-
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEH
ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) SEBAGAI GREEN
CORROSION INHIBITOR UNTUK MATERIAL BAJA KARBON
RENDAH DI LINGKUNGAN NACL 3,5% PADA
TEMPERATUR 40 DERAJAT CELSIUS
SKRIPSI
RONI SAPUTRA
0706268871
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEH
ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) SEBAGAI GREEN
CORROSION INHIBITOR UNTUK MATERIAL BAJA KARBON
RENDAH DI LINGKUNGAN NACL 3,5% PADA
TEMPERATUR 40 DERAJAT CELSIUS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik
RONI SAPUTRA
0706268871
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
HAI-AMAN TDRNTATAAFI (XI$INAIJTAS
$cfpd id rdrhh td krryr saye rcrdffi den
scnor trnbe boik Plg dtknfiP mlpuf,
dintEkffih rrya ryetakrndergrn benrr.
Nrne
[t{PM
Trnelbryt
Tbnggal
v-L
{.. "
i
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan selalu kehadirat Allah SWT yang
telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga
saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penulisan
skripsi ini dilakukan
dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai
gelar Sarjana
Teknik (.ST) jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik
Metalurgi dan
Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Skripsi ini mengambil tema korosi dengan judul “Studi
Pengaruh
Konsentrasi Ekstrak Teh Rosella (Hibiscus Sabdariffa) sebagai
Green
Corrosion Inhibitor untuk Material Baja Karbon Rendah di
Lingkungan
NaCl 3,5% pada Temperatur 40 Derajat Celsius ”. Skripsi ini
berisi penelitian
dan pengujian dari teh rosella dimana merupakan salah satu bahan
organik yang
dimanfaatkan sebagai inhibitor organik dan melihat pengaruh
serta efisiensinya
dengan memvariasikan konsentrasi di lingkungan NaCl 3,5% pada
temperatur
40°C. Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan teh rosella
bisa menjadi
bahan alami potensial sebagai salah satu inhibitor organik dalam
perlindungan
korosi.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak,
dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah
sulit bagi saya
untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M S, DEA, selaku dosen
pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen
Teknik
Metalurgi dan Material FTUI.
3. Dr. Ir. Winarto, M.Sc, selaku Pembimbing Akademis.
4. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah
Spesial
Departemen Metalurgi dan Material FTUI
5. Orangtua saya tercinta, Ibunda Dasimi dan Ayahanda Muhammad
Rusli serta
saudara laki – laki saya Zulkifli beserta keluarga, Zulhendri
beserta keluarga.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
iii
S.T, Hendrizal beserta keluarga, dan M. Arif Abdurrahman. S.E,
dan tak lupa
juga Saudara perempuan saya tercinta Defi Sulfita, S.Si beserta
keluarga yang
telah memberikan bantuan dukungan moral dan materi hingga saya
dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Riris Dwi Adianti yang telah menemani dan memberikan semangat
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan skripsi saya Agung Akhmad Gumelar, Arry Prasetyo,
Dobiet Kisan,
Koresy, Giafin Bibsy dan M. Wildan Permana yang bersama - sama
memulai
dan menyelesaikan penelitian ini, sukses selalu buat kita semua
kawan !
8. Teman – teman Asisten Korosi khususnya Dito Iandiano dan
Andhika
Amanatillah yang telah meluangkan waktu dalam membantu
penelitian ini.
9. Kawan - kawan seperjuangan di Metalurgi dan Material angkatan
2007 yang
saling menularkan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Andre, Anggy, Fajar, dan Ojik warga Minang Wisma Kemuning
yang selalu
berjuang di kosan bersama dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Serta senior dan junior di Metalurgi dan Material yang
banyak memberikan
semangat.
12. Dan seluruh teman – teman yang tidak dapat disebutkan
namanya, terima
kasih atas dukungannya.
Akhir kata, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar
–
besarnya kepada semua pihak baik yang telah disebut maupun
tidak, saya hanya
berharap Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah
membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu
metalurgi dan material ke depannya.
Depok, Juni 2011
Penulis
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
Slaipsi ini diajukan oleh
Nama
NPM
hogram Sftdi
Judul Skripsi
Pembimbing
Penguji I
Penguji 2
hof. Dr. k Johny Wahyuadi M S, DEA.
Ih. h. Sutopo, M.Sc
Ahmad Ivan Karayan, S.T., MJng
HALAMANPENGESAHAN
Roni Sapt#a
07MZ68E7l
thknik M€talurgi dan lvlaterial
Studi Penganrh Konsenhasi Ekshak Teh Rosella
€Iibiffis Witra) s$agai Green Conosimt
hhibitor untuk Mdsrial Baja Karbon Rendah di
tingkun$n NaCl 3,57o pada Temperatur 40 krajat
Celsius.
Tetah berhmil dipertahrnk*n di hadalnn Ilcrvan PengUii den
diterima
sobagai bsgirn persy*retrtr yang diperlukrn untuk menperoleh
gelrr
Smirna Teknik pade Progreu Strdi Tcknik Mctelurgi den
llfleteriel
Fekulbs Tchik Uriversigs Indonesie
DEIVAI\IPENGUJI
tu
Ditetapkan Deeolq Jmi 2011
vStudi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
HALAMAN PERIVYAAAAI\I PERSETUJUAI\T PT]BLIKASI TUGAS AKIIIR
T]NTT'K KEPENTINGAN AKADEIVIS
S€bagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang
bertanda tangan di
bewah in!;
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
Jenis Karya
Roni Saputra
07M26887r
Teknik Metalurgi dan Material
M€talwgidan Material
Teknik
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
Universitas Indonesia Hak Bebos Royalti Non-eksklusif
{i\ba-*cJae#u
Royolty-Free R Sh| atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Studi Pengaru[ Konsentnsi EkstrakTeh Rocclla (Hibiscw
Sabdariffa)
sehgai Grcea &nosiot Inhibitor untuk lVtrrtcrisl Baje K*bon
Rendah di
Lingkungan NaCl 3$% pada Temperatur 40 Deraiat Celsius
beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan H* Beb&
Royalti
Nonekslusif ini, Universias Indorrcsia berhak menyimpan,
mengalihmdia atatr
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawaf dan
mernpublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nalna saya
sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik l{ak Cipb-
Demikian pernyatam ini saya btnt dengan sebenamya.
Dibuat di : Depok
Pada Thnggal : Juni 201 I
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Roni Saputra
NPM : 0706268871
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Teh
Rosella
(Hibiscus Sabdariffa) sebagai Green Corrosion Inhibitor untuk
Material Baja Karbon Rendah di
Lingkungan NaCl 3,5% pada Temperatur 40 Derajat
Celsius
Teh rosella merupakan bahan organik yang dapat dikembangkan
sebagai inhibitor
untuk mengurangi laju korosi baja karbon rendah di lingkungan
air laut pada
temperatur 40°C. Penggunaan teh rosella diharapkan dapat
dijadikan sebagai
inhibitor yang bersifat aman, ramah lingkungan, serta
bio-degradable dan juga
dapat mengurangi penggunaan bahan sintetis. Inhibitor teh
rosella dipilih sebagai
inhibitor organik karena mengandung zat antioksidan yang dapat
menghambat
proses korosi, seperti antosianin dan asam askorbat. Metode
kehilangan berat
digunakan untuk menguji keefektifan teh rosella sebagai
inhibitor dengan variasi
konsentrasi ( tanpa inhibitor, 2ml, 4ml, 6ml) dan lama
perendaman selama 5 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inhibitor teh
rosella yang
paling efektif bila digunakan pada lingkungan NaCl 3,5% pada
temperatur 40°C
adalah pada penambahan 2 ml dengan efisiensi 13,2%.
Kata kunci :
Korosi; Baja Karbon Rendah; Teh rosella; Inhibitor organik;
Metode kehilangan berat; Konsentrasi; NaCl 3,5%
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Roni Saputra
NPM : 0706268871
Major : Metallurgy and Material Engineering
Title : Effects Study of Roselle Tea (Hibiscus Sabdariffa)
Extract Concentration as Green Corrosion Inhibitors
for Low Carbon Steel on NaCl 3,5% Solution in 40
Celcius Degree
Roselle tea is organic materials that can be developed as
inhibitors to reduce
corrosion rate of low carbon steel on NaCl 3,5% solution in
40°C. Roselle tea is
uspected to be one of inhibitors which is safe, friendly
environment, dan bio-
degradable and alsocan reduce the use of organic materials.
Roselle tea inhibitors
have been chosen as organic inhibitors because its containing
antioxidants that
can reduce corrosion process, example anhthosianin and ascorbic
acid. Weight
loss method is used to test the effectiveness of roselle tea as
an inhibitors with
various concentration ( without inhibitors, 2ml, 4ml, and 6ml)
and period of
immersion test is 5 days. The result of research showed that
addition roselle tea
inhibitors most effective if used on NaCl 3,5% solution in
temperature 40°C is
with additon 2ml with an efficciency 13,2%.
Keywords :
Corrosion; Low carbon steel; Green tea; Organic inhibitors;
weight loss methode; concentration; NaCl 3,5%
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
vii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN
..............................................................................
iii
KATA PENGANTAR
...........................................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
............................................................ vi
ABSTRAK
...........................................................................................................
vii
ABSTRACT
.........................................................................................................
viii
DAFTAR ISI
.........................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR
...........................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
...............................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
.......................................................................................
xv
1. PENDAHULUAN
..............................................................................................
1
1.1. Latar Belakang
..........................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah
..................................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian
......................................................................................
4
1.4. Ruang Lingkup dan Batasan
Masalah.......................................................
4
1.5. Sistematika Penulisan
...............................................................................
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
....................................................................................
7
2.1. Prinsip Dasar Korosi
.................................................................................
7
2.2. Korosi pada Baja Karbon
..........................................................................
9
2.3. Jenis – Jenis Korosi
................................................................................
11
2.4. Perlindungan Korosi
...............................................................................
15
2.4.1. Proteksi Katodik
............................................................................
16
2.4.2. Coatings
.........................................................................................
17
2.4.3. Inhibitor
.........................................................................................
17
2.3.3.1. Klasifikasi Inhibitor
...............................................................
18
2.3.4. Material Selection
.........................................................................
21
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
viii Universitas Indonesia
2.4. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L)
................................................... 23
2.5. Antioksidan dan Vitamin C
....................................................................
24
2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
.................................... 25
2.6.1. Perhitungan Laju
Korosi................................................................
25
2.6.2. Efisiensi Inhibitor
..........................................................................
26
3. METODOLOGI PENELITIAN
....................................................................
28
3.1. Diagram Alir Penelitian
..........................................................................
28
3.2. Alat dan Bahan
........................................................................................
28
3.2.1. Alat
................................................................................................
28
3.2.2. Bahan
.............................................................................................
28
3.3. Prosedur Kerja
........................................................................................
31
3.3.1. Persiapan Awal
..............................................................................
31
3.3.1.1 Pemotongan Sampel
...............................................................
31
3.3.1.2 Pengeboran Sampel
................................................................
31
3.3.1.3 Pengamplasan Sampel
........................................................... 31
3.3.1.4 Pengambilan Foto
..................................................................
31
3.3.1.5 Penimbangan Berat Awal Sampel
......................................... 32
3.3.2. Persiapan Larutan Rendam NaCl 3,5%
......................................... 32
3.3.3. Persiapan Inhibitor Ekstrak Teh Rosella
...................................... 33
3.3.4. Langkah Kerja Uji Rendam (ASTM G31-72)
.............................. 33
3.3.5. Pembersihan Sampel (NACE Standard RP0775-2005)
................ 33
3.4. Pengambilan Data
...................................................................................
34
4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
............................................... 36
4.1. Hasil Pengujian
.......................................................................................
36
4.1.1. Hasil Pengamatan Visual Low Carbon Steel
................................ 36
4.1.2. Hasil Pengujian Spectroscopy Low Carbon Steel
.......................... 37
4.1.3. Hasil Pengujian pH Larutan
.......................................................... 37
4.1.4. Hasil Pengujian Potensial Logam
.................................................. 39
4.1.5. Hasil Pengujian Kehilangan
Berat................................................. 40
4.1.6. Hasil Penghitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
............... 40
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
ix Universitas Indonesia
4.2.
Pembahasan.............................................................................................
41
4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Low Carbon Steel
..................... 41
4.2.2. Pengamatan Visual Sampel Low Carbon Steel Dengan Dan
Tanpa
Penambahan Inhibitor Teh Rosella
................................................ 42
4.2.3. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap pH Larutan
................ 43
4.2.4. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap Potensial Logam
........ 44
4.2.5. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap Pengurangan
Berat
Logam
...........................................................................................
48
4.2.6 Pengaruh Penambahan Terhadap Laju Korosi dan Efisiensi
Inhibitor
........................................................................................
49
5. KESIMPULAN
................................................................................................
53
6. DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
54
7. LAMPIRAN
.....................................................................................................
56
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
x Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Sel Elektrokimia
................................................................
7
Gambar 2.2 Skema Sel Korosi
..........................................................................
8
Gambar 2.3 Proses Korosi Menunjukkan Kebalikan dari Proses
Metalurgi .. 10
Gambar 2.4 Skema Jenis – Jenis Korosi
......................................................... 13
Gambar 2.5 Contoh Korosi Seragam
..............................................................
14
Gambar 2.6 Contoh Korosi Galvanik
............................................................ 15
Gambar 2.7 Contoh Korosi Erosi
...................................................................
15
Gambar 2.8 Diagram Polarisasi Suatu Logam dengan Penambahan
Inhibitor
Anodik
.........................................................................................
19
Gambar 2.9 Diagram Polarisasi Suatu Logam dengan Penambahan
Inhibitor
Katodik
.......................................................................................
20
Gambar 2.10 Deret Galvanik berbagai Jenis Logam
........................................ 22
Gambar 2.11 Bunga Rosella Merah
.................................................................
23
Gambar 2.12 Struktur Molekul dari Asam Oksalat (Vitamin C)
..................... 25
Gambar 3.1 Diagram Alir
Penelitian...............................................................
28
Gambar 3.2 Sampel Low Carbon Steel Sebelum Proses Pencelupan
............ 31
Gambar 3.3 Ukuran Sampel Pengujian
.......................................................... 32
Gambar 4.1 Diagram Ph Awal terhadap Penambahan Inhibitor 43
Gambar 4.2. Diagram Ph Akhir terhadap Penambahan Inhibitor
44
Gambar 4.3 Grafik Perubahan Nilai pH Awal – Ph Akhir
terhadap
Penambahan Inhibitor
..................................................................
44
Gambar 4.4. Grafik Perubahan Potensial Awal – Potensial Akhir
Logam
terhadap Penambahan Inhibitor
................................................... 45
Gambar 4.5 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial
Pada
Sistem tak Terinhibisi Pada Kondisi (a) Sebelum dan (b)
Sesudah
Pengujian
......................................................................................
46
Gambar 4.6 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial
Pada
Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 2 ml Pada Kondisi (a)
Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian
............................................ 47
Gambar 4.7 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial
Pada
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
xi Universitas Indonesia
Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 4 ml Pada Kondisi (a)
Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian
............................................ 47
Gambar 4.8 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial
Pada
Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 6 ml Pada Kondisi (a)
Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian
............................................ 48
Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Besarnya Penambahan Volume
Inhibitor
terhadap Kehilangan Berat
......................................................... 49
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Besarnya Penambahan Volume
Inhibitor
terhadap Laju Korosi
..................................................................
50
Gambar 4.11 Ilustrasi Pembentukan Lapisan Pelindung pada
Permukaan
Logam Oleh Dehydro-Ascorbic Acid (DAA)
............................. 51
Gambar 4.12 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Inhibitor terhadap
Efisiensi
Inhibitor Teh Rosella pada Temperatur 40°C
............................. 54
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Produk Korosi pada Baja
..................................................................
10
Tabel 2.2 Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material
..................... 26
Tabel 3.1 Data Luas Permukaan, Massa, dan Densitas
................................... 30
Tabel 4.1 Sampel Sebelum Diuji Rendam
...................................................... 36
Tabel 4.2 Sampel Setelah Diuji Rendam
........................................................ 36
Tabel 4.3 Sampel Setelah Dipickling
..............................................................
37
Tabel 4.4 Komposisi Pelat Low Carbon Steel
................................................. 37
Tabel 4.5 Data pH Larutan
...............................................................................
37
Tabel 4.6 Data Perubahan pH Larutan
.............................................................
38
Tabel 4.7 Data Potensial Logam
......................................................................
39
Tabel 4.8 Data Perubahan Potensial logam
..................................................... 39
Tabel 4.9 Data Kehilangan Berat Logam
........................................................ 40
Tabel 4.10 Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
......................................... 40
Tabel 4.11 Rata – rata pH dan Potensial Awal – Akhir Logam
......................... 46
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Pengujian Spectroscopy Sampel
.............................................. 57
Lampiran 2 Foto Sampel sebelum Perendaman
..................................................... 58
Lampiran 6 Foto setelah Pengangkatan Sampel setelah Perendaman
.................. 59
Lampiran 7 Foto Sampel setelah dipickling
.......................................................... 60
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
1Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Korosi dapat didefinisikan sebagai hasil kerusakan dari reaksi
kimia antara
logam atau logam paduan dengan lingkungannya[1]. Korosi
merupakan proses
alami yang tidak akan pernah berhenti atau akan terus terjadi
selama material
logam tersebut mengalami kontak dengan lingkungannya. Akan
tetapi, proses
korosi dapat diminimalisasi, dikendalikan atau diperlambat
lajunya dengan
memperlambat proses perusakannya[2].
Peralatan-peralatan berat dalam dunia industri, mesin-mesin
besar, pipa
saluran (minyak, gas dan air) yang berada diluar akan cepat
rusak karena hujan,
kabut dan pengembunan yang relatif tinggi yang membawa
bahan-bahan
pengoksida yang menyebabkan korosi merupakan salah satu faktor
yang
mempercepat korosi pada peralatan itu. Biaya-biaya yang besar
yang dikeluarkan
oleh pengusaha dibidang industri digunakan untuk melindungi
material dari
serangan korosi dengan penggantian alat yang rusak akibat
korosi, perawatan
peralatan, pengecatan material, maupun pelapisan logam. Untuk
mencegah
banyaknya pengeluaran biaya yang besar, maka dilakukan
pengendalian terhadap
korosi. Salah satu cara pengendalian korosi adalah dengan
pemberian inhibitor
yang berfungsi memperlambat laju korosi pada lingkungan
operasi.
Inhibitor merupakan pengendalian proses korosi dengan
penambahan
suatu zat atau senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit
pada suatu
lingkungan tertentu sehingga dapat menurukan laju korosinya
dengan mengubah
lingkungannya menjadi tidak korosif. Inhibitor bersifat
reversible, yang artinya
dapat lepas dari permukaan logam yang disebabkan oleh adanya
arus larutan[1].
Oleh karena itu, konsentrasi minimum dari senyawa inhibitor
harus dijaga untuk
mempertahankan lapisan endapan tipis tersebut.
Inhibitor bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung
pada
permukaan logam dan umumnya berbentuk fluid atau cairan yang
diinjeksikan
pada production line[3,4]. Inhibitor pada korosi logam terdapat
dua jenis, yaitu
anorganik dan organik. Fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat,
tungstat, molibdat
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
2
Universitas Indonesia
dan arsenat adalah beberapa senyawa anorganik yang digunakan
sebagai inhibitor
pada korosi logam. Namun demikian, senyawa-senyawa tersebut
merupakan
bahan kimia yang berbahaya, harganya yang relatif mahal, dan
tidak ramah
lingkungan[5].
Selain inhibitor anorganik, ada pula inhibitor organik. Senyawa
yang
digunakan sebagai inhibitor organik adalah senyawa heterosiklik
yang
mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan
elektron
bebas[6]. Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron bebas
ini nantinya
dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa
kompleks dengan
logam[5]. Dari penelitian yang dilakukan Stupnisek-Lisac
(2002)[6], inhibitor
korosi logam yang paling efektif adalah senyawa-senyawa organik.
Senyawa-
senyawa organik yang sedang dikembangkan saat ini adalah green
inhibitor.
Green inhibitor ini berasal dari tumbuh-tumbuhan atau
biji-bijian. Green inhibitor
dari tumbuhan yang sering digunakan dapat diperoleh dari proses
ektraksi,
leaching atau pressing[7].
Adapun kandungan yang terdapat pada green inhibitor salah
satunya
adalah zat antioksidan. Zat antioksidan didefinisikan sebagai
zat yang mampu
menghambat, menunda, dan mencegah proses oksidasi[8]. Oleh
karena itu,
penggunaan zat antioksidan dapat menghambat laju korosi. Salah
satu dari green
inhibitor yang mengandung zat antioksidan adalah teh rosella.
Teh rosella yang
mempunyai nama latin Hibiscus sabdariffa ini mengandung senyawa
- senyawa
berupa antosianin, asam askorbat[9]. Dalam dunia pengobatan, teh
rosella banyak
digunakan untuk mengobati penyakit kanker[9].
Banyaknya kandungan zat antioksidan dan senyawa organic lainnya
dalam
teh rosella, maka dalam penelitian ini teh rosella akan
dimanfaatkan sebagai
inhibitor organik untuk material low carbon steel dalam
lingkungan air laut.
Lingkungan air laut mengkondisikan berbagai aplikasi dari
aplikasi equipment
yang digunakan di lingkungan atau di air laut itu tersendiri
seperti pada pipa –
pipa di industri minyak dan gas, water cooling system, proses
destilasi, dan lain -
lain.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
3
Universitas Indonesia
1.2. Perumusan Masalah
Korosi merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam
perindustrian
terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan logam.
Fenomena korosi
ini sangat merugikan karena dapat berkaibat pada kerugian
materil dan
keselamatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan
pencegahan untuk
meminimalisir kerugian ini dengan pengendalian korosi. Ada
beberapa metode
unttuk mengendalikan korosi, salah satunya adalah pemberian
inhibitor. Adapun
inhibitor data dibagi dua, yaitu inhibitor organik dan inhibitor
non organik.
berdasarkan penelitian yang dilakukan Stupnisek-Lisac (2002),
inhibitor korosi
logam yang paling efektif digunakan adalah senyawa – senyawa
organic yang
umumnya terdapat pada inhibitor organik alami atau biasa disebut
green
inhibitor. Salah satu contoh penggunaan green inhibitor adalah
teh rosella[6].
Rosella (Hibiscus Sabdariffa) merupakan tanaman semak yang
telah
dikenal di pulau Jawa sejak 1687 dengan nama asam kesur[10].
Bahkan sudah sejak
tahun itu tanaman rosella sudah digunakan sebagai bahan untuk
minuman
tradisional. Sebuah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
hasil bahwa
didalam 100 gram kelopak teh rosella kering terdapat 1,9
protein, 0,1 gram lemak,
12,3 gram karbohidrat, 2,3 gram serat, dan 14 miligram asam
askorbat, 0,04
vitamin B, serta komponen pewarna asli. Sumarno, 2004 juga
menyatakan bahwa
teh rosella memiliki kandungan vitamin C (asam askorbat) lebih
tinggi dari
kandungan vitamin C pada jeruk, 3 kali lipat lebih besar dari
anggur hitam dan 9
kali lebih besar dari kandungan vitamin C pada jeruk
sitrus[10].
Ekstrak teh rosella sebagai suatu inhibitor organik alami akan
diteliti untuk
mengetahui :
a) bagaimana pengaruh sebelum dan setelah penambahan teh
rosella,
terutama pH larutan dan potensial logam pada lingkungan air laut
?
b) bagaimana nilai laju korosi dengan dan tanpa penambahan
inhibitor
organik pada lingkungan air laut ?
c) berapakah efisiensi dari teh rosella sebagai inhibitor
organik dalam
menghambat korosi ?
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
4
Universitas Indonesia
Pada akhirnya hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu
perbandingan
suatu inhibitor organik dengan inhibitor organik lainnya yang
sama – sama
memiliki zat antioksidan didalam inhibitor tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui efek penambahan teh rosella (Hibiscus Sabdariffa)
sebagai
inhibitor pada lingkungan air laut (NaCl 3,5%).
b. Menentukan corrosion rate pada pelat baja karbon rendah yang
direndam
dalam larutan NaCl 3,5% dengan dan tanpa penambahan
inhibitor.
c. Menentukan efisiensi teh rosella (Hibiscus Sabdariffa)
sebagai inhibitor
pada lingkungan NaCl 3,5%
d. Mengetahui penambahan konsentrasi yang efektif sebagai
inhibitor
organik berdasarkan berat yang hilang (weight loss), laju
korosi, dan
efisiensi inhibitor.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor organik ramah
lingkungan
teh rosella (Hibiscus Sabdariffa).
b. Konsentrasi inhibitor teh rosella (Hibiscus Sabdariffa) yang
digunakan
adalah 10 gpl dimana bunga rosella kering diseduh didalam
aquades yang
telah dipanaskan.
c. Larutan rendam adalah NaCl 3,5% dengan volume yang
disesuaikan
dengan batas minimum volume kontak larutan terhadap permukaan
sampel
yang sesuai dengan standar ASTM G31-72.
d. Sampel untuk pengujian ini adalah baja karbon rendah yang
berbentuk
coupon yang telah diamplas untuk membuang lapisan anti
karatnya.
e. Variabel pengujiannya dikelompokan sebagai berikut :
1) Parameter tetap
i) Material berupa baja karbon rendah
ii) Temperatur lingkungan sekitar 40°C
iii) Volume larutan NaCl 3,5% sebesar 450 ml
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
5
Universitas Indonesia
2) Parameter tidak tetap
i) Konsentrasi ekstrak teh rosella sebanyak 0, 2, 4, 6 ml
f. Efisiensi inhibitor dihitung dengan menggunakan Persamaan
1.1
݂݅ܧ ݅ݏ ݁݊ ݊ܫ ℎܾ݅ =ݎ݅ݐಲିಳ
ಲ× 100% (1.1)
Ket : XA = Laju Korosi pada wadah tanpa inhibitor.
XB = Laju Korosi pada wadah dengan inhibitor.
g. Penghitungan laju korosi menggunakan Persamaan 1.2 yang
sesuai dengan
ASTM G31-72 :
ܽܮ ݆ݑ ݅ݏݎܭ =×ௐ
××௧(1.2)
Ket : K = konstanta (mpy = 3,45 x 106)
W = kehilangan berat (gram)
D = densitas (gram/cm3)
A = luas permukaan yang terendam (cm2)
t = waktu (jam)
h. Pengukuran potensial logam menggunakan elektroda standar
Ag/AgCl,
yang dikonversikan kedalam potensial vs SHE menggunakan
Persamaan
1.3 sebagai berikut :
݁ݐܲ ݅ݏ݊ ݈ܽ (ܸ) ݏݒ ܧܵܪ = ݁ݐܲ ݈ܽ݅ݏ݊ (ܸ) +݈ܥ݃ܣ/݃ܣݏݒ 0.222 (1.3)
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep
dalam
penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat
kerangka alur
pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat
diartikan dalam
bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain.
Bab-bab tersebut
diantaranya :
Bab 1 Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah,
tujuan
penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab 2 Teori Penunjang
Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian dan
jenis –
jenis korosi perlindungan terhadap korosi, aspek dan teoritis
inhibitor, dan korosi
pada lingkungan air laut
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
6
Universitas Indonesia
Bab 3 Metodologi Penelitian
Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan
yang
diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian
serta
menganalisa hasil penelitian bai berupa angka, gambar, dan
grafik, serta
membandingkan dengan teori dan literatur
Bab 5 Kesimpulan
Membahas mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
7Universitas Indonesia
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Prinsip Dasar Korosi
Korosi adalah proses degradasi suatu material atau hilangnya
suatu material
baik secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses
reaksi elektrokimia
dengan lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil
perusakan dari
reaksi kimia antara logam atau logam paduan dan
lingkungannya[1]. Lingkungan
dari terjadi korosi dapat berupa udara, air, larutan garam,
larutan asam, dan lain –
lain.
Proses korosi yang terjadi pada logam biasanya bersifat
elektrokimia yaitu
sebuah proses reaksi kimia dimana terdapat transfer elektron
dari satu spesies
kimia ke spesies kimia lainnya[11]. Reaksi yang terjadi pada
proses korosi
merupakan proses reduksi dan oksidasi yang terjadi secara
spontan. Adapun syarat
– syarat terjadinya proses korosi adalah adanya empat komponen
yang aktif.
Komponen - komponen ini adalah anoda, katoda, elektrolit, dan
jalur electron atau
hungan listrik[12].
Anoda dalam sel elektrokimia, adalah tempat dimana metal loss
terjadi
dimana elektron akan terlepas dari logam kemudian logam akan
menjadi ion.
Logam yang sudah kehilangan elektron ini kemudian bermigrasi
dari permukaan
logam ke lingkungan. Katoda adalah tempat dimana elektron yang
dilepas oleh
logam dipakai untuk sebuah proses yang disebut dengan proses
reduksi[12].
Gambar 2.1 Skema sel elektrokimia[12]
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
8
Universitas Indonesia
Reaksi yang terjadi pada anoda adalah reaksi oksidasi dimana
reaksi
pelepasan elektron sehingga terjadi peningkatan nilai valensi
dan perubahan
logam menjadi ionnya. Reaksi oksidasi pada suatu logam biasa
dirumuskan
menjadi sebuah persamaan sederhana seperti dibawah ini :
M → M+n + ne- (n adalah valensi logam) (2.1)
Misalkan sebuah besi dari sebuah struktur terkena serangan
korosi maka
reaksi anoda yang terjadi pada anodanya adalah sebagai berikut
:
Fe → Fe2+ + 2e- (2.2)
Sedangkan pada katoda reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi
dimana
elektron hasil dari reaksi oksidasi dikonsumsi untuk menurunkan
nilai valensi dari
suatu spesies. Terdapat berbagai macam reaksi reduksi yang
sering terjadi pada
logam yaitu[1] :
1. Reaksi pembentukan hidrogen:
2 H+ + 2e → H2 (2.3)
Reaksi reduksi oksigen dalam larutan asam
O2 + 4H+ + 4e → 2 H2O (2.4)
2. Reaksi reduksi oksigen dalam larutan basa/netral
O2 + 2 H2O + 4e → 4 OH− (2.5)
3. Reaksi reduksi logam
M3+ + e → M2+ (2.6)
4. Deposisi logam
M+ + e → M (2.7)
Gambar 2.2 Skema sel korosi[1]
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.2 menjelaskan skema tentang keseluruhan proses yang
terjadi
pada korosi. Pada bagian anoda terjadi reaksi oksidasi dimana
logam Fe yang ada
pada metal berubah menjadi ion Fe2+ dan menghasilkan dua buah
elektron. Kedua
buah elektron ini kemudian bermigrasi kearah katoda yang
kemudian digunakan
untuk mereduksi dua ion H+ yang berkumpul dipermukaan katoda
sehingga
menjadi gas hidrogen. Itulah mengapa terdapat gelembung –
gelembung udara
pada permukaan logam yang terkena serangan korosi.
Terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi korosi di sistem
elektrolit cair
(aqueous) yaitu[13]:
1. Komponen ion larutan dan konstentrasinya
2. pH (tingkat keasaman)
3. Kadar oksigen
4. Temperatur dan transfer panas
5. Kecepatan (pergerakan fluida)
2.2 Korosi pada Baja Karbon
Baja karbon, paling banyak digunakan untuk material
keteknikan,
diperkirakan 85% dari produksi baja dunia. Walaupun terdapat
keterbatasan
terhadap ketahanan korosi, baja karbon banyak digunakan untuk
aplikasi kelautan
(maritim), nuklir, transportasi, proses kimia, industri
perminyakan, refining, pipa
saluran, konstruksi pertambangan dan peralatan proses logam.
Baja karbon secara
alami memiliki keterbatasan terhadap kandungan paduannya,
biasanya di bawah
2% dari total penambahan. Namun, penambahan tersebut secara umum
tidak
menghasilkan perubahan terhadap ketahanan korosi. Terkecuali
weathering steel,
dengan penambahan sedikit tembaga, krom, nikel, dan phosphorus
dapat
mereduksi laju korosi pada lingkungan tertentu[14].
Baja merupakan material yang banyak digunakan untuk aplikasi
pipa
saluran air, khususnya low carbon steel. Dengan adanya karbon,
kekerasan dan
kekuatan akan meningkat sehingga low carbon steel digunakan
karena memiliki
sifat mekanis yang baik, mudah dibentuk atau difabrikasi dan
harga yang relatif
murah. Namun, baja terdiri dari beberapa fasa dan terdapat
ketidakhomogenan
pada permukaan, sehingga dapat menyebabkan lokal sel
elektrokimia. Hal
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
10
Universitas Indonesia
tersebut menyebabkan rendahnya ketahanan korosi dari baja karena
reduksi
katodik mudah terjadi sehingga menyebabkan porous sebagai produk
korosi dan
tidak terbentuk produk sampingan seperti lapisan pasif[14].
Proses korosi
merupakan kebalikan dari proses metalurgi (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Proses korosi menunjukkan kebalikan dari proses
metalurgi[25]
Produk – produk korosi yang biasa dihasilkan pada baja antara
lain :
2Fe + 2H2O + O2 2Fe(OH)2
2Fe(OH)2 + H2O + O2 2Fe(OH)3
Tabel 2.1. Produk korosi pada baja[26]
Senyawa Warna Oksida Ket.
Fe2O3.H2O
Fe(OH)3
Merah kecoklatan Fe3+ Hematite
Fe3O4 Hitam Fe2+/3+ Magnetite/lodestone
Fe(OH)2 Biru/Hijau Fe2+ Dapat larut, warna dapat
berubah sesuaitingkat keasaman (pH)
FeO Hitam Fe2+ Pyrophoric
Proses korosi baja (Fe) secara termodinamika, dapat diprediksi
dengan
menggunakan Diagram Pourbaix (potensial/V-pH). Pada potensial
lebih positif
dari -0.6 dan pada pH rendah (pH < 3), ion ferrous (Fe2+ atau
Fe [II]) merupakan
zat yang stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa Fe akan terkorosi
pada kondisi
tersebut. Pada daerah lain, dapat dilihat bahwa korosi Fe juga
akan menghasilkan
ion ferric (Fe3+ atau Fe [III]), ferric hydroxide [Fe(OH)3],
ferrous hydroxide
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
11
Universitas Indonesia
[Fe(OH)2] dan pada kondisi yang sangat basa (pH > 14)
terbentuk ion kompleks
HFeO2-. Produk korosi yang padat akan berbeda dari produk korosi
sebelumnya,
yaitu ferric oxide (Fe2O3) dan magnetite (Fe3O4).
2.3. Jenis – Jenis Korosi
Jenis – jenis korosi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik dari segi
proses, mekanisme, kondisi, lingkungan sekitar, dan berbagai
faktor lainnya. Jenis
korosi tersebut antara lain[1]:
1. Uniform Corrosion
Uniform corrosion adalah bentuk korosi dimana korosi terjadi
secara
menyeluruh dipermukaan. Bentuk korosi ini mudah diprediksi,
karena kecepatan
atau laju korosi di setiap permukaan adalah sama. Pada umumnya,
uniform
corrosion dicegah dengan melapisi permukaannya seperti coating.
Tujuannya
adalah untuk mengurangi interaksi logam dengan
lingkungannya.
2. Galvanic Corrosion
Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi jika dua atau
lebih logam
yang memiliki potensial reduksi (Eored) berbeda dihubungkan.
Salah satu dari
logam tersebut akan mengalami korosi. Menurut deret volta dan
deret galvanik,
logam yang memiliki potensial reduksi (Eored) lebih kecil akan
mengalami korosi.
3. Crevice Corrosion
Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi ketika terdapat
celah akibat
penggabungan atau penyatuan dua logam yang sama yang memiliki
kadar oksigen
berbeda dengan area luarnya. Korosi ini umunya terjadi pada
celah-celah
sambungan seperti pada ulir.
4. Pitting Corrosion
Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi karena pecahnya
lapisan
pasif di satu titik akibat dari lingkungan korosif, seperti ion
Cl- pada air laut. Ion
Cl- akan menyerang permukaan lapisan pasif dari logam. Ion Cl-
akan
terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan pasif yang
terjadi pitting
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
12
Universitas Indonesia
terlebih dahulu, sehingga pitting akan menjadi dalam. Pecahnya
lapisan pasif
mengakibatkan gas hidrogen dan oksigen mudah masuk dan
mengkorosikan
logam tersebut.
5. Stress Corrosion Cracking (SCC)
Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan
akibat beban
tarik pada suatu logam di lingkungan korosif. Hal ini
sewaktu-waktu akan
menyebabkan material tersebut akan terkena korosi pada satu
titik yang
menyebabkan crack yang menjalar dan diawali di bagian titik yang
terkena korosi.
6. Corrosion Fatigue Cracking (CFC)
Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan
akibat beban
fatik pada suatu material di lingkungan korosif. Hal ini
sewaktu-waktu akan
menyebabkan material tersebut akan terkena korosi pada satu
titik yang
menyebabkan crack yang menjalar dan diawali di bagian titik yang
terkena korosi.
7. Hydogen Induced Cracking (HIC)
Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan
internal pada
suatu material karena adanya molekul-molekul gas hidrogen yang
berdifusi ke
dalam struktur atom logam.
8. Intergranular Corrosion
Merupakan bentuk korosi yang biasanya dialami oleh stainless
steel atau
alloy dimana korosi terjadi pada sekitar batas butir, lalu akan
terjadi crack yang
menjalar sepanjang batas butir. Hal ini terjadi karena chrome
pada sekitar batas
butir membentuk presipitat chromium karbida di batas butir.
Terbentuknya
presipitat chromium karbida terjadi pada temperatur antara 425oC
– 815oC.
9. Dealloying
Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi pada salah satu
logam
dalam sebuah paduan atau alloy. Misalkan, pada Cu-Zn di
lingkungan korosif, Zn
akan terkorosi menurut deret volta. Akibatnya, Zn akan berkurang
jumlahnya
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
13
Universitas Indonesia
dalam paduan dan menyebabkan sifat mekanis yang dihasilkan oleh
Zn pada
material alloy tersebut akan menurun.
10. Erosion-Corrosionand Fretting
Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi karena fluida
korosif yang
mengalir, baik fluida liquid (Erosion Corrosion) maupun vapor
(Fretting
Corrosion) dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan tinggi dari
fluida korosif
yang mengalir, lapisan proteksi korosif akan tererosi dan
menghilang. Oleh sebab
itu, kemungkinan terjadinya korosi semakin besar. Korosi jenis
ini umumnya
terjadi pada bagian internal pipa, dimana fluida gas mengalir
dengan tekanan
tinggi. Untuk itu bagian internal pipa sebaiknya diberikan
coating internal.
Gambar 2.4 Skema jenis-jenis korosi[1]
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
14
Universitas Indonesia
Pada elektrolit atau aplikasi air laut dapat terjadi beberapa
jenis korosi dari
jenis korosi diatas antara lain:
a. Korosi Seragam (Uniform)
Korosi jenis ini merupakan korosi yang paling mudah untuk
dikenali.
Bentuk serangannya meluas keseluruh area permukaan material.
Pada korosi
uniform ini lingkungan korosif harus memiliki akses yang sama
keseluruh
permukaan komponen dan materialnya sendiri harus uniform dari
sisi metalurgi
dan komposisi kimianya[1]. Akibat dari korosi jenis ini adalah
logam akan
kehilangan ketebalan per unit waktu. Korosi atmosfer adalah
contoh yang
memungkinkan terjadinya korosi seragam. Pencegahan korosi ini
dapat dilakukan
dengan pemberian coating untuk mencegah terjadinya kontak antara
logam
dengan lingkungan.
Gambar 2.5 Contoh korosi seragam
b. Korosi Galvanik
Korosi ini terjadi ketika dua buah logam digabung atau terhubung
pada
suatu elektrolit yang korosif. Logam yang memiliki potensial
yang kurang mulia
(lebih negatif dalam deret galvanik) akan bersifat anodik
sedangkan pada logam
lain yang potensialnya lebih mulia (lebih positif dalam deret
galvanik) akan
bersifat katodik. Sehingga korosi pada anoda akan terjadi lebih
cepat dan pada
katoda akan terjadi terlindungi dan terjadi reaksi reduksi.
Korosi galvanik terjadi
jika terdapat tiga faktor yaitu :
1. Dua jenis logam yang berbeda
2. Kedua jenis logam tersebut saling kontak
3. Kedua logam tersebut terekspos dengan lingkungan
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
15
Universitas Indonesia
Gambar 2.6 Contoh korosi galvanik
c. Korosi Erosi
Korosi ini terjadi akibat adanya fluida yang korosif dan aliran
fluida yang
berkecepatan tinggi. Namun pada aliran yang lamban menyebabkan
rendahnya
laju korosi. Bila pergerakan fluida sangat cepat maka fluida
korosif akan
mengerosi secara fisik dan menghilangkan lapisan produk
pelindung korosi.
Selain itu dengan adanya lumpur atau pasir akan semakin
meningkatkan serangan
dari korosi erosi.
Terdapat beberapa tipe dari korosi erosi yaitu korosi cavitasi
dimana
disebabkan pecahnya gelembung udara (bubles) yang dihasilkan
oleh perubahan
tekanan disepanjang permukaan yang terekspos fluida dengan
kecepatan tinggi.
Ledakan dari gelembung ini dapat merusak lapisan film dan
mengeluarkan
partikel dari logam. Tipe lainnya adalah fretting dimana terjadi
akibat adanya
pergerakan berulang akibat dari getaran atau dari logam dengan
padatan lainnya.
Gambar 2.7 Contoh korosi erosi
2.4. Perlindungan Korosi
Korosi adalah sebuah proses yang berjalan secara alami dan tidak
berhenti
selama suatu material masih terekspos dengan lingkungan yang
bersifat korosif.
Namun bukan berarti korosi tidak dapat ditanggulangi. Kerugian
yang diakibatkan
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
16
Universitas Indonesia
oleh proses korosi dapat diminimalisir dengan menggunakan metode
– metode
yang tepat sesuai dengan kondisi dari sistem yang akan
dilindungi. Metode –
metode tersebut adalah :
1. Proteksi katodik
2. Inhibitor
3. Coating
4. Material selection dan desain
2.4.1. Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah salah satu metode dari sekian banyak
metode yang
telah digunakan secara luas untuk pencegahan korosi dan
mitigasinya. Dimana
prinsipnya dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi korosi
pada
berbagai logam dan paduannya dari berbagai ekspose larutan
elektrolit[1]. Proteksi
ini bisa juga diprinsipkan dengan memperlakukan logam yang
dilindungi sebagai
katoda dengan menerapkan arus searah untuk mengalirkan elektron
ke arah logam
yang dilindungi. Sistem proteksi ini efektif untuk struktur –
struktur yang
terbenam didalam larutan atau didalam tanah. Sistem proteksi ini
banyak
diaplikasikan pada struktur – struktur kapal laut, jettie,
instalasi pipa dan tangki
baik dibawah tanah atau bawah laut dan lain – lain. Pemberian
arus searah terbagi
menjadi dalam perlindungan ini yaitu dengan menerapkan anoda
korban
(sacrificial anode) dan dengan pemberian arus tanding (impressed
current)[1].
Sistem proteksi dengan anoda korban memiliki prinsip yang sama
dengan
korosi galavanik. Prinsip dari anoda korban adalah dengan
menghubungkan
logam yang akan dilindungi dengan logam lain yang lebih reaktif
dimana dapat
dihubungkan dalam suatu media elektrolit sehingga akan diperoleh
arus listrik
dari reaksi galvanik yang terjadi. Arus yang timbul akibat
adanya perbedaan
potensial pada logam yang dilindungi dengan logam yang akan
dikorbankan
sehingga arus akan mengalir dari logam yang lebih noble menuju
yang lebih
reaktif. Umumnya jenis logam yang digunakan sebagai anoda korban
adalah
logam aluminum, seng, dan magnesium dalam berbagai paduan dengan
komposisi
tertentu.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
17
Universitas Indonesia
Sistem arus tanding adalah sistem proteksi dimana dengan
meyuplai arus
dari rectifier ke suatu anoda sehingga logam terlindungi
(sebagai katoda). Arus
yang disuplai dari rectifier diatur hingga mendapatkan suatu
potensial proteksi
untuk logam yang dilindungi dan yang dijadikan anoda biasanya
adalah logam
yang lebih noble atau inert.
2.4.2. Coatings
Coatings merupakan merupakan suatu cara pengendalian korosi
dengan
memberikan lapisan pelindung pada logam sehingga logam
terisolasi dari
lingkungannya yang korosif. Coating biasa diberikan pada seluruh
permukaan
logam sehingga reaksi antara permukaan logam dengan lingkungan
mengalami
pernghambatan. Lapisan isolator ini akan menghambat aliran arus
listrik diseluruh
permukaan logam yang dilindungi. Untuk aplikasi misalnya baja,
metode coatings
cukup efektif untuk dikombinasikan dengan metode proteksi
katodik dalam
peningkatan efektifitas[13].
Umumnya coating dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Pelapis logam : electroplating, electroless plating, hot-dip
galvanizing,
pack cementation, cladding, thermal spraying, dan physical
vapor
deposition
2. Pelapis anorganik : anodizing, chromate filming, phospate
coating,
nitriding,dan lapisan pasif
3. Pelapis organik : barrier effect, sacrificial effect, dan
inhibition effect
2.4.3. Inhibitor
Inhibitor adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah yang relatif
kecil ke
dalam lingkungan yang korosif sehingga mengubah lingkungan dan
menurunkan
laju korosinya.inhibitor adalah suatu zat yang ditambahkan ke
dalam lingkungan
operasi yang bersifat korosif sehingga memberikan pengaruh
terhadap lingkungan
tersebut. Penggunaan inhibitor dalam suatu operasi pengendalian
korosi
ditambahkan dalam jumlah yang relative kecil, berkisar 10-80
ppm. Inhibitor
memiliki beberapa mekanisme kerja secara umum yaitu[4]:
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
18
Universitas Indonesia
a) Inhibitor teradsorbsi pada permukaan logam, dan membentuk
suatu
lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor.
Lapisan ini
tidak terlihat dengan mata biasa namun dapat menghambat
penyerangan lingkungan terhadap logam.
b) Melalui pengaruh lingkungan (seperti pH) menyebabkan
inhibitor
dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan
logam
serta melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi
cukup
banyak dan lapisan dapat diamati dengan mata telanjang.
c) Inhibitor lebih dahulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan
suatu
zat kimia dan lalu mengalami adsorpsi dari produksi korosi
untuk
membentuk lapisan pasif pada permukaan
d) Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari
lingkungannya.
Inhibitor sendiri akan terjadi reaksi antara lingkungan dan
logamnya,
mekanisme dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Interface inhibition : interaksi inhibitor dengan permukaan
logam
sehingga membentuk lapisan tipis pada permukaan logam
tersebut
2. Interpahes inhibition : interaksi yang terjadi dengan
menurunkan
tingkat korosifitas lingkungan seperti mengurangi kadar
oksigen,
pengaturan pH, netralisasi gas bersifat asam, dan lain lain.
2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor
Inhibitor dalam dalam bagaimana mekanisme inhibitor tersebut
bekerja
dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu[14]:
A. Inhibitor Anodik
Inhibitor ini bekerja dengan mengurangi laju korosi suatu logam
dengan
memperlambat reaksi elektrokimia melalui pembentukan lapisan
pasif
dipermukaan logam sehingga logam terlindungi dari korosi. Dengan
adanya
penambahan inhibitor jenis inhibitor anodik ini, maka akan
terjadi perubahan
anodik yang cukup signifikan pada potensial korosinya sehingga
memaksa logam
membentuk lapisan pasif dan menggeser potensial korosinya ke
nilai lebih noble.
Inhibitor anodik itu sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu
:
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
19
Universitas Indonesia
1. Oxidizing anions, merupakan jenis inhibitor anodik dimana
membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh
dari jenis ini adalah kromat, nitrit, dan nitrat.
2. Non-oxidizing ions, merupakan jenis inhibitor dimana
tidak
membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh
dari jenis ini adalah phospat, tungstat, dan molybdat.
Inhibitor anodik ini sendiri paling banyak diaplikasikan dan
paling efektif
diantara jenis inhibitor lainya[14]
Gambar 2.8 Diagram polarisasi suatu logam dengan penambahan
inhibitor anodik
B. Inhibitor Katodik
Inhibitor jenis ini bekerja dengan menghambat reaksi katodik
suatu logam
akibat pembentukan suatu persipitat di wilayah katoda yang dapat
meningkatkan
impedansi permukaan sekaligus membatasi reaksi reduksi untuk
melindungi
logam tersebut. Perlindungan terjadi akibat penghambatan reaksi
reduksi yang
terjadi di katoda sehingga otomatis reaksi di anoda juga
berkurang atau terhambat
karena reaksi yang terjadi di anoda dan katoda berjalan
setimbang dan spontan.
Dari inhibitor katodik ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Racun katoda, jenis yang menghambat reaksi evolusi
hidrogen.
Contoh dari jenis ini adalah sulfida, selenida, arsenat,
bismunat,
dan antimonat
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
20
Universitas Indonesia
2. Persipitat katoda, jenis yang dapat mengendap membentuk
oksida
sebagai lapisan pelindung pada logam. Contoh dari jenis ini
adalah kalsium, seng, dan magnesium
3. Oxygen scavenger, jenis yang dapat mengikat oksigen
terlarut
sehingga mencegah reaksi reduksi oksigen pada katoda. Contoh
dari jenis ini adalah hidrasin, natrium, sulfit, dan hidroksil
amin
HCl.
Gambar 2.9 Diagram polarisasi suatu logam dengan penambahan
inhibitor katodik
C. Inhibitor Persipitasi
Inhibitor jenis ini bekerja dengan membentuk persipitat di
seluruh
permukaan logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk
menghambat
reaksi anodik dan katodik logam tersebut secara tidak
langsung.
Contoh dari jenis inhibitor ini adalah silikat dan phospat.
Natrium silikat
baik digunakan sebagai water softener untuk mencegah terjadinya
rust water.
Namun pemakaian sangat dipengaruhi pH dan saturation index.
Selain itu phospat
juga membutuhkan oksigen untk meningkatkan efektivitas kerjanya.
Silikat dan
phospat sangat berguna untuk sistem lingkungan dimana aditifnya
tidak bersifat
racun.
D. Inhibitor Organik
Inhibitor ini bekerja dengan membentuk senyawa kompleks yang
mengendap pada permukaan logam sebagai lapisan pelindung yang
bersifat
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
21
Universitas Indonesia
hidrofobik yang dapat menghambat reaksi logam dengan
lingkungannya. Reaksi
yang terjadi dapat berupa reaksi anodik, reaksi katodik, atau
keduanya. Hal ini
bergantung dari reaksi pada permukaan logam dan potensial logam
tersebut.
Selain itu juga dapat berfungsi untuk menetralisir konstituen
korosif dan
mengabsorbsi konstituen korosif tersebut. Penggunaan dengan
konsentrasi yang
tepat dapat mengoptimalkan perlindungan pada seluruh
logam[14].
Inhibitor organik akan teradsorpsi pada permukaan tergantung
dari muatan
inhibitor dan muatan logam untuk membentuk ikatan dari senyawa
kompleks
tersebut. Sebagai contoh kation inhibitor seperti amin atau
anion inhibitor seperti
sulfonat akan teradsorpsi tergantung muatan logam tersebut
apakah negatif atau
positif. Efektivitas dari inhibitor organik dipengaruhi oleh
komposisi kimia,
struktur molekul, dan gugus fungsi, ukuran, dan berat molekul,
serta afinitas
inhibitor terhadap logamnya[14].
E. Volatile Corrosion Inhibitor
Inhibitor jenis ini bekerja dengan menurunkan tingkat
korosifitas
lingkungan dari suatu logam yang ingin dilindungi berada sebagai
senyawa yang
dialirkan melalui lingkungan tertutup menuju lingkungan korosif
tersebut dengan
cara penguapan dari sumbernya. Inhibitor jenis ini yang sering
digunakan
morpholine, hydrazine pada boiler. Senyawa tersebut dialirkan
sebagai uap untuk
mencegah korosi pada bagian condenser tubes untuk menetralkan
suasana asam
dan menggeser pH kesuasana yang tidak terlalu asam. Pemakaian
yang efisien
dari inhibitor dari jenis ini dapat menghasilkan proses inhibisi
secara cepat dan
dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama[14].
2.4.4 Material Selection
Dalam konteks kontrol korosi, memilih logam atau paduan
sedemikian
sehingga pertukaran ion dengan lingkungannya tidak berlangsung
dengan cepat
atau dengan kata lain memilih logam atau paduannya yang
perbedaan
potensialnya dengan lingkungannya tidak terlalu besar. Dalam
praktek, jika
lingkungannya relatif agresif (severe), wajib memilih logam atau
paduannya yang
memiliki ketahanan korosi lebih baik dari baja. Hal ini
didasarkan pada aspek
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
22
Universitas Indonesia
logam bersifat imun pada lingkungan tersebut atau logam tersebut
membentuk
lapisan tipis yang memiliki sifat protektif dan memiliki
recoverability yang
memadai apabila lapisan tersebut terkelupas[15].
Namun dalam prakteknya, suatu sistem peralatan jarang sekali
tersusun oleh
satu jenis logam, sehingga karakteristik pengendalian/pertukaran
ion menjadi
tidak sederhana. Dalam hal ini, jika perlu ada yang dikorbankan
maka desainer
dapat memilih komponen yang bentuknya tidak rumit atau
accessibilitas-nya pada
alat penggantian komponen. Faktor-faktor lain yang sering
diperhitungkan dalam
proses pemilihan material[15]:
1. Memiliki ketahanan korosi yang lebih tinggi di suatu media
tertentu yang
mana pada Deret Galvanik berada pada daerah noble atau
katodik.
Gambar 2.10 Deret galvanik berbagai jenis logam[15]
Dari Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa baja (steel) dan tembaga
(copper)
memiliki beda potensial yang cukup besar sehingga berpotensi
terjadi korosi,
stainless steel yang dikatakan material sukar terkorosi,
terlihat dari grafik ternyata
ada beberapa material yang lebih mulia (noble) diantaranya
grafit. Interaksi antara
grafit-stainless steel harus dihindarkan karena dapat
menyebabkan stainless steel
terkorosi lainnya (korosi Galvanik)[15].
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
23
Universitas Indonesia
2. Persyaratan umur komponen
3. Variasi sifat serta mudah tidaknya material yang diinginkan
diperoleh
diinjau dari aspek bentuk dan ukuran yang diinginkan serta
faktor harga.
4. Analisis yang cermat perlu pula dilakukan mengingat
karakteristik logam
atau paduan dapat berubah akibat proses pengerjaan atau selama
terkena
pada kondisi operasi yang spesifik
5. Pemilihan material saat ini tidak hanya terbatas pada saat
merancang suatu
komponen tetapi juga meliputi proses re-evaluasi terhadap
material yang
telah atau sedang digunakan pada suatu komponen atau peralatan
yang
sudah ada, dalam rangka meningkatkan performansi, menaikkan
reliabilitas dan menurunkan biaya.
2.5. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L)
Hibiscus sabdariffa L atau lebih dikenal dengan nama rosella
merupakan
sebuah tanaman yang termasuk dalam keluarga Malvaceae yaitu
tumbuhan semak
tegak yang kebanyakan bercabang, memiliki bunga dan batang yang
sewarna dan
biasanya mencolok, memiliki daun berwarna hijau gelap sampai
dengan merah,
dan memiliki kulit dan batang yang berserat kuat.
Rosella (Hibiscus Sabdariffa) dapat hidup di daerah yang
memiliki iklim
lembab dan hangat pada daerah tropis dan sub tropis. Daerah
aslinya terbentang
dari India hingga Malaysia[16]. Rosella memiliki kelebihan
dibandingkan dengan
tanaman tropis dan sub tropis lainnya yaitu dapat bertahan dalam
cuaca yang
sangat dingin serta dapat hidup dalam ruangan yang memiliki
sedikit pencahayaan
akan tetapi pertumbuhan terbaik diperoleh pada ruang terbuka
dengan cahaya
matahari (Morton, 1987) dalam (Qi, et. al. 2005)[17].
Gambar 2.11 Bunga rosella merah
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
24
Universitas Indonesia
Menurut Duke (1983) rosella merupakan tanaman tahunan
multifungsi dan
kaya nutrisi. Kelopak buahnya dapat diolah menjadi teh. Hasil
analisa terhadap
kelopak buah rosella kering per 100 gramnya mengandung 1.9
protein, 0.1 gram
lemak, 12.3 gram karbohidrat, 2.3 gram serat, dan 14 miligram
asam askorbat,
0.04 miligram vitamin B, serta komponen pewarna alami[10].
Sumarno (2004)
menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada kelopak buah rosella
lebih tinggi
daripada kandungan vitamin C pada jeruk, 3 kali lipat lebih
besar dari anggur
hitam, dan 9 kali lebih besar dari kandungan vitamin C pada
jeruk citrus[10].
2.6. Antioksidan dan Vitamin C
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa
pemberi
elektron (electron donors). Sedangkan dalam pengertian biologi,
senyawa
antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak
negatif oksidan pada tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
memberikan satu
elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa
oksidan tersebut bias dihambat[18].
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi
(Hariyatmi 2004) :
1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas,
dengan
menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E.
2. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau
bersifat
pemulung, misalnya vitamin C.
3. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti
Fe2+ dan
Cu2+, misalnya flavonoid.
4. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida
menjadi
bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation
peroksidase.
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan
penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga
dikenal dengan
nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C
dikenal sebagai
antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara
efektif memungut
formasi ROS dan radikal bebas (Frei 1994)[14].
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
25
Universitas Indonesia
Gambar 2.12 Struktur molekul dari asam askorbat (vitamin C)
2.7. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
2.7.1. Perhitungan Laju Korosi
Salah satu tujuan dari corrosion monitoring adalah dengan
mengetahui laju
korosi pada logam dari suatu struktur sehingga dari dengan
mengetahui laju korosi
kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu dapat
bertahan
terhadap serangan korosi[1]. Teknik monitoring korosi dapat
dibagi menjadi
beberapa metode yaitu kinetika (weight loss) dan elektrokimia
(diagram
polarisasi, linear polarization resistance, electrochemical
impedance
spectroscope, potensial korosi, dan electrochemical
noise)[19].
Metode weight loss atau kehilangan berat merupakan metode yang
dapat
digunakan untuk mendapatkan laju korosi. Prinsip dari metode ini
adalah dengan
menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat
seterlah
dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72.
Dengan
menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan
massa tersebut
dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu
lingkungan yang korosif
seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu
dilakukan penghitungan
massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam
tersebut dari hasil
korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai
massa akhir. Dengan
mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam,
waktu
perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka bisa
dihasilkan suatu laju
korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukan pada persamaan
berikut :
ܽܮ ݆ݑ ݅ݏݎ݇ (ܻܲܯ) =ଷ,ହ௫ଵల.ௐ
..்(2.1)
Dimana : W = kehilangan berat (gr)
D = massa jenis (gr/cm3)
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
26
Universitas Indonesia
A = luas permukaan yang direndam (cm2)
T = waktu (jam)
Semakin besar laju korosi suatu logam maka semakin cepat
material
tersebut untuk terkorosi. Kualitas ketahanan korosi suatu
material dapat dilhat
pada Tabel 2.2.[1]:
Tabel 2.2 Distribusi kualitas ketahanan korosi suatu
material[1]
Relative
Corrosion
Resistance
MPY mm/yr µm/yr nm/h pm/s
Outstanding
-
27
Universitas Indonesia
݂݁ ݅݅ݏ ݁݊ ݅ݏ ݅݊ ℎܾ݅ =ݎݐೌି್
ೌ100ݔ (2.2)
Dimana Xa = laju korosi tanpa inhibitor (mpy)
Xb = laju korosi dengan inhibitor (mpy).
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
28Universitas Indonesia
BAB 3
Metodologi Penelitian
3.1. Diagram Alir Penelitian
Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh ekstrak
teh rosella sebagai green corrosion inhibitor. Metode yang
digunakan pada
penelitian ini adalah metode kehilangan berat untuk mengetahui
laju korosi dari
material uji. Kondisi lingkungan dari penelitian ini berada di
lingkungan NaCl
3,5% pada temperatur 40°C. Adapun diagram alir dari penelitian
ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
29
Universitas Indonesia
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Mesin Potong
2. Mesin bor
3. Mata bor diameter 3 mm
4. Kertas amplas #80, #100, #360. #600
5. Timbangan digital
6. pH meter digital
7. Multitester
8. Jangka sorong
9. Benang
10. Wadah plastik PET untuk perendaman
11. Cutter dan gunting
12. Elektroda standar Ag/AgCl
13. penggaris
14. Kamera digital tipe SLR
15. Beaker glass
16. Pinset
17. Hair dryer
18. Magnetic stirer
19. Ultrasonic agitator
20. Water bath
3.2.2. Bahan
1. Baja karbon rendah
Dimensi baja karbon rendah : 25 mm x 20 mm x 1 mm
Densitas : densitas dari material baja karbon rendah didapat
dari
penghitungan densitas. Panjang, lebar, dan tinggi dari material
diukur
dengan menggunakan jangka sorong dan massa diukur dengan
timbangan digital. Hasil dari pengukuran tersebut dimasukkan
ke
dalam formula penghitungan densitas sebagai berikut.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
30
Universitas Indonesia
ρ =
௫௫௧(3.1)
Dimana ߩ : massa jenis (gr/cm3) p : panjang (cm)
l : lebar (cm) t : tinggi (cm)
Tabel 3.1. Data Luas Permukaan, Massa, dan Massa Jenis
KuponStatus
Inhibitor
Dimensi (rata -rata)Massa(gram)
Densitas(gr/cm3)
Luas(cm2)
Panjang(cm)
Lebar(cm)
Tinggi(cm)
A
1 2,51 1,85 0,085 3,42 8,65 10,04
2 2,51 1,83 0,085 3,34 8,56 9,93
3 2,5 1,8 0,085 3,29 8,6 9,74
B
1 2,5 1,97 0,085 3,51 8,39 10,62
2 2,51 1,81 0,085 3,34 8,64 9,83
3 2,51 1,85 0,085 3,45 8,73 10,04
C
1 2,51 1,905 0,085 3,44 8,46 10,32
2 2,51 1,87 0,085 3,36 8,42 10,14
3 2,5 1,89 0,085 3,29 8,19 10,21
D
1 2,51 1,89 0,085 3,52 8,73 10,25
2 2,51 1,9 0,085 3,37 8,32 10,3
3 2,5 1,87 0,085 3,44 8,66 10,1
2. Kelopak bunga rosella merk “x”
3. NaCL
4. Toluena
5. Acetone
6. HCL 37% “Merck” dan inhibitor Barracor 12M sebagai zat
pickling
Masukan HCL 12M sebanyak 200 ml dan tambahkan 2 ml
inhibitor barracor kedalam beaker glass 500ml
7. NaHCO3
Siapkan magnetic stirer dan letakkan beaker glass 500 ml
diatasnya.
Nyalakan magnetic stirer dan masukan NaHCO3 hingga berlebih
dan tidak larut untuk mendapatkan larutan tak jenuh.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
31
Universitas Indonesia
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Preparasi Sampel
3.3.1.1 Pemotongan Sampel
Material baja karbon rendah yang didapat pada penelitian ini
berupa
lembaran dengan dimensi 200 mm x 200 mm x 1 mm. Kemudian
dipotong
- potong menjadi berukuran 25 mm x 20 mm x 1 mm sebanyak 12
buah
dengan menggunakan alat pemotong sampel.
3.3.1.2 Pengeboran Sampel
Setelah dilakukan pemotongan sampel, kemudian dilkaukan
pengeboran
pada bagian atas sampel dengan mata bor berdiameter 3 mm.
Pengeboran
ini dilakukan agar sampel dapat digantungkan dengan benang pada
saat
dilakukan proses pencelupan.
3.3.1.3 Pengamplasan Sampel
Proses selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengamplasan
pada
sampel. Pengamplasan dilakukan untuk menghilangkan oksida –
oksida
yang ada pada permukaan sampel. Pengamplasan dilakukan dengan
kertas
amplas mulai dari #80, #100, #360, dan #600.
3.3.1.4 Pengambilan Foto
Sampel difoto untuk mendapatkan data visual sampel sebelum
dilakukan
pencelupan.
Gambar 3.2 Sampel Baja karbon rendah Sebelum Proses
Pencelupan
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
32
Universitas Indonesia
3.3.1.5 Penimbangan Berat Awal Sampel
Masing-masing sampel ditimbang berat awalnya menggunakan
timbangan
digital.
Gambar 3.3 Ukuran Sampel Pengujian
3.3.2. Persiapan Larutan Rendam NaCl 3,5%
Larutan rendam yang dipakai pada penelitian ini adalah larutan
NaCl
3,5%. Larutan NaCl 3,5% ini digunakan agar dapat mensimulasikan
kondisi air
laut. Proses pembuatan larutan ini dilkuakan dengan melarutkan
NaCl yang telah
ditimbang seberat 35 gram ke dalam larutan aquadesh dengan
volume 1000 ml.
Berdasarkan ASTM G31-72, untuk pengujian rendam skala
laboratorium, volume
larutan minimal untuk pengujian adalah :
݈ݒ ݈ܽ݁݉ݑ ܽݐݑݎ ݊ = ቀ0.2௦
ௗ0.4ቁݔ ( ݈ݑ ݁ܽݏ ݉ݎ ܽ݇ݑ ܽ݊ ܽݏ ݉ ݈݁ ) (3.2)
Luas permukaan sampel (ukuran sampel 25 x 20 x 1 mm) :
=ܮ (2 ݔݔ )݈ + (2 (ݐݔݔ − (ݐݎߨ2) + (ଶݎߨ2)
=ܮ 25ݔ2) (20ݔ + (2 25ݔ (1ݔ + (2 20ݔ (1ݔ − (2 3,14ݔ 1,5ݔ (1ݔ
+
(2 3,14ݔ (1,5ଶݔ
=ܮ 1085,29 ݉݉ ଶ
Jika diambil batas atasnya sebesar 0.4 dari luas permukaan
sampel, maka :
Volume minimal = 0,4 x 1085,29
= 434,12 ml
≈ 450 ml
Sehingga, volume larutan minimal untuk sebuah sampel dengan
luas
permukaan 1085,29 mm2 adalah 434,12 ml. Dalam pengujian,
volume
yang digunakan adalah 450 ml.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
33
Universitas Indonesia
3.3.3. Persiapan Inhibitor Ekstrak Teh Rosella
Inhibitor rosella yang digunakan dalam penelitian ini adalah
ekstrak dari
teh rosella dengan konsentrasi 10 gpl. Pembuatan inhibitor
dengan konsentrasi 10
gpl ini diperlukan 1 gram kelopak rosella kering, tuang ke dalam
beaker glass,
kemudian masukkan 100 ml aquadesh. Panaskan dan aduk dengan
menggunakan
magnetic stirrer, kemudian saring ampas dan diamkan. Setelah
dingin, ekstrak
rosella 10 gpl dapat digunakan sebagai inhibitor.
3.3.4. Langkah Kerja Uji Rendam (ASTM G31-72)
Sampel yang telah dilakukan preparasi, digantung dengan benang
dan
kemudian dicelupkan kedalam beaker glass yang telah berisi
larutan NaCl 3,5% ±
450 ml yang telah diletakkan pada water bath dengan kondisi
temperature 40°C,
dimana setiap satu sampel direndam pada satu beaker glass.
Setiap wadah diberi
penomoran, dengan perlakuan yang berbeda pada setiap nomornya.
Berikut
penomoran dan perlakuan yang dilakukan :
1. Wadah A1, A2, A3; sampel tanpa penambahan inhibitor
2. Wadah B1, B2, B3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak
2 ml.
3. Wadah C1, C2, C3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak
4 ml.
4. Wadah D1, D2, D3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak
6 ml.
Setelah dilakukan pencelupan, setiap wadah diukur pH larutan
dan
potensial logam akhirnya. Pengukuran pH awal maupun akhir
dilakukan dengan
mencelupkan sensor pH meter digital ke dalam larutan. Sedangkan
pengukuran
potensial logam awal maupun akhir dilakukan dengan menggunakan
multimeter,
elektroda standar Ag/AgCl.
3.3.5. Pembersihan Sampel (NACE Standard RP0775-2005)
1. Keluarkan sampel untuk difoto sebelum melakukan
pembersihan.
2. Celupkan sampel kedalam toluene untuk menghilangkan minyak
atau
paraffin pada permukaan sampel. Cuci dengan acetone kemudian
keringkan dengan hair dryer.
3. Masukkan sampel kedalam beaker glass berisi larutan HCl 2M
yang sudah
ditambahkan 10 tetes inhibitor baracor untuk pickling dan
menghilangkan
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
34
Universitas Indonesia
scale dan produk korosi. Masukkan beaker glass tersebut kedalam
mesin
Ultrasonic Agitator untuk mempercepat proses.
4. Celupkan sampel kedalam larutan NaHCO3 lewat jenuh selama 1
menit
untuk menghilangkan suasana asam kemudian bilas dengan
aquadesh.
5. Cuci sampel dengan acetone dan keringkan dengan hair
dryer.
6. Foto sampel dan hitung beratnya sesudah melakukan
pembersihan.
3.4. Pengambilan Data
Data – data dalam pengujian ini yang diperlukan adalah sebagai
berikut :
1. pH Larutan
Pengambilan data pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH
meter
digital. Sensor pada bagian ujung pH meter dicelupkan setelah
dilakukan
kalibrasi kedalam larutan rendam baik sebelum dilakukan
perendaman dan
setelah proses perendaman berakhir.
2. Potensial Logam
Pengukuran nilai potensial dilakukan dengan menggunakan
multitester.
dimana bagian positif dihubungkan dengan sampel dan bagian
negatif
dihubungkan dengan elektroda standar Ag/AgCl, sehingga
didapat
potensial Ag/AgCl.
Potensial yang didapat lalu dikonversi ke dalam SHE sesuai
dengan
persamaan[1] yaitu:
Potensial V vs SHE = V vs Ag/AgCl + 0.222 (3.3)
3. Berat Akhir Sampel
Setelah dilakukan pembersihan pada kupon dengan proses pickling
sesuai
standar NACE RP0775-2005, sampel ditimbang kembali berat
akhirnya
dengan timbangan digital untuk mengukur setelah dilakukan
perendaman
dan diolah untuk mendapatkan berat yang hilang dan laju korosi.
Laju
korosi dapat menggunakan dengan metode kehilangan berat sesuai
dengan
standar ASTM G1-03.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
35
Universitas Indonesia
4. Pengamatan Visual
Sampel yang telah dilakukan perendaman dilakukan dokumentasi
menggunakan kamera untuk melihat dan mengamati oksida – oksida
serta
lapisan yang terbentuk pada sampel.
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
36Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian
Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengujian untuk
mengetahui
bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor teh rosella
sebagai
inhibitor organik yang diberikan di lingkungan NaCl 3,5% pada
temperatur 40°C.
adapun hasil dari pengujian yang dilakukan pada penelitin ini
adalah sebagai
berikut.
4.1.1.Hasil Pengamatan Visual Baja Karbon Rendah
Pengamatan visual dilakukan dengan menggunaka kamera digital
untuk
mendokumentasikan penampakan dari permukaan sampel. Pengamatan
visual
dilakukan pada saat pembersihan sampel sebelum dilakukan
perendaman,
pengangkatan setelah perendaman, dan setelah dilakukan proses
pickling.
Tabel 4.1. Sampel sebelum diuji rendam
Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml
Tabel 4.2. Sampel setelah diuji rendam
Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
37
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Sampel setelah dipickling
Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml
4.1.2 Hasil Pengujian Optical Emission Spectrometer Baja karbon
rendah
Material baja karbon rendah yang digunakan sebagai sampel
diuji
komposisinya dengan menggunakan mesin uji Optical Emission
Spectrometer di
CMPFA (Center for Material Processing and Failure Analysis).
Hasil dari
pengujian Optical Emission Spectrometer ditunjukkan pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4. Komposisi pelat low carbon steel
C (%) Si (%) S (%) P (%) Mn (%) Ni (%) Cr (%)
0,057 0,007 0,003 0,007 0,160 0,031 0,023
Mo (%) Ti (%) Cu (%) Nb (%) V (%) Pb (%) Fe (%)
-
38
Universitas Indonesia
B
1
Penambahan 2
ml
6.3 7.2
2 6.2 6.23 7.1 7.1 -0.87
3 6.2 7
C
1
Penambahan 4
ml
6.1 7
2 6 6 6.9 6.97 -0.97
3 5.9 7
D
1
Penambahan 6
ml
5.6 6.8
2 5.5 5.6 6.9 6.9 -1.3
3 5.7 7
Tabel 4.6. Data Perubahan pH Larutan.
Kupon Status Inhibitor
pH
Rata-rata
pH awal
Rata-rata
pH akhir
Perubahan
pH
Perubahan
pH(%)
A
1
Tanpa Inhibitor 6.5 7.33 0.83 12.822
3
B
1
Penambahan 2ml 6.23 7.10 0.87 13.902
3
C
1
Penambahan 4ml 6 6.97 0.97 16.112
3
D
1
Penambahan 6ml 5.6 6.90 1.30 23.212
3
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
39
Universitas Indonesia
4.1.4 Hasil Pengujian Potensial Logam
Tabel 4.7. Data Potensial Logam.
Tabel 4.8. Data Perubahan Potensial Logam
Kupon Status Inhibitor
Potensial
Rata-rata
E0 (E vs
SHE)(mv)
Rata-rata
E1 (E vs
SHE)
(mv)
Rata-rata
Perubahan
E (E vs
SHE) (mv)
Rata-rata
perubahan
E (%)
A
1
Tanpa Inhibitor -321 -435.33 -114 35.482
3
B
1Penambahan
2ml-331.33 -416.33 -85 25.6542
3
C
1Penambahan
4ml-298 -431.33 -133.33 44.7442
3
awal akhir
Potensial
awal (vs
SHE) (V)
Rata-rata
Potensial
awal (vs
SHE)
Potensial
akhir (vs
SHE) (v)
Rata-rata
Potensial
akhir (vs
SHE) (V)
Perubahan
potensial
(V)
Perubahan
rata-rata
(V)
1 -0.55 -0.64 -0.328 -0.418 -0.090
2 -0.54 -0.68 -0.318 -0.460 -0.142
3 -0.54 -0.65 -0.318 -0.428 -0.110
1 -0.55 -0.62 -0.328 -0.398 -0.070
2 -0.56 -0.65 -0.338 -0.423 -0.085
3 -0.55 -0.65 -0.328 -0.428 -0.100
1 -0.53 -0.67 -0.308 -0.448 -0.140
2 -0.52 -0.64 -0.298 -0.418 -0.120
3 -0.51 -0.65 -0.288 -0.428 -0.140
1 -0.46 -0.66 -0.238 -0.438 -0.200
2 -0.47 -0.64 -0.248 -0.418 -0.170
3 -0.49 -0.63 -0.268 -0.408 -0.140
DPenambahan
6ml-0.251 -0.421 -0.170
BPenambahan
2ml-0.331 -0.416 -0.085
CPenambahan
4ml-0.298 -0.431 -0.133
KuponStatus
Inhibitor
Potensial
ATanpa
Inhibitor-0.321 -0.435 -0.114
Potensial vs
Ag/AgCl
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
40
Universitas Indonesia
D
1Penambahan
6ml-251.33 -421.33 -170 67.642
3
4.1.5 Hasil Pengujian Kehilangan Berat
Tabel 4.9. Data Kehilangan Berat Logam.
Kupon Status Inhibitor Wo (gr) W1 (gr) ∆W (gr)Rata - rata
∆W (gr)
A
1
Tanpa Inhibitor
3.416 3.3879 0.0281
0.0280672 3.341 3.3131 0.0279
3 3.2896 3.2614 0.0282
B
1
Penambahan 2ml
3.5117 3.4868 0.0249
0.0249332 3.3372 3.3124 0.0248
3 3.4457 3.4206 0.0251
C
1
Penambahan 4ml
3.439 3.4131 0.0259
0.0259332 3.3598 3.3343 0.0255
3 3.2897 3.2633 0.0264
D
1
Penambahan 6ml
3.522 3.4945 0.0275
0.0273332 3.373 3.3459 0.0271
3 3.4412 3.4138 0.0274
4.1.6 Hasil Penghitungan Laju Korosi Dan Efisiensi Inhibitor
Tabel 4.10. Data Laju Korosi Dan Efisiensi Inhibitor
KuponStatus
InhibitorK
W
(gr)
D
(gr/cm3)
A
(cm2)
T
(jam)
Laju
Korosi
(mpy)
Rata -
rata
(mpy)
Efisiensi
(%)
A
1
Tanpa Inhibitor
3450000 0.0281 8.65 10.04 120 9.30
9.47 02 3450000 0.0279 8.56 9.93 120 9.44
3 3450000 0.0282 8.60 9.74 120 9.68
B1 Penambahan
2ml
3450000 0.0249 8.39 10.62 120 8.048.22 13.20
2 3450000 0.0248 8.64 9.83 120 8.39
Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
-
41
Universitas Indonesia
3 3450000 0.0251 8.73 10.04 120 8.23
C
1Penambahan
4ml
3450000 0.0259 8.46 10.32 120 8.52
8.73 7.832 3450000 0.0255 8.42 10.14 120 8.58
3 3450000 0.0264 8.19 10.21 120 9.08
D
1Penambahan
6ml
3450000 0.0275 8.73 10.25 120 8.83
8.98 5.212 3450000 0.0271 8.32 10.30 120 9.09
3 3450000 0.0274 8.66 10.10 120 9.00
4.2 Pembahasan
4.2.1. Analisis Pengujian Optical Emission Spectrometer Baja
karbon rendah
Dari hasil pengujian Optical Emission Spectrometer sampel, dapat
dilihat
bahwa kandungan karbon yang dimiliki sebesar 0,057% yang berarti
sampel
tergolong baja karbon rendah yang memiliki kadar karbon kurang
dari 0,25%[3].
Selain itu, juga ditemukan unsur – unsur yang mempengaruhi sifat
– sifat mekanis
dari baja karbon rendah seperti seperti Si (0,007%), Mn
(0,016%), Cr (0,023%), S
(0,003%), Ni (
-
42
Universitas Indonesia
4.2.2 Pengamatan Visual Sampel Baja karbon rendah dengan
Penambahan
dan Tanpa Penambahan Inhibitor Teh Rosella
Pengamatan dilakukan pada saat penambahan inhibitor teh rosella
kedalam
air rendaman dalam pengujian laju korosi dengan metode weight
loss. Pada saat
penambahan 2 ml larutan inhibitor, tidak terlihat dengan jelas
perubahan warna
pada air rendaman. Pada penambahan 4 ml, air rendaman mulai
mengalami
perubahan warna menjadi agak kecoklatan. Pada saat penambahan 6
ml inhibitor
teh rosella, mulai terlihat warna merah kecoklatan dibandingkan
pada
penambahan 2 ml dan 4 ml.
Sebelum dilakukan perendaman, kondisi awal semua sampel
pengujian
dalam keadaan bersih dari oksida dan karat yang ada dengan
pembersihan secara
mekanis menggunakan kertas amplas. Ketika dilakukan perendaman,
pengamatan
yang dilakukan setiap hari selama 5 hari, terlihat pada sampel
yang tidak diberi
inhibitor ada lapisan yang berwarna kecoklatan yang menempel
pada permukaan
logam.reg
Setelah proses pencelupan, permukaan sampel pada pada sistem
yang tidak
terinhibisi mengalami korosi seragam terutama pada permukaan dan
bagian
pinggir dari sampel yang ditandai dengan adanya scale sebagai
produk dari
korosi. Namun pada sistem yang terinhibisi, korosi seragam yang
terjadi tidak
terlalu banyak dan terbentuk lapisan tipis yang terbentuk pada
permukaan logam
dan mengendap. Lapisan ini terbentuk akibat penambahan ekstrak
teh rosella
sebagai inhibitor organik. Lapisan tipis yang terbentuk pada
permukaan pada
sampel yang terinhibisi berfungsi untuk menghambat laju
korosi[4].
4.2.3 Pengaruh Penambahan Inhibitor terhadap pH Larutan
Selama pengujian, diperoleh data pH larutan yang ditunjukkan
pada tabel
4.5. berdasarkan data tersebut, dapat dilihat terjadinya
penurunan pH air rendaman
seiring penambahan inhibitor. Hal ini terlihat saat rata – rata
pH awal pada sampel
tanpa penambahan inhibitor sebesar 6,6. Kemudian terjadi
penurunan pH pada
penambahan 2