-
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Preeklamsi
Preeklamsi merupakan komplikasi pada 5-10% dari seluruh
kehamilan
(WHO, 2002; Takahashi dan Martinelli, 2008) dan merupakan salah
satu dari tiga
penyebab kematian terbanyak pada kehamilan setelah perdarahan
dan infeksi
(Miller, 2007). Dahulu preeklamsi terdiri dari trias hipertensi,
proteinuria dan
edema, namun pada saat ini NHBPE (National High Blood Pressure
Education
Program) merekomendasikan untuk menghilangkan edema sebagai
kriteria
diagnostik pada preeklamsi karena terlalu sering ditemukan pada
kehamilan
normal. Preeklamsi meningkat insidensnya pada wanita muda dan
nullipara.
Namun frekuensinya juga meningkat pada wanita multipara dan
berusia di atas 35
tahun. Juga preeklamsi sering terjadi pada anak perempuan dari
ayah yang
memiliki genotip untuk timbulnya preeklamsi (Chappel dan Morgan,
2006).
Faktor faktor risiko lain untuk terjadinya preeklamsi adalah
:
Faktor risiko untuk terjadinya Preeklamsi
1. Usia 35 tahun
2. Nulliparitas
3. Kehamilan multipel
4. Mola hydatidiform
5. Diabetes Mellitus
6. Hipertensi kronis
7. Penyakit ginjal
-
6
8. Riwayat keluarga dengan preeklamsi
Kriteria diagnosis yang digunakan adalah menurut kelompok
kerja
(NHBPE, 2000), yaitu :
Preeklamsi ringan :
Kriteria minimal
1. Tekanan darah 140/90 mm Hg setelah umur kehamilan 20
minggu
2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 dipstick
Preeklamsi berat :
1. Tekanan darah 160/110 mm Hg, ditambah
2. Proteinuria 2,0 gram/24 jam atau + 2 dipstick
3. Kreatinin serum 1,2 mg/dl, kecuali sebelumnya diketahui
terjadi
peningkatan
4. Trombosit 100.000 / mm3
5. Hemolisis mikroangiopati
6. Peningkatan AST (Aspartat Transferase) atau ALT (Alanin
Transferase)
7. Nyeri kepala yang persisten
8. Nyeri epigastrium yang menetap
Hipertensi didiagnosis dalam keadaan istirahat selama lebih dari
5 menit
dalam posisi duduk tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih,
Korotkoff phase V
digunakan untuk mengukur tekanan diastolik (Cunningham dkk,
2005).
Pada kehamilan normal terjadi penurunan sensitivitas maternal
terhadap
vasopressor endogen. Hal ini terjadi pada awal masa kehamilan,
sehingga hal ini
menyebabkan peningkatan ruang intravaskular dan penurunan
tekanan darah.
-
7
Namun pada wanita yang menderita preeklamsi, refrakter pada
endogen
vasopressor tidak terjadi sehingga peningkatan ruang
intravaskular tidak terjadi
dan penurunan tekanan darah pada kehamilan juga tidak terjadi
dan terjadi
penurunan volume intravaskuler. Bahkan pada keadaan preeklamsi
berat selain
terjadi hipertensi dan proteinuria, pada wanita hamil dengan
preeklamsi berat juga
dapat mengalami keluhan lainnya seperti pandangan kabur, nyeri
epigastrium atau
nyeri pada kuadran kanan atas, refleks patella meningkat atau
klonus. Kelainan
laboratorium dapat ditemukan peningkatan hematokrit, laktat
dehidrogenase,
serum transaminase, asam urat dan trombositopenia. DIC
(Disseminated
Intravascular Coagulation) juga dapat ditemukan pada kasus yang
berat (Miller,
2007).
Sudah banyak teori yang menerangkan patofisiologi terjadinya
preeklamsi, tetapi tidak satupun yang dianggap benar secara
mutlak. Teori-teori
tersebut seperti kelainan pada vaskularisasi plasenta, teori
iskemik, radikal bebas
dan disfungsi endotel, teori intoleransi imunologik antara ibu
dan janin, teori
adaptasi kardiovaskuler, teori defisiensi genetik, teori
defisiensi gizi dan teori
inflamasi (Angsar , 2003; Sibai, 2005).
Untuk memahami terjadinya preeklamsi harus dipahami
fisiologi
perkembangan dan pembentukan plasenta terlebih dahulu. Pada
perkembangan
normal pembentukan pembuluh darah uteroplasenta terbagi menjadi
dua
gelombang atau dua tahap. Tahap pertama sebelum usia kehamilan
12 minggu
terjadi invasi dan modifikasi dari arteri spiralis desidua.
Invasi dan modifikasi ini
terjadi sampai batas terluar dari myometrium. Antara usia 12
sampai 16 minggu
-
8
terjadi invasi tahap kedua yaitu invasi pada intramyometrial
arteri spiralis yang
menyebabkan perubahan dari lumen arteri spiralis yang sebelumya
sempit
menjadi dilatasi dan menurunkan tahanan pada pembuluh darah
uteroplasenter ini.
Apabila terjadi kelainan atau abnormalitas pada tahap ini maka
dapat berkembang
menjadi preeklamsi (Cunningham dkk, 2005). Terdapat dua hal
penting yang
memegang peranan sentral terhadap terjadinya preeklamsi (Wang
dan Alexander,
2000 ; Hladunewich dkk, 2007).
Dua hal penting patofisiologi dari penyebab preeklamsi tersebut
adalah :
Gambar 2.1. Perbandingan implantasi plasenta pada kehamilan
normal dan preeklamsi (Sumber : Sharma dkk, 2010)
1. Disfungsi trofoblas plasenta
Plasentasi membutuhkan banyak faktor angiogenesis untuk
menstabilkan
suplai oksigen dan nutrient pada fetus. Pada preeklamsi terjadi
penurunan pada
plasental angiogenesis. Normalnya invasif sitotrofoblas
melakukan down
regulate terhadap molekul adhesi yaitu Echaderin dan integrin
a6b4 dan aVb6
-
9
yang menghambat invasi pada permukaan sel nya dan mengadopsi
fenotip dari sel
permukaan dari endotel sehingga melakukan up regulate pada a1b1,
aVb3 dan
VE cadherin yang meningkatkan invasi, proses ini dikenal
sebagai
pseudovaskulogenesis. Pada preeklamsi sel sitotrofoblas tidak
dapat melakukan
perubahan ini sehingga sel sitotrofoblas ini tidak dapat
melakukan invasi secara
sempurna, dan pada akhirnya invasi pada arteri spiralis ini
hanya terbatas pada
lapisan desidual saja sedangkan lapisan muskularis pada arteri
spiralis tidak
diinvasi oleh sel trofoblas, sehingga pembuluh darah arteri
spiralis pada
preeklamsi ini hanya 40% dibandingkan dengan kehamilan normal
(Sing, 2009).
Pada penelitian lain juga didapatkan adanya hypoxia-inducible
factor-1
mengalami upregulasi pada preeklamsi sehingga menyebabkan
terjadinya
diferensiasi abnormal pada sel trofoblas sehingga tidak
terjadi
pseudovaskulogenesis dan hal ini merupakan tahap awal untuk
terjadinya iskemia
plasenta (Sharma dkk, 2010).
2. Disfungsi endotel dalam vaskularisasi maternal.
Plasenta memegang peranan penting dalam patogenesis dan
patofisiologi dalam
preeklamsi. Plasentasi yang abnormal dalam preeklamsi
menyebabkan terjadinya
maladaptasi imun dan implantasi plasenta yang kurang sempurna,
yang
menyebabkan terjadinya kegagalan remodelling fisiologis dari
pembuluh darah
desidua dan tidak sempurnanya perkembangan vaskularisasi
plasenta. Hal penting
lain yang menyebabkan terjadinya preeklamsi adalah disfungsi
endotel yang
menyebabkan peningkatan lipid peroksidase dan terjadinya
ketidakseimbangan
antara produksi vasokonstriktor tromboksan (TXA2) dan
vasodilator prostasiklin
-
10
(PGI2) disadari sebagai faktor penting dalam peningkatan
vasokonstriksi plasenta
pada preeklamsi (Coskun dan Ozdemir, 2008). Pada wanita hamil
normal
prostasiklin endotel mencapai 8-10 kali lipat lebih tinggi
daripada wanita yang
tidak hamil. Namun pada wanita preeklamsi peningkatan ini hanya
terjadi 1-2 kali
lipat (Coskun dan Ozdemir, 2008). Di samping itu pada wanita
preeklamsi
tromboksan meningkat lebih banyak bila dibandingkan dengan
wanita normal.
Karena prostasiklin merupakan vasodilator dan tromboksan
merupakan
vasokonstriktor, kerusakan sel endotel menyebabkan peningkatan
tromboksan dan
penurunan prostasiklin menyebabkan terjadinya vasospasme.
Peningkatan sintesis
lemak menyebabkan peningkatan rasio tromboksan / prostasiklin
dan
menyebabkan timbulnya sindrom preeklamsi. Itulah mengapa profil
lipid yang
abnormal merupakan penanda penting untuk terjadinya
preeklamsi.
2.2 Low Density Lipoprotein dan High Density Lipoprotein
2.2.1 Low density lipoprotein
Gambar 2.2 Struktur Low Density Lipoprotein ( Sumber : Loshak,
2001)
LDL merupakan salah satu jenis lipoprotein yang mengantarkan
kolesterol
dan trigliserid dari hati ke dalam jaringan perifer. Seperti
semua lipoprotein
lainnya, LDL memungkinkan lemak dan kolesterol masuk ke dalam
unsur air dari
aliran darah. LDL juga mengatur sintesis kolesterol pada
jaringan perifer. Setiap
-
11
partikel LDL mengandung molekul apopoprotein B-100 (Apo B-100,
suatu
protein yang tersusun dari 4536 asam amino), yang beredar
bersama dengan asam
lemak, agar LDL ini tetap bercampur dengan unsur air dalam
darah. LDL juga
memiliki inti yang sangat hidrofobik mengandung asam lemak
linoleate dan
terdiri dari 1500 molekul kolesterol. Dan inti ini dikelilingi
oleh cangkang
phospholipid B-100 (514 kD). Partikel LDL diameternya berukuran
22nm,
namun LDL ini dapat memiliki jumlah asam lemak yang bervariasi
ukuran dan
massa intinya (Loshak, 2001).
2.2.1.1 Transport ke dalam sel
Ketika suatu sel memerlukan kolesterol, maka sel ini mensintesis
suatu
reseptor LDL, dan reseptor ini terletak pada plasma membran
sehingga ketika
LDL ini beredar di dalam darah maka LDL ini melekat pada
reseptor LDL yang
berada pada permukaan sel hal ini disebut juga sebagai mekanisme
receptor-
mediated endocytosis (Loshak, 2001).
Gambar 2.3. Reseptor mediated endocytosis LDL ( Sumber: Loshak
2001)
LDL dapat mengantarkan kolesterol ke dalam arteri dan dapat
tertahan oleh
proteoglikan arteri maka pada arteri tersebut dapat membentuk
plak, dan
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis.
-
12
Bukti lain menunjukkan peningkatan konsentrasi dan ukuran LDL
sangat
berhubungan erat dengan kejadian atherosklerosis. LDL yang
memiliki ukuran
partikel yang kecil menyebabkan peningkatan pembentukan ateroma
yang
berkembang menjadi aterosklerosis. LDL terbentuk ketika protein
VLDL
kehilangan trigliserid melalui enzim LPL dan menjadi berukuran
lebih kecil dan
padat, mengandung kolesterol yang lebih banyak (Loshak,
2001).
LDL menyebabkan terjadinya aktivasi endotel pada preeklamsi
akibat
masuknya LDL ke dalam endotelium dan menjadi teroksidasi, karena
bentuk yang
teroksidasi ini lebih mudah tertahan dalam proteoglikan pembuluh
darah maka
lebih mudah terbentuk radikal bebas pada endotelium. Kadar LDL
normal pada
kehamilan adalah 150 mg/dL (Evruke dkk, 2004).
2.2.1.2 Low density lipoprotein pada preeklamsi
Pada kehamilan normal terjadi peningkatan dari trigliserid
dan
berhubungan dengan perubahan low density lipoprotein (LDL)
menjadi bentuk
yang lebih kecil dan padat, dan jumlahnya bahkan semakin
meningkat pada
preeklamsi. Sehingga terjadi penurunan pada LDL-peak particle
diameter (LDL-
PPD) yang cukup signifikan pada preeklamsi dibandingkan dengan
kehamilan
normal (Belo dkk, 2002). Partikel LDL yang kecil ini penting
sebab semakin kecil
dan semakin padat populasi kolesterol di dalamnya maka
menyebabkan LDL
semakin mudah teroksidasi. Setelah teroksidasi maka LDL memiliki
potensi untuk
meningkatkan resiko terjadinya atherosklerosis, pembentukan sel
busa dan
menyebabkan disfungsi endotel. Bahkan bentuk LDL yang telah
teroksidasi ini
dan apo B-100, ditemukan pada plak aterosklerosis. Oksidasi
biologi dari LDL
-
13
menyebabkan perubahan struktur dan perubahan komposisi dari
partikel LDL
seperti pembentukan oxysterol dan peningkatan kepadatan pada
partikel LDL. Hal
inilah yang menyebabkan mengapa perubahan profil lipid rasio
LDL/HDL
merupakan marker yang penting pada preeklamsi (Coskun dan
Ozdemir, 2008).
Gambar 2.4. Pembuluh darah normal ( Sumber : Loshak, 2001)
Gambar 2.5. Setelah LDL teroksidasi dan membentuk sel busa dan
proliferasi sel otot polos ke dalam endotel (Sumber : Loshak,
2001)
2.2.2 High density lipoprotein
HDL dan LDL merupakan bagian dari kelompok lipoprotein
(Kilomikron,
VLDL, IDL, LDL, HDL). HDL memungkinkan lipid seperti kolesterol
dan
trigliserida ditransport ke dalam aliran darah. HDL mampu
memindahkan
kolesterol dalam arteri dan mengembalikannya ke dalam hati untuk
diekskresi
atau di metabolisme kembali. Kadar HDL yang tinggi di dalam
aliran darah dapat
mencegah terjadinya kerusakan sel endotel dan memiliki efek
protektif pada
pembuluh darah dan kadar kolesterol HDL yang rendah (di bawah
60mg/dL atau
-
14
1mmol/L) menyebabkan peningkatan resiko kerusakan endotel
pembuluh darah
yang kemudian menyebabkan peningkatan resiko terjadinya
vasospasme (Evruke,
2004).
2.2.2.1 Struktur dan fungsi high density lipoprotein
Gambar 2.6. Struktur molekul High Density Lipoprotein (Sumber :
Toth, 2005)
HDL merupakan partikel lipoprotein yang terkecil, namun
memiliki
volume yang paling banyak dibanding lipoprotein yang lain. Hal
ini disebabkan
oleh HDL memiliki proporsi HDL yang paling banyak mengandung
protein. HDL
mengandung apolipoprotein terutama apo A-I dan apo A-II. Di
dalam hati
lipoprotein ini disintesis dari struktur kompleks apolipoprotein
dan phospholipid.
-
15
HDL memiliki kemampuan untuk membawa kolesterol yang berada di
sel
jaringan pembuluh darah melalui interaksinya dengan ABCA1 (ATP
Binding
Casette Transporter A1). Suatu enzim plasma yang disebut dengan
LCAT
(Lecithin Cholesterol Acyltransferase) mengubah kolesterol bebas
menjadi
cholesteryl ester (bentuk kolesterol yang lebih hidrofobik),
yang kemudian
cholesteryl ester ini dimasukkan ke dalam inti partikel
lipoprotein, sehingga
membentuk suatu bentuk sintesis HDL yang baru yang berbentuk
bola. HDL ini
kemudian bersirkulasi di dalam aliran darah dan memasukkan lebih
banyak
kolesterol dan molekul phospholipid dari sel dan jaringan
perifer melalui
interaksinya dengan ABCG1 Transporter dan PLTP (Phospolipid
Transfer
Protein) sehingga ukuran HDL yang tadinya kecil menjadi semakin
membesar
(Eckardstein dkk, 2001).
HDL membawa kolesterol terutama ke dalam hati atau organ
steroidogenic lain seperti adrenal, ovary, dan testes melalui
jalur langsung dan
tidak langsung. HDL kemudian dikeluarkan dari sirkulasi melalui
reseptor HDL
seperti Scavenger receptor (SR-BI), yang memperantarai
pengambilan selektif
kolesterol dari HDL. Pada manusia jalur ini berlangsung melalui
jalur tidak
langsung, yang diperantarai oleh CETP (Cholesteryl Ester
Transfer Protein).
Protein ini menukar trygliserid dari VLDL dengan Cholesteryl
Ester dari HDL.
Sebagai hasilnya, VLDL diproses menjadi LDL, LDL ini dikeluarkan
dari
sirkulasi melalui reseptor LDL. Trygliserid yang berada di dalam
HDL ini
merupakan Trigliserid yang tidak stabil, yang kemudian
didegradasi oleh hepatic
lipase sehingga yang tertinggal hanya partikel HDL yang kecil,
yang memulai
-
16
kembali siklus pengambilan kolesterolnya di dalam sel dan
jaringan perifer.
Gambar 2.7. Metabolisme HDL dan fungsinya dalam mengantarkan
kolesterol dari jaringan yang dimetabolisme kembali dalam hati
(Sumber : Eckardstein dkk, 2001).
Jalur yang menjelaskan mengenai perubahan dari HDL. HDL3 dan
HDL2
mature dihasilkan dari Lipid-free apo A-I atau lipid pre -HDL
sebagai
prekursornya. Prekursor ini dihasilkan dari HDL yang berasal
dari hati atau usus.
ABC1 memperantarai transport lipid dari sel yang penting sebagai
tahap awal,
kemudian LCAT memperantarai esterifikasi dari kolesterol yang
membentuk
partikel HDL berbentuk bulat yang terus membesar ukurannya
seiring dengan
esterifikasi kolesterol HDL dalam sirkulasi dan PLTP
memperantarai fusi atau
penggabungan dari cholesteryl ester ke dalam inti lipoprotein
HDL.
Kolesterol yang dikirimkan ke dalam hati kemudian diekskresikan
ke
dalam empedu dan usus setelah sebelumnya diubah menjadi asam
empedu.
Transport kolesterol HDL ke organ adrenal, ovarium, dan testis
penting untuk
sintesis hormon steroid.
-
17
Langkah langkah metabolisme HDL ini memiliki peran penting pada
transport
kolesterol dari makrofag lipid-laden pada arteri
atherosklerosis, yang juga dikenal
sebagai sel busa ke dalam hati yang setelah itu diekskresikan
menjadi asam
empedu. Jalur ini juga dikenal dengan reverse cholesterol
transport dan diketahui
memiliki pengaruh protektif HDL terhadap terjadinya
aterosklerosis.
Selain itu HDL membawa banyak kandungan lipid dan protein,
namun
masing masing jenisnya dalam konsentrasi yang sangat kecil
tetapi memiliki
aktivitas biologi yang sangat besar. Sebagai contoh, HDL bersama
dengan
struktur protein dan lipid berperan dalam membantu menghambat
proses oksidasi,
inflamasi, aktivasi sel endotel, koagulasi dan agregasi
platelet. Sehingga dapat
disimpulkan HDL memiliki peran penting dalam menghambat
terjadinya proses
atherosklerosis (Loshak, 2001).
Semakin tinggi HDL dalam sirkulasi maka semakin baik dan
besar
manfaatnya untuk mencegah terjadinya Atherosklerosis dan
Preeklamsi. Menurut
National Cholesterol Education Program, suatu badan yang
memiliki peran besar
dalam perkembangan penelitian kolesterol di Amerika mengemukakan
bahwa,
kadar HDL yang rendah didefinisikan apabila kadar HDL yang lebih
rendah atau
sama dengan 50 mg/dL. AHA mengemukakan bahwa sebaiknya untuk
mencegah
terjadinya atherosklerosis maka wanita dan pria sebaiknya
memiliki kadar HDL di
atas 50mg/dL. Karena kadar 50 mg/dL berdasarkan penelitian
mereka merupakan
nilai minimal yang sebaiknya ada untuk mencegah Aterosklerosis
(Toth, 2005).
Jayante mengemukakan pada penelitiannya pada wanita hamil normal
tanpa
preeklamsi didapat kadar HDL dengan mean 45,9 mg/dL8.00 (Jayante
dkk,
-
18
2006).
2.3 Patofisiologi aterosklerosis
Untuk memahami proses terjadinya aterosklerosis maka harus
dipahami
terlebih dahulu gambaran histologi dan fisiologi dari pembuluh
darah normal.
Unsur pokok dari dinding pembuluh darah adalah sel endotel dan
sel otot polos,
dan ECM (Extracellular Matrix), termasuk di dalamnya adalah
elastin, collagen,
dan Glycosoaminoglycans. Tiga lapisan penyusun dari pembuluh
darah ini ialah-
intima, media, adventitia dan ketiga lapisan ini lebih mudah
diidentifikasi pada
pembuluh darah besar (Schoen, 2005).
Gambar. 2.8 Lapisan pada pembuluh darah (Sumber : Schoen,
2005)
Pada arteri normal, lapisan intima terdiri dari selapis sel
endotel dengan
jaringan ikat subendotelial. Dipisahkan dengan lapisan media
oleh lamina elastic
interna. Lapisan sel otot polos dari tunika media mendapat
oksigen dan nutrient
yang berasal dari difusi langsung dari lumen pembuluh darah yang
difasilitasi dari
lubang lubang kecil dari elastic lamina interna .Namun
fasilitasi ini tidak
mencukupi sebagian besar dari lapisan media yang lainnya
sehingga lapisan
media ini juga di vaskularisasi oleh arteriole kecil yang
berasal dari luar pembuluh
darah (dikenal dengan vasa vasorum, atau pembuluh darah dari
pembuluh
darah) yang memperdarahi 1/3 sampai 2/3 dari pembuluh darah.
Bagian terluar
dari tunika media ini terdapat lapisan external elastic lamina.
Di sebelah luar dari
-
19
lapisan media ini terdapat tunika adventitia, yang terdiri dari
jaringan ikat dengan
serat saraf dan vasa vasorum di dalamnya (Schoen, 2005).
Karena unsur terpenting dari pembuluh darah adalah sel endotel
dan sel
otot polos maka kedua bagian ini memegang peran penting pada
biologi
pembuluh darah dan patologinya. Fungsi dari kedua komponen ini
mempengaruhi
mekanisme kerja respon dari hemodinamik dan rangsangan biokimia.
Mengetahui
bagaimana pembuluh darah berfungsi, beradaptasi terhadap keadaan
patologis,
dan responsnya terhadap cedera membantu kita memahami kondisi
spesifik
patologis, mekanismenya, dan komplikasi komplikasi yang terjadi.
Lebih jauh lagi
dengan memahami mekanisme kerja dari pembuluh darah ini terhadap
penyakit
preeklamsi dapat membantu perkembangan pilihan terapi untuk
mengobati atau
mencegah timbulnya penyakit pada pembuluh darah yang merupakan
penyebab
terpenting dari terjadinya mortalitas dan morbiditas.
2.3.1 Sel endotel
Sel endotel terdiri dari selapis sel, yang memanjang dan
melapisi lumen
dari pembuluh darah. Struktur dan fungsi dari sel endotel ini
merupakan bagian
penting untuk menjaga keberlangsungan homeostasis dinding
pembuluh darah dan
fungsi sirkulasi yang normal. Sel endotel terdiri dari weibel
palade bodies, 0,1 pm
wide, 3 pm-long membran terikat pada faktor von Willebrand
(vWF). Sel endotel
dapat diidentifikasi secara immunohistokimia dengan antibodi
tehadap Platelet
Endothelial Adhesion Molecule-1 (PECAM-1), Cluster of
differentiation 34
(CD34), dan vWF (Schoen, 2005).
Sel endotel merupakan sel yang memiliki berbagai fungsi dan
memiliki
-
20
banyak mekanisme metabolik dan sintetis yang mempengaruhi kerja
dari
pembuluh darah. Sebagai suatu membran yang semipermeabel,
endotel mengatur
transfer dari molekul kecil dan molekul besar melalui dinding
pembuluh darah.
Pada keadaan normal hubungan antar sel pada sel endotel ini
impermeabel
terhadap molekul molekul yang berukuran besar seperti protein
plasma, namun
hubungan yang relatif tidak stabil di antara sel sel endotel ini
dapat melebar akibat
pengaruh dari faktor hemodinamik contohnya seperti pada tekanan
darah tinggi
dan zat zat vasoaktif contohnya adalah histamin. Fungsi yang
lain dari sel endotel
ini ialah pengaturan dari aliran darah, pengaturan reaksi imun
dan inflamasi,
pengaturan pertumbuhan dari sel sel otot polos pembuluh darah,
pengaturan
terjadinya trombosis dan lain sebagainya.
Gambar. 2.9 Sel endotel yang merespon terhadap stimulus
lingkungan dari luar yaitu causes (Activators) dan Consequences
(Induced Genes) (Sumber: Schoen, 2005)
Sel endotel mampu untuk merespon berbagai rangsangan
patologis
dengan cara merubah fungsi fisiologisnya dan meningkatkan zat
yang diperlukan
sehingga merubah fungsinya, ini adalah suatu keadaan yang
dikenal sebagai
aktivasi endotel. inducers atau faktor pencetus dari aktivasi
endotel ini di
antaranya adalah cytokines dan bacterial product, yang dapat
menyebabkan
inflamasi dan syok septik, Stress hemodinamik dan dislipidemia
yang dapat
-
21
menyebabkan penyakit aterosklerosis (penyebab dari patofisiologi
timbulnya
penyakit preeklamsi), peningkatan terjadinya proses
glycosilation (penting pada
terjadinya diabetes), hypoxia dan lain sebagainya. Kemudian
setelah terjadi
aktivasi endotel ini maka sel endotel ini kemudian menghasilkan
suatu molekul
adhesi, sitokin dan chemokin, faktor pertumbuhan, molekul
vasoaktif yang dapat
menyebabkan baik vasokonstriksi maupun vasodilatasi, molekul
histokompatibilitas mayor, dan berbagai produk biologi yang
lainnya. Sel endotel
ini mempegaruhi vasoreaktivitas pada sel otot polos melalui
dihasilkannya bahan
vasoaktif (seperti NO) yang menyebabkan vasodilatasi dan
endothelin yang
menyebabkan vasokonstriksi. Fungsi endotel yang normal dicirikan
dengan
adanya keseimbangan dari faktor faktor tersebut .
Disfungsi endotel didefinisikan sebagai perubahan fungsi yang
mengganggu
vasoreaktivitas atau menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi
trombogenic
atau pembuluh darah menjadi bersifat lebih adhesive terhadap sel
inflamasi.
Sehingga lumen pembuluh darah membentuk trombus, terjadi
aterosklerosis, dan
terjadi hipertensi dan kelainan lain. Disfungsi endotel ini
terjadi sangat cepat
(dalam beberapa menit), reversibel, dan sangat tergantung oleh
mediator vasoaktiv
yang lain yang menyebabkan kerusakan endotel ini. Namun beberapa
bentuk
disfungsi endotel yang lain juga dapat terjadi dalam waktu yang
relatif lebih lama
dalam hitungan jam atau hari dalam perkembangannya (Schoen,
2005). Disfungsi
endotel ini juga dapat menyebabkan peningkatan tromboksan yang
dapat
menyebabkan peningkatan vasospasmus pada preeklamsi (Coskun dan
Ozdemir,
2008). Untuk mendeteksi adanya disfungsi endotel ini terdapat
beberapa marker
-
22
yang dapat diperiksa di antaranya adalah Vascular Cell Adhesion
Molecule-1
(VCAM-1), Intercellular Adhesion Molecule-1(ICAM-1), Endothelial
selectin (E-
selectin), Monocyte Chemoattractant Protein-1(MCP-1) (Savvidou
dkk, 2003).
2.3.2 Sel otot polos
Sel otot polos ini merupakan elemen terbesar pada lapisan media
dari
pembuluh darah, dan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
dilatasi sebagai
respons terhadapan stimulus normal atau stimulus farmakologi.
Pada sel otot
polos ini juga disintesis kolagen, elastin dan proteoglikan dan
berbagai macam
faktor pertumbuhan dan juga sitokin. Sel otot polos ini dapat
bermigrasi ke
lapisan intima dan berproliferasi pada saat terjadi cedera
vaskular. Dan sel otot
polos ini merupakan elemen penting untuk terjadinya perbaikan
pada cedera
pembuluh darah dan pada keadaaan patologis untuk terjadinya
proses
aterosklerosis (Schoen, 2005).
Aktivitas migrasi dan proliferasi dari sel otot polos ini diatur
oleh faktor
pencetus dan faktor penghambat Faktor pencetus di antaranya
adalah PDGF
(Platelet Derived Growth Factor), endothelin-1, thrombin, FGF
(Fibroblast
Growth Factor), IFN- (Interferon Gamma), dan
IL-1(Interleukin-1). Sedangkan
faktor penghambat di antaranya adalah heparan sulfat, NO (Nitric
Oxide) dan
TGF-(3 (Transforming Growth Factor Beta). Faktor pengatur
lainnya adalah
renin-angiotensin sistem (Angiotensin II), katekolamin, reseptor
estrogen, dan
osteopontin yang merupakan komponen dari ECM (Schoen, 2005).
2.3.3 Arteriosklerosis
Arteriosklerosis (pengerasan dari arteri) merupakan terminologi
umum
-
23
untuk penebalan dan hilangnya elastisitas dari dinding arteri.
Dikenal tiga pola
bentuk dari arteriosklerosis yang berbeda secara patofisiologi,
klinis, dan kejadian
patologis :
1. Aterosklerosis, Yang paling sering terjadi dan merupakan
bentuk yang
terpenting pada patofisiologi terjadinya preeklamsi.
2. Monckeberg medial calcific sklerosis ditandai dengan adanya
deposit
calcium pada pars muskularis arteri, banyak dijumpai pada
seseorang yang
berusia di atas 50 tahun.
3. Arteriolosklerosis yang mempengaruhi arteri dan arteriole
2.3.4 Aterosklerosis
Aterosklerosis ditandai dengan adanya lesi pada intima yang
disebut
dengan ateroma, yang memasuki dan menyumbat lumen pembuluh
darah.
Mekanisme terjadinya atherosklerosis adalah ditandai dengan
adanya lapisan
lemak, lapisan lemak ini terdiri dari lemak yang terdiri dari
sel busa. Lapisan ini
pada awalnya tidak berpengaruh apa apa dan kemudian tidak
mempengaruhi
aliran darah. Lapisan lemak dimulai dengan adanya lapisan
kuning, bercak datar
yang berukuran kurang dari 1mm diameternya yang kemudian
memanjang dapat
mencapai 1cm atau lebih panjang lagi. Lapisan ini mengandung T
limfosit dan
lemak ekstraseluler (Schoen, 2005).
Lapisan lemak kemudian berkembang menjadi plak aterosklerosis,
setelah
itu proses utama terjadinya aterosklerosis ini ialah penebalan
lapisan intima dan
akumulasi lipid. Suatu ateroma terjadi melalui suatu plak
atherosklerosis yang
membesar perlahan lahan berasal dari lapisan intima yang
memiliki konsistensi
-
24
kenyal berwarna kuning dan memiliki inti lipid yang di luarnya
dilapisi oleh
jaringan ikat putih berbentuk kapsul. Plak ini memiliki diameter
awal 0,3-1,5cm
namun dapat juga lebih besar (Schoen, 2005).
Plak aterosklerosis memiliki 3 komponen penting :
1. Sel, termasuk di dalamnya adalah sel otot polos, makrofag dan
leukosit lain
2. Matriks ekstraseluler, termasuk di antaranya ialah kolagen,
serat elastik, dan
proteoglikan
3. Lemak intraseluler dan lemak ekstraseluler.
Struktur terluar merupakan jaringan ikat putih berbentuk kapsul
yang
terdiri dari sel otot polos dan matriks ekstsraseluler kemudian
lapisan yang lebih
dalam lagi terdiri dari area seluler yang terdiri dari makrofag,
sel otot polos, dan T
limfosit. Lapisan lebih dalam lagi dari kapsul fibrosa tersebut
inti nekrosis yang
mengandung massa lipid (terutama kolesterol dan kolesterol
ester), debris dari sel
sel mati, sel busa, fibrin berbagai macam trombus dan plasma
protein lain. Sel
busa berbentuk sangat besar, sel lipid laden yang berasal
terutama dari monosit
darah (jaringan makrofag), Namun sel otot polos ini juga menelan
lipid untuk
kemudian membentuk suatu sel busa. Akhirnya di tepi dari lesi
lesi tersebut dapat
ditemukan adanya suatu neovaskularisasi (pembuluh darah kecil
yang
berproliferasi). Sehingga Ateroma ini ditemukan banyak sekali
unsur lipid pada
sebagian besar struktur penyusunnya (Schoen, 2005).
Plak aterosklerosis kemudian dapat membesar secara progresif
melalui
kematian sel dan degenerasi, sintesis dan degradasi
(remodelling) dari matriks
ekstraseluler dan organisasi dari trombus. Lebih jauh atheroma
ini kemudian
-
25
dapat menjadi kalsifikasi sehingga menimbulkan pengerasan dari
arteri dan
menyebabkan hipertensi.
Hiperlipidemia merupakan faktor resiko utama untuk
terjadinya
aterosklerosis. Peningkatan nilai serum kolesterol meningkatkan
rangsangan
untuk timbulnya lesi lemak. Komponen utama dari serum kolesterol
yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis ini ialah akibat
peningkatan kadar
LDL kolesterol, yang memiliki peran penting dalam pengangkutan
kolesterol ke
dalam jaringan perifer. Sebaliknya, HDL memiliki peran
mengangkut kolesterol
dari jaringan perifer sehingga tidak berkembang dan menjadi
atheroma dan
mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ini menuju hati,
sehingga HDL ini
disebut juga dengan kolesterol baik. Sehingga semakin tinggi
kadar HDL,
semakin rendah resiko untuk terjadi aterosklerosis (Savvidou
dkk, 2003).
Patofisiologi untuk terjadinya aterosklerosis ini ialah :
1. Cedera sel endotel kronis, yang biasanya terjadi secara
kronis dan menahun
sehingga meningkatkan permeabilitas, dan perlekatan
leukosit.
2. Akumulasi lipoprotein terutama LDL, yang memiliki kadar
kolesterol tinggi
pada dinding pembuluh darah.
3. Modifikasi dari lipoprotein tersebut melalui proses
oksidasi.
4. Penempelan dari monosit darah (dan leukosit lain) ke dalam
endotelium,
diikuti dengan migrasi ke dalam lapisan intima dan perubahannya
menjadi
makrofag dan sel busa.
5. Perlekatan dari platelet
6. Pelepasan dari faktor yang mengaktivkan platelet, makrofag
atau sel vaskular
-
26
yang menyebabkan migrasi dari sel otot polos dari media ke dalam
lapisan
intima.
7. Proliferasi dari sel otot polos ke dalam intima, dan
perluasan dari matriks
ekstraseluler, menyebabkan akumulasi kolagen dan
proteoglikan.
8. Peningkatan akumulasi lipid di dalam sel (makrofag dan sel
otot polos) dan
ekstraseluler.
Gambar. 2. 10 Perubahan dari LDL menjadi Oxidized LDL yang
membentuk sel busa dan penurunan kadar HDL menyebabkan disfungsi
endotel sehingga terjadi
migrasi sel otot polos ke dalam lapisan intima (Sumber : Schoen,
2005)
2.3.5 Cedera Endotel pada Aterosklerosis
Cedera endotel yang berulang atau kronis merupakan faktor
penting untuk
terjadinya aterosklerosis. Cedera endotel ini bisa diakibatkan
oleh hiperlipidemia,
hipertensi, merokok, reaksi imun, dan lain sebagainya. Sitokin
inflamasi seperti
TNF, merangsang ekspresi dari gen endotel yang menimbulkan
aterosklerosis.
Namun gangguan dari aliran darah dan pengaruh dari kolesterol
juga berperan
penting untuk terjadinya cedera endotel. Sebagai contoh
terjadinya aterosklerosis
-
27
ini lebih mudah terjadi pada dinding posterior aorta abdominalis
di mana sering
terjadi gangguan aliran darah dan terbentuk plak karena pada
dinding posterior
aorta abdominal mudah terjadi aliran darah turbulens (Schoen,
2005).
Sedangkan pada area yang aliran darahnya lancar, maka pembuluh
darah
di area ini cukup terproteksi sehingga pada area ini memiliki
mekanisme sistem
blok untuk terjadinya inflamasi, padahal inflamasi dipercaya
menyebabkan
disfungsi endotel dan apoptosis sel endotel. Pada area yang
aliran darahnya lancar
ini juga merangsang gen endotel untuk menghasilkan suatu
antioxidant
superoxide dismutase yang mencegah timbulnya lesi. Peran
kolesterol juga
hampir mirip mekanismenya di mana pada pembuluh darah yang
memiliki
endapan kolesterol yang lebih banyak memiliki kecenderungan
untuk terjadi
aterosklerosis akibat dari peningkatan faktor inflamasi seperti
TNF (Tumor
Necrosis Factor), dan penurunan dari antioxidant superoxide
dismutase.
2.3.6 Lipid pada Aterosklerosis
Kelainan kadar lipid pada aterosklerosis disebabkan oleh
(Schoen, 2005) :
1. Peningkatan kadar LDL
2. Penurunan kadar HDL
3. Peningkatan kadar Lp(a) (Lipoprotein a)
Bukti bukti yang menunjukkan adanya hiperkolesterolemia
menyebabkan
pembentukan aterosklerosis di antaranya ialah :
1. Struktur penyusun utama dari pembentuk plak ateroma ialah
kolesterol dan
kolesterol ester. Oxidized LDLditemukan pada makrofag di dalam
arteri
ditempat ditemukannnya plak ateroma.
-
28
2. Kelainan genetik dalam metabolisme lipoprotein
menyebabkan
hiperlipoproteinemia yang meningkatkan terjadinya kejadian
aterosklerosis.
Sebagai contoh pada penyakit homozygous familial
hiperkolesterolemia,
disebabkan oleh kerusakan pada reseptor LDL, yang
menyebabkan
peningkatan kadar LDL kolesterol yang bersirkulasi dan
menyebabkan
peningkatan kejadian aterosklerosis.
3. Pada hewan percobaan yang diberikan diet tinggi kolesterol
ditemukan lesi
aterosklerosis pada pembuluh darahnya.
4. Analisis epidemiologi menemukan adanya korelasi yang kuat
antara angka
kejadian aterosklerosis dengan nilai LDL kolesterol.
5. Menurunkan kadar serum kolesterol dengan diet rendah
kolesterol dan obat
obatan menurunkan angka kejadian aterosklerosis.
Patofisiologi bagaimana hiperlipidemia dalam atherogenesis
adalah sebagai
berikut :
1. Dislipidemia kronis dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel
endotel melalui
peningkatan produksi radikal bebas yang menonaktifkan NO,
sebagai faktor
vasodilator utama dalam pembuluh darah.
2. Pada dislipidemia kronis terjadi akumulasi lipoprotein dalam
lapisan intima
yang meningkatkan permeabilitas sel endotel.
3. Akibat akumulasi lipid pada dinding arteri menimbulkan
peningkatan
makrofag dan disfungsi sel endotel sehingga menghasilkan suatu
Oxidized
LDL. Oxidized LDL ini kemudian ditelan oleh makrofag melalui
suatu
reseptor yang lalu membentuk suatu sel busa dan meningkatkan
akumulasi
-
29
monosit pada lesi dan merangsang pelepasan faktor pertumbuhan
dan sitokin
dan kemudian menyebabkan kerusakan sel endotel.
2.3.7 Sel otot polos pada aterosklerosis
Gambar. 2.11 Perpindahan sel otot polos dan makrofag ke dalam
lapisan intima menyebabkan kerusakan endotel dan timbulnya plak
aterosklerosis
(Sumber : Schoen, 2005).
Sel otot polos bermigrasi dari tunika media ke dalam tunika
intima, yang
kemudian berproliferasi dan mengendapakan komponen matriks
ekstraseluler,
merubah lapisan lemak menjadi fibrofatty atheroma mature, dan
berkontribusi
dalam perkembangan progresif lesi aterosklerosis. Beberapa
faktor pertumbuhan
yang dapat menyebabkan proliferasi sel otot polos ini di
antaranya ialah PDGF
(yang dilepaskan akibat adanya cedera sel endotel dan makrofag),
FGF, dan TGF-
. Sel otot polos ini juga berkontribusi dalam pembentukan sel
busa dan sel otot
polos juga mensintesis molekul matriks ekstraseluler (terutama
kolagen) yang
menstabilkan plak aterosklerosis.
Dari pembahasan di atas disimpulkan bahwa pembentukan ateroma
terdiri
dari reaksi inflamasi kronis, makrofag, limfosit, sel endotel,
dan sel otot polos
-
30
yang berkontribusi terhadap pembentukan aterosklerosis ini.
Pada tahap awal plak intimal berasal dari agregasi sel busa yang
berasal
dari makrofag dan sel otot polos, yang kemudian beberapa di
antaranya mati dan
melepaskan lemak dan debris. Dalam perkembangannya ateroma lalu
terbentuk
oleh kolagen dan proteoglikan dari sel otot polos. Jaringan ikat
juga menjadi
faktor utama dalam pembentukan kapsul fibrosa, dan di dalamnya
terdapat sel
lipid-laden dan debris lemak.
2.4 Aterosklerosis pada Preeklamsi
Konsep yang dianut mengenai penyebab preeklamsi sekarang
mengarah
pada cedera sel endotel sehingga merubah fungsi dari sel endotel
tersebut (Baker
dkk, 2009). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan perfusi
plasenta
merupakan awal dari dari perubahan sistemik maternal sehingga
menyebabkan
terjadi kerusakan sel endotel. Karakteristik lesi patologis yang
terlihat pada
plasenta pasien dengan preeklamsi adalah nekrosis arteriopati
yang terdiri dari
nekrosis fibrinoid, akumulasi dari sel busa atau makrofag
lipid-laden pada
desidua, proliferasi fibroblast dan infiltrat perivascular. Lesi
lesi ini juga dikenal
sebagai aterosis akut.
Pada penelitian penelitian sebelumnya ditemukan bahwa serum
lipid
memiliki efek langsung pada fungsi endotel ini dan serum lipid
yang abnormal
berhubungan dengan disfungsi dari endotel (Baker dkk, 2009).
Sehingga
metabolisme lipid yang abnormal yang kemudian dapat menyebabkan
preeklamsi
banyak mengundang perhatian sebagai bahan penelitian. Lipid dan
lipoprotein
mengalami peningkatan fisiologis pada kehamilan, hal ini
berfungsi untuk
-
31
mensuplai nutrisi lipid untuk fetus yang sedang berkembang.
Konsentrasi plasma
kolesterol dapat meningkat sampai 50%. Pada beberapa keadaan,
mekanisme
yang mengatur hyperlipidemia fisiologis ini mengalami malfungsi.
Pada wanita
dengan preeklamsi, terdapat peningkatan kadar LDL dan
menunjukkan bahwa
oxidized LDL berkontribusi terhadap pembentukan sel busa pada
desidua dan hal
ini mirip dengan mekanisme terjadinya aterosklerosis.
Lipoprotein terbagi menjadi beberapa kelas kelas yang memiliki
fungsi
dan metabolisme yang berbeda beda. Pada saat ini belum benar
benar ada
penelitian yang meneliti mengenai kadar LDL dan HDL subfraksi
pada
preeklamsi, padahal sebenarnya hal ini penting untuk dilakukan
penelitian lebih
lanjut karena oxidized LDL akan lebih mudah terbentuk jika
terdapat peningkatan
LDL terutama small dense LDL dan penurunan kadar HDL. Sehingga
apabila
terbentuk Oxidized LDL maka kejadian aterosklerosis akan
meningkat dan
menimbulkan terjadinya sindrom preeklamsi (Schoen, 2005).
Small dense LDL yang berukuran kecil dan padat yang meningkat
pada
pasien preeklamsi ini 3 kali lebih berbahaya daripada LDL biasa
karena :
1. Mudah terperangkap dan masuk ke dalam lapisan intima karena
ukurannya
yang lebih kecil
2. Mudah teroksidasi menjadi Oxidized LDL karena kandungan
antioksidannya
lebih sedikit, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh lebih
tinggi. Sehingga
menimbulkan peningkatan terjadinya aterosklerosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Sattar dan Bendomir tahun 1997
pada
wanita preeklamsi sebagai kasus dan wanita hamil normal sebagai
kontrol
-
32
menunjukkan bahwa terdapat penurunan kadar HDL dan peningkatan
Trigliserid
VLDL. Peningkatan VLDL ini kemudian akan meningkatkan
pembentukan Small
dense LDL yang mudah masuk ke dalam lapisan intima dari endotel
pembuluh
darah dan teroksidasi sehingga menyebabkan aterosklerosis
(Sattar dan Bendomir,
1997). Pada preeklamsi terjadi peningkatan kadar trigliserid
VLDL yang
kemudian menyebabkan peningkatan small dense-LDL ini ialah
akibat dari
peningkatan asam lemak bebas akibat penurunan hepatic -oxidation
sehingga
terjadi peningkatan resistensi insulin dan terjadilah penurunan
dari katabolisme
trigliserid VLDL ini (Winkler dkk, 2003).
Pada kehamilan normal, saat akhir akhir minggu usia
kehamilan
peningkatan dari kadar Trigliserid ditemukan tidak hanya pada
VLDL namun
juga ditemukan pada IDL, LDL, dan HDL. Peningkatan VLDL dan
profil lipid ini
disebabkan oleh penurunan aktivitas dari LPL dan peningkatan HL.
Pada
preeklamsi Sattar dan Bendomir menemukan adanya peningkatan dari
aktivitas
lipolisis dan peningkatan asam lemak namun peningkatan aktivitas
lipolisis ini
lebih disebabkan oleh lipofosfolipase bukan hidrolisis.
Mekanisme ini berbeda
bila dibandingkan dengan kehamilan normal yang menghidrolisis TG
oleh HL dan
LPL. Sehingga pada Preeklamsi terdapat penurunan hidrolisis TG
bila
dibandingkan dengan kehamilan normal, yang pada akhirnya
menyebabkan
peningkatan dari kadar TG-rich lipoproteins. Penurunan lipolisis
dari TG ini
menyebabkan akumulasi dari lipoprotein ini. Akibat dari
peningkatan TG-VLDL
maka VLDL kemudian diubah menjadi IDL kemudian menjadi LDL
(Sattar dan
Bendomir, 1997).
-
33
Gambar. 2.12 Insufisiensi Plasenta yang menyebabkan peningkatan
LDL dan terjadinya Hipertensi pada Preeklamsi (Sumber: Winkler,
2003)
Winkler dkk 2003 mengemukakan akumulasi dari LDL ini
menyebabkan
kerusakan endotel pada wanita preeklamsi. (Rubina dan Mahboob,
2007 ; Winkler
dkk, 2003) juga menyatakan bahwa pada kehamilan normal terdapat
peningkatan
aktivitas hepatic lipase dan aktivitas lipoprotein lipase.
Hepatic lipase
menyebabkan peningkatan dari sintesis TG (Triglycerid) dan
penurunan LPL
(Lipoprotein Lipase) menyebabkan penurunan dari katabolisme TG
ini, sehingga
juga berdampak pada peningkatan TG dan pada akhirnya
menyebabkan
peningkatan dari LDL. Hypertryglyceridemia menyebabkan penurunan
dari HDL-
C akibat dari aktivitas CETP. Protein ini CETP menukar TG-VLDL
dengan
cholesteryl esters dari HDL sehingga akibatnya semakin tinggi
kadar TG-VLDL
semakin banyak CETP yang dihasilkan untuk mengubah HDL sehingga
semakin
terjadi penurunan HDL. Dan hasilnya setelah dilakukan penukaran
ini maka
VLDL akan diproses menjadi LDL. TG ini tidak stabil pada molekul
HDL
sehingga didegradasi oleh HL dan pada akhirnya dimulailah uptake
kolesterol dari
sel oleh molekul HDL (Rubina dan Mahboob, 2007).
Akumulasi dari TG-VLDL dan LDL ini menyebabkan kerusakan
fungsi
-
34
vasomotor dari sel endotel (Savvidou dkk, 2003) dan peningkatan
pressor respons
terhadap angiotensin. Ini menunjukkan bahwa perubahan dari
profil lipid dan
rasio LDL/HDL memegang peranan penting pada perkembangan
penyakit
Preeklamsi.
2.5 Rasio Low Density Lipoprotein / High Density Lipoprotein
Rasio ini didapatkan melalui membagi LDL dengan HDL. Rasio ini
sangat
berhubungan erat dengan terjadinya plak aterosklerosis (Loshak,
2001) dan risiko
terjadinya preeklamsi meningkat seiring dengan peningkatan rasio
LDL/HDL ini
bahkan pada penelitian kasus kontrol pada 567 wanita didapatkan
peningkatkan 4
kali lipat resiko untuk terjadinya preeklamsi dibandingkan pada
sampel normal
(Williams dkk, 2004).
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Jayante dkk pada tahun
2006
menemukan bahwa terjadi penurunan HDL dan peningkatan dari LDL
pada
preeklamsi, dan seiring dengan peningkatan derajat preeklamsi
ini dari preeklamsi
ringan menjadi preeklamsi berat maka terjadi peningkatan rasio
LDL dan HDL
yaitu 2,89 pada pre eklampsia ringan menjadi 3,08 pada
preeklamsi berat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yeasmin dkk pada tahun
2009 juga
menunjukkan bahwa pada kasus tanpa preeklamsi total rasio LDL
dan HDL
adalah sebesar 2,94 sedangkan total rasio LDL dan HDL pada kasus
dengan
eklampsia adalah sebesar 3,63. Penelitian yang dilakukan pada
tahun 2000 pada
159 wanita hamil melalui studi kasus kontrol juga didapat pada
wanita dengan
preeklamsi yaitu mean rasio LDL/HDL adalah 2,71 dan pada wanita
normal mean
ratio nya adalah 2,12 dengan menetapkan cut off apabila lebih
besar atau sama
-
35
dengan 2,50 dianggap meningkat (Evruke dkk, 2004)
Hal ini menunjukkan semakin berat derajat kasus preeklamsi
maka
semakin tinggi nilai LDL dan semakin rendah nilai HDL nya
sehingga hal ini
semakin memperberat derajat vasospasmusnya (Baker dkk, 2009)
dan
peningkatan rasio LDL dan HDL ini selain meningkatkan resiko
terjadinya
preeklamsi (Williams dkk, 2004) juga dapat menyebabkan
peningkatan plasma
aterogenisitas pada wanita hamil yang kemudian menyebabkan
peningkatan
sintesis fibrinogen dan viskositas plasma pada fetus sehingga
terdapat hubungan
kuat antara peningkatan rasio LDL dan HDL pada ibu dengan
neonatal
haemorheology yang memperburuk keluaran bayi tersebut pada
akhirnya.