Page 1
1
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
UPAYA MENINGKATKAN PENCEGAHAN KONFLIK BERBASIS AGAMA
MELALUI PENYULUHAN HUKUM DENGAN PENDEKATAN ANDRAGOGI
Kusnandir Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenetrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Email: [email protected]
Nomor Hand phone: 081380932399
ABSTRAK
Indonesia ditakdirkan lahir seabagai negara yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa,
dan agama. Keragaman tersebut selain sebagai potensi untuk membangun bangsa, juga
berpotensi sebagai penyebab konflik. Agama yang seharusnya sebagai sumber etika dan
moral bagi pemeluknya, karena dalam pelaksanaannya berkaitan dengan kepentingan orang
banyak yang berbeda-beda agama, sehingga kerap melahirkan konflik antar pemeluk
agama. Kementerian Agama sebagai institusi yang bertugas mengatur tata kehidupan umat
beragama telah melakukan berbagai upaya pencegahan, termasuk melakukan penyuluhan.
Namun demikian, karena penyuluhan yang dilakukan bersifat pedagogis, yang
menempatkan peserta sebagai pendengar yang pasif, maka konflik masih selalu terjadi.
Tujuan karya tulis ini untuk menyumbangkan pemikiran kepada instansi yang terkait dengan
penyelenggaraan penyuluhan hukum dan instansi yang terkait dengan upaya pencegahan
konflik berbasis agama dalam rangka mencegah terjadinya konflik berbasis agama. Dalam
pelaksanaannya, penyuluhan hukum dengan pendekatan andragogi, peserta akan lebih aktif
melalui kegiatan diskusi dan permainan yang dikemas dalam bentuk ice breaker (pemecah
kebekuan). Dengan kegiatan ini diharapkan terbangun komunikasi dan interaksi yang
intensif sesama peserta yang memiliki latar belakang agama berbeda, pada gilirannya
terbangun persahabatan dan ikatan persaudaraan sesama peserta. Dengan terbangunnya
ikatan persahabatan dan persaudaraan, diharapkan konflik akan mudah dicegah. Metode
yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode sekunder. Menurut
Soerjono Soekanto (1984) adalah metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian, buku harian, dan seterusnya.
Kata kunci: Meningkatkan pencegahan konflik berbasis agama.
Page 2
2
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa yang majemuk, baik dari
dimensi struktur sosial, ekonomi, keragaman primordial, golongan, agama, dan
sebagainya. Kemajemukan tersebut sebagai fakta yang tidak dapat dielakan, dan telah
berlangsung selama bertahun-tahun. Kemajemukan tersebut setidaknya meliputi empat
hal. Pertama, majemuk secara geografis, Indonesia terdiri atas 17.508 pulau besar
dan kecil. Kedua, majemuk secara etnis. Dari segi etnis, data Balai Pusat Statistik
(BPS) hasil sensus 2010 mencatat bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 etnis atau
suku bangsa.1 Kemudian, kemajemukan ketiga adalah majemuk dari segi agama. Saat
ini di Indonesia terdapat enam agama yang diakui pemerintah yaitu Islam, Kristen,
Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah
pemeluk Islam merupakan jumlah terbanyak yaitu 207.176.162 jiwa, Kristen
16.528.513 jiwa, Katolik 6.907.873 jiwa, Hindu 4.012.116 jiwa, Budha 1.703.254 jiwa,
pemeluk Khonghucu 117.091 jiwa , dan lainnya sebanyak 1.196.317 jiwa.
Keberadaan agama dalam kehidupan manusia sangat penting. Agama merupakan
sumber etika dan moral bagi manusia, terutama bagi pemeluknya, agar manusia
berperilaku baik, menghindari perbuatan tercela, serta menghindari perbuatan yang
bertentangan dengan hukum dan melanggar hak asasi manusia.
Indonesia sebagai negara yang religius mendudukkan agama sebagai salah satu
hak asasi manusia yang sangat mendasar yang dimiliki secara bebas oleh setiap
manusia Indonesia yang kepemilikannya dijamin Undang-Undang. Undang-Undang
Dasar 1945 menentukan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya. Kemudian, negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya. Kebebasan bergama dan beribadah lebih lanjut ditentukan juga dalam
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22 Ayat (1)
dan Ayat (2).
Selain dalam hukum nasional, kebebasan memeluk agama dan beribadah juga
diatur dalam hukum internasional yang sudah diakui oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik2 menentukan bahwa setiap
1 Hasil sensus BPS tahun 2010, diunduh dari www.bps.go.id tanggal 4 Januari 2018, Jam 14.13 WIB.
2 Ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tanggal 16 Desember 1966
Page 3
3
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
orang berhak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama, sehingga tidak seorang pun
dapat dipaksa untuk menganut suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan menjalankan
kegiatan keagamaan atau kepercayaan, merupakan kebebasan yang pelaksanaannya
dapat dibatasi, dimana pembatasan tersebut bertujuan untuk melindungi keamanan,
ketertiban umum, dan kebabasan orang lain. Meskipun demikian, konflik sosial
berbasis agama sering kali terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Tahun 1999, tepatnya
Agustus 1999 sampai dengan Januari 2000 di Maluku Utara terjadi konflik sosial
berbasis agama yaitu antara umat Islam dengan pemeluk Kristen.3 Selain terjadi di
Maluku Utara, konflik sosial berbasis agama telah terjadi di beberapa wilayah lain,
salah satunya adalah di wilayah Provinsi Jawa Barat. Berdaarkan hasil penelitian Badan
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2013, selama
periode Januari sampai dengan April 2013, di Provinsi Jawa Barat terjadi delapan
konflik berbasis agama. Salah satunya adalah peristiwa pembongkaran bangunan
Gereja HKBP Setu, Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 22 Maret
2013.4 Pada Maret 2017, konflik berbasis agama kembali terjadi di Kota Bekasi sebagai
protes masyarakat atas dibangunnya Gereja Santa Clara di wilayah Kecamatan Bekasi
Utara, konon gereja tersebut merupakan gereja terbesar Se-Asia, sedangkan sebagian
besar masyarakat di wilayah Kecamatan Bekasi Utara beragama Islam.5
Konflik merupakan peristiwa yang mungkin terjadi dimana saja, dengan latar
belakang saja, termasuk konflik dengan latar belakang agama. Namun demikian, apa
pun latar belakangnya, konflik harus diatasi atau harus ditangani, bila mungkin
dilakukan pencegahan. Untuk pencegahan dan penanganan konflik berbasis agama,
Kementerian Agama RI sebagai lembaga pemerintah yang bertugas mengatur tata
kehidupan beragama, bertanggung jawab melakukan pencegahan dan penanggulangan
konflik.6 Salah satu upaya pencegahan yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI
adalah melalui kegiatan Penyuluhan Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan
dengan pembinaan tata hidup umat beragama.
Penyuluhan merupakan cara atau pendekatan yang banyak digunakan untuk
memasyarakatkan sesuatu yang baru. Misalnya, teknologi baru atau bibit unggul baru
3 Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, (Jakarta: M2 Print, 2002)
4 Yulianto.dkk, Penelitan, Peran Tokoh Agama dalam Pencegahan dan Penghentian Konflik Berbasis Agama,
(Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI, 2013) 5 Micael Minan, http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-tolak-pembangunan-
gereja-santa-clara.html (diunduh 4 Januari 2018, jam 09.25 WIB). 6 Lampiran Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Page 4
4
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
(dalam bidang pertanian). Dalam bidang hukum, misalnya untuk memasyarakatkan
Peraturan Pewrundang-Undangan baru, atau Peraturan Perundang-Undang sudah lama
namun dipandang perlu untuk dimasyarakatkan kembali. Pendekatan penyuluhan yang
digunakan selama ini adalah pendekatan komunikasi satu arah, yang lazim digunakan
dalam pendekatan pedagogi, sehingga peserta penyuluhan cenderung pasif. Peserta
penyuluhan hanya sebagai obyek untuk mendengarkan Penyuluh berbicara.
Agar peserta penyuluhan aktif dan dapat belajar bersama, berkomunikasi dan
berinteraksi secara lebih aktif dan intensif, bahkan dapat bertukar gagasan dan
pengalaman, perlu dilakukan penyuluhan dengan pendekatan andragogi. Penyuluhan
dengan pendekatan andragogi tidak sekedar mampu membangun komunikasi dan
interaksi, serta bertukar gagasan dan pengalaman, lebih dari itu, penyuluhan dengan
pendekatan andragogi, dengan berbagai teknik, mampu mencegah konflik sosial
berbasis apa pun, termasuk konflik sosial berbasis agama.
B. Konsep Andragogi Dalam Penyuluhan Hukum
Pendekatan andragogi sebenarnya sudah lama digunakan dalam berbagai
kegiatan yang terkait dengan pendidikan. Dalam pendidikan dengan pendekatan
andragogi, peserta pendidikan banyak ambil bagian dalam proses belajar, berbeda
dengan pendekatan pedagogi dimana pesrta pendidikan bersifat pasif. Sebab itulah,
metode andragogi disebut sebagai metode atau teknik partisipatif, karena dalam proses
belajar membutuhkan banyak partisipasi dari peserta pendidikan.
Istilah pedagogi berasal dari bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan
agogos berarti memimpin. Karena itu, pedagogi dapat diartikan memimpin anak-anak
atau didefinisikan sebagai suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak.7 Kemudian,
setelah mengetahui apa itu pedagogi. Selanjutnya perlu diketahui pula, apa itu
andragogi? Seperti halnya pedagogi, andragogi juga berasal dari dua kata dalam
bahasa Yunani, yakni andra dan agogos. Andra artinya orang dewasa, dan agogos
artinya memimpin. Kemudian andragogi didefinisikan sebagai satu seni dan ilmu untuk
membantu orang dewasa belajar.8 Atau dengan kata lain, andragogi adalah ilmu
pendidikan orang dewasa. Pannen (1997) seperti dikutip oleh Suprijanto (2007) dalam
7 Malcolm Knowles, dalam Roem Topatimasang, Belajar Dari Pengalaman, Panduan Latihan Memandu
Pendidikan Orang Dewasa untuk Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren
& Masyarakat, 1990) 8 Ibid. Hal.53
Page 5
5
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
bukunya yang berjudul Pendidikan Orang Dewasa, merumuskan bahwa pendidikan
orang dewasa sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan
belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orang dewasa berhubungan
dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya.9
Melihat pada kedua pengertian tersebut dia atas, maka metoda pedagogi
merujuak pada metoda untuk mendidik anak-anak, sedangkan metoda andragogi
merujuk pada metoda untuk pendidikan orang dewasa. Dalam pendekatan andragogi,
belajar dipandang sebagai proses pemecahan masalah, ketimbang sebagai proses
pemberian materi belajar tertentu. Sebagai proses pemecahan masalah yang diarahkan
untuk menemukan keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dengan
pendekatan andragogi, kita akan mengetahui “dimana kita sekarang” dan “kemana kita
akan pergi”. Sebagai suatu contoh, sekarang kita berada pada keadaan lalu lintas yang
tidak tertib yang mengakibatkan kemacetan dimana-mana. Kemudian, kita menuju pada
keadaan lalu lintas yang lebih baik yaitu kondisi lalu lintas yang tertib dan teratur,
singga tidak terajdi kemacetan.
Pendekatan andragogi merupakan pendekatan yang partisipatif dengan banyak
melibatkan peserta belajar. Pengetahun dan pengalaman peserta menjadi sumber
belajar yang utama. Komunikasi yang dibangun dalam pendekatan andragogi adalah
komunikasi dua arah, bahkan komunikasi banyak arah yaitu komunikasi antara peserta
belajar dengan guru, dan antara sesama peserta belajar. Dalam pendekatan andragogi,
peserta belajar lebih aktif dengan berbagai kegiatan diskusi dengan banyak melibatkan
partisipasi peserta belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator yang bertugas
memfasilitasi kegiatan belajar, seperti memfasilitasi kebutuhan belajar, membentuk
kelompok diskusi, dan memandu ice breaker. Dengan peran pesrta didik yang demikian
besar, maka metode atau pendekatan andragogi sering disebut pendekatan partisipatif.
Kemudian terkait dengan penyuluhan hukum, penyuluhan hukum dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor
3 Tahun 2014 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Hukum dan Angka Kreditnya,
Pasal 1 Ayat (3) definisi Penyuluhan Hukum adalah:
“kegiatan penyebar luasan informasi hukum dan pemahaman terhadap norma
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta pengembangan
kualitas penyuluhan hukum guna mewujudkan dan mengembangkan kesadaran
hukum masyarakat sehingga tercipta budaya hukum dalam bentuk tertib dan taat
9 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari Teori Hingga Aplikasi, (Hakarta: PT. Bumi Aksara, 2007)
Page 6
6
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
hukum atau patuh terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku demi tegaknya supremasi hukum.”
Penyuluh adalah orang yang mempunyai tugas memberikan pendidikan,
bimbingan, dan penerangan, kepada masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah
seperti pertanian dan kesehatan sehingga dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.10
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2000 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, secara inplisit, Penyuluh masuk dalam kategori sebagai tenaga
pendidik, dan dapat juga berperan sebagai fasilitator. Pada Pasal 1 Ayat (6) pendidik
didefinisikan sebagai tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
knselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutanlain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Dari definisi tersebut, secara inplisit, Penyuluh, termasuk juga penyulh
hukum termasuk dalam kategori sebagai tenaga pendidik, dan tentu dapat juga
berperan sebagai fasilitator.
Kemudian dalam Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2), Penyuluh
Hukum adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh untuk melakukan kegiatan penyuluhan hukum.11
Penyuluh Hukum terdiri atas empat jenjang yaitu: (1) Penyuluh hukum Pratama
dengan Pangkat Penata Muda, golongan III/a dan Penata Muda Tk.I, golongan III/b.
(2) Penyuluh Hukum Muda dengan pangkat Penata, golongan III/c, dan Penata Muda
Tk.I golongan III/d. (3) Penyuluh Hukum Madya, Pangkat Pembina, golongan IV/a,
Pembina Tk.I, golongan IV/b, dan Pembina Utama Muda, golongan IV/c. Dan, (4)
Penyuluh Hukum Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan IV/d, dan
Pembina Utama, golongan IV/e.
Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 3 Tahun
2014 ditentukan bahwa Penyuluh Hukum, terutama sekali Penyuluh Hukum Pratama
mempunyai tugas melaksnakan penyuluhan hukum langsung baik berupa ceramah,
simulasi hukum, maupun sosialisasi. Melihat tugas Penyuluh Hukum tersebut, maka
dalam pelaksanaan tugas menyuluh, Penyuluh Hukum dalam semua tingkatan sangat
dimungkinkan melakukan penyuluhan hukum dengan pendekatan andragogi,
mengingat dalam pendekatan andragogi banyak menggunakan simulasi. Simulasi
adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksuskan, dengan
10
http//arti-definisi-pengertian.info/pengertian-penyuluh. Diunduh 8 Januari 2018 Jam14.16 WIB. 11
Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2).
Page 7
7
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu
merasa dan berbuat sesuatu.12
Dalam konteks penyuluhan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
konflik sosial berbasis agama, Penyuluhan hukum menggunakan pendekatan
andragogi sangat tepat, karena dalam pendekatan andragogi peserta akan banyak aktif
dalam kegiatan belajar melalui berbagai teknik yang dipandu dan difasilitasi oleh
Penyuluh. Dengan teknik-teknik tersebut, peserta penyuluhan yang berbeda latar
belakang agama dan mempunyai potensi konflik yang tinggi, mereka akan dengan
mudah berkomunikasi dan berinteraksi yang secara tidak disadari akan terbangun
rasa kebersamaan, toleransi, saling pengertian, saling meghormati, sehingga.
Kedekatan dan keakraban peserta secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya
konflik.
Kegiatan penyuluhan, seperti halnya kegiatan pendidikan pada umumnya yang
pada pelaksanaannya membutuhkan beberapa komponen. Komponen penyuluhan
dengan pendekatan andragogi akan sedikit berbeda dengan komponen yang
diperlukan untuk penyukuhan dengan pendekatan pedagogi yang lebih banyak
menggunakan ceramah (komunikasi satu arah). Komponen penyuuhan yang dimaksud
di sini yaitu waktu, tempat, sarana, tenaga pelaksana (panitia), penyuluh, peserta,
metoda/teknik, dan bahan/materi penyuluhan. Untuk lebih jelasnya komponen-
komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Waktu
Waktu yang diperlukan untuk penyuluhan menngunakan pendekatan andragogi
tidak sesingkat waktu yang digunakan untuk penyuluhan menggunakan metode
pedagogi, cukup dengan waktu sekitar satu jam. Penyuluhan menggunakan
pendekatan andragogi, terlebih lagi untuk pencegahan konflik sosial,
membutuhkan waktu lebih lama. Secara keseluruhan waktu yang digunakan
untuk penyuluhan menggunakan pendekatan andragogi bisa mencapai 180 menit.
Pembagian waktu meliputi untuk pembukaan 15 menit, untuk pengantar 15 menit,
untuk perkenalan dan pembentukan kelompok 30 menit, untuk diskusi 30 menit,
untuk ice breaker 45 menit, pemaparan dan tanya jawab hasil diskusi 30
menit, evaluasi dan penutupan 15 menit. Dengan waktu selama 180 menit
tersebut, melalui berbagai kegiatan, seperti pembentukan kelompok, diskusi,
12
Roestiyah N. K, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
Page 8
8
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
presentasi, dan ice breaker, diharapkan akan terjalin komunikasi dan interaksi
yang intensif diantara sesama peserta penyuluhan.
2. Tempat
Tempat yang digunakan untuk Penyuluhan ini tidak harus di dalam gedung,
tetapi bisa dilaksnakan di ruang terbuka, seperti taman atau tempat terbuka
lainnya, sepanjang tidak merusak lingkungan, dan cukup aman. Apabila dipilih
ruangan di dalam gedung, maka pilihlah ruang yang cukup luas (sekitar 100
meter persegi) tanpa banyak tiang penyanggah. Kalau tempat penyuluhan
memilih di ruang terbuka, pilihlah tempat yang datar, teduh, dan cukup luas, dan
aman. . Kenapa tempat harus menggunakan tempat yang luas? Karena
Penyuluhan ini tidak hanya duduk dan mendengarkan Penyuluh berbicara, tetapi
akan banyak aktifitas fisik, seperti diskusi kelompok, pemaparan dengan teknik
tertentu, dan ice breaker.
3. Sarana
Sarana penyuluhan yang dimaksudkan di sini yaitu alat-alat untuk mendukung
kelancaran kegiatan penyuluhan, antara lain: sound system, laptop, spidol, kertas
plano, flipchat lima buah, dobel tipe, name tag, isolasi, gunting, dan sebagainya
yang diperlukan untuk menyelenggarakan penyuluhan. Roem Topatimasang
dkk,13
mendefinisikan sarana dalam kontek pendidikan adalah “alat
penunjang.”Alat penunjang ini bisa berupa makalah, poster, audio visual aids, alat
permainan dan sebagainya. Singkat kata, yang dimaksud sarana yaitu semua alat
bantu proses yang digunakan dalam kegaiatan pendidikan, termasuk kegiatan
penyuluhan. Roem melanjutkan, sebagai alat bantu, maka ia pun tetap sebagai
alat, sekedar membantu, bukan isi dan bukan pula tujuan pendidikan.
4. Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana lazim disebut panitia penyelanggara. Sekecil apa pun kegiatan,
memerlukan beberapa orang yang dibentuk panita untuk memperlancar
pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Tugas penyelanggara antara lain menyiapkan
sound sistem, menyiapkan daftar hadir peserta, menyediakan konsumsi, dan
sebagainya. Dalam pendidikan, tenaga pelaksana disebut tenaga kependidikan.
5. Tenaga Penyuluh.
13
Roem Topatimasang dkk, Belajar Dari Pengalaman, Penaduan Latihan Pemndu Pendidikan Orang Dewasa
Untuk Pembangunan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M),
1990).
Page 9
9
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
Tenaga Penyuluh yang dimaksud di sini adalah Penyuluh Hukum dari semua
jenjang (Penyuluh Hukum Pertama sampai dengan Penyuluh Hukum Utama), baik
Penyuluh Hukum Pusat yang bertugas di Badan Pembinaan Hukum Nasional
(BPHN), di Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, dan yang bertugas di Unit
Eselon Satu lainnya, maupun Penyuluh Hukum yang bertugas di Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia, termasuk
Penyuluh Hukum yang bertugas di Bagian Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
atau Kabupaten/Kota di Seluruh Indonesia yang telah mengikuti Training of
Trainer (ToT) Penyuluh Hukum.
6. Peserta
Peserta penyuluhan yang menggunakan pendekatan andragigi jumlahnya
cukup terbatas, tidak seperti penyuluhan pada umumnya yang jumlahnya hampir
tidak terbatas. Jumlah peserta penyuluhan di sini sebanyak 40 orang tidak dibatasi
oleh jenis kelamin, suku, ras, agama, bahasa, pandangan politik, dan latar
belakang lainnya. Karena penyuluhan ini untuk orang dewasa, maka anak-anak
atau seseorang yang belum berusia 18 tahun, meskipun sudah menikah, tidak
boleh mengikuti penyuluhan ini.
Tujuan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan pencegahan terjadinya
konflik sosial berbasis agama. Karena itu, peserta penyuluhan berasal dari
penganut semua agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Jumlah setiap peserta dari
masing-masing agama diatur secara proposional. Diupayakan, peserta dari
penganut agama yang sering berkonflik mendapat kesempatan mengikui
penyuluhan paling banyak. Misalnya, di suatu wilayah yang sering berkonflik
Islam dan Kristen, maka peserta penyuluhan terbanyak pertama adalah yang
beragama Islam, kemudian yang terbanyak kedua yang beragama Kristen. Jumlah
peserta dari agama lainnya disesuikan dengan kebutuhan jumlah peserta.
Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan peserta adalah peserta
penyuluhan diupayakan terdiri atas tokoh masing-masing agama, dan masyarakat
lainnya dari masing-masing agama, terutama sekali masyarakat yang pernah
terlibat dalam konflik, baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya, orang-
Page 10
10
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
orang yang diduga sebagai profokator, orang-orang yang diduga sebagai aktor di
balik terjadinya konflik, penting untuk diikut sertakan dalam penyuluhan.
7. Metode/teknik
Metode/teknik yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan ini adalah metode
andragogi yaitu metode belajar orang dewasa, lazim disebut dengan metode
partisipatif, dengan berbagai teknik. Metode ini sangat tepat digunakan untuk
mencegah terjadinya konflik sosial karena metode ini memungkin terjadinya
komunikasi multi arah, antara peserta dengan penyuluh, dan peserta dengan
peserta, dengan tingkat interaksi yang cukup tinggi, ditambah suasana belajar
yang menyenangkan dengan dihadirkannya diskusi kelompok dengan teknik
tertentu buzz, dilanjutkan pemaparan dengan teknik window shoping, dan
diselingi dengan berbagai permainan, sehingga kegiatan penyuluhan menjadi
kegaitan yang sangat menyenangkan dan tidak membosankan.
8. Bahan/Materi Penyuluhan.
Bahan atau materi yang dimaksudkan di sini adalah substansi penyuluhan yang
akan disampaikan oleh penyuluh kepada peserta penyuluhan. Bahan tersebut
antara lain:
a) Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
b) Peraturan Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor
9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
c) Penetapan Presiden RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama.
d) Lampiran Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat
Beragama.
e) Pembahasan Kasus Kekerasan Sosial Berbasis Agama.
Peraturan-perundangan yang dijadikan materi tersebut di atas, tentu tidak
dibahas seluruhnya, melainkan hanya diambil beberapa bagian atau pasal yang
relefan dengan tujuan penulisan.
C. Pelaksanaan Metode Andragogi Dalam Penyuluhan Hukum
Page 11
11
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
Pada bagian sebelumnya telah dibahas mengenai komponen apa saja yang
diperlukan untuk melaksanakan penyuluhan hukum dengan pendekatan partisipatif.
Pembahasan selanjutnya adalah bagaimana cara pelaksanaan penyuluhan hukum
dengan pendekatan partisipatif. Penyuluhan hukum dengan pendekatan partisipatif
yang menggunakan banyak teknik, tentu berbeda dengan penyuluhan hukum dengan
pendekatan non partisipatif. Pendekatan penyuluhan hukum dengan pendekatan
partisipatif banyak tahapan yang harus dilaksanakan, dan setiap tahapan
menggunakan teknik tertentu. Penyuluhan partisipatif dapat dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
1. Pembukaan.
Tahap pembukaan ada dihampir semua kegiatan penyuluhan, terutama
penyuluhan yang dilaksanakan oleh instansi/lembaga tertentu. Substansi pada
acara pembukaan biasa berisi pembukaan oleh pembawa acara, laporan ketua
penyelanggara, sambutan pimpinan instansi atau yang mewakili dilanjutkan
dengan membuka acara, doa, penutup, dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan
yang merupakan acara inti, dipandu oleh penyuluh.
Namun, penyuluhan yang dilaksanakan secara mandiri, tidak melibatkan
institusi/lembaga mana pun, biasanya tidak disertai acara pembukaan secara
seremonial seperti tersebut di atas. Penyuluhan mandiri dalam pelaksanaannya
sejak awal hingga ahir langsung ditangani oleh penyuluh. Penyuluh bertugas
ganda yaitu membuka/memberikan pengantar, sekaligus menyampaikan materi
atau memandu kegiatan penyuluhan, memandu ice breaker, dan menutup. Karena
itu, kemampuan penyuluh melibatkan peserta penyuluhan dalam berbagai aktifitas
sangat penting. Dan inilah hakikat dari penyuluhan andragogis, penyuluh mampu
melibatkan sebesar mungkin partisipasi peserta penyuuhan.
2. Pengantar.
Sebelum sampai pada inti penyuluhan, tugas penyuluh adalah memberikan kata
pengantar kegiatan penyuluhan. Pesan yang disampaikan dalam pengantar pada
umumnya meliputi perkenalan diri, menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dalam
penyuluhan, metode dan teknik yang akan digunakan, waktu yang digunakan
untuk penyuluhan, dan tata tertib selama penyuluhan.
3. Perkenalan.
Page 12
12
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
Pada saat penyuluh akan memandu peserta untuk berkenalan, penyuluh
harus ingat bahwa tujuan penyuluhan ini adalah untuk mencegah konflik sosial
berbasis agama. Karena itu, dalam menentukan teknik perkenalan penyuluh harus
memilih teknik perkenalan yang tidak hanya saling mengenal nama dan identitas
lain, tetapi penyuluh harus mampu membuat peserta yang memiliki potensi
konflik cukup tinggi yang tentunya suasananya kaku bahkan mungkin tegang,
individual, dan sebagainya, berubah menjadi suasana yang nyaman, damai,
bersahabat, dan penuh rasa kebersamaan. Karena itu, penyuluh harus mampu
memilih teknik perkenalan yang dapat untuk membaurkan peserta yang
heterogen melebur menjadi satu kelompok besar dengan tingkat komunikasi dan
interaksi yang tinggi.
Dalam penyuluhan ini akan menggunakan teknik perkenalan “bertukar alas
kaki” , langkah-langkahnya yaitu pertama-tama penyuluh meminta kepada pesrta
untuk berdiri membuat lingkaran sambil berpegangan tangan. Penyuluh berdiri di
tengah lingkaran sambil memegang kantong besar yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Penyuluh meminta kepada semua peserta untuk melepas alas kaki
sebelah, boleh yang kanan atau yang kiri (salah satu), kemudian memasukannya
kedalam kantong. Penyluh membawa sepatu tersebut ke tempat tertentu,
kemudian mengeluarkannya dari kantong, peserta diminta mengambil satu sepatu
secara acak dengan cepat (jangan mengambil sepatu milik sendiri). Peserta
diminta untuk mencari pemilik sepatu tersebut, jika sudah ketemu dengan pemilik
sepatu, dilanjutkan dengan berkenalan dengan pemilik sepatu tersebut, meliputi
nama, domisili, status perkawinan, pekerjaan, dan tujuan mengikuti penyuluhan,
dan identitas lain yang dipandang perlu. Setelah selesai berkenalan, selanjutnya
pesrta diminta membentuk lingkaran seperti semula, kemudian minta dua atau tiga
peserta untuk menyebutkan kembali identitas pasangannya.
4. Pembentukan kelompok diskusi.
Setelah perkenalan selesai, dilanjutkan dengan pembentukan kelompok.
Jumlah peserta 40 orang tersebut dibuat menjadi lima kelompok, satu kelompok
beranggotakan delapan orang. Masih dalam bentuk lingkaran, peserta diminta
berhitung satu sampai lima secara berurutan. Selesai hitungan pertama,
dilanjutkan hitungan kedua, dan seterusnya. Kemudian, penyuluh minta kepada
peserta, peserta nomor satu bergabung dengan peserta nomor satu, peserta
Page 13
13
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
nomor dua bergabung dengan peserta nomor dua, dan seterusnya sampai peserta
nomor lima. Dengan demikian akan terbentuk lima kelompok, dengan setiap
kelompok beranggotakan delapan orang.
Selanjutnya, membuat nama kelompok dan pembagian tugas kelompok.
Pembuatan nama dan pembagian tugas kelompok dilakukan oleh peserta masing-
masing kelompok dengan cara bermusyawarah. Tugas penyuluh hanya
mengarahkan agar diskusi lebih terarah. Diusahakan nama kelompok diberi nama
yang sesuai dengan tema penyuluhan. Misalnya, Kelompok “TOLERANSI”,
kelompok “DAMAI”, kelompok “KERJASAMA ”, kelompok “AMAN”, dan
kelompok “DEMOKRASI”. Kelompok dibagi tugas, satu orang ketua kelompok,
satu orang skretaris, satu orang penyaji hasil diskusi, dibantu satu orang untuk
menjawab pertanyaan.
5. Pelaksanaan diskusi.
Penyuluh minta kepada masing-masing kelompok untuk menempati tempat
diskusi yang sudah disediakan. Penyuluh menyiapkan bahan diskusi lima paket
yang berisi materi diskusi (pertanyaan diskusi dimasukan ke dalam amplop)14
,
spidol, kertas plano, dan isolasi atau lakban, masing-masing lima paket.
Penyuluh minta kepada peserta untuk membagi tugas, menunjuk dua
orang untuk mempresentasikan hasil diskusi. Penyuluh minta kepada peserta agar
perwakilan kelompok mengambil paket bahan diskusi untuk didiskusikan
14
Pertanyaan/interuksi untuk diskusi:
1. Kelompok “Toleransi”
Uraikan secara singkat pasal-pasal dalam onstitusi dan dalam Undang-Undang HAM yang terkait
dengan kebesan beragama dan beribadat, serta pasal-pasal yang terkait dengan pembatasan hak.
Mengapa kebebasan beribadat perlu dibatasi..?
2. Kelompok “Damai”
Uraikan definisi dari huru hara, konflik, dan krisis.
Jelaskan perbedaan pokok dari ketiga definisi tersebut.
3. Kelompok “Kerjasama”
Uraikan Pasal 1 Penetapan Presiden RI No.1 Tahun 65
Jelaskan apa yang dimaksud di muka umm dalam Pasal 1 tersebut.
4. Kelompok “Demokrasi”
Dalam lampiran Keputusan Menteri Agama RI No.473 Tahun 2003 terdapat sembilan penyebab
konflik sosial berbasis agama. Uraikan tiga penyebab konflik, dan jelaskan upaya pencegahan dari
masing-masing penyebab tersebut, menurut kesepakatan kelompok.
5. Kelompok “Aman”
Seperti diketahui, di wilayah Kecamtan Bekasi Utara dibangun Gereja Santa Clara. Pembangunan
Gereja tersebut semapat menuai protes dari Umat Islam di wilayah tersebut yang berujung pada
konflik yang menimbulkan korban luka-luka.
Bagaimana upaya pencegahan yang seharusnya dilakukan, agar kejadian serupa tidak terjadi di
tempat lain. Mohon diskusikan dalam kelompok.
Page 14
14
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
kemudian minta agar semua anggota kelompok aktif dalam diskusi, sampailah
pada pelaksanaan diskusi. Jika waktu diskusi hampir habis, penyuluh segera
memberitahukan kepada peserta bahwa waktu diskusi akan segera berakhir,
misalnya “waktu diskusi tinggal lima menit lagi.” Lima menit kemudian
dibaritahukan kepada peserta “waktu diskusi sudah habis, hasil diskusi sementara
ditinggalkan di tempat diskusi, selanjutnya kita akan melakukan ice breaker agar
kita segar kembali.”
6. Pelaksanaan Ice Breaker
Setelah peserta berdiskusi sekitar 30 menit, biasanya terjandi agak
kekakuan atau ketegangan akibat adanya saling beda pendapat dan sebagainya,
dan kejadian ini sangat wajar, terlebih lagi dalam kelompok yang heterogen, sifat-
sifat ingin menang sendiri, ingin menonjolkan diri, sulit menerima pendapat orang
lain, dan sebagainya. Kebiasaan-kebiasaan semacam ini akan selalu ada dalam
kelompok diskusi, sehingga kerap menimbulkan ketegangan, yang menyebabkan
situasi menjadi beku. Oleh karena itu, setelah peserta melewati situasi ini perlu
dilakukan ice breaker untuk mengurangi atau menghilangkan kebekuan. Untuk
menghilangkan kebekuan tersebut akan dilakukan Ice breaker. Ibarat sebuah es
batu besar, kalau sudah membeku dan membatu perlu dipecahkan atau dicairkan
dengan alat pemecah es bernama ice breaker.15
dengan teknik yang penulis disebut teknik “benang kusut”. Teknik ice
breaker ini agak berbeda dengan teknik ice breaker lainnya, teknik ice breaker ini
diharapkan mampu tidak membuat peserta lebih rileks, tetapi mampu
mengurangi kesenjangan atau gap yang disebabkan perbedaan latar belakang
peserta. Seperti perbedaan status sosial, suku, agama, dan perbedaan latar
belakang lainnya. Dengan tidak adanya kesenjangan, maka akan membuat
peserta merasa lebih dekat (akrab), sehingga akan lebih mudah membangun
interaksi sesama peserta. Kalau interaksi sudah terbangun secara baik, maka
potensi konflik sudah berkurang bahkan akan hilang.
Kemudian, bagaimana langkah-langkah teknik “benang kusut” tersebut?
Pertama, peserta diminta untuk berdiri, kemudian peserta diminta untuk
melepaskan dan menyimpan barang seperti jam tangan, kaca mata, cincin, dan
sebagainya, di tas masing-masing atau tempat lain yang aman. Kedua, peserta
15
Adi Soenarno, Ice Breaker, Don’t Be Tegang, (Yogyakarta, Penertbit Andi, tanpa tahun).
Page 15
15
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
diminta membuat lingkaran kecil berdasarkan kelompok masing-masing, dengan
jarak yang dekat dengan peserta lain yang ada di sebelahnya. Ketiga, peserta
diminta untuk mengangkat tangan kanan dan berjabat tangan dengan peserta yang
ada di depannya, dengan demikian semua peserta di masing-masing kelompok
sudah berjabat tangan kanan dengan tangan kanananya. Keempat, peserta diminta
untuk mengangkat tangan kiri kemudian berjabat tangan dengan orang yang
berbeda. Dengan demikian setiap peserta sudah menggunakan tangannya saling
berjabat tangan dengan sesama peserta dalam kelompok masing-masing. Intruksi
serlanjutnya, intruksi kelima, dari keadaan jabat tangan ini, silahkan diurai dalam
keadaan tetap saling berpegangan (tidak boleh lepas tangan), sehingga membentuk
lingkaran seperti semula, caranya terserah kesepakatan kelompok, tetapi harus
tetap dalam posisi bergandengan tangan, tidak boleh lepas, waktunya lima menit.
Selama proses membentuk lingkaran, akan terjadi komunikasi dan interaksi
banyak arah dengan intensif, dan akan terjadi sikap saling menghormati sesama
anggota kelompok.
7. Pemaparan hasil diskusi.
Setelah peserta selesai melakukan ice breaker, selanjutnya adalah
pemaparan hasil diskusi menggunakan teknik “jaga warung.” atau disebut teknik
“window shoping.” Di awal pemaparan hasil diskusi, Penyuluh menjelaskan
kepada peserta bahwa sesi ini adalah sesi pemaparan hasil diskusi. Pemaparan
hasil diskusi akan dilakukan dengan teknik “jaga warung” atau “ teknk window
shoping.” Pembagian tugas dalam teknik ini yaitu delapan orang peserta setiap
kelompok, dua orang berperan sebagai penjaga warung, enam orang berperan
sebagai penjaga/pembeli. Penjaga warung bertugas
mempresentasikan/memaparkan hasil diskusi, kemudian pengunjung/pembeli
bertugas mengajukan pertanyaan, saran, atau masukan kepada penjaga warung.
Untuk sekali pemaparan dan tanya jawab waktunya sekitar lima menit. Setelah
selesai presentasi dan tanya jawab, Penyuluh mengintruksikan pengunjung untuk
bergerak ke warung berikutnya, searah jarum jam, yang berarti berputar ke arah
kanan, demikian seterusnya, sampai masing-masing kelompok berada di posisi
semula. Selama proses presentasi, Penyuluh selain memberi interuksi, juga
mengamati setiap kelompok untuk melihat keatifan dan prilaku masing-masing
Page 16
16
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
anggota kelompok. Setelah selesai, setiap kelompok diminta untuk kembali ke
tempat duduk kelompok masing-masing.
8. Tanggapan Penyuluh
Setelah selesai sesi pemaparan hasil diskusi, selanjutnya Penyuluh
memberikan tanggapan. Tanggapan bisa dilakukan secara umum untuk semua
kelompok mau pun tanggapan terhadap masing-masaing kelompok, tergantung
waktu yang tersedia. Tanggapan yang dilakukan secara umum misalnya. “selama
berlangsungnya presentasi saya mengamati dengan seksama, dari hasil
pengamatan saya semua kelompok sudah bagus, walaupun masih ada beberapa
anggota kelompok yang masih melamun, mungkin ingat anak dan isteri di rumah.”
Nah mendengar ucapan ini akan membuat semua peserta tertawa, sehingga
suasana yang semula hening, menjadi cair.
Tanggapan yang dilakukan kepada masing masing kelompok misalnya, dari
pengamatan saya kelompok “TOLERANSI” pemaparannya bagus sekali, tapi
kelihatan agak sedikit gugup, mungkin karena pengunjungnya ada yang
berjubah, seperti Raja Arab. Kelompok “DAMAI” presentasinya ber api-api,
mungkin biasa memimpin unjuk rasa, dan seterusnya. Tanggapan-tanggapan
semacam ini, kalau dsampaikan dengan gaya bercanda akan mengundang tawa
peserta, dan dapat mengakrabkan peserta.
Setelah selesai tanggapan dari Penyuluh, kalao waktunya memungkinkan,
bisa dilakukan ice breaker lagi. Ice breaker ini untuk lebih mengakrabkan sesama
peserta, karena ice breaker ini pada intinya hanya bermain-main. Dengan
bermain-main, tidak sadar bawah mereka sedang diupayakan persahabatan
mereka sedang dopererat. Jika persahabatan mereka sudah erat, maka sangat kecil
terjadi konflik.
Ice Breaker yang baik dan sederhana pelaksanaanya, dan waktu yang
digunakan juga lebih singkat, yang “RUJAKAN.” Pelaksanaannya sederhana
sekali. Peserta diminta untuk berdiri, membuat lingkaran besar dengan jarak
setengah lencang kanan. Kemudian, peserta diberi tahu bahwa peserta akan
melakukan ice breaker yang disebut “RUJAKAN.” Lazimnya rujak, terdiri dari
buah-buahan. Peserta secara spontan untuk menyebutkan buah apa saja, misalnya:
belimbing, jambu, nanas, jeruk, dan mangga. Sekarang, peserta secara bergilir
menyebutkan nama buah yang dijadikan bahan rujak: belimbing, nanas, dan
Page 17
17
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
seterusnya sampai, mangga. Kemudian dilanjutkan peserta berikutnya menyebut
nama belimbing, nanas, dan seterusnya sampai mangga. Demikian seterusnya,
sampai semua peserta mendapat giliran menyebut nama buah.
Langkah berikutnya, Penyuluh memberi interuksi, “kalau saya mengatakan
belimbing, maka yang tadi menyebut belimbing, bertukar tempat berdiri dengan
yang belimbing. Kemudian, “kalau saya menyebut mangga, maka yang tadi
menyebut mangga, bertukar tempat berdiri dengan yang menyebut mangga”,
demikian seterusnya, dengan gerak pindah yang cepat, dan diulang hingga
beberapa kali, sambil dilihat bagaimana prilaku peserta.
Jika sudah diulangi beberapa kali, selanjutnya Penyuluh mengiteruksikan, “kalau
saya mengatakan RUJAK, maka semua bertukar tempat. Belimbing bertukar
tempat dengan belimbing, jeruk bertukar tempat dengan jeruk dan seterusnya.”
Hingga semuanya bertukar tempat, sehingga akan tampak peserta saling berlari
mencari tempat. Dijamin, peserta akan berlari sambil tertawa berebut tempat.
9. Evaluasi, Kesan dan Pesan
Sesi evaluasi yaitu kegiatan untuk mengevaluasi kegiatan penyuluhan yang telah
dilaksnakan. Evalausi dapat dilakukan secara langsung oleh peserta. Minta satu
atau dua orang peserta untuk melakukan evaluasi terhadap seluruh proses
penyuluhan, sejak awal hingga akhir kegiatan. Ruang lingkup yang devaluasi
meliputi tempat, waktu, sarana, penyuluh, metoda/teknik, materi yang digunakan
dalam penyuluhan. Kemudian, satu orang diminta untuk memberikan kesaan dan
pesan selama mengikuti kegaitan penyuluhan menggunakan teknik andragogi,
10. Penutup.
Penyuluh menutup dengan ucapan permohonan maaf dan terima kasih, serta
menyampaikan harapan-harapan kepada peserta penyuluhan. Harapan-harapan
tersebut mengacu pada tujuan penyuluhan. Misalnya, mudah-mudahan setelah
selesai mengikuti penyuluhan Bapak-Bapak/ Ibu-Ibu/Bapak dan Ibu akan terus
menajalin silaturahmi atau persaudaraan sesama alumni penyuluhan, dan dapat
“menularkan” penyuluhan dengan model seperti ini kepada orang lain atau
kelompok-kelompok lain. Jadi Penyuluh sebaiknya tidak langsung mengatakan
“semoga setelah selesai mengikuti penyuluhan ini sesama peserta tidak akan
terjadi konflik lagi”. Bahasa seperti ini terlalu menohok, jadi diupayakan
menggunakan bahasa yang lebih halus.
Page 18
18
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
D. Penutup
1. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak keragaman, termasuk
beragam dalam aspek agama. Keragaman agama ini, apabila dikelola dengan
baik dan benar sesungguhnya dapat menjadi potensi bagi bangsa Indonesia.
Namun sebaliknya, apabila keragaman agama tersebut tidak dikelola dengan baik
dan benar, maka akan menjadi sumber konflik yang dapat mengancam stabilitas
bangsa. Oleh karena itu, agar tidak terjadi konflik keragaman agama tersebut perlu
dikelola dengan baik dan benar. Bentuk pengelolaan tersebut salah satunya adalah
dilakukan upaya pencegahan.
Kementerian Agama sebagai lembaga pemerimtah yang memiliki tugas mengelola
tata kehidupan beragama, bertanggung jawab melakukan upaya pencegahan
konflik. Beberapa upaya yang dilakukan oleh Kementerian Agama untuk
melakukan pencegahan konflik sosial berbasis agama, antara lain penyuluhan,
perumusan kode etik, pembentukan kader kerukunan umat beragama, dan
sebagainya. Namun demikian, konflik sosial berbasis agama terus saja terajdi.
Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila penulis mencoba menyumbangkan
pemikiran dengan cara membuat karya tulis ini.
Penyuluhan dalam karya tulis ini melalui pendekatan andragogi dengan
beberapa teknik yang langsung dipraktekkan oleh pesera penyuluhan, diharapkan
mampu mencegah terajdinya konflik sosial berbasis agama. Oleh karena semua
teknik yang digunakan mengandung makna untuk melatih peserta. Diskusi melatih
peserta untuk menyampaikan pendapat, dan melatih menghargai pendapat orang
lain. Presentasi melatih peserta untuk sabar mendengarkan peserta lain berbicara,
dan bertanya pada waktunya. Dan ice breaker melatih agar peserta toleran,
menerima kehadiran orang lain apa adanya, dan membangun rasa kebersamaan.
2. Saran
a. Ada pepatah jawa yang pernah penulis jadikan sebuah hiasan dinding yang
dibuat menggunakan jerami, saat penulis masih duduk di bangku Sekolah
Page 19
19
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
Dasar (SD), Pepatah jawa itu berbunyi, “Jerbasuki Mawa Bea”. Pepatah ini
artinya, setiap program atau kegiatan, selalu memerlukan biaya. Sehebat apa
pun program, apabila tidak didukung dengan anggaran yang memadai, maka
hasilnya kemungkinan juga kurang memadai, atau bahkan program terserbut
tidak akan terlaksana. Model penyuluhan ini mungkin saja dilakukan secara
mandiri, tetapi dalam pelaksanaannya akan mengalami banyak persoalan.
Oleh karena itu, sangat disarankan pemerintah dalam hal ini kementerian yang
menaungi Penyuluhan Hukum bersedia menyediakan anggaran yang
memadai, sehingga kegiatan penyuluhan hukum dapat terlaksana dengan baik.
b. Pencegahan hanyalah sebuah upaya. Sehebat apa pun strategi pencegahan,
apabila pihak-pihak yang berkonflik tidak menghendaki adanya kedamaian
dalam hidup, maka upaya apapun, termasuk upaya pencegahan akan menjadi
sia-sia. Karena itu, kepada pihak-pihak yang berkonflik atau mempunyai
potendi konflik, lakukanlah upaya pencegahan dari dalam diri masing-masing,
demi terwujudnya kedamaian dalam hidup.
c. Tulisan ini hanya merupakan gagasan atau pemikiran dari seorang Penyuluh
Hukum biasa yang mencoba menggabungkan pengetahuan yang diperoleh
dari beberapa literatur dan pengalaman penulis sebagai Narasumber,
Fasilitaor, dan sedikit menulis, ke dalam bentuk karya tulis. Mudah-mudahan,
tulisan ini akan bermanfaat, khususnya bagi para penyuluh hukum. Karena
itu, disarankan kepada Penyuluh Hukum yang sudah membaca dan
mencermati tulisan ini, silahkan untuk mencoba menerapkannya. Perlu
diketahui, teknik ini bisa digunakan di wilayah-wilayah rawan konflik sosial
dengan berbagai latar belakang, tidak hanya yang berlatar belakang agama.
Apabali dalam pelaksanaannya menemui kesulitan, disarankan untuk
menghubungi penulis. Siapa tau, Penulis bisa membantu untuk memperlancar
kegaitan penyuluhan.
Page 20
20
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
DAFTAR PUSTAKA
Amirwulan Hesti Sochmawardiah, Diskriminasi Rasial Dalam Hukum HAM, Studi Tentang
Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa, (Jaka: Genta Publising, 2013)
Minan, Micael, http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-
tolak-pembangunan-gereja-santa-clara.html (diunduh 4 Januari 2018, jam 09.25
WIB).
Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, (Jakarta:
M2 Prit, 2003)
N.K, Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008)
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1984)
Sumartono, Kecerdasan Komunikasi, Rahasia Hidup Sukses, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2003)
Soenarno, Adi, Ice Breaker, Don’t Be Tegang, (Yogyakarta, Penertbit Andi, tanpa tahun).
Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Dari Teori Hingga Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2007)
Topatimasang, Roem, Belajar Dari Pengalaman, Panduan Latihan Memandu Pendidikan
Orang Dewasa untuk Pengembangan Masyarakat, (Jakarta: Perhimpunan
Pengembangan Pesantren & Masyarakat, 1990)
Yulianto dkk, Penelitan, Peran Tokoh Agama dalam Pencegahan dan Penghentian Konflik
Berbasis Agama, (Jakarta: Badan Penelitian Pengembangan HAM, Kementerian Hukum
dan HAM RI, 2013)
Page 21
21
JDIH DITJEN HAM Jdih.ham.go.id
http//arti-definisi-pengertian.info/pengertian-penyuluh. Diunduh 8 Januari 2018 Jam14.16
WIB.
Peraturan Perundang-Undangan:
Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Perubahannya, (Jakarta: Redaksi Kawan
Pustaka, 2004)
-------------, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, (Jakarta:
Ditjen HAM)
------------, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
------------, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 473 Tahun 2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penanggulangan Kerawanan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
----------------Peraturan Menpan Nomor 3 Tahun 2014, Pasal 1 (2).