UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI KOREA SELATAN PERIODE 2012 – 2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: Akbar Ali Yafie 11141130000073 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018/1439 H
98
Embed
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI PERSOALAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42782/2/AKBAR...UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI
KOREA SELATAN PERIODE 2012 – 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Akbar Ali Yafie
11141130000073
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai upaya pemerintah Indonesia menangani
persoalan Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea Selatan periode 2012-2016.
Skripsi ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah
Indonesia dalam menangani persoalan Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea
Selatan periode 2012-2016. Skripsi ini berisikan alasan dari para Tenaga Kerja
Indonesia untuk overstay di Korea Selatan. Alasan tersebut meliputi penghasilan
yang cukup besar setiap bulannya. Penghasilan yang cukup besar membuat para
tenaga kerja enggan untuk pulang dan menyebabkan penurunan kuota pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan.
Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara
dan sumber-sumber lainnya. Sumber tersebut berupa jurnal, pemanfaatan
dokumen, laporan dari institusi, website yang valid, dan survei. Kerangka
pemikiran Kepentingan Nasional dan Diplomasi Bilateral menjadi alat yang
digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian terkait upaya pemerintah
Indonesia dalam menangani permasalahan TKI overstay.
Kata Kunci: Tenaga Kerja Indonesia, Overstay, Indonesia, Korea Selatan.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan rahmat,
hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
dengan judul “UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY DI KOREA
SELATAN PERIODE 2012-2016”.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat
menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dalam bentuk waktu,
tenaga, fikiran, dll. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimkasih kepada:
1. Bapak Ahmad Alfajri, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Teguh Santosa, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan memberikan waktu, pikiran, dukungan dan tenaga untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Keluarga saya tercinta, khususnya Ayah dan Ibu terimakasih banyak atas
segala do’a, dukungan moril dan materil yang tidak pernah bosan untuk
saya, tanpa do’a dan dukungan kalian saya tidak akan menjadi saat ini.
vi
4. Bapak Tenny Johansen atau bang Tejo. Terima kasih sudah sangat
membantu dalam pengumpulan dan selalu memberikan dukungan untuk
penulis. Rela untuk meluangkan waktunya, meskipun dalam keadaan
sedang sibuk. Terimakasih atas semua bantuannya bang.
5. Sahabat terbaik penulis, Beben, Oby, Ajis yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Segala bantuan dan motivasi
yang setiap hari dihadapkan kata-kata “skripsi udah ampe mana”, yang
selalu menghibur penulis dikala penulis jenuh dengan skripsi. Dunia tanpa
kalian pasti berwarna hehe.
6. Teruntuk Saniyyah Algadri selaku teman, sahabat, semua peran bisa,
terimakasih untuk waktu dan bantuannya. Tidak pernah berhenti untuk
mendorong penulis untuk tetap mengerjakan skripsi, yang selalu
menemani penulis mencari Wifi gratis. Terimakasih onta, salam 20.
7. Teruntuk adik-adik penulis Nabilah, Najmah termasuk yang telah tiada,
Alm. Dimas. Skripsi ini sebagai bukti memenuhi janji penulis untuk
menyelesaikan segala Pendidikan dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini
juga untuk membuktikan bahwa penulis dapat menyelesaikan jenjang
Pendidikan S1.
8. Teruntuk Ihuntani Squad yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terimakasih telah menjadi bagian terpenting dari hidup penulis. Tanpa
kalian skripsi tidak dapat berjalan dengan baik. Terimakasih untuk
dukungan kalian selama penulis menempuh kuliah. Eskungga
Esterebastah!
vii
9. Teman-teman seperjuangan HI angkatan 2014 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, sukses untuk kalian!
10. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
termasuk abang barista kopi jangan bosen bang Wifinya di pake terus
hehe. Terimakasih banyak
Terimakasih atas segala bantuan yang tidak ternilai harganya. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
demi perbaikan kedepannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu hubungan internasional.
Jakarta,20 Agustus 2018
Akbar Ali Yafie
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah .............................................................................. 1
Pada Bab I penelitian ini berbicara mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian dan kerangka teori yang digunakan untuk menjawab
rumusan masalah dari penelitian ini. Selain itu, pada bab ini juga membahas metode
penelitian dan sistematika penulisan.
Pada Bab II penelitian ini berbicara mengenai sejarah awal hubungan bilateral
antara Korea Selatan dengan Indonesia sejak pasca kolonialisme. Selain itu, pada bab
ini membahas sejarah dari pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri hingga
perlindungannya di luar negeri.
Pada Bab III penelitian ini berbicara mengenai tenaga kerja Indonesia yang
berada di Korea Selatan, serta proses pengiriman para tenaga kerja Indonesia ke
Korea Selatan. Selain itu, pada bab ini akan membahas beberapa permasalahan yang
terjadi pada tenaga kerja Indonesia di Korea Selatan
Pada Bab IV penelitian ini membahas permasalahan TKI overstay, di mana
tenaga kerja yang melanggar izin tinggal atau tenaga yang telah habis masa dari izin
tinggalnya, namun tetap melakukan pekerjaan di Korea Selatan. Selain itu, bab ini
juga membahas bagaimana upaya yang dilakukan antara pemerintah Korea Selatan
dan pemerintah Indonesia dalam upaya mengatasi permasalahan TKI overstay.
Pada Bab V adalah bab penutup, di mana bab ini membahas kesimpulan
mengenai beberapa hal terkait upaya kerjasama Korea Selatan dan Indonesia dalam
mengatasi permasalahan TKI secara umum dan TKI overstay secara khusus.
20
BAB II
TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI
2.1 Sejarah Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Sebenarnya bermigrasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dan merupakan hak dasar bagi setiap individu. Tentu saat
ini sudah jutaan orang ikut terlibat dari gelombang migrasi global yang sangat
dinamis ini. Migrasi juga telah menyebabkan dunia kehilangan batas
konvensionalnya. Gelombang migrasi telah membuka batas-batas negara, hukum dan
bahkan budaya.
Ada banyak alasan mengapa orang lebih memilih untuk bermigrasi, salah satu
alasan tersebut adalah dalam rangka mencari penghidupan yang lebih layak dari
sebelumnya. Migrasi karena pekerjaan adalah hal yang paling umum terjadi, hal
tersebut tentu dapat dijumpai di berbagai belahan dunia. masyarakat dari kelompok
paling miskin di negara berkembang melakukan migrasi ke negara-negara yang lebih
kaya.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiiliki
keberagaman yang cukup kompleks. Tidak heran juga Indonesia memiliki sejarah
yang cukup panjang. Melihat sejarahnya, isu dari migrasi ini bukanlah hal yang baru
21
di Indonesia. Isu migrasi ini sudah dikenal sejak zaman pemerintahan Belanda (1596-
1942).
Pada tahun tersebut pemerintah Hindia Belanda mulai menduduki beberapa
daerah pada waktu yang berbeda-beda selama lebih dari 350 tahun (1596-1942).
Willem Daendels yang merupakan salah satu Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang
pertama kali menerapkan sistem kerja rodi saat membuat jalan sepanjang hampir
1.000 Kilometer untuk keperluan militer. Banyak orang secara terpaksa bermigrasi
untuk pekerjaan ini.20
Pengiriman tenaga kerja Indonesia yang dilakukan oleh Belanda pertama kali
diberangkatkan dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 menggunakan kapal SS
Koringin Emma. Perjalanan yang ditempuh cukup jauh ini singgah di negeri Belanda
dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Pengiriman TKI gelombang pertama ini
terdiri dari 94 orang yaitu 61 pria dewasa, 31 wanita dan 2 anak-anak.21
Program dari migrasi tenaga kerja ini terus belanjut hingga memasuki masa
kemederkaan, Orde Lama, Orde Baru dan reformarsi. Tanggal 3 Juli 1947 merupakan
tanggal bersejarah bagi Lembaga Kementerian Perburuhan dalam era kemerdakaan
Indonesia. Melalui peraturan pemerintah No 3/1947 dibentuklah lembaga yang secara
20
Sulistyowati Irianto, Titiek Kartika, Tirtawening Parikesit, dkk, Akses Keadilan dan Migrasi Global (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), 4-7.
21 Sejarah Penempatan TKI Hingga BNP2TKI, http://www.bnp2tki.go.id/frame/9003/Sejarah-
Penempatan-TKI-Hingga-BNP2TKI, diakses pada tanggal 7 Maret 2018.
Data Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Luar Negeri
Selama Repelita I – Repelita V
Repelita Periode Jumlah Tenaga Kerja
Repelita I 1969 – 1974 5.624
Repelita II 1974 – 1979 17.042
Repelita III 1979 – 1984 96.410
Repelita IV 1984 – 1989 292.262
Repelita V 1989 – 1994 652.272
Sumber: Sukamdi, Memahami Migrasi Pekerja Indonesia ke Luar Negeri, 2007
Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa sejak Repelita I menunjukan jumlah
tenaga kerja internasional mengalami peningkatan. Akan tetapi, peningkatan justru
terlihat cukup drastic terjadi pada periode 1979 – 1984 (Repelita II) ke 1984 – 1989
(Repelita III). Pada periode tersebut terlihat peningkatan lima kali lipat dari jumlah
sebelumnya. Pada periode berikutnya, meskipun mengalami peningkatan yang lebih
sedikit dari sebelumnya, secara konsisten jumlahnya menjadi cukup banyak. Pada
tahun-tahun berikutnya, peningkatan jumlah tenaga kerja di luar negeri terus
bertambah hingga pada periode 1989 – 1994 mencapai di atas 650 ribu orang.24
24
Sukamdi, Memahami Migrasi Pekerja Indonesia ke Luar Negeri, Universitas Gadjah Mada, Vol.18 No.2, 2007, 116-117.
24
2.2 Migrasi Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Pada dasarnya migrasi internasional tidak ada bedanya dengan migrasi
kependudukan pada umumnya. Migrasi internasional merupakan salah satu bentuk
perpindahan penduduk yang melewati batas-batas wilayah negara. Migrasi
internasional dapat dikatakan pula sebagai migrasi yang melewati batas politik antar
negara. Adapun migrasi internasional dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:25
1. Migrasi sementara: biasanya dilakukan oleh para pekerja pendatang atau
pekerja kontrak luar negeri dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja dan
mengirimkan penghasilannya ke negara asalnya.
2. Migrasi professional: biasa dilakukan oleh orang yang memiliki
kualifikasi sebagai manager, esekutif, teknisi atau sejenisnya, atau orang
yang mencari lahan pekerjaan yang melalui pasar tenaga kerja
internasional untuk keahlian-keahlian tertentu.
3. Migrasi illegal: biasa dilakukan oleh orang yang memasuki suatu wilayah
negara, biasanya untuk mencari pekerjaan tanpa adanya dokumen dan
perijinan yang lengkap.
4. Migrasi terpaksa: migrasi ini meliputi para pencari suaka dan orang-orang
yang terpaksa pindah karena faktor eksternal maupun internal, seperti
bencana alam atau konflik dalam negerinya.
5. Migrasi yang kembali: biasa dilakukan oleh orang yang telah kembali ke
negara asalnya setelah tinggal dalam jangka waktu tertentu di negara lain.
25
Elisabeth Dewi, Migrasi Internasional dan Politik Luar Negeri Indonesia, 1-3.
25
Sebenarnya terdapat juga dua motif yang mendasari perpindahan tenaga kerja
antar negara atau migrasi internasional. Motif yang pertama adalah mereka yang
bekerja ke luar negeri dengan tujuan untuk menjual tenaga, keterampilan atau
kemampuan mereka. Biasanya motif ini berasal dari negara-negara berkembang ke
negara-negara maju, atau dari negara dengan kategori miskin ke negara dengan
kategori kaya, atau dari negara dengan surplus tenaga kerja ke negara yang
mengalami kekurangan tenaga kerja.
Motif kedua adalah mereka bekerja ke luar negeri dengan tujuan penjualan
teknologi atau penanaman modal. Arus utama dari motif kedua ini umumnya adalah
dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang.26
Seperti halnya pada migrasi penduduk secara umum, tidak ada faktor tunggal
yang menjadi latar belakang terjadinya migrasi tenaga kerja internasional. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi adanya migrasi tenaga kerja internasional, yaitu
faktor mikro dan makro. Faktor makro melihat terjadinya migrasi tenaga kerja
internasional karena adanya perbedaan kesempatan kerja serta gaji/upah antara negara
pengirim dan penerima. Oleh sebab itu, adanya aliran migrasi tenaga kerja dari
negara dengan upah rendah ke negara dengan upah tinggi dengan tujuan untuk
memaksimalkan pendapatan.
Ternyata faktor ekonomi sering dianggap sebagai faktor yang paling mendasar
dalam mendorong penduduk untuk melakukan mobilitas atau migrasi. Namun,
migrasi internasional ini juga berkaitan dengan selain ekonomi, yaitu faktor politik
26
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2003), 35.
26
seperti perang, gangguan politik dan dekolonisasi ternyata juga dapat menjadi faktor
mendasar dari individua tau kelompok untuk melakukan mobilitas penduduk lintas
negara.
Migrasi tenaga kerja yang dilakukan oleh negara berkembang seperti
Indonesia pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan ekonomi antar negara.
rendahnya tingkat upah di tambah dengan sulitnya mencari pekerjaan yang layak di
negara sendiri dan adanya kesempatan kerja yang cukup tinggi dengan gaji yang
tinggi di negara-negara maju, cenderung mendorong migrasi tenaga kerja dari negara-
negara berkembang ke negara-negara maju.27
Berdasarkan pemaparan, dapat dilihat bahwa faktor pendorong dari adanya
fenomena migrasi tenaga kerja ke luar negeri adalah faktor ekonomi dan non-
ekonomi. Namun faktor ekonomi merupakan faktor dominan adanya migrasi tenaga
kerja ke luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah selain melihat keuntungan ekonomis
dari fenomena TKI yang bekerja di luar negeri perlu juga menjalankan fungsinya
dalam melindungi para TKI demi menjaga kesejahteraan para TKI di luar negeri.
2.3 Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, jumlah tenaga kerja Indonesia yang
terus meningkat setiap periodenya membuat pemerintah Indonesia memberikan
perhatian khusus terhadap para tenaga kerja yang berada di luar negeri. Pada
27
Yunita Wahyu Pratiwi, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Internasional Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri tahun 2007: Studi Kasus Tenaga Kerja Indonesia Asal Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Universitas Sebelas maret, 2007, 33-34
27
awalnya, permasalahan dari tenaga kerja ini hanya bersifat hukum privat. Namun
dalam perkembangannya, negara dianggap perlu untuk melakukan intervensi dalam
hubungan industrial.
Dalam melakukan intervensinya negara dianggap perlu membuat sebuah
regulasi yang mengatur permasalahan ketenagakerjaan, sehingga, ketenagakerjaan
tidak lagi sebagai hukum privat, melainkan hukum public. Dalam konteks
penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, alasan inilah yang mengharuskan
negara membuat sebuah instrument legal dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia
yang bekerja di luar negeri, baik dengan menyusun peraturan perundang-undangan
atau meratifikasi beberapa Konvensi yang terkait permasalahan tenaga kerja migran.
Adapun perlindungan mengenai tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar
negeri tertuang dalam Pasal 1 poin (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang
menjelaskan bahwa perlindungan tenaga kerja Indonesia merupakan segala upaya
melindungi kepentingan calon tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja Indonesia
dalam mewujudkan pemenuhan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja.
Adapun dalam memberikan perlindungan hukum untuk para tenaga kerja
Indonesia diatur dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2004 Pasal 77 yang
menyatakan bahwa:
1. Setiap calon tenaga kerja Indonesia atau tenaga kerja Indonesia berhak
mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
28
2. Perlindungan yang dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan mulai dari pra
penempatan, masa penempatan, sampai dengan purna penempatan.28
Selain peraturan tersebut para tenaga kerja Indonesia memiliki pengaturan
yang secara mendetail, tidak hanya dari hukum nasional tetapi hukum internasional.
Peraturan yang terkait dengan perlindungan dan penempatan tenaga kerja antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pencegahan Segala
Tindak Pidana Perdagangan Manusia.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia
3. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagaian Segala
Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
4. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
5. Instruksi Presiden Nomor 06 Tahun 2006 mengenai Kebijakan Reformasi
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.29
28
Sunawar Sukowati, Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri Menurut Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang, 2011, 23-24
29 Hadi Subhan, Perlindungan TKI Pada Masa Pra Penempatan, Selama Penempatan Dan
Purna Penempatan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia, 2012, 15-17
29
Keseriusan pemerintah Indonesia dalam melindungi permasalahan
ketenagakerjaan juga terlihat dari bergabungnya Indonesia menjadi anggota
International Labour Organization (ILO). Indonesia telah bergabung dalam anggota
ILO sejak tahun 1950. Indonesia merupakan negara pertama di Asia dan negara ke
lima di dunia yang telah meratifikasi seluruh konvensi pokok ILO. Sejak menjadi
anggota ILO, Indonesia telah meratifikasi 18 konvensi. Konvensi tersebut terdiri dari
delapan konvensi pokok, delapan konvensi umum dan dua konvensi lainnya.30
Tabel 2.2
Daftar Konvensi yang Telah Diratifikasi Oleh Indonesia
Konvensi No. 19 mengenai Kesetaraan
Perlakuan (Konpensasi Kecelakaan)
Disahkan oleh Indonesia melalui
Lembar Negara No. 53 Tahun 1929
Konvensi No. 27 mengenai Pencatatan
Beban (Paket yang Dikirim dengan
Kapal Besar)
Disahkan oleh Indonesia melalui
Lembar Negara No. 117 Tahun 1933
Konvensi No. 29 mengenai Kerja Paksa Disahkan oleh Indonesia melalui
30
Gita F. Lingga dan Tauvik Muhammad, Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011, 46-47
30
Lembar Negara No. 261 Tahun 1933
Konvensi No. 45 mengenai Kerja
Bawah Tanah (bagi perempuan)
Disahkan melalui Lembar Negara No.
219 Tahun 1937
Konvensi No. 69 mengenai Sertifikasi
Juru Masak Kapal
Keputusan Presiden No. 4 Tahun 1992
Konvensi No. 81 mengenai Pengawasan
Perburuhan
UU No. 21 Tahun 2003
Konvensi No. 87 mengenai Kebebasan
Berserikat dan Perlindungan Hak
Berorganisasi
Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1998
Konvensi No. 88 mengenai Pelayanan
Ketenagakerjaan
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 2002
Konvensi No. 98 mengenai Hak
Berorganisasi dan Perjanjian Kerja
Bersama
UU No. 18 Tahun 1956
Konvensi No. 100 mengenai Upah yang
Sama untuk Jenis Pekerjaan yang sama
UU No. 80 Tahun 1957
Konvensi No. 105 mengenai
Penghapusan Kerja Paksa
UU No. 19 Tahun 1999
Konvensi No. 106 mengenai Istirahat
Akhir Pekan (Komersial dan
UU No. 3 Tahun 1961
31
Perkantoran)
Konvensi No. 111 mengenai
Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan)
UU No. 21 Tahun 1999
Konvensi No. 120 mengenai Kebersihan
(Komersial dan Perkantoran)
UU No. 3 Tahun 1969
Konvensi No. 138 mengenai Upah
Minimum
UU No. 20 Tahun 1999
Konvensi No. 144 mengenai Konsultasi
Tripartit (Standar Perburuhan
Internasional)
Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1990
Konvensi No. 182 mengenai
Penghapusan Bentuk-bentuk Teburuk
Pekerjaan untuk Anak
UU No. 1 Tahun 2000
Konvensi 185 mengenai Dokumen
Identitas Pelaut
UU No. 1 Tahun 2008
Sumber: Perkembangan Ketenagakerjaan di Indonesia, 2011
Dengan beberapa payung hukum dari skala nasional maupun internasional,
maka para TKI luar negeri ini akan terlindungi segala hak dan kewajibannya. Adapun
beberapa hak para tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah mendapatkan
kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan kebebasan berserikat merupakan hal
penting untuk dicapai, kebebasan menganut agama dan keyakinan serta kesempatan
32
untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan yang dianut, mendapatkan upah
sesuai dengan standar upah yang berlaku di negara tersebut, dan masih banyak lagi
hak yang perlu dipenuhi.31
Selain hak-hak tersebut setiap TKI juga memiliki kewajiban seperti menaati
setiap peraturan perundang-undangan baik dalam negeri maupun di negara tujuan,
menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja, membayar
segala biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan melaporkan segala kedatangan, keberadaa dan kepulangan
kepada perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.32
31
Basani Situmorang, Menghimpun dan Mengetahui Pendapat Ahli Mengenai Pengertian Sumber-Sumber Hukum Mengenai Ketenagakerjaan, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM, 2010, 37
32 I Dewa Rai Astawa, Aspek Perlindungan Hukum Hak-Hak Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, Tesis, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, 2006, 163
33
BAB III
TENAGA KERJA INDONESIA DI KOREA SELATAN
3.1 Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan
Pada dasarnya setiap negara pasti memiliki kelebihan, kekurangan dan
kepentingan yang berbeda-beda dalam kebutuhannya. Hal ini yang kemudian
mendorong negara tersebut untuk melakukan hubungan dan kerjasama internasional.
Hubungan kerjasama yang dilakukan antar negara di dunia diperlukan untuk
memenuhi segala kebutuhan hidup dan eksistensi keberadaan suatu negara dalam tata
pergaulan internasional. Khususnya yang menyangkut dengan kebutuhan ekonomi,
tentu negara sangat membutuhkan bantuan negara lain untuk memenuhinya.
34
Dalam mencapai suatu kepentingan dan keinginan suatu negara terhadap
negara lain, maka diperlukan adanya jalinan kemitraan antar negara baik secara
bilateral maupun multilateral. Kemitraan ini diyakini sebagai alternatif demi
terciptanya sebuah tatanan dunia yang stabil.
Hal ini juga yang dilakukan oleh Indonesia, menjalin kerjasama dengan Korea
Selatan. Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan pertama kali terbentuk sejak
pembukaan diplomatic kedua negara pada tahun 1966. Kerjasama di antara kedua
pemerintahan ini dilaksanakan secara multidimensi dalam berbagai bidang, seperti
politik, sosial dan budaya, ekonomi hingga pada ketenagakerjaan.
Hubungan bilateral kedua negara mengalami perkembangan dan peningkatan
yang cukup baik setelah ditandatanganinya deklarasi bersama pembentukan
kemitraan strategis Joint Declaration between the Republic of Indonesia and the
Republic of Korea pada kunjungan Presiden Roh Moohyun ke Jakarta pada tanggal 3-
5 Desember 2006.33
Dengan ditandatanganinya deklarasi tersebut, diharapkan dapat
lebih ditingkatkan serta dikembangkan hubungan dan kerjasama kedua negara tidak
hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas.
Dalam memandang hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan juga
harus kerangka yang lebih luas, yaitu hubungan multilateral. Seperti dalam beberapa
pertemuan, Korea Selatan dan Indonesia sering bertemu dalam ASEAN+3, East Asia
Summit (EAS), Asia-Europe Meeting (ASEM) dan G-20. Dari berbagai pertemuan
33
Je Seong Jeon dan Yuwanto, Era Emas Hubungan Indonesia – Korea (Jakarta: Buku Kompas, 2014), 9.
35
tersebut, yang terpenting adalah pertemuan yang berhubungan dengan ASEAN.
Dalam pertemuan tersebut juga Korea Selatan telah diterima ASEAN sebagai mitra
dialog (dialog partner) pada tahun 1989.
Sebelumnya pendirian dari ASEAN+3 ini dilatarbelakangi oleh krisis moneter
tahun 1997, di mana pendirian sistem kerja ini mengikutsertakan Korea Selatan,
China dan Jepang. Setiap tahunnya pemerintah Korea Selatan secara rutin ikut serta
dalam beberapa pertemuan, terhitung sekitar 24 kali pertemuan ASEAN dan 65
pertemuan yang berhubungan dengan ASEAN+3.34
Selain dari pertemuan-pertemuan tersebut, kerjasama antara Indonesia dan
Korea Selatan juga terjalin pada bidang budaya dan pariwisata. Hal tersebut terbukti
dari Indonesia telah meratifikasi persetujuan kerjasama kebudayaan dengan Korea
Selatan yaitu agreement on cultural cooperation yang ditandatangi pada 28
November 2000.35
Hal tersebut dapat dibuktikan dari berdirinya Pusat Kebudayaan
Korea atau biasa disebut Korean Cultural Center (KCC). Tujuan dari dibangunnya
KCC ini untuk memperkenalkan dan meningkatkan persahabatan antara kedua negara
melalui pertukaran kebudayaan.36
Kerjasama yang telah dibangun antar kedua negara dapat dikatakan sebagai
hubungan yang saling mengisi satu sama lain. Hal tersebut dapat terlihat dari
terjalinnya kerjasama dalam berbagai bidang, selain itu Korea Selatan yang
34
Yuwanto, Era Emas Hubungan Indonesia – Korea, 11. 35
Mischa Guzel Madian, Analisa Kerjasama Indonesia – Korea Selatan dalam Pengembangan Pesawat Tempur KAI KF-X / IF-X, Tesis, FISIP UI, 2012, 36
36 Korean Cultural Center, Tujuan Pendirian, http://id.korean-culture.org/id/6/contents/341,
Korea pada tahun 2004. Sejak tahun tersebut juga, Indonesia bersama dengan
Pemerintah Korea Selatan melakukan perjanjian atau kesepakatan tentang tata cara
dan mekanisme pemberangkatan para TKI.
Tata cara yang digunakan adalah sistem Employment Permit System (EPS). Ini
merupakan kebijakan ketenagakerjaan dari Pemerintah Korea Selatan yang
menetapkan bahwa setiap tenaga kerja asing hanya dapat bekerja setelah pemerintah
negara asal pekerja membuat perjanjian bilateral dengan Pemerintah Korea Selatan.
Sejauh ini Korea Selatan telah melakukan perjanjian dengan 15 negara dalam
kerangka EPS yaitu Bangladesh, Cambodia, China, Indonesia, Kyrgyzstan, Mongolia,
Myanmar, Nepal, Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam
dan Uzbekistan. Selama tahun 2012 terdapat 188,000 pekerja dari 15 negara.39
Sistem EPS ini para tenaga kerja asing memiliki visa kerja maksimum tiga
tahun lamanya, namun dapat diperpanjang satu tahun 10 bulan dengan syarat pemilik
perusahaan yang mengajukannya. Jika kontrak kerja telah diperbarui, maka para
pekerja dapat bekerja di Korea Selatan dengan total empat tahun 10 bulan. Setelah itu
para TKI diharuskan kembali ke Indonesia dan dapat diizinkan bekerja kembali di
Korea Selatan setelah dapat panggilan dari perusahaan Korea Selatan.40
Pada tanggal 2 Juli 2012, Korea Selatan membuat kebijakan baru yaitu Re-
entry Employment System, di mana kebijakan ini memungkinkan untuk para pekerja
39
Min Ji Kim, The Republic of Korea’s Employment Permit System (EPS): Background and Rapid Assessment, Thesis University of Oxford, 2015, 5
40 South Korea’s Employment Permit System a Successful Government to Government
Model, 2
39
asing dapat kembali di Korea Selatan setelah tiga bulan kepulangan. Adapun syarat-
syarat yang harus dipenuhi yaitu:41
1. Pekerja tersebut tidak berpindah perusahaan atau berpindah dari tempat
kerja awal.
2. Pekerja tersebut merupakan pekerja yang bekerja di bidang pertanian,
pertenakan dan manufaktur dengan tempat kerja jumlah pekerja kurang
dari 50.
3. Pekerja tersebut harus memiliki kontrak lebih dari satu tahun setelah
bekerja kembali di Korea Selatan.
4. Pemilik perusahaan harus memenuhi segala persyaratan dalam penerbitan
izin kerja kembali, termasuk batasan kerja dan tempat bekerja.
Dalam menjalankan sistem EPS ini, tentu harus memiliki lembaga-lembaga
yang diberikan kepercayaan dalam keseluruhan pelaksanaan sistem EPS. Adapun
lembaga tersebut terdiri dari:42
1. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
(KEMNAKERTRANS) adalah lembaga pemerintahan yang bertanggung
jawab dalam segala pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan.
41
South Korea’s Employment Permit System a Successful Government to Government Model, 3
42 Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia dan Kementerian Ketenagkerjaan dan Perburuhan Republik Korea, Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Republik Korea, 3-4.
40
2. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BNP2TKI)
merupakan lembaga negara yang secara langsung bertanggung jawab
dalam merekrut dan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia.
3. Kementerian Ketenagakerjaan dan Perburuhan Republik Korea (MOEL)
merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk menerima
para pekerja Indonesia yang dikirim ke Korea Selatan berdasarkan EPS.
4. Human Resources Development Service of Korea (HRDK) adalah
lembaga yang dibiayai dengan anggaran pemerintah Korea Selatan guna
mengelola daftar pencari kerja dan penerima Tenaga Kerja Indonesia.
Sesuai dengan sistem EPS para Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) ini
harus memiliki beberapa syarat yang dimulai dari sesi pendaftaran, penyeleksian dan
penempatan. Pada sesi pendaftaran, tentu para CTKI ini harus menyiapkan beberapa
prosuder yang telah ditetapkan oleh BNP2TKI yang tentunya masih sesuai dengan
sistem EPS. Adapun beberapa kualifikasi umum untuk para CTKI yaitu:43
1. Berusia minimal 18 hingga 39 tahun (tidak lebih dari usia 39 tahun pada
saat tanggal pelaksaan test)
2. Tidak pernah memiliki catatan kejahatan yang diancam oleh hukuman
penjara atau hukuman yang lebih tinggi
3. Tidak memiliki catatan perintah deportasi atau keberangkatan dari Korea
4. Tidak memiliki larangan untuk melakukan keberangkatan dari Indonesia.
43
Memorandum Saling Pengertian antara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan Kementerian Ketenagkerjaan dan Perburuhan Republik Korea, 6.
41
Setelah para CTKI dinyatakan lulus dalam kualifikasi tersebut, pihak dari
BNP2TKI mengirimkan pemberitahuan mengenai ujian atau tes yang harus diikuti,
yaitu ujian EPS-TOPIK. Ujian tersebut berisikan beberapa soal yang terdiri dari dua
bagian, yaitu reading terdiri dari 25 soal dan listening terdiri dari 25 soal.44
Jika para CTKI ini dinyatakan lolos dalam seleksi ujian EPS-TOPIK, maka
proses selanjutnya adalah penempatan TKI ke Korea Selatan melalui proses G to G.
Berikut tahap-tahap penempatan bagi program G to G:45
1. Para CTKI yang dinyatakan lolos dalam ujian Bahasa Korea atau EPS-
TOPIK melakukan pengiriman data pelamar untuk melamar pekerjaan di
Korea Selatan melalui BNP2TKI
2. Setelah data telah terkumpul di BNP2TKI maka data tersebut akan dikirim
kembali oleh pihak BNP2TKI ke Database HRD Korea dengan
menggunakan aplikasi WEB SPAS. Hal tersebut hanya dapat dilakukan
oleh pihak BNP2TKI
3. Proses selanjutnya adalah proses verifikasi, di mana proses ini dilakukan
oleh tim EPS HRD Korea Selatan. Proses dari verifikasi ini merupakan
kewenangan pihak HRD Korea sepenuhnya untuk menentukan Tenaga
44
Pengumuman Tambahan Pembuatan Soal Tes Terkait dengan Bidang Pekerjaan dalam Tes Kemampuan Bahasa Korea, http://www.bnp2tki.go.id/read/10808/PENGUMUMAN-TAMBAHAN-PEMBUATAN-SOAL-TES--TERKAIT-DENGAN--BIDANG-PEKERJAAN--DALAM-TES-KEMAMPUAN-BAHASA-KOREA-CBT-KHUSUS-.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.
45 Pengumuman Penting Proses Penempatan ke Korea Program G to G,
http://www.bnp2tki.go.id/read/9969/PENGUMUMAN-PENTING-PROSES--PENEMPATAN-KE-KOREA-PROGRAM-G-TO-G.html, diakses pada tanggal 10 Mei 2018.
Kerja yang terpilih. Adapun proses verifikasi data pelamar ini hal yang
paling penting, di mana proses ini adalah pencocokan nama dan tanggal
lahir TKI disesuaikan dengan saat mendaftar EPS-TOPIK. Jika terdapat
kesalahan satu huruf atau perbedaan data dengan ketika mendaftar EPS-
TOPIK, maka data tersebut berhak untuk dikembalikan. Proses scan
passport pun harus dilakukan sejelas mungkin pada bagian wajah.
4. Selanjutnya data dari CTKI ini akan di verifikasi kembali oleh tim
Imigrasi Korea Selatan untuk mengetahui secara detail apakah CTKI ini
sebelumnya pernah menjadi TKI illegal di Korea Selatan. Jika terbukti
pernah menjadi TKI illegal maka data tersebut akan di blacklist, tentunya
TKI tidak akan bisa untuk bekerja di Korea Selatan.
5. Hasil dari verifikasi data tersebut akan menghasilkan dua keputusan, yaitu
disetujui dan ditangguhkan/dibatalkan. Untuk status data disetujui maka
data tersebut selanjutnya akan ditawarkan ke perusahaan atau majikan di
Korea Selatan. Namun untuk data dengan status ditangguhkan maka akan
dikembalikan ke BNP2TKI untuk ditindaklanjuti letak kesalahannya.
Setelah melalui perbaikan, data tersebut akan dikirim kembali ke HRD-
Korea. Sedangkan untuk status dibatalkan maka data tersebut tidak dapat
diperbaiki.
6. Selanjutnya calon pengguna memilih CTKI berdasarkan kualifikasi
masing-masing. Jika salah satu data tersebut memiliki kualifikasi yang
dibutuhkan, maka calon pengguna akan melaporkan ke HRD-Korea di
43
Ulsan. Laporan tersebut akan menghasilkan Standard Labor Contract
(SLC) untuk CTKI dan menginformasikan SLC tersebut ke BNP2TKI.
7. Jika CTKI telah mendapatkan SLC, maka CTKI akan mendapatkan
panggilan dari BNP2TKI untuk mengikuti kegiatan Preliminary Training.
Selesai dengan prelim, maka CTKI tinggal menunggu Visa kerja dan
panggilan terbang untuk bekerja di Korea Selatan berdasarkan data yang
berada di SLC.
3.3 Tenaga Kerja Indonesia di Korea Selatan.
Sejarah hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan tercatat
cukup baik dalam berbagai bidang. Hubungan diplomatik kedua negara telah
berlangsung sejak tahun 1966. Selama masa itu juga, telah banyak aktivitas yang
dilakukan oleh kedua negara. Hal tersebut demi mempererat hubungan kedua negara,
di mana bukan hanya sekedar hubungan diplomatic, melainkan juga melalui
kerjasama dalam arus saling menguntungkan.
Hubungan diplomatik Indonesia dengan Korea Selatan semakin dipererat
dengan melakukan kerjasama dalam bidang ketenagakerjaan yang berdasarkan
kepentingan kedua negara. Berikut jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di Korea Selatan sejak tahun 2012 hingga 2016.
44
Tabel 3.1
Data Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan
Tahun 2012 s.d 2016
No Tahun Jumlah TKI
1 2012 6.410
2 2013 9.441
3 2014 7.382
4 2015 5.505
5 2016 5.662
Sumber: Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Tahun 2016
Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa TKI yang berada di Korea Selatan
menunjukan akan yang fluktuatif. Pada tahun 2012, jumlah TKI yang berada di Korea
Selatan sebanyak 6.410. Berbeda dengan tahun selanjutnya, 2013 menunjukan angka
yang sedikit meningkat yaitu 9.441. Sedangkan pada tahun 2014, menunjukan angka
45
yang sedikit menurun yaitu 7.382. Angka penurunan terus berlangsung hingga tahun
2016 yaitu 5.662.46
Bukan tanpa alasan para TKI ini menjadikan Korea Selatan sebagai negara
tujuan untuk mengadu nasib. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, banyak faktor
para TKI ini bekerja ke luar negeri. Salah satunya adalah faktor ekonomi yaitu
dengan harapan memperbaiki taraf kehidupannya. Hal tersebut juga lah yang
diharapkan para TKI bekerja di Korea Selatan dengan harapan dapat memperbaiki
taraf kehidupan.
Korea Selatan yang merupakan salah satu negara maju dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup tinggi, tidak hanya penduduknya namun juga para
pekerjanya termasuk para pekerja asing. Hal tersebut lah yang dialami oleh para TKI
yang bekerja di Korea Selatan. Memiliki kehidupan yang cukup baik, seperti gaji
yang terbilang besar. Menurut hasil survei terhadap beberapa TKI, ada yang
mengatakan bahwa:
“Perbandingan kerja di pabrik Indonesia dengan kisaran
perbulan rata-rata 3.5 Juta kotor dan di Korea Selatan perbulan
rata-rata 15 Juta bersih. Kesimpulannya buruh di Indonesia bisa
beli rumah dengan kerja selama 20 tahun (di cicil) dan di Korea
Selatan cukup 3 tahun bisa beli rumah (Cash)”.47
46
Dokumen Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2016, BNP2TKI, 2016, 7.
47 Hasil Survei Kepada Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Korea Selatan melalui Google
Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNiideCF5Kdmfxh3CDLO_RjiVaV1brPNMLf-pmynAPtKYy_P5PCkmA7haQ, diakses pada tanggal 18 Mei 2018.
Selain masalah upah yang cukup tinggi, ternyata para TKI yang kebanyakan
bekerja sebagai buruh disana memiliki keuntungan lainnya seperti mendapatkan nilai-
nilai kehidupan selama bekerja. Menurut hasil dari survei ada yang mengatakan
bahwa tingkat kedisiplinan bekerja di Korea Selatan cukup tinggi. Tentu, hal tersebut
membawa pengaruh positiv bagi pekerja yang dapat diimplementasikan jika mereka
pulang ke Indonesia.48
Masih banyak lagi cerita yang menggambarkan para TKI yang bekerja di
Korea Selatan menjadi pekerja yang cukup sejahtera. Namun, dibalik cerita tersebut
tentu terdapat kesulitan-kesulitan yang dihadapi para TKI selama menjalani
kehidupan di Korea Selatan, terutama pada awal penempatan. Salah satunya adalah
kesulitan dalam komunikasi menggunakan Bahasa yang berbeda.
Sebenernya penguasaan Bahasa pada negara tujuan merupakan hal yang
cukup penting karena penguasaan Bahasa itu sendiri berimbas baik untuk para TKI
dalam menjalankan pekerjaanya. Sebagai contoh para TKI di Korea Selatan, menurut
hasil survei sering mendapatkan kesulitan dalam berbahasa Korea Selatan dan hal
tersebut membuat para pekerja salah paham dalam melaksanakan pekerjaanya.
48
Hasil Survei Kepada Tenaga Kerja Indonesia yang Bekerja di Korea Selatan melalui Google Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNicNwcIPUj5I6r1VdjwGQgclyhEPWUN5arYDdltojnoQmsxaZrrIegUzA, diakses pada tanggal 19 Mei 2018.
Meskipun para TKI di Korea Selatan ini telah mempelajari Bahasa dan mengikuti
ujian persyaratan, tetapi para TKI masih mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.49
Selain dari kesulitan berbahasa para TKI ini juga mengalami kesulitan dalam
melaksanakan beribadah. Hal tersebut terbukti dalam diskusi antara TKI di Korea
Selatan dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Menurut salah satu TKI
bahwa yang mendapat kemudahan dalam memenuhi hak beribadah seperti shalat lima
waktu dan jumatan hanya sekitar lima sampai sepuluh persen. Hal tersebut mudah
jika, atasannya berbaik hati dan mengizinkannya.
Mendapatkan perizinan dalam memenuhi hak beribadah bukan tanpa alasan,
larangan untuk shalat ini ternyata berasalan mengganggu aktivitas kerja. Hal tersebut
dikarenakan lokasi dari tempat beribadah seperti masjid sangat jarang. Perjalanan dari
tempat kerja hingga ke masjid bisa memakan waktu sampai satu jam.50
Kesulitan-kesulitan yang dialami para TKI ini, tentu akan sangat terasa
mudah di hadapi dengan faktor pendorong untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Ditambah lagi dengan faktor upah yang cukup tinggi, kesulitan apapun akan dihadapi
demi memenuhi kepentingannya. Tidak heran juga atas dasar upah yang cukup tinggi
tersebut, menimbulkan permasalahan baru yaitu para TKI menjadi betah untuk
berlama-lama tinggal disana atau dengan kata lain overstay, melanggar izin tinggal
49
Survei Google Form, https://docs.google.com/forms/d/1LJh5cmcI5OWyyS8R1aTJF4txtU5fQlIR6Topig9_uYU/edit#response=ACYDBNicNwcIPUj5I6r1VdjwGQgclyhEPWUN5arYDdltojnoQmsxaZrrIegUzA, diakses pada tanggal 19 Mei 2018
50 Indah Wulandari, TKI Korea Minta PBNU Fasilitasi Pemenuhan Hak Beribadah,
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/14/09/29/ncn6fq-tki-korea-minta-pbnu-fasilitasi-pemenuhan-hak-beribadah, diakses pada tanggal 22 Mei 2018.
1. Berangkat ke luar negeri dengan hanya berbekal paspor atau tidak
mempunyai paspor (masuk negara lain secara gelap)
2. Bekerja di luar negeri namun tidak memiliki visa kerja
3. Proses dan prosuder untuk menjadi tenaga kerja legal telah dilalui dengan
baik, namun terdapat satu kesalahan dalam persyaratan atau yang tidak
terpenuhi. Hal ini bila tetap dilanjutkan dan tetap berangkat ke luar negeri,
maka hal ini tergolong sebagai tenaga kerja illegal
4. Tenaga kerja yang bekerja melalui prosuder resmi, namun saat tiba di luar
negeri berpindah tempat kerja, melarikan diri dari majikan tanpa melalui
pengurusan ulang dokumen yang baru
5. Tetap melakukan pekerjaan di luar negeri meskipun masa izin tinggal/izin
bekerja telah habis tanpa memperpanjang dokumen tersebut.
Dalam konteks ini para pekerja TKI overstay di Korea Selatan atau tetap
melakukan pekerjaaan di Korea Selatan meskipun masa izin tinggal/izin bekerja telah
habis tanpa memperpanjang dokumen tersebut. Pada dasarnya TKI dapat dikatakan
overstay karena mereka tinggal/bekerja di suatu negara dengan melibihi batas waktu
yang telah ditentukan dalam dokumen atau visa tanpa melakukan perpanjangan izin
tinggal di negara tersebut.
Sebenarnya banyak faktor yang melatarbelakangi para TKI ini untuk menjadi
overstay, seperti adanya oknum nakal dari Pelaksana Penempatan TKI Swasta
(PPTKIS) atau Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Dalam kasus ini
50
banyak dari PJTKI atau PPTKIS yang menetapkan tarif pemberangkatan yang tidak
sesuai dengan peraturan penempatan tenaga kerja. Hal tersebut tentu, menjadikan
para TKI ini terlibat hutang dan mau tidak mau para TKI ini harus bekerja tanpa
digaji untuk beberapa waktu. Pada akhirnya para TKI ini memustuskan untuk tinggal
lebih lama dari waktu yang diperbolehkan untuk mencari uang tambahan demi
menutupi hutang.53
Faktor lainnya adalah penghasilan yang cukup tinggi. Pada umumnya upah
yang diterima oleh para TKI yang bekerja di luar negeri cukup tinggi. Salah satunya
adalah di Korea Selatan, menurut Ferry Sofwan selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Jawab Barat bahwa gaji para TKI ini dalam sebulan sekitar Rp
14.000.000,00. Gaji tersebut bisa lebih besar jika para TKI bekerja lembur, gaji yang
diterima bisa mencapai Rp 30.000.000,00.54
Dengan penghasilan yang cukup besar, alasan para TKI ini overstay di Korea
Selatan adalah kekhawatiran mereka. Pada umumnya para TKI khawatir untuk pulang
ke Indonesia karena tidak akan mendapatkan penghasilan yang sama dengan di Korea
Selatan. Penghasilan yang cukup tinggi hingga 30 Juta perbulan membuat para TKI
53
Muhammad Arief Iskandar, Keluhan TKI Bagi Presiden Jokowi, https://www.antaranews.com/berita/466980/keluhan-tki-bagi-presiden-jokowi, diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
54 Ai Rika Rachmawati, Gaji TKI di Korea Selatan Rp 30 Juta per Bulan, Berminat?,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2017/12/03/gaji-tki-di-korea-selatan-rp-30-juta-bulan-berminat-415093, diakses pada tanggal 26 Mei 2018.
ini takut untuk pulang ke Indonesia karena jika pulang, maka mereka tidak akan bisa
mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu hanya sebulan.55
Faktor-faktor tersebut menjadi catatan panjang, alasan para TKI untuk
overstay di Korea Selatan. Ditambah lagi, Korea Selatan sebagai negara yang sangat
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Sehingga para TKI disana keamanannya sangat
dijamin. Tidak heran, jika jarang terdengar bahwa para TKI ini mendapatkan
perlakuan yang tidak baik.56
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia perlu untuk
melakukan langkah yang cukup represif untuk menangani permasalahan ini demi
mempertahankan kerjasama antar kedua negara khususnya dalam bidang
ketenagakerjaan.
55
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya, pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
56 Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan
Amerika, Tenny Johansen, pada tanggal 6 April 2018, pukul 14.39 WIB.
52
BAB IV
UPAYA PEMERINTAH INDONESIA MENANGANI
PERSOALAN TENAGA KERJA INDONESIA OVERSTAY
DI KOREA SELATAN PERIODE 2012-2016
4.1 Dampak Tenaga Kerja Indonesia Overstay di Korea Selatan
Sebenarnya setiap orang berhak memiliki kehidupan yang lebih baik dari
sebelumnya, seperti para tenaga kerja. Mereka rela melakukan pekerjaan di negara
lain dengan harapan mendapat kehidupan yang lebih baik. Termasuk para tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan. Para TKI ini dapat bekerja di Korea
Selatan melalui jalur G to G¸ yaitu perjanjian bilateral antara Korea Selatan dengan
15 negara termasuk Indonesia.
53
Melalui program G to G Indonesia telah menandatangani MoU dengan
pemerintah Korea Selatan untuk menempatkan TKI di Korea Selatan. Menurut data,
dari tahun 2012 hingga tahun 2016 Indonesia telah menempatkan TKI sebanyak
34.400 pekerja di Korea Selatan melalui skema EPS. TKI yang berada di Korea
Selatan ini mendapatkan upah yang cukup besar setiap bulannya bisa mendapatkan
Rp 14.000.000,00. Upah tersebut bisa lebih besar jika para TKI mengambil jatah
lembur, upah yang didapatkan bisa mencapai Rp 30.000.000,00.
Besarnya dari upah yang diterima, penempatan dari TKI di Korea Selatan ini
ternyata mendapat permasalahan baru yaitu para TKI yang tidak ingin pulang ke
Indonesia dan memilih untuk overstay, tetap melakukan pekerjaan di Korea Selatan
meskipun batas waktu izin tinggal telah berakhir. Menurut data dari tahun 2012
hingga tahun 2016, jumlah dari para TKI yang overstay menunjukan angka yang terus
meningkat. Berikut data tersebut:
Tabel 4.1
Data Tenaga Kerja Indonesia overstay di Korea Selatan
Periode tahun 2012 – 2016
No Tahun
Jumlah TKI Overstay di
Korea Selatan
1 2012 6.197
2 2013 6.723
54
3 2014 7.237
4 2015 7.267
5 2016 7.181
Sumber: Korean Immigration Service, 2016.
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa setiap tahun terjadi
peningkatan TKI yang overstay. Dari tahun 2012 TKI yang berstatus overstay
bertambah sebanyak 526, sehingga total di tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak
6.723. Peningkatan itu terus terjadi hingga pada tahun 2015, menunjukan angka
7.267. Namun, pada tahun 2016 terjadi sedikit penurun menjadi 7.181, meskipun
tidak terlalu signifikan.57
Hal tersebut diperkuat dengan informasi dari Imigrasi Korea yang
mengatakan bahwa jumlah TKI yang berstatus overstayer setiap tahunnya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2016 jumlah TKI yang melarikan diri dari pengguna
sehingga menjadi illegal dengan status overstayer mancapai lebih dari 7.000 orang,
sebagian besar merupakan TKI yang berada pada sektor perikanan. Alasan untuk
melarikan diri karena beban kerja yang terlalu berat dan waktu kerja yang terlalu
panjang.58
57
Data dari Sekretaris 1 KBRI Seoul, Mulyadi. 58
Hasil Laporan Pertemuan Bilateral dan Penandatanganan MoU EPS antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea, 5 Desember 2016, Bertempat di Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
55
Maraknya permasalahan TKI overstay yang setiap tahunnya makin
meningkat, tentu hal ini menimbulkan dampak tersendiri. Dampak dari banyaknya
TKI overstay yang berada di Korea Selatan adalah menurunnya kuota penerimaan
TKI ke Korea Selatan.59
Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut:60
Tabel 4. 2
Data Kuota Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Korea Selatan
Year Quota TKI
2012 9.900
2013 7.300
2014 6.000
2015 5.800
2016 4.400
Sumber: Ministry of Employment and Labor of Korea, 2016.
Pemerintah Korea akan memberikan kuota bagi para TKI sesuai dengan
penilaian mereka antara lain faktor banyak sedikitnya dari para overstayer. Jika para
TKI overstay ini dianggap sudah terlalu banyak, maka kuota tersebut akan dialihkan
ke negara lain yang telah melakukan perjanjian G to G dengan Korea Selatan seperti
59
Hasil Wawancara dengan Kepala Seksi Evaluasi Kerjasama, Kawasan Asia Pasifik dan Amerika, Tenny Johansen, pada tanggal 6 April 2018, pukul 14.39 WIB.
60 Data dari Sekretaris 1 KBRI Seoul, Mulyadi.
56
Bangladesh, Cambodia, China, Indonesia, Kyrgyzstan, Mongolia, Myanmar, Nepal,
Pakistan, Philippines, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Vietnam dan Uzbekistan.61
Menurut Nusron Wahid, selaku Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), bahwa hal tersebut merupakan
persoalan bagi BNP2TKI dalam meningkatkan jumlah TKI ke Korea Selatan.
Pemerintah Korea Selatan membatasi kuota TKI di Korea Selatan karena masih
banyak para TKI overstay disana. Jika dilihat, penempatan TKI di Korea Selatan
merupakan program G to G yang telah dirintis sejak 2004. Menurut Nusron,
pemerintah Korea Selatan mengancam akan menutup program tersebut jika jumlah
TKI overstay semakin banyak.62
Dalam konteks ini, jika dianalisa dengan kepentingan nasional, Indonesia
berusaha untuk mempertahankan kepentingan ekonominya dengan Korea Selatan
yaitu agar para TKI tetap dapat bekerja di Korea Selatan. Besarnya penghasilan yang
diperoleh para pekerja membuat para pekerja enggan untuk pulang kembali ke
Indonesia. Hal tersebut dapat berdampak buruk bagi Indonesia. Banyak TKI yang
terancam tidak bisa masuk ke Korea Selatan karena masih banyak TKI di negara
tersebut yang tidak bersedia pulang ke tanah air.
61
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya, pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
62 Tok Suwarto, 7.000 TKI Ilegal di Korea Selatan Hambat Peningkatan Kuota,
http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2015/06/28/332783/7000-tki-ilegal-di-korsel-hambat-peningkatan-kuota, diakses pada tanggal 1 Juli 2018.
Upaya lainnya dalam menangani permasalahan TKI overstay ini adalah
memberikan pelatihan dan penyuluhan bagi para TKI purna. Hal tersebut dilakukan
agar para TKI mau pulang ke Indonesia dan membuka usaha sendiri di negara sendiri.
Kegiatan wirausaha ini dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengatasi
permasalahan ini sekaligus menjadi pemecahan terhadap permasalahan pengangguran
di Indonesia. Hal ini didukung dengan modal yang dimiliki para TKI, sangat
disayangkan jika tidak dimanfaatkan secara maksimal dengan alasan minim
keterampilan.69
Program dari pembekalan keterampilan melalui pelatihan dan penyuluhan
bagi para TKI purna secara serentak digelar di puluhan kabupaten/kota dengan total
peserta sebanyak 10.500 orang.70
Program tersebut pertama dilaksanakan di Jawa
Barat pada 8-9 dan 16-17 April 2015. Kegiatan tersebut digelar di Kabupaten Garut
dengan dua lokasi yaitu Kecamatan Cisurupan dan Kecamatan Bayombong.
Sedikitnya ada 100 TKI purna yang menghadiri kegiatan ini. Adapun bentuk
pelatihan ini berupa ketahanan pangan yang berfokuskan pada pelatihan budidaya
jamur dan sayuran.71
69
Hasil Wawancara dengan Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia, M. Aji Surya pada tanggal 10 Mei 2018, pukul 21.36 WIB.
70 Latief, Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa,
https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/03/230726226/Setelah.Pelatihan.Pemberdayaan.TKI.Purna.Harus.Jadi.Pahlawan.Desa, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
71 Arief Setyadi, BNP2TKI Bina TKI Purna untuk Berwirausaha,
https://news.okezone.com/read/2015/04/09/337/1131211/bnp2tki-bina-tki-purna-untuk-berwirausaha, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.
Menurut Nusron Wahid selaku Kepala Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) bahwa ada tiga aspek penting
dalam membuka wirausaha. Pertama ada barang yang dibuat dan ada yang membuat.
Kedua ada yang membeli barang tersebut. Ketiga adanya akses pendanaan. Program
dari pelatihan dan penyuluhan ini bertujuan untuk para TKI agar dapat mengelola
keuangan dari remitansi untuk pengembangan usaha-usaha produktif bagi
peningkatan kesejahteraan TKI dan keluarganya.72
Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan TKI overstay
ini dapat dianalisa dengan menggunakan kerangka pemikiran diplomasi bilateral.
Dalam menggunakan analisa diplomasi bilateral bahwa suatu masalah dapat
diperundingkan dengan negara lain secara lisan maupun tulisan. Selain itu diplomasi
juga dinilai sebagai usaha untuk menciptakan suatu hubungan atau kontak langsung
secara bersahabat yang saling pengertian melalui konsensi timbal balik.
Jika diplomasi diterapkan dalam penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa
pemerintah Indonesia melalui perwakilan yang berada di Korea Selatan meminta
pihak Korea Selatan untuk memberikan pengampunan bagi para TKI overstay yang
ingin pulang tanpa dikenakan sanksi. Hasilnya pihak Korea Selatan menyetujui
program tersebut yang berdampak pada penurunan para TKI overstay di Korea
Selatan. Merujuk pada data yang disebutkan oleh Korean Immigration Service,
72
Latief, Setelah Pelatihan Pemberdayaan, TKI Purna Harus Jadi Pahlawan Desa, https://ekonomi.kompas.com/read/2015/10/03/230726226/Setelah.Pelatihan.Pemberdayaan.TKI.Purna.Harus.Jadi.Pahlawan.Desa, diakses pada tanggal 10 Juli 2018.