Top Banner
UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEH ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) SEBAGAI GREEN CORROSION INHIBITOR UNTUK MATERIAL BAJA KARBON RENDAH DI LINGKUNGAN NACL 3,5% PADA TEMPERATUR 40 DERAJA T CELSIUS SKRIPSI RONI SAPUTRA 0706268871 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JUNI 201 1 Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011
77

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH ...lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20284484-S801-Studi...Teknik (.ST) jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan Material

Dec 01, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • UNIVERSITAS INDONESIA

    STUDI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEH

    ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) SEBAGAI GREEN

    CORROSION INHIBITOR UNTUK MATERIAL BAJA KARBON

    RENDAH DI LINGKUNGAN NACL 3,5% PADA

    TEMPERATUR 40 DERAJAT CELSIUS

    SKRIPSI

    RONI SAPUTRA

    0706268871

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    JUNI 2011

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    STUDI PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEH

    ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA) SEBAGAI GREEN

    CORROSION INHIBITOR UNTUK MATERIAL BAJA KARBON

    RENDAH DI LINGKUNGAN NACL 3,5% PADA

    TEMPERATUR 40 DERAJAT CELSIUS

    SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

    RONI SAPUTRA

    0706268871

    FAKULTAS TEKNIK

    DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL

    DEPOK

    JUNI 2011

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • HAI-AMAN TDRNTATAAFI (XI$INAIJTAS

    $cfpd id rdrhh td krryr saye rcrdffi den

    scnor trnbe boik Plg dtknfiP mlpuf,

    dintEkffih rrya ryetakrndergrn benrr.

    Nrne

    [t{PM

    Trnelbryt

    Tbnggal

    v-L

    {.. "

    i

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan selalu kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat sehat sehingga saya dapat

    menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Penulisan skripsi ini dilakukan

    dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat untuk menggapai gelar Sarjana

    Teknik (.ST) jurusan Metalurgi dan Material di Departemen Teknik Metalurgi dan

    Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

    Skripsi ini mengambil tema korosi dengan judul “Studi Pengaruh

    Konsentrasi Ekstrak Teh Rosella (Hibiscus Sabdariffa) sebagai Green

    Corrosion Inhibitor untuk Material Baja Karbon Rendah di Lingkungan

    NaCl 3,5% pada Temperatur 40 Derajat Celsius ”. Skripsi ini berisi penelitian

    dan pengujian dari teh rosella dimana merupakan salah satu bahan organik yang

    dimanfaatkan sebagai inhibitor organik dan melihat pengaruh serta efisiensinya

    dengan memvariasikan konsentrasi di lingkungan NaCl 3,5% pada temperatur

    40°C. Dengan adanya penelitian ini maka diharapkan teh rosella bisa menjadi

    bahan alami potensial sebagai salah satu inhibitor organik dalam perlindungan

    korosi.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi M S, DEA, selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

    penyusunan skripsi ini.

    2. Prof. Dr-Ing. Ir. Bambang Suharno, selaku Kepala Departemen Teknik

    Metalurgi dan Material FTUI.

    3. Dr. Ir. Winarto, M.Sc, selaku Pembimbing Akademis.

    4. Ir. Ahmad Herman Yuwono, Phd, selaku Koordinator Mata Kuliah Spesial

    Departemen Metalurgi dan Material FTUI

    5. Orangtua saya tercinta, Ibunda Dasimi dan Ayahanda Muhammad Rusli serta

    saudara laki – laki saya Zulkifli beserta keluarga, Zulhendri beserta keluarga.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • iii

    S.T, Hendrizal beserta keluarga, dan M. Arif Abdurrahman. S.E, dan tak lupa

    juga Saudara perempuan saya tercinta Defi Sulfita, S.Si beserta keluarga yang

    telah memberikan bantuan dukungan moral dan materi hingga saya dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

    6. Riris Dwi Adianti yang telah menemani dan memberikan semangat dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    7. Rekan skripsi saya Agung Akhmad Gumelar, Arry Prasetyo, Dobiet Kisan,

    Koresy, Giafin Bibsy dan M. Wildan Permana yang bersama - sama memulai

    dan menyelesaikan penelitian ini, sukses selalu buat kita semua kawan !

    8. Teman – teman Asisten Korosi khususnya Dito Iandiano dan Andhika

    Amanatillah yang telah meluangkan waktu dalam membantu penelitian ini.

    9. Kawan - kawan seperjuangan di Metalurgi dan Material angkatan 2007 yang

    saling menularkan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

    10. Andre, Anggy, Fajar, dan Ojik warga Minang Wisma Kemuning yang selalu

    berjuang di kosan bersama dalam menyelesaikan skripsi ini.

    11. Serta senior dan junior di Metalurgi dan Material yang banyak memberikan

    semangat.

    12. Dan seluruh teman – teman yang tidak dapat disebutkan namanya, terima

    kasih atas dukungannya.

    Akhir kata, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar –

    besarnya kepada semua pihak baik yang telah disebut maupun tidak, saya hanya

    berharap Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah

    membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu

    metalurgi dan material ke depannya.

    Depok, Juni 2011

    Penulis

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • Slaipsi ini diajukan oleh

    Nama

    NPM

    hogram Sftdi

    Judul Skripsi

    Pembimbing

    Penguji I

    Penguji 2

    hof. Dr. k Johny Wahyuadi M S, DEA.

    Ih. h. Sutopo, M.Sc

    Ahmad Ivan Karayan, S.T., MJng

    HALAMANPENGESAHAN

    Roni Sapt#a

    07MZ68E7l

    thknik M€talurgi dan lvlaterial

    Studi Penganrh Konsenhasi Ekshak Teh Rosella

    €Iibiffis Witra) s$agai Green Conosimt

    hhibitor untuk Mdsrial Baja Karbon Rendah di

    tingkun$n NaCl 3,57o pada Temperatur 40 krajat

    Celsius.

    Tetah berhmil dipertahrnk*n di hadalnn Ilcrvan PengUii den diterima

    sobagai bsgirn persy*retrtr yang diperlukrn untuk menperoleh gelrr

    Smirna Teknik pade Progreu Strdi Tcknik Mctelurgi den llfleteriel

    Fekulbs Tchik Uriversigs Indonesie

    DEIVAI\IPENGUJI

    tu

    Ditetapkan Deeolq Jmi 2011

    vStudi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • HALAMAN PERIVYAAAAI\I PERSETUJUAI\T PT]BLIKASI TUGAS AKIIIR

    T]NTT'K KEPENTINGAN AKADEIVIS

    S€bagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan di

    bewah in!;

    Nama

    NPM

    Program Studi

    Departemen

    Fakultas

    Jenis Karya

    Roni Saputra

    07M26887r

    Teknik Metalurgi dan Material

    M€talwgidan Material

    Teknik

    Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

    Universitas Indonesia Hak Bebos Royalti Non-eksklusif {i\ba-*cJae#u

    Royolty-Free R Sh| atas karya ilmiah saya yang berjudul :

    Studi Pengaru[ Konsentnsi EkstrakTeh Rocclla (Hibiscw Sabdariffa)

    sehgai Grcea &nosiot Inhibitor untuk lVtrrtcrisl Baje K*bon Rendah di

    Lingkungan NaCl 3$% pada Temperatur 40 Deraiat Celsius

    beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan H* Beb& Royalti

    Nonekslusif ini, Universias Indorrcsia berhak menyimpan, mengalihmdia atatr

    formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawaf dan

    mernpublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nalna saya

    sebagai penulis atau pencipta dan sebagai pemilik l{ak Cipb-

    Demikian pernyatam ini saya btnt dengan sebenamya.

    Dibuat di : Depok

    Pada Thnggal : Juni 201 I

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Roni Saputra

    NPM : 0706268871

    Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material

    Judul Skripsi : Studi Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Teh Rosella

    (Hibiscus Sabdariffa) sebagai Green Corrosion Inhibitor untuk Material Baja Karbon Rendah di

    Lingkungan NaCl 3,5% pada Temperatur 40 Derajat

    Celsius

    Teh rosella merupakan bahan organik yang dapat dikembangkan sebagai inhibitor

    untuk mengurangi laju korosi baja karbon rendah di lingkungan air laut pada

    temperatur 40°C. Penggunaan teh rosella diharapkan dapat dijadikan sebagai

    inhibitor yang bersifat aman, ramah lingkungan, serta bio-degradable dan juga

    dapat mengurangi penggunaan bahan sintetis. Inhibitor teh rosella dipilih sebagai

    inhibitor organik karena mengandung zat antioksidan yang dapat menghambat

    proses korosi, seperti antosianin dan asam askorbat. Metode kehilangan berat

    digunakan untuk menguji keefektifan teh rosella sebagai inhibitor dengan variasi

    konsentrasi ( tanpa inhibitor, 2ml, 4ml, 6ml) dan lama perendaman selama 5 hari.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan inhibitor teh rosella yang

    paling efektif bila digunakan pada lingkungan NaCl 3,5% pada temperatur 40°C

    adalah pada penambahan 2 ml dengan efisiensi 13,2%.

    Kata kunci :

    Korosi; Baja Karbon Rendah; Teh rosella; Inhibitor organik;

    Metode kehilangan berat; Konsentrasi; NaCl 3,5%

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Roni Saputra

    NPM : 0706268871

    Major : Metallurgy and Material Engineering

    Title : Effects Study of Roselle Tea (Hibiscus Sabdariffa) Extract Concentration as Green Corrosion Inhibitors

    for Low Carbon Steel on NaCl 3,5% Solution in 40

    Celcius Degree

    Roselle tea is organic materials that can be developed as inhibitors to reduce

    corrosion rate of low carbon steel on NaCl 3,5% solution in 40°C. Roselle tea is

    uspected to be one of inhibitors which is safe, friendly environment, dan bio-

    degradable and alsocan reduce the use of organic materials. Roselle tea inhibitors

    have been chosen as organic inhibitors because its containing antioxidants that

    can reduce corrosion process, example anhthosianin and ascorbic acid. Weight

    loss method is used to test the effectiveness of roselle tea as an inhibitors with

    various concentration ( without inhibitors, 2ml, 4ml, and 6ml) and period of

    immersion test is 5 days. The result of research showed that addition roselle tea

    inhibitors most effective if used on NaCl 3,5% solution in temperature 40°C is

    with additon 2ml with an efficciency 13,2%.

    Keywords :

    Corrosion; Low carbon steel; Green tea; Organic inhibitors;

    weight loss methode; concentration; NaCl 3,5%

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • vii Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................ vi

    ABSTRAK ........................................................................................................... vii

    ABSTRACT ......................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv

    1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

    1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

    1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 3

    1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

    1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah....................................................... 4

    1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5

    2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7

    2.1. Prinsip Dasar Korosi ................................................................................. 7

    2.2. Korosi pada Baja Karbon .......................................................................... 9

    2.3. Jenis – Jenis Korosi ................................................................................ 11

    2.4. Perlindungan Korosi ............................................................................... 15

    2.4.1. Proteksi Katodik ............................................................................ 16

    2.4.2. Coatings ......................................................................................... 17

    2.4.3. Inhibitor ......................................................................................... 17

    2.3.3.1. Klasifikasi Inhibitor ............................................................... 18

    2.3.4. Material Selection ......................................................................... 21

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • viii Universitas Indonesia

    2.4. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L) ................................................... 23

    2.5. Antioksidan dan Vitamin C .................................................................... 24

    2.6. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor .................................... 25

    2.6.1. Perhitungan Laju Korosi................................................................ 25

    2.6.2. Efisiensi Inhibitor .......................................................................... 26

    3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 28

    3.1. Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 28

    3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 28

    3.2.1. Alat ................................................................................................ 28

    3.2.2. Bahan ............................................................................................. 28

    3.3. Prosedur Kerja ........................................................................................ 31

    3.3.1. Persiapan Awal .............................................................................. 31

    3.3.1.1 Pemotongan Sampel ............................................................... 31

    3.3.1.2 Pengeboran Sampel ................................................................ 31

    3.3.1.3 Pengamplasan Sampel ........................................................... 31

    3.3.1.4 Pengambilan Foto .................................................................. 31

    3.3.1.5 Penimbangan Berat Awal Sampel ......................................... 32

    3.3.2. Persiapan Larutan Rendam NaCl 3,5% ......................................... 32

    3.3.3. Persiapan Inhibitor Ekstrak Teh Rosella ...................................... 33

    3.3.4. Langkah Kerja Uji Rendam (ASTM G31-72) .............................. 33

    3.3.5. Pembersihan Sampel (NACE Standard RP0775-2005) ................ 33

    3.4. Pengambilan Data ................................................................................... 34

    4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN ............................................... 36

    4.1. Hasil Pengujian ....................................................................................... 36

    4.1.1. Hasil Pengamatan Visual Low Carbon Steel ................................ 36

    4.1.2. Hasil Pengujian Spectroscopy Low Carbon Steel .......................... 37

    4.1.3. Hasil Pengujian pH Larutan .......................................................... 37

    4.1.4. Hasil Pengujian Potensial Logam .................................................. 39

    4.1.5. Hasil Pengujian Kehilangan Berat................................................. 40

    4.1.6. Hasil Penghitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor ............... 40

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • ix Universitas Indonesia

    4.2. Pembahasan............................................................................................. 41

    4.2.1. Analisis Pengujian Spectroscopy Low Carbon Steel ..................... 41

    4.2.2. Pengamatan Visual Sampel Low Carbon Steel Dengan Dan Tanpa

    Penambahan Inhibitor Teh Rosella ................................................ 42

    4.2.3. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap pH Larutan ................ 43

    4.2.4. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap Potensial Logam ........ 44

    4.2.5. Pengaruh Penambahan Inhibitor Terhadap Pengurangan Berat

    Logam ........................................................................................... 48

    4.2.6 Pengaruh Penambahan Terhadap Laju Korosi dan Efisiensi

    Inhibitor ........................................................................................ 49

    5. KESIMPULAN ................................................................................................ 53

    6. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 54

    7. LAMPIRAN ..................................................................................................... 56

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • x Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Skema Sel Elektrokimia ................................................................ 7

    Gambar 2.2 Skema Sel Korosi .......................................................................... 8

    Gambar 2.3 Proses Korosi Menunjukkan Kebalikan dari Proses Metalurgi .. 10

    Gambar 2.4 Skema Jenis – Jenis Korosi ......................................................... 13

    Gambar 2.5 Contoh Korosi Seragam .............................................................. 14

    Gambar 2.6 Contoh Korosi Galvanik ............................................................ 15

    Gambar 2.7 Contoh Korosi Erosi ................................................................... 15

    Gambar 2.8 Diagram Polarisasi Suatu Logam dengan Penambahan Inhibitor

    Anodik ......................................................................................... 19

    Gambar 2.9 Diagram Polarisasi Suatu Logam dengan Penambahan Inhibitor

    Katodik ....................................................................................... 20

    Gambar 2.10 Deret Galvanik berbagai Jenis Logam ........................................ 22

    Gambar 2.11 Bunga Rosella Merah ................................................................. 23

    Gambar 2.12 Struktur Molekul dari Asam Oksalat (Vitamin C) ..................... 25

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian............................................................... 28

    Gambar 3.2 Sampel Low Carbon Steel Sebelum Proses Pencelupan ............ 31

    Gambar 3.3 Ukuran Sampel Pengujian .......................................................... 32

    Gambar 4.1 Diagram Ph Awal terhadap Penambahan Inhibitor 43

    Gambar 4.2. Diagram Ph Akhir terhadap Penambahan Inhibitor 44

    Gambar 4.3 Grafik Perubahan Nilai pH Awal – Ph Akhir terhadap

    Penambahan Inhibitor .................................................................. 44

    Gambar 4.4. Grafik Perubahan Potensial Awal – Potensial Akhir Logam

    terhadap Penambahan Inhibitor ................................................... 45

    Gambar 4.5 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem tak Terinhibisi Pada Kondisi (a) Sebelum dan (b) Sesudah

    Pengujian ...................................................................................... 46

    Gambar 4.6 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 2 ml Pada Kondisi (a)

    Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian ............................................ 47

    Gambar 4.7 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • xi Universitas Indonesia

    Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 4 ml Pada Kondisi (a)

    Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian ............................................ 47

    Gambar 4.8 Diagram Pourbaix Fe Hasil Plot data pH dan Potensial Pada

    Sistem Terinhibisi dengan Penambahan 6 ml Pada Kondisi (a)

    Sebelum dan (b) Sesudah Pengujian ............................................ 48

    Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Besarnya Penambahan Volume Inhibitor

    terhadap Kehilangan Berat ......................................................... 49

    Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Besarnya Penambahan Volume Inhibitor

    terhadap Laju Korosi .................................................................. 50

    Gambar 4.11 Ilustrasi Pembentukan Lapisan Pelindung pada Permukaan

    Logam Oleh Dehydro-Ascorbic Acid (DAA) ............................. 51

    Gambar 4.12 Grafik Pengaruh Penambahan Volume Inhibitor terhadap Efisiensi

    Inhibitor Teh Rosella pada Temperatur 40°C ............................. 54

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Produk Korosi pada Baja .................................................................. 10

    Tabel 2.2 Distribusi Kualitas Ketahanan Korosi Suatu Material ..................... 26

    Tabel 3.1 Data Luas Permukaan, Massa, dan Densitas ................................... 30

    Tabel 4.1 Sampel Sebelum Diuji Rendam ...................................................... 36

    Tabel 4.2 Sampel Setelah Diuji Rendam ........................................................ 36

    Tabel 4.3 Sampel Setelah Dipickling .............................................................. 37

    Tabel 4.4 Komposisi Pelat Low Carbon Steel ................................................. 37

    Tabel 4.5 Data pH Larutan ............................................................................... 37

    Tabel 4.6 Data Perubahan pH Larutan ............................................................. 38

    Tabel 4.7 Data Potensial Logam ...................................................................... 39

    Tabel 4.8 Data Perubahan Potensial logam ..................................................... 39

    Tabel 4.9 Data Kehilangan Berat Logam ........................................................ 40

    Tabel 4.10 Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor ......................................... 40

    Tabel 4.11 Rata – rata pH dan Potensial Awal – Akhir Logam ......................... 46

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Pengujian Spectroscopy Sampel .............................................. 57

    Lampiran 2 Foto Sampel sebelum Perendaman ..................................................... 58

    Lampiran 6 Foto setelah Pengangkatan Sampel setelah Perendaman .................. 59

    Lampiran 7 Foto Sampel setelah dipickling .......................................................... 60

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 1Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Korosi dapat didefinisikan sebagai hasil kerusakan dari reaksi kimia antara

    logam atau logam paduan dengan lingkungannya[1]. Korosi merupakan proses

    alami yang tidak akan pernah berhenti atau akan terus terjadi selama material

    logam tersebut mengalami kontak dengan lingkungannya. Akan tetapi, proses

    korosi dapat diminimalisasi, dikendalikan atau diperlambat lajunya dengan

    memperlambat proses perusakannya[2].

    Peralatan-peralatan berat dalam dunia industri, mesin-mesin besar, pipa

    saluran (minyak, gas dan air) yang berada diluar akan cepat rusak karena hujan,

    kabut dan pengembunan yang relatif tinggi yang membawa bahan-bahan

    pengoksida yang menyebabkan korosi merupakan salah satu faktor yang

    mempercepat korosi pada peralatan itu. Biaya-biaya yang besar yang dikeluarkan

    oleh pengusaha dibidang industri digunakan untuk melindungi material dari

    serangan korosi dengan penggantian alat yang rusak akibat korosi, perawatan

    peralatan, pengecatan material, maupun pelapisan logam. Untuk mencegah

    banyaknya pengeluaran biaya yang besar, maka dilakukan pengendalian terhadap

    korosi. Salah satu cara pengendalian korosi adalah dengan pemberian inhibitor

    yang berfungsi memperlambat laju korosi pada lingkungan operasi.

    Inhibitor merupakan pengendalian proses korosi dengan penambahan

    suatu zat atau senyawa kimia dalam jumlah yang sangat sedikit pada suatu

    lingkungan tertentu sehingga dapat menurukan laju korosinya dengan mengubah

    lingkungannya menjadi tidak korosif. Inhibitor bersifat reversible, yang artinya

    dapat lepas dari permukaan logam yang disebabkan oleh adanya arus larutan[1].

    Oleh karena itu, konsentrasi minimum dari senyawa inhibitor harus dijaga untuk

    mempertahankan lapisan endapan tipis tersebut.

    Inhibitor bekerja dengan cara membentuk lapisan pelindung pada

    permukaan logam dan umumnya berbentuk fluid atau cairan yang diinjeksikan

    pada production line[3,4]. Inhibitor pada korosi logam terdapat dua jenis, yaitu

    anorganik dan organik. Fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, tungstat, molibdat

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 2

    Universitas Indonesia

    dan arsenat adalah beberapa senyawa anorganik yang digunakan sebagai inhibitor

    pada korosi logam. Namun demikian, senyawa-senyawa tersebut merupakan

    bahan kimia yang berbahaya, harganya yang relatif mahal, dan tidak ramah

    lingkungan[5].

    Selain inhibitor anorganik, ada pula inhibitor organik. Senyawa yang

    digunakan sebagai inhibitor organik adalah senyawa heterosiklik yang

    mengandung atom N, O, P, S, dan atom-atom yang memiliki pasangan elektron

    bebas[6]. Unsur-unsur yang mengandung pasangan elektron bebas ini nantinya

    dapat berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa kompleks dengan

    logam[5]. Dari penelitian yang dilakukan Stupnisek-Lisac (2002)[6], inhibitor

    korosi logam yang paling efektif adalah senyawa-senyawa organik. Senyawa-

    senyawa organik yang sedang dikembangkan saat ini adalah green inhibitor.

    Green inhibitor ini berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biji-bijian. Green inhibitor

    dari tumbuhan yang sering digunakan dapat diperoleh dari proses ektraksi,

    leaching atau pressing[7].

    Adapun kandungan yang terdapat pada green inhibitor salah satunya

    adalah zat antioksidan. Zat antioksidan didefinisikan sebagai zat yang mampu

    menghambat, menunda, dan mencegah proses oksidasi[8]. Oleh karena itu,

    penggunaan zat antioksidan dapat menghambat laju korosi. Salah satu dari green

    inhibitor yang mengandung zat antioksidan adalah teh rosella. Teh rosella yang

    mempunyai nama latin Hibiscus sabdariffa ini mengandung senyawa - senyawa

    berupa antosianin, asam askorbat[9]. Dalam dunia pengobatan, teh rosella banyak

    digunakan untuk mengobati penyakit kanker[9].

    Banyaknya kandungan zat antioksidan dan senyawa organic lainnya dalam

    teh rosella, maka dalam penelitian ini teh rosella akan dimanfaatkan sebagai

    inhibitor organik untuk material low carbon steel dalam lingkungan air laut.

    Lingkungan air laut mengkondisikan berbagai aplikasi dari aplikasi equipment

    yang digunakan di lingkungan atau di air laut itu tersendiri seperti pada pipa –

    pipa di industri minyak dan gas, water cooling system, proses destilasi, dan lain -

    lain.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.2. Perumusan Masalah

    Korosi merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam perindustrian

    terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahan logam. Fenomena korosi

    ini sangat merugikan karena dapat berkaibat pada kerugian materil dan

    keselamatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan untuk

    meminimalisir kerugian ini dengan pengendalian korosi. Ada beberapa metode

    unttuk mengendalikan korosi, salah satunya adalah pemberian inhibitor. Adapun

    inhibitor data dibagi dua, yaitu inhibitor organik dan inhibitor non organik.

    berdasarkan penelitian yang dilakukan Stupnisek-Lisac (2002), inhibitor korosi

    logam yang paling efektif digunakan adalah senyawa – senyawa organic yang

    umumnya terdapat pada inhibitor organik alami atau biasa disebut green

    inhibitor. Salah satu contoh penggunaan green inhibitor adalah teh rosella[6].

    Rosella (Hibiscus Sabdariffa) merupakan tanaman semak yang telah

    dikenal di pulau Jawa sejak 1687 dengan nama asam kesur[10]. Bahkan sudah sejak

    tahun itu tanaman rosella sudah digunakan sebagai bahan untuk minuman

    tradisional. Sebuah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa

    didalam 100 gram kelopak teh rosella kering terdapat 1,9 protein, 0,1 gram lemak,

    12,3 gram karbohidrat, 2,3 gram serat, dan 14 miligram asam askorbat, 0,04

    vitamin B, serta komponen pewarna asli. Sumarno, 2004 juga menyatakan bahwa

    teh rosella memiliki kandungan vitamin C (asam askorbat) lebih tinggi dari

    kandungan vitamin C pada jeruk, 3 kali lipat lebih besar dari anggur hitam dan 9

    kali lebih besar dari kandungan vitamin C pada jeruk sitrus[10].

    Ekstrak teh rosella sebagai suatu inhibitor organik alami akan diteliti untuk

    mengetahui :

    a) bagaimana pengaruh sebelum dan setelah penambahan teh rosella,

    terutama pH larutan dan potensial logam pada lingkungan air laut ?

    b) bagaimana nilai laju korosi dengan dan tanpa penambahan inhibitor

    organik pada lingkungan air laut ?

    c) berapakah efisiensi dari teh rosella sebagai inhibitor organik dalam

    menghambat korosi ?

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 4

    Universitas Indonesia

    Pada akhirnya hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan

    suatu inhibitor organik dengan inhibitor organik lainnya yang sama – sama

    memiliki zat antioksidan didalam inhibitor tersebut.

    1.3. Tujuan Penelitian

    a. Mengetahui efek penambahan teh rosella (Hibiscus Sabdariffa) sebagai

    inhibitor pada lingkungan air laut (NaCl 3,5%).

    b. Menentukan corrosion rate pada pelat baja karbon rendah yang direndam

    dalam larutan NaCl 3,5% dengan dan tanpa penambahan inhibitor.

    c. Menentukan efisiensi teh rosella (Hibiscus Sabdariffa) sebagai inhibitor

    pada lingkungan NaCl 3,5%

    d. Mengetahui penambahan konsentrasi yang efektif sebagai inhibitor

    organik berdasarkan berat yang hilang (weight loss), laju korosi, dan

    efisiensi inhibitor.

    1.4. Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Jenis inhibitor yang digunakan adalah inhibitor organik ramah lingkungan

    teh rosella (Hibiscus Sabdariffa).

    b. Konsentrasi inhibitor teh rosella (Hibiscus Sabdariffa) yang digunakan

    adalah 10 gpl dimana bunga rosella kering diseduh didalam aquades yang

    telah dipanaskan.

    c. Larutan rendam adalah NaCl 3,5% dengan volume yang disesuaikan

    dengan batas minimum volume kontak larutan terhadap permukaan sampel

    yang sesuai dengan standar ASTM G31-72.

    d. Sampel untuk pengujian ini adalah baja karbon rendah yang berbentuk

    coupon yang telah diamplas untuk membuang lapisan anti karatnya.

    e. Variabel pengujiannya dikelompokan sebagai berikut :

    1) Parameter tetap

    i) Material berupa baja karbon rendah

    ii) Temperatur lingkungan sekitar 40°C

    iii) Volume larutan NaCl 3,5% sebesar 450 ml

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 5

    Universitas Indonesia

    2) Parameter tidak tetap

    i) Konsentrasi ekstrak teh rosella sebanyak 0, 2, 4, 6 ml

    f. Efisiensi inhibitor dihitung dengan menggunakan Persamaan 1.1

    ݂݅ܧ ݅ݏ ݁݊ ݊ܫ ℎܾ݅ =ݎ݅ݐಲିಳ

    ಲ× 100% (1.1)

    Ket : XA = Laju Korosi pada wadah tanpa inhibitor.

    XB = Laju Korosi pada wadah dengan inhibitor.

    g. Penghitungan laju korosi menggunakan Persamaan 1.2 yang sesuai dengan

    ASTM G31-72 :

    ܽܮ ݆ݑ ݅ݏݎܭ =×ௐ

    ××௧(1.2)

    Ket : K = konstanta (mpy = 3,45 x 106)

    W = kehilangan berat (gram)

    D = densitas (gram/cm3)

    A = luas permukaan yang terendam (cm2)

    t = waktu (jam)

    h. Pengukuran potensial logam menggunakan elektroda standar Ag/AgCl,

    yang dikonversikan kedalam potensial vs SHE menggunakan Persamaan

    1.3 sebagai berikut :

    ݁ݐܲ ݅ݏ݊ ݈ܽ (ܸ) ݏݒ ܧܵܪ = ݁ݐܲ ݈ܽ݅ݏ݊ (ܸ) +݈ܥ݃ܣ/݃ܣݏݒ 0.222 (1.3)

    1.5. Sistematika Penulisan

    Dalam penulisan ini, sistematika penulisan disusun agar konsep dalam

    penulisan skripsi menjadi berurutan sehingga akan didapat kerangka alur

    pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut dapat diartikan dalam

    bentuk banyak bab-bab yang saling berkaitan dengan yang lain. Bab-bab tersebut

    diantaranya :

    Bab 1 Pendahuluan

    Membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan

    penelitian, ruang lingkung penelitian, dan sistematika penulisan.

    Bab 2 Teori Penunjang

    Membahas mengenai teori korosi secara umum baik pengertian dan jenis –

    jenis korosi perlindungan terhadap korosi, aspek dan teoritis inhibitor, dan korosi

    pada lingkungan air laut

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 6

    Universitas Indonesia

    Bab 3 Metodologi Penelitian

    Membahas mengenai diagram alir penelitian, alat dan bahan yang

    diperlukan untuk penelitian, dan prosedur penelitian.

    Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Membahas mengenai pengolahan data yang didapat dari penelitian serta

    menganalisa hasil penelitian bai berupa angka, gambar, dan grafik, serta

    membandingkan dengan teori dan literatur

    Bab 5 Kesimpulan

    Membahas mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 7Universitas Indonesia

    Bab 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Prinsip Dasar Korosi

    Korosi adalah proses degradasi suatu material atau hilangnya suatu material

    baik secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi elektrokimia

    dengan lingkungannya. Korosi juga didefinisikan sebagai hasil perusakan dari

    reaksi kimia antara logam atau logam paduan dan lingkungannya[1]. Lingkungan

    dari terjadi korosi dapat berupa udara, air, larutan garam, larutan asam, dan lain –

    lain.

    Proses korosi yang terjadi pada logam biasanya bersifat elektrokimia yaitu

    sebuah proses reaksi kimia dimana terdapat transfer elektron dari satu spesies

    kimia ke spesies kimia lainnya[11]. Reaksi yang terjadi pada proses korosi

    merupakan proses reduksi dan oksidasi yang terjadi secara spontan. Adapun syarat

    – syarat terjadinya proses korosi adalah adanya empat komponen yang aktif.

    Komponen - komponen ini adalah anoda, katoda, elektrolit, dan jalur electron atau

    hungan listrik[12].

    Anoda dalam sel elektrokimia, adalah tempat dimana metal loss terjadi

    dimana elektron akan terlepas dari logam kemudian logam akan menjadi ion.

    Logam yang sudah kehilangan elektron ini kemudian bermigrasi dari permukaan

    logam ke lingkungan. Katoda adalah tempat dimana elektron yang dilepas oleh

    logam dipakai untuk sebuah proses yang disebut dengan proses reduksi[12].

    Gambar 2.1 Skema sel elektrokimia[12]

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 8

    Universitas Indonesia

    Reaksi yang terjadi pada anoda adalah reaksi oksidasi dimana reaksi

    pelepasan elektron sehingga terjadi peningkatan nilai valensi dan perubahan

    logam menjadi ionnya. Reaksi oksidasi pada suatu logam biasa dirumuskan

    menjadi sebuah persamaan sederhana seperti dibawah ini :

    M → M+n + ne- (n adalah valensi logam) (2.1)

    Misalkan sebuah besi dari sebuah struktur terkena serangan korosi maka

    reaksi anoda yang terjadi pada anodanya adalah sebagai berikut :

    Fe → Fe2+ + 2e- (2.2)

    Sedangkan pada katoda reaksi yang terjadi adalah reaksi reduksi dimana

    elektron hasil dari reaksi oksidasi dikonsumsi untuk menurunkan nilai valensi dari

    suatu spesies. Terdapat berbagai macam reaksi reduksi yang sering terjadi pada

    logam yaitu[1] :

    1. Reaksi pembentukan hidrogen:

    2 H+ + 2e → H2 (2.3)

    Reaksi reduksi oksigen dalam larutan asam

    O2 + 4H+ + 4e → 2 H2O (2.4)

    2. Reaksi reduksi oksigen dalam larutan basa/netral

    O2 + 2 H2O + 4e → 4 OH− (2.5)

    3. Reaksi reduksi logam

    M3+ + e → M2+ (2.6)

    4. Deposisi logam

    M+ + e → M (2.7)

    Gambar 2.2 Skema sel korosi[1]

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 9

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.2 menjelaskan skema tentang keseluruhan proses yang terjadi

    pada korosi. Pada bagian anoda terjadi reaksi oksidasi dimana logam Fe yang ada

    pada metal berubah menjadi ion Fe2+ dan menghasilkan dua buah elektron. Kedua

    buah elektron ini kemudian bermigrasi kearah katoda yang kemudian digunakan

    untuk mereduksi dua ion H+ yang berkumpul dipermukaan katoda sehingga

    menjadi gas hidrogen. Itulah mengapa terdapat gelembung – gelembung udara

    pada permukaan logam yang terkena serangan korosi.

    Terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi korosi di sistem elektrolit cair

    (aqueous) yaitu[13]:

    1. Komponen ion larutan dan konstentrasinya

    2. pH (tingkat keasaman)

    3. Kadar oksigen

    4. Temperatur dan transfer panas

    5. Kecepatan (pergerakan fluida)

    2.2 Korosi pada Baja Karbon

    Baja karbon, paling banyak digunakan untuk material keteknikan,

    diperkirakan 85% dari produksi baja dunia. Walaupun terdapat keterbatasan

    terhadap ketahanan korosi, baja karbon banyak digunakan untuk aplikasi kelautan

    (maritim), nuklir, transportasi, proses kimia, industri perminyakan, refining, pipa

    saluran, konstruksi pertambangan dan peralatan proses logam. Baja karbon secara

    alami memiliki keterbatasan terhadap kandungan paduannya, biasanya di bawah

    2% dari total penambahan. Namun, penambahan tersebut secara umum tidak

    menghasilkan perubahan terhadap ketahanan korosi. Terkecuali weathering steel,

    dengan penambahan sedikit tembaga, krom, nikel, dan phosphorus dapat

    mereduksi laju korosi pada lingkungan tertentu[14].

    Baja merupakan material yang banyak digunakan untuk aplikasi pipa

    saluran air, khususnya low carbon steel. Dengan adanya karbon, kekerasan dan

    kekuatan akan meningkat sehingga low carbon steel digunakan karena memiliki

    sifat mekanis yang baik, mudah dibentuk atau difabrikasi dan harga yang relatif

    murah. Namun, baja terdiri dari beberapa fasa dan terdapat ketidakhomogenan

    pada permukaan, sehingga dapat menyebabkan lokal sel elektrokimia. Hal

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 10

    Universitas Indonesia

    tersebut menyebabkan rendahnya ketahanan korosi dari baja karena reduksi

    katodik mudah terjadi sehingga menyebabkan porous sebagai produk korosi dan

    tidak terbentuk produk sampingan seperti lapisan pasif[14]. Proses korosi

    merupakan kebalikan dari proses metalurgi (Gambar 2.3).

    Gambar 2.3. Proses korosi menunjukkan kebalikan dari proses metalurgi[25]

    Produk – produk korosi yang biasa dihasilkan pada baja antara lain :

    2Fe + 2H2O + O2 2Fe(OH)2

    2Fe(OH)2 + H2O + O2 2Fe(OH)3

    Tabel 2.1. Produk korosi pada baja[26]

    Senyawa Warna Oksida Ket.

    Fe2O3.H2O

    Fe(OH)3

    Merah kecoklatan Fe3+ Hematite

    Fe3O4 Hitam Fe2+/3+ Magnetite/lodestone

    Fe(OH)2 Biru/Hijau Fe2+ Dapat larut, warna dapat

    berubah sesuaitingkat keasaman (pH)

    FeO Hitam Fe2+ Pyrophoric

    Proses korosi baja (Fe) secara termodinamika, dapat diprediksi dengan

    menggunakan Diagram Pourbaix (potensial/V-pH). Pada potensial lebih positif

    dari -0.6 dan pada pH rendah (pH < 3), ion ferrous (Fe2+ atau Fe [II]) merupakan

    zat yang stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa Fe akan terkorosi pada kondisi

    tersebut. Pada daerah lain, dapat dilihat bahwa korosi Fe juga akan menghasilkan

    ion ferric (Fe3+ atau Fe [III]), ferric hydroxide [Fe(OH)3], ferrous hydroxide

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 11

    Universitas Indonesia

    [Fe(OH)2] dan pada kondisi yang sangat basa (pH > 14) terbentuk ion kompleks

    HFeO2-. Produk korosi yang padat akan berbeda dari produk korosi sebelumnya,

    yaitu ferric oxide (Fe2O3) dan magnetite (Fe3O4).

    2.3. Jenis – Jenis Korosi

    Jenis – jenis korosi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari segi

    proses, mekanisme, kondisi, lingkungan sekitar, dan berbagai faktor lainnya. Jenis

    korosi tersebut antara lain[1]:

    1. Uniform Corrosion

    Uniform corrosion adalah bentuk korosi dimana korosi terjadi secara

    menyeluruh dipermukaan. Bentuk korosi ini mudah diprediksi, karena kecepatan

    atau laju korosi di setiap permukaan adalah sama. Pada umumnya, uniform

    corrosion dicegah dengan melapisi permukaannya seperti coating. Tujuannya

    adalah untuk mengurangi interaksi logam dengan lingkungannya.

    2. Galvanic Corrosion

    Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi jika dua atau lebih logam

    yang memiliki potensial reduksi (Eored) berbeda dihubungkan. Salah satu dari

    logam tersebut akan mengalami korosi. Menurut deret volta dan deret galvanik,

    logam yang memiliki potensial reduksi (Eored) lebih kecil akan mengalami korosi.

    3. Crevice Corrosion

    Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi ketika terdapat celah akibat

    penggabungan atau penyatuan dua logam yang sama yang memiliki kadar oksigen

    berbeda dengan area luarnya. Korosi ini umunya terjadi pada celah-celah

    sambungan seperti pada ulir.

    4. Pitting Corrosion

    Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi karena pecahnya lapisan

    pasif di satu titik akibat dari lingkungan korosif, seperti ion Cl- pada air laut. Ion

    Cl- akan menyerang permukaan lapisan pasif dari logam. Ion Cl- akan

    terkonsentrasi menyerang pada permukaan lapisan pasif yang terjadi pitting

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 12

    Universitas Indonesia

    terlebih dahulu, sehingga pitting akan menjadi dalam. Pecahnya lapisan pasif

    mengakibatkan gas hidrogen dan oksigen mudah masuk dan mengkorosikan

    logam tersebut.

    5. Stress Corrosion Cracking (SCC)

    Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan akibat beban

    tarik pada suatu logam di lingkungan korosif. Hal ini sewaktu-waktu akan

    menyebabkan material tersebut akan terkena korosi pada satu titik yang

    menyebabkan crack yang menjalar dan diawali di bagian titik yang terkena korosi.

    6. Corrosion Fatigue Cracking (CFC)

    Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan akibat beban

    fatik pada suatu material di lingkungan korosif. Hal ini sewaktu-waktu akan

    menyebabkan material tersebut akan terkena korosi pada satu titik yang

    menyebabkan crack yang menjalar dan diawali di bagian titik yang terkena korosi.

    7. Hydogen Induced Cracking (HIC)

    Bentuk korosi dimana korosi terjadi karena adanya tegangan internal pada

    suatu material karena adanya molekul-molekul gas hidrogen yang berdifusi ke

    dalam struktur atom logam.

    8. Intergranular Corrosion

    Merupakan bentuk korosi yang biasanya dialami oleh stainless steel atau

    alloy dimana korosi terjadi pada sekitar batas butir, lalu akan terjadi crack yang

    menjalar sepanjang batas butir. Hal ini terjadi karena chrome pada sekitar batas

    butir membentuk presipitat chromium karbida di batas butir. Terbentuknya

    presipitat chromium karbida terjadi pada temperatur antara 425oC – 815oC.

    9. Dealloying

    Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi pada salah satu logam

    dalam sebuah paduan atau alloy. Misalkan, pada Cu-Zn di lingkungan korosif, Zn

    akan terkorosi menurut deret volta. Akibatnya, Zn akan berkurang jumlahnya

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 13

    Universitas Indonesia

    dalam paduan dan menyebabkan sifat mekanis yang dihasilkan oleh Zn pada

    material alloy tersebut akan menurun.

    10. Erosion-Corrosionand Fretting

    Merupakan bentuk korosi dimana korosi terjadi karena fluida korosif yang

    mengalir, baik fluida liquid (Erosion Corrosion) maupun vapor (Fretting

    Corrosion) dengan kecepatan tinggi. Karena kecepatan tinggi dari fluida korosif

    yang mengalir, lapisan proteksi korosif akan tererosi dan menghilang. Oleh sebab

    itu, kemungkinan terjadinya korosi semakin besar. Korosi jenis ini umumnya

    terjadi pada bagian internal pipa, dimana fluida gas mengalir dengan tekanan

    tinggi. Untuk itu bagian internal pipa sebaiknya diberikan coating internal.

    Gambar 2.4 Skema jenis-jenis korosi[1]

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 14

    Universitas Indonesia

    Pada elektrolit atau aplikasi air laut dapat terjadi beberapa jenis korosi dari

    jenis korosi diatas antara lain:

    a. Korosi Seragam (Uniform)

    Korosi jenis ini merupakan korosi yang paling mudah untuk dikenali.

    Bentuk serangannya meluas keseluruh area permukaan material. Pada korosi

    uniform ini lingkungan korosif harus memiliki akses yang sama keseluruh

    permukaan komponen dan materialnya sendiri harus uniform dari sisi metalurgi

    dan komposisi kimianya[1]. Akibat dari korosi jenis ini adalah logam akan

    kehilangan ketebalan per unit waktu. Korosi atmosfer adalah contoh yang

    memungkinkan terjadinya korosi seragam. Pencegahan korosi ini dapat dilakukan

    dengan pemberian coating untuk mencegah terjadinya kontak antara logam

    dengan lingkungan.

    Gambar 2.5 Contoh korosi seragam

    b. Korosi Galvanik

    Korosi ini terjadi ketika dua buah logam digabung atau terhubung pada

    suatu elektrolit yang korosif. Logam yang memiliki potensial yang kurang mulia

    (lebih negatif dalam deret galvanik) akan bersifat anodik sedangkan pada logam

    lain yang potensialnya lebih mulia (lebih positif dalam deret galvanik) akan

    bersifat katodik. Sehingga korosi pada anoda akan terjadi lebih cepat dan pada

    katoda akan terjadi terlindungi dan terjadi reaksi reduksi. Korosi galvanik terjadi

    jika terdapat tiga faktor yaitu :

    1. Dua jenis logam yang berbeda

    2. Kedua jenis logam tersebut saling kontak

    3. Kedua logam tersebut terekspos dengan lingkungan

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 15

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.6 Contoh korosi galvanik

    c. Korosi Erosi

    Korosi ini terjadi akibat adanya fluida yang korosif dan aliran fluida yang

    berkecepatan tinggi. Namun pada aliran yang lamban menyebabkan rendahnya

    laju korosi. Bila pergerakan fluida sangat cepat maka fluida korosif akan

    mengerosi secara fisik dan menghilangkan lapisan produk pelindung korosi.

    Selain itu dengan adanya lumpur atau pasir akan semakin meningkatkan serangan

    dari korosi erosi.

    Terdapat beberapa tipe dari korosi erosi yaitu korosi cavitasi dimana

    disebabkan pecahnya gelembung udara (bubles) yang dihasilkan oleh perubahan

    tekanan disepanjang permukaan yang terekspos fluida dengan kecepatan tinggi.

    Ledakan dari gelembung ini dapat merusak lapisan film dan mengeluarkan

    partikel dari logam. Tipe lainnya adalah fretting dimana terjadi akibat adanya

    pergerakan berulang akibat dari getaran atau dari logam dengan padatan lainnya.

    Gambar 2.7 Contoh korosi erosi

    2.4. Perlindungan Korosi

    Korosi adalah sebuah proses yang berjalan secara alami dan tidak berhenti

    selama suatu material masih terekspos dengan lingkungan yang bersifat korosif.

    Namun bukan berarti korosi tidak dapat ditanggulangi. Kerugian yang diakibatkan

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 16

    Universitas Indonesia

    oleh proses korosi dapat diminimalisir dengan menggunakan metode – metode

    yang tepat sesuai dengan kondisi dari sistem yang akan dilindungi. Metode –

    metode tersebut adalah :

    1. Proteksi katodik

    2. Inhibitor

    3. Coating

    4. Material selection dan desain

    2.4.1. Proteksi Katodik

    Proteksi katodik adalah salah satu metode dari sekian banyak metode yang

    telah digunakan secara luas untuk pencegahan korosi dan mitigasinya. Dimana

    prinsipnya dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi korosi pada

    berbagai logam dan paduannya dari berbagai ekspose larutan elektrolit[1]. Proteksi

    ini bisa juga diprinsipkan dengan memperlakukan logam yang dilindungi sebagai

    katoda dengan menerapkan arus searah untuk mengalirkan elektron ke arah logam

    yang dilindungi. Sistem proteksi ini efektif untuk struktur – struktur yang

    terbenam didalam larutan atau didalam tanah. Sistem proteksi ini banyak

    diaplikasikan pada struktur – struktur kapal laut, jettie, instalasi pipa dan tangki

    baik dibawah tanah atau bawah laut dan lain – lain. Pemberian arus searah terbagi

    menjadi dalam perlindungan ini yaitu dengan menerapkan anoda korban

    (sacrificial anode) dan dengan pemberian arus tanding (impressed current)[1].

    Sistem proteksi dengan anoda korban memiliki prinsip yang sama dengan

    korosi galavanik. Prinsip dari anoda korban adalah dengan menghubungkan

    logam yang akan dilindungi dengan logam lain yang lebih reaktif dimana dapat

    dihubungkan dalam suatu media elektrolit sehingga akan diperoleh arus listrik

    dari reaksi galvanik yang terjadi. Arus yang timbul akibat adanya perbedaan

    potensial pada logam yang dilindungi dengan logam yang akan dikorbankan

    sehingga arus akan mengalir dari logam yang lebih noble menuju yang lebih

    reaktif. Umumnya jenis logam yang digunakan sebagai anoda korban adalah

    logam aluminum, seng, dan magnesium dalam berbagai paduan dengan komposisi

    tertentu.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 17

    Universitas Indonesia

    Sistem arus tanding adalah sistem proteksi dimana dengan meyuplai arus

    dari rectifier ke suatu anoda sehingga logam terlindungi (sebagai katoda). Arus

    yang disuplai dari rectifier diatur hingga mendapatkan suatu potensial proteksi

    untuk logam yang dilindungi dan yang dijadikan anoda biasanya adalah logam

    yang lebih noble atau inert.

    2.4.2. Coatings

    Coatings merupakan merupakan suatu cara pengendalian korosi dengan

    memberikan lapisan pelindung pada logam sehingga logam terisolasi dari

    lingkungannya yang korosif. Coating biasa diberikan pada seluruh permukaan

    logam sehingga reaksi antara permukaan logam dengan lingkungan mengalami

    pernghambatan. Lapisan isolator ini akan menghambat aliran arus listrik diseluruh

    permukaan logam yang dilindungi. Untuk aplikasi misalnya baja, metode coatings

    cukup efektif untuk dikombinasikan dengan metode proteksi katodik dalam

    peningkatan efektifitas[13].

    Umumnya coating dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

    1. Pelapis logam : electroplating, electroless plating, hot-dip galvanizing,

    pack cementation, cladding, thermal spraying, dan physical vapor

    deposition

    2. Pelapis anorganik : anodizing, chromate filming, phospate coating,

    nitriding,dan lapisan pasif

    3. Pelapis organik : barrier effect, sacrificial effect, dan inhibition effect

    2.4.3. Inhibitor

    Inhibitor adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah yang relatif kecil ke

    dalam lingkungan yang korosif sehingga mengubah lingkungan dan menurunkan

    laju korosinya.inhibitor adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam lingkungan

    operasi yang bersifat korosif sehingga memberikan pengaruh terhadap lingkungan

    tersebut. Penggunaan inhibitor dalam suatu operasi pengendalian korosi

    ditambahkan dalam jumlah yang relative kecil, berkisar 10-80 ppm. Inhibitor

    memiliki beberapa mekanisme kerja secara umum yaitu[4]:

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 18

    Universitas Indonesia

    a) Inhibitor teradsorbsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu

    lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini

    tidak terlihat dengan mata biasa namun dapat menghambat

    penyerangan lingkungan terhadap logam.

    b) Melalui pengaruh lingkungan (seperti pH) menyebabkan inhibitor

    dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam

    serta melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup

    banyak dan lapisan dapat diamati dengan mata telanjang.

    c) Inhibitor lebih dahulu mengkorosi logamnya dan menghasilkan suatu

    zat kimia dan lalu mengalami adsorpsi dari produksi korosi untuk

    membentuk lapisan pasif pada permukaan

    d) Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya.

    Inhibitor sendiri akan terjadi reaksi antara lingkungan dan logamnya,

    mekanisme dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

    1. Interface inhibition : interaksi inhibitor dengan permukaan logam

    sehingga membentuk lapisan tipis pada permukaan logam tersebut

    2. Interpahes inhibition : interaksi yang terjadi dengan menurunkan

    tingkat korosifitas lingkungan seperti mengurangi kadar oksigen,

    pengaturan pH, netralisasi gas bersifat asam, dan lain lain.

    2.4.3.1. Klasifikasi Inhibitor

    Inhibitor dalam dalam bagaimana mekanisme inhibitor tersebut bekerja

    dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu[14]:

    A. Inhibitor Anodik

    Inhibitor ini bekerja dengan mengurangi laju korosi suatu logam dengan

    memperlambat reaksi elektrokimia melalui pembentukan lapisan pasif

    dipermukaan logam sehingga logam terlindungi dari korosi. Dengan adanya

    penambahan inhibitor jenis inhibitor anodik ini, maka akan terjadi perubahan

    anodik yang cukup signifikan pada potensial korosinya sehingga memaksa logam

    membentuk lapisan pasif dan menggeser potensial korosinya ke nilai lebih noble.

    Inhibitor anodik itu sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 19

    Universitas Indonesia

    1. Oxidizing anions, merupakan jenis inhibitor anodik dimana

    membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh

    dari jenis ini adalah kromat, nitrit, dan nitrat.

    2. Non-oxidizing ions, merupakan jenis inhibitor dimana tidak

    membutuhkan oksigen dalam pembentukan lapisan pasif. Contoh

    dari jenis ini adalah phospat, tungstat, dan molybdat.

    Inhibitor anodik ini sendiri paling banyak diaplikasikan dan paling efektif

    diantara jenis inhibitor lainya[14]

    Gambar 2.8 Diagram polarisasi suatu logam dengan penambahan inhibitor anodik

    B. Inhibitor Katodik

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan menghambat reaksi katodik suatu logam

    akibat pembentukan suatu persipitat di wilayah katoda yang dapat meningkatkan

    impedansi permukaan sekaligus membatasi reaksi reduksi untuk melindungi

    logam tersebut. Perlindungan terjadi akibat penghambatan reaksi reduksi yang

    terjadi di katoda sehingga otomatis reaksi di anoda juga berkurang atau terhambat

    karena reaksi yang terjadi di anoda dan katoda berjalan setimbang dan spontan.

    Dari inhibitor katodik ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu:

    1. Racun katoda, jenis yang menghambat reaksi evolusi hidrogen.

    Contoh dari jenis ini adalah sulfida, selenida, arsenat, bismunat,

    dan antimonat

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 20

    Universitas Indonesia

    2. Persipitat katoda, jenis yang dapat mengendap membentuk oksida

    sebagai lapisan pelindung pada logam. Contoh dari jenis ini

    adalah kalsium, seng, dan magnesium

    3. Oxygen scavenger, jenis yang dapat mengikat oksigen terlarut

    sehingga mencegah reaksi reduksi oksigen pada katoda. Contoh

    dari jenis ini adalah hidrasin, natrium, sulfit, dan hidroksil amin

    HCl.

    Gambar 2.9 Diagram polarisasi suatu logam dengan penambahan inhibitor katodik

    C. Inhibitor Persipitasi

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan membentuk persipitat di seluruh

    permukaan logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk menghambat

    reaksi anodik dan katodik logam tersebut secara tidak langsung.

    Contoh dari jenis inhibitor ini adalah silikat dan phospat. Natrium silikat

    baik digunakan sebagai water softener untuk mencegah terjadinya rust water.

    Namun pemakaian sangat dipengaruhi pH dan saturation index. Selain itu phospat

    juga membutuhkan oksigen untk meningkatkan efektivitas kerjanya. Silikat dan

    phospat sangat berguna untuk sistem lingkungan dimana aditifnya tidak bersifat

    racun.

    D. Inhibitor Organik

    Inhibitor ini bekerja dengan membentuk senyawa kompleks yang

    mengendap pada permukaan logam sebagai lapisan pelindung yang bersifat

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 21

    Universitas Indonesia

    hidrofobik yang dapat menghambat reaksi logam dengan lingkungannya. Reaksi

    yang terjadi dapat berupa reaksi anodik, reaksi katodik, atau keduanya. Hal ini

    bergantung dari reaksi pada permukaan logam dan potensial logam tersebut.

    Selain itu juga dapat berfungsi untuk menetralisir konstituen korosif dan

    mengabsorbsi konstituen korosif tersebut. Penggunaan dengan konsentrasi yang

    tepat dapat mengoptimalkan perlindungan pada seluruh logam[14].

    Inhibitor organik akan teradsorpsi pada permukaan tergantung dari muatan

    inhibitor dan muatan logam untuk membentuk ikatan dari senyawa kompleks

    tersebut. Sebagai contoh kation inhibitor seperti amin atau anion inhibitor seperti

    sulfonat akan teradsorpsi tergantung muatan logam tersebut apakah negatif atau

    positif. Efektivitas dari inhibitor organik dipengaruhi oleh komposisi kimia,

    struktur molekul, dan gugus fungsi, ukuran, dan berat molekul, serta afinitas

    inhibitor terhadap logamnya[14].

    E. Volatile Corrosion Inhibitor

    Inhibitor jenis ini bekerja dengan menurunkan tingkat korosifitas

    lingkungan dari suatu logam yang ingin dilindungi berada sebagai senyawa yang

    dialirkan melalui lingkungan tertutup menuju lingkungan korosif tersebut dengan

    cara penguapan dari sumbernya. Inhibitor jenis ini yang sering digunakan

    morpholine, hydrazine pada boiler. Senyawa tersebut dialirkan sebagai uap untuk

    mencegah korosi pada bagian condenser tubes untuk menetralkan suasana asam

    dan menggeser pH kesuasana yang tidak terlalu asam. Pemakaian yang efisien

    dari inhibitor dari jenis ini dapat menghasilkan proses inhibisi secara cepat dan

    dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama[14].

    2.4.4 Material Selection

    Dalam konteks kontrol korosi, memilih logam atau paduan sedemikian

    sehingga pertukaran ion dengan lingkungannya tidak berlangsung dengan cepat

    atau dengan kata lain memilih logam atau paduannya yang perbedaan

    potensialnya dengan lingkungannya tidak terlalu besar. Dalam praktek, jika

    lingkungannya relatif agresif (severe), wajib memilih logam atau paduannya yang

    memiliki ketahanan korosi lebih baik dari baja. Hal ini didasarkan pada aspek

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 22

    Universitas Indonesia

    logam bersifat imun pada lingkungan tersebut atau logam tersebut membentuk

    lapisan tipis yang memiliki sifat protektif dan memiliki recoverability yang

    memadai apabila lapisan tersebut terkelupas[15].

    Namun dalam prakteknya, suatu sistem peralatan jarang sekali tersusun oleh

    satu jenis logam, sehingga karakteristik pengendalian/pertukaran ion menjadi

    tidak sederhana. Dalam hal ini, jika perlu ada yang dikorbankan maka desainer

    dapat memilih komponen yang bentuknya tidak rumit atau accessibilitas-nya pada

    alat penggantian komponen. Faktor-faktor lain yang sering diperhitungkan dalam

    proses pemilihan material[15]:

    1. Memiliki ketahanan korosi yang lebih tinggi di suatu media tertentu yang

    mana pada Deret Galvanik berada pada daerah noble atau katodik.

    Gambar 2.10 Deret galvanik berbagai jenis logam[15]

    Dari Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa baja (steel) dan tembaga (copper)

    memiliki beda potensial yang cukup besar sehingga berpotensi terjadi korosi,

    stainless steel yang dikatakan material sukar terkorosi, terlihat dari grafik ternyata

    ada beberapa material yang lebih mulia (noble) diantaranya grafit. Interaksi antara

    grafit-stainless steel harus dihindarkan karena dapat menyebabkan stainless steel

    terkorosi lainnya (korosi Galvanik)[15].

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 23

    Universitas Indonesia

    2. Persyaratan umur komponen

    3. Variasi sifat serta mudah tidaknya material yang diinginkan diperoleh

    diinjau dari aspek bentuk dan ukuran yang diinginkan serta faktor harga.

    4. Analisis yang cermat perlu pula dilakukan mengingat karakteristik logam

    atau paduan dapat berubah akibat proses pengerjaan atau selama terkena

    pada kondisi operasi yang spesifik

    5. Pemilihan material saat ini tidak hanya terbatas pada saat merancang suatu

    komponen tetapi juga meliputi proses re-evaluasi terhadap material yang

    telah atau sedang digunakan pada suatu komponen atau peralatan yang

    sudah ada, dalam rangka meningkatkan performansi, menaikkan

    reliabilitas dan menurunkan biaya.

    2.5. Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L)

    Hibiscus sabdariffa L atau lebih dikenal dengan nama rosella merupakan

    sebuah tanaman yang termasuk dalam keluarga Malvaceae yaitu tumbuhan semak

    tegak yang kebanyakan bercabang, memiliki bunga dan batang yang sewarna dan

    biasanya mencolok, memiliki daun berwarna hijau gelap sampai dengan merah,

    dan memiliki kulit dan batang yang berserat kuat.

    Rosella (Hibiscus Sabdariffa) dapat hidup di daerah yang memiliki iklim

    lembab dan hangat pada daerah tropis dan sub tropis. Daerah aslinya terbentang

    dari India hingga Malaysia[16]. Rosella memiliki kelebihan dibandingkan dengan

    tanaman tropis dan sub tropis lainnya yaitu dapat bertahan dalam cuaca yang

    sangat dingin serta dapat hidup dalam ruangan yang memiliki sedikit pencahayaan

    akan tetapi pertumbuhan terbaik diperoleh pada ruang terbuka dengan cahaya

    matahari (Morton, 1987) dalam (Qi, et. al. 2005)[17].

    Gambar 2.11 Bunga rosella merah

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 24

    Universitas Indonesia

    Menurut Duke (1983) rosella merupakan tanaman tahunan multifungsi dan

    kaya nutrisi. Kelopak buahnya dapat diolah menjadi teh. Hasil analisa terhadap

    kelopak buah rosella kering per 100 gramnya mengandung 1.9 protein, 0.1 gram

    lemak, 12.3 gram karbohidrat, 2.3 gram serat, dan 14 miligram asam askorbat,

    0.04 miligram vitamin B, serta komponen pewarna alami[10]. Sumarno (2004)

    menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada kelopak buah rosella lebih tinggi

    daripada kandungan vitamin C pada jeruk, 3 kali lipat lebih besar dari anggur

    hitam, dan 9 kali lebih besar dari kandungan vitamin C pada jeruk citrus[10].

    2.6. Antioksidan dan Vitamin C

    Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi

    elektron (electron donors). Sedangkan dalam pengertian biologi, senyawa

    antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak

    negatif oksidan pada tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara memberikan satu

    elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa

    oksidan tersebut bias dihambat[18].

    Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi (Hariyatmi 2004) :

    1. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan

    menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E.

    2. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat

    pemulung, misalnya vitamin C.

    3. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan

    Cu2+, misalnya flavonoid.

    4. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi

    bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation

    peroksidase.

    Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting

    untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan

    nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai

    antioksidan terlarut air paling dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut

    formasi ROS dan radikal bebas (Frei 1994)[14].

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 25

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.12 Struktur molekul dari asam askorbat (vitamin C)

    2.7. Perhitungan Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor

    2.7.1. Perhitungan Laju Korosi

    Salah satu tujuan dari corrosion monitoring adalah dengan mengetahui laju

    korosi pada logam dari suatu struktur sehingga dari dengan mengetahui laju korosi

    kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu dapat bertahan

    terhadap serangan korosi[1]. Teknik monitoring korosi dapat dibagi menjadi

    beberapa metode yaitu kinetika (weight loss) dan elektrokimia (diagram

    polarisasi, linear polarization resistance, electrochemical impedance

    spectroscope, potensial korosi, dan electrochemical noise)[19].

    Metode weight loss atau kehilangan berat merupakan metode yang dapat

    digunakan untuk mendapatkan laju korosi. Prinsip dari metode ini adalah dengan

    menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat seterlah

    dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72. Dengan

    menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan massa tersebut

    dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu lingkungan yang korosif

    seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan

    massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil

    korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan

    mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam, waktu

    perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka bisa dihasilkan suatu laju

    korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukan pada persamaan berikut :

    ܽܮ ݆ݑ ݅ݏݎ݇ (ܻܲܯ) =ଷ,ହ௫ଵల.ௐ

    ..்(2.1)

    Dimana : W = kehilangan berat (gr)

    D = massa jenis (gr/cm3)

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 26

    Universitas Indonesia

    A = luas permukaan yang direndam (cm2)

    T = waktu (jam)

    Semakin besar laju korosi suatu logam maka semakin cepat material

    tersebut untuk terkorosi. Kualitas ketahanan korosi suatu material dapat dilhat

    pada Tabel 2.2.[1]:

    Tabel 2.2 Distribusi kualitas ketahanan korosi suatu material[1]

    Relative

    Corrosion

    Resistance

    MPY mm/yr µm/yr nm/h pm/s

    Outstanding

  • 27

    Universitas Indonesia

    ݂݁ ݅݅ݏ ݁݊ ݅ݏ ݅݊ ℎܾ݅ =ݎݐೌି್

    ೌ100ݔ (2.2)

    Dimana Xa = laju korosi tanpa inhibitor (mpy)

    Xb = laju korosi dengan inhibitor (mpy).

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 28Universitas Indonesia

    BAB 3

    Metodologi Penelitian

    3.1. Diagram Alir Penelitian

    Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak

    teh rosella sebagai green corrosion inhibitor. Metode yang digunakan pada

    penelitian ini adalah metode kehilangan berat untuk mengetahui laju korosi dari

    material uji. Kondisi lingkungan dari penelitian ini berada di lingkungan NaCl

    3,5% pada temperatur 40°C. Adapun diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat

    pada gambar dibawah ini.

    Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 29

    Universitas Indonesia

    3.2. Alat dan Bahan

    3.2.1. Alat

    1. Mesin Potong

    2. Mesin bor

    3. Mata bor diameter 3 mm

    4. Kertas amplas #80, #100, #360. #600

    5. Timbangan digital

    6. pH meter digital

    7. Multitester

    8. Jangka sorong

    9. Benang

    10. Wadah plastik PET untuk perendaman

    11. Cutter dan gunting

    12. Elektroda standar Ag/AgCl

    13. penggaris

    14. Kamera digital tipe SLR

    15. Beaker glass

    16. Pinset

    17. Hair dryer

    18. Magnetic stirer

    19. Ultrasonic agitator

    20. Water bath

    3.2.2. Bahan

    1. Baja karbon rendah

    Dimensi baja karbon rendah : 25 mm x 20 mm x 1 mm

    Densitas : densitas dari material baja karbon rendah didapat dari

    penghitungan densitas. Panjang, lebar, dan tinggi dari material diukur

    dengan menggunakan jangka sorong dan massa diukur dengan

    timbangan digital. Hasil dari pengukuran tersebut dimasukkan ke

    dalam formula penghitungan densitas sebagai berikut.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 30

    Universitas Indonesia

    ρ =

    ௫௫௧(3.1)

    Dimana ߩ : massa jenis (gr/cm3) p : panjang (cm)

    l : lebar (cm) t : tinggi (cm)

    Tabel 3.1. Data Luas Permukaan, Massa, dan Massa Jenis

    KuponStatus

    Inhibitor

    Dimensi (rata -rata)Massa(gram)

    Densitas(gr/cm3)

    Luas(cm2)

    Panjang(cm)

    Lebar(cm)

    Tinggi(cm)

    A

    1 2,51 1,85 0,085 3,42 8,65 10,04

    2 2,51 1,83 0,085 3,34 8,56 9,93

    3 2,5 1,8 0,085 3,29 8,6 9,74

    B

    1 2,5 1,97 0,085 3,51 8,39 10,62

    2 2,51 1,81 0,085 3,34 8,64 9,83

    3 2,51 1,85 0,085 3,45 8,73 10,04

    C

    1 2,51 1,905 0,085 3,44 8,46 10,32

    2 2,51 1,87 0,085 3,36 8,42 10,14

    3 2,5 1,89 0,085 3,29 8,19 10,21

    D

    1 2,51 1,89 0,085 3,52 8,73 10,25

    2 2,51 1,9 0,085 3,37 8,32 10,3

    3 2,5 1,87 0,085 3,44 8,66 10,1

    2. Kelopak bunga rosella merk “x”

    3. NaCL

    4. Toluena

    5. Acetone

    6. HCL 37% “Merck” dan inhibitor Barracor 12M sebagai zat pickling

    Masukan HCL 12M sebanyak 200 ml dan tambahkan 2 ml

    inhibitor barracor kedalam beaker glass 500ml

    7. NaHCO3

    Siapkan magnetic stirer dan letakkan beaker glass 500 ml

    diatasnya.

    Nyalakan magnetic stirer dan masukan NaHCO3 hingga berlebih

    dan tidak larut untuk mendapatkan larutan tak jenuh.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 31

    Universitas Indonesia

    3.3. Prosedur Kerja

    3.3.1. Preparasi Sampel

    3.3.1.1 Pemotongan Sampel

    Material baja karbon rendah yang didapat pada penelitian ini berupa

    lembaran dengan dimensi 200 mm x 200 mm x 1 mm. Kemudian dipotong

    - potong menjadi berukuran 25 mm x 20 mm x 1 mm sebanyak 12 buah

    dengan menggunakan alat pemotong sampel.

    3.3.1.2 Pengeboran Sampel

    Setelah dilakukan pemotongan sampel, kemudian dilkaukan pengeboran

    pada bagian atas sampel dengan mata bor berdiameter 3 mm. Pengeboran

    ini dilakukan agar sampel dapat digantungkan dengan benang pada saat

    dilakukan proses pencelupan.

    3.3.1.3 Pengamplasan Sampel

    Proses selanjutnya yang harus dilakukan adalah pengamplasan pada

    sampel. Pengamplasan dilakukan untuk menghilangkan oksida – oksida

    yang ada pada permukaan sampel. Pengamplasan dilakukan dengan kertas

    amplas mulai dari #80, #100, #360, dan #600.

    3.3.1.4 Pengambilan Foto

    Sampel difoto untuk mendapatkan data visual sampel sebelum dilakukan

    pencelupan.

    Gambar 3.2 Sampel Baja karbon rendah Sebelum Proses Pencelupan

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 32

    Universitas Indonesia

    3.3.1.5 Penimbangan Berat Awal Sampel

    Masing-masing sampel ditimbang berat awalnya menggunakan timbangan

    digital.

    Gambar 3.3 Ukuran Sampel Pengujian

    3.3.2. Persiapan Larutan Rendam NaCl 3,5%

    Larutan rendam yang dipakai pada penelitian ini adalah larutan NaCl

    3,5%. Larutan NaCl 3,5% ini digunakan agar dapat mensimulasikan kondisi air

    laut. Proses pembuatan larutan ini dilkuakan dengan melarutkan NaCl yang telah

    ditimbang seberat 35 gram ke dalam larutan aquadesh dengan volume 1000 ml.

    Berdasarkan ASTM G31-72, untuk pengujian rendam skala laboratorium, volume

    larutan minimal untuk pengujian adalah :

    ݈ݒ ݈ܽ݁݉ݑ ܽݐݑݎ ݊ = ቀ0.2௦

    ௗ0.4ቁݔ ( ݈ݑ ݁ܽݏ ݉ݎ ܽ݇ݑ ܽ݊ ܽݏ ݉ ݈݁ ) (3.2)

    Luas permukaan sampel (ukuran sampel 25 x 20 x 1 mm) :

    =ܮ (2 ݔݔ )݈ + (2 (ݐݔݔ − (ݐݎߨ2) + (ଶݎߨ2)

    =ܮ 25ݔ2) (20ݔ + (2 25ݔ (1ݔ + (2 20ݔ (1ݔ − (2 3,14ݔ 1,5ݔ (1ݔ +

    (2 3,14ݔ (1,5ଶݔ

    =ܮ 1085,29 ݉݉ ଶ

    Jika diambil batas atasnya sebesar 0.4 dari luas permukaan sampel, maka :

    Volume minimal = 0,4 x 1085,29

    = 434,12 ml

    ≈ 450 ml

    Sehingga, volume larutan minimal untuk sebuah sampel dengan luas

    permukaan 1085,29 mm2 adalah 434,12 ml. Dalam pengujian, volume

    yang digunakan adalah 450 ml.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 33

    Universitas Indonesia

    3.3.3. Persiapan Inhibitor Ekstrak Teh Rosella

    Inhibitor rosella yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak dari

    teh rosella dengan konsentrasi 10 gpl. Pembuatan inhibitor dengan konsentrasi 10

    gpl ini diperlukan 1 gram kelopak rosella kering, tuang ke dalam beaker glass,

    kemudian masukkan 100 ml aquadesh. Panaskan dan aduk dengan menggunakan

    magnetic stirrer, kemudian saring ampas dan diamkan. Setelah dingin, ekstrak

    rosella 10 gpl dapat digunakan sebagai inhibitor.

    3.3.4. Langkah Kerja Uji Rendam (ASTM G31-72)

    Sampel yang telah dilakukan preparasi, digantung dengan benang dan

    kemudian dicelupkan kedalam beaker glass yang telah berisi larutan NaCl 3,5% ±

    450 ml yang telah diletakkan pada water bath dengan kondisi temperature 40°C,

    dimana setiap satu sampel direndam pada satu beaker glass. Setiap wadah diberi

    penomoran, dengan perlakuan yang berbeda pada setiap nomornya. Berikut

    penomoran dan perlakuan yang dilakukan :

    1. Wadah A1, A2, A3; sampel tanpa penambahan inhibitor

    2. Wadah B1, B2, B3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak 2 ml.

    3. Wadah C1, C2, C3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak 4 ml.

    4. Wadah D1, D2, D3; sampel dengan penambahan inhibitor sebanyak 6 ml.

    Setelah dilakukan pencelupan, setiap wadah diukur pH larutan dan

    potensial logam akhirnya. Pengukuran pH awal maupun akhir dilakukan dengan

    mencelupkan sensor pH meter digital ke dalam larutan. Sedangkan pengukuran

    potensial logam awal maupun akhir dilakukan dengan menggunakan multimeter,

    elektroda standar Ag/AgCl.

    3.3.5. Pembersihan Sampel (NACE Standard RP0775-2005)

    1. Keluarkan sampel untuk difoto sebelum melakukan pembersihan.

    2. Celupkan sampel kedalam toluene untuk menghilangkan minyak atau

    paraffin pada permukaan sampel. Cuci dengan acetone kemudian

    keringkan dengan hair dryer.

    3. Masukkan sampel kedalam beaker glass berisi larutan HCl 2M yang sudah

    ditambahkan 10 tetes inhibitor baracor untuk pickling dan menghilangkan

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 34

    Universitas Indonesia

    scale dan produk korosi. Masukkan beaker glass tersebut kedalam mesin

    Ultrasonic Agitator untuk mempercepat proses.

    4. Celupkan sampel kedalam larutan NaHCO3 lewat jenuh selama 1 menit

    untuk menghilangkan suasana asam kemudian bilas dengan aquadesh.

    5. Cuci sampel dengan acetone dan keringkan dengan hair dryer.

    6. Foto sampel dan hitung beratnya sesudah melakukan pembersihan.

    3.4. Pengambilan Data

    Data – data dalam pengujian ini yang diperlukan adalah sebagai berikut :

    1. pH Larutan

    Pengambilan data pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH meter

    digital. Sensor pada bagian ujung pH meter dicelupkan setelah dilakukan

    kalibrasi kedalam larutan rendam baik sebelum dilakukan perendaman dan

    setelah proses perendaman berakhir.

    2. Potensial Logam

    Pengukuran nilai potensial dilakukan dengan menggunakan multitester.

    dimana bagian positif dihubungkan dengan sampel dan bagian negatif

    dihubungkan dengan elektroda standar Ag/AgCl, sehingga didapat

    potensial Ag/AgCl.

    Potensial yang didapat lalu dikonversi ke dalam SHE sesuai dengan

    persamaan[1] yaitu:

    Potensial V vs SHE = V vs Ag/AgCl + 0.222 (3.3)

    3. Berat Akhir Sampel

    Setelah dilakukan pembersihan pada kupon dengan proses pickling sesuai

    standar NACE RP0775-2005, sampel ditimbang kembali berat akhirnya

    dengan timbangan digital untuk mengukur setelah dilakukan perendaman

    dan diolah untuk mendapatkan berat yang hilang dan laju korosi. Laju

    korosi dapat menggunakan dengan metode kehilangan berat sesuai dengan

    standar ASTM G1-03.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 35

    Universitas Indonesia

    4. Pengamatan Visual

    Sampel yang telah dilakukan perendaman dilakukan dokumentasi

    menggunakan kamera untuk melihat dan mengamati oksida – oksida serta

    lapisan yang terbentuk pada sampel.

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 36Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Pengujian

    Pada penelitian ini dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui

    bagaimana pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor teh rosella sebagai

    inhibitor organik yang diberikan di lingkungan NaCl 3,5% pada temperatur 40°C.

    adapun hasil dari pengujian yang dilakukan pada penelitin ini adalah sebagai

    berikut.

    4.1.1.Hasil Pengamatan Visual Baja Karbon Rendah

    Pengamatan visual dilakukan dengan menggunaka kamera digital untuk

    mendokumentasikan penampakan dari permukaan sampel. Pengamatan visual

    dilakukan pada saat pembersihan sampel sebelum dilakukan perendaman,

    pengangkatan setelah perendaman, dan setelah dilakukan proses pickling.

    Tabel 4.1. Sampel sebelum diuji rendam

    Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml

    Tabel 4.2. Sampel setelah diuji rendam

    Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 37

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.3. Sampel setelah dipickling

    Tanpa Inhibitor Inhibitor 2 ml Inhibitor 4 ml Inhibitor 6 ml

    4.1.2 Hasil Pengujian Optical Emission Spectrometer Baja karbon rendah

    Material baja karbon rendah yang digunakan sebagai sampel diuji

    komposisinya dengan menggunakan mesin uji Optical Emission Spectrometer di

    CMPFA (Center for Material Processing and Failure Analysis). Hasil dari

    pengujian Optical Emission Spectrometer ditunjukkan pada Tabel 4.4.

    Tabel 4.4. Komposisi pelat low carbon steel

    C (%) Si (%) S (%) P (%) Mn (%) Ni (%) Cr (%)

    0,057 0,007 0,003 0,007 0,160 0,031 0,023

    Mo (%) Ti (%) Cu (%) Nb (%) V (%) Pb (%) Fe (%)

  • 38

    Universitas Indonesia

    B

    1

    Penambahan 2

    ml

    6.3 7.2

    2 6.2 6.23 7.1 7.1 -0.87

    3 6.2 7

    C

    1

    Penambahan 4

    ml

    6.1 7

    2 6 6 6.9 6.97 -0.97

    3 5.9 7

    D

    1

    Penambahan 6

    ml

    5.6 6.8

    2 5.5 5.6 6.9 6.9 -1.3

    3 5.7 7

    Tabel 4.6. Data Perubahan pH Larutan.

    Kupon Status Inhibitor

    pH

    Rata-rata

    pH awal

    Rata-rata

    pH akhir

    Perubahan

    pH

    Perubahan

    pH(%)

    A

    1

    Tanpa Inhibitor 6.5 7.33 0.83 12.822

    3

    B

    1

    Penambahan 2ml 6.23 7.10 0.87 13.902

    3

    C

    1

    Penambahan 4ml 6 6.97 0.97 16.112

    3

    D

    1

    Penambahan 6ml 5.6 6.90 1.30 23.212

    3

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 39

    Universitas Indonesia

    4.1.4 Hasil Pengujian Potensial Logam

    Tabel 4.7. Data Potensial Logam.

    Tabel 4.8. Data Perubahan Potensial Logam

    Kupon Status Inhibitor

    Potensial

    Rata-rata

    E0 (E vs

    SHE)(mv)

    Rata-rata

    E1 (E vs

    SHE)

    (mv)

    Rata-rata

    Perubahan

    E (E vs

    SHE) (mv)

    Rata-rata

    perubahan

    E (%)

    A

    1

    Tanpa Inhibitor -321 -435.33 -114 35.482

    3

    B

    1Penambahan

    2ml-331.33 -416.33 -85 25.6542

    3

    C

    1Penambahan

    4ml-298 -431.33 -133.33 44.7442

    3

    awal akhir

    Potensial

    awal (vs

    SHE) (V)

    Rata-rata

    Potensial

    awal (vs

    SHE)

    Potensial

    akhir (vs

    SHE) (v)

    Rata-rata

    Potensial

    akhir (vs

    SHE) (V)

    Perubahan

    potensial

    (V)

    Perubahan

    rata-rata

    (V)

    1 -0.55 -0.64 -0.328 -0.418 -0.090

    2 -0.54 -0.68 -0.318 -0.460 -0.142

    3 -0.54 -0.65 -0.318 -0.428 -0.110

    1 -0.55 -0.62 -0.328 -0.398 -0.070

    2 -0.56 -0.65 -0.338 -0.423 -0.085

    3 -0.55 -0.65 -0.328 -0.428 -0.100

    1 -0.53 -0.67 -0.308 -0.448 -0.140

    2 -0.52 -0.64 -0.298 -0.418 -0.120

    3 -0.51 -0.65 -0.288 -0.428 -0.140

    1 -0.46 -0.66 -0.238 -0.438 -0.200

    2 -0.47 -0.64 -0.248 -0.418 -0.170

    3 -0.49 -0.63 -0.268 -0.408 -0.140

    DPenambahan

    6ml-0.251 -0.421 -0.170

    BPenambahan

    2ml-0.331 -0.416 -0.085

    CPenambahan

    4ml-0.298 -0.431 -0.133

    KuponStatus

    Inhibitor

    Potensial

    ATanpa

    Inhibitor-0.321 -0.435 -0.114

    Potensial vs

    Ag/AgCl

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 40

    Universitas Indonesia

    D

    1Penambahan

    6ml-251.33 -421.33 -170 67.642

    3

    4.1.5 Hasil Pengujian Kehilangan Berat

    Tabel 4.9. Data Kehilangan Berat Logam.

    Kupon Status Inhibitor Wo (gr) W1 (gr) ∆W (gr)Rata - rata

    ∆W (gr)

    A

    1

    Tanpa Inhibitor

    3.416 3.3879 0.0281

    0.0280672 3.341 3.3131 0.0279

    3 3.2896 3.2614 0.0282

    B

    1

    Penambahan 2ml

    3.5117 3.4868 0.0249

    0.0249332 3.3372 3.3124 0.0248

    3 3.4457 3.4206 0.0251

    C

    1

    Penambahan 4ml

    3.439 3.4131 0.0259

    0.0259332 3.3598 3.3343 0.0255

    3 3.2897 3.2633 0.0264

    D

    1

    Penambahan 6ml

    3.522 3.4945 0.0275

    0.0273332 3.373 3.3459 0.0271

    3 3.4412 3.4138 0.0274

    4.1.6 Hasil Penghitungan Laju Korosi Dan Efisiensi Inhibitor

    Tabel 4.10. Data Laju Korosi Dan Efisiensi Inhibitor

    KuponStatus

    InhibitorK

    W

    (gr)

    D

    (gr/cm3)

    A

    (cm2)

    T

    (jam)

    Laju

    Korosi

    (mpy)

    Rata -

    rata

    (mpy)

    Efisiensi

    (%)

    A

    1

    Tanpa Inhibitor

    3450000 0.0281 8.65 10.04 120 9.30

    9.47 02 3450000 0.0279 8.56 9.93 120 9.44

    3 3450000 0.0282 8.60 9.74 120 9.68

    B1 Penambahan

    2ml

    3450000 0.0249 8.39 10.62 120 8.048.22 13.20

    2 3450000 0.0248 8.64 9.83 120 8.39

    Studi pengaruh ..., Roni Saputra, FT UI, 2011

  • 41

    Universitas Indonesia

    3 3450000 0.0251 8.73 10.04 120 8.23

    C

    1Penambahan

    4ml

    3450000 0.0259 8.46 10.32 120 8.52

    8.73 7.832 3450000 0.0255 8.42 10.14 120 8.58

    3 3450000 0.0264 8.19 10.21 120 9.08

    D

    1Penambahan

    6ml

    3450000 0.0275 8.73 10.25 120 8.83

    8.98 5.212 3450000 0.0271 8.32 10.30 120 9.09

    3 3450000 0.0274 8.66 10.10 120 9.00

    4.2 Pembahasan

    4.2.1. Analisis Pengujian Optical Emission Spectrometer Baja karbon rendah

    Dari hasil pengujian Optical Emission Spectrometer sampel, dapat dilihat

    bahwa kandungan karbon yang dimiliki sebesar 0,057% yang berarti sampel

    tergolong baja karbon rendah yang memiliki kadar karbon kurang dari 0,25%[3].

    Selain itu, juga ditemukan unsur – unsur yang mempengaruhi sifat – sifat mekanis

    dari baja karbon rendah seperti seperti Si (0,007%), Mn (0,016%), Cr (0,023%), S

    (0,003%), Ni (

  • 42

    Universitas Indonesia

    4.2.2 Pengamatan Visual Sampel Baja karbon rendah dengan Penambahan

    dan Tanpa Penambahan Inhibitor Teh Rosella

    Pengamatan dilakukan pada saat penambahan inhibitor teh rosella kedalam

    air rendaman dalam pengujian laju korosi dengan metode weight loss. Pada saat

    penambahan 2 ml larutan inhibitor, tidak terlihat dengan jelas perubahan warna

    pada air rendaman. Pada penambahan 4 ml, air rendaman mulai mengalami

    perubahan warna menjadi agak kecoklatan. Pada saat penambahan 6 ml inhibitor

    teh rosella, mulai terlihat warna merah kecoklatan dibandingkan pada

    penambahan 2 ml dan 4 ml.

    Sebelum dilakukan perendaman, kondisi awal semua sampel pengujian

    dalam keadaan bersih dari oksida dan karat yang ada dengan pembersihan secara

    mekanis menggunakan kertas amplas. Ketika dilakukan perendaman, pengamatan

    yang dilakukan setiap hari selama 5 hari, terlihat pada sampel yang tidak diberi

    inhibitor ada lapisan yang berwarna kecoklatan yang menempel pada permukaan

    logam.reg

    Setelah proses pencelupan, permukaan sampel pada pada sistem yang tidak

    terinhibisi mengalami korosi seragam terutama pada permukaan dan bagian

    pinggir dari sampel yang ditandai dengan adanya scale sebagai produk dari

    korosi. Namun pada sistem yang terinhibisi, korosi seragam yang terjadi tidak

    terlalu banyak dan terbentuk lapisan tipis yang terbentuk pada permukaan logam

    dan mengendap. Lapisan ini terbentuk akibat penambahan ekstrak teh rosella

    sebagai inhibitor organik. Lapisan tipis yang terbentuk pada permukaan pada

    sampel yang terinhibisi berfungsi untuk menghambat laju korosi[4].

    4.2.3 Pengaruh Penambahan Inhibitor terhadap pH Larutan

    Selama pengujian, diperoleh data pH larutan yang ditunjukkan pada tabel

    4.5. berdasarkan data tersebut, dapat dilihat terjadinya penurunan pH air rendaman

    seiring penambahan inhibitor. Hal ini terlihat saat rata – rata pH awal pada sampel

    tanpa penambahan inhibitor sebesar 6,6. Kemudian terjadi penurunan pH pada

    penambahan 2