan Penduduk
5.2.1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Pada umumnya tiap-tiap penduduk memiliki perbedaan mata pencaharian
antara satu dengan yang lainnya. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di
Desa Surabayan Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 1.
xliii
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Petani 750 45,63
2. Buruh tani 110 6,70
3. PNS 40 2,44
4. Pedagang keliling 10 0,60
5. Peternak 60 3,65
6. Montir 6 0,37
8. Pembantu rumah tangga 8 0,48
9. TNI dan POLRI 6 0,37
11. Karyawan swasta 50 3,04
12. Sopir 10 0,60
13. Tukang batu atau kayu 25 1,52
14. Pelajar 450 27,37
15. Tidak bekerja 80 4,86
Jumlah total 1644 100
Sumber : Monografi Desa Surabayan, 2010
Tabel 1 menunjukkan bahwa mata pencaharian Desa Surabayan,
Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan sebagian besar (45,63 %) adalah petani,
sedangkan buruh tani (6,70 %), PNS (2,44 %), peternak (3,65 %), pengusaha kecil
dan menengah (2,12 %), adapun jenis mata pencaharian terkecil adalah bidan dan
perawat swasta dengan persentase sebesar 0,25 %. Banyaknya penduduk di Desa
Surabayan yang berprofesi sebagai petani merupakan salah satu hal yang
menandakan bahwa sebagian besar pendapatan penduduk di Desa Surabayan
diperoleh dari hasil pertanian yang diusahakan. Selain petani, penduduk di Desa
Surabayan yang melakukan usahatani jagung sebagian ada yang berprofesi sebagai
PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pengusaha kecil dan menengah sebagai pekerjaan
sampingan mereka.
xliv
5.2.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan hal dasar yang dimiliki oleh seseorang
untuk dapat memudahkan dalam menerima informasi dan inovasi yang baru dengan
baik. Distribusi jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Surabayan
Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
TK
SD
SMP
SMA
Diploma
Sarjana
Belum sekolah
81
556
345
540
31
43
48
4,93
33,82
20,98
32,84
1,89
2,62
2,92
Jumlah 1644 100
Sumber : Monografi Desa Surabayan, 2010
Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa
Surabayan sebagian besar (33,82 %.) adalah SD, selanjutnya adalah (32,84 %) adalah
SMA, sedangkan (20,98 %) adalah SMP, dan jumlah terkecil tingkat pendidikan
penduduk di Desa Surabayan (1, 89 %) adalah Diploma. Tingginya jumlah penduduk
di Desa Surabayan yang memiliki tingkat pendidikan SD merupakan salah satu hal
yang menyebabkan penduduk di Desa tersebut kurang dapat berkembang dengan
informasi – informasi baru dari luar.
5.2.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Jumlah penduduk menurut kelompok umur di Desa Surabayan
Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 3.
xlv
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No. Umur Jumlah Persentase (%) 1. 0 – 12 bulan 65 3, 96 2. 1 – 7 tahun 181 11, 00 3. 8 – 18 tahun 285 17, 34 4. 19 – 56 tahun 863 52, 50 5. � 56 tahun 250 15, 20
Jumna 1644 100 Sumber : Monografi Desa Surabayan, 2010
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar umur penduduk Desa
Surabayan adalah 19 – 56 tahun (52, 50 %), selanjutnya 8 – 18 tahun (17, 34%), �
56 tahun (15, 20 %), dan 1 – 7 tahun (11, 00 %) serta 3, 96 % berumur 0 – 12 bulan.
Banyaknya penduduk di Desa Surabayan yang berumur 19 – 56 tahun merupakan
kondisi yang produktif bagi penduduk untuk melakukan pekerjaan yang
menguntungkan.
5.3. Kondisi Sektor Pertanian
5.3.1. Sumber Irigasi
Desa Surabayan memiliki sumber irigasi seperti yang disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Sumber Irigasi yang Ada di Desa Surabayan No Uraian Keterangan 1.
2.
3.
4.
5.
Sungai
Danau
Mata Air
Bendungan atau waduk
Sumur
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Ada
Sumber : Monografi Desa Surabayan, 2010
Tabel 4 menunjukkan adanya sumber air yang digunakan untuk irigasi di
Desa Surabayan yaitu danau, mata air, dan sumur. Sebagian besar petani di Desa
Surabayan melakukan irigasi dengan menggunakan diesel untuk mengairi lahan
pertaniannya.
xlvi
5.3.2. Hasil Tanaman Pangan
Hasil tanaman pangan yang diusahakan di Desa Surabayan disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Tanaman Pangan
No Jenis Palawija Luas (Ha) Ton/Ha
1. Jagung 8,2 6
2. Padi 10,4 5,5
3. Kedelai 3,5 4
Sumber : Monografi Desa Surabayan, 2010
Tanaman pangan yang diusahakan di Desa Surabayan adalah jagung,
padi, dan kedelai. Luas lahan yang paling besar dipakai adalah untuk usahatani padi,
selanjutnya usahatani jagung, dan yang terkecil adalah kedelai.
5.4. Karakteristik Responden
Keadaan sosial ekonomi petani dalam usahatani jagung merupakan hal
yang sangat berpengaruh terhadap keputusan petani dalam melakukan usahatani.
Oleh karena itu perlu diuraikan karakteristik sosoal ekonomi responden dalam
penelitian ini. Keadaan soaial ekonomi meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah
tanggungan keluarga, penguasaan asset dan pengalaman dalam berusahatani.
5.4.1. Umur
Umur merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui tingkat
produktif seseorang dalam melakukan usahatani. Distribusi responden berdasarkan
kelompok umur disajikan pada Tabel 6.
xlvii
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok umur
Petani Jagung
Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk non organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
30 – 40 1 7,15 2 11,77
41 – 50 6 42,86 5 29,41
51 – 60 4 28,57 7 41,18
> 60 3 21,42 3 17,64
Jumlah 14 100 17 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tergolong dalam
kelompok umur 41 – 50 untuk pengguna pupuk organik, dan 51 – 60 untuk pengguna
pupuk non organik. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan distribusi penduduk
menurut kelompok umur didaerah penelitian, dimana penduduk yang berumur 19 –
56 tahun sebesar 52, 50 % dan � 56 tahun sebesar 15, 20 % (Tabel 3). Dengan
demikian sampel penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dengan baik populasi
yang diteliti.
5.4.2. Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel
7.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan
Petani jagung
Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk non organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Tamat SD atau Sederajat
Tamat SMP atau Sederajat
Tamat SMA atau Sederajat
Perguruan Tinggi
3
2
6
3
21,43
14,29
42,85
21,43
6
3
6
2
35,30
17,64
35,30
11,76
Jumlah 14 100 17 100
xlviii
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tergolong dalam
tingkat pendidikan tamat SMA atau Sederajat baik pengguna pupuk organik maupun
pengguna pupuk non organik (pengguna pupuk organik sebesar 42,85 % dan
pengguna pupuk non organik sebesar 35,30 %). Keadaan ini tidak jauh berbeda
dengan distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan didaerah penelitian, dimana
penduduk yang berpendidikan SMA sebesar 32,84 % dan SD sebesar 33,82 % (Tabel
2). Dengan demikian sampel penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dengan
baik populasi yang diteliti.
5.4.3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga yang dimiliki oleh petani merupakan suatu hal yang
dijadikan petani sebagai acuan pengeluaran modal dalam hal berusahatani. Distribusi
responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Anggota Keluarga
Petani jagung
Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk non organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1 – 3
4 – 6
7 – 9
> 9
2
7
5
0
14,29
50
35,71
0
2
12
2
1
11,77
70,58
11,77
5,88
Jumlah 14 100 17 100
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah
tanggungan keluarga 4 – 6 baik pengguna pupuk organik maupun pengguna pupuk
non organik (pengguna pupuk organik sebesar 50 % dan pengguna pupuk non
organik sebesar 70,58 %). Untuk menunjang perolehan produktivitas jagung
pemenuhan tenaga kerja tidak hanya berasal dari keluarga.
xlix
5.4.4. Kepemilikan Lahan
Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan disajikan pada Tabel
9.
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan (ha)
Petani pengguna pupuk
organik
Petani pengguna pupuk
non organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
0,1 ha – 0,5 ha 8 57,14 9 52,94
0,6 ha – 1 ha 5 35,72 5 29,42
� 1 ha – 1, 5 ha 1 7,14 0 0
� 1,5 ha – 2 ha 0 0 2 11,76
� 2 ha 0 0 1 5,88
Jumlah 14 100 17 100
Tabel 9 menunjukkan bahwa kepemilikan lahan petani responden
terbanyak dengan luas lahan 0,1 ha – 0, 5 ha baik pengguna pupuk organik maupun
pengguna pupuk non organik. Hal tersebut menggambarkan tingkat kesejahteraan
petani responden. Data diatas dapat dinyatakan bahwa kesejahtraan petani tergolong
tinggi.
5.4.5. Kepemilikan Rumah
Distribusi responden berdasarkan kepemilikan dan kondisi fisik rumah
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Rumah
Kepemilikan Rumah
Petani pengguna pupuk
organik
Petani pengguna pupuk non
organik
jumlah Persentase (%) jumlah Persentase (%)
Milik sendiri 11 78,57 15 88,24
Bukan milik sendiri 3 21,43 2 11,76
Jumna 14 100 17 100
l
Tabel 10 menunjukkan bahwa rumah yang ditempati responden rata-rata
milik sendiri dengan persentase sebesar 78,57 % petani pengguna pupuk organik dan
88,24 % petani pengguna pupuk non organik. Hal itu berarti petani responden
didaerah penelitian tergolong berkecukupan dari segi ekonomi.
5.4.6. Kondisi Fisik Rumah
Distribusi responden berdasarkan kondisi fisik rumah disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Fisik Rumah
Kondisi Fisik
Rumah
Petani Pengguna pupuk
organik
Petani Pengguna pupuk non
organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Tembok 12 85,72 17 100
Bukan Tembok 2 14,28 0 -
Jumna 14 100 17 100
Tabel 11 menunjukkan bahwa kondisi fisik rumah yang ditempati
responden berupa tembok dengan persentase sebesar 85,72 % yang dimiliki petani
pengguna pupuk organik, sedangkan 100% yang dimiliki petani pengguna pupuk non
organik. Hal itu berarti petani responden didaerah penelitian tergolong berkecukupan
dari segi ekonomi.
5.4.7. Kepemilikan Alat Komunikasi dan Informasi
Distribusi responden berdasarkan kepemilikan alat komunikasi disajikan
pada Tabel 12.
li
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Alat Komunikasi dan Informasi
Kepemilikan Alat
Komunikasi dan
Informasi
Petani Pengguna Pupuk
Organik
Petani Pengguna Pupuk Non
Organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Handphone 14 100 16 94,11
Telepon 1 71,42 3 17,64
Televisi 14 100 17 100
Radio 8 57,14 7 41,17
Tabel 12 menunjukkan bahwa semua responden baik petani pengguna
pupuk organik maupun petani pengguna pupuk non organik memiliki televisi, dan
hanya satu responden dari petani pengguna pupuk non organik yang tidak memiliki
handphone, sedangkan separuh lebih petani responden yang memiliki radio. Hal itu
berarti petani responden didaerah penelitian tergolong berkecukupan dari segi
ekonomi.
5.4.8. Kepemilikan Alat Transportasi
Distribusi responden berdasarkan kepemilikan alat trasportasi disajikan
pada Tabel 13.
Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Alat Transportasi
Kepemilikan
Alat
Transportasi
Petani Pengguna Pupuk
Organik
Petani Pengguna Pupuk Non
Organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
Mobil 2 14,28 5 29,41
Sepeda Motor 13 92,28 15 88,23
Sepeda 6 42,85 9 52,94
Tabel 13 menunjukkan bahwa semua responden baik petani pengguna
pupuk organik maupun petani pengguna pupuk non organik rata-rata memiliki sepeda
motor dengan persentase sebesar 92,28 % yang dimiliki pengguna pupuk organik dan
88,23 % yang dimiliki pengguna pupuk non organik. Sedangkan kepemilikan mobil
lii
petani responden relatif sedikit, dan rata-rata separuh persen kepemilikan sepeda
petani responden. Hal itu berarti petani responden didaerah penelitian tergolong
berkecukupan dari segi ekonomi.
5.4.5. Pengalaman Usahatani
Pengalaman dalam berusahatani merupakan suatu hal yang penting yang
harus dimiliki oleh seorang petani yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
pengetahuan dalam berusahatani. Semakin lama pengalaman petani dalam
berusahatani maka semakin banyak pengetahuan yang didapat dalam berusahatani.
Distribusi pengalaman petani dalam hal berusatani disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani
Pengalaman (tahun)
Petani jagung
Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk non organik
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1 – 5
6 – 10
> 10
4
3
7
28,57
21,43
50
5
7
5
29,41
41,18
29,41
Jumna 14 100 17 100
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar pengalaman usahatani
petani jagung pengguna pupuk organik > 10 tahun, sedangkan pengguna pupuk non
organik sebagian besar adalah 6 – 10 tahun. Hal ini berarti petani jagung pengguna
pupuk organik rata – rata memiliki pengalaman dalam berusahatani lebih lama
dibanding petani jagung pengguna pupuk non organik.
5.5. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Jagung
Hasil analisis biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani jagung
petani yang menggunakan pupuk organik dan non organik di Desa Surabayan,
Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 15.
liii
Tabel 15. Rata – Rata Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Jagung Petani Pengguna Pupuk Organik dan Non Organik Per Hektar Pada Musim Tanam 2010 di Desa Surabayan Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan
Uraian
Petani
Pengguna
Pupuk Organik
Petani Pengguna
Pupuk Non
Organik
Uji Beda
Dua Rata –
Rata
Nilai (Rp) Nilai (Rp) Probability
1. Penerimaan (Rp/ha) 11.903.878 11.459.274 0,595
- Produksi (Kg/ha) 4.409 4.245
- Harga (Rp) 2.700 2.700
2. Biaya total usahatani jagung (Rp/ha) 2.656.720 4.605.786 0,000
a. Biaya tetap (Rp/ha) 602.038 802.569
- Pajak (Rp/ha) 200.000 200.000
- Penyusutan alat (Rp/ha) 402.038 602.569
b. Biaya variabel (Rp/ha) 2.054.682 3.803.217
- Biaya benih (Rp/ha) 397.102 657.924
- Biaya tenaga kerja (Rp/ha) 1.131.089 1.347.225
- Biaya pupuk dan pestisida (Rp/ha) 490.778 1.500.721
- Irigasi (Rp/ha) 35.715 297.348
3. Pendapatan (Rp/ha) 9.247.158 6.853.488 0,011
Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa rata – rata pendapatan yang
diperoleh dari hasil usahatani jagung petani pengguna pupuk organik lebih besar
dibanding dengan pengguna pupuk non organik, dimana pendapatan rata – rata petani
jagung pengguna pupuk organik sebesar Rp. 9.247.158, sedangkan pendapatan rata –
rata petani jagung pengguna pupuk non organik sebesar Rp. 6.853.488.
Perbedaan ini secara statistik nyata dengan probabilitas 0.011, artinya kemungkinan
salah sebesar 0.011 (= 1,1 %). Perbedaan pendapatan tersebut sebanyak Rp.
2.393.670 atau (25,88 %). Hal itu dikarenakan biaya total petani pengguna pupuk non
liv
organik jauh lebih besar dibanding petani pengguna pupuk organik. Tingginya biaya
usahatani jagung petani yang menggunakan pupuk non organik dikarenakan:
a. Penyusutan alat pertanian
Nilai penyusutan alat pertanian petani jagung pengguna pupuk non
organik lebih besar 33,27 % dibanding dengan nilai penyusutan alat pertanian petani
jagung pengguna pupuk organik. Hal itu dikarenakan petani jagung pengguna pupuk
non organik lebih banyak memiliki alat pertanian yang digunakan dalam usahatani
dibandingkan dengan petani jagung pengguna pupuk organik. Alat – alat pertanian
yang digunakan adalah traktor, sapi, cangkul, diesel, selang, handsprayer, ember dan
sabit.
Petani jagung pengguna pupuk non organik rata – rata mengolah tanah
dengan alat pertanian seperti traktor dengan harga sewa perhari sebesar Rp.
500.000. Lahan pertanian non organik yang memiliki luas lahan yang lebih besar (1
ha – 2 ha) memerlukan pengolahan lahan yang lebih lama atau lebih dari satu hari,
sehingga lebih banyak mengeluarkan biaya sewa untuk penggunaan alat pertanian
seperti traktor. Namun ada sebagian kecil dari petani pengguna pupuk non organik
yang juga menggunakan ternak yang dimiliki untuk membantu mengolah lahan
pertaniannya, akan tetapi penggunaan ternak untuk pengolahan lahan non organik
cenderung lebih lama dan kurang efektif karena lahan non organik cenderung
memiliki tekstur tanah yang lebih keras. Selain itu petani yang menggunakan pupuk
non organik juga lebih banyak menggunakan alat petanian seperti diesel untuk
membantu mengairi lahan pertaniannya.
Di daerah penelitian, umumnya petani jagung pengguna pupuk organik
rata – rata mengolah lahan pertaniannya dengan memanfaatkan ternak yang dimiliki
seperti sapi atau kerbau, namun ada juga sebagian kecil petani organik yang
menggunakan traktor, selain itu petani jagung pengguna pupuk organik juga lebih
sedikit yang memakai diesel untuk mengairi lahan pertaniannya.
b. Biaya benih
Biaya benih yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non
organik lebih besar 39,64 % dibanding biaya benih yang dikeluarkan petani jagung
lv
pengguna pupuk organik. Hal itu dikarenakan terdapat perbedaan jenis benih yang
dipakai dalam usahatani. Umumnya petani jagung pengguna pupuk organik rata –
rata menggunakan benih BISI 2 dengan harga Rp. 36.000, sedangkan petani jagung
pengguna pupuk non organik rata - rata menggunakan benih P21 dengan harga Rp.
60.000. Petani jagung pengguna pupuk organik cenderung lebih banyak memilih
benih BISI 2 dikarenakan harganya yang cenderung lebih murah BISI 2 juga mampu
mengikat air lebih lama, sedangkan petani pengguna pupuk non organik cenderung
lebih banyak memilih benih P21 dikarenakan benih tersebut memiliki sedikit
keunggulan dibanding dengan BISI 2 yaitu tanaman cenderung memiliki akar yang
lebih kuat sehingga tanaman tetap tegak jika terkena angin serta lebih tahan terhadap
hama dan penyakit. Selain itu pocelan P21 lebih mudah, sehingga mempermudah
ketika panen.
c. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk
non organik lebih besar 16,04 % dibanding biaya tenaga kerja petani pengguna pupuk
organik. Hal ini dikarenakan usahatani jagung yang menggunakan pupuk non organik
memerlukan perawatan yang lebih intensif dalam hal budidaya khususnya
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Sehingga dibutuhkan tenaga kerja lebih
banyak untuk usahatani jagung yang menggunakan pupuk non organik dibanding
usahatani jagung yang menggunakan pupuk organik. Adapun rata – rata tenaga kerja
yang bekerja dalam usahatani jagung pengguna pupuk non organik adalah 31 orang
dengan rata - rata jumlah hari 20 hari sedangkan petani pengguna pupuk organik 27
orang dengan rata – rata jumlah hari 15 hari. Tenaga kerja yang bekerja dalam bidang
pengolahan tanah pengguna pupuk non organik rata-rata 6 orang dengan rata-rata
jumlah hari 4 hari, yang bekerja dalam bidang penanaman 14 orang dengan rata-rata
jumlah hari 3 hari, yang bekerja dalam bidang pemupukan rata-rata 8 orang dengan
jumlah hari 10 hari, yang bekerja dalam bidang panen 6 orang dengan rata-rata
jumlah hari 4 hari. Tenaga kerja yang bekerja dalam bidang pengolahan tanah
pengguna pupuk organik 4 orang dengan rata-rata jumlah hari 3 hari, yang bekerja
dalam penanaman 13 orang dengan rata-rata jumlah hari 4 hari, yang bekerja dalam
lvi
bidang pemupukan 6 orang dengan rata-rata jumlah hari 6 hari, yang bekerja dalam
bidang panen 5 orang dengan rata-rata jumlah dengan jumlah hari 4 hari.
Petani pengguna pupuk non organik lebih memerlukan tenaga kerja
dalam bidang perawatan tanaman dan penyemprotan seperti pemupukan
menggunakan pestisida. Pemupukan dilakukan lebih dari 8 - 10 kali dalam sekali
musim tanam sebelum tanam dan ketika pertumbuhan masa buah serta dilakukan
penyiangan tanaman seperti pembuangan daun yang terkena hama. Sedangkan petani
pengguna pupuk organik memerlukan lebih banyak tenaga kerja yang bekerja
didalam pengolahan tanah dan panen, hal itu disebabkan petani jagung pengguna
pupuk organik banyak yang mengolah lahannya dengan menggunakan cangkul.
Petani pengguna pupuk organik dilakukan perawatan seperti pemupukan 4 – 5 kali
dalam satu kali musim tanam yaitu pada masa pra pertumbuhan, masa pertumbuhan,
masa hamil, dan masa buah. Sedangkan pada masa panen dibutuhkan tenaga kerja
yang bekerja untuk menebang tanaman serta pemocelan buah yang lebih banyak atau
lebih dari satu orang.
d. Biaya pupuk
Biaya pupuk yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non
organik lebih besar 67,29 % dari biaya pupuk yang dikeluarkan petani jagung
pengguna pupuk organik. Hal itu dikarenakan harga beli pupuk non organik
cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga beli pupuk organik. Adapun jenis
– jenis pupuk non organik yang digunakan dalam usahatani jagung adalah Urea
dengan harga Rp. 1.700 perkilogram, Ponska dengan harga Rp. 2.400 perkilogram,
Za dengan harga Rp. 1.500 perkilogram serta pestisida dengan harga perbotol Rp.
50.000. Jumlah pemakaian pupuk urea per hektar rata – rata adalah 245,467 kg,
jumlah pemakaian ponska per hektar rata – rata adalah 212,399 kg, jumlah
pemakaian Za per hektar rata – rata adalah 13,599 kg, serta jumlah pemakaian
pestisida perhektar rata – rata adalah 10,17 botol. Sedangkan jenis – jenis pupuk yang
dipakai dalam usahatani jagung yang menggunakan pupuk organik adalah mikroba 4
dengan harga Rp. 25.000/2kw, prebiotik dengan harga Rp. 10.000 per botol, serta
nutrisi tanaman dengan harga Rp. 15.000 per botol. Jumlah pemakaian mikroba 4
lvii
perhektar rata-rata adalah 1113.8 kg, jumlah pemakaian prebiotik perhektar adalah 5
botol, sedangkan jumlah pemakaian nutrisi tanaman perhektar adalah 3, 5 botol.
e. Irigasi
Biaya irigasi yang dikeluarkan petani jagung pengguna pupuk non
organik lebih tinggi 87,98 % dari petani jagung pengguna pupuk organik, hal itu
disebabkan sebagian besar petani jagung pengguna pupuk non organik banyak yang
menggunakan irigasi untuk mengairi lahannya, karena lahan pertanian pengguna
pupuk non organik cenderung lebih keras dan kering sehingga membutuhkan lebih
banyak air untuk mengairi lahannya. Sedangkan petani jagung pengguna pupuk
organik umumnya lebih sedikit yang menggunakan irigasi dalam melakukan
usahataninya, karena petani pengguna pupuk organik cenderung memanfaatkan air
hujan untuk mengairi lahan usahataninya, selain itu petani jagung pengguna pupuk
organik tanahnya lebih subur.
Penerimaan yang dihasilkan petani jagung pengguna pupuk organik
lebih besar 3,73 % dari petani jagung pengguna pupuk non organik. Dengan
probabilitas sebesar 0.595, artinya kemungkinan salah sebesar 0.595 yang berarti
bahwa tidak terdapat perbedaan nyata secara statistika antara penerimaan petani
jagung pengguna pupuk organik dan penerimaan petani jagung pengguna pupuk non
organik, dimana rata – rata produksi yang dihasilkan petani jagung pengguna pupuk
organik adalah 4.409 kg, sedangkan petani jagung pengguna pupuk non organik
adalah 4.245 kg. Hal itu dikarenakan tanaman jagung yang menggunakan pupuk
organik menghasilkan buah yang lebih banyak dibandingkan tanaman jagung yang
menggunakan pupuk non organik, selain itu buah yang dihasilkan dari pengguna
pupuk organik memiliki bobot yang lebih tinggi, karena buahnya lebih berisi dan
memiliki tekstur yang lebih padat serta berwarna kuning kemerahan dan mengkilat.
Sedangkan tanaman jagung yang menggunakan pupuk non organik menghasilkan
buah atau tongkol jagung yang kurang berisi atau gembos serta buah berwarna kuning
matang dan sedikit kemerahan.
Dalam hal ini, harga jual jagung yang menggunakan pupuk organik
dan non organik memiliki harga jual yang sama yaitu Rp. 2.700. Persamaan harga
lviii
jual yang diperoleh petani jagung pengguna pupuk organik dan pengguna pupuk non
organik adalah karena komoditas jagung tersebut dipasarkan oleh konsumen yang
sama, yaitu kepada tengkulak yang langsung memborong hasil panen tanpa
membandingkan jenis jagung dari petani yang menggunakan pupuk organik maupun
yang menggunakan pupuk non organik.
5.6. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani
Hasil analisis regresi variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap
pendapatan usahatani jagung disajikan pada Tabel 16.
Tabel 12. Hasil Uji Regresi Linear Berganda
Variabel Koefisien regresi Probability VIF
Konstanta - 1,751 0,036
Produksi (Kg/ha) 2744,798** 0,000 1,155
Biaya Benih (Rp/ha) 0,035 tn 0,956 3,225
Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha) - 0,788 ** 0,000 1,262
Biaya Pupuk (Rp/ha) - 1,337 ** 0,000 6,527
Dummy 430046,020 * 0,227 8,794
F hitung 410,176 **
R2 0, 988
Keterangan : Keterangan : Variabel dependen : Pendapatan (Rp) ** nyata pada � = 0,01 * nyata pada � = 0,25 tn = tidak nyata F tabel (0,01) = 4,64 T tabel (0,01) = 2,77871 T tabel (0,25) = 0,68404
Dari Tabel 16 dapat ditarik kesimpulan bahwa model regresi yang dipakai
sudah cukup memadai. Hal ini tampak dari hasil uji model dengan melihat Uji F, Uji
R2, dan Uji multikolinieritas seperti yang disajikan berikut:
lix
1. Uji F
Berdasarkan analisis keragaman diperoleh nilai F hitung sebesar 410,176
dengan probabilitas sebesar 0,000 dan F tabel sebesar 4,64. Oleh karena F hitung
lebih besar dari F tabel dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka terima H1
dan tolak H0, artinya semua variabel (X) yaitu produksi jagung, biaya bibit, biaya
tenaga kerja, biaya pupuk dan dummy berpengaruh nyata terhadap variabel
pendapatan (Y) dan model tersebut dapat diterima sebagai penduga yang baik dan
layak digunakan.
2. Uji R2
Dari Tabel 16 diperoleh R2 sebesar 0,988 yang berarti bahwa variabel
produksi jagung, biaya benih, biaya tenaga kerja, biaya pupuk serta dummy secara
bersama-sama mampu menjelaskan keragaman variabel pendapatan sebesar 98,8
%, sedangkan sisanya 1,2 % dijelaskan dalam faktor lain yang tidak dijelaskan dalam
model.
3. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas merupakan uji yang digunakan untuk mencari ada
tidaknya hubungan linier yang serius diantara semua variabel bebas yang dianalisis
dalam model. Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa variabel produksi jagung memiliki
hasil VIF sebesar (1,155), biaya benih sebesar (3,225) , biaya tenaga kerja sebesar
(1,262) , biaya pupuk sebesar (6,527) dan dummy sebesar (8,794). Jika hasil VIF
lebih dari 10 maka terjadi persoalan multikolinieritas, begitu sebaliknya jika hasil
VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi persoalan multikolinieritas. karena hasil VIF
pada hasil uji multikolinieritas diatas tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi persolan
dalam multikolinieritas.
Dari ketiga uji model yang dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa
model regresi yang dipakai sudah baik. Selanjutnya untuk melihat keberartian
pengaruh masing-masing variabel dilakukan Uji T pada masing-masing koefisien
regresinya.
lx
1. Produksi
Produksi jagung/ha dalam analisis ini berpengaruh nyata terhadap pendapatan/ha
dengan probabilitas sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi yang diperoleh nyata
pada � = 0.000. Nilai koefisien regresi produksi/ha sebesar 2744,798
menunjukkan bahwa setiap peningkatan produksi sebesar 1 kilogram/ha akan
dapat menaikkan pendapatan petani jagung sebesar Rp. 2744,798/ha. Ini berarti
bahwa didaerah penelitian peningkatan produksi/ha mengakibatkan peningkatan
pendapatan/ha, hal itu dikarenakan didaerah penelitian hasil produksi jagung
secara keseluruhan dijual dan tidak ada yang dikonsumsi sendiri.
2. Biaya benih
Biaya benih/ha dalam analisis ini tidak tampak pengaruhnya pada pendapatan/ha.
Hal ini dikarenakan rata-rata penggunaan benih/ha didaerah penelitian hampir
sama, dengan dosis anjuran PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) sebesar 10 kg/ha,
sedangkan penggunaan benih/ha petani jagung rata-rata sebesar 11.18 kg/ha.
Karena penggunaan benih dari responden tidak bervariasi, akibatnya analisis ini
tidak dapat menunjukkan pengaruhnya terhadap pendapatan petani/ha.
3. Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja dalam analisis ini berpengaruh nyata terhadap pendapatan/ha
dengan probabilitas sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi yang diperoleh nyata
pada � = 0.000. Nilai koefisien regresi biaya tenaga kerja sebesar – 0,788
menunjukkan bahwa setiap peningkatan biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1/ha akan
menurunkan pendapatan sebesar Rp. 0,788/ha. Penggunaan tenaga kerja dalam
penelitian ini rata-rata 28,94 HOK. Hal itu berarti penggunaan tenaga kerja/ha
sudah tinggi, sedangkan pada umumnya rata-rata penggunaan tenaga kerja
sebesar 25 HOK per hektar. Artinya, apabila ditambah tenaga kerja maka
pendapatan/ha akan semakin menurun.
4. Biaya pupuk
Biaya pupuk dalam analisis ini berpengaruh nyata terhadap pendapatan/ha,
dengan probabilitas sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi yang diperoleh nyata
pada � = 0.000. Nilai koefisien regresi sebesar – 1,337 menunjukkan bahwa setiap
lxi
peningkatan biaya pupuk sebesar Rp. 1/ha akan dapat menurunkan pendapatan
sebesar Rp. 1,337/ha. Biaya penggunaan pupuk dalam penelitian ini rata-rata Rp.
1.044.618/ha. Hal itu berarti penggunaan biaya pupuk didaerah penelitian sudah
tinggi. Artinya, semakin banyak pupuk yang digunakan maka pendapatan/ha akan
semakin menurun.
5. Dummy
Nilai koefisien dummy untuk jenis pupuk menunjukkan perbedaan fungsi
pendapatan/ha dari usahatani jagung petani yang menggunakan pupuk organik
dan petani yang tidak menggunakan pupuk organik. Koefisien tersebut nyata
secara statistika pada � = 0,227. Dengan demikian berarti bahwa fungsi
pendapatan petani jagung yang menggunakan pupuk organik lebih besar
dibanding petani jagung yang tidak menggunakan pupuk organik.
lxii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Penggunaan pupuk organik dalam usahatani jagung didaerah penelitian dapat
meningkatkan pendapatan usahataninya. Pendapatan/ha petani jagung pengguna
pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik,
karena biaya total yang dikeluarkan petani pengguna pupuk organik lebih rendah.
Pendapatan petani pengguna pupuk organik sebesar Rp. 9.247.158, sedangkan
petani yang tidak menggunakan pupuk organik sebesar Rp. 6.853.488. Biaya total
yang dikeluarkan petani pengguna pupuk organik sebesar Rp. 2.656.720 dan
petani yang tidak menggunakan sebesar Rp. 4.605.786.
2. Faktor – faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan/ha di daerah
penelitian adalah produksi jagung/ha, biaya tenaga kerja/ha, biaya pupuk/ha, dan
jenis pupuk yang digunakan.
Peningkatan produktivitas jagung/ha sangat berpengaruh pada pendapatan
usahatani karena semua produksi yang dihasilkan dijual kekonsumen. Rata-rata
produksi yang diperoleh petani jagung didaerah penelitian sebesar 4.319 kg.
Penggunaan tenaga kerja dan pupuk berpengaruh pada pendapatan
usahatani dikarenakan jumlah penggunaannya sudah tinggi, dimana rata-rata
penggunaan tenaga kerja/ha petani jagung adalah 28,94 HOK, sedangkan rata-rata
penggunaan biaya pupuk adalah Rp. 1.044.618/ha.
Variabel jenis pupuk yang dilihat dengan variabel dummy menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk organik didaerah penelitian dapat meningkatkan
pendapatan usahatani jagung, walaupun belum nyata meningkatkan produksi,
namun dapat menekan biaya produksinya.
lxiii
Pengaruh variabel biaya penggunaan benih dalam analisis ini belum dapat
disimpulkan karena rata-rata penggunaan benih/ha antar responden sangat kecil
variasinya (rata-rata 11,18 kg/ha).
6.2. Saran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Agar dapat meningkatkan pendapatan, perlu peningkatan penggunaan pupuk
organik, sehingga struktur tanahnya menjadi lebih baik, dengan demikian
produksi/ha dapat meningkat, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan
pendapatan usahataninya.
2. Produktivitas tenaga kerja perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan
penyuluhan tentang budidaya jagung yang baik, sehingga tenaga kerja menjadi
lebih terampil dalam berusahatani, dengan demikian produksi akan meningkat
dan pendapatan juga meningkat.
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang lebih luas sehingga bisa menyimpulkan
pengaruh penggunaan benih terhadap pendapatan usahatani, karena secara teoritis
penggunaan benih berpengaruh nyata terhadap produksi, yang pada gilirannya
akan berpengaruh pula pada pendapatan.
lxiv
DAFTAR PUSTAKA Antara. 2002. Sejarah Pertanian Organik di Indonesia. Available at http://
www.Geocities.com. (verified 20 Desember 2010) Atmojo. 2003. Peranan bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Candrawardhana. 2010. Manfaat Pupuk Organik Untuk Lahan Pertanian. Available
at http://kpa.or.id. (verified 20 Desember 2010) Firdaus. 2009. Dampak Penggunaan Pupuk Anorganik. Available at
http://www.warintek.go.id/. (verified 20 Desember 2010) Hermawati. 2006. Studi penggunaan Pupuk Organik Pada Kelompok Tani
Musyawarah Tani I di Desa Pandanrejo Kecamatan Bumuaji Kota Batu. Skripsi. FP-UB. Malang
Istiyastuti dan Yanuharso. 1996. Hama Penyakit Tanaman Jagung. Penebar
Swadaya. Jakarta. Kuncoro. 2006. Budidaya dan Pemeliharaan Tanaman Jagung. Availabel at
http://nusataniterpadu.wordpress.com. (verivied 3 Januari 2011) Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Rifa’i, B. 1993. Usahatani di Indonesia. Krisnadi. Jakarta. Riskiadi, A. 2005. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Dengan Usahatani Sistem
Pertanian Organik (Studi Kasus Pada Petani Buncis R.W. 13 Desa Sukopuro Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Skripsi. FP-UB. Malang.
Saikhurrozi. 2003. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Bawang Merah Melalui
Usahatani Sistem Pertanian semi organik (Studi Kasus di Desa Sajen Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto). Skripsi. FP-UB. Malang.
Seponada. 2010. Distribusi Pupuk Kimia Terhambat. Available at http://regional1.kompas.com (veirified 3 Januari 2011)
Soekartawi. 1995. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pembangunan Petani Kecil.
UI Press. Jakarta. Sugito, Yogi., Yulia Nuraini dan Ellis Nihayati. 1995. Sistem Pertanian Organik.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
lxv
Sumodiningrat, G. 1995. Ekonometrika Dasar. BPFE. Yogyakarta.
Warisno, 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Zubachtirodin. 2009. Wilayah Produksi dan Pengembangan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros.
lxvi
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
LOKASI PENELITIAN
lxvii
Lampiran 2. Kuisioner Responden
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
KUESIONER PENELITIAN
UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MELALUI PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK
(Studi Kasus di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan)
ENUMERATOR : DIAH AWALIA R. NIM : 0710443015 Tanggal : No. kuisioner : Desa :
lxviii
A. DATA RESPONDEN (PETANI)
a) Identitas Responden
1. Nama : .................................................................
B. LAHAN a) Jenis Lahan : Lahan Sawah / Lahan Tegalan b) Status Lahan : Lahan sendiri / Sewa c) Luas Lahan : …………….. ha d) Jika lahan milik sendiri, berapa biaya pajak lahan tersebut?................. e) Jika lahan merupakan lahan sewa berapa harga sewa lahan per tahun?........
C. USAHATANI JAGUNG 1. Jenis pupuk yang digunakan dalam usahatani jagung?
a. pupuk organik b. pupuk non organik 2. Luas Lahan yang dimiliki dalam usahatani jagung?............................................. ha
D. KEPEMILIKAN MODAL a) Modal yang diperlukan dalam usahatani jagung : Rp…………
b) Asal modal :
- Modal sendiri: Rp…………………………=………………%
- Pinjaman: Rp……………………………...=………………%
lxix
E. BIAYA USAHATANI JAGUNG 1. Biaya bibit dan pupuk No. Keterangan Jumlah (kg,
lt)
Harga (Rp/
kg,lt)
Biaya (Rp)
1. Bibit: a. Jenis Bibit:
2. Pupuk : a. Jenis Pupuk Organik?
b. Jenis Pupuk non Organik
F. PERALATAN PRODUKSI No. Jenis Alat Jumlah Harga
(Rp) Sewa (Rp)
Nilai awal
Nilai akhir
Umur teknis (thn)
Nilai (Rp/Ha/Thn)
1. Traktor 2. Cangkul 3. Sekop 4. Gembor 5. Sabit 6. Ember 7. Karung 8. Selang 9. Diesel
10.
lxx
Jumlah
G. PENGGUNAAN TENAGA KERJA
Keterangan
Dari Keluarga Dari Luar Keluarga
Jumla
h hari
kerja
Jam
hari
kerja
Tenaga
Kerja
Upah
(Rp/Org) Jumlah
Jumlah
hari
kerja
Jam hari kerja
Tenaga
Kerja
Upah
(Rp/org)
Ju
mla
h
P W P W
Persiapan lahan :
a. Pengolahan
lahan
b. Pemupukan
dasar
Penanaman
Pemeliharaan:
a. Penyulama
n
b. Pemberian
air
c. Pemeliharaan
saluran
d. Pemupukan
e. Pembumbun
an
f. Penyiangan
lxxi
Panen dan pasca
panen
H. PRODUKSI JAGUNG
Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk non organik Produksi Jagung Kw Kw Harga Rp. /Kg Rp. /Kg Total Penerimaan Rp. Rp.
I. Pertanyaan Umum
1. Berapa lama Anda melakukan usahatani jagung?
a. 1-5 tahun b. 6-10 tahun c. > 10 tahun 2. Pada bulan dan musim apa menanam jagung di tahun 2010?
3. Berapa kali menanam jagung pada tahun 2010?
4. Berapa kali panen jagung pada tahun 2010?
5. Bagaimana pola tanam jagung tahun 2010?
6. Apakah Anda menggunakan pupuk organik?
7. Sejak kapan anda beralih ke penggunaan pupuk organik?
8. Alasan Anda beralih ke pupuk organik?
9. Dari mana Anda memperoleh pupuk organik?
10. Menurut Anda apa manfaat dari penggunaan pupuk organik dalam usahatani?
11. Menurut Anda, apa perbedaan dari penggunaan pupuk non organik (kimia)
dengan pupuk organik?
12. Berapa rata-rata hasil produksi jagung yang dihasilkan sebelum menggunakan
pupuk organik?
lxxii
13. Berapa rata-rata hasil produksi yang dihasilkan pada usahatani jagung yang
menggunakan pupuk organik?
14. Berapa jumlah produksi yang dihasilkan pada usahatani jagung yang
menggunakan pupuk non organik?
15. Darimana sumber air tanaman jagung yang menggunakan pupuk organik?
16. Darimana sumber air tanaman jagung yang menggunakan pupuk non organik?
17. Bagaimana kebutuhan air untuk tanaman jagung yang menggunakan pupuk
organik?
18. Bagaimana kebutuhan air untuk tanaman jagung yang menggunakan pupuk
non organik?
19. Dimanakah letak lahan untuk menanam jagung yang menggunakan pupuk
organik?
20. Dimanakan letak lahan untuk menanam jagung menggunakan pupuk non
organik?
21. Bagaimana sistem budidaya jagung organik?
22. Bagaimana sistem budidaya jagung non organik?
23. Berapa biaya keseluruhan yang dikeluarkan dalam usahatani pengguna pupuk
organik?
24. Berapa biaya keseluruhan yang dikeluarkan dalam usahatani pengguna pupuk
non organik?
25. Bagaimana hasil kualitas jagung yang menggunakan pupuk organik? Apakah
tongkol jagung lebih besar? Bagaimana warnanya? Dan rasanya?
26. Bagaimana hasil kualitas jagung yang menggunakan pupuk non organik?
lxxiii
27. Bagaimana sistem pemasaran jagung yang menggunakan pupuk organik?
28. Bagaimana sistem pemasaran jagung yang menggunakan pupuk non organik?
29. Apakah anda memiliki alat transportasi? Asa saja jenisnya?
30. Apakah anda memiliki alat telekomunikasi? Apa jenisnya?
31. Apakah anda sewa rumah atau miliki sendiri? Terbuat dari apa (tembok atau
kayu atau yang lainnya) ?
lxxiv
Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Beda Dua Rata-Rata Biaya