UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA SKRIPSI NOVITA DWI MAHARANI 0906525573 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPOK JANUARI 2013 Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
163
Embed
UNIVERSITAS INDONESIAlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20353729-S46109... · universitas indonesia analisis penerapan manajemen performa dengan pendekatan balanced scorecard: studi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGANPENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK
INDONESIA
SKRIPSI
NOVITA DWI MAHARANI0906525573
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOKJANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMADENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD: STUDI
KASUS BANK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SarjanaEkonomi
NOVITA DWI MAHARANI0906525573
FAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOKJANUARI 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
iii
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Januari 2013
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Saya panjatkan rasa syukur yang sangat mendalam kepada Tuhan Yang Maha
Esa, sebab dengan segala kesempatan, kemudahan, dan tantangan yang diberikan-
Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan apa yang saya harapkan
dan telah saya rencanakan. Berbagai halangan yang datang silih berganti selama
proses pengerjaan telah berhasil diatasi demi mencapai keberhasilan hari ini.
Karya ini merupakan penanda berakhirnya masa pendidikan sarjana saya di
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Senang sekali
rasanya saya dapat menuntaskan masa studi selama tujuh semester dengan sebuah
karya tulis yang menjadi buah dari apa yang telah saya pelajari dan seluruh kerja
keras saya selama ini.
Bulan Juni 2012 merupakan fase pembuka yang mengawali penulisan skripsi ini.
Masa penyusunan proposal merupakan pengalaman yang sulit sekaligus berharga.
Proses yang ada di dalamnya mendorong saya untuk mengembangkan tema
penelitian yang menarik, orisinal, realistis, dan tentu saja bermaterikan pokok-
pokok yang relevan dengan pendidikan dan minat saya. Hingga pada bulan Juli
2012, proposal tersebut diterima dan dapat dimulai proses penulisannya sehingga
menjadi sebuah karya akhir yang tercetak pada hari ini. Semoga karya akhir ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang membaca, yang berkontribusi, saya sendiri, dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Rasa terimakasih harus saya ucapkan kepada pihak-pihak di bawah ini, sebab
peran mereka sungguh menjadi bantuan yang semakin mendorong kerja keras
saya dalam menyelesaikan skripsi ini:
1) Universitas Indonesia, yang telah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
tinggi terbaik di Indonesia dan menjadi tempat saya menempuh pendidikan
sarjana yang membuat saya bangga menjadi bagian dari Universitas
Indonesia;
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
v
2) Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, yang telah
menyelenggarakan perkuliahan selama tujuh semester dan dua semester
pendek bagi saya serta mengantarkan saya pada semester ketujuh ini untuk
menyelesaikan karya akhir skripsi;
3) Bank Indonesia, atas kesediaannya menjadi objek penelitian dalam karya
akhir saya, kesempatan ini merupakan salah satu sumber daya terbaik yang
saya peroleh dalam melahirkan sebuah skripsi yang berkualitas, bergitu
banyak pelajaran dan informasi berharga yang saya dapatkan selama
mengunjungi lokasi Bank Indonesia, harapan kesuksesan dari saya selalu
menyertai Bank Indonesia, khususnya bagi orang-orang yang telah banyak
membantu dan memudahkan saya;
4) Pusat Pelatihan dan Pengembangan Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, berserta
seluruh anggota proyek “Jasa Konsultan Pengembangan Performance
Measurement untuk Penerapan Performance Based Budgeting di Bank
Indonesia” atas bantuan dan berbagai pelajaran berharga yang mendorong
semangat saya untuk menyelesaikan karya akhir ini;
5) Seluruh dosen yang pernah saya singgahi kelasnya, yang sudah memenuhi
tugasnya dalam menyampaikan materi-materi pendidikan dan pelajaran
melalui proses perkuliahan yang bermutu, setiap pokok yang kalian
sampaikan kepada saya adalah modal saya dalam menjalin konsep
pengetahuan yang luas dan sungguh membangun dasar bagi apa yang saya
lakukan dalam penyusunan skripsi ini;
6) Seluruh petugas yang selalu bersiap sedia di Perpustakaan, PDEB, Lab
Komputer, Departemen Akuntansi, Biro Pendidikan, Kemahasiswaan, dan
semua yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini, tanggung jawab dan
konsistensi kalian dalam melayani saya sebagai mahasiswa adalah salah satu
faktor terpenting yang memberikan kelancaran bagi saya dalam menempuh
masa pendidikan dan menyelesaikan tugas akhir ini;
7) Bp. Thomas Honggo Setjokusumo, selaku dosen pembimbing saya dalam
masa penulisan karya akhir, segala materi baik berupa ide, tanggapan dan
revisi yang sudah bapak berikan telah menjadi bagian yang melekat sebagai
bagian dari kualitas skripsi ini, mohon maaf atas segala kekurangan saya yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
vi
sedikit-banyak telah menggangu bapak, serta ucapan terimakasih yang
sungguh besar saya ucapkan atas semua kesediaan, kesempatan, kemudahan,
waktu, dan pengorbanan bapak yang telah didedikasikan sebagai bentuk
tanggung jawab bapak;
8) Keluarga di rumah, Bp. Bambang Setijanto dan Ibu Endang Rusmiasih selaku
kedua orang tua saya, rasa terimakasih yang tulus saya sampaikan atas semua
doa dan restu serta nasihat, masukan dan bantuan yang diberikan kepada saya
dalam menempuh pendidikan, serta Bp. Jaka Rusdianto selaku paman saya
yang telah banyak memberikan bantuan serta nasihat dalam pelajaran hidup
serta seluruh dukungan yang diberikan kepada saya, semoga kewajiban saya
untuk membahagiakan kalian dapat terpenuhi salah satunya dengan
menyelesaikan masa pendidikan sarjana ini;
9) Sahabat-sahabat saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Yurinda Afifah, Iga Trisna, M. Riko, Devin A., M.
Aziis, Pascal, Joshua M., Rizki A., Praditya. Berbagai kelas telah kita lalui
bersama, banyak sekali pembelajaran baik tentang perkuliahan dan kehidupan
telah saya dapatkan dari kalian. Suka dan duka telah kita lewati bersama.
Terimakasih atas segala bentuk dorongan dan semangat yang telah kalian
berikan. Semoga kita semua dapat segera menyelesaikan pendidikan ini dan
harapan kesuksesan di masa mendatang selalu menyertai kita semua.
10) Rekan – rekan seperjuangan dalam menyelesaikan karya akhir skripsi di
bawah bimbingan Bp. Thomas Honggo Setjokusumo. Kepada Evelina
Pramana dan Natasha Amanda Thamrin yang telah bersama-sama melalui
berbagai proses bimbingan, pengurusan surat, hingga sidang kelulusan, saya
ucapkan terimakasih. Semoga pengalaman ini menjadi salah satu momen
berharga dalam kehidupan kita dan semoga kesuksesan di masa mendatang
selalu menyertai kita.
11) Seluruh rekan saya: teman-teman yang pernah berkuliah bersama saya,
teman-teman seorganisasi, teman-teman sekegiatan yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu di sini, dan kawan-kawan seperjalanan, bersama kalian
adalah masa yang memberikan banyak hal untuk berbagi ide, merajut sebuah
perjalanan hingga saya sampai ke hari ini, baik secara langsung maupun tidak
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
vii
langsung dengan segala kekurangannya, semua itu telah menjadi bagian dari
apa yang saya miliki dan capai sekarang;
12) Mochammad Riko Yurisdiarto, saya mengucapkan terimakasih atas semua
bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Segala kebaikan dan
kekurangan yang kita alami bersama telah mengantarkan saya pada hari ini.
Seluruh upaya dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi ini
tidak akan lengkap tanpa semangat yang telah diberikan olehmu.
Semoga berkah terus datang kepada semua pihak yang benar ikhlas dan tulus
membantu saya berjalan menuju keberhasilan.
Demikian kata pengantar ini saya sampaikan. Terima kasih.
Depok, 04 Desember 2012
Penulis
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
viii
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Novita Dwi MaharaniProgram Studi : AkuntansiJudul : Analisis Penerapan Manajemen Performa dengan
Pendekatan Balanced Scorecard Studi Kasus: BankIndonesia
Skripsi ini dirancang untuk secara komprehensif menganalisis mengenaipenerapan manajemen performa menggunakan pendekatan Balanced Scorecardpada Bank Indonesia. Kerangka penelitian yang digunakan adalah model eksekusistrategi dan kesesuaiannya dengan operasional sehari-hari berdasarkan kerangkaexecution premium. Tujuannya adalah untuk mendapatkan suatu gambaran yangmenyeluruh atas implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia. Analisiskualitatif yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwakarakteristik sektor publik yang melekat di Bank Indonesia telah membentuksuatu implementasi Balanced Scorecard yang unik serta memiliki peran pentingdalam manajemen performa.
Kata kunci: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
ABSTRACT
Name : Novita Dwi MaharaniStudy Program : AccountingTitle : Analysis of Performance Management Implementation
using Balanced Scorecard Approach a Study Case at BankIndonesia
The aim of this research is to develop a compehensive analysis of performancemanagement implementation in Bank Indonesia using Balanced Scorecardapproach. The research framework used in this research is the execution strategymodel and its alignment with the daily operation based on execution premiumframework. The purpose is to create a complete picture from the implementationof Balanced Scorecard in Bank Indonesia. The qualitative method employedbrings conslusion that the public sector characteristic in Bank Indonesia has beencreate an unique implementation of Balanced Scorecard that has an important rolein performance management.
Keywords: Balanced Scorecard, Bank Indonesia, execution premium.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran .... 112.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem
Manajemen Strategis.......................................................... 172.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi........ 18
2.2. Eksekusi Strategi pada Sektor Publik ............................................. 202.2.1. Develop the Strategy .......................................................... 232.2.2. Plan the Strategy ................................................................ 282.2.3. Align the Organization....................................................... 312.2.4. Plan the Operation............................................................. 322.2.5. Monitor and Learn ............................................................. 342.2.6. Test and Adapt.................................................................... 35
2.3. Permasalahan dalam Penyusunan dan ImplementasiBalanced Scorecard ........................................................................ 36
3. GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA3.1. Profil Bank Indonesia ..................................................................... 38
3.1.1. Sejarah Bank Indonesia...................................................... 383.1.2. Landasan Hukum................................................................ 413.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis............... 423.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia..................................... 43
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xi Universitas Indonesia
3.1.5. Tugas Pokok....................................................................... 443.1.6. Struktur Organisasi ............................................................ 473.1.7. Hubungan Kelembagaan .................................................... 513.1.8. Tatakelola Bank Indonesia................................................. 52
3.2. Kondisi Terkini Balanced Scorecard Bank Indonesia ................... 553.2.1. Balanced Scorecard Bank Indonesia – wide...................... 563.2.2. Balanced Scorecard DKM................................................. 603.2.3. Balanced Scorecard DPSI ................................................. 62
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN4.1. Analisis Proses Pengembangan Strategi dalam
Balanced Scorecard Bank Indonesia.............................................. 654.2. Analisis Proses Perencanaan Strategi dengan Pendekatan
Balanced Scorecard pada Bank Indonesia ..................................... 724.2.1. Prinsip dan Perspektif Balanced Scorecard BI.................. 724.2.2. Proses dalam Tahapan Perencanaan Strategi ..................... 83
4.3. Analisis Proses Alignment Balanced Scorecard BI........................ 924.4. Analisis Proses Perencanaan Operasi dengan Pendekatan
Balanced Scorecard pada Bank Indonesia .....................................1044.4.1. Proses Perencanaan Kapasitas Sumber Daya.....................1054.4.2. Analisis Hubungan Strategi dan Anggaran BI ...................107
4.5. Analisis Proses Pemantauan dan PengawasanBalanced Scorecard Bank Indonesia..............................................115
4.6. Analisis Proses Tes dan Adaptasi Balanced ScorecardBank Indonesia................................................................................124
4.7. Analisis Mengenai Permasalahan yang Dihadapi oleh BI terkaitPenyusunan dan Implementasi Balanced Scorecard……………..125
DAFTAR REFERENSI ..................................................................................132LAMPIRAN ....................................................................................................139
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
Bank Indonesia.......................................................................... 82
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit.......... 12Gambar 2.2. Balanced Scorecard sebagai Sistem Pengukuran,
Sistem Manajemen Strategis, dan Alat Komunikasi................. 19Gambar 2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap
Performa Perusahaan ................................................................ 20Gambar 2.4. The Management System: Linking Strategy to Operations....... 22Gambar 2.5. Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai,Visi,
dan Strategi................................................................................ 23Gambar 2.6. Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik............................. 25Gambar 2.7. Berbagai Metodologi Pendukung Proses Formulasi Strategi.... 27Gambar 3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia................................. 44Gambar 3.2. Struktur Organisasi Bank Indonesia.......................................... 48Gambar 3.3. Peta Strategi Bank Indonesia – wide tahun 2012...................... 57Gambar 3.4. Peta Strategi Direktorat Riset dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 60Gambar 3.5. Peta Strategi Direktorat Pengelolaan Sistem Informasi
Bank Indonesia tahun 2012....................................................... 62Gambar 4.1. Siklus Manajemen Stratejik Bank Indonesia............................. 65Gambar 4.2. Analisis Lingkungan Strategis Bank Indonesia......................... 67Gambar 4.3. Kerangka Perumusan Strategi Bank Indonesia ......................... 69Gambar 4.4. Destination Statement Bank Indonesia tahun 2013................... 71Gambar 4.5. Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis
Bank Indonesia.......................................................................... 84Gambar 4.6. Usulan Matriks Perencanaan dan Pengendalian Strategis
Bank Indonesia.......................................................................... 88Gambar 4.7. Horizontal and Vertical Alignment ........................................... 93Gambar 4.8. Cascading of the Balanced Scorecard ...................................... 94Gambar 4.9. Tahapan Penyusunan Peta Strategi Satuan Kerja...................... 96Gambar 4.10. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat Riset
dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia ................................... 98Gambar 4.11. Sampel Penurunan Balanced Scorecard Direktorat
Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia......................... 99Gambar 4.12. Penurunan Indikator Kinerja Individu Bank Indonesia.............103Gambar 4.13. Aplikasi Manajemen Kinerja (QPR) Bank Indonesia...............105Gambar 4.14. Siklus Sistem Perencanaan Anggaran dan Manajemen
Kinerja (SPAMK) Bank Indonesia ...........................................111Gambar 4.15. Pemetaan Rapat Bank Indonesia ...............................................117Gambar 4.16. Agenda Rapat Koordinasi Bank Indonesia Triwulan III
tahun 2012.................................................................................121
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Obyektif Pengumpulan Data dan Daftar Pertanyaan ................139Lampiran 2 Peta Strategis BI wide tahun 2012.............................................143Lampiran 3 Indikator Kinerja Utama Outcome BI.......................................146Lampiran 4 Tabel Pencapaian Indikator Kinerja Utama Outcome BI..........145Lampiran 5 Tabel Penyempurnaan Sistem Perencanaan, Anggaran,
dan Manajemen Kinerja BI tahun 2012 ....................................146
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperti yang diungkapkan oleh Kinni dan Ries (2000); Christensen dan
Raynor (2003), globalisasi, deregulasi, inovasi teknologi dan ekspektasi
konsumen yang tinggi secara berkelanjutan membentuk kembali pemetaan bisnis
secara internasional. Untuk dapat berkompetisi secara sukses, perusahaan
membutuhkan fokus, inovasi, dan kecerdasan untuk berubah secara cepat
(Rhodes, Walsh, and Lok, 2008, p. 1170). Salah satu cara yang digunakan untuk
membangun keunggulan yang berkesinambungan adalah dengan menggunakan
Balanced Scorecard. Penggunaan Balanced Scorecard yang telah diperkenalkan
lebih dari satu dekade yang lalu (Kaplan dan Norton 1992; 1993), pada awalnya
adalah suatu sistem yang menyediakan pengecekan terhadap kesehatan
perusahaan. Dengan objektif strategis yang menghubungkan matriks ini terhadap
empat perspektif, yaitu Financial, Customer, Business Process, dan Learning and
Growth, generasi pertama Balanced Scorecard tidak bertujuan untuk
menampilkan suatu analisis strategi yang komprehensif atau memeriksa customer
value proposition. Sementara dalam generasi kedua scorecard, strategi secara
langsung menginformasikan apa yang akan diukur dengan menggunakan suatu
Strategy Map yang menghubungkan pengembangan kemampuan strategi dengan
customer value proposition dan shareholder value (Kaplan dan Norton, 2004).
Matriks dan target diturunkan dari suatu strategy map scorecards yang
mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian perusahaan, termasuk di dalamnya
review performa yang memberikan masukan untuk melaksanakan pengendalian
strategi.
Dalam perkembangannya, penggunaan Balanced Scorecard juga semakin
meluas. Dunia bisnis yang semakin berkembang di seluruh belahan dunia
membuat berbagai entitas bisnis memiliki keakraban tersendiri dengan Balanced
Scorecard. Kini tidak hanya perusahaan-perusahaan kelas dunia yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
2
Universitas Indonesia
menggunakannya, namun juga berbagai jenis entitas usaha seperti perusahaan
berorientasi profit, perusahaan non-profit, instansi pemerintah, hingga lembaga
independen. Hal yang berbeda adalah munculnya tren dari beberapa institusi
pemerintah yang mencoba menggunakan Balanced Scorecard untuk
meningkatkan performanya. Begitu pula beberapa badan independen seperti Bank
Sentral. Berkembangnya pemanfaatan konsep Balanced Scorecard membuat
terjadinya berbagai modifikasi yang unik bagi setiap entitas yang
mengaplikasikan konsep ini. Bank Sentral sebagai salah satu entitas yang
menerapkan konsep Balanced Scorecard tentu memiliki karakteristik unik yang
berbeda dengan entitas lainnya, sehingga membuat konsep Balanced Scorecard
Bank Sentral menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Bank Indonesia sendiri yang berkedudukan sebagai Bank Sentral
Indonesia telah menerapkan beberapa kerangka pemikiran yang berbeda dalam
pengelolaan kinerjanya. Sejarah perjalanan penerapan kerangka pemikiran
tersebut dimulai pada pertengahan tahun 1980-an, dengan Management by
Objectives (MBO) sebagai pilihannya. Namun permasalahan muncul pada saat
implementasi dilaksanakan, hal ini dikarenakan muncul pemahaman bahwa
pengelolaan kinerja berbasis MBO terlalu menekankan pada hasil akhir sehingga
kurang menghargai proses atau aktivitas yang diperlukan dalam pencapaiannya.
Pada tahun 1990-an, Bank Indonesia menerapkan konsep Program Kerja
Strategis (PKS). Berdasarkan konsep PKS, penilaian kinerja ditekankan pada
kedisiplinan satuan kerja dalam melaksanakan aktivitas yang telah disetujui.
Pelaksanaan aktivitas program kerja tersebut dengan baik, diyakini akan
memberikan hasil akhir yang baik. Program PKS mampu menutupi kelemahan
MBO, namun di sisi lain program ini juga menimbulkan kelemahan baru yang
justru dapat diatasi dengan MBO, yaitu penilaian yang hanya berdasarkan
pelaksanaan program kerja atau aktivitas semata yang menciptakan paradigma
bahwa hasil akhir kurang penting.
Hal penting lainnya adalah sebelum Undang-Undang Nomor 23 tahun
1999 diberlakukan, Bank Indonesia tidak mempunyai independensi dalam
melaksanakan tugas seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
3
Universitas Indonesia
tahun 1968. Pada saat itu kewenangan penyusunan kebijakan moneter berada di
tangan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan, sedangkan
Gubernur BI hanya berperan sebagai anggota. Sejak tahun 1983, Gubernur BI
diangkat sebagai pejabat tinggi setara Menteri Negara dan termasuk dalam jajaran
kabinet pemerintah. Dengan demikian, posisi BI pada saat itu adalah sebagai
bagian dari pemerintah, dan sebagai implikasi adalah tiadanya status independensi
dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan moneter (Djiwandono, 2001).
Ketiadaan independensi tersebut dipandang sebagai kelemahan struktural. Peran
pemerintah dan Dewan Moneter sangat mempengaruhi pengambilan keputusan di
bidang moneter dan pengawasan perbankan. Demikian pula dalam perubahan
manajemen sangat diwarnai oleh intervensi pemerintah sehingga menurunkan
kinerja BI.
Setelah mengalami guncangan cukup berat pasca krisis moneter pada
tahun 1997 yang menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap kinerja
Bank Indonesia, munculah tekad untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh
dalam tubuh BI. Proses ini kemudian dinamakan dengan Transformasi Bank
Indonesia yang mulai digagas sejak tahun 1999 sebagai jawaban atas amanat UU
No. 23/1999 dengan membentuk Tim Transformasi berdasarkan Keputusan
Gubernur Bank Indonesia (SK No. 3/5/KEP.GBI/INTERN/2001 dan No.
4/4/KEP.GBI/INTERN/2001).
Transformasi Bank Indonesia ini merupakan ujung tombak perubahan
manajemen kinerja yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Setelah penerapan
konsep-konsep sebelumnya yang dianggap kurang berhasil, perjalanan
pengelolaan kinerja Bank Indonesia secara perlahan telah mempra-kondisikan
pimpinan dan keryawan Bank Indonesia untuk menuju organisasi berbasis kinerja.
Hingga pada akhirnya, untuk menyeimbangkan antara ‘hasil’ (yang ditekankan
oleh konsep MBO) dan proses kerja (yang ditekankan oleh PKS), dipilihlah suatu
sistem yang dirasa paling sesuai untuk diterapkan di Bank Indonesia, yaitu
Balanced Scorecard.
Kini Bank Indonesia merupakan suatu badan independen yang bertugas
untuk menetapkan kebijakan moneter. Misi yang diemban oleh Bank Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
4
Universitas Indonesia
adalah untuk ‘memelihara kestabilan nilai rupiah dengan memelihara kestabilan
moneter dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam jangka panjang’. Sebagai bagian
yang independen dalam pemerintahan, Bank Indonesia memiliki peranan yang
cukup strategis. Sejak tahun 2001dan diimplementasikan mulai tahun 2002, Bank
Indonesia telah mengembangkan suatu sistem manajemen performa yang
mengintegrasikan perencanaan, penganggaran dan pengukuran performa untuk
menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam operasinya. Manajemen
performa dengan menggunakan Balanced Scorecard dipandang menjadi suatu
bagian penting dalam solusi untuk merealisasikan perencanaan dan penganggaran
secara tepat. Untuk itu Bank Indonesia telah membentuk suatu Tim Sistem
Perencanaan, Anggaran, dan Manajemen Kinerja (SPAMK) yang memiliki
amanat untuk melaksanakan cita-cita tersebut. Proyek pengembangan Balanced
Scorecard di Bank Indonesia sendiri menjadi suatu momentum yang
menggambarkan upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya. Sebagai
badan regulator tentunya Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Bank
Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda dengan Balanced
Scorecard yang umumnya digunakan oleh perusahaan – perusahaan komersial
berorientasi profit maupun organisasi non-profit lainnya, terutama berkaitan
dengan output yang dihasilkan oleh Bank Indonesia yang berbeda dengan instansi
lain. Selama hampir 11 tahun, penerapan Balanced Scorecard Bank Indonesia
terus mengalami perubahan guna menuju penyempurnaan. Selama kurun waktu
itu pula, beberapa institusi pemerintah lainnya ikut serta mengembangkan
pendekatan Balanced Scorecard sebagai alat penerapan sistem pengukuran dan
manajemen performa.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul “ANALISIS
PENERAPAN MANAJEMEN PERFORMA DENGAN PENDEKATAN
BALANCED SCORECARD: STUDI KASUS BANK INDONESIA”. Bank
Indonesia merupakan objek penelitian yang menarik karena kedudukannya dalam
sistem ketatanegaraan yang unik. Independensi Bank Indonesia merupakan salah
satu faktor yang dianggap menjadi kunci keberhasilan kinerja Bank Indonesia
sekaligus merupakan tanggung jawab yang cukup berat. Selain itu, output yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
5
Universitas Indonesia
dihasilkan oleh Bank Indonesia yang sulit untuk diukur menjadikan konsep
Balanced Scorecard yang diterapkan menjadi berbeda dengan instansi lainnya,
terutama perusahaan yang berorientasi profit. Penelitian ini membahas secara
mendalam mengenai konsepsi Balanced Scorecard Bank Indonesia secara
menyeluruh yang dilanjutkan dengan implementasinya. Permasalahan selama
proses penerapan juga akan dianalisis sehingga dapat diketahui beberapa aspek
yang masih dapat disempurnakan serta berbagai upaya perbaikan yang telah
dilakukan oleh Bank Indonesia selama penerapan Balanced Scorecard. Lebih
lanjut penelitian membahas mengenai saran-saran aplikatif yang dapat diterapkan
dalam Balanced Scorecard Bank Indonesia tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Telah diuraikan sebelumnya bahwa penerapan Balanced Scorecard dalam
suatu entitas akan memiliki peran penting untuk mengimplementasikan rencana
strategis entitas yang seimbang guna memastikan bahwa entitas tersebut mampu
beroperasi dengan baik. Hal ini berlaku bagi seluruh entitas bisnis, baik
perusahaan berorientasi profit, organisasi non-profit, institusi pemerintah, hingga
lembaga independen. Dalam kasus Bank Indonesia sebagai bank sentral yang
memiliki peranan strategis, keberadaan Balanced Scorecard juga sangat penting
untuk memastikan Bank Indonesia dapat menjalankan fungsinya secara baik.
Untuk menjawab pertanyaan besar: “Bagaimana implementasi Balanced
Scorecard sebagai bentuk sistem manajemen performa yang efektif pada Bank
Indonesia sebagai suatu badan regulator kebijakan moneter di Indonesia?”,
diajukan rumusan-rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard Bank
Indonesia?
2. Bagaimana proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia?
3. Bagaimana proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia?
4. Bagaimana proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia?
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
6
Universitas Indonesia
5. Bagaimana proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard Bank
Indonesia?
6. Bagaimana proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank Indonesia?
7. Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait
penyusunan dan implementasi Balanced Scorecard?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif melalui analisis terhadap penyusunan dan penerapan Balanced
Scorecard yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Beberapa poin penting yang
dianalisis secara mendalam dan menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui proses pengembangan strategi dalam Balanced Scorecard
Bank Indonesia
2. Untuk mengetahui proses perencanaan strategi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
3. Untuk mengetahui proses alignment Balanced Scorecard pada Bank Indonesia
4. Untuk mengetahui proses perencanaan operasi dengan pendekatan Balanced
Scorecard pada Bank Indonesia
5. Untuk mengetahui proses pemantauan dan pengawasan Balanced Scorecard
Bank Indonesia
6. Untuk mengetahui proses tes dan adaptasi Balanced Scorecard Bank
Indonesia
7. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia terkait
dengan penyusunan dan implementasi konsep Balanced Scorecard
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
Bagi Bank Indonesia
Memberikan masukan mengenai penyusunan dan alignment antara strategy map
dan Balanced Scorecard serta operasional, penilaian atas implementasi Balanced
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Scorecard serta penyempurnaannya yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam upaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja Bank Indonesia
sebagai badan regulator.
Bagi Institusi Pemerintah Lain
Memberikan wawasan dan pemahaman mengenai penyusunan dan impementasi
Balanced Scorecard dalam institusi pemerintahan sebagai salah satu komitmen
untuk meningkatkan akuntabilitas dan kinerja.
Bagi Peneliti
Memberikan pemahaman baru mengenai bagaimana penerapan Balanced
Scorecard di salah satu badan pemerintahan serta hubungannya dengan
peningkatan akuntabilitas dan kinerja.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode
penelitian kualitatif atau yang lebih spesifik berupa analisis deskriptif yang
berfokus pada ruang lingkup penelitian sebagaimana dijelaskan dalam Bab 1.
Analisis deskriptif dalam studi ini dilakukan untuk mengetahui dan menjadi
mampu untuk menjelaskan karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi
(Sekaran, 2009).
Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini didasari pada tujuan
untuk mencapai pemahaman mengenai alignment perspektif strategi dan
manajemen performa operasional dalam Balanced Scorecard. Untuk mendapatkan
hasil penelitian yang maksimal akan dilakukan proses wawancara dengan
narasumber terkait dan observasi lapangan untuk memperoleh data dan informasi
yang dibutuhkan dalam membangun pemahaman mengenai Balanced Scorecard
dalam suatu instansi. Selain itu, juga dilakukan studi literatur baik melalui
berbagai karya cetak maupun sumber online demi mendapatkan pemahaman dan
mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Selain menggunakan berbagai sumber
tersebut, penelitian juga akan didasarkan dengan merujuk pada beberapa peraturan
terkait, baik peraturan perundang-undangan maupun peraturan internal entitas
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
8
Universitas Indonesia
seperti Peraturan Dewan Gubernur maupun Surat Edaran. Berdasarkan berbagai
informasi tersebut, akan dilakukan analisis untuk mencapai kesimpulan mengenai
implementasi Balanced Scorecard yang akan menjawab permasalahan-
permasalahan dalam studi kasus ini.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat sebagai studi kasus terkait penyusunan dan
penerapan Balanced Scorecard pada Bank Indonesia sebagai suatu badan
independen yang berkedudukan sebagai Bank Sentral Indonesia. Penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan data internal Bank Indonesia yang dimiliki dalam
kurun waktu dari tahun 2001 hingga tahun 2012 untuk mendapatkan gambaran
secara komprehensif mengenai penyusunan, implementasi, permasalahan dan
perubahan yang mungkin terjadi selama jangka waktu tersebut.
Adapun penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menganalisis
penerapan suatu teori yang telah ada sebelumnya. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini sendiri merujuk pada suatu teori yang
dikembangkan oleh Kaplan dan Norton dalam buku yang berjudul Execution
Premium (2008). Penelitian ini berfokus pada analisis mengenai perbandingan
antara praktik yang dilakukan oleh objek penelitian dengan teori yang ada (gap
analysis).
1.7 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan dipaparkan dalam sistematika berikut:
BAB 1: Pendahuluan
Bab pertama ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian. Topik yang
diambil adalah Balanced Scorecard, sebagai perangkat utama untuk mengupas
masalah alignment antara strategi Bank Indonesia dan implementasinya dalam
operasional sehari-hari. Perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
ruang lingkup, serta sistematika penulisan juga diungkapkan dalam bab ini.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
9
Universitas Indonesia
BAB 2: Tinjauan Pustaka
Bab ini memaparkan referensi-referensi yang menjadi landasan teori dalam
pembahasan penelitian ini. Teori yang digunakan dalam kerangka penelitian ini
adalah: Balanced Scorecard, sistem pengukuran performa, sistem manajemen
strategis, alat komunikasi, eksekusi strategi, dan Balanced Scorecard untuk
pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya.
BAB 3: Gambaran Umum Bank Indonesia
Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai profil Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral yang meliputi sejarah singkat, landasan hukum, visi, misi, nilai dan
sasaran strategis, tujuan dan status, tugas pokok, struktur organisasi, hubungan
kelembagaan, tatakelola, dan juga mengenai kondisi terkini atas implementasi
Balanced Scorecard Bank Indonesia.
BAB 4: Analisis dan Pembahasan Penelitian
Bab utama yang berisikan pokok-pokok penelitian dan pembahasan secara rinci
menurut kerangka dan proses penelitian. Pembahasan dimulai dengan merangkum
Balanced Scorecard Bank Indonesia dan melakukan analisis atas
implementasinya, mengidentifikasi dan menganalisis berbagai perspektif dengan
menggunakan perangkat yang sudah dipilih untuk kemudian menarik kesimpulan
mengenai eksekusi strategi pada instansi yang terdiri atas enam langkah, juga
memberikan pendapat-pendapat kritis peneliti dalam saran-saran yang aplikatif
baik secara strategis maupun operasional bagi Bank Indonesia.
BAB 5: Penutup
Bab terakhir dalam skripisi ini berisi: i) kesimpulan umum yang didasarkan pada
hasil analisis mengenai implementasi Balanced Scorecard di Bank Indonesia; dan
ii) keterbatasan penelitian terkait proses yang dijalankan selama penulisan dan
ruang lingkup penelitian itu sendiri.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
10 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Balanced Scorecard
Kaplan (1983) mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir,
baik praktisi maupun peneliti menekankan kebutuhan entitas bisnis untuk
menggunakan konsep selain pengukuran finansial dalam operasi serta
menggunakan variasi yang jauh lebih luas selain matriks keuangan dalam
pelaporan performa dan sistem bagi hasil (Banker, Chang, Janakiraman, dan
Konstans, 2004). Hal ini menggambarkan awal mula munculnya pemikiran atas
ketidakpuasan beberapa pihak, baik dari sisi pelaku bisnis maupun akademisi atas
ketergantungan sistem pengukuran performa yang hanya dilihat dari aspek
finansial saja. Pemikiran mengenai hal ini kemudian mengalami perkembangan
hingga melahirkan suatu konsep Balanced Scorecard.
Konsep mengenai Balanced Scorecard sendiri pertama kali dicetuskan
oleh Robert Kaplan, seorang profesor akuntansi di Harvard dan David Norton,
seorang konsultan di wilayah Boston. Pada tahun 1990 keduanya melakukan
serangkaian riset untuk menemukan suatu solusi atas permasalahan yang dihadapi
oleh banyak perusahaan mengenai pengukuran performa yang dirasa masih
memiliki banyak kelemahan (Niven, 2003). Berdasarkan hasil riset yang
diperoleh, Kaplan dan Norton kemudian memperkenalkan suatu konsep
pengukuran performa yang tidak hanya mendasarkan pada aspek pengukuran
finansial namun juga non-finansial, berusaha memasukkan konsep strategi jangka
panjang dan jangka pendek, serta aspek internal dan eksternal perusahaan yang
kemudian dikenal dengan istilah Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1992).
Pada awal kemunculannya, Balanced Scorecard menekankan pada konsep
“Balance” atau keseimbangan dalam seluruh aspek dan ditujukan untuk
pengukuran performa perusahaan (Norton et al., 1997). Ada empat perspektif
pengukuran performa yang diperkenalkan pada saat itu yaitu, perspektif financial,
customer, internal business process, dan learning and growth.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Pada perkembangannya, konsep Balanced Scorecard yang awalnya
dibangun atas dasar kebutuhan untuk melakukan pengukuran performa dengan
lebih baik kemudian tidak lagi dipandang hanya sekedar sebagai alat pengukuran
performa. Balanced Scorecard diperkenalkan ulang dengan menekankan
peranannya sebagai suatu sistem manajemen strategis yang menghubungkan
strategi perusahaan dengan operasional sehari-hari, dengan menggunakan konsep
Strategy Map Scorecard untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh bagian
perusahaan (Dalvis & Albright, 2004; Kaplan dan Norton, 2004a, 2004b).
Kemudian muncul pertanyaan mendasar mengenai peranan Balanced Scorecard
dalam perusahaan. Ada tiga pandangan berbeda mengenai kedudukan Balanced
Scorecard dalam dunia bisnis, yaitu sebagai sistem pengukuran, sistem
manajemen strategis, dan alat komunikasi (Niven, 2003). Berikut adalah
penjelasan terperincinya:
2.1.1. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Pengukuran
Rue dan Byars (2005) mengusulkan bahwa pengukuran performa meliputi
cara karyawan memilah pekerjaan dan bagaimana mereka menetapkan
pengambilan keputusan serta mengkomunikasikan proses rencana perbaikan.
Sebagai suatu sistem pengukuran, Balanced Scorecard berusaha menutupi
kelemahan aspek finansial yang lazim digunakan sebagai indikator tunggal
pengukuran kinerja perusahaan. Indikator finansial mampu menyediakan evaluasi
atas performa masa lampau perusahaan namun kurang mampu menggambarkan
mekanisme value-creation yang bergantung pada aset tidak terlihat yang tidak
mampu digambarkan oleh indikator finansial. Untuk itu, indikator finansial
dikenal sebagai lag indicators, dan Balanced Scorecard berusaha memasukkan
unsur lead indicators untuk menyempurnakan pengukuran performa yang ingin
dicapai. Adapun dalam konsep ini umumnya dikenal empat perspektif yang
dianggap mampu merepresentasikan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
penilaian atas kinerja perusahaan. Namun apabila dikaitkan dengan konteks
pemerintah atau perusahaan nonprofit, maka terdapat perbedaan mengenai
beberapa perspektif serta kedudukannya dalam Balanced Scorecard. Berikut
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
12
Universitas Indonesia
adalah gambaran komponen Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi
nonprofit:
2.1. Balanced Scorecard untuk Sektor Publik dan Nonprofit
Sumber: Niven (2003).
Berdasarkan gambar tersebut, beberapa poin penting yang membedakan konsep
Balanced Scorecard pemerintah dan organisasi nonprofit dengan perusahaan
profit adalah:
1. Misi Berada di Puncak Balanced Scorecard
Dalam perusahaan profit, model Balanced Scorecard yang dibangun
menggambarkan bahwa seluruh ukuran yang ada di dalamnya bertujuan untuk
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
13
Universitas Indonesia
mendukung perbaikan performa dasar. Peningkatan shareholder value menjadi
tujuan akhir dan tanggung jawab kepada stakeholders finansial hanya untuk
melakukan hal tersebut. Berbeda halnya dengan pemerintah dan organisasi
nonprofit, dimana keduanya dituntut untuk mengalokasikan dana secara efisien
(dari segi finansial), namun demikian hal tersebut bukan menjadi aspirasi mutlak
(akhir). Keduanya bekerja untuk tujuan yang lebih tinggi yang digambarkan oleh
misi.
2. Strategi Tetap Menjadi Inti Balanced Scorecard
Strategi tetap menjadi inti dalam sistem Balanced Scorecard, terlepas dari apakah
institusi tersebut merupakan perusahaan besar, kecil, berorientasi profit maupun
tidak, atau pemerintah. Pemerintah dan organisasi nonprofit seringkali
menghadapi kesulitan dalam menetapkan strategi yang tepat dan ringkas.
Mayoritas, berusaha mengembangkan pernyataan strategi yang tidak lebih
merupakan rincian program serta inisiatif untuk mengamankan pemasukan dana
(Niven, 2003).
Sementara itu keberadaan perspektif yang pada umumnya dimiliki oleh
pemerintah dan organisasi nonprofit dalam konsep Balanced Scorecard adalah:
a. Customer Perspective
Perbedaan mendasar dari perusahaan profit dan nonprofit adalah
penempatan misi dalam puncak kerangka Balanced Scorecard. Selanjutnya,
dalam perusahaan nonprofit atau pemerintah, komponen yang umumnya berada
pada tingkatan kedua setelah misi bukanlah perspektif finansial melainkan
perspektif konsumen. Dalam pencapaian misi, perusahaan atau pemerintah harus
dapat menentukan pihak yang ingin dituju. Fokus dari keduanya adalah konsumen
dan bagaimana pemenuhan kebutuhan konsumen dapat dilaksanakan guna
mencapai misi. Pertanyaan mengenai siapa konsumen dari perusahaan nonprofit
atau pemerintah adalah suatu pertanyaan yang biasanya sulit untuk dijawab. Hal
ini disebabkan adanya perbedaan antara kelompok yang mendesain pelayanan,
kelompok yang membayar pelayanan, dan kelompok yang mendapatkan manfaat
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
14
Universitas Indonesia
atas pelayanan. Sehingga penentuan konsumen dalam pemerintah maupun
organisasi nonprofit menjadi tantangan tersendiri.
Terlepas dari hal tersebut, Balanced Scorecard tidak memaksa
pengambilan keputusan yang sulit. Memasukkan seluruh konsumen diperbolehkan
dalam konsep kerangka Balanced Scorecard sektor publik. Tidak hanya
dimungkinkan, namun hal ini juga disarankan mengingat pencapaian misi
membutuhkan tercapainya pemenuhan kepuasan setiap kelompok konsumen yang
menentukan kesuksesan pemerintah atau organisasi nonprofit. Setiap kelompok
konsumen akan menghasilkan pengukuran yang berbeda dalam ketiga perspektif
yang lain. Sehingga setelah penentuan konsumen selesai dilakukan maka
penentuan ukuran dalam perspektif lain dapat dilaksanakan.
b. Financial Perspective
Perspektif ini merupakan perspektif yang sangat penting dalam konsep
Balanced Scorecard. Tidak ada satupun organisasi, terlepas dari statusnya, dapat
sukses beroperasi dan memenuhi kebutuhan konsumen tanpa sumber daya
finansial. Bagi perusahaan berorientasi profit, perspektif finansial mampu
menggambarkan mengenai kemajuan eksekusi strategi yang telah dilakukan dan
menjadi ukuran outcome sebagai tujuan akhir yang ingin dicapai atas pencapaian
beberapa perspektif lain sebelumnya. Bagi perusahaan non profit atau sektor
publik, perspektif ini memastikan perusahaan mampu mencapai hasil yang
diinginkan dengan biaya yang minimal.
Pengukuran finansial bagi sektor publik dalam Balanced Scorecard
berperan, baik sebagai komponen yang mendukung (enablers) pencapaian
kesuksesan dalam perspektif konsumen maupun sebagai hambatan yang harus
diatasi oleh setiap organisasi dalam operasinya. Karakteristik yang unik dalam
sektor publik adalah mengenai kedudukan perspektif finansial, serta penggunaan
beberapa ukuran finansial yang sulit diterapkan dalam Balanced Scorecard
dibandingkan dengan perusahaan berorientasi profit. Contohnya adalah
pengukuran jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi nonprofit yang terkadang
sulit untuk diukur dalam satuan mata uang. Selain itu karakteristik ukuran
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
15
Universitas Indonesia
finansial yang berbeda dengan yang lazim digunakan dalam Balanced Scorecard
perusahaan profit menjadi karakteristik lainnya.
Pembahasan mengenai kedudukan perpektif finansial dalam perusahaan
berorientasi profit tentu berbeda dengan organisasi pemerintah maupun
perusahaan berorientasi non profit. Namun bukan berarti karena keduanya tidak
mengedepankan pencapaian performa finansial maka perspektif ini menjadi
dihilangkan. Keberadaan perspektif finansial yang begitu penting dalam Balanced
Scorecard membuat keduanya tetap mempertahankan perspektif ini dengan
melakukan diferensiasi mengenai kedudukan serta elemen di dalamnya sesuai
dengan tujuan dan karakteristik usaha yang dilakukan.
c. Internal Business Process Perspective
Dalam perspektif ini perusahaan dituntut untuk dapat mengidentifikasi
proses-proses kunci yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen. Proses
kunci inilah yang kemudian harus senantiasa ditingkatkan kualitasnya.
Setiap organisasi, mulai dari lingkup lokal hingga departemen besar dalam
pemerintahan pusat akan memiliki dokumentasi mengenai proses yang dilakukan
untuk mencapai tujuan. Kunci kesuksesan Balanced Scorecard adalah terletak
pada pemilihan dan pengukuran proses-proses tertentu yang mengarahkan
perusahaan pada peningkatan outcome bagi konsumen, serta memungkinkan
pencapaian misi. Salah satu aspek yang membedakan Balanced Scorecard dengan
sistem pengukuran manajemen tradisional adalah, pada sistem tradisional
perusahaan cenderung melakukan kontrol dan perbaikan atas proses yang telah
ada sebelumnya. Sementara dalam Balanced Scorecard, perusahaan didorong
untuk mengembangkan suatu rangkaian proses internal yang benar-benar baru
serta penyempurnaan proses internal antar departemen. Bukan merupakan hal
yang tidak lazim bahwa perspektif ini memiliki jumlah objektif dan pengukuran
yang cukup banyak dalam Balanced Scorecard (Niven, 2003).
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
16
Universitas Indonesia
d. Learning and Growth Perspective
Organisasi yang memiliki visi besar dan ambisi kuat untuk terus tumbuh
tentu tidak cukup hanya dengan mengandalkan perspektif konsumen, proses
internal, dan juga finansial. Setelah organisasi dapat mengidentifikasi perspektif
finansial, konsumen dan proses internal dengan baik, maka langkah selanjutnya
adalah menemukan kekurangan dari infrastuktur organisasional yang ada saat ini
(keahlian karyawan, sistem informasi, dan budaya organisasi) dibandingkan
dengan level yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan oleh
organisasi. Berdasarkan hal ini organisasi dapat mengatur strategi mengenai
proses pembelajaran yang akan dilakukan oleh internal organisasi untuk terus
tumbuh menjadi lebih baik.
Perspektif learning and growth menyediakan suatu infrastruktur yang
memungkinkan organisasi untuk mencapai objektif yang ambisius dalam tiga
perspektif sebelumnya. Tiga komponen penting yang berusaha dibangun dalam
perspektif ini adalah kapabilitas karyawan, kapabilitas sistem informasi, dan
budaya organisasi (motivasi, pelimpahan wewenang, dan alignment).
Aspek pertama adalah membangun kompetensi karyawan dengan tujuan
untuk menciptakan karyawan yang kompeten untuk melaksanakan strategi yang
telah disusun. Hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa organisasi yang menerapkan
Balanced Scorecard seringkali menghadapi perubahan yang radikal. Karyawan
dituntut untuk mengemban tanggung jawab baru untuk membantu organisasi
mencapai objektif dalam tiga perspektif sebelumnya. Untuk itu pembangunan
kompetensi karyawan menjadi kunci utama yang harus dilakukan oleh organisasi.
Aspek kedua adalah infrastruktur informasi. Seperti yang diketahui karyawan
yang kompetitif tetap membutuhkan informasi yang akurat dan tepat waktu untuk
memaksimalkan kinerjanya. Kebutuhan informasi bagi setiap karyawan pun
berbeda, disinilah tantangan organisasi untuk membangun suatu infrastruktur
informasi yang sesuai bagi kebutuhan setiap karyawan. Aspek ketiga adalah
pembangunan budaya kerja. Kompetensi dan sistem informasi yang mumpuni
tidak akan berjalan maksimal tanpa disertai dengan motivasi karyawan. Dengan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
17
Universitas Indonesia
motivasi yang besar dan disertai pelimpahan wewenang karyawan dapat bekerja
dengan lebih maksimal. Sentuhan terakhir adalah bagaimana organisasi
mendorong karyawan untuk melakukan alignment antara objektif dan insentif
individual dengan strategi organisasi.
2.1.2. Balanced Scorecard sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis
Bagi banyak organisasi, Balanced Scorecard telah berubah dari sekedar
alat pengukuran performa menjadi suatu konsep yang membantu organisasi dalam
mengimplementasikan strategi. Dalam perkembangannya, kedudukan Balanced
Scorecard kemudian dianggap mampu mengatasi beberapa hambatan yang
muncul dalam proses eksekusi strategi. Adapun beberapa hambatan tersebut:
a. Hambatan visioner: Secara ideal, konsep Balanced Scorecard mampu
mengubah strategi organisasi menjadi objektif, pengukuran, target, dan
initiatives sehingga memberikan pemahaman bagi tim eksekutif mengenai
hal-hal yang masih belum jelas terungkap dalam strategi organisasi. Selain itu
juga memberikan fokus bagi karyawan dalam mengerjakan tugas
kesehariannya guna membantu organisasi mencapai tujuannya.
b. Hambatan orang: Proses penurunan konsep Balanced Scorecard ke dalam
unit bisnis atau unit pendukung memberikan gambaran yang lebih jelas bagi
seluruh karyawan mengenai bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam
pelaksanaan strategi organisasi.
c. Hambatan sumber daya: Dalam pelaksanaan strategi organisasi, tentunya
keterbatasan sumber daya menjadi salah satu hambatan utama. Konsep
Balanced Scorecard mampu memberikan fokus bagi manajer maupun
karyawan mengenai apa yang harus mereka lakukan sehingga sumber daya
yang tersedia dapat digunakan dengan maksimal.
d. Hambatan manajemen: Konsep Balanced Scorecard mampu memberikan
gambaran yang lebih jelas bagi manajemen dalam mengatasi akar
permasalahan sebenarnya yang terjadi apabila timbul hambatan dalam
implementasi strategi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
18
Universitas Indonesia
2.1.3. Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Komunikasi
Dalam hal ini, Balanced Scorecard dianggap mampu mentranslasikan
strategi yang telah disusun oleh organisasi, mengubahnya ke dalam aspek
terperinci dan menurunkannya ke setiap bagian organisasi sehingga dapat
dikomunikasikan dengan lebih efektif kepada semua pihak yang ada di dalam
organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
20
Universitas Indonesia
2.2. Eksekusi Strategi pada Sektor Publik
Berdasarkan Global Survey tahun 2006, prioritas pertama yang dimiliki
oleh senior eksekutif adalah eksekusi strategi (strategy execution). Menempatkan
suatu prioritas yang tinggi terhadap eksekusi strategi yang efektif, dapat ditelusuri
merupakan permasalahan yang cukup dipertimbangkan dan didokumentasikan
dengan baik oleh mayoritas organisasi yang memiliki pengalaman dalam
usahanya mengimplementasikan strategi. (Kaplan dan Norton, dalam bukunya
yang berjudul The Execution Premium, 2008) telah melakukan survei pada tahun
1996 mengenai eksekusi strategi. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa
mayoritas organisasi tidak memiliki suatu sistem formal yang membantu mereka
dalam mengeksekusi strategi.
2.3. Pengaruh Proses Eksekusi Strategi Formal terhadap Performa
Organisasi
Sumber: Kaplan dan Norton (2006). Telah diolah kembali.
Sementara berdasarkan gambar di atas yang menunjukkan hasil suatu follow-up
survey pada tahun 2006, diketahui bahwa 54% dari responden telah memiliki
suatu proses eksekusi strategi yang formal, dan 70% di antaranya memiliki
performa yang memuaskan.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Adapun perbedaan proses eksekusi strategi antara organisasi yang
menggunakan sistem eksekusi strategi formal dengan tidak terletak pada enam
aspek, yaitu:
- Translate the Strategy: pada tahap ini, organisasi yang menggunakan sistem
formal memiliki artikulasi yang lebih jelas mengenai strategi organisasi dan
pengukurannya.
- Manage Strategic Initiatives: organisasi dengan sistem formal mampu
mengelola strategic initiatives dalam jumlah kecil dan penting.
- Align Organizational Units with the Strategy: proses alignment atas unit
bisnis atau unit pendukung terhadap strategi dengan menggunakan sistem
formal akan lebih baik.
- Communicate the Strategy: proses komunikasi strategi dengan menggunakan
sistem formal dapat lebih terarah dan efektif.
- Review the Strategy: sistem formal akan membantu organisasi dalam
perencanaan rapat rutin untuk melaporkan dan mengelola strategi.
- Update the Strategy: sistem formal memperhitungkan adanya kebutuhan
untuk memperbaharui strategi secara rutin guna menyesuaikan dengan
perubahan kondisi.
Fokus penting yang perlu digarisbawahi adalah bahwa masih terdapat gap
antara formulasi strategi yang direncanakan pada tingkat atas organisasi dengan
eksekusi yang dilakukan oleh departemen maupun karyawan. Hal ini disebabkan
adanya perbedaan alat yang digunakan dalam proses formulasi strategi dan
peningkatan operasional. Semakin banyaknya jumlah alat penyusunan strategi dan
penerapan operasi di organisasi merupakan hal baik bagi organisasi, namun
kurangnya suatu kerangka teoritis untuk memandu proses integrasi dari berbagai
alat yang digunakan tersebut yang menjadi kelemahan mendasar yang masih
dihadapi oleh organisasi.
Berdasarkan hal tersebut, Kaplan dan Norton (The Execution Premium,
2008) memformulasikan suatu kerangka yang komprehensif dan
mengintegrasikan sistem manajemen yang menghubungkan formulasi dan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
22
Universitas Indonesia
perencanaan strategi dengan eksekusi operasional. Kerangka tersebut terdiri atas
enam tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4.The Management System: Linking Strategy to Operations
Sumber: Kaplan dan Norton (2008).
Pada dasarnya sistem eksekusi strategi tersebut diperuntukkan bagi organisasi
berorientasi profit. Sehingga beberapa komponen yang ada di dalamnya kurang
relevan dalam konteks pemerintah atau organisasi nonprofit, seperti sales
planning, sales forecast, dan profitability analysis. Sistem yang dirancang oleh
Kaplan dan Norton tersebut memiliki enam tahapan penting. Penjelasan terperinci
mengenai keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
23
Universitas Indonesia
2.2.1. Develop the Strategy
Tahap pertama yang dilakukan oleh organisasi dalam proses eksekusi
strategi adalah mengembangkan strategi. Dalam tahapan ini,Balanced Scorecard
berperan penting mentranslasikan misi, nilai, visi, dan strategi organisasi.
2.5.Balanced Scorecard Mentranslasikan Misi, Nilai, Visi, dan Strategi
Sumber: Niven (2003).
Terdapat tiga hal penting yang mendorong munculnya pengembangan strategi
organisasi, yaitu:
1. Memperjelas Pernyataan Misi, Nilai, dan Visi
Sebelum memformulasikan strategi, organisasi harus memiliki satu suara
atas tujuan yang dimiliki (misi), panduan internal yang mengarahkan tindakan
yang akan dilakukan (nilai), dan aspirasi organsisasi terhadap hasil yang dicapai
di masa mendatang (visi). Sebelum proses formulasi strategi dilakukan, baik
badan pemerintah maupun organisasi nonprofit yang bersangkutan terlebih dulu
me-review dan mengkonfirmasi ulang pernyataan misi, nilai, dan visi yang
dimiliki. Hal penting lainnya setelah mengklarifikasi pernyataan misi, nilai, serta
visi tersebut adalah melakukan suatu agenda untuk memberikan inisiatif atas
perubahan visi jika dirasa perlu dilakukan. Proses mendorong pembentukan visi
yang lebih sempurna merupakan titik awal penting bagi organisasi. Visi yang baik
meliputi empat sub-strategi yaitu, dampak dan komunitas, pelayanan dan kualitas,
efisiensi dan lingkungan, serta orang dan pembelajaran.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
24
Universitas Indonesia
2. Melakukan Analisis Strategi
Setelah organisasi memiliki visi yang jelas dan baik, maka organisasi telah
memiliki suatu gambaran yang jelas mengenai apa yang harus dicapai oleh
organisasi. Konsep strategi dalam organisasi sektor publik mendapatkan perhatian
yang berbeda dengan organisasi profit pada umumnya. Kaplan, menyatakan
bahwa strategi dapat menjadi suatu konsep yang asing bagi organisasi sektor
publik, karena agensi tersebut memiliki insentif yang kecil untuk mempunyai
pandangan jangka panjang terhadap peran mereka, mereka berusaha melakukan
semuanya untuk semua orang dan dapat berakhir tanpa melakukan apapun (Niven,
2003). Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan
strategi adalah dengan melakukan analisis terhadap strategi organisasi. Analisis
yang dilakukan dibagi menjadi dua jenis, yaitu analisis eksternal dan analisis
internal. Analisis eksternal bertujuan untuk mengetahui dampak dari tren industri
pada level mikro dan makro terhadap strategi dan operasi organisasi. Analisis
PESTEL maupun Michael Porter’s Five Forces dapat digunakan sebagai
perangkat analisis eksternal. Sementara analisis internal bertujuan untuk menilai
performa organisasi serta kemampuan organisasi. Perangkat seperti Value Chain
Analysis atau SWOT Analysis dapat digunakan dalam analisis internal.
Hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik dalam
tahap analisis strategi adalah melakukan analisis terhadap stakeholder yang
berhubungan dengan organisasi tersebut. Karakteristik stakeholder yang dimiliki
oleh organisasi sektor publik tentunya berbeda dengan organisasi profit pada
umumnya. Berikut adalah gambaran mengenai sebagian stakeholder organisasi
publik.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
25
Universitas Indonesia
2.6.Stakeholders pada Organisasi Sektor Publik
Sumber: Bryson (1995).
3. Memformulasikan Strategi
Pada tahap ini organisasi mencapai titik dimana proses pengembangan
disiplin strategi formal bertemu dengan seni dari formulasi strategi. Manajer
organisasi harus menentukan bagaimana mereka akan mencapai agenda
berdasarkan analisis mengenai waktu, objektif, themes, isu-isu kritis, peluang, dan
ancaman.
Lebih lanjut dalam proses memformulasikan strategi, organisasi memiliki
dua aspek penting dalam menentukan formula strategi yang paling tepat bagi
kebutuhan mereka. Adapun dua aspek tersebut adalah:
a. Menstimulasi Strategi Kreatif
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa proses stimulasi
strategi kreatif yang dilakukan oleh organisasi dapat dilakukan dengan
menghubungkan antara berbagai pendekatan strategis, operasional, dan
manajemen risiko yang divisualisasikan oleh Strategy Map. Beberapa jenis
strategi yang dapat dibangun oleh organisasi bisa dipacu dari pendekatan
keuangan dan portofolio, manajemen risiko, fokus konsumen, kepedulian akan
tanggung jawab sosial, inovasi, produktivitas/kualitas, hingga bagaimana
penempatan yang ingin dibentuk oleh organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
26
Universitas Indonesia
b. Menggunakan Strategy Map untuk Memandu Pemilihan Strategi
Strategy Map yang ditunjukkan dalam gambar 2.3. tersebut mampu memandu
organisasi dalam proses pemilihan strategi.
Setelah organisasi berhasil menentukan strategi yang dianggap tepat, maka
langkah selanjutnya adalah mengkodifikasikan strategi tersebut supaya dapat
dengan mudah dikomunikasikan kepada seluruh manajer dan karyawan. Elemen
penting yang harus diperhatikan adalah pernyataan strategi tersebut harus
mengandung tiga elemen fundamental, yaitu objective, advantage, dan scope.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
28
Universitas Indonesia
2.2.2. Plan the Strategy
Proses perencanaan strategi ini bertujuan untuk mengubah pernyataan arah
strategis menjadi objektif, pengukuran, target, initiatives, dan budget yang
spesifik guna mengarahkan dan menghubungkan organisasi untuk eksekusi
strategi yang efektif. Strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi ditranslasikan
dalam objektif. Adapun objektif adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan baik
oleh organisasi untuk dapat mengimplementasikan strategi secara efektif (Niven,
2003). Ada lima langkah yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1. Membuat Strategy Map
Kaplan dan Norton (1996a, 1996b, 1996c) memperkenalkan tiga prinsip
yang menghubungkan Balanced Scorecard dengan strategi organisasi: (1)
hubungan sebab-akibat, (2) performance drivers, (3) keterkaitan dengan tujuan
finansial. Strategy Map menggambarkan hubungan sebab-akibat tersebut secara
berkesinambungan yang menghubungan seluruh faktor (indikator performa)
melalui empat perspektif dan menggambarkan perubahan strategi secara dinamis
serta mengindikasikan bagaimana organisasi menghasilkan suatu nilai (Kaplan
dan Norton, 2004a, 2004b). Suatu strategi meliputi berbagai dimensi perubahan
organisasi, mulai dari perbaikan produktivitas jangka pendek hingga inovasi
jangka panjang. Menurut Banker et al. (2004) Strategy Map menyediakan suatu
kerangka visual yang meringkas deskripsi strategi organisasi, serta mengubah
asset yang tak berwujud menjadi tangible outcomes. Suatu Strategy Map
merupakan suatu bentuk arsitektur dalam satu halaman yang memberikan
gambaran atas seluruh dimensi strategi yang dikenal dengan strategic themes
(Kaplan dan Norton, 2008). Strategic themes sendiri mengelompokkan beberapa
objektif yang berkaitan yang ingin dicapai oleh organisasi, sehingga memudahkan
organisasi dalam merencanakan dan mengelola setiap komponen kunci strategi
secara terpisah namun tetap mengoperasikan secara koheren. Setiap strategic
themes memberikan manfaat dalam jangka waktu yang berbeda bagi organisasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
29
Universitas Indonesia
2. Memilih Pengukuran dan Target
Dalam tahap ini, organisasi mengubah objektif yang telah ditentukan
dalam Strategy Map dan strategy themes menjadi suatu Balanced Scorecard yang
terdiri atas pengukuran, target, dan gap. Gap tersebut digambarkan oleh suatu visi
ambisius yang dicanangkan dalam proses pengembangan strategi, yang kemudian
dibagi ke dalam gap pada setiap strategic themes untuk dicapai dalam kurun
waktu tiga hingga lima tahun. Pemilihan pengukuran dan target yang ingin dicapai
oleh organisasi merupakan aspek penting dalam eksekusi strategi menjadi
operasional keseharian. Untuk setiap objektif strategi yang terdapat dalam
Strategy Map, manajer membutuhkan setidaknya satu pengukuran. Sementara
penentuan target dapat dilakukan melalui proses pembagian gap sehingga
memberikan gambaran target yang logis dan konsisten bagi matriks yang ada
dalam perspektif konsumen, proses, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Proses
penetapan target dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu dengan
menggunakan logika sebab-akibat atau dengan menggunakan benchmarking baik
secara eksternal maupun internal.
3. Memilih Strategic Initiatives
Jika proses penentuan strategic themes, objectives, pengukuran dan target
telah menentukan “apa” yang ingin dicapai oleh organisasi, maka strategic
initiatives menentukan “bagaimana” organisasi mencapainya. Strategic initiatives
adalah sekumpulan proyek dan program aksi dalam durasi tertentu, di luar
aktivitas operasional keseharian organisasi yang membantu dalam mencapai
performa yang telah ditargetkan dalam Strategy Map objectives. Proses pemilihan
strategic initiatives merupakan hal penting dalam organisasi. Initiatives tidak
dapat dipandang sebagai sesuatu yang terpisah satu sama lain. Permasalahan yang
sering dihadapi oleh organisasi adalah initiatives explosion dimana terlalu banyak
pilihan initiatives yang dirasa peru untuk dijalankan, untuk itu pemilihan
initiatives yang tepat sangat diperlukan. Suatu strategic themes membutuhkan
suatu portofolio terintegrasi dan strategic initiatives yang mendukung pencapaian
objektif. Organisasi sebaiknya melakukan suatu proses rasionalisasi initiatives
untuk mengeliminasi initiatives yang tidak memberikan kontribusi terhadap
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
30
Universitas Indonesia
strategic themes atau juga untuk mengetahui jika masih ada strategic themes yang
belum didukung oleh initiatives tertentu.
4. Menetapkan STRATEX
Proses eksekusi strategi membutuhkan suatu portofolio initiatives yang
dapat dijalankan secara berkesinambungan secara terkoordinasi. Hal ini tentunya
membutuhkan suatu penganggaran eksplisit. Sistem penganggaran tradisional
fokus pada sumber daya yang disediakan untuk fungsi organisasi dan unit bisnis,
dan akuntabilitas serta performa dari setiap unit. Investasi strategis untuk
initiatives yang bersifat lintas fungsi dan unit bisnis harus dikeluarkan dari
anggaran operasional dan dikelola secara terpisah oleh tim pelaksana. Pembuatan
anggaran kategori khusus yang dikenal dengan istilah STRATEX (strategic
expenditures) dapat memfasilitasi proses ini. Proses penentuan anggaran yang
dikhususkan untuk pelaksanaan strategi ini terdiri atas dua komponen yaitu top-
down process untuk menentukan level pendanaan total yang dibutuhkan dan
bottom-up process untuk memilih strategic initiatives yang akan diberikan
pendanaan. Keberadaan STRATEX yang dianggap penting membutuhkan suatu
bentuk otorisasi terpisah dalam sistem pendanaan internal organisasi.
5. Menetapkan Akuntabilitas dalam Pelaksanaan Strategic Initiatives
Setelah keempat proses tersebut berhasil dilakukan, organisasi
memperkenalkan suatu struktur akuntabilitas baru untuk mengeksekusi strategi
melalui strategic themes. Organisasi kemudian menugaskan beberapa eksekutif
untuk menjadi theme owner, memfasilitasi dengan STRATEX, dan mendukung
dengan theme teams yang dibentuk di seluruh bagian organisasi. Theme owner
dan tim memiliki akuntabilitas dan memberikan umpan balik pada saat eksekusi
strategi dari setiap tema dilaksanakan. Karena keberadaan strategic themes yang
biasanya memiliki elemen lintas fungsi, sehingga pemilihan theme owner perlu
diperhatikan. Sementara itu theme teams adalah sekumpulan individu yang terdiri
atas berbagai unit bisnis, regional, maupun pendukung yang bertugas untuk
menghubungkan antara objektif strategi dengan tugas operasional. Sementara itu,
proses pelimpahan wewenang untuk melakukan eksekusi strategi dari setiap
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
31
Universitas Indonesia
themes dapat dilimpahkan kepada unit organisasi yang terkait dengan objektif
tersebut, atau apabila pencapaian objektif melibatkan beberapa unit organisasi
maka theme teams dapat melaksanakan sendiri proses eksekusi strategi.
2.2.3. Align the Organization
Untuk dapat memperoleh manfaat yang maksimal atas pelaksanaan
strategi yang telah dibentuk oleh organisasi, maka organisasi yang memiliki
multibusiness, atau organisasi dengan multifungsi, harus dapat menghubungkan
strategi organisasi dengan strategi dari setiap bisnis individu dan unit fungsinya.
Seluruh karyawan harus memahami strategi dan termotivasi untuk membantu
organisasi mencapai strategi tersebut. Guna dapat mencapai itu semua, organisasi
dapat menerapkan tiga jenis alignment antara strategi organisasi secara
keseluruhan dengan unit bisnis, unit pendukung, dan karyawan.
1. Align Business Unit
Strategi biasanya ditentukan dalam level bisnis unit individu. Namun
demikian, suatu organisasi biasanya terdiri atas beberapa unit bisnis atau unit
operasi. Strategi level korporasi menentukan bagaimana strategi dari bisnis
individu dapat diintegrasikan untuk mencapai sinergi namun tidak tersedia bagi
unit bisnis yang beroperasi secara independen. Strategi korporasi digambarkan
oleh suatu Strategy Map, dimana manajer dapat melakukan cascading atau
penurunan secara vertikal kepada setiap unit bisnis. Setiap strategi dapat
mencerminkan (1) objektif yang berkaitan dengan strategi lokal, dan (2) objektif
yang terintegrasi dengan strategi organisasi dan strategi unit bisnis lainnya.
2. Align Support Unit
Manajemen organisasi memiliki tendensi untuk memperlakukan unit
pendukung dan fungsi staf organisasi sebagai suatu sumber pengeluaran yang
terpisah, sehingga di satu sisi organisasi memiliki kecenderungan untuk
meminimalisir biaya yang dikeluarkan oleh unit pendukung tersebut. Hal ini
kemudian menyebabkan strategi dan operasi yang dilakukan oleh unit-unit
pendukung menjadi tidak sejalan dengan strategi organisasi maupun unit bisnis
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
32
Universitas Indonesia
yang berhubungan dengannya. Eksekusi strategi yang baik, membutuhkan unit
pendukung untuk menyesuaikan strategi yang dibentuknya menjadi strategi value-
creation bagi organisasi maupun unit bisnis.unit pendukung juga perlu melakukan
negosiasi dengan unit bisnis yang didukungnya mengenai level jasa yang akan
diberikan. Pembuatan Strategy Map dan scorecards bagi unit pendukung,
membantu setiap unit untuk menentukan dan mengeksekusi strategi yang dapat
meningkatkan strategi yang diterapkan oleh unit bisnis maupun organisasi.
3. Align Employees
Keberadaan karyawan menjadi sangat penting karena karyawan adalah
pihak yang mampu melaksanakan proyek, program, dan initiatives yang
dibutuhkan dalam pengimplementasian strategi. Pemahaman yang baik oleh
karyawan atas strategi sangat dibutuhkan guna menjamin operasi sehari-hari yang
dilakukan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Karyawan tidak akan
dapat membantu proses implementasi strategi yang tidak mereka sadari atau
ketahui. Untuk itu, organisasi menggunakan suatu program komunikasi formal
untuk membantu karyawan dalam memahami strategi dan memotivasi mereka
untuk mencapainya. Manajer dapat melaksanakan program komunikasi dengan
menghubungkan objektif dan insentif personal karyawan dengan objektif yang
ingin dicapai oleh unit bisnis dan organisasi. Selain komunikasi yang baik,
pelatihan dan progam pengembangan karier menjadi kunci yang dapat membantu
memberikan keuntungan bagi karyawan jika eksekusi strategi berjalan dengan
sukses.
2.2.4. Plan Operation
Bagian berbeda dan cukup penting yang ingin diungkapkan oleh Kaplan
dan Norton dalam The Execution Premium, 2008 adalah adanya suatu sistem
manajemen komprehensif yang menggambarkan hubungan eksplisit antara
strategi jangka panjang dengan operasi harian. Organisasi menghubungkan proses
aktivitas perbaikan dengan prioritas strategi serta anggaran yang dibutuhkan untuk
menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam operasional sehingga konsisten
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
33
Universitas Indonesia
dengan strategi yang telah direncanakan. Ada dua hal penting yang dilaksanakan
oleh perusahan dalam proses perencanaan operasional, yaitu:
1. Memperbaiki Proses-Proses Penting
Objektif yang digambarkan dalam strategy map menunjukkan bagaimana
eksekusi strategi akan dilakukan. Beberapa tema yang telah ditentukan dalam
strategy map menggambarkan proses-proses kunci yang harus diperhatikan dan
dilaksanakan dengan baik oleh organisasi. Setelah mengidentifikasi berbagai
proses kunci yang diperlukan guna perbaikan, organisasi dapat mendukung tim
manajemen proses dengan membentuk suatu dashboard yang terkustomisasi yang
berisikan indikator-indikator kunci dari performa. Dashboard tersebut
memberikan fokus dan umpan balik bagi karyawan yang melaksanakan proses
perbaikan.
2. Mengembangkan Suatu Resource Capacity Plan
Proses perencanaan perbaikan dan pengukuran serta target level tinggi atas
strategi organisasi yang ada dalam Balanced Scorecard harus diubah ke dalam
suatu rencana operasi tahunan. Rencana operasi dalam sektor publik terdiri atas
dua komponen, yaitu:
a. Resource capacity plan. Organisasi dapat menggunakan perangkat model
time-driven activity based costing (TDABC) untuk mentranslasikan sales
forecast ke dalam estimasi kapasitas sumber daya yang dibutuhkan untuk
periode yang diperkirakan. Model TDABC menggunakan capacity drivers,
typically time, untuk menggambarkan biaya sumber daya yang diperlukan
dalam transaksi, produk, konsumen yang dilakukan pada setiap proses. Model
ini dapat menggambarkan secara mudah perkiraan penjualan dan proses
perbaikan ke dalam kuantitas sumber daya seperti orang, peralatan, dan
fasilitas yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana.
b. Operating and capital budgets. Setelah manajer menyetujui kuantitas dan
formulasi sumber daya yang dibutuhkan untuk periode mendatang,
penghitungan mengenai implikasi finansial dan anggaran operasional serta
modal dapat dilakukan dengan mudah. Jumlah pengalian antara kuantitas
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
34
Universitas Indonesia
sumber daya yang diperlukan dengan biaya dari setiap sumber daya dapat
menggambarkan anggaran biaya yang diperlukan untuk memasok sumber
daya guna perencanaan penjualan dan operasi. Beban yang harus dikeluarkan
oleh organisasi dibagi ke dalam dua tipe, yaitu operating expense (OPEX)
atau biaya yang dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan operasi dan
capital expenditure (CAPEX) guna peningkatan kapasitas sumber daya
peralatan.
2.2.5. Monitor and Learn
Setelah strategi ditentukan, direncanakan, dan dihubungkan dengan suatu
rencana operasional yang komprehensif, organisasi mulai melakukan eksekusi
atas rencana strategis dan operasional tersebut, memonitor hasil yang diperoleh,
dan mengambil tindakan untuk memperbaiki operasi dan strategi berdasarkan
suatu informasi baru dan pembelajaran. Dalam tahap pengawasan dan
pembelajaran ini, organisasi menggunakan dua pendekatan yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan strategi dan operasi, permasalahan yang
dihadapi, serta berbagai aspek yang mempengaruhi atau bahkan mengubah
strategi dan operasi di masa depan. Dua pendekatan yang dapat dilakukan oleh
organisasi adalah:
1. Operational Review Meeting
Rapat yang dilaksanakan oleh organisasi ini bertujuan untuk mengevaluasi
performa jangka pendek organisasi (operasional) dan merespon permasalahan-
permasalahan yang baru-baru ini dihadapi oleh organisasi yang membutuhkan
penanganan dengan segera. Rapat untuk mengevaluasi operasi organisasi ini
berkorespondensi dengan frekuensi data yang dihasilkan oleh operasi dan tingkat
kecepatan respon yang ingin dicapai oleh organisasi atas berbagai isu taktis yang
muncul. Banyak organisasi melakukan rapat ini setiap seminggu sekali, dua kali
seminggu, bahkan rapat harian untuk mengevaluasi dashboard operasional atas
penjualan, pemesanan, dan pengiriman dan untuk menyelesaikan isu-isu yang
baru terjadi, komplain dari konsumen penting, keterlambatan pengiriman,
kerusakan produk, kerusakan mesin produksi, kekurangan kas, permasalahan
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
35
Universitas Indonesia
absensi karyawan hingga peluang penjualan baru. Sifat dari rapat ini adalah
departmental dan fungsional, dengan mengumpulkan beberapa karyawan ahli dari
berbagai departemen guna menyelesaikan masalah secara bersama. Rapat ini
memiliki ciri khas dilaksanakan secara cepat, fokus tinggi terhadap hal yang
sedang dibahas, dipicu oleh data, dan berorientasi pada aksi.
2. Strategy Review Meeting
Rapat ini dilaksanakan organisasi untuk mendiskusikan indikator dan
initiatives dari Balanced Scorecard dan menilai kemajuan serta hambatan yang
terjadi selama proses eksekusi strategi. Organisasi biasa melakukan rapat ini
sebulan sekali dengan mengumpulkan pemimpin tim. Para pemimpin tim
mendiskusikan apakah eksekusi strategi berjalan sesuai dengan rencana,
mendeteksi permasalahan yang terjadi selama implementasi, usaha yang
dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, tindakan yang
direkomendasikan untuk memperbaiki penyebab masalah, dan menetapkan
tanggung jawab untuk mencapai target performa yang telah ditetapkan.
Dengan memisahkan rapat untuk mengevaluasi operasi dan strategi,
organisasi menghindari kesalahan untuk tidak memperhitungkan operasi jangka
pendek dan isu-isu taktis dalam diskusi mengenai implementasi dan adaptasi
strategi.
2.2.6. Test and Adapt
Sebagai tambahan selain melakukan rapat untuk mengevaluasi strategi dan
operasi, organisasi perlu untuk melaksanakan suatu rapat terpisah yang bertujuan
untuk menguji apakah asumsi yang digunakan untuk membangun strategi masih
valid digunakan. Hal penting yang dibahas dalam tahap ini adalah mengenai
apakah strategi yang ditetapkan oleh organisasi masih relevan jika diterapkan saat
ini. Berbagai perubahan yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal
organisasi tentu mendorong adanya suatu penyesuaian yang dilakukan secara
terus-menerus terhadap strategi organisasi. Melalui rapat untuk mengevaluasi dan
memperbaharui strategi, organisasi memiliki akses tambahan data yang berasal
dari dashboard operasi dan matriks bulanan Balanced Scorecard, informasi baru
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
36
Universitas Indonesia
mengenai perubahan lingkungan kompetitif dan regulasi, serta ide atau peluang
baru yang dikontribusikan oleh karyawan.
2.3. Permasalahan dalam Penyusunan dan Implementasi Balanced
Scorecard
Kaplan dan Norton (2000) mengungkapkan mengenai tiga isu yang dapat
menyebabkan kegagalan (pitfall) dalam adopsi Balanced Scorecard yang
dilakukan oleh beberapa organisasi atau entitas nonprofit. Tiga kelompok
permasalahan yang menghambat penciptaan Strategy-Focused Organizations
tersebut adalah:
1. Transitional Issues
Permasalahan transisional terjadi saat terjadi perubahan yang sangat
drastis dalam organisasi. Beberapa organisasi yang sebelumnya telah menerapkan
Balanced Scorecard dengan baik, terkadang mengalami akuisisi atau merger,
sementara tim manajemen senior dalam organisasi baru tidak memiliki
ketertarikan terhadap pendekatan baru (Balanced Scorecard) dan
mengabaikannya. Masalah lainnya adalah saat organisasi menerapkan strategi
minimalisasi biaya, maka pendekatan Balanced Scorecard yang membutuhkan
dana dalam jumlah cukup banyak dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu
dilakukan. Permasalahan lainnya adalah saat Balanced Scorecard dianggap
memenangkan perang lokal namun kalah dalam perang yang lebih besar.
Maksudnya adalah kondisi dimana Balanced Scorecard mampu memberikan
umpan balik bahwa strategi yang sedang diterapkan oleh direktur organisasi salah,
hal ini berarti Balanced Scorecard mampu memberikan gambaran kepada
organisasi mengenai kesalahan strategi. Namun demikian, hal ini kemudian
menyebabkan direktur lama dipecat dan digantikan dengan yang baru, dan
direktur baru tidak memiliki ketertarikan terhadap Balanced Scorecard sehingga
menyebabkan organisasi tidak menggunakannya lagi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
37
Universitas Indonesia
2. Design Failures
Beberapa kegagalan terjadi karena organisasi membangun Balanced
Scorecard yang buruk. Contoh yang ada, adalah ketika terlalu sedikit ukuran yang
digunakan (satu atau dua untuk setiap perspektif) dan gagal menyeimbangkan
outcome yang ingin dicapai dengan performance drivers untuk menciptakan
outcome tersebut, atau sebaliknya terlalu banyak ukuran yang digunakan dan tidak
pernah mengidentifikasi hal-hal yang penting. Terutama organisasi yang
membangun KPI Scorecards, yang tidak dapat membantu pencapaian
performance breakthroughs, namun hanya meningkatkan performa operasional.
Begitu pula dengan Stakeholder Scorecards yang hanya fokus pada
mempertahankan kepuasan konsumen, karyawan, supplier, dan komunitas
biasanya kurang memiliki suatu strategi untuk menciptakan keunggulan yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Kegagalan juga dapat terjadi
saat unit bisnis dan unit pendukung tidak berhubungan (aligned) dengan strategi
secara keseluruhan.
3. Process Failures
Kegagalan yang paling umum terjadi adalah proses organisasi yang buruk.
Setidaknya terdapat tujuh tipe kesalahan proses dalam Balanced Scorecard, yaitu
kurangnya komitmen dari manajemen senior terhadap pelaksanaan proyek, terlalu
sedikit individu yang terlibat dalam pembangunan Balanced Scorecard, menjaga
scorecard hanya di level atas organisasi, proses pengembangan yang terlalu
panjang (dianggap sebagai suatu proyek dalam satu waktu atau tidak
berkesinambungan), memperlakukan Balanced Scorecard sebagai suatu proyek
sistem, mempekerjakan konsultan yang tidak handal, dan memperkenalkan
scorecard hanya sebagai alat pendekatan perhitungan kompensasi.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
38 Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM BANK INDONESIA
3.1. Profil Bank Indonesia1
3.1.1. Sejarah Bank Indonesia
Sejarah perkembangan dunia perbankan di Indonesia dimulai sejak zaman
penjajahan Hindia Belanda, dimana pada saat itu kondisi keuangan Hindia
Belanda dianggap membutuhkan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran
serta didukung oleh kebutuhan para pengusaha di Batavia. Hal ini ditindaklanjuti
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Nomor 28 mengenai Oktroi dan
Ketentuan-ketentuan mengenai De Javasche Bank (DJB). Kemudian pada 24
Januari 1828 berdasarkan Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda
Nomor 25 ditetapkan Akte Pendirian DJB sekaligus menjadi cikal bakal bank
sirkulasi di nusantara. Pada periode revolusi kemerdekaan (1945-1950) terdapat
dua bank yang bertugas sebagai bank sirkulasi, yaitu DJB dan Bank Nasional
Indonesia (BNI) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2/1946. Mata uang yang berlaku pada saat itu adalah mata
uang Belanda dan Jepang yang kemudian digantikan oleh ORI (Oeang Repoeblik
Indonesia). Sementara itu, pada tahun 1951, setelah diadakannya Konferensi Meja
Bundar yang kemudian mengakhiri Agresi Militer Belanda II, diterbitkanlah
Undang-Undang Nomor 24 tahun 1951untuk menasionalisasi DJB hingga menjadi
suatu lembaga yang kini dikenal sebagai Bank Indonesia. Sedangkan BNI 1946
diubah fungsinya menjadi bank pembangunan.
Pada tahun 1953, pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 11 tahun
1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia. Dalam Undang-
Undang tersebut dijelaskan bahwa Bank Indonesia (BI) didirikan dengan tujuan
1 Keterangan mengenai profil Bank Indonesia ini diperoleh melalui hasil pengolahan informasiyang didapatkan dalam publikasi profil Bank Indonesia dari situs resmi BI (www.bi.go.id),Laporan Keuangan Tahunan BI tahun 2011, Undang-Undang BI, Indonesian Banking Booklet(Vol. 8, March 2011), serta materi perkuliahan Kebanksentralan dari Pusat Pendidikan dan StudiKebanksentralan-BI yang disampaikan di FEUI
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
39
Universitas Indonesia
untuk menggantikan De Javasche Bank N.V. sekaligus berperan sebagai bank
sentral Indonesia. Kedudukan BI pada saat itu sebagai badan hukum milik negara
menjadikan BI berhak melakukan tugas-tugas berdasarkan Undang-Undang Bank
Sentral. Tugas yang diemban oleh BI pada saat itu adalah menjaga stabilitas
rupiah, menyelenggarakan peredaran uang di Indonesia, memajukan
perkembangan urusan kredit, dan melakukan pengawasan pada urusan kredit
tersebut. Adapun hubungan BI dengan pemerintah pada saat itu telah ditetapkan
sesuai dengan UU No. 11 tahun 1953 (sekaligus mencabut De Javasche Bankweet
1922 dan UU tanggal 31 Maret 1922), bahwa BI wajib menyelenggarakan kas
umum negara dan berperan sebagai pemegang kas pemerintah Republik Indonesia
(RI). Selain itu, BI juga memberikan uang muka dalam rekening koran kepada
pemerintah. Berdasarkan pasal 21 UU tersebut, pimpinan BI adalah Dewan
Moneter, Direksi, dan Dewan Penasihat. Sementara Dewan Moneter terdiri atas
Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, dan Gubernur BI yang bertugas
menetapkan kebijakan umum moneter dan memberikan petunjuk kepada direksi
berkaitan dengan kebijakan bank.
Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 tahun 1968 mengenai Bank Sentral yang sekaligus mencabut Undang-
Undang Nomor 11 tahun 1953. Berdasarkan UU No. 13 tahun 1968, tugas pokok
Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai
rupiah; mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas
kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sementara peran Dewan
Moneter masih sama dengan yang telah diatur dalam undang-undang sebelumnya.
Pada tahun 1999, negara Indonesia mengalami gejolak perekonomian yang
cukup keras yang disebabkan dampak kondisi ekonomi global pada saat itu. Bank
Indonesia merupakan lembaga tinggi negara yang mengalami perubahan cukup
drastis akibat krisis moneter pada saat itu. Status dan peranan Bank Indonesia
berdasarkan UU No. 13 tahun 1968 dianggap sudah tidak sesuai lagi untuk
menghadapi tuntutan perkembangan dan dinamika perekonomian nasional dan
internasional, untuk itulah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999
tanggal 17 Mei 1999 tentang Bank Indonesia. Perubahan mendasar yang
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
40
Universitas Indonesia
dilakukan adalah status bank sentral yang independen yang diberikan kepada
Bank Indonesia. Dengan demikian BI bebas dari campur tangan pemerintah
dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang. Selain itu tugas BI yang diarahkan pada satu sasaran (single
objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam hal ini
Bank Indonesia masih tetap didukung oleh tiga pilar utama lainnya yaitu
pengendalian moneter dengan prinsip kehati-hatian, pengaturan sistem
pembayaran yang cepat dan tepat, serta pengawasan sistem perbankan dan
keuangan yang sehat. Perubahan lainnya adalah keputusan untuk menghapus
Dewan Moneter, sehingga tugas pengelolaan moneter sepenuhnya berada pada
Bank Indonesia.
Penerapan UU No. 23 tahun 1999 dinilai masih mengalami beberapa
kelemahan, salah satunya mengenai independensi Bank Indonesia yang dinilai
terlalu luas. Dengan menitikberatkan pada koordinasi yang lebih baik antara
penyusunan kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan sektor riil, serta
terwujudnya prinsip keseimbangan antara independensi Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan wewenangya dengan pengawasan dan tanggung jawab
atas kinerjanya yang harus memenuhi akuntabilitas publik yang transparan,
dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian dengan mengubah dan
menyempurnakan UU. No. 23 tahun 1999. Pemerintah melakukan amandemen
dengan menetapkan UU No. 3 tahun 2004 sebagai jawabannya. Selain berkaitan
dengan independensi, beberapa poin penting yang diubah adalah pembentukan
lembaga pengawasan bank yang mengawasi sektor jasa keuangan secara
independen selambat-lambatnya 31 Desember 2010, dan pembentukan Badan
Supervisi terhadap Bank Indonesia untuk membantu DPR dalam melaksanakan
fungsi pengawasannya.
Goncangan krisis ekonomi secara global pada tahun 2008 kemudian
mendorong pemerintah untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas UU No. 23
tahun 1999. Peraturan ini membahas mengenai kredit atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada bank untuk mengatasi
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
41
Universitas Indonesia
kesulitan pendanaan jangka pendek. Kebijakan ini terjadi karena pelaksanaan
fungsi Bank Indonesia sebagai the Lender of the Last Resort (LoLR) melalui
pemberian fasilitas kredit pada bank yang mengalami kesulitan pendanaan jangka
pendek (FPJP) dan dijamin dengan agunan berkualitas tinggi dan mudah dicairkan
terutama mengenai kriteria agunan dirasakan sudah tidak sejalan dengan kondisi
ekonomi pada saat itu. Pada tahun 1999, pemerintah kemudian menerbitkan
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 mengenai penetapan Perpu Nomor 2 tahun
2008.
3.1.2. Landasan Hukum
Landasan hukum pertama Bank Indonesia telah diamanatkan sesuai
dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Pendirian Bank
Indonesia memiliki landasan hukum sebagaimana telah diatur di dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah
mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun
2004 dan terakhir kali diamandemen menjadi Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6 tahun 2009. Penyusunan undang-undang tersebut mengacu pada
beberapa dasar hukum, yaitu:
Pasal 23 D UUD 1945 (Amandemen keempat, tahun 2002),
“Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan
undang-undang”
TAP MPR No. X/MPR/1998 (Bab IV Huruf A Butir 1a)
“Penanggulangan krisis di bidang ekonomi bertujuan untuk mengatasi
krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan sasaran
terkendalinya nilai kurs rupiah pada tingkat yang wajar, tersedianya
kebutuhan sembilan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga yang
terjangkau serta berputarnya roda perekonomian nasional.
Agenda yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
42
Universitas Indonesia
a. Mewujudkan nilai tukar rupiah yang stabil dan wajar melalui
pemilihan dan penetapan sistem nilai tukar untuk mengendalikan
fluktuasi kurs. Karena itu, perlu diambil tindakan alternatif dari
kebijakan yang telah dilaksanakan. Otoritas moneter harus
membangun sistem kelembagaan yang kuat dan independen yang
dikukuhkan oleh Undang-undang tentang Bank Sentral yang memuat
substansi mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan devisa, yang
paling sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang.
TAP MPR No. XVI/MPR/1998 (Pasal 9)
“Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat,
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur
tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerjanya dapat diawasi
dan dipertanggungjawabkan.”
3.1.3. Visi, Misi, Nilai Strategis, dan Sasaran Strategis
Visi
“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang
dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil.”
Misi
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan.”
Dalam rangka mencapai visi dan misi tersebut, BI menetapkan nilai-nilai
strategis yang terdiri atas Kompetensi - Integritas - Transparansi - Akuntabilitas –
Kebersamaan atau dikenal dengan sebutan (KITA - Kompak).
Selain itu Bank Indonesiamenetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang,
yaitu :
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
43
Universitas Indonesia
1. Terpeliharanya Kestabilan Moneter
2. Terpeliharanya Stabilitas Sistem Keuangan
3. Terpeliharanya kondisi keuangan Bank Indonesia yang sehat dan akuntabel
4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen moneter
5. Memelihara SSK: (i) melalui efektifitas pengaturan dan pengawasan bank,
surveillance sektor keuangan, dan manajemen krisis serta (ii) mendorong
fungsi intermediasi
6. Memelihara keamanan dan efisiensi sistem pembayaran
7. Meningkatkan kapabilitas organisasi, SDM dan sistem informasi
8. Memperkuat institusi melalui good governance, efektivitas komunikasi dan
kerangka hukum
9. Mengoptimalkan pencapaian dan manfaat inisiatif Bank Indonesia.
3.1.4. Tujuan dan Status Bank Indonesia
Tugas Bank Indonesia diarahkan untuk mencapai satu tujuan tunggal
(single objective), yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Stabilitas nilai rupiah dalam hal ini terdiri atas dua komponen, yaitu stabilitas
rupiah terhadap harga barang dan jasa (stabilitas domestik/nasional) serta
stabilitas rupiah dibandingkan dengan mata uang negara lain (stabilitas
internasional). Kestabilan nilai rupiah terhadap harga barang dan jasa tercermin
dalam laju inflasi, sedangkan kestabilan terhadap mata uang negara lain tercermin
dalam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Terhitung sejak tahun 2005,
Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai
sasaran utamanya, atau yang dinamakan dengan Inflation Targeting Framework
serta menganut nilai tukar mengambang (free floating). Tujuan tunggal yang
dianut oleh Bank Indonesia berbeda dengan multi-tujuan yang harus dicapai oleh
Bank Indonesia sebelum reformasi, yaitu untuk menjaga stabilitas nilai rupiah
serta berperan sebagai kas negara. Tujuan tunggal yang kini dianut oleh Bank
Indonesia sendiri memberikan kejelasan bagi Bank Indonesia untuk fokus dalam
pemeliharaan stabilitas nilai rupiah.
Status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral telah
mengalami perubahan pasca reformasi. Sebelum reformasi, status Bank Indonesia
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
44
Universitas Indonesia
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 1968 menyatakan bahwa BI
termasuk ke dalam Pemerintah di bawah Departemen Keuangan. Sementara itu
Dewan Moneter berperan melakukan perencanaan dan penetapan kebijakan
moneter dan peran Bank Indonesia adalah melaksanakan kebijakan moneter yang
telah disusun oleh Dewan Moneter tersebut. Setelah reformasi, status, kedudukan
dan peranan Bank Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1999
yang memberikan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral
yang melaksanakan fungsi otoritas moneter. BI ditetapkan sebagai suatu lembaga
negara yang independen dan tidak berada dalam campur tangan pemerintah/pihak
lainnya. Hubungan pemerintah dan BI terbatas pada koordinasi dalam penetapan
dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
3.1.5. Tugas Pokok
Instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mencapai
tujuan tunggalnya yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah disebut
dengan tugas pokok Bank Indonesia. Ada tiga pilar utama tugas pokok BI yang
dilaksanakan guna mencapai tujuan tunggal Bank Indonesia yang digambarkan
sebagai berikut:
3.1. Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Sumber: www.bi.go.id diunduh pada tanggal 14 September 2012 pukul 10.03 WIB
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
45
Universitas Indonesia
1. Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Pilar pertama yang kokoh menjaga tujuan tunggal Bank Indonesia adalah
penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Kebijakan ini berkaitan dengan
pengaturan jumlah uang beredar guna menjaga tingkat inflasi yang dikenal dengan
Inflation Targeting Framework. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, terdapat
beberapa upaya yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
OPT merupakan salah satu instrumen pengendalian moneter
dengan cara mengatur jumlah uang beredar. Mekanisme pengendalian
uang primer melalui OPT dilakukan melalui penjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), pembelian surat berharga, serta intervensi dalam pasar
valuta asing.
b. Penetapan Cadangan Wajib Minimum (Minimum Requirement Reserve)
Pengaturan Giro Wajib Minimum ditetapkan dalam Peraturan
Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Kebijakan
ini merupakan instrumen penentuan pencadangan sejumlah aktiva lancar
oleh setiap bank kepada Bank Indonesia, yang besarannya dihitung
berdasarkan persentase kewajiban segeranya. Pengendalian moneter
dapat dilakukan oleh BI dengan menaikkan atau menurunkan besaran
Giro Wajib Minimum yang harus dicadangkan oleh setiap bank.
c. Penetapan Tingkat Diskonto (Discount Rate)
Instrumen ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam
menjalankan fungsinya sebagai Lender of the Last Resort. Kebutuhan
perbankan dalam memiliki buffer untuk menyerap risiko saat terjadi
guncangan dalam kondisi perekonomian atau terkena dampak krisis
membuat BI berkepentingan untuk menciptakan mekanisme pertahanan
perbankan yang kuat.
Analisis penerapan..., Novita Dwi Maharani, FE UI, 2013
46
Universitas Indonesia
d. Pengaturan Kredit atau Pembiayaan
Merupakan kebijakan penetapan pertumbuhan atas penyaluran
kredit atau pembiayaan oleh lembaga perbankan secara keseluruhan yang