UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER HASIL PENAMBATAN MOLEKULER KOMPLEKS α-GLUKOSIDASE DENGAN SEPULUH SENYAWA KIMIA TANAMAN HASIL VIRTUAL SCREENING DARI BASIS DATA HERBAL SKRIPSI RIBKA MARTINA SIMANJUNTAK 1106067444 FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI DEPOK JUNI 2015
109
Embed
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER … · penelitian ini, diteliti sepuluh senyawa dari basis data herbal hasil Virtual Screening ... 17 gambar; 19 tabel; 25 lampiran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER HASIL PENAMBATAN MOLEKULER KOMPLEKS α-GLUKOSIDASE DENGAN
SEPULUH SENYAWA KIMIA TANAMAN HASIL VIRTUAL SCREENING DARI BASIS DATA HERBAL
SKRIPSI
RIBKA MARTINA SIMANJUNTAK
1106067444
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK JUNI 2015
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS DINAMIKA MOLEKULER HASIL PENAMBATAN MOLEKULER KOMPLEKS α-GLUKOSIDASE DENGAN
SEPULUH SENYAWA KIMIA TANAMAN HASIL VIRTUAL SCREENING DARI BASIS DATA HERBAL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
RIBKA MARTINA SIMANJUNTAK 1106067444
FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
DEPOK JUNI 2015
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan
penyertaanNya sehingga proses penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Dinamika Molekuler Penambatan Molekuler Kompleks α-
Glukosidase dengan Sepuluh Senyawa Kimia Tanaman Hasil Virtual
Screening dari Basis Data Herbal” ini dapat berjalan dengan lancar. Penulisan
skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan hingga sampai pada penyusunan skripsi ini,
sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, tidak
lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2. Dr. Arry Yanuar, M.Si, Apt., dan Wahyu Fitriana M.Farm, Apt., selaku
dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama
proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Nadia Farhanah Syafhan, M.Si, Apt., selaku pembimbing akademik yang
telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi yang dengan tulus memberikan
bekal ilmu kepada penulis dan seluruh keluarga besar Fakultas Farmasi
yang telah membantu penulis selama masa kuliah dan penyusunan skripsi
ini.
5. Bapak, Mama, abang Yohanes, adik Elisabeth, adik Yosua, keluarga
penulis yang sangat luar biasa yang tidak pernah berhenti memberikan doa
dan dukungan yang membuat penulis kuat dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. FARMAKOPE 2011: Farmasi UI angkatan 2011, terimakasih atas
kebersamaan suka dan duka, dukungan, serta kepedulian yang telah
vii
diberikan juga terimakasih untuk perjuangan kita bersama selama 4 tahun
ini.
7. Keluarga saya di PO FMIPA dan Farmasi UI, Gabriella Pasaribu, Indra,
lainnya Mbak Eva, Kak Alvi, Kak Linda, Bu Azminah, dan semua yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian, serta semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dan memacu penulis untuk berkarya lebih
baik dimasa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi semua pihak.
Penulis
2015
ix
ABSTRAK
Nama : Ribka Martina Simanjuntak Program Studi : S1 Farmasi Judul : Analisis Dinamika Molekuler Penambatan Molekuler
Kompleks α-Glukosidase dengan Sepuluh Senyawa Kimia Tanaman Hasil Virtual Screening dari Basis Data Herbal.
Kanker adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan abnormal dari sel-sel tubuh yang tidak terkontrol dan mampu mempengaruhi sel normal lainnya. Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mencari senyawa-senyawa baru yang berpotensi sebagai antikanker. Salah satu cara yang digunakan untuk mendukung analisis ini adalah dengan metode in silico. Selain itu, metode ini juga mendukung green chemistry yang cukup diminati akhir-akhir ini. Dalam penelitian ini, diteliti sepuluh senyawa dari basis data herbal hasil Virtual Screening yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase manusia. Model tiga dimensi (3D) enzim dikonstruksi berdasarkan struktur kristal α-glukosidase S. solphataricus (MalA) dan sub-unit N-terminal Maltase Glukoamilase manusia (NtMGAM). Penambatan sepuluh senyawa yang akan diuji; yakni 6-Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide, Lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol, Yamogenin, dan Lantic Acid, ditambatkan menggunakan AutoDock 4.2 dan hasilnya menunjukkan nilai ΔG secara berturut-turut yakni -9,09; -8,76; -8,73; -8,66; -8,65; -8,65; -8,64; -8,59; -8,48; dan -8,45 kkal/mol. Analisis kemudian dilanjutkan dengan melakukan simulasi diamika molekuler selama 2 nanodetik menggunakan Amber 11. Sebagai kontrol positif, digunakan senyawa Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum, pada kompleks senyawa ligan dan makromolekul ada interaksi yang kuat dan stabil pada residu Asp587, Asp511, Asp 398, Trp 274, dan Phe 620.
xv + 95 halaman : 17 gambar; 19 tabel; 25 lampiran Daftar Pustaka : 64 (1990 – 2014)
x
ABSTRACT
Name : Ribka Martina Simanjuntak Program Study : Pharmacy Title : Mollecular Dynamic’s Analysis of Docking Product of
Alpha Glucosidades with Ten Organic Compunds from Virtual Screening of Herbal Database
Cancer is a condition that characterized by the abnormal growth of cells that are not controlled and capable to affect normal cells. Nowadays, there's a lot of research to find new compounds that have the potential as an anticancer. One of the ways to support this analysis is the in silico. In addition, this method also supports green chemistry that considerable interest lately. This study will investigated ten compounds from Herbal Database that have been researched before through Virtual Screening, that have the activity as an inhibitor of α-glucosidase. Three-dimensional (3D)'s model was constructed by the crystal structure of the enzyme α-glucosidase S. solphataricus (mala) and sub-units of N-terminal human maltase Glucoamylase (NtMGAM). 6-Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide, lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol, Yamogenin, and Lantic Acid was tethered using Autodock 4.2 and the results show the value of ΔG are -9.09; -8.76; -8.73; -8.66; -8.65; -8.65; -8.64; -8.59; -8.48; and -8.45 kcal/mol. The analysis then continued by performing simulation od mollecular dynamics for 2 nanoseconds using Amber 11. Castanospermine and 1,6-Epi-Cyclophellitol was used as the positive control. The analysis showed that in general the complex of ligand and macromolecule, that there is a strong and stable interaction at residues Asp587, Asp511, Asp 398, Trp 274 and Phe 620.
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................ iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix ABSTRACT ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4 2.1. Kanker ...................................................................................................... 4
2.1.1. Proses Terjadinya Kanker ............................................................. 4 2.1.2. Siklus Sel ...................................................................................... 5 2.1.3. Klasifikasi Kanker ........................................................................ 7 2.1.4. Neoplasma..................................................................................... 7 2.1.5. Perkembangan Pengobatan Kanker .............................................. 8
2.2. Protein ....................................................................................................... 10 2.2.1. Struktur Protein ............................................................................. 10
2.2.1.1. Struktur Primer ................................................................. 10 2.2.1.2. Struktur Sekunder ............................................................. 11 2.2.1.3. Struktur Tersier ................................................................. 12 2.2.1.4. Struktur Kuartener ............................................................ 13
2.2.2. Enzim ............................................................................................ 14 2.2.3. Enzim α-Glukosidase .................................................................... 15 2.2.4. Interaksi Antara Protein dengan Ligan ......................................... 16
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 38 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 38 3.2. Alat ............................................................................................................ 38
3.2.1. Perangkat Keras ............................................................................ 38 3.2.2. Perangkat Lunak ........................................................................... 38
3.3. Bahan ......................................................................................................... 38 3.3.1. Struktur Tiga Dimensi α-Glukosidase .......................................... 38 3.3.2. Struktur Tiga Dimensi Ligan ........................................................ 38
3.4. Cara Kerja .................................................................................................. 39 3.4.1. Persiapan Struktur Ligan............................................................... 39 3.4.2. Penambatan Ligan dengan Model α-Glukosidase ........................ 39 3.4.3. Analisis Hasil Penambatan Molekuler .......................................... 40 3.4.4. Simulasi Dinamika Molekuler ...................................................... 41
3.5. Skema Penelitian ....................................................................................... 47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 48
4.1. Penambatan Molekuler .............................................................................. 48 4.1.1. Persiapan dan Optimasi Model α-Glukosidase ............................. 48 4.1.2. Persiapan dan Optimasi Struktur Ligan ........................................ 48 4.1.3. Penambatan Ligan Terhadap Model α-Glukosidase ..................... 49 4.1.4. Analisis Hasil Penambatan Molekuler .......................................... 50
4.2. Simulasi Dinamika Molekuler ................................................................... 56 4.2.1. Persiapan Berkas Ligan dan Makromolekul ................................. 56 4.2.2. Pembuatan Topologi dan Koordinat ............................................. 56 4.2.3. Minimisasi Sistem ......................................................................... 56 4.2.4. Ekuilibrasi Sistem ......................................................................... 58 4.2.5. Produksi Simulasi Dinamika Molekuler ....................................... 61
4.3. Analisis Simulasi Dinamika Molekuler .................................................... 61 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74 LAMPIRAN .......................................................................................................... 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Kanker ................................................................ 5 Gambar 2.2. Siklus Reproduksi Sel ...................................................................... 7 Gambar 2.3. Struktur Primer Protein .................................................................... 11 Gambar 2.4. Struktur Sekunder Protein ................................................................ 12 Gambar 2.5. Struktur Tersier Protein .................................................................... 13 Gambar 2.6. Struktur Kuartener Protein ............................................................... 13 Gambar 2.7. Mekanisme Kerja Enzim α-Glukosidase .......................................... 15 Gambar 2.8. Skema Mekanisme Inhibitor α-Glukosidase Sebagai Antikanker ... 20 Gambar 4.1. Visualisasi Kompleks Ligan-Makromolekul dalam Pelarut Air ...... 57 Gambar 4.2. Grafik Berat Jenis Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 59 Gambar 4.3. Grafik Suhu Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 59 Gambar 4.4. Grafik E.Potensial Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 60 Gambar 4.5. Grafik RMSD Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Ekuilibrasi ........................................................................................ 60 Gambar 4.6. Grafik E.Potensial Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Produksi ........................................................................................... 62 Gambar 4.7. Grafik Fluktuasi RMSD Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul
saat Produksi .................................................................................... 63 Gambar 4.8. Grafik Fluktuasi RMSF Terhadap Waktu Ligan – Makromolekul saat
Produksi ........................................................................................... 66 Gambar 4.9. Grafik Fluktuasi Ikatan Hidrogen Terhadap Waktu Ligan –
Gambar 2.5. Struktur Tersier Protein (Adams, 2008)
2.2.1.4. Struktur Kuartener
Struktur kuartener protein merupakan penggabungan dari protein subunit
yang terdiri dari sejumlah rantai polipeptida serta disatukan oleh interaksi yang
nonkovalen. Struktur kuartener menggambarkan bagaimana subunit-subunit
protein tersusun dalam sebuah ruang. Subunit tersebut dihubungkan melalui
interaksi hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan elektrostatik (Murray, Granner,
Mayes & Rodwell, 2003)
Gambar 2.6. Struktur Kuartener Protein (Cummings, 2008)
14
2.2.2. Enzim
Enzim merupakan suatu produk biologis yang berfungsi sebagai katalis
reaksi biokimia didalam tubuh. Enzim merupakan katalis dengan efisiensi yang
tinggi, selektif, dan terdapat dalam konsentrasi yang cukup didalam sel. Setiap
enzim spesifik terhadap substrat tertentu, serta memiliki berat molekul yang
berkisar antara 12.000 hingga satu juta g/mol (Nelson & Cox, 2001).
Tata cara penamaan enzim sudah diatur oleh Enzyme Comission dari
International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), serta berdasarkan
dari reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim tersebut (Ngili, 2010).
Tabel 2.1. Enam klasifikasi enzim berdasarkan reaksi yang dikatalisnya.
Kelas Enzim Tipe Reaksi yang Dikatalisis
Oksidoreduktase Reaksi oksidasi dan reduksi. Pendonor hidrogen dan elektron adalah salah satu substratnya.
Transferase Reaksi transfer gugus kimia dari bentuk umum A-X + B A + B-X
Hidrolase Pemecahan ikatan hidrolitik pada C-C, C-O, dan ikatan lainnya.
Liase Pemotongan pada C-C, C-N, C-O, dan ikatan lainnya. Meninggalkan ikatan rangkap serta memiliki alternatif, yaitu penambahan gugus pada ikatan rangkap.
Isomerase Perubahan penataan geometris suatu molekul.
Ligase Menghubungkan dua molekul dengan mengikutsertakan hidrolisis senyawa yang memiliki besar untuk hidrolisis.
Energi yang digunakan untuk peningkatan aktifitas enzim berasal dari
interaksi-interaksi lemah (interaksi hidrogen, interaksi van der waals, dan
interaksi ionik) antara substrat dan enzim. Sisi aktif enzim dibangun agar interaksi
lemah tersebut dapat terjadi pada reaksi transisi, sehingga dapat menstabilkan
keadaan tersebut (Nelson & Cox, 2001).
Kerja suatu enzim dihambat oleh inhibitor. Suatu inhibitor dapat
menghambat enzim dengan dua mekanisme, yaitu kompetitif dan nonkompetitif.
Pada inhibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan
dengan sisi aktif enzim. Oleh sebab itu, dalam mekanisme ini, inhibitor memiliki
bentuk yang hampir sama dengan substrat (Nelson & Cox, 2001).
15
Pada mekanisme inhibisi nonkompetitif, inhibitor tidak berikatan dengan
sisi aktif enzim. Inhibitor nonkompetitif berikatan pada gugus alosterik enzim
(Nelson & Cox, 2001).
2.2.3. Enzim α-glukosidase
Enzim α-glukosidase adalah enzim yang berperan pada konversi
karbohidrat menjadi glukosa. Karbohidrat akan dicerna oleh enzim didalam mulut
dan usus menjadi gula yang lebih sederhana yang kemudian akan diserap ke
dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Proses pencernaan karbohidrat
tersebut menyebabkan pankreas melepaskan enzim α-glukosidase ke dalam usus
yang akan diubah lagi menjadi glukosa oleh enzim α-glukosidase yang
dikeluarkan oleh sel-sel usus halus yang kemudian akan diserap kedalam tubuh
(Bosenberg, 2008).
Gambar 2.7. Mekanisme Kerja Enzim α-Glukosidase (Bosenberg, 2008)
Struktur sekuens α-glukosidase yang digunakan berdasarkan target yang
dipilih adalah α-glukosidase manusia. Berdasarkan penelitian literatur, digunakan
α-glukosidase C netral manusia (GANC) dengan 914 residu asam amino yang
diambil dari Swiss-Prot dengan kode Q8TET4. Pada pemodelan homologi yang
telah dilakukan, digunakan cetakan MalA dan NtMGAM. Dalam hal ini,
digunakan pemodelan homologi berdasarkan metode Saqib dan Siddiqi (2008).
16
Inhibitor enzim α-glukosidase selama ini dikenal luas sebagai obat
antidiabetes oral bagi penderita diabetes mellitus tipe 2. Senyawa-senyawa
penghambat enzim ini bekerja dengan cara menghambat α-glukosidase yang
terdapat pada dinding usus halus. Sehingga, penghambatan kerja enzim ini secara
efektif akan dapat mengurangi pengingkatan kadar glukosa pada sel tubuh.
(Dirjen Binfar Depkes, 2005). Inhibitor ini bersifat reversible (Krentz & Brailey,
2005).
Inhibitor enzim α-glukosidase sebagai antikanker bekerja dengan cara
menghambat biosintesis glikoproteins pada sel neoplasma, sehingga mencegah
terjadinya angiogenesis lebih lanjut pada sel kanker (Atsumi & Nosaka, 1995).
2.2.4. Jenis Interaksi Antara Protein dengan Ligan
2.2.4.1. Interaksi Hidrogen
Interaksi hidrogen adalah interaksi yang terjadi antara hidrogen dengan
atom F, O, dan N. Interaksi tersebut membentuk pola H-X, dimana aseptor (atom
X) yang lebih elektronegatif (E. Arunan et al, 2004). Atom aseptor harus lebih
elektronegatif dan harus memiliki setidaknya sepasang pasangan elektron sunyi,
sehingga dapat menyerang δ+ dari atom hidrogen (Lodish, et al., 2000). Ikatan
hidrogen yang paling kuat terjadi ketika molekul berada dalam orientasi
elektrostatik maksimum. Keadaan ini terjadi ketika atom hidrogen dan kedua
atom lainnya berikatan dalam satu garis, dimana atom yang bertindak sebagai
aseptor berada segaris dan berikatan secara kovalen dengan atom donor dan atom
hidrogen (Nelson & Cox, 2011).
Interaksi hidrogen lebih kuat dibandingkan dengan gaya van der waals
sebesar 12 sampai 30 kj/mol. Interaksi hidrogen merupakan bentuk silindris yang
simetris dan cenderung lebih terarah membentuk ikatan antara donor, hidrogen,
dan atom akseptor. Interaksi hidrogen pun lebih spesifik dibandingkan dengan
interaksi Van der Waals, karena pada interaksi hidrogen membutuhkan
keberadaan donor hidrogen dan kelompok akseptor (Garret dan Grisham, 2009).
Terdapat dua tipe ikatan hidrogen: (Siswandono, 1996)
1. Ikatan hidrogen intramolekul: ikatan hidrogen yang terjadi dalam satu
molekul
17
2. Ikatan hidrogen intermolekul: ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul
Kekuatan hidrogen intermolekul lebih lemah dibandingkan dengan ikatan
hidrogen intramolekul. Ikatan hidrogen dapat mempengaruhi sifat-sifat fisika dan
kimia senyawa, seperti titik didih, titik lebur, kelarutan dalam air, kemampuan
pembentukan kelat, dan keasaman. Perubahan-perubahan tersebut dapat
berpengaruh terhadap aktifitas biologis senyawa (Siswandono, 996)
2.2.4.2. Interaksi Van der Waals
Interaksi Van der Waals merupakan suatu interaksi yang lemah dan non
spesifik dari kedua atom yang berdekatan satu sama lain. Ikatan ini merupakan
kekuatan tarik menarik antar molekul atau atom yang tidak bermuatan, dan
letaknya berdekatan, yang jaraknya 4-6 Å. Ikatan ini terjadi karena sifat
kepolarisasian molekul atau atom. (Lodish, et al., 2000).
Interaksi Van der Waals hanya terjadi ketika atom berada dalam jarak
tertentu. Semakin meningkat jarak, maka semakin lemah interaksi yang terjadi.
Namun, apabila jarak yang terjadi terlalu dekat, akan dihasilkan gaya tolak
menolak, karena adanya muatan negatif yang terdapat pada kulit elektron terluar.
(Lodish, et al., 2000)
Gaya tarik Van der Waals hanya terjadi pada jarak interatomik yang
terbatas, yaitu 0,3-0,6 nm. Pada suhu fisiologis akan terjadi interaksi ikatan yang
efektif bila beberapa atom dalam suatu molekul dapat berinteraksi dengan atom di
molekul lainnya. Agar hal ini dapat terjadi, atom yang berada pada molekul yang
saling berinteraksi harus digabung menjadi satu sehingga permukaan
molekulernya harus memiliki struktur yang saling melengkapi. (Garret &
Grisham, 2009).
Meskipun secara individu lemah, tetapi hasil penjumlahan ikatan Van der
Waals merupakan faktor pengikat yang cukup bermakna, terutama untuk
senyawa-senyawa yang memiliki berat molekul tinggi. Ikatan Van der Waals
terlihat pada interaksi cincin benzen dengan daerah bidang datar reseptor pada
interaksi rantai hidrokarbon dengan makromolekul protein atau reseptor
(Siswandono, 1996).
18
2.2.4.3. Interaksi Hidrofobik
Ikatan hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah nonpolar molekul obat dengan daerah nonpolar reseptor
biologis. Molekul protein termasuk kedalam molekul nonpolar yang tidak larut
dalam air. Hal ini juga disebabkan oleh protein yang tidak mengandung ion, dan
memiliki momen dipol. Dalam sistem biologis, ikatan kovalen yang umum terjadi
adalah ikatan sesama atom karbon, serta ikatan antara atom karbon dan hidrogen.
Ikatan hidrofobik menyebabkan molekul-molekul hidrofobik dari bagian nonpolar
lebih menyatu daripada terlarut didalam air (Lodish, et al., 2000).
Ikatan hidrofobik merupakan salah satu kekuatan penting pada proses
penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non polar reseptor
biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut dalam air dan molekul-
molekul air di sekelilingnya, akan bergabung melalui ikatan hidrogen membentuk
struktur quasi-crystalline (icebergs) (Siswandono, 1996).
Bila dua daerah non polar seperti gugus hidrokarbon molekul obat dan
daerah non polar reseptor bersama-sama berada dalam lingkungan air, maka akan
mengalami suatu penekanan sehingga jumlah molekul air yang kontak dengan
daerah-daerah non polar tersebut menjadi berkurang. Akibatnya, struktur quasi-
crystalline akan pecah menghasilkan peningkatan entropi yang digunakan untuk
isolasi struktur non polar. Peningkatan energi bebas ini dapat menstabilkan
molekul air sehingga tidak kontak dengan daerah non polar. Penggabungan
demikian disebut ikatan hidrofobik (Siswandono, 1996).
2.2.4.4. Ikatan Ionik
Ikatan ion adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik
elektrostatik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik-menarik
akan semakin berkurang jika jarak antar ion makin jauh, dan pengurangan tersebut
berbanding terbalik dengan jaraknya. Protein dan asam nukleat mempunyai gugus
kation dan anion potensial, tetapi hanya beberapa saja yang dapat terionisasi pada
pH fisiologis. Gugus kation protein berupa asam amino yang terdapat pada asam-
asam amino, seperti lisin, glutamin, asparagin, glisin, dan histidin. Gugus anion
protein berupa gugus karboksilat, misalnya pada aspartat dan glutamat, gugus
19
sulfihidril pada sistein, dan metionin, dan gugus fosforil pada asam nukleat.
(Korolkovas, 1970).
2.3. Mekanisme Kerja α-Glukosidase sebagai Antikanker
Glikoprotein permukaan sel sangat berpengaruh dalam kegiatan fungsional
sel, yaitu oligosakarida. Sintesis oligosakarida yang berlangsung di retikulum
endoplasma dan badan golgi berpengaruh kepada aktivitas glikolisis dalam sel.
Inhibitor α-glukosidase bekerja dengan cara mengurangi jumlah residu glukosa
pada sel. Dengan terjadinya hal ini, maka pembentukan oligosakarida kompleks
yang dibutuhkan untuk terjadinya angiogenesis dapat dihambat. Apabila
oligosakarida kompleks dihambat pembentukannya, maka angiogenesis dapat
dihambat. Melaui mekanisme ini, akan terjadi juga agregasi platelet pada sel yang
bermetastasis karena berkurangnya adhesi dari sel tumor dan vaskular dari sel
endotelium. Mekanisme lebih lanjut juga menunjukkan terjadinya pencegahan
dari glikosilasi gen onkogen, dimana gen onkogen bertanggung jawab terhadap
pembelahan sel, sementara antionkogen bertanggung jawab terhadap penghentian
pembelahan sel. Pada sel normal, terdapat keseimbangan antara onkogen dan
antionkogen. Antionkogen yang sudah dikenal secara umum yaitu tp53. Apabila
tp53 gagal mengikat DNA, maka kemampuan mengontrol proliferasi menjadi
hilang, dan sel akan membelah terus menerus. Penghambatan antionkogen pada
sel endotel kanker akan menyebabkan berkurangnya kemampuan sel untuk
melakukan proliferasi (Pili, et al., 1995).
Pili (1995) pernah melakukan eksperimen terhadap potensi inhibitor α-
glukosidase sebagai antikanker, dimana inhibitor α-glukosidase dikombinasikan
dengan alkaloid tanaman; 1,6,7,8-tetrahidroksiindolizidin. Percobaan dilakukan
secara in vivo pada tikus yang diinduksi kanker. Hasil dari percobaan ini adalah
terjadinya penurunan kemampuan sel secara signifikan untuk terjadi angiogenesis.
Terjadinya perubahan pada sel dan matriks sel menunjukkan terjadinya
penghambatan terjadinya glikoprotein dan oligosakarida pada permukaan sel.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan terjadinya inhibisi enzim α-
glukosidase pada sel kanker, mungkin adalah suatu penemuan yang menjanjikan
sebagai salah satu strategi pengobatan kanker dan tumor (Pili, et al., 1995).
20
Gambar 2.7. Skema Mekanisme Inhibitor α-glukosidase sebagai Antikanker
2.4. Senyawa Ligan
Dari hasil penelitian sebelumnya, dilakukan virtual screening terhadap
sepuluh jenis senyawa tanaman dengan energi ikatan terendah yang akan
digunakan sebagai ligan untuk penambatan pada penelitian ini, yaitu:
Tabel 2.2. Senyawa Ligan
No. Spesies Tanaman Nama Indonesia Tanaman
Nama Senyawa Free Energy Binding (kkal/mol)
1 Catharanthus Tapak Dara 6 – -9,09
Glikosilasi onkogen dicegah
Sel kehilangan kemampuan
untuk membelah
Proliferasi Terhenti
Glukosa/gula sederhana tidak terbentuk
Inhibitor α-glukosidase
Dihambat
Oligosakarida tidak terbentuk
Sel kanker mati
Proliferasi terhenti
Pertumbuhan sel kanker
Proliferasi
Menghasilkan Glukosa/gula
sederhana lainnya
Glikolisis Oligosakarida Permukaan
Hasil Membentuk
21
roseus L. Deoxoteasterone 2 Solanum nigrum L. Leunca Diosgenin -8,76 3 Physalis angulata L. Ceplukan Withangulatin A -8.73 4 Physalis angulata L. Ceplukan Withanolide -8,66
5 Euphorbia pulcherrima Willd.
Kastuba Lanosterol -8,65
6 Cassia siamea L. Johar Cassiamin C -8,65 7 Centella asiatica L. Pegagan Asiatic acid -8,64
8 Imperata cylindrica B.
Alang-alang Isoarborinol -8,59
9 Asparagus officinalis L.
Asparagus Yamogenin -8.48
10 Lantana camara Linn.
Bunga pagar Lantic acid -8,45
Selanjutnya, ada dua senyawa yang akan digunakan sebagai kontrol positif
pada penelitian ini. Kedua senyawa tersebut adalah Castanospermine dan 1,6-Epi-
Cyclophellitol yang sebelumnya sudah pernah teruji sanggup bekerja sebagai
inhibitor terhadap enzim α-glukosidase dan bekerja sebagai antikanker.
Tabel 2.3. Senyawa Kontrol Positif
No Nama Senyawa Free Energy Binding (kkal/mol) 1. Castanospermine -6.66 2. 1,6-Epi-Cyclophellitol -5.26
2.4.1. 6 – Deoxoteasterone (Catharanthus roseus L.)
Senyawa ini termasuk kedalam golongan steroid yang berasal dari
tanaman Catharanthus roseus L, dimana tanaman ini dikenal dengan nama tapak
dara di Indonesia. Tanaman ini berasal dari famili Apocynaceae. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, tanaman ini mengandung sumber yang baik sebagai
antioksidan enzimatik dan non-enzimatik, serta berpotensi sebagai antihipertensi
2007). Tumbuhan ini mengandung banyak alkaloid, dimana pada bagian akar
mengandung paling banyak alkaloid.
22
Tabel 2.3. Identitas Struktur 6-Deoxoteasterone (PubChem)
Nama IUPAC (2S,3R,4R,5S)2[(3S,5S,8R,9S,10S,13S,14S,17R)3hydroxy10,13dimethyl2,3,4,5,6,7,8,9,11,12,14,15,16,17tetradecahydro1Hcyclopenta[a]phenanthren17yl]-5,6dimethylheptane3,4diol
Nama IUPAC (1S,2R,4aS,6aR,6aS,6bR,8aR,9R,10R,11R,12aR,14bS)10,11dihydroxy9(hydroxymethyl)1,2,6a,6b,9,12ahexamethyl2,3,4,5,6,6a,7,8,8a,10,11,12,13,14btetradecahydro1Hpicene4acarboxylicacid
Nama IUPAC (3S,3aS,5aS,5bS,7aR,9S,11aS,13aR,13bS)3a,5a,8,8,11a,13ahexamethyl3propan2yl1,2,3,4,5,5b,6,7,7a,9,10,11,13,13btetradecahydrocyclopenta[a]chrysen9ol
(ASUS, Amerika), System Type 64-bit Operating System, dan sistem operasi
Windows. Kelengkapan komputer yakni monitor (AOC, China), mouse (Logitech,
China), dan keyboard (Logitech, China). Komputer terhubung dengan internet dan
UPS (Uninterrupted Power Supply).
3.2.2. Perangkat Lunak
OpenBabel (Hutchison, et al.), PyMOL (DeLano Scientific LLC, Italia),
AutoDock Tools (The Scripps Research Institute, Amerika), Amber MD
(University of California, San Fransisco), Amber Tools (University of California,
San Fransisco), VMD, dan Ligand Scout.
3.3 Bahan
3.3.1. Struktur Tiga Dimensi α-glukosidase
Struktur tiga dimensi dari α-glukosidase yang digunakan diperoleh melalui
proses pemodelan homologi mengikuti metode Saqib dan Siddiqi (2008) yang
dilakukan oleh Farkhani (2012) pada penelitian sebelumnya dan sudah tervalidasi.
3.3.2. Struktur Tiga Dimensi Ligan Senyawa Kimia tanaman
Struktur tiga dimensi senyawa kimia tanaman didapatkan dari penelitian
virtual screening sebelumnya yang dilakukan oleh Ahmad (2014)
38
39
Tabel 3.1. Senyawa Ligan
No. Spesies Tanaman Nama Senyawa 1 Catharanthus roseus L. 6 – Deoxoteasterone 2 Solanum nigrum L. Diosgenin 3 Physalis angulata L. Withangulatin A 4 Physalis angulata L. Withanolide 5 Euphorbia pulcherrima Willd. Lanosterol 6 Cassia siamea L. Cassiamin C 7 Centella asiatica L. Asiatic acid 8 Imperata cylindrica B. Isoarborinol 9 Asparagus officinalis L. Yamogenin 10 Lantana camara Linn. Lantic acid 11. Kontrol Positif I Castanospermine 12. Kontrol Positif II 1,6-Epi-Cyclophellitol
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Persiapan Struktur Ligan
a. Persiapan dan optimasi struktur Ligan
Struktur tiga dimensi sepuluh senyawa kimia tanaman diunduh strukturnya
melalui PubChem dalam format .sdf, kemudian pada struktur tiga dimensinya
diberikan penambahan atom hidrogen dan diubah menjadi format .mol2
menggunakan piranti lunak Open Babel.
Optimasi struktur tiga dimensi ligan dilakukan dengan menggunakan
perangkat lunak AnteChamber dan tLeap. Minimisasi dilakukan dengan
menggunakan metode steepest descent dan conjugate gradients sebanyak
masing-masing 250 kali. Pembuatan parameter topologi dan koordinat dari ligan
dilakukan setelah proses minimisasi, kemudian data dari hasil minimisasi tersebut
disimpan dalam bentuk .pdb.
3.4.2. Penambatan Molekul Ligan Terhadap Model α-Glukosidase
Penambatan dilakukan dengan menggunakan program AutoDock Tools
(ADT) dan AutoDock4.2 dengan tahapan sebagai berikut:
1. Berkas makromolekul diubah dari .pdb menjadi .pdbqt dengan
menggunakan program ADT.
2. Berkas ligan diubah dari .pdb menjadi .pdbqt dengan menggunakan
program ADT.
40
3. Pembuatan Grid Parameter File (.gpf) menggunakan program ADT,
meliputi pembuatan berkas map yang disesuaikan dengan ligan dan
penentuan batasan ruang penambatan molekuler (grid box).
4. Proses komputasi berkas .gpf menjadi .glg dijalankan dengan program
AutoDock4.2 melalui program PuTTy dengan perintah autogrid –p
file.gpf –l file.glg &. Hasil kalkulasi ini akan disimpan dalam
bentuk keluaran .glg.
5. Pembuatan Docking Parameter File (.dpf) menggunakan program ADT,
meliputi penentuan berkas .pdbqt dari makromolekul dan ligan yang
digunakan serta penentuan parameter docking algorithm.
6. Penambatan molekuler berkas .dpf menjadi .dlg dijalankan dengan
program AutoDock4.2 melalui PuTTy dengan perintah: autodock –p
file.dpf –l file.dlg &. Hasil penambatan ini akan disimpan dalam
berkas .dlg.
3.4.3. Analisis Hasil Penambatan Molekuler
Analisis penambatan molekuler dilakukan dengan program PyMOL dan
ADT. Afinitas dan selektifitas ligan yang ditambatkan terhadap makromolekul
dilihat dari skor penambatan molekuler dari hasil yang sudah didapatkan dari
penambatan molekuler tersebut. Skor ini mencakup energi bebas ikatan ( , dan
konstanta inhibisi (Ki). Tahapan yang dilakukan pada analisa penambatan
molekuler adalah sebagai berikut:
1. Berkas .dlg yang dihasilkan setelah penambatan molekuler dibuka dengan
menggunakan WordPad untuk melihat hasil keterangan klaster dan
penambatan yang terbaik.
2. Konformasi terbaik dipilih dari histogram pada berkas .dlg. Data yang
diamati adalah nilai energi bebas ( , dan konstanta inhibisi (Ki) dari
klaster terbaik maupun hasil penambatan terbaik.
3. Berkas .dlg dibuka dengan ADT untuk mengamati konformasi terbaik yang
telah dipilih dan diekstrak menjadi berkas .pdbqt untuk memisahkan hasil
penambatan molekuler yang terdiri dari konformasi ligan dan makromolekul
41
menjadi satuan ligan tunggal yang dipilih dari hasil klaster maupun
penambatan terbaik.
4. Berkas .pdbqt konformasi ligan hasil penambatan molekuler diubah
menjadi berkas .pdb melalui program Vega ZZ.
5. Berkas .pdb konformasi ligan hasil penambatan molekuler dianalisa secara
visual dengan menggunakan program PyMOL dan Ligand Scout untuk
melihat interaksi yang terjadi antara ligan dan makromolekul.
3.4.4. Simulasi Dinamika Molekuler
Simulasi dinamika molekuler penambatan kompleks α-glukosidase dengan
ligan dilakukan dengan menggunakan program Amber dengan beberapa tahapan,
yaitu:
1. Persiapan berkas masukan
Dalam simulasi dinamika molekuler berkas masukan yang harus disiapkan
meliputi persiapan makromolekul, ligan, serta topologi dan koordinat.
a. Persiapan makromolekul α-glukosidase dari hasil penambatan molekuler.
1) Berkas .dlg dari hasil kalkulasi penambatan molekuler dibuka
dengan menggunakan program AutoDock 4.2.
2) Frame terbaik berdasarkan energi terendah (best energy) dipilih dan
masing-masing disimpan dalam format .pdbqt yang kemudian
diubah menjadi format .pdb dengan menggunakan Vega ZZ.
3) Berkas .pdb yang sudah dihasilkan oleh VegaZZ kemudian dibuka
dengan UCSF Chimera untuk memisahkan ligan dari makromolekul.
4) Berkas .pdb hasil pemisahan dengan UCSF Chimera dilakukan
perubahan pada isinya, yaitu dengan penghilangan informasi
CONNECT dan penambahan kata TER sebelum kata END pada akhir
berkas .pdb.
b. Persiapan ligan hasil penambatan molekuler
1) Berkas .pdb ligan hasil pemisahan dengan UCSF Chimera
dilakukan perubahan pada isinya, yaitu dengan penghilangan
42
informasi CONNECT dan penambahan kata TER sebelum kata END
pada akhir berkas .pdb.
2) Berkas .pdb kemudian diubah menjadi .mol2 dengan
menggunakan OpenBabel. Pada antarmuka OpenBabel, opsi Add
Hydrogens (make explicit) dipilih, kemudian format .mol2 dipilih
sebagai keluaran dan opsi convert dipilih.
c. Pembuatan Topologi dan Koordinat
Topologi dan koordinat yang akan dibuat adalah ligan,
makromolekul, dan komplek ligan-makromolekul dalam suasana
vakum dan dalam pelarut air. Pada tahapan ini struktur ligan harus
diberikan penambahan muatan AM1-BCC menggunakan program
Antechamber yang diakses melalui PuTTy dengan perintah:
antechamber –i file.mol2 –fi file.mol2 –o
file_e.mol2 –fo file.mol2 –c bcc –s 2 &. Kemudian
akan diperoleh berkas keluaran .mol2 yang merupakan hasil dari
AnteChamber yang akan dibuat menjadi .frcmod dengan perintah:
parmchk –i file_e.mol2 –f mol2 –o file.frcmod.
Setelah semua berkas disiapkan, pembuatan topologi dan koordinat
dengan piranti lunak tLeap dapat dilakukan dengan pembuatan berkas
leap.in terlebih dahulu. Proses kemudian dilanjutkan dengan
memasukkan perintah tleap –f leap.in yang diakses melalui
PuTTy.
2. Minimisasi Masukan
Untuk memudahkan pengaturan dalam penyimpanan berkas hasil
minimisasi, ekuilibrasi, dan produksi, maka harus dibuatkan folder pada
masing-masing langkah. Berkas topologi dan koordinat yang digunakan
adalah komplek ligan-makromolekul dalam pelarut air. Sebelum dilakukan
karena jumlah proses ekuilibrasi yang dilakukan pada proses sebelumnya.
Semakin banyak jumlah ekuilibrasi yang dijalani, maka semakin rendah
nilai energi potensial kompleks ligan – makromolekul tersebut. Hasil
tersebut tidak dapat menunjukkan perbedaan yang signifikan, sehingga
tidak dapat ditarik kesimpulan adanya hubungan yang mendalam antara
perbedaan gugus fungsi pada ligan dengan energi potensial yang
dihasilkan.
b. RMSD (Root Mean Square Deviation)
Root Mean Square Deviation atau akar kuadrat rata-rata deviasi
merupakan ukuran yang sering digunakan dalam geometri 3 Dimensi
molekul untuk membandingkan pergeseran atau perubahan konformasi
molekul. Nilai dan gambaran RMSD, digambarkan dalam sebuah grafik
yang diplot dengan waktu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.19.
Grafik digambarkan untuk melihat stabilitas dinamika dan rasionalitas
pengambilan sampel dari ke-duabelas kompleks.
Gambar 4.19. Grafik Fluktuasi RMSD pada simulasi senyawa ligan
dengan α-Glukosidase selama 2 ns.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
(RM
SD)
Å
Waktu (ps)
RMSD Atom Backbone pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C 6-Deoxoteasterone
Diosgenin Isoarborinol Castanospermine
Yamogenin 1,6-Cyclo-Epicalliptol Lanosterol
64
Pada simulasi yang berlangsung selama 2 nanodetik, setiap sistem
mengalami peningkatan RMSD backbone yang menunjukkan bahwa
struktur enzim mulai terbuka (unfold). RMSD backbone keempat sistem
mulai stabil dari 1,5 ns. Namun, secara keseluruhan terlihat bahwa waktu
yang dibutuhkan ke-duabelas kompleks untuk mencapai konformasi yang
stabil relatif sama.
Sistem dengan ligan 1,6-Epi-Cyclophellitol menunjukkan grafik
nilai RMSD yang stabil pada 1,8 Å, namun pada waktu ke-1,8 ns, sistem
mengalami kenaikan nilai RMSD menjadi 2 Å. Tetapi, setelah itu sistem
kembali stabil di titik 1,8 Å. Selain itu, sistem dengan ligan Withangulatin
A dan Cassiamin C juga menunjukkan hasil RMSD yang hampir sama
dengan 1,6-Epi-Cyclophellito1 yang mengalami peningkatan RMSD pada
1,8 ns menjadi 2,3 Å. Namun, secara umum, sistem sudah mencapai
kestabilan selama simulasi berjalan. Peningkatan nilai RMSD
menunjukkan bahwa struktur enzim mulai terbuka dan ligan mulai
mencari sisi ikatan atau koordinat yang sesuai pada protein tersebut.
Ligan akan memulai aksinya untuk mencari sisi ikatan atau koordinat
yang sesuai pada protein tersebut. Dengan penambahan waktu simulasi,
maka akan dapat dilakukan analisis lebih mendalam tentang kestabilan
ikatan yang terjadi antara ligan makromolekul.
Selanjutnya sistem dengan ligan Castanospermine menunjukkan
nilai yang stabil di di 1,5 Å hingga simulasi berakhir. Sistem dengan ligan
Asiatic Acid, Yamogenin, 6 – Deoxoteasterone, dan Withanolide juga
cenderung menunjukkan kurva RMSD yang stabil. Hal ini disebabkan
karena terjadinya interaksi antar residu pada enzim sehingga protein
cenderung mempertahankan strukturnya pada tahap ini. Kompleks ligan
dan protein sudah mencapai konformasi maksimal setelah saling berikatan
sehingga cenderung untuk mempertahankan posisinya. Selain itu, adanya
residu pada enzim membuat protein cenderung mempertahankan
strukturnya
Nilai RMSD berada pada kisaran 1,0 – 2,3 Å. RMSD tertinggi
dicapai oleh Cassiamin C dan Withangulatin A yakni pada kisaran 2,3 Å,
65
dan nilai terendah dicapai oleh Withanolide pada kisaran 1,2 Å. Senyawa
lainnya memiliki kecenderungan dengan nilai RMSD pada posisi median,
yaitu sekitar 1,6 - 1,8 Å.
Dari grafik yang ditampilkan, dapat dikatakan bahwa seluruh
sistem sudah mencapai kestabilan RMSD. Perbedaan fluktuasi dan nilai
RMSD dapat disebabkan oleh bentuk struktur ligan. Sistem dengan ligan
yang stabil seperti Cassiamin C, 6-Deoxoteasterone, Isoarborinol,
Castanospermine, Yamogenin, 1,6-Epi-Cyclophellitol, dan Lantic Acid
cenderung memiliki struktur yang lebih besar dengan torsi yang lebih
banyak dibandingkan dengan Asiatic Acid, Diosgenin, Withangulatin A,
dan Lanosterol, sehingga usaha untuk mencapai kestabilan konformasi
lebih besar.
c. RMSF (Root Mean Square Fluctuation)
Root Mean Square Fluctuation atau akar kuadrat rata-rata fluktuasi
adalah ukuran deviasi antara posisi partikel dan beberapa posisi
referensinya. Berbeda dengan RMSD, RMSF dihitung terhadap masing-
masing residu protein, yakni melihat sejauh mana fluktuasi pergerakan
masing-masing residu selama simulasi berlangsung. Nilai RMSF secara
garis besar akan menggambarkan pergeseran konformasi setiap residu
asam amino yang memberikan fleksibilitas protein. RMSF ditentukan dari
waktu ketika energi potensial mengalami fluktuasi minimal, yakni
dimulai dari 1 nanodetik hingga akhir simulasi.
66
Gambar 4.20. Fluktuasi RMSF pada simulasi senyawa ligan dengan α-
glukosidase dalam produksi selama 2 ns
Residu-residu penting pada situs pengikatan ligan seperti Asp 398,
Asp 587, Asp 511, His 274, Arg 571, Trp 472, Met 512, Leu 276, dan
Phe 620 tidak menunjukkan nilai RMSF yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa residu-residu tersebut tidak memberikan
fleksibilitas yang tinggi dan dapat dikatakan merupakan residu yang
stabil. Residu yang memiliki nilai RMSF yang tinggi memiliki
fleksibilitas yang tinggi dan tidak stabil. Pada residu ini ligan paling
banyak mengalami perubahan posisi saat simulasi dinamika molekuler
berlangsung.
0
1
2
3
4
5
6
27
0
29
0
31
0
33
0
35
0
37
0
39
0
41
0
43
0
45
0
47
0
49
0
51
0
53
0
55
0
57
0
59
0
61
0
63
0
65
0
67
0
69
0
71
0
73
0
75
0
77
0
RMSF Atom Backbone pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C 6-Deoxoteasterone
Diosgenin Isoarborinol Castanospermine
1,6-Cyclo-Epicalliptol Lanosterol Lantic Acid
Withanolide Withangulatin Yamogenin
Daerah residu yang berikatan dengan ligan
67
d. Kondisi Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah
persentase occupancy, yaitu ikatan hidrogen sangat lemah (25-50 %),
ikatan hidrogen kuat (50-75 %), dan ikatan hidrogen sangat kuat (75-100
%) (Kastner et al., 2009)
Analisis kondisi ikatan hidrogen dilakukan ketika tercapai
kestabilan pada proses simulasi yang ditandai dengan stabilnya RMSD
dan energi potensial; yakni setelah simulasi berlangsung selama 1 ns.
Ikatan hidrogen terjadi ketika suatu molekul memiliki atom F,O, N, dan
memiliki pasangan elektron bebas. Hidrogen dari molekul lain akan
berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan
hidrogen dengan besar energi ikatan yang bervariasi.
Secara keseluruhan, residu yang terlibat dalam interaksi ligan dan
protein baik dari hasil penambatan molekuler maupun simulasi dinamika
molekuler menunjukkan keberadaan yang relatif sama. Keseluruhan ligan
telah menempati sisi pengikatan pada situs aktif sesuai dengan yang
dilaporkan oleh Saqib dan Siddiqi (2008). Analisis interaksi secara lebih
lanjut dapat dilihat dari hasil okupansi ikatan hidrogen selama simulasi
dinamika molekuler (Tabel 4.2). Ikatan hidrogen dapat dikatakan stabil
jika memiliki occupancy diatas 50% (Desheng, et al., 2011). Selama
simulasi, secara umum kesepuluh ligan dan dua ligan sebagai kontrol
positif menunjukkan nilai okupansi ikatan hidrogen yang stabil pada
residu penting seperti Asp 398, sp 587, His 645, Asp 511, His 274, Phe
620, dan Phe 518.
Perhitungan kondisi ikatan hidrogen dari hasil simulasi dinamika
molekuler dilakukan dengan parameter jarak cut off < 3,5 Å dan sudut
ikatan > 1200. Dari parameter yang ditetapkan tersebut diharapkan
diperoleh gambaran kualitas dari ikatan hidrogen yang terjadi pada
masing-masing sistem. Sifat ikatan juga dilihat berdasarkan hasil data
yang menunjukkan nilai jarak donor-akseptor (DA Distance) dan sudut
hidrogen dengan akseptor (HB Angle).
68
Gambar 4.21. Fluktuasi Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dengan α-Glukosidase dalam Produksi Selama 2 ns
0
5
10
15
20
25
30
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
Jum
lah
Ikat
an H
idro
gen
Waktu (ps)
Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dan Makromolekul selama 2 ns
Lanosterol Lantic Acid
Withanolide Withangulatin A
Yamogenin 1,6-Epi-Cyclophellitol
0
5
10
15
20
25
30
1 201 401 601 801 1001 1201 1401 1601 1801
Jum
lah
Ikat
an H
idro
egn
Waktu (ps)
Jumlah Ikatan Hidrogen pada Simulasi Senyawa Ligan dan Makromolekul selama 2 ns
Asiatic Acid Cassiamin C Castanospermine
6-Deoxoteasterone Diosgenin Isoarborinol
69
Perhitungan kondisi ikatan hidrogen dari hasil simulasi dinamika
molekuler dilakukan dengan parameter jarak cut off < 3,5 Å dan sudut
ikatan > 1200. Dari parameter tersebut, diharapkan diperoleh gambaran
akan kualitas dari ikatan yang terjadi pada masing-masing interaksi ligan
dan makromolekul.
Tabel 4.3. Occupancy ikatan hidrogen kompleks ligan – α-Glukosidase
No Nama Senyawa Donor Akseptor Occupancy HB Distance
DA Distance
HB Angle
1. Asiatic Acid
ASP398-Side-OD2
LIG512-Side-O1
100,00% 1,9215 2,8174 155,5622
ASP398-Side-OG1
LIG512-Side-O3
98,50% 1,9901 2,8778 154,3210
LIG512-Main-O
ASP242-Side-CG
90,00% 2,2971 3,1621 149,4884
LIG512-Main-O
ASP242-Side-OD2
89,20% 2,3340 3,2029 150,1199
LIG512-Main-O
ASP242-Side-OD1
78,90% 2,2771 3,0828 142,6139
2. Cassiamin C
LIG512-Main-O
ARG571-Main-N
97,56% 1,9583 2,9052 158,1380
ASP587-Side-OD2
LIG512-Side-O6
75,46% 1,9489 2,9123 161,4729
LIG512-Main-O
ARG571-Main-CA
65,98% 2,3344 3,1064 133,2672
3. Castanospermine
ASP398-Main-N
CTS512-Side-C6
96,90% 1,8260 2,7417 159,4571
CTS512-Side-O2
ARG571-Main-O
95,60% 1,8466 2,7720 159,9105
ASP398-Main-O
CTS512-Side-O4
79,40% 2,4662 3,3237 143,8948
ASP587-Main-N
CTS512-Side-O2
72,80% 2,3175 3,2440 153,9743
70
4. 6 - Deoxoteasterone
ARG374-Side-NH2
LIG512-Main-O
89,30% 2,3506 3,1365 139,4654
ARG374-Side-NH1
LIG512-Main-O
59,80% 2,5224 3,3057 135,2624
5. Diosgenin HIS645-Main-O
LIG512-Side-O2
65,90% 2,2569 3,1608 157,0837
ASP587-Side-CB
LIG512-Side-C8
61,30% 1,9447 2,8535 154,2603
6. Isoarborinol
LEU163-Main-N
LIG512-Side-C11
63,70% 2,4692 3,4085 156,9190
LEU163-Main-N
LIG512-Side-C21
60,80% 2,5294 3,2953 133,3193
LIG512-Side-C21
LEU163-Main-N
59,70% 2,4766 3,4157 156,8026
7. Lanosterol
ARG398-Side-NH2
LIG512-Main-O
99,70% 1,9286 2,8029 150,6956
ARG398-Side-NH2
LIG512-Main-C
55,70% 2,5690 3,2664 129,0105
HIS645-Side-NH1
LIG512-Main-O
50,70% 2,5786 3,2647 127,7892
8. Lantic Acid
ASP168-Side-OD1
LIG512-Side-O3
99,90% 2,4724 3,3076 145,1109
ASP398-Side-NH2
LIG512-Main-O
97,50% 1,7506 2,7027 166,5906
ARG250-Side-NH1
LIG512-Side-O1
80,60% 2,4962 3,3367 145,6939
9. Withanolide
LIG512-Main-O
ASP519-Main-N
91,60% 1,7263 2,6799 167,0456
LIG512-Side-O5
ARG519-Main-O
84,60% 2,2718 3,1196 144,9871
10. Withangulatin A
ASP587-Side-NH2
LIG512-Side-O6
97,00% 1,7649 2,7015 161,7927
ASP587-Main-N
LIG512-Side-O6
82,50% 2,4954 3,2561 131,6623
71
11. Yamogenin
LIG512-Side-C15
ASP398-Side-OD1
93,20% 2,0618 3,0239 169,0825
LIG512-Side-O2
ILE236-Main-O
88,20% 2,1458 3,0757 159,2205
ASP587-Main-N
LIG512-Side-C19
61,50% 2,5226 3,2926 135,9307
12. 1,6-Epi-Cyclophellitol
UNK512-Side-C1
ASP511-Side-OD2
88,40% 1,9493 2,8962 163,4660
ASP571-Side-NE2
UNK512-Side-O4
77,10% 2,3934 3,3186 151,9063
Keterlibatan residu asam amino yang sama menunjukkan sejauh
mana kecenderungan pengikatan ligan terhadap makromolekulnya. Hasil
okupansi kesepuluh senyawa kimia tanaman ini menunjukkan kesamaan
dengan senyawa Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol sebagai
kontrol positif karena memiliki sisi pengikatan yang umumnya sama. Hal
ini menunjukkan bahwa sepuluh senyawa kimia tanaman ini
memungkinkan untuk memiliki aktivitas yang hampir sama dengan
Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol dalam aktivitasnya sebagai
inhibitor enzim α-glukosidase.
72
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil penambatan sepuluh senyawa kimia tanaman hasil Virtual Screening
dari basis data kimia tanaman terhadap makromolekul α-Glukosidase
memiliki posisi dan situs pengikatan yang sesuai dengan kontrol positif;
yaitu Castanospermine dan 1,6-Epi-Cyclophellitol. Hasil penambatan
molekul 6 – Deoxoteasterone, Diosgenin, Withangulatin A, Withanolide,
Lanosterol, Cassiamin C, Asiatic Acid, Isoarborinol,Yamogenin, dan
Lantic Acid terhadap α-glukosidase secara berturut-turut menunjukkan
nilai ΔG yakni -9,09; -8,76, -8,73; -8,66; -8,65; -8,65; -8,64; -8,59; -8,48;
dan -8,45 kkal/mol. Sedangkan penambatan kontrol positif yaitu
Castanospermine dan 1,6-Cyclo-Epicalliptol terhadap α-Glukosidase
memiliki nilai ΔG -6,66 dan -5,62 kkal/mol. Hal ini menunjukkan bahwa
kesepuluh senyawa hasil Virtual Screening dari basis data kimia tanaman
memiliki nilai energi bebas yang lebih kecil daripada kontrol positif yang
digunakan, yang mengindikasikan bahwa kemampuan sepuluh senyawa
tersebut memiliki potensi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase.
2. Simulasi dinamika molekuler menunjukkan bahwa interaksi ke-sepuluh
senyawa hasil Virtual Screening dari basis data kimia tanaman memiliki
kecenderungan yang sama dengan kedua senyawa yang bertindak sebagai
kontrol positif. Interaksi kesepuluh senyawa menunjukkan adanya
interaksi yang kuat dan stabil pada residu Asp 587, Asp 398, Asp 511, dan
His 276.
5.2. Saran
1. Waktu analisis dalam simulasi dinamika molekuler perlu diperpanjang
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap sehingga analisis dapat
dilakukan lebih mendalam lagi.
2. Simulasi dilakukan dalam temperatur yang berbeda-beda, yaitu dengan
rentang suhu normal, dan suhu yang lebih tinggi lagi.
73
DAFTAR PUSTAKA
A., Jedinak, A., Thyagajaran-Sahu, J. Jiang., D. Sliva. (2011).
Ganodermanontriol, a lanostanoid triterpene from Ganoderma lucidum,
supresses growth of colon cancer cells through β-catenin signaling.
International Jornal of Oncology. 38 (3), 781-787.
Adams A. & Ray C. (1998). Catering technology, 1st Ed. London: B.T. Batsford
Ltd.
Arunan, E., et al (2004). IUPAC Provisional Recommendation: Definition of The
Hydrogen Bond
Ailees, L.E., Weismann, I.L. (2007). Cancer stem cells in solid cancer. Curr Opin
Biotechnol, 18, 460-466
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2008). Laporan Nasional: Riset
Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Bradburry, J. (2005). From chinese medicine to anticancer drugs. Drug Discovery Today, 10, 1131-1132.
Baxevannis, A.D., & Oullette, B. F. (2001). Bioinformatics: A Practical Guide to
the Analysis of Genes and Protein 2nd Edition. Wiley Interscience: USA
Becker, O.M., MacKerrel, A.D., Roux, B., Watanabe, M. (2001). Computational
Biochemistry and Biophysics. Marcel Dekker Inc., New York.
Blasko, G. & Cordell. G.A (1990). Isolation structure elucidation and biosynthesis of the bisindole alkaloids of Catharanthus. In A. Brossi & M. Suffness (Eds.). The alkaloids. (Vol. 37, pp 1-76). San Diego, CA: Academic Press.
Bruice, P. (2003). Organic Chemistry 4th Edition. New Jersey. Preentice Hall.
Case, D.A., Darden, T., Wu, X., Brozell, S.R., Cheatam III, T.E., Steinbrecher, T., et al. (2010). Amber 14 User’s Manual. San Fransisco: University of California. Hal 15-19.
Cham, B.E. & Daunter, B. (1990). Solasonides glycosides. Selective cytotoxicity for cancer cells and inhibition of cytotoxicity by rhamnose in mice with sarkoma 180. I, 55, 221-225.
Cham, B.E. & Daunter, B. (1990). Solasonides glycosides. Selective cytotoxicity for cancer cells and inhibition of cytotoxicity by rhamnose in mice with sarkoma 180. Cancer Letters, 55, 221-225.
74
Florey L. (1970). The classification, morphology, and behavior of tumors.
General Pathology, 4th Edition. London: W.B. Saunders Co. 668-718
Gao, Y., Ma Y., Li M., Cheng T., Li S.W., Zhang J., Xia, N.S. (2003). Oral immunization of animals with transgenic cherry tomatillo expresing HbsAg. World J Gastroenterol. 9 (5), 996-1002.
Guan Y., Shan S., Zhang W., Luo, J., Kong L. (2014). Withanolides from Physalis minima and their inhibitory effect on nitric acid production. Steroids, 82, 38-43.
Huang S., Chiu C., Chen H., Hou W., Sheu M., Lin Y., Huang G. (2011).
Antinociceptive activities and the mechanism of anti-inflamation of asiatic
acid in mice. I. Vol. 2011, 1-10.
Hansakul, P., Ngamkitidechakul, C., Ingkaninan, K., Sireeratawong, S., Panunto,
W. (2009). Apoptotic induction activity of Dactyloctenium aegyptium (L.)
P.B. and Eleusina indica (L.) Gaerth. extracts on human lung and cervical
cancer cell lines. Songklanakarin J. Science Technology, 31 (3), 273-279.
Idrees, M., Naeem, M., Aftab, T., Khan, M.M.A. & Moinuddin. (2013). Salicylic acid restrains nickel toxicity, improves antioxidant defence system and enhances the production of anticancer alkaloids in Catharanthus roseus (L.). Journal of Hazardous Materials 252-253, 367-374.
Idrees, M., Naeem, M., Aftab, T., Khan, M.M.A. & Moinuddin. (2013). Salicylic acid restrains nickel toxicity, improves antioxidant defence system and enhances the production of anticancer alkaloids in Catharanthus roseus (L.). Journal of Hazardous Materials 252-253, 367-374.
Jaleel, C.A., Gopi R., Manivannan, P., Gomathiyanagam, M., Sridharan, R. & Panneerselvam, R. (2007). Antioxidant potential and indole alkaloid profile variation with water deficits along different parts of two varieties of Catharanthus roseus. 62, 312-318
Joy J.M., S Vamsi., C Satish., K Nagaveni. (2012). Lantana camara Linn.: A
review. International Journal of Phytotherapy. Vol 2, 66-73.
Karplus, M., & Kuriyan, J. (2005). Mollecular Dynamics and Protein Function.
Ectodomain orientation, conformational plasticity and oligomerization of
75
erbB1 receptors investigated by mollecular dynamics. JStructBiol, 167 (2),
117-128.
Kelly, P. N., et al. (2007). Cancer Growth Need Not to be Driven by Rare Cancer Stem Cells. Science, 317,337.
Kitchen, D., Decornez, H., Furr. J., & Bajorath, J. (2004). Docking and Scoring in
Virtual Screening for Drug Discovery: Methods and Application. Nat Rev.
935-949
Lasuncion M.A., Martin-Sanchez C., Canfran-Duque A., Busto, R. (2012). Post-
lanosterol biosynthesis of cholestrol and cancer. SciVerse ScienceDirect.
Laube, H. (2002). Acarbose. Clin. Drug Invest., 22(3), 141-143
Leach, A.R., Soichet, B.K., Peishoff, C.E. (2006). Prediction of Protein Ligands
Interactions. Docking and Scoring: Succecess and Gaps. Journal of
Medicinal Chemistry. 5851-5855
Lee Y.S., Do, J., E.J. Kwon., S.H. Park., E.S. Lee., J.C Jeong., DH. Nam., J.A.
Kim. (2002). Asiatic acid, a triterpene, induces apoptosis through
intracellular Ca2+ release and enhanced expression of p53 in HepG2 human
hepatoma cells. Cancer Letters. 186 (1), 83-91
Lee M.C., Deng J., Briggs J.M. & Duan Y. (2008). Large Scale Conformational
Dynamics of the HIV-1 Integrase Core Domain and Its Catalytic Loops
Mutants. Biophys J, 88, 3133-3146
Lim L., Wong L.C., Shui G.H., Goh A.X.H., Kesavapany S., Jenner A.M., Przedborsky S. (2012). Lanosterol induces mithocondrial uncoupling and protects dopaminergic neurons from cell death in a model for Parkinson’s
disease. Cell Death and Differentiation. 416-427.
Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S., Matsudaira, P., Baltimore, D., & Darnell, J.
(2000). Mollecular Cell Biology 4th Edition. New York: W.H Freeman
Company.
Luo H. & Wang H. (2006). Induction of apoptosis in K526 cells by jolkinolide.
Physiol Pharmacol, 84, 959-965.
Marchioli R., Schweiger C., Levantesi G., Tavazzi L., Valagussa F. (2001).
Antioxidants vitamin and prevention of cardiovascular disease:
epidemiological and clinical trial data. Lipids, 36, 53-63.
76
Marechal, Y. (2007). The Hydrogen Bond and the Water Mollecule. Wiley
Interscience: USA.
Max Leung. (2006). Protein Secondary Structures Enumerations – a Summer
Project. 1-2
McMurry, J. (2008). Organic Chemistry (7th ed.). USA: Brooks/Cole Publishing
et al. (1998). Automated Doking Using Lamarckian Genetic Algorithm and
an Empirical Binding Free Energy Function. Journal of Computational
Chemistry, (1639-1662).
Murray, R., et al. (2003). Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 45-58
Nelson, D., Cox, M. (2011). Lehninger Principles of Biochemistry. Ed. 4.
Wisconsin: W.H. Freeman Company. Hal 50-212
Ngili, Y. (2010). Biokimia Dasar: Enzim. (175-177). Bandung: Rekayasa Sains.
N.M.Luscombe, D.Greenbaum, M.Gerstein. (2001). What is Bioinformatics? An
Introduction and Overview. New Haven: USA. Gareth, G. (2004). An
Introduction: Fundamental of Medicinal Chemistry. Journal of Chemistry
Education
Ooi K.L., Lo S.I., Tan M.L., Muhammad T.S.T., Sulaiman S.F. (2014). Growth
Inhibition of Human Liver Carcinoma HepG Cells and α-glucosidase
Inhibitory Activity of Murdannia bracteata.
P, Zhdanov, Vladimir. (2008). Stochastic of the Formation of Cancer Metastases via Cancer Stem Cells. European Biophysics Journal, 37, 1329-1334.
Pettersen, E., et al. (2004). UCSF Chimera: A Visualization System fir Exploratory Research and Analysis. J Comput Chem, 25 (13), 1605-1612.
Petsko, G., & Ringe, G. (2003). Protein Structure and Function (Primers in
Biology) (3-45). United Kingdom: New Science Press.
Pili R., Chang J., Partis R.A., Mueller R.A., Chrest F.J., Passaniti A. (1995). The
α-glucosidase I inhibitor castanaspermine alters endothelial cell
glycosylation, prevents angiogenesis and inhibits tumor growth. Cancer
Research, 55, 2920-2926.
77
Raju, J. & P.Bird, R. (2007). Diosgenin, a naturally occuring furostanol saponin supresses 3-hydroxy-3-methylglutharyl CoA reductase expression and induces apoptosis in HCT-116 human colon carcinoma cells. Cancer Letters, 255, 194-204.
Sampson J.H., Raman A., Karlsen G., Navsaria H., Leigh I.M. (2001). In vitro
keratinocyt antiproliferant effect of Centella asiatica extract and triterpene
saponins. Phytomedicine. 8, 230-235.
Sanchez, R., Sali, A. (1997). Advance in Comparative Protein Structure
Modelling. Curr. Opin. Struct. Biol., 7, 206-214.
Sehgal, A. (2006). New Application of Discovery, Manufacturing, and
Therapeutics. Tracy Beaudoin.
Shafiullah M., Parveen M., Kamil M., Illyas M. (1995). A new isoflavone C-
glycoside from Cassia siamea L. Fitoterapia, 65, 339-341.
Shibuya K, Mathers CD, Bosci-Pinto C, Lopez AD, Murray CJL. Global and
Regional Estimates of Cancer Mortality and Incidence by Site: II. Results
for the Global Burden of Disease 2000. BMC Cancer 2002; 2:37-62
Son Y.O., Kim J., Lim J.C., Chung Y., Chung G.H. & Lee J.C. (2003). Ripe fruits of Solanum nigrum L. inhibits cell growth and induces apoptosis in MCF07 cells. Food and Chemical Toxicology, 41, 1427-1428.
Sun, L., Liu, J., Liu P., Yu Y., Ma L., Hu L. (2010). Immunosupression effect of Withangulatin A from Physalis angulata L. via heme-oxygenase 1-dependent pathways. Process Biochemistry, 46, 482-288.
Wolff, M. E. (1996). Burgers Medicinal Chemistry and Drug Discovery 5th
Edition Volume 1: Principle and Practices. New York: Wiley Interscience.
Wu S.J., Ng L.T., Chen C.H., Lin D.L., Wang S.S., Lin C.C. (2004). Antihepatoma activity of Physalis angulata L. and P. perwiana extracts and its effect on apoptosis in human Hep. G2 cells. Life Sciences, 74 (16), 2061-2073.
Zhao Q., Xie B., Yan J., Zhao F., Xiao J., Yao L., Zhao B., Huang Y. (2011). In
vitro antioxidant and antitumor activities of pollysaccharides extracted from
Asparagus officinalis L. Carbohydrates Polymers, 87, 392-396.
ChemAxon. (2008). Marvin Sketch: Advance Chemical Drawing Software.
Delano, W.L. (2004). PyMOL User’s Guide. Diakses 13 Januari 2015, dari
http://pymol.sourceforge.net/newman/userman.pdf/.
Fiser, A., & Sali, A. (2001). Comparative Protein Structure Modelling With Modeller: A Practical Approach. Diunduh 12 Januari 2015, dari http://salilab.org/modeller/methenz/andras.andras.html.
http://www.ebi.ac.uk/Tools/msa/clustaw2/help/ diakses pada 13 Januari 2015, 15.31 WIB.
National Instittute of Health. (2006). Regenerative Medicine. http://stemcells.nih.gov/info/2006report/. Diakses pada 13 januari 2015, pukul 21.01 WIB