UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA LONGSOR DI KECAMATAN SETU, KOTA TANGERANG SELATAN (Studi Kasus Penduduk Terdampak Bencana Kecamatan Setu, Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh MUCHAMMAD SIDIK SAFAAT 111301500071 JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA LONGSOR DI
KECAMATAN SETU, KOTA TANGERANG SELATAN
(Studi Kasus Penduduk Terdampak Bencana Kecamatan Setu, Tangerang Selatan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
MUCHAMMAD SIDIK SAFAAT
111301500071
JURUSAN TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Upaya Penanggulangan Bencana Longsor Di Kecamatan
Setu, Kota Tangerang Selatan (Studi Kasus Penduduk Terdampak Bencana
Kecamatan Setu, Tangerang Selatan) disusun oleh Muchammad Sidik Safaat
NIM: 1113015000071 diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah melalui bimbingan dan
dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqosah sesuai ketentuan yang ditetapkan di fakultas.
Jakarta, 16 Mei 2020
Mengesahkan,
Pembimbing Skripsi I
Andri Noor Ardiansyah, M.Si
NIP. 19840312 201503 1 002
Pembimbing Skripsi II
Zaharah, M. Ed
NIP. 197201152014112002
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul UPAYA
“Penanggulangan Bencana Longsor Di Kecamatan Setu, Kota Tangerang
Selatan (Studi Kasus Penduduk Terdampak Bencana Kecamatan Setu,
Tangerang Selatan)” yang disusun oleh Muchammad Sidik Safaat NIM.
111305000071, Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, telah diuji
kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi sesuai dengan ketentuan yang
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana akan semakin
baik, karena pemerintahan dan pemerintah menjadi penanggungjawab
dalam penyelenggaraan dalam penanggulangan bencana. Penanggulangan
bencana dilakukan secara terarah mulai prabencana, saat tanggap darurat
dan pasca bencana.
Atas dasar permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Upaya Penanggulangan Bencana
Longsor di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat di
identifikasikan permasalahan yang diteliti tentang Upaya penanggulangan
bencan longsor di Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan. Masalah-
masalah yang diidentifikasi yaitu sebagai berikut:
1. Perlu adanya kajian lebih matang dalam penanggulangan longsor.
2. Solusi pemerintah daerah yang lebih jitu dan tepat dalam
menaggulangi masalah longsor agar tidak terulang kembali.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas yang begitu luas, maka
penulis membatasi penelitian pada pokok pernyataan sebagai berikut
Upaya Penanggulangan Longsor Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka
perumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
dalam menanggulangi longsor yang terjadi di Kecamatan Setu, Kota
Tangerang Selatan?
2. Bagaimana hubungan kerjasama pemerintah daerah dengan
masyarakat dalam menanggulangi resiko bencana longsor di
Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan?
5
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. Sampai sejauh mana peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) dalam menanggulangi resiko longsor di Kecamatan Setu,
Kota Tangerang Selatan
2. Untuk mengetahui hubungan kerjasama pemerintah daerah dengan
masyarakat dalam menaggulangi resiko bencana longsor di
Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan masukan terhadap masyarakat dan pemerintah
sekitar dalam bagaimana dan apa yang harus dikakukan dalam upaya
penanggulangan longsor.
2. Kegunaan praktis
a. Bagi mayarakat
Memberi masukan terhadap masyarakat dalam antisipasi
dan penanggulangan baik dalam jangka panjang atau pendek dalam
menanggulangi longsor diwilayah sekitar.
b. Bagi pemerintah
Membantu pemerintah daerah untuk megambil keputusan
dalam upaya penanggulangan longsor yang sering terjadi di
wilayah tersebut.
c. Bagi peneliti lebih lanjut
Sebagai salah satu sumber data bagi peneliti
selanjutnya.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Longsor
1. Pengertian longsor
Menurut Hary Christady Hardiyatmo mendefinisakan “.”1
Sementara menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) “longsor
adalah gugur dan meluncur ke bawah (tentang tanah).”2 Sedangkan
“Tanah longsor atau landslide adalah salah satu dari tipe gerakan
tanah (mass movement/mass wasting) yaitu suatu fenomena alam
berupa bergeraknya massa tanah secara gravitasi cepat mengikuti
kemiringan lereng.”3
Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
longsoran merupakan suatu gerakan tanah yang gugur kebawah.
Hary Chistadi menambahkan “bila gerakan massa tanah
tersebut berlebih, maka disebut tanah longsor (landslide).”4 Longsor
terjadi diakibatkan tanah yang jatuh secara berlebih dan
mengakibatkan kerusakan material bagi benda apapun yang ada di
atas maupun di bagian bawah dari titik longsor tersebut. Tanah
longsor (landslide) merupakan salah satu jenis bencana alam yang
sering terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan.5 Hal ini di
perkuat dengan letak dari kebiasaan penduduk di Indonesia yang
banyak mendirikan bangunan di sekita sungai dan tebing dengan
alasan mudahnya akses air dan pertanian. Jika dilihat dari letak
geografis Indonesia yang berbukit-bukit dan memiliki banyak aliran
sungai serta di topang dari wilayah yang kita kenal ring of fire.
1 Hary Christady Hardiyatmo, Tanah Longsor & Erosi Kejdian Dan Penanganan
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Desember 2012), h 1. 2 Badan Pengembang dan Pembinaan Bahasa, Longsor, 2016, (http://kbbi.web.id/longsor). 3 A.B. Suriadi dan Bambang Riadi, Potensi Risiko Bencana Alam Longsor Terkait Cuaca
Ekstrim Di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Jurnal Ilmiah Geomatika, Vol. 19, No. 1 2013, h. 1. 4 Hary Christady, loc.cit. 5 Ibid.
7
2. Jenis-jenis longsor
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22 Tahun
2007, secara umum ada 6 jenis tanah longsor yaitu longsoran translasi,
longsoran rotasi, pergerakan blok,runtuhan batu, rayapan tanah, dan
aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling
banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak
memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Berikut
penjelasan dari jenis-jenis longsor menurut kementrian ESDM:
Gambar 2.1
Longsor Translasi
a. Longsor Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah
dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau
menggelombang landai.
Gambar 2.2
Longsor Rotasi
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
8
Gambar 2.3
Pergerakan Blok
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang
bergerakpada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini
disebutjuga longsoran translasi blok batu.
Gambar. 2.4
Runtuhan Batu
d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan
atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.
Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung
terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
Gambar 2.5
Rayapan Tanah
9
e. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang
bergeraklambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus.
Jenistanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktuyang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke
bawah.
Gambar 2.6
Aliran Bahan Rombakan
f. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah
bergerakdidorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung
padakemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis
materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
danmampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa
tempatbisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai
disekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban
cukup banyak.1
3. Penyebab Tanah Longsor
Banyak sekali penyebab terjadinya longsor, seperti kondisi
geografi yang berbukit atau terlalu vertikat, vegetasi yang terlampau
jarang, terjangan air sungai yang sering kita sebut erosi bahkan
perbuatan manusia sendiri seperti penggundulan lahan, alih fungsi
1 Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, op. cit., hal. 2-4.
10
lahan di wilayah lereng bukit hingga penambangan ilegal yang harus
menggali tanah di sekitar lereng bukit.
Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor merupakan
kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di atas 2500
mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau
kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan
mata air yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat
dengan sungai.2 Adapun sebab longsor lereng atau tebing lebih
spesifik sebagai berikut.
a. Hujan
Hujan adalah curahan atau jatuhnya air akibat peristiwa
kondensasi dari atmosfer ke permukaan bumi dalam bentuk air,
embun, kabut atau salju.3 Hujan terjadi karena adanya
penguapan air dari permukan bumi seperti laut, danau, sungai,
tanah dan tanaman.4 Hujan memiliki ukuran butiran yang
berbeda-beda. Berdasarkan ukuran butirannya, hujan dibedakan
sebagai berikut.
a) Hujan gerimis (drizzle), diamete butirn-butirn air hasil
kondnsasi kurang dari 0,5 mm.
b) Hujan salju (snow), terdiri atas kristal-kristal es dengan
suhu udara dibawah titik beku.
c) Hujan es batu, merupakan curahan batu es yang turun di
dalam uap panas dari awan dengan suhu udara dibawah titik
beku.
d) Hujan deras (rain), yaitu curahan air yang turun dari awan
dengan suhu udara di atas titik beku dan diameter butirnnya
kurang lebih 5mm.5
2 Kementrian Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PMPU)
no.22/PRT/M/2007,t.t, h. 13. 3 Fasdarsyah, Analisis Curah Hujan Untuk Membuat Kurva Intensity-Duration-Frequency
(Idf) Di Kawasan Kota Lhokseumawe, Teras Jurnal Vol. 4, No. 1, 2014, h. 1. 4 Andri Noor Andriansyah, Klimatoogi Umum (Jakarta: UIN Press, 2013), h. 35. 5 Ibid., h. 36 – 37.
11
Semakin besar butiran dan intensitas hujan, makan
semakin tinggi pula intensitas longsor. Kenaikan tekanan lateral
oleh air, kuat geser tanah di lapangan bergantung pada kadar
airnya, yaitu jika kadang air (atau tekanan air pori) bertambah
maka kuat geser turun. Kebanyakan longsor lereng terjadi
sesudah atau selama hujan lebat atau hujan yang
berkepanjangan.6 Hal ini menyebabkan pori pada tanah terisi air
membuat tanah menjadi empuk dan mudah terbawa oleh aliran
air.
b. Beban Tanah
Di era pembangunan ini pembangunan di wilayah
lereng atau tebing untuk pembangunan jalan raya, rel kereta,
perumahan hingga tempat rekreasi di wilayah lereng demi
kepentingan umum dan pribadi sering terjadi. Hal ini
menyebabkan tambahan beban lereng oleh bangunan ini
menyebabkan tanah menjadi longsor yang diakibatkan tingkat
kekerasan tanah yang tidak mampu menopang beban bangunan
tersebut. Disisi lain air yang meresap ke pori-pori sungai
menyebabkan menghilangkan kekerasan tanahnya yang
memungkinkan tanah akan jatuh tertarik gaya gravitasi. Beban
dinamis oleh tumbuhan turut pula memperparah tebing lereng
dimana jika pori-pori tanah semakin melebar maka tumbuhan
akan menjadi beban tanah yang akan mendorongnya kebawah.
Untuh itu perhitungan yang matang dalam membangun
bangunan di wilayah tebing dan lereng baik itu di sunga, danau
atau perbukitan harus secara matang.
c. Kepadatan Tanah
Tingkat kepadatan tanah ternyata berpengaruh terhadap
intensitas dan besaran longsor. Dimana semakin tidak padat
tanahnya maka akan semakin mudah tanah itu bergerak
kebawah. Hal ini dipengaruhi oleh seberapa lebar pori dari tanah
6 Hary Christady, op. cit., h. 5.
12
tesebut, selain itu dapat dilihat juga dari jenis tanahnya. Salah
satu jenis tanah yang mempunyai skruktur kurag padat yaitu
tanah lempung atau liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter
dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah ini sangat rawan dimana
sangat mudah di pengaruhi oleh cuaca. Saat musim hujan tanah
ini akan menjadi lembek dan berat dimana pori dari tanah
tersebut akan terisi penuh oleh air yang mengakibatkan tanah
akan mudah tertarik gaya gravitasi kebawah dikarenakan beban
massa dari tanah tersebut. Lain hal saat panas, tanah ini akan
mudah retak dan menyebabkan pori tanah semakin melebar.
Tanah yang kehilangan kadar air ini akan berubah seperti batu
dan jatuh berguguran akibat gaya gravitasi. Semakin padat tanah
maka tingkat rekatnya juga akan semakin tinggi yang dapat
dilihat dengan semakin kecilnya pori antar tanah.
d. Lereng Terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Lereng yang terjal terbenrtuk karena pengikisan air
sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180̊ apabila ujung lerengnya
terjal dan bidang longsorannya mendatar.7
e. Pembekuan dan Pencairan Es
Pembekuan dan pencairan es juga dapat menyebabkan
longsor. Hal ini terjadi dimana pembekuan air atau cairn salju
mengakibatkan kenaikan tekanan air pori yang mengurangi kuat
geser tanah dan menjadi sebab terjadinya gerak masa pembentuk
lereng. Pada celah-celah batuan yang terisi air, pembekuan air
tersebut pada musim dingin menyebabkan celah membuka yang
dapat meruntuhkan batuan.8
7 Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, op. cit., hal. 6. 8 Hary Christady, op. cit., h 4.
13
f. Getaran
Getaran yang tejadi biasanya diakibatkan oleh gempa
bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan.
Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai,
dan dinding rumah menjadi retak.
g. Pengikisan dan Erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai kearah
tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan
sungai, tebing akan menjadi terjal.
h. Logsoran Lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah
terjadi pengendapan material gunungapi pada lereng yang relatif
terjal atau pada saat atau sesudah terajdi patahan kulit bumi.
i. Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk
pembuangan samaph dalam jumlah banyak dapat
mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran
hujan, seperti yang terjadi di TPAS Leuwigajah di Cimahi.
Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.9
4. Tipologi Kawasan Rawan Bencana Longsor Berdasarkan
Penetapan Zonasi
Kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas zona-zona
berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap
zona akan berbeda dalam penentuan struktur ruang dan pola ruangnya
serta jenis dan intensitas kegiatan yang dibolehkan, dibolehkan
dengan persyaratan, atau yang dilarangnya. Zona berpotensi longsor
adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap bencana longsor dengan
kondisi terrain dan kondisi geologi yang sangat peka terhadap
9 Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, op. cit., hal. 7-10.
14
gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktifitas manusia
sebagai faktor pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi terjadinya
longsor. Berdasarkan hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi tiga
tipe zona sebgai berikut:
a. Zona Tipe A
Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung,
lereng pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, dan tebing
sungai dengan kemiringan lereng lebih dari 40%, dengan
ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut.
1) Faktor Kondisi Alam
a) Lereng pegunungan relatif cembung dengan
kemiringan di atas 40%.
b) Kondisi tanah/batuan penyusun lereng:
1.1 Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup
setebal lebih dari 2 (dua) meter, bersifat gembur
dan mudah lolos air (misalnya tanah-tanah
residual), menumpang di atas batuan dasarnya
yang lebih padat dan kedap (misalnya andesit,
breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung);
1.2 Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah
residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil
endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2
(dua) meter;
1.3 Lereng yang tersusun oleh batuan dengan bidang
diskontinuitas atau adanya struktur retakan
(kekar) pada batuan tersebut;
1.4 Lereng tersusun oleh pelapisan batuan miring ke
arah luar lereng (searah kemiringan lereng)
misalnya pelapisan batu lempung, batu lanau,
serpih, napal, dan tuf. Curah hujan yang tinggi
yakni 70 mm per jam atau 100 mm per hari
dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm;
15
atau curah hujan kurang dari 70 mm per jam
tetapi berlangsung terus menerus selama lebih
dari 2 (dua) jam hingga beberapa hari.
c) Pada lereng sering muncul rembesan air atau mata air
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap
dengan lapisan tanah yang lebih permeable.
d) Lereng di daerah rawan gempa sering pula rawan
terhadap gerakan tanah.
e) Vegetasi alami antara lain tumbuhan berakar serabut
(perdu, semak, dan rerumputan), pepohonan bertajuk
berat, berdaun jarum (pinus).
2) Faktor Jenis Gerakan Tanah
a) Jatuhan yaitu jatuhan batuan, robohan batuan, dan
rebahan batuan;
b) Luncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah,
maupun bahan rombakan dengan bidang gelincir lurus,
melengkung atau tidak beraturan.
c) Aliran misalnya aliran tanah, aliran batuan dan aliran
bahan rombakan batuan;
d) Kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan
tanah dengan gerakan relatif cepat (lebih dari 2 meter
per hari hingga mencapai 25 meter per menit).
3) Faktor Aktifitas Manusia
a) Lereng ditanami jenis tanaman yang tidak tepat seperti
hutan pinus, tanaman berakar serabut, digunakan
sebagai sawah atau ladang.
b) Dilakukan penggalian/pemotongan lereng tanpa
memperhatikan struktur lapisan tanah (batuan) pada
lereng dan tanpa memperhitungkan analisis kestabilan
lereng; misalnya pengerjaan jalan, bangunan, dan
penambangan.
16
c) Dilakukan pencetakan kolam yang dapat
mengakibatkan merembesnya air kolam ke dalam
lereng.
d) Pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu
berat.
e) Sistem drainase yang tidak memadai.
b. Zona Tipe B
Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki
pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai
dengan kemiringan lereng berkisar antara 21% sampai dengan
40%, dengan ketinggian 500 meter sampai dengan 2000 meter
di atas permukaan laut.
1) Faktor Kondisi Alam
a) Lereng relatif landai dengan kemiringan 21% hingga
40%.
b) Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup setebal
kurang dari 2 (dua) meter, bersifat gembur dan mudah
lolos air (misalnya tanahtanah residual), menumpang di
atas batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap
(misalnya andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu
lempung);
c) Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual,
tanah kolovial atau batuan sedimen hasil endapan
sungai dengan ketebalan kurang dari 2 (dua) meter;
d) Kondisi tanah (batuan) penyusun lereng umumnya
merupakan lereng yang tersusun dari tanah lempung
yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis
montmorillonite);
e) Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per
hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm,
atau kawasan yang rawan terhadap gempa;
17
f) Sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap air
dengan lapisan tanah yang lebih permeable;
g) Vegetasi terbentuk dari tumbuhan berdaun jarum dan
berakar serabut;
h) Lereng pada daerah yang rawan terhadap rawan gempa.
2) Faktor Jenis Gerakan Tanah
a) Gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini umumnya
berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan
amblesan tanah.
b) Kecepatan gerakan lambat hingga menengah dengan
kecepatan kurang dari 2 (dua) meter dalam satu hari.
3) Faktor Aktifitas Manusia
a) Pencetakan kolam yang mengakibatkan perembesan air
ke dalam lereng.
b) Pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu
berat.
c) Sistem drainase yang tidak memadai.
c. Zona Tipe C
Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi,
dataran rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai
dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% sampai dengan
20%, dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter di atas
permukaan laut.
1) Faktor Kondisi Alam
a) Lereng relatif landai dengan kemiringan antara 0%
sampai 20%;
b) Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup setebal
kurang dari 2 (dua) meter, bersifat gembur dan mudah
lolos air (misalnya tanah residual), menumpang di atas
batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap (misalnya
andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung);
18
c) Daerah belokan sungai (meandering) dengan
kemiringan tebing sungai lebih dari 40%;
d) Kondisi tanah (batuan) penyusun lereng umumnya
merupakan lereng yang tersusun dari tanah lempung
yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis
montmorillonite);
e) Curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per
hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm,
atau kawasan yang rawan terhadap gempa;
f) Sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng,
terutama pada bidang kontak antara batuan kedap air
dengan lapisan tanah yang lebih permeable;
g) Vegetasi terbentuk dari tumbuhan berdaun jarum dan
berakar serabut;
h) Lereng pada daerah yang rawan terhadap rawan gempa.
2) Faktor Jenis Gerakan Tanah
a) Gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini umumnya
berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan
amblesan tanah.
b) Kecepatan gerakan lambat hingga menengah dengan
kecepatan kurang dari 2 (dua) meter per hari.
3) Faktor Aktifitas Manusia
a) Pencetakan kolam yang mengakibatkan perembesan air
ke dalam lereng.
b) Pembangunan konstruksi dengan beban yang terlalu
berat.
c) Sistem drainase yang tidak memadai.10
10 Kementrian Pekerjaan Umum, op. cit., h. 16-21
19
5. Gejala Dan Wilayah Rawan Longsor
Adapun gejala akan terjadinya tanah longsor sebagai berikut:
1) Muncul retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah
tebing, hal ini diakibatkan air yang menisi pori tanah
sehingga tanah menjadi sangan lembek dan berat.
2) Muncul air secara tiba-tiba dari permukaan tanah di lokasi
baru, biasanya hal ini terjadi akibat tanah tidak dapat
menampung lagi air yag di sebabkan pori tanah sudah
terisi penuh.
3) Air sumur di sekitar lereng menjadi keruh
4) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
6. Wilayah-wilayah yang rawan akan tanah longsor
1) Pernah terjadi bencana tanah longsor di wilayah tersebut
2) Berada pada daerah yang terjal dan gundul
3) Merupakan daerah aliran air hujan.
4) Tanah tebal atau sangat gembur pada lereng yang menerima
curah
5) hujan tinggi
7. Dampak Longsor
Terjadinya bencana tanah longsor memiliki dampak yang
sangat besar terhadap kehidupan, khususnya manusia. Bila tanah
longsor itu terjadi pada wilayah yang memiliki kepadatan penduduk
yang tinggi, maka korban jiwa yang ditimbulkannya akan sangat
besar, terutama bencana tanah longsor yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diawali adanya tanda-tanda akan terjadinya tanah longsor.11
Tanah dan material lainya yang berada di lereng dapat runtuh
dan mengubur manusia, binatang, rumah, kebun, jalan dan semua
yang berada di jalur longsornya tanah. Kecepatan luncuran tanah
longsor, terutama pada posisi yang terjal, bisa mencapai 75 kilometer
11 Nandi, “Longsor”, Manuskrip Pada Pendidikan Geografi UPI Bandung, Bandung, 2007,
h. 17. tidak dipublikasi.
20
per jam. Sulit untuk menyelamatkan diri dari tanah longsor tanpa
pertolongan dari luar.12
a. Adapun dampak yang ditimbulkan dengan terjadinya tanah longsor
terhadap kehidupan adalah sebagai berikut:
1) Bencana longsor banyak menelan korban jiwa.
2) Terjadinya kerusakan infrastruktur public seperti jalan,
jembatan dan sebagainya.
3) Kerusakan bangunan –bangunan seperti gedung perkantoran
dan perumahan penduduk serta sarana peribadatan.
4) Menghambat proses aktivitas manusia dan merugikan baik
masyarakat yang terdapat disekitar bencana maupun
pemerintah
b. Adapun dampak yang ditimbulkan terhdap lingkungan akibat
terjadinya tanah longsor adalah sebagai berikut:
1) Terjadinya kerusakan lahan.
2) Hilangnya vegetasi penutup lahan.
3) Terganggunya keseimbangan ekosistem.
4) Lahan menjadi kritis sehingga cadangan air bawah tanah
menipis. Terjadinya tanah longsor dapat menutup lahan yang
lain seperti sawah, kebun dan lahan produktif lainnya.13
8. Penanggulangan Longsor
a. Hal yang harus dilakukan agar terhindar dari bencana longsor
1) Tidak melakukan penebangan baik di hutan maupun pinggir
sungai.
2) Melakukan reboisasi dengan menanam pohon yang memiliki
akar cukup kuat guna mengikat tanah agar tidak terjadi
longsor.
3) Membuat dan menjaga saluran air hujan
4) Membangun diding penahan tebing di wilayah terjal
5) Memeriksa keadaan tanah secara berkala
6) Mengukur tingkat kederasan dan intensitas hujan
12Yayasan IDEP, op. cit., hal 10 13 Nandi, op. cit., h 18.
21
b. Cara menghindari jatunya korban jiwa bagi masyarakat di wilayah
rawan longsor
1) Membangun pemukiman jauh dari daerah yang rawan
2) Bertanya pada pihak yang mengerti sebelum membangun
3) Membuat Peta Ancaman.
4) Melakukan deteksi dini
c. Hal yag harus dilakukan selama dan sesudah bencana
1) Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat
adalah penyelamatan dan pertolongankorban secepatnya
supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang
harusdiperhatikan, antara lain:
a) Kondisi medan
b) Kondisi bencana
c) Peralatan
d) Informasi bencana
e) Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi
kondisi sosial, ekonomi, dan saranatransportasi. Selain itu
dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik
pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan
penentuan relokasi korban tanah longsor bilatanah longsor sulit
dikendalikan.
d. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah
rawan longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi
kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karenakerentanan
untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor
hampir100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang
bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian, antara lain:
22
1) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa
menyerap).
2) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-
bangunan).
3) Vegetasi kembali lereng-lereng.
4) Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa
menstabilkan lokasi hunian.
B. Mitigasi Bencana
1. Pengertian Mitigasi Bencana
Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana No. 4 Tahun 2008, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapai ancaman
bencana.14 Mitigasi merupakan suatu siklus kegiatan yang secara
umum dimulai dari tahap pencegahan terjadinya longsor, kemudian
tahap waspada, evakuasi jika longsor terjadi dan rehabilitasi,
kemudian kembali lagi ke tahap yang pertama. Pencegahan dan
waspada merupakan bagian yang sangat penting dalam siklus
mitigasi.15
2. Prinsip Mitigasi Bencana
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 terdapat
prinsip-prinsip penanggulangan bencana yaitu sebagai berikut.
a. Cepat dan Tepat
Penanggulangan bencana harus cepat dan tepat karena
kalau terlambat akan menimbulkan kerugian harta benda dan
korban manusia yang banyak.
b. Prioritas
Penanggulangan harus memprioritaskan penyelamatan
nyawa manusia, kemudian harta benda.
c. Koordinasi dan Keterpaduan
14 Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Perka BNPB no 4 tahun 2008,t.t, h. 2. 15 Kementrian Pekerjaan Umum, op. cit., h. 116.
23
Koordinasi maksudnya dalam penanganan bencana antar
instansi pemerintah dan masyarakat harus memiliki koordinasi
yang baik dan saling mendukung. Keterpaduan maksudnya dalam
penanganan bencana harus dilakukan oleh berbagai sektor secara
terpadu dan saling mendukung.
d. Berdaya Guna dan Berhasil Guna
Berdaya guna dan berhasil guna maksudnya dalam
penanganan bencana tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya
yang berlebihan.
e. Transparansi dan Akuntabilitas
Transparansi penanggulangan bencana harus dilakukan
secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan. Akuntabilitas
maksudnya bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik dan hukum.
f. Kemitraan
Kemitraan maksudnya bahwa penanggulangan bencana
tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi harus bersama-sama
dengan semua elemen masyarakat.
g. Pemberdayaan
Pemberdayaan maksudnya merupakan upaya
meningkatkan dan pemahaman masyarakat dalam menghadapi
bencana seperti langkah antisipasi, penyelamatan dan pemulihan
bencana.
h. Non Diskriminatif
Dalam penanggulangan bencana tidak boleh diskriminatif
dengan memberikan perlakuan yang berbeda berdasarkan jenis
kelamin, suku, agama, ras dan paham politik.
i. Non Proletisi
Non proletisi maksudnya dalam penanggulangan bencana
dilarang memanfaatkan keadaan darurat dengan menyebarkan
24
agama atau keyakinan tertentu, misalnya dengan alih pemberian
bantuan.16
3. Tahapan Mitigasi Bencana
a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan
bencana alam geologi di suatuwilayah, sebagai masukan kepada
masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota danprovinsi
sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar
terhindar daribencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana
sehingga dapat digunakan dalamperencanaan penanggulangan
bencana dan rencana pengembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi
bencana, sehingga dapat diketahui penyebab dan cara
penaggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada
daerah strategis secara ekonomidan jasa, agar diketahui secara dini
tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat
tinggal di daerah tersebut.
e. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi
/Kabupaten /Kota atauMasyarakat umum, tentang bencana alam
tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster,
booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada
masyarakat danaparat pemerintah.
16 Uu no. 24 tahun 2007, BAB II, Pasal 3 Ayat 2, tahun 2007,t.t, h. 5-6.
25
f. Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya,
kondisi bencana dan tatacara penanggulangan bencana di suatu
daerah yang terlanda bencana tanah longsor.17
4. Efektifitas Mitigasi Bencana
Efektivitas merupakan kata yanf berasal dari kata efektif
yang menurut KBBI yaitu dapat membawa hasil atau berhasil guna.18
Dengan kata lain efektifitas merupakan suatu ukuran yang
menyatakan sejauhmana keberhasilan atau hasil tersebut dapat dan
akan tercapai.
Dalam hal ini efektifitas suatu mitigasi dan penanggulangan
bencana sangat diperlukan, guna melihat hasil yang telah di lakukan
apakah sudah sesuai dengan yang di harapkan dan menjadi bahan
evaluasi untuk mitigasi dan penanggulangan berikutnya.
Maka dari itu efektivitas mitigasi bencana pada tingkat
daerah harus segera ditingkatkan untuk meminimalisasi akibat buruk
dari gangguan alam. BPBD di semua kabupaten/kota harus mampu
menjadi kekuatan terdepan ketika warga butuh bantuan, baik akibat
gempa bumi, banjir, tanah longsor, maupun erupsi gunung berapi.19
C. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana Longsor
1. Tugas dan Fungsi Pemerintah
Tugas dan fungsi pemerintah adalah untuk melayani
masyarakat dan lebih mementingkan kepentingan umum. Menurut
Rasyid secara umum tugas pokok pemerintah yaitu:
1) Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan
dari luar dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam
17 Pusat Vulcanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, op. cit., hal 14-15 18 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Efektif, 2020,
(https://kbbi.web.id/efektif). 19 Media Indonesia, Tingkatkan Efektivitas Mitigasi Bencana Daerah, 2020
yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara
kekerasan.
2) Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan
diantara masyarakat, menjamin agar perubahan apappun yang
terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.
3) Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada warga
masyarakat tanpa membedakan status apapun yang
melatarbelakangi keberadaan mereka.
4) Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam
bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non
pemerintahan, atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh
pemerintah.
5) Melakukan upaya-upaya yang meningkatkan kesejahteraan sosial,
misalnya: membantu orang tidak mampu dan memelihara orang
cacat, jompo dan anak terlantar, menampung serta menyalurkan
para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif dan
semacamnya.
6) Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat
luas, seperti mengendalikan ekonomi yang menguntungkan
masyarakat luas seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong
penciptaan lapangan kerja baru, menajukan perdagangan domestik
dengan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung
menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.
7) Menerapkan kebijakan untuk memelihara sumber daya alam dan
lingkungan hidup seperti air, tanah dan hutan.20
2. Peran Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana
Pemerintah harus mempunyai kemampuan yang cukup besar
untuk mengontrol situasi daerah rawan bencana. Kemampuan itu
meliputi perencanaan dan persiapan respon bencana, bantuan
koordinasi, kebijakan rekontruksi dan mengatasi masalah populasi.
20 Andi Muchlis, op.cit., h. 98-99.
27
Pemerintah dengan sebuah pengembangan program manajemen
bencana dapat melakukan koordinasi yang baik. Berdasarkan pada
hukum kemanusiaan internasional, pemerintah nasional merupakan
pihak utama yang harus merespon bencana alam. Wilayah daerah dan
bencana merupakan sebuah upaya pengujian kumpulan kebijakan,
praktik dan profesionalisme manajemen tanggap darurat dari sebuah
perspektif pemerintah lokal. 21
D. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan “Upaya
Penanggulangan Bencan Longsor di Kecamatan Setu, Kota Tangerang
Selatan” adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penelitian Relevan
No Nama
Peneliti Judul Hasil Perbedaan Persamaan
1 Febriali
Setyo
Purwant
o 2017
Upaya
Penanggulan
gan Korban
Bencana
Tanah
Longsor Oleh
BPBD
Pacitan
Kecamatan
Tegalombo
Kabupaten
Pacitan
Strategi
badan
penaggulan
gan bencana
daerah
(BPBD)
dalam
upaya
menanggula
ngi korban
bencana
tanah
longsor
sudah baik.
BPBD
sudah cepat
dan tepat
sesuai
dengan
Penelitian
sebelumnya
meneliti
tentang
bagaimana
upaya
BPBD
dalam
menanggul
angi korban
longsor
Sama sama
meneliti
tentang
longsor
21 Ibid., h.101-102.
28
tuntutan
keadaan.
2 Andi
Muchlis
2017
Analisis
Penanggulan
gan Bencana
Banjir Di
Kecamatan
Ganra
Kabupaten
Soppeng
Peran badan
penanggula
ngan
bencana
daerah
(BPBD)
dalam
menanggula
ngi resiko
bencana
banjir di
Kecamatan
Gandra
Kabupaten
Soppeng
telah
dijalankan
sesuai
dengan visi
dan misi.
Ini terlihat
dari peran
kepala
pelaksana
BPDB
menjalanka
n setiap
penanggula
ngan secara
tepat sesuai
dengan
tuntutan
keadaan
Penelitian
sebelumnya
meneliti
tentang
penanggula
ngan banjir
Sama sama
meneliti
tentang
penanggula
ngan
bencana
3 Bestari
Ainun
Ningtyas
2015
Pengaruh
pengetahuan
Kebencanaan
Terhadap
Sikap
Kesiapsiagaa
n Warga
Dalam
Menghadapi
Bencana
Tanah
Longsor Di
Desa Sridadi
Sikap
kesiapsiaga
an warga
terhadap
bencana
tanah
longsor di
Desa
Sridadi
Kecamatan
Sirampong
Kabupaten
Brebes
Penelitian
sebelumnya
meneliti
sikap
kesiapsiaga
an warga
terhadap
bencana
tanah
longsor
Sama sama
meneliti
tentang
longsor
29
Kecamatan
Sirampog
Kabupaten
Brebes Tahun
2014
Berada di
Kategori
tinggi
E. Kerangka Berpikir
Dalam upaya penanggulangan bencana longsor diperlukan kerja
pemerintah hal itu merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas instansi tersebut. Dalam hal ini unit
penanggulangan bencana yang bertugas sebagai pelaksana
penanggulangan bencana harus mempunyai kinerja yang disiplin, efesien
dan efektif. Dengan demikian, pemerintah dikatakan berhasil jika
kinerjanya dapat dirasakan masyarakat yang terkena bencana.
Untuk itu penulis dalam nelakukan penelitian ini, ingin
menggunakan secara pasti apa yang mengakibatkan terjadinya tanah
longsor di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. Maka untuk itu
peneliti membuat kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.7
Kerangka Berfikir
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut, karena
dengan pertimbangan di daerah tersebut telah terjadi longsor. Lokasi
tersebut mudah dijangkau oleh peneliti sehingga memberi kemudahan
peneliti dalam mengumpulkan data, serta peluang waktu yang luas
untuk melakukan penelitian.Berdasarkan letak geografisnya
Kecamatan Setu memiliki batasan-batasan sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Pamulang
Sebelah Selatan : Kecamatan Cisauk
Sebelah Barat : Kecamatan Serpong
Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang
Gambar 3.1
Peta Lokasi Penelitian
31
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan antara bulan Juli 2019 sampai
dengan bulan Agustus 2019.
Tabel 3.1
Susunan Waktu Penelitian
No Waktu Kegiatan Keterangan
1. 30 November 2019 Perencanaan penelitian
Dilakukan dengan
cara berkonsultasi
dengan dosen
pembimbing
2. 5 Desember 2019 Penyusunan instrumen
Dilakukan dengan
cara berkonsultasi
dengan dosen
pembimbing
3. 1 Januari 2020 Pengumpulan data Lokasi penelitian
4. 25 Januari 2020 Pengolahan dan analisa data
Dilakuka dengan cara
berkonsultasi dengan
dosen pembimbing
5. 30 Maret 2020 Penyusunan laporan Dosen pembimbing
B. Latar Penelitian
Seperti yang sudah dijelaskan bahwa terpilihnya Kecamatan
Setu sebagai tempat penelitian adalah karena melihat terjadinya
kelongsoran di area tebingan yang menyebabkan terganggunya akses
jalan. Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis
penanggulangan longsor di Kecamatan Setu. Dari penanggulangan
longsor ini tentu akan berdampak bagi masyarakat sekitar.
32
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampling purposive teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu.1 Sampel
adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.2
Sampel penelitian ini merupakan responden yang terlibat langsung dalam
kejadian bencana. 1 orang Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan. 1
Anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan. 1 Staf Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan. Tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
Peneliti menetapkan sampel berdasarkan anggapan bahwa
responden dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti.
Responden dipilih dengan pengetahuan ataupun keterlibatannya dengan
objek yang akan diteliti.
C. Metode Penelitian
Dalam penggunaan metode tentunya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan penelitian. Penggunaan metode tentunya membutuhkan
langkah-langkah yang logis serta alamiah. Oleh karena itu, peneliti harus
menggunakan langkah-langkah untuk memperoleh data penelitian yang
akurat.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari generalisasi.3
1 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustakabarupress, 2014),
Cet.ke 1, h. 72. h. 72. 2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 81. 3 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 1.
33
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis faktual dan aturan mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.4
Penggunaan metode ini dipandang tepat karena mempelajari serta
menggambarkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lembaga dan
masyarakat. Penelitian ini data yang akan dicari berupa Peran Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam menanggulangi longsordi
Kecamatan Setu Kota Tangerang. Serta hubungan kerjasama pemerintah
daerah dengan masyarakat dalam menaggulangi bencana longsor
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Data dan Sumber Data
Dalam hal ini data sangat penting karena data perlu diolah
untuk menghasilkan penelitian.
Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode
pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis menggunakan suatu
metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang
dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu.5
Dalam suatu penelitian data sangat diperlukan karena dari
datalah dapat diperoleh suatu hasil penelitian. Dalam hal ini data yang
akan dicari ialah data penanggulangan longsor di Kecamatan Setu
melalui wawancara dari anggota BPBD Kecamatan Setu, Camat dan
masyarakat sekitar area yang terkena longsor.
Adapun data dan sumber data dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 3.2.
4 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 58. 5 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012), h. 116.
34
Tabel 3.2
Data dan Sumber Data
No Data Sumber Data
1 Peran Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) dalam
menanggulangi longsor di
Kecamatan Setu
Kepala, Anggota Badan
Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD)
2 Kerjasama masyarakat dengan
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) dalam
menanggulangi resiko longsor di
Kecamatan Setu
Tokoh masyarakat dan
tokoh pemuda
2. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data.6
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah observasi, wawamcara, dan dokumentasi. Dalam
penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah
peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrumen,
berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai
sumber data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas
temuannya.7
a. Observasi
Observasi sangat penting dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi secara menyeluruh tentang tempat
penelitian. Observasi adalah pengamatan-pengamatan dan
6 Sugiyono, Memahami Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2011), cet 14, h. 62. 7 Ibid., h. 222.
35
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada
objek penelitian.8
Peneliti disini melakukan observasi langsung dimana
peneliti datang langsung ke lapangan guna mendapatkan data
berupakan gambaran sesungguhnya dari wilayah bencana tersebut.
Oleh karena itu keunggulan metode ini adalah data yang
dikumpulkan dalam dua bentuk yaitu interaksi dan percakapan.
Tabel 3.3
Pedoman Observasi
No Kegiatan Keterangan
1 Mengobservasi kondisi
longsor di Kecamatan Setu
Dilakukan dengan cara
mengobservasi langsung
2 Mengobservasi kondisi
masyarakat Kecamatan Setu
Dilakukan dengan cara
mengobservasi langsung
b. Kuesioner
“Kuesioner adalah alat riset atau survei yang terdiri atas
serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan mendapatkan tanggapan
dari kelompok orang terpilih melalui wawancara pribadi atau
melalui pos, daftar pertanyaan.”9
Sedangkan angket adalah daftar pertanyaan tertulis mengenai
masalah tertentu dengan ruang untuk jawaban bagi setiap
pertanyaan.10
Maka peneliti nmenggunakan angket sebagai media
kuesioner guna mendapatkan data yang valid dari masing-masing
responden.
8 V. Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustakabarupress, 2014),
Cet.ke 1, h.75. 9 Badan Pengembang Pengembang dan Pembinaan Bahasa, Longsor, 2020,
(https://kbbi.web.id/kuesioner). 10 Badan Pengembang Pengembang dan Pembinaan Bahasa, Angket, 2020,
(https://kbbi.web.id/angket).
36
Dalam hal ini yang akan dimintai data kuesioner oleh
peneliti ialah sebagai berikut:
a) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kecamatan Setu Kota Tangerang.
b) Anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kecamatan Setu Kota Tangerang.
c) Tokoh masyarakat
d) Masyarakat disekitar area Longsor Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan.
c. Wawancara
“Wawancara (interview) adalah pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara
(pengumpulan data) kepada responden, dan jawaban-jawaban
responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape
recorder).”11
Wawancara merupakan data yang diperoleh dengan cara
tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara akan dilaksanakan
dengan cara terstruktur. Dalam hal ini peneliti akan melakukan sesi
tanya jawab dengan menggunakan sebagian alat meliputi teks
pertanyaan, alat mencatat dan merekam.
Wawancara secara langsung untuk memperoleh informasi
yang mendalam tentang objek dan fokus yang akan diteliti. Selain
pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan alat pendukung
lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas penelitian. Selain itu
alat pendukung untuk wawancara lainnya ialah alat rekam (tape
recorder) untuk mencatat hasil wawancara yang sedang
berlangsung antara peneliti dengan responden. Dalam penelitian
kualitatif, wawancara menjadi metode pengumpulan data yang
paling utama. Data diperoleh dari wawancara yang diperlukan
11 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Lainnya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 67-68.
37
untuk menggali informasi secara mendalam, penguasaan teknik
wawancara sangat diperlukan agar narasumber merasa nyaman.
Dalam hal ini yang akan dimintai wawancara oleh peneliti
ialah sebagai berikut:
e) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kecamatan Setu Kota Tangerang.
f) Anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kecamatan Setu Kota Tangerang.
g) Staf Kecamatan Kecamatan Setu Kota Tangerang
h) Tokoh masyarakat
i) Masyarakat disekitar area Longsor Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan.
Tabel 3.4
Pedoman Wawancara
No Daftar Pertanyaan Sumber data
1
1. Upaya apa saja yang dilakukan BPBD
dalam menanggulangi bencana di
Tanggerang Selatan khususnya di
Kecamatan Setu?
2. Apa saja program yang dilakukan
BPBD dalam menanggulangi bencana
ini?
3. Bagaimana koordinasi dari program-
program BPBD Tanggerang Selatan,
baik itu program yang mencakup
tanggap darurat dan mitigasi?
4. Apakah hubungan kerjasama antara
BPBD dengan pemda sudah berjalan
dengan maksimal?
5. Bagaimana hubungan antar kerjasama
Badan
Penanggulangan
Bencana daerah
38
antara BPBD dengan masyarakat dala
penanggulangan bencana ini?
6. Apakah ada kesulitan yang dialami
BPBD dalam melakukan program-
program penanggulangan bencana ini?
7. Apa yang dibutuhkan BPBD dalam
melakukan upaya penanggulangan
bencana ini?
2
1. Bagaimana peran pemerintah daerah
Tanggerang Selatan dalam
menanggulangi bencana di
Tanggerang Selatan khususnya di
kecamatan Setu?
2. Upaya apa saja yang dilakukan pemda
dalam menanggulangi bencana
longsor?
3. Apakah ada program dari pemda
dalam menanggulangi bencana ini?
4. Apakah pihak BPBD atau
instansi/dinas yang pernah
mengadakan sosialisasi mengenai
kebencanaan dan cara
penanggulangan dini bencana lonsor
tersebut?
5. Bagaimana hubungan kerjasama
antara BPBD dengan pemda sudah
berjalan dengan maksimal?
6. Apakah hubungan kerjasama antara
BPBD dengan pemda sudah berjalan
Petugas
Kecamatan
Kecamatan Setu
Kota Tangerang
39
dengan maksimal?
7. Apakah ada kesulitan yang dialami
pemda dalam melakukan program-
program penanggulangan bencana ini?
8. Apa yang dibutuhkan pemda dalam
melakukan upaya penanggulangan
bencana ini?
3
1. Bagaimana tanggapan bapak/ibu
perihal bencana longsor yang terjadi?
2. Bagaimana hubungan kerjasama
antara pihak BPBD dengan
masyarakat sekitar?
3. Apa saja yang dilakukan pemerintah
daerah dalam mengatasi dan
menaggulangi bencana ini?
4. Bagaimana peran masyarakat dalam
mengatasi dan menanggulangi
bencana ini?
5. Apakah pernah diadakan sosialisasi
mengenai penanggulangan dini?
6. Kenapa bapak/ibu masih tetap tinggal
di wilayah ini?
7. Apakah yang dibutuhkan masyarakat
agar bencana ini tidak terulang?
8. Adakah saran dan pesan untuk pemda
Tangsel dan BPBD terkait bencana
ini?
Masyarakat di
sekitar
Kecamatan Setu
Kota Tangerang
40
d. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
yang tidak langsung ditunjukan kepada subjek penelitian. Dokumen
yang diteliti dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen
resmi.12 Teknik dokumentasi dalam penelitian ini menyangkut
penelusuran yang diperlukan untuk mengumpulkan dokumen data
penelitian yang akurat.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa terbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.13 Dengan demikian teknik ini dipakai
untuk memperoleh data profil Kecamatan Setu Kota Tangerang,
kondisi masyarakat, foto selama proses wawancara berlangsung
serta observasi langsung melihat tempat yang terkena longsor
Kecamatan Setu Kota Tangerang.
Tabel 3.5
Pedoman Dokumentasi
No Dokumen yang diperlukan Sumber dokumen
1
Penanggulangan longsor di
Kecamatan Setu Kota
Tangerang
Kantor BPBD Kecamatan
Setu Kota Tangerang
2 Profil Kecamatan Setu Kota
Tangerang
Kantor Kecamatan Setu
Kota Tangerang
E. Analisis Data
Bogdan dalam Sugiyono mengatakan bahwa, Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga
12 Irawan Soehartono, op. cit., h. 70. 13 Sugiyono, op. cit., h. 82.
41
dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang
lain. Analisi data dilakukan dengan mengorganisasikan data,
menjabarkannya kedalam unit-unit melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih nama yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan yang akan diceritakan kepada orang lain.14 Dalam penelitian
ini data akan dianalisis menjadi sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal yang paling
pokok, memfokuskan kepada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. 15 Dalam penelitian ini data yang akan diperoleh tentunya
tidak akan sedikit. Banyak data-data yang akan diperoleh dari berbagai
metode pengumpulan data seperti wawancara, observasi dan
dokumentasi.
Data-data yang diperoleh tersebut harus dicatat secara
terperinci oleh peneliti. Peneliti mengambil bagian-bagian yang
pokoknya saja. Jika telah selesai di reduksi kemudian peneliti akan
mendapat gambaran yang lebih jelas tentang data yang diperoleh.
Setelah selesai hal tersebut kemudian peneliti melanjutkan teknik
analisis selanjutnya.
2. Penyajian data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplay data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data ini dapat
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchat, dan sejenisnya.16 Setelah penyajian data tentu akan sangat
mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi.
3. Verification
Setelah melakukan penyajian data tahap selanjutnya yaitu
penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ada bukti-bukti yang
14 Ibid., h. 224. 15 Ibid., h. 247. 16 Ibid., h. 249.
42
akan mendukung pada tahap pengumpulan data selanjutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh
bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.17
17 Ibid., h. 252.
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Daerah Penelitian
1. Kondisi Fisik Daerah Penelitian
Pada umumnya untuk mengetahui keadaan fisik daerah
penelitian dapat dijelaskan seperti berikut ini, yaitu:
Gambar 4.1
Peta Lokasi Penelitian
a. Letak dan Luas
Kecamatan setu adalah sebuah Kecamatan yang terletak di
kota Tangerang Selatan dengan luas wilayah sekitar 1,480 Ha,
Kecamatan Setu mempunyai 6 kelurahan diantaranya, keranggan,
Muncul, Kademangan, Setu, Babakan, dan Bakti jaya yang
mencerminkan perbatasan dengan daerah lain sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Pamulang
Sebelah Selatan : Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang
Sebelah Barat : Kecamatan Serpong
Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang
44
Jarak Kecamatan Setu ke Kota pemerintahan Tangerang
Selatan sekitar 7 kilometer, Kecamatan Setu masuk kedalam
wilayah pemerintahan kota Tangerang Selatan. Kecamatan Setu
merupakan wilayah yang dikategorikan padat penduduk.
b. Topografi
Berdasarkan topografi wilayah kecamatan Setu berada
pada ketinggian 14,8 mdpl.
c. Iklim
Curah hujan di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
mencapai 66,7 pertahun.
d. Penggunaan Lahan
Di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan berdasarkan
penggunaan lahan ialah dibagi kedalam beberapa wilayah bagian
ialah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan di Kecamatan Setu
Tahun 2019
No Penggunaan Lahan Luas Presentase %
1 Sawah 68,69 Ha 3,9%
2 Pemukiman 693,72 Ha 40%
3 Danau 18,02 Ha 1%
4 Industri 141,31 Ha 8%
5 Kawasan Puspitek 314,14 Ha 17,8%
6 Pendidikan 27,02 Ha 1,5%
7 Perdagangan dan Jasa 21,25 Ha 1,2%
8 Semak, Belukar 104,73 Ha 6%
9 Tambak 33,65 Ha 1,9%
10 Tanah kosong 216,5 Ha 12,2%
45
11 Ladang/Kebun 133,18 Ha 7,5%
Total Luas 1772,22 Ha 100%
Sumber: Data Litbang PUPR Kota Tangerang Selatan
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa luas
Kecamatan Setu dengan luas persawahan 68,69 Ha atau sekitar
3,9%, luas pemukiman 693,72 Ha atau sekitar 40%, Danau 18,02
Ha atau sekitar 1%, Industri 141,31 Ha atau sekitar 8%, Kawasan
Puspitek 314,14 Ha atau sekitar 17,8%, Pendidikan 27,02 Ha atau
sekitar 1,5%, Perdagangan dan Jasa 21,25 Ha atau sekitar 1,2%,
Semak, Belukar 104,73 Ha atau sekitar 6%, Tambak 33,65 Ha atau
sekitar 1,9%, Tanah kosong 216,5 Ha atau sekitar 12,2% dan
Ladang/Kebun 133,18 Ha atau sekitar 7,5%.
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian
Untuk mengetahui gambaran umum kondisi sosial daerah
penelitian dapat diketahui melalui, jumlah penduduk, kepadatan
penduduk, komposisi penduduk.
a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data BPS Kecamatan Setu tahun 2017 jumlah
penduduk di Kecamatan Setu berjumlah 89.825 Jiwa, jumlah
penduduk laki-laki 45.870 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 43.955 jiwa dan luas lahan Kecamatan Setu seluas
1772,22 Ha. Adapun jika ingin mengetahui kepadatan penduduk di
Kecamatan Setu dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:
Kepadatan Penduduk =
Kepadatan Penduduk =
= 25,9 Jiwa/Ha2 atau 2.588,6 Jiwa/Km2
Kepadatan penduduk bisa dilihat sebagai berikut:
1) 0-51 orang termasuk wilayah tidak padat
2) 21-250 orang termasuk wilayah kurang padat
46
3) 251-400 orang termasuk wilayah padat
4) > 400 orang termasuk wilayah sangat padat1
Dari hasil perhitungan kepadatan penduduk, telah
diketahui Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan termasuk
wilayah sangat padat dengan penduduknya yang mencapai >400
Jiwa/ dengan jumlah kepadatan penduduk mencapai 2588,6
Jiwa/
b. Komposisi Penduduk Kecamatan Setu Berdasarkan Umur dan
Jenis Kelamin
Komposisi penduduk berdasarkan umur merupakan
perbandingan usia antara penduduk laki-laki dengan perempuan.2
Sedangkan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah,
perbandingan jumlah laki-laki dibandingkan dengan jumlah
perempuan dalam waktu tertentu.3
Di Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan berdasarkan
komposisi penduduk umur dan jenis kelamin adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.2
Komposisi Penduduk Kecamatan Setu Berdasarkan Umur dan