Top Banner
PENGEMBANGAN MULTIPLEKS PCR (MPCR) UNTUK MENDETEKSI VIRUS PENYAKIT KERDIL UDANG WINDU DI TAMBAK PADA MUSIM BERBEDA MULTIPLEX PCR DEVELOPMENT FOR DETECTION OF MSGS-RELATED VIRUSES OF TIGER SHRIMP IN GROW-OUT PONDS AT DIFFERENT SEASONS Sriwulan 1 , Akbar Tahir 2 , Alexander Rantetondok 1 , Baharuddin 3 1. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS 2. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS 3. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNHAS Alamat Korespondensi: Ir. Sriwulan, MP Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10. Tamalanrea Makassar 90245
22

untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Jan 23, 2017

Download

Documents

buibao
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

PENGEMBANGAN MULTIPLEKS PCR (MPCR) UNTUK MENDETEKSI VIRUS PENYAKIT KERDIL UDANG WINDU DI TAMBAK

PADA MUSIM BERBEDA

MULTIPLEX PCR DEVELOPMENT FOR DETECTION OF MSGS-RELATED VIRUSES OF TIGER SHRIMP IN GROW-OUT PONDS

AT DIFFERENT SEASONS

Sriwulan1, Akbar Tahir2, Alexander Rantetondok1, Baharuddin3

1. Jurusan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS2. Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS3. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNHAS

Alamat Korespondensi:Ir. Sriwulan, MPFakultas Ilmu Kelautan dan PerikananUniversitas HasanuddinJl. Perintis Kemerdekaan KM 10. Tamalanrea Makassar 90245E-mail: [email protected]: 082189087280

Page 2: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Abstrak

Penyakit kerdil udang windu telah menyebabkan kerugian pada petani tambak karena ukuran udang tidak mencapai ukuran standar sesuai umur udang. Penelitian ini bertujuan menganalisis virus MSGS (MBV, IHHNV dan HPV) di tambak pada musim hujan dan kemarau menggunakan MPCR. Sampel yang digunakan adalah udang windu berumur 3-4 bulan pemeliharaan, berukuran kerdil (6.97±2.34 – 16.86±1.90 g) dan normal (22.94±4.62 – 40.31±8.22 g). Primer spesifiik pada MPCR untuk MBV, IHHNV dan HPV masing-masing berukuran 261 bp, 302 bp dan 595 bp mampu mengampilifikasi DNA ketiga virus tersebut. Hasil Chisquare, prevalensi virus MSGS pada musim hujan tidak berbeda dengan musim kemarau, baik pada udang normal maupun udang kerdil (P>0.05) juga tidak ada korelasi antara kualitas air dengan prevalensi MBV, IHHNV dan HPV di udang normal dan kerdil (P>0.05). Pada musim kemarau prevalensi tipe infeksi virus MSGS pada udang kerdil lebih tinggi dari udang normal dan prevalensi udang yang tidak terinfeksi virus MSGS lebih tinggi pada udang normal baik pada musim hujan maupun musim kemarau, sebaliknya prevalensi udang yang terinfeksi virus MSGS lebih tinggi di udang kerdil pada musim kemarau (P<0.05). MPCR dapat mendeteksi virus MSGS dengan cepat dan virus MSGS bertanggungjawab terhadap kekerdilan udang windu di tambak.

Kata kunci : multipleks PCR, musim, MSGS, udang windu, virus.

Abstract

Stunted growth phenomenon of shrimp has caused significant lost due to its undersize. This research was aimed to analyze occurrence of viruses MBV, IHHNV and HPV, in shrimp ponds at dry and rainy seasons. Samples were shrimps cultivated for 3 to 4 months. The samples were designated as stunted, size 6.97±2.34 to 16.86±1.90 g, and Normal, size 22.94±4.62 to 40.31±8.22 g. MPCR Specific primers used for detection of MBV, IHHNV and HPV could amplify the three viruses DNA with PCR products of 261 bp, 302 bp, and 595 bp, respectively. Prevalence of MSGS viruses was not different significantly between rainy and dry season in both normal and stunted samples (P > 0.05). No correlation was found between water quality parameters and the prevalence of infection of MBV, IHHNV and HPV in normal and stunted shrimp (P > 0.05). In dry season, prevalence of infection type MSGS-related viruses was higher in stunted shrimp than normal shrimp, and prevalence of uninfected shrimp was higher in normal shrimp in both seasons. On the other hand, prevalence of infected shrimp was higher in stunted shrimp in dry season (P < 0.05). It was concluded that the MPCR can implementation as a fast detection for MSGS viruses and the viruses were responsible for the shrimp stunted growth phenomenon in shrimp ponds.

Key words: Tiger Shrimp, MPCR, MSGS, Seasons, Viruses.

Page 3: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

PENDAHULUAN

Penyakit kerdil udang windu dikenal dengan istilah Monodon Slow Growt Syndrome

(MSGS). MSGS di Sulawesi Selatan sebenarnya telah banyak menyebabkan kerugian pada

petani tambak karena ukuran udang yang tidak bisa mencapai ukuran standar sesuai umur udang.

Di Thailand udang yang dipelihara di tambak selama 4 bulan memperlihatkan pertumbuhan yang

kerdil dengan laju pertumbuhan harian sekitar 0.07 sampai 0.15 g/hari atau hanya mencapai berat

sekitar 16.8 g/ekor, jika dibandingkan dengan pertumbuhan udang normal yang laju

pertumbuhan hariannya sekitar 0.2 g/hari dengan berat badan sekitar 24 g/ekor setelah dipelihara

selama 4 bulan (Chayaburakul et al., 2004).

Penyakit kerdil udang windu (MSGS) disebabkan oleh beberapa asosiasi agen penyakit

yaitu beberapa jenis virus DNA seperti IHHNV, MBV, HPV dan virus RNA yaitu LSNV

(Chayaburakul et al., 2004; Sritunyalucksana et al., 2006) serta parasit seperti gregarine pada

usus udang (Poulpanich and Withyachumnarnkul, 2009). Virus merupakan agen

penyakit udang yang sangat berbahaya karena transmisinya secara vertikal melalui induk udang

ke anaknya dan horizontal melalui lingkungan dengan reservoir inang adalah semua jenis

krustase air laut dan krustase air tawar (Catap and Travina, 2005). Selain itu, infeksi virus tidak

bisa diobati karena virus merupakan organisme intraselluler yang tidak dapat dijangkau oleh

sistem peredaran darah udang sehingga penggunaan antibiotik untuk virus adalah tidak cocok.

Perkembangan virus sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan

dan kondisi inang/udang. Kondisi lingkungan seperti suhu, salinitas dan pH sangat dipengaruhi

oleh musim sehingga kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan virus dan kondisi udang

sebagai inang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perkembangan virus lebih cepat pada

pada musim hujan karena salinitas dan suhu rendah dibanding musim kemarau (Montgomery-

Brock et al., 2007; Montgomery-Brock et al., 2004; Karunasagar and Karunsagar, 1997).

Deteksi dini agen penyakit sangat dibutuhkan dalam pencegahan dan pengendalian

penyakit. Multipleks PCR (MPCR) sebagai metode deteksi molekuler dapat digunakan sebagai

metode deteksi dini karena dapat mendeteksi beberapa jenis agen penyakit secara bersamaan

dalam satu reaksi atau secara simultan. Virus MSGS (MBV, IHHNV dan HPV) dapat dideteksi

bersamaan dengan MPCR sehingga tindakan pencegahan seperti anjuran penggunaan/penebaran

benur bebas virus MSGS dapat dilakukan untuk mencegah peledakan populasi virus MSGS di

Page 4: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

tambak serta untuk tindakan pengendalian seperti penggunaan probitoik dan immunostimulan

yang sesuai dapat dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis virus MSGS

yaitu MBV, IHHNV dan HPV di tambak pada musim hujan dan kemarau dengan MPCR.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari 2011 sampai bulan Januari 2012. Lokasi

sampling adalah tambak di Kabupaten Takalar dan Pinrang pada musim hujan dan kemarau.

Analisis sampel dengan MPCR dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Ikan FIKP

UNHAS.

Populasi dan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah udang windu yang berumur 3-4 bulan pemeliharaan di

tambak yang terdiri atas dua ukuran yaitu ukuran normal dan kerdil (Tabel 1. Udang ukuran

normal adalah udang yang berukuran 0.2 - 0.3 g/hari dan kerdil adalah 0.007- 0.15 g/hari

(Chayaburakul et al., 2004). Jumlah sampel adalah masing-masing 10 ekor udang kerdil dan

normal pada setiap tambak per musim.

Ekstraksi dan Amplifikasi DNA

Organ udang windu seperti karapaks, insang, segmen terakhir tubuh udang serta

hepatopankreas dihaluskan dengan tissue grinder dan mortar. Hasil gerusan ini yang digunakan

pada proses ekstraksi DNA menggunakan kit QiaAmp DNA Mini Kit. DNA hasil ekstraksi

digunakan sebagai templat DNA pada MPCR. Primer spesifik untuk mengamplifikasi templat

DNA adalah:

HPV 2F/2R 5′-GGAAGCCTGTGTTCCTGACT-3′

5′-CGTCTCCGGATTGCTCTGAT-3′ (595 bp) (Tang et al., 2008)

MBV 261F/R 5′-AATCCTAGGCGATCTTACCA-3′

5′-CGTTCGTTGATGAACATCTC-3′ (261bp) (Surachetpong et al., 2005)

IHHNV F/R 5′-ATTTCTCCAAGCCTTCTCACC-3′

5′-TGATGTAAGTAATTCCTCTCTGT-3′ (302bp) (Khawsak et al., 2008).

Amplifikasi DNA virus MBV, IHHNV dan HPV dengan MPCR dilakukan pada kondisi MPCR

yaitu predenaturasi 95oC selama 15 menit, denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 59oC

selama 1 menit 30 detik, ekstension 72oC selama 1 menit 30 detik dan final ekstension 72oC

Page 5: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

selama 10 menit, dengan 35 siklus. Komposisi MPCR (25 µL): Master Mix 12.5 µL, primer mix

2.5 µL, Q-solution 2.5 µL, RNA-ase free water 5.5 µL dan template 2.0 µL. Untuk mengetahui

keberhasilan MPCR mengamplifikasi DNA virus MSGS, hasil MPCR dirunning pada agaros

1.5% pada alat elektroforesis selama 45 menit atau sampai ¾ DNA jalan dari gel. Hasil running

direndam pada larutan ETBR sebagai pewarna DNA sekitar 10-20 menit kemudian dipindahkan

ke akuades sekitar 10 menit. Pita DNA pada gel divisualisasikan menggunakan transilluminator

ultra violet.

Variabel Penelitian

Variabel yang ingin diketahui adalah jenis virus hasil amplifikasi MPCR, prevalensi virus

MSGS, prevalensi tipe infeksi virus MSGS serta data kualitas air sebagai penunjang dalam

pembahasan prevalensi virus MSGS berdasakan musim. Data prevalensi virus MSGS pada

udang windu dari tambak merupakan persentase udang yang terinfeksi setiap jenis virus MSGS

di dalam suatu populasi udang windu atau di dalam jumlah sampel setiap tambak pada musim

hujan dan kemarau. Tipe infeksi pada penelitian ini adalah model kombinasi virus menginfeksi

udang yaitu tipe infeksi tunggal (MBV, IHHNV atau HPV), ganda (MBV+IHHNV, MBV+HPV

atau IHHNV+HPV) dan tripel (MBV+IHHNV+HPV) serta tidak terinfeksi dan terinfeksi virus.

Parameter kualitas air berupa suhu, salinitas dan pH sebagai data penunjang diukur secara in situ

untuk membantu dalam menganalisis prevalensi virus karena perbedaan musim.

Analisis Data

Analisis perbedaan prevalensi virus MBV, IHHNV dan HPV dan tipe infeksi virus

(tunggal, ganda, tripel) antara udang normal dan kerdil pada musim hujan dan kemarau

menggunakan analisis statistik non parametrik yaitu Chisquare dan untuk melihat hubungan

antara parameter kualitas air dengan prevalensi virus MSGS dilakukan analisis korelasi

Spearman dengan bantuan program SPSS versi 16.0.

HASIL PENELITIAN

Jenis Virus MSGS Hasil Amplifikasi dengan MPCR

Hasil amplifikasi DNA virus MSGS dengan MPCR memperlihatkan bahwa MPCR

dengan primer spesifik dapat mengamplifikasi DNA virus MBV, IHHNV dan HPV secara

simultan (Gambar 1).

Page 6: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Prevalensi Virus MSGS Di Tambak pada Musim Hujan dan Kemarau

Prevalensi virus MSGS pada udang normal dan kerdil di tambak baik pada musim hujan

maupun musim kemarau pada penelitian ini diperoleh dari data prevalensi virus Kabupaten

Takalar dan Pinrang. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi virus MSGS pada musim

hujan tidak berbeda dengan prevalensi pada musim kemarau, baik pada udang normal maupun

udang kerdil (P>0.05) (Gambar 2 dan 3). Hasil analisis korelasi juga menunjukkan tidak ada

korelasi antara suhu, salinitas dan pH dengan prevalensi MBV, IHHNV dan HPV pada udang

normal dan kerdil di musim hujan dan kemarau (P>0.05).

Prevalensi Tipe Infeksi Virus MSGS Di Tambak pada Musim Hujan dan Kemarau

Prevalensi tipe infeksi virus di musim hujan pada udang normal dan udang kerdil tidak

berbeda nyata (P>0.05), tetapi pada musim kemarau terdapat perbedaan prevalensi tipe infeksi

virus antara udang normal dengan udang kerdil, dimana prevalensi tipe infeksi virus MSGS pada

udang kerdil lebih tinggi dari udang normal (Gambar 4 dan 5). Namun, prevalensi udang yang

tidak terinfeksi virus MSGS lebih tinggi pada udang normal baik pada musim hujan maupun

musim kemarau, sebaliknya prevalensi udang yang terinfeksi virus MSGS lebih tinggi di udang

kerdil pada musim kemarau (P<0.05) (Gambar 6). Hal ini menunjukkan infeksi virus MSGS

berpengaruh terhadap kekerdilan udang windu di tambak dan keberadaan infeksi virus MSGS di

tambak dipengaruhi oleh musim.

PEMBAHASAN

Multipleks PCR dengan primer spesifik pada penelitian ini dapat digunakan sebagai

metode deteksi dini dan cepat, baik untuk benih yang akan ditebar maupun untuk monitoring

kesehatan udang windu di tambak sehingga tindakan pengendaliannya dapat dilakukan secara

tepat. Hasil ini memperlihatkan bahwa primer spesifik untuk virus IHHNV, MBV dan HPV

dapat mengamplifikasi ketiga virus tersebut secara simultan.

Prevalensi ketiga jenis virus MSGS tersebut sama tinggi antara udang kerdil dengan

normal pada musim hujan dan kemarau sehingga infeksi oleh ketiga virus tersebut diduga bukan

satu-satunya penyebab terhadap kekerdilan udang windu. Prevalensi adalah suatu indikator

tingkat infeksi patogen yaitu persentase keberadaan patogen dalam suatu populasi. Nilai

prevalensi yang tinggi pada penelitian ini mengindikasikan suatu kondisi yang sangat riskan bagi

budidaya udang windu di Sulawesi Selatan, karena keberadaan virus pada udang windu

Page 7: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

walaupun pada tingkat prevalensi yang rendah sudah sangat membahayakan. Hal ini karena virus

yang menginfeksi krustase termasuk udang windu mempunyai transmisi atau tingkat penyebaran

yang sangat luas yaitu secara vertikal dari induk ke anaknya melalui infeksi embrio dan secara

horizontal melalui lingkungan seperti pemangsaan udang atau krustase yang terinfeksi, melalui

vektor dan kotoran krustase yang terinfeksi. Selain transmisi yang sangat luas, virus pada

krustase juga mempunyai rentang inang yang sangat luas yaitu dapat menginfeksi semua jenis

krustase baik krustase air tawar maupun air laut (Peng et al., 1990; Lo et al., 1997; Rajan et al.,

2000). Selain itu, ketiga virus MSGS tersebut memiliki tingkat patogenitas yang tinggi yang

dapat menyebabkan mortalitas tinggi dan/atau penurunan pertumbuhan pada inang. Virus MBV

menyebabkan kematian mencapai 90% terhadap larva udang windu (Ramasamy et al., 1995;

Manivannan, 2002). Lightner et al. (1983), IHHNV pada tahun 1981 telah menyebabkan

mortalitas lebih dari 90% pada budidaya P. stylirostris di Hawai dan pada P.vannamei dan P.

monodon menyebabkan pertumbuhan menurun dan cacat yang dikenal dengan runt deformity

syndrome (RDS). Sementara virus HPV menyebabkan larva udang mati dan ukuran udang windu

yang terinfeksi virus HPV signifikan lebih pendek dari pada yang tidak terinfeksi (Flegel et al.,

1999), sebagian besar udang yang terinfeksi HPV tumbuh sangat lambat dan pertumbuhan

berhenti pada panjang sekitar 6 cm dengan berat sekitar 5 g (200 ekor per kg) (Flegel, 2006).

Prevalensi virus MSGS di tambak memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan antara

udang normal dan kerdil, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Hal ini

mengindikasikan bahwa virus IHHNV, MBV dan HPV di tambak bukanlah satu-satunya

penyebab kekerdilan udang windu, namun diduga ada faktor lain, antara lain kondisi dasar tanah

tambak yang umumnya kurang diperhatikan oleh petambak di Sulawesi Selatan dan berbagai

factor fisika-kimia lainnya, yang dapat menyebabkan stress pada udang serta keberadaan vektor

sebagai inang penampung dan penyebar virus. Withyachumnarnkul et al. (2006) juga

mendapatkan tingkat infeksi IHHNV tidak berbeda berdasakan ukuran udang dan untuk melihat

pengaruh nyata infeksi IHHNV terhadap ukuran udang disarankan sebaiknya jumlah sampel dan

lokasi sampling ditingkatkan. Sementara Tang and Lightner (2011), dengan dupleks real-time

PCR mereka juga menemukan perbedaan yang tidak nyata tentang muatan virus MBV dan HPV

antara udang windu normal dibanding kerdil sehingga berkesimpulan bahwa meskipun MBV dan

HPV telah dilaporkan sebagai penyebab kerdil udang windu, namun terdapat indikasi faktor lain

selain infeksi virus yang juga bertanggungjawab terhadap pertumbuhan kerdil pada sampel.

Page 8: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Data prevalensi tipe infeksi virus MSGS di tambak ditujukan untuk melihat kombinasi

ketiga virus MSGS tersebut dalam menginfeksi individu udang windu di tambak. Hal ini

bermanfaat dalam menganalisis sifat interfer atau sifat ko-infeksi suatu virus pada satu individu

udang. Khawsak et al. (2008), satu individu udang windu dapat terinfeksi oleh beberapa jenis

virus dalam bentuk infeksi tunggal, ganda, tripel atau multiinfeksi. Data tipe infeksi virus MSGS

di tambak Sulawesi Selatan pada penelitian ini menunjukkan hal yang menarik yaitu ketiga virus

MSGS tersebut dapat menginfeksi secara bersama atau ko-infeksi pada satu individu udang

windu di tambak tanpa saling menghalangi/interfere. Menurut Tang and Lightner (2011), MBV

dan HPV adalah dua virus yang melakukan replikasi secara independen pada satu individu

udang. HPV lebih menyukai menginfeksi sel E (Embryonalzellen) hepatopankreas, juga tidak

mengkode DNA polymerase sehingga replikasinya tergantung pada aktifitas replikasi sel inang.

MBV adalah baculovirus yang memiliki DNA polymerase dan dapat bereplikasi di dalam sel B

(Blasenzellen), F (Fibrenzellen) dan R (Restzellen). Hal tersebut membuktikan bahwa kedua

virus tersebut kemungkinan tidak berinteraksi satu sama lain. Begitupula dengan virus IHHNV,

walaupun IHHNV juga adalah Parpovirus seperti HPV yang tidak mengkode suatu DNA

polymerase yang tergantung pada sel inang dalam menyediakan mesin replikasi DNA serta

secara structural sama, namun jaringan target infeksi berbeda. HPV menginfeksi sel-sel

epithelial hepatopankreas sedangkan IHHNV pada dasarnya menginfeksi semua jaringan non-

enterik (Lightner et al., 1983; Lightner & Redman, 1985). Selain adanya ko-infeksi ketiga virus

MSGS, juga terlihat bahwa virus HPV sebagai penginfeksi tunggal tidak pernah muncul pada

udang kerdil dan udang normal baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Fenomena ini

pernah ditemukan oleh Lightner (1996), HPV jarang ditemukan dalam kondisi infeksi tunggal

sehingga gross sign untuk HPV sulit ditentukan dan serangan HPV dengan agen-agen penyakit

lainnya menyebabkan kematian tinggi pada tahap juvenil dan dalam 4 minggu dapat mencapai

50-100%. Hal ini juga ditemukan oleh Umesha et al. (2006), HPV tidak pernah ditemukan

sebagai penginfeksi tunggal selalu menginfeksi dalam bentuk tipe infeksi ganda (MBV+HPV

dan HPV+WSSV) atau infeksi tripel (HPV+MBV+WSSV).

Secara umum, hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa prevalensi virus MBV, IHHNV

dan HPV tidak berbeda pada udang normal dan kerdil baik pada musim hujan dan kemarau,

namun prevalensi tipe terinfeksi virus lebih tinggi pada udang kerdil dan prevalensi tidak

terinfeksi virus lebih tinggi pada udang normal sehingga dapat dikatakan bahwa virus MBV,

Page 9: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

IHHNV dan HPV yang menginfeksi udang windu di tambak bertanggungjawab terhadap

kekerdilan udang windu. Selain itu, prevalensi virus MSGS di tambak pada musim hujan tidak

berbeda antara udang normal dan kerdil. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim hujan baik

udang normal dan kerdil tingkat kerentanan dan sensitifitas terhadap virus meningkat. Pada

musim hujan kualitas air menjadi tidak optimal bagi kehidupan udang sehingga menyebabkan

stress. Pada kondisi stress, Total Haemocyte Count (THC) krustase menurun, aktifitas enzim yang berhubungan dengan resinstensi terhadap penyakit menurun dan sensitifitas terhadap pathogen meningkat (Truscott & White, 1990;

Vargas-Albores et al., 1998; Le Moullac & Haffner, 2000). Reaksi imun udang M.japonicus

pada suhu yang lebih tinggi (31oC) aktifitas Phenoloksidase (PO) dan THC lebih tinggi

dibandingkan pada suhu lingkungan (27oC). THC dan PO yang tinggi dapat mengurangi replikasi

virus pada udang (You et al., 2010). Hal ini dibuktikan oleh Montgomery-Brock et al. (2007)

bahwa replikasi IHHNV pada udang L. vannamei yang dipelihara pada suhu panas 32.8±1.0oC

lebih rendah dari pada suhu dingin 24.4±0.5oC. Sementara Pan dan Jiang (2002), perubahan

singkat salinitas 10 jam dari 30‰ ke 15‰, begitupula dengan fluktuasi pH dari 8,5 ke 7.0 atau

ke 9.5 aktifitas bakteriolitik dan aktifitas antibakteri dari dua udang (Fenneropenaeus chinensis

dan Litopenaeus vannamei) secara bertahap berkurang, sementara aktivitas PO meningkat.

Perubahan salinitas dapat menyebabkan penurunan immunokompetens udang dan diikuti dengan

suatu pemulihan secara bertahap. Pan et al. (2005), perubahan salinitas sebaiknya tidak lebih dari 5‰ begitupula dengan perubahan pH tidak lebih dari 5 skala dari optimal. Hasil penelitian terdahulu di atas sesuai dengan penelitian kami ini, dimana

suhu, salinitas dan pH pada musim kemarau lebih tinggi dari musim hujan (Tabel 2) sehingga

udang windu terhindar dari pengaruh stress yang akan menurunkan sistem imunnya dalam

melawan virus dan kemampuan virus untuk bereplikasi menjadi rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Metode deteksi molekuler dengan MPCR dapat digunakan sebagai metode deteksi dini dan

cepat. Virus MBV, IHHNV dan HPV sebagai virus MSGS di tambak dapat dideteksi secara

simultan dengan MPCR menggunakan primer spesifik untuk MBV, IHHNV dan HPV yang

berukuran masing-masing 261 bp, 302 bp dan 595 bp. Virus MSGS pada penelitian ini

bertanggungjawab terhadap kekerdilan udang windu di tambak karena walaupun prevalensi virus

Page 10: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

MSGS pada udang di tambak tidak berbeda berdasarkan ukuran udang dan musim, namun

prevalensi tipe teriinfeksi virus MSGS lebih tinggi pada udang kerdil baik pada musim hujan

(78%) maupun musim kemarau (65%) daripada udang normal pada musim hujan (60%) dan

musim kemarau (43%). Virus MBV, IHHNV dan HPV dapat menginfeksi udang secara

bersamaan pada satu individu udang (ko-infeksi). Penelitian lanjutan tentang epidemiologi virus

IHHNV, MBP dan HPV perlu dilakukan untuk menentukan langkah pengendalian virus tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih dihaturkan kepada PROGRAM MITRA BAHARI – COREMAP II dan

DIKTI melalui LPPM UNHAS yang telah membantu pada penelitian ini masing-masing dalam

bentuk Beasiswa Penulisan Disertasi dan Hibah Disertasi Doktor.

DAFTAR PUSTAKA

Catap, E.S. and Travina, R.D. (2005). Experimental transmission of Hepatopancreatic Parvovirus (HPV) infection in Penaeus monodon postlarvae. In P. Walker, R. Lester and M.G. Bondad-Reantaso (eds). Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila. Diseases in Asian Aquaculture. 5:415-420.

Chayaburakul, K., Nash, G., Pratanpipat, P., Sriurairatana, S. and Withyachumnarnkul, B. (2004). Multiple pathogens found in growth-retarded black tiger shrimp Penaeus monodon cultivated in Thailand. Dis Aquat Org., 60: 89–96.

Flegel, T.W. (2006). The special danger of viral pathogens in shrimp translocated for aquaculture. Science Asia, 32: 215 – 221.

Flegel, T.W., Thamavit, V., Pasharawipas, T. and Alday-Sanz, V. (1999). Statistical correlation between severity of hepatopancreatic parvovirus (HPV) infection and stunting of farmed black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture. 174: 197–206.

Karunasagar, I., Otta, S.K. and Karunasagar, I. (1998). Monodo Baculovirus and bacterial septicemia associated with mass mortality of cultivated shrimp (P. monodon) from the east coast of India. Indian J. Virol. 14: 27-20.

Khawsak, P., Deesukon, W., Chaivisuthangkura, P. and Sukhumsirichart, W. (2008). Multiplex RT- PCR assay for simultaneous detection of six viruses of penaeid shrimp. Molecular and Cellular Probes. 22:177-183.

Le Moullac, G. and P. Haffner. (2000). Environmental factors affecting immune responses in Crustacea. Aquaculture. 191:121–131.

Lightner, D.V., Redman, R.M. and Bell, T.A. (1983). Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis, a newly recognized virus disease of penaeid shrimp. J. Invertebr. Pathol. 42, 62– 80.

Lightner, D.V. and Redman, R.M. (1985). A parvo-like virus disease of penaeid shrimp. J. Invertebr. Pathol. 45: 47–53.

Lightner, D.V. (1996). Epizootiology, distribution and the impact on international trade of two penaeid shrimp viruses in the Americas. Rev. Sci. Tech. - Off. Int. Epizoot. 15: 579–601.

Page 11: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Lo, C.-F., dkk. (1996). Detection of baculovirus associated with white spot syndrome (WSBV) in penaeid shrimps using polymerase chain reaction. Dis. Aquat. Organ. 25: 133–141.

Manivannan, S., Otta, S.K., Karunasagar, I. and Karunasagar, I. (2002). Multiple viral infection in Penaeus monodon shrimp postlarvae in an Indian hatchery. Dis Aquat Org. 48:233–236.

Montgomery-Brock, D.R., Tacon, A.G.J., Poulos, B. and Lightner, D.V. (2007). Reduced replication of infectious hypodermal and hematopietic necrosis virus (IHHNV) in Litopnennaeus vannamei held in warm water. Aquaculture, 265:41-48.

Montgomery-Brock, D.R., dkk. (2004). Significant reduction in the replication rate of Taura Syndrome Virus in Litopenaeus vannamei held in hyperthermic conditions. World Aquaculture Society, Honolulu, Hawaii, USA.

Pan, L. Q. and. Jiang, L. X. (2002). Effect of sudden changes in salinity and pH on the immune activity of two species of shrimp. Journal of Ocean University of Qingdao. 32:903–910.

Pan, L. Q., Jiang, L. X. and Miao, J. J. (2005). Effects of salinity and pH on immune parameters of the white shrimp Litopenaeus vannamei. Journal of Shellfish Research. 24:1223–1227.

Peng, S.E., Lo, C.F., Ho, C.H., Chang, C.F. and Kou, G.H. (1998). Detection of White Spot Baculovirus (WSBV) in Giant Freshwater Prawn, Macrobranchium rosenbergii, Using Polymerase Chain Reaction. Aquaculture. 164: 253-262.

Poulpanich, N., and Withyachumnarnkul, B. (2009). Fine structure of a septate gregarine trophozoite in the black tiger shrimp Penaeus monodon. Dis Aquat Org, 86: 57–63.

Ramasamy, P., Brennan, G. P. and Jayakumar, R. (1995). A record and prevalence of Monodon baculovirus from post-larval Penaeus monodon in Madras, India. Aquaculture. 130: 129-135.

Ramasamy, P., Rajan, P. R., Purushothaman, V. and Brennan, G.P. (2000). Ultrastructure and pathogenesis of Monodon baculovirus (Pm SNPV) in cultured larvae and natural brooders of Penaeus monodon. Aquaculture. 184: 45-66.

Rajan, P.R., Ramasamy, P., Purushothaman, V., Brennan, G.P. (2000). White Spot Baculovirus Syndrome in Indian Shrimp Penaeus monodon and P. indicus. Aquaculture. 184:31-44.

Sritunyalucksana, K., Apisawetakan, S., Boon-nat, A., Withyachumnarnkul, B., and Flegel, T.W. (2006). A new RNA virus found in black tiger shrimp Penaeus monodon from Thailand. Virus Research. 118: 31–38.

Surachetpong, W., Poulos, B.T., Tang, K.F.J. and Lightner, D.V. (2005). Improvement of PCR method for the detection of monodon baculovirus (MBV) in penaeid shrimp. Aquaculture. 249:69–75

Tang, K.F.J. and Lightner, D.V. (2011). Duplex real-time PCR for detection and quantification of monodon baculo virus (MBV) and hepatopancreatic parvovirus (HPV) in Penaeus monodon. Dis. Aquat. Org. 93: 191–198.

Tang, K.F.J., Pantoja, C.R. and Lightner, D.V. (2008). Nucleotide sequence of a Madagascarhepatopancreatic parvovirus (HPV) and comparison of genetic variation among geographic isolates. Dis. Aquat. Organ. 80: 105–112.

Truscott, R. and. White, K. N. (1990). The influence of metal and temperature stress on the immune system of crabs. Funct. Ecol. 4:455–461.

Page 12: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Umesha, K.R., Dass, B. K. M., Manjanaik, B., Venugopal, M.N., Karunasagar, I. and Karunasagar, I. (2006). High prevalence of dual and triple viral infections in black tiger shrimp ponds in India. Aquaculture. 258 : 91–96.

Vargas-Albores, F., Hinojosa-Baltazar, P. and Portillo-Clark, G. (1998). Influence of temperature and salinity on the yellow leg shrimp, Penaeus californiensis Holmes, prophenoloxidase system. Aquaculture Research. 29:549–553.

Withyachumnarnkul, B, Chayaburakul, K., Lao-Aroon, S., Plodpai, P., Sritunyalucksana, K. and Nash, G. (2006). Low impact of infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV) on growth and reproductive performance of Penaeus monodon. Dis Aquat Org. 69: 129–136.

You, X.X., Su, Y.Q., Mao,Y., Liu , M., Wang, J., Zhang,M., and Wu, C. (2010). Effect of high water temperature on mortality, immune response and viral replication of WSSV-infected Marsupenaeus japonicus juveniles and adults. Aquaculture. 305:133–137.

Page 13: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Tabel 1. Jumlah dan ukuran sampel udang windu dari tambak

    Musim Hujan     Musim Kemarau  Lokasi Tambak Normal Kerdil Normal Kerdil

 Jumlah (ekor)

Ukuran (g)±SD

Jumlah (ekor)

Ukuran (g)±SD

Jumlah (ekor)

Ukuran (g)±SD

Jumlah (ekor)

Ukuran (g)±SD

Takalar 30 22.94±4.62 30 6.97±2.34 20 23.01±2.73 20 11.28±4.28Maros 39 4.12±3.22Pangkep 10 35.42±7.22 3 10.58±3.36Barru 20 11.59±2.66Pinrang 33 27.10±6.50 32 16.86±1.90 22 40.31±8.22 20 13.67±3.50Total 73   104   42   60  SD*: Standar Deviasi

Tabel 2. Kisaran nilai parameter kualitas air tambak pada musim hujan dan kemarau

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

600 bp 500 bp400 bp300 bp200 bp100 bp

595 bp302 bp261 bp

Page 14: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Gambar 1. Hasil MPCR sampel udang windu dari tambak. M adalah marker 100 bp, lane 1 (IHHNV+HPV)), lane 3 (IHHNV), lane 9, 14 (MBV), lane 8, 15, 16 (MBV+IHHNV), Lane 11, 13, 17 (MBV+IHHNV+HPV).

Gambar 2. Prevalensi virus MBV, IHHNV dan HPV di Sulawesi Selatan (Takalar dan Pinrang) untuk udang normal dan kerdil pada musim hujan (P>0.05)

Gambar 3. Prevalensi virus MBV, IHHNV dan HPV di Sulawesi Selatan (Takalar dan Pinrang) untuk udang normal dan kerdil pada musim kemarau (P>0.05).

Page 15: untuk mendeteksi virus penyakit kerdil udang windu di tambak pada ...

Gambar 4. Prevalensi tipe infeksi virus MSGS di tambak Sulawesi Selatan (Takalar dan Pinrang) pada musim hujan (P>0.05).

Gambar 5. Prevalensi tipe infeksi virus MSGS di tambak Sulawesi Selatan (Takalar dan Pinrang) pada musim kemarau (P<0.05).

Gambar 6. Prevalensi tipe infeksi tidak terinfeksi dengan terinfeksi pada udang normal dan kerdil di musim hujan dan kemarau (P<0.05).