-
UNIVERSITAS INDONESIA
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA MAKROSIKLIK
POLIAZA BASA SCHIFF DENGAN REAKTAN UTAMA
TEREFTALALDEHID DAN DIETILENTRIAMINA
SKRIPSI
TRIJAN RIANA
0305030646
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JULI 2010
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
i Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA
MAKROSIKLIK POLIAZA BASA SCHIFF DENGAN
REAKTAN UTAMA TEREFTALALDEHID DAN
DIETILENTRIAMINA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana sains
TRIJAN RIANA
0305030646
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
PROGRAM STUDI KIMIA
DEPOK
JULI 2010
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Trijan Riana
NPM : 0305030646
Tanda Tangan :
Tanggal : 15 Juli 2010
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Trijan Riana
NPM : 0305030646
Program Studi : Kimia
Judul Skripsi : Sintesis dan Karakterisasi Senyawa
Makrosiklik
Poliaza Basa Schiff dengan Reaktan Utama
Tereftalaldehid dan Dietilentriamina
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan
diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar
Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dr.rer.nat Agustino Zulys ( )
Pembimbing II : Prof.Dr Endang Asijati W ( )
Penguji : Dr. Ridla Bakri ( )
Penguji : Dr. Asep Saefumillah ( )
Penguji : Drs. Ismunaryo M, M.phil ( )
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 15 Juli 2010
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
atas
anugerah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar
Sarjana Sains Departemen kimia pada Fakultas Matematika dan
Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima
kasih kepada:
1) Dr. Ridla Bakri M.phil, selaku ketua departemen kimia.
2) Dr. Yuni Krisyuningsih dan Dr. Jarnuzi selaku pembimbing
akademis saya
yang telah memberikan semangat, motivasi untuk terus melanjutkan
studi di
kimia
3) Dr.rer.nat. Agustino Zulys sebagai pembimbing I skripsi yang
telah
memberikan banyak masukan, waktu, tenaga dan ilmu kepada saya,
terutama
mengenai penelitian ini.
4) Prof.Dr Endang Asijati selaku pembimbing II skripsi yang
telah memberikan
banyak masukan, waktu, tenaga dan ilmu kepada saya. Terimakasih
ibu untuk
setiap semangat, curhatan yang menjadi filosofi hidup saya, yang
menjadi teman
disaat gundah, yang juga selalu menjadi orangtua untuk saya.
5) Seluruh tim dosen pengajar kimia yang dengan setia terus
memberikan
sumbangan ilmu demi kemajuan negeri ini, yang telah mengajarkan
kepada
saya arti kimia dan hidup sebagai seorang scientist.
6) Orang tua saya, bapak dan mama untuk setiap cinta kasih,
dukungan dan doa
yang terus dipanjatkan. Semoga skripsi ini bisa menjadi jawaban
doa untuk
bapak dan mama.
7) Saudara kandung saya Junita dan Novita untuk setiap doa dan
dukungan yang
selalu diberikan terus menerus.
8) Opung Hutabarat yang telah memberikan bantuan saat reagen
penelitian saya
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
v Universitas Indonesia
tertahan di Bea Cukai.
9) Persekutuan Oikumene FMIPA UI, tempat saya mengenal kesatuan
dan
kedewasaan. Terima kasih untuk kesempatan mengenal Kristus
melalui pribadi
mahasiswa selama 4 tahun terakhir. Kak Christina, Kak Rania, Tim
Inti 2007,
Bidang DoPer 2006, Bidang Doper 2007, Panitia Retreat 2009, Bu
Rianti, Othe,
kak Ryky untuk jurnal gratisnya.
10) Anak kelompok kecil yang kukasihi: Nenci, Kezia, Hesty,
Santy, Lois, Moria
beserta cucu-cucu ku. Terima kasih untuk doa kalian. Semoga
Kristus tetap
menjadi batu penjuru kalian.
11) Teman-teman the Asramaerz (Hani, Ely, Cicil, Siti, Meta,
Sepit, Camel) yang
telah menjadi sahabat saya di kampus. Semoga dunia alumni tidak
membuat
kita jauh.
12) Sahabat yang selalu memberi inspirasi: Kak Irwansyah untuk
curhatan,
karakterisasi dan jurnal gratisnya, Gayatri, Eka Megarani,
Hanum, Anggi,
Daniel, Fery,Vany, Echa, Otank, Asriyanti, Sarah Iwamoto, Alex
Bonteng.
13) Teman–teman di Pondok Erni yang memberi warna tersendiri:
Kak Dewi,
Hana, Diya, Emil, Dewi, Lia, Kak Rugun, Mbak Ratna.
14) Staf departemen kimia: Mbak Indri, Mbak Ati, Pak Hedi, Pak
Mul, Pak Kiri,
Mbak Ina, Mbak Cucu, Pak Mardji, Babeh perpus, dll.
15) Teman-teman penelitian lantai 3 dan 4.
16) Mimpi yang terus masih menggelayut dalam pikiranku, hingga
berbuah menjadi
visi dan terus dihidupi oleh semangat. Teruslah ada dalam
jiwaku.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini
membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Penulis
2010
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Trijan Riana Program Studi : Kimia Sarjana Reguler
Departemen : Kimia Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:
Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik Poliaza Basa
Schiff dengan Reaktan Utama Tereftalaldehid dan
Dietilentriamina
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas
Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Juli 2010
Yang menyatakan
( Trijan Riana )
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Trijan Riana
Program Studi : Kimia
Judul : Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik Poliaza
Basa
Schiff dengan Reaktan Utama Tereftalaldehid dan
Dietilentriamina.
Senyawa makrosiklik basa Schiff akhir-akhir ini menjadi topik
yang penting dalam
bidang penelitian anorganik. Hal ini dikarenakan kemampuannya
untuk berikatan
dengan logam berat dan logam Lantanida dengan membentuk
kompleks. Pada
penelitian kali ini akan dicoba membuat makrosiklik poliaza basa
Schiff dengan
reaktan utama tereftalaldehid dan dietilentriamina. Prinsip
reaksi yang digunakan
ialah reaksi siklokondensasi [2+2], 2 molekul tereftalaldehid
akan bereaksi dengan 2
molekul dietilentriamina membentuk senyawa makrosiklik poliaza.
Reaksi
divariasikan dalam pelarut kloroform, diklorometan dan
asetonitril. Senyawa
makrosiklik hanya terbentuk pada pelarut asetonitril. Pengaruh
temperatur dipelajari
pada 5-15oC, ±25
oC, 75
oC. Hasil yang diperoleh menunjukkan senyawa makrosiklik
dapat terbentuk pada temperatur ±25oC dan 5-15
oC. Pada temperatur 5-15
oC
senyawa makrosiklik yang diperoleh 32,15% hasil, namun pada
kristal masih banyak
terdapat pengotor yang sulit dipisahkan. Kristal makrosiklik
yang murni didapatkan
pada temperatur ±25oC dengan hasil 19%. Reaksi pembuatan
makrosiklik pada 3,75
mmol dalam 180 mL kurang efektif karena laju pembentukan polimer
masih besar,
sehingga ligan yang didapatkan akan sedikit. Senyawa makrosiklik
yang terbentuk
dikarakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah, alat uji
titik leleh, dan
MALDI-TOF MS.
Kata Kunci : Makrosiklik, Poliaza, Basa Schiff
xiii + 60 halaman ; 27 gambar; 4 tabel
Daftar pustaka : 24 (1982-2010)
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Trijan Riana
Study Program : Kimia
Title : Synthesis and Characterization of Macrocyclic Schiff
Base
Polyaza Compound by Main Reactants Terephthalaldehyde
and Diethylentriamine.
Nowadays, macrocyclic schiff base polyaza compound has become
great important
topic in inorganic research since its capability to form
complexes compound with
heavy metal or lantanide metal. This research focused on
creating macrocyclic schiff
base polyaza compound by terephthalaldehyde and
diethylentriamine. The reaction
priciple used is [2+2] cyclocondensation reaction. 2 molecules
of terephthalaldehyde
reacted with 2 molecules diethylentriamine formed macrocyclic
compound. The
reaction was varied in chloroform, dichloromethane and
acetonitrile solvent.
Reaction in acetonitrile solvent gave the best result product,
whereas reaction in
another solvents did not yield products (formed polymer).
Reaction also was varied
in temperature 5-15oC, ±25
oC, 75
oC. Macrocyclic compound has succesfully formed
in 5-15oC and ±25
oC. At temperature 5-15
oC macrocyclic compound yielded
32,15%, yet the crystal seemed had much impurities. Pure
macrocyclic compound
was obtained at temperature ±25oC in yield 19%. Synthesis of
macrocyclic
compound was less effectively in 3,75 mmole since its formation
of polymer rate
still dominated. Macrocyclic compound was characterised by
infrared spectroscopy,
melting point apparatus and MALDI-TOF MS. The peak 403,5352
molecular weight
in MALDI-TOF MS proved that the crystal was the macrocyclic
desired.
Key word : Macrocycle compound, Polyaza, Schiff base
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
..................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
...................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN
........................................................................
iii
KATA PENGANTAR
...............................................................................
iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................
vi
ABSTRAK
..................................................................................................
vii
ABSTRACT
................................................................................................
viii
DAFTAR ISI
...............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR
..................................................................................
xii
DAFTAR TABEL
.......................................................................................
xiii
1. PENDAHULUAN
.................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………......... .. 1
1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………..... .. 2
1.3 Perumusan
Masalah..........................................................................3
1.4 Hipotesis ……………………………………………................ ... 3
2. TINJAUAN PUSTAKA
.......................................................................
4
2.1 Senyawa Koordinasi……………………………………………. .. 4
2.2 Ligan…………………………………..........................................
. 4
2.2.1 Ligan Monodentat
..................................................................
5
2.2.2 Ligan Bidentat
........................................................................
6
2.2.3 Ligan Polidentat
.....................................................................
6
2.2.3.1 Ligan Tripod
...............................................................
7
2.2.3.2 Ligan Pengkapsul
....................................................... 7
2.2.3.3 Ligan Makrosiklik
...................................................... 7
2.3 Metode Pembuatan Ligan
..............................................................
11
2.3.1 Metode Langsung
.................................................................
11
2.3.2 Metode Template Logam
...................................................... 14
2.4 Basa Schiff
......................................................................................
17
2.5 Reaksi Aldehid dengan Amina Primer
........................................... 18
2.6 Tereftalaldehid
.................................................................................
21
2.7 Dietilentriamina
................................................................................
22
2.8 Spektrofotometri Inframerah
........................................................... 23
2.9 Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionization – Mass Spectra
........ 27
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
x Universitas Indonesia
3. METODE
PENELITIAN....................................................................
30
3.1 Alat dan Bahan
.................................................................................
30
3.1.1 Alat
..........................................................................................
30
3.1.2 Bahan
........................................................................................
30
3.2 Prosedur Kerja
..................................................................................
31
3.2.1 Pembuatan Larutan
...................................................................
31
3.2.1.1 Preparasi Agen Pengering CaCl2
................................... 31
3.2.1.2 Pembuatan Pelarut Asetonitril Kering
........................... 31
3.2.1.3 Pembuatan Pelarut Diklorometan Kering
...................... 31
3.2.1.4 Pembuatan Pelarut Kloroform
....................................... 31
3.2.1.5 Pembuatan Larutan Terephthalaldehid 0,059 M ...........
32
3.2.1.6 Pembuatan Larutan Dietilentriamina 0,032 M
.............. 32
3.2.2 Pembuatan Makrosiklik Basa Schiff
....................................... 32
3.2.3 Variasi Pelarut pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa
Schiff
.......................................................................................
32
3.2.4 Variasi Temperatur pada Pembuatan Ligan Makrosiklik
Basa Schiff
...............................................................................
33
4. PEMBAHASAN
....................................................................................
34
4.1 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
dalam
Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang
.............................................. 34
4.1.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam
Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang
....................................... 34
4.1.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
dalam
Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang
...................................... 41
4.1.2.1 Uji Titik Leleh
...............................................................
41
4.1.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah
............ 42
4.1.2.3 Karakterisasi dengan Menggunakan MALDI-TOF
Mass Spectra
..................................................................
43
4.2 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
dalam
Pelarut Kloroform pada Suhu Ruang
.............................................. 44
4.3 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
dalam
Pelarut Diklorometan pada Suhu Ruang
......................................... 45
4.4 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
pada
Temperatur 5-15oC dalam Pelarut Asetonitril
................................. 47
4.4.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
............... 47
4.4.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
pada
Temperatur 5-15oC dalam Pelarut Asetonitril
....................... 48
4.4.2.1 Uji Titik Leleh
...............................................................
48
4.4.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah ...........
49
4.5 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff
pada
Temperatur 75oC dalam Pelarut Asetonitril
..................................... 50
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
xi Universitas Indonesia
5. KESIMPULAN DAN SARAN
........................................................... 52
5.1 Kesimpulan
......................................................................................
52
5.2 Saran
................................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................
55
Lampiran....................................................................................................
58
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur amina (NH3)
........................................................... 5
Gambar 2.2. Struktur [Ag(NH3)2]
............................................................. 5
Gambar 2.3. Struktur etilendiamina
.......................................................... 6
Gambar 2.4. Struktur EDTA
.......................................................................
7
Gambar 2.5. Struktur ftalosianin
................................................................
9
Gambar 2.6. Korelasi senyawa makrosiklik dalam bidang ilmu kimia
... 10
Gambar 2.7. Perhitungan hasil oligomer siklik sebagai fungsi
laju
penambahan monomer
......................................................... 13
Gambar 2.8. Siklisasi template logam sebuah senyawa yang
terdiri
dari dua atom donor dan dua sisi reaktif. M ialah logam
pusat,sedangkan lingkaran putih dan hitam dimisalkan
sebagai reaktan
.......................................................................
15
Gambar 2.9. Metode reaksi siklisasi template logam diantara
dua
Reaktan rantai terbuka yang
berbeda................................... 16
Gambar 2.10. Mekanisme reaksi pembentukan Basa Schiff
...................... 18
Gambar 2.11. Mekanisme pembentukan imina
........................................... 19
Gambar 2.12. Contoh reaksi yang menghasilkan imina terstabilkan
......... 19
Gambar 2.13. Mekanisme adisi nukleofilik pembentukan imina
............... 20
Gambar 2.14. Mekanisme eliminasi pembentukan imina
........................... 20
Gambar 2.15. Struktur terephthalaldehid
..................................................... 21
Gambar 2.16. Struktur dietilentriamin (DETA)
.......................................... 22
Gambar 2.17 Dua buah bola saling terkait oleh pegas
............................... 24
Gambar 2.18 Skema instrumen MALDI-TOF MS
.................................... 28
Gambar 4.1. Kristal ligan makrosiklik poliaza basa Schiff
...................... 36
Gambar 4.2. Reaksi pembentukan ligan makrosiklik poliaza
basa
Schiff
.......................................................................................
38
Gambar 4.3. Struktur polimer kondensasi yang mungkin
terbentuk........ 38
Gambar 4.4. Fragment massa ligan makrosiklik pada temperatur
ruang dalam pelarut asetonitril
.............................................. 43
Gambar 4.5. Hasil reaksi pembuatan ligan makrosiklik poliaza
basa
Schiff dalam pelarut kloroform pada temperatur ruang .....
44
Gambar 4.6. Hasil reaksi ligan makrosiklik dalam pelarut
Diklorometan pada suhu ruang
............................................ 46
Gambar 4.7. Struktur senyawa makrosiklik [1+1] yang mungkin
terbentuk
................................................................................
48
Gambar 4.8. Kristal ligan makrosiklik pada temperatur 5-15oC
dalam
pelarut asetonitril
....................................................................
48
Gambar 4.9. Hasil akhir reaksi pembuatan ligan makrosiklik
pada
temperatur 75oC
.....................................................................
51
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Serapan khas beberapa gugus
............................................... 26 Tabel 4.1.
Perbandingan hasil ligan pada beberapa variasi ..................
34
Tabel 4.2. Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus
fungsi
pada produk ligan makrosiklik pada tempearatur ruang
dalam pelarut asetonitril
....................................................... 42
Tabel 4.3. Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus
fungsi pada produk ligan makrosiklik pada temperatur
5-15oC dalam pelarut asetonitril
........................................... 49
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Senyawa makrosiklik banyak terdapat di alam dan dimanfaatkan
oleh
para ilmuwan untuk mensistesis berbagai jenis obat. Senyawa ini
juga banyak
dimanfaatkan di bidang biokimia sebagai salah satu zat perantara
obat ke dalam
organ tubuh yang tepat. Disisi lain, para peneliti bidang kimia
organik dan
anorganik juga telah banyak melakukan penelitian mengenai
sintesis senyawa
makrosiklik yang diaplikasikan sebagai senyawa pengkelat logam
tertentu. Dalam
hal ini senyawa makrosiklik disebut sebagai ligan dengan
struktur rigid dapat
membentuk senyawa kompleks dengan logam tertentu. Logam yang
banyak
dijadikan sebagai atom pusat senyawa kompleks umumnya ialah
logam berat dan
logam lantanida.
Senyawa makrosiklik yang disintesis memiliki perbedaan dalam hal
jenis
atom atau unsur, jumlah atom dalam cincin makrosiklik dan jenis
ikatan yang ada
pada senyawa makrosiklik tersebut. Keberagaman sintesis senyawa
makrosiklik
yang telah dibuat selama beberapa tahun terakhir ini membuat
topik makrosiklik
menjadi tren tersendiri bagi para peneliti. Dengan beragamnya
senyawa
makrosiklik yang ada, maka aplikasinya sebagai senyawa pengkelat
juga semakin
luas. Dari hasil penelitian beberapa tahun terakhir, dinyatakan
bahwa logam-
logam tertentu dapat berikatan kompleks dengan senyawa
makrosiklik dengan
jumlah atom pada satu cincin yang spesifik pula. Artinya untuk
senyawa
makrosiklik tertentu hanya dapat berikatan kompleks dengan logam
yang terbatas.
Pada penelitian kali ini akan disintesis ligan makrosiklik
poliaza basa Schiff
dengan prinsip reaksi kondensasi [2+2].
Berbagai metode sintesis makrosiklik telah banyak dibahas oleh
para
peneliti sebelumnya. Metode sintesis yang umum terdiri dari dua
macam yaitu
metode template logam dan metode langsung. Perbedaan metode yang
dilakukan
akan menghasilkan persen hasil yang berbeda dan metode
karakterisasi yang
berbeda pula. Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa
makrosiklik poliaza
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
2
Universitas Indonesia
basa Schiff dengan menggunakan metode langsung. Kondisi reaksi
yang
dibutuhkan untuk metode langsung antara lain: penggunaan pelarut
kering dan
pelarut encer.
Pada penelitian ini akan dibuat senyawa makrosiklik poliaza basa
Schiff
dengan tereftalaldehid dan dietilentriamina sebagai reaktan
utama. Prinsip reaksi
yang digunakan ialah reaksi kondensasi. Reaksi kondensasi
merupakan reaksi
dimana dua molekul bergabung disertai dengan hilangnya sebuah
molekul kecil
dalam proses tersebut. Dalam hal ini, molekul kecil tersebut
adalah air. Selama
reaksi berlangsung kondisi yang diajurkan adalah dalam udara
kering. Selain itu,
akan dilakukan variasi pelarut dan temperatur. Hal ini bertujuan
untuk
menentukan pelarut yang tepat dan kondisi reaksi optimum yang
menghasilkan
produk makrosiklik siklokondensasi [2+2] yang lebih banyak.
Senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff yang terbentuk memiliki
ikatan
imina (-C=N-). Senyawa yang telah disintesis selanjutnya
dikarakterisasi
menggunakan spektroskopi inframerah, MALDI-TOF MS dan uji titik
leleh.
Dalam aplikasinya, diharapkan ligan yang berhasil disintesis
dapat langsung
diaplikasikan sebagai ligan pengkompleks logam transisi atau
logam lantanida.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mensintesis senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff dengan
reaktan
utama tereftalaldehid dan dietilentriamina.
2. Menentukan persentase produk terbanyak dengan melakukan
variasi
pelarut dan temperatur.
3. Melakukan uji karakterisasi ligan makrosiklik poliaza yang
dihasilkan.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
http://www.chem-is-try.org/bergabung/
-
3
Universitas Indonesia
1.3 Perumusan Masalah
a) Apakah pembentukan ligan makrosiklik poliaza ini dapat
terbentuk
dengan mereaksikan tereftalaldehid dan dietilentriamina dalam
skala
laboratorium.
b) Apakah variasi pelarut dan variasi temperatur berpengaruh
terhadap
hasil senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff .
1.4 Hipotesis
a) Pembentukan senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff dapat
terbentuk
dari suatu dialdehid rigid dengan suatu diamina dalam kondisi
bebas air
atau pelarut kering dan dalam kondisi encer yang membentuk
suatu
molekul basa Schiff. Melalui pemilihan kondisi reaksi dapat
dihindari
persaingan reaksi pembentukan polimer dari reaktan yang
sama.
b) Jenis pelarut yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah
senyawa
makrosiklik yang terbentuk.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
4
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senyawa Koordinasi
Senyawa koordinasi biasanya berhubungan dengan logam transisi.
Pada
umumnya pembentukan senyawa koordinasi melibatkan pembentukan
ikatan
kovalen koordinasi sehingga senyawa ini biasa disebut dengan
senyawa
koordinasi. Ikatan kovalen koordinasi ialah ikatan kovalen
dengan pasangan
elektron yang berasal dari salah satu atom yang berikatan.
Dalam konteks lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa
yang
pembentukannya melibatkan pembentukan senyawa ikatan kovalen
koordinasi
antara ion logam atau atom logam dengan atom non-logam.
(Effendy, 2007, hal.2)
Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan istilah senyawa
kompleks
lebih sering digunakan untuk menggantikan istilah senyawa
koordinasi.
2.2 Ligan
Pada pembentukan senyawa koordinasi, umumnya terdapat senyawa
atau
suatu ion-ion atau molekul yang menyumbangkan pasangan elektron
bebasnya
untuk berikatan dengan suatu atom pusat dan membentuk ikatan
kovalen
koordinasi. Senyawa ini biasa disebut dengan ligan. Ligan dapat
membentuk
ikatan kovalen koordinasi dengan suatu atom pusat. Ligan akan
memberikan
pasangan elektronnya kepada atom pusat yang menyediakan orbital
kosong.
(Effendy, 2007, hal. 17).
Menurut teori pasangan asam-basa Lewis, suatu asam bertindak
sebagai
aseptor pasangan elektron, sedangkan suatu basa merupakan donor
pasangan
elektron. Berdasarkan definisi diatas, maka ligan berperan
sebagai senyawa basa
Lewis yang mendonorkan pasangan elektron bebasnya kepada atom
pusat sebagai
asam Lewis.
Menurut Lewis, semua ligan yang biasa digunakan dapat
dipandang
sebagai basa, sedangkan semua ion logam sebagai asam. Derajat
pengikatan ion
logam terhadap ligan bisa dinyatakan sebagai derajat keasaman
Lewis, dan
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
5
Universitas Indonesia
●●
kecenderungan ligan untuk terikat kepada ion logam pusat dapat
dianggap sebagai
derajat kebasaan Lewis. (Cotton, 1989, hal. 196).
Berdasarkan banyaknya atom donor yang dimiliki, ligan dapat
dikelompokkan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat, ligan
polidentat.
2.2.1 Ligan Monodentat
Kata depan mono-, bi-, tri-, atau poli- menyatakan banyaknya
atom donor
pada ligan tersebut. Sedangkan kata “dentat” berasal dari bahasa
Latin “dentätus”
yang berarti gigi. (Effendy, 2007, hal. 19).
Ligan monodentat menandakan bahwa hanya terdapat satu atom
donor
pasangan elektron pada ligan tersebut. Ligan monodentat yang
atom donornya
memiliki satu pasangan elektron bebas biasanya hanya dapat
membentuk satu
ikatan kovalen koordinasi. Contoh ligan monodentat sederhana
ialah NH3.
Gambar 2.1 Struktur amina (NH3)
Senyawa NH3 hanya mampu menyumbangkan satu pasang elektron
bebas yang terdapat pada atom nitrogen. Contoh terdapat pada
senyawa kompleks
ionik [Ag(NH3)2]-.
Gambar 2.2 Struktur [Ag(NH3)2]-
Satu pasang elektron bebas
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
6
Universitas Indonesia
2.2.2 Ligan Bidentat
Ligan jenis ini memiliki dua atom donor pasangan elektron
bebas,
contohnya adalah 1,2-diaminoetana (etilendiamina). (Effendy,
2007, hal. 21).
Gambar 2.3 Struktur etilendiamina
2.2.3 Ligan Polidentat
Ligan polidentat merupakan ligan yang memiliki dua atau lebih
atom
pasangan elektron bebas. Pada jenis ligan ini menandakan
kemampuan
memberikan pasangan elektron bebas yang banyak dan bervariasi,
sehingga
umumnya ligan polidentat mampu membentuk lebih dari satu ikatan
dengan atom
pusat atau logamnya.
Pada ligan polidentat, semua atom-atom donornya dapat
berikatan
dengan satu atom pusat atau lebih dan membentuk ikatan cincin
yang sering
disebut kompleks kelat. Kompleks kelat ini lebih stabil secara
termodinamika
dibandingkan dengan kompleks yang sama yang tidak membentuk
kelat. Contoh
aplikasi kompleks kelat terlihat pada kemampuan tanah
mengadsorpsi kuat logam
logam transisi Cu2+
, Zn2+
, Fe2+
, Fe3+
dan logam transisi lainnya. Pada proses ini
bahan organik mengikat logam sebagai kelat. Contoh ligan
polidentat yang
terkenal sebagai agen pengkelat ialah EDTA
(ethylenediaminetetraacetic acid).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
7
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Struktur EDTA
Ligan polidentat dikelompokkan lagi menjadi beberapa macam
ligan
yaitu ligan tripod, ligan makrosiklik dan ligan pengapsul.
2.2.3.1 Ligan Tripod
Ligan tripod terdiri atas empat atom donor pasangan elektron
bebas.
Rumus umum ligan ini ialah X(─Y)3 dimana X merupakan atom
nitrogen, fosfor
atau arsen; Y ialah subtituen seperti R2N, R2P, R2As, RS atau
RSe; sedangkan
tanda (─) merupakan rantai penghubung yang dapat berupa CH2,
(CH2)3 atau o-
fenilena. Contoh dari ligan tripod adalah N(CH2CH2NH2)(trien).
(Effendy, 2007,
hal. 28).
2.2.3.2 Ligan Pengapsul
Ligan ini merupakan ligan yang disintesis disekitar atom pusat
yang
berupa ion logam. Ligan ini cenderung mengikat dengan kuat atom
pusat yang ada
sehingga sulit untuk dipisahkan. Ligan bentuk ini umumnya
bersifat stabil
sehingga memungkinkan untuk dilakukannya studi oksidasi atau
reduksi atom
pusat pada kondisi asam atau basa yang ekstrim. (Effendy, 2007,
hal. 29).
2.2.3.3 Ligan Makrosiklik
Makrosiklik merupakan senyawa siklik dengan penyusun atom
berjumlah
banyak sehingga membentuk susunan siklik yang besar (makro).
Oleh karena itu
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
8
Universitas Indonesia
ligan makrosiklik dapat didefinisikan sebagai senyawa berbentuk
siklik yang
memiliki kemampuan donor elektron yang lebih banyak .
Dalam kamus kimia, Parker menyatakan bahwa sebuah
makrosiklik
merupakan molekul organik yang memiliki cincin yang tersusun
atas 15 atom atau
lebih. Berdasarkan data yang tercantum pada beberapa buku kimia
anorganik
jumlah atom dalam ligan makrosiklik kebanyakan adalah 14 atom
atau lebih
dengan atom donor minimal 4 buah. Oleh karena itu ligan
makrosiklik dapat
didefinisikan sebagai molekul organik yang memiliki cincin yang
tersusun atas 14
atom atau lebih dengan empat atau lebih atom donor. (Effendy,
2007, hal. 28).
Pada tahun 1989, Leonard menyatakan bahwa kompleks ligan
makrosiklik awalnya banyak diteliti untuk kepentingan sistem
biologi dasar.
Beberapa contoh antara lain studi mekanisme fotosintesis atau
untuk transport
oksigen pada mamalia dan sistem respiratori.
Penulis lain menyatakan bahwa kompleks logam yang terdiri dari
ligan
makrosiklik sintetik juga telah menarik perhatian karena senyawa
ini dapat
digunakan sebagai model untuk sistem makrosiklik biologi rumit:
metalloporpirin
(hemoglobin, mioglobin, sitokrom, klorofil), korin (Vitamin B12)
dan antibiotik
(valinomicin, nonaktin). (Lisowski, Paryzek dan Patrionak,
2005)
Kemungkinan penggunaan makrosiklik sintetik sebagai model
untuk
sistem biologi telah memberikan sebuah dorongan untuk terus
melakukan
penelitian dibidang ini.
Senyawa makrosiklik sebenarnya sudah terdapat dialam. Senyawa
ini
mulanya banyak diteliti untuk perkembangan ilmu sistem biologi.
Pada tahun
1960-an, hanya dikembangkan satu jenis ligan makrosiklik yaitu
ftalosianin
terkonjugasi. Ftalosianin dan turunannya menghasilkan kemiripan
struktur yang
kuat dengan sistem porfirin alami. Ion logam dari ligan
ftalosianin telah banyak
diteliti dan banyak memiliki variasi. Sebagai contoh,
ftalosianin jenis khusus
menunjukkan sifat sebagai semikonduktor, sebagai katalis untuk
beberapa
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
9
Universitas Indonesia
transformasi kimia dan telah menjadi topik untuk beberapa sistem
biokimia.
(Lindoy, 1989)
Gambar 2.5 : Struktur ftalosianin
Sejak tahun 1960-an, sejumlah besar senyawa makrosiklik telah
banyak
disintesis dan menghasilkan peningkatan penelitian dalam seluruh
aspek sistem
makrosiklik. Semenjak tahun itu pula muncul minat penelitian
dalam hal peran
ion logam pada sistem biologi dan telah banyak studi anorganik
juga yang telah
mempelajari studi senyawa kompleks baik makrosiklik alami maupun
sintetik.
(Lindoy, 1989)
Berbeda dengan definisi makrosiklik dalam ilmu biologi, ternyata
aspek
makrosiklik secara kimia juga berhubungan dengan aplikasi pada
bidang ilmu
lain. Telah banyak penelitian yang luas yang dilakukan selama
puluhan tahun
akhir ini. Banyaknya perkembangan topik seperti katalisis
ion-logam, sintesis
organik, pemisahan ion-logam, metode analisis, juga aplikasinya
dalam bidang
industri, kesehatan dan yang lainnya. (Lindoy, 1989)
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
10
Universitas Indonesia
Gambar 2.6 Korelasi senyawa makrosiklik dalam bidang ilmu
kimia.
Sama seperti ligan polidentat sederhana yang lain, atom donor
pada ligan
makrosiklik umumnya memberikan ruang untuk berikatan kovalen
koordinasi
dengan atom pusat lainnya, baik dengan bilangan koordinasi
empat, lima, enam.
Atom donor yang berikatan koordinasi pada makrosiklik umumnya
merupakan
penggabungan tiga donor atom dari sembilan atau tiga belas atom
makrosiklik
yang lainnya. Untuk makrosiklik dengan jumlah atom donor empat,
biasanya
jumlah atom makrosikliknya antara 12 sampai 17, 15–21 atom yang
ada dalam
makrosiklik terdapat 5 atom donor, dan 18-21 atom dalam
makrosiklik terdapat
enam atom donor. (Lindoy, 1989)
Senyawa makrosiklik
Makrosiklik sintetis Makrosiklik Alam
Kimia Bioanorganik
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
11
Universitas Indonesia
2.3 Metode Pembuatan Ligan Makrosiklik
Secara umum metode pembuatan ligan makrosiklik terbagi menjadi
dua
kategori yaitu metode langsung dan metode template logam.
2.3.1 Metode Langsung
Metode langsung disebut juga sebagai metode non-template. Metode
ini
didefinisikan sebagai sintesis sistem cincin alisiklik yang
menggunakan bahan
awal rantai-terbuka yang nantinya disiklisasi melalui reaksi
penutupan cincin.
Siklisasi berlangsung melalui sebuah reaksi organik konvensional
dan tidak
bergantung pada pengaruh langsung ion logam. Reaksi ini
berlangsung dengan
suasana pelarut encer.
Permasalahan ada ditemukan ketika siklisasi berlangsung
selama
prakteknya: hasil karbosiklik terbesar ada pada cincin terbesar
(5-7 atom karbon),
lebih sedikit pada cincin kecil (3-4 atom karbon) dan sangat
rendah pada cincin
medium (8-12 atom karbon). Hal ini berkaitan dengan efek
tegangan dan efek
entropi disisi lain. Pada cincin kecil tegangannya berlawanan
dengan
pembentukan, namun probabilitas pembentukan penutupan cincin
lebih tinggi
daripada kasus pada rantai cincin yang lebih panjang. Pada
sebagian besar cincin
dengan aktivasi entropinya negatif, dengan kata lain
probabilitas yang rendah
untuk mempertemukan pusat molekul dan selanjutnya proses
siklisasi, umumnya
diimbangi melalui tegangan cincin yang menurun drastis,
sebaliknya pada cincin
medium, sebagai tambahan terhadap probabilitas yang rendah untuk
sisi aktif
bahan awal, tegangan transanular selanjutnya mengurangi hasil
siklisasi. Cincin
besar tidak memiliki tegangan cincin sama sekali. Bagaimanapun
juga,
probabilitas sebuah pusat molekul untuk bertemu sangatlah kecil,
dengan kata lain
hasil dari siklisasi ini umumnya sedikit. (Weber dan Vögtle,
1992, hal. 3)
Weber dan Vögtle juga menyatakan bahwa aspek prinsip
pengenceran,
dengan kata lain pemilihan antara perbedaan reaktan yang mungkin
dan parameter
reaksi (pelarut, laju penambahan, dan banyaknya pelarut),
ditentukan seiring
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
12
Universitas Indonesia
dengan pengalaman penelitian yang ada saat dasar prinsip reaksi
ini
dikembangkan. Menurut Weber dan Vögtle terdapat beberapa teori
yang telah
dikembang oleh beberapa peneliti terkait dengan reaksi metode
langsung ini,
diantaranya :
a. Teori Molaritas Efektif: Galii dan Mandolini mendefinisikan
teori ini
sebagai konsentrasi reaktan dimana saat proses intramolekular
dan
intermolekular berlangsung pada laju yang sama (kintra/kinter =
1). Bila
konsentrasi reaksi sangat kecil, pembentukan cincin
intramolelular lebih
disukai. Untuk metode yang normal digunakan, dimana reaktan
ditambahkan perlahan kedalam sebuah pelarut bervolume besar,
laju
penambahannya dapat ditentukan.
b. Metode Monte Carlo: metode ini merupakan metode statistik
murni yang
menyimpulkan bahwa laju siklisasi tidak ditentukan pada
ukuran
makrosiklik yang terbentuk. Kesimpulannya antara lain:
Dengan peningkatan pengenceran, bagian senyawa siklik
meningkat pula dengan mengabaikan pembentukan oligomer
linier
dari senyawa yang sama.
Prinsip pengenceran tidak terbatas pada beberapa ukuran
cincin.
Bukan laju absolut konstan yang menentukan sebuah
keberhasilan
siklisasi, namun rasio k/kc (k = konstanta laju pembentukan
senyawa linier; kc = konstanta laju untuk siklisasi). Bila rasio
k/kc
kecil, pengaruh pengenceran kecil.
Hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan jumlah reaktan
yang
ekuivalen.
c. Metode Fastrez: metode ini mempertimbangkan reaksi dari dua
molekul
simetris, monomer bifungsional (A-A dan B-B dengan fungsi A
reaktif
terhadap B) yang ditambahkan kepada sebuah pelarut dengan jumlah
yang
melimpah dalam laju yang konstan. Hasil teoritis yang dihitung
–pada
kesimpulan probabilitas pembentukan makrosiklik tidak
dipengaruhi pada
ukuran cincin tersebut, dengan kata lain efek entropi dapat
diabaikan–
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
13
Universitas Indonesia
dengan memperhitungkan perbedaan persamaan untuk laju
pembentukan
kemungkinan produk yang berbeda.
[Sumber: Weber dan Vögtle, 1992]
Gambar 2.7 Perhitungan hasil oligomer siklik sebagai fungsi laju
penambahan
monomer.
Dari perhitungan dan gambar diatas, Fazters mengambil
beberapa
kesimpulan, antara lain:
Pada laju penambahan yang lambat, terbentuk dimer.
Pada laju penambahan yang lebih tinggi, siklik oligomer yang
terbentuk juga bertambah besar.
Untuk mengurangi hasil dimer (n=2) dari 90% menjadi 10%,
laju
penambahan dinaikkan dengan faktor 104.
Hasil dari tetramer, heksamer, dan yang lainnnya (n=4,6,...)
sebagai fungsi laju penambahan yang kurvanya menyerupai
bentuk
lonceng dan tidak dipengaruhi oleh laju penambahan.
Pada efek entropi yang dipertimbangkan, didapatkan hasil
siklik
tetramer kecil, heksamer, dan yang lainnya (n=4,6,...).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
14
Universitas Indonesia
Disisi lain, beberapa peneliti telah menentukan konsentrasi
maksimum
yang lebih menyukai serangan intramolekular daripada serangan
intermolekular
yaitu pada konsentrasi 10-2
–10-3
mol/L.
2.3.2 Metode Template Logam
Pada kategori yang kedua ini, peningkatan produk siklik
dipengaruhi
oleh kehadiran ion logam yang berperan sebagai sebagai sebuah
template untuk
reaksi siklisasi. Terdapat banyak produk makrosiklik sintesis
dengan metode
template yang telah didokumentasikan dan dibuktikan menjadi
sintesis yang
penting selama bertahun-tahun.
Strategi dasar dapat terlihat pada Gambar 2.8 dibawah. Pada
Gambar
2.8 dimisalkan lingkaran hitam sebagai atom donor yang dapat
berikatan dengan
ion logam. Ketika atom donor ini mengikat sebuah logam pusat
tunggal dalam
bentuk kelat, dua lingkaran yang terbuka dari sisi reaktif
molekul terbawa
semakin dekat dan terdapat probabilitas yang besar untuk reaksi
intramolekular
(yang memberikan produk makrosiklik) berlangsung. Perlu diingat,
pada contoh
ini produk siklik diperoleh sebagai bentuk kompleksnya.
(Constable, 1995, hal.
138).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
15
Universitas Indonesia
[Sumber: Constable, 1995, hal. 139.]
Gambar 2.8 Siklisasi template logam sebuah senyawa yang terdiri
dari dua atom
donor dan dua sisi reaktif. M ialah logam pusat, sedangkan
lingkaran putih dan
hitam dimisalkan sebagai reaktan.
Reaksi template tidak hanya terbatas pada senyawa organik
tunggal dan
satu ion logam pusat. Pada Gambar 2.9 dibawah ini terdapat dua
prekursor rantai
terbuka berisi fungsi saling reaktif. Dalam reaksi yang tak
terkontrol, produk
normalnya ialah polimer. Namun, salah satu reaktan juga memiliki
atom donor
sehingga koordinasi kepada ion logam mencengkeram sisi reaktif
dalam
konformasi yang tepat untuk reaksi dengan senyawa organik yang
kedua. Lebih
penting lagi, setelah reaksi pertama berlangsung spesi
intermediet secara langsung
berorientasi untuk reaksi intramolekular. (Constable, 1995, hal.
139).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
16
Universitas Indonesia
[Sumber: Constable, 1995, hal. 140].
Gambar 2.9 Metode reaksi siklisasi template logam diantara dua
reaktan rantai
terbuka yang berbeda.
Bagaimanapun juga, sintesis senyawa makrosiklik basa Schiff
berdasarkan metode ini memiliki dua kerugian yang besar.
Pertama, metode ini
lebih sering tidak memungkinkan untuk mensistesis berdasarkan
metode
makrosiklik basa Schiff bebas-logam. Umumnya semakin lengkap dan
semakin
jelas kondensasi template, maka semakin kuat pula ion logam
terikat pada lubang
ligan makrosiklik. Sehingga, pada beberapa kasus lebih susah
untuk mengisolasi
ligan bebasnya dan setelah itu ketika melakukan proses
demetalasi kompleks
gugus imino (-C=N-R-) direduksi menjadi gugus amina (–CH2-NHR-)
melalui
demetalasi yang serempak. Kedua, metode template dari senyawa
dikarbonil dan
diamina biasanya menghasilkan kompleks makrosiklik yang
simetris. Blok
penyusun yang lain harus digunakan untuk memperoleh makrosiklik
basa Schiff
yang nonsimetris. (Borosiva, et.al., 2007, hal.48).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
17
Universitas Indonesia
2.4 Basa Schiff
Basa Schiff adalah senyawa yang terdiri dari gugus imina atau
gugus
azometin (R-C=N). Basa Schiff ini biasanya terbentuk melalui
sebuah reaksi
kondensasi amina primer dengan sebuah karbonil aktif. Senyawa
ini pertama kali
disintesis oleh seorang peneliti yang bernama Hugo Schiff pada
tahun 1864.
Reaksi untuk sintesis basa Schiff ini adalah reaksi reversibel,
yang terbentuk
intermediet sebuah karbinolamin, dan membutuhkan suasana kering
(tanpa air),
yang lebih sering dilakukan melalui distilasi dengan benzena
untuk mendapatkan
hasil terbanyak. Reaksinya merupakan reaksi katalis asam, namun
katalis ini
umumnya tidak dibutuhkan ketika terdapat serangan amina
alifatik. (Collinson,
et.al, 1996, hal.20).
Hugo Schiff juga menemukan teknik percobaan pembuatan
kompleks
logam-imin dengan cara mereaksikan sebuah senyawa
logam-salisilaldehid
dengan sebuah amina primer. Teknik ini dapat juga digambarkan
sebagai sebuah
pendekatan logam-template mula-mula yang telah dikembangkan
sebagai sebuah
jalur efisien untuk sintesis ligan makrosiklik dan kompleks.
Basa Schiff telah
memegang peranan penting dalam perkembangan kimia koordinasi
dikarenakan
kestabilan kompleksnya dengan hampir semua logam transisi. Dalam
bidang
kimia bioanorganik, kompleks basa Schiff telah menjadi pusat
dalam penelitian
mengenai senyawa koordinasi. (Collinson, et.al, 1996,
hal.20).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
18
Universitas Indonesia
[Sumber: Collinson, et.al, 1996, hal.20]
Gambar 2.10 Mekanisme reaksi pembentukan basa schiff
2.5. Reaksi Aldehid dengan Amina Primer
Aldehid dapat bereaksi dengan amonia yang merupakan
nukleofil.
Amonia akan menyerang gugus karbonil suatu aldehid dalam suatu
reaksi adisi-
eliminasi, reaksi ini dipercepat dengan kehadiran katalis
runutan asam. Produk
yang dihasilkan dari reaksi ini adalah suatu imina, yaitu suatu
senyawa yang
mengandung gugus C=N.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
19
Universitas Indonesia
[Sumber: Imine Formation, 2010]
Gambar 2.11 Mekanisme pembentukan imina
Imina tak tersubtitusi terbentuk dari NH3 tidak stabil dan
kemungkinan
besar dapat berpolimerisasi bila didiamkan. Namun bila digunakan
amina primer
(RNH2) sebagai ganti amonia, maka akan terbentuk imina
tersubtitusi yang lebih
stabil. Bentuk aldehid aromatik yang rigid juga dapat
menghasilkan imina yang
terstabil.
[Sumber: Fessenden, 1982, hal.22]
Gambar 2.12 contoh reaksi yang menghasilkan imina
terstabilkan
Mekanisme pembentukan imina (seperti yang tampak pada gambar
2.12)
pada hakekatnya merupakan proses yang melibatkan dua tahapan.
Tahap pertama
ialah adisi amina nukleofilik pada karbonil yang bermuatan
positif parsial, yang
diikuti dengan lepasnya proton dari nitrogen dan diperolehnya
proton dari
oksigen.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
20
Universitas Indonesia
[Sumber: Fessenden, 1982, hal.23]
Gambar 2.13 Mekanisme adisi nukleofilik pembentukan imina
Tahap selanjutnya ialah protonasi gugus –OH, yang kemudian dapat
lepas
dalam bentuk air dalam suatu reaksi eliminasi.
[Sumber: Fessenden, 1982, hal.23]
Gambar 2.14 Mekanisme eliminasi pembentukan imina
Proses pembentukan imina merupakan suatu reaksi yang
bergantung
pada pH. Pada tahapan pertama, bila larutan terlalu asam maka
konsentrasi amina
bebas dapat diabaikan (nilainya sangat kecil). Bila hal ini
terjadi maka tahap adisi
yang biasanya cepat menjadi lambat dan menjadi tahap penentu
laju dalam
rentetan tersebut. Pada tahapan kedua, pertambahan tingkat
keasaman akan
menyebabkan tahap 2 berjalan lebih cepat tetapi tahap 1 berjalan
lebih lambat.
Sebaliknya menurunnya keasaman menyebabkan tahap 1 akan berjalan
lebih
cepat, tetapi tahap 2 lebih lambat. Untuk itu diperlukan kondisi
pH optimum
untuk menghindari kedua pengaruh tersebut, pH yang disarankan
adalah sekitar 3-
4, dimana pada pH ini laju reaksinya paling tinggi. Pada pH ini,
sebagian amina
terprotonkan tetapi sebagian lain bersifat amina bebas yang
mengawali adisi
nukleofilik. Pada pH ini juga terdapat cukup asam sehingga
eliminasi berjalan
dengan laju yang pantas.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
21
Universitas Indonesia
2.6 Tereftalaldehid
Nama IUPAC dari senyawa ini ialah 1,4-benzendikarboksialdehid.
Sesuai
dengan namanya, maka senyawa ini merupakan benzena yang mengikat
gugus
karbonil aldehid pada rantai C nomor 1 dan 4.
Gambar 2.15 Struktur tereftalaldehid
Secara fisik tereftalaldehid merupakan padatan bubuk yang
berwarna putih
dan tidak berbau dan akan terdekomposisi menjadi karbon
monoksida dan karbon
dioksida. Tereftalaldehid umumnya digunakan sebagai reaktan
pembuatan suatu
polimer atau senyawa makrosiklik.
Tereftalaldehid memilki karakteristik sebagai berikut: (Material
Safety,
2010)
Nama IUPAC : 1,4-Benzenedicarboxaldehyde
Sinonim : Terephthaldicarboxaldehyde;
terephthalaldehyde; p-Phthalaldehyde
Rumus molekul : C8H6O2
Masa molar : 134.13 g/mol
Kelarutan : 3 g/L (50 ºC)
Titik leleh : 114-116 ºC
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
22
Universitas Indonesia
2.7. Dietilentriamina (DETA)
Dietilentriamina merupakan cairan higroskopis yang tidak
berwarna, larut
dalam air dan hidrokarbon. Dietilentriamina adalah sebuah analog
dari dietilen
glikol dan memiliki perilaku yang hampir sama dengan etilen
diamin. DETA
merupakan basa lemah dan cairan pelarutnya umumnya ialah
alkalin. ( Diethylenetriamine, 2010)
Gambar 2.16 Struktur dietilentriamin (DETA)
Dietilentriamina memiliki karakteristik sebagai berikut
(Diethylenetriamin, 2010) :
Nama IUPAC : Bis(2-aminoethyl)amine
Sinonim : N-(2-aminoethyl)-1,2-ethanediamine
1,4,7-triazaheptane 3-azapentane-1,5-diamine
Rumus molekul : C4H13N3
Masa molar : 103.17 g/mol
Densitas : 0.955 3 g/cm3
Titik leleh : -35 °C
Beberapa aplikasi dari dietilentriamin yang penting antara lain
(DOW
Specialty, 2010) :
Diethylenetriamin (DETA) dapat digunakan sebagai agen
pengkelat.
Beberapa etilenamina dapat digunakan sebagai inhibitor korosi
dalam
operasi produksi petroleum. Reaksi antara dietilentriamina
dengan asam
lemak menghasilkan amidoamin dan mensubtitusi imidazolin,
yang
digunakan sebagai inhibitor dalam operasi produksi
petroleum.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
23
Universitas Indonesia
Dietilentriamina digunakan dalam pembuatan polimer yang
digunakan
sebagai bahan untuk membantu proses pengeringan air.
2.8 Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri Inframerah (Infra Red) merupakan suatu metode
yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang
berada pada
daerah panjang gelombang 0,75–1.000 µm atau pada bilangan
gelombang 13.000
–10 cm-1
. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James
Clark
Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan
gelombang
elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor
magnetik yang
keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
(Spektrofotometri, 2010).
Seperti halnya dengan tipe penyerapan energi yang lain maka
molekul
akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila
mereka menyerap
radiasi inframerah. Penyerapan radiasi inframerah merupakan
proses kuantisasi.
Hanya frekuensi (energi) tertentu dari inframerah akan diserap
oleh molekul.
Penyerapan radiasi inframerah sesuai dengan perubahan energi
yang memiliki
orde 2 hingga 10 Kkal/mol. (Sastrohamidjojo, 1990, hal. 3).
Radiasi dalam kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi
vibrasi
rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari
ikatan kovalen dalam
kebanyakan molekul. Dalam proses penyerapan maka energi yang
diserap akan
menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul. Namun
demikian,
perlu dicatat bahwa tidak semua ikatan dalam molekul dapat
menyerap energi
inframerah, meskipun frekuensi radiasi tetap sesuai dengan
gerakan ikatan. Hanya
ikatan yang mempunyai momen dipol dapat menyerap radiasi
inframerah.
(Spektrofotometri, 2010).
Dasar spektroskopi infra merah dikemukakan oleh Hooke dan
didasarkan
atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang
digambarkan dengan
dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada
Gambar 2.17
dibawah. Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak
keseimbangan tersebut
maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik.
(Spektrofotometri, 2010).
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
24
Universitas Indonesia
[Sumber: Spektrofotometri, 2010]
Gambar 2.17 Dua buah bola saling terkait oleh pegas.
Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga
macam
gerak yaitu:
1. Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik
lain.
2. Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan
3. Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya.
(Spektrofotometri, 2010).
Bila ikatan bergetar maka energi vibrasi secara terus menerus
dan secara
periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan
sebaliknya. Jumlah
energi total sebanding dengan frekuensi vibrasi dan tetapan gaya
(k) dari pegas
dan massa (m1 dan m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang
dimiliki oleh sinar
inframerah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan
vibrasi.
(Spektrofotometri, 2010).
Panjang gelombang atau bilangan gelombang dan kecepatan
cahaya
dihubungkan dengan frekuensi melalui bersamaan berikut :
E = mc2 (4.1)
Energi yang timbul juga berbanding lurus dengan frekuensi
dan
digambarkan dengan persamaan Max Plank :
E = hʋ = hс (4.2)
nλ
sehingga :
mс2 = hc (4.3)
nλ
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
25
Universitas Indonesia
nλ = h (4.4)
mc
Dimana :
E = Energi, Joule
h = Tetapan Plank; 6,6262 x 10-34
J.s
c = Kecepatan cahaya; 3,0 x 1010
cm/detik
n = indeks bias (dalam keadaan vakum harga n = 1)
l = panjang gelombang; cm
u = frekuensi; Hertz
Dalam spektroskopi inframerah panjang gelombang dan bilangan
gelombang merupakan nilai yang digunakan untuk menunjukkan
posisi dalam
spektrum serapan. Panjang gelombang biasanya diukur dalam mikron
atau mikro
meter (µm). Sedangkan bilangan gelombang (ʋ) adalah frekuensi
dibagi dengan
kecepatan cahaya, yaitu kebalikan dari panjang gelombang dalam
satuan cm-1
.
Persamaan dari hubungan kedua hal tersebut diatas adalah :
(Spektrofotometri,
2010).
1
(4.5)
Posisi pita serapan dapat diprediksi berdasarkan teori mekanikal
tentang
osilator harmoni, yaitu diturunkan dari hukum Hooke tentang
pegas sederhana
yang bergetar, yaitu :
k
c2
1 (4.6)
dimana :
)(
)(
21
21
mm
mm
(4.7)
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
26
Universitas Indonesia
Keterangan :
c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010
cm/detik
k = tetapan gaya atau kuat ikat, dyne/cm
µ = massa tereduksi
m = massa atom, gram
Setiap molekul memiliki harga energi yang tertentu. Bila suatu
senyawa
menyerap energi dari sinar inframerah, maka tingkatan energi di
dalam molekul
tersebut akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi.
Sesuai dengan
tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada
molekul itu adalah
perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi
rotasi.
(Spektrofotometri, 2010).
Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena
spektrum yang
dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak
digunakan karena:
a) Cepat dan relatif murah
b) Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional
dalam
molekul (Tabel 2.1)
c) Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah
khas
dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah ranah sidik jari
(fingerprint) untuk senyawa tersebut. (Spektroskopi, 2010).
Tabel 2.1 Serapan khas beberapa gugus fungsi
Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1
)
C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470
C-H Alkena 3020-3080, 675-870
C-H Aromatik 3000-3100, 675-870
C-H Alkuna 3300
C=C Alkena 1640-1680
C=C Aromatik (cincin) 1500-1600
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gugus_fungsional
-
27
Universitas Indonesia
C-O Alkohol, eter, asam
karboksilat, ester
1080-1300
C=O Aldehida, keton, asam
karboksilat, ester
1690-1760
O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640
O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)
O-H Asam karboksilat 3000-3600 (lebar)
N-H Amina 3310-3500
C-N Amina 1180-1360
NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385
[Sumber: Spektrofotometri, 2010]
2.9 Matrix-AssistedlLaser Desorption/Ionization – Mass
Spectra
Matrix-assisted laser desorption/ionization ialah sebuah teknik
ionisasi
halus yang digunakan pada spektroskopi massa, yang menyediakan
analisis
biomelokul (biopolimer seperti protein,peptida dan gula) dan
molekul organik
secara luas (seperti polimer, dendrimer dan makromolekul), yang
cenderung
bersifat mudah pecah dan terfragmen ketika diionisasikan melalui
metode ionisasi
yang lebih konvensional. Proses ionisasinya ditembakkan melalui
sebuah berkas
sinar laser (umumnya sebuah laser nitrogen). Sebuah matriks
digunakan untuk
melindungi biomolekul dari kerusakan yang diakibatkan secara
langsung oleh
berkas sinar laser dan untuk memfasilitasi penguapan dan
ionisasi.
Sebuah matriks biasanya merupakan molekul yang
terkristalisasikan.
Larutan dari molekul matriks dibuat, biasanya pada sebuah
campuran air murni
dan pelarut organik (umumnya asetonitril atau etanol). Larutan
matriks
dicampurkan dengan analit. Pelarut organik mampu melarutkan
molekul
hidrofobik, ketika air melarutkan molekul yang hidrofilik.
Larutan ini ditempatkan
ke dalam pelat maldi (biasanya merupakan sebuah logam yang
didesain untuk
tujuan ini). Pelarutnya akan menguap, hanya meninggalkan matriks
yang
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
28
Universitas Indonesia
terekristalisasikan, namun sekarang dengan molekul analit yang
tersebar
disepanjang kristal.
Laser dibakar pada kristal yang ada dalam titik MALDI.
Matriks
selanjutnya menyerap energi laser dan yang menjadi perhatian
ialah bahwa
matriksnya terionisasikan saat itu juga. Matriks selanjutnya
membawa bagian
muatannya kepada molekul analit, sehingga mengionisasi keduanya
ketika masih
melindungi mereka dari perusakan akibat energi sinar laser. Ion
yang teramati
setelah proses ini terdiri dari molekul netral [M] dan
pertambahan atau
pengurangan ion. Secara bersama-sama, mereka membentuk sebuah
ion kuasi-
molekular, sebagai contoh [M+H]+ dalam kasus sebuah penambahan
proton,
[M+Na]+ dalam kasus penambahan ion natrium, atau [M+H]
- dalam kasus proton
yang terhilangkan. Teknik MALDI mampu membuat ion bermuatan
singel, tetapi
muatan ion gabungan ([M+nH]n+
) dapat juga dibuat, sebagai fungsi matriks,
intensitas laser atau tegangannya digunakan.
[Sumber: MALDI-TOF mass spectrometry, 2010]
Gambar 2.18 Skema instrumen MALDI-TOF MS
Tipe spektroskopi massa yang paling banyak digunakan dengan
MALDI
yaitu TOF MS (time of flight mass spectrometer), umumnya
dikarenakan ranah
massa yang luas. Prosedur pengukuran TOF juga ideal digabungkan
dengan
proses ionisasi MALDI karena sinyal berkas sinar laser
memberikan tembakan
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
29
Universitas Indonesia
masing-masing daripada yang dikerjakan pada pengoperasian
kontinu. Instrumen
MALDI-TOF secara khusus diperlengkapi dengan sebuah “kaca ion”,
yang
membelokkan ion dengan sebuah medan elektrik, dengan cara
demikian akan
menggandakan garis edar ion dan meningkatkan resolusinya.
Teknik MALDI merupakan metode analisis yang cepat dan
sederhana
yang memberikan kesempatan menganalisis hasil sintesis dengan
sederhana.
Beberapa makromolekul hasil sintetis, seperti katenan dan
rotaxan, dendrimer atau
polimer bercabang yang memiliki berat molekul ratusan bahkan
ratusanribu,
dimana teknik ionisasi sulit untuk menghasilkan ion molekular
ini, dapat
dianalisis dengan instrumen ini.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
30
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat
1. Peralatan gelas
2. Neraca analitik
3. Tabung nitrogen
4. Mikropipet
5. Peralatan distilasi
6. Hot Plate
7. Heating mantel
8. Pengaduk magnet
9. Evaporator
10. Spektroskopi Infra Merah
12. Alat uji titik leleh
3.1.2. Bahan
1. Tereftalaldehid p.a 5. Toluen p.a
2. Dietilentriamina p.a 6. CaCl2 teknis
3. Asetonitril p.a 7. Dietil eter teknis
4 Kloroform p.a
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
31
Universitas Indonesia
3.2. PROSEDUR KERJA
3.2.1 Pembuatan Larutan
3.2.1.1 Preparasi Agen Pengering CaCl2
Agen pengering yang digunakan ialah CaCl2 untuk reaksi
dengan
pelarut asetonitril. Sebanyak 10 gram CaCl2 dipanaskan dalam
tanur
selama 2 jam pada suhu 300o C. Padatan CaCl2 diambil secukupnya
untuk
kemudian dimasukkan kedalam labu bulat yang berisi pelarut
asetonitril
untuk selanjutnya didistilasi.
3.2.1.2 Pembuatan Pelarut Asetonitril Kering
Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini haruslah
merupakan
pelarut kering. Asetonitril kering melalui distilasi sederhana
dengan CaCl2
(titik didih 79-80°C) hingga didapatkan asetonitril kering
seluruhnya.
Sebanyak ±300 mL asetonitril didistilasikan bersama padatan
CaCl2.
Selama reaksi berlangsung, gas nitrogen dialirkan
perlahan-lahan.
3.2.1.3 Pembuatan Pelarut Diklorometan Kering
Diklorometan kering dihasilkan melalui distilasi sederhana
dengan
CaCl2 (titik didih 40°C). Sebanyak ±300 mL diklorometan
didistilasikan
bersama padatan CaCl2. Selama reaksi berlangsung, gas nitrogen
dialirkan
perlahan-lahan.
3.2.1.4 Pembuatan Pelarut Kloroform
Klorofrom 300 mL dimurnikan dengan distilasi sederhana tanpa
penambahan agen pengering. Selama distilasi gas nitrogen
dialirkan
perlahan-lahan.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
32
Universitas Indonesia
3.2.1.5 Pembuatan Larutan Tereftalaldehid 0,059 M
Padatan tereftalaldehid ditimbang sebesar 0,5000 gram dan
selanjutnya
dilarutkan pada 63 mL asetonitril kering.
3.2.1.6 Pembuatan Larutan Dietilentriamina 0,032 M
Dietilentriamina diambil 0,4020 mL dengan menggunakan pipet
mikro
berukuran 100–1000 μ untuk selanjutnya dilarutkan dalam 117 mL
asetonitril
kering.
3.2.2 Pembuatan Senyawa Makrosiklik Basa Schiff
Pembuatan Makrosiklik Basa Schiff diawali dengan pencampuran
dietilentriamina 0,032 M kedalam labu bulat leher tiga dan
distirer selama
beberapa menit. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan
tereftalaldehid 0,059 M
tetes demi tetes selama ±4 jam. Larutan selanjutnya diaduk
dengan pengaduk
magnet selama 20 jam. Endapan yang terbentuk selanjutnya
didekantasi. Residu
yang didapat selanjutnya dicuci dengan menggunakan dietil eter
(2x20 mL).
Endapan yang terbentuk direkristalisasi dengan menggunakan
toluen panas.
3.2.3 Variasi Pelarut pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa
Schiff
Pada percobaan ini dilakukan sintesis ligan makrosiklik dengan
variasi
pelarut. Pelarut yang divariasikan adalah asetonitril,
diklorometan dan kloroform.
Prosedur yang digunakan untuk setiap penggunaan pelarut sama,
yaitu
menggunakan metode pada bagian 3.2.2 Pembuatan makrosiklik basa
Schiff.
Jumlah volume maupun mmol yang digunakan untuk setiap reaksi
sama pada
semua pelarut.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
33
Universitas Indonesia
3.2.4 Variasi Temperatur pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa
Schiff
Reaksi pembuatan ligan makrosiklik basa Schiff akan diuji juga
pada
beberapa variasi temperatur. Variasi temperatur yang dilakukan
yaitu pada
temperatur (i) 5-15oC ; (ii) temperatur ruang ± 25oC ; (iii)
75oC dengan sistem
refluks. Reaksi tetap dilakukan dalam pelarut asetonitril dengan
tiap reaktan 3.75
mmol dan reaksi diaduk selama 20 jam.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
34
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam
Pelarut
Asetonitril pada Suhu Ruang.
Reaksi pembuatan ligan makrosiklik umumnya merupakan aplikasi
dari
prinsip reaksi kondensasi, dimana pada reaksi kondensasi terjadi
penggabungan
dua molekul dan melepaskan molekul terkecil. Molekul terkecil
dalam reaksi ini
ialah H2O. Pada reaksi pembuatan ligan makrosiklik juga
dihasilkan molekul H2O
sebagai produk sampingan. Reaksi pembuatan senyawa makrosiklik
poliaza basa
Schiff juga merupakan aplikasi dari prinsip pembentukan ikatan
imina (-C=N-).
Reaksi pembentukan ikatan imina umumnya membutuhkan suasana
reaksi kering
atau tanpa air.
Pada penelitian kali ini, sintesis senyawa makrosiklik poliaza
basa Schiff
dibuat dengan reaktan utama tereftalaldehid dan
dietilentriamina. Metode
pembuatan ligan menggunakan metode langsung.
4.1.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam
Pelarut
Asetonitril pada Suhu Ruang
Tabel 4.1: Perbandingan hasil senyawa makrosiklik pada beberapa
variasi
No Kondisi Reaksi Variasi Hasil Pengamatan Hasil
Reaksi
1
mmol reaktan = 3,75
mmol dan lama
reaksi = 20 jam, T =
± 25oC
Pelarut
Diklorometan
Larutan berwarna
kuning
-
2 Pelarut
Kloroform
Larutan berwarna
coklat pekat.
-
3 Pelarut
Asetonitril
Larutan kuning dan
terdapat endapan
18,64%
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
35
Universitas Indonesia
putih kekuningan
4
mmol reaktan = 3,75
mmol, lama reaksi =
20 jam, pelarut =
asetonitril
T = 5-15oC
Larutan kuning dan
terdapat endapan
putih 32,15%
5
T = ± 25oC
Larutan kuning dan
terdapat endapan
putih kekuningan 18,64%
6 T = 75oC
sistem refluks
Larutan kuning
cerah -
Pada penelitian kali ini pelarut yang digunakan ialah
asetonitril.
Asetonitril digunakan dalam reaksi karena pelarut ini melarutkan
tereftalaldehid
dan dietilentriamina dengan sempurna. Dengan adanya gugus nitril
pada molekul
asetonitril, maka senyawa ini bersifat relatif polar dan
merupakan pelarut polar
aprotik. Polaritas suatu pelarut yang digunakan haruslah cukup
tinggi untuk
melarutkan reaktan awal, yang berarti lebih polar daripada
produk yang
diharapkan. Pengeringan asetonitril dilakukan melalui distilasi
sederhana yang
ditambahkan CaCl2 sebagai agen pengering. Sebagai agen
pengering, CaCl2 tidak
bereaksi dengan asetonitril dan memiliki daya serap air yang
cukup besar. Untuk
semua reaksi, CaCl2 terlebih dulu dipanaskan selama 2 jam pada
suhu 300oC.
Larutan distilat selanjutnya langsung digunakan dalam reaksi
pembuatan senyawa
makrosiklik poliaza basa Schiff.
Cairan dietilentriamina 0,032 M dalam 117 mL asetonitril
kering
diaduk dengan pengaduk magnet, selanjutnya ditambahkan
tereftalaldehid 0,059
M dalam 62 mL asetonitril tetes demi tetes. Digunakan buret
untuk menambahkan
tereftalaldehid tetes demi tetes. Selama penambahan
tereftalaldehid, reaksi tetap
diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet dan sesekali pada
reaktor
dialirkan gas nitrogen. Penambahan perlahan-lahan ini dilakukan
dalam waktu
selama 4 jam. Setelah itu reaksi tetap diaduk dengan pengaduk
magnet selama 20
jam.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
36
Universitas Indonesia
Setelah direaksikan selama 20 jam, pada dasar labu bulat
timbul
padatan putih kekuningan dan larutan yang semula bening berubah
menjadi
kuning cerah. Padatan ini didekantasi dan dicuci dengan dietil
eter 20 mL
sebanyak 2 kali. Padatan hasil reaksi selanjutnya
direkristalisasikan dengan
menggunakan toluen panas. Toluen panas melarutkan hampir seluruh
padatan
tersebut. Pada proses rekristalisasi dengan toluen panas, masih
terdapat padatan
yang tidak mau melarut walau dengan penambahan toluen berlebih.
Padatan yang
tidak melarut ini selanjutnya dipisahkan. Padatan yang tidak
larut dalam toluen ini
merupakan produk polimer, karena setelah dikeringkan padatan ini
berbentuk
padatan polimer kuning yang memadat.
Padatan hasil reaksi yang larut dalam toluen panas
selanjutnya
didiamkan untuk mengalami kristalisasi alami. Setelah 2 hari,
timbul kristal putih
kekuningan yang menempel pada dinding kaca arloji. Kristal ini
selanjutnya
ditimbang dan dikarakterisasi menggunakan spektrokopi
inframerah, MALDI-
TOF spektra massa, uji titik leleh. Berat kristal yang diperoleh
ialah 0,1398 gram
dengan persen hasil sebesar 18,64%.
Gambar 4.1 Kristal ligan makrosiklik poliaza basa Schiff
Sebuah prosedur sintesis langsung yang melibatkan reaksi,
pada
konsentrasi yang equimolar, dari dua reagen mengabungkan fragmen
yang
dibutuhkan untuk target makrosiklik seperti sebuah kondensasi
1:1 yang terjadi.
Reaksi seperti ini sering ditunjukkan pada kondisi pelarut
sangat encer yang
cenderung untuk menyukai proses siklisasi dengan meningkatkan
probabilitas dari
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
37
Universitas Indonesia
setengah bagian reaksi yang sudah separuh terkondensasikan
dengan bagian
kepala-ke-ekor nya sendiri daripada mengalami kondensasi
intermolekular dengan
senyawa lain dalam larutan reaksi. Bila pada akhirnya terjadi,
maka hal ini
merupakan tahapan awal proses oligomerisasi atau polimerisasi
yang tidak akan
menghasilkan produk makrosiklik yang diharapkan. (Lindoy, 1989,
hal.22)
Reaksi ini merupakan reaksi antara senyawa dikarbonil dengan
senyawa diimina yang kemudian menghasilkan produk ikatan imina.
Pada
mekanisme pembentukan senyawa imina, atom donor nitrogen
berperan sebagai
nukleofil. Dietilentriamina yang memiliki tiga atom nitrogen
pada reaksi ini
berperan sebagai nukleofil. Gugus nitrogen yang selanjutnya
bereaksi dengan
gugus karbonil pada tereftalaldehid ialah nitrogen primer.
Ikatan imina yang
dihasikan dari sebuah amina primer biasanya bersifat lebih
stabil dan tak mudah
terpolimerisasi.
Tereftalaldehid berperan sebagai elektrofil. Gugus karbonil
pada
tereftalaldehid akan bermuatan relatif positif, sehingga akan
berikatan dengan
amina primer pada dietilentriamina yang bermuatan relatif
negatif. Senyawa
tereftaldehid mengandung 2 gugus karbonil dan terikat pada suatu
cincin benzena
sehingga bentuk molekul senyawa relatif lebih rigid dibanding
senyawa karbonil
sederhana lainnya. Bentuk yang rigid dari suatu senyawa
dikarbonil menambah
kestabilan produk ikatan imina yang terbentuk. Dengan struktur
dikarbonil yang
rigid dan amina primer pada dietilentriamina maka ikatan imina
pada ligan
makrosiklik poliaza basa Schiff yang terbentuk bersifat lebih
stabil.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
38
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Reaksi pembentukan senyawa makrosiklik poliaza basa
Schiff
Pada umumnya, reaksi pembentukan makrosiklik akan mengalami
persaingan dengan reaksi pembentukan polimer dari kedua reaktan
tersebut. Maka
dibutuhkan kondisi khusus agar produk makrosiklik yang
diingankan terbentuk.
Prioritas utama dalam metode langsung ialah untuk memaksimalkan
produk yang
diinginkan dengan cara memilih strategi yang tepat yang akan
menghambat
polimerisasi dan reaksi lain. Senyawa polimer sering merupakan
produk utama
ketika reaksi makrosiklik direaksikan pada keadaan yang tidak
tepat.
Gambar 4.3 struktur polimer kondensasi yang mungkin
terbentuk
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
39
Universitas Indonesia
Target utama produk dari reaksi antara dikarbonil dan diamina
ini ialah
makrosiklik basa Schiff [2+2]. Pada sintesis kali ini, reaksi
yang berlangsung
merupakan siklokondensasi [2+2], menandakan bahwa tiap 2
molekul
tereftalaldehid akan bereaksi dengan 2 molekul dietilentriamina
membentuk
sebuah molekul makrosiklik basa Schiff. Diamina merupakan bentuk
alifatik yang
paling reaktif untuk reaksi kondensasi Schiff. Bila dua gugus
amina dihubungkan
melalui bidang sentuh alifatik yang fleksibel, maka mereka dapat
bereaksi dengan
spontan dan produk biasanya tidak dapat dihentikan pada tahapan
penambahan
produk kondensasi [1+1] nonsiklik.
Ugras dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa produk siklik
lebih
disukai secara termodinamika daripada produk polimer dan lamanya
waktu reaksi
memungkinkan spesi basa Schiff ter-redistribusi dari
oligomernya, yang
menandakan secara kinetika ia lebih disukai ini, kepada bentuk
basa Schiff siklik
yang lebih stabil secara termodinamika. (Ugras, 2005).
Salah satu teknik tepat untuk mereaksikan kedua reaktan ialah
dengan
penambahan tetes demi tetes pada laju penambahan yang lambat.
Laju
penambahan yang lambat ditunjukkan melalui waktu penambahan yang
cukup
lama untuk beberapa mililiter pelarut. Tereftalaldehid dalam 63
mL pelarut
ditambahkan tetes demi tetes selama kurun waktu 4 jam. Sebagai
konsekuensinya,
konsentrasi reagen yang tidak bereaksi dalam larutan pada kurun
waktu tersebut
sangatlah kecil. Umumnya reaksi makrosiklik ini dikerjakan
selama kurun waktu
berhari-hari untuk menghasilkan persen hasil makrosiklik yang
besar.
Teknik lain yang digunakan untuk menghindari pembentukan
produk
polimer yang lebih banyak ialah melalui pemilihan kondisi reaksi
yang encer
(pelarut yang melimpah). Dengan pelarut yang melimpah pada
reaktan, maka
probabilitas adanya serangan intramolekular antara kedua reaktan
lebih besar
daripada serangan intermolekular (pembentukan polimer). Pada
reaksi pembuatan
senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff ini digunakan pula
sistem dengan pelarut
yang encer. Sebanyak 3,75 mmol tiap reaktan direaksikan dalam
117 mL pelarut.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
40
Universitas Indonesia
Umumnya untuk sintesis makrosiklik, pelarut yang digunakan
berkisar 500 mL
dengan mmol reaktan yang relatif sedikit. Penulis hanya
menggunakan ±200 mL
pelarut, pertama kali untuk menguji apakah akan terbentuk
senyawa makrosiklik
pada milimol dan mililiter pelarut yang relatif lebih
sedikit.
Produk yang didapatkan relatif kecil yaitu 0,1398 gram dengan
persen
hasil sebesar 18,64%. Pada hasil reaksi ini menandakan bahwa
produk masih
sangat kecil dan kemungkinan produk polimer yang dihasilkan
lebih besar
persentasenya. Hasil ini cukup kecil bila dibandingkan dengan
hasil ligan dari
percobaan yang sama yang telah dilakukan oleh Habibi pada tahun
2003 yaitu
sebesar 75 %, dimana jumlah mol tiap reaktan sebesar 9 mmol.
(Habibi dan
Idzakah, 2004).
Jumlah pelarut yang digunakan oleh penulis untuk mensintesis
ligan
makrosiklik relatif kecil bila dibandingkan dengan metode umum
pembuatan ligan
makrosiklik dengan metode langsung. Molaritas dietilentriamina
dalam 117 mL
pelarut adalah 0,032 M sedangkan molaritas tereftalaldehid dalam
63 mL pelarut
adalah 0,059 M. Secara teroritis, kelarutan tiap reaktan dalam
180 mL pelarut
sebesar 0,0208 mol/L. Hasil kelarutan dan molaritas tiap reaktan
nilainya lebih
kecil dari angka kelarutan minimum yang memungkinkan suatu
penyerangan
intramolekular yang lebih dominan. Pada Bab Tinjauan Pustaka,
telah dibahas
bahwa konsentrasi minimum tiap reaktan agar serangan
intramolekular lebih
dominan daripada serangan intermolekular ialah sebesar 10-2
–10-3
mol/L. Dengan
nilai konsentrasi yang relatif besar, probabilitas produk
membentuk senyawa
makrosiklik memang sangatlah kecil. Dapat disimpulkan bahwa
dengan mmol
sebesar 3,75 mmol untuk tiap reaktan hanya dapat membentuk
senyawa
makrosiklik dengan persentase yang sedikit.
Hal lain yang menjadi penyebab sedikitnya persen hasil produk,
ialah
penggunaan pelarut yang kurang terkondisikan kering. Pelarut
asetonitril yang
kering, menurut beberapa literatur, sebaiknya disimpan dalam
penyaring
molekular ukuran 0.3 nm. Agen pengering yang cukup baik untuk
asetonitril ialah
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
41
Universitas Indonesia
CaH2, sedangkan penulis menggunakan CaCl2 teknis. Kemungkinan
besar, setelah
didistilasikan pun asetonitril belum sepenuhnya dalam kondisi
bebas air, sehingga
akan mempengaruhi hasil ligan makrosiklik yang terbentuk.
Pada sistem makrosiklik, beberapa penelitian tidak mencantumkan
nama
molekul senyawa makrosiklik yang berhasil disintesis. Sehingga
untuk mengenal
jenis makrosikliknya, beberapa hanya dapat dilihat dari senyawa
awalnya. Hal ini
mungkin dikarenakan penamaan molekul makrosiklik yang cukup
sulit
dibandingkan dengan penamaan senyawa organik yang lebih
sederhana lainnya.
Beberapa literatur organik hanya mencantumkan penulisan tata
nama senyawa
organik untuk yang lebih sederhana. Pada jurnal acuan utama,
ligan makrosiklik
tidak diberi nama spesifik. Namun pada jurnal yang berjudul The
Synthesis of New
Binucleating Polyaza Macrocyclic and Macrobicyclic Ligands :
Dioxygen
Affinities of The Cobalt Complexes, penulisnya memberikan nama
ligan
makrosiklik ini : Bis-p-xylil-bis-DIEN.
4.1.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam
Pelarut
Asetonitril pada Suhu Ruang.
4.1.2.1 Uji Titik Leleh
Produk diambil sedikit lalu dimasukkan kedalam pipa kapiler.
Sampel ini
selanjutnya diletakkan pada lubang yang ada di alat uji titik
leleh. Pemanasan
sampel dilakukan secara manual dan berkala pada selang waktu
beberapa menit.
Saat memanaskan sampel, temperatur tetap diamati agar nilai
titik lelehnya dapat
teramati akurat. Jenis alat yang digunakan untuk menguji titik
leleh ini adalah
Barnstead-electrothermal/Thermo scientifis 1002DQ dan
menggunakan
termometer raksa sebagai pengukur suhu.
Kristal ligan makrosiklik teramati mulai meleleh pada temperatur
155oC
dan terus meleleh hingga temperatur 160oC. Dapat ditulis bahwa
rentang titik
leleh ligan makrosiklik tersebut sebesar 155oC – 160
oC.
Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.
-
42
Universitas Indonesia
Sedangkan pada penelitian sebelumnya, dicatat rentang titik
lelehnya
berkisar 155oC-157
oC. Kedua uji titik leleh ini menghasilkan nilai yang
berbeda,
perbedaan ini bisa saja diakibatkan oleh perbedaan jenis alat
uji titik lelehnya,
perbedaan subjek si pengamat, dan perbedaan banyak tidaknya
pengotor yang ada
dalam kristal ligan tersebut.
4.1.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah
Pada karakterisasi tahap ini, akan dilihat spektra serapan pada
panjang
gelombang inframerah tiap gugus fungsi yang ada pada kristal.
Pelet KBr
digunakan sebagai standar awal. Tabel dibawah ini menunjukkan
perbandingan
serapan secara teori dan yang diperoleh pada pengukuran :
Tabel 4.2 Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus fungsi
pada produk
ligan makrosiklik pada temperatur ruang dalam pelarut
asetonitril
No Jenis Ikatan λ teoritis ( cm-1) λ pengukuran (cm-1)
1 Ikatan imina
-C=N-
1640 – 1690 1643,5
2 1,4-Benzena tersubtitusi 800 – 850 837,11
3 Uluran –N-H- 3000 3305,99
4 Karbonil Aldehid C=O 1700 - 1725 -
5 Uluran –C-H- sekunder 2900 2918
Pada Tabel 4.2 dapat dilihat terjadi beberapa pergeseran spektra
serapan
inframerah untuk gugus yang s