UNIVERSITAS INDONESIA PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET LAPORAN SEMINAR MUHAMMAD AZZUMAR 0806455345 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO DEPOK JANUARI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL
UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
LAPORAN SEMINAR
MUHAMMAD AZZUMAR
0806455345
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
DEPOK
JANUARI 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL
UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
LAPORAN SEMINAR
Seminar ini diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi
Sarjana Teknik
MUHAMMAD AZZUMAR
0806455345
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
PEMINATAN KENDALI
DEPOK
JANUARI 2012
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Muhammad Azzumar
NPM : 0806455345
Tanda Tangan : ...............................
Tanggal : 12 Januari 2012
iii
HALAMAN PENGESAHAN
SEMINAR INI DIAJUKAN OLEH :
NAMA : Muhammad Azzumar
NPM : 0806455345
PROGRAM STUDI : Teknik Elektro
JUDUL SEMINAR : PEMODELAN DAN SIMULASI
BRUSHLESS DC MOTOR KECIL
UNTUK APLIKASI AKTUATOR
SIRIP ROKET
TELAH DIPRESENTASIKAN DAN DITERIMA SEBAGAI BAGIAN
PERSYARATAN YANG DIPERLUKAN UNTUK MEMPEROLEH
GELAR SARJANA TEKNIK PADA PROGRAM STUDI TEKNIK
ELEKTRO, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS INDONESIA
Pembimbing : Dr. Abdul Halim M. Eng (................................)
Ditetapkan di : ..........................
Tanggal : ..........................
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, proses penulisan laporan seminar ini dapat terselesaikan.
Penulisan laporan seminar ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan dari
mata kuliah Seminar yang terdapat dalam kurikulum program studi Teknik
Elektro Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan masa
penyusunan laporan seminar ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
laporan seminar ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1). Dr. Abdul Halim M. Eng, selaku dosen pembimbing, serta dosen-dosen
lainnya, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan seminar ini;
(2). Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan berupa
dukungan material dan moral;
(3). Teman-teman, terutama Arnol Sinaga dan M. Titan Kemal Latif, selaku rekan
sekerja saya, dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan laporan seminar ini.
Akhir kata, saya berharap agar Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu. Semoga seminar ini
dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 12 Januari 2012
Muhammad Azzumar
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SEMINAR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :
Nama : Muhammad Azzumar
NPM : 0806455345
Program Studi : Teknik Elektro
Departemen : Teknik Elektro
Fakultas : Teknik
Jenis karya : Seminar
, demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
PEMODELAN DAN SIMULASI BRUSHLESS DC MOTOR KECIL
UNTUK APLIKASI AKTUATOR SIRIP ROKET
, beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : …………………….,
Pada tanggal : …………………….,
Yang menyatakan,
(Muhammad Azzumar)
vi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Muhammad Azzumar
Program Studi : Teknik Elektro
Judul : Pemodelan dan Simulasi Brushless DC Motor Kecil Untuk
Aplikasi Aktuator Sirip Roket
Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan sistem penggerak
listrik yang efisien, kecepatan torsi yang tinggi, dan perawatan yang murah
semakin meningkat. Akan tetapi motor yang sering digunakan saat ini yakni
motor DC belum mampu memenuhi kebutuhan akan hal tersebut. Oleh karena itu,
digunakan motor BLDC untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Agar mendapatkan motor brushless yang sesuai, dianalisis secara
matematis berdasarkan rangkaian yang diacukan sebagai model motor BLDC ini.
Analisis ini dimodelkan dengan dua frame, yaitu frame abc dan frame dq. Setelah
itu dibuat juga persamaan – persamaan dari driver motor BLDC ini dan beban dari
aktuator sirip rudal ini.
Kata kunci: BLDC, driver 3 fasa, sirip rudal
vii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Muhammad Azzumar
Study Program : Electrical Engineering
Title : Modelling and Simulation of Brushless DC Motor
Applications For Small Rocket Fin Actuator
Recently, the needs of electric motor that have high efficiency, speed, and
torque, and inexpensive treatment is increasing. However, the motor that now is
often used, such as DC motor, failed to meet the needs. Therefore, BLDC motor is
used to overcome the needs of efficiency, speed, torque, and the treatment cost.
In order to obtain a suitable brushless DC motor, analyzed mathematically
based on thesequense referred to as a model of the BLDC motor is. This analysis
is modeled with two frames, namely abc frame and dq frame. After it was made is
also the equations of BLDC motor driver and the burden of these missile fin
actuators.
Key words : BLDC, driver 3-phase, missle fins
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SEMINAR ..................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ......................................................... 3
1.3 Pembatasan Masalah ......................................................... 3
1.4 Sistematika Penulisan ......................................................... 3
BAB 2 DASAR TEORI ..................................................................... 5
2.1 Brushless DC Motor ......................................................... 5
2.1.1 Cara Kerja BLDCM ................................. 7
2.1.2 Driver Tiga Phasa ............................................. 11
2.2 Pengendalian BLDC ......................................................... 12
2.2.1 Metode Six Step ............................................. 12
2.2.2 Metode PWM Sinusoidal ................................. 14
2.3 Metode Pendeteksian Perubahan Komutasi ..................... 16
2.3.1 BEMF dan Zero Crossing ................................. 17
2.3.2 Encoder ......................................................... 17
2.3.3 Sensor Hall ......................................................... 18
2.4 Transformasi Clarke ......................................................... 20
2.5 Transformasi Park ......................................................... 21
2.6 Model Brushless DC Motor ............................................. 22
2.6.1 Persamaan BLDC dalam Frame abc ......... 22
2.6.2 Persamaan Torsi ............................................. 25
2.6.3 Persamaan BLDC dalam Frame dq ......... 26
ix Universitas Indonesia
2.6.4 Persamaan Mekanik ................................. 26
2.6.5 Inverter ......................................................... 28
2.6.6 Torsi Beban ............................................. 29
BAB 3 SIMULASI DAN ANALISIS ............................................. 31
3.1 Validasi Blok Diagram Simulasi Open Loop ..................... 31
3.2 Berdasarkan Perubahan Tegangan Input ..................... 32
3.3 Pengendalian Kecepatan Rotor dengan PI Controller......... 34
3.3.1 Blok Pengendali Arus Hysteresis ..................... 34
3.3.2 Blok PI Speed Controller ................................. 35
3.3.3 Blok Current Reference ................................. 36
3.3.4 Simulasi ......................................................... 36
BAB 4 KESIMPULAN ..................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 40
LAMPIRAN ……………………………………………. 41
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Strategi Pengendalian Driver ...................................................... 10
Tabel 3.1 Tabel Hubungan Posisi Rotor dengan Arus Referensi ............... 36
xi Universitas Indonesia
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penampang Motor BLDC ....................................................... 6
Gambar 2.2 Sensor Hall dan Encoder pada Motor BLDC ......................... 6
Gambar 2.3 Medan Magnet Putar Stator dan Perputaran Rotor ................ 8
Gambar 2.4 Tegangan Stator BLDC .......................................................... 8
Gambar 2.5 Skema Umum Driver Tiga Phasa ............................................ 9
Gambar 2.6 PWM Six Step ......................................................................... 11
Gambar 2.7 PWM Six Step 3 Fasa .............................................................. 11
Gambar 2.8 Implementasi Algoritma Six Step ........................................... 12
Gambar 2.9 Pembentukan Sinyal PWM Sinusoidal ................................... 13
Gambar 2.10 Implementasi PWM Sinusoidal ............................................ 14
Gambar 2.11 Sensor Hall dan Perubahan Sinyal PWM ............................. 17
Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 4 Pole ................. 17
Gambar 2.13. Transformasi Clarke ............................................................ 18
Gambar 2.14. Transformasi Park ............................................................... 19
Gambar 2.15 Model Stator Brushless DC Motor ...................................... 20
Gambar 2.16 Inverter 3 Fasa ..................................................................... 26
Gambar 3.1 Model Simulasi Pergerakan Fin Missile Secara Open Loop.. 29
Gambar 3.2 Perubahan Kecepatan Rotor Berdasarkan Perubahan Tegangan 30
Gambar 3.3 Perubahan Tegangan Stator di 0.5 seconds .......................... 31
Gambar 3.4 Blok Simulasi Pengendalian Kecepatan Rotor .................... 32
xiii Universitas Indonesia
Gambar 3.5 Blok Current Hysteresis ....................................................... 33
Gambar 3.6 Blok Pengendali PI Speed ...................................................... 33
1
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, kini dikembangkan teknologi rudal.
Agar rudal dapat bekerja sesuai keinginan, maka dibutuhkan pada
pengendalian rudal. Pengendalian ini lebih difokuskan kepada pengendalian
actuator pada fin rudal. Actuator yang digunakan sebagai penggerak fin rudal
ini yaitu motor listrik. Motor yang dibutuhkan yaitu motor yang memiliki
efisiensi tinggi, torsi yang tinggi, kecepatan yang tinggi dan dapat
divariasikan, dan biaya perawatan yang rendah. Hanya saja motor yang
digunakan secara umum saat ini, yakni motor DC, belum dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Motor DC memiliki efisiensi yang tinggi karena
penggunaan tegangan DC pada rotor untuk menggerakan motor tersebut.
Hanya saja motor DC memiliki biaya perawatan yang tinggi. Biaya perawatan
yang tinggi ini muncul akibat digunakannya brush dalam komutasi motor DC.
Brush pada motor DC ini cepat mengalami kerusakan. Hal ini terjadi karena
pada saat motor berputar, pada brush, akan timbul arching akibat proses
komutasi. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi tinggi,
torsi yang tinggi, kecepatan yang tinggi dan dapat divariasikan, dan biaya
perawatan yang rendah, maka digunakan motor brushless DC atau motor
brushless AC.
Brushless DC maupun brushless AC sebenarnya memiliki komponen yang
sama yakni stator yang terbuat dari kumparan dan rotor yang terbuat dari
permanen magnet. Perbedaan mendasar dari BLDCM dengan BLACM adalah
2
Universitas Indonesia
back EMF yang diberikan yakni BLDC memiliki back EMF berupa
trapezoidal dan BLAC memiliki back EMF berupa sinusoidal. Walaupun
demikian pada prakteknya, keduanya sama dan sering disebut dengan
BLDCM. Hal ini terjadi karena kedua jenis motor ini menggunakan
pengendali yang sama, sumber tegangan utama yang sama, yakni tegangan
DC, dan memiliki komponen penyusun yang sama. Oleh karena itu, perlu
dimodelkan secara matematis terlebih dahulu motor brushless DC, baik dari
frame abc maupun frame dq, yang akan dirancang dan digunakan sebagai
actuator pada fin rudal, agar tercipta actuator yang diharapkan.
Agar motor mampu bekerja dengan torsi dan kecepatan yang konstan,
diperlukan timing perubahan komutasi yang tepat dalam pengendalian BLDC.
Oleh karena itu, pada motor BLDC, akibat tidak memiliki brush, digunakan
encoder atau 3 buah sensor hall untuk menentukan timing perubahan komutasi
pada pengendalian BLDC. Pada umumnya, encoder digunakan untuk
menentukan perubahan timing komutasi. Namun karena encoder bersifat tetap
(tidak dapat diubah), suatu encoder belum tentu dapat diterapkan pada motor
lain. Hal ini terjadi karena apabila motor memiliki jumlah pole yang berbeda,
encoder yang digunakan pun harus berbeda. Hal ini berbeda dengan sensor
hall yakni apabila jumlah pole dari motor berubah, letak dari sensor hall pun
dapat dengan mudah diubah.
Agar actuator fin rudal dapat terkendali, dibutuhkan pengendali pada
actuator tesebut. Pengendali ini menggunakan PID controller yang di-tunning
dengan metode ziggler-nichols. Pengendali ini diharapkan mampu
mengendalikan posisi fin rudal dan kecepatan putar actuator tesebut.
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari seminar ini adalah dapat memodelkan secara matematis motor
brushless DC baik dari frame abc maupun frame dq yang menggunakan sensor
hall sebagai feedback dalam menentukan timing perubahan komutasi dan
mampu mengendalikan posisi fin rudal dan kecepatan putar actuator brushless
DC tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam seminar ini adalah:
1. Memodelkan motor brushless DC secara matematis baik dari frame abc
maupun frame dq
2. Mensimulasikan motor brushless DC yang telah dimodelkan dengan
menggunakan MATLAB R2009A
3. Dapat merancang pengendali kecepatan dan posisi fin rudal dengan
menggunakan pengendali PID.
1.4 Sistematika Penulisan
Laporan seminar ini dibagi menjadi 2 bab, yakni:
1. Bab I Pendahuluan, bagian ini berisi latar belakang, tujuan penulisan,
pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Dasar Teori, bagian ini berisi teori – teori yang mendukung dalam
penyusunan skripsi.
4
Universitas Indonesia
3. Bab III Simulasi dan Analisis, bagian ini membahas tentang simulasi dari
hasil motor yang telah dimodelkan
4. Bab IV Kesimpulan, bagian ini adalah kesimpulan dari seminar ini.
5
Universitas Indonesia
BAB 2 DASAR TEORI
2.1 Brushless DC Motor (BLDCM)
BLDC motor atau dapat disebut juga dengan BLAC motor merupakan
motor listrik synchronous AC 3 fasa. Perbedaan pemberian nama ini terjadi
karena BLDCM memiliki BEMF berbentuk trapezoid, sedangkan BLACM
memiliki BEMF berbentuk sinusoidal. Walaupun demikian keduanya
memiliki struktur yang sama dan dapat dikendalikan dengan metode six-step
maupun PWM sinusoidal. Dibandingkan dengan motor DC, BLDCM
memiliki biaya perawatan yang lebih rendah dan kecepatan yang lebih tinggi
akibat tidak digunakannya brush. Dibandingkan dengan motor induksi, BLCM
memiliki efisiensi yang lebih tinggi karena rotor dan torsi awal yang lebih
tinggi karena rotor terbuat dari magnet permanen. Walaupun memiliki
kelebihan dibandingkan dengan motor DC dan motor induksi, pengendalian
BLDCM jauh lebih rumit untuk kecepatan dan torsi yang konstan karena tidak
adanya brush yang menunjang proses komutasi dan harga BLDCM jauh lebih
mahal.
Secara umum BLDCM terdiri dari dua bagian, yakni rotor, bagian yang
bergerak, yang terbuat dari permanen magnet dan stator, bagian yang tidak
bergerak, yang terbuat dari kumparan 3 fasa. Walaupun merupakan motor
listrik synchronous AC 3 fasa, motor ini tetap disebut dengan BLDCM karena
pada implementasinya BLDCM menggunakan sumber DC sebagai sumber
energi utama yang kemudian diubah menjadi tegangan AC dengan
menggunakan inverter 3 fasa. Tujuan dari pemberian tegangan AC 3 fasa pada
stator BLDCM adalah menciptakan medan magnet putar stator untuk menarik
magnet rotor.
6
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Penampang Motor BLDC
Oleh karena tidak adanya brush pada motor BLDC, untuk menentukan
timing komutasi yang tepat pada motor ini sehingga didapatkan torsi dan
kecepatan yang konstan, diperlukan 3 buah sensor Hall dan atau encoder.
Pada sensor Hall, timing komutasi ditentukan dengan cara mendeteksi medan
magnet rotor dengan menggunakan 3 buah sensor Hall untuk mendapatkan 6
kombinasi timing yang berbeda, sedangkan pada encoder, timing komutasi
ditentukan dengan cara menghitung jumlah pola yang ada pada encoder.
Gambar 2.2 Sensor Hall dan Encoder pada Motor BLDC
Pada umumnya encoder lebih banyak digunakan pada motor BLDCM
komersial karena encoder cenderung mampu menentukan timing komutasi
lebih presisi dibandingkan dengan menggunakan sensor hall. Hal ini terjadi
karena pada encoder, kode komutasi telah ditetapkan secara fixed berdasarkan
7
Universitas Indonesia
banyak pole dari motor dan kode inilah yang digunakan untuk menentukan
timing komutasi. Namun karena kode komutasi encoder untuk suatu motor
tidak dapat digunakan untuk motor dengan jumlah pole yang berbeda. Hal ini
berbeda dengan sensor Hall. Apabila terjadi perubahan pole rotor pada motor,
posisi sensor hall dapat diubah dengan mudah. Hanya saja kelemahan dari
sensor hall adalah apabila posisi sensor hall tidak tepat akan terjadi keselahan
dalam penentuan timing komutasi atau bahkan tidak didapatkan 6 kombinasi
timing komutasi yang berbeda.
2.1.1 Cara Kerja BLDCM
Motor BLDC ini dapat bekerja ketika stator yang terbuat dari
kumparan diberikan arus 3 phasa. Akibat arus yang melewati kumparan
pada stator timbul medan magnet (B):
Di mana N merupakan jumlah lilitan, i merupakan arus, l
merupakan panjang lilitan dan µ merupakan permeabilitas bahan.
Karena arus yang diberikan berupa arus AC 3 phasa sinusoidal,
nilai medan magnet dan polarisasi setiap kumparan akan berubah-ubah
setiap saat. Akibat yang ditimbulkan dari adanya perubahan polarisasi dan
besar medan magnet tiap kumparan adalah terciptanya medan putar
magnet dengan kecepatan
Di mana f merupakan frekuensi arus input dan p merupakan jumlah
pole rotor.
8
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Medan Magnet Putar Stator dan Perputaran Rotor
Berdasarkan gambar 2.3, medan putar magnet stator timbul akibat
adanya perubahan polaritas pada stator U, V, dan W. Perubahan polaritas
ini terjadi akibat adanya arus yang mengalir pada stator berupa arus AC
yang memiliki polaritas yang berubah-ubah.
Gambar 2.4 Tegangan Stator BLDC
9
Universitas Indonesia
Berdasarkan gambar 2.4, ketika stator U diberikan tegangan
negative maka akan timbul medan magnet dengan polaritas negative
sedangkan V dan W yang diberikan tegangan positif akan memiliki
polaritas positif. Akibat adanya perbedaan polaritas antara medan magnet
kumparan stator dan magnet rotor, sisi postitif magnet rotor akan berputar
mendekati medan magnet stator U, sedangkan sisi negatifnya akan
berputar mengikuti medan magnet stator V dan W. Akibat tegangan yang
digunakan berupa tegangan AC sinusoidal, medan magnet stator U, V, dan
W akan berubah-ubah polaritas dan besarnya mengikuti perubahan
tegangan sinusoidal AC. Ketika U dan V memiliki medan magnet negatif
akibat mendapatkan tegangan negatif dan W memiliki medan magnet
positif akibat tegangan positif, magnet permanen rotor akan berputar
menuju ke polaritas yang bersesuaian yakni bagian negatif akan akan
berputar menuju medan magnet stator W dan sebaliknya bagian postif
akan berputar menuju medan magnet stator U dan V. Selanjutnya ketika V
memiliki medan magnet negatif dan U serta W memiliki medan magnet
postif, bagian postif bagian postif magnet permanen akan berputar menuju
V dan bagian negatif akan menuju U dari kumparan W. Karena tegangan
AC sinusoidal yang digunakan berlangsung secara kontinu, proses
perubahan polaritas tegangan pada stator ini akan terjadi secara terus
menerus sehingga menciptakan medan putar magnet stator dan magnet
permanen rotor akan berputar mengikuti medan putar magnet stator ini.
Hal inilah yang menyebabkan rotor pada BLDCM dapat berputar.
2.1.2 Driver Tiga Phasa
Untuk membangkitkan daya/tegangan seperti pada gambar 2.5 dari
sumber DC, maka digunakan driver 3 phasa seperti gambar 2.6
10
Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Skema Umum Driver Tiga Phasa
Driver ini tersusun dari 3 pasang transistor PNP dan NPN. Agar
dapat menghasilkan tegangan seperti pada gambar 2.4, masing – masing
transistor harus diberi sinyal kendali mengikuti urutan pada tabel 2.1.
Sinyal kendali yang diberikan berupa sinyal kendali periodik yang dibagi
menjadi 6 keadaan.
Tabel 2.1 Strategi Pengendalian Driver
Step T1 dan T2 T3 dan T4 T5 dan T6
1 T1 T4 T5
2 T1 T4 T6
3 T1 T3 T6
4 T2 T3 T6
5 T2 T3 T5
6 T2 T4 T5
Berdasarkan Sinyal kendali yang dikenakan pada driver, terdapat
dua metode pengendalian BLDC, yakni metode six step dan metode
sinusoidal.
11
Universitas Indonesia
2.2 Pengendalian Motor BLDC
Terdapat dua metode dalam pengendalian BLDC yakni metode konvensional
atau metode six step dan metode sinusoidal.
2.2.1 Metode Six Step
Metode six step merupakan metode yang paling sering digunakan
dalam pengendalian BLDC komersial. Hal ini terjadi karena metode ini
sederhana sehingga mudah diimplementasikan. Hanya saja metode ini
memiliki kelemahan yakni memiliki arus rms yang tinggi, rugi – rugi daya
yang tinggi, dan bising. Hal ini terjadi karena PWM yang diinginkan
dalam metode ini merupakan PWM square dengan frekuensi tertentu
sehingga menciptakan gelombang AC yang berbentuk trapezoid atau
square. Akibat dari gelombang yang terbentuk square atau trapezoid
timbul gelombang harmonic. Gelombang harmonik inilah yang
menyebabkan motor “bising” saat berputar.
Metode ini disebut metode six step karena agar mampu
menciptakan gelombang trapezoid atau square yang menyerupai
gelombang sinusoidal, digunakan PWM square yang terdiri dari 6 bagian
yakni 2 bagian positif, 2 negatif, dan 2 bagian floating. Masing – masing
bagian besarnya 60 derajat gelombang sinusoidal. Kondisi floating pada
algoritma ini adalah kondisi ketika gelombang sinusoidal berpotong pada
titik 0.
Gambar 2.6 PWM Six Step
12
Universitas Indonesia
Untuk membentuk gelombang trapezoid atau gelombang square 3
fasa, digunakan 3 buah algoritma six step yang masing – masing berbeda 1
step (60 derajat) antara satu algoritma dengan algoritma lainnya.
Gambar 2.7 PWM Six Step 3 Fasa
Dalam implementasi pada driver 3 fasa, maka algoritma PWM pada
gambar 2.8 untuk masing – masing fasa dibagi menjadi 2 bagian yakni
bagian positif untuk transistor T1, T3, dan T5 (gambar 2.6) dan bagian
negatif untuk transistor T2, T4, dan T6 (gambar 2.6).
Gambar 2.8 Implementasi Algoritma Six Step
13
Universitas Indonesia
2.2.2 Metode PWM Sinusoidal
Pengendalian dengan metode PWM sinusoidal bertujuan untuk
menciptakan gelombang sinusoidal sebagai masukan motor. Kelebihan
dari pengendalian ini adalah memiliki arus rms yang lebih kecil
dibandingkan metode six step, rugi – rugi yang kecil, dan tidak bising
karena pada gelombang sinusoidal tidak terdapat harmonik. Hanya saja
metode ini jarang digunakan karena algoritma yang rumit dalam
pembangkitan sinyal PWM sinusoidal. Proses pembangkitan PWM
sinusoidal dilakukan dengan cara membandingkan sinyal sinusoidal
dengan sinyal segitiga yang memiliki frekuensi yang lebih tinggi. Ketika
sinyal segitiga dan sinyal sinusoidal ini berpotongan pada dua titik, sebuah
sinyal PWM akan terbentuk. Berikut gambar pembentuk sinyal PWM
sinusoidal.
Gambar 2.9 Pembentukan Sinyal PWM Sinusoidal
Besar resolusi PWM yang dihasilkan sangat tergantung dari
frekuensi sinyal segitiga yang digunakan. Semakin besar frekuensi sinyal
segitiga yang digunakan, resolusi PWM yang dihasilkan semakin baik.
Dan semakin tinggi resolusi PWM yang digunakan semakin sempurna
gelombang sinusoidal yang terbentuk.
14
Universitas Indonesia
Dalam implementasi, agar dapat mengendalikan keenam transistor
pada driver, sinyal PWM sinusoidal yang didapatkan dibagi menjadi 6
bagian atau step. Masing – masing bagian atau step besarnya 60 derajat.
Hal ini terjadi karena perbedaan tiap fasa dari sinyal 3 fasa adalah 120
derajat dan tiap 60 derajat terdapat gelombang sinusoidal yang
berpotongan dengan nilai 0. Oleh karena itu sinyal PWM tersebut harus
dibagi menjadi 6 bagian untuk menunjang proses komutasi pada BLDC.
Berikut implementasi dari PWM sinusoidal:
Gambar 2.10 Implementasi PWM Sinusoidal
2.3 Metode Pendeteksian Perubahan Komutasi
Agar BLDC dapat dikendalikan dengan baik (kecepatan dan torsi
konstan), diperlukan adanya timing perubahan komutasi yang tepat. Apabila
timing perubahan komutasi tidak tepat, motor BLDC akan mengalami slip.
Akibat adanya slip adalah kecepatan dan torsi motor tidak konstan. Hal ini
tampak terutama pada saat motor berputar pada kecepatan tinggi. Ketika
15
Universitas Indonesia
terjadi slip, kecepatan motor akan cenderung turun dan memiliki kemungkinan
motor berhenti berputar. Untuk menentukan timing perubahan komutasi
terdapat dua metode yang digunakan yakni metode sensorless dan degan
menggunakan sensor. Metode sensorless dilakukan dengan cara mendeteksi
BEMF dan zero crossing pada fasa motor yang mengalami kondisi floating
(hanya terdapat pada metode six-step), sedangkan metode dengan
menggunakan sensor adalah dengan menggunakan encoder dan sensor hall.
Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada metode sensorless,
metode ini tidak dapat digunakan pada kecepatan yang rendah. Hal ini terjadi
karena tegangan yang diinduksikan pada kumparan yang tidak dialiri arus
(floating) nilainya cukup kecil sehingga tidak dapat dideteksi, selain itu
metode ini tidak dapat digunakan pada metode pengendalian sinusoidal karena
pada metode ini tidak terdapat satu fasa pun yang mengalami kondisi floating.
Kelebihan dari metode ini adalah spesifikasi motor secar fisik tidak diperlukan
dan cenderung lebih murah karena tidak menggunakan alat tambahan (sensor
tambahan). Sedangkan penggunaan sensor memiliki kelebihan yakni motor
dapat berputan pada kecepatan yang rendah dan dapat digunakan pada kedua
metode pengendalian yang ada. Kelemahan dari penggunaan sensor adalah
fisik motor diperlukan dalam menentukan posisi sensor dan cenderung lebih
mahal.
2.3.1 Back EMF dan Zero Crossing
Pendeteksian dengan menggunakan Back Electromotive Force
(BEMF) dan Zero Crossing dapat disebut dengan pendeteksian sensorless
karena pendeteksian ini dilakukan dengan cara mendeteksi tegangan yang
16
Universitas Indonesia
timbul akibat induksi magnet rotor pada salah satu kumparan stator yang
mengalami kondisi floating. Kondisi floating merupakan kondisi di mana
suatu fasa tidak terdapat arus yang mengalir (tidak aktif) dan terjadi tiap
60 derajat.
2.3.2 Encoder
Encoder sering dijumpai pada implementasi motor komersial. Hal
ini terjadi karena encoder mampu memberikan timing komutasi yang lebih
tepat dibandingkan dengan sensor hall dan lebih mudah
diimplementasikan. Hanya saja encoder memiliki kelemahan yakni suatu
encoder tidak dapt digunakan untuk motor dengan jumlah pole yang
berbeda dan letak suatu kode komutasi pada encoder hanya dikondisikan
untuk satu jenis motor dengan jumlah pole tertentu dan apabila letak dari
kode komutasi encoder tidak sesuai dengan pole motor, akan terjadi
kesalahan dalam penentuan timing perubahan komutasi dengan encoder
dapat dilakukan dengan cara membaca kode komutasi pada disk code
dengan menggunakan sensor optik.
2.3.3 Sensor Hall
Salah satu cara untuk menentukan timing perubahan komutasi yang
tepat adalah dengan menggunakan 3 buah sensor hall. Pada umumnya
ketiga sensor hall terpisah 120 derajat satu dengan yang lainnya, walaupun
pada kondisi khusus tidak. Kondisi khusus adalah pada motor BLDC yang
memiliki pole dalam jumlah banyak (di atas 6 pole). Kelebihan dari
penggunaan sensor hall ini adalah peletakkan dari sensor hall awal tidak
17
Universitas Indonesia
perlu terlalu presisi dengan rotor selain itu untuk motor dengan pole yang
berbeda cukup dengan menggeser letak dari sensor hall. Kelemahan dari
sensor hall adalah apabila letak sensor hall tidak tepat satu dengan lainnya,
misalkan pada motor 2 pole tidak benar – benar 120 derajat satu dengan
lainnya, kesalah dalam penentuan timing perubahan komutasi dapat
terjadi, bahkan ada kemungkinan tidak didapatkannya 6 kombinasi yang
berbeda. Apabila posisi salah satu atau ketiga sensor hall tidak berbeda
terlalu jauh dengan letak sensor hall yang seharusnya, misalkan
seharusnya 120 derajat, posisi dalam implentasi 118 derajat, perbedaan itu
dapat dikompensasi dalam algoritma pengendalian atau bahkan dapat
diabaikan.
Dengan menggunakan tiga sensor hall akan didapatkan 6
kombinasi yang berbeda. Keenam kombinasi ini menunjukkan timing
perubahan komutasi. Ketika dari ketiga sensor hall didapatkan kombinasi
tertentu, sinyal PWM pada suatu step harus diubah sesuai dengan
kombinasi yang didapatkan.
18
Universitas Indonesia
Gambar 2.11 Sensor Hall dan Perubahan Sinyal PWM
Gambar 2.12 Kombinasi Nilai Sensor Hall pada Motor 4 Pole
Berdasarkan gambar (2.11) dan (2.12) ketika sensor hall menunjukkan
kombinasi tertentu maka sinyal PWM akan berubah mengikuti kombinasi
yang telah ditentukan, misalkan kombinasi sensor hall menunjukkan 101,
maka PWM A dan B akan menyala, sedangkan C akan floating, kombinasi
001, PWM A dan C menyala, sedangkan B akan floating, dan seterusnya.
Kondisi floating hanya terdapat pada metode PWM six-step, sedangkan pada
metode PWM sinusoidal, kondisi floating merupak suatu kondisi di mana
19
Universitas Indonesia
sinyal sinusoidal berubah dari positif ke negative atau sebaliknya melewati
nilai 0.
2.4 Transformasi Clarke
Transformasi Clarke merupakan transformasi sistem tiga fasa (a,b,c) menjadi
sistem dua fasa (α dan β) yang stasioner.
Model dinamik untuk motor brushless DC dapat dinyatakan ke dalam mesin
dua fasa jika ekuivalensi diantara keduanya dapat ditentukan. Ekuivalensi
tersebut didasarkan pada kesamaan nilai mmf (magnetomotive force) yang
dihasilkan pada kumparan dua dan tiga fasa dengan besar arus yang sama.
Misalkan dengan mengasumsikan bahwa kumparan tiga fasa mempunyai
lilitan sejumlah T1 dan besar arus untuk tiap fasanya yang sama besar, maka
kumparan dua fasa akan mempunyai jumlah lilitan sebanyak 3T1/2 tiap
fasanya untuk membuat nilai mmf antara kumparan tiga fasa dan dua fasa
bernilai sama.
Gambar 2.13. Transformasi Clarke
Arus si
pada gambar 2.13. diatas bila dinyatakan sebagai fungsi dari
komponen tiga fasa adalah sebagai berikut:
(2.3)
20
Universitas Indonesia
dan dengan menggunakan identitas Euler ejωt
= cos(ωt) + jsin(ωt), maka
komponen iα dan iβ dari vektor dapat dinyatakan sebagai:
sehingga persamaan dalam bentuk matriks untuk mengubah komponen tiga
fasa menjadi dua fasa, dengan memperhatikan ekuivalensi diantara keduanya,
adalah sebagai berikut:
(2.4)
2.5 Transformasi Park
Transformasi Park merupakan transformasi sistem dua fasa stasioner, α dan β,
menjadi sistem dua fasa yang berputar, direct (d) dan quadrature (q).
Gambar 2.14. Transformasi Park
Dari gambar diatas, hubungan antara vektor pada kerangka referensi
stasioner dan vektor pada kerangka referensi yang bergerak adalah:
(2.5)
21
Universitas Indonesia
persamaan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:
atau secara umum, bila persamaan di atas dinyatakan dalam matriks, maka:
(2.6)
dan sebaliknya:
(2.7)
2.6 Model Brushless DC Motor
2.6.1 Persamaan Tegangan dan Arus dalam Kerangka Referensi Stasioner
(Stator)
BLDCM memiliki magnet permanen di rotor dan kumparan 3 fasa di
statornya. Bentuk rangakaian equivalen BLDCM ditunjukkan oleh gambar
berikut.
Gambar 2.15 Model Stator Brushless DC Motor
Dengan menggunakan notasi vektor, baik kumparan rotor maupun stator
dapat digambarkan sebagai sebuah rangkaian resistif dan induktif, dan
22
Universitas Indonesia
dengan menggunakan hukum Kirchhoff untuk tegangan (KVL),
persamaan kumparan stator dapat dituliskan sebagai:
Pada Rangkaian A:
Pada rangkaian B:
Pada rangkaian C:
Maka bentuk persamaan kumparan stator brushless DC motor, sebagai
berikut:
23
Universitas Indonesia
(2.8)
Di mana L adalah induktansi dari stator, R adalah resistansi dari stator, dan
M adalah mutual induktansi.
Berdasarkan gaya Lorentz (“gaya yang timbul akibat suatu penghantar
berarus pada stator terinduksi oleh medan magnet hasil dari permanen
magnet yang dicatu pada rotor”). Gaya yang timbul yaitu:
(2.9)
Karena
(2.10)
dimana B adalah kepadatan fluks medan magnet dan l adalah panjang sisi
koil yang dikenai medan ini, maka gaya F sebagai berikut:
(2.11)
Kepadatan fluks medan magnet, B, dapat dinyatakan dalam bentuk fluks
ϕrs yang kembali, dikarenakan oleh adanya asumsi bahwa koil stator
mempunyai lilitan tunggal, akan sama dengan flux lingkage λm, yaitu:
(2.12)
dimana Ar adalah luas penampang koil rotor, l adalah panjang sisi koil, dan
r adalah radius koil.
Akibat dicatunya kumparan rotor dengan permanen magnet kontan,
sehingga fluks yang dihasilkan:
(2.13)
24
Universitas Indonesia
di mana merupakan flux lingkage yang konstan yang terbentuk akibat
medan magnet pada rotor dan θ adalah sudut yang dibentuk antara B dan
normal bidang yang ditembus medan magnet.
Berdasarkan hukum lens (kawat bergerak melingkar):
(2.14)
di mana adalah ggl induksi, B adalah kepadatan fluks medan magnet, l
adalah panjang sisi koil, dan adalah kecepatan angular.
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.12) dan persamaan (2.13) ke
persamaan (2.14), maka tegangan Back EMF nya menjadi:
(2.15)
di mana p adalah pole pair motor dan adalah kecepatan putar rotor.
Sehingga Back EMF masing – masing phasa sebagai berikut:
(2.16)
Kemudian mesubstitusikan persamaan (2.16) ke persamaan (2.8) akan
menghasilkan model motor brushless DC dengan frame abc, yaitu:
(2.17)
di mana
25
Universitas Indonesia
L adalah inductance di stator dan M adalah mutual inductance.
2.6.2 Persamaan Torsi
Torsi T yang dihasilkan oleh arus pada sisi koil adalah:
(2.18)
dengan mensubstitusikan persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) ke
persamaan (2.18) menjadi:
(2.19)
di mana:
Posisi stator selalu tegak lurus dengan rotor, sehinggan torsi
elektromagnetik yang dibangkitkan sebagai berikut:
(2.20)
di mana
adalah posisi angular rotor dan p adalah pole pair motor.
Torsi electromagnet ini dapat diubah ke dalam frame dq dengan cara
memproyeksikan persamaan (2.20) dengan persamaan (2.26), menjadi:
(2.21)
26
Universitas Indonesia
(2.22)
2.6.3 Model Brushless DC pada Kerangka Referensi Eksitasi (sumbu d-q)
Untuk memodelkan motor brushless DC pada kerangka referensi eksitasi
(sumbu dq) yang bergerak, dapat menggunakan transformasi frame abc ke
frame dq seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Persamaan tegangan stator dan rotor motor brushless DC secara umum:
(2.23)
(2.24)
Sedangkan persamaan untuk fluksnya adalah:
(2.25)
Jika persamaan (2.23) diproyeksikan ke sumbu dq, dengan matriks
tranformasi sebgai berikut:
(2.26)
maka persamaan-persamaan tersebut akan menjadi:
(2.27)
(2.28)
Persamaan (2.25) menjadi:
(2.29)
(2.30)
Sehingga persamaan tegangan dan fluks brushless DC motor dalam frame
dq adalah sebagai berikut:
27
Universitas Indonesia
(2.31)
2.6.4 Persamaan Mekanik pada Motor
Torsi dipengaruhi oleh momen inersia, gesekan putaran, dan beban yang
diberikan. Berikut bentuk persamaan torsi mekanik:
(2.32)
di mana adalah percepatan angular pada rotor, adalah kecepatan
angular rotor, J adalah momen inersia, Bm adalah viscous friction pada
rotor, dan adalah beban yang diberikan pada motor.
karena
maka persamaan torsi yang terbentuk, sebagai berikut:
(2.33)
dan posisi rotor dapat ditentukan dari
(2.34)
28
Universitas Indonesia
2.6.5 Inverter
Agar dapat mengendalikan putaran pada motor brushless DC 3 fasa ini,
perlu diketahui terlebih dahulu tegangan inputan yang masuk ke motor.
Oleh karena itu perlu memodelkan persamaan tegangan yang dihasilkan
dari driver 3 fasa ini. Berikut gambar dari inverter:
Gambar 2.16 Inverter 3 Fasa
Pada fase U
Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T1 atau D1),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T4 atau D4),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Tegangan yang terbentuk pada fase U adalah
(2.35)
Pada fase V
Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T3 atau D3),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T6 atau D6),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
29
Universitas Indonesia
Tegangan yang terbentuk pada fase V adalah
(2.36)
Pada fase W
Kondisi atas (di mana arus mengalir melalui T5 atau D5),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Kondisi bawah (di mana arus mengalir melalui T2 atau D2),
menghasilkan tegangan sebagai berikut:
Tegangan yang terbentuk pada fase W adalah
(2.37)
Dari keseluruhan tiga fase tersebut didapat persamaan tegangan sebagai
berikut:
(2.38)
Di mana . Karena beban 3 fasa adalah simetris.
2.6.6 Torsi Beban
Beban yang dimaksudkan pada simulasi ini adalah pengaruh dari torsi
aerodynamic dan pergeseran dari putaran rotor sebagai actuator terhadap
fin missile.
Torsi aerodynamic
Torsi aerodynamic ini merupakan fungsi gain dari pergeseran dari
posisi rotor dengan posisi fin akibat dari penggunaan gear backlash.
30
Universitas Indonesia
Model matematis dari gear backlash ini adalah:
(2.39)
di mana adalah keluaran hasil backlash (posisi fin), adalah
posisi rotor, dan b adalah konstanta pergeseran backslah.
Torsi friction
Torsi friction ini dapat dimodelkan dengan :
(2.40)
di mana fungsi sign yaitu
sign
adalah gain torsi friction dan adalah viscous friction.
31
Universitas Indonesia
BAB 3 SIMULASI DAN ANALISIS
3.1 Validasi Blok Diagram Simulasi Open Loop
Dengan penjelasan pemodelan matematis tiap blok yang telah dijelaskan di
bab dasar teori, kemudian dibuat simulasinya dengan menggunakan matlab,
berikut model yang dibuat:
Gambar 3.1 Model Simulasi Pergerakan Fin Missile Secara Open Loop
Keterangan gambar:
Scope1: arus stator 3 fasa
Scope3: kecepatan rotor dalam rpm
Scope4: torsi elektromagnetik
Scope5: posisi rotor vs posisi fin
32
Universitas Indonesia
3.2 Berdasarkan Perubahan Tegangan Input
Dari model yang digambarkan pada gambar 3.1 tegangan yang diinputkan
berupa tegangan DC, dengan fungsi:
Menghasilkan kecepatan rotor seperti gambar di bawah ini:
Gambar 3.2 Perubahan Kecepatan Rotor Berdasarkan Perubahan
Tegangan Stator
Baerdasarkan gambar di atas, terlihat terjadi peubahan kecepatan berdasarkan
perubahan tegangan stator. Berikut penggambaran perubahan tegangannya:
33
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Perubahan Tegangan Stator di 0.5 seconds
Jika dianalisis berdasarkan persamaan (2.2):
Vdc= 12 volt
Pada tegangan stator dicatu dengan 12 volt, frekuensi timing yang
dihasilkan sekitar 10.5 Hz (terlihat pada gambar 3.2). Jika dihitung dengan
persamaan (2.2) akan menghasilkan kecepatan putar sebesar 315 RPM.
Vdc= 24 volt
Pada tegangan stator dicatu dengan 24 volt, frekuensi timing yang
dihasilkan sekitar 19.23 Hz (terlihat pada gambar 3.2). Jika dihitung
dengan persamaan (2.2) akan menghasilkan kecepatan putar sebesar 376.9
RPM.
Berdasarkan analisis dari prinsip kerja motor brushless DC motor telah
menghasilkan hasil yang sesuai. Namun jika dianalisis berdasarkan simulasi
ini terlihat hasil memiliki overshoot, serta masih terdapat ripple yang banyak.
Sistem membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai steady state. Oleh
karena itu, pada bab ini juga akan dibahas pengendalian kecepatan rotor agar
memiliki transisen yang bagus dalam bekerja.
34
Universitas Indonesia
3.3 Pengendalian Kecepatan Rotor dengan PI Controller
Setelah disimulasikan pemodelan brushless DC secara open loop, kemudian
akan dibahas simulasi brushless DC secara closed loop dengan referensi
kecepata. Pengendalian ini menggunakan dua closed loop, di mana loop luar
adalah pengendalian kecepatan dengan PI controller dengan feedback berupa
kecepatan rotor dan loop dalam adalah pengendalian arus histeresis. Blok
simulasi diagram dari sistem kontrol total ditunjukkan pada gambar.
Gambar 3.4 Blok Simulasi Pengendalian Kecepatan Rotor
3.3.1 Blok Pengendali Arus Hysteresis
Blok arus histeresis kontroler adalah untuk mencapai kontrol arus histeresis, di
mana sinyal input referensi tiga fasa dan arus praktis, dan output sinyal akan
bertindak sebagai sinyal kontrol dari inverter, seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar. 3.4:
35
Universitas Indonesia
Gambar 3.5 Blok Current Hysteresis
Ketika arus praktis lebih besar daripada arus referensi dan error lebih besar
daripada lebar ring dari komparator hysteresis, fasa yang cocok akan ke
depan dan belok secara reverse. Dan sebaliknya, arus akan digunakan
secara reverse dan mengarah ke depan. Ketika pemilihan lebar ring
hysteresis yang tepat, arus praktis akan mengikuti arus referensi secara
kontinyu. Dengan ini berarti kendali closed-loop dapat tercapai.
3.3.2 Blok PI Speed Controller
Pengendalian kecepatan mengaplikasikan regilator PI, yang banyak
digunakan di berbagai bidang. Dan hubungan integralnya memiliki efek
akumulasi, memorisasi dan delay, yang memungkinkan pengendali PI
mengurangi eror statis. Blok diagram dari speed PI ditunjukkan pada
gambar. Blok saturasi membatasi amplitudo dari ouputan arus referensi
tiga fasa pada range yang diinginkan.
Gambar 3.6 Blok Pengendali PI Speed
36
Universitas Indonesia
3.3.3 Blok Current Reference
Aksi dari blok arus referensi adalah untuk menghasilkan arus referensi tiga
fasa yang tergantung dari amplitudo sinyal arus, Is, dan posisi sinyal, yang
secara langsung masuk ke blok pengendali arus hysteresis untuk
membawa pengendali arus hysteresis dibandingkan dengan arus
sebenarnya. Tabel di bawah menunjukkan hubungan yang cocok antara
posisi rotor dan arus referensi tiga fasa.
Tabel 3.1 Tabel Hubungan Posisi Rotor dengan Arus Referensi
3.3.4 Simulasi
Simulasi ini menggunakan pengendali PI dengan konstanta gain
proportional (Kp) sebesar 5 dan konstanta gain integrator (Ki) sebesar
0.011 serta range arus yang dibutuhkan sebesar batas atas sebesar 35 A
dan batas bawah sebesar -35 A (Parameter – parameter tersebut diambil
dari jurnal “Research of Modeling BLDCM Control System Based on S-
Function Builder) dan dengan set point sebesar 100 RPM, menghasilkan
respon kecepatan seperti berikut:
Terlihat dari gambar di atas respon sistem mempunyai error steady state
sama dengan nol. Oleh karena itu pengendali kecepatan ini berhasil
disimulasikan dengan parameter – parameter tersebut.
Controller Proportional (Kp)
Pengaruh terhadap sistem:
1. Memperbaiki transien response, khususnya: rise time dan settling
time
37
Universitas Indonesia
2. Mengurangi error steady state
3. Semakin besar sinyal kendali yang dihasilkan, maka semakin besar
error
Controller Integrator (Ki)
Pengaruh terhadap sistem:
1. Menghilangkan error steady state
2. Respon lebih lambat
3. Penambahan orde sistem
38
Universitas Indonesia
BAB 4 KESIMPULAN
Dalam seminar ini, beberapa hal yang dapat kita simpulkan antara lain
adalah :
1. BLDCM memiliki magnet permanen di rotor dan kumparan 3 fasa di
statornya. Bentuk rangakaian equivalen BLDCM ditunjukkan oleh gambar
berikut.
2. Model Matematis dari persamaan tegangan dan fluks dari rangkaian stator
yaitu
di mana
keterangan:
Ua , Ub , Uc : tegangan phasa
ia , ib , ic : arus phasa
ea , eb , ec : back EMF
R: resistance stator
L: self-inductance stator
M: mutual inductance
39
Universitas Indonesia
: Kecepatan putaran rotor
p: pole pair motor
3. Persamaan Torsi Elektromagnetik
di mana
adalah posisi angular rotor dan p adalah pole pair motor
4. Frame abc dapat diproyeksikan menjadi frame dq dengan matriks:
5. Persamaan tegangan,fluks, dan torsi dalam frame dq yaitu sebagai berikut:
dan
di mana
6. Model ini berhasil dimodelkan dan disimulasikan dengan model inverter dan
model beban sirip rudal yang telah dijelaskan di bab 2.
40
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abe Dharmawan. “Pengendalian Motor Brushless DC Dengan Metode PWM
Sinusoidal Menggunakan ATMEGA 16” Skripsi UI 2009
Zhu Dong, Che Yanbo, and Zhao Lihua “Research on Modeling of BLDCM
Control System Based on S-function Builder”, IEEE
C. K. Lee, N. M. Kwok, “Reduced Parameter Variation Sensitivity With a
Variable Structure Controller in Brushless DC Motor Velocity Control Systems”,
IEEE 1993
Ji Hua and Li Zhiyong,“Simulation of Sensorless Permanent Magnetic Brushless
DC Motor Control System”, Proceedings of the IEEE International Conference on
Automation and Logistics Qingdao, China September 2008
Milan Ristanovic, Dragan Lazic, and Ivica Indin,“Experimental Validation of
Improved Performances of an Electromechanical Aerofin Control System With a
PWM Controlled DC Motor”, FME Transactions (2006) 34, 15-20
Dian-sheng SUN, Xiang CHENG, and Xu-qiang XIA, “Research of Novel
Modeling and Simulation Approach of Brushless DC Motor Control System”,
IEEE 2010
William H. Hayt, Jr. and John A. Buck, “Electromagnetics 7th
edition”, Erlangga
41
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
42
Universitas Indonesia