UPAYA PENERJEMAHAN ESTETIS PUISI-PUISI ‘UMAR ABÛ RÎSYAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Oleh Hasin Abdullah NIM: 1113024000044 PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M / 1439 H
140
Embed
UPAYA PENERJEMAHAN ESTETIS PUISI-PUISI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38052/2/HASIN... · Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
tidak diberikan padanan, dan padanan budaya.12 Adapun penjelasannya
sebagai berikut:
a. Transposisi
Mengubah struktur kalimat agar dapat memperoleh terjemahan
yang betul. Contoh: “Trade secrest and confidential” →rahasia
dagang.13
b. Modulasi
Memberikan padanan yang secara semantik berbeda artinya atau
cakupan maknanya, tetapi dalam konteks yang bersangkutan
memberikan pesan maksud yang sama. Contoh: “the laws of Germany
govern this Agreement” → Perjanjian ini diatur oleh hukum Jerman.14
c. Catatan Kaki
Memberikan keterangan dalam bentuk catatan kaki guna
memperjelas makna kata terjemahan, hal ini jika dikhawatirkan sulit
dipahami oleh pembaca.15
12 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12. 13 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12. 14 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 12-13. 15 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13.
18
d. Penerjemahan Resmi/Baku
Langsung menggunakan sejumlah istilah, nama, dan ungkapan
yang sudah resmi atau baku dalam Bsa.16
e. Tidak diberikan padanan
Tetap menggunakan bahasa aslinya jika belum terdapat
terjemahan pada Bsa.17
f. Padanan Budaya
Menerjemahkan dengan memberikan padanan berupa unsur
kebudayaan yang ada dalam Bsa.18
3. Strategi Penerjemahan Estetis
Ada beberapa strategi penerjemahan yang bisa digunakan oleh
seorang penerjemah, yang mana hal itu juga berlaku bagi penerjemahan
estetis. Strategi ini diperlukan saat menghadapi konstruksi dan pemaknaan
kata Teks Sumber (Tsu) dan Teks Sasaran (Tsa).19 Adapun strategi-strategi
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mengedepankan dan mengakhirkan (Taqdîm dan Ta’khîr):
Strategi ini mengharuskan penerjemah untuk mengedepankan
kata dalam Bsu yang diakhirkan dalam BSa, serta mengakhirkan kata
dalam Bsu yang dikedepankan BSa. Contoh:
را صباحا ال جامعة إل أحد ذهب مبك 65 4 3 2 1
kampus ke pergi Ahmad sekali pagi-Pagi
16 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13. 17 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 13. 18 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, h. 14. 19 Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab Indonesia Kontemporer, h. 54.
19
56 2 1 3 4
Urutan kata 123456 pada BSu, menjadi urutan 562134 pada BSa,
di mana terjemahannya juga bisa menjadi “Ahmad pergi ke kampus
pagi-pagi sekali”, dengan susunan kata yang hampir sama. Dengan
demikian, sudah kita bisa kita pastikan adanya penggunaan Taqdîm
dan Ta’khîr dalam penerjemahan ini. Hal ini juga menunjukan bahwa
konsruksi kedua bahasa terbsebut berbeda.
b. Menambahkan (Ziâdah)
Pada strategi ini penerjemah harus menambah kata dalam BSa
yang tidak disebut pada BSu. Di mana penambahan yang terjadi dalam
BSa merupakan konsekuensi struktur gramatikal dalam BSu yang
mengaharuskan demikian. Misalnya pada BSu tidak diharuskan
adanya pemarkah predikat untuk predikat berupa nomina, karena
sudah terwakili oleh struktur gramatikal yang menyimpah hal itu. Hal
ini berbanding terbalik dengan BSa yang mengharuskan adanya
pemarkah predikat bagi predikat yang berupa nomina. Contoh:
ف هم القرآن أمر مهم
hal penting merupakanQur’an -Memahami al
c. Membuang (Hażf)
Penerjemahn harus membuang kata dalam BSa yang disebut
dalam BSu. Kata-kata yang dibuang itu karena tidak diperlukan dan
demi kepentingan pengalihan BSu ke BSa, sebab jika tetap
20
dipertahankan kemungkina isi pesannya tidak benar secara bahasa
Indonesia. Contoh:
م ذهب أحد لصيد الس مك ف ي وم من الي
Sebelum mengalami pembuangan terjemahannya berupa “Pada
suatu hari dari beberapa hari Ahmad pergi untuk memancing.”
Setelah mengalami proses pembuangan maka hasil terjemahannya
menjadi; “Suatu hari Ahmad pergi memancing”.
d. Mengganti (Tabdîl)
Pada strategi ini, penggantian struktur kata pada BSu oleh
penerjemah harus dilakukan dengan memerhatikan makna dalam BSa.
Misalnya terdapat beberapa kata dalam BSu namun cukup dengan satu
atau dua kata dalam BSa. Hal ini berkaitan dengan kelaziman
penggunaan konsep dari struktur itu dalam BSa. Contoh:
ع مان ول ي باع ز ي و
Terjemahan yang dihasilkan bisa berupa “diberikan secara
Cuma-Cuma” diganti menjadi “Gratis” dan “Tidak
diperjualbelikan” diganti menjadi “tidak untuk dijual”,
penerjemahannya sepenuhnya dikaitkan dengan konteks yang
melingkupinya.
21
4. Metode Penerjemahan Estetis
Istilah metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris. Dalam
Macquarie Dictionary (1982), a method is a away of doing something,
especially in accordance whit definite plan (metode adalah suatu cara
melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu).
Dengan definisi ini dipahami bahwa metode adalah cara melakukan
sesuatu, dan metode juga berkenaan dengan rencana tertentu. 20
Ada delapan metode penerjemahan yang disampaikan oleh Newmark
dan umum dipakai dalam kegiatan penerjemahan yang dikelompokkan
menjadi dua. Namun hanya ada lima metode yang bisa diterapkan dalam
penerjemahan estetis. Satu di antaranya merupakan metode yang
memberikan penekanan BSu, sedangkan empat lainnya merupakan
metode yang memberikan penekanan pada BSa.
Adapun metode yang memberikan penekanan pada BSu adalah
penerjemahan semantis. Penerjemahan semantis merupakan penerjemahan
yang harus pula mempertimbangkan unsur estetika BSu dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain
itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat diterjemahkan
dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.21
Sedangkan metode yang lebih menekankan pada BSa adalah
sebagaimana penjelasa berikut ini:
20 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 48-49. 21 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), (Bandung: Humaniora,
2005), h. 72.
22
a. Penerjemahan Adaptasi
Adapatasi merupakan metode yang paling bebas dan paling dekat
denga BSa. Metode ini biasa sering digunakan dalam penerjemaha
drama atau puisi, yaitu mempertahankan tema, karakter, dan alur.22
Serupa dengan pendapat di atas adalah pendapat Al-Farisi dalam
bukunya dia menjelaskan bahwa penerjemahan adaptasi merupakan
penerjemahan teks yang paling bebas. Penerjemah berusaha
menyelaraskan budaya BSu pada BSa. Budaya BSu dikonversi ke
dalam BSa, kemudian teks tersebut ditulis ulang dalam BSa. Dengan
demikian, hasil terjemahannya dipandang sebagai penulisan kembali
pesan BSu ke dalam Bsa menggunakan gaya bahasa yang paling wajar
dam mudah dipahami.23
b. Penerjemahan Bebas
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan
mengorbankan bentuk BSu. Pada intinya dalam metode penerjemahan
ini penerjemah hanya memperhatikan pesan yang dimaksud di dalam
teks BSu kemudian dituangkan ke dalam teks BSa dengan gaya
bahasanya. Biasanya, metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih
panjang atau pendek dari aslinya. Penggunaannya biasanya sering kita
temui di media masa.24
22 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), h. 72. 23 M. Zaka Al-Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia, (Bandung: PT. Remaja
Rosydakarya, 2011). h. 56 24 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72.
23
c. Penerjemahan Idiomatik
Penggunaan metode ini oleh penerjemah bertujuan untuk
mereproduksi pesan yang terkandung dalam BSu, tapi sering
menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak
didapati pada versi aslinya biasanya berupa kolokasi dan idiom.25
d. Penerjemahan Komunikatif
Metode penerjemahan komunikatif ini berupaya mereproduksi
makna kontekstual yang demikian rupa, sehingga aspek kebahasaan
maupun aspek isi langsung dapat dimengerti. Oleh kaerena itu, versi
BSanya langsung berterima. Selain itu, metode ini memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan
penerjemahan. Dengan metode ini BSu dapat diterjemahka menjadi
beberapa versi pada BSa, sesuai dengan prinsipnya.26
B. Sastra dan Puisi
Sejauh ini belum ada pendapat yang mendefinisikan sastra secara pasti,
pendapat-pendapat para ahli pun belum bisa dikatakan pendapat yang pas
untuk mendefinisikan sastra. Berbagai pendekatan sudah dilakukan, hasilnya
tetap tidak bisa memberi batasan dan kriteria. Batasan-batasan yang
dikemukakan oleh sebagian ahli ternyata belum sepenuhnya diterima.27
adalah pendekatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mendefinisikan sastra
itu sendiri.
25 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72. 26 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktik), 72-73. 27 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).
h.21
24
1. Pengertian Sastra
Secara etimologi, sastra dalam bahasa Arab disebut أدب (adab), yang
memiliki arti: kesponan, pendidikan, aturan, dan sastra. 28 Sedangkan
dalam bahasa Indonesia kata sastra berasal dari bahasa Sanskerta. Akar
katanya sâs- yang berarti petunjuk, mengarahkan, mengajar. Akhiran –tra
biasanya menunjukkan alat, sarana. Dengan demikian, sastra dapat
dipahami sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau
pengajaran. Adapun kata susastra merupakan kata ciptaan Jawa dan
Melayu mengandung arti pustaka, buku atau naskah.29
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sastra diartikan
sebagai; 1. Bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab
(bukan bahasa sehari-hari); 2. Kesusastraan; 3. Kitab suci Hindu; kitab
ilmu pengetahuan; 4. Kl pustaka; primbon (berisi ramalan, hitungan, dsb;
(5) kl tulisan; huruf.30
Sedangkan secara terminologi satra atau adab, menurut Abd Al-Aziz
Bin Muhammad Al-Faishal yang dikutip oleh Ahmad Muzakki dalam
bukunya menyatakan:
28 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997), h. 13. 29 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 2. 30 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),
edisi keempat, h. 1272.
25
وي ن فس ويذهب ال الدب كل شعر أو ن ثر ي ؤث ر ف ال لة ل دعو إل الفضي
يل وي بع د عن الرذي لة بسلوب ج
Adab adalah setiap puisi atau prosa yang diungkapkan dengan gaya
bahasa yang indah, dapat memengaruhi jiwa, dan mendidik budi pekerti
untuk berakhlak mulia dan menjauhi akhalak tercela.31
Pendapat lainnya, menurut Muhammad Mandur adalah:
ن ف ال ر ث ن ال و ر ع ش ال و ه ب د ال ن إ
Adab adalah puisi dan prosa lirik.32
Berdasarkan pendapat dua ahli di atas bisa disimpulkan bahwa sastra
adalah setiap karya berupa syair (puisi) dan prosa yang diungkapkan
dengan bahasa yang indah, serta dapat memengaruhi jiwa. Itulah definisi-
definisi yang berhasil peneliti himpun untuk menggambarkan seperti apa
bentuk dari sastra. Sedangkan untuk karya sastra saat ini bisa berupa puisi,
pantun, sajak, lagu, novel, cerpen, dan lain sebagainya.
2. Puisi
Penelitian ini hanya memusatkan kajian pada puisi dari sekian banyak
karya sastra yang ada. Hal itu dilatarbelakangi oleh ketertarikan peneliti
terhadap puisi, yang mana puisi memiliki susunan kata yang unik, sarat
31 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2006), h. 32. 32 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 33.
26
akan makna yang dikandung, dan menggunakan bahasa yang indah.
Penjelasan mengenai puisi adalah sebagai berikut:
a. Pengertian Puisi
Secara etimologi, puisi dalam bahasa Arab disebut dengan asy-
Syi‘ru ر الش ع , dalam kamus al-Munawwir disebutkan;
(: الكلم المقفى: الشعر: )ج أشعار
Ucapan yang ber-qâfiyah.33
Puisi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) adalah: E
karangan kesusastraan yang berbentuk sajak (syair, pantun, dsb).34
Adapun dalam KBBI disebutkan, puisi adalah (1) ragam sastra
yang bahasanya terikat oleh irama, mantra, rima, serta penyusunan
larik dan bait; (2) gubahan dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan
ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan
pengalaman hidup dan membangkitkan tanggapan khusus lewat
penataan bunyi, irama, dan makna khusus; (3) sajak.35
Sedangkan secara terminologi, terdapat pendapat beberapa ahli
mengenai puisi. Berikut adalah penjabarannya:
Pakar ‘arud mengatakan pengertian puisi adalah:
33 Ahmad Warson Munawwir, Almunawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Prosgressif, 2002), cet-25. h. 724. 34 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi ke-3, (Jakarta: Balai Pustakan,
2014), cet-12, h. 915. 35 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1112.
27
الكلم الموزون المقفى قصدا
Kata-kata yang berirama dan berqafiyah yang diciptakan dengan
sengaja.36
Pendapat lainnya adalah menurut sastrawan Arab, yaitu:
غالب عر هو الكلم الفصيح الموزون المقفى المعب عن صور اليال االش
البديع.
Puisi adalah kata-kata fasih yang berirama dan berqafiah yang
mengekspresikan bentuk-bentuk imajinasi yang indah.37
Pendapat lainnya, mengenai pengertian syi‘ir, Khatibul Umam
berpendapat bahwa syi‘ir ialah kalimat berbahasa Arab yang disusun
dengan wazan Arab.38
Selanjutnya menurut Ali Badri, syi‘ir adalah kalam yang dibuat
secara sengaja dengan menggunakan pola tertentu berdasarkan pada
wazan Arab.39
Ahmad Asy-Syâyib mengakatan, syi‘ir adalah ucapan atau tulisan
yang memiliki wazan atau bahar (mengikuti prosodi atau ritme gaya
lama) dan qâfiyah (rima akhir atau kesesuaiaan akhir baris/satr) serta
36 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 42. 37 Akhmad Muzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, h. 42. 38 Khatibul Umam, al-Muyasir fî ‘ilmi al-‘Arîḍ, (Jakarta: PT. Hikmah Syahid Indah, 1992), h.8. 39 Cahya Buana, Pengaruh Sastra Arab Terhadap Sastra Indonesia Lama Dalam Syair-Syair
Hamzah Fansuri (Kajian Sastra Banding), (Yogyakarta: mocopatbook, 2008), h. 53.
28
unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding
prosa.
Definisi syi‘ir yang lain, dikemukakan juga oleh Muhammad al-
Kuttânâ dengan mengutip pendapat Al-‘Aqqâd, yaitu ekspresi bahasa
yang indah lahir dari gejolak jiwa yang benar.40 Disebutkan pula
bahwa puisi merupakan karya sastra yang bersifat imajinatif dan
dengan bahasa yang bersifat konotatif, hal itu disebabkan banyaknya
pemakaian makna kias dan makna lambing.
Vincil C. Coulter mengatakan, puisi itu berasal dari kata poet
bahasa Yunani yang memiliki arti ‘membuat’ atau ‘menciptakan’. Di
Inggris kata poet disebut maker. Dalam bahasa Yunani poet berarti
“orang yang menciptakan melalui imajinasinya”, orang yang hampir
menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka kepada dewa-
dewa.41
Selanjutnya menurut Abdul Rozak Zaidah, dkk, dalam Kamus
Istilah Sastra-nya, mengatakan bahwa puisi itu; 1. Ragam sastra yang
bahasanya terikat oleh rima dan tatapuitika yang lain; 2. Gubahan
dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat
sehingga mempertajam kesadaran akan pengalaman dan
40 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2012), h. 10-11. 41 Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, h. 10.
29
membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan
makna khusus; 3. Sajak.42
Itulah ulasan mengenai definisi puisi atau syi‘ir yang disebutkan
dalam bahasa Arab, arti menurut kamus, dan pendapat beberapa ahli.
Sedangkan berikut adalah pengertian puisi di dalam kebudayaan
Indonesia.
Berdasarkan berbagai definisi puisi di atas, baik definisi puisi secara
umum maupun definisi secara spesifikasi untuk syi‘ir (puisi Arab),
diketahui bahwa kebanyakan dari definisi yang telah dipaparkan,
membahas unsur-unsur pembangun puisi dari segi bentuk dan isi, sehingga
puisi itu menjadi sebuah karya sastra. Namun, perlu diketahui juga bahwa
puisi Indonesia dan syi‘ir (puisi Arab) mempunyai berbagai jenisnya.
Syi‘ir dari unsur bentuk terbagi menjadi beberapa bagian jenis atau
macamnya di antaranya: puisi tradisional, puisi lepas (mursal),
muasysyahât dan puisi bebas (hûr).43
a. Puisi Tradisional
Puisi tradisional dalam literatur Arab sering disebut dengan puisi
klasik (qadîm), atau sering juga disebut puisi lâzim/multazim
(biasa/konvesional, atau terikat aturan lama). Puisi ini adalah puisi
Arab yang terikat prosodi/matra gaya lama atau arîḍ (wazan/bahar)
42 Abdul Rozak Zaidan, Anita K Puspita dan Haniah, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1994), h. 159. 43 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 12.
30
dan qâfiyah, yang secara susunan barisnya umum dalam bentuk
qasîdah (dua baris sejajar).44
b. Puisi Lepas
Puisi lepas atau yang dikenal dengan sebutan asy-Syi’r al-Mursal
merupakan puisi yang tidak terikat oleh qâfiah, yakni qâfiah yang satu
dalam satu baris atau larik satuk dengan larik berikutnya tidak sama.
Puisi jenis ini digagas oleh Abû al-‘Atâhiyah.45
c. Syi‘ir Hûr (Puisi Bebas)
Asy-syi’r al-Hûr (puisi bebas) adalah puisi yang tidak terikat
prosodi/matra gaya lama atau arîd dan qâfiyah, yang secara bentuk
terkadang mendekati gaya prosa sastra dan susunan barisnya tidak
dalam bentuk qasîdah , tetapi tersusun ke bawah. Asy-syi’r al-Hûr
model ini persis sama dengan puisi modern Indonesia.
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa puisi bebas ini tidak
terikat oleh arûd dan qâfiyah melainkan mendekati prosa, maka dalam
sastra Arab, asy-Syi’r al-Hûr sering disebut juga dengan sebutan al-
(puisi yang diprosakan) dan an-Naṡar asy-Syi‘ri (prosa liris).46
Secara umum puisi bebas ini terbagi menjadi tiga: pertama, Puisi
yang menggunakan satu bahar tertentu dalam satu baris (saṭr)-nya
sementara dalam baris (saṭr) berikutnya menggunakan bahar lain.
44 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 13. 45 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 23. 46 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 16.
31
Maksud dari bagian pertama ini adalah asy-Syi’r al-Hûr tidaklah
bebas secara keseluruhan dari ‘arîd. Puisi bebas dalam pengertian ini
adalah puisi Arab yang tidak lagi terikat qâfiyah dan tidak terikat
hanya oleh satu bahar dalam satu puisi yang dibuat.47
Kedua, Puisi yang menggunakan satu taf‘ilah (kaki sajak),
berdasarkan jenis bahar tertentu yang memiliki hanya satu taf’ilah,
yaitu bahar kâmil, rimâl, hazaj, rajaz, mutaqârib, khafîf, dan wâfir.48
Ketiga, Puisi yang terbebas dari ikatan qâfiyah, satu bahar dan
taf’ilah dalam setiap baitnya adalah Syi‘ir Mursal dan Muwasysyahât.
Asy-Syi‘ir al-Mursal (puisi lepas) muncul dibawakan oleh Abî al-
Athâhiyah ini pada awal periode Abbasiyah. Dalam Asy-Syi‘ir al-
Mursal, antara qâfiyah yang satu dalam satu baris atau saṭr dengan
yang lainnya dalam baris berikutnya berbeda.49
d. Puisi Muwasysyahât
Puisi Muwasysyahât (puisi yang disulam) ialah puisi yang
menggabungkan model qaṣîdah (baris pertama dan kedua disimpan
sejajar) dan kadang pula modelnya mirip rubâ’iyyah (puisi empat
baris yang antar barisnya tidak sejajar), tetapi dengan tiga baris
tersusun ke bawah pada bagian selanjutnya. Jenis puisi ini dibuat
biasanya untuk dinyanyikan, juga antara bait bagian awal dengan
47 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 16. 48 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 17. 49 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 17.
32
bagian berikutnya berbeda bahar (wazan), dikembangkan dari bahar
rajaz.50
Setelah membahas menegenai puisi, peneliti akan menyampaikan
penyebab yang mengakibatkan lahirnya jenis puisi bebas Arab. Paling
tidak ada dua hal yang melatarbelakangi kemunculannya: pertama,
romantis dan realis puisi Arab modern cenderung mendorong agar puisi
yang dicipta lebih berbobot, karena berangkat dari lirik individual dan
sosial, dan juga mengandung gagasan filosofis dan simbolik. Kedua,
kecendrungan para penyair modern Arab untuk memegang teguh prinsip
kebebasan dalam berkarya bagi para pujangga atau penyair.51
3. Ciri Bahasa dalam Puisi
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bahasa yang terdapat dalam puisi
merupakan bahasa yang khas dan berbeda dari bahasa karya sastra pada
umumnya, bahkan sangat jauh dibandingkan dengan bahasa keseharian.
Pendapat ini sudah diakui oleh semua penikmat sastra maupun masyarakat
pada umumnya.
Pengunaan bahasa di dalam puisi menggunakan ilmu retorika bahasa,
tentunya seorang sastrawan harus menguasainya. Sebab dengan menguasai
retorika bahsa yang baik, ia akan menghasilkan bahasa yang baik dan rapi. Oleh
karenanya, mereka disebut orang-orang yang telaten dalam menerapkan ilmu
retorika untuk menghasilkan bahasa yang baik dalam karyanya, guna untuk
50 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 23-24. 51 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 19.
33
menghasilkan karya yang memiliki nilai sastra tinggi serta nilai estetika yang
baik.
Selain penggunaan ilmu retorik, bahasa puisi juga tidak terlepas dari
stilistika (gaya bahasa). Stilistika adalah ilmu tentang penggunaan bahasa atau
gaya bahasa yang dipakai dalam karya sastra, seperti puisi atau prosa.52 Melalui
stilistika kekhasan bahasa pada puisi atau karya sastra yang lainnya dapat
terlihat. Berbicara tentang stilistika yang sering digunakan dalam puisi
diantaranya metafora dan simile. Keduanya sering dipakai oleh para penyair:
a. Metafora
Sebuah ungkapan yang mempunyai makna kiasan dan memberikan
efek kuat tertentu. Misalnya ungkapan “kau bunga di musim semi” untuk
mengambarkan kecantikan orang yang dikagumi. Jadi, metafora bukan
menjelaskan kata secara harfiah, melainkan konsep dari arti kata itu sendiri
sehingga, menjadi lebih mudah dimengerti.
b. Simile
Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain namun masih
memiliki kesamaan-kesamaan tertentu. Misalkan, ungkapan “Senyumnya
semanis gula” ungkapan tersebut mempunyai makna “senyumnya manis
seperti gula” artinya ungkapan atau kata “senyum” mempunyai kesamaan
dengan “gula” yaitu sama-sama manis.53
52 Dependiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1340. 53 Melani Budianta, Ida Sundari Husen, dkk. Membaca Sastra (Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi), (Magelang: Indonesia Tera, 2003), h. 40-41.
34
Selain metafora dan simile, gaya bahasa personifikasi juga sering kita
jumpai dalam karya puisi. Personifikasi adalah gaya bahasa yang
menggunakan benda mati seolah-olah bernyawa dan melakukan sesuatu atau
menjadi manusiawi seperti, “daun yang melambai-lambai,” daun adalah benda
mati yang seakan-akan dapat melambai seperti manusia.
35
BAB III
‘UMAR ABÛ RÎSYAH
Pada bab ini peneliti akan menyampaikan mengenai riwayat singkat ‘Umar
Abû Rîsyah, puisi, dan karyanya.
C. Riwayat Singkat ‘Umar Abû Rîsyah
‘Umar Abû Rîsyah nama lengkapnya adalah ‘Umar Bin Syafi’ Bin Syaikh
Mustafa Abû Rîsyah. Dia adalah salah seorang penyair era tiga puluhan dan
dijuluki sebagai sastrawan New Classic. ‘Umar lahir pada 10 April 1910 di
Manbid, daerah Aleppo Suriah. Informasi lainnya mengatakan bahwa dia
dilahirkan di Aka Palestina, dilahirkan di kalangan keluarga yang cukup kaya.54
Saat usianya masih belia ‘Umar pindah bersama ayahnya ke Aleppo, dan
menempuh pendidikan formal sekolah dasar di sana sampai kuliah, sebelum
kuliah di Beirut dan Inggris.
Bakat puitisnya mulai menonjol setelah dia mendapat gelar sarjananya.
Setelah mengarang puisi, karena kepiawaiannya dia mampu menarik perhatian
para pendengar dengan puisi-puisinya. Selain itu, dia juga memulai untuk
mengadakan seni drama puisi yang diproduksi oleh “Râyât Dzî Qâr” yang
merupakan tempat terkenal dalam sejarah peradaban Arab, yang mengangkat
standarisasi Arab di puncak yang tinggi.
Kemudian dia pergi ke Manchester dalam rangka melanjutkan studinya
yang fokus memperlajari kimia di tahun 1931 M. Namun, kecenderungannya
54 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
selasa 17-10-2017.
36
terhadap dunia sastra dan puisi tidak pernah surut. Hal inilah, yang membuatnya
terdorong untuk mempelajari sastra Inggris. Dengan demikian dia merasakan
nuansa baru yang diperkaya oleh budaya asing dan budaya Arab, sehingga
meningkatkan daya imajinasinya dan memperkuat bidang kreativitas puisinya.55
D. Karir ‘Umar Abû Rîsyah
a. Jabatan ‘Umar Abû Rîsyah
Sekembalinya ke Suriah pada tahun 1032 M, ‘Umar memiliki rangkaian
jabatan sebagai berikut:
1. Menjadi direktur perpustakaan nasional di Aleppo pada tahun 1940
M sampai 1949 M.
2. Menjadi perwakilan Suriah di Brazil pada tahun 1949 M.
3. Menjadi Duta Besar Suriah di Brazil pada tahun 1950 M (menteri
resmi).
4. Menjadi Duta Besar Suriah di Argentina pada tahun 1952 M.
5. Menjadi Duta Besar Suriah di India pada tahun 1954 M.
6. Menjadi Duta Besar Suriah di Amerika Serikat pada tahun 1961 M.
7. Menjadi Duta Besar Suriah di India pada tahun 1964 M.
Setelah itu ‘Umar pensiun pada tahun 1971, dan kembali ke Libanon
untuk menetap di Beirut, numun karena terjadi hal yang tidak diinginkan
membuat tinggal sebentar di Damaskus, kemudian pindah ke Arab Saudi.56
55 Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, (Kairo: Dar al-
Misriyah, 2004), cet-2. h. 21-22. 56 Nabîl Salâmah, ‘Umar Abû Rîsyah, http://www.discover-syria.com/news/2180, diakses pada
64 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 96. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 57.
50
kemalangan,
kesialan.
و ل تطل فيه ن واحك
M = 1473
Menangisi,
meratapi,
ratap, tangis.
Di dalam-nya
(M)
M = 873
Memperpanjang,
memanjangkan – kamu
Tidak,
jangan.
Dan
لو ل تكن بيديك مروحا
M = 180
Luka
Di kedua
tangan-mu
M = 1241
Ada, terdapat –
kamu
Tidak seandainya
ن ضمد جراحك ل
M = 180
Luka- kamu
M = 827
Membalut dengan perban-
kami.
Mesti.
3) Terjemahan Estetis
Rakyatku
Rakyatku, jangan ratapi kesengsaraan.
51
Sudahilah meratap dalam tangisan.
Andaikan tak ada luka di tanganmu,
Pasti kami balut lukamu.
4) Analisis
Frasa nominal ي شعب secara harfiah diartikan “hai rakyat”
atau “wahai rakyat”, tapi teks seperti ini tidak lumrah dalam
bahasa Indonesia, biasanya kita dengar berupa “rakyatku”, kalau
pun memakai kata “hai” di awal pasti setelah kata rakyat dikuti
nama tempat, seperti “hai rakyat Indonesia”. Oleh karena itu,
guna untuk menghasilkan terjemahan yang lebih umum yakni
tidak berpatokan pada tempat, terjemahannya oleh peneliti
diterjemahkan menjadi “rakyaku”. Selain itu, terjemahan ini
untuk menunjukkan hubungan emosional dan intraksi antara
penulis puisi dan objek dari puisi tersebut. Walaupun pada Tsu
tidak terdapat partikel yang menunjukkan kata milik di mana
biasanya untuk menunjukkan kata milik dalam bahasa Arab
setiap kata benda atau yang dibendakan diberi yâ’ mutakallim )ي(
yang dalam kasus ini jika diterjemahkan ulang akan berupa ب ع ش .
Terlepas dari itu, frasa “rakyatku” lebih memiliki ikatan
emosional antara penguasa dan rakyatnya, di mana dalam
52
konteksnya, puisi ini dikarang oleh Umar Abu Risyah untuk
menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat setempat.
Kemudian puisi pada larik keempat ك لضمدن جراح oleh
peneliti diterjemahkan “janji kami membalut lukamu”. Kata janji
peneliti timbulkan dari partikel ل yang dikenal dengan Lâm
Taukîd` yang berfungsi untuk menegaskan atau menguatkan,
untuk menghadirkan penegasan itu peneliti timbulkan kata pasti.
Secara keseluruhan terjemahan ini menurut peneliti sudah
cukup memadai antara isi dan bentuk pesan, diksi yang digunakan
tidak berlebihan. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
c. Puisi Ketiga
1) Tanda Fonetik
الن كب ة 65ب عد
أمت.. هل لك بي المم
منب للسيف أو للقلم؟!
65 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 7. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 46-47.
53
أت لقاك وطرف مطرق
خجل من أمسك ال منصرم
ثااب ويكاد الدمع ي همى ع
بب قاي كبيء الل م
صة دامية أمت ! .. كم غ
ف فمى خن قت نوى علك
ف إبئى راعف أى جرح
فاته السى ف لم ي لتئم
2) Terjemahan Kata Perkata
Setelah Tragedi Itu الن كب ة ب عد
أمت هل لك بي المم
54
Bentuk jamak dari
أمة
antara Bagimu Apakah M = 40
Umat, rakyat, bangsa.
منب للسيف أو للقلم
M = 1153
Pena, tulisan.
Atau M = 685
(untuk) Pedang,
sabit
M = 1378
Mimbar (tempat
berkhotbah)
أ ت لقاك وطرف مطرق
M = 848-849
Diam, menundukan
kedua mata,
merendahkan.
M = 847
(Dan) mata, tepi, ujung,
batas, berpaling,
mengejap- ku
Diambil dari
= M .لقي يلقى
1282 bertemu
dengan.
Apakah
خجل من أمسك ال منصرم
M = 776
Putus, habis, berakhir,
berlalu.
M = 1336
Kemarin sore –
kamu.
Dari M = 324
Merasa malu,
menjadi bingung,
malu.
55
ثاب اع ويكاد الدمع ي همى
M = 886
Mencampur,
mengaduk, bermain-
main, sia-sia.
M = 1520
Hilang, jauh,
mengalir,
mencucurkan air
mataku.
M = 421
Air
mata.
M = 1238
(dan) merelakan,
bersedia, mencegah,
hampir
لل م ا بب قاي كبيء
M = 36
Merasa sakit, pedih,
menyakitkan, sakit.
M = 1184
Kebesaran, keagungan,
kesombongan.
M = 101
(dengan) sisa,
kekal
أمت كم غصة دامية
M = 424
Yang berdarah.
M = 1008
Sesuatu yang menyumbat
atau melintang pada
kerongkonga.
Berapa Bangsaku
خن قت نوى علك ف فمى
M = 1073 M = 968 M = 1393 M = 373
56
(di) mulut-ku.
Tinggi, mengalahkan,
mengatasi, menaiki,
mendaki
Rahasia,
bisikan
Mencekik sampai
mati, menangis
tersedu-sedu.
ئىف إب راعف أي جرح
M = 509
Keluar darah dari
hidung, mimisan.
M = 4
(di) menolak, enggan,
tidak mau–aku.
M = 180
Luka.
M = 50
Sesuatu
apa,
mana
فاته السى ف لم ي لتئم
M = 1246
Menjadi baik, menjadi
rapat, berpaut.
Maka tidak M = 26
Yang dihibur.
M = 1076
Berlalu, lewat,
hilang – darinya
(M)
3) Terjemahan Estetis
Setelah Tragedi Itu66
Bangsaku.. di antara bangsa-bangsa lain apa yang kau punya,
Pedang atau pena?!
Haruskah mereka mendatangi kalian, sedang mataku tertutup rapat,
66 Tragedi penyerangan Israel terhadap Palestina.
57
malu pada harimu yang lalu.
Air mata hampir mengalir sia-sia,
dengan sisa-sisa kehormatan dalam luka.
Bangsaku!.. berapa banyak darah yang menyumbat tenggorokan.
Menutupi kemulyaan kalian di mulutku.
Dalam engganku luka masih mengucur darah.
Balutannya lepas, dan luka pun masih menganga.
4) Analisis
Kata أمة dalam arti leksikal memiliki banyak arti, di
antaranya; saat, waktu, tinggi badan, muka, wajah, ketangkasan,
kesigapan, taat, setia, jalan besar, orang lelaki yang memiliki
banyak kebaikan, orang yang menetapi kebenaran, tanah air,
umat, rakyat, bangsa, makhluk, dan sebagainya.67 Dari sekian
banyak arti tersebut, peneliti memilih arti bangsa sebagai
padanan. Dalam penerjemahannya ada empat arti yang mendekati
terhadap maksud si penulis, yaitu; tanah air, umat, rakyat, dan
bangsa. Pertimbangan leksikal dan realitalah yang menuntun
peneliti memilih arti bangsa. Menurut KBBI kata bangsa
memiliki arti: kelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarangnya.68 Faktanya bangsa
67 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 39-40. 68 David Moeljadi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, aplikasi luring resmi
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, versi 0.20. Beta.
58
Arab merupakan bangsa yang mencakup negara-negara di Timur
Tengah, dalam artian bangsa Arab itu tidak hanya mengarah pada
satu negara saja. Berbeda dengan arti tanah air yang didefinisikan
sebagai negeri tanah kelahiran,69 dan memiliki arti lebih sempit
dari kata bangsa. Sedangkan kata umat, definisinya adalah para
penganut suatu agama.70 Jelas diksi ini tidak pas, karena
konteksnya bukan mengenai keagamaan. Selanjutnya kata rakyat
didefinisikan sebagai penduduk suatu negara, orang kebanyakan,
kelompok pasukan, dan anak buah atau bawahan. Diksi ini
menurut peneliti juga kurang pas, mengingat negara Arab tidak
hanya satu, sedangkan yang dimaksud penulis bisa jadi mencakup
masyarakat Arab secara keseluruhan. Dari semua itu, menurut
peneliti diksi bangsa yang paling tepat, karena dalam konteksnya
puisi tersebut menyampaikan perihal keadaan bangsa Arab pada
saat itu.
Pada terjemahan puisi ini, ada dua kata pada puisi larik
pertama yang peneliti pahama sebagai majaz. Dua kata tersebut
adalah kata سيف yang berarti pedang dan sabit,71 dan kata قلم
yang berarti pena dan tulisan.72 Dalam penerjemahannya peneliti
tetap terjemahkan dengan penerjemahan majaznya. Pedang dalam
69 https://www.kamusbesar.com/tanah-air diakses pada 11.25, tanggal 19 oktober 2017. 70 David Moeljadi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, versi 0.20. Beta. 71 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 685. 72 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 1153.
budaya Arab seringkali dijadikan simbol dari keberanian dan
kekuatan, sedangkan pena dijadikan simbol dari kreatifitas baik
di negara Arab maupun negara yang lain tidak terkecuali
Indonesia. Pada konteksnya puisi tersebut berbicara terkait
penindasan oleh negara lain -seperti Israel yang memiliki
kekuatan militer yang kuat juga kecanggihan teknologi- terhadap
bangsa Arab seperti di Suriah dan Palestina. Oleh karena itu,
peneliti tetap terjemahkan menjadi “pedang dan pena”. Setelah
menimbang dan mengkaji ulang, juga melakukan interktekstual
peneliti merasa diksi dari kedua arti tersebut tidaklah berlebihan
dan cukup memawakili pesan yang tedapat pada Tsu. Secara
keseluruhan penerjemahan puisi ini sudah cukup memadai dari isi
dan bentuknya. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
2. Pertanggungjawaban Rima
a. Puisi Pertama
1) Tanda Fonetik
73ب لبل
حلم تلى عنه ف رغده * هل ي قدر الن وح على رد ه؟
73 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 144. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 37-38.
60
ل و ي علم الصياد ما صيده * ل م يعل الب لبل ف صيده
2) Terjemahan Kata Perkata
Burung Bulbul 74ب لبل
حلم تلى عنه ف رغده
M = 512
Lapang, bahagia, makmur.
Darinya
(M)
M = 366
Menyendiri di tempat sunyi.
M =
292
Mimpi
هل ي قدر الن وح على رد ه
M = 485
(untuk) mengembalikan,
melingkar, menyalahkan,
menutup.
M = 1473
Ratap, tangis.
M = 1095
Mampu, dapat,
kuasa
Apakah
ل و ي علم الصياد صيده
M = 806
Perburuan-nya
(M)
M = 806 M = 965 Seandainya
74 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 103.
61
Bentuk jamak dari
berarti صائد
pemburu.
(dia M) memahami
benar-benar, mengetahui,
merasakan.
ل م يعل الب لبل صيده
M = 806
Perburuan-nya
(M)
Burung Bulbul M = 196
Menjadikan, menciptakan,
membuat.
tidak
3) Terjemahan Estetis
Burung Bulbul
Mimpi terbebas adalah bahagianya,
Bisakah ratap si Bulbul kembalikan itu.
Andai pemburu tahu perihal buruannya,
Tidak akan si Bulbul mereka tuju.
4) Analisis
Secara leksikal kata حلم berarti mimpi,75 dan kata تخلى
memiliki arti; menyendiri di tempat sunyi,76 sedangkan رغد
memiliki arti; lapang, bahagia, makmur.77 Jika diartikan secara
harfiah akan berbunyi “mimpi bebas dari pemburu adalah
75 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 292. 76 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 366. 77 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 512.
62
kebahagiaan si bulbul”, hanya saja pada teks sumber tidak
menyebutkan kata yang mengarah pada pemburu maka peneliti
mengikuti teks sumbernya yakni pada puisi larik pertama tidak
menyebutkan kata pemburu, dan terjemahannya menjadi
sebagaimana yang terdapat pada terjemahan estetisnya. Puisi ini
menceritakan tragedi burung bulbul yang ditangkap pemburu,
yang berharap bisa lepas dan kembali pada kawanannya.
Kesetiaan terjemahan baik isi maupun bentuk bisa kita lihat
dalam terjemahan penggalan puisi tersebut. Isi puisi dilihat dari
segi terjemahan sudah cukup memadai dengan pengambilan diksi
yang sudah sesuai. Sedangkan dari segi bentuk sudah disesuaikan
dengan bentuk teks sumber yang memiliki rima. Secara umum
ritme dalam puisi asli mendapat penggantian pada
terjemahannya. Skema rima terjemahan puisi ialah a-b-a-b
(berupa rima sempurna), yakni dengan rima yang disebut rima
berangkai atau rima berselang. Penerjemahan yang peneliti
lakukan merupakan penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi
pada keterbacaan bahasa sasaran.
63
b. Puisi Kedua
1) Tanda Fonetik
78أ شه ىم نأ ني دوم
أردت أنت انطلقى # إل الباء المعلى
إل ملعب دن يا # ما زارها الوهم ق بل
أهل ول أكن لك كفوا # ول لب ك
ل وغبت .. ل تتكى ل # من القليل الق
ل أدر كيف تصدى # ل النعيم وول
2) Terjemahan Kata Perkata
Lebih Baik Tidak Pergi أ شه ىم نأ ني دوم
أ شه ى م ن أ ني دوم
M = 434
(untuk) Tetap, terus
berlangsung.
Dari
.
M = 749
Memberi sesuatu yang dia
inginkan
78 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 255. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 59.
64
أردت أنت انطلقى
M = 861
Pergi, berangkat, meledak,
meletus, berseri-seri,
senang.
M = 42
Kamu, engkau
(F)
M = 547
Menghendaki, mengingini-
kamu (F)
إل الباء المعلى
M = 968
Yang diangkat, yang diturunkan.
M = 321
Kemah, tenda, sekam
M = 37
Ke,
kepada
إل ملعب دن يا
M = 462
Dunia, bumi.
M = 1271
Tempat bermai,
M = 37
Ke, kepada
ما زارها الوهم ق بل
M = 1088
Sebelum
M = 1585 – 1586
Angan-angan, khayal,
kecemasan,
kebimbangan.
M = 592
Mengunjungi, miring,
condong-nya (F)
M = 1304
Tidak
65
ول أكن لك كفوا
M = 1221
Yang sama.
Bagimu M = 1241
(dan tidak) ada, terdapat- aku
ول لب ك أهل
M = 46
Famili, keluarga, kerabat. pantas
M = 229
(untuk) mencintai, menyukai-
kamu (F)
Dan
tidak
وغبت ل تتكى ل
Diriku M = 133
(jangan kau F) meninggalkan,
mengabaikan, membiarkan.
M = 1024
Terbenam, menyusup,
tersembunyi, pergi.
من القليل القل
M = 1152
Paling sedikit, lebih sedikit.
M = 1152
Yang sedikit
Dari
ل أدر كيف تصدى
66
M = 771
Menentang, melawan,
merintangi.
Bagaimana. M = 401
(tidak aku) memberitahukan
ل النعيم وول
M = 1582
Yang mencintai, yang
menolong
M = 1438
Kesenangan, kenikmatan hidup,
kebahagiaan.
Bagiku
3) Terjemahan Estetis
Lebih Baik Tidak Pergi
Kau ingin meninggalkanku
Keindahan itulah yang kau tuju
Menuju hal yang semu
Yang tak masuk akal sebelum itu
Aku tak serupa bagimu
Tak juga pantas atas cintamu
Kau pun hilang.. Janganlah kau tinggalkanku
Perlahan-lahan mengabaikanku
Aku tidak tahu bagaimana kesenangan itu
datang dan pergi dariku
67
4) Analisis
Kata أشهى + من yang terdapat pada judul merupakan bentuk
komparatif (tafdhil) berpola أفعل +من yang biasa diterjemahkan
dengan lebih+dari. Kata أشهى berasal dari kata شهي yang memiliki
arti yang berkeinginan.79 Kata أشهى+من bila diartikan akan
menjadi lebih diinginkan dari. Sedangkan verba يدوم merupakan
bentuk derivatif dari دوما–دام yang berarti tetap, terus
berlangsung, berkekalan.80 Terjemahan harfiah dari klausa أشهى
adalah “lebih diinginkan harus tetap”, namun kata-kata من أن يد وم
yang seperti ini tidak berterima dalam bahasa Indonesia, dalam
sepemahaman peneliti kata-kata tersebut memiliki arti lebih
menginginkan pergi daripada harus tetap, meskipun tidak ada
kata yang menunjukan arti pergi, namun dari pesan yang tersirat
memilih tidak tetap otomatis melih untuk pergi. Oleh karena itu,
peneliti memadankannya dengan kata-kata lebih baik tidak pergi.
Ada pembiasan makna pada puisi bari kedua, yakni pada kata
,berarti الباء jika diartikan secara leksikal kata ,الباء املعلى
kemah, tenda, sekam,81 sedangkan kata على berarti yang امل
diangkat, yang diturunkan. Maka frasa ejektival tersebut bisa saja
79 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 749. 80 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 434. 81 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, h. 321.
68
diterjemahkan dengan “kemah yang diangkat,” istilah ini bisa
jadi tidak pernah kita dengar dalam bahasa Indonesia. Setelah
peneliti melakukan kajian terhadap beberapa sumber, maksud
dari frasa tersebut adalah untuk menunjukan sesuatu yang di luar
nalar.82 Oleh karena itu, dengan beberapa pertimbangan dan
melalui beberapa informasi pula, setelah peneliti melakukan
intertekstual terjemahkan frasa tersebut peneliti terjemahkan
menjadi keindahan. Selain itu, juga diperkuat dengan kalimat
yang terdapat pada puisi larik kedua di baris pertama dan kedua,
yang mana terjemahannya bisa dilihat pada terjemahan
estetisnya.
Selanjutnya ada pembiasan makna pada frasa ejektival القليل
secara harfiah arti dari frasa tersebut adalah yang sedikit القل
yang lebih sedikit, namun peneliti ganti dengan kata perlahan-
lahan sebagai keterangan dari kata meninggalkan sebelumnya.
Kemudian peneliti melakukan penambahan kata setelah frasa
ejektival sebelumnya, dengan tidak mengubah isi yang terdapat
dalam Tsu, penambahan tersebut dimaksudkan untuk
menajamkan pesan yang ingin disampaikan penulis saja. Secara
keseluruhan antara isi dan bentuk penelti rasa sudah cukup
82 Abd al-Azîn an-Nu’mânî, ‘Umar Abu Risyah Sya’ir al-Hub wa al-Wathan. h. 60.
69
memadai, di mana isinya disampaikan dengan bentuk puisi dan
sama-sama memiliki rima.
Skema rima terjemahan puisi ialah a-a-a-a-a-a-a-a (berupa
rima sempurna), di mana polanya disebut dengan pola sama
bunyi. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
c. Puisi Ketiga
1) Tanda Fonetik
م 83أ يا
يال تجب من خيه ش # للحب .. هذا العمر ي دن يا
فجرت ل ن عماءه وحيا# لوله ما كنت المال ول
فطويت سفر عهوده طيا# ئت به!!كيف الياة إذا رز
والموت أشهى ب عده لقيا# داالكون أوهى ب عده سن
2) Terjemahan Kata Perkata
Hari-hariku م أ يا
83 ‘Umar Abû Rîsyah, Dîwân ‘Umar Abû Rîsyah, h. 266. Abd al-Azîz an-Nu’mânî, ‘Umar Abû
Rîsyah Sya’ir al-Hubbi wa Al-Wathan, h. 60.
70
للحب هذا العمر ي دن يا
Wahai dunia
M = 971
Kehidupan, hidup,
usia
Ini
Untuk cinta
ل تجب من خيه شيا
M = 754
Panggangan,
panas
M = 378
(dari) kebaikan,
faidah, harta
benda, kekayaa-
nya (M)
M = 237
Kamu (F) menutupi,
melarang masuk,
menghalangi, merintangi
Tidak,
jangan
إل الباء المعلى
M = 968
Yang diangkat, yang diturunkan.
M = 321
Kemah, tenda, sekam
M = 37
Ke,
kepada
لوله ما كنت المال ول
Dan tidak. M = 210 M = 1241 M = 1298
71
Kebagusan,
kecantikan,
keelokan.
(tidak) ada, terdapat-
kamu (F)
Jika tidak, andaikan
tidak karena
فجرت ل ن عماءه وحيا
M = 1545
Memberikan isyarat,
petunjuk, wahyu.
M = 1439
Kebajikan
Padaku M = 1035
Kau (F) memancarkan,
mengalirkan ke luar.
ئت رز به كيف الياة إذا
Dengannya
(M)
M = 492
Mengurangi, dermawan,
memperoleh kebaikan,
menimpa.
Jika M = 316
Kehidupan,
hidup.
Bagaimana
فطويت سفر عهوده طيا
M = 874
Isi sesuatu,
dalamnya sesuatu,
lipatan
M = 981
Mengetahui,
menjaga,
memenuhi,
menjumpai.
M = 636
Buku, kitab
suci /
perjalanan
M = 874
Melipat, mematikan,
merahasiakan,
mendekatkan
72
داسن الكون أوهى ب عده
M = 666
Penopang, sesuatu yang
dibuat sandaran,
Setelahnya
(M)
M = 1586
Melemahkan
M = 1241
Ada, wujud,
keadaan, alam,
dunia, sebab.
والموت أشهى ب عده لقيا
M = 1282
Pertemuan, bertemu
dengan
Setelahnya
(M)
M = 749
Memberi sesuatu
yang diinginkan
M = 1366
(dan) Kematian,
mati
3) Terjemahan Estetis
Hari-Hari
Hai dunia!! Untuk cinta hidup ini kupersembahkan..
Jangan halangi panas dari cinta sarat kebaikan.
Kalau pun kau tidaklah rupawan,
tidak pula kau pancarkan padaku isyarat kebajikan.
Bagaimana jadinya hidup itu, jika cinta tak kubiarkan!!
Kau tutup kemudian, buku pengetahuan dalam lipatan.
Berlanjut semesta goyahkan sandaran
Lalu kematian memberi pertemuan.
73
4) Analisis
Pada puisi larik pertama, perbedaan budaya antara bahasa
sumber dan bahasa Indonesia terlihat jelas, di mana kata yang
menunjukan panggilan bisa diletakkan di akhir kalimat,
sedangkan dalam bahasa Indonesia biasa ada di depan. Seruan
atau panggilan dalam bahasa Arab lumrahnya memakai partikel يا
(ya), dan penempatannya dalam bahasa Arab bisa di awal atau di
akhir kalimat. Contoh kasus ini seperti kata يا دنيا yang berada di
akhir kalimat dan berarti hai dunia. Sedangkan contoh yang ada
di awal kalimat seperti pada kasus yang terdapat dalam surat al-
Baqarah berikut:
ـ ادم وقلنا نت وزوجك سكن ٱيولك منها رغدا لنة ٱأ
جرة ٱيث شئتما ول تقربا هذه ح لمي ٱفتكونا من لش ٥٣ لظ
Seruan atau panggilan terdapat di awal, yakni pada kata يا آدم
(hai Adam) Oleh sebab dalam bahasa Indonesia umumnya
panggilan itu ada di awal kalimat, maka terjemahannya oleh
peneliti letakkan di depan.
Secara keseluruhan terjemahan yang peneliti lakukan sudah
setia antara isi dan bentuk puisi, yakni selain diterjemahkan
dalam penerjemahannya peneliti kemas dalam bentuk puisi pula,
serta juga memiliki rima.
74
Skema rima terjemahan puisi ialah a-a-a-a-a-a-a-a (berupa
rima sempurna), di mana polanya disebut dengan pola sama
bunyi. Penerjemahan yang peneliti lakukan merupakan
penerjemahan estetis puitis yang beroreintasi pada keterbacaan
bahasa sasaran.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian ini peneliti akan menyampaikan dua terkait penelitian yang
telah dilakukan. Dua hal tersebut ialah:
1. Proses terjemahan estetis yang diaplikasikan dalam penerjemahan
puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah secara umum cukup sulit. Namun,
karena penerjemahan estetis secara aplikatif membutuhkan proses
yang agak panjang, melalui penelaahan lingual yang komprehensif
baik dari unsur fonetik, morfologis, sintaksis, dan semantis.
Karenanya proses terjemahan estetis baru bisa diselesaikan setelah
melewati proses lingual tersebut.
2. Unsur estetika dalam terjemahan puisi ‘Umar Abû Rîsyah, mencakup
dua hal, yaitu:
a. Diksi
Diksi yang diambil dalam terjemahan setiap katanya harus
disesuaikan dengan konteksnya, diklasifikasikan untuk mewakilkan
pesan yang tersirat pada BSu.
b. Rima
Terjemahan estetis puisi ‘Umar Abû Rîsyah tetap
mempertahankan bentuk rima yang terdapat pada BSu, di mana
terjemahannya tetap harus mempertahankan isi dari BSu. Hal itu
adalah perkara yang sulit dilakukan. Mengingat mengalihkan unsur-
76
unsur puisi dan sekaligus mempertahankan makna hampir mustahil
bisa dilakukan.
B. Rekomendasi
Puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah yang peneliti terjemahkan hanyalah
sebagian, yakni hanya kumpulan puisi-puisi yang ditulis Abd al-Azîz an-
Nu‘mânî dalam bukunya. Puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah tidak hanya sebatas
yang ditulis oleh Abd al-Azîz an-Nu‘mânî, melainkan masih banyak lagi dalam
literature lain. Oleh karena itu, diharapkan dari rekan-rekan mahasiswa
tarjamah khususnya dan para pembaca pada umumnya, turut serta melengkapi
terjemahan dari puisi-puisi ‘Umar Abû Rîsyah. Penerjemahan estetis puitis
terbukti bisa dilakukan melalui pemadanan yang cukup memadai, dengan
demikian alangkah baiknya jika ada yang melengkapi terjemahan-terjemahan
tersebut.
77
Daftar Pustaka
Buku
Al Farisi, M. Zaka. 2011. Pedoman Penerjemahan ARAB-INDONESIA Bandung:
PT Remaja Rosdakarya September.
An-Nu’mânî, Abd al-‘Azîz. 1997. ‘Umar Abû Rîsyah Syâ‘ir al-Hubbi Wa al-
Watan. Libanon: Darul Masriyah.
Asrori, Imam. 2004. Sintaksis Bahasa Arab Frasa-Klausa-Kalimat. Malang:
MISYKAT.
Bessie, Polce Aryanto. 2017. Metode Penelitian Linguistik Terjemahan. Jakarta:
Indeks.
Burdah, Ibnu. 2004. Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan menerjemah teks
arab. Yogyakarta: Tiara kencana.
Damono, Supardi Djoko. 2009. Sastra Bandingan. Tangerang Selatan: Editum.
Dependiknas. KBBI. 2008. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet ke-4.
Hanafi, Nurachman. 1986. Teori dan Seni Menerjemahkan, Ende Flores-NTT:Nusa
Indah.
Hidayatullah, Moch Syarif. 2014. Seluk-Beluk Penerjemahan Arab Indonesia
Kontemporer. Tangerang Selatan: Alkitabah.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan.Jakarta: PT Dunia
Pustakan Jaya.
Kamil, Syukron. 2009. Teori Kritik Sastra Arab Klasik Moderen. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
78
Lubis, Ismail. 2004. Humaniora: Jurnal Ihwal Penerjemahan Bahasa Arab ke
Dalam Bahasa Indonesia Vol. 16, No. 1, Februari.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: PT Grasindo.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya (edisi revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
Mufid, Nur dkk. 2007. BUKU PINTAR MENERJEMAHKAN ARAB-INDONESIA
(Cara Paling Tepat, Mudah dan Kreatif). Surabaya: Pustaka Progresif.
Mukhtar, 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Referensi
GP Press Group.
Muzakki, Akhmad. 2006. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan,
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Nasution, S. Dkk. 2013. Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Nurgiyantoro, B. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Parera, Jos Daniel. 1988. Sintaksis. Jakarta: PT Gramedia.43w
Purba, Antilan. 2012. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu. Cet.
Ke-2.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan
Fakta.yogyakrta: Pustaka Pelajar.
79
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Teori, metode, dan tehnik Penelitian Sastra.
yogyakrta: Pustaka Pelajar.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.