BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aging ( Penuaan ) Menurut Constantinindes, proses penurunan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal secara perlahan, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita disebut penuaan ( Darmojo, 2009). Penuaan adalah merupakan suatu proses yang menyebabkan atresi dan perburukan selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan viabilitas dan kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik mau pun juga oleh peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang rentang usia organisme. Proses penuaan perlu dipahami, sebagian karena proporsi individu berumur 55 tahun ke atas terus meningkat, diprediksikan sebesar 31% di Amerika Serikat pada tahun 2030 ( Yaar, 2003 ), dengan pergeseran demografi serupa diprediksikan untuk Eropa dan Jepang. Persentase orang berusia 60 tahun ke atas akan meningkat dua atau tiga kali lipat pada 2050. Ketika harapan hidup meningkat, yang memaksa individu tua untuk menunda pensiun mereka dan/atau merencanakan pensiun panjang, kaum manula mencari modalitas intervensi untuk memperbaiki penampilan mereka dan mengembalikan tanda penuaan. Oleh karena itu, jumlah kunjungan ke dokter estetik, dokter kulit dan dokter bedah plastik diperkirakan meningkat pesat di masa mendatang. Untuk menangani penyakit kulit pada manula secara efektif dan untuk menggunakan modalitas intrevensi yang tepat untuk membalikkan penuaan kulit, penting bagi kita untuk mengerti dengan perubahan klinis dan histologis yang menyertai penuaan kulit. 2.1.1. Penuaan Kulit Kronologis 6
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Aging ( Penuaan )
Menurut Constantinindes, proses penurunan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri / mengganti diri, mempertahankan struktur dan fungsi normal
secara perlahan, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita disebut penuaan ( Darmojo, 2009).
Penuaan adalah merupakan suatu proses yang menyebabkan atresi dan
perburukan selular seiring usia yang pada akhirnya berakhir pada penurunan
viabilitas dan kematian, dipengaruhi baik oleh suatu program genetik mau pun juga
oleh peristiwa lingkungan dan endogen kumulatif yang berlangsung di sepanjang
rentang usia organisme. Proses penuaan perlu dipahami, sebagian karena proporsi
individu berumur 55 tahun ke atas terus meningkat, diprediksikan sebesar 31% di
Amerika Serikat pada tahun 2030 ( Yaar, 2003 ), dengan pergeseran demografi
serupa diprediksikan untuk Eropa dan Jepang. Persentase orang berusia 60 tahun ke
atas akan meningkat dua atau tiga kali lipat pada 2050.
Ketika harapan hidup meningkat, yang memaksa individu tua untuk menunda
pensiun mereka dan/atau merencanakan pensiun panjang, kaum manula mencari modalitas
intervensi untuk memperbaiki penampilan mereka dan mengembalikan tanda penuaan.
Oleh karena itu, jumlah kunjungan ke dokter estetik, dokter kulit dan dokter bedah plastik
diperkirakan meningkat pesat di masa mendatang. Untuk menangani penyakit kulit pada
manula secara efektif dan untuk menggunakan modalitas intrevensi yang tepat untuk
membalikkan penuaan kulit, penting bagi kita untuk mengerti dengan perubahan
klinis dan histologis yang menyertai penuaan kulit.
2.1.1. Penuaan Kulit Kronologis
6
2
Penuaan kulit kronologis meliputi perubahan kulit yang terjadi sebagai
akibat dari perjalanan waktu saja. Perubahan ini sebagian terjadi sebagai akibat
dari kerusakan endogen kumulatif karena pembentukan terus-menerus reactive
oxidative species (ROS) yang diproduksi selama metabolisme oksidatif selular.
Meski terdapat sistem pertahanan anti-oksidan selular yang rumit, ROS yang
diproduksi tersebut merusak beberapa unsur selular yang meliputi membran,
enzim dan DNA, dan juga mengganggu interaksi DNA dan protein dan protein vs
protein.
Telomere, bagian ujung dari kromosom eukaryote, terlibat dalam
perubahan terjadi sebagai akibat dari penuaan kronologis. Pada tiap pembelahan
sel, panjang telomere manusia memendek. Bahkan pada fibroblast kulit yang
relatif tak aktif, lebih dari 30% panjang telomere hilang selama masa dewasa.
Telomere yang terlalu pendek menyinalkan penghentian (arrest) siklus sel atau
apoptosis, bergantung pada jenis sel, yang turut andil dalam menyebabkan
InelastisitasTelangiektasiaVenous LakePurpura ( Gampang Memar )Makrokomedo ( maladie de Favre et Racouchot )
Peningkatan kompaksi dari stratum korneum, ketebalan lapisan granular sel meningkat,berkurangnya kadar mucin epidermis
Atipik nuklear; maturasi keratinosit secara progressif; epidermal hyperplasia yang tidak beraturan dan atau hypolasia; kadang terdapat inflamasi dermis.
Peningkatan jumlah dari hypertrofi, dopa-positif melanosit secara kuatElongasi dari rete ridge epidermal ; peningkatan jumlah dan melanisasi dari melanositPenurunan jumlah dari melanosit atipikPeningkatan jumlah dopa-positif melanosit dan peningkatan content melanin tiap unit area; peningkatan jumlah melanofag dermal
Penurunan dan degradasi kolagen; peningkatan matrix-degradasi metaloproteinase ; kontraksi dari septa yang ada di subkutan.Kehilangan pigmentasi epidermal;colagen dermis terpecah pecah
Agregasi nodular dari jaringan fibrotik menjadi suatu elastotic material pada papilary dermisDermal elastotikPelebaran pembuluh darah di wajah diikuti dengan atropi dinding pembuluh darahnya.Pelebaran pembuluh darah yg lebih besar dengan atropi dinding pembuluhnya.Ektravasasi dari eritrosit dan peningkatan inflamasi perivaskularPelebaran porsi superfisial dari folikel pilosebaceous
Hyperplasia konsentrik dari kelenjar sebaseus
12
Hyperplasi sebaceous
Salah satu ciri histologis paling menyolok dari photodamage adalah solar elastosis
Premalignant neoplasma: Actinic Keratosis
Actinic keratosis merupakan neoplasma epidermis yang memperlihatkan
proliferasi keratinosit yang sitologinya abnormal. Secara klinis, mereka terlihat
sebagai makula dan papula erythematous dengan sisik kasar yang melekat pada
latar kulit yang mengalami photodamage. Keratinosit abnormal pada actinic
keratosis diakibatkan oleh mutasi terinduksi UV pada gen supresor tumor p53
( Ortonne, 2002 ). Adanya mutasi p53 memungkinkan sel yang terpengaruh
untuk berproliferasi meski terus mengalami kerusakan DNA, sehingga berisiko
Gambar 2.4. Gambaran Histologis Photodamage. Pewarnaan HE menunjukkan adanya masa keunguan yang meliputi serat fibrotik, lapisan subepidermal yang tipis yang disebut ‘Green Cone’ tampak terlihat jelas ( diambil dari Mina Yaar,2002 )
13
membentuk mutasi lain dan pada akhirnya berkembang menjadi squamous cell
carcinoma.
2.1.5 Kemunduran fungsi kulit terkait usia
1. Penggantian sel dan penyembuhan luka
Keratinosit mencakup 90% populasi sel epidermis. Seiring waktu, mereka
kehilangan kapasitas proliferatifnya, dan kemampuan untuk berdiferensiasi
terminal sebagaimana mestinya untuk membentuk stratum korneum protektif
( Granstein, 2003 ) , serta kemampuan untuk mengelaborasi sitokin dan sinyal
antar sel lain sebagai respons terhadap stimulus lingkungan ( Yaar, 2004 ).
Pemburukan ini mungkin ikut menyebabkan lambatnya penyembuhan trauma
minor dan parut bedah yang lebih lemah, maupun juga kecenderungan terhadap
tidak sembuhnya ulkus. Terancamnya penyembuhan luka tampaknya juga
dipengaruhi oleh penurunan fungsi makrofag dan sel T yang kemampuannya
untuk menembus dasar luka terancam. Ini diperparah oleh penurunan fungsi
produksi kemokin ( Swift, 2001 ) dan penurunan inflamasi neurogenik yang
disertai oleh penurunan sintesis dan sekresi neuropeptide, semuanya penting
untuk perbaikan jaringan yang sesuai.
2. Fungsi Sensorik
Seiring penuaan, terjadi peningkatan persepsi sensorik terhadap sentuhan
ringan, sensasi getar, kemampuan untuk membedakan dua titik dan ketajaman
spasial, serta peningkatan ambang sakit. Mekanisme pasti yang mendasari
perubahan ini belum dipahami secara menyeluruh, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pada orang berusia 60 tahun keatas terjadi penurunan
densitas serabut syaraf ber-myelin maupun tanpa myelin yang mengirimkan
sensasi panas dan bahaya. Selain itu, terjadi penurunan sintesis dan transpor
14
beberapa neuropeptide seperti zat P dan calcitonin gene-related peptide. Secara
keseluruhan, perbedaan persepsi sensorik antara individu muda dan tua tampak
sangat besar jika stimulus durasinya pendek dan jika stimulus tersebut
melibatkan ekstremitas ( Khalil ,1996 ).
3. Perbaikan Kerusakan DNA
Terdapat dokumentasi yang jelas bahwa frekuensi kerusakan dan mutasi
DNA meningkat seiring usia. Meski akumulasi mutasi dapat diakibatkan oleh
berjalannya waktu saja, data menunjukkan bahwa kapasitas untuk memperbaiki
kerusakan DNA menurun seiring usia. Kapasitas untuk memperbaiki DNA
diketahui turun sebesar 0,61% per tahun pada limposit darah periferal, dan orang
yang mengidap basal cell carcinoma (BCC) pada usia lebih muda mengalami
penurunan kapasitas perbaikan dibanding individu yang mengidap BCC pada usia
lebih tua. Ini dapat diakibatkan oleh penurunan terkait usia dalam hal kadar
protein yang ikut serta dalam perbaikan eksisi nukleotid, sebagaimana dilaporkan
untuk fibroblast dermis tua ( Goukassan, 2000 ).
4. Fungsi Imun
Seiring penuaan, terjadi penurunan jumlah Langerhans cells epidermis, yakni
sel efektor pembawa antigen imun pada kulit ( Yaar, 2003 ). Terjadi juga
penurunan produksi sitokin epidermis yakni interleukin (IL-1α) dan akibatnya
terjadi produksi sitokin yang antara lain meliputi IL-6, granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) dan IL-8 . Bukti menunjukkan bahwa
seiring penuaan, imunitas yang diperantarai sel maupun imunitas humoral
mengalami pemburukan, dengan sel T memperlihatkan penurunan kapasitas
proliferatif dan produksi sitokin sebagai respons T dan kegagalan untuk
15
menyeleksi antigen-activated B-cells pada pusat-pusat germinal dari lymph
nodes.
Penurunan ini mengancam sistem imum manula, membuat mereka lebih
rentan terhadap infeksi dan, sebagai akibat dari penurunan pengawasan imun,
mungkin juga lebih rentan terhadap terjadinya kanker.
5. Produksi Vitamin D
Epidermis manusia berperan dalam produksi bentuk aktif vitamin D, yakni
1,25(OH)2D3. Disamping perannya dalam homeostasis kalsium dan pemeliharaan
tulang, juga terlibat dalam proses imun, mempengaruhi fungsi makrofag dan
mengatur pelepasan sitokin inflamatorik. Dalam konteks ini, penting untuk
dicatat bahwa individu tua mengalami penurunan kadar vitamin D serum,
sebagian disebabkan oleh penurunan konsumsi vitamin D dalam diet mereka, dan
sebagian disebabkan oleh kurangnya paparan sinar matahari. Selain itu, kadar
prekursor vitamin D pada epidermis, yakni D-7 dehydrocholesterol per unit
permukaan kulit, menurun secara linear sebesar kira-kira 75% antara masa
dewasa awal dan akhir, menunjukkan bahwa disebabkan oleh kurangnya
prekursor, individu tua bisa gagal dalam mensintesis 1,25(OH)2D3 dalam jumlah
cukup. Suplementasi vitamin D dan kalsium dengan demikian sangat penting
pada segmen populasi ini ( Yaar , 2003 ).
Untuk menyelidiki hubungan antara tingkat vitamin Dphotodamage dan 25(OH)
di kulit akibat UV, dilakukan studi Cross-sectional pada 45 wanita berusia > 40
tahun . Status menopause, merokok, riwayat kanker kulit, penggunaan suplemen
oral , dan diukur kadar serum 25 (OH) D . Pertama , kulit dievaluasi standar dengan
gambar wajah digital untuk keseluruhan photodamage, eritema/telangiectasias,
hiperpigmentasi, jumlah lentigines, dan kerutan. Perempuan dengan photodamage
16
skor lebih rendah yang terkait dengan peluang peningkatan 5-fold menjadi vitamin D
tidak cukup (atau 5.0, 95% CI: 1.1, 23). Skor yang didapat untuk parameter tertentu
yaitu photodamage , kerut dan termasuk eritema/telangiectasias, hiperpigmentasi,
yang juga secara signifikan dikaitkan dengan kekurangan vitamin D. Hasil tersebut
menunjukkan hubungan antara penuaan kulit dan 25 tingkat D-OH ( Chang , 2010).
2.2. Sel Punca ( Stem cell )
Sel punca, lebih dikenal dengan nama Stem cell merupakan sel yang belum
berdiferensiasi dan mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain.
Potensi tersebut memungkinkan sel induk menjadi sistem perbaikan tubuh dengan
menyediakan sel baru selama organisme bersangkutan itu hidup.
Sel Punca merupakan dasar dari kehidupan, dikemukakan oleh Rudolph Virchow
bahwa ‘ All Cell come from Cells ‘. Stem cell merupakan sel tunggal yang dapat
mengubah diri menjadi sel yang spesifik, baik dari jaringan embrio maupun dewasa, yang
dikenal dengan totipoten.
Perkembangan sel punca sebagai terapi sel semakin mendapat perhatian dari sejumlah
peneliti yang ada di seluruh dunia. Berbagai kemajuan dan manfaat yang telah
dipublikasikan secara ilmiah juga sudah dapat dirasakan oleh masyarakat dunia. Selain itu
juga mengundang sejumlah kontroversi yang secara etika belum dapat diterima di
sebagian negara.
Sel Punca dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel, satu
karakteristik yang disebut dengan plastisitas. Plastisitas sel punca variasi bergantung
pada apakah ia berasal dari embrio ataukah dari organisme dewasa. Sel punca dari
17
embrio biasanya mempunyai plastisitas lebih besar dibanding dari organisme
dewasa, meski perbedaan ini bisa berubah dalam waktu tak lama. Sepanjang dekade
1990-an, ketika para ilmuwan meneliti stem cell dari hewan pengerat, beberapa
protokol standar dikembangkan untuk membiakkan, menguji, dan memanipulasi
sel ini. Stem cell lain, dari spesies berbeda atau dari jaringan dewasa, kini diteliti
dengan menggunakan protokol itu, sehingga satu jenis stem cell dapat mudah
dibandingkan dengan jenis lain. Protokol tersebut meliputi perilaku stem cell
secara in vivo (didalam organisme hidup) dan in vitro (dalam kultur sel).
Karakteristik in vitro yang paling penting meliputi kemampuan sel untuk
berproliferasi (tumbuh dan membelah) selama kurun waktu tak terbatas sekaligus
mempertahankan fenotip embrio. Fenotip yang digunakan dalam konteks ini
mengacu pada semua karakteristik yang bisa diamati pada sel: bentuk atau
morfologinya , perilakunya yaitu dalam berinteraksi dengan sel lain dan caranya
dalam berkomunikasi dengan sel itu dan terakhir, komposisi glycocalyx, yakni
massa padat molekul yang menutupi permukaan semua sel. Glycocalyx bervariasi
bergantung pada status diferensiasi sel. Tipe protein yang melekat pada membran
dari suatu sel embrio berbeda dari tipe protein yang melekat pada membran dari sel
dewasa yang berdiferensiasi penuh. Dengan kata lain, diferensiasi suatu sel adalah
terkait dengan restrukturisasi dan maturasi glycocalyx ( Stewart Sell, 2004).
Karakteristik in vitro penting dari stem cell adalah kemampuannya untuk
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Diferensiasi bisa terjadi secara spontan
atau melalui suatu proses yang disebut dengan diferensiasi terarah, yang terjadi jika
sel dibiarkan saling berkontak, atau jika growth factor tertentu dimasukkan ke
medium kultur. Perilaku in vivo bakal stem cell diketahui dengan mengisolasi sel
18
tersebut dan kemudian menginjeksikan mereka ke seekor mencit untuk mengetahui
mereka akan berdiferensiasi.
Gambar 2.5 Diagram diferensiasi Stem Cell Embrio dan progenitornya (dikutip dari
Stem cell Handbook, Stewart Sell ,2004)
Berdasarkan statistik yang ada, penelitian ilmiah dengan menggunakan Adult stem
cell ini hampir menembus angka 1373, dibanding dengan Embryonic stem cell,
dikarenakan dari segi etika dan kesulitan untuk mendapatkan sel progenitor .
Sampai saat ini , progenitor sel dari bone marrow dipercayai bersifat pluripoten, dapat
berkembang menjadi sel stromal dan limfosit, sebagaimana yaitu RBC, white blood cells
(WBCs), dan megakariosit (Platelets) . Selain sebagai prekursor pada susunan
hematopoetik, bone marrow juga mengandung mesenkim sel progenitor yang dapat
berkembang juga menjadi tipe sel yang lain seperti osteosit, sel otot, astrosit dan neuron
seperti halnya sel stromal sebagai pendukung hematopoesis.
2.2.1 Stem cell ( sel punca ) Embrio
Stem cell yang paling akhir adalah adalah telur yang sudah dibuahi, yang karena
totipotent, dapat menghasilkan organisme lengkap yang terdiri dari ratusan jenis sel.
19
Blastomer amfibi, dari embrio dua atau empat sel, juga mempertahankan totipotensi
mereka dan merupakan contoh yang tepat untuk stem cell embrio ( Shi et al, 2006 ).
Stem cell embrio mamalia diperoleh hanya dari inner mass cell (ICM)
blastocyst, dan jika dimasukkan dalam kultur sel, mereka dapat berdiferensiasi
menjadi banyak jenis sel, mewakili tiga lapisan germ embrio (ectoderm, mesoderm,
dan endoderm). Tetapi, sesudah asosiasi antara ICM dan trophoblast terganggu
(seperti ketika stem cell embrio dimasukkan dalam kultur), stem cell embrio tidak
dapat berkembang menjadi embrio. Karena alasan ini, mereka dikatakan pluripoten
bukan totipoten. Dalam kultur, stem cell embrio hidup selamanya, berproliferasi
selama jangka waktu tak terbatas yang selama itu mempertahankan fenotip embrio
( Shi et al, 2006 ).
Dalam percobaan lain, stem cell embrio diletakkan dalam piring kultur dan
dibiarkan untuk berdiferensiasi secara spontan (dalam hal ini, sel dikatakan telah
berdiferensiasi secara in vitro). Tahapan pertama dan sangat penting pada
diferensiasi in vitro melibatkan agregasi sel menjadi gumpalan kecil yang disebut
embryoid bodies. Kontak diantara sel diperlukan agar diferensiasi terjadi dan
mengulang peristiwa embriogenesis normal, dimana kontak dan interaksi antar sel
diantara ketiga lapisan germ menentukan nasib perkembangan sekelompok sel
tertentu ( Shi et al, 2006 ).
Dalam kultur, komunikasi antar sel didalam embryoid body mengakibatkan
pembentukan neuron, sel kulit, jaringan otot kontraksi, dan jenis sel lain. Meski
embryoid body mempunyai organisasi yang longgar, beberapa diantara mereka mirip
blastocyst.
Ketika stem cell embrio yang dikulturkan beragregasi membentuk embryoid
body, atau teratoma, mereka mencoba untuk membentuk gastrula dan ketiga lapisan
20
germ, sebagaimana yang mereka lakukan selama perkembangan embrio normal.
Tetapi tanpa trophoblast disekeliling mereka dan sinyal yang biasa mereka terima
sesudah menempel pada dinding uterus, sel ini seperti anak kecil yang mencoba
untuk menemukan jalan pulang di malam yang gelap. Sel tersebut kehilangan
“penglihatan”, dan tidak mempunyai peta yang memandunya. Sel punca dapat
membuat semua sel yang akan selalu dibutuhkan oleh tubuh, tetapi mereka tidak
tahu dimana sel tersebut akan diletakkan atau cara untuk menghubungkan mereka
( Shi et al, 2006 ).
Tabel 2.3 Stem cell embrio
SEL-SEL YANG DIPRODUKSI MELALUI DIFERENSIASI STEM CELL EMBRIO
Jenis Sel Deskripsi
Adiposit Sel yang membuat dan menyimpan senyawa lemak
Astrosit Tipe sel glia (lem) yang menopang neuron secara struktural dan metabolik
Kardiomiosit Sel yang membentuk jantung; juga disebut dengan miosit
Condrosit Sel yang membuat tulang rawan
Sel dendritik Sel pembawa antigen pada sistem imun
Sel endotel Sel yang membentuk lapisan bagian dalam (endothelium) semua pembuluh darah
Sel hematopoietik ss yang berdiferensiasi menjadi sel darah merah dan putih
Keratinosit Sel yang membentuk rambut dan kuku
Mast cell Dikaitkan dengan jaringan konektif dan pembuluh darah
Neuron Sel yang membentuk otak, spinal cord, dan sistem syaraf peripheral
Oligodendrosit Sel glia pembentuk myelin pada sistem syaraf pusat
Osteoblast Menghasilkan osteoblast, atau sel pembentuk tulang
Pancreatic islet cells Sel endokrin yang mensintesis insulin
Otot halus Otot yang melapisi pembuluh darah dan saluran pencernaan
2.2.2 Stem cell dewasa
Belum lama ini, para ilmuwan meyakini semua perbaikan tubuh dewasa
21
dilaksanakan oleh jaringan yang rusak: Jika kulit teriris, sel kulit lain disepanjang
area yang rusak akan membelah dan bermigrasi untuk menutup luka tersebut; jika
kaki patah, maka kondrosit (sel pembentuk tulang) akan memperbaiki kerusakan
tersebut. Organ lain, seperti otak dan jantung, diduga tidak mampu memperbaiki diri
sendiri, karena miosit dan neuron diketahui sebagai sel post-mitosis.
Meski stem cell embrio didefinisikan dan diidentifikasikan melalui isolasi dari
ICM blastocyst, identifikasi stem cell dewasa dan penentuan asalnya sangatlah sulit
dilakukan. Beberapa ahli mengemukakan bahwa mereka adalah sel embrio, yang
disisihkan selama perkembangan tiap jaringan, sedangkan ahli lain meyakini mereka
mungkin adalah bagian dari suatu populasi migran sel embrio yang yang mendiami
berbagai bagian tubuh selama proses neurulasi dan organogenesis. Kemungkinan
yang ketiga adalah bahwa stem cell dewasa diproduksi sesudah perkembangan embrio
selesai melalui de-diferensiasi sekelompok sel pilihan didalam berbagai jaringan
tubuh. Tidaklah jelas mengapa sel-sel ini mampu memperbaiki beberapa jaringan
tetapi tidak mampu memperbaiki jaringan yang lain
( Shi et al, 2006 ).
Tabel 2.4 Stem cell dewasa
JARINGAN DAN ORGAN DEWASA YANG DIKETAHUI MENGANDUNG STEM CELL
Asal Deskripsi
Otak Stem cell otak dapat berdiferensiasi menjadi ketiga jenis jaringan syaraf astrosit,
oligodendrosit, dan neuron dan, pada beberapa kasus, prekursor sel darah.
Sumsum tulang Ini terdapat sebagai stem cell hematopoietik, yang menghasilkan semua sel darah, dan sebagai sel stoma, yang berdiferensiasi menjadi tulang rawan dan tulang.
Endothelium Stem cell ini disebut hemangioblast dan diketahui berdiferensiasi menjadi pembuluh darah dan kardiomiosit. Mereka bisa berasal dari sumsum tulang, tetapi ini belum pasti.
Otot kerangka Stem cell ini bisa diisolasi dari otot atau sumsum tulang. Mereka memperantarai pertumbuhan otot dan bisa berproliferasi sebagai respons terhadap injuri atau aktivitas fisik (exercise).
Kulit Stem cell kulit dikaitkan dengan sel epitel, sel epidermis, sel folikel rambut, dan lapisan dasar epidermis.
Sistem pencernaan Terletak di rongga usus, atau invaginasi. Stem cell ini bertanggung jawab meremajakan lapisan epitel usus.
22
Pankreas Banyak jenis sel ini diyakini ada, tetapi contoh-contohnya belum diisolasi. Beberapa
stem cell syaraf diketahui menghasilkan sel β pankreas.
Liver Identitas stem cell liver masih belum jelas. Stem cell dari sumsum tulang bisa memperbaiki beberapa kerusakan liver, tetapi sebagian besar perbaikan tampaknya dilaksanakan oleh hepatosit (sel liver) itu sendiri.
Plastisitas sel punca dewasa tampaknya lebih rendah dibanding
plastisitas sel punca embrio. Perbedaan ini ditunjukkan dengan mengetahui
nasib kedua jenis sel tersebut sesudah diinjeksikan ke dalam mencit. Stem cell
embrio, karena belum berdiferensiasi, tidak memperlihatkan kecenderungan
untuk menemukan “rumah” yakni, untuk kembali ke jaringan asal mereka.
Sebaliknya, stem cell dewasa telah cukup berdiferensiasi sehingga mereka tahu
dimana rumahnya, dan disitulah mereka berkumpul: Stem cell yang berasal dari
sumsum tulang kembali ke sumsum tulang, dan stem cell yang berasal dari
syaraf bermigrasi ke otak atau spinal cord. Dalam kultur, stem cell embrio dapat
berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel, mewakili semua lapisan germ,
sedangkan stem cell (sel punca) dewasa berdiferensiasi menjadi lebih sedikit
ragam sel, mewakili satu atau dua lapisan germ.
23
Gambar 2.6 Sejarah pemanfaatan stemcell, dikutip dari