timpenyusun
PENGARAH, Anggoto : Di»- WaskitoReksoBoediidjo, DR. JB Kiisdadi, Dn. Suyoso Suk^o.Dn. Waluyo Ralam, dr. Buihanuddin A.T., MPH, Wiiawan Marto^jo, S.E., Faiicd Masmid^ S.H.
PELAKSANA, Ketua : DR. SapU Nitwandar, Sekretaris: Sudibyo Triatmodjo, S.H., AnggotaDaulay, Bambang Chiisnadi, S.H., Dra. Soettmo, Kamaiyan, S.H., Hanm A1 Rasyid, S.H., Drs. Koeshardo KS,
Drs. Endi Fatony, Dra. Dini Saraswad, Drs. Atep D. Muhammad. Drs. Yanuar Ahmad, Aimansyah.Jauhan Bustaman.
EDITOR AHLI: H. Kodhyat KONSULTAN PENERBITAN : CompArt PiibUshing.
y>^
KATA SAMBUTAN
Pembangunan Jangka Panjang Pcrtama akan segera berakhir, untuk kemudian kitalanjulkan dengan Pembangunan Jangka Panjang Kedua.
Kita menyadari bahwa Udak sedikit hal-hal yang hams kita dngkatkan dan kita perbaiki,sebelum masyarakat adil dan makmur yang kita cita-citakan dapat kita wujudkan. Namun kitajuga merasakan betapa banyaknya hal-hal yang telah kita capai selama pelaksanaanPembangunan Jangka Panjang Pertama. Bahkan, kita telah berhasil membangun landasanyang kuat untuk memasuki era tinggal landas pada Pembangunan JangkaPanjang Keduananti.
Dalam tahap pembangunan yang akan datang kita hams meningkatkan produktivitas danefisiensi. Hal ini hanya akan terwujud jika kita dapat meningkatkan ketrampilan, kreativitas,kedisiplinan, kemampuan teknologi dan kemampuan manajemen serta kepemimpinan yangefektif dan tepat dari masyarakat kita. Pembangunan aparatur negara kita arahkan untukmeningkatkan kualitas, membangkitkan prakarsa dan kreativitas serta berlaku tut wurihandayani". Tidak adajalan lain bagi kita, selain menerapkan desentralisasi manajemen sejauhmungkin. Prinsip ini pula yang kitaambil dalam mendayagunakan aparatur negara selama ini.
Buku Pembangunan Jangka Panjang Pertama di bidang Pendayagunaan Aparatur Negaraini menunjukkan hal-hal yang telah kita lakukan selama ini dan sekaligus memberi gambarantentang apa yang masih hams kita laksanakan dalam membina, menyempumakan danmenertibkan aparatur kita di masa yang akan datang.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meUmpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Terima kasih.
Jakarta, 3 Desember 1993
PRESIDEN REPyJJEIK INDONESIA
S O E H A R T O
^ ■..,1#
•(TTvji-
SAMBUTAN MENTERINEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
Untuk menunjang keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pelaksanaan program-program Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) di masa mendatang, dirasakan perlu adanyapemahaman yang lengkap dan utuh teniang upaya-upaya PAN yang telah dilaksanakan secarakonsisten selama Pembangunan Jangka Panjang I (PJP I), bahkan sejak awal pemerintahanOrde Baru. Untuk itulah maka Kantor MENPAN menerbitkan buku "Pendayagunaan AparaturNegaradalamPembangunanJangkaPanjang Pertama",aiauyangdisingkat"PANdalam PJPr. Selain itu, buku PAN dalam PJP I ini dimaksudkan sebagai bahan dokumen yang lengkapdan utuh sertad^at dijadikan referensi bagi penyusunan kebijakan dan program-program PANdi masa-masa mendatang.
Dalam PJP II kondisi dan situasi berbeda dengan keadaan PJP 1. Dunia semakin penuhdengan persaingan, sehingga kita tidak dapat hanya mengandalkan kekayaan alam saja untukmembangun. Pada PJP II nanti, kualitas sumber daya manusia semakin memegang peranankunci untuk mencapai keberhasilan pembangunan. Oleh karena itu sebagaimana arahan BapakPresiden pada berbagai kesempatan, bahwa peranan sumber daya manusia ^aratur yangdidukung disiplin tinggi merupakan syarat mutlak bagi terciptanya Aparatur Negara yangbersih»berdayaguna dan berwibawa sehingga dapat menjadi Abdi Negara dan Abdi Masyarakatyang handal untuk mengantar keberhasilan Pembangunan Jangka Panjang 11.
Selanjutnya, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnyakepada Bapak Presiden yang telah berkenan merestui dan sekaligus memberikankata sambutanatas penerbitan buku ini. Begitu pula kepada Ir. Sarwono Kusumaatmadja, MenteriPendayagunaan Aparatur Negara pada Kabinet Pembangunan V yang telah merintis prosespenyusunan buku ini. Ucapan terima kasih Juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. AwaloeddinDjamin selaku mantan KctuaTim PAAPbeserta para nara sumber di Ungkungan B AKN, LANdan Kantor MENPAN atas kerelaannya memperkaya isi buku ini.
Akhimya, saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun yang telah bekerja kerasdan semuapihak yang telah membantu hingga terbitnya buku "PAN dalam PJP I" ini. Semogabuku ini bermanfaat bagi upaya PAN di masa datang.
Jakarta, Juli 1993
T.B. Silalahi
PENG ANTAR TIM PENYUSUN
Peijalanan dan perkembangan Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dalam kunin waktu
PELITAI sampai dengan PELITA V, mungkin sudah banyak kita simak. Namun umumnya
gambaran itu d'sajikan secara terpisah. Oleh karena itu, dirasakan perlu menghimpunnya daiibeibagai siimber, agar dapat dikemas menjadi suatu sajian informasi yang utuh dalam sebuahbuku laporan. Dengan demikian diharapkan laporan ini dapat menjadi pustaka pentingmengenai upaya PAN dalam pembangunan yang lalu dan perencanaan PAN di masa datang.
Disadari bahwa untuk menyusun buku PAN Selama Pembangunan Jangka Panjang I Pertama
(PJP I) ini tiHalf mudah, terutama dalam mengumpulkan bahan-bahan yang tersebar di berbagaiInstansi Pemerintah. Oleh sebab itu, kami jelas tidak bekerja sendiri. Peranan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) dan Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) dalammemperkuat tim penyusun buku ini sangat kami hargai. Demikian pula kerelaan dan BapakAwaloeddin Djamin selaku mantan Ketua Tim PAAP beserta para nara sumber di lingkunganBAKN, LAN dan Kantor MENPAN serta semua pihak yang tidak mungkin kami sebut satu-posatu, sudah merupakan sumbangan yang sangat berharga dalam memperkaya isi buku ini.Bimbingan dan aiahan serta koreksi dari Bapak Sarwono Kusumaatmadja beserta SdcretarisMenteri dan para Asisten Menteri serta Staf Ahli sangat membesarican hati Tim dan sekaligusmembantu kelancaran penulisan buku.
Kepada semua pihak tersebut di atas, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yangsebesar-besamya, di mana dalam kesibukannya melaksanakan tugas sehari-hari, masih sempatmeluangkan waktu untuk diwawancarai. Penghargaan dan ucapan terimakasih kami sampaikanjuga kepada PT (Persero) ASTEK, PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia,FT (Persero) Pupuk Kujang, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II, dan PT (Persero)Angkasa Pura I, atas peran serta dalam membantu mewujudkan buku ini.
Meskipun kami telah mencoba mempersiapkan dan menyusunnya secara sungguh-sungguh,tapi kami yakin buku PAN PJP I ini masih jauh dari kesempumaan. Untuk itu, sumbanganpikiran, kritik dan saran para pembaca guna penyempumaan buku ini lebih lanjut sangat kamihargai.
Semoga buku ini bermanfaat di antara bahan kepustakaan lain.
Jakarta, Maret 1993
Ketua Tim Penyusun,
Sa^ Nirwandar
Sambutan Presiden R.I.
Sambutan Menteii Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Pengantar Tim Penyusun
Daftarlsi
Ketua Tim PAAP dan Para Menteri PAN
Ringkasan: Selayang Pandang Pendayagunaan Aparatur Negara i
Pendahuluan ^
Bab I Aparatur Negara Dalam Pelita I (1969/1970 -1973/1974) 13
Bab II Aparatur Negara Dalam Pelita II (1974/1975 -1978/1979) 39
Bab ni Aparatur Negara Dalam Pelita III (1979/1980 -1983/1984) 61
Bab IV Aparatur Negara Dalam Pelita IV (1984/1985 - 1988/1989) 91
Bab V Aparatur Negara Dalam Pelita V (1989/1990 -1993/1994) 121
Bab rv Proyeksi Sumber Daya Manusia Aparatur Negara 165
Lampiran:Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.105/1992 TentangPembentukan Tim Penyusun Buku pAN Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama
Susunan Keanggotaan Tim Penyusunan Buku PAN Selama PJPT Pertama
Ketua Tim PAAP dan Para Menterl PAN
y
DR. AWALOEDDIN D.IAMIN
KeluaTim Penedibaii AparaturdanAdminislrasi Pemerinlaiian
(1966 - 1968)
H. HARSONO TJOKROAMINOTOMetileri Ncgara Penyenipumaan dan
Pctnbenalian Aparaiur Ncgara(1968 - 1971)
DR. EMILSALIM
Menteri Negara Penyenipumaan danPenibersihan Aparaiur Negara/Wakil
Ketua BAPPENAS
(1971 - 1973)
DR. J.B.SUMARUN
Menteri Negara Pcneriiban AparaiurNegara/Wakil Ketua BAPPENAS
(1973 - 1983)
DR. SALEH AFIFF
Menteri Negara Penertib.an AparaiurNegaraAVakil Ketua BAPPENAS
(1983 - 1988)
IR. SARWONO KUSUMAATMADJA
Menteri Negara Pcndayagun.i.in
Aparaiur Negara(1988 - 1993)
T.B.SILALAHI
Menten Negara PendayagunaanAparaiur Negara(1993 - 1998)
SELAYANG PANDANGPENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
'px alainsuatuupacarasederhanadiJalanPegangsaanTiinur(sekarangJalan Proklamasi) Ncxnor 56, Jakarta, pada tanggal 17 Agustus
1945, Ir. Soekamo dan Drs. Moh. Hatta menyatakan Proklamasi
Kemerdekaan bangsa Indonesia. Pemyataan singkat itu mengubah nasib
bangsalndonesiadaiil^gsayangt^jah menjadi bangsa yang meidduL
Implikasinya sangat luas dan hakiki.
Ketikamasihdijajah, nasib bangsa Indonesia ditentukandankehidupannya
diatur oleh bangsa lain. Sejak Proklamasi, nasib dan kehidupan bangsa
Indonesia ditentukan dan diatur oleh bangsa IndcMiesia sendiri. Ketika
masih dijajah, fungsi dan peranan Aparatur Pemerintah (kolonial) adalah
mengeksploitasi somber daya manusia (dan alam) Indonesia untuk
kepentingan dan kesejahteraan negara dan bangsa penjajah. Sejak
Proklamasi, fungsi dan peranan Aparatur Negara Indonesia adalah
memberikan pelayanan k^da masyarakat agar dapat meningkatkan
kualitas hidupnya secara mandiri.
Dengan kata lain, dengan Proklamasi Kemerdekaan, secara hakiki
terjadilah transformasi fungsi dan peranan Aparatur Pemointah, yaitudari aparat pengatur menjadi aparat pelayanan dan pembangunan untukmeningkatkan kualitas hidup bangsa. Kendatipun demikian, dalam
perkembangannya lebih lanjut, Aparatur Negara temyata belum dapat
berfungsi dan berperan sebagaimana mestinya.
Setelah pengakuan kedaulatan, pada masa demokrasi parlementerberdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Aparatur Negara
senantiasa terlibat dalam berbagai kepentingan politik yang berkembang
di Indonesia, sehingga terlibat dalam percaturan politik praktis di antarapartai-partai politik dalam memperebutkan kursi kabinet yang jatuhbangun dengan frekuensi tinggi dan dalam jangkawaktu pendek. Kedua,ketidakstabilanpolitikdan keterlibatan Aparatur Negara dalam percaturan
politik praktis itu tadi akhimya membuka peluang dan mendorongpeny alahgunaan kekuasaan, wewenang dan kesempatan sehingga t^adiberbagai bentuk korupsi.
Ringkasan
Begitu pula pada masa "Demokiasi Terpimpin", setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959, situasi tidak jauh berbeda, bahkan malah lebih buruk lagi
dengan keterlibatan Aparatur Negara dalam pertikaian ideologis.
Akibatnya, teijadilah degradasi keseluruhan kehidupan bangsa dan negara
— baik di bidang politik, ̂ onomi maupun di bidang administrasi
pemerintahan — yang menuju ke arah disintegrasi.
Sejakpengakuankedaulatan, beibagai upayauntuk melakukan penertiban,
penataan dan pendayagunaan Aparatur Negara memang telah dilakukan
seperti, misalnya:
a. Program p^yedo'hanaan OTganisasi Pemerintah Pusat dalam Kabinet
Wilopo (3 Apil 1952 -1 Agustus 1953);
b. Program Kabinet All Sastroamidjojo I (1 Agustus 1953 -12 Agustus
1955) yang, antara lain, b^ujuan:
1) menyusun Aparatur Negara yang efisien serta pembagian tenaga
yang rasional dengan mengusahakan perbaikan taraf kehidupan
pegawai,
2) memberantas korupsi dan birokrasi;
c. Pembentukan Panitia Organisasi Kementerian (PANOK);
d. Pembentukan Lembaga Administrasi Negara (LAN) dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1957, sebuah badan Pemerintah yang
langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Perdana
Menteri, dengan tugas pokok menyempumakan Aparatur dan
Administrasi Pemerintah/Negara.
e. Pembentukan Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) yang
antara lain, menghasilkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 1962
tentangPokok-pokok Organisasi Aparatur Pemerintah Negara Tingkat
Tertinggi;
f. Pembentukan Komando Tertinggi Retooling Aparatur Revolusi
(KOTRAR) dengan KEPPRES Nomor 98 Tahun 1964, yang
merupakan kelanjutan dari PARAN dan lebih bersifat politis, sesuai
dengan kebijaksanaan waktu itu.
Walaupun demikian, keadaan Aparatur dan Administrasi Negara antaratahun 1952/1953 sampai dengan permulaan tahun 1966 menjurus padasuatu situasi yang tidak mendorong pembangunan bangsa. Kebijaksanaandan pelaksanaan Administrasi Negara lebih berorientasi pada bidangpolitik yang diwamai pcrtentangan dan pertikaian ideologis daripadaekonomi dan tertib administrasi pemerintahan. Banyak ketumpangtindihan
Ringkasan
dan kesimpangsiuran antara kewenangan dan tanggung jawab yang
teijadi antara berbagai Badan danLembagaNegaia/Pbmerintah. Kumulasi
dari semua itu membuka peluang bagi PKI untuk melakukan peng-
khianatan dengan melancarkan Gerakan 30 September tahun 1965,
kemudian dikenal dengan sebutan G-30-S/PKI, yang berhasil ditumpas
oleh kekuatan Orde Baru.
Dalam keadaan yang parah seperti itu, maka Pemerintah Orde Bam
melakukan perbaikan dan penyempumaan Aparatur Negara secara
fundamental dan konsisten, dengan sasaran jangka panjang mewujudkan
Aparatur dan Administrasi Negara yang stabil, berkelangsungan, efisien
dan efektif. Sedangkan sasaran jangka pendek adalah teica4)ainya efisiensi
dan efekti vitas di bidang Organisasi dan Administrasi Pemerintahan agar
mampu menyusun rencana dan program pembangunan yang dapat
dilaksanakan atau direalisasikan, yaitu melakukan upaya-upaya perbaikan
dan penyempumaan meliputi masalah-masalah sebagai berikut:
a. kelembagaan/struktur organisasi,
b. kepegawaian,
c. dan ketatalaksanaan, yang mencakup:
1) Lembaga-lembaga Negara,
2) Departemen-departemen,
3) Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen,
4) Instansi-instansi Vertikal Pemerintah Pusat di daerah,
5) Aparatur Pemerintah Daerah,
6) Perwakilan R.I. di Luar Negeri
7) Perusahaan Milik Negara dan Daerah.
Landasan kebijakan penertiban dan penyempumaan Aparatur Negara
tersebut dituangkan dalam Bab IX Pasal 66 sampai dengan Pasal 69Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor XXIII/MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Pembahaman Kebijaksanaan
Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Dalam rangka pelaksanaan
Ketetapan MPRS tersebut, maka pada tanggal 25 Juli 1966, PresidenSoekamo membubarkan Kabinet Dwikora Yang Lebih Disempuraakan
Lagi (Kabinet 100 Menteri) dan menugaskan Letnan Jenderal Soeharto,sebagai Pengemban Ketetapan MPRS Nomw IX/MPRS/1966, untukmembentuk Kabinet Ampera dengan tugas mewujudkan stabilitas politik
dan stabilitas ekonomi.
Untuk penyelenggaraan kebijakan penyederhanaan dan penertibanAparatur Negara, pada tanggal 13 Maret 1967, dikeluarkan InstruksiPresidium Kabinet Nomor 14/U/IN/3/1967 yang menetapkan agar
Ringkasan
Lembaga Administrasi Negara, Kanlor Urusan Pegawai RepublikIndonesia dan Biro Pusat Statistik membantu Menteri Tenaga Keqa
dalam rangka melaksanakan tugasnya selaku Ketua Tim PembantuKetua Presidium Kabinet Ampera untuk menertibkan dan menyem-
pumakan Administrasi Pemerintahan.
Kemudian Tim tersebut disempumakan dengan KEPPRES Nomor 266
Tahun 1967 tertanggal 28 Desember 1967, dan diberi nama *Tim Pem
bantu Presiden untuk Penertiban Aparatur/Administrasi Pemerintah",
disingkatTim PAAP. Tugasnya ialah membantu Pejabat Presiden JenderalTNI Soehaito, selaku Pimpinan Eksekutif, untuk mengadakan penelitian,penertiban dan penyempumaan Aparatur/Administrasi Negara, balk ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
Tim PAAP beranggotakan 11 orang dengan Menteri Tenaga Kerja
sebagai Ketua, Direktur Lembaga Adm inistrasi Negara sebagai Sekretarisdan dibantu oleh 5 orang Penasehat Ahli.
Dalam pada itu, untuk mengamankan program-program Kabinet Ampera,
khususnya dalam usaha menegakkan Panca Tertib—yaitu Tertib PoliUk,
Tertib Ekonomi, Tertib Sosial, Tertib Hukum dan Tertib HANKAM ,
^ dengan KEPPRES Nomor 228 Tahun 1967 tanggal 2 Desember 1967,PejabatPresiden menetapkan pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
yang diketuai oleh Jaksa Agung.
Pada tanggal 6 Januari 1968,dengan KEPPRES Nomor 183 Tahun 1968,
Kabinet Ampera—yang telah bekeija sejak Juli 1966—dibubarkan dan
sekaligus dibentuk Kabinet Pembangunan 1.
Tugas pokdc Kabinet Pembangunan I, sebagaimana ditetapkan dalam
Ketetapan MPRS Nomor XLI/MPRS/1968 dan kemudian dikenal sebagai
"Panca Krida Kabinet Pembangunan I", adalah melanjutkan tugas-tugas
Kabinet Ampera, yaitu:
1. Menciptakan stabilisasi politik dan ekonomi sebagai prasyarat untuk
berhasilnya pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun dan
Pemilihan Umum.
2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun.
3. Melaksanakan Pemilihan Umum sesuai dengan Ketetapan MPRS
Nomor XLII/MPRS/1968.
4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan
mengikis habis sisa-sisa G-30-S/PKI dan setiap perongrongan.
— Ringkasan
penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Melanjutkan penyempumaan dan pembersihan secara menyelunihAparatur Negara dari tingkal Pusat sampai Daerah.
Dalam Kabinet Pembangunan I yang dilantik pada tanggal 10 Januari
1968 di Istana Negara itu terdapat 5 Menteri Negara dan 18 Menteri/
Pimpinan Departemen. Di antaranya, H. HarsonoTjokroaminotodiangkatsebagai Menteri Negara Pembantu Piesiden dalam Penyempumaan dan
Pembersihan Aparatur Negara, disingkat MENPAN. Tugas-tugasnya,seperti yang ditetapkan dalam INPRES Nomor 19 Tahun 1968, adalah
sebagai berikut*
"Membantu Presiden dalam penyempumaan dan pembersihan AparaturNegara dengan mempergunakan Tim Pembantu Presiden untuk Penertiban
Penyempumaan Aparatur/Administrasi Pemerintahan, Proyek 13 dan
Sekretariat Proyek Penyempumaan Aparatur Ekonomi Negara dan
Pemerintah sebagai unsur staf.
Dengan demikian maka, dalam Kabinet Pembangunan I, Tim PAAP
diperbantukan untuk menunjang MENPAN melakukan upaya-upaya
penyempumaan dan penertiban Aparatur Pemerintah/Negara.
Dengan dapat diselesaikannya fase stabilisasi dan rehabilitasi politik
yang dilakukan Pemerintah Orde Bam sejak tahun 1966, maka sejak
tahun 1969 fase pembangunan mulai dapat dilaksanakan. Dan tugas
pokok MENPAN dalam pelaksanaan REPELITAI adalah penyempumaan
Aparatur Pemerintah/Negara agar mampu melaksanakan program-
program pembangunan yang digariskan MPR.
Di samping itu, dalam upaya mencari jalan keluar yang lebih baik dan
lebih efektif dalam pemberantasan kompsi, pada tanggal 31 Januari
1970, dengan KEPPRES Nomor 12Tahun 1970, dibentuksebuahkomisi
khusus yang disebut "Komisi 4", yang terdiri dari Wilopo SH selaku
Ketua, dengan anggota-anggota IJ. Kasimo, Prof. Ir. Johannes dan
Anwar Tjokroaminoto (keempatnya anggota Dewan Pertimbangan
Agung). Dan dengan KEPPRES Nomor 13 Tahun 1970, Presiden juga
mengangkat Mantan Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta sebagai
Penasehat Presiden dan Penasehat Komisi 4.
Dalam PELITA-PELITA berikutnya, penyempumaan Aparatur Negara
senantiasa tercantum dalam program Kabinet-kabinet Pembangunan n,
Ringkasan
III dan seterusnya. Begitu juga jabatan MENPAN selalu ada, meskipunpenamaannya berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan tarafperkembangan aparatur dan masyarakat.
Dalam Kabinet Pembangunan I atau PELITA I, penamaan MENPAN
adalah Menteri Negara (Pembantu Presiden) dalam Penyempumaan danPembersihan Aparatur Negara. Dengan selesainya PELITA I makaAparatur Negara telah dibersihkan dari pengaruh percaturan politikpraktis dan strukturnya disempurnakan sesuai dengan UUD 1945.Kendatipun demikian, dirasakan masih perlu adanya penataan AparaturNegara sesuai dengan tuntutan pengorganisasian yang efisien danpenertiban di bidang prosedur. Sehubungan dengan itu, dalam KabinetPembangunan II atau PELITA II, dan Kabinet Pembangunan III atau
PELITA III kepanjangan sebutan MENPAN adalah Menteri Negara
Penertiban Aparatur Negara.
Dalam fase ini, MENPAN dalam melaksanakan kegiatan Operasi Tertib
(OPSTIB), memiliki kewenangan opera.sional. Kegiatan penertiban
diarahkan pada tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan
dari tatanan dan kaidah baku yang ditetapkan sebelumnya, yang
diwujudkan dalam bentuk Inspeksi-inspeksi Mendadak (Sidak) dan
pemberian sanksi terhadap para pelaku penyimpangan-penyimpangantersebut sehingga mendapatkan liputan yang luas dari media massa.
Karena itu, hingga sekarang MENPAN, oleh berbagai kalangan
masyarakat, masih dipersepsikan sebagai Menteri Negara PenertibanApai-alurNegara meskipun sejak tahun 1983, dalam KabinetPembangunan
IV atau PELITA IV dan dalam KabinetPembangunan V atau PELITA V,
MENPAN merupakan singkatan dari Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, sesuai dengan KEPPRES Nomor 25 Tahun 1983.
Ringkasan
PENDAHUtOAN
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
PADA
AWAL PEMERINTAHAN ORDE BARU
Pemerintah Orde Baru tampil pada waktu negara dan bangsa Indonesia berada dalamsaat-saat yang sangat krids, yaitu menghadapi proses disintegrasi di segala bidang
kehidupan, diantaranya di bidang tata negara dan tata pemerintahan, yang memuncak padapengkhianatan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G-30-S/PKI).
Misal dalam stniktur kenegaraan, ketua MPR/DPR, Badan PemeriksaKeuangan (BPK), Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) dan Mahkamah Agung (MA) diberi jabatan Menteri Koordinator(MENKO) aiau Menteri, sehingga secara struktural berkedudukan sebagai pembantu PresidenSoekamo. Menurut stniktur Undang-Undang Dasar 1945, Majelis Permusyawaiatan Rakyat(MPR) merupakan Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan Presiden merupakan Mandatarisyang justru hams bertanggungjawab kepada MPR. Dewan Petwalalan Rakyat (DPR), DewanPertimbangan Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA)serta Presiden selaku pimpinan puncak lembaga Eksekutif, adalah sama-sama mempakanLembaga Tinggi Negara yang secara konstitusional berkedudukan di bawah MajelisPermusyawaratan Rakyat (MPR).
Di bidang politik, sosial dan budaya teijadi pengkotak-kotakkan masyarakat secara ideologisdalam organisasi-organisasi massa yang mempakan kepanjangan tangan ("onderbouw") danpartai-partai politik yang bersangkutan. Pancasila, yang mempakan landasan ideologis bangsadan negara Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, acap kaliditafsirkan sesuai dengan landasan ideologis masing-masing partai yang bersangkutan, bahkanseringkali diupayakan untuk diselewengkan dan diganti dengan ideologi lain.
Di bidang hukum diciptakan suatu bentuk pemndang-undangan yang dinamakan PenetapanPresiden" (PENPRES) yang dapat mengalahkan Undang-undang, bahkan Undang-undangDasar.
Di bidang ekonomi, tingkat inflasi lebih dari 650 %, negara dan bangsa Indonesia dapatdikatakan sedang menuju kebangkmtan. Sebagai ulah Partai Komunis Indonesia (PKl) dalamrangka pemiskinan rakyat agar komunisme bisa berkembang di Indonesia, produksi telahmencapai titik terendah. Demikian juga usaha swasta dihancurkan dengan dalih kapitalisme
Pendahuluan
dan dipenentangkan dengan usaha swasta kecil yang dikatakan menipakan korban dari
ki^italisme tersebut.
Keuangan negara, yang sudah sangat terbatas karena ketidakseimbangan neraca perdagangan,
dihabiskan untuk membeli senjaia dan membangun proyek-proyek yang tidak produktif,
terutama di Jakarta sehingga banyak daerah, khususnya di luar Jawa, merasa tidak puas dan
melakukan pemberontakan.
Sebagai akibat dari itu semua, terjadilah berbagai konflik sosial yang berlatar belakang
ideologis—yang diperbunik lagi dengan kondisi ekonomi yang makin parah dan ketidakpastian
hnkum.
Hal-hal tersebut oleh PKI dan unsur-unsur yang ikut terlibatdalam pengkhianatan G-30-S/PKI
dimanfaatkan dengan berupaya melakukan serangan balik terhadap unsur-unsur anti PKI
beserta pendukung-pendukungnya, sehingga terjadilah konflik-konflik fisik antara kedua
belah pihak yang membawa bangsa dan negara kita ke ambang kehancuran. Dihadapkan pada
situasi yang sangat kritis itu maka Presiden Soekamo akhimya mengeluarkan Surat Perintah
11 Maret 1966, kemudian disingkat dengan sebutan "SUPERSEMAR", yang memberi
kewenangan penuh kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku PANGKOPKAMTIB untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban.
Pada tanggal 12 Maret 1966 Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi massa
yang mendukungnya dibubarkan oleh Letnan Jenderal Soeharto selaku Pengemban Surat
Perintah 11 Maret 1966. Kendati pun demikian sisa-sisa G-30-S/PKI dengan para pendukung
dan para simpatisannya masih berupaya untuk kembali lagi dalam percaturan politik Indonesia.
Q ementara itu upaya pembersihan terhadap unsur-unsur G-3()-S/PKI dan pelurusan^ kembali penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945 dilakukan secara konstitusional melalui Sidang Umum MPRSIV yang berlangsung daritanggal 20 Juni sampai dengan 5 Juli 1966.
Ketetapan pertama dan Sidang Umum MPRS ke IV itu adalah mengukuhkan secara
konstitusional Surat Perintah 11 Maret 1966 menjadi Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966. Di samping itu, mengeluarkan 23 Ketetapan MPRS lainnya yang meluruskan kembalistruktur ketatanegaraan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet Ampera, tanggal 5 Juli 1966mengamanatkan kepada Presiden (Soekamo) agar menugaskan Leman Jenderal Soeharto,
Pendahuluan
selakupengemban KeietapanMPRSNomor IX/MPRS/1966,untuksegeramembenuikKabinetAmpera, menggantikan Kabinet Dwikora Yang Lebih Disempurnakan Lagi. Amanat itudilaksanakan pada tanggal 25 Juli 1966, dan dalam Kabinet Ampera tersebui Letnan JenderalSoeharto duduk sebagai Menteri Utama bidang HANKAM dan sekaligus menjabat KetuaPresidium Kabinet
Dalam Sidang Istimewa MPRS yang berlangsung tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967,dengan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1966, LembagaTertinggi Negara ini mencabutkekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekamo karena tidak dapat memenuhipertanggungjawaban konstitusional, dan sekaligus mcngangkat Jenderal Soeharto menjadiPejabat Presiden dalam Kabinet Ampera. Dan akhimya, dalam Sidang Umum MPRS V tahun1968 yang berlangsung tanggal 21 Maret sampai dengan 27 Maret 1968, dengan KetetapanMPRS Nomor XLIV/MPRS/1968 tanggal 27 Maret 1968, Jenderal Soeharto, diangkat menjadiPresiden Republik Indonesia. Dalam Sidang Umum MPRS V itu Juga, dikeluarkan ketetapantentang tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan yang hams dibentuk untuk menggantikanKabinet Ampera.
alam melaksanakan tugas dan tanggung Jawabnya, Jenderal Soeharto bersama selumh
kekuatan Orde Bam sejak semula bcrtekad untuk meluruskan segala penyimpangan-
penyimpangan dengan melaksanakan Pancasiladan Undang-Undang Dasar 1945 secara mumidan konsekuen. Usaha dan langkah-langkah penyempumaan itu mencakup selumh aspek
kehidupan bemegara dan berbangsa: politik, ekonomi, sosial budaya, HANKAM, maupunbidang administrasi negara termasuk Aparatur Pemerintahnya.
Ketetapan MPRS Nomor XIII/MPRS/1966 tidak menetapkan susunan Kabinet Ampera karena
hal itu mempakan hak prerogatif Presiden. Namun, untuk menjamin agar susunan struktur
Kabinet Ampera sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Ketetapan MPRS itu memberikan ketentuan-ketentuan tentang tugas pokok dan program
Kabinet Ampera yang dimuat dalam Pasal 2, yaitu: "Dalam rangka memanfaatkan Ketetapan
MPRS Nomor IX/MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966, Presiden menugaskan kepada Letnan
Jenderal Soeharto sebagai Pengemban Ketetapan MPRS tersebut untuk segera membentuk
Kabinet Ampera dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
(1) TUGAS POKOK: menciptakan stabilitas POLITIK dan EKONOMI.
(2) PROGRAM:
(a) memperbaiki peri-kehidupan Rakyat temtama di bidang sandang dan pangan;
(b) melaksanakan Pemilihan Umum dalam batas waktu sepcrti dicantumkan, dalam
Pendahuluan
Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tanggal 5 Juli 1966;(c) melaksanakan politik luarnegeri yangbebasdan aktif untuk kepentingannasional
sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tanggal 5 Juli 1966,(d) meianjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya."
(3) Di samping itu, Ketetaj)an MPRS Nomor XIII/MPRS/1966, dalam Pasal 4, juga membenkanpersyaratan kualifikasi dari Menteri-menteri yang nantinya akan duduk dalam KabinetAmpera, yaitu:
(a) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(b) setia pada Pancasila dan Revolusi;
(c) berwibawa;
(d)jujiir;
(e) cakap/ahli;
(0 adii;
(g) dukungan dari rakyat;
(h) ddak terlibatbaik langsung man pun tidak langsung,dalam gerakan kontra-revolusionerG-30-S/PKI dan atau organisasi-organisasi terlarang lainnya.
Mengingat siluasi dan kondisi politik yang masih sangat peka waktu itu, maka KetetapanMPRS terscbut, dan banyak Keietapan-ketetapan MPRS lainnya, tidak terlepas dari penggunaanjargon-jargon politik yang berlaku seperti kata "Revolusi" dalam kalimat"seda pada Pancasiladan Revolusi" dan "gerakan kontra-revolusioner".
Susunan Kabinet Ampera yang dibentuk oleh Pengemban Ketetapan MPRS Nomor DC/MPRS/1966 Letnan Jenderal Soeharto, terdiri dari 3 (dga) unsur, yaitu:
1. Pimpinan, yaitu Presidcn yang masih dijabat oleh Ir. Soekamo;
2. Pembantu Pimpinan, terdiri atas 5 orang Menteri Utama yang secara bersama-sama
merupakan Presidium, dengan Leman Jenderal Soeharto — yang berkedudukan sebagai
Menteri Utama bidang HANKAM — sebagai Ketua Presidium;
3. Anggota-anggota Kabinet, terdiri dari 24 orang Menteri yang masing-masing memimpin
Departemen di bawah koordinasi Presidium Kabinet melalui Menteri Utama yang
membawahi bidang-bidang yang bersangkutan.
Di samping itu, Sidang MPRS ke IV juga menghasilkan Ketetapan MPRS Nomor XXin/
MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan. Di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang jugaberkaitan dengan penertiban
dan pcnyempumaan administrasi dan aparatur pemerintahan, yaitu:
Pendahuluan
Plasal66 : Demi berhasiinya pelaksanaan bermacam program, rencana,kebijaksanaan dan Iain-lain tersebut di atas, maka periu disempnmalranPoangkatPemerintahan yang mampu moealisasikan programnya, kqiadasiapa Rakyat meletakkan kepercayaan dan harapannya, dan yangwibawanya terletak pada landasan tanggapan dari Rakyat sendiri.
67 Perangkat Pemerintahan tersebut di atas hradaknya merupakan suatu
Team yang serasi yang masing-masing anggauta beijiwa Pancasila dan
pengemban Ampera, ahli, dip^aya dan memperoleh dukungan dari
Rakyat.
Pssal 68 : Struktur menurut Perangkat Pemerintahan tersebut harus sederhana,
efisien dan efektif, dengan pembatasan-pembatasan wewenang dan
tanggung jawab yang jelas.
Pasal69 PaiaMentm menurut Peian^tPemaintahantNsebutharusditempatkan
pada hakekat yang sesungguhnya dari kemumian Undang-Undang Dasar
1945.
D alam rangka pelaksanaan tugas pokok, program keija Kabinet Ampera dan ketentuan-ketentuan daliam Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tersebut di atas maka,
padatanggal 15 Agustus 1966,(iikeluarkanlah Instruksi Presidium Kabinet AmperaNomor 01/
U/IN/8/1966 tentang Pedoman Kerja Kabinet Ampera. Dan berlandaskan pada pedoman kerja
itu maka dibentuklah sebuah Panitya Pembantu Presiden di bawah pimpinan dan tanggungjawab
Menteri Tenaga Kerja Kabinet Ampera yang dijabat oleh Dr. Awaloedin Djamin. Tugasnya
adalah untuk memberikan saran-saran tentang masalah penertiban dan penyempumaan
Administrasi Pemerintah.
Setelah melakukan penelitian secara cermat dari kenyataan-kenyataan yang didafKit waktu itu,
Panitya menarik kesimpulan akan perlunya penertiban dan penyempumaan administratif yang
menyeluruh (overall administrative reform), yang mencakup susunan organisasi dari selumh
Departemen, LembagaPemerintah Non Departemen (LPND), aparatur Pemerintah di Daerah,
Penisahaan Negara dan lain sebagainya. Juga penertiban dan penyempumaan di bidang
kepegawaian dan bidang ketatalaksanaan. Dan semua penertiban dan penyempumaan itu tadi
hams berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Panitia Penertiban dan Penyempumaan Administrasi Pemerintahan segera menyusun rencana
penertiban dan penyempumaan beserta prioritas-prioritasnya. Yang diberi prioritas utama
Pendahuluan
aHaiah penyempuTiiaan dan penyedeifaanaan Departemen-departemen. H^ilnya adalahKeputusan Presidium Kabinct Nomor 15AJ/KEP/8/1966 dan Kqmtusan Pregidium KabinetNomot 75AJ/KEP/11/1966 tentang susunan dan struktur Departemen, yang polanya tetapberlaku sampai sekarang ini seperti Sekretariat Jenderai, Inspektorat Jenderai, DirektoratJendeial dan lain sebagainya. Penertiban dan penyempumaan masalah-masalah lain memakanwaktu lebih lama, dan sementara itu Pemerintah Orde Bani mengambil berbagai langkah untukmewujudkan penertiban dan penyempumaan administrasi dan apaiatur pemeiintahan sepertiyang diamanatkan dalam Ketetapan-keietapan MPRS yang bersangkutan.
Pada tanggal 7 sampai dengan 12 Maret 1967diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS sebagaiakibat penolakan pidato Presiden Soekamo dihadapan Sidang Umum ke IV MPRS tanggal 22Juni 1966 yang beijudul "Nawaksara" dan Surat Presiden R.I. No. 01/Pre5/67 tentangPelengikap Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden So^camo kepada PimpinanMPRS pada tanggal 10 Januari 1967.
Dalam Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/167, yang dihasilkan Sidang Istimewa MPRStersebutdiatas,kekuasaanpemerintahannegaradariPresiden Soekamodicabutdan mengangkat
Jenderai Soeharto, Pengemban Ketetapan MPRS Nomw IX/MPRS/1966, sebagai PejabatPresiden.
Nama "Kabinet Ampera", yang dibentuk Jenderai Soeharto atas amanat Ketet^^an MPRS
Nomor XIII/MPRS/1966, tetap tidak dirubah. dan tugas pokok serta program-program
kerjanya tetap dilaksanakan dan diteruskan oleh Jenderai Soeharto selaku Pejabat Presiden.
Dalam rangka melanjutkan dan mewujudkan penertiban dan penyempumaan administrasi dan
aparatur pemeiintahan yang diamanatkan oleh Ketet^)an MPRS Nmnor XXIIl/MPRS/1966
Pasal 66 sampai dengan Pasal 69, maka pada tanggal 13 Maret 1967, dikeluarkan Instruksi
Presidium Kabinet Nomor 14/U/IN/3/1967 yang menetapkan agar Lembaga Administrasi
Negara (LAN), Kantor Urusan Pegawai (KUP, sekarang Badan Administrasi Kepegawaian
Negara atau B AKN)) Republik Indonesia dan Biro Pusat Statistik (BPS) membantu Menteri
Tenaga Kerja (yang masih dijabat oleh Dr. Awaloedin Djamin) dalam rangka melaksanakan
tugasnya selaku Ketua Tim Pembantu Ketua Presidium Kabinet Ampera untuk menertibkan
dan menyempumakan administrasi pemerintahan. Kemudian, dengan Keputusan Presiden
Nomor 266, tanggal 28 Desembcr 1967, Tim tersebut disempumakan dan diberi nama "Tim
Pembantu Presiden untuk Penertiban Aparatur dan Administrasi Pemerintah", disingkat"Tim
PAAP".
Tim PAAP terdiri dari 11 orang. Menteri Tenaga Kerja ditetapkan sebagai Ketua, Direktur
Lembaga Administrasi Negara sebagai Sekretaris dan dibantu S orang Penasehat Ahli.
Sesuai dengan namanya, tugas Tim PAAP tersebut adalah membantu Pejabat Presiden—yangdijabat oleh Jenderai Soeharto setelah MPRS, dengan Ketetapan Nomor XXXlII/MPRS/1967
dalam Sidang Istimewa MPRS tanggal 12 Maret 1967, mencabut kekuasaan Pemerintahan
Negara dari Presiden Soekamo—untuk mengadakan penelitian, penertiban dan penyempumaan
Pendahuluan
Aparatur dan Administrasi Pemerintahan, baik di tingkat Pusat man pun di tingkat Daerah.
Daii uraian di atas tampak jelas bahwa Tim PAAP diketuai oleh Dr. Awaloedin Djamin selakuMenteri Tenaga Keija, yang sebelumnyajuga memimpin atau mengetuai sebuah Panitya untukmenangani masalah penertiban dan penyempumaan administrasi Pemerintah yangpembentukannya dilandasi oleh Instniksi Presidium Ampeia Nomor 01AJ/nW1966 tanggal15 Agustus 1966, dan Tim Pembantu KetuaPresidium Kabinet Ampeia untuk menertibkan danmenyempumakan Administrasi Pemmntahan yang dibentuk beidasarkan Instruksi PresidiumKabinet Nomor 14AJ/IN/3/1967 tanggal 16 Maret 1967.
Sehubungan dengan itu maka, pada hakekatny a, upay a un tuk menertibkan dan menyempumakanAdministrasi dan Aparatur Pemerintah sebenamya sudah dilakukan sejak awal PemerintahanOrde Bam pada tahun 1966 yang dilanjutkan oleh Tim PAAP dan ditingkatkan lagi olehseoiang Menteri Negara yang ditugaskan untuk itu sejak REPELITA I dalam KabinetPembangunan I. Dalam konteks itu maka penyempumaan administrasi pemerintahan diawalidengan saran-saran tentang restrukturisasi susunan Departemen dan yang diwujudkan denganKeputusan Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1966 seperti yang telah dikemukakan di atas,sedangkan penertiban dan penyempumaan bidang-bidang lain belum selesai dilakukan olehPanitia sehingga belum d^at dikeluarican peraturan-ponturan perundang-undangan yangdiperlukan.
Kendati pun demikian, Pemerintah Orde Bam tet^ konsisten d^gan upaya-upaya p^ertibandan penyempumaan administrasi dan aparatur pemerintahan. Sehubungan dengan itu makaupaya bmkutnya adalah penyempumaan dan penyederhanaan bidang Kepegawaian Negeridengan merobah penggolongan A sampai F menjadi penggolongan I sampai IV dengan POPS,tahun 1968, yang juga tetap berlaku sampai sekarang.
Penelitian dan penyempumaan P^sahaan Negara, yang tentunya juga hams berpegang padaUndang-undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, memakan waktu agak lama. Yang hams
dipertimbangkan dalam penyempumaan Perusahaan Negara adalah adanya keserasian
peikembangan antara Pemsahaan Negara, swasta dan kqrerasi.
Seperti yang telah diungkapkan di atas, p^sahaan swasta besar dan menengah sengaja
dihancurican oleh PKI demi kqpentingan-kq)entingan politiknya, sehingga jumlah sangat
sedikit dan keadaannya tidak menggembirakan. Sehubungan dengan itu maka, pada tahun
1966, Pemsahaan Negara mempakan satu-satunya kekuatan ekonomi di Indonesia. Itu pun
dengan keadaan yang sangat menyedihkan. Banyak Pemsahaan Negara yang teipaksa menjual
barang-barangmodalnya untuk membayargajipegawai-pegawainyadanbiayaoperasilainnya.
Presiden menunjuk Menteri Tenaga Keija Dr. Awaloedin Djamin untuk membantu
menyelamatkan Perusahaan-pemsahaan Negara dengan melakukan rasionalisasi atau
menguiangi jumlah p^wai secarabesar-besaran. Mereka yang dibeihentikan diberipesangtxi,
sedangkan sebagian lagi ditambah dengan Imihan-latihan di Balai Latihan Keija (BLK)
Pendahuluan
Departemen Tenaga Kerja, agar mereka dapat berdiri sendiri dengan modal pesangon yangmereka terima.
Di samping itu, proyek-proyek yang telah lama berprodiiksi, seperti Proyek Sandang, dijadikanPN Sandang. PN-PN di bidang pertambangan yang kecil-kecil dihimpun menjadi PN Aneka
Tambang. Waktu itu sebagian Perusahaan Negara disebut PN, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1960, meski pun ada juga yang berstatus Perseroan Terbatas (PT) seperti
misalnya PT Hotel Indonesia, PT Semen Gresik, PT Pupuk Sriwijaya dan lain sebagainya.
Sementara itu dilakukan penelitian yang cukup mendalam tentang perusahaan-perusahaan
negara, baik dari aspek sejarahnya semenjak zaman Hindia Belanda dengan ICW dan IBW-
nya, sampai pada perusahaan-perusahaan yang didirikan tahun 1950-an oleh Bank Industii
Negara, dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta Belanda tahun 1957 sampai pada
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 1960 tersebut di atas. Di samping itu juga
diadakan studi perbandingan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara sedang
berkembang dan penelitian tentang keadaan Perusahaan-perusahaan Negara pada awal
Pemerintahan Orde Bam.
Daii hasil penelitian dan studi-studi perbandingan tersebut di atas Pemerintah Orde Baru
menyadari bahwa pada masa Orde Lama telah terjadi campur tangan yang terlalu banyak dari
Pemerintah dalam umsan manajemen Pemsahaan-pemsahaan Negara. Sehubungan dengan itu
maka Pemerintah Orde Baru memutuskan untuk mengambil langkah-langkah de-etatisme, de-
birokratisasi dan de-kontrol terhadap Pemsahaan-pemsahaan Negara seperti yang teicermin
dari Instruksi Ketua Presidium KabinetNomor 21/EK/IN/l 1/1966yang menggariskan 'Tokc^-
pokok Kebijaksanaan Stabillsasi dan Rehabilisasi Ekonomi", di mana tentang Pemsahaan
Negara dinyatakan sebagai beiikut:
"Pada pokoknya perlu diadakan peninjauan dari Undang-undang Nomor 19/PRP/1960, antara
lain mengenai kedudukan hukum struktur Pemsahaan-p^sahaan Negara, untuk selanjutnya
meningkatkan penyempumaan manajemen. Sementara itu, sesuai Ketetapan MPRS Nomor
XXm, maka perlu dilaksanakan debirokratisasi dan dekontrol teiiiadap Perusahaan-p^sahaan
Negara. Dalam hubungan ini kqiada Pimpinan Pemsahaan Negara diberikan tanggungjawab
penuh dalam memimpin pemsahaannya. Wewenang dan tanggungjawab tersebut meliputi
penentuan kebijaksanaan pembelian dan penentuan kebijaksanaan harga. Dalam menjalankan
wew^ang dan tanggungjawab tersebut maka anggaran perusahaan yang hams diajukan
sebelum tahun buku bam hams memperoleh persetujuan Menteri yang bersangkutan terlebih
dahulu."
Dalam melaksanakan kebijaksanaan manajemen maka Pimpinan Pemsahaan tetap
b^tanggungjawab kepada Departemen dan berkewajiban untuk menyerahkan laporan hasilusaha berkala dan perhitungan tahunan hams benar-benar dilaksanakan. Dan sehubungandengan kebijaksanaan bam itu maka, sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1968,
tanggal 28 Desember 1968, bentuk Perusahaan-perusah^ Negara diseragamkan menjadi
Pendahuluan
hanya 3 (tiga), yaitu Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perseroan
(Pesero), masing-masing dengan kualifikasi yang jelas.
Sementara itu, untuk mengamankan program-program Kabinet Ampera, dan dalam upayamenegakkan Panca Terlib — yaitu Teitib Politik, Teitib Ekonomi, Tertib Sosial, Tertib
Hukum, Tertib HANKAM—dengan KEPPRES Nomor228 Tahun 1967 tanggal 2 Desember
1967, Pejabat Presiden menetapkan pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi yang diketuai
oleh Jaksa Agung.
Tanggal 21 Maret sampai dengan 27 Maret 1968 diselenggarakan Sidang Umum MPRS ke V
yang menghasilkan 8 (delapan) Ketetapan, di antaranya Ketetapan MPRS Nomor XLI/MPRS/
1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan dan Ketetapan MPRS Nomor XLIV/MPRS/
1969 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 sebagai
Presiden Republik Indonesia. Dengan terselenggaranya Sidang Umum MPRS ke V dan
dibentuknya KabinetPembangunan serta pengangkatan Jenderal Soeharto.selakuPengembang
Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966,sebagai PresidenRepublik Indonesia,makadimulailah
pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (I). Dan bersamaan itu pula maka diawali
pula Pembangunan (Nasional) Jangka Panjang Tahap Pertama atau disingkat PJPT I.
Pandahuluan
rp anggal 21 sampai dengan 27 Maret 1968 diselenggarakan Sidang Umum MPRS Vyang menghasilkan 8 Ketetapan. Di antaranya, Ketetapan MPRS Nomor XLI/
MPRS/1968 tertanggal 27 Maret 1968, mengamanatkan dua hal, yaitu pembentukan Kabinet
Pembangunan untuk menggantikan Kabinet Ampera dan menet^kan tugas-tugas pokok
Kabinet Pembangunan. Sedangkan Ketetapan MPRS Nomor XLIV/MPRS/1968 menetapkan
pengangkatan Jenderal Soeharto, selaku Pengemban Ketet^an MPRS Nomor IX/MPRS/
1966, sebagai Presiden Republik Indonesia.
Tugas-tugas pokok Kabinet Pembangunan, seperti yang dicantumkan dalam Pasal 1 Ketetapan
MPRS Nomor XLI/MPRS/1968, adalah sebagai berikut:
Tugas pokok Kabinet Pembangunan adalah melanjutkan tugas-tugas Kabinet Ampera sebagai
berikut:
1. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat untuk berhasilnya pelaksanaan
Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Pemilihan Umum;
2. Menyusun dan melaksanakan Rencana Pembangunan Lima Tahun;
3. Melaksanakan Pemilihan Umum sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor XLII/ MPRS/
1968;
4. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G-
30-S/PKI dan setiap perongrongan,penyelewengan serta pengkhianatan terhadapPancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945;
5. Melanjutkan penyempumaan dan pembersihan secara menyeluruh Aparatur Negara dari
tingkat Pusat sampai Daerah.
Kelima tugas pokok Kabinet Pembangunan tersebut di atas dikenal dengan nama "Panca Krida
Kabinet Pembangunan".
Dalam rangka penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA), pada tanggal 18
Januari 1968 dengan KEPPRES Nomor 16 Tahun 1968, yang kemudian disempumakandengan KEPPRES Nomor 199 Tahun 1968, dibentuk Panitia Koordinasi Efisiensi Aparatur
Ekonomi Negara dan Aparatur Pemerintah yangjugadisebut"Proyek 13". Panitia atauI*royek
13 tersebut menetapkan proyek-proyek Pemerintah yang memerlukan perhatian khusus guna
tercapainya stabilisasi ekonomi.
Dalam perkembangannya lebih lanjut "Proyek 13" diganti dengan Sektor Penyempumaan danPenertiban Administrasi Pemerintah yang dikenal dengan nama "Sektor P", dengan anggota
inti yang terdiri dari Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Administrasi Kepegawaian
Aparatur Negara Dalam Pelita I
Negara (BAKN), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), SekrelariatNegara, Departemen Keuangan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Transmigrasi danKoperasi. Tugasnya, antara lain, adalah menyempumakan Administrasi Pemerintah agarmampu melaksanakan REPELITA.
Menteri Tenaga Kerja, yang masih dijabat oleh Dr. Awaloeddin Djamin, ditunjuk sebagaiKetua Proyek, sedangkan anggotanya lerdiri dari 9 orang wakil dart berbagai Departemen danLembaga Pemerintah Non-Depariemen (LPND).
Dalam pada ilu, Kabinet Pembangunan dibentuk dengan KEPPRES Nomw 183 Tahun 1968tanggal 6 Januari 1968, yang membubarkan Kabinet Ampera dan sekaligus membentukKabinet Pembangunan.
mmuHm
D alam Kabinet Pembangunan I. yang dilantik tanggal 10 Januari 1968 di Istana Negaradan bertugas hingga 31 Maret 1974, terdapat 5 orang Menteri Negara dan 18 orang
Menteri/Pimpinan Departemen. Di antara 5 Menteri Negara tersebut terdapat seorang MENTERI
NEGARA PENYEMPURNAAN DAN PEMBERSIHAN APARATUR NEGARA,
disingkat MENPAN, yang dijabat oleh H. Harsono Tjokroaminoto, dengan tugas seperti
yang ditetapkan dengan KEPPRES Nomor 19 Tahun 1968, yaitu:
"Membantu Presiden dalam penyempumaan dan pembersihan Aparatur Negara dengan
mempergunakan Tim Pembantu Presiden untuk Penertiban Aparatur/Administrasi Pemerintahan
(Tim PAAP) dan Sekretariat Proyek Efisiensi Penyempumaan Aparatur Ekonomi Negara dan
Aparatur Pemerintah (Proyek 13) sebagai unsur staf."
Dengan demikian maka Tim PAAP dan Sekretariat Proyek 13, kedua-duanya diketuai oleh
Dr. Awaloeddin Djamin selaku Menteri Tenaga Kerja, dilebur sebagai unsur staf KantCH*
MENPAN. Setelah itu. Dr. Awaloeddin Djamin ditarik kembali ke Kepolisian Republik
Indraiesia dan menjadi Deputi Kapolri.
Pada tahun ketiga masa keija Kabinet Pembangunan I (1971) ada pergantian MENPAN dari
pejabat lama kepada Dr. Emil Salim.
Meskipun Kabinet Pembangunan dilantik pada tanggal 10 Januari 1968, REPELITA belum
dapat segera dilaksanakan karena masih diperlukan adanya sinkronisasi dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk itu maka, pada tanggal 25 Oktober 1968,
Pemerintah dan DPR-GR menetapkan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968
tentang Perubahan Pasal 7 dari "Indiesche Comptabiliteitswet" (ICW), Staatsblad 1925 Nomor
488, sebagaimana tclah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Drt. Tahun 1954 (L.N. Tahun
Aparatur Negara Dsdann Pelita I
1954 Nomor 6) sehingga untuk selanjutnya, Tahiin Anggaran dimulai setiap tanggal 1 Aprilsampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Sehubungan dengan itu maka REPELITA
I bam dapatdicanangkan tanggal 1 April 1969, yang mempakan awal Tahun Anggaran 1969/1970 dan berlangsung sampai dengan Tahun Anggaran 1973/1974.
Sebagai pelaksanaan Krida ke-5 KabinetPembangunan, yaitu "Melanjutkan penyempumaandan pembersihan secara menyeluruh Aparatur Negara dari tingkat Pusat sampai Daerah",
dengan Keputusan MENPAN Nomor 15/MENPAN/1969, ditetapkan susunan Organisasi danTata Kerja Kantor MENPAN yang mempunyai tugas, wewenang, fungsi dan struktur organisasi
sebagai berikut:
A. Tugas dan Wewenang:
1. Membantu Presiden dalam menyempumakan dan membersihkan Aparatur Negara,
yang dalam hubungannya dengan REPELITA tercakup dalam Sektor P.
2. Untukmelaksanakantugas tra^butMENPANmenyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai
boikut:
a. Kebijaksanaan: dalam rangka kebijaksanaan umum Pemerintah, mempersiapkan
pokok-pokdc ketentuan yang berkenaan, menyangkut dan berhubungan dengan
penyempumaan dan penertiban Aparatur Negara;
b. Pot^icanaan: menyelenggarakan pengumpulanbahan-bahan dan data sertapersi^ian
pelaksanaan kebijaksanaan Presiden di bidang penyempumaan dan pen^ban
Aparatur Negara;
c. Pembuatan Program: menyusun proyek-proyek kerja, jadwal waktu, sarana-sarana
dan kebutuhananggarannyadalamrangkakelanjutanperencanaanpeibaikan Aparatur
dan Administrasi Negara;
d. Koordinasi: menyelenggarakan bimbingan kerja guna tercapainya kerja sama yang
serasi, selaras dan teratur dalam rangka pelaksanaan program perbaikan Aparatur
dan Administrasi Negara;
e. Pengendalian: menyelenggarakan pengawasan, pemeriksaan, penyusunan laporan-
laporan dan lain sebagainya terhads^ pelaksanaan program perbaikan Aparatur danAdministrasi Negara;
f. Penelitian: menyelenggarakan penelaahan, pengujian, percobaan, survai, analisis,seminar, simposium dan Iain-lain sebagainya atas k^a sama dengan badan-badanpemerintahan maupun swasta yang bersangkutan di dalam maupun di luar negeridalam rangka perkembangan dan perbaikan Administrasi Negara.
Aparatur Negara Dalam Pelita I
B. Struktur Organisasi
Untuk menunjang tugas, wewenang dan fungsi MENPAN tersebutdi atas makadisusunlahstruktur organisasi Kantor MENPAN sebagai berikuU
1. Menteri
Sebagai unsur pimpinan, MENPAN dalam melaksanakan tugas dibantu oleh StafMenteri terdiri dari:
a. Asisten-asisten Menteri:
1) AsistenMENPANI.bertugasdibidang Kelembagaan dan Organisasi Pemerintah2) Asisten MENPAN II, bertugas di bidang Kepegawaian Negara.
3) Asisten MENPAN III, bertugas di bidang Pengawasan.
b. Penasehat-penasehat Menteri,
c. Sekretaris Pembantu Menteri,
d. Ajudan Menteri.
2. Sekretaris Menteri.
Sebagai unsur pembantu pimpinan, Sekretaris MENPAN secara umum memimpinsuatu Sekretariat terdiri dari 3 (tiga) Biro:
a. Biro Administrasi,
b. Biro Urusan Dalam,
c. Biro Penelitian dan Hubungan.
Masing-masing Biro membawahi beberapa Bagian/Penata.
3. TimPAAP.
Sepertiyangtelahdisinggungdi atas, Tim PAAP dan SekretariatProyek 13 dipeibantukan
pada Kantor MENPAN sebagai unsur staf.
C. Fungsi dan kedudukan MENPAN
Dilihat dari aspek fungsional, tugas yang dilakukan MENPAN—yaitu menyempumakan
dan menertibkan Aparatur Negara, termasuk Administrasi Pemerintahan — sebenamya
telah dilakukan sejak Kabinet Ampera tahun 1966. Hanya unsur pelaksanaannya yang
berbeda, yaitu:
1. Panitia Pembantu Presiden untuk memberikan saran-saran tentang masalah penertiban
dan penyempumaan Administrasi Pemerintahan yang berlandaskan Instruksi Presidium
Kabinet Ampera Nomor 01/U/IN/ 8/1966;
2. TimPAAP;
3. Proyek 13, yang kemudian diganti oleh "Sektor P" agar dapat menunjang pelaksanaan
REPELITA.
Ketiga unsur tersebut di atas diketuai oleh Menteri Tenaga Keija yang dijabat oleh Dr.
Awaloeddin Djamin. Sehubungan dengan itu, maka fungsi dan kedudukan MENPAN
Aparatur Negara Dedam Pelita I
1. Pembantu Presiden di bidang Penyempumaan dan Pembersihan Aparatur Negara;
2. Pimpinan dari Kantor MENPAN;
3. Ketua Sektor Aparatur Pemerintah (Sektor P) sebagaimana diatur dalam KEPPRES
Nomor 18 Tahun 1969 tanggal 28 Februari 1969, mengenai Pengendalian Operasional
Pembangunan Lima Tahun (PELITA) yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April
1969.
Dalam i^gka pelaksanaan REPELITA tersebut di atas, di samping menjabat Ketua Sektor
P, MENPAN juga menjadi anggota Sektor N (Penelitian dan Pengembangan) dan anggotaSektor Q (Keamanan dan Ketertiban). Setiap S^tor tersebut mencerminkan program keija
Kabinet Pembangunan.
Langkah-langkah penyempumaan bidang Administrasi dan Aparatur Pemerintah dituj ukan
pada bidang-bidang:
a. kelembagaan,
b. kepegawaian,
c. tata keija dan tata laksana,
d. pengawasan, yang meliputi aspek-aspek:
4) administrasi keuangan dan perlengkapan,
2) penelitian dan pengembangan administrasi negara,
3) tata cara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.
Demi teijaminnya pengarahan yang mantap, serta koordinasi dan sinkronisasi upaya
penyempumaan Administrasi dan Aparatur Pemerintah, maka setiap Departemen dan LPND
—dalam upaya untuk lebih menyempumakan aparatur dan administrasi di lingkungan masing-
masing — diwajibkan mengadakan konsultasi terlebih dahulu dengan MENPAN.
Dengan dapat diselesaikannya fase stabilisasi dan rehabilitasi Administrasi dan Aparatur
Pemerint2di/Negara,yangdimulai sejak tahun 1966, makasejak 1 April 1969 fase pembangunan
lima tahun tahap I (PELITA V) mulai dilaksanakan.
PROGRAM KEGIATAN
•xr egiatan utama Kantor MENPAN yang dilakukan dalam PELITA I dapat dirinci sebagaiberikut:
A. Bidang Kelembagaan.
Aparatur Nagara Dsdam Pelita I ^
Dalam rangka menunjang pelaksanaan REPELITA I, program penyempumaan bidangkelembagaan disusun sebagai berikuC
1. Meneruskan penyempumaan dan penyederhanaan stniktur pemerintahan tingkat Pusat
dengan lebih meningkatkan fungsionalisasi melalui perumusan tugas pokok badan-
badan Pemerintah secara lebih balk. Demikian pula dilakukan penghapusan badan-
badan yang berlebihan. PembenUikan organisasi disesuaikan dengan peranan badan-
badan Pemerintah dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan.
Perbaikan-perbaikan tersebut di alas ditujukan pertama-tama pada badan-badan yang
menyelenggarakan sektor-sektor yang memperoleh prioritas dalam rencana
pembangunan.
2. Hubungan Pusat dan Daerah disempumakan dalam rangka desentralisasi, dekon-
sentrasi dan otonomi Daerah. Demikian pula dilakukan penertiban Badan-badan
Perwakilan Pemerintah di Daerah, serta koordinasi antarakegiatan-kegiatan di Daerah.
3. Melanjutkan penyederhanaan dan penertiban Perwakilan-perwakilan R.I. di luar negeri
dan memperjelas fungsinya.
4. Perbaikan struktur organisasi Badan-badan Pemerintah terus dilakukan. Perbaikan
mengenai hubungan kerja dan tata keija, delinisasi, wewenang dan tanggung jawab,
nomenklatur, span of control dan Iain-lain, diusahakan melalui Organization and
Method (O dan M).
5. Penyempumaan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antara kegiatan Badan-badan
Pemerintah, temtama pada bidang yang membutuhkan konsistensi pelaksanaan seperti
antara Badan-badan yang mengadministrasikan penyediaan, penyaluran biaya serta
pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai badan yang berbeda.
B. Bidang Kepegawaian.
Sejak tahun 1966 hingga permulaan pelaksanaan REPELITA I telah diambil langkah-
langkah penyempumaan di bidang Kepegawaian, antara lain:
1. Usaha-usaha ditujukan supaya satuan-satuan lembaga Pemerintah mempunyai jumlahpegawai yang lebih rasional sesuai dengan beban tugas. Hal ini dilakukan melalui
standar O dan M yang pedomannya dikembangkan oleh Lembaga Administrasi Negara(LAN). Standar ukuran jumlah rasional bagi suatu Badan Pemerintah ini kemudian
dibandingkan dengan pengisian Daftar Susunan Pegawai dan Peralatan (DSPP) yangtelah dihimpun dan ditelaah oleh Kantor Umsan Pegawai (KUP). Dengan demikianakan diketahui data yang obyektif tentang kurang atau lebihnya jumlah pegawai untuksesuatu Badan Pemerintah. Atas dasar itu dilakukan penyaliu^ bertahap ke arah sektor-
18 Aparatur Negara Dalam Pelita I
sektor yang berkembang sebagai akibat pembangunan. Demikian pula diusahakanpendayagunaan danrealokasi yang lebih serasi, dilihatdari penyebaran jumlah maupunmacam tingkatkeahlian dengan sektor-sektorpembangunan yang memperolehprioritas.
2. Di samping itu dibuat Undang-undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang akanmengaturkedudukan, kewajiban, hakdan pembinaan Pegawai Negeri yang Hiiaifgan^iranb^dasarkan sistem karier dan sistem {H^stasi keija.
3. Pada tahun terakhir PELITAI diharapkan bahwa upah dan gaji Pegawai Negeri lebihmemadai untuk keperluan hidup. Hal ini akan diusahakan secara bertahap sesuai dengankemampuan KeuanganNegara. Sistem upah dan gaji diubah sehinggad^atmembmkan
insentifpadaproduktivitassektor-sektoryangmempeiolehpriOTitasdalampembangunan.Dengan demikian kebijaksanaan di bidang gaji dan upah ditujukan ke arah **upah sesuaidengan piestasi**.
4. Penertiban-penertiban terhadap unsur-unsur G-30-S/PKI dan afiliasinya yangmerongrong keamanan, ketidakefisienan pekerjaan terus dilakukan.
5. Program-program pmdidikan dan latihan pegawai diusahakan yang bersifatpre-servicedan in-service training. Khusus bagi pelatihan dalam bidang keahlian tertentu yang
dibutuhkan* tetapi tidak ada fasilitasnya di Indonesia, dilaksanakan melalui pengiriman
pegawai ke luar negeri.
6. Pembinaan mental para pegawai diharapkan bertambah meningkat bersamaan dengan
meningkatnya kesejahteraan.
C. Bidang Ketatalaksanaan.
Dalam rencana pembangunan yang digariskan REPELITA I, khususnya dalam sektor
Administrasi Pemerintah.bidang Ketatalaksanaan dibagi dalam beberapa program kegiatan
yang terdiri dari:
1. Program Penyempurnaan Prosedural:
a. bersifat makro, yaitu yang erat hubungannya dengan kegiatan Pemerintah dan
masyarakat,
b. b^ifat mikro, yaitu khusus mengenai kegiatan Instansi Pemerintah.
2. Program Administrasi P^alatan dan Perbekalan:
Memperbaiki administrasi peralatan dan perbekalan, antara lain melalui sistem
inventarisasi, mutasi, prosedur pembelian, kontrak, dan pemyataan penghapusan.
Aparatur Negara Da!am Pelita /
3. Program Peibaikan Administrasi dan Pengawasan Keuangan/ Anggaran:a. meningkatkan kemampuan penerimaan negara, termasuk melalui pajak,
b. meningkatkan kinerja di bidang penganggaran sehingga pembiayaan negara lebihberorientasi pada program yang telah direncanakan,
c. penyempumaan dalam prosedur pengeluaran anggaran negara, penyeitaan modalnegara dalam BUMN-BUMN maupun kredit yang disesuaikan dengan tahapanpelaksanaan pembangunan fisik suatu proyek.
D. Bidang Pengawasan dan Penertiban.
Dalam rangka penyempumaan di bidang pengawasan dan penertiban, program-programkegiatan dilakukan agar dapat menunjang pelaksanaan pembangunan, antara lain meliputi:
1. Menempaikan fungsi dan tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai denganketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan meningkatkan fungsi DirektoratJenderal Pengawasan Keuangan Negara.
2. Mengusahakan standardisasi pelaksanaan pekeijaan dan peralatan, serta penyusunanperencanaan yang lebih akurat agar dapat dijadikan sarana pengawasan.
3. Penertiban terhad^ utang-utang kepada negara oleh penisahaan-pemsahaan maupunp^orangan.
4. Penanggulangan masalah korupsi.
5. Penertiban di bidang Kepegawaian.
H asil-hasil yang dicapai Kantor MENPAN Kabinet Pembangunan I dalam P^ITA Iadalah sebagai berikut.
A. Bidang Kelembagaan.
Sesuai dengan tahapan dan prioritas pembangunan maka penyempumaan di bidang
kelembagaan temtama dimaksudkan untuk mempeijelas kedudukan, tugas, fungsi dan
susunan organisasi lembaga-lembaga Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat
Da^ah. Sehubungan dengan itu maka hasil-hasil yang dicapainya, antara lain, adalah:
1. Administrasi dan Aparatur Pemerintah Tingkat PusaL
Dalam rangka peningkatan daya guna Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat Kantor
MENPAN telah melakukan iq}aya-upaya penertiban dan penyempumaan di bidang
struktur organisasi dengan hasil-hasil sebagai berikut:
20 Aparatur Negara Datam Pelita /
a. Penyempurnaan stniktur organisasi Dep. Dalam Negeri yang meliputi tingkatan
Staf Pimpinan Departemen, Sekietariat Jenderal dan Direktorat Jenderal yang
kemudian ditetapkan dengan KEPPRES NomcM- 54 Tahun 1970.
b. Penyempurnaan stniktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak yang kemudian
ditetapkan dengan KEPPRES Nomor 2 Tahun 1971, dan pelaksanaannya yang
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep.42/ MK/II/1/1971 tanggal
22Januari 1971.
c. Penyempurnaan stniktur organisasi LAN, yang ditetapkan dengan KEPPRES
Nomor 5 Tahun 1971, sehingga diharapkan dapat menjalankan fungsi dan tugasnya
lebih baik dalam usahanya untuk memelihara, meningkatkan dan mengembangkan
daya guna dan hasil guna administrasi negara dan dengan demikian menunjang
kelancaran jalannya Pemerintahan dalam arti yang seluas-luasnya.
d. Penyempurnaan pokok-pokok organisasi dan tata keija Kejaksaan Agung dan
Kejaksaan Daerah yang kemudian ditetapkan dengan KEPPRES Nomor 29 Tahun
1971 dengan tujuan agar upaya-upaya penegakan hukum dilaksanakan dengan lebih
tertib, lancar dan eOsien.
e. Penyempurnaan organisasi dan penyelenggaraan program keluarga berencana yang
didasarkan KEPPRES Nomor 8 Tahun 1970 tentang Susunan Organisasi dan Tata
KeijaBKKBN.
f. Pembentukan Lembaga Pengembangan Ekspor Nasional dengan KEPPRES Nomor
26 Tahun 1971 dalam rangka pengembangan dan peningkatan ekspor.
g. Pengalihan tugas pembinaan Lembaga Sosial Desa dari Dep. Sosial ke Dep. DalamNegeri, cq. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa dengan KEPPRESNomor 81 Tahun 1971.
h. Penetapan kembali kedudukan dan organisasi Jawatan Sandi—khususnya tentangfungsi, tugas dan organisasinya — dengan KEPPRES Nomor 7 Tahun 1972, yangsekaligus mengubah namanya menjadi Lembaga Sandi Negara.
i. Perubahan/penyempumaan stniktur organisasi Dep. Perhubungan dengan KEPPRESNomor 12 Tahun 1972.
j. Penyesuaian susunan dan tugas Dewan Telekomunikasi dengan KEPPRES Nomcff13 Tahun 1972.
k. Pembentukan Badan Pengembangan Rencana Induk Pariwisata Bali dengan
Aparatur Negara Dalam Pelita I
KEPPRES Nomor 26 Tahun 1972 agar pengembangan pariwisaia di pulau tersebut
d^at dilaksanakan secara teratur dan integral.
1. Peninjauankembali danpenegasan tugaspokok sertafungsi KantorUrusanPegawai,yang diubah namanya menjadi Badan Administiasi Kepegawaian Negara (B AKN),dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1972. BAKN mempunyai fungsiuntuk menyempumakan, membina dan mengembangkan Administrasi Negara dibidang kepegawaian.
m. Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan KEPPRESNomor 20 Tahun 1973 untuk meningkatkan pelayanan terhadap penanaman modal,
baik asing maupun domestik. Badan tersebut merupakan penyempumaan terhad^Panitia Teknis Penanaman Modal yang dibentuk dengan KEPPRES Nomor 286
Tahun 1968 dan berfungsi membantu Presiden dalam menentukan kebijaksanaan dibidang penanaman modal serta mengendalikan kelancaran koordinasipelaksanaannya.
n. Perumusan organisasi dan penyempumaan tugas pokok Menteri NegaraKesejahteraan Rakyat dengan KEPPRES Nomor 24 Tahun 1973 dan KEPPRESNomor 43 Tahun 1973, Menteri Negara Riset dengan KEPPRES Nomor 45 Tahun
1973, dan Menteri Negara Peneriiban Aparatur Negara dengan KEPPRES Nomor
44 Tahun 1974.
o. Dikeluarkannya KEPPRES Nomor 16 Tahun 1973 tentang lembaga Wakil Presidendan pelayanan administratif Wakil Presiden.
2. Administrasi dan Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah.
Dalam periode ini Kantor MENPAN juga telah melakukan beberapa hal tentang
Pemerintah Daerah dan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
yaitu:
a. Kedudukan Gubemur/Kepala Daerah dipertegas sebagai penguasa tunggal dan
sebagai administrator pembangunan di Daerah. Di samping itu, Gubemur/Kepala
Daerah juga tumt b^tanggung jawab atas kelancaran proyek-proyek dan kegiatan
usaha pembangunan, baik Nasional maupun Daerah, yang berada di Daerah masing-
masing. Dalam INPRES Nomor 5 Tahun 1967 diatur bentuk kerja sama dan tata
kerja Aparatur Pemerintah Daerah dan Instansi-instansi Vertikal Pusat yang ada di
Daerah. Dalam hubungan ini, sebagai pedoman tatakerjadalam rangkapelaksanaan
PELITA I, telah diterbitkan INPRES Nomor 4 Tahun 1969 tentang Pedoman
Koordinasi Komunikasi Pusat-Daerah, temtama hubungan kerja dan tanggung
jawab Aparatur Pemerintah Pusat dan Daerah dalam peiencanaan dan pelaksanaan
pembangunan.
Aparatur Negara Dalam Pelita I
' r rb. Berbagai usaha juga telah dilakukan untuk memperloiat unit-unit peiencanaanpada Pemerintah Daerah Tingkat 1, Tingkat n dan juga Desa. Dalam hubungan initelah ditetapkan KEPPRES Nomor 15 Tahun 1974 yang mencakup KEPPRESNomOT 19Tahun 1964tentangBadanKocM'dinasiPemlKuigunan Daerah (BAKOPDA)
dan bentuk Badan Perencanaan Pembangunan Daerah.
c. Dalam rangka pembentukan unit-unit perencanaan Daerah dalam bentuk Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dikeluaikan INPRES Nomor 4 Tahun 1973
tentang Pedoman Pembinaan Unit Desa sebagai salah satu upaya peningkatan
kemampuan pemerintahan tingkat Desa. Kes^uanya ini terutama dimaksudkan
untuk menunjang pelaksanaan program pembangunan Kabupaten dan program
pembangunan Desa yang mendapat bantuan Pemerintah.
d. Usaha-usaha juga dilakukan untuk mraingkatkan kemampuan Daerah dengan
menggali potensi-potensi Daerah sendiri dalam rangka menggairahkan ekoncnni
Daerah. Dalam hubungan ini perlu dijaga agar mobilisasi sumber-sumber keuangan
tetap dalam batas-batas kewajaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1968 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969. Dalam pada itu,
administrasi keuangan Daerah telah disempumakan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 1972 dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1973. Intipokok
penyempumaan adalah pemisahan Anggaran Belanja Rutin dengan Anggaran
BelanjaPembangunan Daerah sehinggapenyusunan Anggaran Pembangunan Daerah
dapat dilakukan dengan lebih baik.
e. Untuk memberikan dasar dan pengarahan lebih mantap sesuai dengan perkembangan
otonomi Daerah maka Pemerintah telah mempersiapkan Rancangan Undang-
Undang tentang Ketentuan-ketentuan PokokPemerintahan di Daerah dengan harapan
dapat diwujudkannya otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, yang
d^t menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah.
B. Bidang Kq)egawaian.
Dalam upaya menyempumakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil atau sistem karier yang
dihubung^ dengan sistem jasa (merit system) telah diambil langkah-langkah yangbetencanadan d'laksanflkan secarab^lahap. Tujuan penyempumaan di bidangkq)egawaian
diarahkan agar satuan-satuan organisasi Lembaga-l^baga Pemerintah mempunyai jumlahdan kualitas pegawai yang rasional, sesuai dengan jenis dan volume pekeijaan yang ada,serta menjamin adanya pegawai dalam jumlah dan kualitas yang diperlukan terutama dalamrangka pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan ini maka langkah-langkah yang telahdilakukan Pemerintah adalah:
Apsratur Negara Dalam Pelita I
1. Perbaikan penghasilan Pegawai Negai Sipil;
2. Perbaikan pengurusan dan penghasilan pensiunan;3. Penyempumaan di bidang fcxmasi dan stniktur pegawai, serta penyelesaian kepangkatan;4. Perbaikan Tata UsahaKepegawaian;
5. Penyempumaan Peraturan Perundang-undangan tentang Kepegawaian;6. Pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kemampuan Pegawai;
7. Berbagai penelitian di bidang kepegawaian sepeiti soal pengadaan formasi dan lainsebagainya.
Sebelum melakukan langkah-langkah tersebut di atas maka, untuk menanggulangi kesulitan-kesulitan di bidang kepegawaian yang diwariskan Pemerintah Orde Lama, pada akhir tahun1966 telah diusahakan inventarisasi keadaan kepegawaian di tingkat Pusat sampai tingkat
Daerah. Dengan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor llAJ/IN/1967 tanggal 16Febiiari 1967 telah diambil langkah-langkah pendayagunaan Pegawai Negeri. Dalam
hubungan ini telah dilakukan penyusunan Daftar Susunan Pegawai dan Peralatan (DSPP)dari Departemen-departemen dan Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen yangdimaksudkan supaya terdapat gambaran tentang kelebihan atau kekurangan pegawai pada
Badan-badan Pemerintah yang semuanya telah mengalami reorganisasi dan restrukturisasi.
Untuk pendayagunaan dengan pelimpahan/realokasi pegawai telah diterbitkan KeputusanMenteri Tenaga Kerja tentang Pembentukan Tim Realokasi Pegawai Negeri.
Dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan diperlukan penyebaran kepegawaian
yang lebih tepat, baik mengenai jumlahnya maupun keahliaimya. Untuk itu, maka dalam
Tahun Anggaran 1973/1974 telah dilaksanakan pendaftaran ulang Pegawai Negeri Sipil
secara lebih teliti dan menyeluruh. Dengan demikian tersedianya data kepegawaian yang
lengk^ dan dapat dipercaya merupakan persyaratan mutlak bagi perencanaan pengadaan
dan pembinaan kepegawaian yang mantap.
1. Perbaikan penghasilan pegawai.
Kebijaksanaan di bidang gaji pegawai diusahakan secaia bertahap supaya penghasilan
pegawai lebih sesuai dengan kebutuhan hidup. Kemudian diusahakan pula adanya suatu
sistem penggajian yang berorientasi pada prestasi dan produktivitas kerja.
Selama PELITA I, usaha-usaha telah dilakukan untuk memperbaiki penghasilan
pegawai dalam batas-batas kemampuan keuangan negara, yaitu:
a. Penambahan gaji bulan ke-13 dan ke-14 untuk tahun 1969;
b. Mulai tanggal 1 April 1970diberikan tunjangan kerja sebesar 50 % dari penghasilan;
c. Mulai tanggal 1 April 1971 tunjangan keijadinaikkanmenjadi 100% dari penghasilan;
d. Mulai 1 April 1972 diberikan tambahan tunjangan keija sebesar 100 % dari gaji
pokok sebulan;
e. Mulai 1 April 1973 diberikan tambahan tunjangan keija sebesar 100 % dari gaji
pokok sebulan.
— Aparatur Negara Dalam Pelita /
Sdlain itu, bersamaan dengan peningkatan disiplin kerja dan perpanjangan jam kerjadalam lingkungan kepegawaian Dep. Keuangan, maka sejak 1 April 1970 telahdiberikan perangsang khusus kepada pegawai Departemen tersebut.
Dalam rangka pelaksanaan sistem prestasi kerja. sejak April 1974 secara bertah^
ditetapkan pemberian tunjangan keija khusus kepada para guru, peUigas para medis.
peneliti, hakim dan panitera.
2. Perbaikan penghasilan dan pengurusan pensiun.
Upaya untuk memperbaiki penghasilan para pensiunan sebenamya telah dilakukan
sejak November 1966. Jadi sebelum PELITAI dicanangkan dan Kabinet Pembangunan
I dengan dibentuknya MENPAN. Langkah pertama yang dilakukan waktu itu ialah
menghilangkan perbedaan-perbedaan penghasilan yang diterima para pensiunan dengan
cara sebagai berikuu
a. Pensiun pokok yang ditetapkan atas dasar gaji menurut peraturan gaji yang berlaku
mulai 1 Januari 1961, dinaikkan sehingga jumlah pensiun pokoknya yang bam
menjadi ISO % dari pensiun pokok semula;
b. Pensiun pokok yang ditetapkan atas dasar gaji menumt peraturan gaji yang berlaku
antara 1 Januari 1959 dan 1 Januari 1961, dinaikkan sehingga jumlah pensiun
pokoknya yang bam menjadi 225 % dari pensiun pokok lama;
c. Pensiun pokok yang ditetapkan atas dasar gaji menumt peraturan gaji yang berlaku
antara 1 Mei 1952 dan 1 Januari 1959 dinaikkan sehingga jumlah pensiun pokoknya
yang bam menjadi 375 % dari pensiun pokok lama;
d. Pensiun pokok yang ditetapkan atas dasar gaji menumt peraturan gaji yang berlaku
sebelum 1 Mei 1952 dinaikkan sehingga jumlah pensiun pokoknya yang bam
menjadi 535 % dari pensiun pokok lama.
Setelah PELITAI dicanangkan dan KabinetPembangunan I dibentuk, maka dikeluaikan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/
Duda Pegawai dengan tujuan untuk memberikan kepastian tentang pemberian pensiun
pegawai dan p^siun janda/duda sebagai jaminan hari tua dan penghargaan atas jasa-
jasa mereka kepada Pemerintah.
Upaya menghilangkan peibedaan penghasilan pensiun dilakukan lagi padabulan April1974 dengan mengadakan penyesuaian/penetapan kembali pokok pensiun/tunjanganyang didasaikan atas peraturan-peraturan yang berlaku sebelum Januari 1968, sehinggadengan demikian tidak akan ada lagi perbedaan penghasilan antara para mantanPegawai Negeri.
Aparatur Negara Dalam Pelita I
Demildan juga pengunisan pensiun, sejak Januan 1971, telah jauh dipermudah dengandiberikannya wewenang kepada Departemen/LPND untuk menerbitkan KeputusanPensiun bag! pegawainya yang dipensiunkan, sehingga yang bersangkutan tidak perlulagi berurusan dengan Biro Pensiun dan Tunjangan di Bandung.
3. Penyempumaan formasi dan siruktur pegawai.
Sejak PELITA I, Pemerintah telah berusaha menyempumakan penyusunan formasi,komposisi dan struktur kepegawaian dengan tujuan agar setiap unit organisasi Pemerintahmempunyai jumlah dan kualitas pegawai yang cukup, sesuai dengan jenis, sifat danbeban kerja yang dipikulkan kepada setiap satuan organisasi.
Langkah-langkah yang diambil tentang komposisi dan pengadaan kepegawaian padatahun 1971/1972 dan 1973/1974 telah menunjukkan adanya perubahan kenaikanpersentase padaGoIongan n, HI dan IV, sedangkan Golongan I menurun. Kecenderunganini menggambarkan perkembangan yang lebih baik.
Berdasarkan hasil peneliuan yang ada, kekurangan tenaga yang sangat diperlukanadalah di bidang pendidikan.
Dalam hubungan ini maka, untuk mengaiasi kekurangan tenaga guru di tingkat SD,dalam Tahun Anggaran 1973/1974, Pemerintah telah menambah guru SD sebanyak57.740 orang.
4. Penyelesaian kepangkatan.
Sejak 1 April 1972 telah diusahakan penyelesaian kenaikan pangkat Pegawai NegeriSipil agar dapat lerlaksana tepat pada waktunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil yang telah mengalami kenaikan pangkatsejak 1 April 1972 sampai dengan 31 Maret 1974 berjumlah 178.588 orang.
5. Tata usaha kepegawaian dan penyempumaan peraturan perundangan.
Dalam rangka pengumpulan data tentang penyempumaan tata usaha kepegawaian,matradaiflm Angg;^^|^|^^^|^^^^g^m^^^^^Pendaftarankepegawaian yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya, tap! juga akan digunakan sebagai
landasan pembinaan tata usaha kepegawaian yang tertib dan teratur.
6. Pendidikan dan latihan peningkatan kemampuan kepegawaian.
Agar Aparatur Pemerintah diisi oleh tenaga-lenaga ahli dan mampu menjalankan tugas
sebaik-baiknya di bidang masing-masing, maka perencanaan dan pelaksanaan pro-
Aparatur Negara Dalam Pelita I
gram-program pendidikan dan latihan — baik yang bersifat pre-service maupun in-
service untukpegawai—merupakanusaha-usahayangsangatpenting. Agarpelaksanaan
pendidikan dan latihan Pegawai Negeri Sipil dapat lebih teratur dan terar^. maka telah
ditegaskan tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan. Tugas dan
tanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan Pegawai Negeri Sipil diberikan
kepada Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Di antara program-program pendidikan dan latihan Pegawai Negeri tersebut yang
terutama adalah program pendidikan dan latihan pegawai senicH- pada Sekolah Staf dan
Pimpinan Administrasi (SESPA). Tujuannya ialah unmk meningkatkan kemampuan
para pejabat senior sebagai tenaga-tenaga pimpinan dan staf yang potensial dalam
pemerintahan.
Selama PELITA I, pendidikan dan latihan yang diselenggarakan LAN adalah sebanyak
6 Angkatan SESPA, masing-masing diikuti 40 orang peserta. Di samping itu juga
beberapa Departemen telah menyelenggarakan SESPA bagi para pegawai masing-
masing.
7. Usaha penelitian bidang kepegawaian.
Padatahun 1973 telah dilakukan berbagai penelitian di bidang Administrasi Pemerintah,
terutama di bidang Kepegawaian, antara lain penelitian-penelitian tentang formasi, gaji,
pengadaan, pembinaan dan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut berhasil dirumuskan berbagai rekomendasi
yang merupakan bahan-bahan penting untuk upaya penyempumaan AdministrasiPemerintah.
8. Usaha pembinaan lainnya.
Aparatur yang bersih dan b^wibawa merupakan alat dan sarana yang penting dalamproses pembangunan. Untuk mewujudkan hal itu maka dikembangkan berbagaikebijaksanaan dan upaya untuk meningkatkan jiwa karsa, etik kepegawaian dan Iain-lain yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas keija.
Langkah-langkah yang telah dilaksanakan adalah:
1. Masing-masing Menteri dan Pimpinan LPND mengadakan penilaian ataskemampuan, kecakapan dan hasil karya para pejabat di lingkungan masing-masing.Hasil penilaian dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukanlangkah-langkah penertiban lebih lanjut.
2. Tiap Pejabat Negara/Pegawai Negeri diwajibkan untuk mengisi Daflar KekayaanPribadi yang pelaksanaannya ditetapkan pada setiap bulan Agustus.
Apsratur Nsgara Dalam Pelita I
3. Tiap-tiap Pejabat Negara/Pegawai Negeri diwajibkan untuk menyampaikan Ij^ran
tentang pembayaran pajak-pajak pribadi.
4. Dalam usaha untuk membina dan menjamin adanya pegawai-pegawai yang
berkemampuan tinggi, bersih, berwibawa setia kepada Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, Pemeiintah dan Negara, maka dibentuk Korps Pegawai Negeri
Republik Indonesia (KORPRI) dengan KEPPRES Nomor 82 Tahun 1971. KORPRI
adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina selunih Pegawai
Republik Indonesia di luar kedinasan.
5. Dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan kesederhanaan hidup telah
ditetapkan larangan judi bagi Pegawai Negeri dengan INPRES Nomor 13 Tahun
1973, serta beibagai pembatasan kegiatan Pegawai Negeri dengan KEPPRES
Nomor 10 Tahun 1974. Demikian telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 1974 tentang pembatasan kegiatan Pegawai Neg^ dalam usaha
swasta.
C. Bidang Tata Laksana.
Penertiban dan penyempumaan bidang ketatalaksanaan yang telah dilakukan mencakupruang lingkup yang cukup luas seperti yang dapat dilihat berikut ini.
1. Program Penyempumaan Administrasi Proseduial yang bersifat Makro meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dikeluarkannya serangkaian perubahan peraturan mengenai pelaksanaan dcspor,impor dan lalu lintas devisa yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
16 Tahun 1970 yang menghasilkan komposisi impor yang lebih sehatPenyederhanaan sistem dan administrasi penukaran dan nilai valuta asing denganKeputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Nomor294/MK/1/12/1970 dan Nomor 321/Kbg/XII/ 1970 tanggal 10 Desember 1970 berapapenyempumaan administrasi devisa, khususnya mengenai pemhahan kurs devisakredit sehingga sama nilainya dengan kurs devisa umum.
b. Dalam rangkaian perbaikan sistem perdagangan luar negeri yang menyeluruh ini,kecuali perbaikan-perbaikan dalam kebijaksanaan yang bersifat merangsang Handikaitkan secara konsisten dengan kebijaksanaan terhadap berbagai sektorpembangunan lainnya, telah pula disusun penyempumaan institusional dan prosedur-prosedur pelaksanaan yang perlu ditempuh dalam melakukan ekspor dan importersebut.
28Aparatur Negara Dalam Pelita I
c. Dengan KEPPRES Nomor 61 Tahun 1971 lelah dibentuk Tim Penertiban Pelabuhan
Tanjung Priok yang bersifat interdepartemental untuk memecahkan berbagai masalah
pelabuhan yang telah mengatasi berbagai hambatan.
Dengan KEPPRES Nomor 2 Tahun 1972, Uigas Tim tersebut kemudian diperluas
dengan penertiban terhadap pelabuhan-pelabuhan Belawan, Palembang, Semarang,
Tanjung Perak/Surabaya, Ujung Pandang, Bitung dan pelabuhan-pelabuhan penting
lainnya yang dianggap perlu.
d. Sektor lain yang memperoleh perhatian dalam penyempumaan administrasi adalah
dalam bidang program Keluarga Berencana yang meliputi kegiatan dari berbagai
badan dan lembagaPemerintah, bahkan dari swasta pula. Koordinasi penyelenggaraan
serta keserasian kebijaksanaan dilakukan melalui Badan Koordinasi Keluarga
Berencana (BKKBN) yang dibentuk dengan KEPPRES Nomor 8 Tahun 1970.
e. Di samping penyempumaan administrasi yang bersifat tata hubungan kerjainstiuisional maupun prosedural, dilakukan Juga penyempumaan-penyempumaan
penyelenggaraan intensifikasi pertanian dengan program Bimbingan Masyarakat(BIMAS) yang diatur dengan KEPPRES Nomor 95 Tahun 1969 yang mengarahkanpenyerasian kemampuan dan inisiatif berorganisasi parapetani, penyuluh pertanian,penyaluran dan penyediaan berbagai bahan seperti pupuk, pestisida, penyediaan danadministrasi kredit melalui Badan Usaha Unit Desa (BUUD) dan Kopeiasi Unit
Desa (KUD) sebagai wadah organisasi ekonomi petani guna menampung berbagaikegiatan, antara lain dalam rangka program BIMAS.
f. Pengaruh dari program ini, bukan saja meningkatkan produksi pertanian ataupuncara-cara bertani yang lebih maju, tapi juga mempakan suatu kemajuan dalam tatapenyelenggaraan pertanian padi seperti, misalnya, sistem perbankan yang berhasilmenggantikan praktek-praktek ijon, dan cara membuat kalkulasi yang lebih tepat.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan para petani produsen padi, dan memeliharatingkat harga yang layak maka, dengan INPRES Nomor 5 Tahun 1973, telahdigariskan kebijaksanaan dan tatacarapenyelenggaraan pembelian beras. Kemudian,dengan INPRES Nomor 1 Tahun 1974 digariskan pula tata cara pembelian olehberbagai badan seperti Badan Urusan Logistik (BULOG), BUUD/KUD, perusahaanpenggilingan non-BUUD/KUD, prosedur pembiayaan pembelian, angkutan antardaerah dan antar pulau, serta penugasan kepada pejabat-pejabat Daerah.
2. Program Penyempumaan Administrasi Prosedural yang bersifat Mikro meliputi hal-halsebagai benkuU
a. Modemisasi Administrasi Pemerintah melalui penggunaankomputer,padabeber^aunit keija atau organisasi Pemerintah, lelah mulai dirasakan.
29
Aparatur Negara Dalam Pelita I
Untuk menanggapi masalah ini secsrabaikdan terarah,dengan Keputusan MENPANNomor 11 Tahun 1969 telah dibentuk Badan Kooidinasi Otomatisasi AdministrasiNegara (B AKOTAN) dalam rangka melakukan kegiatan survai tentang penggunaankomputer, serta kemungkinan penggunaannya bagi Aparatur Pemerintah di masamendatang.
b. Mengenai penyerasian dan pengarahan survai dilaksanakan oleh Sektor N, yaittiSektor Penelitian dan Pengembangan yang dibentuk dengan KEPPRES Nomor 18Tahun 1969.
Pada umumnya, kegiatan survai dilakukan oleh Departemen yang bersangkutansesuai bidang tugasnya seperti, penelitian-penelitian dasar/iriset dilakukan olehLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penelitian khusus mengenai sumberdaya alam dan pemetaan nasional diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Surveydan Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL).
c. Dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintah, maka kegiatan di bidangpeny iapan produk-produk legislatif, yaitu undang-undang dan Peratuian Pemerintah,telah dikeluarkanlNPRES Nomor ISTahun 1970 tentang Tata CaraMempersiapkan
Rancangan Peraturan-peraturan Pemerintah. Tujuannya ialah untuk meningkatkankoordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar-Departemen dan LPND, sehingga dapatmemperlancar proses pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan pengaturan.
d. Di bidang kearsipan diusahakan adanya keseragaman dalam sistem dan prosedurkearsipan yang berlaku pada semua Badan pemerintah. Suatu manual kearsipantelah disusun dan kemudian digunakan sebagai peUinjuk dalam pelaksanaan
pengurusan kearsipan, terutama bagi pengelolaan kearsipan yang dinamis.
Mengingat bahwa setiap arsip merupakan pusat ingatan dan sumber informasi bagisesuatu organisasi, maka bidang kearsipan ini mendapatkan perhatian dalampenyempumaan dan perbaikan. Dalam rangka peningkatan dan pendayagunaan
arsip sebagai sumber data dan informasi dalam Administrasi Negara ditet£^kanUndang-undangNom(Mr7Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuanPokok Kearsipan,
dan KEPPRES Nomor 26 Tahun 1974 tentang Struktur dan Organisasi Arsip
Nasional.
Sejak tahun 1971, Arsip Nasional bersama Lembaga Administrasi Negara (LAN)
telah mengadakan rangkaian usaha penelitian dan lokakarya. Di samping itu, juga
telah dapat menyelesaikan penyusunan buku kearsipan.
Dalam pada itu, untuk menyelamatkan arsip statis dan bahan-l^an bukd sejarah
perjuangan bangsa, maka sejak PELITA I telah dibangun suatu Depot Arsip di
Jakarta, di atas tanah seluas l.SCX) M2 untuk menampung dan melengkapi bahan-
30 Aparatur Negara Dalam PeUta I
bahan sejarah yang tN^impan di negara-negara lain dengan cara mendapatkan copymaupun micicfilmnya. Demikian pula telah diadakan prakarsa untuk mengumpulkan
rekaman bahan-bahan karangan mengenai wawancara para pejuang negara dan
pmimpin rakyat
3. Program Penyempumaan Administrasi Peralatan dan Perbekalan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Penertiban p^gawasan barang-barang milik negara telah ditingkatkan dragan
adanya ketentuan bahwa semua penjualan dan/atau pemindahtanganan barang-
iKtrang yang dimiliki/dikuasai negara hams dilaksanakan berdasarkan Poaturan
Lelang Negara seperti yang dituangkan dalam INPRES Nomor 7 Tahun 1969.
Dengan adanya langkah penertiban ini maka d^at dicegah ketidakseragaman
prosedur penjualan dan/atau pemindahtanganan barang-barang milik negara
yang menimbulkan kemgian besar bagi negara.
b. Dengan INPRES Nomor 3 Tahun 1971 telah diinstruksikan kepada semua
DeiKirtemen dan LPND untuk mengadakan inventarisasi barang-barang milik
negara/kekayaan negara yang berasal/dibeli dengan dana yang bersumber untuk
seluruhnya ataupun dana di luar Anggaran Belanja Negara. Dengan adanya
INPRES ini, maka usaha-usaha yang menuju pada kesempumaan pengurusan
dan pengawasan tata usaha keuangan dan perlengkapan negara dapat terlaksana
dengan tertib dan sempuma.
4. Program Perbaikan Administrasi dan Pengawasan Keuangan/Anggaran meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Salah satu sektOT yang mendapatkan perbaikan cukup fundamental adalah
bidang administrasi perdagangan luar negeri (ekspor dan impor) dan di bidang
administrasi lalu lintas devisa. Serangkaian peraturan yang ditet^kan pada
tanggal 28 Juli 1967, 17 April 1970 dan 10 Desember 1970 mempakan
penyempumaan administratif, dalam bentuk pengurangan penyelenggaraan/pengumsan secara langsung, menghilangkan monopoli, mengurangi matarantai
institusional yang berlebihan dan menetapkan berfoagai kebijaksanaan yang
merangsang kegiatan perdagangan dengan menggunakan mekanisme pasar
sebagai alat pengarah kegiatan.
b. Untuk pengerahan penerimaan negara, maka Pemerintah telah melakukanbeibagai perbaikan dalam sistem perpajakan maupun perbaikan aparatur,intensifikasi penerimaan negara di bidang perpajakan (termasuk bea cukai), danpenertiban-penertiban di bidang penmmaan non pajak.
Aparatijr Negara Ddam Pslita I —
Peningkatan penerimaan negara diusahakan dengan suatu kebijaksanaan untukmemperluas wajib pajak tanpa melepaskan asas keadilan dan kewajaran, sertatetap berorientasi untuk tidak mengurangi hasrat serta kegairahan benisaha yangsangatdiperlukanbagikelengkapanpembangunan. Dengan tatacarapemungutan
pajak melalui Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang(MPO) berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 serta PeraturanPemerintah Nomor 11 Tahun 1967 maka usaha ekstensifikasi dan intensifikasi
wajib pajak telah memberikan basil yang baik.
c. Kecuali perbaikan tata cara penyelenggaraan perpajakan, juga dlsempumakanorganisasi dan administrasi perpajakan yang dilakukan dengan KEPPRESNomor 2 Tahun 1971 tentang Perubahan dan/atau Penambahan Struktur
Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada Dep. Keuangan. Demikian puladilakukan di bidang Bea Cukai.
Kecuali itu, suatu sistem administrasi tarifl)aru dinyatakan berlaku sejak akhirtahun 1972, yaitu sistem klasifikasi Brussel (Brussel Tariff Nomenclature).
d. Diadakan berbagai perbaikan yang substansial dalam administrasi pembiayaanpembangunan dan pengawasan keuangan negara, antara lain penyediaan anggaranpembangunan termasuk penyaluran anggaran pembangunan melalui sektorperbankan ditingkatkan ke arah orientasi pada program.
Sejak Tahun Anggaran 1969/1970klasirikasi penyediaan anggaran pembangunan
tidak lagi dilakukan secara Departemental melainkan secara fungsional, yaitu
menurut program yang akan dilakukan. Penentuan program ini disesuaikan puladengan sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas dalam PELITA. Penyediaan biaya
yang berorientasi pada program dirinci dalam biaya-biaya sesuatu pioyek yang
menjadi bagian dari suatu program tertentu.
e. Penyediaan biaya untuk suatu nroyek perlu dilakukan atas dasar suatu rencana
keija yangjelas dalam bentuk Daftar Usulan Proyek (DUP),kemudian dituangkan
dalam bentuk Daftar Isian Proyek (DIP) setelah mendapat po^tujuan bersama
dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan Dep.
Keuangan. Tata cara kerja dalam pemrosesannya, jadwal waktu keija, bentuk
program proyek (DIP) telah mengalami penyempumaan secara terus-menerus.
Mengenai pedoman pelaksanaan anggaran belanja negara telah diadakan
penyempumaan secara terus-menems dengan KEPPRES Nomor 132 Tahun
1968 yang diganti dengan KEPPRES Nomor 33 Tahun 1969, kemudian
disempumakan dengan KEPPRES Nomor 24 Tahun 1970, seterusnya dengan
KEPPRES Nomor 14 Tahun 1971, dan kemudian lagi dengan KEPPRES Nomor
28 Tahun 1972.
Aparatur Negara Dalam Pelita I
f. Hasil-hasil yang telah dicapai di bidang pengawasan keuangan negara, selain
meletakkan landasan hukum, juga menyempumakan tata cara penggunaan
keuangan negara dan meningkatkan kegiatan badan/lembaga pengawasan yang
bersangkutan. Dalam hubungan ini, maka penempatan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sesuai Undang-undang Nomor S Tahun 1973 dan peningkatan
fungsi Direktorat Jendeial Pengawasan Keuangan Negara, Dep. Keuangan.
denganKEPPRES Nomor 70 Tahun 1972Jo. Nomor 12Tahun 1972,merupakan
usaha-usaha penyempumaan tersebuL
g. Kecuali itu, cara keija atas dasar standardisasi pekerjaan maupun barang
merupakan alat-alat pengawasan pendahuluan. Sementara itu berbagai prosedur
mengenai tender, tata cara pengelolaan perlengkapan dan lain sebagainya, perlu
disempumakan.
D. Bidang Penertiban dan Pengawasan.
1. Dalam rangka menyempumakan tata cara pengawasan agar diperoleh basil yang lebih
efektif, maka telah diusahakan pemanfaatan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sesuai dengan tugas yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar 194S. Untuk itu,
pelaksanaan pengawasan bagi masing-masing Departemen secara fiingsitmal ditugaskan
pada Inspektorat Jenderal. Dengan demikian diharapkan akan dapat memperkecil
adanya penyimpangan-penyimpangan yang merupakan pemborosan.
2. Dalam mengusahakan standardisasi pelaksanaan pekerjaan dan penerapan sistem
perencanaan yang lebih akurat maka telah diciptakan sistem Daftar Usulan Proyek
(DUP) dan Daftar Isian Proyek (DIP), serta standardisasi pekeijaan maupun bidang-
bidang. Hal itu merupakan sarana umum mempermudah pelaksanaan pengawasan,
karena dengan adanya sistem tersebut, maka seluruh ukurannya menjadi jelas. Demikianpula standardisasi prosedur mengenai tender dan cara pelaksanaannya telah diciptakanpula.
3. Untuk penelitian utang-utang kepada negara telah dibentuk Tim Penertiban KeuanganNegara (PEKUNEG) dengan Ketua Presidium Kabinet R.I. Nomor 90AJ/Kep/1967tanggal 12 April 1967 yang mempunyai tugas untuk menertibkan keuangan negara yangdiutang oleh perusahaan-perusahaan maupun perorangan. Namun, mengingatkebijaksanaan Pemerintah dalam pengamanan dan penertiban keuangan negara telahdapat dituangkan dalam berbagai kepuUisan, di mana pelaksanaan dan koordinasinyadipertanggungjawabkan secara fungsional kepada Menteri dan Pimpinan LPND yangbersangkutan menurut bidangnya masing-masing, maka Tim PEKUNEG dibubarkandengan KEPPRES Nomor 3 Tahun 1973.
Aparatur Negara Daiam Pelita I ^
4. Dalam upaya penanggulangan konipsi yang lebih baik dan lebih efektif, maka padatanggal 31 Januari 1970, dengan KEPPRES Nomor 12 Tahun 1970, dibentuk sebuahkomisi khusus yang disebut "Komisi 4" karena anggotanya terdiii dari empat orang,yaitu Wilopo SH selaku Ketua dengan anggota-anggota IJ. Kasimo, Prof. Ir. Johannesdan Anwar Tjokroaminoto. Keempat orang tersebut merupakan warga negara yangmempunyai integritas tinggi dan menjabat anggota Dewan Pertimbangan Agung.Dengan KEPPRES Nomor 13 Tahun 1970, Presiden juga mengangkat Mantan WakilPresiden pertama Drs. Mohamad Hatta sebagai Penasehat Presiden dan PenasehatKomisi.
Dalam lapwan hasil kerjanya kepada Presiden tanggal 30 Juni 1970, Komisi 4berpendapat bahwa ada tiga indikasi penyebab meluasnya konipsi, yaitu:
a. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi;
b. Penyalahgunaan kedudukan dan kesempatan;
c. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
SelanjumyaKomisi 4 menyarankan agar, di samping meningkatkan kesig^ian penuntutan
hukum selaku tindakan represif, juga diambil langkah-langkah preventif.
Di samping itu telah berhasil'pula disahkan Undang-Undang Nomw 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Tind^ik Pidana Konipsi.
5. Di bidang kepegawaian dibentuk Tim Screening yang didasarkan atas Keputusan
PANGKOPKAMTIB Nomor 0028/1968 Jo. Nomor 10 Tahun 1969. Tugas Tim
Screening adalah melakukan penertiban/pembersihan/pengawasan terhad^ unsur-
unsur G-30-S/PKI.
Di samping itu, telah pula berhasil dibentuk berbagai peranan yang menyangkut
pembinaan kepegawaian, yaitu antara lain:
a. KEPPRES Nomw 52 Tahun 1970 tentang Pendaftaran Kekayaan Pribadi Pejabat
Negara/Pegawai Negeri/ABRI, sebagai suatu langkah upaya untuk membina sifat-
sifat utama, yaitu ketertiban, kejujuran dan kebersihan bagi PejabatNegara/Pegawai
Negeri/ABRI, dan dalam rangka meningkatkan usaha-usaha penegakan disiplin dan
peningkatan pemberantasan konipsi.
b. KEPPRES Nomor 52 Tahun 1971 tentang Laporan para Pejabat Negara/ Pegawai
Negeri/ABRI mengenai kewajiban membayar pajak-pajak pribadi (LP2) sebagai
langkah upaya untuk lebih menegaskan akan pentingnya mem^uhi kewajibanmembayar pajak-pajak pribadi.
^ AparaUtr Negara Dsdam Pelita I
c. Peratiiran Pemerintah Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan PegawaiNegeri dalam Usaha Swasta sebagai upaya untuk lebih meningkatkan daya gunaPegawai Negeri dalam menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan maupun
tugas-tugas pembangunan.
d. KEPPRES Nomor 10 Tahun 1974 tentang Beben^a Pembatasan Kegiatan Pegawai
Negeri dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara dan Kesederhanaan Hidup
sebagai upaya untuk memberikan aiah agar segalakemampuan dalam pembangunan
dapat digunakan dengan lebih efektif dan efisien, dan bahwa pengeluaran serta
penggunaan uang negara oleh setiap unsur Aparatur Negara hams didasarkan atas
kepentingan dan tujuan yang tepat.
Aparatur Negara Dalam Pelita I ^
M ajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang menyelenggarakan Sidang Umum daritanggal 12 sampai dengan tanggal 24 Maret 1973 ini, merupakan MPR hasil PemilihanUmum 3 Juli 1971, pemilihan umum pertama pada masa Orde Bam. Karena mempakan hasilpemilihan umum, maka atribut "Sementaia** dihapus dari Lembaga Tertinggi Negaia ini.Sidang Umum tersebut mraghasilkan 11 buah Ketetapan MPR, di antaranya, Ketetapan MPRNomor IX/MPR/1973 mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPR sesuai dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
menjalankan tugasnya selaku Mandataris MPR, Presiden Soeharto didampingi oleh Sri SultanHamengkubuwono IX selaku Wakil Presiden Republik Indonesia, yang diangkat denganKetetapan MPR Nomor XI/MPR/1973.
Sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dalam Rapat Paripuma ke-1 tanggal 12 Maiet 1973,
Presiden Soeharto memberikan pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang diembankan
kepadanya selaku Presiden/Mandataris MPR dalam Ketetapan MPRS Nomor XLIV/MPRS/
1968padaSidangUmum MPRS tanggal21 sampai dengan 27 Maret 1968. Pertanggungjawaban
itu kemudian, dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1973, diterima baik oleh MPR hasil
Pemilu pertama sejak Orde Bam dalam RafKtt Paripuma ke-1 tanggal 12 Maret 1973 itu tadi.
Sejak itulah maka pertanggungjawaban Presiden selaku Mandataris MPR dilaksanakan secara
konsisten.
Di samping itu, dengan Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1973, Lembaga Tertinggi Negara ini
juga memberikan tugas dan mandat kepada Presiden Soeharto untuk, dalam waktu 5 (lima)
tahun REPELITAII yang dimulai Tahun Anggaran 1974/1975 sampai dengan Tahun Anggaran
1978/1979, melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melanjutkanpelaksanaan Pembangunan LimaTahundan menyusun sertamelaksanakan
Rencana Pembangunan Lima Tahun n dalam rangka Garis-garis Besar Hainan Negara;
2. Tems menertibkan dan mendayagunakan Aparatur Negara di segala bidang dan
tingkatan;
3. Menata dan membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan Demokrasi Pancasila;
4. Melaksanakan poliUk LuarNegeri yang bebas aktif dengan orientasi pada kepentingan
Nasional.
Soal penertiban dan pendayagunaan Aparatur Negara, seperti yang diamanatkan pada ketentuanno. 2 di atas, dijabarkan lebih lanjut dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentangGaris-garis Besar Hainan Negara (GBHN) sebagai berikut:
Aparatur Negara Dalam Pelita II 39
1. Pembinaan Aparatur Pemerintah diarahkan agar mampu melaksanakan tugas-tugasumum Pemerintah maupun untuk menggerakkan dan memperlancar pelaksanaanpembangunan. Untuk itu, usaha-usaha penertiban dan penyempurnaan aparatur, yangmeliputi balk stiuktur, prosedur keija, personalia maupun sarana dan Casilitas kajap«lu dilakukan terus-menerus, sehingga keseluruhan Aparatur Pemerintah baik ditingkat Pusat maupun Daerah, benar-benar merupakan alat yang berwibawa, kuatefektif, efisien dan bersih, penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Negaradan Pemerintahserta diisi oleh tenaga-tenaga yang ahli, mampu menjalankan tugas di bidang masing-masing dan hanya mengabdikan diri kepada kq)entingan Negara dan Ral^at
2. Dalamrangkamelancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebardiseluruhpelosr^Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan Bangsa, maka hubunganyang serasi antara Pem^ntah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Negara Kesatuan,diarahkan pada pelaksanaan Oumomi Da^ah yang nyata dan bertanggungjawab yangriflpat menjamin perkembangan dan pembangunan Daerah, dan dilaksanakan bersama-
sama dengan dekonsentrasi. Hal-hal mengenai Otonomi Daerah termasuk pemilihandan pengangkatan Gubemur/Kepala Daerah diatur dengan Undang-Undang.
3. Meningkatkan secara bertahap kemampuan Aparatur Daerah, toutama AparaturPemerintah Desa, dengan fasilitas dan sarana.
Untuk menunjang pelaksanaan penertiban dan penyempurnaan Aparatur Negara tersebut di
atas maka, dalam Kabinet Pembangunan II dengan masa keija 1 April 1974 sampai dengan 31
Maiet 1979, sesuai dengan KEPPRES Nomor 9 Tahun 1973, sebutan "MENPAN" menjadi
singkatan dari MENTERI NEGARA PENERTIBAN APARATUR NEGARA yang dijabat
oleh Dr. J.B. Sumarlin, yang sekaligus menjabat Wakil Ketua BAPPENAS.
Sementara itu, Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata
Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antar-Lembaga Tinggi Negara, telah
menghasiUcan suatu landasan hubungan kerja sama yang serasi antara lembaga-lembaga
tersebut dalam rangka meningkatkan pelaksanaan fiingsinya masing-masing pada tahun
pertama PELITA II. Dalam hubungan ini maka, dalam tahun 1973/1974 telah dilakukan
penyempurnaan organisasi dan personalia lembaga-lembaga negara tersebut, termasuk
sekretariatnya, untuk memungkinkan peningkatan pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Dengan berfungsinya Lembaga Tertinggi Negara (MPR) dan Lembaga-lembaga Tinggi
Negara (Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, Badan Pemoiksa
Keuangan dan Mahkamah Agung) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan
dengan hubungan kerja seperti yang telah dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor Vl/MPR/1973 tersebut di atas, maka keserasian hubungan kerja sama dalam pelaksanaan fungsinyamasing-masing telah lebih terbina. Hubungan keija sama yang serasi antara Pemerintah dan
- Aparatur Negara Dalam Pelita II
DPR dalam PELITA n telah menghasilkan penyelesaian Undang-Undang yang mempunyaiaiti penting dalam kehidupan Demokrasi Pancasila.
A. Kebijaksanaan Penertiban Aparatur Negara.
Kebijaksanaan Penertiban Aparatur Negara (PAN) pada PELITA II masih bersifatmelanjutkan untuk membenahi dan menertibkan bidang kelembagaan, kepegawaian,ketatalaksanaan dan pengawasan.
Di bidang kelembagaan, sampai pada awal PELITA n, masih nampak bahwa struktur
organisasi, penggunaan nomenklatur/titelatur masih ditets^kan menurut selera masing-masing instansi yang bersan^utan. Demikian pula pembagian tugas dan fungsi antara unit
yang satu dengan unit yang lain masih saling tumpang tindih. Misalnya di suatu Instansi
Pemerintah terdapat Sub Bagian yang membawahkan Seksi, sedangkan pada instansi lain
yang membawahkan Seksi adalah Bidang sehingga tidak ada keseragaman penggunaan
nomenklatur antar-Instansi Pemerintah.
Di bidang kepegawaian masing-masing instansi banyak yang tidak mengetahui berapajumlah seluruh pegawainya, baik di Pusat maupun di Daerah. Data menurut berbagaiklasiEkasi pegawai sama sekali tidak d^at dipercaya. Bahkan sering teijadi ada Pegawai
Negeri yang sudah meninggal, masih juga menerima gaji karena tugas dan kedudukannya
digantikan oleh anaknya sehingga sang anak, meskipun masih berusia muda, tapi mempunyai
masa kerja puluhan tahun. Di samping itu, t&rdapat pula Pegawai Negm yang fiktif,
maksudnya ada nama dan gaji, tetapi orangnya tidak ada. Dalam rangka tertib administrasi,
hal-hal semacam itu perlu segera dibenahi. Sehubungan dengan itu, maka pembinaan di
bidang kepegawaian masih perlu terns ditingkatkan dengan melakukan penyempumaan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dan dengan melakukan sensus
pegawai.
Di bidang ketatalaksanaan, langkah-langkah penyempumaan meliputi proses pengambilan
keputusan, koordinasi dan hubungan keija dalam lingkungan Instansi Pemerintah, termasuk
badan-badan ekonomi negara dan lembaga keuangan negara, serta melanjutkan evaluasi
keberadaan dan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di bidang pengawasan masih terdapat berbagai kelemahan jKtda tubuh Aparatur Pemerintah
seperti misalnya pungutan liar, penyalahgunaan wewenang, komeisialisasi jabatan, ktnnpsi,
pemborosan dan Iain-lain penyelewengan yang bukan saja dapat merendahkan martabat
dan kewibawaan Aparatur Pemerintah, tapi juga menghambatpembangunan. Sehubungan
dengan itu maka bidang pengawasan masih perlu ditingkatkan dengan tetap mengusahakan
adanya keluwesan dalam pelaksanaan.
Penyimpangan-penyimpangan itu tadi disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikuU
Aparatur Negara Dalam Pelita II —
1. Belumberftingsinyaaparatpengawasan internfungsionalLembaga-lembagaPemerintahsecara efisien, efektif dan mantap sq)erti aparat Inspektorat Jenderal pada Departemendan aparat-^arat senipa pada Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen sertapada Pemerintah Daerah.
2. Belum berfungsinya secara efisien dan efektif pengawasan operasional (built-in controlapparatur) yang melekat pada pimpinan unit-unit organisasi di Lembaga-lembagaDepartemen, Non-Departemen dan Pemerintahan Daerah sepeiti Sekretariat Jenderal,Direktorat Jenderal, beserta Biro-biro, Direktorat dan unit-unit organisasi lainnya.
Peningkatan pengawasan termasuk pengendalian operasional oleh atasan terhadappelaksanaan tugas oleh bawahannya, pada umumnya masih belum beijalan sebagaimanadiharapkan.
3. Sisiem pelaksanaan tugas/kerjayangberbelit-belit,tidakjelas,birokrasiyangberlebihandan lain sebagainya.
4. Sistem pelaksanaan tugas/keija atau sistem manajemen yang kurang terbuka sehinggatidak memungkinkan berfungsinya kontrol sosial dari dalam organisasi maupun danluar.
5. Sik^ dan tingkah laku dari sementara kelompok masyarakat yangjustru mempertajamke-4 faktor di atas karena didorong oleh kepentingan-kepentingan kelompok ters^ut
(sikap yang menggoda unsur apaiatur dalam melaksanakan tugasnya).
B. Program kegiatan Pendayagunaan Aparatur Negara.
Dalam rangka Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), program kegiatan yang dilaksanakan
Kantor MENPAN pada PELITA II meliputi langkah-langkah penertiban di bidang
kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan dan pengawasan, dengan lincian antara lain
sebagai berikut:
1. Bidang Kelembagaan.
a. Penyusunan pola organisasi Departemen.
Dalam rangka penyeragaman dan penyerasian organisasi Dq)artemen dipandang
perlu mengambil langkah-langkah penertiban dengan menciptakan pola^iedoman
tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen.
^aratur Negara Dalam Pelita II
b. Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri.
Dalam rangka meniinjang pelaksanaan tugas Perwakilan RI di Luar Negeri perludilakukan penataan organisasi dan tata kerjanya.
c. Penyusunan organisasi Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Departemen.
Dalam melaksanakan tugas pokoknya di Daerah, Departemen memerlukan unit
penunjang yang disebut "Unit Pelaksana Teknis" (UPT).
Selama ini UPT yang telah dibentuk oleh masing-masing Departmen sangatb^gam. Dalam rangka penataan organisasi dan tata ketja UPT di lingkungan
Departemen tersebut, maka MENPAN telah mengeluarkan Keputusan Nomor 02/
MENPAN/1977 tanggal 1 Maret 1977 tentang pembentukan Tim yang bertugasuntuk menyusun Pokok-pokok Pedoman Penyusunan Organisasi Unit Pelaksana
Teknis.
d. Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.
Dalam rangka penyempumaan pelaksanaan pemerintahan di Daerah maka disusun
Rancangan Undang-Undang tentang Pokok-pok(± Pemerintahan di Daerah.
2. Bidang Kepegawaian.
Dalam upaya penertiban administrasi kepegawaian dan meningkatkan pembinaan
Pegawai Negeri Sipil maka diambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil;
b. Penyempumaan peraturan pemndang-undangan di bidang kepegawaian;
c. Penyempumaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai;
d. Pengadaan dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian kepangkatan;
e. Perbaikan penghasilan Pegawai Negeri dan Pejabat Negara;
f. Perbaikan penghasilan pensiun;
g. Penyempumaan peraturan perundang-undangan tentang pensiun;
h. Penyempumaan tata usaha kepegawaian;
i. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat serta peningkatan keterampilan
dan produktivitas kerja pegawai.
3. Bidang Ketatalaksanaan.
Sesuai dengan program-program yang digariskan REPELITA, maka langkah-langkahkegiatan dalam menyempumakan Aparatur Pemerintah, khususnya di bidangketatalaksanaan, adalah sebagai berikut:
Aparatur Negara Dalam Pelita II ^
a. Menyempuraakan bidang ketatalaksanaan yang melipud proses pengambilankeputusan. koordinasi dan hubungan kerja dalam badan/lembaga pemerintah,sistem komunikasi, tata kerja, teknik-teknik manajemen serta pengawasan intern.
b. Membina dan menyempumakan badan-badan ekonomi negara dan lembaga-lembagakeuangan dalam rangka pembinaan dunia usaha.
c. Menyempumakan administrasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yangmeliputi perencanaan operasional pembangunan, usaha mobilisasi sumber-sumberpembiayaan, perencanaan dan pelaksanaan program dan proyek, sistem anggarandan pembiayaan pembangunan dan manajemen dalam pelaksanaan rencana tahunan.
d. Meningkatkan pengawasan pembangunan dengan tel£Q) mengusahakan adanyakeluwesan dalam pelaksanaan.
4. Bidang Pengawasan.
Untuk menghindaikan praktek-praktek yang dilakukan sementaraoknum dalam AparaturNegara yang tidak berdasarkan peraturan, dan dalam rangka meningkatkan daya gunadan basil guna Aparatur Pemerintah, maka ditempuh langkah-langkah kegiatan sebagaiberikut:
a. Pelaksanaan Operasi Tertib.
b. Penertiban di bidang sistem pengawasan.
c. Penertiban di bidang operasional.
WCAPA
A. Bidang Kelembagaan.
Di bidang kelembagaan telah dilakukan berbagai upaya penertiban dan penyempumaan
Aparatur Negara yang mempakan kelanjutan dari upaya-upaya yang dilakukan pada
PELITA I. Adapun hasil-hasil upaya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aparatur Pemerintah Tingkat Pusat
Perubahan yang mendasar dan cukup berarti di bidang administrasi dan aparatur tingkat
Pusat dalam tahun 1973/1974 adalah dituangkannya Pokok-pokok Organisasi
Departemen dan Susunan Organisasi Depaitemen, masing-masing dalam KEPPRES
Nomor 44 dan 45 Tahun 1974 sebagai penyempumaan terhadap Keputusan Presidium
^ Aparatur Negara Dalam Pelita II
Kabinet Ampera Nomor 15AJ/Kep/8/1966 dan Nomor 75/U/Kep/l 1/1966.
Penataan kembali satuan-satuan OTganisasi di lingkungan Pemerintah tersebutditujukan
untuk mempertegas nimusan tugas pokok, fungsi, susunan organisasi serta tata k^ja
masing-masing unit berdasarkan asas koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi untuk
kesatuan gerak yang serasi antar unit yang ada, di samping juga mempertegas asas
fungsionalisasi dan asas membagi habis tugas satuan organisasi.
Sebagai tindak lanjut KEPPRES Nomor 44 dan 45 Tahun 1974 tentang Pokdc
Organisasi Departemen dan Susunan Organisasi Departemen, maka untuk tiap-tiap
Departemen telah diterbitkan Keputusan Menteri masing-masing yang menetapkan
rincian organisasi Departemen sampai kepada unit-unit terkecil. Di samping itu, dalam
Keputusan-keputusan Menteri telah diatur pula susunan organisasi dan tata kerja
Kantor Wilayah Departemen masing-masing.
Menteri-menteri yang bersangkutan menetapkan organisasi dan tatakeija Departemennya
setelah mendapat persetujuan tertulis, dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
penertiban dan pendayagunaan Aparatur Negara. Dengan demikian maka jelaslah
pembagian tugas pokok Departemen, termasuk tugas-tugas Kantor Wilayah.
Masalah bidang kelembagaan Departemen yang masih perlu diselesaikan ialah penentuan/
penertiban unit organisasi yang melaksanakan sebagian tugas Departemen. Berhubung
dengan belum lengkapnya data yang tersedia, unit pelaksana Departemen tersebut
belum dapat dicakup dalam Keputusan Menteri yang bersangkutan mengenai fungsi
Departemen sebagai pelaksanaan KEPPRES Nomor 44 dan 45 Tahun 1974.
Dalam usaha penataan kembali Unit Pelaksanaan Teknis di lingkungan Departemen
telah dicoba mengelompokkan berbagai unit yang ada dalam kelompok besar, yaitu unitpelaksana di bidang Pendidikan dan Latihan.Penelitian danPengembangan, Kepaniteraan
Pengadilan, Kesekretariatan Dewan, Panti Asuhan, Kebun Percobaan, dan lain
sebagainya.
Guna penyusunan perumusan unit pelaksana teknis tersebut telah dibentuk suatu Timdengan Keputusan MENPAN Nomor 02/MENPAN/1977 tanggal 1 Maret 1977 yangberhasil menyusun bukii tentang Pokok-pokok Pedoman Penyusunan Organisasi UnitPelaksana Teknis di lingkungan Etepartemen sebagai pelaksanaan lebih lanjut dariKEPPRES Nomor 44 dan 45 Tahun 1974.
Sementara itu, dalam kurun waktu 1973/1974 sampai dengan 1977/1978, KEPPRESNomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen telah mengalamibeberapa kali perubahan, antara lain:
Apsuratur Negara Dalam Pelita II — ^
a. Untuk pemantapan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan,makadenganKEPPRES Nomor 12Tahun 1976telahdilakukanperubahanlampiran5 KEPPRES Nomor 45 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen
Keuangan.
Kemudian, dengan KEPPRES Nomor 11 Tahun 1976 lelah dibentuk Badan UrusanPiutang Negara, di samping Panitia Urusan Piutang Negara yang dibentuk padatahun 1967. Walaupun jumlah piutang yang berhasil ditagih dari tahun ke tahunterns meningkat, namun demikian, dengan pembentukan Badan tersebut, dihaiapkanpelaksanaan pengurusan piutang negara berjalan lebih lancar.
b. Penyempumaan Perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri telahdilakukan dengan dikeluarkannya KEPPRES Nomor 51 Tahun 1976 tentang
Pokok-pokok Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang lebihmenegaskan iagi kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi dan tata kcrjaPerwakilan RI di Luar Negeri. Tujuan penyempumaan organisasi Perwakilan RI
tersebut ialah untuk meningkatkan kemampuan organisasi-organisasi tersebutdalam
melakukan tugasnya, temtama dalam menanggapi dan menyelesaikan berbagai
permasalahan, termasuk permasalahan mengenai hubungan ekonomi antara Indonesia
dengan negara-negara sahabat.
c. Dalam rangka untuk lebih meningkatkan pengarahan koordinasi dan kelancaran
pelaksanaan kegiatan di bidang penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi agar
peranannya dalam pembangunan lebih dapat mcmenuhi kebutuhan masyarakat
ilmiah, maka dengan KEPPRES Nomor 43 Tahun 1976 telah dibentuk Pusat
Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi PUSPITEK di Serpong, dengan Menteri
Negara RISTEK sebagai penanggungjawabnya.
d. Pada tahun 1978/1979, untuk penyesuaian dengan susunan Kabinet Pembangunan
III, maka dengan KEPPRES Nomor 15 Tahun 1978 telah diadakan pembahan
susunan organisasi Departemen Keuangan, Departemen Perdagangan dan Koperasi,
Departemen Pertambangan dan Energi, dan Departemen Tcnaga Kerja dan
Transmigrasi.
e. Juga untuk penyesuaian dengan susunan Kabinet Pembangunan III pula telah
ditetapkan kedudukan, tugas pokok, fungsi, tata kerja dan susunan organisasi
Menteri Koordinator dengan KEPPRES Nomor 12 Tahun 1978, Menteri Negara
dengan KEPPRES Nomor 28 Tahun 1978, dan Menteri Muda dengan KEPPRES
Nomor 13 Tahun 1978.
^ Aparatur Negara Dalam Pelita II
Pengauiran-pengaturan tersebut dimaksudkan untuk lebih meningkatkan koordinasifCiniegrasi dan sinkronisasi anlara semua Menieri dalam Kabinei Pembangunan III, ■ 'baik pada tingkat kebijaksanaan maupun tingkat pelaksanaan.
Di samping penyempumaan organisasi Depaitemen, juga telah dimulai upayapenyempumaan organisasi Lembaga-lembaga Pemerinlah Non-Departemen, yangdimaksudkan anlara lain untuk menentukan secara jelas batas-batas dan kaitanbidang lugas dan langgung jawab masing-masing lembaga, serta untukmenghindarkan adanya penumpukan kewenangan, baik dalam rangka pelaksanaantugas-tugas umum pemerintahan maupun tugas-tugas pembangunan. Dalam upayaini termasuk pula penelilian Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara danDewan-dewan.
Walaupun upaya penyempumaan lembaga-lembaga tersebut bersifat menyeluruhyaitu untuk mencari pola pokok tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunanorganisasi dan tata kerja yang akan digunakan, namun upaya perbaikan terhadaplembaga-lembaga yang sifatnya mendesak juga mendapat perhatian khusus.
%
2. Aparatur Pemerintah Tingkat Daerah.
Upayapenyempumaan administrasi Pemeriniah meliputi pula penyempumaan AparaturPemerintah di Daerah. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, maka telah diletakkan da«ar bagi
pelaksanaan sistem dekonsentrasi, swatantra (medebewind = pembantuan) dan
desentralisasi yang lebih serasi serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam pelaksanaan
pembangunan.
Sebagai tindak lanjutdari Undang-Undang tersebut telah dikeluarkan beberapa peraturan
pelaksanaan seperti tentang organisasi Sekretariat Wilayah/Daerah, termasuk Inspektorat
Daerah, tentang penyempumaan organisasi Badan-badan Pcrcncanaan Pembangunan
Daerah (BAPPEDA) dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan itu telah dibentuk suatu Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
(DPOD) dengan KEPPRES Nomor 23 Tahun 1975 yang bertugas merumuskan
kebijaksanaan agar segala kegiatan yang terjadi di daerah dapat dilaksanakan dengan
lebih baik. Di antarakcbijaksanaan yang telah dirumuskan ialah diadakannyapelarangan
pungutan-pungutan liar di daerah dengan Keputusan Mentcri Dalam Negeri Nomor 61
Tahun 1976 yang bertujuan untuk menciptakan suasana yang lebih menggairahkan bagi
dunia usaha di daerah.
B. Bidang Kepegawaian.
Di bidang kepegawaian telah dilakukan berbagai upaya pcneniban dan penyempumaan
Aparatur Negara Dalam Pelita II 47
Aparatur Negara yang menipakan kelanjutan dan upaya-upaya yang dilakukan padaPELITA I. Hasil upaya-upaya tersebul adalah sebagai berikuU
1. Pendaflaran Ulang Pegawai Negeri Sipil.
Berdasarkan KEPPRES Nomor 27 Tahun 1973, Keputusan MENPAN Nomor 49/MENPAN/1973 Jo. Nomor 50/MENPAN/1973, Keputusan Ketua Pendaftaran UlangPegawaiNegeriSipUNomor01/PP/1973Jo.Nomor03/PP/1973,dikeluarkan Keputusan
Ketua Pendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil Nomor 47/PP/l973 tentang PenunjukanPejabat yang Bertugas Penuh Pada Pengumpulan, Pengolahan, dan Penyusunan KartuPendaftaran Ulang Pegawai Negeri Sipil.
Sebagai hasil kegiatan pendaftaran ulang Pegawai Negeri Sipil dapat diketahui jumlahPegawai Negeri Sipil yang sebenamya dari masing-masing Instansi Pemerintah, baik dilingkungan Sekretariat Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara, Departemen dan LembagaPemerintah Non-Departemen. Sebagai tindak lanjumya untuk pembinaan danpemantauan jumlah Pegawai Negeri, maka untuk tiap-tiap Pegawai Negeri Sipildiberikan Nomor Induk Pegawai (NIP) yang berlaku untuk seumur hidupnya.
2. Penyempumaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Sebelum diundangkannya Undang-Undang tentang Pokok-pokok Kepegawaian,peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian bukan saja banyak jumlahnya,tetapi materinya pun sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan perkembangankeadaan, sehingga sangat menyulitkan bagi para pejabat di bidang kepegawaian dalammelaksanakan tugasnya. Sehubungan dengan itu, maka selama PELITA II peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian diusahakan penyederhanaannya denganketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Adanya Undang-Undang yang mengatur tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yaitudengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 pada tanggal 6November 1974.
b. KetentuanpelaksanaannyayangbcrsifatmengaturdituangkandalambentukPeratuian
Pemerintah yang berjumlah 31 buah.
c. Ketentuan pelaksanaannya yang bersifat operasional dituangkan dalam bentuk
KEPPRES yang berjumlah 21 buah.
d. Petunjuk pelaksanaan teknis dituangkan dalam bentuk Keputusan atau SuratEdaran
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN).
3. Penyempumaan dasar-dasar penyusunan formasi pegawai.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor S Tahun 1976 tentang
45 Aparatur Negara Dalam Pelita 11
Formasi Pegawai Negeri Sipil yang menetapkan dasar-dasar penyusunan formasi bagisatuan-satuan organisasi Negara. Formasi tersebut ditetapkan oleh Menteri Negara
yang bertanggung jawab dalam bidang penertiban dan penyempumaan AparaturNegara (MENPAN) dengan memperhatikan pendapat pimpinan Departemen/LPNDyang bersangkutan dan Kepala BAKN. Tujuan penetapan dasar-dasar penyusunan
formasi tersebutadalah agar masing-masing satuan organisasiNegaradapatmempunyaijumlah dan mutu pegawai yang cukup, sesuai dengan beban kerja yang dipikulkankepadanya.
Sebagai langkah pertama ke arah itu, maka sejak tahun 1976 lelah diadakan inventarisasijabatan dengan maksud agar dapat diketahui jumlah dan jenis jabatan yang ada padaorganisasi Negara. Uniuk memudahkan penyusunan dan pencarian, maka jabatan yangada pada organisasi Negara dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok besar, yaituJabatan Struktural dan Jabatan Non-Struktural. Selain itu, untuk kepentingan
pengembangan lebih lanjut, jabatan-jabatan di bidang penelitian dikelompokkantersendiri.
Upaya-upaya inventarisasi jabatan tersebut masih dilanjutkan karenadiperlukan sebagaidasar/landasan dalam membuat uraian jabatan penggolongan jabatan dan penilaianjabatan selanjumya. Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1976,yang dianut ialah apa yang disebut "formasi" yang ditetapkan pada setiap tahunanggaran, yaitu jumlah Pegawai Negeri Sipil sesuatu Departemen/LPND didasarkanatas anggaran belanja yang tersedia bagi Departemen/LPND yang bersangkutan.
4. Pengadaan dan pengangkatan pegawai, serta penyelesaian kepangkatan.
Untuk pengadaan pegawai telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun1976 yang mengatur syarat-syarat dan tata cara pengadaan pegawai. Untuk menjaminobyektivitas dan keseragaman dalam pelaksanaan pengadaan pegawai maka BAKNdan LAN masing-masing telah mengeluarkan Surat Edaran, yaitu Surat Edaran BAKNNomor 5/SE/1976 tentang Prosedur Pengadaan Pegawai dan SuratEdaran LAN NomorOl/lO/SE/1976 tentang Ujian Penyaringan.
Mengenai kepangkatan, selama PELITA II Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki komposisi kepangkatan agar tidak lerlalu banyak GolonganI dibandingkan dengan Golongan II keatas. Langkah-langkah yang telah diambil ialahdengan kebijaksanaan pengangkatan pegawai bam yang dititikberatkan pada tenaga-tenaga ahli dan tenaga-tenaga kejuruan.
Kecuali itu telah diupayakan pula agar Pegawai Negeri Sipil dapat mempcrolehkenaikan pangkat tepat pada waktunya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun1976 telah dilakukan perbaikan penghasilan pensiun/ tunjangan pcnsiun bckas pcjabainegara (bekas menteri. ketua/wakil ketua/ anggota DPA. BPK dan DPR, Ketua/Wakil
Aparatur Negara Dalam Pelita II
Keuia/Kctua Muda dan Hakim Mahkamah Agung, Ketua dan anggota Badan Pekeija
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).
5. Perbaikan penghasilan Pegawai Negeri dan Pejabat Negara.
Dalam periode 1974-1976Pemerintah telah berusaha memperbaiki penghasilan Pegawai
Negeri Sipil dan Pejabat Negara dalam batas-batas kemampuan keuangan Negara
dengan memberikan tambahan tunjangan kerja, yaitu:
a. Mulai 1 April 1974 diberikan tambahan tunjangan kerja sebesar 400 % dari gaji
pokok sebulan;
b. Sejak 1 Januari 1975 diberikan tambahan tunjangan kerja sebesar 900 % dari gaji
pokok sebulan;
c. Dalam rangka upaya meningkatkan penghasilan dan mendorong gairah kerja maka
peraturan gaji pegawai, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1967 (POPS 1968), disempumakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 1977 yang berlaku sejak 1 April 1977.
6. Perbaikan penghasilan pensiun.
Sejalan dengan pcningkatan penghasilan Pegawai Negeri Sipil, maka Pemerintah
memberikan penambahan penghasilan bagi para pensiunan dengan cara menambah
Uang Bantuan Pensiun (UBP) yaitu, sejak April 1978, UBPbagi pensiunan sebelum 1
Januari 1977 diiambah sebesar300 % sehinggamenjadi 800 % dari penghasilan, dengan
ketentuan penghasilan tercndah adalah Rp. 10.000,-.
I>engan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977, sejak 1 April 1977,
maka penghasilan pensiunan bertambah besar pula karena gaji pokok adalah sebagai
dasar penentuan bcsamya pensiun pokok. Sesuai dengan kemampuan keuangan Negara,
maka Pemerintah telah mengadakan penyesuaian pensiun pokok bagi pensiunan
Pegawai Negeri Sipil yang dipcnsiunkan sebelum Januari 1977 kedalam pensiun pokok
bcrdasarkan peraturan gaji baru .secara bertahap.
7. Penycmpumaan tata usaha kcpegawaian.
Dalam rangka upaya mendapatkan kepegawaian yang lengkap dan dapat dipercayauntuk digunakan sebagai landasan bagi pembinaan dan penyusunan tata usaha
kepegawaian yang tertib dan tcratur, maka dalam tahun 1974 telah diadakan Pendaftaran
Ulang Pegawai Negeri Sipil. Sejak itu, setiap mutasi kepegawaian yang mengakibatkanperubahan data kepegawaian dicatat dengan teliti.
Dengan adanya tata usaha kepegawaian yang tertib, maka data kepegawaian yangdiperlukan dapat ditemukan dalam waktu relatif singkat. Data kepegawaian yang
50Aparatur Negara Datam Pelita II
disusun dengan tertib dan teratur, dan dipelihara secara terus-menerus. menipakan
syarat mutlak dalam pelaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem
karier dan sistem prestasi kerja.
8. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabat, serta peningkatan keterampilan dan
produktivitas kerja pegawai.
Bersamaan dengan penyempumaan di bidang kelembagaan, telah dilakukan pula upaya
peningkatan kemampuan dan keterampilan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur ulama
Aparatur ̂ emerintah melalui berbagai program pendidikan dan latihan (DIKLAT),
baik yang bersifat prajabatan (pre-service) maupun dalam jabatan (in-service). Di
antara program-program DIKLAT Pegawai Negeri tersebut, yang terutama ialah
program DIKLAT administrasi umum tingkat alas yang bersifat reguler bagi para
Pegawai Negeri yang memegang jabatan kunci dalam organisasi Aparatur Pemerintah.
Program DIKLAT tersebut diselenggarakan pada Sekolah Siaf dan Pimpinan
Administrasi (SESPA).
Program DIKLAT pegawai lainnya adalah Program Perencanaan Nasional (PPN) yang
dimaksudkan untuk memberikan pengetahuan dasar dan berbagai teknik yang diperlukan
dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan. Program tersebut, yang
diselenggarakan sejak tahun 1974 sampai akhir tahun 1978, seluruhnya terdiri dari 5
Angkatan dengan jumlah lulusan 271 orang yang terdiri dari para pejabat unit perencanaan,
baikPusat maupun Daerah. Selain daripada itu, selamaPELITA II telah diselenggarakan
berbagai kursus reguler lainnya untuk meningkatkan kemampuan tcknis pegawai dalambidang-bidang tertentu oleh berbagai Departemen/LPND. Dalam hubungan ini perludisebutkan pula penyelenggaraan DIKLAT pegawai di bidang administrasipembangunan, yaitu kursus sistem pengendalian proyek dan kursus pengawasanpembangunan untuk tenaga-tenaga pengawas dari Inspektorat Jenderal pada berbagaiDepartemen.
9. Usaha lain di bidang pembinaan pegawai.
Untuk membina aparatur yang bersih dan bcrwibawa sebagai sarana pcnting dalamproses pembangunan, maka Pemerintah telah menempuh berbagai kebijaksanaan danupaya untuk meningkatkan jiwa karsa, disiplin dan etika kepegawaian yang akan lebihmempertinggi efisiensi dan efeklivitas kerja.
Pejabat dan Pegawai Negeri adalah pelayan masyarakat, bukan sebaliknya masyarakatyang hams melayani mereka. Karena itu, diusahakan agar Pegawai Negeri tidakmelakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat. Dalamrangka meningkatkan pengabdian Pegawai Negeri pada Negara dan masyarakat, makadengan INPRES Nomor 10 Tahun 1978, telah diadakan penataran tcrhadap segcnapPegawai Negeri, termasuk pegawai BUMN, untuk mendalami Pedoman Penghayatan
K1
Aparatur Negara Dalam Pelita II ■ ——————
dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetia Pancakarsa) dan Garis-garis Besar Hainan
Negara (GBHN). Dengan demikian maka setiap pegawai dapat menghayati dan
mengamalkannya dengan iebih baik, serta mampu menyebarluaskannya di lingkungan
masing-masing.
C. Bidang Ketatalaksanaan.
Di bidang ketatalaksanaan telah dilakukan berbagai upaya pen^ban dan penyempumaan
Aparatur Negara yang merupakan kelanjutan dari upaya-upaya yang dilakukan pada
PELITA I. Hasil dari upaya-upaya itu adalah sebagai berikuU
1. Dilakukannya penyempumaan tata hubungan kerja antara berbagai lembaga
penyempumaan administrasi yang bersifat tata hubungan kerja institusional maupun
prosedural secara tems-menems; tata hubungan kerja antara lembaga-lembaga negara
dan antara badan-badan Pemerintah.
Keija sama antara Pemerintah dan DPR telah dapat terns ditingkatkan sesuai d^gan
ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, maka selamaperiode
PELITA II, telah dapat diselesaikan 33 buah Undang-Undang. Dewan Pertimbangan
Agung (DPA)juga telah menyampaikan bahan-bahan pertimbangan mengenai berbagaimasalah penting di bidang kenegaraan kepada Pemerintah untuk dipergunakan bagimenetapkan berbagai kebijaksanaan.
Demikian juga Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai "external auditor" terhadaplembagaeksekutif, telah menjalankan fungsinya sebagaimanaditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam kegiatan pemeriksaan tersebutBPK telah memberipetunjuk-petunjuk mengenai sasaran yang perlu diperiksaoldi unitpengawasan intern Pemerintah.
Penyempumaan tata hubungan keija antara berbagai badan/lembaga Pemerintah yangtelah dilakukan, antara lain, meliputi pelaksanaan program keluarga berencana,peningkatan produksi dan pengadaan pangan, tata penyelenggaraan transmigrasi,administrasi pelabuhan, dan administrasi pembiayaan pembangunan.
Berbagai tata hubungan kerja telah dilembagakan dalam sebuah badan koordinasiseperti Badan Pengendahan Bimas, Badan Pengembangan Pembangunan DaerahTransmigrasi, dan bahkan dalam bentuk lembaga yang langsung bertanggung jawabkepada Presiden seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan cara tersebut dapatdirasakan terselenggaranya pelaksanaan hubungan kerja yang makin mantap dan serasi,baik antara aparatur di tingkat Pusat maupun antara Aparatur tingkat Pusat dan tingkatDaerah.
S2Aparatur Negara Dalam Pelita II
Pengembangan tata penyelenggaraan hubungan keija dalam dan antara lembagaPemointahsecaraseiasiditujukan untukdapatmendukungperencanaandanpelaksanaanpembangunan secara lebih baik, khususnya untuk menunjang perencanaan operasionaltahunan.
Dalam rangka peJaksanaan pembangunan, tata hubungan keija yang lebih lerpadu sertakemampuan manajemen telah ditingkatkan secara terus-menerus. Di segi lain, yaitupenyempumaan pengendalian program dan proyek pembangunan dilakukan dalamsistem monitoring/jjelaporan, evaluasi dan pengambilan tindakan korektif ataupenyesuaian. Sehubungan dengan peningkatan pelaksanaan pengawasan proyekpembangunan, maka telah dikeluaikan KEPPRES Nomw 25 Tahun 1974 tentangpengangkatan Inspektur Jenderal Pembangunan dan INPRES Nomor 8 Tahun 1974tentang Tata Cara Pengawasan atas Pelaksanaan Proyek Pembangunan.
2. Administrasi dan Aparatur Pemerintah tingkat Daerah.
Beberapa hal penting mengenai Pemerintah Daerah, serta hubungan antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah, dapat dikemukakan sebagai berikut.
Mekanisme yang memungkinkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi pelaksanaanpemCTintahan, demikian pula pembangunan di daerah-daerah secara formal telah
mendapatkan wadah dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 18 Tahun1965. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 itu tadi, makatelah diletakkan dasar bagi pelaksanaan sistem dekonsentrasi swatantradan desentialisasi
yang lebih serasi dan lebih sesuai dengan tuntutan kebutuhan dalam pelaksanaanpembangunan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyempumakan administrasi dan AparaturPemerintah di Daerah, antara lain juga untuk memperkuat unit-unit perencanaan pada
Pemerintah Daerah Tingkat I, Tingkat II dan Desa. Dalam hubungan ini telah ditetapkanKEPPRES Nomor 15 Tahun 1974 tentang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) dengan susunan dan tata kerja yang kemudian diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomw 142 Tahun 1974.
Di samping itu, secara periodik telah diadakan pekan konsultasi antara BAPPEDA
dengan Departemen/LPND, termasuk BAPPENAS, untuk merumuskan pola
perencanaan dan monitoring pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam rangka
mengintegrasikan perekonomian, terutama antara daerah-daerah bertetangga, juga
diadakan pekan konsultasi regional di antara BAPPEDA-B APPEDA sendiri di masing-
masing pusat wilayah pengembangan utama.
^aranjrNegara Dalam Pelita II S3
Dalam upaya penyempumaan administrasi keuangan daerah telah diadakan pengaturankembali pengumsan pertanggungjawaban dan pcngawasan keuangan daciah dcnganPeraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975. dan carapenyusunan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975.Sehubungan dengan itu, maka Instansi vertikal (Kantor-kantor Perwakilan Dqyaitemendi Daerah) yang telah disempumakan dengan KEPPRES Nomor 44 dan 45 Tahun 1974,Dinas-dinas Otonom yang ada di daerah sebagai aparatur pelaksana. dan InspektoratWilayah Daerah sebagai aparatur pengawasan diharapkan akan mampu melaksanakanpenyelenggaiaan pemerintahan dalam tugas pengembangan di daerah secaia lebihmantap.
Kemudian, dalam upaya peningkatan pembangunan daerah pedesaan dan peningkatanpelembagaan desa, maka dalam periode PELITAII, telah direncanakan terbentuknyaUnit-unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) dan Tata Desa sebagai suatu sistemuntuk mempercepat pengembangan desa-desa dalam suatu wilayah kecamatan secarakomprehensif dan terkoordinir.
3. Badan Usaha Negara dan Lembaga Ekonomi Keuangan.
Tujuan penyempumaan badan usaha ekonomi negara adalah untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan umum yang lebih baik,dan laba yang berguna bagi dana pembangunan. Sedangkan pembinaan lembaga
keuangan diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
pengembangan dunia usaha, temtama pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah,
secara mantap.
Upaya penyempumaan badan negara telah dilakukan secara terus-menems meliputi
penanganan masalah manajemen, likuidasi, sol vabilitas, bonafiditas dan arah investasi.
Dalam pada itu, proses pengalihan bentuk Pemsahaan Negara menjadi PERSERO
berjalan terns. Pengalihan ini dimaksudkan agar pemsahaan mampu bekerja dengan
asas-asas ekonomi dan administrasi niaga sehingga keuntungan yang diperoleh dapat
dikembalikan sebagai sumber penerimaan negara. Hingga akhir 1977, pemsahaan
negara yang berstatus PERSERO berjumlah 83 buah, Pemsahaan Negara (PN) yang
belum diusulkan/ditentukan statusnya menumtUndang-Undang Nomor 9 Tahun 1969
tinggal 9 buah, sedangkan sisa PN yang telah diusulkan imtuk dialihkan bentuknya
menjadi PERSERO tetapi belum dilaksanakan berjumlah 99 buah. Dalam pada itu,
Pemsahaan Negara yang berkedudukan sebagai PERUM berjumlah 35 buah, dan yang
berkedudukan sebagai PERJAN berjumlah 2 buah.
54 Aparatur Negara Dalam Pelita II
Sementara itu, dilakukan pulaupaya-upayapenyempumaanLembagaKeuangan BukanBank yang didirikan dengan tujuan untuk menghimpun dana dari masyaiakat danmembantu pengembangan serta melancaikan pasar uang dan modal. Dengan PeratuianPemerintah Nomor 25 Tahun 1976 telah dibentuk PERSERO Dana Reksa yangbotugas menjual saham perusahaan yang telah dipecah dalam bentuk sertifikat sahamkepada masyaiakat luas. Demikian pula dengan KEPPRES Nomor 52 Tahun 1976 telahdibentuk Badan Pelaksana Pasar Modal yang telah berfungsi setelah pembukaannya
padabu]an^)rill977.Untukmemperiancarpenanamanmodaldjadakanpenyederhanaantata cara perizinan proyek-proyek PMA/ PMDN yang digariskan dalam KEPPRESNomdr 5 Tahun 1977.
Untuk membantu pemenuhan kebutuhan kredit para pengusaha golongan ekonomilemah maka dikembangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus seperti PTBahana, PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kiedit Koperasi. PT Bahana berkewajibanmembantu Perseroan Terbatas golongan kecil dan menengah dalam hal permodalan danpengelolaan perusahaan, sedangkan PT Askrindo dan Lembaga Jaminan Kiedit Koperasimasing- masing bertugas untuk memberikan jaminan kredit bagi perusahaan kecil dankoperasi.
Demikian pula dalam upaya membantu parapengrajin sebagai pengusaha dari golonganekonomi lemah telah dibentuk Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil (BIHK)untuk mengembangkan kerajinan rakyat dengan jalan pemberian DIKLAT, bimbingandan penyuluhan, bantuan peralatan dan percontohan, bantuan promosi dan informasi.
D. Bidang Pengawasan.
Di bidang pengawasan telah dilakukan berbagai usaha p^ertiban dan penyempumaan
Aparatur Negara, yang merupakan kelanjutan dari upaya yang dilakukan dalam PELITA
I, dengan hasil-hasil sebagai berikut:
1. Pengawasan pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan petunjuk Presiden dalam Sidang Kabinet, maka Wakil Presiden dengan
bantuan Departemen-departemen ditugaskan untuk melaksanakan pengawasan
pembangunan. Pembagian tugas tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa
pengawasan pembangunan memerlukan penanganan secara khusus kaiena banyaknya
permasalahan yang hams diselesaikan.
Untuk menanggulangi masalah pengawasan tersebut telah diambil kebijaksanaan
boupa diadakannya forum kooidinasi dan keija sama pengawasan seluruh ̂ aratur
pengawasan di bawah pimpinan Wakil Presiden. Forum dimaksudkan untuk mencapai
sasaran pengawasan secara tepat, terarah dan sebaik mungkin, tanpa mengurangi
wewenang masing-masing aparatur pengawasan.
^)aratur Negara Ds^mPeSta If SS
Sejaktahun l974,secaraberkala»diadakanrapatkoOTdiiiasidankeijasamapengawasanyangdihadiriolehparaInspekturJenderalDepartemen,InspekturJeiKieralPembangunan,
Diiektur Jenderal Pcngawasan Keuangan Negaia, wakil-wakil dari Kejaksaan Agung,BPK, BAPPENAS, Sekretariat MENPAN. BAKIN, BAKN, LAN, Scsdalobang danSekretariat Negara. Rapat-rapat kooidinasi dan keija sama pengawasan telah menjadisuatu forum tukar-menukar informasi dan pengalaman dalam mendapatkan kesatuanpengertian, kesatuan pendapat dan kesatuan langkah dalam memecahkan masalah-masalah pengawasan, membahas dan mengemban^um sistem dan metodapengawasan,serta pencegahan tumpang tindih (over-lapping) dalam kegiatan pengawasan. Forumkoordinasi dan kerja sama pengawasan tersebut telah membuahkan beberapa basilpenting, antara lain:
a. Di bidang organisasi, eksistensi InspektoratJenderal Departemen telah dimantapkankaienatugas, wewenang dan tanggungjawab usaha negara di lingkungan Departemenyang bersangkutan telah lebih dipertegas, serta diadakannya tugas pokok yangmenyangkut pengaturan perizinan dan pelayanan kepada masyarakaL
b. Di bidang personalia, pengisian tenaga keija telah dilakukan melalui pengadaankepegawaian dan penataian sesuai dengan format yang ditetapkan. Dengan demikianmaka pengawasan telah ditingkatkan baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
c. Rencana kerja dan keseragaman pemeriksaan keuangan telah dapat dijalankansehingga dapat dihindari teijadinya pemoriksaan yang berulang kali mengenaiobyek, sasaran dan periode pemeriksaan yang sama dalam saat yang bersamaan.
Demikian pula Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dapat disusun dalam bahasa yang
sama.
d. KompilasiLHPtelahtersusunseJakTahunAnggaran 1974/1975yangmemungkinkan
untuk diketahui penyimpangan dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan yang
perlu mendapat perhatian dari masing-masing pimpinan Departemen sebagai bahan
untuk melakukan tindakan adminisuatif maupun tindakan hukum.
2. Pengendalian pelaksanaan proyek.
Dalam setiap Keputusan Presiden mengenai pedoman pelaksanaan APBN terdapat
ketentuan bahwa tahun anggaran dari tanggal 1 April tahun yang bersangkutan sampai
dengan 31 Maret tahun berikumya. Ketentuan tersebut menjadi pedoman bagi pimpinan
proyek dalam pelaksanaan proyek untuk selalu menyesuaikan dengan tahap kegiatan
serta tahap pembiayaan sebagaimana telah direncanakan dalam Daftar Isian Proyek
(DIP) dari proyek yang bersangkutan. Namun tidak jarang terjadi bahwa dalam
pelaksanaan timbul hal-hal yang semula tidak terduga yang menghambat kelancaran.
AparaturN&gara Dalam PelitaU
Dalam upaya pengendalian program dan proydc pembangiman terdapat kegiatan
pd^Kvan yang memboikan informasi dan tentang status p^embangannya.
SemualqxHan yang diterimakemudian dituangkan dalam fonnulirkhususuntuk diolah
l^ih lanjuL Hasil pengolahan itu kemudian dikiiim kepada pejabat-pejabat yang
berwenang untuk dip^gunakan sebagaimana mestinya.
Sistem pengendalian proyek tersebut, yang bo-laku mulai Tahun Anggaran 1977/1978,
mempunyai unsur penyempumaan. antaia lain:
a. Bersifat seragam secara nasional dengan menggunakan formulir pel^ran yang
sama untuk segala macam proyek.
b. Sedeifaana, antara lain dengan bentuk laporan yang terdiri dari 2 halaman.
c. Pelaporan dilakukan secara selektif atas proyek atau program yang mempunyai
ruang lingkup nasional seperti pendidikan, keluarga berencana, penghijauan,
transmigrasi, tenaga listrik, peningkatan ekspor dan pilihan lainnya dengan kriteria
seleksi tertentu. Dibanding sistem yang terdahulu, maka sistem pengendalian bani
adalah lebih mudah, lebih berorientasi pada penyelesaian persoalan, lebih
menitikberatkan pelaksanaan fisik dan fungsional, serta lebih ada kepastian untuk
kegiatan tindak lanjuL
3. Operasi Tertib.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna Aparatur Pemerintah, serta
langkah-langkah penertiban secara menyelunih dan terus-menerus, telah dikeluarkan
INPRES Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Tertib. Dalam INPRES tersebut
diinstruksikan kepada seluruh Menteri Kabinet Pembangunan II, pimpinan LPND,
pimpinan Sekietariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Kepala Staf Komando
Op^asi Keamanan dan Ketertiban (KASKOPKAMTIB) untuk:
a. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan dan penertiban ke dalam tubuh s^aratur didalam lingkungannya secara terus-menerus dan menyelunih.
b. Mengambil tindakan administratif dan tindakan hukum terhadap mereka yangmelakukan perbuatan dan tindakan yang melanggar peraturan yang berlaku ataubotentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah.
c. Memperhatikan dan mempergunakan petunjuk-petunjuk pelaksanaan dalamLampiran INPRES sebagai pedoman dalam pelaksanaan penertiban.
Tujuan penertiban sebagaimana dimaksud dalam INPRES tersebut adalahmeningkatkan kewibawaan Aparatur Pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam semua bentuk perwujudannya dan menegakkan
Apeffabjr Negara Dalam Pelhali ——
serta meningkatkan kesadaran nasional dan disiplin nasional, baik AparaturPemerintah maupun masyarakat dalam rangka ketahanan nasional. Adapun niang
lingkup pen^ban meliputi:
a. Penertiban di bidang sistem pengawasan dan administrasi meliputi stniktur
organisasi, posonalia dan tata keija/laksana.
b. Penertiban di bidang opeiasional meliputi penertiban terhack^ petugas pelaksana
di lapangan yang melakukan penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku.
SB ̂— Aparatur Negara Dalam Pelita II
p emilihan Umum 1977 menghasilkan dibentuknya Kabinet Pembangunan III yang mulaibdceija tanggal 1 April 1974 sampai dengan 31 Maret 1984. Setahun kemudian, yakni
Tahun Anggaran 1979/1980, dimulailah pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun(REPELITA) III. Kabinet Pembangunan HI tersebut tetap dipimpin oleh Jend^ Soehartosebagai Presiden Republik Indonesia dan H. Adam Malik sebagai Wakil Presiden RepublikIndonesia.
Di samping rencana dan program-program pembangunan lainnya, upaya penyempumaanAparatur Negara dilakukan secarakonsisten dan ba-kesinambungan dengan upaya-upaya yangtelah dilakukan sejakPELITA I. Sesuai KEPPRES Nomor59/M/1978, dalam periodePELITAin ini, adalah MENPAN masih tet^ merupakan kepanjangan dari MENTERI NEGARA
PENERTIBAN APARATUR NEGARA seperti halnya dalam PELITAII, yang dijabat olehDr. J.B. Soemarlin, yang juga menjabat Wakil Ketua BAPPENAS.
Pelaksanaan penyempumaan Aparatur Negara dalam PELITA ni berpedoman pada KetetapanMPR Nomor IV/MPR/1978 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), Bab IV tentang
Pola Umum PELITA m, huruf D, khususnya tentang Aparatur Negara yang menyatakan:
1. Aparatur Pemmntah ditingkatkan pengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita
perjuangan Bangsa dan Negara, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Pembinaan, penyempumaan dan penertiban Aparatur Pemerintah, baik di tingkat Pusat
maupun Daerah, termasuk pemsahaan-perusahaan milik Negara dan milik Daerah
sebagai aparatur perekonomian Negara, dilakukan secara terus-men^ns agar dapat
mampu menjadi alat yang yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa sehingga mampu
melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintah maupun untuk menggerakkan pelaksanaan
pembangunan secara lancar.
3. Perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang telah
dilakukan dalam rangka penertiban Aparatur Pemerintah serta dalam menanggulangi
masalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan
kekayaan dan keuangan Negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penye-
lewengan lainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan.
4. Hubungan fiingsional yang makin mantap antara lembaga perwakilan rakyat denganPemerintah, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, perlu terns dikembangkan.
AparahJr Negara Dalam Pelita III ® 1
5. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan yang tersebar di selunihpelosok negara, dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, maka hubungan yangserasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dikembangkan atas dasarkeutuhan Negara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah yangnyata, dinamis dan bertanggung jawab yang dapal menjamin perkembangan danpembangunan Daerah, dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi.
6. Memperkuat Pemerintahan desa agar makin mampu menggerakkan masyarakat untukpartisipasi dalam pembangunan dan menyelenggarakan administiasi desa yang maldnmeluas dan efektif. Untuk itu perlu disusun Undang-Undang tentang PemerintahanDesa.
C ehubungan dengan itu, maka kebijaksanaan tentang penyempumaan Aparatur Negaradidasarkan pada Sapta Krida Kabinet Pembangunan lU yang secara rinci dirumuskan
dalam Bab 26 REPELITA III, yang juga merupakan kelanjutan dari kebijaksanaan
penyempumaan Aparatur Pemerintah pada PELITAI dan PELITA U. Karena kemampuanAparatur Pemerintah dalam mengemban tugas pembangunan mempakan salah satu unsur
strategis bagi keberhasilan pembangunan, maka upaya penyempumaan perlu dilakukan tous-menerus secara berencana dan melembaga.
Sampai tahun terakhir PELITA III telah banyak upaya-upaya penertiban dan penyusunanAparatur Pemerintah sesuai dengan arah yang ditentukan dalam Ketetapan MPR tersebuL
Namun demikian, perlu dikemukakan bahwa beber^ dari hasil iq)aya prayempumaan dan
penertiban Aparatur Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan mereka hanya dapat dics^
dalam jangka waktu yang cukup panjang dengan pendekatan yang bersifat menyelunih.
Kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban dan penyusunan Aparatur Pemerintah yang
menyelumh dilakukan secara bertahap dan berencana dengan penentuan sasaran-sasaran serta
prioritas yang realistis.
Atas landasan serta kebijaksanaan tersebut maka sasaran upayapenyempumaan dan penertiban
Aparatur Pemerintah selama periode REPELITA III (1978 -1983) ditetapkan sebagai berikuU
1. Meningkatkan hubungan fungsional yang makin mants^ antara lembaga-lembaga
perwakilan rakyat dengan Pem^ntah, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah,
yang temtama ditujukan pada penyusunan lencana tahunan yang toc^min dalam
62 Aparatur Negara Dalam Pelita III
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaia (APBN) dan Anggaian Pendapatan danBelanja Daerah (APBD).
2. Meningkatkan p^binaan dan pen^ban Aparatur Pemerintah, baik di tingkat Pusatmaupun di tingkat Da^ah, tennasuk p^ekonomian negaia dan daerah, sehingga d^atmenjadi alat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa, serta mampu melaksanakan
tugas-tugas umum Pemointahan dan menggerakkan pelaksanaan pembangunan secara
lebih lancar.
3. Mengembangkan keseiasian hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
atas dasar keutuhanNegara Kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otoncxni daerah
yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab yang dapat menjamin p^kembangan
Daerah, dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi dan togas perbantuan.
4. Menyempumakan tata keija dan hubungan k^ja, baik antara DepartemenAJ'ND
maupun dalam Departemen/LPND itu sendiri, agar tercipta langkah kegiatan yang lebih
terpadu dan s^asi guna mendukung keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta
pelaksanaan (vogram-program pembangunan secara menyeluruh.
5. Meningkatkan pengawasan dan penertiban seluruh Aparatur Pemerintah, tennasuk
^)aratur Perekonomian Negara dan daerah, dalam rangka penanggulangan masalah-
masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan
dan keuangan negara, pungutan-pungutan liar serta beibagai bentuk penyimpangan
lainnya yang mraghambat pelaksanaan pembangunan.
6. Meningkatkan produktivitas, kegairahan dan disiplin kerja Pegawai Negeri dengan
terus mengembangkan sistem karier Pegawai Negeri yang diserasikan dengan sistem
piestasi keija.
7. Memant^kanpembinaan danketatalaksanaan AparaturPerekonomian Negara sehingga
di^t menjadi pend«ong kegiatan-kegiatan pembangunan dan produksi pada sektor-sdrtor usahaswastayangbelum mampu, pemupukan modal dan keuntungan,penyediaan
jasa sosial ekonomi dan turut aktif mengamankan serta menunjang pelaksanaanifi»hij^ifganagfi dan program Pemerintah dalam pengembangan golongan ekonomi
lemah.
8. Meningkatkan kemampuan Aparatur Pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun ditingkatDaerah, dalam tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang meliputiWmampian dalam p^yusuiian rencana, pmimusan kebijaksanaan dan program,
kemampuan dalam pelaksanaan, pengendaljan dan pengawasan yang efektif danefisien. Hal ini dilakukan dengan sistem 0mana setiap sektor pembangunan menjadijelas penanggung jawab dan Aparatur Pemerintah yang menanganinya.
Aparatur Negara DafamP^ha III
9. Mengembangkan administrasi Pemerintah secara tertib dengan, antara lain, penuanganberbagai ketet^an dan kebijaksanaan Pemerintah dalam produk penindang-undangansehingga ketet^^an dan kebijaksanaan tersebut memperoleh landasan kekuatan hukumyang pasti dan jelas, baik bagi para pelaksana maupun bagi masyarakat.
Bertitiktolakpadasasaran-sasaran upayapenyempumaandanpenerliban Aparatur Pemerintahtersebut di atas, maka arah penyempumaan dan penertiban Aparatur Pemerintah adalah sebagaiberikut:
1. Arah penyempumaan bidang kelembagaan pemerintah.
a. Ruang lingkup penyempumaan Pemerintah bidang kelembagaan meliputi:
1) Aparatur Pemerintah Pusat (DepartemenA-PND), SETLEMTERTINA danPerwakilan RI di Luar Negeri.
2) Aparatur Pemerintah Daerah.
3) Aparatur Perekonomian NegaraA^aerah.
b. Pembinaan dan penyempumaan Aparatur Pemerintah—Pusat, Daerah, dan Aparatur
Perekonomian Negara—hams dilakukan tems-menems agar mampu menjadi alat
yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa sehingga mampu melaksanakan tugas-
tugas umum Pemerintah maupun menggerakkan pelaksanaan pembangunan secara
lancar.
c. Pembinaan dan pengembangan kelembagaan Pemerintah didasarkan pada suatu
kerangka yang memberikan gambaran keseimbangan antara beban yang dihadapi
dalam pembangunan dengan pengorganisasian kelembagaan Pemerintah dalam
rangka upaya mencapai sasaran-sasaran pokok REPELITA III.
d. Penyempumaan organisasi badan-badan usaha negara, LPND, Unit-unit Pelaksana
Teknis dari berbagai Depaitemen dan Instansi lainnya, serta Aparatur Pemerintah
di Daerah.
e. Penerapan prinsip-prinsip organisasi yang tepat:
1) Jalur Staf dan Pimpinan (unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur
pelaksana, dan unsur pengawasan).
2) Hindari ketumpangtindihan (overlap) dalam organisasi.
3) Mengintegrasikan fungsi dari unit-unit organisasi.
4) Fungsi dibagi habis tugas dalam organisasi.
f. Pengembangan dari penyempumaan organisasi.
64 Aparatur Negara Dalam Pelita III
Jalannyapeikembangan adalah cepatsekali, dan lembagaadalah bukan tujuan tetapisekedar sebagai alat Oleh karena itu perlu keluwesan/ penyerasian.
2. Arab bidang penyempumaan kepegawaian.
a. Penyempumaan bidang kepegawaian dilakukan dengan upaya peningkatanpengabdian dan kesetiaan Aparatur Pemerintah agar segenap Pegawai Negerimempunyai kesetiaan dan ketaatan yang penuh kepada Pancasila, Undang-UndangDasar 1945, Negara dan Pemerintah, serta bersatu, bennental baik, berwibawa,berdaya guna, berhasil guna, bersih, beikualitas tinggi, serta sadar airgn tanggungjawabnya sebagai unsur Aparatur Negara, abdi Negara dan abdi MasyarakaL
b. Untuk mewujudkan kualifikasi Pegawai Negeri tersebutmaka dilakukan pembinaanberdasarkan sistem karier dan prestasi keija dengan landasan Undang-UndangNomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Kepegawaian yang mengatur kedudukan,
kewajiban, hak dan pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh.
c. Berbagai peraturan akan dilanjutkan penyelesaiannya yang meliputi:
1) cara-cara penetapan formasi,
2) pengembangan dan pengaturan jabatan,
3) sistem prestasi keija,
4) peningkatan disiplin keija,
5) pencegahan pertentangan kepentingan kedinasan/jabatan dengan kepentingan
pribadi/lain.
d. Menjamin keseimbangan antara jumlah dan mutasi pegawai di satu pihak, dengan
jenis, sifat dan beban keija di lain pihak sesuai Peraturan Pemerintah NomOT 5 Tahun
1976 yang mengatur dasar-dasar penyusunan formasi Pegawai Negeri Sipil yang
sehat.
e. Peningkatan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1976 tentang Pengadaan Pegawai, antara lain melalui;
1) penelitian persyaratan administrasi penerimaan pegawai,
2) proses pengujian kesehatan,
3) proses administrasi calon pegawai.
f. Penyelenggaraan dan pengaturan jabatan struktural dan fungsional sebagai yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 terus dilanjutkan.
g. Penyempumaan lebih lanjut dari sistem gaji dan pensiun akan dilanjutkan sesuaidengan kemampuan keuangan negara.
Aparatur Negara Dalam P^ita HI
h. Peningkatan program pendidikan yang merupakan sasaran pembinaan, peningkaianketerampilan serta pengeiahuan dengan sikap mental/kepribadian.
i. Hasil pendaftaran ulang merupakan cara kepegawaian secara menyeluruh yangdapat digunakan untuk perencanaan.
j. Peningkatan kesejahteraan meliputi bidang yang luas seperti jaminan hari tua,bantuan perawatan kesehatan dan Iain-lain.
k. Penyempumaan dan peningkatan daya guna seita hasil guna Perum TASPENsebagai sarana kelembagaan Pemerintah untuk melaksanakan pelayanan kepadapara pensiunan dalam rangka balas jasa kepada mereka yang telah berbakti kepadanegara dan rakyat selama tugasnya. Sejalan dengan itu peraturan perundang-undangan tentang TASPEN perlu disempumakan.
3. Arab bidang penyempumaan ketatalaksanaan.
a. Memperlancar penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
b. Meningkatkan hubungan kerja dan koordinasi secara fungsional dan horisontal
yang benar-benar serasi sehingga sik^, langkah dan tindakan Aparatur Pemerintah
menjadi terpadu dan tidak saling bertentangan.
c. Memmuskan kebijaksanaan Aparatur Pemerintah dan pembangunan, khususnya
yang bersangkutan dengan kepentingan masyarakat, ke dalam bentuk peraturan
p^ndang-undangan yang lebih tinggi yang menjadi landasannya. Perumusan
tersebutdiupayakan secara sederhana,Jelas dan terperinci sehingga mudah dimengerti
dan memberikan kepastian.
d. Meningkatkan prosedur dan tata hubungan kerja, baik antar-Departemen maupun
dalam suatu Departemen/LPND, agar tercipta langkah-langkah kegiatan yang
terpadu dan serasi.
e. Mendata aset dan kekayaan negara melalui inventarisasi barang/perlengkapan
Pemerintah seperti perlengkapan dan peralatan, kendaraan, rumah dinas, kantor dan
Iain-lain kebutuhan, dan penggunaannya diaiahkan agar dapat lebih eHsien dan
efektif.
f. Menyempumakan tata administrasi pengelolaan barang/perlengkapan pemerintahandan pengelolaan keuangan negara melalui inventarisasi, perencanaan, pengadaan,
otorisasi, alokasi,penggunaan, penyempumaan atau pemeliharaan dan pengawasan.
66 Aparatur Negara Dalam Pelita III
g. Kesoagaman dan ketmiban dalam siirat-menyurat (tata usaha).
4. Arab penyempumaan bidang penertiban operasional
Untukmenanggulangi masalah-masalah korupsi,penyalahgunaan wewenang.pungutanliar serta berbagai bentuk penyimpangan iainnya, yang mengakibatkan kebocoran danpemb(HX}san keuangan negara serta menghambat pembangunan, dikeluaikan INPRESNomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Twtib yang pada hakekatnya merupakan suatuupaya membantu dan menggalakkan kegiatan pengawasan yang dllakukan oleh aparatPengawasan fungsional balk di Pusat maupun di Daerah — Inspektorat Jenderal diDepartemen dan Inspektorat Wilayah Propinsi/Kabupaten di Daerah — yang padasuatu ketika dinilai kurang kemampuannya sehingga tidak efektif.
Dalam hal ini Operasi Teitib m^pakan suatu kegiatan terpadu di mana Kantor
MENPAN beitindak selaku koordinator. Selanjutnya, dalam INPRES Nomor 9 Tahun
I977» ditetapkan tujuan, ruang lingkup dan pelaksanaan operasional, sebagai berikut:
a. Tujuan penertiban adalah:
1) Meningkatkan daya guna dan hasil guna serta meningkatkan kewibawaan
Aparatur Pemerintah dan mengikis habis praktek-praktek penyelewengan dalam
semua bentuk dan perwujudannya.
2) Menegakkan dan menin^catkan kesadaran nasional dan disiplin nasional, baik
Aparatur P^erintah maq)un masyarakat dalam rangka Ketahanan Nasional.
b. Ruang lingkup.
1) Penertiban di bidang sistem pengawasan dan administrasi meliputi struktur
organisasi, personalia dan tata kerja/Iaksana.
2) Penertibandibidangoperasionaldalambentukpenertibanterhadappenyimpangan
pelaksanaan tugas di l{4)angan terhadap ketentuan yang berlaku.
c. Pelaksanaan.
1) Langkah-langkah penertiban £^aratur supaya ditingkatkan dalam lingkungan
Departemen/LPND.
2) Mengintensifkan pelaksanaan pengawasan dan pengecekan ke dalam. Pimpinan
hams mengambil tindakan tegas dan cepat apabila terjadi penyelewengan dilingkungaimya. Dalam hal ini, perlu dllakukan secepatnya tindakan administrasi
atau tindakan lain.
AparaturNegara Dalam Peli^ III ————
3) Bilamana perlu Inspektur Jenderal, atas nama Menteri yang bCTsangkutan, d^tmengambil tindakan korektif di lapangan terhadap penyimpangan danpelaksanaan tugas oleh aparatur Departemen yang bersangkutan dan segeramelaporkan keputusan tersebut kepada Menterinya.
4) Pimpinan Instansi yang diawasi hendaknya memberi bantuan kepada pelaksanaanpengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal atau Instansi pengawasanlainnya.
5) Pengawasan oleh atasan atau Instansi pengawasan hendaknya tidak hanyaberdasarkan formalitas, tetapi harus lebih dipentingkan adanya pengawasan
material dengan melihat keadaan sesungguhnya.
6) Apabila dalam pelaksanaan pengawasan tersebut temyata terdapat bukti-buktiadanya pelanggaran hukum pidana, maka harus segera dilapcH'kan kepada alatpenegak hukum yang berwenang (polisi/jaksa).
7) KASKOPKAMTIB membantu Departemen/LPND untuk mengadakanpenertiban secara operasional, sedangkan MENPAN bertugas untukmengkoordinasikan pelaksanaan instruksi ini.
8) Menteri/Ketua Lembaga agar melaporkan pelaksanaan penertiban kepada
Presiden secara berkala pada tiap akhir bulan.
Sebagaimana suatu operasi maka Operasi Tertib bersifat sementara, dan berakhir ketika aparat
pengawas fungsional, baik Pusat maupun Daerah, dinilai dapat melakukan kegiatannya
kembali secara efektif.
Sebagai kelanjutannya dibentuk BPKP yang merupakan aparat pengawasan fungsional intern
Pemeiintah yang merupakan peningkatan dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan
Negara dengan KEPPRES Nomw 31 Tahun 1983.
PaOGBAM KEGIATAN PAH
1. Upaya penyempumaan di bidang kelembagaan.
a. Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
1) Menyerasikan hubungan keija antara lembaga.
2) Penyempumaan organisasi kesekretariatan untuk meningkatkan kemampuan dalampelaksanaan tugas.
— Aparatur Negara DabmP^ita III
b. .^)aiatiir tingkat Pusat
Sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan dalam GBHN, khususnya tentangkonsistensidan kesinambungan, maka penyempumaan bidang kelembagaan terhadap organisasi
Depaitemen-departemen ditetapkan sebagai tindsdc lanjut dari KEPPRES Nomor 44dan N(Nnor4S Tahun 1974. Adapun penyempumaan tersebutdiarahkan pada segi tugaspokok, fimgsi, susunan oiganisasi dan tatakeijadari semua unit-unitpelaksanaan teknisyang menipakan satuan organisasi pelaksana sebagian tugas-tugas Departemen yang
pengatuian organisasinya belum teicakup dalam keputusan-k^utusan Mentm yang
bersangkutan.
c. AparaturPemerintahtingkatDaeiah.
Penyempumaan administrasi dan ̂)aiatur tingkat Daerah meliputi:
1) Penegasan susunan organisasi Pemerintah Daerah;
2) Tugas dan wewoiang tiap-tu^ unit organisasi serta tata keija dan tata hubungan
keijanya;
3) Peningkatan fimgsi lembaga sosial yang ada di daoah;
4) Memberlakukan secara serasi asas desoitralisasi, dekonsentrasi dan asas tugas
peibantuan.
2. Upaya penyempumaan di bidang kepegawaian.
a. Penyempumaan poaturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
Untuk lebih memantapkan pembinaan PegawaiNeg^, makapoludikeluarkan beberspi
paaturanpeiundang-undangandibidangkq)egawaian sebagai pelaksanaahdaiiUndang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pdcok-pokok Kepegawaian, baik dengan
Peraturan Pemerintah, K^utusan Presiden, maupun Surat Edaran Kq)ala BAKN,
berupa petunjuk pelaksanaan teknis.
b. Penyempumaan dasar-dasar penyusunan formasi Pegawai Negeii.
Dalam REPELITA m, usaha inventarisasi masih diteruskan dengan melengkapi daftar
jabatan yang terkumpul dari Instansi Pusat maupun Daerah.
Invmtarisasi jabatan menipakan dasar atau landasan bagi pembuatan uiaian jabatan,penilaian, penggolongan jabatan dan penilaian jabatan selanjumya. Apabila kegiatan-
kegiatan tersebut telah dapat diselesaikan, maka dipeioleh landasan yang mantap bagipenyusunan formasi Pegawai Negeri yang lebih nyata.
c. Pengadaan dan pengangkatan pegawai serta penyelesaian kepan^tan pegawai.
Pengadaan Pegawai Negeri dimaksudkan untuk mengisi formasi yang lowong padamasing-masing satuan organisasi Pemerintah.
/^taraturNegara Dalam Paiha III —
d. Perbaikan penghasilan Pegawai Negeri dan Pejabal Negara.
Sebagai usaha untuk meningkatkan gairah keija, Pemerintah secarabertahap dan secaranyata benisaha untuk memperbaiki penghasilan Pegawai Negeri dan Pejabal Negaradalam batas-batas kemampuan keuangan Negara.
e. Perbaikan penghasilan pensiun.
Sejalandengan perbaikan penghasilan PegawaiNegerimaka secarabertahs^ diusahakanpula perbaikan penghasilan para penerima pensiunAunjangan yang bersifat pensiun.
f. Penyempumaan taia usaha kepegawaian.Dalam rangka peningkatan pembinaan Pegawai Negeri alas dasar sistem karier dansisiem prestasi kerja maka sangat diperlukan adanya data kepegawaian yang terpelihara,lengkap, dapat dipercaya dan mudah ditemukan. Alas dasar itu maka penyelenggaraantata usaha kepegawaian dilaksanakan secara tertib dan teratur.
g. Peningkatan kemampuan manajemen para pejabal serta peningkatan keterampilan danproduktivitas kerja pegawai terns dilakukan.
h. Sejalan dengan penyempumaan di bidang kepegawaian maka diusahakan pulapeningkatan muui Pegawai Negeri Sipil agar Aparatur Pemerintah diisi oleh tenaga-
tenaga yang memenuhi persyaratan jabatan dan pekerjaan, melalui berbagai program
pendidikan dan latihan untuk mendukung pembinaan pegawai alas dasar sistem karier
dan {H'estasi keija.
i. Melanjutkan penyelenggaraan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4).
i. Usaha penyempumaan di bidang ketatalaksanaan.
a. Penyempumaan di bidang ketatalaksanaan ditujukan untuk lebih memperlancar tugas-
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Kebijaksanaan ini ditempuh karena beberapa ahli berpendapat bahwa, keberhasilan
pelaksanaan tugas Aparatur Pemerintah dan keberhasilan penyempumaan Aparatur itu
sendiri temtama akan tergantung pada ketatalaksanaan atau manajemen, dan lebih jauh
lagi tergantung pada kepemimpinan dalam masing-masing aparatur tersebut.
b. Usaha penyempumaan ketatalaksanaan, yang ditujukan untuk memperbaiki tata cara
po^ncanaan dan penganggaran masing-masing lembaga Pemerintah, termasuk pula
upaya peningkatan dan penyempumaan tata cara pengawasan intem operasional, yaitu
pengawasan atasan kepada bawahan dalam pelaksanaan tugas pekeijaan, serta
pengawasan intem fungsional oleh aparat Inspektorat Jenderal terhadap pelaksanaantugas pekerjaan oleh unit organisasi lainnya dalam lingkungan departemen.
Aparatur Negara Dalam Pefita III
c. Menyederhanakan dan memperjelas berbagai prosedur kerja dan prosedur-prosedurpelaksanaan pembangunan. Prosedur-prosedur ini dirumuskan secara sederhana Jelas
danteipeiincisehinggamudahdimengertidanmemberikankepastianianpamenimbulkanberbagai penafsiran yang berbeda dan selalu tersedia serta dapat diperoleh denganmudah oleh yang memerlukan, antara Iain dalam bentuk buku petunjuk atau bukupedoman (manual).
d. Peningkatan hubungan kerja dan koordinasi secara fungsional dan horisontal yangbenar-benar sonsi. Hal ini dimaksudkan agar sikap, langkah dan tindakan aparatursaling bertentangan, membingungkan, menghambat berkembangnya partisipasimasyarakat dan merupakan pemborosan.
e. Peningkatan komunikasi intern melalui sistem pelaporan intern yang lebih baik untuk
meningkatkan pengawasan intern.
f. Tata cara administrasi keuangan dan pengelolaan perlengks^an Pemerintah terus
disempumakan dan ditingkatkan pelaksanaannya. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
kemungkinan dan peluang kebocoran, penyalahgunaan, pemborosan keuangan,peralatan
dan perlengkapan. Tata pengelolaan uang maupun peralatan dan perlengkapan terus
ditingkatkan, baik dari segi inventarisasi, perencanaan, pengadaan dan otorisasi, alokasi
atau penggunaan, penyimpanan atau pemeliharaan serta pengawasannya.
g. Keseragaman dan ketertiban dalam tata persuratan dan kearsipan ditingkatkan. Hal ini
perlu dilakukan untuk menunjang sistem informasi dan dalam rangka peningkatan
komunikasi, baik di kalangan aparatur sendiri maupun dengan masyarakat sehingga
d^t meningkatkan ketertiban pelaksanaan dan kewibawaan aparatur itu sendiri.
h. Prosedur dan tata kerja antar-Departemen maupun dalam lingkungan Dqjartemen itu
sendiri terus disempumakan agar tercipta langkah kegiatan yang terpadu dan serasi,
baik antara Departemen yang satu dengan Departemen lain maupun antar unit organisasi
yang ada dalam satu Departemen. Dalam hubungan ini akan dikembangkan prosedur-
prosedur tetap pelaksanaan bagi berbagai bidang kegiatan. Bagi Departemen/Lembaga
yang mempunyai fungsi pengaturan atau pelayanan kepada masyarakat, antara lain
mengenai perizinan, dilakukan penertiban prosedur ke aiah penyederhanaan, kejelasan
dan kepastian yang lebih baik. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi penyalahgunaan
wewenang, pungutan liar, sistem perantara dan lain sebagainya.
i. Penyempumaan dan penertiban pemsahaan-pemsahaan negara, baik yang berbentuk
PERJAN, PERUM maupun PERSERO, terutama yang belum mendapatkan bentuk
hukum usaha yang jelas, untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
penyediaan kebutuhan masyarakat dan pemupukan pend^atan negara yang diperlukan
bagi pembangunan. Di samping itu, diusahakan pula pembinaan dan pengawasannyake
Aparatur Negara Dalam Pellta III
aiah p^gelolaan manajonen yang sdiat dan berfungsinya penisahaan negaia sebagaipendorong kegiatan-kegiatan pembangunan dan pnxluksi pada sektor-sektor diiniaswasta yang belum mampu. Dengan demikian daipsn tunit aktif mengamankan danmenunjang pelaksanaan kebijakan dan {HOgram-program Pemerintah di bidangpengembangan golongan dc(xiomi lemah, stabilitas dconomi dan bidang-bidang lainnya.
j. PenyempumaanApaiaturPerekonomianNegaramelaluipeningkatanfungsidanefisiensilembaga-lembaga keuangan. Hal ini dilakukan, antara lain, melalui pembinaanketerampilan teknispengelolaan lembagakeuangan, penguasaan pengetahuandi bidang
pasar uang dan pasar modal, surat-surat beriiarga dan masalah p^kreditan pada
umumnya, segi permodalan,ketatalaksanaannya dan pelbagai fiuigsi lembagakeuangan
to^but Dengan demikian dapat dihar£q)kan peningkatan dalam pemberian fasilitas
serta pelayanan kepada masyarakat.
k. Dalam rangka penyempumaan administrasi keuangan perlu diadakan penyempumaan
t^had^q;) Undang-Undang Peibendaharaan Indonesia (ICW) dan penyempumaan dalam
penatausahaan/tata buku anggaran, guna memperlancar perhitungan anggaran dan
penyusunan neiaca kekayaan negara secaia tertib dan teiatur. Demikian pula dalam
rangka penyempumaan pengelolaan perlengkspm Pemerintah diatahkan kepada
pengembangan standardisasi peralatan/barang yang dimildd Pemerintah.
4. Usaha penyempumaan di bidang penertiban opoasional.
a. Melanjutkan dan meningkatkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam rangka
penertiban Aparatur Pemerintah, t^tama masalah-masalah kompsi, penyalahgunaan
wewenang, pungutan liar s^berbagai bentukpenyimpangan lain yang mengakibatkan
kebocoran dan pemborosan keuangan negara serta menghambat pembangunan.
b. Mengusahakan adanya peningkatan dalam kegiatan pengawasan dan pen^ban, baik
oleh pengawasan fungsional maupun pengawasan yang melekat pada pimpinan demi
tercapainya Aparat Pemerintah yang lebih efektif, efisien, bersih dan berwibawa.
c. Menggalang koordinasi dan keija sama pengawasan dengan melakukan saling tukar-
menukar informasi dan pengalaman untuk mmdapatkan kesatuan pengertian, kesatuan
pendi^at dalam memecahkan masalah-masalah pengawasan, m^gembangkan sistemdan metoda pengawasan serta mencegah teijadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan
pmgawasan melalui rapat-rapat koordinasi.
d. Memant^kan kedudukan dan fungsi Inspdctoiat Jenderal sebagai aparat pengawasanfungsional dan meny^pumakan secara tenis-menenis sistem, ixx>sedur dan tata keijapelaksanaan pengawasan fungsional Departemen/histansi Pemerintah lain.
•wn
S Aparatur Negara Dalam P^ham
e. Mengembangkan terselenggaranya pengawasan di daerah dengan cara lebih
memantapkan kedudukan dan fungsi Inspektorat Wilayah Propinsi/Kabupaten/
Kotamadyasebagai aparat pengawasan fungsional Pemerintah Daerah dan meningkatkankemampuan p^^nilnya melalui lalihan dan penaiaran.
f. Dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil, sebagimanadiletapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Pemerintah telah
dan terns melakukan peneitiban dan penindakan terhadap oknum-<^um Pegawai
Negeri Sipil yang memiliki/menggunakan ijazah palsu dan ijazah asli tapipalsu (aspal)»baik untuk kepeniingan karier maupun yang bukan.
g. Melakukan tindakan korektif terhadap Aparatur Pemerintah yang melakukan
penyimpangan terhadap peiaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
HASIL-HASIL YANG DICAPAI
1. Hasil-hasil penyempumaan di bidang kelembagaan.
a. Di Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara.
Susunan Hakim Mahkamah Agung berjalan baik setelah ditambah dan disempumakan
dengan KJEPPRES Nomor 1/MTahun 1974 untuk lebih melengkapi susunan Mahkamah
Agung berdasarkan KEPPRES Nomw 38 Tahun 1968.
Dalam pada itu, keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung sudah berjalan lancar sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1978 tentang Dewan Pertimbangan Agung
sebagai perubahan dan penyempumaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1967.
Sementara itu, penunjukan Ketua, Wakil Ketua serta anggota-anggotaBadan Pemeriksa
Keuangan sudah berjalan sesuai dengan KEPPRES Nomor 170 Tahun 1978, sedangkan
tentang hak keuangan/administratif Presiden dan Wakil Presiden, serta mantan Presiden/
Wakil Presiden Republik Indonesia diatur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1978.
b. Aparatur Pemerintah Pusat.
Penyempumaan organisasi Departemen-departemen berdasarkan KEPPRES Nomor
44 dan Nomor 45 Tahun 1974 telah dllanjutkan untuk disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing Departemen seperti:
1) KEPPRES Nomor 12 Tahun 1976 tentang penyempumaan organisasi Departemen
Keuangan;
Aparatur Negara Dalam Pelita III
2) KEPPRES Nomor6 Tahun 1977 lentang Departemen Pekerjaan Umum dan TenagaListrik;
3) KEPPRES Nomor 15 Tahun 1978 tentang penyesuaian organisasi Departemen-departemen dengan susunan Kabinet Pembangunan III;
4) KEPPRES Nomor 27 Tahun 1978 tentang Departemen Dalam Negeri, Perindustrian,Pertambangan dan Enerji, Pekerjaan Umum, Pendidikan dan Kebudayaan;
5) KEPPRES Nomor 40 Tahun 1978 tentang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;
6) KEPPRES Nomw 47 Tahun 1979tentang perubahan susunan organisasi DepartemenKehakiman, Perdagangan dan Koperasi, Pertanian, Perindustrian, Pertambangan
dan Enerji, Pekerjaan Umum,Perhubungan,Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan,
Agama, Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
7) KEPPRES Nomor 22 Tahun 1980 tentang penyempumaan organisasi Departemen
Agama.
Penyempumaan organisasi juga dilakukan terhadap:
1) Biro Pusat Statistik dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1980;
2) Organisasi Badan Tenaga Atom dengan KEPPRES Nomor 51 Tahun 1979.
Di samping itu, dengan KEPPRES Nomor 10 Tahun 1979, Pemerintah membentuk
Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7). Dalam pada itu, pada Tahun Anggaran 1979/1980, sebagai tindak
lanjutdari KEPPRES Nomor 12 Tahun 1979 tentang Kedudukan,TugasPokok,Fungsi
dan Tata Kerja Menteri Koordinator serta Susunan Organisasi Staf Menteri Koordinator,
telah disusun pedoman mekanisme koordinasi antara Departemen/LPND di lingkungan
Menteri Koordinator masing-masing.
Demikian pula sebagai tindak lanjut dari KEPPRES Nomor 28 Tahun 1978 tentang
Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Menteri
NegaraRiset dan Teknologi dan KEPPRES Nomor 12Tahun 1978 tentang Kedudukan,
Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Menteri Muda, maka masing-masing Menteri
tersebut mengeluarkan Ketetapan Menteri sendiri-sendiri.
Masih dalam rangka penyempumaan organisasi, dalam tahun 1979 dan 1980 berbagai
tata hubungan kerja telah dilembagakan dalam badan-badan koordinasi, seperti:
1) Badan Koordinasi Bimas dengan KEPPRES Nomor 6 Tahun 1979;
2) Badan Pengembangan Pembangunan Daerah Transmigrasi dengan KEPPRES
Nomor29 Tahun 1974 disempumakan menjadi Badan Koordinasi Penyelenggaraan
Transmigrasi dengan KEPPRES Nomor 26 Tahun 1978;
Aparatur Negara Dalam P^Halll
3) Badan Koordinasi Penyelenggaraan, Pembinaan dan Pengembangan GeneiasiMuda dengan KEPPRES Nomor 23 Tahun 1979;
4) Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam dengan KEPPRES
Nomor 28 Tahun 1979, sebagai pengganti dari Badan Pertimbangan Penanggulangan
Bencana Alam yang dibentuk dengan KEPPRES Nomor 256 Tahun 1966.
Badan-badan koordinasi semacam itu juga dibentuk dalam bentuk LPND, yang
langsung bertanggung jawab kepada Presiden, seperti:
1) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan KEPPRES Nomca* 38
Tahun 1978;
2) Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan KEPPRES Nomor 53 Tahun 1977.
Penyempumaan organisasi secara bertahap terhadap beberapa LPND — seperti
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Urusan Logistik
(BULCXj) yang dilakukan dengan KEPPRES Nomor 39 Tahun 1979, dan Biro Pusat
Statistik — tersebut di atas dilakukan karena peranannya dirasakan makin penting
bagi pembangunan nasional.
Dalam Tahun Anggaran 1980/1981 Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(B AKN) telah mengalami penyempumaan dengan persiapan pembentukan kantor-
kantor Wilayah tingkat Propinsi secara bertahap berdasarkan KEPPRES Nomor 53
Tahun 1980. Demikian pula organisasi Sekretariat Negara—yang didasarkan atas
KEPPRES Nomor 8 Tahun 1978 — telah disempumakan, secara berturut-tunit
dengan KEPPRES Nomor 31 Tahun 1980 dan KEPPRES Nomor 16 Tahun 1981.
Aparatur Pemerintah Daerah.
Penyempumaan Aparatur Pemerintah Daerah dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 ten tang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah yang
memberlakukan secara serasi asas desentralisasi, dekonsentrasi maupun asas tugas
perbantuan.
1) Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang tersebut, Menteri Dalam Negeri telahmengeluarkan berbagai keputusan, antara lain Keputusan Menteri Dalam NegeriNomor 240 Tahun 1980 tentang Pembahan Organisasi Sekretariat Wilayah Daerah(yang didasarkan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 219 dan Nomor 220Tahun 1979) yang mengatur kembali Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat WilayahPropinsi dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya dalam rangka peningkatanpenyelenggaraan pengawasan.
Aparatur Negara Dalam Pelita III ———
2) DenganKEPPRESNomor 17Tahun 1980telahdisempumakanBaclanPerencanaanPembangunan Daerah yang telah dibentuk dengan KEPPRES Nomor 15 Tahun1974.
3) Dalam rangka peningkatan penanaman modal di Daerah maka dengan KEPPRESNomor 25 Tahun 1980 telah dibentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
(BKPMD) di tiap Propinsi Daerah Tingkat I sebagai badan slaf yang langsung ber-ada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubemur Kepala Daerah Tingkat I.
4) Perlu dikemukakan pula bahwa dengan KEPPRES Nomw 8 Tahun 1980, sebagaipenyempumaan KEPPRES Nomor 81 Tahun 1971, telah ditingkatkan fungsiLembaga Sosial Desa menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
2. Hasil penyempumaan di bidang kepegawaian.
a. Pengadaan pegawai.
Guna memenuhi kebutuhan pegawai pada Departemen dan LPND, tiap tahun diadakan
penambahan jumlah formasi Pegawai Negeri Sipil yang jatahnya ditetapkan oleh
MENPAN.
Penambahan jumlah formasi tersebut berpegang pada asas efisiensi dan skala prioritas
pembangunan yang disesuaikan pula dengan kemampuan keuangan negara. Khusus
untuk tahun 1982/1983, tambahan formasi Pegawai Negeri Sipil bagi Departemen,
Lembaga Teitinggi/Tinggi Negara dan LPND beijumlah 105.806 orang, di samping
adanya sisa formasi tahun anggaran sebelumnya sebanyak 42.719 orang.
Di samping itu, telah diberikan prioritas pula untuk mengangkat tenaga pendidik/gum
pada SDINPRES sebanyak 121.100 orang dan tenaga medis/ paramedis sebayak 4.610
orang. Dengan demikian, pada tahun anggaran 1982/1983 telah dapat diselesaikan
pengangkatan pegawai selumhnya sebanyak 105.806 +42.719+ 121.100+ 4.610orang
= 274.235 orang.
Unuik kelancaran pelaksanaan tugas di Daerah telah dilakukan penambahan formasi
bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah, pada tahun anggaran 1979/1980 dan 1980/1981,
sebanyak 33.050 orang. Di samping itu, Pemerintah masih memberikan tamlKihan
formasi untuk beberapa macam Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada
Daerah Otonom dengan rincian sebagai berikut:
1) Formasi untuk Polisi Khusus Kehutanan sebanyak 2.600 orang,
2) Formasi untuk tenaga Puskesmas Non-INPRES dan Rumah Sakit sebanyak 5.024orang,
3) Formasi untuk tenaga lulusan APDN sebanyak 1.576 orang.
76 Aparatur Negara Dalam Pelita III
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa dan PeratuianPemerintah Nomor 55 Tahun 1980 tentang Pengangkatan Perangkat Kelurahan telahdiajukan usul pengangkatan Kepala Kelurahan dan Perangkat Kelurahan menjadiPegawai Negeri sebanyak 30.794 orang. Dari jumlah yang diusulkan itu telah mendapatpersetujuan dan BAKN sebanyak 20.907 orang sehingga masih terdapat sisa 9.887orang yang masih mem^lukan penyelesaian.
b. Pendidikan dan latihan pegawai.
Berdasarkan INPRES Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pembinaan dan Tanggung jawabFungsional Pendidikan dan Latihan Pegawai, dan SuratEdaran Ketua LAN Nomor 157/SEKLAN/6/1977 tentang PolaPendidikan dan Latihan, maka Departemen-departemendan Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen telah melaksanakan pendidikandan latihan untuk mendapatkan tenaga-tenaga lerampil, baik dalam rangka memenuhikebutuhan intem instansi maupun untuk pengembangan sektor yang bersangkutan.Untuk pendidikan dan latihan yang bersifat penjenjangan—yaitu SEPADA, SEPALA,SEPADYAdan SESPA—telah diadakan standardisasi mengenaikomponen-komponenanggaran yang diperlukan dan akan dilanjutkan dengan standardisasi bagi pendidikandan latihan lainnya.
Latihan prajabatan -- yang telah diatur dalam KEPPRES Nomor 30 Tahun 1981 danSurat Edaran Kepala BAKN, Ketua LAN dan Direktorat Jenderal Anggaran Nomor 09/SE/1982, 170/SEKLAN/7/1982 dan SE-89/A-10782 tanggal 28 Juli 1982 — telahmulai dilaksanakanoleh Departemen-departemen, Lembaga-lembaga Pemerintah Non-Departemen serta beberapa Propinsi Daerah Tingkat 1. Dalam rangka peningkatanpelayanan Rumah Sakit Kabupaten/Kotamadya telah diadakan empat macam programpendidikan Dokter Spesialis yaitu Spesialis Anak, Spesialis Kandungan, SpesialisBedah dan Spesialis Penyakit Dalam. Dari tahun 1975 sampai dengan 1981, jumlahtenaga dokter yang dididik adalah sebanyak 699 orang. Sedangkan yang telah selesaimengikuti pendidikan dan telah ditempatkan adalah sebanyak206orang dokter spesialis.
c. Kesejahteraan pegawai.
Dalam rangka pembinaan karierPegawaiNegeriSipilpadabeberapa Instansi Pemerintahtelah diadakan jabatan fungsional, yaitu:
1) Jabatan Fungsional Dosen,
2) Jabatan Fungsional Guru,
3) Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian.
Sebagai kelanjutannya sedangdipertimbangkan dan dibahas beberapajabatan fungsional
lainnya, yaitu:
1) Jabatan Fungsional Jaksa,
AparaturNegara Dalam Pelita III ———— — 77
2) Jabatan Fungsional Dokter,
3) Jabatan Fungsional Instruktur.
Untuk memberikan penghargaan bagi para pejuang pembebasan Irian Barat daripenjajahan Belanda telah dikeluarkan KEPPRES Nomor 32 Tahun 1982 denganpedoman pelaksanaannya dalam Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, MenteriKeuangan dan Kepala BAKN Nomor SK.314/1982, SE-158/ K.19.3/1982 dan 13/SE/1982 tanggal 22 Oktober 1982. Di samping itu telah disusun suatu rancangan KEPPREStentang Tunjangan Hakim dan Jaksa, serta rancangan peraturan tentang pemberiankemungkinan peningkatan penghasilan pensiunan di Irian Jaya dan Timw Timor.
Sejak tahun 1967 tidak dibenarkan lagi adanyapengangkatan tenaga honorer, sedangkantenagaharianberdasarkan PeraturanPemerintahNomor 31 Tahun 1954 yangmemenuhi
persyaratan, secara berangsur-angsur diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Dengan makin besamya volume pekerjaan sebagai akibat meningkatnyapembangunan,
maka Daerah tenitama Daerah Tingkat II/Kotamadya, teipaksa mengangkat pegawai
harian (Pegawai Honorer Daerah atau HONDA) untuk menyelenggarakan tugas
administratif/teknis yang mengakibatkan makin besamya belanja Pegawai Daerah,
sedangkan subsidi perimbangan keuangan belanja pegawai hanya dapat diberikan
kepada yang berstatus Pegawai Negeri Sipil. Untuk mengatasi masalah itu maka, padatahun 1980, Pemerintah Pusat menyediakan anggaran untuk belanja pegawai sebesar
Rp. 30.716.985.000,— gunapengangkatan Pegawai HONDA menjadi Calon PegawaiNegeri Sipil. Sehubungan dengan itu maka, sampai denganbulanJanuari 1983,pegawaiHONDA yang selesai diproses untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil beijumlah
54.995 orang, terdiri dari:
1) Tenaga Paramedis 2.094 orang,
2) Guru SD 1.638 orang,
3) Polisi Pamong Praja 3.420 OTang,
4) Tenaga HONDA 46.671 orang,
5) Tenaga Pengairan (Eksploitasi dan Pemeliharaan) 1.172 orang.
3. Hasil penyempumaan di bidang ketatalaksanaan
a. Upaya-upayapenyempumaan di bidang ketatalaksanaan lebih mengarah pada hubungan
koordinasi dan konsultasi antar-Departemen/LPND guna menjamin pelaksanaan tugas-
tugas Pemerintahan dan pembangunan secara lebih lancar dan terpadu.
b. Adapun hasil-hasil penyempumaan di bidang ketatalaksanaan yang telah dicapai,
antara lain, adalah sebagai berikut:
^ AparaturNegara Dalam Pelita III
1) Proydc Pengembangan Sistem Pengadaan dan Administrasi Pengunisan Barangserta Program Pendidikan dan Utihan yang dibenluk dengan Keputusan MenteriKeuangan Nomor Kep.297/MK/6/3/l975, yang kemudian diubah dengan KeputusanNomor Kep.l06/KMK/1977, merupakan suatu kerja sama antara MENPAN danMenteri Keuangan dalam rangka penyempumaan taia cara administrasi keuangandan pengelolaan perlengkapan Pemerintah. Dalam hubungan ini, meskipun pioyektelah berhasii menimuskan rancangan KEPPRES yang mengatur pengelolaanperlengkapan Pemerintah secara menyelunih.namun hinggakini belum dikeluarkan.
2) Dikeluarkannya KEPPRES Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-pokokKebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Bam Alas Tanah Asal Kon versi Hak-
hakBarat.
3) Sebagai peraturan pelaksanaan dan pelengkap dari UU APBN maka dikeluaikan
KEPPRES Nomor 14/ATahun 1980 tentang Pelaksanaan AnggaranPendapatan danBelanja Negara. Jika perlu maka keputusan tersebut setiap tahun dapat direvisi atauditinjau kembali.
4) DikeluaikannyaKEPPRESNomorlOTahun 1980tentangTimPongendaliPengadaanBarang/Peralatan Pemerintah yang bertugas mengevaluasi pengadaan barang/peralatan yang telah dilakukan oleh Departemen/Instansi lain, dengan nilai tertentu,
bertujuan mencegah/mengurangi kemungkinan dan peluang pemborosan dalam
penggunaan uang negara, di samping mendorong pengutamaan produksi dalam
negeri. Karena dinilai tidak efisien maka tim ini kemudian dibubarkan.
5) Dikeluarkannya KEPPRES Nomor 15 Tahun 1980 tentang Tata Caia Pelaksanaan
Pembayaran Dalam Rangka Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah.
6) Dikeluarkannya Keputusan Bersama Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri
Perindustrian dan MENPAN Nomw472/Kpb/Xll/80, Nomw 813/M/SK/12/80 dan
NomiCH'64/MENPAN/1980tanggal23 Desember 1980tentang Pengutamaan Produksi
Dalam Negm.
7) Dikeluarkannya Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan
dan Gubemur Bank Indonesia Nomor 152 Tahun 1980, Nomor 412.a/K.MK.01/
1980 dan Nomor 13/7/Kep/GBl tanggal 9 Juli 1980 tentang Penyelesaian
Permohonan Hak Bam Atas Bekas Hak GunaUsaha dan Hak Guna Bangunan Asal
Konversi Hak-hak Barat yang diberi Hipotik atau crediet-verband pada Bank.
8) Dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1980 tentang PedomanPemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa).
Aparatur Negara Dalam Pellta III —
9) DikeluarkannyarancanganKEPPREStentangPedomanPelaksanaanTugasBelajarke Luar Negeri.
10) Dikeluarkannya rancangan KEPPRES lentang Badan Koordinasi PelaksanaanTransmigrasi.
11) Dikeluarkannya rancangan INPRES tentang Pedoman Surat-menyuratbagi InstansiPemerintah.
Dalam kailannya dengan upaya-upaya penyempumaan program pembangunan diDaerah.seianjutnyadilakukanpenyerasianantaraproyek-proyekdalamrangkabantuan
Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan INPRES pada setiap awal tahun anggaran.Ad^un rinciannya adalah sebagai berikuU
Tahun Anggaran 1979/1980, meliputi:
1) INPRES Nomor 9 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa/Kelurahan denganbantuan langsung kepada desa masing-masing beijumlah Rp.450.000,-. Di sampingitu, diberikan pula bantuan keserasian untuk menunjang pembangunan desa dalamwilayah kecamatan UDKP, untuk menjamin keserasian pembangunan desa yangdidasarkan pada usaha-usaha masyarakat yang mencerminkan besamya potensiswadaya gotong-royong desa, bantuan khusus untuk pemenang pelombaan desa,dan bantuan untuk pembinaan pada tingkat kecamatan.
2) INPRES Nomor 10 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang besamya
bantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp.5S0,- tiap
penduduk, dengan ketentuan bahwa besamya bantuan sedikit-dikitnya berjumlah
Rp.65.000.000,-.
3) INPRES Nomor 11 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan jumlah
bantuan untuk masing-masing Daerah TingkatI sedikit-dikitnyaRp.2.SOO.OOO.OOO,-
4) INPRES Nomor 12 untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang bertujuan
untuk memperluas kesempatan belajar bagi anak-anak bmmur 7-12 tahun dalam
rangka pesiapan ke arah pelaksanaan kewajiban belajar, temtama bagi anak-anak
yang memasuki kelas I Sekolah Dasar, tetapi tidak dapat ditampung di Sekolah
Dasar yang ada; memantapkan dan memulihkan prasarana kesempatan belajar yang
tersedia, tetapi yang tidak lagi atau kurang memenuhi persyaratan serta untuk
mengatasi kebutuhan Sekolah Dasar di daerah transmigrasi, daerah yang tertimpa
bencana alam, daerah pemukiman baru dan daerah perkebunan inti.Adapun penetapan jumlah bantuan, penyediaan dan penyaluran biaya diatur secarabersama oleh Menteri-menteri yang bersangkutan.
eoAparaturNegara Dalam Peiha III
5) INPRES Nomor 13 untuk Banluan Pembangunan Sarana Kesehatan yang besamyaRp.90,- tiap pendudiik, dengan sedikit-dikitnya Rp.9,000.000,- setiap Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
6) INPRES Nomor 14 untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi, Adapun jumlah danmacam bantuan bagi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II ditetapkan olehMenteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri PekeijaanUmum, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, danMenteri Koordinaior Bidang EKUIN/Ketua BAPPENAS.
7) INPRES Nomor 15 untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasarberupa pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II danPemerintah Daerah Tingkat IDKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 10 lahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun, dengan bunga 0%.Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.30.000.000.000,-.
8) INPRES Nomor 18 untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten denganmengutamakan perbaikan badan jalan dan perkerasan permukaan jalan, perbaikan
dan penggantian jembatan yang sudah tua pada jalan Kabupaten Daerah Tingkat II.
Bantuan yang disediakan berjumlah Rp. 13.000.000.000,-.
Tahun Anggaran 1980/1981:
1) INPRES Nomor 3 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa/Kelurahan dengan
bantuan langsung kepada desa/kelurahan masing-masingRp.750.000,-. Di samping
itu, diberikan pula bantuan keserasian untuk menunjang pembangunan desa dalam
kecamatan UDKP dan untuk menjamin keserasian pembangunan desa yang
didasarkan pada upaya-upaya masyarakat yang mencerminkan swadaya gotong
royong desa.
2) INPRES Nomor 4 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang besamya
bantuan didasaikan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp. 750,— per
penduduk, dengan ketentuan bahwa besamya bantuan sedikit-dikitnya Rp.
100.000.000,—.
3) INPRES Nomor 5 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan jumlah
bantuan untuk masing-masing Daerah Tingkat I Rp. 5.000.000.000,—.
4) INPRES Nomor 6 untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang jumlah
selumhnya adalah Rp. 250.000.000.000,—
5) INPRES Nomor 7 untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang jumlahselumhnya adalah Rp. 50.000.000.000,—.
Aparatur Negara Dafam Pelita III ® ̂
6) INPRES Nomor 8 untuk Banluan Penghijauan dan Reboisasi yang selunihnyaberjumlah Rp. 48.642.000.000,—.
7) INPRES Nomor 9 untuk Bantuan Kredil Pembangunan dan Pemugaran Pasarberupa pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II danPemerintah Daerah Tingkat I OKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 10 tahun, termasuk tenggang waktu 2 tahun, dengan bunga 0 %.Jumlah bantuan yang disediakan adalah Rp. 45.000.000.000,—.
8) INPRES Nomor 10 untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten, dengan
mengutamakan pembangunan jalan-jalan yang menunjang kegiatan ekonomi rakyat,
jalan-jalan yang membantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan-jalan yang rusak.
Jumlah dana yang disediakan adalah sebesar Rp. 26.000.000.000,—
Tahun Anggaran 1981/1982, meliputi:
1) INPRES Nomor 2 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa/Kelurahan dengan
bantuan langsung kepada Desa/Kelurahan masing-masing beijumlah Rp.1.000.000,-
Di samping itu, diberikan pula bantuan keserasian untuk menunjang pembangunan
desa dalam kecamatan UDKP, bantuan khusus untuk pemenang perlombaan desa,
dan bantuan untuk pembinaan pada tingkat kecamatan.
2) INPRES Nomor 3 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang besamya
bantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp. 1.000,- tiap
penduduk, dengan ketentuan bahwa besamya bantuan sedikit-dikitnya berjumlah
Rp.150.000.000,-.
3) INPRES Nomor 4 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan jumlah
bantuan untuk masing-masing Daerah Tingkat I sedikit-dikimya Rp.7.500.000.000,-
4) INPRES Nomor 5 untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang selumhnya
berjumlah Rp.374.360.000.000,-.
5) INPRES Nomor 6 untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang selumhnya
berjumlah Rp.79.000.000.000,-.
6) INPRES Nomor 7 untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi yang selumhnya
berjumlah Rp.79.000.000.000,-.
7) INPRES Nomor 8 untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasarbempa pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II danPemerintah Daerah Tingkat IDKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
82AparaturNegara Dalam Pelita III
jangka waktu 15 tahun, termasuk tenggang waktu 5 tahun, dengan bunga 0%.Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.SO.OOO.OOO.OOO,-.
8) INPRES Nomor 9 untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten, denganmengutamakan pembangunan jalan-jalan yang menunjang kegiatan ̂ onomi rakyat,jalan yang membantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan yang rusak berat akibat
bencana alam. Bantuan yang disediakan beijumlah Rp.55.000.000.0(X),.
Tahun Anggaran 1982/1983, meliputi:
1) INPRES Nomor 1 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa/Keluiahan dengan
bantuan langsungkepadaDesa/Kelurahan masing-masing beijumlah Rp.1.250.000,-
termasuk Rp.250.000,- untuk kegiatan PKK. Di samping itu, diberikan pula bantuan
keserasian untuk menunjang pembangunan desa dalam kecamatan UDKP, dan
menjamin keserasian pembangunan desa yang didasarkan k^ada usaha-usaha
masyarakat yang mencerminkan besarnya potensi swadaya gotong-royong desa;
bantuan khusus untuk pemenang perlombaan desa serta bantuan untuk pembinaan
pada tingkat kecamatan.
2) INPRES Nomor 2 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat IT yang besarnya
bantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp.1.150,- tiap
penduduk,dengan ketentuan bahwa besarnya bantuan sedikit-dikitnya berjumlah
Rp.160.000.000,-.
3) INPRES Nomor 3 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan jumlah
bantuan untuk masing-masing Daerah TingkatI sedikit-dikitnyaRp.9.000.000.000,-
4) INPRES Nomor 4 untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang seluruhnya
berjumlah Rp.589.159.000.000,-.
5) INPRES Nomor 5 untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang seluruhnya
berjumlah Rp.98.450.000.000,-.
6) INPRES Nomor 6 untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi yang seluruhnya
berjumlah Rp.87.313.000.000,-.
7) INPRES Nomor 7 untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar
berupa pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat II danPemerintah Daerah Tingkat IDKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 15 tahun, termasuk tenggang waktu 5 tahun, dengan bunga 0%.Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.75.000.000.000,-.
/^araturNegaraDalamPelitalll
8) INPRES Nomor 8 untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten, denganmengutamakan pembangunan jalan-jalan yang menunjang kegiatan ekonomi rakyat,jalan yang membantu pembukaan daerah tcrisolasi dan jalan yang rusak berat akibatbencana alam. Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.80.100.000.000,-.
Tahun Anggaran 1983/1984, meliputi:
1) INPRES Nomor 4 untuk Program Bantuan Pembangunan Desa/Kelurahan denganbantuan langsungkepadaDesa/Kclurahan masing-masing berjumlah Rp.1.250.000,-termasuk Rp.250.000,- untuk kegiatan PKK. Di samping itu, diberikan pula bantuankeserasian untuk menunjang pembangunan desa dalam kecamatan UDKP, danmenjamin keserasian pembangunan desa yang didasarkan kepada usaha-usahamasyarakat yang mencerminkan besamya potensi swadaya gotong-royong desa;bantuan khusus untuk pemenang perlombaan desa serta bantuan untuk pembinaanpada tingkat kecamatan.
2) INPRES Nomor 5 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II yang besamyabantuan didasarkan pada jumlah penduduk dengan perhitungan Rp.1.150,- tiappenduduk,dengan ketentuan bahwa besamya bantuan sedikit-dikitnya berjumlahRp.160.000.000,-.
3) INPRES Nomw 6 untuk Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I dengan jumlahbantuan untuk masing-masing DaerahTingkatI sedikit-dikitnyaRp.9.000.000.000,.
4) INPRES Nomor 7 untuk Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang selumhnya
berjumlah Rp.589.159.000.000,-.
5) INPRES Nomor 8 untuk Bantuan Pembangunan Sarana Kesehatan yang selumhnya
berjumlah Rp.98.450.000.000,-.
6) INPRES Nomor 9 untuk Bantuan Penghijauan dan Reboisasi yang selumhnya
berjumlah Rp.87.313.000.000,-.
7) INPRES Nomor 10 untuk Bantuan Kredit Pembangunan dan Pemugaran Pasar
bempa pinjaman Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Tingkat n dan
Pemerintah Daerah Tingkat IDKI Jakarta dengan persyaratan pengembalian dalam
jangka waktu 15 tahun, lermasuk tenggang waktu 5 tahun, dengan bunga 0%.
Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.75.000.000.000,-.
8) INPRES Nomor 11 untuk Bantuan Penunjangan Jalan Kabupaten, dengan
mengutamakan pembangunan jalan-jalan yang menunjang kegiatan ekonomi rakyat,
jalan yang membantu pembukaan daerah terisolasi dan jalan yang rusak berat akibat
bencana alam. Bantuan yang disediakan berjumlah Rp.80.100.000.000,-
^ AparaturNegara Dalam Pelita III
4. Hasil penyempumaan di bidang penertiban operasional.
a. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan petugas pemeriksa di lingkunganInspektorat Jenderal Departemen agar dalam melaksanakan tugasnya sebagai aparatpengawasan fungsional, balk secara rutin maupun non rutin (dalam rangka Operas!Tertib), dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, telah diselenggarakan kursus-kursus sejak bulan Mei 1978 sampai bulan Desember 1979 dengan jumlah peserta 421orang.
Demikian pula dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan kemampuan danketerampilan operasional aparat pengawasan di Daerah, telah pula diselenggarakanlatihan/penataran bagi para Kepala Inspektorat dan Inspektur Pembantu di lingkunganwilayah Propinsi/Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia yang telah diikuti 503orang.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan pengawasan di bidang
konstruksi bangunan, maka dalam pertengahan tahun 1981. diadakan penataran bagi
para Pemeriksa, Inspektur Pembantu dan Inspektur yang menangani masalah
pembangunan Hsik di Departemen/InstansiPemerintah. Sedangkan untuk menggalakkan
fungsi pengawasan dan penertiban aparat pengawasan di tingkat Pusat dan Daerah.
sejak bulan Juli 1979. telah pula diselenggarakan latihan/penataran sebanyak 3 angkatan
yang diikuti oleh 104 PAMEN sebagai Inspektur OPSTIB yang diperbantukan kepada
Departemen dan Pemerintah Daerah Tingkat I. Status Inspektur OPSTIB merupakan
unsur OPSTIBPUS yang secara taktis operasional di tingkat Departemen dan tingkat
Daerah diperbantukan kepada IRJEN Departemen dan Gubemur Kepala Daerah
Tingkat I. sedangkan secara teknis berada di bawah OPSTIBPUS. dan secara administratif
di Daerah di bawah PANGDAM selaku OPSTIBDA.
b. Peningkatan disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan kewajiban menaati
ketentuanjam keija juga mendapatperhatian dari Pemerintah. Dalam rangkapelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai
Negara Sipil — khususnya mengenai kewajiban Pegawai Negeri untuk menaati jam
kerja sesuai KEPPRES Nomor 58 Tahun 1964 tentang Jam Keija pada Kantor
Pemerintah dan KEPPRES Nomor24 Tahun 1972 tentang Jam Keija dalam Lingkungan
DKI Jakarta Raya—telah dilakukan pengecekan teihadap 8 Departemen dan 11LPND
sebagai sample. Pengecekan ini mempunyai penganih yang positif terhadap presensi
pegawai pada Instansi Pemerintah dan dihar^kan agar tiq) pimpinan di lingkungan
keijanya masing-masing menggalakkan dan mempertahankan tingkat presensi yang
tinggi bagi pegawai dalam lingkungannya.
c. Efektivitas Laporan Pajak Pribadi (LP2).
Sejalan dengan pembinaan. kejujuran dan kebersihan aparatur yang merupakan fakttMr
Aparatur Negara Dalam Pelita III — ^
penting bagi pejabat Negara/Pegawai/ABRI, dan dalam rangka pembinaan PegawaiNegeri Sipil sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1980,maka pelaksanaan kewajiban melaporkan LP2 oleh pejabat sebagaimana ditetapkandalam KEPPRES Nomor 52 Tahun 1971, dijadikan syarat dalam pengembangan kario-pegawai yang bersangkutan. Namun demikian, setelah Undang-Undang perpajakandiubah, maka efektivitas LP2 berkurang karena mula-mula yang diharapkan adalahuntuk melihat pajak kekayaan pribadi pejabat.
d. Berdasarkan SuratEdaran MENPANNomor02/SE/MENPAN/1980tentangpenertiban
ijazah palsu dalam lingkungan Aparatur Pemerintah, dan Surat Edaran Nomor 7/SE/MENPAN/1980sertaSuratEdaran KepalaBAKN Nomor K.1-41A^.2-10 Tahun 1980
tentang tindakan administratif terhadap Pegawai Negeri Sipil yang menggunakan ijazahpalsu maka pada setiap Instansi Pemerintah telah dibentuk Tim dengan tugas untukmengadakan pengusutan dan penelitian terhadap oknum-oknum Pegawai Negeri Sipil
yang diduga menggunakan/memiliki ijazah palsu (Aspal) serta memberikan saran-
saran tindakan penertiban yang perlu diambil oleh Instansi yang berwenang.
Sampai Desember 1982 telah berhasil ditindak sebanyak224 pegawai dalam lingkungan
Departemen/Instansi Pemerintah, dengan rincian:
1) 63 orang yang menggunakan ijazah Saijana,
2) 47 orang yang menggunakan ijazah tingkat Sarjana Muda,
3) 114 orang yang menggunakan ijazah Sekolah Lanjutan tingkat Atas ke bawah.
Di samping itu masih ada 363 orang—masing-masing 170 orang yang menggunakan
ijazah tingkat Saijana lengkap dan 193 orang yang menggunakan ijazah Sarjana Muda
— yang masih dalam proses pemeriksaan.
e. Sehubungan dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, MENPAN
denganSuratNomorB-1053/I/MENPAN/12/1981yangkemudiandiperbaharui dengan
Surat Nomor B-211/I/MENPAN/3/1982, menetapkan tata cara penyampaian tindak
pidana kepada s^aratur penindak hukum.
f. Selanjumya masih dilakukan penertiban-penertiban khusus bersama-sama OPSTIBPUS
seperti:
1) Operasi"SIHWA"I yangbertujuan menanganipenyimpangan dalam pengangkatan
tenaga Honorer Daerah (HONDA) dan Kepala/ Perangkat Kelurahan menjadiPegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan di 10 Propinsi/ Daerah Tingkat I telahdapat mengungkapkan penyelewengan-penyelewengan oleh 97 orang PegawaiNegeri Pusat dan Daerah, yang telah dikenakan hukuman disipliner sesuai PeraturanPemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
86 Aparatur Negara Dalam Pelita III
2) Operasi TERATAI yang dilaksanakan dalam rangka penertiban Angkutan JalanRaya.
3) Operasi TUNAS yang bertujuan mengadakan penertiban proses p^erimaan Muiidbam SMTP/SMTA Tahun Ajaran 1982/1983 di 8 IbukotaPropinsi. Oknum-oknumyang terlibat dalam kasus-kasus penyimpangan tersebut berjumlah 154 atang,terdiridari;
a) 70 orang Kepala SMTP,
b) 59 orang Kepala SMTA,
c) 8 orang gum SMTP,
d) 11 orang gum SMTA,
e) 6 orang pejabat^egawai Kantor Wilayah.
Mereka telah dikenakan sanksi hukuman disiplin sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980.
4) Dalam rangka penertiban pelaksanaan SDINPRES telah dilakukan op^asi dengan
nama "OPERASI VIDYA GRIY A".
5) Sebagai kelanjutan dari Operasi SIHWA I, pada bulan Desember 1982 sampai
dengan Januari 1983 dilakukan Operasi SIHWA n pada 12 Propinsi Daerah
Tingkat I.
g. Kegiatan-kegiatan dalam Tim Koordinasi.
1) Tim Koordinasi penanganan masalah pertanahan dengan KEPPRES Ncmior 51
Tahun 1979dalam rangka penertiban masalah pertanahan yang menyangkutberbagai
Instansi Pemerintah:
a) Lembaga Bagi Hasil (UU Nomor 2 Tahun 1960) disempumakan dengan
INPRES Nomor 13 Tahun 1980;
b) Lembaga Kuasa Mutlak telah diadakan pembatasan.
2) Guna membantu terwujudnya ketertiban di bidang kehutanan, dengan Kq)utusan
Menteri Pertanian Nomor 232Tahun 1980, Tim khusus kehutanan telah melakukan
pemukiman kembali penggarap hutan lindung dan menampungnya dalam daerah
transmigrasi.
3) Dalam rangka penertiban secara integral guna membantu terwujudnya "catur tertib"
di bidang agrariamaka, dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun1979, Tim Khusus Agraria telah mengambil langkah-langkah sebagai berikut
a) Penguasaan kembali tanah bekas hak barat seluas kuiang lebih 102,5 hektar diwilayah Kuningan, Jakarta Selatan;
AparaturNegara Dalam Pelita III —
b) Pemanfaatan tanah PJKA yang belum berfungsi;c) Penguasaan kembali bekas tanah PT Sepatu Baia dari PT Jaya Realty seluas
kurang lebih 39 hektar;
d) Mengusahakan tanah kebutuhan pembangunan gedung PT Indosat di JalanMerdeka;
e) Pemanfaatan tanah peikantoran di Jalan Sudiiman;f) Mengefektifkan penggunaan tanah 116 penisahaan real estate;
h. Penanganan KasusOPSTIB yang terdiri dari 6.342kasusdengan personil yang ditindaksebanyak 8.491 (Hang dengan rincian:
1) tindakan administratif sebanyak 7.946 orang,
2) pengenaan hukuman sebanyak 530 orang,
3) tindakan Iain-lain sebanyak IS orang.
88AparaturNegara Dalam Pelita HI
^ idang Umum Majeiis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil PEMILU bulan Mei 1982,yang diselenggarakan tanggal 1 Maret sampai dengan 9 Maret 1983, menghasilkan 8
(delapan) buah Ketetapan MPR.
Pada tanggal 9 Maret 1982, dengan Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1983, selain menerima
baik pertanggungjawaban Presiden Soeharto selaku Mandataris MPR yang telah dilaksanakan
secarakonsistensejaktahunl973,LembagaTertinggiNegaraitujugamengukuhkanpemberian
penghargaan kepada Presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Indonesia sesuai dengan
permintaan rakyat di selunih pelosok tanah air. Di samping itu, dengan Ketetapan MPR Nomor
VI/MPR/1983, Lembaga Tertinggi Negara itu mengangkat Jenderal (Pum.) Soeharto menjadi
Presiden Republik Indonesia/Mandataiis MPR untuk masajabatan 5 tahun (1983 - 1988), dan
dengan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1983 Jenderal (Pum.) Umar Wirahadikusumah
diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.
Selain Ketetapan-ketetapan MPR yang menyangkut Jenderal (Pum.) Soeharto—baik dalam
kaitannya dengan kedudukannya sebagai Presiden R. I. dan pertanggungjawabannya selaku
Mandataris MPR, pengukuhannya sebagai Bapak Pembangunan Nasional, maupun
pengangkatannya sebagai Presiden R. I. dan Ketetapan MPR tentang pengangkatan Jenderal
(Pum.) Umar Wirahadikusumah sebagai Wakil Presiden, Sidang Umum Lembaga Tertinggi
Negara juga menetapkan beberapa Ketetapan MPR lainnya yang berkaitan dengan tugas-tugas
yang diembankan kepada Presiden/Mandataris MPR. Dua di antaranya yang mempunyai
relevansi dengan Pendayagunaan Aparatur Negara adalah Ketetapan MPR Nomor II/MPR/
1983 tentang Garis-garis Besar Hainan Negara dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1983
tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/Mandatris MPR dalam Rangka
Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.
K onsisten dengan tekad Pemerintah Orde Bam untuk meningkatkan kualitas sumber dayamanusia di kalangan Aparatur Negara/Pemerintah, dan seperti halnya dengan GBHN-
GBHN sebelumnya, Pendayagunaan Aparatur Negara/Pemerintah juga dicantumkan secara
khusus dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Hainan Negara
dengan mmusan sebagai berikut:
Aparatur Negara Dalam Pelita IV 91
1. Aparalur Pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat makin ditingkatkanpengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara, yangberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Pembinaan, penyempumaan dan penerdban Aparatur Pemerintah balk di tingkat Pusatmaupun Daerah, termasuk perusahaan-penisahaan miiik negara dan milik daerad sebagaiaparatur perekonomian negara dilakukan secara terus-menerus, agar dapal mampu menjadialat yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas umum Pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar, dengandilandasi semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.
3. Perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang telahdilakukan dalam rangka penertiban Aparatur Pemerintah serta dalam menanggulangimasalah-masalah korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan
dan keuangan negara, pemungutan-pemungutan liar serta berbagai bentuk penyelewenganlainnya yang menghambat pelaksanaan pembangunan. Untuk itu perlu ditingkatkanpengawasan dan langkah-langkah penindakan.
4. Pemerintah perlu lebih meningkatkan hubungan fungsional yang makin mantap denganlembaga-lembaga perwakilan rakyat, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah.
5. Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosoknegara dan dalam rangka membina kesatuan bangsa, maka hubungan kerja yang serasiantara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terns dikembangkan atas dasar keutuhan
negara kesatuan dan diarahkan [Kida pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, dinamis danbertanggung jawab dan dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi yang d^at
mendorong kemajuan dan pembangunan daerah.
6. Untuk makin memperlancar tugas-tugas Pemerinlahan dan menyerasikan usaha-usahapembangunan di daerah perlu ditingkatkan kemampuan dan keija sama Aparatur Pemerintahyang ada di Daerah, baik Aparatur Pusat maupun Aparatur Daerah.
7. Usaha memperkuat Pemerinlahan desa, agar makin mampu menggerakkan masyarakatuntuk berpartisipasi dalam pembangunan serta menyelenggarakan administrasi desa yang
makin meluas dan efektif, perlu dilanjutkan dan lebih ditingkatkan.
Soal Pendayagunaan Aparatur Negara/Pemerintah kemudian dipertegas lagi dalam Ketetapan
MPR Nomor VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/
Mandataris MPR dalam rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional, yang
dalam Pasal 1 huruf (b) dinyatakan sebagai berikuU "Meneruskan penertiban dan pendayagunaan
Aparatur Negara di segala bidang dan tingkatan".
92 — Aparatur Negara Dalam Pefita IV
MENPAN DALAM KABINET PEMBANGUNAN IV
alam rangka melaksanakan tugas-tugas yang dilimpahkan MPR kepada Presiden/
Mandalaris MPR tersebut di atas maka, pada tanggal 16 Marel 1983, Presiden Soeharto
meneibilkanKEPPRES Nomor45/MTahun 1983 lentang Pembentukan KabinetPembangunanIV. Dalam KEPPRES tersebut sebutan MENPAN disesuaikan dengan dinamika, perkembangan
dan kebutuhan untuk penyempumaan bidang Aparalur Negara sehingga diubah dari Menteri
NegaraPenertiban AparaturNegara/Wakil KetuaBAPPENAS menjadi MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARAAVAKIL KETUA BAPPENAS.
Perubahan sebutan itu dilatarbelakangi dengan peningkatan fungsi dan tugas-tugasnya, yaitu
penekanan dari segi penertiban dengan oricntasi tindakan-iindakan operasional menjadi fungsi
pendayagunaan dengan orientasi yang mencakup tindakan pembinaan, pengendalian/
penyempumaan kebijaksanaandi bidang Aparatur Negara. Istilah "pendayagunaan" mengandung
makna: penyempumaan, pembinaan dan penertiban. Lingkup sas^an yang ditekankan pada
kebijakan "pendayagunaan" bidang Aparatur Negara ini ialah mewujudkan pelaksanaan
administrasl Negara/Pemerintah agar lebih mampu, lebih efektif, erisien,bersih dan berwibawa
dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan dengan dilandasi
semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.
Bentuk penyelenggaraan pendayagunaan diarahkan kepada aspek penyempumaan, pembinaan/
pengarahan dan penertiban melalui pemmusan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan di bidang
Aparatur Negara. Sehubungan dengan itu, maka dalam KEPPRES Nomor 25 Tahun 1983
tanggal 23 Mei 1983, tugas pokok MENPAN adalah menangani peningkatan pendayagunaan
Aparatur Negara di segala tingkatan kebijakan. Dalam periode ini yang diangkat untuk
menduduki jabatan MENPAN adalah Dr. Saleh AniT yang sekaligus menjabat sebagai Wakil
Ketua BAPPENAS.
PROGRAM KEGIATAN PAN
alam pelaksanaan tugas-tugas Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dipergunakan
pendekatan menyelunih yang meliputi segala segi penyelenggaraan administraslPemerintah dengan ruang lingkup yang luas. Hal ini menuntut upaya-upaya PAN hamsdilakukan secara bertahap, bcrencana dan tcrus-menerus, didasarkan atas program prioritasyang disesuaikan dengan pengutamaan dan penekanan pelaksanaan pembangunan nasionalsebagaimana digariskan dalam GBHN dan REPELITA IV. Sejalan dengan itu, programkegiatan PAN dalam PELITA IV lebih mengintensifkan kegiatan monitoring, evaluasi dan
Aparatur Negara Dalam Pelita IV
mengupayakan penyempumaan-penyempumaan kebijaksanaanPemerintah yang mendukungpelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan. Program PAN pada penode ini, eratkaitannya dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang peiekonomian, yakni meliputi tindakandalam mengadakan penyesuaian ekonmni nasional sebagai akibat pengaruh gejolak ekstemal*benipa Resesi Ekonomi karena penuninan harga minyak dunia yang drastis pada awal 1980-an. Penunman harga minyak tersebut berakibat pada lemahnya perdconomian Indonesia yangP^a saat itu tergantung dari devisa basil penjualan minyak dan gas bumi.
Sebagai konsekuensinya, Pemerintah melakukan reorientasi strategi, antara lain denganmelakukan pembahan dan penyempumaan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menciptakaniklim atau pra kondisi yang mendorong lebih berperannya dunia usaha ekonomi non migas.Kebijaksanaan sirategis Pemerintah tersebut kemudian dikenal dengan tindakan "deregulasidan debirokratisasi".
Deregulasi dan debirdcratisasi merupakan kebijaksanaanPemerintah dalam usaha pengurangan.peniadaan atau penyempumaan berbagai ketentuan perundang-undangan meliputi tindakanpenyederhanaan sistem tata hubungan kerja dan prosedur guna menyesuaikan dengan kondisipertumbuhan dan kebutuhan dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Kebijaksanaan ini hakekamyamerupakan upayakearah pembenahan manajemen danorganisasipenyelenggaraan pemerintahan dalam melaksanakan fungsi pengabdian dan pelayanankepadamasyarakat.
Salah satu sasaran utama dalam implementasi kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasiialah:
a. Penyederhanaan sistem dan prosedur untuk mengurangi alur pengurusan perizinan yangmenimbulkan ekonomi biaya tinggi.
b. Penciptaan iklim yang menunjang untuk berusaha (berbisnis) bagi masyarakat dunia usaha,temtama dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya ekspor non migas.
Dengan latar belakang kebijakan tersebut maka program Pendayagunaan Aparatur Negaradalam PELITAIV meliputi bidang-bidang sebagai berikuL
A. Bidang Kelembagaan.
Sasaran Pendayagunaan Aparatur Negara di bidang kelembagaan merupakan upaya
pembinaan, penyempumaan dan penertiban yang berlanjut dari PELITA ke PELITA yang
diarahkan untuk lebih mengupayakan peningkatan efisiensi, penyederhanaan stniktur dan
konsistensi asas kelembagaan dengan beban tugas/fungsi dari unit kerja organisasi
Departemen maupun Lembaga Pemerintah Non-Departemen, termasuk Lembaga
Perekonomian. Program kegiatan yang dilaksanakan dalam PELITA IV adalah:
94 — Aparatur Negara Dalam PeSta IV
1. Mengembangkan-penerapan asas-asas kelembagaan yang mendasari ketentuan <faiamKEPPRES Nomor 44 Tahun 1974 seperti asas fungsionalisasi, asas pembagian habistugas, sena asas oganisasi lini dan staf yang tetap menjadi pedoman pendayagunaankelembagaan, sejalan dengan era efisiensi nasional untuk menunjang peningkatankegiatan ekonrxni nasional.
2. Menekankan perlunyapenyederhanaan stniktur, peningkatan koordinasi dan keserasiank^a antarleml^a, membatasi penambahan unit-unit kerja sampai pada tingkat yangb^iar-benar perlu untuk mendukung berk^bangnya beban keija.
3. Memberikan ketegasan dan kejelasan rumusan tugas dan fungsi setiap lembaga dansetiq) unit keija, antara lain p^lunya ketegasan bahwa Direktur Jenderal adalah
merupakan unsur pelaksana utama di D^KUtemen yang bersangkutan dan menipakan
penanggung jawabprogram tertentu, sesuai dengan bidang tugasnya. Dengan demikian,badan-badan lain di lingkunganDepartemen dan Lembaga Ftimerintah Non-Departemendapat memberikan peranannya yang jelas sehingga tercapai keserasian keija antarlembaga s^ kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
4. Mengusahakan penciptaan kelompdcjabatan fungsional untuk menguiangi penddcatan
stiuktuial dalam langka upaya penyederhanaan stniktur.
5. Melaksanakan pendayagunaan kelembagaan di daerah beidasarkan Undang-UndangNomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, di samping
memperhatikan asas-asas kelemlxigaan.
Teihachqi) kelembagaan di daerah,baik kelembagaan Instansi Vf-rriicai Han imitpftlaksanapusat maupun kelembagaan daoah otonom, diusahakan penyederhanaan stniktur dan
penciutan kelembagaan serta mengutamakan pniingkatan kondlnasi antar tembaga di
daerah.
6. Melakukan upaya pembinaan dan penyempumaan di bidang kelembagaan dengan
penekanan agan
a. masing-masing Dqiartemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen dan Instansi
Pemerintah lainnya makin mampu merumuskan kedudukan, tugas, fungsi, susunan
organisasi dan tata keija segenap unit cuganisasi di lingkungannya masing-masing;
b. menyesuaikan dragan beban tugas dan misinya dalam melaksanakan program
pembangunan;
c. menghindaikanadanyap^bahanorganisasidiluarproseduryangtelahditBntukan
dan mencegah penambahan inti organisasi yang mengakibatkan pembebanan
keuangan negaia di luar kemampuan (inefficiency).
AparaturNegara Dalam PelitatV 95
B. Bidang Kepegawaian.
Dalam periode PELITA IV, konsentrasi Pendayagunaan Aparatur Negara di bidangkepegawaian diarahkan un tuk mengembangkan program-program kegiatan sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelaksanaan landasan kode etik kepegawaian berdasarkan sistemkarier dan sistem prestasi keija, jiwa karsa Pegawai Negeri, penerapan pola dan gayahidup sederhana serta peningkatan kesadaran dalam memenuhi kewajiban membayarpajak.
2. Melaksanakan inventarisasi jabatan, penyusunan uraian jabatan, analisa dan penilaianjabatan serta penentuan persyaratan jabatan dalam rangka penetapan formasi yang sehat
sebagai dasar pengadaan pegawai.
3. Mengembangkan dan menyempumakan sistem analisa dan standar-standar yang
diperlukan teigi analisa kebutuhan pegawai.
4. Menyempumakan sistem gaji.
5. Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan dan pengaturan jabatan struktural dan
jabatan fungsional, temtamaakan dilakukanpenelitian tentangjabatan-jabatan fungsional
yang diperlukan.
6. Meningkatkan pendidikan dan latihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan mencakup
semua tingkat Pegawai Negeri, baik dalam bidang teknis, teknis fungsional maupun
administrasi dan administrasi bidang-bidang pembangunan, temtama penyelenggaraan
pembangunan yang bersifat antar sektoral.
Selain pendidikan dan latihan, disempumakan penyelenggaraan pendidikan
penjenjangan, antara lain dengan dimulainya penyelenggaraan SESPA Nasional.
7. Memperbaiki kesejahteraan Pegawai Negoi secara bertahap, sesuai kemampuan
keuangan negara, meliputi asp^ yang luas sep^ jaminan hail tua, perumahan,
bantuan perawatan kesehatan dan lain sebagainya.
8. Melakukan penyerasian mengenai kedudukan, kewajiban dan hak pegawai BUMN/
Daerah dan Pegawai Negeri Sipil.
9. Melhnjutkan penyelesaian penyusunan dan penyempuraaan berbagai peraturan- perundang-undangan mengenai:
a. cara-cara penetapan dan pemenuhan formasi serta pengembangan dan pengaturan
jabatan;
^ ̂faraturNegara Dalam Pelita IV
b. peraturan tentang perpindahan jabatan dan peipindahan wilayah kerja, sistemprestasi keija, peningkatan disiplin kerja, pencegahan terjadinya pertentangankepentingan kedinasan/jabatan dengan kepentingan pribadi, penyempumaanpendidikan dan latihan, kode etik Pegawai Negeri Sipil dan lain sebagainya.
C. Bidang Ketatalaksanaaa
Pendayagunaan Aparatur Negara di bidang ketatalaksanaan ditujukan untuk lebih
menekankan pada penyempumaan kebijaksanaan yang menyangkut sistem dan prosedur
pengelolaan administrasi pemerintahan yang berkaitan dengan fungsi aparatur sebagai abdi
masyarakat dan memberikan kemudahan pelayanan, terutama yang berkaitan dengan
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat di berbagai sektor dalam pelaksanaan
pembangunan, dan perbaikan tata laksana yang mendukung usaha peningkatan sumber
daya ekspor non-migas serta mencegah pemborosan dan penyimpangan dalam
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan tugas pembangunan.
Dalam periode ini, {HOgram PAN dalam bidang ini lebih menekankan pada langkah-
langkah penyempumaan dengan melakukan deregulasi dan debirokratisasi kebijaksanaan
administrasi pemmntahanyangdiperlukanagarbenar-benarmendukungusaha peningkatan
pelaksanaan program-program pembangunan. Program kegiatan di bidang ketatalaksanaan
yang dilakukan selama periode PELITAIV adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan sistem koordinasi secara fungsional, termasuk sistem komunikasi
horisontal dan vertikal,baik intern maupun ekstem agar dapat mendukung kebijaksanaan
secara terpadu.
2. Menyempumakan dan memmuskan kebijaksanaan-kebijaksana^m Pemerintah,
khususnya yang menyangkutkepentinganbidangusaha masyarakatuntuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan pembangunan.
3. Menyempumakan dan menyederhanakanprosedur dan tata kerja, baikantar-Departemen
maupun dalam suatu Departemen/Lembaga agar tercipta langkah-langk^ kegiatan
yang serasi dan terpadu.
4. Mengembangkan sistem informasi maupun untuk efisiensi pengolahan data dengan
memanfaatkan jasa komputer atas pertimbangan sebagai berikut:
a. Pemanfaatan komputer hams terkait dalam sistem informasi Pemerintah, denganmempertimbangkan secara sungguh kapasitas yang diperlukan.
b. Memperhatikan aspek-aspek tdcnologi dan alih teknologi.c. Memperhatikan pengembangan perangkat lunak, standarisasi program d;^ lain
sebagainya.
d. Memperhatikan program-program pendidikan dan latihan tenagadi bidang komputer.
Aparatur Negara Dalam Pefita IV —
5. Menyempuinakan kebijaksanaan di bidang tatalaksana administrasi perizinan yangdiarahkan untuk mempeijelas, menyederhanakan dan memberikan kqiastian yanglebih menjamin kecq)atan pelayanan, khususnya bagi kegiatan ekonomi dengan tetapmemberi pengarahan kepadapencapaian sasaian dan tujuanpembangunan. Peningkatanusaha penyempumaan/penyederhanaan perizinan tersebut dilakukan tenitama dalamhal:
a. Penataan kembali dan penyempurnaan aparatur penindang-undangan yangmenyangkutkegiatandunia usaha dengan badasarasasp^yederhanaan,iasi(Hialisasi
dan memp^hatikan hal-hal sebagai b^ikut:
1) Produk-produkhukumdimaksudditetapkanberdasaricansuatusistematikayangmemudahkan bagi pengusaha untuk dapat mengikuti dan melaksanakan.
2) Kebijaksanaan dan p^yaratan umum yang berlaku bagi semua pmisahaan,tetapi belum dituangkan dalam suatu jvoduk hukum, diusahakan menjadiproduk hukum.
3) Materi produk-produk hukum dimaksud mencakup, antara lain, hal-hal yang
hanis dilakukan, dihindari dan dilaiang untuk dilakukan oleh penisahaan yang
bersangkutan.
b. Pengatuian kembali hubungan antaia perizinan dalam satu sektor dengan sektor
lainnya, agar tidak teijadi kesimpangsiuian dan agar sektor yang b«kaitan saling
menunjang.
c. Menghindarican sistem birokiasi yang berlebihan dalam langka pengembangan
sektor swasta, toutama dalam pemberian perizinan, pembinaan dan pengawasan.
d. Penyederhanaan perizinan dengan caia penggabungan perizinan yang masih
diperlukan dan penghapusan perizinan yang tidak diperiukan.
e. Pen^i^)usansegalaptmgutantidakresmi yang dikaitkan dengan pemberian perizinan.
6. Penyempumaan'dsBipei^esiiaianbentiikdanstatiisBl^^meiBiRitketemuanpembinaan
dan pengawasannya sebagaimana diatur dalam Peratuian Pemerintah NontOT 3 Tahun
1983 tentang Tata cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN.
D. Bidang Pengawasan dan Penertiban.
Pendayagunaan Aparatur Negara di bidang pengawasan dan penertiban dilainiVan denganlangkah-langkah sebagai berikut
98 AparaturNegara De8amPeSta IV
1. Meningkatkan dan memantapkan sistem pengawasan dan penertiban, baik pengawasanmelekat maupun pengawasan fungsional untuk mencegah pemborosan, penyimpangandan kebocoran serta menjamin keberhasilan tugas-tugas umum Pemerintah danpembangunan.
2. Meningkatkan kesadaran. tanggung jawab dan kemampuan setiap pejabat pimpinandalam pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas Instansi yang dipimpinnya,melalui pendidikan dan latihan.
3. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan aparat pengawasan pada umumnyadan aparat pengawasan fungsional intern di daerah melalui program pendidikan, latihandan penataran.
4. Mengembangkan norma dan teknik pengawasan serta penyempumaan sistem prosedurdan tata cara pelaksanaan pengawasan, terutama pengawasan fungsional di Departemen.
5. Mengembangkan dan membina suatu pola pelaksanaan pengawasan yang terpadu,
terarah dan serasi dalam pelaksanaan pengawasan intern Departemen/Instansi oleh
^aratpengawasan fungsional Departemen/Instansi dan pengawasan ekstem Pemerintah.
6. Melanjutkan dan meningkatkan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang telah dilakukan
dalam rangka penertiban Aparatur Pemerintah serta dalam menanggulangi masalah
korupsi, penyalahgunaan wewenang, kebocoran dan pembtx'osan kekayaan dan keuangan
negara, pungutan-pungutan liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang
menghambat pelaksanaan pembangunan melalui pelaksanaan Operasi Tertib di
lingkungan Departemen/Instansi di Pusat dan di Daerah, disertai langkah-langkah
penindakan.
A. Bidang kelembagaan.
Pendayagunaan kelembagaan Aparatur Pemerintah pada awal masa bakti Kabinet
Pembangunan IV ditandai dengan penataan organisasi departemen bam, penataan organisasi
beber^a Kantor Menteri Negara, Kantor Menko EKUIN dan WASH ANG, Kantor MenteriMudadan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta penyempumaan
dan penataan kembali Departemen Keuangan.
Aparatur Negara Dalam Pelita IV ——
Sejalan dengan peikembangan proses pembangunan, juga dilakukan penyesuaian susunanunit-unit organisasi dalam beberapa Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen
sesuai dengan kebutuhan yang mendesak untuk mendukung kelancaran pelaksanaanpembangunan. Sehubungan dengan itu maka susunan organisasi Departemen yang diatur
dengan KEPPRES Nomor45 Tahun 1974 disempumakan dengan KEPPRES Nomor 15
Tahun 1984 serta perubahan-perubahannya, dan terakhir dengan KEPPRES Nomor 36
Tahun 1987. Ad^un penyempumaan-penyempumaan yang dilakukan, antaia lain, adalah
sebagai berikut:
1. Departemen Dalam Negeri.
Di lingkungan Departemen Dalam Negeri dilakukan penataan kembali organisasi dan
tata keijanya secara menyeluruh sebagai tindak lanjut dari KEPPRES Nomor 47 Tahun
1986, termasuk di dalamnya penataan beberapa Unit Pelaksana Teknis di wilayah guna
menunjang kegiatan pembangunan nasional.
2. Departemen Luar Negeri.
Sesuai dengan perkembangan dunia intemasional, maka susunan organisasi Perwakilan
R.l. di Luar Negeri disempumakan beidasaikan pendekatan hubungan yang rasional
dan realistik dengan mitra di luar negeri, temtama di bidang ekonomi dan politik. Di
samping itu dibuka beberapa Perwakilan R.I. yang bam.
3. Departemen Kehakiman.
Penyempumaan organisasi Departemen Kehakiman dilakukan terutama untuk
menunjang pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana, di manapengumsan tahanan dan penyimpanan barang sitaan negara mempakanwewenang Departemen Kehakiman. Di samping itu juga dilakukan penyempumaan
Instansi Vertikal di wilayah seperti Kantor Wilayah, Unit Pelaksana Teknis dan
Pengadilan Negeri.
Dalam penyempumaan tersebut dilakukan pula penyederhanaan organisasi denganpenutupan 38 Kantor Perwakilan Balai Harta Peninggalan karena dipandang beban danvolume kerjanya dapat langsung ditangani oleh Balai yang membawahinya.
4. Departemen Penerangan.
Untuk menunjang fungsi kegiatan penerangan dalam rangka menyukseskanpembangunan, pada organisasi Departemen Penerangan telah disempumakan denganmenambah unit keija yang menangani pembinaan teknik radio, televisi dan film di
lingkungan Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film (RTF). Di samping itu jugadiselenggarakan p)endidikan dan latihan Ahli Multi Media di Yogyakarta gunamendidiktenaga-tenaga yang terampil, ahli serta menguasai bidang media penerangan.
100AparaturNegara Dalam Pelita IV
5. Departemen Keuangan.
a. Dalam rangka memperlancar arus barang dan meningkatkan penerimaan negaratclah dikduarkan INPRES Nomor 4 Tahun 1985 yang diikuti dcngan upaya-upayadebirokratisasi dan deregulasi sehingga mengharuskan penyesuaian danpenyederiianaanoiganisasi Departemen Keuangan, terutamapadaDircktorat JenderalBea dan Cukai. Penyempumaan tersebut tertuang dalam KEPPRES Nomor 76Tahun 1986.
b. Untuk meningkatkan pelayanan dan menggalakkanpenanaman modal dibentuklah
Pusat Pengelolaan Pengembalian dan Pembebasan Bea Masuk, sejalan dengankebijaksanaan Pemerintah tanggal 6 Mei 1986.
c. Dalam rangka memantapkan dan menyempumakan sistem penyusunan dan
penganalisaan APBN maka dibentuklah unitorganisasibaru,yaitu Pusat Penyusunandan Analisis APBN.
d. Memasuki tahun ke 4 REPELITA IV maka, dalam rangka efisiensi, dengan
KEPPRES Nomor 36 Tahun 1987 telah diadakan penyederhanaan organisasi di
lingkungan Departemen Keuangan dengan digabungnya Direktorat Jenderal Moneter
Luar Negeri dan Direktorat Jenderal Moneter Dalam Negeri menjadi Direktorat
Jenderal Moneter. Termasuk dalam penyederhanaan itu penataan kembali organisasi
Direktorat Jenderal Anggaran, Sekretariat Jenderal dan pembentukan Badan Analisis
Keuangan Negara, Perkreditan dan Neraca Pembayaran sebagai pelaksana tugas di
bidang analisis keuangan negara, perkreditan dan neraca pembayaran.
6. Dei»rtemen Perdagangan.
Dalam rangka menggalakkan kegiatan ekspor non-migas dan peningkatan devisa
negarajuga diadakan penyempumaan organisasi di lingkungan DepartemenPerdagangan,
terutama dalam Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) sesuai KEPPRES
Nomor 47 Tahun 1985.
7. Dalam rangka pencapaian hasil yang maksimal, terutama swasembada beras dan
peningkatan komoditi lainnya di bidang pertanian, maka telah diadakan pemants^an
koordinasi pelaksanaan Operasi BIMAS di daerah dengan menata kembali organisasi
dan tata kerja Sekretariat Badan Pengendalian BIMAS, baik pada tingkat Pusat,
Propinsi maupun Kabupaten.
Selanjutnya, dalam meningkatkan usaha perikanan dan petemakan, juga telah ditata
kembali organisasi dan tata kerja DIKL AT Ahli Usaha Perikanan. Di samping itu juga
dibentuk Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan yang bertugas memberikan
sertifikat produk obat hewan, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun yang
AparaturNegara Dalam Pelita IV
berasal dari impor. Kemudian dalam upaya meningkatkan kemampuan ApaiaturDepartemen Pertanian, telah pula dibenluk UPT Balai Penataran dan Latihan Pertanian(BPLP) yang bertugas melaksanakan pendidikan, penataran dan latihan bagi pegawaiDepartemen Pertanian.
8. Departemen Perindustrian.
Dalam rangka merombak struktur ekonomi ke arah yang lebih seimbang antarapertanian dan industri, seperti yang diamanatkan dalam GBHN sehubungan denganupaya meletakkan kerangka dasar REPELITAIV, diiasa perlu untuk menyempumakanorganisasi di lingkungan Departemen Perindustrian.
Sehubungan dengan itu maka, memasuki REPELIT AIV, telah diadakan penyempumaanorganisasi, terutama untuk menata kembali Direktorat-direktorat di lingkungan DiiektoratJenderal yang sebelumnya menggunakan sistem proses diubah dengan sistem kombinasiantara proses dan komoditi, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitaspembinaan industri di masing-masing sub sektor industri.
Di samping itu juga telah dibentuk Sekolah Menengah Analis Kimia dan SekolahMenengah Teknologi Industri, serta memberikan dorongan kepada perusahaan industriuntuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan ketrampilan dan latihan dibidang indusui.
9. Departemen Kesehatan.
Dalam rangka pengembangan sistem kesehatan nasional dan upaya meningkatkanpembangunan di bidang kesehatan telah dilakukan penyempumaan organisasiDepartemen yang meliputi penataan kembali direktorat-direktorat padaketiga DiiektoratJenderal yang ada.
Demikian juga halnya pada tingkat pelaksanaan di daerah juga telah dibentukbeberapa
Unit Pelaksana Teknis seperti Balai Latihan Kesehatan Masyarakat yang bertugas
untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian bagi tenaga-tenaga kesehatan.
10. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pemerintah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap bidang pendidikan, yang
tercermin dari besamya alokasi dana yang diberikan untuk bidang tersebut, karena
disadari bahwa hari depan bangsa dan negara tertumpu pada generasi penems yang
cerdas, terampil dan bertanggung jawab. Sejalan dengan itu, maka upaya pemberian
pelayanan di bidang pendidikan tems-menerus ditingkatkan, antara lain dengan
menyempumakan kelembagaan bidang tersebut yang terlihat nyata dengan
diselenggarakan Universitas Terbuka pada awal PELITAIV dan pembukaan sekolah-
sekolah bam secara merata di selumh pelosok tanah air.
'02 — Aparatur Negara Dalam Pelita IV
Demikian juga dengan organisasi organik lingkai Pusat mengalami beb^apa *'penyempumaan pula, sesuai dengan perkembangan, kebuiuhan dan dana yang lersedia.
ll.Lain-iain.
Selain bcberapa Depanemen tersebul di alas, upaya penyempumaan dilakukan juga
lerhadap hampir semua perangkal kelembagaan Aparalur Ncgara secara bcrtahap, balk
pada unit organisasi tingkat Pusat maupun Instansi Vertikal dan Unit-unit Pclaksana
Tcknis lainnya.
B. Bidang Kepcgawaian.
1. Perencanaan formasi.
a. Perencanaan formasi untuk INPRES Keschaian dan INPRES SD.
Sebelum secara resmi diajukan olch Kepala B AKN kepada MENPAN tclah diadakan
rapatkoordinasi tcnaga INPRES yang terdiridari unsurDepartemen Dalam Negcri,
Kantor MENPAN, BAPPENAS, Departcmen Keuangan dan Departemen terkait
lainnya.
Untuk INPRES Kcsehaian, rapat koordinasi telah dapat mengarah pada sasarannya,
di mana sinkronisasi antara formasi, biayapcijalanan, latihan pra jabalan di Jakarta
dan pcnempatan telah dicapai dengan mcmuaskan. Sebaliknya, pada INPRES SD
belum pcmah dapat dicapai suatu kcpasiian tcntangpcnyusunan formasi. Sekalipun
dasar pcnyusunan formasi Guru SD telah dilandasi olch jumlah gcdung SD yang
seiesai dibangun, namun dalam realiianya masih banyak terdapat SD-SD yang
kekurangan guru karena:
1) Kebijaksanaan yang diambil oleh masing-masing daerah dalam penempatan
guru-guru SD yang diangkat oleh Pemerintah Daerah lidak dilaporkan pada
Fhisat;
2) Mutasi di antara guru SD yang ada di Daerah tidak dilaporkan ke Pusat;
3) Penanganan oleh Departemen Dalam Negeri, cq, Direktorat JenderalPembangunan Daerah, belum mencapai hasil akhir. Adanya perbaikan datasenantiasa tidak pemah mencapai hasil yang memuaskan.
Sebaliknya, terhadap pcngendalian tenaga-tenaga medis dan non-medis,Departemen Kesehatan menunjukkan kemajuan-kemajuan dengan adanyalaporantiap 6 (enam) bulan yang dipantau secara tetap.
b. Perencanaan formasi rutin.
Perencanaan formasi rutin sulit dilaksanakan berhubung kurangnya data-data
Aparatur Negara Dalam Pelita IV —
kepegawaian, karena tidak sclunih Depaitemen yang memerlukan pegawaimemberikan tembusan kepada MENPAN.
Penyusunan formasi yang biasanya dilaksanakan oleh Tim Keija Kepegawaianmasih belum memiliki pedoman dalam penempatan formasi di masing-masing
Depaitemen. Satu-saUinya pedoman yang dipergunakanadalah memberikan priorilaspengangkatan pegawai pada pegawai-pegawai lapangan di bidang-bidang pendidikan,
kesehatan, keluarga berencana dan pertanian.
Apabiia Pemerintah membatasi jumlah Pegawai Negeri, maka suatu Departemen
yang telah mendapat persetujuan perluasan organisasi tidak akan mendapat jatahpengangkatan pegawai, sebaliknya ketiga Departemen tersebut di atas tetap
memperoleh jatah formasi sekalipun jumlahnya kecil. Pengecnalian diberikan
apabiia ada petunjuk Presiden untuk pengangkatan Calon Pegawai Negeri di sesuatu
Departemen.
Contoh: Pengangkatan tenaga-tenaga HONDA pada Dq)aitemen Pertanian.
Pengkajianterhadapkebutuhanriil Departemen di lapangan tidak pemah dilaksanakan
sehingga kebutuhan riil Departemen pun tidak pemah diketahui oleh Tim Kerja
Kepegawaian. Penjatahan formasi masing-masing Dq)aitemen/L^bagaPemerintah
Non-Departemen ditetapkan atas dasar kekuatan pegawai yang ada. Dengan demikian
Departemen yang sedikit jumlah pegawainya akan menerima jatah formasi sedikit
pula.
c. Rekruitmen dan Pengangkatan.
Biaya untuk rekmitmen dan pengangkatan pegawai maupun ujian masuk calon
pegawai pada Departemen-depaitemen belum tersedia. Hanya beber^ Departemen,
seperti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, masih memperoleh biaya dari
BAPPENAS.
2. Masalah Kasus Kepegawaian.
Dengan berubahnya tugas pokok Kantor MENPAN, dari penertiban ke arah
pendayagunaan, maka tata cara kerjanya pun diubah dari penanganan kasus menjadi
pengkajian sistem, yaitu mengkaji masalah-masalah ^a saja yang menghambat
kelancaran proses dalam suatu sistem untuk kemudian dicari penyelesaiannya secara
mendasar. Sehubungan dengan itu maka telah dilakukan pengkajian terhadap:
a. Prosedur Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri yang menghasilan Kenaikan Pangkat
Otomatis (KPO) bagi guru-gum, tenaga medis dan paramedis.
b. Prosedur Penggajian Pegawai Negeri mengalami berbagai perubahan yangmenguntungkan Pegawai Negeri yang bersangkutan, yaitu:
— AparaturNegara Dalam PelHa IV
1) Penyederhanaan prosedur berdasarkan KEPPRES Nomor 22 Tahun 1984 yangmemungkinkan Pegawai Negeri menerima gaji sebelum tanggal 5 tiap bulan.
2) Perubahan stniktur gaji berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun1985 sehingga penghasilan Pegawai Negeri naik sebesar 20 %.
3) Kemudahan pengambilangaji karenadibayarkan melalui Bank/KantorPos yangdilakukan secara bertaiiap, meskipun masih ada beberapa permasalahan yanghams diatasi sepeiti tidak semua Instansi Pemerintah mempunyai fasilitas bank,tersebamya Kantor-kantor Departemen dan bank yang letaknya berdekatandengan Departemen yang bersangkutan ada kalanya bukan mempakan bankyang ditunjuk.
4) Pemberian Tunjangan Jabatan Struktural dan Fungsional meskipun besamyaTunjangan Jabatan Struktural belum memperlihatkan adanya suatu selisih yangb^enjang sepeiti, misalnya:
a) Tunjangan Jabatan Eselon la : Rp. 166.000,—;
b) Tunjangan Jabatan Eselon Ila :Rp. 69.000,—;
c) Tunjangan Jabatan Eselon Ilia :Rp. 35.000,—;
d) Tunjangan Jabatan Eselon IVa :Rp. 35.000,—.
Dari data teisebut di atas terlihat ada selisih yang meiK:olok antara Eselon I a dan
Ha.
Pengkajian terhadap be;^ kecilnya tanggung jawab antara jabatan tersebut dan
standarisasi gaji yang dapatdigunakan untuk memperhitungkan kenaikan gaji dikemudian hari belum pemah diadakan secara mendalam.
Dalam segi gaji masih terlihat adanya ketidakteraturan, temtama bagi pegawai-
pegawai yang bekerja pada BPPT yang mendapat perlakuan istimewa karena
sebagian besar adalah pegawai PERTAMINA di mana Pemerintah mengambil
kebijaksanaan bahwa pendapatan seseorang tidak dapat ditumnkan karena
adanya pembahan organisasi.
Pada Tunjangan Jabatan Fungsional, di samping yang selama ini telah diberikan
(peneliti, dosen dan Iain-lain), diperlukan lagi Tunjangan Fungsional untuk
gum, kesyahbandaran, tenaga medis dan para medis.
Bagi tenaga Pengajar Tetap pada Perguman Tinggi Negeri dan Peneliti yang
mengikuti tugas belajar untuk 32 dan S3 diberikan Tunjangan Tugas Bplajar
yang besamya sama dengan Tunjangan Jabatan Fungsional terakhir yang
diterimanya. Demikian juga terhadap tenaga medis yang mengikuti pendidikan
spesialisasi.
AparaturNegara Dalam Pelita IV ——
5) Penyederhanaan Formulir Gaji juga dilakukan. Yang semula terdiri dari 26kolom, dengan Keputusan MENPAN NonKW 04/MENPAN/1984 tentang DaftarGaji dan Daftar Pension dalam Lingkungan Daerah Otonom, disederhanakanmenjadi 16 kolom. Tujuannya adaiah untuk meningkatkan pclayanan administrasipembayaran gaji dan pension di selonih Indonesia dengan memanfaatkan saranayang ada, yaito kompoier, sehingga administrasi pembayaran gaji dan pensiondapat dilaksanakan dengan "electronic data processing system". Upaya itodilakokan dengan bekerjasamadengan KantorPosat Analisalnformasi Keoangan
(PAIK) dan Kantor Pengolahan Data Regional (PDR) Departemen Keoangan.Dengan mempergonakan peralatan kompoter itu, maka dapat dilakokanpemboatah dan pencetakan Daftar Gaji dan pemboatan karto perorangan (KP2)ontok keperloan Pegawai Posat maopon Pegawai Daerah, sehingga data yang
didapat lebih akorat dan lebih terjamin kebenarannya.
c. Prosedor Pension Pegawai Negeri.
Pemerintah joga memberikan perhatian yang besar kepada para pensionan dengan
inelakokan berbagai penyederhanaan prosedor pembayaran pension sebagai berikot.
1) Pension Otomatis.
Pengkajian terhadap prosedor Pension Otomatis dilakokan KantCH* MENPAN
bersama-sama dengan Departemen-departemen, Lembaga- lembagaPemerintah
Non-Departemen maopon dengan beberapa Kepala Biro dari Kantor-kantor
Gobemor. Hasil-hasil romosan penyederhanaan prosedor kemodian diserahkan
oleh MENPAN kepada Kepala B AKN. Namon demikian tidak semoa romosan
dapat diterima, terotama mengenai pemberian Pension Otomatis bagi janda/
doda yang ditinggal soami^isteri dengan alasan adanya beberapa kasos di mana
janda/doda menerima pension yang bersangkotan temyata menikah lagi dan
tidak melapor.
2) Pengalihan pemt^yaran pension dari KPN dan Pemerintah Daerah kepada PT
TASPEN(PERSERO).
Jomlah oang pension bagi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI teros meningkat:
a) Tahon Anggaran 1969/1970 sebesarRp. 10,1 milyar;
b) Tahon Anggaran 1979/1980 sebesar Rp. 333,6 milyar;
c) Tahon Anggaran 1985/1986 sebesar Rp. 1,38 trilyon;
d) Tahon Anggaran 1986/1987 sebesar Rp. 1,128 trilyon.
Jomlah ito jelas tidak sedikit.
Dikeloarkannya Peratoran Pemerintah Nomor 25 Tahon 1981 tentang AsoransiSosial Pegawai Negeri Sipil dan Peratoran Pemerintah Nomor 26 Tahon 1981
AparaturNegara Dalam Pelita IV
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi
Pegawai Negeri menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) memberikan
kesempatan dan landasan hukum untuk mengubah sistem pembayaran pension,
yaitu yang semula seluruhnya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Beianja Negara (APBN) menjadi beban Dana Pension serta penogasan PT
TASPEN ontok mengelola Dana Pension dan Tabongan Hari Toa.
Berdasarkan Kepotosan Menteri Keoangan Nomor 822/KMK.03/1986 tanggal
22 September 1986, terhitong molai tanggal 1 Janoari 1987, PT TASPEN
(PERSERO) telah menyelenggarakan pembayaran pension dan tonjangan bersifat
pension di Propinsi Daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT yang semola
dilaksanakan oleh Kantor Perbendaharaan Negara/ Kantor Kas Negara (KPN/
KKN) dan Pemerintah Daerah. Selanjotnya, molai Janoari 1988, sesoai dengan
Kepotosan MENDAGRI Nomor 842.1-1402 tanggal 14 Oktober 1987,
pembayaran pension dan tonjangan yang bersifat pension di daerah Somatera
dialihkan pembayarannya dari KPN/KKN dan Pemerintah Daerah kepada PT
TASPEN (PERSERO), Kantor Pos dan Bank Pembangonan Daerah, khososnya
ontok menyalorkan pembayaran pension pegawai daerah otonom.
d. Prosedor Pemindahan Pegawai.
Kantor MENPAN telah memprakarsai penyederhanaan prosedor pemindahan
pegawai, terotama yang mengikoti program transmigrasi, meskipon prakarsa ito
tidak ditindaklanjuti.
3. Pengembangan Karier Pegawai.
Salah sato jalor pembangonan karier pegawai yang dikembangkan pada periode iniadalah pengembangan jabatan fongsional dan penilaian eselon jabatan pimpinan
BUMN/BUMD. Sejak tahon 1983jomlahnya telah bcrkembangdari 2jabatan fongsional
menjadi 7 jabatan fongsional. Dcmikian joga pimpinan proyek dan BUMN/BUMDtelah berkembang menjadi 74 ontok pimpinan proyek, 21 ontok BUMN dan 4 ontokBUMD.
4. Pemberian penghargaan kepada Pejoang Irian Barat
Dengan KEPPRES Nomor 32 Tahon 1982, Pemerintah telah memberikan penghargaanbaik kepada Pegawai Negeri (ABRI dan Sipil) maopon kepada masyarakat padaomomnya. Dalam pada ito, sesoai dengan Kepotosan MENPAN Nomor 61/MENPAN/1981 tanggal 19 Desember 1981, telah dibentuk Tim Kerja Pemberian Penghargaanyang terdiri dari onsor-onsor Departemen Dalam Negeri, Departemen Keoangan,Departemen Pertahanan dan Keamanan, Sekretariat Kabinet, BAKN dan KantorMENPAN, dengan Asisten II MENPAN sebagai Ketoa Tim.
Aparatur Negara Dalam Pelita IV
Tim Kerja bertugas melakukan inventarisasi jumlah pejuang pembebasan Irian Barat,
tenitama yang bertempat tinggal di Irian Jaya. Kepada mereka yang berhak telah
diberikanpenghargaanberupapiagam sajadanadajugabenipapiagam danpenghargaan
benipa uang.
Dari 33.169 permohonan yang masuk, sebanyak 29.900 permohonan (90 %) telah d^at
diselesaikan. Sisanya tidak bisa diproses karena berkasnya tidak lengkap, lewat batas
tanggal penutupan dan lain sebagainya.
5. Hubungan kerja dengan Departemen/LPND.
Hubungan kerja antara Kantor MENPAN dengan Departemen dan Lembaga-lembaga
Pemerintah Non-Departemen adalah baik sekali. Hubungan yang terdekat adalah
dengan B AKN karena secara langsung bcrkaitan dengan nasib pegawai. Dan hubungan
itu diusahakan sebaik mungkin. Hubungan dengan LAN berlangsung cukup lancar dan
saling menghormad dan saran-saran yang positif dapat diterima oleh Ketua LAN.
Hubungan dengan Departemen lain berjaian dengan baik, terutama dengan Departemen
Keuangan dan Departemen Dalam Negeri yang banyak berkaitan dengan masalah
kepegawaian.
C. Bidang Ketatalaksanaan.
Pendayagunaan bidang ketatalaksanaan pada PELITAIV didtkberatkan pada peningkatanpenciptaan iklim yang sehat bagi kegairahan pembangunan. Sehubungan dengan itu, makaperhadan khusus telah diberikan kepada soal-soal kepasdan hukum (rule of lawj, keamanandan ketentraman dalam berusaha, penyederhanaan prosedur berbagai perizinan dan lainsebagainya. Dan dalam kaitan ini, yang telah dilakukan adalah hal-hal sebagai berikut:
1. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat strategis.
a. Menerbitkan INPRES Nomoi 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan danPengendalian Perizinan di Bidang Usaha.
INPRES ini menginstruksikan kepada para Menteri dan Pimpinan Lembaga padamasing-masing instansi bawahannya untuk mengambil langkah-langkahpenyederhanaan perizinan beserta pelaksanaannya berdasarkan prinsip atau polayang dijabarkan dalam Lampiran INPRES tersebut.
b. Menerbitkan INPRES Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kelancaian Arus Barang untukMenunjang Kegiatan Ekonomi.
INPRES ini menginstruksikan kepada para Menteri/Pimpinan Lembaga terkait
108AparaturNegara Dalam Pellta IV
untuk mengambil langkah-langkah guna makin memperlancar anis barang antarpulau, ekspor dan impor dalam rangka peningkatan kegiatan ekonomi, danpeningkatan ekspor komoditi non-migas. INPRES ini diikuli 38 peraturan yangmerupakan kesatuan paket kebijaksanaan.
c. Membentuk Tim Penelitian Perizinan di Bidang Usaha berdasarkan Keputusan
MENPAN NomcH* 63/MENPAN/ 1983. Tugas Tim ini, antara lain, melakukan
penelitian pmzinan di bidang usaha, baik yang dikeluaikan oleh Pemerintah Pusat
maupun oleh Pemerintah Daoah, serta memberikan saian-saran penyederhanaannya.
Dalam peikembangannya, Tim ini menangani berbagai langkah-langkah deregulasi
dan debirokratisasi, khususnya di bidang ekoncnni. Tugas ini dilaksanakan dengan
mengarahkan langkah-langkah untuk menciptakan suatu sistem perizinan yang
mendorong dunia usaha, terutama di bidang perdagangan, khusususnya arus barang
ekspor dan impor, serta bidang-bidang lain yang menyangkut peningkatan eflsiensi
perekonomian Indonesia pada umumnya (termasuk bidang perdagangan,
perindustrian, keuangan, perhubungan, pariwisata, penanaman modal, tenaga keija
dan lain sebagainya). Dalam hal ini termasuk juga usaha-usaha untuk menciptakan
konsistensi kebijaksanaan di daerah-daerah melalui penataan standar-standar
perizinan yang menjadi wewenang daerah.
Hasil-hasil yang telah dicapai oleh Tim menurut mekanisme penetapan kebijaksanaan
di bawah koordinasi Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri dan
Pengawasan Pembangunan (Menko Ekuin/Wasbang), antara lain, adalah sebagai
berikut.
1) Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986 yang dimaksudkan untuk mendorong dunia
usaha agar meningkatkan ekspor non-migas, terutama sekali hasil-hasil industri
dan penanaman modal.
Paket ini terdiri dari 3 bagian yang meliputi:
a) Kebijaksanaan di bidang Penanaman Modal;
b) Kebijaksanaan di bidang Kawasan Berikat;
c) Kebijaksanaan dalam bidang Kemudahan Tata Niaga serta Pembebasan dan
Pengembalian Bea Masuk.
2) Paket Kebijaksanaan 25 Oklober 1986 yang merupakan tindak lanjutkebijaksanaan devaluasi (12 September 1986) di bidang perdagangan, moneter
dan penanaman modal yang terdiri dari:
a) Kebijaksanaan Penurunan Biaya Produksi,
b) Kebijaksanaan Perlindungan Produksi Dalam Negeri yang lebih efisien.
AparaturNegara Dalam Pelita IV
c) Kebijaksanaan Fasilitas SWAP yang bam,d) Kebijaksanaan di bidang Penanaman Modal.
Paket ini kemudian dilanjutkan dengan:
a) Pakel Kebijaksanaan 15 Januari 1987, khususnya yang mencakup bidangproduksi dan perdagangan tekstil, industri baja, industri mesin, industrimesin listrik dan industri kendaraan bermotor.
b) Paket Kebijaksanaan 11 Juni 1987, khususnya di bidang industri yangmencakup industri pertambangan, minyak dan gas bumi, industri pengolahan
hasil-hasil pertanian, perikanan dan petemakan, serta industri dalam kelompokpengawasan obat dan makanan.
3) Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 mempakan serangkaian kebijaksanaan,
khususnya dalam rangka mendorong ekspor non-migas dan pariwisata, yang
mengatur hal-hal sebagai berikut:
a) Kebijaksanaan di bidang pariwisata.
b) Kebijaksanaan di bidang perindustrian (impor bahan baku/penolong).
c) Kebijaksanaan di bidang ekspor.
d) Kebijaksanaan di bidang penanaman modal.
e) Kebijaksanaan di bidang pasar modal.
4) Paket Kebijaksanaan 27 Oklober 1988 adalah serangkaian kebijaksanaan
deregulasi di bidang keuangan, moneter dan perbankan, yang mempakan
langkah untuk menyebarluaskan lembaga-lembaga keuangan guna merangsang
kegiatan ekonomi dan penanaman modal di berbagai daerah.
Paket ini terdiri dari rangkaian kebijaksanaan sebagai berikut:
a) Kebijaksanaan di bidang pengerahan dana masyarakat.
b) Kebijaksanaan di bidang peningkatan ekspor non-migas.
c) Kebijaksanaan di bidang peningkatan eflsiensi.
d) Kebijaksanaan di bidang peningkatan kemampuan pengendalian pelak-
sanaan kebijaksanaan moneter.
e) Kebijaksanaan di bidang iklim pengembangan pasar modal. (Paket ini
kemudian, pada masa Kabinet Pembangunan V, dilengkapi oleh Paket
Kebijaksanaan 21 November 1988).
0 Mengikuti pemmusan penyederhanaan dan pengendalian berbagai perijinan
di bidang usaha yang menjadi wewenang dari berbagai Departemen dan
' AparaturNegara Dalam Pelita IV
Lembaga Pemerintah Non-Depaitemen sesuai dengan prinsip-prinsip yangterkandung dalam INPRES Nomor 5 Tahun 1984.
2. Kebijaksanaan yang bersifat umum.
a. Melakukan penyempumaan administrasi umum, meliputi lingkungan InstansiPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain dengan melakukan pengkajiandan memberikan tanggapan/pertimbangan atas Rancangan KEPPRES mengenaiPedoman Pengelolaan Perlengkapan Barang Pemerintah.
b. Melakukan pengkajian dan memberikan tanggapan/pertimbangan terhadap peratuian
perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat,
sebelum peraturan tersebut disahkan, yaitu meliputi 2 Rancangan Undang-undang,
8 Rancangan Peraturan Pemerintah, dan 5 Rancangan KEPPRES.
c. Memberikan pertimbangan atas 38 Rancangan Peraturan Pemerintah, 23 di antaranya
telah menjadi Peraturan Pemerintah, yang berkaitan dengan pendirian, upaya
konsolidasi dan peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas BUMN, antara
lain meliputi penyesuaian status modal negara.
3. Tugas-tugas yang masih belum dapat diselesaikan karena, antara lain, oleh sebab-sebab
sebagai berikuU
a. Terbatasnya waktu, sesuai dengan masuknya masalah dari Departemen/ Instansi;
b. Masalah-masalah yang sangatfundamental sehingga diperlukan peninjauan kembali
kebijaksanaan yang mendasar,
c. Jalan keluar pemecahan masalah yang memerlukan konsensus atau perubahan
pandangan Departemen/Instansi lainnya.
D. Bidang Pengawasan
1. Pelaksanaan INPRES Nomor 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan;
Dalam upaya untuk menciptakan Aparatur Pemerintah yang beidayaguna danberwibawa,
sejak tahun 1983, Pemerintah telah mengambil langkah-langkah kebijaksanaan
pengawasan dan penertiban Aparatur sesuai dengan yang digariskan dalam GBHNTahun 1983, yakni meningkatkan perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan yang
dilandasi oleh disiplin dan semangat pembangunan yang efektif dan erisien.
Mengingat pentingnya pengawasan tersebut, maka Presiden telah memberikan tugas
kepada Wakil Presiden untuk menangani masalah pengawasan. Di samping itu, dalam
Aparatur Negara Dalam Pelita IV — ^
Kabinet Pembangunan IV diangkat Menteri Koordinaior Bidang Ekonomi, Keuangandan Industri dan Pengawasan Pembangunan yang disingkat Menko Ekuin dan Wasbangdengan KEPPRES Nomor 32 Tahun 1983.
Selain itu, agar pengawasan dapat dilaksanakan lebih efektif, maka dengan KEPPRESNomor31 Tahun 1983, telahdibentukBadanPengawasan Keuangan danPembangunan
(BPKP) sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang berada di bawah danb^langgung jawab langsung kepada Prcsiden. Tugas pokok BPKP, antara lain, adalahmempersiapkan penimusan kebijaksanaan dan penyelenggaraan pengawasan keuangandan pembangunan.
Selanjumya, dengan KEPPRES Nomor 15 Tahun 1983, telah ditetapkan pedomanpelaksanaan pengawasan yang dimaksudkan agar seluruh pengawasan dapat dilaksanakansecara lebih terpadu dan terarah, baik dalam penimusan kebijaksanaan dalam pmyusunanrencana maupun dalam pembidangan kewenangan pelaksanaan pengawasan. Dalamrangka pembinaan keterpaduan dan keterarahan tersebut, maka secara periodik maupunsecara insidentil diadakan rapat koordinasi para Menteri dan pejabat tinggi lainnya di
bawah pimpinan Wakil Presiden untuk membahas strategi dan kebijaksanaan
pengawasan, serta r^at koordinasi pimpinan aparat pengawasan fungsional yangdipimpin oleh Menko Ekuin dan Wasbang untuk membahas langkah-langkah pelaksanaan
teknis operasional pengawasan.
Hasil-hasil yang telah dicapai adalah usaha peningkatan kemampuan t^aratur pengawasan
fungsional di tingkat Pemerintah Pusat, yaitu BPKP, Inspektorat Jenderal Departemen
danlnspektoratJenderal Pembangunan. Di tingkatPemerintahDaerah adalah Inspektcnat
Wilayah Propinsi dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya. Peningkatan
kemampuan dilakukan dengan penyempumaan-penyempumaan wganisasi, sistem,
prosedur dan tata kerja pengawasan dan peningkatan anggaran untuk mendukung
kegiatan pengawasan.
Sehubungan dengan itu, Kantor MENPAN telah melaksanakan tugas-tugas kegiatan
yang bersifat mendukung kebijaksanaan Pemerintah tersebut di atas dengan
mengupayakan peningkatan pendayagunaan Aparatur Pemerintah Pusat, antara lain
dengan menyiapkan Surat Edaran (SE) dan Surat MENPAN sebagai berikut:
a. Surat Edaran MENPAN Nomor B-27A/I/MENPAN/1/1986 tentang pelaksanaan
KEPPRES Nomor 10 Tahun 1974, agar semua Pejabat dan Pegawai Negeri
memahami sedalam-dalamnya keprihatinan dan tet^ dapat menunjukkan diri
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang bertanggung jawab. Surat Edaran ini
dikeluarkan dalam upaya penekanan mengenai penghematan dan pelaksanaan polahidup sederhana bagi semua aparatur.
= Aparatur Negara Dalam PeHta IV
b. Surat MENPAN Nomw B-35/I/MENPAN/6/1987 yang meminta peihatian para
Mentm Kabinet Pembangunan IV, Jaksa Agung R.L, para pimpinan LPND dan
Kesekretaiiatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, para Gubemur Kepala Da«:ah
Tingkat I dan Gubemur Bank Indonesia, sehubungan dengan berlakunya KEPPRES
Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKPdan INPRES Nomor 15 Tahun 1983 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, seita mengingat Surat MENPAN Nomor B-
824/1/ MENPAN/9/1982 bahwa, di samping hasil pemeriksaan KOPKAMTIB/
OPSTIB, aparat pengawasan fungsional Departemen/LPND dan Instansi Pemerintah
lainnya, balk di Pusat maupun di Daerah, hasil pemeriksaan yang dilakukan BPKP
juga (k^at sepenuhny a digunakan sebagai dasar dalam penjatuhan hukuman disiplin
menurut Peraluran Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
c. Surat MENPAN Nomw B-56/II/MENPAN/2/1988 yang meminta perhatian para
Inspektorat Jenderal Departemen, pimpinan LPND, Sekretariat Jenderal
LEMSETTINA, Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan Umum dan Pimpinan
Bank Pemerintah agar mengirimkan l^K)ran bulanan tentang dndakan administratif
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
d. Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penertiban di lingkungan Departemen-
departemen telah dikeluarkan Surat-surat MENPAN kepada pimpinan Departemen
untuk mengingatkan penyelesaian tindak lanjut hasil pemoiksaan BPKP lerhadap
Aparat Pemerintah yang telah terbukti bersalah di lingkungan Departemen yang
bersangkutan.
2. Pelaksanaan INPRES Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Tertib.
Peningkatan pelaksanaan pengawasan dan penertiban di lingkungan Departemen/Lembaga dan di lingkungan Aparat Pemerintah Daerah telah dilaksanakan dengandilancarkannya Operasi Tertib berdasarkan INPRES Nomor 9 Tahun 1977 terhadappenyalahgunaan jabatan, komersialisasi jabatan, kompsi, pemborosan, kebocoran,pungutan liar dan perbuatan tercela lainnya.
Operasi Tertib dimaksudkan untuk mendinamisasikan fungsi aparatur pengawasanPemerintah dalam peningkatan tertib organisasi, kepegawaian, keuangan danketatalaksanaan dalam lingkungan Departemen/Lembaga dan Pemerintah Daerah.Walaupun Operasi Tertib telah menunjukkan hasil-hasil yang nyata dengan sekurang-kurangnya dapat menciptakan iklim yang tidak merangsang untuk melakukanpenyimpangan-penyimpangan, namun disadan bahwa upaya untuk mewujudkanketertiban belum selesai. Oleh karena itu, peningkatan pengawasan dan penertibanmasih hams terns dilaksanakan.
Aparaiur Negara Dalam Pelita IV
Mengenai hasil penertiban yang telah dicapai sejak dilancarkannya Operasi Tertib, Juni1977, dapat dikemukakan bahwa oknum aparatur Pemerintah yang ditindak meliputi25.864 orang yang terlibat dalam 19.596 kasus. Dari jumlah oknum tersebut di atas.yang dikenakan tindakan administratif sebanyak 24.444 orang, sebanyak 1.180 orangdikenakan tindakan hukum dan 240 orang dikenakan tindakan lain.
Dalam hubungan dengan penertiban-penertiban tersebut maka, berdasarkan INPRESNomor 14 Tahun 1981 tentang Penyelenggaraan UpacaraPengibaran Bendera M«ahPutihpadasetiaptanggal 17 di semualnstansiPemerintah telah ditetapkankebijaksanaanagar paraMenteri/KetuaLembagaatau PejabatEselon I yang ditunjuk sebagai InspekturUpacarapadakesempatan tersebutdapat,antaralain,mengumumkan tindakan-tindakanatas langkah-langkah penertiban yang telah diambil dalam lingkungan masing-masing.Selain pengumuman tentang langkah-langkah penertiban tersebut, dilakukan jugapengumuman tentang hal-hal yang baik atau positif seperti pemberian penghargaankepada mereka yang berprestasi. Pengumuman-pengumuman tersebut dimaksudkansebagai langkah-langkah edukatif agar Aparatur Pemerintah berbuat semakin tertib,berdisiplin dan berprestasi.
Di samping upaya penertiban dalam rangka Operasi Tertib serta penertiban yangdilakukan secara fungsional dan operasional oleh atasan langsung terhadap bawahan,
selama PELITAIV dilaksanakan pula operasi penertiban gabungan sebagai berikuU
a. Operasi Bima Jaya II, III dan IV dengan uijuan membantu Departemen Pekeijaan
Umum, cq. Direktorat Jenderal Bina Marga untuk membebaskan dan melancarkan
pelaksanaan ganti rugi tanah dan bangunan yang terkena proyek jalan tol dan aiteri,
serta jalan lingkar di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Oknum yang terlibat
meliputi 13 orang ABRI, 46 wang Pegawai Negeri Sipil dan 4 orang swasta.
Kesemuanya dikenakan tindakan disiplin maupun tindakan hukum.
b. OperasiNirmala dengan tujuan membantu Departemen Kesehatan untuk melakukan
penertiban tertiachp perbuatan-perbuatan penyelewengan dalam pengadaan obat-
obatan dan alatkesehatan, telah berhasil menemukan keterlibatan 15 orang Pegawai
Negeri Sipil yang semuanya dikenakan tindakan disiplin.
c. Operasi ArthaReksa dengan tujuan membantu Departemen Keuangan, cq. Direktorat
Jenderal Beadan Cukai, untuk menertibkan penyimpangan dalam realisasi Sertifikat
Ekspor. Oknum yang terlibatmeliputi 3 orang eksportir yang diajukan kePengadilan
Negeri dan 31 orang Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan tindakan disipliner.
d. Operasi Pura Yaqsa dengan tujuan membantu Departemen Kehakiman dalam
penertiban terhadap penyimpangan pengeluaran paspor R.I. Oknum yang t^libat
sebanyak249 orang Pegawai Negeri Sipil dan 5 orang swasta. Semuanya dikenakan
— Aparatur Negara Dalam PelitatV
tindakan disiplin maupun tindakan hukuin.
e. Op^:asi Tanah Kalimantan Selatan dengan tujuan membantu Direktorat JenderalAgraria, Departemen Dalam Negeri, dan Gubemur Kepala Daerah Tingkat IKalimantan Selatan, untuk menertibkan adanya sertifikat-sertirikat tanah yangmencakup tanah negara yang perolehannya di luar prosedur yang berlaku. Kasus inimelibatkan 29 orang oknum Pegawai Negeri, 3 orang di antaranya diajukan kePengadilan Negeri, sedangkan lainnya dikenakan tindakan disiplin.
f. Operasi Kasus Badan Penyelenggaia Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK)dengan tujuan membantu Departemen Kesehatan untuk melakukan penertibanterhadap manipulasi dalam administrasi keuangan BPDPK/Asuransi Kesehatan
Pegawai. Oknum yang terlibat terdiri seorang anggota ABRI, 19 orang PegawaiNegeri Sipil dan 2 orang swasta yang semuanya dikenakan tindakan disiplin dantindakan administratif.
g. Operasi Kasus LPNA^IPl Bogor untuk menertibkan penyelewengan pengelolaan
keuangan lembaga tersebut Kasus ini melibatkan 15 orang Pegawai Negeri Sipildan 2 orang swasta yang masing-masing dik^iakan tindakan disiplin dan sanksi
administratif.
h. Op^asi Kasus Pembebasan Tanah Kalid^s dengan tujuan membantu Departemen
Keuangan dan Gubemur/KDKI Jakarta dalam pemeriksaan adanya manipulasi
harga tanah guna membangun pool bis kota di Kalideies. Oknum yang terlibat
sebanyak IS orang Pegawai Negeri Sipil dan seorang swasta yang dikenakan
tindakan disiplin dan administratif.
i. Operasi Kasus Pembangunan Gedung PUSPENMAS Cianjur dengan tujuan
membantu Departemen Pen^angan untuk mengungkapkan adanya manipulasi
harga tanah. Oknum yang terlibat sebanyak 17 wang yang dikenakan tindakan
disiplin.
j. Operasi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Sulawesi Utara untuk melakukan
p^eriksaan t^hadap adanya manipulasi pemungutan pajak (BBN) kendaraan
bermotor yang melibatkan seorang anggota ABRI dan 13 orang Pegawai Negeri
Sipil. Teihad^^ oknum-oknum t^sebut di atas dikenakan tindakan disiplin.
k. Operasi Citra Bhakti untuk membantu Departemen Keuangan melakukan penelitian/praeitiban teifaad^q) penoimaan pensiiut/ondostand ABRI NRP,dan mengungkapkan
kasus manipulasi/penyelewengan dalam proses penertiban dan pembayaran SuratKeputusan onderstand yang dilakukan oleh petugas/pejabat, calo dan penerimaonderstand. Operasi ini dilakukan di 26 Propinsi.
AparaturNega/atkUamPolitalV
1. Operasi Angkutan Pertambangan untuk membantu BPKP untuk mengungkapkan
kasus penyalahgunaan wewenang dan manipulasi keuangan pmisahaan PT APyang menimbulkan kerugian keuangan negara yang melibatkan direktumya dan
perkaianya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
m. Kasus pungli di Kanim-Sus Departemen Tenaga Keija dengan tujuan membantu
Dcpartemen Tenaga Keija untuk melakukan pemeriksaan atas pungli yang dilakukan
Kekanim-Sus pada Departemen Tenaga Kerja terhadap biaya paspor Tenaga KeijaIndonesia/TenagaKerjaWanitasebanyak 101.000buah. Kepada yang bersangkutan
telah dilakukan tindakan hukuman disiplin dan perkaranya diserahkan kepada
Pengadilan.
n. Penertiban PT Garuda Indonesia (GIA) dengan tujuan membantu Departemen
Perhubungan dalam memantau pelaksanaan pengangkutan penumpang dan barang
yang dapat menigikan dan membahayakan pesawat PT Garuda Indonesia, yang
melibatkan 2 petugas dan 14 orang lainnya. Mereka semuanya dikenakan tindakan
disiplin.
o. Operasi RataGanadengan tujuan membantu Dq)artemen Perhubungan, cq. Diiektorat
Perhubungan Darat, untuk memperlancar pelaksanaan pembebasan tanah dan
penertiban tanah-tanah PJKA yang dilakukan oleh aparatur fungsional agar
pembangunan Jalan Layang Kereta Api Lintas Tengah (Manggarai - Jakarta Kota)
dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
p. Operasi Artha Negara dengan tujuan membantu PT Asuransi Jasa. Indonesia
mengadakanpenelitian dan pemeriksaan/jnterogasi sertapenyelesaian sampai tuntas
mengenai kasus terjadinya kebakaran serta menentukan kebenaran pengajuan klaim
kebakaran oleh PT Neltronik Surabaya dalam rangka menyelamatkan keuangan
negara. Peikaranya telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
q. Operasi Bima Jaya V Marga Gana dengan tujuan membantu Departemen Pekeijaan
Umum, cq. Direktorat Jenderal Bina Marga, untuk memperlancar pelaksanaan
pembebasan tanah yang dilakukan oleh aparat fungsional agar pembangunan jalanlayang antara Cawang - Tanjung Priok dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang
ditentukan.
r. Operasi Tatas I dengan tujuan membantu Departemen Pekeijaan Umum, cq.Direktorat Jenderal Pengairan Koordinasi Pioyek Pengendalian Banjir JakartaRaya, untuk mempercepal/memperlancar penyelesaian pembebasan tanah dalamrangka normalisasi Kali Grogol, Wilayah Jakarta Barat, yang dilakukan oleh aparatfungsional agar teicapai penyelesaian sesuai jadwal yang dit»itukan.
116Aparatur Negara Dalam Pelita IV
s. Operasi Bhumi Griya dengan tujuan membantu PERUM PERUMNAS untuk
menyelesaikan secara tuntas masalah tanah PERUM PERUMNAS di Cengkareng,
Jakarta Barat, seluas kurang lebih 334 Ha yang ditangani oleh aj^rat fungsional
guna pembangunan perumahan dan pemukiman sesuai Rencana Induk Pmimahan:
1) Peneitiban tanah yang pemah dibebaskan tahun 1983-1985 seluas kurang lebih
130.26 Ha.
2) Pembebasan tanah selebihnya seluas kurang lebih 203,74 Ha.
Dalam rangka kerja sama pengawasan dan penertiban tugas operasional dengan
OPSTIBPUS telahdilakukan p^bantuan-perbantuan tenaga Staf Asisten IV MENPAN
kepada OPSTIBPUS dalam operasi-operasi tersebut di atas.
Aps^tur Negara Dalam Pelita IV —— U 7
nm
Q idang Umum MPR hasil Pemilu 1987 yang diselenggarakan dari tanggal 1 sampai^ dengan 11 Maret 1988 menghasilan 7 buah Keteuqpan. Sesuai dengan kebiasaanketatanegaraan yang dimulai sejak tahun 1973, dengan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1988,
Lembaga Tertinggi Negara ini pada tanggal 9 Maret 1988 telah menerima baik pertanggung
jawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris MPR yang disampaikannya
dalam Rapat Paripuma ke S MPR tanggal 1 Maiet 1988. Keesokan harinya, tanggal 10 Maret
1988, dalam R^at Paripuma ke 10 MPR, Jenderal (Pum.) Soeharto diangkat kembali menjadi
Presiden Republik Indonesia/Mandataris MPR untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya. Dalam
menjalankan tugas-tugasnya selaku Mandataris MPR, Presiden Soeharto dibantu oleh Letnan
Jenderal (Pum.) Sudharmono, SH. selaku Wakil Presiden Republik Indonesia yang diangkat
dengan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1988 dalam Rapat Paripuma ke 12 MPR tanggal 11
Maret 1988.
Dalam pada itu, dengan Ketetapan MPR Nomor Vl/MPR/1988 tanggal 9 Maret 1988, Lembaga
Tertinggi Negara tersebut melimpahkan berbagai tugas dan wewenang kepada Presiden/
Mandataris MPR sebagai berikut.
Pasal 1.
Demi tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila sesuai d^gan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 1945 melimpahkan tugas kepada Presiden/Mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk:
a. Melanjutkan pelaksanaan Pembangunan Lima Tahun dan meny usun serta melaksanakan
Rencana Pembangunan Lima Tahun ke-V dalam rangka Garis-garis Besar Hainan
Negara;
b. Menemskan penertiban dan pendayagunaan Aparatur Negara di segala bidang dan
tingkatan;
c. Menemskan menata dan membina kehidupan masyarakat agar sesuai dengan Demokrasi
Pancasila;
d. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktifdengan orientasi pada kepentingan
Nasional.
Pasal 2.
Melimpahkan wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untukmengambil langkah-langkah yang perlu demi penyelamatan dan terpeliharanya persatuan dankesatuan Bangsa serta tercegah dan tertanggulanginya gejolak-gejolak sosial dan bahayaterulangnya G-30-S/PKI dan bahaya subversi lainnya, yang pada hakekatnya adalah
Aparatur Negara Dalam Pelita V —
penyelamatan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila dan kehidupan Demdoasi
Pancasila serta menyelamatkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
PAN OALAM CSBHH1988
"pv engan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1988, Lembaga Tertinggi Negara menetapkan^ Garis-garis Besar Hainan Negara (GBHN) yang hams dilaksanakan oleh Presiden/Mandataris MPR dalam penyusunan serta pelaksanaan REPELITA V, di mana tentang
Pendayagunaan Aparatur Negara ditetapkan sebagai berikut:
1. Aparatur Pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat perlu makin ditingkatkan
pengabdian dan kesetiaannya kepada cita-cita perjuangan bangsa dan negara b^dasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
2. Pembangunan Aparatur Pemerintah diarahkan untuk menciptakan aparatur yang lebih
efisien, efektif, bersih dan berwibawa serta mampu melaksanakan selumh tugas umum
pemerintahan dan pembangunan dengan sebaik-baiknya dilandasi semangat dan sikap
pengabdian pada masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hubungan ini kemampuan
Aparatur Pemerintah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan
mengendalikan pembangunan perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu ditingkatkan mutu,
kemampuan dan kesejahteraan manusianya, organisasi dan tata kerja termasuk koordinasi
serta penyediaan sarana dan prasarana.
3. Pembinaan, penyempumaan dan pendayagunaan aparatur pemerintah, baik di tingkat
pusat maupun daerah, termasuk pemsahaan-pemsahaan milik negara dan milik daerah
selaku aparatur perekonomian negara, perlu dilakukan secara tems-menerus sehingga
dapat meningkatkan kemampuan, pengabdian, disiplin dan keteladanannya. Sejalan
dengan itu aparatur pemeHntah hams makin mampu melayani, mengayomi serta
menumbuhkan prakarsa dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta tanggap
terhadap pandangan-pandangan dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat
4. Kebijaksanaan dan langkah-langkah penertiban aparatur pemerintah perlu dilanjutkan
dan makin ditingkatkan, temtama dalam menangani masalah kompsi, penyalahgunaan
wewenang, kebocoran dan pemborosan kekayaan dan keuangan negara, pemungutan
liar serta berbagai bentuk penyelewengan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan
pembangunan serta memsak citra dan kewibawaan Aparatur Pemerintah. Untuk itu
perlu ditingkatkan secara lebih terpadu pengawasan dan langkah-langkah penindakannyaserta dikembangkan kesetiakawanan sosial dan disiplin nasional.
- Aparatur Negara Dalam PelitaV
5. Hubungan fungsional antara Pemerintah dengan lembaga-lembaga p^^akilan rakyat,baikdi tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, perlu lebih ditingkatkan dan dimantapkan.
6. Dalam rangka memperlancar pelaksanaan pembangunan yang tersebar dan merata di
selunih pelosok Tanah Air dan dalam rangka membina persatuan dan kesatuan bangsa,
maka hubungan kerja yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu
tmisdikembangkanatasdasarkeutuhan negarakesatuan dan diarahkanpada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab. Upaya ini perlu dilaksanakan
bersama-sama dengan dekonsentrasi dan kebijaksanaan lainnya yang d^at mendorong
kemajuan dan pembangunan daerah.
7. Dalam rangka lebih memperlancar tugas pemerintah dan menyerasikan pembangunan
di daerah, perlu makin ditingkatkan koordinasi, kerja sama dan kemampuan Aparatur
Pemerintah yang ada di daerah, balk aparatur pusat maupun aparatur daerah.
8. Usaha memperkuat dan memajukan pemerintahan desa perlu dilanjutkan dan lebih
dikembangkan sehingga makin mampu melayani dan mengayomi masyarakat,
menggerakkan prakarsa dan partisipasi rakyat dalam pembangunan, serta
penyelenggaraan fungsi pemerintahan desa secara efisien dan efektif.
Sementara itu, untuk membantu Presiden dalam melaksanakan GBHN dan Ketetapan-
ketet^an MPR lainnya, dengan KEPPRES Nomor 64/M Tahun 1988, Presiden Soeharto
membentuk Kabinet Pembangunan V yang terdiri dari 38 orang Menteri. Salah seorang di
antaranya, Ir. Sarwono Kusumaatmadja diangkat menjadi MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEXSARA. Sedangkan kedudukan, tugas pokok dan
fungsi MENPAN dalam Kabinet Peml^gunan V adalah sama dengan kedudukan, tugas
pokok dan fungsi MENPAN dalam Kabinet Pembangunan IV seperti yang ditetapkan dalam
KEPPRES Nomor 25 Tahun 1983, yaitu:
1. Mempersiapkan perumusan kebijaksanaan Pemerintah mengenai segala sesuatu yang
bersangkutan dengan peningkatan pendayagunaan yang meliputi pembinaan,
penyempumaan dan penertiban Aparatur Pemerintahan Pusat, aparatur Pemerintahan
Daerah, dan Aparatur Perekonomian Negara;
2. Merencanakan segala sesuatu secara teratur dan menyeluruh dalam rangka perumusan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut pada nomor 1 di atas;
3. Mengkoordinasikan kegiatan di bidang peningkatan pendayagunaan seluruh Aparatur
Pemerintah dalam segi kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan yang meliputi
pembinaan, penyempumaan, dan penertiban guna tercapainya keija sama yang serasi,
selaras, teratur, bulat, dan mantap dalam rangka pelaksanaan program Pemerintah
secara menyeluruh;
Aparatur Negara Dalam PelitaV ——— 123
4. Mengkoordinasikan kegiatan operasional Lembaga Administrasi Negara, Badan
Administrasi Kepegawaian Negara, dan Arsip Nasional sejauh menyangkut bidang
peningkatan pendayagunaan;
5. Menyampaikan laporan dan bahan keterangan serta saran-saran dan pertimbangan di
bidang tanggung jawabnya kepada Presiden.
BerbedadenganMENPANdalam KabinetPembangunanlV ataubeberapaKabinetsebelumnya,
jabatan MENPAN dalam Kabinet Pembangunan V tidak merangkap dengan jabatan Wakil
Ketua BAPPENAS.
1, Kebijaksanaan program PAN Pclita V.
Sesuai dengan pokok-pokok kebijaksanaan yang ditetapkan dalam GBHN 1988,
kebijaksanaan dan langkah-langkah pembangunan Aparatur Pemerintah dalam kurun
waktu REPELITA V menipakan kelanjutan dan peningkatan dari berbagai upaya
Pendayagunaan Aparatur yang telah dilakukan dalam PELITA IV. Adapun tujuan
pembangunan Aparatur Pemerintah dalam REPELITA V, seperti yang tertuang dalam
Buku III REPELITA V, adalah agar terciptanya sistem administrasi pemerintahan dan
kepegawaian yang berkualitas tinggi, berdisiplin, penuh semangat pengabdian kepada
bangsa dan negara, serta mampu menyelenggarakan fungsi umum pemerintahan dan
pembangunan secaraberdaya guna, berhasil guna, bersih dan berwibawa. Untuk mencapai
tujuan tersebut, kebijaksanaan aparatur pemerintah pada dasamya terarah pada usaha-
usaha pendayagunaan seluruh unsur sistem Aparatur Pemerintah; termasuk unsur-unsur
kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan; sistem perencanaan, pengendalian, pelak-
sanaan dan informasi; sistem pengawasan, hukum dan disiplin aparatur, serta penelitian dan
pengembangan administrasi pembangunan.
a. Kelembagaan.
Kebijaksanaan kelembagaan berisikan rangkaian usaha penyempumaan organisasi
Pemerintah Pusat, Aparatur Pemerintah Daerah dan Desa, hubungan Pemerintah Pusat
dan Daerah, serta Perwakilan-Perwakilan di luar negeri. Dengan langkah-langkah
tersebut diharapkan Aparatur Pemerintah benar-benar dapat menampung beban kerjadan tuntutan kebutuhan untuk melaksanakan pembangunan serta mampu lebih
meningkatkan kemungkinan berkembangnya kemampuan profesional, menghindarkanpengembangan organisasi yang tidak tepat, dan mencegah kekaburan dan tumpangtindih, khususnya dalam penetapan dan pelaksanaan kebijaksanaan.
10A. ̂
- Aparatur Negara Dalam PelitaV
b. Kepegawaian.
Sumber daya manusia menipakan unsur strategis dalam Aparatur Pemerintahan.
Terciptanya aparatur yang berdaya guna, berhasil guna, bersih dan b^wibawa baik diPusat maupun di Daerah, Pegawai Negeri yang cakap, bersih dan berwibawa hanya
mungkin to^ujud apabila m^eka memiliki kemampuan profesitxial, kehidupan yang
memadai, berdedikasi dan berdisiplin dalam mengemban tugas.
Langkah kebijaksanaan pendayagunaan di bidang kepegawaian pada pokoknya
mencakup 6 hal mendasar, yaitu sikap mental, kemampuan profesional, karier,kesejahteraan, sistem informasi dan ketatalaksanaan kepegawaian. Pelaksanaannya
selamakurun waktu PELITA V didasaikan ataskebutuhan nyatadengan mempeifaatikan
keuahgan negara.
c. Ketatalaksanaan.
Pendayagunaan ketatalaksanaan, baik dalam hubungan administrasi umum maupun
administiasi kebijaksanaan pembangunan, bertujuan untuk meningkatkan mutu dan
daya guna serta hasil guna penyelenggaraan penimusan kebijaksanaan, pengawasan,
pengendalian pelaksanaan dan pelayanan kepada masyarakat.
d. Sistem administrasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian.
Tujuan kebijaksanaan penyempumaan sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan pengendalian adalah meningkatkan kemampuan, kualitas dan daya guna serta hasil
guna keseluruhan tahapan dan tingkatan administrasi p^ncanaan, pelaksanaan dan
pengendalian. Langkah kebijaksanaan dalam PELITA V pada ptdcoknya meliputi
aspek-aspek sistem perencanaan dan penganggaran, sistem pembiayaan dan pelaksanaan,
sistem pemantauan dan pengendalian, serta sistem informasi.
e. Sistem pengawasan.
Kebijaksanaan pendayagunaan sistem pengawasan meliputi langkah-langkah
penyempumaan, peningkatan, dan pemantapan sistem, saiana dan pelaksanaan, baik
pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat maupun
pengawasan politik (legislatiQ.
f. Aparatur perekonomian negara dan daerah.
Kebijaksanaan pendayagunaan BUMN dan BUMD dalam PELITA V mencakup usaha-usaha peningkatan kemandirian, peningkatan efisiensi dan produktivitas, peningkatan
pembinaan pengembangan,'serta pemantapan sistem pengawasannya.
g. Peran serta masyarakat dalam pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan terdapatbeberapa pokok kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam kurun waktu PELITA V,yaitu:
Aparatur Negara Dalam PelitaV
1) menciptakan iklim yang mendorong prakarsa dan peran serta dunia usaha dan
masyarakat pada umumnya dalam berbagai kegiatan pembangunan di bidang
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi;
2) peningkatan kualitas dan kemampuan masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan
sehingga dapat bekerja secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, dengan daya
saing serta nilai tambah yang meningkat;
3) peningkatan hubungan antara kelompok usaha kecil, menengah dan besar,
4) meningkatkan dan memantapkan jaringan antara berbagai hirarki pusat-pusat
produksi dan pemasaran;
5) pemantapan perilaku birokrasi sehingga lebih menunjang prakarsa dan peran serta
masyarakat tersebuL
h. Disiplin aparatur dan tertib hokum.
Dalam REPELITA V Pemerintah menetapkan disiplin nasional yang dipelopori Aparatur
Negara sebagai krida ke dua Panca Krida Kabinet Pembangunan V yang menyatakan:
"Meningkatkan disiplin nasional yang dipelopori oleh Aparatur Negara menuju
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa", merupakan salah satu
persyaratan pokok bagi terselenggaranya pembangunan yang berdaya guna dan beihasil
guna.
Dalam peningkatan disiplin aparatur diperhatikan segi-segi hokum, antara lain
penyempumaan peraturan perundang-undangan dan pemantapan pelaksanaan dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku, termasuk hal-hal yang diatur oleh PERATUN
sebagai kelanjutan dan peningkatan dari kebijaksanaan yang telah ditempuh dalam
PELITAIV.
i. Penelitian Aparatur Pemerintah.
Tantangan-tantangan pembangunan yang dihadapi dalam PELITA V diperkirakan akan
lebih berat, lebih kompleks dan lebih mendasar. Karena itu kemampuan Aparatur
Pemerintah hams ditingkatkan dan sist^m administrasi pembangunan lebih dimantapkan.
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna aparatur pemerintah dan memantapkansistem administiasi pembangunan hams ada dukungan yang tepat dalam kebijaksanaan
dan langkah-langkah penelitian di bidang Aparatur Pemerintahan. Hasil penelitian
dapat dijadikan masukan dalam merumuskan strategi dan kebijaksanaan pendayagunaanaparatur secara tepat, memberikan informasi yang diperlukan bagi kebutuhan analisa
dan penilaian pelaksanaan pembangunan, serta identifikasi perkembangan-
perkembangan bam.
Sebagai kelanjutan dari peningkatan pendayagunaan aparatur yang telah dilakukandalam PELITA IV, dalam kumn waktu PELITA V dikembangkan program penelitian
126 Aparatur Negara Dalam Pelita V
dan pengembangan, program DIKLAT aparatur, program peningkatan efisiensi aparatur
dan pengawasan, program peningkatan sarana dan prasarana fisik pemerintahan dengan
mengutamakan kegiatan yang bersifat pemeliharaan.
2. Delapan (8) Program Pemacu PAN.
Sesuai KEPPRES Nomor 13 Tahun 1989 tentang PELITA V 1989/1990 - 1993/1994,
khususnya dalam Buku UI Bab 30 tentang Sektor Aparatur tercantum berpuluh-puluh
program PAN yang dapat dikelompokkan dan dibagi dalam bidang-bidang:
a. Kelembagaan;
b. Kepegawaian;
c.. Ketatalaksanaan;
d. Sistem administrasi perencanaan, pemantauan dan pengendaiian;
e. Sistem pengawasan;
f. Aparatur perekonomian negara dan daerah;
g. Peran serta masyarakat dalam pembangunan;
h. Penelitian Aparatur Pemerintah;
i. Disiplin aparatur dan tertib hukum.
Pengelompokkan program PAN tersebut di atas bertujuan untuk mensistematisasikan
penanganan permasalahan, baik dalam pengidentifikasian maupun pendekatan pemecahan
masalah. Dan pengelompokkan ini sekaligus juga menggambarkan keanekaragaman
obyek-obyek PAN.
Dalam pelaksanaannya,kegiatan PAN dirasakan lebih berdayagunaapabiladipilih program
PAN yang:
a. lebih langsung bermanfaat bagi administrasi pemerintahan;
b. lebih berpengaruh dalam mendorong pelaksanaan program-program lain;
c. berkenaan langsung dengan dasar-dasar manajemen;
d. berorientasi pada sumber daya manusia;
e. kenyal dan tahan uji terhadap pengaruh waktu dan perubahan lingkungan.
Pemilihan program-program PAN yang memenuhi kriteria di atas, dilakukan agar secara
strategis kegiatannya dapat lebih cepat menghasilkan jawaban bagi persiapan tinggal
landas.
Sebagai tindak lanjut dari penjabaran Buku III PELITA V, pada awal PELITA V, Kantor
MENPAN telah meny usun pedoman keija yang dituangkan ke dalam Keputusan MENPAN
Nomor 90/MENPAN/1989 tentang Program Pemacu sebagai Prioritas Pembangunan
Aparatur Negara dalam PELITA V Beserta Langkah-langkah Implementasinya. DalamKeputusan MENPAN tersebut diungkapkan adanya pilihan program PAN strategik yangmemacu program PAN lainnya, yang diperoleh dari kajian dan telaahan, serta berlandaskanpadaGBHN, Krida Kedua PancaKrida Kabinet Pembangunan V, dan PELITA V. Sebagai
Aparatur Negara Dalam PelitaV —
langkah pertama, dari program PAN strategik yang memacu PAN itu ditetapkan 8 Program
Pemacu PAN yang terdiri dari:
a. Pelaksanaan Pengawasan Melekat (WASKAT);
b. Penerapan Analisis Jabatan (ANJAB);
c. Penyusunan Jabatan Fungsional (JAFUNG);
d. Peningkatan Mutu Kepemimpinan Aparatur (MUTPIM);
e. Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian (PROSPEG);
f. Penyederhanaan Tata laksana Pelayanan Umum (YANUM);
g. Perancangan Sistem Informasi Administrasi Pemerintahan (SIAP);
h. Penitikberatan Otonomi Daerah Tingkat n (OTODAT).
Program PAN itu belum mencakup keseluruhan program pendayagunaan. Program strategik
PAN yang diprioritaskan itu justru akan memacu program-program PAN lainnya secara
bersamaan sehingga diharapkan dapat mendayagunakan Aparatur Negara.
Selanjutnya, untuk memperjelas sckaligus penjabaran dari Keputusan MENPAN Nomor 90/
MENPAN/1989 tersebut di atas, telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Keputusan
MENPAN Nomor 19/MENPAN/1990 tcntang Kerangka Acuan Program Pemacu Pendaya
gunaan Aparatur Negara yang pada intinya memuat latar belakang, pokok permasalahan dan
arah kebijaksanaan dari ke-8 Program Pemacu PAN tersebut.
U paya pemasyarakatan, pemahaman dan penggiatan delapan program pemacu PAN telah,sedang dan terns berlangsung baik di Pusat maupun Daerah yang dilaksanakan melalui
berbagai media seperti rapat kerja, forum komunikasi, ceramah, diskusi, penataran, siuat
edaran dan lain sebagainya.
Program-program pemacu PAN itu hingga dewasa ini telah pula menghasilkan berbagai sinergi
seperti lahimya program Budaya Keija, Unit Swadana, perampingan birokrasi, eflsiensi
administrasi pemerintahan, dan Iain-lain.
Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pelaksanaan 8 program pemacu PAN sejak
awal periode 1989/1990 sampai dengan akhir periode 1992/1993, di bawah ini dijelaskan
uraian masing-masing program seperti berikut:
128 ^)aratur Negara Dalam PeSta V
a. Pengawasan Melekat.
Program WASKAT sebagai kegiatan dalam proses manajemen pemerintahan danpembangunan, sekalipun sudah dilaksanakan, temyata masih tetap perlu diupayakanpeningkaiannya alas dasar INPRES Nomor 1 Tahun 1989. Oleh karena itu, berbagaiperangkat lunak sebagai pendukung INPRES tersebut telah dikeluarkan, yakni berupaberbagai Keputusan MENPAN, sq)erti:
>
1) Program Pemacu sebagai Prioritas PAN dalam PELITA V beserta Langkah-langkahImplementasinya;
2) Susunan Organisasi, Tugas, Tata Kerja dan Susunan Tim Asistensi dan Evaluasi;3) Petunjuk Pelaksanaan WASKAT;
4) Petunjuk Pelaksanaan Tugas LAN Dalam Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi
WASKAT;
5) Pembentukan Tim Peneliti dan Evaluasi Pelaksanaan WASKAT
Semua perangkat lunak itu dibentuk guna mewujudkan keberhasilan WASKAT, dimana
padagilirannya diharapkan keberhasilan pencapaian Uijuan dan sasaran WASKAT ini akan
membawakondisi yang sangatdibutuhkan dan sebagai usahapreventif, sekaligus mencegah
timbulnya kasus gugatan di P^adilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang kini tengah
berlangsung.
Berdasarkan data yang tercatatsampaidenganbulan Maret 1993,InstansiPemerintah,PTN
dan BUMN yang telah menyampaikan laporan Program Peningkatan Pelaksanaan (P3)
WASKAT Tahun 1991/1992 adalah sebanyak 258 dari 351 Instansi (73,50 %). Angka ini
mengalami kenaikan dibandingkan dengan laporan P3 WASKAT Tahun 1990/1991.
Sedangkan laporan Tindak Lanjut Pelaksanaan WASKAT Tahun 1990/1991, sampai
dengan bulan Maret 1993 telah disampaikan sebanyak242.dari 350 instansi (67,60 %) atau
naik sebanyak 17,05 % dibandingkan dengan Izqxvan Tindak LanjutPelaksanaan WASKAT
Tahun 1989/1990.
Sampai dengan bulan Maret 1993, Laporan P3 WASKAT Tahun 1992/1993 yang telah
disampaikan sebanyak 238 dari 330 Instansi (73,03 %), sedangkan Laporan Tindak Lanjut
Pelaksanaan WASKAT Tahun 1991/1992 sebanyak 215 dari 330 instansi (65,15%).
Upaya penataran WASKAT termasuk tatacara pengisian Laporan P3 WASKAT di PTN
dan BUMN atas kerjasama Kantor MENPAN dengan Dep. Pedidikan dan Kebudayaan dan
instansi terkait pembina BUMN, terns diintensifkan. Selain ini untuk mengetahui
Aparatur Negara Dalam Patita - 129
perkembangan pelaksanaan penyampaian Laporan P3 WASKAT di lingkungan PTN danBUMN, telah dilakukan pemantauan ke beberapa PTN dan BUMN di Propinsi SumateraBarau Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timurantara bulan Juli dan September 1992.
Dalam rangka menyebarluaskan informasi mengenai perkembangan kemajuan pelaksanaanWASKAT, dilaporkan pula kemajuan pelaksanaan tindak lanjut pengawasan fungsional(WASH AL) berupa tindakan administratif serta kasus pelanggaran disiplin yang ditanganioleh Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) secara rutin oleh MENPAN di dalamRapat Koordinasi Pengawasan (RAKORWAS) yang dipimpin langsung oleh WakilPresiden.
Perlu diketahui pula bah wa program Budaya Kerja yang diselenggarakan di masing-masingDepartemen/Instansi, temyatajuga telah mendorong semakin ditingkatkannya pembudayaanWASKAT.
b. Pengawasan Fungsional
Pengawasan Fungsional adalah pengawasan oleh Aparat Pengawasan secara fungsionalbaik intern maupun ekstem Pemerintah, yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Masing-masing IRJEN DepartemenA-PND, SEKJEN LEMTERTINA, Kejaksaan Agung
dan Pimpinan Bank-bank Pemerintah sejak awal PELITA V secara aktif menyampaikan
laporan ke Kantor MENPAN.
Atk^un jumlah peristiwa^rbuatan penyimpangan yang dilaporkan oleh Departemen,
LPND, Kejaksaan AgungA-EMTERTINA dan Bank-Bank Pemerintah dari awal Pelita V
sampai dengan bulan Maret 1993 adalah sebesar 12.268 peristiwa^rbuatan.
1) Sedangkan jumlah pegawai yang terkena tindakan penertiban baik secara administratif
maupun hukum telah mencapai 14.818 orang terdiri dari:
a) Golongan 1: 2.909 orang (19,63 %);
b) Golongan II: 8.328 orang (56,20 %);
c) Golongan IB: 3.179 orang (21,45 %);
d) Golongan IV: 402 orang (2,71 %).
2) Dilihat dari instansinya jumlah pegawai yang ditindak tersebut dapat diperinci sebagai
berikut:
a) Departemen; 11.693 orang (78,96 %);
AparaturNegara Dalam Pelita V
b) LPND: 629 oiang (4,25 %);
c) Kejaksaan Agung/LEMTERTINA: 535 orang ( 3,61 %);
d) Bank-bank Pemerintah: 1952 orang (13,18 %).
3) Sementara itu, dari bermacam-macam penyimpangan seperti Penyalahgunaan Wewe-
nang, Kebocoran/ pemborosan Keuangan Negara, Pungutan Liar dan Disiplln Pegawai
yang telah diproses pada masing-masing Departemen/ Instansi sampai dengan bulan
Maret 1993 seluruhnya mencapai 14.818 peristiwa/perbuatan t^diri dari:
a) Penyalahgunaan wewenang: 612 perisdwa/perbuatan;
b) Kebocoran/pemborosan keuangan Negara: 949 peristiwa/perbuatan;
c) Pungutan liar: 347 p^tiwa/perbuatan;
d) Disiplin pegawai: 10.390 peristiwa^eibuatan.
4. Dilihat dari instansinya jumlah peristiwa/jperbuatan t^^but dapat diperinci sebagai
berikut:
1) Departemen: 8.683 peristiwa^rbuatan;
2) LPND: 481 peristiwa^rbuatan;
3) Kejaksaan Agung/LEMTERTINA: 510 peristiwa/perbuatan;
4) Bank-bank Pemerintah; 1.594 peristiwa/perbuatan.
5. Sesuai penjelasan hasil Rapat Koordinasi Pengawasan yang dipimpin Wakil Presiden
RI pada tanggal 17 Pebruari 1993 perkembangan Pengawasan Masyarakat (WASMAS)
melalui Tromol Pos5000sejak4 April 1988 s/d Maret 1993, telah diperoleh suratmasuk
sebanyak 78.350. Dari jumlah tersebut, 80,40 % telah disalurkan ke instansi teikait dandari instansi terkait telah pula dijawab/diterima tanggapan sebanyak 76,7 %.
PEfcAkSAt^AANPENiflAPANAI^IAUStSJABAtAN
"P elaksanaan program Analisis Jabatan mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahim1974 tentang Pokok-PokokKepegawaian. Hasil-hasil kegiatan pelatihan Analisis Jabatan
di Departemen/Instansi pada bulan Maret 1993 mencapai 82 %. Jumlah tersebut mengalamipeningkatan sebesar 2% dibandingkan dengan angka yang dicapai pada akhir tahun anggaran1990/1991.
Jumlah Analis Jabatan dan Analis Manajemen mengalami penin^tan yang cukup berarti baikdi Pusat maupim di Daerah. Sampai dengan Maret 1991, Jumlah Analis Jabatan baru mencapai4.550 orang, 2.598 orang diantaranya merupakan para Analis Jabatan Tingkat Daerah, dansisanya sebanyak 1.952 Analis Jabatan Tingkat Pusat. Sedangkan sampai dengan Maiet 1993,jumlah tersebut meningkat menjadi 8000orang (77,52 %), yang terdin dan 2.500 orang Analis
AparaUtr Negara Dalam Pelita V 131
Tingkat Pusat dan 5.500 orang Analis Tingkat Daerah.
Tenaga Analis yang ada lersebut diarahkan dan dikembangkan menjadi Tenaga AnalisIvlanajemen, sehingga pada gilirannya akan menempatkan mereka pada lingkup fungsi dilingkungan organisasi dan tata laksana.
Dalam rangka memantapkan pengembangan manajemen, LAN secara bertahap dan
berkelanjutan sedang membentuk stmktur inti Analis Manajemen yang dipilih dari beberapaDepartemen/Instansi lain. Mereka akan menjadi instruktur Analis Manajemen di instansimasing-masing.
Hasil analisis jabatan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mendorong pelaksanaan
program pemacu lainnya seperti WASKAT, jabatan fungsional, peningkatan mutu aparatur,
prosedur kepegawaian, pelayanan umum dan otonomi Daerah Tingkat II.
Pada masa yang akan datang, yang terpenting dari penyelenggaiaan analisis jabatan ini adalah,
bagaimana memanfaatkan informasi jabatan bagi pemantapan penataan organisasi dan
penyusunan rumusan kebijaksanaan dalam menetapkan formasi jabatan, syarat jabatan,
perencanaan pendidikan, serta pembinaan karier.
wm
JABATAN FONaSlONAL
'JP ujuan dari dilaksanakannya penyusunan jabatan fungsional antara lain adalah untuk:1. Meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan tugas/^keijaan tertentu;
2. Meningkatkan produktivitas pegawai;
3. Mengurangi kecenderungan bertambahnyajabatan stniktural, mempeijelas pembinaan
karier pegawai;
4. Terbinanya sistem administrasi kepegawaian yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna.
Dasar hukum pelaksanaan program penyusunan jabatan fimgsional adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Peikembangan Jumlah Jabatan
Fungsional:
1. Awal PELITA V baru terdapat 8 jabatan fungsional;
2. Periode 1989/1990 dan periode 1990/1991 menjadi 50 jabatan fungsional, 19 di
antaranya telah menikmati tunjangan dari Dep. Keuangan, sedangkan 8 jenis lainnya
132 Aparatur Negara Dalam Pelita V
telal) memp^leh persetujuan dari Dep. Keuangan dan kini tinggal menunggu KEPPRES
tunj^gannya.
3. Periode 1991/1992 t^dapat usulan sejumlah 51 jabatan fungsional, 20 di antaianya
telah selesai diproses dan 31 lainnya masih dalam proses.
Pada saat ini sedang disusun RPP tentang Penetapan Jabatan Fungsional. Dalam tenggang
waktu penyelesaian RPP t^sebut, semua proses penetapan jabatan fungsional belum dapat
dilaksanakan sehingga penerapannya belum dapat direalisasikan.
Di samping itu, telah dilakukan finalisasi evaluasi dan penyempumaan kriteiia dan metoda
ja))atan fungsional dengan maksud agar penyusunan jabatan fungsional disusun lebih
konsepsional dan rasional. Penerapan konsep dan metoda jabatan fungsional yang baru,
dihar^kan akan dilaksanakan selaras dengan RPP yang sedang disusun.
Dalam menyongsong era tinggal landas penyusunan jabatan fungsional akan terns
ditumbuhkembangkan dengan memperhatikan kebutuhan organisasi, peningkatan
IBX>fesionalismedanpengembangan karierpegawai sesuai tuntutan modemisasi administrasi.
PELAKSANAAH PENlN(5kATAil MfUTO
Q ejak PELITA I hingga sekarang Pemerintah telah menyelenggarakan berbagai jenisDIKLAT termasuk pendidikan penjenjangan seperti SEPADA, SEPALA, SEPADYA
danSESPANAS.
Sampai dengan akhir PELITA IV, jumlah pegawai yang telah mengikuti DIKLAT tersebut
secara kumulatif baru m^c^ai 48.000 orang. Kemudian pada periode 1989/1990, jumlah
tersebut bertambah sebanyak 5.619 orang atau menjadi 53.619 orang. Dan sampai dengan akhir
Maret 1991, DIKLAT Penjenjangan secara kumulatif telah diikuti oleh 61.014 peserta.Sedangkan pada p^ode April 1991 s/dDesemberl992,jumlahpeseitaDIKLATPenjenjangan
telah meningkat sebanyak 4.740, atau menjadi 65.754 orang, dengan rincian seperti berikut:
1. SEPADA: 14.048 orang
2. SEPALA:28.333orang
3. SEPADYA: 14.038 wang
4. SESPA & SESPANAS: 9.335 orang
Dewasa ini, penyelenggaraan DIKLAT SESPANAS Satu Atap telah mulai dilaksanakan olehLAN. Maksud dari DIKLAT Satu Atap ini di antaranya adalah untuk mengubah wawasan yang
bersifat sektcxnl menjadi wawasan nasional yang mantap.
AparaturNegara Dalam Pelita V 133
Berbagai peraturan perundangan dalam rangka peningkatan mutu kepemimpinan aparatur,
secara bertahap juga sedang diproses penyelesaiannya, antara lain Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) mengenai:
1. Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural;
2. Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS;
3. Pola Dasar Karier PNS;
4. Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan PNS.
Di samping itu ada beberapa peraturan penindang-undangan ditinjau kembali, di antaranya
adalah;
1. UU Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Janda/Duda Pegawai;
2. PP Nomor 20 Tahun 1975 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan
Pemberhentian PNS;
3. PP Nomor 6 Tahun 1976 tentang Pengadaan PNS;
4. PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekeijaan PNS;
5. PP Nomor 15 Tahun 1979 tentang Dafitar Unit Kepangkatan PNS;
6. PP Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat;
7. PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS.
g erbagai bentuk PenyederhanaanProsedurKepegawaian yang hinggakini telah direalisasidiantaranya adalah pensiun otomatis, kenaikan pangkat otomatis, dan pembayaran gaji
melalui Bank/Kantor Pos, masalah gaji pegawai di Daerah terpencil, serta pengetatan formasipegawai.
1, Realisasi Pemberian Pensiun Otomatis (PO):
a. Tahun 1989/1990 sebanyak 13.027 orang;
b. Tahun 1990/1991 sebanyak 29.868 orang;
c. Secara kumulatif sampai dengan Desember 1992 sebanyak 67.027 orang, terdiri daripegawai Pusat dan Daerah.
2. PNS yang beihak menerima SK KPO terutama sekali adalah:
a. para Guru/Penjaga/Penilik dan Pengawas TK/SD/SLTP/SLTA di lingkungan Dep.DIKBUD;
b. para tenaga medis dan paramedis di lingkungan Dep. HANKAM dan Dep. Kesehatan;c. para Guru Agama/Penjaga/Penilik dan Pengawas MI/RA/MTSN/MA di Ungkungan
Dep. Agama.
Aparatur Negara Dalam Pelita V
Realisasi Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO):
a. Tahun 1989/1990 sebanyak 2.469.331 orang;
b. Tahun 1990/1991 sebanyak 2.580.092 orang;
c. Secara kumulatif hingga bulan Desember 1992 sebanyak 2.792.340 orang.
3. Dalam pelaksanaannya, baik PO maupun KPO sering dijumpai adanya perbedaan datapegawai antara BAKN dengan Daerah, sehingga proses pengadministrasiannya seringto-hambat Hal itu teijadi karena perubahan data pegawai di Daerah tidak dilaporkan olehinstansi yang bersangkutan ke instansi induknya di Pusat, atau Depaitemen/Instansitosebut tidak melaporkannya ke BAKN. Ad^un upaya yang telah dilakukan untuk
menjembatani perbedaan data tersebut, adalah melalui:
a. Mragiiim daftarnominatifPNS kepada masing-masing Instansi tempat mereka bekerja,yang data kepegawaiannya tidak berkembang di BAKN;
b. Mengadakan kerja sama dengan masing-masing instansi dan beberapa Pemerintah
Daerah untuk menyesuaikan data kepegawaian;
c. Mengadakan rapat kooidinasi teknis dan rapat kerja kepegawaian dengan seluruh
Instansi Pusat dan Daerah.
Di masa mendatang, perlu dibentuk tim khusus yang melakukan penelitian ke Instansi di
Dao^, serta dilakukannya sensus ulang pendataan seluruh PNS. Namun kegiatan ini
memerlukan dana besar dan waktu yang lama.
4. UpayaPemmntah untuk mengalihkanpembayarangajikebank/kantorposkhususnyabagi
PNS golongan m dan IV, diantaranya dimaksudkan agar jumlah gaji dapat diterima secara
tq)at dan diberikan pada orang yang tepat pula.
Pelaksanaan pembayaran gaji PNS melalui Bank dan Kantor Pos bagi Golongan III dan IV,
hingga saat ini telah b^alan dengan baik dan mencapai jumlah 89,50 % Departemen/
Instansi, m^ingkat sebesar 20,5 % jika dibandingkan dengan keadaan tahun 1989/1990
dan peningkatan sebesar 1,17 % bila dibandingkan dengan laporan tahun 1990/1991.
Sedangkan sisanya masih dalam proses penataan, dan keterlambatan ini terjadi baik di
Instansi Pusat maupun Daerah.
^unturNegaraDedamPelitaV ^35
C eperti diamanalkan di dalam GBHN 1988 mengenai perlunya dilakukan pembinaan,penyempumaan dan Penday agunaan Aparatur Pemerintah secara terns menerus sehingga
dapat meningkatkan kemampuan, pcngabdian, disiplin, dan keteladanannya, AparaturPemerintah hams makin mampu melayani, mengayomi, menumbuhkan prakarsadan partisipasimasyarakat dalam pembangunan serta tanggap terhadap pandangan-pandangan yang hidupdalam masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu ditingkatkan fungsi AparaturPemerintah sebagai abdi negara sekaligus abdi masyarakat yang memberikan pelayanansebaik-baiknya pada masyarakat.
Dalam upaya ini, pendayagunaan aparatur memegang peranan penting karena menyangkuttindakan-tindakan Pemerintah di bidang kelemba^aan, kepegawaian, ketatalaksanaan dan
pengawasan.
Dalam kaitannya dengan tata laksana pelayanan umum, telah banyak upaya yang dilakukan
Pemerintah dalam pembenahan aparatur maupun perangkat-perangkat hukum/peraturan yang
menyangkut pelayanan pada masyarakat. Karena bagaimanapun, mutu pelayanan Aparatur
Pemerintah kepada masyarakat, menjadi tolok ukur kualitas sistem manajemen pemerintahan.
Untuk itu, penyederhanaan tata laksana pelayanan umum mutlak hams dilaksanakan sesuai
fungsi aparatur sebagai abdi masyarakat.
Sejak awal PELITA V, berbagai tim penelitian dalam upaya mengevaluasi dan memantau tata
laksana pelayanan umum secara berkelanjutan, telah digiatkan.
Tim-tim tersebut mempakan kerja samaantara Kantor MENPAN dengan Departemen/Instansi
terkait yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan MENPAN.
Hasil-hasil yang telah dicapai dalam rangka mengevaluasi dan memantau tata laksana pelayanan
umum adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi Pelayanan 1MB
Dalam rangka menjajagi kondisi pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan (1MB), Kantra*
MENPAN bersama DITJEN PUOD Dep. Dalam Negeri dan BPN telah mengadakan
penelitian dan evaluasi terhadap tata laksana pelayanan 1MB dalam satu Tim yang
dibentuk dengan Keputusan MENPAN Nomor 115/MENPAN/1989 tanggal 9 Septem
ber 1989. Kegiatan penelitian dan evaluasi dilaksanakan di 8 Propinsi Daerah Tingkat
I, meliputi 18 Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II sebagai daerah sampel.
Aparatur Negara Dalam PeStaV
Hasil penelitian dan saian tindak lanjutnya telah disampaikan oleh MENPAN denganSurat NonuM* B-693/1/90 tanggal 31 Juli 1990 kq)ada MENDAGRl, tembusannyakq)ada MENPU, MENEG Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua BAPPENAS
selaku KetuaTim Koordinasi PengelolaanTataRuang Nasional dan Kepala BPN. Saran
yang disampaikan sebagai hasil temuan adalah sebagai berikut:
a. Perlu adanya pedoman teknis dan administratif bagi Pemerintah Daerah dalam
membuat kebijaksanaan tata laksana pelayanan 1MB;
b. Dalam rangka upaya menciptakan sistem pelayanan secara terpadu, seyogianya
prayusunan pedoman pelayanan 1MB t»^but dibahas secara bersama oleh Dq;).
Dalam Negeri selaku pembina administratif d^gan Dq). Pekojaan Umum dan
BPN selaku pembina teknis yang dikooidinasikan oleh Dq). Dalam Negeri.
c. Sehubungan dengan itu untuk mendudukkan fimgsi pembina teknis di bidang
po^ncanaan kota/daerah sesuai PP Nomor 14 Tahun 1987, kiranya Peraturan
MENDAGRl Nomor 2 Tahun 1987 beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya
perlu dipertimbangkan kembali.
2. Evaluasi Pelayanan PERUM Listrik Negara
Untuk mengetahui keadaan pelayanan PERUM Listrik Negara (PLN), telah diadakan
penelitian dan evaluasi mengenai tata laksana p^berian pelayanan P1J4 kepada
masyarakat oldi suatu Tim yang terdiri dari Kantmr MENPAN, DITJEN Listrik dan
Energi Baru, Dep. Pertambangan dan En^gi danPERUM Listrik Negara yang dibentuk
dengan Kq)utusan MENPAN Nomor 116/ MENPAN/1989 tanggal 9 September 1989.
Kegiatan Hilaksanakan pada 7 Kantor PLN Wilayah/Distribusi meliputi 16 cabang dari
bulan September 1989 sampai dengan Maret 1990. Hasil penelitian dan saran tindak
lanjutnya telah disampaikan oleh MENPAN kepada MENDAGRl dan
MENPERTAMBEN dengan surat Nomor B-617/iy90 tanggal 10 Juli 1990.
Sebagai tindak lanjut hasil penelitian tersebut, telah dikeluarkan kebijaksanaan dibidang pelayanan ketenagalistrikan, di antaranya:
a. Peraturan MENPERTAMBEN Nomor 02P/452/M.PE/1991 tanggal 26 April 1991
tentang Hubungan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganUmum dengan Masyarakat;
b. Peraturan MENPERTAMBEN Nomor 03P/451/M.PE/1991 tanggal 26 April 1991
tentang Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik.
Ap&atur Negara Dalam PelitaV —
Secara substansial, kedua peraturan tersebut telah mengacu kepada upaya peningkatanpelayanan di bidang ketenagalislrikan, karena telah memperjelas prinsip-prinsip pokokpeningkatan pelayanan, yaitu:
a. Kejelasan prosedur^rsyaratan bagi masyarakat dalam Hal penyambungan tenagalistrik;
b. Kepastian hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, baik pihak pengusahamaupun pihak masyarakat/pelanggan dalam hal penyambungan dan pemanfaatantenaga listrik.
Namun demikian, guna menjamin konsistensi pelaksanaannya, yang perlu mendapatperhatian selanjumya adalah penjabaran kebijaksanaan tersebut di tingkat opeiasional,khususnya terhadap bebeiapa ketentuan teknis yang masih akan diatur lebih lanjut, baikoleh DIRJEN Lisuik dan Energi Bam maupun oleh Pengusaha.
3. Evaluasi Pelayanan Pertanahan
Dalam langka upaya penyempumaan pelayanan di bidangpertanahan, KanttM'MENPAN
bekerja sama dengan BPN dalam suatu Tim, telah mengadakan:
a. Inventarisasi dan evaluasi pelayanan administrasi pertanahan, khususnya mengenai
pengumsan hak atas tanah, pendaftaran dan penerbitan sertifikat tanah berdasarkan
Keputusan MENPAN Nomor95/1990 tanggal 30 Mei 1990. Kegiatan dilaksanakan
sejak bulan Mei sampai dengan September 1990 pada 7 KANWIL BPN, 14 Kantor
Pertanahan Kabupateu/KotamadyadanlnstansiTeikaitPemerintahDaerahsetempaL
Hasil inventarisasi telah disampaikan kepada Kepala BPN dan MENDAGRI
dengan Surat MENPAN Nomor B-929/I/90 tanggal 4 Oktober 1990 dan Surat
Nomor B-956/I/90kepada Menteri/Sekretaris Negara dan telah ditindaklanjuti oleh
BPN.
b. Evaluasi dan penyempumaan tata laksana pelayanan pendaftaran tanah dan
pemmusan kriteria dasar tipologi Kantor BPN di Daerah berdasarkan Keputusan
MENPAN Nomor 135/1990 tanggal 12 Nopember 1990.
Dalam pelaksanaannya, Tim melaksanakan 2 kali penelitian:
1) Tahun anggaran 1990/1991 dilaksanakan evaluasi pelaksanaan pelayanan
penegasan konversi dan pendaftaran tanah bekas hak adatpada 6 KANWIL BPN
dan 18 Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya di mana mayoritas tanah di
lingkungan kerjanya dianggap masih diatur oleh hak adat secara kuaL
Hasil akhir Tim, oleh MENPAN telah disampaikan kepada Kepala BPN dengansurat Nomor B-550/I/91 tanggal 25 Juni 1991 yang tembusannya disampaikar
— Aparatur Negara Dalam PelitaV
pula kepada MENDAGRI, MENEG P^ncanaan Pembangunan Nasional/
Ketua BAPPENAS dan Menteri/Sekretaris Negara.Dalam laporan tersebut MENPAN antara lain menyarankan:
a) Penerbitan pedoman/petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian dan
Agraria (PMPA) Nomo* 2 Tahun 1962, khususnya Pasal 7 dan 8;
b) Pcnyempumaan keanggotaan Panitia Pemeriksaan Tanah (Panitia A);
c) Penyempurnaan penyelenggaiaan **Lembaga Pengumuman" dalam rangkapenyebarluasan informasi secara lebih luas dan merata kepada masyaiakat;
d) Penyelenggaraan kursus/latihan di bidang administrasi peitanahan kepada
para Kepala Desa/Lurah.
2) Tahun anggaran 1991/1992 dilaksanakan penelitian guna penyusunan kriteria
dasar klasifikasi/dpologi Kantor Peitanahan pada 10 KANWIL BPN dan 30
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dengan memilih Kantor Peitanahan
yang diperkiiakan beban keijanya tinggi, sedang dan rendah.
Hasilnya oleh MENPAN telah disampaikan kepada Kepala BPN dengan surat
NomorB-1268/1/91 tanggalSl Desember 1991 yang tembusannya disampaikan
pula kepada MENEG Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS
dan Menteri/Sekietaris Negara.
Laporan yang disampaikan oleh MENPAN tersebut antara lain menyarankan:
a) Indikator-indikator yang digunakan dalam menetapkan klasifikasi/ tipologi
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan;
b) Upaya-upayapeningkatanproduktivitaspegawaidalamhubungannyadengan
tingkat beban koja yang ada.
3) Tahtm anggaran 1992/1993 sebagai kelanjutan kegiatan Tim, telah dilakukan
pula penelitian untuk penentuan kriteria tipologi KANWIL BPN dan penimusan
kebutuhan sarana, prasarana dan personil pada Kanttx* Peitanahan.
4. Peningkatan Pelayanan KTP
Melalui Surat Nomor B-1167/I/MENPAN/l 1/1989 tanggal 15 Nopember 1989,
MENPAN menyarankan kepada MENDAGRI agar jangka waktu berlakunya Kartu
Tanda Penduduk (KTP) diubah dari 2 tahun menjadi 5 tahun.
Berdasarkan saran MENPAN tersebut MENDAGRI kemudian meneibitkan Keputusan
MENDAGRI Nomor 48 Tahun 1990yang mengatur mengenai perabahan masaberlaku
Aparatur Negara Dalam PelitaV —
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari semula 2 tahun menjadi 3 tahun. Namun demikianmengingat dukungan administrasi kependudukan yang semakin baik, MENPAN masih
mengharapkan agar masa berlaku KTP dapat menc^ai 5 tahun.
Sebagai tindak lanjutmengenai upayapeningkatan pelayanan KTP, MENPAN kemudianmengirim surat kepada MENDAGRI Nomor B-709/I/90 tanggal 3 Agustus 1990 yangmenyarankan agar masaberlaku KTP bagi WNI yang telah benisia sekurang-kurangnya60 tahun tidak dibatasi, sehingga berlaku seumur hidup. Saat ini KTP seumur hiduptelah mulai dapat dinikmati oleh para lanjut usia antara lain di Jawa Tengah, Jawa Baratdan DKI Jakarta.
5. Pengaluran Hari^am Keija di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta.
Gubemur KDKI Jakarta dengan surat Nomor 2488/088.53 tanggal 3 Juli 1991, yang
ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri dan MENPAN, mengusulkan pengaturankembali hari/jam kerja di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta, dengan menerapkankebijaksanaan libur setiap hari Sabtu.
Sehubungan hasil penelitian yang mendasari usul tersebut dinilai kurang jelasargumentasinya, maka disepakati untuk melakukan penelitian kembaliAeevaluasi
mengenai dampak penerapan kebijaksanaan libur hari Sabtu, dengan menggunakan
indikator yang lebih jelas, yaitu:
a. Pengukuran beban/volume kerja;
b. Aspek kesejahteraan pegawai;
c. Pendapat instansi vertikal;
d. Pendapat masyarakat.
Dengan surat Nomor 1349/083.53 tanggal 9 April 1992, Gubemur KDKI Jakarta
mengusulkan kembali kepada MENDAGRI dan MENPAN hasil penelitian kembali/
reevaluasi berdasarkan indikator tersebut di atas. Menanggapi surat tersebut, MENPAN
telah mengirimkan surat Nomor B-458/I/92 tanggal 5 Mei 1992 kepada MENDAGRI
dan Gubemur KDKI Jakarta, dan menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jam kerja bagi PNS di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta tetap mengacu pada
ketentuan peraturan pemndang-undang yang berlaku, yaitu KEPPRES Nomor 24
Tahun 1972 serta surat MENPAN Nomor 08/SE/MENPAN/1980 tanggal 25
Oktober 1980;
b. Pemadatan jumlah jam kerja pada hari Senin sampai dengan Jumat dapat dilakukan
sepanjang tidak mengurangi jumlah jam kerja 37,5 jam per minggu sesuai ketentuan
tersebut diatas;
140 = AparaturNegara Dalam Pelita V
c. Pada hari k^a Sabtu, Kantor-kantor di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta tet^
berjalan dengan diisi kegiatan-kegiatan pembinaan intern, seperti : piket,
p^eliharaan/penataan int^, penyelesaian tugas-tugas mendesak dan Iain-lain.
d. Kantor-kantor yang hams menyediakan pelayanan secara terus-m^^s selama 24
jam, misalnya Rumah Sakit/PUSKESMAS, Pemadam Kebakaran, Keamanan/
Keteitibandan Iain-lain, pada hari keija Sabtu tet£^ melaksanakan tugas sebagaimana
biasa;
e. Pelaksanaan pengaturan hari/jam kerja dimaksud hendaknya tidak mengurangi
produktivitas keija, khususnya yang menyangkut pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan Surat MENPAN tersebut di atas, Gubemur KDKI Jakarta m^etapkan hari
dan jam kerja di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta dengan Keputusan Gubemur
Nomor 1245 Tahun 1992 tentang Pengaturan Jam Keija Bagi Pegawai Negeri yang
bekeija di lingkungan Pemerintah DKI Jakarta yang intinya mengubah hari dan jam
keija dengan cara memadatkan/memperpanjang jumlah jam keija pada hari Senin
sampai dengan Jumat, dan hari Sabtu hanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yangbersifat pembinaan intern (dengan sistem piket). Namun khusus untuk Unit Kerja yang
memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat, pada hari Sabtu tetap melaksanakan
tugas pelayanan sebagaimana biasa.
6. Penyed^banaan Pelayanan Pemberian IMB/HO
Dalam rangka meningkatkan iklim penanaman modal, baik modal asing maupun dalam
negeri, telah dikeluarkan kebijaksanaan yang memp^mudah dalam memperoleh 1MB
dan izin UU Gangguan (HO). Kebijaksanaan tersebut dituangkan dalam:
a. Peraturan MENDAGRl Nomw 5 Tahun 1992 tentang Rencana Tapak Tanah dan
Tata Tertib Pengusahaan Kawasan Industri serta Prosedur Pemberian 1MB dan izin
Undang-Undang Gangguan (UUG)/HO bagi Pemsahaan-pemsahaan yangberlokasi
di dalam Kawasan Industri;
b. Peraturan MENDAGRl Nomor 7 Tahun 1992 tentang Tata Cara Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan (1MB) dan izin Undang-Undang Gangguan (UUG)/ HO bagi
Pemsahaan-pemsahaan yang bo'lokasi di Luar Kawasan Industri;
c. Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1992 tentang Tata Cara bagi Pemsahaanuntuk Memperoleh Pencadangan Tanah, Izin Lokasi, Pemberian Perpanjangan danPembaharuan Hak atas Tanah seita Penerbitan Sertifikatnya.
7. Eksit-permit telah ditiadakan unuik anggota masyarakat tertentu, khususnya PegawaiNegeri Sipil yang akan b^nas ke luar negeri. Sebagai proyek percontohan telahdilatcsflnakan di Bandar Udara Soekamo-Hatta.
ApafaturNegaraDdamPeKlaV
8. Otomasi peikantoran (komputcr) telah dipakai untuk meningkatkan pelayanan pembuatan
SIM dan STNK, sehingga jangka waktu pembuatannya hanya memerlukan satu harikerja.
^ rogram pendayagunaan sistem informasi Apaiatur Pemerintah antara lain melipudlangkah-langkah pengembangan sistem dan mekanisme informasi, pemanfaatan secara
optimal perangkat keras dan perangkat lunak yang tersedia, standardisasi dan peningkatan
mutu sumber daya manusia di dalamnya. Oleh karena itu, pendayagunaan sistem informasi
hams diarahkan bagi terwujudnya sistem informasi nasional yang bersifat menyeluruh, terpadu
dan dapat mendukung penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan,
menciptakan komunikasi timbal balik antara Instansi Pusat dan Daerah serta dalam rangka
meningkatkan peran serta positif masyarakaL
Sejak awal PELITA V Pemerintah telah menyusun perancangan program pengembangan
Sistem Informasi Administrasi Pemerintahan (SlAP) yang ditetapkan dengan Keputusan
MENPAN Nomor 05/MENPAN/89 lentang Susunan Keanggotaan Badan Kerja Otomasi
Administrasi Negara (B AKOTAN) dan Tim Pengembangan Pendayagunaan Sistem Informasi
Manajemen Nasional (TP2 SIMNAS). Tim tersebut saat ini tengah diaktifkan kembali dalam
rangka menghimpun dan menginventarisasi perangkat keras, perangkat lunak serta pemakai
komputer dari semua Instansi maupun BUMN. Analisis hasil inventarisasi teknologi sistem
informasi manajemen tersebut nantinya akan dijadikan acuan dalam menentukan langkah
berikut bagi tatanan Sistem Informasi Manajemen yang lebih baik di Indonesia.
Hasil inventarisasi informasi yang dilakukan TP2 SIMNAS itu telah disajikan dalam Lokakarya
SIMNAS beberapa waktu lalu. Dengan telah dilakukannya penyempumaan susunan pengurus
sesuai Keputusan Ketua LAN Nomor 494/V/5/5/1992, maka kegiatan BAKOTAN kini
semakin diintensifkan antara lain melalui kegiatan-kegiatan seminar, konferensi tentang
teknologi informasi dan komunikasi. Telah disusun rencana pembangunan "Sistem Informasi
Manajemen Kepegawaian RI" (SIMKRI), yang kini telah terc^tum di dalam "Blue Book
B APPENAS" lahun 1992, dengan Kode Nomor V-30. Namun proyek tersebut belum termasuk
daftar prioritas pengusulan pendanaannya kepada negara donor tertentu.
Saat ini sedang diadakan pengkajian untuk membentuk Dewan Informatika Nasional (DIN)
yang merupakan lembaga permanen dengan tugas memberikan pertimbangan kepada Pemerintah
dalam rangka menetapkan kebijaksanaan peningkatan dan pengembangan di bidang informatika.
Aparatur Negara Dalam Peiita V
BKKBN telah menggunakan jasa satelit (VSAT) untuk melaksanakan komunikasi dan
pengiriman data dengan perwakilan BKKBN di selunih Propinsi dan Danah Tingkat U. Selain
itu telah melaksanakan "info sharing" dengan 4 Departemen di lingkungan MENKO KESRA
dalam langka memenuhi kebutuhan data dan informasi yang cq)at dan akurat
Di Kantor MENPAN sendiri, telah dibangun sistem Local Area Network (LAN) yang telah
beijalan dragan baik dan sangat bomanfaat dalam mendukung sistem pengolahan data Kantor
MENPAN. Selanjutnya,untukpengembanganbasisdata,saatini telah dibentukTim Inventarisasi
Sistem Pelap(»an 8 Program P^acu PAN yang ditetapkan berdasarkan Kq)utusan MENPAN
Nomor 43 Tahun 1992. Kegiatan tim ini akan sangat mendukung bagi pelaksanaan Sistem
InfcHmasi Manaj^ra Kantor MENPAN (SIMPAN).
PELAKSANMfi PINltlKBfenATANOTONOrsiH DAERAH TINOKAT H
ujuan dari pemberian otonomi di Daerah Tingkat n adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, temtama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, serta untuk meningkatkan pembinaankestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Antara pelaksanaan pembangunan di satu pihak dengan pembinaan kestabilan politik di pihaklain, hingga saat ini masih beijalan kurang seimbang, dimana dalam praktdc desentralisasi,
patimbangan-pertimbangan politis lebih didahulukan dalam proses pembentukan Daerah-daerah Otonom, sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan Daerah Tingkat n.
ini disebabkan karena pendekatan pemecahan masalahnya adalah sistem pemerintahan(kekuasaan). Padahal, sebaiknyamasalah otonomi didekati dari sistem manajemen pemerintahan.Oleh karenanya, untuk menjembatani kesenjangan ini, otonomi pemerintahan Daerah dipacumelalui pengungkapan dan pemantapan potensi sumber daya, baik sumber daya manusiamaupun sumber daya ekonomi/ keuangan yang dapat diolah sebagai pendapatan asli daerah.Sehingga pada gilirannya, Daerah Tingkat II diharapkan dapat menjadi pilar utama dalamperekonomian yang mantap, yang berarti akan menjamin kesinambungan dan pertumbuhanpembangunan nasional.
Dalam rangka penyelenggaraan penitikberatan otonomi di Daerah Tingkat II, DewanPertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), secara aktif telah melakukan pertemuan selama 10kali untuk membahas masalah tersebuL DPOD beranggotakan 7 orang Menteri (termasukMENPAN) dan Panglima ABRI. Namun demikian, keterlibatan LAN dalam penyelenggaraanpenataran pemerintahan di Daerah sangat dimungkinkan.
Aparatur Negara Dalam Pelita V 143
1. Beberapa kesepakatan penting telah dic^ai melalui keputusan-keputusan DPOD,
antaia lain;
a. Kes^akatan untuk memperfoami dan menyusun PP tentang penyerahan unisan
pemerintahan yang bersifat "basic service" dan strategik bagi pengembangan
ekonomi wilayah, di anlaranya dimulai dengan sektor pendidikan dasar, pertanian,
perindustrian, k(^rasi, tenaga keija dan kesehatan.
b. Mendorong percepatan pemekaran Daerah Tingkat II secara selektif, termasuk
pemantauan status dari ibukota-ibukota propinsi.
c. Mendorong terbentuknya perangkat hukum Daerah Tingkat n yang memastikan
proses peningkatan kemampuan, serta mengatur imitan dan prioritas pembentukan
perangkat hukum ladi dengan pertimbangan yang strategik.
2. Selama periode 1991/1992 ini telah terjadi pula peristiwa penting menyangkut
penitikberatan otonomi Daerah Tingkat II yaitu diselenggarakannya Penataran
Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah sebanyak 5 angkatan, yang diikuti oleh para
PejabatEselon I di Pusatdan Daerah dan Wakil Gubemur seluruh Indonesia. Selanjutnya,
penataran serupa telah diselenggarakan pula bagi para Pejabat Eselon II Pusat dan
Daerah sebanyak 8 angkatan, dan akan diikuti oleh seluruh Propinsi. Semua Propinsi
telah menyelenggarakan penataran serupa.
3. Dengan penataran ini, dihaiapkan dapat terbentuk kesamaan persepsi bagi para pejabat,
khususnya mengenai penyelenggaraan pemerintahan di Daerah.
Berkaitan dengan kegiatan ini, secara beitahap telah diturunkan Tim Asistensi Rencana
Tindak Lanjut Otonomi Daerah Tingkat II.
Rencana kegiatan dan instnimen-instnimen pelaksanaan otonomi daerah telah dimintakan
pendapat dari para angota DPOD. Tanggapan dari para anggota DPOD tersebut saat inimasih dalam tahap penggodokan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Dep.Dalam Negeri bekerja sama dengan Sekretariat DPOD.
4. Dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggungjawab dan untuk melaksanakan otonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil gunabagi peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan danpelayanan kepada masyarakat, saat ini telah dikeluarkan PP Nomor 45 Tahun 1992tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan Titik Berat Pada Daerah Tingkat II,yang ditetapkan pada tanggal 19 Agustus 1992.
PP ini merupakan pelaksanaan dari ketentuanPasal 11 ayat(l)UU Nomor 5 Tahun 1974tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, yang menetapkan bahwa titik beratotonomi Daerah diletakkan pada Daerah Tingkat n. Sedangkan untuk meningkatkan
144AparaturNegara Dalam Pelita V
karier pegawai daerah, telah dikeluarkan KEPPRES Nomor 26 Tahun 1992 tentang
Peiiet2q)an Eselon Jabatan SETWILDA Tingkat II sebagai Eselon n/b.
Dalam rangka penyerahan urusan, dewasa ini Dep. Dalam Negeri bekerja sama dengan
Departemen/Instansi t^icait lainnya tengah membahas secara mendalam lencana
penyerahan jenis-jenis urusan yang dikelola oleh masing-masing Departemen/Instansi
tersebut, ke Daerah Tingkat II. Masalah tersebut sangat mendesak untuk diselesaikan,
mengingat sejak lahimya UU Nomor S Tahun 1974, temyata dari 19 jenis urusan yang
diserahkan ke Daerah, bam ada antara 3-8 penyerahan umsan saja yang diserahkan ke
Daoah Tingkat II. Bobagai asp^ berkenaan dengan kejelasan dan implementasi
"Pembinaan Umum" yang dilakukan oleh Dq). Dalam Negeri dan "Pembinaan
Operasional" sebagai fiingsi daerah dan "Pembinaan Teknik" sebagai fiingsi departemen,
sedang dikaji pula.
5. Saat ini sedang dibahas Rancangan PP tentang Penyerahan Umsan Pendidikan dan
Kebudayaan, sedangkan penyerahan umsan Kehutanan dan Pertanian sedang disusun
Rancangan Peraturan Pemerintahnya.
6. Sejak PELITA V telah ditetapkan antara lain:
a. Undang Undang mengenai:
1) Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Halmahera Tengah di Propinsi
Daerah Tingkat I Maluku (UU Nomor 6 Tahun 1990);
2) Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bitung di Propinsi Daerah Tingkat
I Sulawesi Utara (UU Nomor 7 Tahun 1990);
3) Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Barat, Propinsi Daerah
Tingkat I Lampung (UU Nomor 6 Tahun 1991);
4) Pembentukan Daerah Tingkat II Denpasar Propinsi Daerah Tingkat I Bali (UU
Nomor 1 Tahun 1992);
5) Pembentukan Daerah Tingkat II Tangerang Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat (UU Nomor 2 Tahun 1993).
b. Peraturan Pemerintah mengenai:
1) Pembentukan Kota Administratif (KotiQ Bontang, Kalimantan Timur (PPNomor 20 Tahun 1989);
2) Pembentukan Kotif Watampone, Kabupaten Daerah Tingkat II Bone, SulawesiSelatan (PP Nomor 53 Tahun 1991);
3) Pembentukan Kotif Banjar, Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis, Jawa Barat(PP Nomor 54 Tahun 1991);
AparaturNegara Dalam PelitaV —
4) Pembentukan Kotif Rantau Prapat, Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu,Sumatera Ulara (PP Nomor 62 Tahun 1991);
5) Pembentukan Kotif Pagar Alam, Kabupaten Daerah Tingkat II Lahat, SumateraSelatan (PP Nomor 63 Tahun 1991);
6) Pembentukan Kotif Langsa, Kabupaten Daerah Tingkat n Aceh Timur, DI Aceh(PP Nomor 64 Tahun 1991).
c. Peraturan Pemerintah mengenai:
1) Pembentukan 1 Kecamatan di Wilayah Propinsi Dl Aceh (PP Nomor 49 Tahun1991);
2) Pembentukan 14 Kecamatan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1 SumateraUtara (PP Nomor 50 Tahun 1991);
3) Pembentukan 9 Kecamatan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat 1 Jambi (PPNomor 60 Tahun 1991);
4) Pembentukan 5 Kecamatan di Wilayan Propinsi Daerah Tingkat 1 Bengkulu.
d. Lain-lain:
1) Susunan Pemerintahan Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta (UU Nomor11 Tahun 1990);
2) Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam bidang Lalu Lintas AngkutanJalan kepada Daerah Tingkat 1 dan Daerah Tingkat 11 (PP Nomor 22 Tahun1990).
3) Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai pelaksanaan PP Nomor 22 Tahun1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah dalam bidang LaluLintas Jalan Raya (LLAJR) telah diiandatangani oleh Menteri Dalam Negeri danMenteri Perhubungan.
7. Yang penting dan mendesak untuk diwujudkan dalam masalah otonomi Daerah Tingkat11 ini adalah perlunya dipersiapkan hal-hal seperti berikut:
a. Pedoman tentang pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dalammembentuk kesamaan persepsi;
b. Penataan kembali pengaturan penyerahan urusan pemerintahan dart Pusat ke
Daerah;
c. Sistem organisasi dan manajemen Pemerintah Daerah agar diarahkan untuk
memperkuat Daerah Tingkat 11;
d. Perlu penataan hubungan kewenangan antara Pusat dan Daerah, yang menjamin
pertumbuhan daerah-daerah yang berpotensi tinggi untuk maju;
'46 Aparatur Negara Dalam PelitaV
e. Pembahasan secara lintas sektoral mengenai usulan pem^caran dan peningkatan
status wilayah.
KEGIATAN KOORDINASI DAN PROGRAM PAN
STRATEGIK LAINNYA
1. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai.
Dalam rangka menjajaki kemungkinan pemberian tunjangan pcngabdlan PNS di daerah
terpencil, telah dilakukan kunjungan kerja dalam upaya pengamatan di lapangan ke
beberapa daerah di Irian Jaya dan Timor Timur. Kendala utama yang banyak ditemukan di
daerah yang dikunjungi adalah masalah transportasi dan komunikasi, masalah penghasilan
pegawai, pendidikan, keschatan, pembenahan aparatur dan masalah koordinasi lintas
sektoral. Masalah tersebut diharapkan dapat dilangani sedini mungkin, schingga tidak
menimbulkan hambatan yang dapat mengganggu manajemen administrasi pemerintahan.
Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan gairah kerja, pengabdian dan kesejahteraan bagi
PNS di Daerah terpencil, telah dikeluarkan KEPPRES Nomor 13 Tahun 1992 lentang
Tunjangan Pengabdian Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Bekerja Dan Benempat Tinggal
Di Daerah Terpencil. PNS di daerah terpencil berhak menerima tunjangan pengabdian
aniara 80 sampai dengan 105 % dari gaji pokok. Saat ini pctunjuk teknisnya tengah
disiapkan. Sebagai tindak lanjut telah diterbilkan Kepulusan MENDAGRI Nomor 46
Tahun 1992 teniang Pedoman dan Tata cara Penetapan wilayah Terpencil, dan Kepulusan
MENDAGRI Nomor 47 Tahun 1992 lentang Penetapan Wilayah Terpencil di Propinsi
Daerah Tingkat I Irian Jaya sesuai pertimbangan MENPAN dan Menteri Keuangan.
Daerah yang telah mengusulkan ke DEPDAGRI adalah Propinsi Irian Jaya, Propinsi
Kalimantan Selatan, Propinsi DKI Jakarta (Pulau Seribu), Propinsi Kalimantan Tengah,
Jambi, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Riau, DI Aceh,
Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Ditjen Geologi dan Sumber Daya Mineral. Pegawai yang
sangat diuntungkan dengan pemberian tunjangan ini adalah para Guru SD, Tenaga
Paramedis, Penyuluh Pertanian Lapangan, Penjaga Mercusuar dan Pengamat Gunung
Berapi.
Masalah kepegawaian lain yang telah terealisasi sampai dengan tahun angg^an 1992/1993
ini,meliputiperbaikan tunjangan Istri/Suamidari 5 %menjadi lO%;perbaikanTabungan
Hari Tua (THT) dari PT TASPEN sebesar 17 % yang dibayarkan lerhitung mulai tanggal
1 Juli 1991.
Sehubungan dengan usul penyempumaan KEPPRES Nomw 22 Tahun 1985 tentang
Tunjangan Peneliti, Bapak Presiden telah menyetujui pemberian tunjangan selisih
Aparatur Negara Dalam Pelita V
penghasilan kepada instansi yang melaksanakan pengembangan IPTEK yang terdiri dariLIPI, LAPAN, BPS, BAKOSURTANAL dan BATAN.
Khusus untuk BATAN sedang diusulkan pengaturan lebih lanjut sehubungan denganKEPPRES Nomor 10 Tahun 1992 tentang Tunjangan Bahaya Radiasi. Dalam hal iniMENPAN telah menyampaikan usulan kepada MENKEU dengan surat Nomor B-1158/1/1992.
2. Perkembangan Program PAN di Daerah.
Penyelenggaraan program PAN di Daerah khususnya sejak awal PELUA V hingga saat ini,kegiatannya semakin dipacu dan diupayakan oleh masing-masing Daerah. Pada umumnya,Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II telah membentuk Forum Komunikasi PANDaerah (FORKOMPANDA) yang ditetapkan dengan Keputusan Gubemur dan Bupati/Walikotamadya.
FORKOMPANDA ini telah dijadikan sebagai forum koordinasi antar aparatur di Daerah,dalam rangka mewujudkan kerja sama yang lebih erat antar instansi lintas sektoral,sekaligus menciptakan wadah komunikasi sambung rasa antar ai^ratur di Daerah.
Berdasarkan laporan tahun 1989/1990, Propinsi yang telah membentuk FORKOMPANDAbaruteidapat20Propinsi(74.7%).Tahunl990/1991 meningkat menjadi 27 Propinsi (100%). Sampai Maret 1993, seluruh Propinsi sudah membentuk FORKOMPANDA.
Sedangkan perkembangan FORKOMPANDA Tingkat II dapat dilaporkan seperti berikutHingga akhirperiodel989/1990,terdapat62Kabupaten/Kotamadyayangtelah membentuk
FORKOMPANDA. Pada akhir Maret 1991, jumlah tersebut meningkat menjadi 159Daerah Tingkat II yang telah membentuk FORKOMP AND A. Sedangkan sampai denganbulan Maret 1993, terdapat sekitar 196 Daerah Tingkat II yang telah membentukFORKOMPANDA.
Dalam rangka memasyarakatkan program pemacu PAN serta program PAN strategiklainnya itu, pada bulan Mei 1990 telah diselenggarakan Rapat Kerja Nasional PAN yangdiikuti oleh para SEKJEN Departemen, Deputi Administrasi LPND, SEKWILDA danKepala Biro ORTALA se-Indonesia.
Sedangkan dalam rangka memperoleh jawaban bagi permasalahan pelaksanaan 8 programpemacu PAN di Daerah, pada awal Maret 1991 telah diselenggarakan Rapat TeknisSekretaris FORKOMPANDA se-Indonesia di Surabaya. Rapat teknis ini menghasilkan4
rumusanpokok yang terdiri dari masalah WASKAT dan Analisis Jabatan; PolaPembinaanKarier dan Jabatan Fungsional; Penyerahan Urusan dan Penitikberatan OTODAT; danmasalah Koordinasi.
148 ———— Aparatur Negara Dalam PelitaV
Sebagai kelanjutannya telah diselenggarakan RAKORNAS FORKOMPANDA yang
berlangsungdi Medan. Sumatera Utara pada tanggal 15-17 September 1992. RAKORNAS
yang pesertanya terdiri dari SEKWILDA dan KARO ORTALA DATII serta SEKWILDA
dan KABAG ORTALA DATI II itu, telah menghasilkan 7 rumusan pokok yang kelak
diharapkan sangatbermaknabagi penyempumaan program PANdanpengambilan keputusan
dibidang PAN. Ketujuh rumusan itu adalah:
a. Peningkatan Peran ORTALA;
b. Rancangan Keputusan MENPAN tentang Rapal FORKOMPANDA;
c. Evaluasi Pelaksanaan 8 Program Pemacu PAN;
d. Pengangkatan PNS sebagai Sekretaris Desa;
e. Pola Karier PNS di Lingkungan Dep. Dalam Negeri;
f. Penyederhanaan Tata Laksana Pelayanan Umum;
g. Rumusan Kelompok SEKWILDA Tingkat I.
Selain itu, dengan telah dikembangkannya Sistem Informasi Manajemen Dep. Dalam
Negeri (SIMDAGRI), beberapa Propinsi dewasa ini telah mulai pula mengembangkan
Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA). Upaya-upaya tersebut terpacu, dalam
rangka mendukung penyelenggaraan Sistem Informasi Manajemen Nasional (SIMNAS).
PERAMPINGAN BIROKRASI
gar dapat dicapai organisasi yang efisien, efektif dan mampu, salah satu upaya PAN yang
penting adalah dengan melaksanakan program perampingan birokrasi di bidang
pengorganisasian yang meliputi kelcmbagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaannya.
1. Di bidang Kelembagaan,perampingan birokrasi dimaksudkanuntukmenyederhanakan
struktur, pengurangan jumlah kotak, penghindaran lumpang tindih tugas dan fungsi,
kejelasan hirarid dan penyederhanaan jenjang, Dalam hal in! Kantor MENPAN berfungsi
menyaring usulan pembentukan organisasi dari Departemen/Instansi yang biasa
mempunyai kecenderungan memperbesar organisasinya.
Dalam rangka menunjang usaha perampingan organisasi, sejak PELITA IV sampai
sekarang terus dikembangkan adanya jabatan fungsional.
2. Di bidang Kepegawaian, perampingan birokrasi berani:
a. Perencanaan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi;
b. Identifikasi kebutuhan DIKLAT, perencanaan DIKLAT dan pelaksanaan DIKLAT
Aparatur Negara Dalam Pelita V
yang tepat, sehingga terdapat keselarasan antara kineija pegawai dengan jabatan
yang dipangkunya.
3. Di bidang Ketatalaksanaan, perampingan birokrasi berarti:
a. Penetapan mekanisme koordinasi yang jelas dan tegas, karena kooidinasi adalah
satu-satunya sarana tata laksana yang diimplementasikan;
b. Penyelenggaraan kegiatan secara profesional dan fiingsional;
c. Penetapan lencana kegiatan yang paling efisien, guna menghasilkan kegiatan yang
efektif dan optimal;
d. Penerapan desentralisasi yang konsekuen.
4. Dengan demikian, perampingan birokrasi meliputi berbagai aspek yang menghasilkan
stniktur yang hemat dan kaya akan fungsi.
Secaraorganisasi, struktumya sederhana, prosedumya jelas dan pengelolaannya mandiri,
sedangkan secara fungsi, basil kegiatannya bersifat profesional dan implementasi
prosedumya rapi serta bersifat teknis.
Perampingan birokrasi berupa penyusunan kembali organisasi dan tata kerja telah
dilaksanakan di beberapa Departemen/LPND dengan meminta pertimbangan kepada
MENPAN. Departemen/LPND yang telah melaksanakan:
a. Dep. Dalam Negeri
1) Oganisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat 11;
2) Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah;
3) Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Cabang Dinas Pendapatan
Daerah Tingkat II;
4) Organisasi dan Tata Kerja Staf Ahli Menteri di lingkungan Dep. Dalam Negeri;
5) Organisasi dan Tata Kerja Dep. Dalam Negeri;
6) Pedoman Organisasi dan Tata Kerja SETWILDA Tingkat I dan Sekretariat
DPRD Tingkat I;
7) Pedoman Organisasi dan Tata Kerja SETWILDA Tingkat II dan Sekretariat
DPRD Tingkat 11;
8) Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Wilayah Propinsi;
9) Pedoman Organisasi dan Tata Keija Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya;
10)Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi Daerah Tingkat I;
1 l)Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Kelurahan;
12)Pedoman Organisasi Dinas Daerah;
13) Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.
AparaturNegara Dalam Pelita V
b. Dep. Kehakiman
1) Organisasi dan Tata Kerja Dep. Kehakiman;
2) Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pcngadilan;
3) Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Dep. Kehakiman;
4) Organisasi dan Tata Kerja Sekretari^ Pengadilan Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
c. Dep. Keuangan
1) Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal DITJEN Anggaran;
2) Organisasi dan Tata Kerja Badan Unisan Piutang dan Lelang Negara;
3) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Pajak;
4) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Bea dan Cukai;
5) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Lembaga Keuangan;
6) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Pembinaan Badan Usaha Milik Negara;
7) BAPPEDA.
d. Dep. Pertanian
1) Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dep. Pertanian;
2) Organisasi dan Tata Kerja Pclabuhan Pcrikanan;
3) Organsiasi dan Tata Kerja Balai Informasi Pertanian di setiap Propinsi;
4) Balai Metodologi Informasi Pertanian.
e. Dep. Perindustrian
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mcnteri Muda Perindustrian.
f. Dep. Pendidikan dan Kebudayaan
1) Organisasi dan Tata Kerja Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala;
2) Organisasi dan Tata Kerja Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (KOPERTIS);
3) Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengembangan Penaiaran Gum (P3G);
4) Organisasi dan Tata Kerja Museum Negeri Propinsi;
5) Susunan Organisasi Sckolah Tinggi Scni;
6) Susunan Organisasi Perguman Tinggi.
g. Dep. Perhubungan
1) Organisasi dan Tata Kerja Balai Diklat Penerbangan
2) Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal dan Direktorat JenderalPerhubungan Darat.
3) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Perhubungan Udara;
4) Organisasi dan Tata Kerja Balai Kalibrasi Fasiliias Penerbangan;
5) Organisasi dan Tata Kerja Kantor Lalu Lintas Aliran Sungai dan Danau.
AparaturNegara Dalam Pelita V —
h. Dep. PARPOSTEL
1) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Pariwisata;
2) Organisasi dan Tata Kerja DITJEN Pos dan Telekomunikasi.
i. Dep. Tenaga Kerja
Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (BPPD).
j. Dep. Kesehatan
1) Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Perawat Kesehatan (SPK);
2) Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Mata Masyarakat;
3) Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengamanan Fasililas Kesehatan;
4) Pedoman Organisasi Rumah Sakil Umum.
k. MENPORA
Organisasi dan Tata Kerja Slaf Ahli Mentcri Negara Pemuda dan Olahraga;
1. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
1) Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Aero-Gas
Dinamika dan Getaran;
2) BPP Teknologi;
3) Organisasi dan Tata Kerja BPP Teknologi.
m. Badan Koordinasi Penanaman Modal
1) Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Susunan Organisasi BKPM;
2) Organisasi dan Tata Kerja BKPM;
3) Organisasi dan Tata Kerja Staf Ahli BKPM.
n. Kejaksaan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI.
o. Biro Pusat Statislik
1) Biro Pusat Statistik;
2) Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Biro Pusat
Statistik;
3) Organisasi dan Tata Kerja BPS;
4) Organisasi dan Tata Kerja UPT Perpusiakaan dan Dokumentasi Statistik;
5) Organisasi dan Tata Kerja UPT Pendidikan Ahli Madya Statistik;
6) Organisasi dan Tata Kerja UPT Pelatihan Statislik;
7) Organisasi dan Tata Kerja UPT Pelatihan Komputer.
Aparatur Negara DalamPelilaV
p. Mahkamah Agung
1) Organisasi dan Tata Kerja Kepaniieraan Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama;
2) Organisasi dan Tata Keija Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi.
q. Dep. Perdagangan
Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia.
r. Dep. Pertanian
1) Badan Pengendali Bimas;
2) Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan Nusantara;
3) Organisasi dan Tata Kerja Dep. Pertanian;
4) Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Pengendali Bimas.
s. Dep. Kehutanan
Organisasi SETJEN Dep. Kehutanan.
t. Dep. Pekerjaan Umum
1) Organisasi dan Tata Keija Balai Produksi Bahan Latihan Audio Visual;
2) Organisasi dan Tata Kerja Staf Ahli Menteri di lingkungan Dep. Pekerjaan
Umum.
u. Dep. Agama
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama.
V. BAPPENAS
Organisasi dan Tata Kerja BAPPENAS.
w. MENKO POLKAM
Organisasi dan Tata Kerja Staf Menteri Koordinalor Bidang Politik dan Keamanan.
X. MENPERA
1) Organisasi dan Tata Kerja Staf Ahli MENPERA;
2) Organisasi dan Tata Kerja Staf MENPERA.
y. LAN
1) Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Administrasi Negara;
AparaturNegaraDalamPelitaV
2) Organisasi dan Tata Kerja Staf Ahli Lembaga Administrasi Negara.
Selain itu secara bertahap diadakan penyederhanaan Unit-unitPelaksana Teknis dengan
mencantumkan jabatan fungsional dan atau mengubah jabatan stniktural menjadi
jabatan fungsional.
D alam usaha meningkatkan etos kerja di lingkungan aparatur, MENPAN telah menetapkanKeputusan Nomor 04/1991 tentang Pedoman Pemasyarakalan Budaya Kerja.
Budaya Kerja adalah upaya yang dilaksanakan untuk mendorong t^^ujudnya sikap aparatur
agar dalam menjalankan fungsinya sebagai abdi negara, sekaligus abdi masyarakat berlangsung
secara seimbang dan nyata, khususnya melalui satuan organisasi pada tingkat yang terkecil.
Pada dasamya keberhasilan operasionalisasi Budaya Kerja dicerminkan dalam disiplin kerja
yang tinggi serta diwujudkan dalam bentuk basil kerja yang bermutu serta efektif.
Ukuran dari basil kerja yang efektif tersebut adalab :
1. penggarapan basil kerja yang te[»t dan lancar;
2. berkurang atau tidak adanya keluban terbadap basil kerja dari pibak yang menggunakannya
yaitu satuan kerja, organisasi lainnya atau masyarakat yang menerima pelayanan.
Saat ini program Budaya Kerja sedang digalakkan untuk diterapkan di berbagai Dq)artemen/
Instansi baik di Pusat maupun Daerab. Tanggapan Departemen/Instansi sangat positif. Hal ini
disebabkan program Budaya Kerja yang telab diselenggarakan di masing-masing Departemen/Instansi, temyata juga mendorong semakin ditingkatkannya pembudayaan WASKAT.
Penerapan program Budaya Kerja ini antara lain diperkuat dengan adanya Surat MENPANNomor B-834/1/91 tanggal 11 September 1991 kepada para Menteri, Pimpinan LPND,
Pimpinan LEMTERTINA dan para Gubemur KDH Tingkat I tentang Penerapan ProgramBudaya Kerja dan Keberbasilan WASKAT.
Upaya lain yang telab dilaksanakan dalam rangka pemasyarakalan Budaya Keija antara laindengan menerbitkan 3 buab buku, yaitu Pedoman Pemasyarakalan Budaya Kerja, Tanya JawabProgram Budaya Kerja dan Budaya Kerja Dalam Diagram. Buku tersebut telah disebarluaskanke selurub Departemen/Instansi.
154 ̂Aparatur Negara Dalam Pelita V
DisampingituteIah(iiterbitkanpulaKeputusanMENPANNomor99/1991tentangPembentiikanKelompok Keija (POKJA) Untuk Pelaksanaan Program Budaya Keija. Dengan POKJAtersebut diharapkan dapat meningkatkan minat Departemen/Instansi Pemerintah untukinelaksanakan Budaya Keija yang ditandai dengan dibentuknya POKJA di setiap Departemen/Instansi.
Sampai dengan Maret 1993, telah terdapat sekitar 30 Departemen/Instansi Pusat dan Daeiahyang telah menyelenggarakan forum diskusi, menerima c^amah, pelatihan dan melaksanakanlokakarya masalah Budaya Keija yaitu:
1. Coamah:
a. Instansi Tingkat Pusat
b. Pemerintah Daerah Tingkat I
c. Lembaga Pemerintah Non-Dep.
d. Lembaga TertinggiA'inggi Negara
e. Perguruan Tinggi
f. Badan Usaha Milik Negara
g. Bank Milik Daerah
2. Pelatihan-Pelatihan:
a. Instansi Tingkat Pusat
b. Pemerintah Daerah Tingkat I
c. Badan Usaha Milik Negara
d. Bank Milik Daerah
7 Departemen;
12 Propinsi;
4 Lembaga/Badan;
2 Sekretariat;
1 Universitas;
3 PERUM/PERSERO;
1 Bank.
3 Departemen;
5 Propinsi;
2 PERUM/PERSERO;
1 Bank.
3. Di dalam pendidikan penjenjangan (SEPADYA), program Budaya Keija telah pula
menjadi salah satu mata pelajaran di beberapa instansi/lembagaPemerintah. Di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Departemen Pekerjaaan Umum g kali
b. Departemen Agama 1 kali
c. Badan Administrasi Kepegawaian Negara 1 kali
4. Kegiatan Lokakarya/Seminar Budaya Keija pada tahun 1992 adalah sebagai berikut:
a. Kantor MENPAN bekerja sama dengan Yayasan Bina Mulia Indonesia di Hotel
Horison Jakarta dengan peserta aparat pemerintah dan swasta;
b. Universitas Jambi dengan peserta aparat Pemerintah Daerah se-Sumatera;
c. Seminar Budaya Kerjadiselenggarakan oleh KORPRI Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta pada bulan Nopember 1992 di Istana Yogyakarta.
Dep. Dalam Negeri secara bertah^ telah melaksanakan pelatihan fasilitator Budaya
Keija secara terpusat yang pesertanya wakil dari para pejabat Pemerintah Daerah
Tingkat I.
Aparatur Negara Dalam PelitaV 1S5
Sebagai tindak lanjut, saat ini telah diterbitkan Keputusan Menteri Dalam NegeriNomor 41 Tahun 1992 tentang Pembinaan Pelaksanaan Program Budaya Keija tanggal13 April 1992. Diharapkan dengan keputusan tersebut penyebaran Budaya Keijasemakin luas.
alam rangka peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi satuan keija tertentupada Instansi Pemerintah baik UPT maupun non-UPT di dalam memberikan pelayanan,
telah diterbitkan KEPPRES Nomor 38 Tahun 1991 tentang Unit Swadana dan Tata cara
Pengelolaan Keuangannya.
Tujuan pembentukan Unit Swadana ini adalah untuk memberikan otonomi dalam mengelola
manajemen keuangan dan administrasi yang lebih luas kepada satuan kerja tersebut yang
ditetapkan sebagai Unit Swadana.
Dengan pemberian otonomi ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan, baik benipabarang
maupun jasakepada masyarakatdan atau Instansi Pemerintah yang memerlukannya Selain itu,
diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk menghilangkan penyalahgunaan wewenang
ataupun praktek pungli, karena dengan pemberian otonomi, satuan keija tersebut ditantang
untuk lebih meningkatkan profesionalisme Aparatur Pemerintah dalam efisiensi birokrasi.
Sebagai contoh, penerapan sistem swadana di Rumah SakitPemerintah, diharapkan dapat lebih
meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, masyarakatyang tidak mampu
dapat memperoleh pelayanan cuma-cuma, karena meieka mendapat subsidi silang (cross
subsidy) dari pasien yang lebih mampu.
1. Sebagai tindak lanjut KEPPRES tersebut telah dikeluarkan 3 (tiga) Keputusan Menteri,
yaitu:
a. Keputusan MENKEU Nomor 47/KMK.03/1992 tanggal 14 Januari 1992 tentang
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Unit Swadana Pusat;
b. Keputusan MENKEU Nomor 235/KMK.01/1992 tanggal 10 Pebruari 1992 tentang
Tata cara Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Menjadi Unit
Swadana;
c. Keputusan MENPAN Nomor 40/1992 tentang Pedoman Penilaian Unit Swadana.
2. Instansi Pemerintah yang satuan kerja tertentu di lingkungannya telah ditet^kan menjadiUnit Swadana Pusat yaitu:
156 AparaturNegara Dalam PaUta V
a. Dep. Pertambangan dan Energi:
1) PUSLITBANGTeknologiMIGASXEMIGAS*'Jakarta;
2) Pusat Pengembangan Tenaga Pominyakan dan Gas Bumi Cq)u, Jawa Tengah.
b. Dep. Kesehatan:
1) RS Persahabatan, Jakarta;
2) RS Fatmawati, Jakarta;
3) RS Hasan Sadikin, Bandung;
4) RS Tegalyoso, Klatra.
Sementara itu, telah ada usulan 8 Rumah Sakit Pusat dan 17 Rumah Sakit milik Daerah
yang telah dipo^iapkan oleh Dep. Kesehatan untuk dikonv^ menjadi Unit S wadana.
Khusus untuk 8 Rumah Sakit Pusat sedang dalam proses penilaian, sedangkan untuk
usulan Rumah Sakit Daoah sementara ini masih menunggu ketentuan lebih lanjut oleh
Mentm Dalam Neg^ khususnya mengenai pedoman pengusulan, penilaian,penetapan
serta penatausahaan dan pertanggung jawaban keuangan Unit Swadana Daoah.
Namun demikian Gubemur Kq)ala DKI Jakarta dengan Keputusannya Nomor 944
Tahun 1992 tanggal 20 Juni 1992 telah menett^kan Rumah Sakit Daorah Pasar Rebo
Jakarta sebagai Unit Swadana daerah dalam rangka uji coba.
c. Dep. Pek^aan Umum:
1) PUSDIKLATWilayah IV, Surabaya;
2) PUSLAHTA dan Pemetaan, Jakarta;
3) PUSLrrBANGPengaitanrBandung; -
4) PUSLITBANG Jalan, Bandung;
5) PUSLITBANG Pemukiman, Bandung.
PELAKSANAAN PERATUM
Persiapan Penerapan PERATUN.
Penerapan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)yang sebenamya dib^ikan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 29 Desember 1991,yaitu lima tahun sejak diundangkannya, telah dapat dipercepat penerapannya yaitu sejak14 Januari 1991 dengan ditett^kannya PP Nomor 7 Tahun 1991.
Sebelum penerapan UU PERATUN tersebut di atas, sejak tahun 1989 Kantor MENPANtelah mengambil langkah-langkah guna membantu kelancaran pelaksanaan UU PERATUN,antaralain:
Aparatur Negara Dalam PelitaV
a. Mengeluaikan berbagai Surat yang baisi:
1) petimjukpelaksanaanpenataranUUPERATUN.tertibadministrasidanpemant^manajemen;
2) petunjukuntukmengadakaninventarisasititikrawanperaturanperundang-undanganterhadap gugatan TUN. dan sdaiang sudah teihimpun dalam sebuah buku. yangakan bermanfaat bagi kalangan AparaUir Pemerintah sebagai Pejabat atau BadanTUN maupun bagi Badan Peradilan TUN;
3) mengedarkan daftar kuesioner untuk memantau kesiapan Aparatur Pemerintahdalam mraghad^qpi gugatan TUN.
b. Memberikan ceramah mengenai UU PERATUN kepada histansi-instansi Pemerintah,BUMN, Universitas, baik negeri maupun swasta, kalangan organisasi Profesi, BadanUsaha swasta.
c. Melakukan bimbingan teknis mengenai Hukum Acara PERATUN khususnya kepadapara Biro Hukum dan Kepegawaian Instansi Pemmntah.
2. Sen^etaTUN.
Dari pengamatan dan informasi yang didapat oleh Kantor MENPAN baik dari BadanPeradilan TUN maupun media massa, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan sengketaTUN meng^iai p^tanahan, perumahan. pelay anan umum seporti izin mendirikan bangunan(1MB), pelayanan listrik, telepon, dan bidang kepegawaian.
3. Permasalahan.
Dalam usianya yang masih muda, pelaksanaan PQIATUN menghad^qii bobagai masalah:
a. Sifatnya yang melekat i^da UU PERATUN yaitu bahwa Putusan Pengadilan TUN
tidak mempunyai daya memaksa, utamanya terhadap tergugat. Hal ini b^lainan dengan
Putusan Pengadilan dalam perkara P^data atau Pidana yang dapat dipaksakan untuk
dilaksanakan;
b. Adakalanya^aratursebagaiTergugattidakmembeiikanketerangan yangselen^cq)nya
mengenai kasus yangb^kenaan di sidang pengadilan yang seb^amyad^;)atmerupakan
hal yang dapat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan oleh pengadilan;
c. Pejabat TUN mengeluarkan Keputusan-keputusan TUN, sedangkan pada waktu
mengeluarkan keputusan TUN tersebut, Pejabat TUN dimaksud, menurut hukum tidak
dalam kualitas sebagai pejal»t TUN, karena dasar-dasar hukum yang meiiibm wewenang
untuk itu sudah tidak berlaku lagi karena sudah lewat waktu dan belum diajukan
perpanjangannya;
1S8
d. KeputusanTUNdikeluaikantidaksesuaidenganpioseduryangberlaku.
4. Pelaksanaan UU NomOT 5 Tahun 1986 tentang PERATUN.
Sebagai tindak lanjut UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PERATUN, telah dibentuk
Pengadilan Unggi TUN Jakarta, Medan, dan Ujung Pandang serta Pengadilan TUN di
Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung Pandang, Bandung, Semarang dan Padang.
Selain itu dikeluaikan PP Nomor 43 Tahun 1991 tentang Ganti Rugi dan Tata Cara
Pelaksanaannya pada PERATUN.
5. Langkah dan upaya Kantcn* MENPAN dalam mengantisipasi pelaksanaan UU Nomor 5
Tahun 1986 tentang PERATUN.
a. Nfenyelenggarakan Penataran, Bimbingan T^is, Coamah tentang UU PERATUN
bagi para pejabatEselon I, n, m dan IV di masing-masing Instansi antara lain: KantorMenteri Koordinator, Menteri Negara, Departemen, LPND, BUMN, Bank-bank
Pemerintah, Kejaksaan Agung, Perpustakaan Nasional, Pemeiintah Daerah, Peiguruan
Tinggi dan swasta;
b. Dalam rangka pemantapan p^eiapan UU No. S Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negaia (UU PERATUN) telah dikeluaikan 8 Surat MENPAN k^da semua
Departemen/Instansi Pemmntah lainnya;
c. Sedangkan dalam menanggapi Informasi dari Media Massa atau Anggota Masyaiakat
mengmai Pelaksanaan Putusan atau Penet^[)an Peradilan TUN telah dikeluaikan 19Surat MENPAN yang ditujukan kepada Instansi atau peiorangan yang teikait
6. gAflHaan P^a«a TITM gftjalrmiilai ̂tilaVeinalrfln s/il IVsftfnhftrlOOladalah sehagai beriknt:a. Pengadilan TUN
1) Peikarayangmasuk
2) Telah diputus
774peikaia;
S02pakara;
b. Pengadilan Unggi TUN
1) Peikarayangmasuk
2) Telah diputus
195 perkara;
112pa:kara;
c. Perkara TUN yahg dominan
1) Pertanahan
2) Kepegawaian
3) Perumahan
4) Perizinan
236 perkara;
226pakara;
lS4pa^kara;
103pakara.
Apsvatur Negara Dalam PeSta V 159
1. Dalam rangka mendukung pelaksanaan 8 Program Pemacu PAN telah diselenggarakanproyek ''Performance Improvement in Public Service (PIPS) yang dibiayai oleh UNDP.Program PIPS tersebut dimulai dengan 5 proyek contoh yaitu;
a. Teknik Pelatihan Praktek (Experiential Learning);
b. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekeijaan/DP3 (Program Performance Appraisal);
c. Program Analisis Jabatan (Job Analysis) dan pemanfaatannya bagi penyusunanjabatan
fungsional;
d. Program Pelayanan Umum (Public Swvice Development);
e. Program Budaya Keija (Total Quality Management).
Padabulan Agustus 1992telah diselenggarakan 4 kegiatan lokakarya program pendahuluan
yang dibiayai UNDP dan diikuti oleh peserta dari instansi Pusat dan Daer^, yakni
Lokakarya DPS PNS, Sistem Pelayanan Masyarakat, Budaya Keija dan Lokakarya Teknik
Pelatihan Praktek. Dalam waktu tidak terlalu lama, hasil lokakarya itu direncanakan akan
disebarluaskankeseluruhDepaitemen/Instansi Pusat dan Daerah.Sementaraitu,pembahasan
program analisis jabatan hingga kini masih berlangsung.
2. AdapunnamaproyekdidalamProgramPIPSdukunganUNDPyangrencanapelaksanaannya
akan b^langsung mulai bulan Af^l 1993 tersebut, adalah sepeiti boikut:
a. Penyempumaan Penilaian Pek^aan (PIPS 1);
b. Perencanaan Ketenaga-manusiaan (PIPS 2);
c. Kajian Tentang Imbalan Hasil Pekeijaan Pegawai (PIPS3);
d. Teknik Pelatihan Praktek (PIPS 4);
e. Penyempumaan Analisis Jabatan bagi Penyusun Jabatan Fungsional (PIPS 5);
f. Analisis dan Pengembangan Kebijaksanaan (PIPS 6);
g. PenyempuraaanKelembagaanKantorMENPAN,LAN,BAKN,danARNAS(PIPS7);
h. Manajemen Mutu Terpadu (PIPS 8);
i. Penyempumaan Manajemen Pelayanan Umum (PIPS 9);
j. Perancangan Sistem Informasi Program PAN Bantuan Luar Negeri (PIPS 10);
k. Perancangan Sistem Informasi Pemantauan Program PAN oleh Kantor MENPAN
(PIPS 11).
AparaturNegara Dalam PelitaV
alam rangka menyebarluaskan berbagai informasi tentang program PAN dan sekaligus
dalam upaya meningkatkan pengetahuan, prestasi, moUvasi dan kreativitas aparatur baik
di Pusat maupun Daerah, telah diterbitkan Majalah Info PAN mulai bulan Desember 1991. Info
PAN adalah sebuah kalawarta yang terbit setiap bulan, dan kini telah sampai pada nomor 3
Tahun II. Adapun sasaran utama dari majalah ini adalah para eksekutif puncak dan pengambil
keputusan di lingkungan pemerintahan baik di Pusat maupun Daerah.
Aparatur Negara Dalam Pelita V 161
T T paya pendayagunaan Aparatur Negara, khususnya pada masa jabatan Kabinet
Pembangunan V, dilakukan melalui 8 Program Pemacu PAN Strategik, yaitu:
1. Pelaksanaan pengawasan melekat (WASKAT);
2. Pener^an Analisis Jabatan (ANJAB);
3. Penyusunan Jabatan Fungsicxial (JAFUNG);
4. Peningkatan Mutu Kepemimpinan Aparatur (MUTPIM);
5. Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian (PROSPEG);
6. Penyederhanaan Tata laksana Pelayanan Umum (YANUM);
7. Perancangan Sistem Informasi Administrasi Pemerintahan (SIAP);
8. Penitikberatan Otonomi Daerah Tingkat n (OTODAT).
Delapan (8) Program Pemacu PAN Strategik tersebut dan langkah-Iangkah implementasinya,
merupakan prioritas PAN dalam PELITA V. Seluruh program PAN tersebut pada dasamya
akan bermuara pada upaya peningkatan mutu manajemen pemerintahan dan koordinasi
pelaksanaan program PAN. Semua ini akan mendorong teiciptanya perbaikan Aparatur Negara
dan administrasi pemerintahan yang lebih eflsien.
Upaya-upaya di atas telah menampakkan hasil yang menggembirakan. Keadaan Aparatur
Negara berangsur-angsur menjadi lebih baik dari keadaan masa lampau. Lebih dari itu,
penyelenggaraan PAN, baik di Pusat maupun di Daerah, telah menampakkan hasil yang
menggembirakan pula. Hal ini dimungkinkan berkat semakin tanggapnya aparatur terhadap
Program PAN, selain mulai semakin meningkatnya pula dukungan Instansi Pemerintah dan
non-Pemerintah pada kegiatan-kegiatan PAN. Namun demikian, karena administrasi
pemerintahan peka terhadap perubahan lingkungan, maka upaya dan peningkatan PAN perlu
t^s diselaraskan dengan perubahan-perubahan t^^buL Dengan demikian kegiatan-kegiatanPAN itu selalu merupakan kegiatan yang dinamis dalam pembangunan.
Del^)an program PAN tersebut di atas telah mendorong pula teiciptanya sinerji yang melahirkanberbagai Program PAN Strategik lainnya seperti, antara lain, program Budaya Kerja, UnitSwadana, perampingan birokrasi, efisiensi administrasi pemerintahan dan Iain-lain. Bila 8Program Pemacu PAN dilakukan bersamaan dengan program lain yang terpacu, makaprogram-program tersebut akan meletakkan kembali dasar-dasar tata laksana, merampingkanbirokrasi dan memperkaya fungsi, memajukan pembinaan pegawai, membangkitkan etos kerjaserta memperluas penggunaan informasi. Dengan cara ini, dan bila diterapkan oleh seluruhinstansi, maka mutu manajemen Pemerintah, mutu aparatur dan produktivitas administrasipemerintahan dapatditingkatkan berangsur-angsur. Program PAN inilah yang akan mengubahaparatur yang abdi negara menjadi ̂aratur yang abdi negara dan sekaligus abdi masyarakat.
Pmy^SDM Aparatur Negara
Transformasi peran ini sangat penting agar aparatur semakin peka terhad^ perubahanlingkungan sehingga dapal menunjang keberhasilan Pembangunan Jangka Panjang Tah^
Kedua (PJPT II) yang semakin kompleks dan sarat tantangan. Sehubungan dengan itupeningkatan profesionalisme dan budaya inovatif di kalangan aparatur maupun perbaikanmutu manajemen administrasi negara perlu terus dilakukan.
Sejalan dengan itu, kesejahteraan pegawai dari tahun ke tahun, yang senantiasa diupayakanp^baikannya dan memang berangsur-angsur telah membaik, perlu dilanjutkan. Yang teiakhiradalah kenaikan penghasilan golongan I dan II rata-rata sebesar 18%, dan golongan in serta IV
rata-rata sebesar 12%, serta perbaikan tunjangan struktural dan fungsional serta penghasilan
pejabat negara.
Upaya-upaya di atas mutlak diperlukan mengingat Aparatur Negara memegang peran strategik
dalam memimpin proses transformasi di bidang pemerintahan dan sekaligus transformasi
dalam dirinya sendiri ke arah Aparatur Negara yang mampu mempelopori disiplin nasional
menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Seperti yang telah berkali-kali dikemukakan baik oleh Presiden Soeharto, para pejabat tinggi
negara dan para pakar proses globalisasi yang sedang berlangsung dewasa ini, antara lain
mengakibatkan terjadinya penibahan-perubahan yang cepat dalam kehidupan masyarakat dan
persaingan bidang ekonomi yang makin ketat. Untuk dapat mengatasi masalah-masalah yang
ditimbulkan dalam proses globalisasi itu tadi, dan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan,
maka bangsa ini dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seluruh masyarakat
Indonesia, termasuk Aparatur Negara Dalam PJPT II yang sebentar lagi akan kita laksanakan,
upaya-upaya peningkatan kualias sumber daya manusia akan lebih ditingkatkan. Dan peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) Aparatur Negara adalah sangat menentukan karena,
bagaimanapun juga, Aparatur Negara akan tetap memegang peranan yang besar dalam PJPT
II nanti.
^ elama PJPT I, yang dimulai sejak PELITAI hingga PELITA V sekarang ini, kendatipunmasih banyak kekurangan-kekurangannya, telah banyak hasil yang dicapai. Semua itu,
baik kekurangan-kekurangan maupun hasil-hasil yang telah dicapai, tidak terlepas dari peranandan kualitas sumber daya manusia Aparatur Negara yang ada.
1. Keadaan dan perkembangan Pegawai Negeri Sipil sebagai SDM Aparatur NegaraMenurut data dari B AKN, keadaan dan perkembangan Pegawai Negeri Sipil sebagaiSDM Aparatur Negara/Pemerintah adalah sebagai berikut.
166 Proy^si SDMAparatur Negara
KEADAAN DAN PERKEMB ANGAN PEGAWAINEGERISIPIL
TAHUN JUMLAH
SELURUHNYA
GOLONGAN TINGKAT
Maret 695.416 IV 4.883 (0.70%) SD 34.08%
1973 III 60.531 (8.70%) SLTA 23.48 %
II 267.374 (38.45 %) SM 7.58%
I 362.628 (52.15 %) S + 4.94%
Maret 3.556.998 IV 27.550 (0.77%) SD 16.87 %
1988 III 508.743 (14.30 %) SLTP 11.46%
II 2.395.893 (67.36 %) SLTA 56.42 %
I 622.516(17.50%) SM 8.99%
S + 5.49%
Maret 3.950.126 IV 35.371 (0.90 %) SD 13.85 %
1992 III 639.809 (16.20 %) SLTP 10.20%
II 2.660.925 (67.36%) SLTA 58.72 %
I 614.021 (15.54%) SM/A 9.90%
S + 7.33%
SumberiBAKN
Data-data t»sebut di atas dapat diolah lagi sehingga mraunjukkan peikembangan tiap-
tiap golongan Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut
PERKEMBANGAN TIAP-TIAP GOLONGAN PNS
PERKEMBANGAN
GOLONGAN
TAHUN 1988 TAHUN 1992
IV 464.20 % 28.39 %
III 740.47 % 25.76 %
II 769.08 % 11.06%
I 71.67 % (-) 1.36 %
Diolah dart SunAer BAKN
Dari data-data di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa, meskipun jumlah PegawaiNegeri Sipil terns bertambah, namun prosentase penambahannya makin mengecil.Yaitulebih dari4(X)% pada tahun 1988 dibandingkan jumlah Pegawai Negeri Sipil pada
Proyeksi SDMAparatur Negara 167
tahun 1973,sedang}cankenailcanpadatahun 1992hanyasekitar ll%jikadilmdingkandengan jumlah Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1988.
Yang lebih penting lagi ialah dari angka-angka tersebut di atas terlihat bahwa kualitassumber daya manusia Pegawai Negeri Sipil makin meningkat, baik kualitas PegawaiNegeri Sipil secara umum seperti yang d^>at dilihat dari p^kembangan tingkatpendidikan Pegawai Negeri Sipil, maupun kualitas golongan-golongan Pegawai Negeri
Sipil yang memegang penman kunci dalam birokrasi pemerintahan seperti yang (kq;)atdilihat dari perkembangan jumlah Pegawai Negeri Sipil pada golongan-golongan yangmemegang peianan kunci itu tadi, yaitu Goltrngan IV, ni dan II.
2. Upaya Pendayagunaan SDM Aparatur Negara yang telah dilakukan.
UpayaPendayagunaan SDM AparaturNegara telah dilakukan sejakawal pemerintahan
Orde Baru, khususnya sejak Kabinet Pembangunan I, seperti yang dapat dilihat dari
langkah-langkah berikut ini
a. Diamanatkannyapenyempumaan Aparatur Negara dalam GBHNdan/atau Ketet^ian
MPR lainnya;
b. Dicantumkannya penyempumaan Aparatur Negara sebagai bagian dari Program
Kabinet Pembangunan sejak Kabinet Pembangunan I;
c. Diangkamyaseorang MenteriNegaraPendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)
dalam Kabinet Pembangunan I hingga Kabinet Pembangunan V yang
bertanggungjawab di bidang pendayagunaan Aparatur Negara;
d. Dikeluarkannya KEPPRES Nomor 34 Tahun 1972 yang menetapkan Lembaga
Administrasi Negara (LAN) sebagai Instansi Pembina Fungsional DIKLAT bagi
Pegawai Negeri Sipil;
e. INPRES Nomor 15 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan KEPPRES Nomor 34 Tahun
1972. DIKLAT Pegawai Neg^ Sipil yang dilakukan selama ini menyangkut
bidang-bidang sebagai berikut*
a) Teknis,
b) Teknis Fungsional, sesuai dengan tanggung jawab fungsional sesuatu Instansi
Pemerintah,
c) Administrasi yang mencakup Administrasi Umum, Administrasi Pembangunan
dan teknik-teknikpengelolaan/manajemen.
Salah satu perkembangan yang teijadi pada awal PJPTI dalam upaya peningkatan mutuSDM Aparatur Negara adalah mulai di wujudkannya DIKLAT penjenjangan di bidangadministrasi dan manajemen bagi para pejabatpimpinan tingkat atas, yaitu Sekolah Stafdan Pimpinan Administrasi (SESPA) yang dimulai sejak tahun 1971.
m Proy^t^ SIM4Afia/atur Negara
Pada kunm waktu berikutnya, ufKiya peningkatan kualitas SDM Aparatur Negara
semakin ditingkatkan dan dikembangkan dengan penyelenggaraan DIKLAT
penjenjangan di bawah SESPA yang diperuntukkan bagi mereka yang menduduki
beifoagai tingkat jabatan struktural. Dengan demikian maka kebijakan DIKLAT
penjenjangan yang berlaku dewasa ini adalah:
a. Sekolah Staf dan Pimpinan Administiasi (SESPA) yang dipountukkan bagi mereka
yang direncanakan akan menduduki jabatan Eselcxi II;
b. Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPADYA) yang dip^ntukkan
bagi mer^ yang akan menduduki jabatan Eselon III;
c. Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA) yang diperuntukkan
bagi mer^ yang akan menduduki jabatan Eselon IV;
d. Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Dasar (SEPADA) yang diperuntukkan
bagi mereka yang akan menduduki jabatan Eselon V.
Di samping DIKLAT penjenjangan itu tadi, ditingkatkan pula pelaksanaan berbagai
jenis pendidikan dan latihan tidak hanya di bidang administrasi dan manajemen,termasuk Administrasi Pemtengunan dan T^ik-teknik Pengelolaan, tetapi juga di
bidang teknis dan teknis fungsional.
Dalam upaya yang lebih intensif untuk meningkatkan daya guna dan hasil gunaAparatur Negara, berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian jugadikeluarkan dalam kurun waktu ini. Salah satu di antaranya adalah KEPPRES Nomor
30Tahun 1981 tentang LatihanPraJabatan yang hamsditempuh dan diikutiolehsemuaCalon Pegawai Negeri Sipil yang diangkat sejak 1 April 1981. Tujuan Latihan PraJabatan ini iaiah agar para C^on Pegawai Negeri Sipil, selaku abdi negara dan abdimasyarakat, dapat lebih trampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Teknis pelaksanaan dari Latihan Pra Jabatan itu diatur bersama oleh Kepala B AKN danKetuaLAN dalam SuratEdaran bersamaNomor 1 l/SE/1981 dan Nomor 181/SEKLAN/
7/1981 pada tanggal 23 Juli 1981. Di samping itu, selumh Pegawai Negeri Sipildiwajibkan untuk mengikuti Penataran P4, UUD '45 dan GBHN. Ketet^^ ini sangatpentingkarenaPegawai Negeri Sipil dituntut,bukan hanyapengetahuandanketrampilandalam melaksanakan tugas, tetapi lebih-lebih lagi mempunyai sikap dan prilaku yangsesuai dengan peranan dan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat Lebihdari itu, Penataran P4, UUD'45 dan GBHN tersebutdimasukkan juga dalam kurikulumLatihan Pra jabatan, di samping materi yang menyangkutberbagaiperaturan pemndang-undangan di bidang kepegawaian, pengetahuan perkantoran dan materi lain yangdianggap perlu oleh pimpinan Departemen dan Instansi Pemwintah lainnya.
Proyeksi SDM Aparatur Negara "
Di samping jenis-jenis DIKLAT lersebutdi atas, ada juga DIKLAT yang secarakhususdiselenggarakan oleh sesuatu Instansi Pemerintah untuk meningkatkan kuaiitas SDMAparatur Instansi yang bersangkutan seperti APDN dan Institul Pemerintahan yangdiselenggarakan oleh Depaitemen Dalam Negeri, STAN oleh Departemen Keuangan,
dan STIA oleh LAN.
Upaya lain yang ditempuh Pemerintah untuk meningkatkan kuaiitas SDM AparaturPemerintah adalah mengirim pegawainya untuk belajar di Perguruan Tinggi dalamnegeri maupun di luar negm, baik untuk m^gikuti DIKLAT jangka pendek maupununtuk memperoleh gelar Master atau pun Doktor.
mAmiMi-mmALmmM ARARAmin neoaba
Q esuai dengan tuntutan pembangunan yang semakin meningkat, maka pengembanganSDM dalam PELITA V sekarang ini mendai^tkan peihatian yang khusus. Bagi bangsa
Indonesia, manusia bukan saja merupakan modal kekuatan, tetapi juga merupakan tujuan dari
pembangunan itu sendiri, yakni untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia IndcHiesia
seutuhnya. Hal ini berarti bahwa kuaiitas manusia, khususnya manusia Aparatur Negara, juga
mend^at perhatian utama.
Mutu dan kemampuan yang belum sepenuhnya mengarah kepadappofesionalisme, kesejaht^aan
pegawai yang masih hams ditingkatkan, OTganisasi dan tata keija yang belum si^ menunjang
pengembangan pegawai secara keselumhan, serta terbatasnya sarana dan prasarana
pengembangan pegawai, merupakan masalah-masalah yang dihadapi dalam upaya
pengembangan kuaiitas sumbo* daya manusia Aparatur Negara.
Apa yang disebutkan di atas sebenamya bam m^pakan sebagian dari masalah yang dihadapi
Pemerintah dan upaya pengembangan SDM. Hal-hal lain seperti disiplin kerja dan pengawasan
melekat, kepemimpinan, etik dan etos kerja, juga mempakan masalah-masalah yang hams
dikaji.
1. Lemahnya Pengawasan Atasan Langsung (WASKAT).
Sudah sejak lama Pemerintah menyatakan bahwa teijadinya berbagai penyimpangan,
penyelewengan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan, dan berbagai pungutan liartemtama disebabkan oleh lemahnya pengawasan oleh atasan langsung atau PengawasanMelekat (WASKAT). Hasil pengkajian BPKP mengungkapkan bahwa, dari tahun anggaran1984/1985 sampai dengan tahun anggaran 1988/1989,70 % sampai dengan 90 % dari 6.000sampai dengan 13.000 temuan disebabkan karena lemahnya Pengawasan Melekat Jikalemahnya Pengawasan Melekatitu mengakibatkan teijadinya penyimpangan dan ineflsiensikerja lainnya sebesar 1 % dan APBN1989/1990, maka kemgian yang diderita Negara akan
170 Pmyeksi SPM Aparatur Negara
mencapai sekitar Rp. 383,— milyar lebih. Sehubungan dengan itu maka Pemerintahmenetapkan suatu kebijaksanaan untuk meningkatkan efektivitas Pengawasan Mel^tLangkah ke aiah itu dilakukan dengan menyelenggaiakan Penataran WASKAT bagiseluruh jajaran Pejabat Eselon I, teimasuk semua Gubemur/Kepala Daerah Tingkat I, yangseluruhnya beijumlah lebih dari 1.100 orang. Selanjutnya. Penataran WASKATdiselenggarakan juga bagi para pejabat dari keseluruhan Eselon di bawahnya. Kemudian,dikeluarkan pula INPRES Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan Melekatyang disusul dengan Keputusan MENPAN Nomor 1 Tahun 1989 tentang PetunjukPelaksanaan Pengawasan Melekat
Rapat Koordinasi Pengawasan tahun 1989, yang dipimpin oleh Wakil Presiden, berhasil
menemukenali berbagai penyebab kelemahan Pengawasan Melekat yaitu:
a. Kelemahan dalam prosedur;
b. Kurangnya pembinaan personil;
c. Kelemahan dalam perencanaan serta pencatatan/pel^ran;
d. Lambannya pengambUan kebijaksanaanykeputusan.
Dari hasilpengkajian Rapat Koordinasi itu tadiditemukenalijugabahwakeempat penyebabkelemahan tersebut di atas temyata mempunyai relevansi bebeiapa kelemahan dan hasil
temuan lain berikut ini.
2. Kelemahan menurut hasil penelitian MSA-LAN.
Melalui Pioyek "Managerial Skills Analysis" (MSA), Lembaga Administrasi Negara
(LAN) telah melakukan penelitian terhadap semua pejabatEselon II di seluruh Kantor Pusat
Departemen dengan menggunakan suatu instrumen yang diberi nama "Management
Excelence Invent^y" (MEI). Penelitian ini dilakukan oleh suatu tim ahli dari Public
Administration Service (USA) bersama suatu tim dari Proyek MSA-LAN itu tadi. Hasil
penelitian tersebut, antara lain, mengungkapkan urutan prioritas kebutuhan tindakan
penyempumaan yang menyangkut 12 kegiatan fungsional manajemen. Di antaranya ada 5
kegiatan fungsional manajemen yang diprioritaskan untuk ditingkatkan dan disempumakan,
yaitu:
a. Work Unit Planning, yaitu perencanaan yang dibuat oleh setiap unit keija;
b. Program Evaluation, yaitu kegiatan evaluasi terhadap program/proyek yang telah
dilaksanakan;
c. Work Unit Monitoring, yaitu mengikuti perkembangan kegiatan unit kerja,
mengidentiEkasikan masalah-masalah dan melakukan tindakan-tindakan koreksi;
d. Personnel Management, yaitu pembinaan personil;
e. Work Unit Guidance, yaitu pemberian pedoman pada unit keija dalam menjabarkan
rencana keija unit dengan menentukan sasaran-sasaran jangka pendek, menentukan
Proyek^ SDMAparaUir Negara ^71
•' priori tasnya, penjadwalan, pengaturan unitan kegiatan dan penentuan standar efektivitasdan efisiensi kerja.
Hasil penelitian proyek MSA-LAN itu temyata sangatrelevan dengan apayang disimpulkanoleh Rapat Koordinasi Pengawasan tersebut di atas, yakni bahwa hasil penelitian proyekMSA-LAN menunjukkan prioritas yang paling tinggi adalah kebutuhan untuk meningkatkan
dan menyempumakan perencanaan yang dilakukan oleh unit kerja. yang oleh RapatKoordinasi Pengawasan disimpulkan sebagai kelemahan WASKAT. Dengan kata lain,suatu rencana yang baik akan menjadi pedoman bagi setiap bawahan untuk melakukanpengawasan terhadap apa yang sedang atau yang telah dilaksaiiakannya sendiri.
Sebab-sebab kelemahan WASKAT lainnya yang terungkap oleh hasil penelitian proyek
MSA-LAN adalah lemahnya kegiatan evaluasi terhadap program/proyek yang telah
dilaksanakan, lemahnya mengikuti perkembangan kegiatan unitkerja, lemahnya kemampuan
unit untuk mengidentifikasikan masalah-masalah dan melakukan tindakan koreksi, lemahnya
pembinaan personil, dan lemahnya penentuan sasaran jangka pendek, menentukan
prioritasnya, penjadwalannya, mengatururutan kegiatan dan menentukan standar efektivitas
dan efisiensi kerja.
Lemahnya pembinaan personil diungkapkan baik pada kesimpulan Rakor Pengawasan
maupun pada hasil penelitian proyek MSA-LAN. Hal ini menunjukkan masih sangat
lemahnya pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya juga dilakukan oleh
setiap atasan langsung terhadap bawahannya. Rupanya ada kecenderungan bahwa para
atasan itu menghendaki adanya bawahan yang "siap pakai". Juga ada kecenderungan
pandangan para atasan bahwa pembinaan personil, terutama dalam meningkatkan
kemampuan dan sikap para pegawai, telah ditugaskan kepada unit-unit Pendidikan dan
Latihan (Pusdiklat dan lain sebagainya).
3. Sistem penggajian dan kesejahteraan yang belum memadai.
Permasalahan lainnya dalam bidang SDM Aparatur Pemerintah adalah sistem penggajian
dan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil yang belum memadai sehingga belum sepenuhnya
mendukung peningkatan motivasi dan kinerja pegawai, dan membuka peluang keluamya
Pegawai Negeri S ipil yang berkualitas ke perusahaan-perusahaan swasta, selain mempersulit
pengadaan Pegawai Negeri Sipil yang berkualitas.
Semua itu menuntut adanya upaya pemecahan yang serius. Dan hasil pemecahan dapat
digunakan untuk menentukan strategi pengembangan SDM Aparatur Pemerintah dan
upaya peningkatan mutu Aparatur Pemerintah yang lebih mapan.
Proyeksi SDMAparatur Negara
KECENDERUNGAN PJPT II
M cnjelang pcriode PJPT 11 dewasa ini, dalam kaitannya dengan upaya PendayagunaanAparatur Negara, kiranya perlu diandsipasi berbagai kecendenmgan.
1. Umum.
a. Arus globalisasi dan informasi, karena pesatnya kemajuan leknologi komunikasi dan
transportasi, akan semakin meningkat, baik dalam ragam maupun integritasnya. Anis
globalisasi dan informasi akan dapat menimbulkan gangguan maupun membuka
peluang di berbagai bidang bagi pembangunan nasional;
b. Derasnya arus globalisasi akan makin meningkatkan ketidakpaslian sehingga cukup
menyulitkan perencanaan, khususnya perencanaan jangka menengah dan rencana
tahunan;
c. Manusia Indonesia akan makin meningkat intelegensianya karena PJPT II bukan saja
merupakan kelanjutan dari PJPT I, tapi juga karena sasaran PJPT II itu sendiri adalah
peningkatan kualitas manusia. Di samping itu, derasnya arus globalisasi dan informasi
akan meningkatkan sikap kritis manusia Indonesia, termasuk dalam masalah hak-hak
asasi manusia;
d. Kehidupan manusia akan semakin kompleks, kebutuhan ddak akan makin beragam dan
meningkat Individualisasi, profesionalisasi, organisasi dan mobilitas sosial, baik
horisontal maupun vertikal, akan cenderung meningkat;
e. Kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah pemerintahan dan pembangunan
makin meningkat;
f. Pelayanan yang semakin tepat cepat dan murah menjadi tuntutan masyarakat baik
pelayanan dari Pemerintah maupun dari dunia usaha.
2. Aparatur.
Sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan umum tersebut di atas, maka bidang
administrasi negara akan menampilkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut.
a. Kelembagaan.
1) Fungsi pemerintahan cenderung akan lebih dititikberatkan pada aspek pengayoman
dan pelayanan sehingga organisasi pemerintahan di tingkat pusat, sampai padaEselon II, akan menjadi lebih ramping.
Proyeksi SDMAparatur Negara
2) Bentuk organisasi pemerintahan cendening akan lebih mendatar (flat) dan transparan
(terbuka).
3) Tingkatan manajemen (hirarki) cendening akan lebih pendek.
4) Organisasi cendening akan lebih bersifat profesional daripada struktural, dan lebihbanyak diisi oleh tenaga-tenaga spesialis yang lebih menghendaki kemandiriah
dalam pelaksanaan tugas (knowledge-based organization).
5) Lebih berorientasi bisnis (entrepreneurship).
b. Ketatalaksanaan.
1) Otomatisasi dalam bidang pelayanan umum merupakan suatu kebutuhan yang tidak
dapat dielakkan dalam rangka memberikan pelayanan yang cepat, tepat, murah dan
mudah.
2) Desentralisasi pelayanan akan merupakan kehanisan untuk lebih mendekatkan dan
meluaskan jangkauan pelayanan kepada pihak yang dilayani.
3) Debirokratisasi dan deregulasi berkembang dan berkelanjutan.
4) Pengawasan masyarakat (social control) terhadap pelayanan yang diberikan pihak
aparatur kepada masyarakat akan makin meningkat
5) Perumusan kebijaksanaan dan penyediaan informasi menjadi fungsi yang dominan,
tenitama di tingkat Pusat.
c. Sumber Daya Manusia.
1) Dengan makin berkembangnya teknologi, jumlah Pegawai Negeri Sipil akan
menjadi makin berkurang. Di lain pihak, kualitas pegawai akan makin menjadi
tuntutan.
2) Penitikberatan otonomi pada Dati II menuntutpenyebaran pegawai yang berkualitas.
3) Disiplin pribadi akan menjadi salah satu ciri kualitas aparatur.
4) Seorang spesialis lebih cendening mementingkan umpan balik dari rekan sekerjanya
ketimbang perintah-perintah atasan, dan organisasi profesi akan makin berkembang.
5) Semakin banyak dipergunakannya peralatan canggih, dan spesialisasi yang makinkhusus dalam proses pelayanan, secara tidak langsung mendorong kencederungan
ke arah dehumanisasi.
174 Proyeksi SDM Aparatur Negara
PROYEKSI MUTU SDM APARATUR NEGARA
J ika kecenderungan-kecendeningan pada PJPT II itu tadi kila simak dan rangkum, dankita hadapkan pada konsepsi-konsepsi pemikiran yang bcrkembang, maka mutu SDM
Aparatur Negara di masa mendatang d^at diproyeksikan sebagai berikuL
I. Kemampuan untuk golongan pimpinan.
a. Hams mempunyai komitmen, moral, visi serta pandangan jauh ke depan;
b. Mampu dan mempunyai kepandaian serta kepekaan menjaga harmoni antara berbagaihal yang mempunyai potensi konflik;
c. Memahami hal-hal yang bersifat non-publik;
d. Memiliki rasa tanggung jawab;
e. Bersedia membukadiri dan peka terhadap permasalahan yang lumbuh dalam masyarakat;
f. Memiliki sikap kenegarawanan di samping memiliki kemampuan teknis dan kemampuan
manajerial;
g. Mampu menciptakan suasana kerja yang mendorong peningkatan produktivitas dan
eftsiensi;
h. Mampu memanfaatkan kelangkaan dan keterbatasan berbagai sumber daya secara
efisien;
i. Mampu berpikir dan berantisipasi dalam konteks global;
j. Mampu memcahkan masalah secara interdisipliner;
k. Mampu merencanakan, memonitor, mengawasi, mengevaluasi, mengidentifikasi dan
memecahkan masalah serta melakukan tindakan koreksi.
2. Kemampuan untuk golongan pelaksana.
a. Mampu mengoperasikan peralatan hasil teknologi canggih dengan baik;
b. Mampu menjabarkan/menterjemahkan kebijaksanaan pimpinan dalam tindakan
operasional;
c. Mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat;
d. Mampu mengantisipasi, menangkap keinginan/keluhan masyarakat dan mampu
menyampaikannya kepada pimpinan;
e. Mampu menempatkan diri sebagai abdi masyarakat.
Di samping peridraan kemampuan tersebut di atas, jumlah pegawai negeri yang diperlukandiperkirakan akan makin berkurang dari jumlah yang ada sekarang. Hal ini disebabkan karenaberkembangnya teknologi dalam bidang adminislrasi. Walaupun jumlah yang diperlukanberkurang dari kebutuhan sekarang, namun diperkirakan akan makin sulit untuk mendapalkancalon pegawai negeri yang berkualitas, sesuai dengan kemajuan teknologi dan bidangadministrasi.
Proyeksi SDM Aparatur Negara
,kar^
MwiifcftBwaif jgthfeBaBinnin umsan eIchii beralih ke Dae rah TingkatH.
s~=-~e:- pengembangan sdmi=i.= i-,RNEGARA
Dan <fii ̂atag <kiranya d^pal disinq)iilkan b^wa pokcric [permasalahannya terletakfaitL iM-MKmimiiati AparaUir Negaca yang belum sq)enuhnya mengarah pada
saiiq)ai rfftngan pada lonahnya pengawasan oldi para alasan langsung.
kna permasalahannya terlelak pada periunya ponbinaan dan pengemban^giM iNegara yang tqiat, dan periunya upaya khusus untiik menibah budaya
.j. .-..! ■■■=aqfBsm kbih bagi pembinaan dan pengembangan SDM Aparatur Negara
SXIfl Aparatur Negara yang ada sdcarang tirfaic tcrlepas dari adanya serangkaian■iiiiMiftmii Armsejakpengadaandanseleksi,pembcntukan,penempatan,pemeUharaandan
|M ngi iiiftiiinj;.iiii SDM Aparatur Negara. Keadaan dan pennasalahan seperti ini memangjemimganan yang lebih dhmgicatican lagi^ toiitama mengiogat kecend^ungan
pafa^nsaturi'lTTyang akan datang
fcMgJtaga ppjmagalahan 3nmg Tiifiniftrlnlran ppmanganati, mnfca adalah sangHt pen tingm ■MiMttiflran prinrrtagnya A.1tftmatif pMipJfan^ prinritasnya adalah scbagai beiikuL
1_ 1%'fafc'CMBrM «filAd 3»mg hailr
SDMiflyEBiir>fegarayangsangalstrategiskaTr!na.kal«nfalahpilih,imakapengembangan9Elil|nmai^an g»lfari1apat ftilalfganalran tfenganihaik
ScMkai todbmya faanjra d^)at t^iiairganairan rtmgati tiaik bila didasarkan ntas kriteria-biariijMgjdas ̂piiingga, icrid>ifa d^ulu, perlu dilentukan kriteria'dasar yang berailat
ladiHiEHgfiiis sepedi iimpamanya di bidang hubungan luar negeri, >di Itiidang perpajakanAm fan azfeagamya, liarns dikgnbangkan kiitena khusus. Di samping itu, kdtfiria seleksi*1'WI ^qpaf tramlcin-
gfctai nwWh dqpnt dhndlai pada ponyeleksian calon iPegawai Negeri SipilMHjaft* tibitnk mriaksanakan aeldksi torbatas lin^un petlu persiapan
. l^^BMJdnqniaattrinwilAg yaqg jdas m^pcldcsanaani^, sebaiknya,
ke selunih wilayah melalui media massa. Tahs^ ke dua sel^csi per wilayah yang disustildoigan seldEsi pada tin^Eat naskHial. Kemudian, tahap teiakhir adalah pengumuman
peaerimaan cakm pegawai secara teibuka mdalui media massa.
FHigumuman di media massa itu pendng sekali sebagai usaha untuk membuka adanya
pengawasaq/kcMitrol sosial karena pentingnya poanan seldcsi calon pegawai untukmmdapatkan kualitas SDM ApaiaturNegaia/Pemerinlah yang paling baik.
2. PnnbentukanSDM AparaturNegara.
Tahap pembenlukan SDM ̂laratur Negara ini sdcaiang dikenal dengan tahapan Latihan
fta jabatan, baik yang bersi&t umum bagi semua pegawai, ataupun yang beisifat khusus
4iagi pegawai yang menduduki jabatan-jabatan teitentu.
^aienapendidikan atau Latihan Pra jabatan itu diikuti juinlah pegawai yang cukup banyak,
maka hams dilaksanakan secara selektif pula. Misalnya, Latihan Pra jabatan tahsp peitama
d^oiithskan bagi para pegawai yang beipendidikan saijana yang kini dikenal dengan
nama Latihan Pra Jabatan m.
Latihan ini sebaiknya HilfllfganaVfln secara teipusat untuk seluruh Instansi. Cara ini penting
untuk pembentukan dan pembekalan dasar-dasar yapg bersifat Nasional sebagai satu
Imsatuan Aparatur Negara. Waktu penyelenggsuaan sebaiknya tidak kurang dari tiga bulan
dengan mated utama yang meliputi aq)dE mratal, fisik, disiplin sebagai abdi negara dan
sdxli masyaiakat, pembekalan kepemimpinan, semangat pengabdian, kejuangan, ketahanan
nasioial, wawasan nusantara dan pembdcalan penguasaan dasar-dasar tugas umum
pemerintahan dan p^bangunan. Latihan tersebut, kemudian, dilengks^i q)likasi dengan
praktek keija lapangan.
Fendidikan pemboitukan secara khusus bagi jabatan-jabatan strategis totentu melalui
Latihan Pra Jabatan Khusus juga perlu dilaksanakan dengan fokus yang ditujukan pada
k^ususan tugas pokdk instansinya. Jan^ waktu pendidikan disesuaikan dengan
kebutuhan.
3. Pcnempatan SDM Aparatur Negara.
Pada dasamya, penempatan itu sebaiknya dimulai dari bawah dan dari Daerah. Cara inipenting untuk memahami dan menghayati tontama aspek pengabdian kqiada masyarakaL
Kemudian, sistem penempatan selanjutnya dilakukan secara spiral ke atas. Hal iniHiiatfganatfan melalui pemindahan jabatan dan pemindahan wilayah tugas.
Penempatan Pegawai Negeri Sipilaeharusnya dilakukan juga atas dasar sistem pembinaanyang Htnmranalran Vrfta^Mfican jalur kaiier struktural dan fimgsional yang mencakupVftfyJimihanjahatanrianmemhiikakesempatan yang luasuntnkperpindahan wilayah keija,haiir sgfara vGriikal maiquui secara diagooaL Semua ini juga ditunjang oleh
Pmyeksi SDM Aparatur Negara ————
sistem pendidikan dan latihan^yang sesuai dengan kebuUihan penempatan itu.
4. Pemeliharaan SDM Aparatur Negara.
Setelahdilakukan seldcsi.pembentukan dan penempatan, makaperanan strategis selanjuinya
adalah pemeliharaan dalam Aparatur Negara tubuh Aparatur Pem^ntah itu sendiri.
Setelah penempatan, maka setiap Pegawai Negeri Sipil benar-benar mulai menjadi bagian
dari AiKuatur Pemerintah. Sejak menjadi bagian dari Aparatur Pemeiintah itulah maka
kedudukan dan peranannya menjadi sangat unik.
Kedudukan dan peranan seorang individu dalam suatu organisasi akan sangat dipengaruhi
oleh budaya dan sistem organisasi yang telah ada. Karena itu, peranan (X'ganisasi terhadap
indlvidu-individu yang baru memasukinya, biasanya sangat dominan. Inilah masalah yangpaling mendasar, yaitu menembus dan memecahkan dominasi budaya organisasi yangtidak atau belum kondusif untuk menerima orientasi baru SDM tersebut
Jelasnya, fimgsi pemeliharaan pada dasamya merupakan fiingsi organik organisasi/birokrasiAparatur Pemerintah. Akibamya, bila budayanya tidak atau belum kondusif terhadaporientasi baru SDM itu, maka fungsi pemeliharaan juga tidak dapat beijalan sesuai denganorientasi SDM tersebut.
Jadi, masalahnya yang lebih mendasar lagi adalah bagaimana merubah budaya organisasiyang tidak atau belum kondusif dengan orientasi SDM tersebuL Inilah yang sekaiang
menjadi porsi dari suatudisiplinilmuyangdikenal dengan nama'*Pengembangan Organisasi"atau "Organization Development", disingkat "CD".
5. Pengembangan SDM Aparatur Negara.
Sq)^ yang telah disinggung di atas, fungsi pemeliharaan SDM Aparatur Negara merupakanfungsi oiganik dari Aparatur Pemerintah. Jadi, permasalahannya sekarang beialih padabagaimana mengembangkan Aparatur Negara sehingga dapat melaksanakan fungsipemeliharaan sesuai dengan orientasi baru tentang pengembangan SDM. Hal ini hanyadapat dilakukan dengan jalan mengusahakan perubahan budaya birokrasi pemerintahan ituagar menjadi berorientasi pada orientasi baru tentang pengembangan SDM. Dan hal inisekarang dapat dilaksanakan melalui "strategi pengembangan organisasi".
Seperti yang telah disinggung pula, untukpengembangan SDM Aparatur Negaia/Pemerintah,di samping perlunya perubahan orientasi, juga perlu penataan kembali komponen-komponenAparatur Negara yang sangat strategis peranannya.
Komponen organisasi yang perlu diprioritaskan untuk menjadi sasaian penataan adalahterutama yang secara langsung menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan danpembangunan kepada masyarakat luas. Untuk menentukan ini juga perlu diprioritaskanpada hal-hal yang menyangkut hajai hidup orang banyak dan mempunyai pengaruh ganda
«^ Proyeksi SDM Aparatur Negara
terhadap kesejahteiaan masyarakat seperti, misalnya, bidang perizinan, dan berbagai jenispelayanan lainnya pada masyarakat
Pada umumnya, komponen Aparatur Negara yang perlu mendapat prioritas penataan
adalah komponen-komponen yang berada di Dati n, bahkan pada tingkat kecamatan.
Pada tingkat Pusat yang memegang peranan utama adalah komponen aparatur yang terkait
dengan kebijaksanaan dan inrogram Pendayagunaan Aparatur Negara. Dengan adanya
Forum Ktmiunikasi PAN, balk di tingkat Pusat maupun di tingkat Daeiah, keadaannya
sekarang sudah cukup kondusif. Sehubungan dengan itu. maka PcMiim ini hendaknya dapat
dimanfaatkan secara optimal bagi penyusunan kebijaksanaan dan strategi pengembangan
organisasi. Hanya dengan adanya kebijaksanaan dan strategi pengembangan organisasi ini,
maka program dan operasionalisasinya akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan, bahwa budaya birokrasi masih merupakan
hambatan. Bahkan, sampai batas-batas tertenui, masih merupakan kendalabagi pemanfaatan
dan pengembangan hasil-hasil seleksi, pembentukan, penempatan, pemeliharaan dan
pengembangan SDM Aparatur Negara. Pemecahan masalah ini membutuhkanpenanganan
secara khusus, baik dari segi kebijaksanaan, strategi, program maupun dari segi teknis
operasionalnya.
Kelimaprioritas tersebutdi atas kiranya d^at dijadikan altenatif strategi untuk menciptakan
landasan bagi pengembangan SDM Aparatur Negara yang lebih kuat untuk menerobos
hambatan dan tantangan yang ada. Strategi ini juga membuka peluang bam untuk
mengembangkan SDM Aparatur Negara di masa mendatang.
Untuk melaksanakan strategi tersebut masih perlu dilakukan penataan kembali kelembagaan
yang akan melaksanakannya dan diperlukan alokasi sumber daya sesuai prioritasnya.
Proyeksi SDM Aparatur Negara
KEPUTUSAN
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
NOMOR : 105/1992
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN
BUKU PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG TAHAP PERTAMA
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA,
Menimbang : 1. Bahwa untuk menunjang keberhasilan pencapaian tujuandan sasaran pelaksanaan program PAN di masa datang,perlu adanya pemahaman secara lengkap dan utuh ataspelaksanaan kegiatan PAN yang telah berlangsung selamaPembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama.
2. Bahwa untuk itu perlu dibentuk Tim Penyusun Buku yangakan mendeskripsikan kegiatan-kegiatan PAN selamaPembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama.
Mengingat : Keputusan Presiden RI Nomor 25 Tahun 1983 tentangKedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, dan Tata Keija MenteriNegara serta Susunan Organisasi Staf Menteri Negara.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERTAMA Membentuk Tim Penyusun Buku Pendayagunaan Aparatur
Negara Selama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertamadengan susunan keanggotaan sebagaimana pada lampirankeputusan ini.
KEDUA : Tim tersebut pada diktum pertama bertugas :
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
1. Menyusun data dan informasi pelaksanaan PAN selamaPembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama dalam suatusistematika yang akan ditentukan oleh Tim tersebut padadiktum pertama.
2. Materi tersebut diarahkan untuk menjadi dokumen yanglengkap dan utuh mengenai pelaksanaan kegiatan PANselama Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama,sehingga akan diketahui keberhasilan-keberhasilan yangtelah dicapai dan kendala-kendala yang dihadapi.
3. Melaporkan basil pelaksanaan tugas tersebut kepada MenteriNegara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan diharapkandokumen tersebut dapat dijadikan bahan masukan dalampenyusunan kebijaksanaan PAN pada Pembangunan JangkaPanjang Tahap Kedua.
Dalam melaksanakan tugas, bila diperlukan Tim dapatmenggunakan jasa pihak ketiga.
Biaya yang berhubungan dengan tugas-tugas Tim inidibebankan kepada anggaran Kantor Menteri PendayagunaanAparatur Negara, dan bantuan pihak tertentu yang tidakmengikat.
Keputusan ini berlaku surut sejak tanggal 1 Juni 1992, denganketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalamkeputusan ini akan diadakan pembetulan seperlunya.
Ditetapkan di: JakartaPada tanggal : 10 Agustus 1992
Menteri NegaraPendayagunaan Aparatur Negara,
Sarwono Kusumaatmadja
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada :
1.Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;2.Ketua Badan Pemeriksa Keuangan & Pembangunan.
LampiranNomor
Tanggal
KEPMENPAN
105/1992
10 Agustus 1992
SUSUNAN KEANGGOTAAN
TIM PENYUSUNAN BUKU PAN
SELAMA PJPT PERTAMA
1. PENGARAH
A. Ketua
B. Anggota
Ir. Sarwono Kusumaatmadja1. Drs. Waskito Reksosoedirdjo2. DR. JB Kristiadi
3. Drs. Suyoso Sukarno, Ph.D4. Drs. Waluyo Ratam5. dr. Burhanuddin A.T., MPH
6. Wirawan Martoredjo, S.E.7. Faried Masmichan, S.H.
II. PELAKSANA
A. Ketua
B. Sekretaris
C. Anggota
DR. Sapta NirwandarSudibyo Triatmodjo, S.H.1. Drs. Bustamy Daulay2. Bambang Chrisnadi, S.H.3. Drs. Soetamo
4. Kamaryan, S.H.5. Harun A1 Rasyid, S.H.6. Drs. Koeshardo KS
7. Drs. Endi Fatony8. Dra. Dini Saraswati
9. Dra. Asep D. Muhammad
in. PEMB ANTU PELAKS ANA:
1. Drs. Yanuar Ahmad
2. Amansyah3. Jauhan Bustaman
IV. EDITOR AHLI : H. Kodhyat
V. LAY OUT DESIGN : CompArt Publishing
I \ Menteri Negara\ \ PendayagunaanAparatur Negara
Sarwono Kusumaatmadja
r
SetauK^
atas terbitnya bukuPANPJPI
PT (Persero) ASTEK
PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia
PT (Persero) Pupuk Kujang
PT (Persero) Pelabuhan Indonesia ii
PT (Persero) Angkasa Pura I
V_J