Top Banner
UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN IN VIVO DESENSITIZATION UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU BERSEKOLAH PADA ANAK DENGAN SCHOOL REFUSAL BEHAVIOR (SRB) In Vivo Desensitization for Increasing School Behavior of a Child with School Refusal Behavior (SRB) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikologi Hegar Ayu Utami 1006796254 FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM MAGISTER PROFESI KLINIS ANAK DEPOK, NOVEMBER 2012 Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012
99

UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

May 30, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN IN VIVO DESENSITIZATION UNTUK MENINGKATKAN

PERILAKU BERSEKOLAH PADA ANAK DENGAN SCHOOL REFUSAL

BEHAVIOR (SRB)

In Vivo Desensitization for Increasing School Behavior of a Child with School

Refusal Behavior (SRB)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi

Psikologi

Hegar Ayu Utami

1006796254

FAKULTAS PSIKOLOGI

PROGRAM MAGISTER PROFESI KLINIS ANAK

DEPOK, NOVEMBER 2012

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Penerapan In Vivo

Desensitization, Untuk Meningkatkan Perilaku Bersekolah pada Anak dengan

School Refusal Behavior (SRB)” adalah hasil karya saya sendiri dan bukan

merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, maka

saya bersedia menerima sanksi apapun dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

sesuai dengan aturan yang berlaku.

Depok, 22 November 2012

Yang menyatakan

Hegar Ayu Utami

(1006796254)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :

Nama : Hegar Ayu Utami

NPM : 1006796254

Program Studi : Psikologi Klinis Anak

Judul Tesis : Penerapan In Vivo Desensitization Untuk

Meningkatkan Perilaku Bersekolah pada Anak

dengan School Refusal Behavior (SRB)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai

bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister

Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi,

Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis ( )

Pembimbing : Luh Surini Yulia Savitri, S. Psi., M.Psi. ( )

Penguji : Dra. Surastuti H. Nurdadi., M.Si. ( )

Penguji : Dra. Mayke S. Tedjasaputra., M. Si. ( )

Depok, 22 November 2012

Ketua Pogram Studi S2 Psikologi Profesi Dekan Fakultas Psikologi

Fakultas Psikologi UI Universitas Indonesia

Dra. Dharmayati Utoyo Lubis MA., Ph.D Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M.Org.Psy.

NIP. 19951327 197603 2 001 NIP. 19490403 197603 1 002

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Proses pembuatan tesis ini merupakan suatu

pembelajaran berharga dalam kehidupan saya karena kesabaran, kekuatan, serta kemampuan

diri saya benar-benar dilatih. Ada kalanya saya merasa sangat lelah namun beruntung saya

selalu dikuatkan oleh orang-orang di sekitar. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

Ibu Prof. Dr. Fauzia Aswin Hadis dan Ibu Luh Surini Y. Savitri, S. Psi., M. Psi. atas ilmu

dan waktu yang telah diberikan untuk membimbing pembuatan tesis ini.

Seluruh staf pengajar dan karyawan bagian Magister Profesi Klinis Anak, terutama

kepada Ibu Mita Aswanti, M. Si., Ibu Dra. Tri Iswardani, M. Si, serta Ibu Dra. Dini P.

Daengsari, M. Si. yang telah berbagi ilmu dan pengalaman dalam membantu saya

menyelesaikan kasus-kasus di profesi.

A dan keluarga, pihak SDN 07 Pejaten Barat, serta teman-teman A atas kesediaannya

berpartisipasi dan membantu kelancaran proses intervensi.

Mama Papa tersayang serta Mba Anggi dan Mas Trisno, terimakasih telah menjadi

keluarga terbaik dan selalu memberi dukungan sosial maupun material. I love u all...

Suami tercinta, Aditia Kurniawan Iswoyo, S.T., terimakasih atas pengertian dan

perhatiannya, juga karena tidak pernah lelah mengingatkan saya untuk percaya bahwa

saya mampu menyelesaikannya. You’re my strength when i was weak...

Mama Neti, Papa Mar, Nedia, Ais, dan Bekti. Terimakasih karena telah menjadi keluarga

yang penuh canda tawa.

Teman-teman KLA 11; Belinda, Yayang, Devi, Sishi, dan Mba Indah, terimakasih telah

menjadi sahabat terbaik dan penyemangat di masa-masa perjuangan. Susan, Monik, Mila,

Andria, Uthe, Mba Yomi, Mba Nia, Ola, dan Mba Nuri, terimakasih telah menjadi rekan

kuliah yang menyenangkan. I’m really happy to be your “angel”.

Sahabat tersayang; Rumi, Fitri, Helin, Eka, Nana, Erna, Elissa, dan Elga. Cerita-cerita

kalian menjadi penyemangat untuk segera terjun ke “dunia sebenarnya”

Depok, 22 November 2012

Penulis

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah

ini:

Nama : Hegar Ayu Utami

NPM : 1006796254

Program Studi : Magister Profesi

Departemen : Program Kekhususan Psikologi Klinis Anak

Fakultas : Psikologi

Jenis karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Penerapan In Vivo Desensitization Untuk Meningkatkan Perilaku Bersekolah

Pada Anak Dengan School Refusal Behavior (SRB)”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 22 November 2012

Yang menyatakan

(Hegar Ayu Utami)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

vi

ABSTRAK

Nama : Hegar Ayu Utami

Program Studi : Magister Profesi Program Kekhususan Psikologi Klinis Anak

Judul : Penerapan In Vivo Desensitization Untuk Meningkatkan

Perilaku Bersekolah pada Anak dengan School Refusal

Behavior (SRB)

School refusal behavior (SRB) merupakan penolakan anak untuk datang ke sekolah

atau mengikuti pelajaran di kelas sampai dengan jam sekolah usai (Kearney, 2007).

Pada penelitan ini, peneliti memberikan intervensi modifikasi perilaku dengan

metode in vivo desensitization pada anak laki-laki berusia 10 tahun yang

menunjukkan perilaku school refusal karena dilatari motif menghindari pelajaran

yang sulit. Intervensi terdiri dari dua kali sesi latihan relaksasi dan 15 kali sesi

exposure ke sekolah. Hasil penelitian menunjukkan di akhir sesi anak berhasil

kembali masuk ke sekolah dan mengikuti seluruh pelajaran termasuk yang ditakuti.

Terlihat juga penurunan masalah perilaku di pagi hari sebelum berangkat sekolah.

Kata Kunci:

School refusal behavior,modifikasi perilaku, in vivo desensitization

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

vii

ABSTRACT

Name : Hegar Ayu Utami

Majoring : Master Program (Child Clinical Psychology)

Title : In Vivo Desensitization for Increasing School Behavior of a Child

with School Refusal Behavior (SRB)

School refusal behavior (SRB) refers to a child's difficulty attending school or

remaining in classes for an entire day (Kearney, 2007). This present research

utilized behavior modification for a 10 years old boy who refused school in order to

avoid difficult subjects with in vivo desensitization technique. Treatment consisted of

2 relaxation training sessions and 15 school exposure sessions. In the end of the

session, the boy achieved the target behavior, by attending school and staying in all

classes included the subjects he feared of. This study also showed the decrease of

morning behavior problem.

Keyword:

School refusal behavior, behavior modification, in vivo desensitization

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii

1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Ilustrasi Kasus ................................................................................... 2

1.3 Alasan Pemilihan dan Penggunaan Intervensi .................................. 5

1.4 Perumusan Masalah ........................................................................... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................... 9

1.6 Sistematika Penulisan ........................................................................ 9

2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 11

2.1 School Refusal Behavior .................................................................. 11

2.1.1 Definisi School Refusal Behavior ....................................... 11

2.1.2 Tingkat School Refusal Behavior ....................................... 13

2.1.3 Penyebab School Refusal Behavior .................................... 14

2.1.4 Karakteristik yang Menyertai School Refusal Behavior ..... 20

2.2 Terapi Perilaku Sebagai Intervensi untuk Mengatasi School

Refusal Behavior ............................................................................... 21

2.2.1 Definisi Terapi Perilaku ...................................................... 22

2.2.2 Dimensi Perilaku ................................................................. 22

2.2.3 Tahapan Terapi Perilaku ...................................................... 22

2.2.4 Systematic Desensitization dan In Vivo Desensitization ..... 23

2.2.4.1 Definisi Systematic Desensitization dan In Vivo

Desenstization ..................................................... 23

2.2.4.2 Tahapan In Vivo Desensitization ....................... 24

2.2.4.3 Penelitian Tentang Penerapan In Vivo

Desensitization untuk Mengatasi SRB ............... 25

2.2.5 Reinforcer ............................................................................ 26

3. RANCANGAN INTERVENSI .................................................................. 28

3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................ 28

3.2 Desain Penelitian ................................................................................. 28

3.3 Rancangan Pelaksanaan Intervensi ..................................................... 28

3.3.1 Perilaku Target (Target Behavior) ........................................ 28

3.3.2 Definisi Operasional Perilaku ............................................... 28

3.3.3 Dimensi Perilaku dan Metode Pengumpulan Data............... 28

3.3.4 Alat Bantu Penelitian ............................................................. 29

3.3.5 Tahap Baseline ...................................................................... 30

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

ix

3.3.6 Tahap Persiapan Program ...................................................... 31

3.3.6.1 Persiapan Alat Bantu Intervensi ............................ 31

3.3.6.2 Pembicaraan Dengan Orangtua ............................. 32

3.3.6.3 Pembicaraan Dengan Anak ................................. 33

3.3.6.4 Pembicaraan Dengan Pihak Sekolah .................... 33

3.3.7 Tahap Pelaksanaan Program ................................................. 33

3.3.8 Reinforcement........................................................................ 38

3.3.9 Evaluasi dan Follow Up ........................................................ 39

3.3.10 Indikator Keberhasilan Program ........................................... 39

4. PELAKSANAAN DAN HASIL INTERVENSI ...................................... 40

4.1 Persiapan Intervensi ............................................................................ 40

4.1.1 Pembicaraan dengan Orangtua ............................................. 40

4.1.2 Pembicaraan dengan Anak ................................................... 40

4.1.3 Pembicaraan dengan Sekolah ............................................... 41

4.2 Pelaksanaan Intervensi ....................................................................... 41

4.2.1 Jumlah Sesi Intervensi .......................................................... 41

4.2.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................... 41

4.3 Evaluasi dan Follow Up ...................................................................... 63

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ............................................... 66

5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 66

5.2 Diskusi ................................................................................................ 66

5.3 Saran ................................................................................................... 71

5.3.1 Saran Praktis ......................................................................... 71

5.3.2 Saran Teknis ......................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 73

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

x

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1.1 Data Anak ..................................................................................... 2

Tabel 1.2 Data Orangtua ............................................................................... 2

Gambar 1.3 Alur Antecedent – Behavior – Consequences ........................... 8

Tabel 2.1 Perbedaan School Refusal dan Truancy .................................... 12

Gambar 3.1 Hasil Baseline ............................................................................... 29

Tabel 3.2 Hasil Child Behavior Checklist (CBCL) sebelum intervensi .... 30

Tabel 3.3 Hasil Draw A Man (DAM) sebelum intervensi .......................... 31

Tabel 3.4 Rancangan Kegiatan Sesi ........................................................... 36

Gambar 4.1 Intensitas Perilaku Bersekolah .................................................... 63

Gambar 4.2 Kemunculan Masalah Perilaku ................................................... 64

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Child Behavioral Checklist (CBCL)

Sebelum dan Sesudah Program Intervensi Dijalankan ........... 65

Tabel 4.4 Perbandingan Draw A Man (DAM) Sebelum dan Sesudah

Program Intervensi Dijalankan .................................................... 65

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelajaran ......................................................................... xiii

Lampiran 2 Denah Sekolah ........................................................................... xiv

Lampiran 3 Hasil Baseline ............................................................................ xv

Lampiran 4 Informed Consent ....................................................................... xvi

Lampiran 5 Kontrak Kegiatan ....................................................................... xviii

Lampiran 6 Self-Report Tingkat Ketakutan ................................................. xix

Lampiran 7 Papan Token ............................................................................... xx

Lampiran 8 Papan Target ............................................................................... xxi

Lampiran 9 Hasil Draw A Man (DAM) Sebelum intervensi ........................ xxii

Lampiran 10 Hasil Draw A Man (DAM) Setelah Intervensi ......................... xxiii

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa kini, sekolah telah menjadi lingkungan esensial yang tidak

dapat dipisahkan dari kehidupan anak karena sebagian besar waktu anak

dihabiskan untuk beraktivitas di tempat tersebut. Akan tetapi terdapat beberapa

anak yang tidak dapat menikmati aktivitas bersekolah karena memendam rasa

takut yang berlebihan (Beidel & Turner, 2005). Rasa takut tersebut mungkin

disebabkan oleh peristiwa kurang menyenangkan yang terkait dengan guru,

teman, pelajaran, atau bahkan masalah dengan keluarga, yang membuat anak

merasa tidak nyaman untuk bersekolah. Sayangnya tidak semua anak mampu

mengungkapkan masalahnya kepada orang lain dan cenderung memendam

ketakutannya sendiri (Wenar & Kerig, 2005). Hal itu membuat mereka tidak

memperoleh bantuan untuk menyelesaikan masalahnya walaupun di sisi lain

mereka juga sulit menemukan cara untuk mengatasi ketakutannya. Tak jarang

anak akhirnya menolak pergi ke sekolah untuk menghindari hal yang ia takuti.

Ada anak yang menampilkan penolakan bersekolah hanya di pagi hari,

yaitu dengan menangis, tantrum, mengeluh sakit, atau mengatakan tidak mau

bersekolah, namun setelah sampai di sekolah ia mampu mengikuti aktivitas

dengan baik. Ada pula anak-anak yang menolak bersekolah hanya di waktu-waktu

tertentu seperti saat baru masuk setelah liburan atau di hari-hari terdapat pelajaran

yang tidak ia sukai. Namun demikian, terdapat juga sebagian anak yang benar-

benar tidak masuk sekolah dalam kurun waktu yang lama (Kearney, 2007).

Sikap anak yang menolak pergi ke sekolah sering menimbulkan

kekhawatiran pada orangtua karena sekolah merupakan sarana untuk

mentransformasi pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan anak agar dapat

berfungsi dengan efektif di masyarakat (Berk, 2006). Dengan demikian,

penolakan bersekolah yang tidak tertangani dapat memberikan dampak negatif

yang besar, bukan hanya terhadap perkembangan kognitif, namun juga terhadap

perkembangan fisik dan psikososial anak (Berk, 2006). Semakin lama anak tidak

sekolah, maka semakin menetap perilaku tersebut dan semakin besar usaha yang

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

2

Universitas Indonesia

dibutuhkan untuk membuatnya kembali bersekolah (Brill, 2009; Kearney &

Pursell, & Alvarez, 2001, Haarman, 2009). Oleh karena itu penolakan bersekolah

perlu ditangani dengan cepat dan tepat.

1.2 Ilustrasi Kasus

Tabel 1.1 Data Anak

Nama Anak A

Jenis Kelamin Laki-laki

Usia Saat Intervensi 10 tahun 6 bulan

Pendidikan 4 SD

Suku Bangsa Betawi - Jawa

Kedudukan dalam keluarga Anak ke-4 dari 4 bersaudara

Tabel 1.2 Data Orangtua

AYAH IBU

Usia 49 tahun 44 tahun

Pendidikan SLTA SLTP

Pekerjaan Dagang Dagang

Suku Bangsa Betawi Jawa

Agama Islam Islam

Anak ke- 1 dari 13 bersaudara 5 dari 5 bersaudara

A dibawa ke klinik psikologi oleh orangtua dengan keluhan ia sudah tiga

bulan tidak mau bersekolah. A selalu menolak bercerita saat orangtua

menanyakan alasannya. Sebelum benar-benar tidak mau bersekolah, A seringkali

mengeluh sakit perut ketika mendapat tugas hafalan pada pelajaran apa pun, baik

Bahasa Inggris, Agama, maupun Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Pada

pagi hari sebelum berangkat sekolah A beberapa kali ke kamar mandi namun

tidak dapat buang air besar. Akan tetapi keluhan sakit perut tersebut tidak lagi

muncul saat sekolah selesai. Terkadang A juga menolak masuk ke dalam kelas

walaupun ia sudah sampai di gerbang sekolah. A hanya duduk di motor dan

menolak turun. Ibu membujuk A untuk masuk dengan ditemani, akan tetapi ia

tetap tidak mau.

Pada hari terakhir bersekolah, A mendapat hukuman cubitan dari guru

SBK karena tidak hafal tugas yang diberikan. Keesokan harinya ia benar-benar

menolak pergi ke sekolah. Ketika orangtua membawa paksa A ke dalam sekolah,

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

3

Universitas Indonesia

A pun menangis. Usaha guru untuk membujuknya juga tidak berhasil. Pada saat

kepala sekolah dan guru membujuk A di dalam kantor, A tampak gemetar dan

berkeringat dingin. Ia bahkan berlari keluar kantor dan hampir tertabrak motor

karena tidak memperhatikan sekitar. Setelah ditangkap dan ditenangkan oleh ibu,

A mau kembali ke sekolah dan duduk di kantin. Dua jam kemudian ia bersedia

mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai dengan jam pulang sekolah. Akan

tetapi keesokan harinya A kembali menolak bersekolah.

Orangtua berusaha membujuk A bersekolah dengan cara memenuhi

keinginannya. Ketika ayah dan ibu membelikan sepatu dan tas yang dimintanya,

A mau masuk sekolah. Akan tetapi perilaku tersebut hanya bertahan dua hari.

Demikian juga ketika A mendapatkan handphone yang ia inginkan, ia mau masuk

sekolah selama seminggu namun setelahnya ia kembali menolak.

Sampai saat ini orangtua masih membujuk A untuk pergi sekolah. Setiap

pagi ibu membangunkannya dan bertanya apakah ia sudah mau sekolah. Akan

tetapi saat A menolak, orangtua juga tidak melakukan tindakan apapun. A

kembali tidur sampai siang sementara orangtua tidak lagi membangunkannya.

Selama tidak bersekolah A juga bebas melakukan apapun di rumah. Tidak ada

konsekuensi dari orangtua atas perilaku penolakan sekolah A. Ia masih boleh

bermain, menonton televisi, dan jajan seperti biasa.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, A memiliki kecerdasan di bawah rata-rata

(IQ 86, Weschler). Daya tangkapnya tergolong kurang, terutama dalam

memahami materi yang bersifat abstrak. Kecerdasan A berpengaruh terhadap

kemampuan akademiknya. Sejak kelas 1 SD, nilai raport A sangat sering berada

di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Guru menilai bahwa A termasuk

lambat dibandingkan teman-temannya. Sampai saat ini ia bahkan belum lancar

membaca. Sementara itu pada tugas hafalan, A memerlukan waktu lebih lama

dibanding teman-temannya untuk menghafalkan satu baris doa atau percakapan

Bahasa Inggris. Ia pun selalu memperoleh nilai buruk pada tugas tersebut.

Selain kemampuan kognitif yang tergolong kurang, A memiliki self esteem

yang rendah. Ia menganggap dirinya tidak mampu mengerjakan tugas-tugas

hafalan. Selain itu, ia selalu menolak membaca atau mengerjakan tugas di depan

kelas. A pun cenderung pasif dan tidak mau bertanya mengenai materi yang

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

4

Universitas Indonesia

belum ia kuasai. Jika mengalami kesulitan, A mudah putus asa dan harus

dimotivasi untuk melanjutkan pekerjaannya.

Pengalaman tidak menyenangkan terhadap tugas-tugas akademik, terutama

hafalan, serta hukuman dari guru menimbulkan ketakutan pada diri A. Ia pun

cenderung menghindari sumber ketakutannya yang akhirnya termanifestasi dalam

bentuk school refusal behavior.

School refusal behavior (SRB) merupakan penolakan anak untuk datang

ke sekolah atau mengikuti pelajaran di kelas sampai dengan jam sekolah usai

(Kearney, 2007). Masalah ini paling banyak ditemui pada anak usia sekolah dan

remaja walaupun sering juga muncul pada anak prasekolah (Witts & Houlihan,

2007). Secara umum, terdapat empat motif SRB pada anak, yaitu (1) menghindari

stimulus di sekolah yang menimbulkan rasa takut seperti pelajaran yang sulit,

guru yang galak, bahkan gedung sekolah yang menyeramkan, (2) menghindari

situasi sosial di sekolah seperti berbicara di depan kelas atau berinteraksi dengan

teman, (3) memperoleh perhatian orangtua, serta (4) memperoleh kesenangan di

luar sekolah seperti bermain di rumah atau berjalan-jalan ke mall (Kearney &

Silverman, 1999; Kearney, 2007; Brill, 2009; Dube & Orpinas, 2009). SRB yang

disebabkan oleh lebih dari satu motif cenderung memperparah masalah dan

membutuhkan treatment yang lebih kompleks (Kearney, 2007).

Terdapat dua motif perilaku school refusal A, yaitu menghindari stimulus

di sekolah yang menimbulkan rasa takut serta memperoleh kesenangan di luar

sekolah. Seperti yang telah dijelaskan di atas, faktor utama yang menyebabkan A

tidak mau masuk sekolah adalah menghindari tugas-tugas akademik yang

menimbulkan rasa takut. A merasa kesulitan mengikuti pelajaran, terutama

hafalan, sehingga ia pun menghindari sekolah. Dengan respon menghindari

sekolah, ketakutan A pun berkurang dan hal tersebut menjadi negative

reinforcement untuknya. Perilaku school refusal A juga diperkuat dengan sikap

orangtua yang membebaskan A melakukan apapun saat tidak bersekolah.

Walaupun awalnya orangtua melarangnya bermain di luar rumah saat pagi hari,

namun saat A melakukannya mereka tidak menerapkan konsekuensi khusus. Hal

tersebut membuat A mempersepsi bahwa tinggal di rumah lebih nyaman

dibanding masuk ke sekolah. Terlebih lagi dengan sikap orangtua yang

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

5

Universitas Indonesia

memberikan barang-barang untuk membujuknya sekolah sangat berpengaruh

terhadap perilaku school refusal A. Kesenangan yang didapat A di rumah serta

keinginannya yang dipenuhi oleh orangtua menjadi positive reinforcement bagi

perilaku school refusal A.

Pada kasus A, ketidakhadirannya di sekolah selama 3 bulan membuatnya

mengalami masalah akademik karena tertinggal pelajaran. Guru-guru di sekolah

mengaku sudah menyerah membujuk A dan cenderung membiarkannya. Selain

itu, penolakan sekolah A juga menimbulkan distress pada keluarga. Ibu sempat

menutup usaha warungnya selama beberapa minggu karena fokus membujuk A ke

sekolah sehingga keluarga mengalami masalah finansial. Apabila tidak tertangani,

besar kemungkinan A akan drop-out dari sekolah. Mengingat besarnya dampak

sekolah, masalah A harus segera diatasi karena semakin lama ia tidak bersekolah,

maka pola perilakunya sudah lebih menetap sehingga usaha yang diperlukan

untuk membuatnya kembali ke sekolah semakin besar (Brill, 2009).

1.3 Alasan Pemilihan dan Penggunaan Intervensi

Untuk mengatasi masalah school refusal A, hal yang penting dilakukan

adalah mengatasi sumber ketakutannya yang terkait dengan kesulitan dalam

mengikuti pelajaran di sekolah. Anak dengan tingkat inteligensi low-average tidak

termasuk ke dalam kelompok yang membutuhkan layanan pendidikan khusus

karena skor IQ mereka berada di atas anak dengan keterbelakangan mental namun

mereka juga mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan normal dan kurang

mampu berprestasi (Brauchie, 2010). Oleh karena itu sebaiknya anak low-average

mendapatkan intervensi khusus yaitu pembelajaran remedial dengan metode yang

lebih konkret (Shaw, Grimes, & Bulman, 2005). Pada kasus A, saran remedial

teaching diberikan dan pelaksanaannya akan dilakukan oleh terapis remedial.

Oleh karena perilaku school refusal A sudah berlangsung cukup lama,

maka intervensi khusus perlu dilakukan untuk membuatnya kembali bersekolah.

Terdapat beberapa intervensi yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah SRB,

salah satunya adalah dengan terapi psikodinamis. Waldfogel et al (1957, dalam

Witts & Houlihan, 2007) menjelaskan bahwa treatment untuk anak dengan SRB

adalah dengan intervensi terapeutik yang berfokus pada konflik ketidaksadaran.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

6

Universitas Indonesia

Treatment berlangsung setidaknya 6 sampai 12 bulan dan berpusat pada hubungan

antara ibu dengan anak. Akan tetapi, rentang waktu yang lama akan berpengaruh

terhadap efektivitas treatment karena semakin lama tidak tertangani maka perilaku

school refusal akan semakin bertahan.

Intervensi lain yang sering digunakan untuk menangani kasus school

refusal adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT) (Heyne, King, Tonge, &

Cooper, 2001, dalam Brill, 2009). Teknik ini biasa digunakan untuk mengatasi

anak yang menolak bersekolah karena motif menghindari situasi sosial di sekolah

(Kearney & Silverman, 1990, dalam Witts & Houlihan, 2007; Kearney, Pursell, &

Alvarez, 2001; Kearney, 2007) dan bertujuan untuk mengubah pemikiran

irasional anak mengenai sekolah menjadi lebih adaptif (Brill, 2009). CBT

memerlukan usaha kognitif yang besar dari klien serta kemampuan untuk berpikir

abstrak dan mengungkapkan pikirannya secara verbal (Suveg et al, 2006). Pada

kasus ini CBT tidak dapat diterapkan mengingat kecerdasan A tergolong kurang.

Salah satu intervensi yang paling sering diterapkan dalam menangani

masalah school refusal adalah terapi perilaku. Fokus utama dari terapi ini adalah

membuat anak kembali bersekolah secara langsung sehingga cukup efektif untuk

mengembalikan anak ke sekolah dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat

(Brill, 2009; Kearnet & Alvarez, 2001). Terdapat berbagai macam teknik terapi

perilaku yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalah school refusal anak,

seperti teknik exposure (systematic desensitization, in vivo desensitization),

differential reinforcement, modeling, atau extinction (Witts & Houlihan, 2007).

Differential reinforcement merupakan teknik pemberian reinforcement

untuk meningkatkan kemunculan perilaku yang diinginkan atau menurunkan

kemunculan perilaku yang tidak diinginkan sedangkan modeling merupakan

teknik meningkatkan perilaku tertentu dengan cara menunjukkan perilaku yang

diharapkan dengan benar (Miltenberger, 2008). Keterbatasan untuk menerapkan

teknik differential reinforcement dan modeling dalam kasus ini adalah karena

kontrol terhadap perilaku anak bersifat eksternal (dikontrol oleh reinforcement

dan role model). Dalam pelaksanaannya anak tidak diberi strategi tertentu yang

dapat berfungsi sebagai kontrol internal. Padahal A memerlukan suatu strategi

tertentu agar ia dapat mengatasi ketakutannya sendiri. Sementara itu, teknik

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

7

Universitas Indonesia

extinction (mengabaikan perilaku yang tidak diinginkan) kurang tepat diterapkan

untuk A karena motif perilaku school refusal-nya bukan bertujuan untuk

mendapatkan perhatian orangtua. A tidak menganggap kehilangan perhatian

orangtua sebagai suatu punishment sehingga diperkirakan perilaku school refusal-

nya akan tetap bertahan (Miltenberger, 2008).

Teknik exposure sering digunakan pada anak yang menolak sekolah

karena menghindari stimulus yang ditakuti (Lee & Miltenberger, 1996; Kearney

& Silverman, 1999). Melalui teknik ini anak dihadapkan pada stimulus yang

menimbulkan rasa takut secara bertahap. Hal tersebut dapat tercapai melalui

intervensi systematic desensitization (SD) ataupun in vivo desensitization (IVD).

Kedua jenis intervensi ini menggunakan prinsip reciprocal inhibition, yaitu

stimulus yang menimbulkan rasa takut dipasangkan dengan respon yang dapat

menghalangi munculnya perasaan takut. Anak secara bertahap akan dihadapkan

pada hirarki stimulus yang menimbulkan rasa takut sambil menerapkan relaksasi

untuk membuat dirinya nyaman. Setelah anak merasa nyaman dan tingkat

ketakutannya berkurang, ia akan dihadapkan pada stimulus yang lebih sulit.

Perbedaan antara IVD dan SD terletak pada tahap exposure, dimana exposure

pada SD dilakukan melalui imagery atau membayangkan sedangkan pada IVD

exposure benar-benar dilakukan secara langsung (Walker, Clement, dan Wright,

1981, dalam Miltenberger, 2008).

Pada kasus ini, penerapan IVD akan lebih efektif dibandingkan SD karena

A lebih mampu memahami stimulus konkret dibandingkan abstrak sehingga

exposure secara langsung akan lebih memudahkan intervensi. Martin dan Pear

(2007) menyatakan bahwa IVD lebih tepat diterapkan pada individu yang

mengalami kesulitan dalam membayangkan stimulus yang ditakuti. Oleh karena

anak mengalami kontak langsung dengan stimulus yang menimbulkan rasa takut,

maka efektivitas IVD lebih jelas terlihat karena anak lebih mudah

menggeneralisasi hasil belajarnya. IVD juga tidak sulit diterapkan di setting

sekolah dan terbukti efektif untuk mengatasi perilaku school refusal anak (Lee &

Miltenberger, 1996; Kearney & Silverman, 1990, dalam Witts & Houlihan, 2007;

King & Gullone, 1990, dalam MacPhee & Andrews, 2003).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

8

Universitas Indonesia

Berbagai penelitian telah mendokumentasikan efektivitas IVD untuk

mengatasi masalah SRB. Kearney, Pursell, dan Alvarez (2001) dalam jurnalnya

memaparkan penanganan school refusal pada anak yang mengalami learning

difficulties. Dari penelitian tersebut, treatment IVD terbukti efektif untuk

menurunkan ketakutan anak sehingga ia pun mau kembali masuk sekolah dan

pada follow-up yang dilakukan 1 tahun kemudian, kehadirannya di sekolah tetap

bertahan. Hasil serupa juga terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh Kearney

dan Silverman (1999) dimana pemberian teknik relaksasi dan gradual exposure

terhadap situasi sekolah berhasil mengatasi masalah SRB.

Oleh karena perilaku school refusal A juga diperkuat dengan sikap

orangtua yang tetap memberikan kebebasan pada A saat tidak bersekolah, maka

perlu dilakukan intervensi terhadap orangtua melalui kegiatan konseling agar

orangtua menerapkan contingency contracts dan jadwal kegiatan sehari-hari untuk

A (Kearney & Silverman, dalam Brill, 2009; Kearney, 2007)

Gambar 1.3 Alur Antecedent-Behavior-Consequences

Inteligensi low average,

sulit mengikuti pelajaran di sekolah

Remedial Teaching untuk

membantu A dalam

akademik

In Vivo Desensitization untuk meningkatkan

perilaku bersekolah A

Konseling orangtua untuk

menerapkan Parental

Contingency Management

Intervensi

Antecedent

ketakutan terhadap tugas akademik,

hukuman dari guru karena tidak bisa

menghafal, self esteem rendah

Behavior

Tidak mau bersekolah /

School Refusal Behavior

Consequences

(+) Ketakutan berkurang karena tidak perlu belajar

(-) Tertinggal pelajaran

(+) Bersenang-senang di rumah karena orangtua

membebaskan kegiatan A

(+) Mendapatkan barang-barang yang diinginkan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

9

Universitas Indonesia

Dalam penulisan tesis ini, penulis akan fokus pada pemaparan pelaksanaan

in vivo desensitization mengingat intervensi ini yang akan langsung dilakukan

oleh peneliti terhadap A.

1.4 Perumusan Masalah

Apakah program in vivo desensitization efektif untuk meningkatkan perilaku

bersekolah pada anak dengan school refusal?

1.5 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Secara khusus, intervensi ini bertujuan untuk mengatasi masalah school

refusal pada A. Adapun manfaat dari penulisan intervensi ini adalah untuk

menambah referensi mengenai efektivitas penerapan in vivo desensitization dalam

menangani masalah school refusal pada anak usia sekolah, khususnya yang

disebabkan oleh faktor menghindari stimulus yang menimbulkan rasa takut di

sekolah.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab, yang meliputi:

- Bab I Pendahuluan

Pada bagian ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang

diadakannya penelitian, ilustrasi kasus yang akan dijadikan sebagai subjek

penelitian, tujuan serta manfaat yang bisa didapat dari penelitian, serta

sistematika penulisan yang akan digunakan.

- Bab II Tinjauan Pustaka

Bagian ini berisi tinjauan pustaka mengenai school refusal behavior,

terapi perilaku secara umum, serta in vivo desensitization. Tinjauan pustaka

ini merupakan landasan untuk membuat analisis masalah partisipan,

rancangan intervensi, serta analisis hasil intervensi.

- Bab III Rancangan Penelitian

Pada bagian ini penulis akan menjelaskan mengenai tujuan

penelitian, desain penelitian yang akan digunakan, serta rancangan

pelaksanaan intervensi.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

10

Universitas Indonesia

- Bab IV Pelaksanaan dan Hasil

Bab ini berisi pelaksanaan seluruh sesi intervensi serta hasil evaluasi

dan follow up.

- Bab V Kesimpulan, Diskusi, Saran

Bagian ini memuat kesimpulan dari pelaksanaan intervensi, diskusi

mengenai hal-hal yang terjadi dalam rangkaian pelaksanaan intervensi, serta

saran yang dapat diberikan untuk penanganan lebih lanjut terhadap masalah

partisipan maupun pengaplikasian modifikasi perilaku untuk kasus-kasus

serupa.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 School Refusal Behavior

2.1.1 Definisi School Refusal Behavior

Masalah ketidakhadiran anak di sekolah telah ada sejak dulu.

Transformasi istilah pun terjadi untuk menjelaskan masalah tersebut. Pada

awalnya muncul istilah truancy yang berasal dari bahasa Prancis, “truand”

yang berarti pemalas, nakal, atau parasit (Haarman, 2009). Truancy atau

membolos ditujukan kepada anak yang tidak masuk sekolah karena

kurangnya motivasi atau tidak patuh terhadap otoritas (Broadwin, 1932,

dalam Witts & Houlihan, 2007; Beidel & Turner, 2005). Akan tetapi terdapat

banyak kasus dimana anak menolak bersekolah karena masalah emosi.

Mereka sebenarnya ingin masuk sekolah namun tidak dapat pergi karena

mengalami distress emosi seperti takut, cemas, ataupun depresi (Beidel &

Turner, 2005). Berbagai sebutan seperti school phobia, social phobia, atau

separation anxiety pun digunakan untuk menyebut kondisi demikian.

School phobia merujuk pada ketakutan yang tidak rasional terhadap

aspek di sekolah disertai dengan gejala-gejala fisiologis ketika kehadirannya

akan muncul yang akhirnya menyebabkan ketidakmampuan anak untuk pergi

ke sekolah (Wenar & Kerig, 2005). Adapun social phobia adalah ketakutan

anak yang menetap terhadap situasi sosial dan perasaan bahwa orang lain

akan melakukan hal yang tidak menyenangkan terhadap dirinya (Wenar &

Kerig, 2005). Ketakutan tersebut menyebabkan anak menghindari situasi

sosial, termasuk sekolah. Sementara itu separation anxiety merupakan

kecemasan anak ketika berpisah dengan figur caregiver-nya. Kecemasan

tersebut bisa termanifestasi dalam bentuk menolak pergi sekolah karena tidak

ingin berpisah dengan caregiver (Wenar & Kerig, 2005).

Para ahli menggunakan istilah school refusal untuk membedakan

penolakan bersekolah karena masalah emosi dengan kenakalan (truancy).

Berikut ini adalah perbedaan antara dua kondisi tersebut (Hendron, 2006;

Haarman, 2009).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

12

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Perbedaan School Refusal dengan Truancy

No School Refusal Truancy

1. Pergi ke sekolah dengan tekanan

emosi yang tinggi, seperti

menangis, temper tantrum, atau

keluhan-keluhan fisik seperti

sakit perut, pusing, mual, dll

Tidak ada tekanan emosi yang

tinggi saat pergi ke sekolah (tidak

cemas atau takut)

2. Orangtua mengetahui

ketidakhadiran anak di sekolah,

anak secara langsung meminta

orangtua untuk mengizinkannya

tidak masuk sekolah

Anak berusaha agar orangtua

tidak mengetahui

ketidakhadirannya di sekolah

3. Anak jarang menunjukkan

perilaku antisosial seperti

kenakalan

Anak sering menampilkan

perilaku kenakalan lain seperti

membohong dan mencuri

4. Ketika tidak masuk sekolah, anak

lebih memilih tinggal di rumah

Ketika tidak masuk sekolah, anak

sering tidak berada di rumah

5. Anak memperlihatkan keinginan

untuk mengerjakan tugas sekolah

atau PR, namun tetap merasa

takut saat pergi ke sekolah

Anak tidak menunjukkan minat

untuk mengerjakan tugas sekolah

atau PR

Penggunaan istilah truancy, social phobia, school phobia, atau

separation anxiety menimbulkan masalah karena hanya menggambarkan

karakteristik tertentu dan tidak merefleksikan heterogenitas masalah

penolakan sekolah yang ditemui sehari-hari (King, Ollendick, & Tonge,

1995, dalam Witts & Houlihan, 2007). Akhirnya pada tahun 1990, Kearney

dan Silverman (dalam Beidel & Turner, 2005) mengajukan istilah school

refusal behavior (SRB) untuk memayungi keberagaman penolakan

bersekolah pada anak, baik yang disebabkan oleh masalah emosi maupun

kenakalan (Hendron, 2006; Beidel & Turner, 2005).

School refusal behavior (SRB) didefinisikan sebagai penolakan anak

untuk datang ke sekolah atau mengikuti pelajaran di kelas sampai dengan jam

sekolah usai (Kearney & Silverman, dalam Kearney, 2007). SRB merupakan

suatu kontinum masalah ketidakhadiran anak di sekolah yang mencakup

berbagai perilaku sebagai berikut:

(1) tidak masuk sekolah dalam periode yang lama,

(2) menunjukkan periode absen sekolah yang bersifat sporadik,

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

13

Universitas Indonesia

(3) tidak mengikuti kelas-kelas tertentu,

(4) menunjukkan perilaku bermasalah di pagi hari (morning behavior

problems) sebelum berangkat sekolah seperti tantrum, menangis,

dan pernyataan tidak ingin masuk sekolah,

(5) atau pergi ke sekolah dengan rasa takut dan keluhan-keluhan

somatis yang menyebabkan keinginan untuk tidak datang ke

sekolah esok harinya.

Saat ini, definisi yang diajukan oleh Kearney dan Silverman merupakan yang

paling luas diterima dan digunakan untuk mendefinisikan perilaku school

refusal (Brill, 2009; Witts & Houlihan, 2007).

School refusal behavior bukan merupakan sindrom klinis melainkan

istilah yang memayungi keberagaman masalah emosi pada anak-anak yang

menolak bersekolah. Pada beberapa kasus, anak dengan SRB tidak

memperoleh suatu diagnosis tertentu (Beidel & Turner, 2005).

2.1.2 Tingkat School Refusal Behavior

SRB merupakan suatu kontinum tingkat keparahan penolakan

bersekolah anak. Beberapa anak mengalami kesulitan hadir di sekolah dalam

jangka waktu singkat dan tidak memerlukan intervensi khusus hingga mau

kembali ke sekolah. Biasanya hal tersebut terkait dengan penyesuaian diri

anak ketika baru memasuki lingkungan sekolah. Akan tetapi beberapa anak

lainnya menunjukkan penolakan yang lebih kuat, sehingga ketidakhadiran di

sekolah menjadi self-reinforcing dan akan bertahan lama apabila tidak

diintervensi. Kearney dan Silverman (dalam Haarman, 2009)

mengidentifikasi tiga tingkat keparahan SRB dari segi durasi munculnya

perilaku. Tingkat keparahan tersebut selanjutnya diperluas oleh Setzer dan

Salhauer (dalam Haarman, 2009) menjadi empat tingkat sebagai berikut:

(1) Initial school refusal behavior, yaitu penolakan bersekolah yang

berlangsung dalam waktu sangat singkat dan bersifat tiba-tiba

(spontan), yang berakhir dengan sendirinya tanpa intervensi

(2) Substantial school refusal behavior, yaitu penolakan bersekolah yang

berlangsung dalam jangka waktu dua minggu

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

14

Universitas Indonesia

(3) Acute school refusal behavior, yaitu penolakan bersekolah yang

berlangsung selama dua minggu sampai satu tahun.

(4) Chronic school refusal behavior, yaitu penolakan bersekolah yang

berlangsung lebih dari satu tahun.

Semakin lama anak tidak bersekolah, semakin besar usaha yang

dibutuhkan untuk membuatnya kembali bersekolah (Kennedy, 1965, dalam

Brill, 2009).

2.1.3 Penyebab School Refusal Behavior

Penyebab SRB sangat beragam dan berbeda antar anak. Stimulus

spesifik yang bisa memicu SRB antara lain adalah (Piliang, 2004, Brill,

2007):

(1) Masalah dalam keluarga

Penolakan bersekolah pada anak dapat terjadi akibat masalah yang

sedang dialami keluarga. Misalnya peristiwa jatuh sakitnya anggota

keluarga membuat anak tidak ingin meninggalkan rumah karena khawatir

akan terjadi sesuatu yang buruk pada anggota keluarga tersebut. Selain itu

pertengkaran orangtua juga menjadi pemicu school refusal anak, anak

enggan meninggalkan orangtua karena merasa bertanggung jawab

mendampingi orangtua yang sedang bermasalah.

(2) Kesulitan akademik

Anak-anak dengan inteligensi rendah, learning disabilities, ataupun

ADHD memiliki kemungkinan masalah school refusal yang lebih besar

(Beidel & Turner, 2005; Wenar & Kerig, 2005). Kesulitan dalam

mengikuti materi pelajaran, menulis, membaca, ataupun berkonsentrasi

membuat mereka seringkali memperoleh prestasi akademik yang buruk.

Mereka pun cenderung merasa cemas saat menghadapi tugas-tugas di

sekolah, terlebih lagi apabila guru atau teman-teman memberikan

penilaian yang buruk terhadap mereka. Hal tersebut membuat anak merasa

tidak nyaman berada di sekolah sehingga memicu terjadinya school refusal

yang bertujuan untuk menghindari tugas-tugas akademik di sekolah.

(3) Trauma terkait sekolah

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

15

Universitas Indonesia

Berbagai peristiwa di sekolah dapat memunculkan trauma pada

anak yang mengakibatkan terjadinya penolakan bersekolah. Sebagai

contoh, hukuman yang diberikan guru bisa menjadi pengalaman traumatis

pada anak. Demikian juga dengan pengalaman menjadi korban bullying,

dimana anak mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari teman-teman

di sekolah. Tidak semua anak mampu menceritakan ketakutannya, mereka

memilih menyimpan pengalaman traumatis tersebut. Hal tersebut membuat

anak kurang mendapat dukungan sosial untuk mengatasi masalahnya. Di

sisi lain, mereka juga sulit menemukan strategi untuk mengatasi

ketakutannya sendiri. Akhirnya mereka justru menolak bersekolah untuk

menghindari stimulus yang membuatnya merasa tidak aman.

(4) Memasuki lingkungan baru

Penolakan bersekolah bisa muncul ketika anak memasuki

lingkungan baru, misalnya saja pindah rumah, pindah sekolah, naik kelas,

ataupun pindah kelas (Wenar & Kerig, 2005). Situasi baru menuntut anak

untuk beradaptasi. Beberapa anak merasa cemas karena tidak tahu situasi

yang akan diatasi. Beberapa khawatir tidak dapat diterima oleh teman,

diajar oleh guru yang galak, ataupun tidak mampu mengikuti pelajaran di

tempat baru.

Merujuk pada pendekatan psikoanalisis, mutual dependency antara

ibu dan anak menjadi faktor penyebab SRB. Kecemasan untuk berpisah

dengan ibu yang direpresi oleh anak akhirnya termanifestasi dalam bentuk

penolakan sekolah (Paige, dalam Witts & Houlihan, 2007; Beidel & Turner,

2005). Sementara itu aliran behavioristik memandang school refusal sebagai

reaksi yang dipelajari terhadap stimulus spesifik yang terkait dengan

lingkungan sekolah. Apabila anak mendapatkan reinforcement terkait dengan

school refusal, maka perilaku tersebut akan semakin kuat/bertahan.

Dengan mengacu pada pendekatan behavioristik, Kearney dan

Silverman (Kearney, Pursell, & Alvarez, 2001; Kearney, 2007; Dube &

Orpinas, 2009) mengembangkan Functional Model of School Refusal

Behavior. Model tersebut membagi keberagaman motif perilaku school

refusal anak ke dalam empat profil umum. Salah satu kelebihan model ini

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

16

Universitas Indonesia

adalah memudahkan orangtua atau terapis dalam menggunakan pendekatan

prescriptive treatment, dimana penanganan didasarkan pada faktor penyebab

penolakan bersekolah (Beidel & Turner, 2005). Berikut adalah penjelasan

motif school refusal pada FMSRB:

a) Menghindari stimulus di sekolah yang menimbulkan afek negatif

Salah satu alasan yang umum ditemui pada anak dengan SRB

adalah ketakutan atau kecemasan terhadap stimulus di sekolah (Kearney,

2007) yang biasanya terkait dengan guru, pelajaran, gangguan dari peer,

atau hal-hal lain yang ditemui di sekolah. Anak dengan SRB cenderung

menunjukkan perilaku menghindar terhadap stimulus yang tidak

menyenangkan di sekolah, yang akhirnya termanifestasi dalam bentuk

penolakan bersekolah.

Anak yang menolak bersekolah karena menghindari stimulus

tertentu sering menampilkan masalah perilaku di pagi hari seperti

menangis, gelisah, keluhan somatis (sakit perut, pusing, mual), gemetar,

tegang, tantrum, sulit berkonsentrasi atau tidak dapat tidur (Kearney, 2007;

Haarman, 2009). Masalah perilaku tersebut sering berujung pada

permintaan anak untuk tidak masuk sekolah. Pada beberapa anak, mereka

bersedia pergi ke sekolah namun tetap menampilkan masalah perilaku

tersebut selama bersekolah.

Pada anak dengan motif ini, systematic desensitization atau in vivo

desensitization merupakan teknik yang efektif untuk diterapkan (Lee &

Miltenberger, 1996; Kearney & Silverman, 1999). Dengan menggunakan

teknik tersebut, secara bertahap anak dilatih untuk mengurangi tingkat

ketakutan atau kecemasan terhadap stimulus yang menimbulkan afek

negatif dengan menggunakan teknik relaksasi.

b) Menghindari situasi sosial di sekolah

Sekolah merupakan tempat yang melibatkan interaksi dan evaluasi

sosial. Bagi anak-anak yang memiliki kecemasan saat berinteraksi dan

merasa orang lain akan memberi evaluasi negatif bagi dirinya, sekolah

dipandang sebagai sesuatu yang mengancam. Salah satu strategi coping

yang diterapkan untuk mengatasi ancaman tersebut adalah dengan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

17

Universitas Indonesia

menolak bersekolah untuk menghindari situasi sosial (Kearney, 2007).

Motif penolakan sekolah untuk menghindari situasi sosial biasanya

ditemui pada remaja karena pada tahap perkembangan ini seseorang

menjadi lebih sensitif terhadap penilaian sosial (Papalia, Olds, & Feldman,

2006). Anak dengan motif SRB ini biasanya menunjukkan kesulitan dalam

memulai atau merespon pembicaraan dengan orang lain terutama yang

belum dikenal baik, bertanya kepada guru atau figur otoritas lain, bermain

dengan teman, bekerja sama dalam satu kelompok, mengerjakan tugas di

depan umum, serta memiliki ketakutan yang berlebihan untuk membuat

kesalahan atau dipermalukan.

Teknik yang digunakan untuk mengatasi SRB pada anak yang

menghindari situasi sosial di sekolah adalah CBT atau modelling (Kearney

& Silverman, 1990, dalam Witts & Houlihan, 2007). Dengan CBT, pikiran

yang irasional dan tidak realistis terkait sekolah diubah menjadi lebih

rasional (Ellis & Harper, 1975, dalam Witts & Houlihan, 2007). Sementara

itu, dengan teknik modelling anak belajar bahwa orang lain bisa

melakukan hal yang ia takuti, yaitu pergi bersekolah. Modeling dapat

berbentuk 3 hal, yaitu modeling lewat video, secara langsung, atau

participant modelling dimana perilaku model diikuti oleh anak secara

langsung.

c) Memperoleh perhatian dari significant other

Pada anak yang lebih muda, kecemasan berpisah dari orangtua

lazim ditemui. Beberapa anak merasa khawatir bahwa orangtua akan

mengalami hal buruk ketika berpisah darinya. Hal inilah yang mendorong

anak untuk tidak bersekolah untuk mendapat perhatian atau bersama

dengan orangtua (Kearney, 2007). Anak dengan motif demikian tidak

merasa stress dengan sekolah. Anak SRB dengan tipe ini biasanya

menunjukkan perilaku tantrum di pagi hari serta menolak pergi ke sekolah,

menginginkan orangtua untuk datang ke sekolah bersama anak, sering

menelepon orangtua selama jam sekolah, serta sering bertanya kapan

orangtua akan menjemput ke sekolah. Anak-anak ini bahkan merasa

senang saat orangtua mendampingi mereka di sekolah. Penolakan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

18

Universitas Indonesia

bersekolah untuk memperoleh perhatian significant other dapat muncul

setelah anak menjalani liburan panjang ataupun sakit serius sehingga tidak

dapat masuk sekolah dalam jangka waktu panjang (Piliang, 2004). Pada

saat liburan sekolah, orangtua biasanya lebih meluangkan waktu untuk

melakukan aktivitas bersama anak sehingga kuantitas kedekatan anak dan

orangtua meningkat dibandingkan saat sekolah. Demikian juga ketika anak

mengalami sakit, orangtua cenderung memberikan perhatian lebih besar.

Hal tersebut tentu membuat anak merasa nyaman sehingga mereka pun

enggan masuk sekolah karena tidak ingin berpisah dengan orangtua.

Untuk mengatasi SRB dengan motif memperoleh perhatian dari

significant other, terdapat beberapa teknik yang dapat diterapkan, yaitu

extinction, atau differential reinforcement (Kearney & Silverman, 1990,

dalam Witts & Houlihan, 2007; Lee & Miltenberger, 1996). Dengan teknik

extinction, orangtua tidak memberikan perhatian kepada anak ketika ia

tidak bersekolah agar tidak semakin memperkuat perilaku school refusal-

nya. Sementara itu dengan menggunakan differential reinforcement, anak

memperoleh reinforcement apabila melakukan perilaku yang diharapkan,

misalnya melakukan rutinitas di pagi hari (bangun pagi, mandi, dan pergi

ke sekolah) atau tidak melakukan perilaku yang tidak diharapkan,

misalnya tidak tantrum di pagi hari.

d) Memperoleh tangible reinforcement di luar sekolah

Anak yang lebih besar atau remaja terkadang menunjukkan school

refusal karena lebih menyukai aktivitas lain di luar sekolah. Mereka tidak

merasa stress dengan sekolah, namun merasa bosan dan tidak termotivasi.

Mereka juga tidak menginginkan perhatian dari orangtua karena sebagian

besar justru tidak masuk sekolah secara diam-diam. Beberapa tangible

reinforcement yang menarik anak untuk menolak bersekolah adalah

bersantai di rumah, menonton televisi, bermain games atau internet,

bermain dengan teman yang juga bolos sekolah, berjalan-jalan ke mall

atau rumah teman. Anak-anak dengan SRB tipe ini cenderung bergaul

dengan anak lain yang juga bolos sekolah dan biasanya berasal dari

keluarga yang berkonflik (Kearney & Silverman, dalam Brill, 2009).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

19

Universitas Indonesia

Kearney dan Silverman menyarankan penggunaan contingency

contracts untuk anak dengan motif memperoleh tangible reinforcement di

luar sekolah (Witts & Houlihan, 2007). Contingency contract dibuat oleh

kedua orangtua bersama anak, mereka bersama-sama menentukan perilaku

yang akan diberi reward atau punishment. Kedua pihak juga membuat

kesepakatan mengenai jenis rewards dan punishment yang akan diterima

anak. Selain itu, peer refusal skill training juga dapat diterapkan untuk

memperkuat anak dalam menolak ajakan peer untuk tidak masuk sekolah

(Kearney & Albano, 2007).

Pada motif menghindari stimulus atau situasi sosial di sekolah, anak

memperoleh negative reinforcement atas perilaku school refusal sedangkan

pada motif memperoleh perhatian significant others atau tangible

reinforcement di luar sekolah, anak memperoleh positive reinforcement.

Apabila tidak tertangani, reinforcement tersebut akan memperkuat penolakan

bersekolah anak.

Pola asuh orangtua juga dapat menyumbang terjadinya perilaku

school refusal pada anak. Pola asuh yang tidak adekuat seperti penanaman

disiplin yang kurang, overinvolvement, atau pun pengabaian orangtua dapat

memunculkan atau memperkuat penolakan bersekolah anak.

(1) Orang tua yang pencemas, terutama ibu, cenderung memenuhi dan

melayani kebutuhan anak, serta berusaha selalu dekat dengan anak.

Anak terlalu dependen dan selalu ingin berdekatan dengan orangtua

(overindulgence) (Kearney & Silverman, dalam Brill, 2009). Anak

pun merasa cemas apabila berada jauh dari orangtua.

(2) Orangtua yang lebih mengutamakan ketenangan dibanding

menegakkan disiplin cenderung mengalah terhadap keinginan anak

saat anak menangis atau tantrum. Mereka kurang menanamkan

disiplin dalam keseharian dan tidak memberikan konsekuensi terhadap

perilaku negatif anak yang akhirnya membuat anak memegang kendali

terhadap orangtua serta bersikap semaunya (Kearney & Silverman,

dalam Brill, 2009).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

20

Universitas Indonesia

(3) Orangtua yang kurang terlibat dalam pengasuhan (neglect) cenderung

kurang memberikan perhatian terhadap aktivitas atau masalah yang

dihadapi anak. Mereka menuntut kemandirian yang lebih besar dari

anak. Terkadang hal tersebut menyebabkan anak menolak bersekolah

dan memilih di rumah karena khawatir ditinggalkan oleh orangtua

(Kearney & Silverman, dalam Brill, 2009).

Berdasarkan berbagai pandangan di atas, terlihat bahwa etiologi

school refusal terdiri dari multifaktor dan dapat berbeda untuk setiap anak.

Merujuk pada model FMSRB, pada kasus A motif utama perilaku school

refusal adalah menghindari stimulus yang menimbulkan afek negatif, yaitu

tugas hafalan dan guru. Kesulitannya dalam mengikuti pelajaran hafalan serta

pengalaman mendapat hukuman dari guru membuat A merasa takut untuk

pergi ke sekolah. Di sisi lain, ibu yang pencemas dan cenderung permisif

tidak memberikan konsekuensi negatif dan justru memenuhi keinginan A

untuk membujuknya bersekolah. Ia juga masih memperoleh kesempatan

bermain, jajan, dan menonton televisi selama jam sekolah yang membuatnya

lebih nyaman berada di rumah. Oleh karena itu, perilaku school refusal A

juga didorong oleh motif memperoleh tangible reinforcement di luar sekolah.

2.1.4 Karakteristik yang menyertai School Refusal Behavior

Penolakan bersekolah dapat terjadi kapan pun, namun masalah

tersebut paling banyak ditemukan pada usia dan situasi transisi. Ollendick

dan Mayer (dalam Wenar & Kerig, 2005) menyimpulkan bahwa masalah

school refusal lebih rentan terjadi pada usia 5-6 tahun dan 10-11 tahun karena

pada usia tersebut, anak baru masuk sekolah ataupun mengalami transisi dari

kelas rendah ke kelas tinggi.

Penolakan bersekolah memiliki relasi yang kuat dengan prestasi

akademik anak. Pada studi yang dilakukan oleh Chazan (dalam Beidel &

Turner, 2005), ditemukan bahwa sekitar 50% anak dengan SRB menampilkan

performa akademik yang rendah atau tingkat inteligensi yang rendah (Wenar

& Kerig, 2005). Selain itu, learning disabilities serta masalah bahasa juga

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

21

Universitas Indonesia

banyak ditemukan pada anak-anak SRB (Naylor, Staskowski, Kenney, &

King, dalam Beidel & Turner, 2005).

Secara lebih spesifik, SRB bisa menjadi penyebab, akibat, atau

memiliki korelasi dengan prestasi akademik yang rendah (Beidel & Turner,

2005). Kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah bisa memicu perilaku

school refusal anak, dimana perilaku tersebut dilakukan untuk menghindari

tugas-tugas akademik di sekolah. Di sisi lain, salah satu pengaruh perilaku

school refusal adalah tertinggal materi pelajaran dan bisa berujung pada

pencapaian akademik yang rendah.

Selain prestasi akademik, perilaku school refusal juga berkorelasi

dengan perkembangan sosial anak. Beberapa karakteristik yang ditemui pada

anak dengan school refusal adalah shyness, menarik diri (withdrawal), dan

agresif (Egger et al, 2003, dalam Beidel & Turner, 2005). Sama seperti

performa akademik, masalah dalam interaksi sosial bisa berperan sebagai

penyebab atau akibat dari penolakan bersekolah. Pengalaman di-bully atau

kesulitan dalam menjalin pertemanan membuat anak merasa tidak nyaman di

sekolah dan menyebabkan terjadinya penolakan bersekolah. Di sisi lain,

perilaku absen dari sekolah membuat anak terisolasi dan kehilangan

kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosial. Pada akhirnya hal

tersebut membuat perkembangan sosial anak menjadi tidak optimal (Wenar &

Kerig, 2005).

2.2 Terapi Perilaku Sebagai Intervensi Untuk Mengatasi SRB

Salah satu intervensi yang paling sering diterapkan dalam menangani

masalah school refusal adalah terapi perilaku. Fokus utama dari terapi ini adalah

membuat anak kembali bersekolah secara langsung sehingga cukup efektif untuk

mengembalikan anak ke sekolah dalam jangka waktu yang relatif lebih cepat

(Brill, 2009; Kearnet & Alvarez, 2001).

2.2.1 Definisi Terapi Perilaku

Terapi perilaku merupakan intervensi yang menerapkan prinsip dan

teknik belajar secara sistematis untuk mengubah perilaku individu dalam

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

22

Universitas Indonesia

upaya meningkatkan fungsi dalam kehidupan sehari-hari (Martin & Pear,

2007). Dalam terapi ini, diperlukan suatu definisi operasional dari perilaku

yang menjadi fokus intervensi agar perubahannya dapat dibandingkan.

2.2.2 Dimensi Perilaku

Perilaku memiliki satu atau lebih dimensi yang dapat diukur (Martin

& Pear, 2007). Dimensi-dimensi tersebut meliputi:

a) Frekuensi, yang merujuk pada seberapa sering suatu perilaku muncul

b) Durasi, yang merujuk pada seberapa lama suatu perilaku berlangsung

c) Intensi, yang merujuk pada seberapa kuat suatu perilaku muncul

d) Latensi, yang merujuk pada seberapa lama rentang waktu antara

terjadinya stimulus dan respon perilaku yang muncul

2.2.3 Tahapan Terapi Perilaku

Ada beberapa tahap yang dilaksanakan dalam penerapan program

behavior modification (Martin & Pear, 2007), yaitu:

a. Screening or intake phase

Dalam fase ini dilakukan pengklarifikasian masalah dan penentuan

siapa yang harus diberikan penanganan.

b. Baseline or preprogram assessment phase

Dalam fase ini dilakukan assessment terhadap target behavior

sebelum program dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk

mengevaluasi apakah perilaku pada seseorang berubah atau tidak

setelah mendapatkan treatment.

c. Treatment phase

Dalam fase ini treatment modifikasi perilaku diberikan kepada subjek

berdasarkan teknik yang dipilih.

d. Follow up phase

Fase ini dilaksanakan setelah treatment selesai. Tujuan dari fase follow

up adalah mengevaluasi apakah perilaku berubah setelah treatment

tidak lagi diberikan.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

23

Universitas Indonesia

2.2.4 Systematic Desensitization dan In Vivo Desensitization

2.2.4.1 Definisi Systematic Desensitization(SD) dan In Vivo

Desensitization (IVD)

Systematic desensitization merupakan bentuk terapi perilaku

yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe untuk mengatasi masalah fobia

spesifik (Martin & Pear, 2007). Terapi ini dilandasi oleh prinsip

reciprocal inhibition, yaitu stimulus yang menimbulkan rasa takut

dipasangkan dengan respon tertentu yang dapat menghalangi

munculnya perasaan takut. Dalam pelaksanaannya anak mempraktikan

relaksasi sambil membayangkan stimulus yang ditakuti secara bertahap.

Terapi ini telah digunakan secara luas dan terbukti efektif untuk

mengatasi masalah takut yang berlebihan (Kazdin, 1980).

In vivo desensitization (IVD) merupakan bentuk systematic

desensitization, namun pada prosedur ini secara bertahap anak benar-

benar dihadapkan pada stimulus yang menimbulkan rasa takut (Walker,

Clement, dan Wright, 1981, dalam Miltenberger, 2008). IVD lebih tepat

diterapkan pada individu yang mengalami kesulitan dalam

membayangkan stimulus yang ditakuti (Martin & Pear, 2007). Oleh

karena anak mengalami kontak langsung dengan stimulus yang

menimbulkan rasa takut, maka efektivitas IVD lebih jelas terlihat

karena anak lebih mudah menggeneralisasi hasil belajarnya. IVD juga

tidak sulit diterapkan di setting sekolah dan terbukti efektif untuk

mengatasi perilaku school refusal anak (Lee & Miltenberger, 1996;

Kearney & Silverman, dalam Witts & Houlihan, 2007; King & Gullone,

dalam MacPhee & Andrews, 2003).

Pada kasus ini, penerapan IVD akan lebih efektif dibandingkan

SD karena A lebih mampu memahami stimulus konkret dibandingkan

abstrak sehingga exposure secara langsung akan lebih memudahkan

intervensi.

2.2.4.2 Tahapan In Vivo Desensitization

Terdapat tiga tahap pada IVD, yaitu:

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

24

Universitas Indonesia

a. Relaksasi

Pelatihan relaksasi merupakan strategi yang digunakan

untuk menurunkan autonomic arousal yang merupakan komponen

dari rasa takut dan cemas.

Ketika anak merasa takut atau cemas, respon fisiologis

yang muncul adalah ketegangan pada otot, detak jantung yang

cepat, berkeringat dingin, atau nafas yang tersengal-sengal.

Simtom-simtom tersebut merupakan bagian dari autonomic

arousal yang muncul ketika anak menghadapi stimulus yang

ditakuti. Dengan menggunakan prosedur relaksasi, anak melakukan

aktivitas yang berfungsi berlawanan dengan autonomic arousal

seperti menurunkan ketegangan otot, menghangatkan tangan,

bernafas dengan pelan, dll. Ketika anak melakukan prosedur

aktivitas yang berlawanan dengan respon otonomi tubuh, maka

ketakutan akan berkurang. Salah satu prosedur relaksasi yang

banyak digunakan adalah diaphragmatic breathing (Davis,

Eshelman, & McKay, dalam Miltenberger, 2008).

Diaphragmatic Breathing

Diaphragmatic breathing atau deep breathing atau relaxed

breathing merupakan teknik relaksasi dimana anak bernafas

panjang dalam ritme yang lambat dan teratur. Setiap kali bernafas

anak menggunakan otot diagfragma untuk menghirup oksigen ke

dalam paru-paru. Pola pernafasan tersebut dilakukan untuk

menggantikan pernafasan pendek dan tersengal yang muncul secara

automatic ketika seseorang merasa takut atau cemas.

Untuk mempelajari diaphragmatic breathing, anak duduk

dalam posisi yang nyaman sambil meletakkan tangan di perut yang

merupakan lokasi otot diafragma, menutup mata, kemudian

menarik nafas dengan lambat sekitar 3-5 detik. Pada saat menarik

nafas, anak merasakan pergerakan diagfragma dan memfokuskan

diri pada sensasi fisik yang ia rasakan. Hal tersebut juga berguna

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

25

Universitas Indonesia

agar perhatian anak teralih dari stimulus yang membuatnya tidak

nyaman.

b. Hirarki Stimulus yang Ditakuti

Setelah anak mempelajari dan menguasai prosedur

relaksasi, terapis dan anak menyusun hirarki stimulus yang

menimbulkan ketakutan pada anak. Pertama anak diminta untuk

menuliskan berbagai stimulus yang ia takuti di sekolah. Setelah itu

anak memberi rating kecemasan yang bernilai 0-100 pada masing-

masing stimulus. Dari daftar stimulus tersebut lalu, terapis

menyusun stimulus mulai dari yang menimbulkan rasa takut paling

rendah sampai dengan yang paling tinggi.

c. Exposure

Setelah hirarki stimulus yang ditakuti tersusun, secara

bertahap anak mulai dihadapkan langsung dengan stimulus-

stimulus tersebut sambil menerapkan teknik relaksasi yang telah

dipelajari. Pada sesi awal, stimulus yang dihadapkan pada anak

adalah menimbulkan ketakutan paling rendah. Setelah anak merasa

nyaman dan tingkat ketakutannya berkurang, ia akan dihadapkan

pada stimulus yang lebih sulit. Demikian seterusnya sampai

akhirnya anak dihadapkan pada stimulus yang paling ditakuti.

2.2.4.3 Penelitian Tentang Penerapan In Vivo Desensitization untuk

Mengatasi School Refusal Behavior

Berbagai penelitian telah mendokumentasikan efektivitas IVD

untuk mengatasi masalah SRB. Kearney, Pursell, dan Alvarez (2001)

dalam jurnalnya memaparkan penanganan school refusal pada anak

laki-laki berusia 10 tahun yang mengalami learning difficulties. Anak

tersebut menolak sekolah karena kesulitan dalam tugas-tugas menulis

dan membaca serta merasa malu karena sering diejek oleh teman-

temannya. Selain itu, sikap orangtua yang tidak memberikan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

26

Universitas Indonesia

konsekuensi juga mempengaruhi bertahannya school refusal pada anak

tersebut. Kearney, Pursell, dan Alvarez merancang suatu treatment

untuk mengatasi kedua faktor penyebab school refusal yang merupakan

kombinasi dari IVD, parental contingency management, dan akomodasi

sekolah untuk memfasilitasi masalah akademik anak. Secara bertahap

anak diajak memasuki situasi sekolah, mulai dari menghabiskan jam

pelajaran di kantor, perpustakaan, sampai akhirnya di kelas seperti

biasa. Kerjasama dengan orangtua dan pihak sekolah juga diterapkan

melalui pemberian reinforcement atau punishment terkait dengan

kehadiran anak serta “keringanan” terhadap kesulitan akademik anak

sampai ia mengikuti remedial therapy. Treatment tersebut terbukti

efektif untuk menurunkan ketakutan anak dan ia pun mau kembali

masuk sekolah. Hasil tersebut bertahan dalam jangka waktu lama. Pada

follow-up yang dilakukan 1 tahun kemudian, kehadirannya di sekolah

tetap bertahan.

Hasil serupa juga terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh

Kearney dan Silverman (1999) dimana 8 orang anak dengan profil

school refusal yang berbeda-beda memperoleh treatment yang

disesuaikan dengan motif masing-masing. Pada salah satu subjek yang

memiliki motif menghindari stimulus di sekolah yang menimbulkan

ketakutan, pemberian teknik relaksasi dan gradual exposure terhadap

situasi sekolah terbukti efektif untuk mengatasi masalah SRB.

2.2.5 Reinforcer

Reinforcer diberikan untuk memperkuat suatu perilaku yang

dipelajari. Kazdin (1980) menjelaskan beberapa tipe reinforcer yang

dapat diterapkan dalam behavior modification, yaitu:

a. Food and other consumables

Makanan menjadi primary reinforcers karena nilai

penguatannya tidak dipelajari namun bersifat subjektif bagi

masing-masing orang dan tergantung pada preferensi makanan

tertentu. Kombinasi makanan dengan tipe reinforcer lain, misalnya

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

27

Universitas Indonesia

pujian atau kejadian sosial lainnya dapat dilakukan sehingga di

kemudian hari pujian atau kejadian sosial lain dapat mengontrol

perilaku secara efektif.

b. Social reinforcers

Social reinforcers meliputi pujian verbal, perhatian, kontak

fisik (sentuhan dan berpegangan tangan) dan ekspresi wajah

(senyuman, kontak mata, anggukan dan kedipan) yang dapat

diberikan dengan mudah dan cepat dan tidak menginterupsi

perilaku yang sedang muncul.

c. High-probability behaviors

Tipe reinforcer ini memberikan kesempatan kepada anak

untuk melakukan aktivitas yang disukainya atau untuk

mendapatkan hak istimewa, misalnya bermain sepeda atau

berenang. Pada beberapa kasus dimana akses terhadap suatu

aktivitas terlalu sering frekuensinya, maka akan mengganggu

rutinitas sehari-hari (Osborne dalam Kazdin, 1980).

d. Informative feedback

Memberikan informasi tentang performa anak dapat

menjadi reinforcement yang sangat berguna. Feedback secara

implisit menyatakan respons mana yang diharapkan untuk muncul

dan mengindikasikan penerimaan atau penolakan sosial terhadap

perilaku anak.

e. Tokens

Tokens memiliki fungsi yang sama seperti uang dalam

sistem perekonomian nasional. Tokens, dikumpulkan oleh anak

untuk kemudian ditukarkan dengan back-up reinforcers, misalnya

makanan, kegiatan, atau hak istimewa. Jumlah penukaran tokens

untuk back-up reinforcers harus spesifik sehingga menjadi jelas

berapa banyak tokens yang dibutuhkan untuk “membeli” reinforcer

tertentu. Desirable behavior juga perlu dinyatakan secara eksplisit

bersamaan dengan berapa banyak tokens yang diperoleh jika anak

menunjukkan perilaku demikian. Tokens merupakan tipe reinforcer

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

28

Universitas Indonesia

yang dapat menghubungkan penundaan antara desirable behavior

dan back-up reinforcement. Hal ini merupakan kelebihan dari

sistem tokens. Jika suatu reinforcer (misalnya aktivitas) tidak dapat

diberikan dengan segera, maka tokens dapat diberikan dengan

segera dan kemudian digunakan untuk ”membeli” back-up

reinforcer. Akan tetapi, sistem ini juga memiliki kelemahan. Jika

pemberian tokens dihentikan, maka desirable behavior akan

menghilang (Kazdin, 1980).

Jadwal pemberian reinforcement merujuk pada seberapa banyak

respons atau respons spesifik mana yang akan diberikan reinforcer.

Pada jadwal yang sederhana, reinforcement akan diberikan setiap kali

respons muncul, yang dinamakan continuous reinforcement. Misalnya

untuk melatih anak dengan intellectual disability agar dapat mengikuti

instruksi, maka reinforcement diberikan segera setelah anak berespon

secara tepat. Pada kondisi lain, reinforcement diberikan setelah

beberapa kali respons yang sama muncul. Jadwal seperti ini dinamakan

intermittent reinforcement. Jika pemberian reinforcement dihentikan,

maka perilaku yang mendapat reinforcement secara kontinu akan

cenderung menghilang lebih cepat dibandingkan dengan perilaku yang

mendapat intermittent reinforcement (Kazdin, 1980).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

BAB 3

RANCANGAN INTERVENSI

3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas modifikasi perilaku

dengan metode in vivo desensitization untuk mengatasi masalah school refusal.

3.2 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah single-case design, yaitu

penelitian dengan menggunakan 1 orang partisipan, yang diterapkan untuk

mengevaluasi perubahan yang terjadi dalam perilaku spesifik individu setelah

mendapatkan intervensi tertentu (Barker, Pistrang, & Elliot, 2002).

3.3 Rancangan Pelaksanaan Intervensi

3.3.1 Perilaku Target (Behavior Target)

Perilaku target dalam intervensi ini adalah perilaku bersekolah.

3.3.2 Definisi Operasional Perilaku

Dalam intervensi ini, perilaku bersekolah didefinisikan sebagai

kehadiran dan bertahannya partisipan mengikuti semua pelajaran di kelas

mulai dari bel masuk sekolah sampai dengan bel pulang.

3.3.3 Dimensi Perilaku dan Metode Pengumpulan Data

Dimensi perilaku yang akan ditingkatkan dalam intervensi ini adalah

intensitas perilaku bersekolah, yang merujuk pada tingkat usaha untuk

menampilkan perilaku tersebut (Miltenberger, 2008). Dengan meningkatkan

intensitas perilaku bersekolah, secara bertahap partisipan akan dihadapkan

pada hirarki stimulus mulai dari yang paling mudah (hadir di sekolah tanpa

masuk kelas) sampai dengan yang paling sulit (mengikuti pelajaran yang

paling menimbulkan ketakutan). Adapun pengumpulan data dilakukan

menggunakan metode continuous recording dalam mencatat perilaku

bersekolah partisipan setiap hari.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

29

Universitas Indonesia

3.3.4 Alat Bantu Penelitian

Dalam penelitian ini, pelaksana intervensi (PI) menggunakan beberapa

alat bantu sebagai berikut:

- Lembar pencatatan untuk mencatat perilaku bersekolah partisipan

- Lembar gambar emosi untuk mengukur tingkat ketakutan partisipan

- Papan token untuk menempelkan token yang berhasil dikumpulkan

partisipan

- Mainan bola kecil untuk latihan muscle relaxation

3.3.5 Tahap Baseline

Tujuan dari penegakan baseline adalah untuk memperoleh data

mengenai intensitas perilaku bersekolah partisipan sebelum intervensi

dilakukan. Kazdin (1984) menyebutkan tiga manfaat penegakan baseline,

yaitu: (1) mengidentifikasi perilaku yang menjadi target intervensi, (2)

memberikan gambaran apabila perilaku tidak diintervensi, serta (3)

mengevaluasi efektivitas intervensi terhadap perilaku anak.

Dalam penelitian ini, observasi terhadap perilaku bersekolah A

dilakukan sebanyak empat kali (sampai perilaku dinilai stabil). Berdasarkan

observasi, A menolak pergi ke sekolah sebanyak tiga kali dan bersedia datang

ke sekolah namun tidak masuk kelas sebanyak satu kali. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa A belum menunjukkan perilaku bersekolah karena

tidak memenuhi kriteria “hadir dan mengikuti pelajaran di dalam kelas

sampai dengan selesai”. Hasil observasi ketika baseline dapat dilihat pada

Lampiran 3. Berikut adalah grafik perilaku bersekolah A selama baseline.

Gambar 3.1 Hasil Baseline

0

1

2

3

Baseline 1 Baseline 2 Baseline 3 Baseline 4

Perilaku Bersekolah

Keterangan:

0 : Tidak pergi ke sekolah

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

30

Universitas Indonesia

1 : Pergi ke sekolah tapi tidak mengikuti pelajaran di dalam kelas

2 : Pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran di dalam kelas tapi tidak

sampai selesai

3 : Pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai dengan

selesai (Perilaku Bersekolah)

Baseline juga diperoleh dari pengisian kuesioner Child Behavior

Check List (CBCL) oleh orangtua untuk mengukur aspek perilaku somatic-

complaints serta anxious-depressed yang menggambarkan ketakutan pada diri

A. Dari hasil CBCL sebelum intervensi (pretest CBCL), secara umum A

dinilai oleh orangtua menampilkan perilaku internalizing yang sudah masuk

ke dalam rentang klinis (T=71), dimana pada skala menarik diri (withdrawn)

serta kecemasan-depresi (anxious/depressed) ia sudah termasuk ke dalam

rentang batas klinis (borderline). Contoh perilaku internalizing yang

ditunjukkan A adalah sering menangis, cemas/tegang, menolak berbicara,

takut pergi ke sekolah, serta mengeluh sakit perut. Sementara itu perilaku

externalizing A sudah termasuk ke dalam rentang batas klinis (T=60), dengan

perilakunya antara lain mudah marah/tempertantrum serta mudah

tersinggung.

Tabel 3.2 Hasil Child Behavior Checklist (CBCL) sebelum intervensi

Subskala Skor

Withdrawn 6*

Somatic complaints 2

Anxious/depressed 10*

Social problems 5

Thought problems 1

Attention problems 8

Delinquent behavior 4

Aggressive behavior 13

Internalizing behavior 18 (T=71)**

Externalizing behavior 17 (T=60)*

Skor Total 35 (T=57)

* dalam rentang batas klinis (borderline); ** dalam rentang klinis (clinical)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

31

Universitas Indonesia

Untuk meningkatkan objektivitas, pengukuran baseline juga

dilakukan dengan menggunakan informasi dari anak. Akan tetapi karena A

cenderung tertutup dan memiliki kesulitan mengungkapkan pendapat secara

lisan maupun tulisan, informasi dari A diperoleh melalui tes Draw A Man

(DAM) (Lampiran 9). Pemilihan tes DAM didasarkan pertimbangan bahwa

menggambar tidak bersifat mengancam dan justru memberikan kenyamanan

serta keamanan kepada anak untuk mengekspresikan perasaannya (Oster &

Crone, 2004). Berikut adalah tabel hasil DAM A sebelum intervensi

dilakukan:

Tabel 3.3 Hasil Draw A Man (DAM) Sebelum Intervensi

Posisi Kertas Horizontal

Letak Gambar Kanan

Ukuran Gambar Sedang

Tekanan Garis Kuat, banyak garis bertumpuk

Hal yang Menonjol Tidak ada mulut, leher kaku, posisi tangan

terbuka ke samping dengan jari-jari runcing

Dari hasil DAM, terlihat bahwa A memiliki kontrol diri yang kuat

(leher kaku) dan ketegangan dalam dirinya (tekanan kuat). Sebenarnya A

memiliki keinginan untuk menjalin interaksi sosial (tangan menggapai keluar)

namun terdapat ketakutan dan kesulitan berkomunikasi (banyak hapusan,

tidak ada mulut). Ia juga menunjukkan agresivitas dalam dirinya (jari

runcing).

3.3.6 Tahap Persiapan Program

Sebelum melaksanakan intervensi, PI akan melakukan pembicaraan

dengan orangtua, anak, dan sekolah. Berikut adalah hal-hal yang akan

dibicarakan dengan masing-masing pihak.

3.3.6.1 Persiapan Alat Bantu Intervensi

Sebelum intervensi dimulai, PI menyiapkan alat-alat bantu yang

akan digunakan dalam intervensi ini. Untuk meningkatkan motivasi A, PI

membuat papan token dengan tema pertandingan bola dan stiker token

berbentuk bola (Lampiran 7). Pada papan tersebut terdapat gambar

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

32

Universitas Indonesia

gawang yang masih kosong sebagai tempat untuk menempelkan stiker

bola yang berhasil diperoleh A. PI juga menempelkan gambar beberapa

pemain bola favorit A yang menyerukan kata-kata penyemangat.

Sementara itu, lembar gambar emosi (Lampiran 6) untuk

mengukur tingkat ketakutan A terdiri lima ekspresi wajah yang

menandakan kontinum perasaan, mulai dari sangat tidak takut sampai

dengan sangat takut. Adapun papan target (Lampiran 8) dibuat untuk

menempelkan target perilaku bersekolah A untuk sesi selanjutnya.

3.3.6.2 Pembicaraan Dengan Orangtua

Pembicaraan dengan orangtua dilakukan untuk menjelaskan

penyebab school refusal pada A serta gambaran intervensi yang akan

dilakukan, meliputi tujuan dan bentuk kegiatannya. Orangtua akan

diberikan informed consent (Lampiran 4) sebagai bentuk persetujuan

untuk mengikuti program intervensi ini. Selain itu, saran-saran untuk

meningkatkan efektivitas intervensi juga akan disampaikan. Berikut

adalah saran-sarannya:

- Memberikan remedial therapy untuk membantu kesulitan akademik

A. Kapasitas inteligensi A yang kurang membuat nya kesulitan

dalam tugas-tugas akademik, terutama hafalan. Hal tersebut

menyebabkan A merasa takut dan akhirnya menolak bersekolah.

Apabila remedial therapy tidak dilakukan, besar kemungkinan A

akan kembali mengalami school refusal setelah intervensi dilakukan.

- Salah satu faktor yang memperkuat perilaku penolakan bersekolah A

adalah sikap orangtua yang memenuhi keinginan A (memberikan

reward) untuk membujuknya bersekolah serta memberikan

kebebasan pada A saat tidak bersekolah. Oleh karena itu, PI

memberikan psikoedukasi mengenai cara memberikan reward yang

tepat, yaitu setelah A menampilkan perilaku yang diharapkan.

Orangua juga diminta membuat contingency contract dengan A

terkait dengan perilaku school refusal-nya.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

33

Universitas Indonesia

Dalam pembicaraan ini PI juga meminta izin kepada orangtua

untuk menemui pihak sekolah guna menjelaskan masalah school refusal

A secara umum, urgensi intervensi, serta pentingnya keterlibatan pihak

sekolah dalam proses intervensi.

3.3.6.3 Pembicaraan dengan Anak

Pembicaraan dengan anak akan dilakukan untuk memberikan

gambaran pelaksanaan intervensi. PI akan membuat kesepakatan dengan

A mengenai perilaku yang diharapkan dari A serta hadiah yang akan

didapatkannya apabila ia berhasil mencapai target yang ditetapkan. Anak

juga akan diberikan kontrak kegiatan (Lampiran 5) yang berisi tujuan

intervensi, jumlah sesi dan target yang diharapkan pada setiap sesi,

aturan pemberian token, serta back-up reinforcer yang dapat ditukarkan

oleh A. Kontrak kegiatan ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman

mengenai aturan dan konsekuensi serta menjaga komitmen A dalam

mengikuti intervensi ini.

3.3.6.4 Pembicaraan dengan Pihak Sekolah

Pembicaraan dengan pihak sekolah harus dilakukan karena setting

dalam intervensi ini adalah sekolah. Tujuan pembicaraan ini adalah

memberi gambaran singkat mengenai masalah school refusal A secara

umum, urgensi intervensi, serta pentingnya keterlibatan pihak sekolah

dalam proses intervensi. PI menjelaskan prosedur intervensi yang akan

dilakukan serta peran serta guru dalam intervensi tersebut.

3.3.7 Tahap Pelaksanaan Program

Berdasarkan hasil pemeriksaan, perilaku school refusal A disebabkan

oleh ketakutannya terhadap pelajaran-pelajaran yang sering memberikan tugas

hafalan, yaitu :

(1) Bahasa Inggris

(2) Agama

(3) Seni Budaya Keterampilan (SBK)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

34

Universitas Indonesia

Akan tetapi A bukan hanya menolak ketiga pelajaran tersebut, namun juga

seluruh pelajaran di sekolah karena ia telah absen dari sekolah selama 3

bulan. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dicapai oleh A untuk

menampilkan perilaku bersekolah adalah kesediaan untuk masuk sekolah.

Pada awal intervensi, exposure akan difokuskan pada membawa A ke

lingkungan sekolah secara bertahap (berjalan-jalan di pekarangan, menyusuri

koridor sekolah, masuk ke ruangan kelas 4).

Setelah A tidak merasa takut berada di lingkungan sekolah, exposure

akan difokuskan pada guru. Secara bertahap A akan dihadapkan pada wali

kelas dan guru-guru mata pelajaran yang ia takuti di luar setting belajar.

Exposure akan dilakukan dalam bentuk guru mengajak A mengobrol ringan

tanpa membahas masalah school refusal A. Hal ini penting dilakukan agar A

lebih nyaman menghadapi guru-guru tersebut dalam setting belajar. Selama

exposure terhadap guru, PI akan mendampingi A.

Target akhir dari intervensi ini adalah A mau mengikuti semua

pelajaran, termasuk pelajaran yang ditakuti (Bahasa Inggris, Agama, SBK).

Secara bertahap A akan dihadapkan pada pelajaran yang paling ia sukai

sampai yang paling ia hindari. Exposure dilakukan dengan cara A mengikuti

pelajaran yang ia pilih berdasarkan jadwal pelajaran hari itu dan jumlah

pelajaran yang harus diikuti akan meningkat pada setiap sesi. Oleh karena

jumlah mata pelajaran berbeda tiap harinya, maka peningkatan jumlah

pelajaran yang harus diikuti A dihitung dalam bentuk prosentase.

Berikut adalah hirarki stimulus yang akan dihadapkan pada A secara

bertahap, dengan no 9 adalah stimulus yang paling mudah dilakukan

sedangkan no 1 adalah yang paling sulit.

(1) Mengikuti pelajaran Bahasa Inggris di kelas

(2) Mengikuti pelajaran Agama di kelas

(3) Mengikuti pelajaran SBK di kelas

(4) Berinteraksi dengan guru Bahasa Inggris/SBK

(5) Berinteraksi dengan guru agama

(6) Mengikuti pelajaran selain Bahasa Inggris, agama, dan SBK di kelas

(7) Berinteraksi dengan wali kelas

Pelajaran yang paling

ditakuti oleh A

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

35

Universitas Indonesia

(8) Menyusuri koridor kelas 4-6 dan kantin

(9) Berjalan-jalan di pekarangan sekolah dan koridor kelas 1-3

Sebelum exposure terhadap hirarki stimulus dilakukan, PI akan

mengajarkan teknik relaksasi dan menjelaskan manfaatnya kepada A. Teknik

relaksasi yang akan dilatihkan pada A adalah:

- Diaphragmatic Breathing

Pertama-tama, A diminta duduk dalam posisi yang nyaman sambil

meletakkan tangan di perut dan menutup mata. Kemudian PI mengajarkan A

menarik nafas melalui hidung dengan lambat sambil merasakan pergerakan

perut yang telah terisi udara. A lalu menahan nafas sekitar 3-5 detik

kemudian menghembuskannya dengan perlahan melalui hidung.

- Muscle Relaxation

PI meminta A membayangkan sedang menggenggam jeruk di kedua

tangannya. Kemudian jeruk tersebut akan diperas sampai semua airnya

keluar dengan cara mengepalkan jari erat-erat. Setelah itu secara perlahan

kepalan tangan dibuka dan dilemaskan. Untuk mempermudah latihan, alat

bantu berupa mainan bola kecil akan digunakan sebagai representasi jeruk.

Pada sesi relaksasi (sesi R1-R2), sistem token belum diberlakukan, apabila

A berhasil mencapai target pada sesi relaksasi, hadiah berupa stiker tokoh kartun

akan langsung diberikan. Setelah A mampu melakukan teknik relaksasi dengan

benar (sesi R1 - R2), tahap exposure akan dimulai. Tahap ini terdiri dari 10 sesi

(sesi E1 - E10). Sebelum berangkat sekolah PI akan mengajak A mengukur

tingkat ketakutannya dengan menggunakan gambar emosi yang mewakili

perasaan sangat tidak takut, tidak takut, biasa, takut, dan sangat takut (Lampiran

6). Setelah itu PI mengajak A melakukan relaksasi seperti yang sudah diajarkan

sebelumnya.

Pada setiap sesi, terdapat target yang harus dicapai oleh A. Apabila target

tidak tercapai, maka target tersebut akan diulang pada sesi berikutnya sampai

tercapai. Sementara itu, apabila A berhasil melampaui target yang ditetapkan,

maka target selanjutnya akan ditingkatkan. Berikut adalah tabel rancangan

kegiatan sesi:

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

36

Universitas Indonesia

Tabel 3.4 Rancangan Kegiatan Sesi

Sesi Perkiraan

Pelaksanaan

Kegiatan Target Reinforcement

R1 Kamis, 19

Juli 2012

- Bermain dengan PI

- Latihan relaksasi

(Diaphragmatic

Breathing)

Mampu

mempraktekan

teknik relaksasi

tanpa prompt

dengan benar

Stiker tokoh

kartun

R2 Jumat, 20

Juli 2012

- Bermain dengan PI

- Latihan relaksasi

(Muscle Relaxation)

Mampu

mempraktekan

teknik relaksasi

tanpa prompt

dengan benar

Stiker tokoh

kartun

E1 Senin, 23

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(bermain kartu)

- Berjalan-jalan

di pekarangan

sekolah

- Menyusuri

koridor kelas

1-3 dan 4-6

- Berespon

terhadap wali

kelas

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

E2 Selasa, 24

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(ular tangga)

- Mengikuti 1

dari 5

pelajaran

- Berespon

terhadap Wali

Kelas

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

E3 Rabu, 25

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(monopoli)

- Mengikuti 2

dari 6

pelajaran

- Berespon

terhadap guru

agama

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

Penukaran token

E4 Kamis, 26

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

- Mengikuti 3

dari 4

pelajaran

- Berespon

terhadap guru

agama

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

37

Universitas Indonesia

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(membuat kliping

pemain bola)

E5 Jumat, 27

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(halma)

- Mengikuti 4

dari 4

pelajaran

- Berespon

terhadap guru

Bahasa

Inggris/SBK

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

E6 Senin, 30

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(kartu)

- Mengikuti 4

dari 4

pelajaran

- Berespon

terhadap guru

inggris/SBK

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

Penukaran token

E7 Selasa, 31

Juli 2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(monopoli)

- Mengikuti 5

dari 5

pelajaran

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

E8 Rabu, 1

Agustus

2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(ular tangga)

- Mengikuti 6

dari 6

pelajaran

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

E9 Kamis, 2

Agustus

2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Mengikuti 4

dari 4

pelajaran

Uang jajan

3 token

(stiker bola)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

38

Universitas Indonesia

- Bermain dengan PI

(halma)

Penukaran token

E10 Jumat, 3

Agustus

2012

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Relaksasi

- Exposure terhadap

sekolah

- Mengisi self-report

tingkat ketakutan

- Bermain dengan PI

(balap mobil)

- Mengikuti 4

dari 4

pelajaran

Uang jajan

Sesi R1 – R2 dan E1 - E5 akan dijalankan oleh PI dimana PI akan

mendampingi A selama di sekolah. Sementara itu mulai sesi E6 – E10, PI akan

mendampingi A di pagi hari sebelum masuk sekolah dan kembali menemuinya

setelah sekolah usai untuk membahas pencapaian target pada hari tersebut.

Apabila A berhasil mencapai target yang telah ditentukan, ia akan memperoleh

token dari PI. Adapun pada sesi ke-12, A sudah tidak mendapatkan token namun

ia tetap berhak memperoleh uang jajan.

3.3.8 Reinforcement

Pada setiap sesi, reinforcement yang diberikan berupa social reinforcer

(pujian) dan possessional reinforcer (uang jajan serta backup reinforcer

berdasarkan jumlah token). Pertimbangan memilih uang jajan sebagai

reinforcement adalah karena dalam 1 bulan terakhir orangtua telah mengurangi

uang jajan A apabila ia tidak bersekolah. Selain itu, PI akan memberikan 3 buah

token apabila A mencapai target dalam satu sesi (Gambar papan token terlampir

pada Lampiran 7). Penukaran token dengan back-up reinforcer dilakukan

sebanyak tiga kali, yaitu setelah sesi E3, E6, dan E9. Berikut adalah ketentuan

back-up reinforcer untuk A:

o 3 token : mainan kartu / mobil-mobilan kecil / 1 buah cd play station

o 6 token : Mobil-mobilan sedang / bola / buku koleksi kartu

o 9 token : baju bola / mobil-mobilan besar (remote control car) / jalan-jalan

dengan keluarga

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

39

Universitas Indonesia

3.3.9 Evaluasi dan Follow Up

Evaluasi dilakukan untuk mengukur efektivitas intervensi yang telah

dilakukan dengan mengacu pada seberapa besar perubahan perilaku bersekolah

yang ditampilkan oleh partisipan. Pada penelitian ini evaluasi diukur dengan cara

sebagai berikut:

- Membandingkan perilaku bersekolah A pada saat baseline dan setelah

intervensi berakhir

- Membandingkan hasil kuesioner CBCL sebelum dan setelah intervensi

diberikan

- Membandingkan hasil Draw A Man (DAM) sebelum dan setelah

intervensi diberikan

Sementara itu follow up akan dilakukan seminggu setelah intervensi

dihentikan untuk melihat apakah perilaku bersekolah A tetap bertahan.

3.3.10 Indikator Keberhasilan Program

Indikator keberhasilan dari program intervensi ini adalah:

- Program intervensi dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan

- A mampu mencapai target perilaku bersekolah di sesi akhir

- A mampu mempertahankan perilaku bersekolah saat follow-up dilakukan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

BAB 4

PELAKSANAAN DAN HASIL INTERVENSI

4.1 Persiapan Intervensi

4.1.1 Pembicaraan dengan Orangtua

Pembicaraan dengan orangtua dilakukan sebanyak dua kali di klinik

psikologi, yaitu pada tanggal 29 Juni 2012 dan 9 Juli 2012. Berikut adalah hal-

hal yang telah disepakati pada pembicaraan tersebut:

- Orangtua memberikan izin kepada A untuk mengikuti intervensi in vivo

desensitization dengan PI

- Orang setuju untuk memberikan remedial therapy bagi A dan akan

dimulai setelah intervensi IVD selesai dilaksanakan

- Orangtua setuju untuk membangunkan A pukul 5.30 setiap pagi untuk

membentuk rutinitas bersekolah

- Orangtua sepakat untuk memberikan konsekuensi kepada A apabila ia

menolak bersekolah, yaitu dengan:

Tidak mendapat uang jajan

Tidak boleh menonton televisi dan bermain selama jam sekolah

berlangsung

4.1.2 Pembicaraan dengan Anak

Pembicaraan dengan anak dilakukan pada tanggal 18 Juli 2012 dan 19

Juli 2012. Awalnya A tidak mau mendengarkan PI, ia justru menutup telinga

dan menyalakan musik di handphone. PI berusaha mempertinggi volume dan

tetap menjelaskan tentang intervensi. Hal itu dilakukan karena berdasarkan

observasi sebelumnya A ternyata tetap menyimak perkataan orang lain

walaupun ia terlihat tidak peduli. Sampai akhir pembicaraan, A tidak

memberikan respon apapun. Akan tetapi pada malam harinya ibu mengabari

bahwa A mengatakan ingin bersekolah lagi dengan ditemani PI. Oleh karena

itu pada keesokan harinya PI melakukan pembicaraan kedua dengan A

mengenai prosedur intervensi. A terlihat lebih bersemangat setelah PI

menunjukkan papan skor (papan token) dan stiker bola yang akan ia dapatkan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

41

Universitas Indonesia

ketika kegiatan intervensi. Ia juga menandatangani kontrak kegiatan sebagai

bentuk kesepakatan.

4.1.3 Pembicaraan dengan Sekolah

Pembicaraan dengan pihak sekolah dilakukan pada tanggal 16 Juli

2012. PI melakukan pembicaraan dengan kepala sekolah, wali kelas, serta guru

Bahasa Inggris dan Agama. Berikut adalah hal-hal yang telah disepakati pada

pembicaraan tersebut:

- A mengulang kelas empat

- Sekolah memaklumi apabila A mengikuti pelajaran secara bertahap

- Wali kelas akan memasangkan tempat duduk A dengan teman dekatnya

- Guru sepakat untuk memberi keringanan pada tugas-tugas hafalan A, yaitu

dengan tidak meminta A melakukannya di depan teman, namun hanya

berdua dengan guru

- Guru memaklumi kesulitan akademik A sampai nanti ia mengikuti

remedial therapy

4.2 Pelaksanaan Intervensi

4.2.1 Jumlah Sesi Intervensi

Jumlah sesi terapi yang dilaksanakan adalah 17 sesi, yang terdiri dari

dua sesi latihan relaksasi dan 15 sesi exposure terhadap sekolah (3 minggu

sekolah).

4.2.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Intervensi berlangsung sejak tanggal 20 Juli 2012 hingga 10 Agustus

2012. Sesi pelatihan relaksasi dilakukan di rumah A sedangkan sesi exposure

dilakukan di sekolah.

Sesi R1

Hari/Tanggal : Jumat, 20 Juli 2012

Waktu : 09.35 – 10.05

Setting : Rumah klien

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

42

Universitas Indonesia

Kegiatan : Latihan relaksasi

Target : A mampu mempraktekan teknik relaksasidiaphragmatic

breathing denganbenar tanpa prompt

Hasil & Reward : A mampu mempraktekan teknik relaksasi diaphragmatic

breathing dengan benar tanpa prompt, memperoleh 1

lembar stiker

Sebelum kegiatan, PI memberitahu kegiatan sesi hari ini pada A, yaitu

bermain selama 15 menit kemudian latihan relaksasi selama 20 menit. Selama

bermain A terlihat bersemangat membuat bangunan dari lego namun ketika PI

memberitahu bahwa waktu bermain sudah selesai, A cenderung mengulur-ulur

waktu dan tidak langsung membereskan mainan. Pada awal latihan relaksasi, A

bersikap kurang kooperatif dan tidak mau mendengarkan penjelasan PI. Ia

menutup kuping sambil tertawa. PI mengatakan bahwa PI tidak suka karena A

tidak mau mendengarkan PI. Kegiatan lalu dihentikan selama 5 menit.

PI meminta ibu memanggil beberapa teman A untuk datang ke rumah

A. Setelah dua orang teman A datang (K dan V), PI mengajak mereka bermain

lego di dekat A. A hanya diam dan mengamati PI, K, dan V bermain. PI lalu

bertanya apa yang ditakuti oleh K dan V kemudian mengajak mereka latihan

relaksasi untuk mengurangi rasa takut. A tidak berespon ketika PI memintanya

ikut latihan, namun ia sesekali melirik ke arah PI dan teman-teman. Pada saat

K dan V tertawa karena perut mereka membesar saat menarik nafas, A tiba-tiba

berkata, “Ah, gue juga bisa. Liat deh perut gue juga gede.” Setelah itu, A

bersikap lebih kooperatif dengan mau mengikuti petunjuk PI dalam berlatih

relaksasi. Setelah berlatih kurang lebih 10 menit, A mampu melakukan

relaksasi tanpa prompt apapun dari PI. Di akhir sesi A, K, dan V memperoleh

masing-masing 1 buah stiker.

Sesi R2

Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Juli 2012

Waktu : 10.00 – 10.30

Setting : Rumah klien

Kegiatan : Latihan muscle relaxation

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

43

Universitas Indonesia

Target : A mampu mempraktekan teknik muscle relaxation dengan

benar tanpa bantuan/prompt

Hasil & Reward : A mampu mempraktekan teknik muscle relaxation dengan

benar tanpa bantuan/prompt, memperoleh 1 lembar stiker

Pada sesi kedua, PI kembali melibatkan K dan V. Sebelum sesi dimulai,

PI memberitahu kegiatan hari ini, yaitu bermain ular tangga 1 kali kemudian

latihan relaksasi selama 20 menit. PI juga menjelaskan harapan PI yaitu A, K,

dan V mau mendengarkan dan mengikuti instruksi PI. Latihan relaksasi

dimulai dengan PI meminta mereka memejamkan mata dan membayangkan

sedang mengenggam jeruk di kedua tangannya.A berespon dengan

mengatakan, “ah gak ada jeruknya, boong-boongan” sambil tertawa sementara

K dan V bersikap kooperatif. Setelah PI memuji K dan V karena mengikuti

instruksi, A akhirnya ikut memejamkan mata walaupun sambil tertawa.

Pada latihan relaksasi kedua, PI menggunakan alat bantu bola kecil

sebagai representasi jeruk. Akan tetapi A justru memainkan bola tersebut

dengan melemparkannya ke atas berkali-kali. Bola itu akhirnya disimpan dan

latihan relaksasi dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Setelah berlatih 15

menit, A mampu melakukan teknik muscle relaxation tanpa bantuan. Ia

mengatakan lebih mudah melakukan teknik diagphramatic breathing

dibandingkan muscle relaxation. Waktu 5 menit kemudian akhirnya digunakan

untuk mengulang latihan diagphramatic breathing.

Sesi E1

Hari/Tanggal : Senin, 23 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Berjalan-jalan di pekarangan sekolah, menyusuri koridor

kelas 1-3 dan 4-6, berespon terhadap wali kelas

Hasil & Reward : Berjalan-jalan di pekarangan sekolah, menyusuri koridor

kelas 1-3 dan 4-6, berespon terhadap wali kelas (senyum,

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

44

Universitas Indonesia

mengangguk, membelikan minuman), mengikuti 2 dari 4

mata pelajaran (PKN dan SBK)

Di pagi hari A tidak menunjukkan masalah perilaku. Ia mau

dibangunkan dan dibawa ke kamar mandi oleh ibu. Selama perjalanan ke

sekolah A diam dan menunduk. Ketika sampai di sekolah pada pukul 06.20, ia

tidak langsung masuk melainkan tetap duduk di motor. PI mengajak A duduk

di mushola yang terletak di halaman depan sekolah dan menanyakan perasaan

A lewat gambar self-report tingkat ketakutan. A menunjuk gambar “sangat

tidak takut” dan menolak melakukan relaksasi. Walaupun demikian, A terlihat

menarik nafas panjang mengikuti PI yang sedang mempraktekan relaksasi.

Tiga puluh menit kemudian, A bersedia diajak ke kantin SD 07 dengan

menyusuri koridor kelas 1-3. Ketika A sedang di kantin, wali kelas datang dan

menyapanya.A tampak malu bertemu dengan wali kelas, terlihat dari

perilakunya yang memalingkan wajah dan tidak menjawab sapaan guru namun

tetap tersenyum.

Pada pukul 08.10, PI mengajak A melihat tulisan-tulisan yang tertera di

dinding koridor kelas 4-6. Selama berjalan, A tidak menoleh ke dalam kelas

dan hanya menatap ke arah depan. PI dan A kemudian duduk di halaman

samping sekolah sambil melakukan relaksasi sebelum kembali ke kantin

(menyusuri koridor kelas 4-6 dan kelas 1-3). A mengatakan ingin membelikan

minuman untuk wali kelasnya yang memang tidak berpuasa namun tidak

berani menyerahkan minuman tersebut. Ia mendampingi PI menyerahkan

minuman dan mengobrol dengan wali kelas. Ketika wali kelas bertanya apakah

A mau diajar olehnya, A mengangguk sambil memalingkan wajah dan

tersenyum.

Pada pukul 08.30, PI mengobrol dengan salah satu teman A (murid

kelas 5) di depan ruang kelas 4 (pintu kelas terbuka). A mau bergabung dan

ikut mengobrol, sesekali ia tampak tertawa. Ketika waktu istirahat, PI menyapa

teman-teman kelas 4 yang merupakan tetangga A dan mempersilakan A untuk

bermain dengan mereka. Awalnya A diam saja, namun perlahan-lahan ia

mengikuti teman-teman menuju lapangan untuk bermain bola.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

45

Universitas Indonesia

Sebenarnya setelah jam istirahat A mau masuk ke kelas bersama

temannya. Akan tetapi ternyata pelajaran selanjutnya adalah agama. Raut

wajah A tampak tegang ketika bertemu dengan guru agama. PI mengatakan

bahwa hari ini A tidak harus masuk kelas agama jika belum siap. A dan PI lalu

menunggu pelajaran tersebut selesai sambil melakukan relaksasi di kantin.

Setelah pelajaran agama selesai, A mau diajak masuk ke dalam kelas dan

mengikuti pelajaran PKN. A bahkan mau mengikuti pelajaran SBK karena

pelajaran tersebut diajar oleh wali kelas. Di akhir sesi, ketika diberikan self-

report tingkat ketakutan A menunjuk bagian “sangat tidak takut”.

PI memberitahu bahwa A telah melampaui target sesi 1 dan memujinya

dengan mengatakan PI bangga dan senang karena A sudah berani ke sekolah

dan ikut 2 mata pelajaran. PI kemudian menjelaskan bahwa target untuk sesi

selanjutnya ditingkatkan menjadi mengikuti 3 mata pelajaran. Awalnya A

mengatakan besok ia ingin izin saja karena ada pelajaran Bahasa Inggris.

Setelah ditegaskan oleh PI bahwa ia tidak harus memilih pelajaran Bahasa

Inggris, A bersedia masuk esok hari dan memilih pelajaran bahasa indonesia,

IPA, dan PLBJ untuk diikuti.

Sesi E2

Hari/Tanggal : Selasa, 24 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 3 dari 5 mata pelajaran, berespon terhadap wali

kelas

Hasil & Reward : Mengikuti 3 dari 5 mata pelajaran (Olahraga, IPA, PLBJ),

berespon terhadap wali kelas (menyalami)

A menunjukkan masalah perilaku di pagi hari. Ia sulit dibangunkan dan

mengatakan tidak mau sekolah. Setelah PI mengingatkan bahwa hari ini ia

tidak harus ikut pelajaran Bahasa Inggris, A akhirnya mau berangkat ke

sekolah. Sesampainya di sekolah, PI mengajak A ke mushola dan menunjukkan

gambar emosi, A memilih bagian “sangat tidak takut”. Di mushola PI dan A

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

46

Universitas Indonesia

melakukan relaksasi akan tetapi ia tetap tidak mau masuk ke kelas. Ia baru mau

masuk ke kelas ketika pelajaran pertama (bahasa indonesia) hampir selesai

dengan ditemani sampai ke depan kelas. A menyalami wali kelas kemudian

pergi ke tempat duduknya. Ia ternyata bertahan mengikuti pelajaran

selanjutnya, yaitu olahraga, yang dilaksanakan di dalam kelas. Ketika bel

istirahat, A terlihat bergabung dengan beberapa teman dan bermain bola di

halaman.

Setelah jam istirahat selesai, A hanya berdiri di depan kelas. Ketika

berpapasan dengan guru Bahasa Inggris yang akan masuk ke kelas, A diam

saja dan tidak merespon sapaan guru tersebut. PI lalu mengajak A menunggu

pelajaran Bahasa Inggris selesai di kantin. A terlihat gelisah, ia mencoret-coret

buku dan memainkan tali sepatunya berkali-kali. A menolak melakukan

relaksasi namun ia terlihat menarik nafas panjang beberapa kali. Setelah

pelajaran Bahasa Inggris selesai, A mau kembali ke kelas dan mengikuti 2

pelajaran selanjutnya, yaitu IPA dan PLBJ sampai sekolah selesai. Di akhir sesi

A menunjuk bagian “sangat tidak takut” pada gambar self-report tingkat

ketakutan.

PI memberitahu bahwa A berhasil mencapai target pada hari ini dan

menjelaskan target yang harus dicapai esok hari, yaitu mengikuti 4 dari 6 mata

pelajaran. A memilih pelajaran IPS, matematika, PLBJ, dan Pramuka.

Sesi E3

Hari/Tanggal : Rabu, 25 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 6 mata pelajaran, berespon terhadap guru

agama

Hasil & Reward : Mengikuti 6 dari 6 mata pelajaran (IPS, seni tari,

matematika, PLBJ, pramuka, bahasa indonesia), berespon

terhadap guru agama (menyalami, mengangguk, tersenyum)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

47

Universitas Indonesia

A sampai di sekolah pada pukul 06.15 tanpa menunjukkan masalah

perilaku di pagi hari. Ia langsung bangun, mandi, dan sarapan. Sesampainya di

sekolah, A diam beberapa detik di atas motor. A memilih bagian “sangat tidak

takut” ketika ditunjukkan gambar self-report tingkat ketakutan. Di mushola PI

dan A melakukan relaksasi selama tiga menit. Kemudian A meminta ditemani

sampai ke depan kelas. Selama berjalan di koridor sekolah, A memilih jalan

menyusuri tembok dengan langkah perlahan. Akan tetapi ketika melihat teman-

temannya, A langsung masuk ke kelas, meletakkan tas, dan mendekati mereka

walaupun tidak ikut mengobrol.

Setelah pelajaran IPS selesai, A menemui PI dan ibu dan mengatakan

ingin ikut pelajaran selanjutnya (seni tari) walaupun tidak termasuk dalam

pelajaran yang ingin diikuti. Ia bertahan di kelas sampai jam istirahat pertama

dan telah mencapai target mengikuti 3 mata pelajaran (IPS, seni tari,

matematika). Ketika istirahat, A langsung menemui ibu dan meminta jajan.

Guru agama datang menghampiri A dan menyapanya. A diam saja dan tidak

membalas sapaan tersebut. Ketika guru mengulurkan tangan kepada A, A balas

menyalaminya. Guru lalu memujinya dengan mengatakan, “wah, ibu senang

bisa salaman lagi sama A.” Ia tetap diam dan memalingkan wajah. A lalu

bermain sebentar di kelas kemudian keluar dengan salah satu temannya untuk

melihat stand Bank yang sedang diadakan di halaman sekolah.

A bertanya jadwal pelajaran setelah istirahat. Ketika PI mengatakan

PLBJ, ia tersenyum dan mengatakan, “ah gampil”. A masuk kelas dan mampu

bertahan mengikuti pelajaran sampai sekolah usai.

Ketika pulang, PI dan A menemui guru agama untuk berbincang-

bincang. A berdiri di samping PI dan guru yang sedang mengobrol tentang

puasa. Ketika guru bertanya apakah A kuat puasa sampai maghrib, A

mengangguk sambil menatap ke samping. A tersenyum saat guru agama

memujinya dengan mengatakan A hebat, kalau anak sholeh memang harus

tahan godaan makan waktu puasa.

Di akhir sesi PI memberitahu bahwa A melampaui target hari ini karena

telah berhasil mengikuti 6 pelajaran di kelas dan memberi pujian untuknya. Ia

menunjuk “sangat tidak takut” pada gambar self-report tingkat ketakutan. A

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

48

Universitas Indonesia

tertawa ketika menerima 3 buah token dan langsung menempelkannya di papan

skor. Oleh karena selama tiga hari A berhasil mengumpulkan 9 buah stiker, ia

berhak memilih salah satu dari hadiah yang telah ditentukan. A pun memilih

mainan mobil remote-control.

Ketika PI memberitahu jadwal pelajaran untuk esok hari, yaitu senam

bersama, agama, IPA, dan SBK, A merespon dengan ucapan “ah, ada agama.”

PI mengatakan bahwa karena hari ini A mampu mengikuti semua pelajaran,

maka diharapkan besok A juga mampu melakukan hal yang sama. Awalnya A

menolak namun PI menegaskan bahwa untuk memperoleh tiga buah stiker ia

harus mencapai target tersebut.

Sesi E4

Hari/Tanggal : Kamis, 26 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran, berespon terhadap guru

agama

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran (senam bersama, agama,

IPA, SBK)

Di pagi hari, A berkali-kali mengatakan tidak mau mengikuti pelajaran

agama. Akan tetapi ia tidak memberontak ketika dimandikan oleh ibu.

Sepanjang perjalanan ke sekolah A diam dan menunduk.

Ketika turun dari motor, A mengatakan ia akan izin pada pelajaran

kedua (agama). PI lalu mengajak A melakukan relaksasi di mushola selama

dua menit dan menegaskan target yang harus dicapai oleh A untuk memperoleh

stiker. A menjawab “bodo amat” dan hal tersebut diabaikan oleh PI. Ia juga

menolak memilih satu gambar pada self-report tingkat ketakutan. Setelah

keluar dari mushola A tidak langung masuk ke dalam kelas tetapi duduk di

teras mushola. Ia mengatakan akan masuk kelas pada saat bel. Beberapa menit

kemudian, seorang teman A tiba di sekolah dan mengajaknya masuk bersama.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

49

Universitas Indonesia

A tidak langsung mengikuti, namun setelah PI berjalan beberapa langkah

mengikuti teman tersebut A mengikuti dari belakang.

Pada sesi ini, senam bersama tidak dilakukan karena bertepatan dengan

bulan Ramadhan. Wali kelas mengisi dua jam pelajaran pertama dengan

memberikan kegiatan berkelompok untuk siswa. Ketika pembagian kelompok,

A diam dan tidak berinisiatif mencari teman kelompok. A baru mengikuti

kegiatan tersebut setelah teman sebangku mengajaknya. Sesekali ia tampak

mengobrol dengan siswa lain.

A tetap berada di kelas ketika pergantian pelajaran ke agama. Ia

berhasil bertahan mengikuti pelajaran tersebut sampai selesai. Menurut guru

agama, A lebih banyak diam ketika guru menjelaskan dan tidak ikut menjawab

ketika guru memberi pertanyaan pada teman-teman sekelas. Akan tetapi ia ikut

tertawa dengan teman-teman ketika guru agama bercerita. Setelah pelajaran

agama usai, guru agama mendekati A dan memberikan gambar bintang di

bukunya sebagai reward karena ia telah mengikuti pelajaran agama. Pada saat

jam istirahat, A menceritakan bintang tersebut kepada PI dan ibu dengan raut

wajah tersenyum. PI memberikan pujian dengan mengatakan bahwa A berhasil

menunjukkan keberaniannya mengikuti pelajaran agama. Setelah waktu

istirahat selesai, A masuk kelas bersama temannya. Ia berhasil mengikuti dua

pelajaran selanjutnya (IPA dan SBK) sampai bel pulang sekolah.

Ketika di rumah, PI memuji karena A mampu mencapai target hari ini

dan memberikan 3 buah stiker. A memilih gambar “sangat tidak takut” pada

self-report tingkat ketakutan. PI lalu memberitahu target untuk esok hari, yaitu

mengikuti semua pelajaran (4 dari 4 pelajaran). A melihat jadwal pelajaran

untuk esok dan mengatakan, “ah, gancil..”

Sesi E5

Hari/Tanggal : Jumat, 27 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 10.30

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

50

Universitas Indonesia

Target : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran, berespon terhadap guru

Bahasa Inggris

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran (matematika, IPS, olahraga,

PKN)

Sejak pagi hari, A terlihat ceria dan tidak menunjukkan masalah

perilaku. Ia langsung bangun dan mandi sendiri. Di perjalanan A mengatakan

ia senang karena besok akan pergi dan menginap di rumah kakak pertamanya.

Pada sesi ini relaksasi bersama PI tidak dilakukan karena A mau

langsung masuk kelas dengan ditemani oleh ibu sampai depan kelas. Kemudian

ia masuk kelas dan meletakkan tasnya sendiri. A lalu bergabung dengan

beberapa temannya yang sedang mengobrol.

A mengikuti dua pelajaran pertama (matematika dan IPA) tanpa

mengeluh. Pada saat pelajaran IPA ia tampak menyimak dan menghafalkan

nama-nama tulang dengan mengikuti gerakan guru. Ketika istirahat A jajan

bersama dengan dua orang temannya. Pada saat melewati PI dan ibu, A hanya

menoleh namun tidak menghampiri. Beberapa menit kemudian A datang dan

menitipkan jajanannya kepada ibu. Ia bercerita bahwa dua minggu lagi akan

diadakan buka bersama di sekolah dan ia ingin mengikuti kegiatan tersebut.

Pada saat bel masuk berbunyi, A masuk kelas bersama temannya. Ia

mengikuti pelajaran sampai akhir. Ketika melintas di depan kantor, guru

Bahasa Inggris menyapa A dan PI. Guru menanyakan kabar A sambil

mengulurkan tangan. Awalnya A hanya diam dan tidak menyalami guru.

Setelah PI mengatakan “salam dulu A”, ia baru melakukannya. Guru bertanya

apakaha A berpuasa hari ini, A hanya mengangguk kecil sambil memalingkan

muka dan tidak tersenyum. Ia lalu berjalan menuju gerbang sekolah dan

meninggalkan PI serta guru Bahasa Inggris.

Sesampainya di rumah PI menyampaikan bahwa A mencapai target hari

ini dan memujinya. A memberitahu bahwa hari ini ia mendapat PR

matematika. Ia lalu mengerjakan PR tersebut dengan didampingi oleh PI. A

tampak bersemangat mengerjakannya, ia berkali-kali mengatakan bahwa

soalnya mudah. Di akhir sesi, A menunjuk gambar “sangat tidak takut” sambil

berkata “yang inilah” sambil tersenyum.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

51

Universitas Indonesia

Sesi E6

Hari/Tanggal : Senin, 30 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran, berespon terhadap guru

Bahasa Inggris

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran (matematika, agama,

PKN, SBK)

A agak sulit dibangunkan dan mengatakan tidak mau bersekolah. Ia

juga menolak untuk mandi. Akan tetapi ketika ibu mengatakan “yaudah, ke

sekolahnya nggak usah mandi,” A meresponnya dengan ucapan “enggak ah,

masa nggak mandi.” Ia tidak memberontak ketika ibu memandikannya.

Selama perjalanan A mengatakan hanya mau ikut pelajaran matematika

dan PKN. Ketika sampai di sekolah ia menolak masuk ke kelas dan memilih

duduk di mushola. PI mengajak A melakukan relaksasi namun ia bersikap

acuh. Ia juga tidak mau menunjuk gambar self-report tingkat ketakutan dan

lebih memilih untuk mengerjakan PR yang akan dikumpulkan esok hari.

Sekitar 15 menit kemudian A perlahan mau masuk ke koridor sambil melihat-

lihat papan komunikasi. A dan PI berpapasan dengan guru kelas 1 yang

menyapa A, ia mau berespon dengan menyalami guru tersebut. Ketika

melewati kantor, PI mengajak A masuk dan menyalami guru-guru, namun A

menolak. Ia terus berjalan menuju ruang kelas 4. Sesampainya di depan kelas

A tidak langsung masuk namun bersandar di dinding dekat pintu kelas yang

terbuka. Akhirnya A mau masuk ke dalam kelas ketika PI mengingatkan target

yang harus dicapai hari ini untuk memperoleh tiga buah stiker. Ia mengikuti

pelajaran pertama, yaitu matematika, sampai bel istirahat berbunyi.

Pada jam istirahat, A bermain petasan dengan beberapa orang

temannya. Ketika bertemu ibu dan PI, A mengatakan bahwa pelajaran

matematikanya sangat mudah. Saat bel berbunyi, A masuk ke kelas dengan

kemauan sendiri dan mengikuti pelajaran agama tanpa menunjukkan

kegelisahan. Selama pelajaran agama A satu kali pergi ke kamar mandi

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

52

Universitas Indonesia

bersama dengan seorang temannya. A tampak tertawa-tawa dengan teman

tersebut. Pada jam istirahat kedua, A menemui ibu dan meminta agar PI dan

ibu pulang lebih dulu karena ia ingin pulang bersama dengan temannya. Oleh

karena itu, rencana exposure berinteraksi dengan guru Bahasa Inggris tidak

dilakukan pada sesi ini.

Ketika sampai rumah, A mengatakan bahwa ia ikut semua pelajaran,

termasuk SBK. A memperlihatkan nilai 10 yang diperolehnya pada pelajaran

SBK dan matematika. Ia menunjuk gambar “sangat tidak takut” pada self-repot

tingkat ketakutan. A tampak senang ketika PI memujinya karena berhasil

mencapai target hari ini. Walau demikian, A mengatakan bahwa esok hari ia

ingin tidak masuk sekolah karena ada pelajaran Bahasa Inggris. PI mengatakan

bahwa A dapat melakukan relaksasi sendiri di dalam kelas selama pelajaran

Bahasa Inggris untuk mengurangi ketakutannya, namun A tetap mengatakan

besok ia tidak mau sekolah. PI mencoba menguatkan A dengan mengatakan

bahwa A sudah berhasil mengatasi ketakutannya dalam pelajaran agama dan

SBK, sehingga ia pasti bisa melakukan hal yang sama pada pelajaran Bahasa

Inggris.

Sesi E7

Hari/Tanggal : Selasa, 31 Juli 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 5 dari 5 pelajaran

Hasil & Reward : 2 dari 5 (bahasa indonesia, olahraga)

A menunjukkan masalah di pagi hari seperti sulit dibangunkan dan

mengatakan tidak mau sekolah. Ia berkali-kali mengatakan tidak mau ikut

pelajaran Bahasa Inggris. Akan tetapi setelah dimandikan, A bersedia pergi ke

sekolah.

Ketika sampai di sekolah, A menolak masuk ke kelas dan mengikuti

pelajaran pertama (bahasa indonesia). Ia juga tidak mau melakukan relaksasi

bersama PI dan melakukan self-report tingkat ketakutan. Saat itu teman-teman

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

53

Universitas Indonesia

sekelas A sedang mengerjakan tugas berkelompok di halaman. A tidak mau

bergabung dan hanya duduk di teras mushola sambil memperhatikan teman-

temannya. Sekitar 10 menit kemudian, A mau beranjak dan mengikuti teman-

teman yang masuk ke dalam kelas. Ia mengikuti sisa waktu pelajaran bahasa

indonesia sampai selesai. A juga bertahan mengikuti pelajaran olahraga di

dalam kelas. Ia terlihat memperhatikan guru dan meniru gerakan cara

melempar bola kasti yang diperagakan oleh guru.

Pada waktu istirahat, A bermain lari-larian dengan beberapa temannya.

Kemudian ia menghampiri PI dan ibu dan mengatakan tidak mau mengikuti

pelajaran Bahasa Inggris. Ketika bel masuk berbunyi, A tidak bergabung

dengan teman-temannya yang masuk ke kelas melainkan duduk di samping PI

dan ibu. PI mengajaknya melakukan relaksasi untuk menenangkan diri, namun

ia tidak mau mengikuti dan terus mengatakan tidak mau belajar Bahasa Inggris.

PI masuk ke koridor sekolah dan diikuti oleh A. Ketika PI berdiri di dekat

pintu kelas 4, A duduk di lantai sebelah PI.

Guru Bahasa Inggris lewat dan mengajak A masuk namun ia tidak

mengacuhkannya dan menunduk sambil memainkan tali sepatu. Lima menit

kemudian, A mengikuti PI yang beranjak ke dekat jendela kelas. Sesekali ia

melirik ke dalam kelas ketika PI mengomentari materi yang diajarkan oleh

guru. Guru dua kali menghampiri A dan membujuknya ikut belajar di dalam

kelas akan tetapi A selalu menolak.

PI meminta A mengambil buku tulisnya di dalam kelas kemudian ia

boleh keluar lagi. Hal itu dilakukan agar A dapat mengikuti pelajaran Bahasa

Inggris di luar kelas. A justru menyuruh ibu mengambilkan bukunya. Setelah

mendapatkan bukunya, A mau mencatat tulisan guru di papan tulis dari luar

jendela namun ia tidak mau menulis terjemahan kalimat tersebut. A juga tidak

mau mengumpulkannya ke guru untuk dinilai sehingga guru menemui A di

luar kelas dan memberinya bintang. Guru mengatakan A akan memperoleh

bintang lebih banyak jika ia mau melengkapi terjemahan catatan tersebut.

Ketika guru mengatakan bahwa ia senang A mau ikut belajar Bahasa Inggris, A

tetap menunduk dan tidak merespon.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

54

Universitas Indonesia

Walaupun pelajaran Bahasa Inggris sudah selesai, A menolak masuk ke

kelas dan mengikuti pelajaran selanjutnya. Ia hanya berdiri di luar kelas. PI lalu

mengajaknya ke kantin untuk melakukan relaksasi, A pun tampak lebih rileks

ketika berada di kantin. PI beranjak dari kantin dan menuju ke kelas A. Ia

mengikuti dari belakang namun tetap menolak masuk ke dalam kelas. Padahal

saat itu pelajaran yang berlangsung adalah IPA oleh wali kelas. Kemudian PI

dan A menuju kelas namun A tetap tidak mau masuk.

Pada jam istirahat kedua, A tidak bergabung dengan teman-teman

melainkan tetap di kantin bersama PI dan ibu. Setelah istirahat berakhir, A

mengikuti PI ke depan kelas namun ia tetap menolak ikut pelajaran PLBJ di

dalam kelas. Akhirnya PI tetap berada di depan kelas sementara A sesekali

menyimak penjelasan guru dari jendela. Pada saat itu materi yang diajarkan

adalah tentang pabrik kendaraan di Indonesia. A terlihat lebih nyaman

dibandingkan pelajaran sebelumnya, terlihat dari perilakunya yang ikut tertawa

ketika wali kelas mengatakan sesuatu yang lucu. Ia juga menjawab perlahan

dari luar kelas ketika guru mengajukan pertanyaan mengenai pabrik motor dan

mobil pada murid-murid. Pada saat guru menuliskan jawaban-jawabannya di

papan tulis, A bertanya jawaban lainnya pada PI. Ia terlihat mengerutkan

kening ketika berpikir pabrik kendaraan lainnya. Di akhir jam pelajaran guru

memberi PR untuk menuliskan 10 nama pabrik motor dan mobil di indonesia.

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, anak-anak berlomba menjawab pertanyaan

agar dapat pulang. A pun mau masuk kelas dan mengambil tas.

Sesampainya di rumah, A langsung mengerjakan PR PLBJ. Ia lupa

beberapa jawaban yang ditulis guru dan mengatakan ingin ke sekolah lagi

untuk mencatat jawaban PR. Pada self-report tingkat ketakutan, A memilih

gambar “sangat tidak takut”. PI lalu memberitahu bahwa A tidak mencapai

target hari ini karena hanya mengikuti 2 pelajaran. Ia hanya terdiam ketika PI

tidak memberikan stiker untuknya. Akan tetapi PI tetap memberi pujian karena

A mau mengikuti pelajaran Bahasa Inggris di luar kelas dan berharap di

minggu depan A berani untuk belajar Bahasa Inggris di dalam kelas. PI

mengingatkan bahwa A masih berkesempatan mengumpulkan stiker pada hari

Rabu dan Kamis dengan syarat ia harus mencapai target pada dua sesi tersebut.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

55

Universitas Indonesia

Sesi E8

Hari/Tanggal : Rabu, 1 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 6 dari 6 mata pelajaran

Hasil & Reward : Mengikuti 6 dari 6 mata pelajaran (IPS, seni tari,

matematika, PLBJ, pramuka, bahasa indonesia)

Pada pagi hari A sulit dibangunkan dan mengatakan tidak mau

bersekolah. Akan tetapi setelah dimandikan dan dipakaikan seragam, A mau

berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah A tidak langsung masuk ke

kelas, ia berdiri beberapa menit di depan mushola. Ia menunjuk gambar

“sangat tidak takut” pada self-report tingkat ketakutan. A menolak melakukan

relaksasi dan menuju ke kamar mandi. Setelah keluar dari kamar mandi, A

mengatakan ia kedinginan sambil menelungkupkan tangannya di bahu. Saat itu

cuaca memang sedang mendung. PI mengajak A menggosok-gosokkan kedua

tangan agar lebih hangat. Sekitar 5 menit setelah bel masuk berbunyi, A

mengatakan ia ingin masuk ke kelas. Ia tidak diantar sampai ke depan pintu

kelas seperti biasanya melainkan hanya sampai depan pintu kantor guru. A

mengikuti tiga pelajaran pertama tanpa masalah. Ketika istirahat, A

menghampiri PI dan mengatakan ia sudah bisa ditinggal. Oleh karena itu PI

meninggalkan sekolah dan menemui A di rumah pada siang hari.

Menurut laporan ibu, A mengikuti semua pelajaran pada hari ini. A

menunjukkan raut wajah gembira ketika PI memberikan 3 buah stiker dan

langsung menempelkannya di papan token.Ia mengatakan bahwa besok ia pasti

memperoleh tiga buah stiker sehingga ia bisa memperoleh hadiah yang

diinginkannya. PI lalu memberitahu target esok hari, yaitu mengikuti semua

mata pelajaran. Ketika A mengetahui bahwa besok ada pelajaran agama, ia

mengatakan bahwa ia tidak akan ikut pelajaran tersebut. PI menegaskan bahwa

jika ia mau memperoleh tiga stiker lagi untuk ditukarkan dengan hadiah yang

ia inginkan, maka A harus memenuhi target sesi esok hari.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

56

Universitas Indonesia

Sesi E9

Hari/Tanggal : Kamis, 2 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran pelajaran

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran pelajaran (senam bersama,

agama, IPA, SBK)

Pada pagi hari, A mengatakan pada ibu bahwa ia tidak ingin mengikuti

pelajaran agama, namun ibu berusaha mengabaikannya. Walaupun demikian,

A tetap mau berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah, PI dan A duduk di

dalam mushola selama kurang lebih 3 menit dan melakukan relaksasi. A

memilih “sangat tidak takut” pada gambar self-report tingkat ketakutan.

Kemudian PI mengingatkan target hari ini, namun A kembali mengatakan tidak

mau masuk kelas agama. PI lalu memberitahu bahwa A sudah berani mengikuti

kelas agama sebanyak 2 kali dan di sesi ini A pasti berhasil. A tidak

mengacuhkan perkataan PI namun saat PI mengajaknya ke kelas A mengikuti

dari belakang.

Jam pelajaran pertama (senam bersama) diisi dengan kegiatan

pembagian tempat duduk oleh wali kelas, dimana siswa perempuan

dipasangkan dengan siswa laki-laki. Akan tetapi pasangan duduk A tidak

diubah karena sebelumnya PI dan wali kelas sudah sepakat untuk

menempatkan A dengan teman dekatnya.

Ketika peralihan ke pelajaran agama, A tetap tinggal di kelas dan

berhasil mengikuti pelajaran agama sampai selesai. Menurut guru agama, A

belum tampak aktif di kelas namun ia ikut mencatat penjelasan guru di papan

tulis. Guru juga memberi pujian dan tanda bintang di buku catatan A.

A menghampiri PI dan ibu ketika waktu istirahat. Ia tersenyum ketika

PI memujinya karena berhasil mengikuti pelajaran agama. Akan tetapi A lalu

mengatakan bahwa ia ingin izin di pelajaran terakhir (SBK), PI pun

mengabaikannya. Di akhir waktu istirahat, A mengatakan akan pulang naik

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

57

Universitas Indonesia

motor bersama temannya sehingga PI tidak perlu menunggunya sampai

sekolah selesai.

Sesampainya di rumah, ibu mengatakan bahwa A mengikuti semua

pelajaran sampai selesai. A juga menunjukkan materi SBK yang dipelajarinya

hari ini. Pada self-report tingkat ketakutan, A memilih gambar “sangat tidak

takut”. PI lalu memberikan tiga buah stiker karena A berhasil mencapai target,

kemudian A menentukan hadiah yang ingin ia dapatkan. Ia lalu memilih hadiah

mobil-mobilan untuk ditukarkan dengan stiker yang berhasil ia kumpulkan.

Sesi E10

Hari/Tanggal : Jumat, 3 Agustus 2012

Waktu : -

Setting : -

Kegiatan : Exposure dan Persiapan Tambahan Sesi

Target : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran

Hasil & Reward : A izin tidak masuk sekolah karena kelelahan

Pada sesi ini A tidak masuk sekolah karena di malam sebelumnya ia

ikut mengantarkan tante yang melahirkan di puskesmas. Sebenarnya ibu

melarang A ikut ke Puskesmas karena khawatir proses bersalinnya lama

sehingga A kelelahan dan tidak masuk sekolah. Akan tetapi ayah tetap

memberi izin kepada A. Ternyata A baru sampai di rumah pada waktu sahur

dan setelahnya ia tertidur kelelahan.

PI menemui guru Bahasa Inggris untuk membicarakan sesi exposure

tambahan pelajaran Bahasa Inggris. Penambahan sesi exposure ini didasari

pertimbangan A belum mencapai target akhir, yaitu mengikuti pelajaran

Bahasa Inggris di dalam kelas. Jumlah kesempatan exposure Bahasa Inggris

memang lebih sedikit dibandingkan SBK dan agama, yaitu hanya dua kali

dalam dua minggu intervensi. Oleh karena itu, PI memutuskan untuk

menambah sesi exposure Bahasa Inggris sebanyak tiga kali yang akan

dilakukan sepulang sekolah.

Awalnya guru keberatan namun setelah diberi penjelasan mengenai

urgensi sesi tambahan ini, guru pun setuju. Guru Bahasa Inggris hanya dapat

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

58

Universitas Indonesia

memberikan sesi tambahan exposure Bahasa Inggris sebanyak dua kali, yaitu

pada hari Senin dan Kamis karena pada hari lainnya ia memberikan les. Durasi

masing-masing sesi adalah 30 menit.

PI meminta bantuan ibu untuk mencari satu orang teman sekelas A

yang bersedia menemani A mengikuti sesi Bahasa Inggris. Hal tersebut

didasarkan pertimbangan bahwa A lebih berani dan kooperatif apabila ada

teman yang mendampingi. Izin orangtua teman A juga telah diperoleh untuk

mengikuti kegiatan ini.

Pembicaraan mengenai rencana penambahan sesi Bahasa Inggris juga

dilakukan dengan A. A bersedia mengikuti sesi exposure Bahasa Inggris

setelah dijelaskan bahwa ia akan ditemani oleh seorang temannya serta sistem

token akan tetap diberlakukan.

Sesi E11

Hari/Tanggal : Senin, 6 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 12.15

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran dan 1 sesi exposure

Bahasa Inggris sepulang sekolah

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 mata pelajaran (matematika, agama,

PKN, SBK) dan 1 sesi exposure Bahasa Inggris sepulang

sekolah

Pada pagi hari A sulit dibangunkan dan mengatakan tidak ingin

mengikuti sesi tambahan Bahasa Inggris. Ia juga menolak mandi dan tidak

beranjak dari tempat tidur. Sekitar 10 menit kemudian ibu kembali mengajak A

mandi dan kali ini ia tidak menolak. A sampai di sekolah pada pukul 06.20,

lalu PI dan A melakukan kegiatan relaksasi bersama-sama di mushola. Setelah

melakukan relaksasi A tetap tidak beranjak ke kelas walaupun beberapa teman

mencoba mengajaknya. Sekitar 10 menit setelah bel masuk berbunyi A

bersedia ke kelas setelah PI mengatakan akan menemaninya di sesi exposure

Bahasa Inggris nanti.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

59

Universitas Indonesia

A mengikuti pelajaran matematika tanpa menunjukkan masalah

perilaku, demikian juga dengan pelajaran agama dan PKN setelah istirahat

pertama. Akan tetapi ketika istirahat kedua A menemui PI serta ibu dan

mengatakan ingin izin pulang. PI mengingatkan bahwa A harus mencapai

target yang telah ditetapkan untuk memperoleh stiker serta A juga akan

ditemani oleh PI pada saat sesi exposure Bahasa Inggris. Ketika bel masuk

berbunyi A tidak langsung masuk kelas. Ia mengikuti PI dan ibu ke kantin.

Setelah ditemani sampai depan kelas, A baru mau masuk dan bergabung

dengan teman-temannya.

Pada saat bel pulang sekolah berbunyi, PI menemui A dan K

(temannya) di kelas dan mengingatkan bahwa sesi tambahan Bahasa Inggris

akan diadakan. PI, A, dan K melakukan relaksasi bersama-sama sekitar 3

menit. PI juga mengingatkan bahwa apabila A dan K mengikuti sesi Bahasa

Inggris sampai selesai (30 menit), mereka akan memperoleh stiker sebagai

reward.

PI dan guru Bahasa Inggris telah sepakat bahwa kegiatan sesi kali ini

adalah bermain ular tangga. Pelajaran Bahasa Inggris yang disisipkan adalah

menghitung titik di dadu menggunakan Bahasa Inggris. Materi tersebut dipilih

dengan pertimbangan bahwa A sudah mampu menyebut 1-10 dalam Bahasa

Inggris sehingga ia tidak kesulitan dalam mengikutinya. Pada awal kegiatan A

tampak belum nyaman, ia duduk dengan tegak dan tidak terlalu antusias dalam

bermain. Berbeda dengan A, K tampak lebih nyaman dan antusias.

Dalam permainan ini ada setumpuk pertanyaan dan tantangan yang

harus dilakukan. Saat guru mendapat tantangan untuk bernyanyi “balonku”

dengan mengganti semua huruf vokal menjadi i, A tersenyum untuk pertama

kalinya. Setelah itu ia pun tampak lebih nyaman. Sesekali ia berseru senang

saat mendapat angka besar. Ketika bidak K turun jauh, A bersorak gembira

karena bidaknya berada paling atas. Walaupun dalam sesi ini A tidak pernah

menginisiasi interaksi dengan guru, namun ia memberikan respon verbal

(menjawab

“saya” saat guru bertanya “sekarang giliran siapa”) dan nonverbal (tertawa saat

bidak guru jatuh) terhadap guru. Di akhir sesi, guru memberi pujian kepada A

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

60

Universitas Indonesia

dan K karena telah lancar menghitung angka dadu dalam Bahasa Inggris. PI

juga memuji A karena berhasil mencapai target hari ini dan memberikan stiker

untuk A dan K.

Sesi E12

Hari/Tanggal : Selasa, 7 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 5dari 5 pelajaran

Hasil & Reward : Mengikuti 5dari 5 pelajaran (bahasa indonesia, olahraga,

Bahasa Inggris, IPA, PLBJ)

A tidak menunjukkan masalah perilaku di pagi hari.Ia mudah

dibangunkan dan langsung bersiap-siap pergi sekolah. Sebelum berangkat, A

mengatakan ada PR Bahasa Inggris yang belum ia kerjakan, yaitu terjemahan

catatan minggu lalu. A lalu meminta bantuan kakak untuk menerjemahkan

catatan tersebut.

Sesampainya di sekolah A langsung masuk ke dalam kelas tanpa

didampingi PI maupun ibu. Oleh karena itu kegiatan relaksasi tidak dilakukan

pada pagi hari. A mengikuti dua pelajaran pertama dengan kooperatif (bahasa

indonesia, olahraga). Pada jam istirahat ia bermain petasan dengan tiga orang

temannya di halaman dan tidak menghampiri ibu dan PI. Ternyata setelah bel

masuk berbunyi, A mengikuti teman-temannya ke arah kelas kelas. Awalnya di

depan kelas A terlihat ragu, ia berdiri namun tidak langsung masuk. PI sengaja

tidak mendekati A agar ia belajar mengatasi rasa takutnya sendiri. Ketika guru

Bahasa Inggris lewat dan mengajaknya masuk, A pun dengan perlahan masuk

ke dalam kelas. A bertahan mengikuti pelajaran Bahasa Inggris sampai selesai.

Menurut guru, A masih terlihat pasif di kelas namun ia ikut mencatat tulisan

guru di papan tulis. Di akhir jam pelajaran Bahasa Inggris, guru memberi tanda

bintang tadi buku catatan A sebagai reward untuknya. Guru juga memuji A

karena ia telah melengkapi catatan sebelumnya.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

61

Universitas Indonesia

Pada saat istirahat kedua, A menghampiri PI dan ibu dan mengatakan

bahwa ia ingin ditinggal saja. Sebelum pulang PI memberi pujian karena A

telah berhasil mengatasi ketakutannya pada Bahasa Inggris. PI juga menitipkan

stiker pada ibu untuk diberikan kepada A setelah ia pulang sekolah. Selain itu,

PI menjelaskan pada A bahwa besok PI tidak mendampinginya ke sekolah

namun ia tetap berhak memperoleh stiker dari ibu apabila ia mengikuti seluruh

pelajaran esok hari.

Sesi E13

Hari/Tanggal : Rabu, 8 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 11.45

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 6 dari 6 mata pelajaran

Hasil & Reward : Mengikuti 6 dari 6 mata pelajaran (IPS, seni tari,

matematika, PLBJ, pramuka, bahasa indonesia)

PI tidak mendampingi A di sesi ini, ia berangkat sekolah hanya dengan

ibu. Menurut laporan ibu, A terlihat lebih ceria pada hari ini. Ia tidak sulit

dibangunkan dan mau mandi sendiri. Di sekolah A juga tidak menunjukkan

masalah. Ia berhasil mengikuti semua pelajaran sampai dengan selesai.

Sesi E14

Hari/Tanggal : Kamis, 9 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 12.15

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran pelajaran dan 1 sesi exposure

Bahasa Inggris

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran pelajaran (senam bersama,

agama, IPA, SBK) dan 1 sesi exposure Bahasa Inggris

A tidak menunjukkan masalah perilaku di pagi hari. Sesampainya di

sekolah ia langsung menuju kelas tanpa didampingi PI maupun teman. Pada

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

62

Universitas Indonesia

sesi ini, PI tidak mendampingi A melakukan relaksasi karena ia tidak terlihat

takut. A mengikuti dua pelajaran pertama dengan lancar. Ia juga tidak

mengeluh tentang pelajaran agama pada hari ini. Menurut guru agama, A

masih pasif di kelas. Ia juga lupa mengerjakan PR yang diberikan Senin lalu.

Akan tetapi, mayoritas teman A juga tidak mengerjakan PR tersebut sehingga

guru memberikan hukuman menulis arab sebanyak 10 baris. A mengerjakan

hukuman tersebut bersama teman-temannya. Ketika mengerjakan sesekali A

tampak mengobrol dengan teman sebangkunya.

Ketika bel istirahat berbunyi, A melihat PI dan ibu namun tidak

menghampiri. Bersama dengan temannya A melihat-lihat penjual mainan. A

baru menghampiri ibu karena meminta dibelikan mainan, ibu pun menurutinya.

Ketika bel selesai istirahat berbunyi, A langsung masuk kelas bersama

temannya dan mengikuti dua pelajaran selanjutnya sampai dengan selesai.

Sepulang sekolah, PI mengingatkan A dan K bahwa sesi tambahan

Bahasa Inggris akan diadakan. PI juga mengingatkan apabila A dan K berhasil

mengikuti sesi Bahasa Inggris sampai selesai (30 menit), mereka akan

memperoleh stiker sebagai reward. Kali ini PI tidak mendampingi A dan K di

dalam kelas melainkan menunggu di luar kelas.

Materi pada sesi ini adalah mengulang materi yang telah diajarkan di

kelas minggu lalu, yaitu perbedaan antara “how are you” dan “how do you do”.

Guru menerangkan perbedaan penggunaan kedua kalimat tersebut dengan

meminta A dan K melakukan role play. Akan tetapi A menolak sehingga guru

dan K yang melakukannya. Guru lalu memberikan selembar kertas berisi

percakapan Bahasa Inggris dan terjemahannya, dan meminta A serta K

melengkapi bagian yang kosong pada percapakan tersebut dengan “how are

you” atau “how do you do”. Mereka diperbolehkan mengerjakan tugas tersebut

bersama-sama. Di akhir sesi guru memuji A dan K karena hanya membuat 1

kesalahan dari lima soal. Guru juga memberikan hadiah berupa penghapus

bergambar kepada A dan K. Oleh karena A dan K berhasil mengikuti sesi

Bahasa Inggris sampai selesai, mereka juga memperoleh stiker dari PI.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

63

Universitas Indonesia

Sesi E15

Hari/Tanggal : Jumat, 10 Agustus 2012

Waktu : 06.30 – 10.30

Setting : Sekolah

Kegiatan : Exposure

Target : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran

Hasil & Reward : Mengikuti 4 dari 4 pelajaran (matematika, IPS, olahraga,

PKN)

PI tidak mendampingi A pada sesi ini dengan pertimbangan tidak ada

jadwal pelajaran yang ditakuti A. Menurut laporan ibu, A tidak menunjukkan

masalah perilaku. Ia mau langsung bangun dan bersiap-siap ke sekolah tanpa

mengeluh. Sesampainya di sekolah A juga langsung masuk kelas. Pada hari ini

ibu juga langsung pulang setelah mengantarkan A dan kembali menjemputnya

sepulang sekolah. A mampu mengikuti 4 pelajaran di hari ini tanpa masalah

perilaku.

4.3 Evaluasi dan Follow Up

Evaluasi dilakukan ketika sesi terakhir selesai, yaitu pada hari Jumat 10

Agustus 2012. Berikut adalah evaluasi perubahan intensitas perilaku

bersekolah A:

Gambar 4.1 Intensitas Perilaku Bersekolah

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

64

Universitas Indonesia

Gambar 4.2 Kemunculan Masalah Perilaku

Keterangan: (0) tidak muncul; (1) muncul

Follow up dilakukan mulai hari pertama masuk setelah libur Lebaran,

yaitu hari Selasa, 28 Agustus 2012 sampai Sabtu, 8 September 2012. Setelah libur

lebaran, siswa belajar dari hari Senin – Sabtu.

Pada hari pertama follow up (Selasa, 28 Agustus 2012), A datang ke

sekolah namun tidak mau mengikuti acara halal-bihalal. Pada hari itu kegiatan

belajar mengajar belum dilakukan, siswa dipulangkan setengah hari.

Pada hari kedua follow up (Rabu, 29 Agustus 2012), A mengatakan tidak

mau berangkat sekolah, namun ia tetap berangkat. Di sekolah ia tidak mau masuk

ke dalam kelas namun setelah istirahat kedua selesai, ia mau belajar bersama

teman-temannya.

Pada hari ketiga follow up (Kamis, 30 Agustus 2012), A mengatakan tidak

mau belajar agama. Akan tetapi sesampainya di sekolah ia mau mengikuti

pelajaran sampai sekolah usai.

Mulai hari keempat follow up (Jumat, 31 Agustus 2012), A tidak lagi

menunjukkan masalah perilaku dan mau bersekolah sampai selesai. A bahkan

meminta agar tidak lagi ditunggui ibu sejak hari ketujuh follow up (Selasa, 4

September 2012).

Berdasarkan keterangan orangtua, A menunjukkan beberapa perubahan

perilaku seperti mau mengerjakan PR, belajar kelompok dengan teman-teman,

serta tidak lagi diantar dan ditunggui oleh ibu. Pada hari Senin pun A tidak lagi

menunjukkan masalah perilaku seperti sulit dibangunkan, tidak mau mandi, dan

mengatakan tidak mau bersekolah.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

65

Universitas Indonesia

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Child Behavioral Checklist (CBCL) Sebelum

dan Sesudah Program Intervensi Dijalankan

Subskala Skor

Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi

Withdrawn 6* 5

Somatic complaints 2 0

Anxious/depressed 10* 6

Social problems 5 3

Thought problems 1 1

Attention problems 8 6

Delinquent behavior 4 2

Aggressive behavior 13 10

Internalizing behavior 18 (T=71)** 11 (T=61)*

Externalizing behavior 17 (T=60)* 12 (T=54)

Skor Total 35 (T=57) 23 (T=51)

Ket: **dalam rentang klinis, * pada batas klinis (borderline)

Tabel 4.4 Perbandingan Draw A Man (DAM) Sebelum dan Sesudah Program

Intervensi Dijalankan (Lampiran 10)

Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi

Posisi Kertas Horizontal Horizontal

Letak Gambar Kanan Tengah

Ukuran Gambar Sedang Sedang

Tekanan Garis Kuat, banyak garis

bertumpuk

Tidak sekuat sebelum

intervensi, garis

bertumpuk berkurang

Ekspresi Wajah Tidak ada mulut Tersenyum

Posisi Badan Tegak Agak miring

Posisi Tangan Terbuka ke samping, jari

runcing

Terbuka ke samping, jari

tidak runcing

Dari perbandingan hasil DAM sebelum dan sesudah intervensi, terlihat

bahwa sekarang A merasa lebih nyaman dengan lingkungannya (letak gambar

tengah). Tingkat ketakutan dan ketegangan dalam dirinya juga telah berkurang

(gambar mulut tersenyum, tarikan garis tidak sekuat sebelum intervensi, jari-jari

tidak runcing). Akan tetapi tampak bahwa A masih beradaptasi dengan rutinitas

dan lingkungan sekolahnya (pijakan kurang stabil).

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Program modifikasi perilaku in vivo desensitization efektif untuk

meningkatkan perilaku bersekolah pada A. Terdapat perubahan perilaku pada A

sebelum dan sesudah mengikuti program intervensi, dimana sebelumnya A telah

tidak bersekolah selama tiga bulan namun setelah mendapat intervensi ia mau

pergi ke sekolah dan mengikuti pelajaran dari awal sampai akhir. Perilaku

bersekolah tersebut ditampilkan A pada saat didampingi maupun tidak didampingi

oleh PI. Secara lebih spesifik, in vivo desensitization efektif untuk mengurangi

ketakutan A terhadap stimulus-stimulus di sekolah yang menimbulkan afek

negatif, yaitu pelajaran Bahasa Inggris, Agama, dan SBK. Setelah seluruh sesi

intervensi dilaksanakan, A mau mengikuti ketiga pelajaran itu di dalam kelas.

Perubahan perilaku lain pada A adalah penurunan masalah perilaku di pagi

hari. Sebelum intervensi dilakukan, A selalu menunjukkan penolakan bersekolah

secara verbal dan tindakan (tidak berangkat ke sekolah). Pada saat pelaksanaan

intervensi, A selalu berangkat ke sekolah walaupun terkadang ia mengatakan

tidak mau. Masalah perilaku tersebut muncul setiap kali masuk sekolah setelah

libur dan pada saat ada jadwal pelajaran yang ditakuti oleh A.

Perubahan perilaku lain pada A adalah saat ini ia sudah berani untuk

bersekolah tanpa ditunggui oleh ibu. Selain itu, menurut orangtua A lebih

berinisiatif dalam mengerjakan PR di rumah dan sesekali ikut belajar kelompok

bersama teman-teman.

5.2 Diskusi

Keberhasilan in vivo desensitization (IVD) dalam menangani masalah

school refusal A sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan

bahwa IVD efektif untuk menangani penolakan sekolah pada anak dengan

learning difficulties yang dilatari oleh motif menghindari tugas membaca dan

menulis (Kearney, Pursell, & Alvarez, 2001). Sementara itu dari penelitian ini

ditemukan bahwa IVD dapat diterapkan untuk menangani school refusal pada

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

67

Universitas Indonesia

anak dengan karakteristik slow learner. Ketakutan A terhadap beberapa pelajaran

dan guru di sekolah berhasil diatasi sehingga A tidak lagi menghindari sekolah.

Terdapat beberapa faktor yang menunjang keberhasilan intervensi, salah

satunya adalah motivasi partisipan. Dari anamnesa dan observasi, terlihat bahwa

A sebenarnya ingin pergi bersekolah namun terhalang oleh rasa takut yang besar.

Hal tersebut terindikasi dari perilaku A yang bersiap-siap di pagi hari dan tetap

berangkat ke sekolah, namun menolak untuk masuk ke dalam kelas. Perilaku A

tersebut sejalan dengan pernyataan Beidel dan Turner (2005) yang menyatakan

bahwa anak-anak dengan school refusal sebenanya memiliki keinginan untuk

pergi ke sekolah namun tidak mampu melakukannya karena hambatan emosi

seperti takut, cemas, ataupun depresi. Di sisi lain, keinginan A untuk bersekolah

juga terlihat dari kesediaannya untuk mengikuti program intervensi ini. Walaupun

pada awalnya ia menolak dan terlihat tidak peduli dengan penjelasan PI mengenai

prosedur intervensi, namun ternyata keesokan harinya ia mengatakan ingin

bersekolah

Motivasi A untuk bersekolah diperkuat dengan pemberian reinforcer yang

bermakna yang mengacu pada pada hal-hal yang disukai oleh A (Kazdin, 1980).

Selain itu, sistem token yang diterapkan juga mempengaruhi efektivitas intervensi

(Miltenberger, 2008) karena berfungsi sebagai penunda antara desirable behavior

(perilaku bersekolah) dengan back-up reinforcer (Kazdin, 1980). Dalam hal ini, A

dituntut untuk menampilkan perilaku bersekolah selama tiga hari berturut-turut

sebelum memperoleh hadiah. Sementara itu, pemilihan tema token dengan

mempertimbangkan preferensi A (bermain bola) juga meningkatkan motivasinya.

Dengan mengasosiasikan bahwa intervensi ini merupakan suatu pertandingan

sepak bola, dimana tugas A adalah “mencetak gol” dengan cara mencapai target di

setiap sesi, A termotivasi untuk meraih “kemenangan” dalam intervensi ini.

Walaupun Kazdin (1980) menyatakan bahwa desirable behavior akan

menghilang apabila pemberian token dihentikan, akan tetapi hal tersebut tidak

terjadi pada A. Pada saat follow up, perilaku bersekolah A tetap bertahan

walaupun ia tidak lagi memperoleh hadiah dari PI. Hal tersebut menunjukkan

bahwa walaupun pada awalnya motivasi bersekolah A masih bersifat ekstrinsik

(ingin memperoleh hadiah dari PI), namun pada akhirnya A tetap bersekolah

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

68

Universitas Indonesia

karena keinginan sendiri. Dalam hal ini, A mendapatkan reinforcer lain dari

kehadirannya di sekolah, yaitu kesempatan untuk bersosialisasi.

Lingkungan kelas memiliki pengaruh yang besar terhadap motivasi anak

(Fredrick et al, 2004, dalam Lens & Ulrich, 2003). Di kelas empat saat ini terdapat

beberapa hal yang memperkuat motivasi A yaitu wali kelas yang merupakan guru

favorit serta banyaknya teman sekelas yang merupakan teman bermain A di

rumah. Lingkungan kelas yang familiar membantu menurunkan tingkat ketakutan

A terhadap sekolah.

Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas IVD adalah dukungan dan

partisipasi orangtua. Ayah dan ibu bersikap kooperatif dengan menerapkan saran-

saran yang diberikan oleh PI. Beberapa perubahan perilaku orangtua dalam

menyikapi penolakan sekolah A adalah tidak membujuk A dengan cara

memberikan hadiah terlebih dahulu serta membatasi hak-hak A di rumah ketika ia

menolak pergi sekolah, misalnya dengan mengurangi uang jajan dan melarangnya

bermain atau menonton televisi. Konsekuensi tersebut membuat kondisi rumah

menjadi tidak lebih menyenangkan daripada sekolah dan menjadi negative

punishment bagi perilaku school refusal A (Kearney, 2007). Orangtua juga

konsisten memberi semangat kepada A, misalnya dengan meyakinkan bahwa A

mampu mengikuti pelajaran yang ia takuti. Selain itu, ayah dan ibu juga secara

terbuka menyampaikan perasaan bahagia mereka ketika A mau kembali

bersekolah dan memberikan pujian terhadap pencapaian A, seperti saat ia berani

masuk sekolah ataupun memperoleh nilai bagus. Hal tersebut menjadi social

reinforcer atas perilaku sekolah A (Kazdin, 1980).

Kerjasama yang baik dengan pihak sekolah juga berkontribusi terhadap

keberhasilan intervensi. Wali kelas, guru Agama, dan guru Bahasa Inggris

berpartisipasi secara kooperatif selama intervensi dengan tidak memaksa A

mengikuti seluruh pelajaran. Guru Bahasa Inggris juga bersedia meluangkan

waktu untuk memberi sesi tambahan exposure dan merancang pembelajaran

dengan tingkat kesulitan yang mudah.

Hal lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi adalah

fleksibilitas dan kreativitas PI. Ketika menemui hambatan dalam pelaksanaan

intervensi, PI berusaha menggunakan sumber daya yang ada di sekitar A, yaitu

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

69

Universitas Indonesia

teman-teman A. Dalam pelaksanaan intervensi PI banyak dibantu oleh teman-

teman A, baik ketika latihan relaksasi maupun exposure. Pada awal latihan

relaksasi A bersikap tidak kooperatif namun setelah temannya dilibatkan ia pun

secara perlahan-lahan mengikuti instruksi PI. A mengatakan bahwa dirinya juga

mampu melakukan relaksasi ketika PI memberi pujian pada temannya. Hal

tersebut menunjukkan karakteristik anak usia sekolah yang melakukan

perbandingan sosial (social comparison) terhadap orang lain dalam menilai

kemampuan diri (Berk, 2006). Dalam hal ini, terlihat bahwa A memiliki self-

esteem yang rendah sehingga ia harus mendapatkan keyakinan bahwa orang lain

juga mampu melakukan hal yang diminta.

Dari grafik intensitas perilaku bersekolah (gambar 4.1) terlihat penurunan

perilaku bersekolah A, yaitu pada sesi 7 dan sesi 10. Penurunan perilaku

bersekolah pada sesi 7 disebabkan karena pada hari itu A diharuskan mengikuti

pelajaran Bahasa Inggris di dalam kelas untuk pertama kalinya, padahal Bahasa

Inggris merupakan pelajaran yang paling ia takuti. A terlihat belum mampu

mengendalikan ketakutannya dan ia pun menolak untuk masuk ke dalam kelas

bahkan saat pelajaran Bahasa Inggris telah selesai. Sebagai akibatnya, A gagal

mencapai target pada sesi tersebut. Sementara itu penurunan perilaku bersekolah

pada sesi 10 bukan disebabkan ketakutan A untuk pergi ke sekolah namun karena

ia kelelahan setelah pada hari sebelumnya ia pergi sampai malam.

Dalam dua minggu pelaksanaan intervensi A belum mampu mengikuti

pelajaran Bahasa Inggris di dalam kelas sedangkan untuk pelajaran SBK dan

Agama ia telah berhasil mengikutinya di dalam kelas. Perbedaan pencapaian

tersebut disebabkan A memiliki ketakutan yang lebih besar terhadap pelajaran

Bahasa Inggris dibandingkan pelajaran Agama dan SBK. Di sisi lain, jumlah

kesempatan exposure Bahasa Inggris yang lebih sedikit dibandingkan SBK dan

Agama juga mempengaruhi pencapaian A. Dalam satu minggu terdapat dua kali

jadwal pelajaran SBK dan Agama sementara untuk Bahasa Inggris hanya satu

kali. Hal tersebut menyebabkan A lebih sering terpapar dengan pelajaran SBK dan

Agama sehingga ia lebih cepat terbiasa dengan kedua pelajaran tersebut.

Walaupun demikian, dalam dua kali kesempatan exposure Bahasa Inggris

terlihat penurunan tingkat ketakutan A, yaitu pada minggu pertama ia benar-benar

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

70

Universitas Indonesia

menolak mengikuti pelajaran Bahasa Inggris sedangkan pada minggu kedua ia

mau belajar Bahasa Inggris di luar kelas. Setelah sesi tambahan exposure Bahasa

Inggris dilakukan, A berhasil mencapai target mengikuti pelajaran Bahasa Inggris

di dalam kelas.

Penurunan rasa takut A terhadap guru Bahasa Inggris terlihat sejak sesi

tambahan pertama exposure Bahasa Inggris. Pemilihan materi pembelajaran

Bahasa Inggris melalui kegiatan bermain mampu mencairkan kekakuan A

terhadap guru. Walaupun ia belum terlihat menginisiasi interaksi dengan guru,

namun A menunjukkan respon verbal dan nonverbal terhadap perilaku guru. Di

sisi lain, pelibatan seorang teman juga mempengaruhi keberhasilan sesi ini. Dalam

hal ini teman A berperan sebagai model untuk berinteraksi dengan guru Bahasa

Inggris. Kemiripan karakteristik antara A dengan model meningkatkan

kemungkinan A mempelajari bahwa orang lain juga bisa berinteraksi dengan baik

dengan guru yang ia takuti (Miltenberger, 2008).

Dari grafik Kemunculan Masalah Perilaku (Gambar 4.2) terlihat dinamika

kemunculan masalah perilaku A. Masalah perilaku di pagi hari seperti sulit

dibangunkan, menolak mandi, dan mengatakan tidak mau bersekolah masih

ditunjukkan oleh A pada hari Senin serta hari-hari lain dimana terdapat jadwal

pelajaran yang ditakuti. Anak dengan SRB memang sering menunjukkan kesulitan

kembali ke rutinitas sekolah setelah liburan atau istirahat karena sakit (Kearney,

2007; Piliang, 2004; Brill, 2009). Hal tersebut wajar terjadi karena selama berada

di rumah biasanya anak memiliki waktu luang lebih banyak untuk bermain,

menonton televisi, atau tidur larut malam. Ketika harus kembali masuk sekolah,

anak mengalami kesulitan untuk readjustment dengan rutinitas sekolah atau

merasa cemas memikirkan apa yang akan terjadi di sekolah (Kearney, 2007). Hal

tersebut juga menyebabkan terjadinya penurunan perilaku bersekolah A pada hari-

hari awal setelah libur lebaran. Oleh karena intervensi tidak lagi dilakukan setelah

libur Lebaran, maka rencana follow up seminggu setelah intervensi dihentikan pun

diubah menjadi dua minggu untuk melihat kestabilan perilaku bersekolah A.

Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan intervensi ini, salah satunya

adalah temperamen A yang cenderung sulit. PI membutuhkan waktu yang cukup

lama untuk membangun rapport dengan A. Pada awal-awal pertemuan, A tidak

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

71

Universitas Indonesia

bisa langsung bersikap kooperatif dan sering membantah. Walaupun demikian PI

mengamati bahwa A mengikuti instruksi secara diam-diam. Ketika bertemu muka,

A juga jarang memulai interaksi dan cenderung mengacuhkan PI. Akan tetapi ia

berani bertanya atau bercerita kepada PI secara tidak langsung, yaitu melalui

SMS. Hal tersebut menunjukkan bahwa A sebenarnya ingin berinteraksi dengan

PI namun tidak berani melakukannya secara langsung.

Kendala lain yang dihadapi oleh PI adalah sikap ayah yang membolehkan

A pergi sampai larut malam. Akibatnya pada esok hari A tidak bersekolah karena

terlalu lelah. Selain itu, upaya PI untuk melatih kedisiplinan A terkendala dengan

sikap ibu yang masih melayani A seperti memandikannya di pagi hari.

Selain kendala yang dihadapi, intervensi ini juga memiliki kelemahan.

Seperti yang telah dijelaskan, ketakutan A terkait dengan tugas-tugas hafalan

karena ia memang memiliki kesulitan dalam menghafal informasi. Akan tetapi

stimulus tugas hafalan tersebut belum muncul dalam proses intervensi ini karena

di awal tahun ajaran guru memang belum memberikan tugas demikian. Oleh

karena itu efektivitas intervensi ini belum teruji apabila A berhadapan dengan

tugas-tugas hafalan dari guru. Untuk mengatasinya, saran remedial therapy telah

diberikan untuk membantu A dalam mempelajari materi pelajaran, termasuk

strategi untuk menghafal.

5.3 Saran

5.3.1 Saran Praktis

Berikut adalah saran-saran yang dapat diberikan untuk penanganan

lebih lanjut terhadap masalah A:

1. Walaupun A telah menunjukkan perilaku bersekolah, remedial therapy

tetap diperlukan untuk membantu A mempelajari materi-materi sekolah.

2. Dengan pertimbangan bahwa sekolah saat ini memiliki tuntutan

akademis yang cukup tinggi, sebaiknya orangtua memindahkan A ke

sekolah lain dengan standar penilaian yang lebih rendah. Hal ini dapat

meningkatkan self-esteem A karena ia tidak selalu merasa gagal dalam

hal akademis.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

72

Universitas Indonesia

3. Untuk meningkatkan motivasi bersekolah A dapat dilakukan dengan

cara mengingatkannya tentang hal-hal menyenangkan yang dapat ia

lakukan setelah pulang sekolah, misalnya bermain bola atau menonton

televisi.

4. Orangtua dan A sebaiknya membuat jadwal kegiatan A yang meliputi

jam belajar, bermain, dan istirahat, serta reward dan punishment terkait

dengan kepatuhan A dalam menjalankan jadwal tersebut.

5. Orangtua disarankan untuk melatih kemandirian pada A agar

dependesinya berkurang, yaitu dengan tidak melayani A dalam

melakukan kegiatan sehari-hari seperti memandikan, menyuapi, atau

mengambilkan barang-barang A.

5.3.2 Saran Teknis

Berikut adalah saran-saran yang dapat diberikan untuk kasus-kasus

serupa lainnya yang akan menggunakan intervensi modifikasi perilaku:

1. Membina rapport yang baik dengan anak serta kerjasama yang baik

dengan keluarga anak maupun pihak-pihak lain yang terlibat (dalam

intervensi ini adalah pihak sekolah)

2. Mempertimbangkan preferensi anak dalam menentukan reinforcer agar

dapat meningkatkan motivasinya

3. Dalam menerapkan prosedur token economy, perlu dipertimbangkan

jumlah sesi yang harus dilalui anak untuk dapat menukarkan token

dengan back-up reinforcer. Jeda waktu yang terlalu lama bagi sebagian

anak dapat berpengaruh terhadap efektivitas reinforcer.

4. Memperhatikan kesiapan anak sebelum melakukan exposure terhadap

stimulus yang ditakuti. Apabila anak terlihat belum siap, PI sebaiknya

memberikan toleransi, baik dengan cara menunda atau menurunkan

target di sesi tersebut.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Chorpita, B. F., Albano, A. M., Heimberg, R. G., & Barlow, D. H. (1996). “A

systematic replication of the prescriptive treatment of school refusal behavior

in a single subject”. Journal of Behavior Therapy & Experimental Psychiatry,

27, 3, 281-290.

Barker, C., Pistrang, N., & Elliot, R. (2002). Research methods in clinical

psychology: An introducing for students and practitioners, 2nd edition. New

York: John Wiley & Sons, Ltd.

Beidel, D. C. & Turner, S. M. (2005). Childhood anxiety disorders: A guide to

research and treatment. New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Berk, L. E. (2006). Child development (7th ed.). USA: Pearson Education, Inc.

Brauchie, M.A. (2010). I’m Tired of Being a Failure : A Study of Ignored

Deficient Learners. Disertasi. Capella University.

Brill, L. D. (2009). “School refusal: Characteristics, assessment, and effective

treatment: A child and parent perspective”. Disertasi Doktoral Psikologi,

Philadelphia College of Osteopathic Medicine.

Dube, S. R. & Orpinas, P. (2009). “Understanding excessive school absenteeism

as school refusal behavior”. Children & Schools, 31, 2, 87-95.

Haarman, G. B. (2009). “School refusal behavior: Effective techniques to help

children who can’t or won’t go to school”.

www.heiselandassoc.com/Mydocs/Haarman%20School%20Refusal.pdf

Hendron, M. C. (2006). “School refusal behavior: the relationship between

functions and symptom sets”. Tesis pada University of Nevada, Las Vegas.

Kazdin, A. E. (1980). Behavior modification in applied settings. Illinois: The

Dorsey Press.

Kearney, C. A. (2007). Getting your child to say yes to school: A guide for

parents of youth with school refusal behavior. New York: Oxford University

Press.

Kearney, C. A. & Albano, A. M. (2007). When children refuse school: A

cognitive behavioral therapy approach, 2nd

edition.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

74

Universitas Indonesia

Kearney, C. A., Pursell, C., & Alvarez, K. (2001). “Treatment of school refusal

behavior in children with mixed functional profiles”. Cognitive and

Behavioral Practice, 8, 3-11.

Kearney, C. A. & Silverman, W. K. (1999). “Functionally based prescriptive

and nonprescriptive treatment for children and adolescents with school

refusal behavior”. Journal of Behavior Therapy, 30, 673-695.

King, N., Tonge, B. J., Heyne, D., & Ollendick, T. (2000). “Research on the

cognitive-behavioral treatment of school refusal: A review and

recommendations.” Clinical Psychology Review, 20, 4, 495-507.

Lee, M. I. & Miltenberger, R. J. (1996). “School refusal behavior: Classification,

assessment, and treatment issue”. Education and Treatment of Children, 19,4.

Lens, E., & Ulrich, E. (2003). The Teacher's Role in Motivating Students.

Wayne State University.

www.drchrustowski.com/Final_Paper_Motivation.pdf

MacPhee, A. R. & Andrews, J. J. W. (2003). “Twelve-year review of in vivo

exposure treating specific phobias in children”. Canadian Journal of Scholl

Psychology, 18, 2, 183.

Martin, G. & Pear, J. (2007). Behavior modification: What it is and how to do it

(8th Ed.). USA: Pearson Prentice Hall.

Miltenberger, R. G. (2008). Behavior modification: Principles and procedures,

4th edition. New York: Thomson Wadsworth.

Oster, G. D. & Crone, P. G. (2004). Using Drawings in Assessment and Therapy:

A Guide for Mental Health Professionals, 2nd edition. New York: Brunner-

Routledge.

Shaw, S., Grimes, D., & Bulman, J. (2005). “Educating slow-learner: Are charter

schools the last, best hope for their educational success?” The Charter

Schools Resource Journal, 1, 10-19.

Suveg, C., Comer, J. S., Furr, J. M. & Kendall, P. C. (2006). “Adapting

manualized CBT for cognitively delayed child with multiple anxiety

disorders”. Journal of Clinical Case studies, 5.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

75

Universitas Indonesia

Tolin, D. F. et al. (2009). “Intensive (daily) behavior therapy for school refusal: a

multiple baseline case series”. Cognitive and Behavioral Practice, 16, 332–

344

Wenar, C. & Kerig, P. (2005). Developmental Psychopathology: from Infancy

through Adolescence 5th

ed. New York: McGraw-Hill

Witts, B. & Houlihan, D. (2007). “Recent perspectives concerning school refusal

behavior”. Journal of Research in Educational Psychology, 5, 12, 381-398.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xii

LAMPIRAN

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xiii

LAMPIRAN 1

JADWAL PELAJARAN ANAK

WAKTU SENIN SELASA RABU

06.30 – 07.05 Upacara B. Indonesia IPS

07.05 – 07.40 Matematika B. Indonesia Seni Tari

07.40 – 08.15 Matematika Olahraga Matematika

08.15 – 08.50 Matematika Olahraga Matematika

08.50 – 09.05 ISTIRAHAT

09.05 – 09.40 Agama B. Inggris PLBJ

09.40 – 10.15 PKN B. Inggris PLBJ

10.15 – 10.50 PKN IPA PRAMUKA

10.50 – 11.05 ISTIRAHAT

11.05 – 11.40 SBK IPA B. Indonesia

11.40 – 12.15 Sholat Dzuhur Berjamaah

12.15 – 12.50 SBK PLBJ B. Indonesia

WAKTU KAMIS JUMAT

06.30 – 07.05 Senam bersama Matematika

07.05 – 07.40 Senam bersama Matematika

07.40 – 08.15 Agama IPS

08.15 – 08.50 Agama IPS

08.50 – 09.05 ISTIRAHAT

09.05 – 09.40 IPA Olah raga

09.40 – 10.15 IPA Olah raga

10.15 – 10.50 SBK PKN

10.50 – 11.05 ISTIRAHAT

11.05 – 11.40 SBK

11.40 – 12.15 Sholat

12.15 – 12.50

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xiv

LAMPIRAN 2

DENAH SEKOLAH

Mushola mushola

r. guru Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Kelas 3

Kelas 2

Kelas 1 R. kepala sekolah

gudang WC

kantin

Ko

rid

or

kela

s 1

-3

Koridor kelas 4-6

SDN 06

Kantin SDN 06 panggung

Parkir dan halaman depan

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xv

LAMPIRAN 3

HASIL BASELINE

Hari &

Tanggal

Hasil Observasi Perilaku

Bersekolah

Selasa,

1 Mei 2012

PI mengunjungi rumah A pada pukul 07.00

pagi hari. Saat itu A masih tidur dan sulit

dibangunkan. Ibu dan PI mencoba

membangunkan A dan membujuknya ke

sekolah, akan tetapi A menolak.

Menolak pergi ke

sekolah

Jumat,

11 Mei 2012

PI akan melakukan kunjungan sekolah namun

sebelumnya PI datang ke rumah A pada

pukul 09.00. Ketika PI tiba di rumah, A telah

bangun namun masih berbaring di tempat

tidur. Awalnya A mengatakan tidak mau ikut

ke sekolah namun kemudian ia mau ikut

dengan PI ke sekolah. Sesampainya di

sekolah A menolak untuk masuk ke kelas

sehingga ia menunggu PI di kantin.

Bersedia pergi ke

sekolah, berjalan

di koridor sekolah

namun tidak mau

masuk ke dalam

kelas

Sabtu,

12 Mei 2012

PI datang ke rumah A pada pukul 7 pagi hari

namun ia masih tidur. Ketika dibangunkan

oleh ibu A justru marah dan mengatakan

tidak mau ke sekolah.

Menolak pergi ke

sekolah

Jumat,

18 Mei 2012

PI datang ke rumah A pada pukul 06.30. Saat

itu A sudah dimandikan namun ia kembali

tidur. A sulit untuk dibangunkan oleh ibu, ia

baru benar-benar bangun pada pukul 07.30.

Setelah A bangun dan terlihat lebih segar, PI

mengatakan ingin berkunjung ke sekolah A

dan meminta A untuk menemani. Namun

demikian A menolak untuk ikut ke sekolah.

PI menunggu kesediaan A sampai pukul

08.00, namun A tetap tidak mau.

Menolak pergi ke

sekolah

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xvi

LAMPIRAN 4

INFORMED CONSENT

Lembar pernyataan ini berisi informasi mengenai tujuan, prosedur, serta risiko

intervensi. Setelah membaca dan menyetujui poin-poin pada lembar ini, orangtua

menandatangani lembar persetujuan sebagai bentuk kesediaan mengizinkan anak

untuk mengikuti program intervensi.

Tujuan

Intervensi ini bertujuan untuk membantu partisipan (Anak) kembali bersekolah

dan mampu mengikuti seluruh pelajaran di dalam kelas

Prosedur

Intervensi ini terdiri dari sesi latihan relaksasi (penenangan diri) dan

exposure. Pada sesi relaksasi, anak akan mempelajari cara-cara menenangkan diri

yang diharapkan dapat ia terapkan ketika merasa tidak nyaman di sekolah.

Sementara itu pada sesi exposure anak akan dihadapkan pada situasi sekolah

secara bertahap.

Pada setiap hari terdapat target jumlah pelajaran yang harus diikuti oleh

anak. Target tersebut akan ditingkatkan sampai anak berhasil mengikuti seluruh

pelajaran di dalam kelas. Apabila berhasil mencapai target, anak berhak

memperoleh tiga buah stiker. Setiap tiga hari anak berhak menukarkan stiker yang

ia miliki dengan hadiah yang telah disepakati. Hadiah tersebut akan disediakan

oleh orangtua.

Perkiraan waktu pelaksanaan intervensi ini adalah dua minggu. Waktu

intervensi dapat diperpanjang apabila anak belum mencapai target akhir.

Risiko

Pada sesi exposure, anak mungkin mengalami ketidaknyamanan seperti

rasa takut atau marah. Apabila terjadi hal demikian, orangtua diharapkan memberi

respon terhadap anak sesuai dengan instruksi PI.

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xvii

Kerahasiaan

Data partisipan (orangtua dan anak) akan dilindungi oleh PI. Informasi

yang bisa menunjukan identitas partisipan, seperti nama, alamat, dan nomor

telepon, tidak akan dicantumkan dalam laporan intervensi. Akan tetapi beberapa

informasi lain seperti jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan tetap akan

dicantumkan. PI berhak mempresentasikan ataupun menggunakan hasil intervensi

untuk keperluan :

tesis

pengajaran

pertemuan profesional/ilmiah

Dengan ini saya menyatakan telah membaca dan menyetujui informed

consent serta mengizinkan anak saya mengikuti rangkaian program intervensi

membantuny kembali bersekolah.

Depok, 9 Juli 2012

.............................................. ..............................

(Nama & tanda tangan orangtua) (Nama anak)

.............................................................

(Nama & tanda tangan Pelaksana Intervensi)

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xviii

LAMPIRAN 5

KONTRAK KEGIATAN

LAMPIRAN 5

PAPAN TOKEN

LAMPIRAN 6

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xix

LAMPIRAN 6

SELF REPORT TINGKAT KETAKUTAN

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xx

LAMPIRAN 7

PAPAN TOKEN

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xxi

LAMPIRAN 8

PAPAN TARGET

30Juli 2012

Ikut 4 pelajaran

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xxii

LAMPIRAN 9

HASIL TES DRAW A MAN (DAM) SEBELUM INTERVENSI

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA PENERAPAN PERILAKU BERSEKOLAH … Psikologi pada Program Studi Psikologi Klinis Anak, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI . Pembimbing :

xxiii

LAMPIRAN 10

HASIL TES DRAW A MAN (DAM) SETELAH INTERVENSI

Penerapan in vivo..., Hegar Ayu Utami, Program Magister Profesi Klinis Anak, 2012