BAB II
PAGE ISSN : 1858-330X
PEWILAYAHAN TIPE HUJAN DAN ZONA PRAKIRAAN IKLIM (ZPI)
KABUPATEN BONE SULAWESI SELATANNasrul, I., Wena AstykaJurusan
Fisika Universitas Negeri MakassarAbstrak
Telah dilakukan penelitian survey untuk mexmbuat pewilayahan
tipe hujan dan zona prakiraan iklim di Kabupaten Bone. Penelitian
ini menggunakan data curah hujan dasarian tahun 1976-2006 dari 26
pos hujan yang tersebar di kabupaten Bone. Data tersebut diperoleh
dari stasiun Klimatologi Klas I Maros. Penelitian ini menggunakan
metode clustering di mana tiap-tiap pos hujan dikelompokkan menurut
jumlah curah hujan yang hampir sama, dan akan menjadi cluster lain
ketika menunjukkan selisih curah hujan yang signifikan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa di kabupaten Bone terdapat enam
cluster di mana masing-masing cluster dibedakan berdasarkan jumlah
curah hujan rata-rata dasarian. Pola curah hujan pada semua cluster
adalah pola curah hujan lokal.
KATA KUNCI : Curah hujan, Tipe Hujan, Zona Iklim, Cluster,
DasarianI. LATAR BELAKANGWilayah Indonesia umumnya mendapat curah
hujan yang melimpah pada saat monsun barat terjadi, yaitu sekitar
bulan Desember, Januari, dan Februari, pada saat itulah dapat
dikatakan Indonesia sedang mengalami musim hujan, dan sebaliknya
akan mendapat sangat sedikit curah hujan pada saat monsun timur
terjadi, yaitu sekitar bulan Juni, Juli, dan Agustus, dan pada saat
itu Indonesia sedang mengalami musim kemarau. Pola hujan seperti
inilah yang disebut sebagai pola curah hujan jenis monsun.Bone
merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan, termasuk dalam
wilayah IV BMG. Secara geografi, kabupaten Bone terletak pada
koordinat antara 4443 - 5845 Lintang Selatan dan 119493 - 112259
Bujur Timur, di mana sebelah utara dibatasi oleh: kabupaten Wajo
dan Soppeng, sebelah selatan: kabupaten Sinjai dan Gowa, sebelah
barat: kabupaten Maros, Pangkep dan Barru, dan sebelah timur: teluk
Bone.(www.sulsel.go.id) Luas wilayah kabupaten ini adalah 4.559 km.
Topografi wilayah keadaan alam terdiri dari tiga dimensi, yaitu
wilayah pegunungan dengan ketinggian antara 150 m350 m dari
permukaan laut, wilayah dataran rendah dan wilayah pantai. Iklim
wilayah kabupaten ini termasuk daerah beriklim sedang dengan
kelembaban udara sekitar 95 % 99 % , temperatur berkisar 26C 43C.
Pada periode AprilSeptember bertiup angin timur yang membawa hujan,
sedang periode OktoberMaret bertiup angin barat yang bersifat
kering. Rata-rata curah hujan tahunan bervariasi, yaitu rata-rata
0-3000 mm.(www.bppmd-sulsel.go.id)Kajian berikut ini akan membahas
tentang karakteristik hujan, awal dan panjang musim, serta
bagaimana pola curah hujan di kabupaten Bone. II. KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Hujan
Cuaca adalah keadaan fisik atmosfer pada suatu saat (waktu
tertentu) di suatu tempat, yang dalam waktu singkat (pendek)
berubah keadaannya, seperti panasnya, kelembabannya, atau gerak
udaranya. Sedangkan iklim adalah keadaan atmosfer dalam waktu yang
lama (jangka panjang), meliputi wilayah yang luas. Dewasa ini data
dan informasi iklim sangat berperan dalam mendukung keberhasilan
kegiatan berbagai sektor, khususnya di sektor pertanian. Di daerah
tropis seperti Indonesia salah satu unsur iklim yang sangat
berperan adalah curah hujan karena curah hujan merupakan unsur
iklim yang mempunyai variasi cukup tinggi dalam skala ruang dan
waktu. Segala bentuk jatuhan dari langit disebut hidrometeor. Hujan
merupakan salah satu unsur hidrometeor. Hujan didefinisikan sebagai
tetes dengan diameter lebih dari 0,5 mm, intensitasnya lebih dari
1,25 mm/jam. Tetes hujan dapat mengurangi visibility (jarak
pandang) terutama hujan lebat. Jika diameter tetes kurang dari 0,5
mm, tampak mengapung mengikuti arus udara maka disebut virga,
intensitasnya kurang dari 1 mm/jam.
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi
kehidupan di bumi. Curah hujan didefinisikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan kumulatif merupakan jumlah
hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Jumlah
curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm).
Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi
permukaan 1 mm dengan catatan air tersebut tidak meresap ke dalam
tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono,2004:17).a. Jenis
hujan
Ada tiga jenis hujan, yaitu :
1. Hujan konvektif
Terjadi akibat adanya pemanasan radiasi matahari, udara di
permukaan akan memuai dan naik ke atas. Udara yang naik ini terus
mengalami penurunan suhu, dan sampai ketinggian tertentu mengalami
kondensasi. Gerakan vertikal udara lembab yang mengalami kondensasi
dengan cepat akan menghasilkan hujan deras. Awan Cumulonimbus (Cb)
yang terjadi pada umumnya mencakup daerah yang relatif kecil
sehingga hujan deras berlangsung dalam waktu singkat.
Gambar 1. proses terjadinya hujan konvektif
(http://www.gov.mb.ca)2. Hujan orografi
Gambar 2. proses terjadinya hujan orografi
(http://coolweather.co.uk)Jika gerakan udara melalui pegunungan
atau bukit yang tinggi, maka udara akan dipaksa naik. Setelah
terjadi kondensasi, tumbuh awan pada lereng di atas angin (windward
side) dan hujannya disebut hujan orografik, sedang pada lereng di
bawah angin (leeward side) udara yang turun akan mengalami
pemanasan dengan sifat kering, dan daerah ini disebut daerah
bayangan hujan.
3. Hujan konvergensi dan frontal
Jika ada konvergensi pada arus udara horisontal dari massa udara
yang besar dan tebal, maka akan terjadi gerakan ke atas. Kenaikan
udara di daerah konvergensi dapat menyebabkan pertumbuhan awan dan
hujan.Jika dua massa udara yang konvergen horisontal mempunyai suhu
dan massa jenis berbeda, maka massa udara yang lebih panas akan
dipaksa naik di atas massa udara dingin. Bidang batas antara kedua
massa udara yang berbeda sifat fisisnya disebut front.b. Pola Curah
HujanSeperti yang telah kita ketahui bahwa distribusi curah hujan
di Indonesia sangat bervariasi dalam skala ruang dan waktu. Ini
disebabkan oleh faktor posisi geografis, topografi, dan sirkulasi
global di wilayah Indonesia. Ditinjau dari pola distribusi curah
hujan di Indonesia, secara umum terdapat tiga pola curah hujan,
yaitu:1. Pola curah hujan monsunalPola monsunal terjadi akibat
adanya sirkulasi global (monsun) yang berganti arah rata-rata
setiap enam bulan di wilayah Indonesia yang dikenal dengan monsun
barat dan monsun timur. Musim hujan pada umumnya terjadi ketika
bertiup angin monsun barat, yaitu pada periode Oktober sampai Maret
dan musim kemarau ketika bertiup angin monsun timur, yaitu pada
periode April sampai September. Namun secara mikro di setiap daerah
periode musim hujan dan musim kemarau tidak selalu sama.
Karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan
bulanan berbentuk V dengan jumlah curah hujan minimum pada bulan
Juni, Juli, atau Agustus. Saat monsun barat jumlah curah hujan
berlimpah, sebaliknya saat monsun timur jumlah curah hujan sangat
sedikit. Monsun disebabkan oleh adanya efek pemanasan yang berbeda
antara benua dan lautan di sekitarnya yang berubah secara musiman.
Pada musim panas, benua mempunyai suhu lebih tinggi dari lautan di
sekitarnya dikarenakan sifat-sifat termalnya.
(Prawirowardoyo,1996:76)2. Pola curah hujan equatorialPola
equatorial berkaitan dengan pergeseran matahari yang melintas
equator dua kali dalam setahun. Oleh karena itu pola equatorial
umumnya terdapat di daerah yang terletak di sekitar equator. Pola
equatorial ditandai dengan terjadinya dua kali puncak hujan dalam
setahun, yaitu sekitar bulan Maret/April dan
September/Oktober.Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua
maksimum. Jumlah curah hujan maksimum terjadi setelah equinoks.
Tempat di daerah equator mempunyai pola curah hujan jenis ini,
yaitu sebagian besar Sumatera bagian utara dan barat, sebagian
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah bagian utara, Kalimantan Timur
bagian utara, Sulawesi Tengah dan Tenggara, sebagian besar Maluku,
dan sebagian besar Papua. Pengaruh monsun di daerah equator kurang
tegas dibandingkan pengaruh insolasi pada waktu equinoks. Equinoks
adalah kedudukan matahari tepat di atas equator, terjadi pada
tanggal 21 Maret dan 23 September.
Gambar 3. gambar peredaran semu matahari3. Pola curah hujan
lokal
Pola lokal berkaitan dengan posisi geografi dan topografi
setempat. Distribusi curah hujan bulanannya kebalikan dari jenis
monsun, yaitu bila daerah berpola monsun mengalami musim hujan maka
di daerah berpola lokal mengalami musim kemarau dan sebaliknya.
Daerah yang berpola lokal mempunyai distribusi curah hujan yang
cukup tinggi atau sangat rendah sepanjang tahun. Pola curah hujan
jenis lokal lebih banyak dipengaruhi oleh sifat lokal. Daerah yang
mempunyai jenis lokal meliputi sepanjang pantai barat Sumatera,
sebagian besar Kalimantan Barat, sekitar daerah Bogor, sebagian
pantai selatan Jawa Barat, sekitar Palu, dan bagian tengah
Papua.
Pola curah hujan tersebut dapat digunakan untuk menentukan awal
dan panjang musim wilayah. Musim didefinisikan sebagai rentang
waktu yang mengandung fenomena (nilai suatu unsur cuaca) yang
dominan atau mencolok (kamus besar bahasa Indonesia), contohnya
musim hujan adalah rentang waktu dimana hujan banyak terjadi.2.2
Zona Prakiraan Iklim (ZPI)
Zona prakiraan iklim adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya
memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan
musim hujan. Luas wilayah zona prakiraan iklim tidak selalu sama
dengan luas suatu wilayah administrasi pemerintahan. Satu wilayah
Zona Prakiraan Iklim (ZPI) biasanya terdiri dari beberapa
kabupaten, dan sebaliknya satu wilayah kabupaten bisa terdiri dari
beberapa ZPI. Dalam periode musim, rentang waktu ZPI adalah
rata-rata panjang musim pada masing-masing ZPI.2.3 Metode statistik
cluster
Analisis cluster merupakan teknik mereduksi informasi. Informasi
dari sejumlah objek akan direduksi menjadi sejumlah kelompok,
dimana jumlah kelompok lebih kecil dari jumlah objek. Objek-objek
yang sama dikelompokkan dalam satu kelompok sehingga mempunyai
tingkat kesamaan yang tinggi dibandingkan dengan objek dari
kelompok lain. Subash Sharma (1996), mendefinisikan analisis
cluster adalah cara untuk menyatukan objek ke dalam kelompok atau
grup dengan alasan bahwa setiap kelompok homogen mempunyai sifat
yang sama atau setiap kelompok berbeda dari kelompok lain,
pendefinisian kesamaan atau homogenitas kelompok yang ada sangat
bergantung kepada tujuan studi atau penelitian.Tujuan utama teknik
ini adalah melakukan pengelompokkan berdasarkan kriteria tertentu
sehingga objek-objek tersebut mempunyai variasi di dalam cluster
(within cluster) relatif kecil dibandingkan variasi antar cluster
(between cluster). Metode analisis cluster yang populer adalah
hierarchical method (metode hirarki) dan non hierarchical method
(metode non hirarki) atau positioning method. Dalam metode hirarki
pembagian kelompok dilakukan berdasarkan hirarki yang ada sehingga
jumlah kelompok data yang terbentuk sangat bergantung pada
karakteristik data, sedangkan pada metode non hirarki berlawanan
dengan metode hirarki yaitu jumlah kelompok ditentukan dahulu baru
kemudian data dibagi sesuai dengan jumlah kelompok yang telah
ditetapkan. Penelitian ini lebih sesuai dengan menggunakan metode
pengelompokan hierarchical method.Bagaimana pengelompokan data
curah hujan dengan menggunakan metode cluster ini? Dalam metode ini
komponen utama dari seluruh stasiun disusun dalam bentuk matriks
sebagai berikut:
StasiunData (dasarian)
1 2 3 ... n
1
2
...
K Z11 Z12 Z13 ... Z1n
Z21 Z22 Z23 ... Z2n
...
ZK1 ZK2 ZK3 ... ZKn
Selanjutnya dipandang tiap baris menyatakan vektor dalam ruang
n, maka selisih dua vektor menyatakan beda nilai komponen utama
dari kedua stasiun yang bersangkutan. Beda tersebut dinyatakan
dalam bentuk :
Di mana
dij : jarak euclid antara stasiun ke i dengan stasiun ke j
Zi : sifat dari stasiun ke i
Zj : sifat dari stasiun ke j
k : sifat yang menjadi perhatian
n : banyaknya sifat
Untuk menentukan jarak antar sub-sub kelompok digunakan dengan
jarak terjauh atau disebut dengan complete linkage dengan
notasi:
dengan dG1G2: jarak antara sub kelompok I (G1) dengan sub
kelompok II (G2)
max[dij]: jarak euclid maksimum antara stasiun ke i dengan
stasiun ke j
Penggabungan antar stasiun dilakukan dengan menggabungkan
stasiun yang satu dengan stasiun yang lain yang mempunyai jarak
euclid terkecil. Penggabungan ini dilakukan terus sampai didapat
satu kelompok besar yang berisi seluruh stasiun. Diagram yang
menunjukkan pengelompokan ini tergambar dalam dendogram.
Untuk menentukan jumlah kelompok optimum dapat dilihat dari
jarak euclid. Jika jarak euclid naik secara tajam maka proses
penggabungan dihentikan. Pada step inilah jumlah optimum diperoleh.
Proses pengelompokan digunakan paket program Statistika 5.7, modul
cluster analysis, sub modul Joining (tree clustering).III. METODE
PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
curah hujan rata-rata dasarian tahun 1976-2006 dari 26 pos
pengamatan hujan yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Bone.
Data diperoleh dari Stasiun Klimatologi Klas I Maros.
Gambar 5 peta jaringan pos hujan kabupaten BonePengolahan Data
dilakukan dengan menggunakan metode clustering yaitu mengelompokkan
pos-pos pengamatan hujan yang mempunyai kesamaan pola curah hujan
dasarian ke dalam sub-sub kelompok. Langkah-langkah pengerjaannya
adalah sebagai berikut :
1. data curah hujan semua tahun diolah ke dalam bentuk curah
hujan dasarian yaitu jumlah curah hujan selama sepuluh hari pertama
(tanggal 1 - 10) disebut dasarian I, sepuluh hari kedua (tanggal 11
20) disebut dasarian II, dan sisanya sebagai dasarian III dan
dicari harga rata-ratanya tiap dasarian. Hal ini dimaksudkan bahwa
untuk keperluan pertanian diperlukan analisis yang lebih detail
daripada menggunakan data curah hujan bulanan.2. Pengelompokan
Data rata-rata curah hujan dasarian semua pos hujan diolah
dengan menggunakan software cluster analysis sub modul joining.
Grafik hasil pengelompokan ini disebut dendogram. Kemudian pos-pos
hujan tersebut dikelompokkan menjadi beberapa cluster. Jumlah
cluster ditentukan dari gambar plot jarak antar kelompok tipe
hujan. Jumlah kelompok optimum dilihat dari jarak euclid
masing-masing step. Jika jarak euclid naik secara tajam maka proses
penggabungan dihentikan. Pada step inilah jumlah optimum diperoleh.
Sedangkan untuk melihat anggota masing-masing cluster dilihat dari
dendogram dengan ketentuan yang mempunyai jarak berdekatan
dikelompokkan menjadi satu cluster.
3. Pola curah hujan wilayah
Dari titik-titik pos hujan sebagai anggota kelompok dibuat
poligon yang menyatakan daerah yang mempunyai pola hujan yang sama.
Pola curah hujan dasarian wilayah diperoleh dengan menghitung
rata-rata curah hujan dasarian dari stasiun-stasiun yang tergabung
dalam satu poligon. Sehingga pada step ini diperoleh rata-rata
curah hujan dasarian tiap kelompok.4. Pemetaan wilayah hujan
Untuk memperoleh gambaran secara spasial dilakukan pemetaan pos
hujan ke dalam peta sesuai dengan kategori kelompoknya.
5. Awal dan panjang musim wilayah
Berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh BMG, awal musim hujan
ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian telah lebih dari 50 mm
dan diikuti minimal dua dasarian berikutnya, sebaliknya awal musim
kemarau ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian kurang dari 50
mm dan diikuti minimal dua dasarian berikutnya. Panjang musim hujan
adalah jumlah dasarian antara awal musim hujan sampai dengan awal
musim kemarau berikutnya, sedangkan panjang musim kemarau adalah
jumlah dasarian antara awal musim kemarau sampai dengan awal musim
hujan berikutnya.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengelompokan tipe hujan dilakukan berdasarkan data rata-rata
curah hujan dasarian tahun 1976-2006 dengan menggunakan software
statistik cluster. Dendogram hasil pengelompokan dari 26 pos hujan
menggunakan model clustering disajikan pada gambar 6.
Gambar 6. Dendogram pengelompokan tipe hujan
Plot jarak antar kelompok tipe hujan pada setiap langkah dari 26
pos hujan disajikan pada gambar 7.
Gambar 7. plot jarak antar kelompok tipe hujan
Analisis ini menghasilkan 6 kelompok tipe hujan di Kabupaten
Bone. Grafik rata-rata curah hujan dasarian pada keenam kelompok
tipe hujan tersebut disajikan pada tabel 1.
Peta pembagian cluster di kabupaten Bone disajikan pada gambar
8.
Gambar 8. peta pembagian zona prakiraan iklimTabel 1 distribusi
pos hujan dan karakteristik curah hujan rata-rata dasarian untuk
setiap cluster
No. clusterNama pos hujanKarakteristik curah hujan rata-rata
dasarian
1AmaliJumlah curah hujan rata-rata dasarian maksimum 453 mm pada
dasarian I Mei dan minimum 0 mm pada dasarian I dan II Agustus, I
dan III September, I Oktober
2Awangpone (AWGPONE), Bontocani (BTCANNI), BPP Lappariaja (LPP),
dua Boccoe (BOCC), Palakka (PLK), Talungeng (TLGG), Selli,
UnnyiJumlah curah hujan rata-rata dasarian maksimum 104 mm pada
dasarian I Mei dan minimum 16 mm pada dasarian II Oktober.
3BPP Kahu, Diperta Watangpone (WTGPONE), Manera (MNR), PG
Camming (PGCAM), Pattirobajo (PTBAJJO), TonraJumlah curah hujan
rata-rata dasarian maksimum 145 mm pada dasarian I Mei dan minimum
9 mm pada dasarian I Oktober.
4Bake_Ale, Barebbo (BRB), Jaling, Lanca, PG. Arasoe (PG.ARS),
UnraJumlah curah hujan rata-rata dasarian maksimum 163 mm pada
dasarian I Mei dan minimum 25 mm pada dasarian II Oktober.
5Mare, Pacciro (PCC), Pompanua (PPNUA), PonreJumlah curah hujan
rata-rata dasarian maksimum 218 mm pada dasarian III Mei dan
minimum 4 mm pada dasarian III Agustus, dan dasarian I Oktober.
6Biccoin (BCC)Jumlah curah hujan rata-rata dasarian maksimum 390
mm pada dasarian I Mei dan minimum 2 mm pada dasarian II
September.
Berikut ini adalah rata-rata periode musim kemarau pada tiap
cluster :
Tabel 2. rata-rata periode musim kemarau pada tiap clusterDaerah
clusterAwal musimAkhir musimPanjang musim (dasarian)Jumlah curah
hujan (mm)
Cluster 1Juni IIIMaret III28629
Cluster 2Agustus IFebruari INovember IIIMaret I12
4281
181
Cluster 3Agustus IMaret II23643
Cluster 4September INovember I740
Cluster 5Juli IMaret III27538
Cluster 6Juli IIJanuari I18473
Sedangkan rata-rata periode musim hujan pada tiap-tiap cluster
disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 3. rata-rata periode musim hujan pada tiap clusterDaerah
clusterAwal musimAkhir musimPanjang musim (dasarian)Jumlah curah
hujan (mm)
Cluster 1April IJuni II81020
Cluster 2Desember I
Maret IIIJanuari III
Juli III6143471059
Cluster 3Maret IIIJuli III131239
Cluster 4November IIAgustus III292526
Cluster 5April IJuni III9864
Cluster 6Januari IIJuli I182738
PEMBAHASAN Pengelompokan pos-pos hujan dan
pemetaannyaBerdasarkan gambar plot jarak antar kelompok tipe hujan
tampak adanya enam kenaikan jarak yang signifikan, sehingga di
kabupaten Bone terdapat enam cluster/kelompok tipe hujan. Dari
dendogra, dapat diketahui pengelompokan pos-pos hujan pada
masing-masing cluster, seperti yang tertera pada tabel 1.
Pada gambar 8 menunjukkan pembagian zona prakiraan iklim di
kabupaten Bone. Cluster 1 terletak di bagian utara, cluster 2
terpisah menjadi empat bagian yang terletak di sebelah utara,
barat, timur, dan selatan, cluster 3 terbagi atas dua bagian yaitu
di sebelah timur dan selatan, cluster 4 terletak di bagian tengah
utara, cluster 5 ada tiga bagian yang terletak di sebelah utara,
barat, dan tengah timur, dan cluster 6 terletak di bagian selatan
kabupaten Bone.
Pada hasil pemetaan ZPI, ada cluster yang letaknya terpisah, ini
dikarenakan adanya faktor lokal yang cukup dominan yang turut
mempengaruhi distribusi curah hujan pada daerah setempat, yaitu
faktor topografi setempat. Satu contoh, daerah yang terletak di
windward side mendapat curah hujan yang lebih banyak daripada
daerah leeward side.
Distribusi curah hujan rata-rata pada masing-masing cluster
Dari tabel 1. tampak bahwa distribusi curah hujan rata-rata pada
cluster 1, 5, dan 6 lebih tinggi daripada cluster 2, 3, dan 4.
Daerah yang terletak di daerah pantai mendapat curah hujan yang
cukup banyak karena adanya efek pemanasan dari air laut, jenis
hujannya adalah hujan konvektif. Cluster 6 adalah daerah yang
mempunyai karakteristik ini. Sedang daerah yang terletak dekat
pegunungan, distribusi curah hujan rata-ratanya juga cukup banyak
karena pengaruh orografi, jenis hujannya adalah hujan orografi.
Daerah yang mempunyai karakteristik ini adalah cluster 1 dan
cluster 5. Lain halnya dengan cluster 2, 3, dan 4, daerah ini
jumlah curah hujan rata-ratanya lebih rendah. Ini karena sebagian
besar daerah cluster tersebut terletak di daerah dataran rendah di
mana daerah dataran rendah mendapatkan sedikit curah hujan.
Rata-rata periode musim
Dari tabel 2, rata-rata awal musim kemarau paling cepat adalah
pada dasarian III Juni terjadi pada daerah cluster 1, diikuti oleh
daerah cluster 5 pada dasarian I Juli, cluster 6 pada dasarian II
Juli, cluster 2 dan 3 pada dasarian I Agustus, dan terakhir cluster
4 pada dasarian I September.
Panjang musim kemarau dan jumlah curah hujan pada musim kemarau
bervariasi pada masing-masing cluster.Sedangkan berdasarkan tabel
3, rata-rata awal musim hujan paling cepat adalah pada daerah
cluster 6 yaitu pada dasarian II Januari, diikuti oleh daerah
cluster 2 dan 3 pada dasarian III Maret, cluster 1 dan 5 pada
dasarian I April, dan terakhir cluster 4 pada dasarian II Nopember
.
Panjang musim hujan bervariasi dengan jumlah curah hujan
rata-rata lebih dari 1000 mm, kecuali pada daerah cluster 5.Periode
musim pada cluster 1
Dari grafik 1, tampak bahwa jumlah curah hujan rata-rata kurang
dari 50 mm terjadi pada dasarian III Juni - dasarian III Maret
dengan curah hujan minimum terjadi pada bulan Agustus - September.
Sedang untuk jumlah curah hujan rata-rata lebih dari 50 mm terjadi
pada dasarian I April - dasarian II Juni. Pola curah hujannya
adalah pola curah hujan lokal.
Grafik 1. distribusi CH rerata dasarian cluster 1
Periode musim pada cluster 2
Grafik 2. distribusi CH reta dasarian cluster 2
Dari grafik 2, tampak bahwa jumlah curah hujan rata-rata kurang
dari 50 mm terjadi pada dasarian I Agustus - dasarian III November
dan dasarian I Februari - dasarian I Maret dengan curah hujan
minimum terjadi pada bulan September - Oktober. Sedang untuk jumlah
curah hujan rata-rata lebih dari 50 mm terjadi pada dasarian I
Desember - dasarian III Januari dan pada dasarian III Maret
dasarian III Juli. Pola curah hujannya adalah pola curah hujan
lokal.Periode musim pada cluster 3Dari grafik 3, tampak bahwa
jumlah curah hujan rata-rata kurang dari 50 mm terjadi pada
dasarian I Agustus - dasarian II Maret dengan curah hujan minimum
terjadi pada bulan Agustus - Oktober. Sedang untuk jumlah curah
hujan rata-rata lebih dari 50 mm terjadi pada dasarian III Maret -
dasarian II Juli. Pola curah hujannya adalah pola curah hujan
lokal. Grafik 3. distribusi CH rata-rata dasarian cluster 3
Periode musim pada cluster 4
Grafik 4. distribusi CHrata-rata dasarian cluster 4
Dari grafik 4, tampak bahwa jumlah curah hujan rata-rata kurang
dari 50 mm terjadi pada dasarian I September - dasarian I November
dengan curah hujan minimum terjadi pada bulan September - Oktober.
Sedang untuk jumlah curah hujan rata-rata lebih dari 50 mm terjadi
pada dasarian II November - dasarian III Agustus. Pola curah
hujannya adalah pola curah hujan lokal.
Periode musim pada cluster 5Dari grafik 5, tampak bahwa jumlah
curah hujan rata-rata kurang dari 50 mm terjadi pada dasarian I
Juli - dasarian III Maret dengan curah hujan minimum terjadi pada
bulan Agustus - September. Sedang untuk jumlah curah hujan
rata-rata lebih dari 50 mm terjadi pada dasarian I April - dasarian
III Juni. Pola curah hujannya adalah pola curah hujan lokal.
Grafik 5. distribusi CH rerata dasarian cluster 5
Periode musim pada cluster 6
Grafik 6. distribusi CH rata-rata dasarian cluster 6
Dari grafik 6, tampak bahwa jumlah curah hujan rata-rata kurang
dari 50 mm terjadi pada dasarian II Juli - dasarian I Januari
dengan curah hujan minimum terjadi pada bulan Agustus - September.
Sedang untuk jumlah curah hujan rata-rata lebih dari 50 mm terjadi
pada dasarian II Januari - dasarian I Juli. Pola curah hujannya
adalah pola curah hujan lokal.
V. KESIMPULAN1. Berdasarkan jumlah curah hujan rata-rata
dasarian tahun 1976-2006 dari 26 pos hujan, peta pewilayahan tipe
hujan di kabupaten Bone menghasilkan enam cluster, dimana
masing-masing cluster mempunyai distribusi curah hujan yang
berbeda.
2. Awal dan panjang musim hujan dan musim kemarau di kabupaten
Bone bervariasi karena adanya pengaruh faktor lokal yang cukup
dominan.
3. Cluster 1 sampai cluster 6 mempunyai pola curah hujan yang
sama, yaitu pola curah hujan lokal, di mana distribusi curah hujan
bulanannya kebalikan dari monsun. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kabupaten Bone mempunyai pola curah hujan lokal.
DAFTAR PUSTAKAHadiyanto, Soeroso. 2002. Penyiapan dan Pelayanan
Informasi Iklim Badan Meteorologi dan Geofisika. BMG. Jakarta.
Prawirowardoyo, Susilo. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB,
Bandung.
Soedjono. 1979. Klimatologi Umum dan Dasar-Dasar Pengolahan
Data. Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Soepangkat. 1992. Pengantar Pengamatan Permukaan Meteorologi
Jilid I. Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.
Swinhoe, Paul. 2005. Orographic Rain and Rain Shadow.
http://www.coolweather.co.uk/htdocs/meteorology.htm. Diakses
tanggal: 15 Mei 2007.
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung.Wilks, Daniel S.
1995. Statistical Methods in the Atmospheric Sciences, An
Introduction. Academic Press Inc.
Gambar 4 Pola CH
monsunal
equatorial
lokal
Data rata-rata curah hujan dasarian
Program cluster analisys
dendogram
Polygon
Pola curah hujan
Peta pembagian cluster
Awal dan panjang musim
analisa
EMBED STATISTICAGraph
EMBED STATISTICAGraph
EMBED STATISTICAGraph
PAGE
JSPF Vol. 8, Januari 2009 | 57
_1310545894.unknown
_1310545986.unknown
_1310463123.unknown