-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pupuk Bagi tanaman, pupuk sama seperti makanan
pada manusia. Oleh tanaman,
pupuk digunakan untuk tumbuh, hidup, dan berkembang. Pupuk
mengandung zat
atau unsur hara. Kandungan hara dalam tanaman berbedabeda,
tergantung pada
jenis hara, jenis tanaman, kesuburan tanah atau jenisnya, dan
pengelolaan
tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun
anorganik
(buatan), bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat
menambah
unsur hara. Pemupukan adalah cara-cara atau metode pemberian
pupuk atau
bahan-bahan lain seperti bahan kapur, bahan organik, pasir
ataupun tanah liat ke
dalam tanah. Jadi pupuk adalah bahannya sedangkan pemupukan
adalah cara
pemberiannya. Pupuk banyak macam dan jenis-jenisnya serta
berbeda pula sifat-
sifatnya dan berbeda pula reaksi dan peranannya di dalam tanah
dan tanaman.
2.2. Klasifikasi Pupuk Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002),
berdasarkan senyawanya pupuk
terbagi atas pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa
organik. misalnya
pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dan guano. Sedangkan pupuk
anorganik
atau mineral, yakni semua pupuk buatan, baik pupuk tunggal
maupun majemuk.
2.2.1. Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat
dari sisa-sisa makhluk hidup
yang diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri
pengurai,
misalnya pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal
dari sisa-sisa
tanaman, dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk
organik
mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi
jumlah tiap
jenis unsur hara tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik
di dalamnya
-
8
sangatlah tinggi (Novizan, 2007). Pupuk organik sangat penting
sebab
memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap
air, menaikkan
kondisi kehidupan di dalam tanah dan mengandung zat makanan
tanaman
(Rinsema, 1993).
2.2.1.1. Kompos Kompos merupakan hasil dari pelapukan
bahan-bahan berupa dedaunan,
jerami, alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan
sebagainya. Proses
pelapukan bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan
manusia.
Secara garis besar, membuat kompos berarti merangsang
perkembangan bakteri
(jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan
bahan-bahan yang
dikomposkan hingga terurai menjadi senyawa lain. Proses
penguraian tersebut
mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik sukar
larut menjadi
senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman (Lingga dan
Marsono,
2004).
Kompos sangat berperan dalam proses pertumbuhan tanaman,
diantaranya yaitu ;
1. Kompos memberikan nutrisi bagi tanaman
Kompos mengandung unsur hara yang lengkap baik makro maupun
mikro,
walaupun kandungannya dalam jumlah yang sedikit tetapi
memberikan nutrisi
yang lengkap untuk pertumbuhan bagian-bagian vegetatif dan
generatif
tanaman.
2. Kompos memperbaiki struktur tanah
Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu
menjadi
penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Selain itu, kehadiran
kompos pada tanah
menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas
pada tanah.
Dengan demikian tanah yang semula keras dan sulit ditembus air
dan udara,
kini dapat menjadi gembur.
3. Kompos meningkatkan kapasitas tukar kation
Kapasitas tukar kation (KTK) adalah sifat kimia yang berkaitan
erat dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi lebih mampu
menyediakan
unsur hara dari pada tanah dengan KTK rendah.
-
9
4. Kompos menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Tanah yang bercampur dengan kompos mempunyai pori-pori dengan
daya
rekat yang lebih baik sehingga mampu mengikat serta menahan
ketersediaan
air di dalam tanah.
5. Kompos meningkatkan aktifitas biologi tanah
Kompos dapat membantu kehidupan mikroorganisme dalam tanah,
selain berisi
bakteri dan jamur dekomposer keberadaan kompos akan membuat
tanah
menjadi sejuk, kondisi ini disenangi oleh bakteri.
6. Kompos mampu meningkatkan pH pada tanah asam
Unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman pada kondisi pH
tanah netral,
yaitu tujuh (7). Pada nilai ini, unsur hara menjadi mudah larut
di dalam air. Jika
tanah semakin asam dengan penambahan kompos, pH tanah akan
meningkat.
7. Kompos tidak menimbulkan masalah lingkungan
Pupuk kimia sintesis dapat menimbulkan masalah lingkungan yaitu
dapat
merusak keadaan tanah dan air, sedangkan kompos justru
memperbaiki sifat
tanah dan lingkungan (Yuwono, 2005).
2.2.1.2. Proses pengomposan Pengomposan merupakan proses biologi
oleh mikroorganisme secara
terpisah atau bersama-sama dalam menguraikan bahan organik
menjadi bahan
semacam humus. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah
bahan-
bahan mentah dicampur. Proses pengomposan dapat berlangsung
secara aerobik
maupun anaerobik.
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua
tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan
cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan
meningkat hingga di atas 50-70C. Suhu akan tetap tinggi selama
waktu tertentu.
Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik,
yaitu mikroba
yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekmposisi/penguraian bahan
-
10
organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos
dengan
menggunakan oksigen (aerobik) akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2,
uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos
tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama
proses
pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa
bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 3040% dari volume/bobot awal
bahan (Isroi,
2008).
Selama proses dekomposisi bahan organik menjadi kompos akan
terjadi
berbagai perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme
sebagai aktivator.
Adapun perubahannya sebagai berikut:
1. Penguraian karbohidrat, sellulosa, hemisellulosa, lemak, dan
lilin menjadi
CO2 dan H2O.
2. Protein menjadi ammonia, CO2 dan air.
3. Pembebasan unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi
senyawa
yang dapat diserap oleh tanaman.
4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara didalam sel
mikroorganisme,
terutama nitrogen, phospor dan kalium.
2.2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Proses pengomposan Setiap
organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi
lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya
sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi
limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai,
maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati.
Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang
memperngaruhi
proses pengomposan antara lain (Isroi, 2008) :
-
11
a. Rasio C/N Rasio C/N bahan baku kompos merupakan faktor
terpenting dalam laju
pengomposan. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang
diperlukan untuk
pengomposan semakin singkat.
b. Ukuran Partikel Aktivitas mikroba berada diantara permukaan
area dan udara. Permukaan
area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba
dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel
juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan
tersebut.
c. Aerasi Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi
yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin
masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan
air bahan
(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses
anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan
kompos.
d. Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam
tumpukan kompos.
Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan
volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan
menyuplai oksigen
untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan
oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan
terganggu.
e. Kelembapan (Moisture content) Kelembapan memegang peranan
yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada
suplai oksigen.
-
12
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan
organik
tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40-60% adalah kisaran
optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas
mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan
15%. Apabila
kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara
berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi
fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada
hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula
proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60C menunjukkan
aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60C akan
membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan
tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba
pathogen
tanaman dan benih-benih gulma.
g. Derajat Keasaman (pH) Proses pengomposan dapat terjadi pada
kisaran pH yang lebar. pH yang
optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5.
pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai
contoh proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal akan
menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari
senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase
awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati
netral.
-
13
h. Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses
pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
i. Kandungan bahan berbahaya Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan-bahan yang
berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Pb,
Cd, Ni, dan
Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam
berat akan
mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
j. Lama pengomposan Lama waktu pengomposan tergantung pada
karakteristik bahan yang
dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan
atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan
akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga
kompos benar-
benar matang.
2.2.1.4. Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan Pada dasarnya semua
bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya
limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kertas,
kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian,
limbah-limbah agroindustri,
limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa
sawit dan lain-lain
(Isroi, 2008).
2.2.1.4.1. Kotoran Kambing Limbah yang dihasilkan dari ternak
kambing/domba berupa urin yang
menyengat akan dapat menimbulkan polusi bau, kotoran mencemari
lingkungan
sekitarnya dan masih banyak masalah sosial yang ditimbulkan.
Sebetulnya bila
dimanfaatkan secara baik kotoran tersebut bukan merupakan polusi
justru
merupakan suatu penghasilan yang bisa menghasilkan kompos (pupuk
organik)
-
14
yang berkualitas bila diolah dengan teknologi pengolahan
menggunakan
dekomposer (Aziz, 2011).
Pupuk kandang dari kotoran kambing memiliki kandungan unsur
hara
relatif lebih seimbang dibandingkan pupuk alam lainnya karena
kotoran kambing
bercampur dengan air seninya (mengandung unsur hara), hal
tersebut biasanya
tidak terjadi pada jenis pupuk kandang lain seperti kotoran sapi
(Parnata, 2010).
Kadar hara pada kotoran kambing yaitu 46,51% C, 1,41% N, C/N
32,98, 0,54% P
dan 0,75% K (Hartatik dan Widowati, 2006). Sedangkan hasil uji
pendahuluan
yang dilakukan Syafrudin (2007), diperoleh kadar C-organik
sebesar 43,092%
dan nitrogen total 2,040%, sehingga rasio C/N-nya 21,12.
2.2.1.4.2. Kulit Kopi Kulit kopi merupakan jenis bahan organik
yang sulit didekomposisi. Oleh
karena itu pengembalian kulit kopi ke lahan pertanian harus
diikuti dengan proses
pengomposan terlebih dahulu agar unsur-unsur yang dikandung
kulit kopi tersebut
dapat tesedia bagi pertumbuhan tanaman. Secara kimiawi kulit
kopi mengandung
bahan organik seperti karbon (C), hydrogen (H) dan oksigen (O)
yang terikat
dalam bentuk senyawa selulosa (45%), hemi-selulosa (25%), lignin
(2 %), resin
(45%), dan abu (0,5 %).
Kulit kopi terdiri dari:
1. Lapisan bagian luar tipis yakni yang disebut Exocarp; lapisan
ini kalau sudah
masak berwarna merah.
2. Daging buah; daging buah ini mengandung serabut yang bila
sudah masak
berlendir dan rasanya manis, maka sering disukai binatang kera
atau musang.
Daging buah ini disebut Mesocarp.
3. Kulit tanduk atau kulit dalam; kulit tanduk ini merupakan
lapisan tanduk yang
menjadi batas kulit dan biji yang keadaannya agak keras. Kulit
ini disebut
Endocarp.
-
15
Gambar 2.1. Bagian Buah Kopi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit buah
kopi adalah
45,3%, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18 % dan kalium 2,26
%.
2.2.1.5. Standar Kualitas Kompos Kompos yang baik adalah kompos
yang sudah mengalami pelapukan yang
cukup dengan dicirikan warna sudah berbeda dengan warna bahan
pembentuknya,
tidak berbau atau berbau seperti tanah, kadar air rendah, dan
mempunyai suhu
ruang. Kematangan kompos juga dapat dilihat dari kandungan
karbon dan
nitrogen melalui rasio C/N-nya. Kompos yang memiliki rasio C/N
mendekati
rasio C/N tanah yaitu 10-12, lebih dianjurkan untuk digunakan
(Indriani, 2001).
Pada kompos, terdapat unsur lain yang variasinya cukup banyak
walaupun
kadarnya rendah seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan
magnesium. Kadar
hara kompos memang sangat ditentukan oleh bahan yang
dikomposkan.
Walaupun demikian, kadar haranya memang tidak pernah tinggi dan
susunan hara
dari kompos memang tidak pernah tetap (Lingga dan Marsono,
2004).
Standar nasional Indonesia (SNI) memiliki syarat mutu produk
kompos
untuk melindungi konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan.
Standar ini
dapat dipergunakan sebagai acuan bagi produsen kompos dalam
memproduksi
kompos. Adapun standar kualitas kompos dari sampah organik
domestik yang
merujuk pada SNI 19-7030-2004. Kematangan kompos ditunjukkan
dari hal-hal
seperti rasio C/N mempunyai nilai (10-20):1, suhu sesuai dengan
suhu air tanah,
berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah serta berbau
tanah.
-
16
Tabel 2.1. SNI Produk Kompos
No. Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar air % - 50 2
Temperature C suhu air tanah 3 Warna Kehitaman 4 Bau berbau tanah 5
Ukuran partikel mm 0,55 25 6 Kemampuan ikat air % 58 - 7 pH 6,80
7,49 8 Bahan asing % * 1,5 Unsur makro 9 Bahan organik % 27 58 10
Nitrogen % 0,40 - 11 Karbon % 9,80 32 12 Phosphor (P2O5) % 0,10 -
13 C/N-rasio 10 20 14 Kalium (K2O) % 0,20 * Unsur mikro
15 Arsen mg/kg * 13 16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3 17 Kobal (Co)
mg/kg * 34 18 Kromium (Cr) mg/kg * 210 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62 22 Timbal (Pb)
mg/kg * 150 23 Selenium (Se) mg/kg * 2 24 Seng (Zn) mg/kg * 500
Unsur lain
25 Kalsium (Ca) % * 25,50 26 Magnesium (Mg) % * 0,60 27 Besi
(Fe) % * 2,00 28 Alumunium (Al) % * 2,20 29 Mangan (Mn) % * 0,1
Bakteri
30 Fecal coli MPN/gr 1000 31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3
Keterangan : * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil
dari maksimum
Sumber : Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2004
-
17
2.3. Effective Microorganism 4 (EM4) Effective Microorganism 4
adalah kultur campuran dari mikroorganisme
yang menguntungkan bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan
produksi
tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan
akan
membantu memperbaiki kondisi biologi tanah dan dapat membantu
penyerapan
unsur hara. Sebagian besar mengandung mikroorganisme seperti
bakteri
fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.), bakteri asam laktat
(Lactobacillus sp.), ragi,
Actinomycetes sp, dan jamur fermentasi. Menurut Jose (2011)
manfaat atau
peranan mikroorganisme tersebut yaitu :
1. Bakteri Fotosintetik
Peranan dari bakteri ini yaitu merubah gas-gas berbahaya menjadi
zat
bermanfaat, menghilangkan bau tak sedap, meningkatkan
fotosintesis
tanaman dan menunjang pertumbuhan bakteri asam laktat, ragi dan
jamur.
2. Bakteri Asam Laktat
Bakteri ini menghasilkan asam laktat sebagai hasil penguraian
gula dan
karbohidrat lain yang bekerjasama dengan bakteri fotosintesis
dan ragi. Asam
laktat ini merupakan bahan sterilisasi kuat yang dapat
menghambat
pertumbuhan pathogen Fusarium, menghancurkan lignin, selulosa
dan dapat
menguraikan bahan organik dengan cepat.
3. Ragi
Ragi menghasilkan zat-zat bioaktif (hormon dan enzim),
membantu
perkembangan bakteri asam laktat dan dapat menghasilkan alkohol,
ester, dll.
4. Actinomycetes sp
Actinomycetes sp memiliki bentuk antara bakteri dan jamur.
Mikroorganisme
ini dapat menghasilkan zat antimikroba untuk menekan jamur dan
bakteri
berbahaya.
5. Jamur Fermentasi
Jamur ini menghasilkan alkohol, ester, zat anti mikroba dan
menghilangkan
bau serta mencegah serbuan serangga dan ulat.
-
18
EM4 mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah
organik.
EM4 diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan
populasi
mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya
dapat
meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas
produksi tanaman
secara berkelanjutan. EM4 juga dapat digunakan untuk
mempercepat
pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, masalah pada
peternakan,
membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada
tambak udang dan
ikan. Ada beberapa keuntungan dan manfaat dari EM4 yaitu :
1. Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
2. Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan
aktivitas
serangga hama dan mikroorganisme patogen.
3. Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan
menjaga
kestabilan produksi.
4. Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos. Kompos
yang
dibuat dengan teknologi Effective Microorganism (EM) disebut
dengan
BOKASHI.
(Marsono dan Paulus, 2001)
Kata bokashi diambil dari bahasa jepang yang berarti bahan
organik yang
terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata bokashi berarti bahan
organik kaya
akan sumber hayati.
2.4. Pengomposan Anaerob Pengomposan dengan proses anaerobik
dihasilkan gas metana yang sangat
bermanfaat. Adapun reaksi proses anaerobik sebagai berikut:
C6H12O6 3 CH4 + 3 CO2
Selain kompos, produk komesial yang diperoleh dari proses
pengomposan
anaerobik yaitu biogas. Biogas adalah campuran gas metan dengan
gas-gas lain
seperti CO2 dan H2S yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan
pemanfaatan.
Dengan pengomposan anaerobik seluruh potensi yang ada di dalam
bahan organik
dapat dimanfaatkan seperti energi dan nutrisi yang ada dalam
kompos.
-
19
Dialam, proses anaerobik terjadi secara spontan ketika adanya
timbunan
bahan organik dengan suplai oksigen yang terbatas. Pada situasi
tersebut kegiatan
dekomposisi beralih dari proses aerobik menjadi anaerobik,
seperti produksi
metan di dasar danau dan sungai. Proses pengomposan anaerobik
dapat dipercepat
dengan mengatur berbagai kondisi proses yang bisa memacu
dekomposisi bahan
organik lebih cepat dan sempurna sehingga waktu lebih cepat,
produksi metan
lebih besar.
Proses pengomposan anaerobik berlangsung dalam 4 tahap sebagai
berikut:
a. Proses hidrolisa, yaitu dekomposisi bahan organik polimer
menjadi monomer
yang mudah larut, dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif.
Pada proses
hidrolisa, lemak diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi
oleh bakteri
lipolitik. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim sellulase
yang
diproduksi oleh bakteri sellulolitik dan protein diuraikan oleh
enzim protease
yang diproduksi oleh bakteri proteolitik menjadi monomer yang
mudah larut.
Pada proses hidrolisa ini dihasilkan pula asam amino, asam
volatil, gliserol,
dan lain-lain.
b. Proses asidogenesis, yaitu dekomposisi monomer organik
menjadi asam-asam
organik (asam lemak) dan alkohol. Pada proses asidogenesis,
monomer
organik diuraikan lebih lanjut oleh bakteri asidogenik menjadi
asam-asam
organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat,
valeriat, serta
dihasilkan juga CO2, H2O dan metanol.
c. Proses asetogenesis, yaitu perubahan asam organik dan alkohol
menjadi asam
asetat. Pada proses ini senyawa organik dan metanol diuraikan
bakteri
asetogenik menjadi asam format, asetat, dan CO2.
d. Proses metanogenesis, yaitu perubahan dari asam asetat
menjadi metana. Pada
proses ini asam asetat diuraikan oleh bakteri metanogenik
menjadi CH4, CO2
dan H2O.
Agar proses pengomposan anaerobik berlangsung optimal maka
diperlukan pengetahuan tentang faktor yang berpengaruh dalam
produktifitas serta
-
20
kualitas biogas dan kompos yang dihasilkan. Faktor-faktor
tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Jenis bahan
Kriteria penting yang biasa digunakan untuk menilai kelayakan
bahan
baku pada pengomposan anaerobik adalah nilai rasio C/N/P. rasio
yang ideal
adalah 150:5:1. Karbon diperlukan oleh bakteri untuk tenaga,
sedangkan nitrogen
untuk membangun protein sel. Kadar nitrogen yang terlalu tinggi
akan
meningkatkan produksi ammonia yang bersifat racun bagi bakteri.
Kebutuhan P
berkaitan dengan suplai nitrogen dan jarang menimbulkan masalah
dalam proses
anaerobik. Bila rasio bahan kurang bagus maka perlu dicampur
dengan bahan lain
sehingga rasio C/N/P mendekati nilai ideal.
b. Suhu.
Pada pengomposan anaerobik, proses dapat berlangsung pada
variasi suhu
yaitu 5-75oC. Aktivitas mikrobanya meningkat seiring dengan
meningkatnya
suhu. Namun umumnya bakteri aktif pada selang suhu mesofilik
antara 30-35oC,
sebagian lagi aktif pada suhu 50-55oC. Namun, bakteri
metanogenik yang bekerja
pada suhu termofilik hanya sedikit.
c. Derajat keasaman (pH)
Terdapat perbedaan yang mencolok antara pH yang diperlukan
oleh
bakteri asidogenik dengan bakteri metanogenik. Bakteri
asidogenik memerlukan
pH antara 4,5-7 dan bekerja optimum pada pH 6-7. Sementara itu
bakteri
metanogenik bekerja pada kisaran 6,2-7,8 dan bekerja optimum
pada kisaran pH
7-7,2.
d. Toksisitas
Keberadaan oksigen tidak begitu berpengaruh terhadap proses
anaerobik
karena oksigen yang terakumulasi akan segera dihabiskan oleh
bakteri anaerobik
yang fakultatif. Yang potensial merugikan adalah adanya logam
berat yang masuk
kedalam reaktor, ion alkali juga akan menghambat proses
anaerobik, yang lebih
berbahaya adalah bahan kimia seperti klor, ion sianida serta
sulfat.
-
21
2.5. Rasio C/N
Setiap bahan organik memiliki rasio C/N yang berbeda. Rasio C/N
limbah
ternak umumnya lebih rendah dibandingkan dengan C/N dari
tanaman. Karena itu
penggunaannya sebagai bahan baku kompos harus dicampur dengan
bahan
organik yang memiliki rasio C/N tinggi sehingga dapat
menghasilkan C/N yang
cocok.
Rasio C/N sangat penting untuk memasok hara yang diperlukan
mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. Mikroba
memecah
senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Bila
ketersediaan karbon terbatas (rasio C/N terlalu rendah) tidak
cukup senyawa
sebagai sumber energi yang dimanfaatkan mikroorganisme untuk
mengikat
seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini sejumlah nitrogen bebas
dilepaskan dalam
bentuk gas NH3 dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas
rendah
(Sutanto, 2002). CSIRO (1979) mengemukakan bahwa nisbah C/N yang
terlalu
tinggi menyebabkan laju pengomposan berjalan lambat dan dapat
menyebabkan
suasana pengomposan terlalu asam, sedangkan bila terlalu rendah
menyebabkan
terjadinya kehilangan nitrogen dalam bentuk gas amonia,
akibatnya dapat
meracuni dan mematikan jenis mikroba yang diperlukan dalam
proses
pengomposan. Ada berbagai versi pendapat untuk kondisi
optimal/ideal dari rasio
C/N ini, diantaranya yaitu :
1. Menurut Poincelot (1972), rasio C/N optimum untuk proses
pengomposan
yang cepat dan efisien adalah antara 26-35, nisbah C/N dibawah
26
menyebabkan peningkatan kehilangan Nitrogen yang berubah menjadi
gas
ammonia dan bila lebih dari 35 menyebabkan proses pengomposan
lebih
lama.
2. Menurut Yuwono (2005), Kisaran perbandingan unsur C dan N
dalam bahan
komposan yang optimum untuk proses pengomposan ialah antara 25
30
merupakan nilai perbandingan unsur C dan N yang terbaik sehingga
bakteri
dapat bekerja sangat cepat.
-
22
3. Menurut Djuarnani, dkk (2005) proses pengomposan yang baik
rasio C/N
antara 20 40, namun rasio C/N yang ideal bagi kehidupan
mikroorganisme
dalam proses pengomposan ialah sebesar 30.
Bahan organik tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman
bila
perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi. Namun
apabila rasio C/N
mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut dapat
diaplikasikan
ke tanah dan unsur hara yang terkandung dapat diserap tanaman.
Nilai C/N
tanah sekitar 10-12 (Indriani, 2001).
Sama seperti limbah organik, produk kompos dengan rasio C/N yang
lebih
tinggi dari C/N tanah jika diaplikasikan ke dalam tanah maka
mikroorganisme
akan tumbuh dengan memanfaatkan N tersedia didalam tanah untuk
membentuk
protein dalam tubuh mikroorganisme tersebut, sehingga terjadilah
immobilisasi N.
Immobilisasi N adalah perubahan N anorganik menjadi N organik
oleh
mikroorganisme tanah untuk menyusun jaringan-jaringan dalam
tubuhnya (Hakim
dkk, 1986). Hal ini didukung oleh pernyataan Novizan (2007) yang
menyatakan
bahwa tanaman justru tampak seperti kekurangan unsur hara
setelah diberi pupuk
kompos yang belum terurai sempurna. Karena selama proses
penguraian sampai
proses peguraian sempurna, tanaman akan bersaing dengan
mikroorganisme tanah
untuk memperebutkan unsur hara.
2.6. Pengaruh Bahan Organik pada Tanah Sifat tanah sangat
dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, dan sering
kali pengaruhnya sangat kompleks, sebagai contoh, humus membuat
pasir dan
tanah seakan menyatu. Tanah yang kaya akan bahan organik
bersifat lebih terbuka
sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami
pemadatan dari pada
tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya
bahan organik
mempunyai warna yang agak gelap dan menyerap sinar lebih banyak.
Apabila
lebih banyak sinar yang diserap tanah maka akan lebih banyak
hara dan air yang
diserap tanaman melalui akar.
Tanah yang kaya akan bahan organik relatif sedikit yang
terfiksasi,
sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang
digunakan
-
23
oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat
aktifitasnya,
meningkatkan dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan
hara. Sisa
tanaman yang dikembalikan kedalam tanah juga berpengaruh dalam
mengurangi
masalah penyakit dan hama tanaman, menurunkan aktifitas
mikroorganisme yang
berpengaruh negatif. Residu tanaman seperti jerami, batang dan
tongkol jagung,
ampas tebu dan sekam padi jika dikembalikan kedalam tanah akan
sangat baik
bagi tanah. Pupuk kimia dapat ditambahkan untuk mempercepat
dekomposisi, dan
membuat hara lebih lengkap. Pada umumnya residu tanaman
mengandung
nitrogen yang rendah dan rasio C/N yang sangat tinggi (Sutanto,
2002).
Karbon merupakan penyusun umum dari semua bahan organik.
Karena
senyawa dalam sisa tumbuhan dihancurkan, karbondioksida
dilepaskan.
Disamping karbondioksida, karbonat dan bikarbonat,
penyederhanaan bahan
organik menghasilkan karbon yang lain.
2.6.1. Rasio C/N Tanah Adapun jenis-jenis tanah diantaranya
yaitu tanah alluvial, latosol, litosol,
regosol, grumosol, podzolik, mediteran, histosol, entisol,
ultisol, andisol dan lain-
lain. Setiap jenis tanah memiliki rasio C/N yang berbeda-beda.
Berikut beberapa
jenis tanah tersebut :
1. Tanah entisol termasuk jenis tanah alluvial yang memiliki
rasio C/N < 20.
Jenis tanah ini banyak diusahakan untuk areal persawahan baik
sawah teknis
maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah.
2. Tanah andisol merupakan tanah yang kesuburan kimiawinya
rendah, namun
memiliki kemampuan menahan air yang baik. Tanah ini memiliki
rasio C/N
tergolong rendah yaitu 6-10 (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan
Agroklimat, 2005). Tanah ini cocok bila ditanam padi sawah,
sayur sayuran,
buah, bunga, teh, kopi, dan lain-lain.
3. Tanah histosol/gambut merupakan tanah hasil pembusukan yang
kurang
sempurna di daerah yang selalu tergenang air seperti rawa. Tanah
ini kurang
baik untuk pertanian karena kurang subur dan selalu tergenang
air. umumnya
memiliki rasio C/N tinggi yaitu 24-33,4 (Suhardjo dan Widjhaya
dalam
-
24
Nurhayati, 2008). Namun kini telah banyak dilakukan penelitian,
agar tanah
gambut dapat digunakan untuk pertanian.
2.7. Unsur Hara yang diperlukan tanaman Unsur hara yang
diperlukan tanaman terbagi atas unsur makro dan unsur
mikro. Unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman terdiri atas
nitrogen, fosfor,
dan kalium. Sedangkan unsur hara mikro berupa kalsium,
magnesium, besi,
mangan, zink, tembaga dan lainnya.
2.7.1. Nitrogen Nitrogen umumnya diserap tanaman dalam bentuk
ion NH4+ atau NO3-,
Nitrogen dalam tanah dapat hilang karena terjadinya penguapan,
pencucian oleh
air atau terbawa bersama tanaman saat panen. Nitrogen dapat
kembali ketanah
melalui pelapukan sisa makhluk hidup (bahan organik), Nitrogen
yang berasal
dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah
melalui tiga tahap
reaksi yang melibatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tahap
reaksi tersebut
sebagai berikut (Novizan, 2007) :
1. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi
asam amino.
Tahap ini disebut aminisasi.
2. Perubahan asam-asam amino menjadi senyawa-senyawa amonia
(NH3) dan
amonium (NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi.
3. Perubahan senyawa amonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh
bakteri
Nitrosomonas dan Nitrococcus. Tahap ini disebut reaksi
Nitrifikasi.
Pengubahan amonium (NH4+) menjadi nitrat (NO3-) di dalam
tanah
berlangsung dengan adanya aktivitas dua kelompok bakteri yang
bersifat
autotropik aerobik, ini berarti mereka tidak memerlukan makanan
organik tetapi
memerlukan oksigen, yaitu nitrosomonas yang mengoksidasi NH4+
menjadi NO2-,
dan nitrobacter yang mengoksidasi NO2- menjadi NO3-. Jadi, NH3
dapat diolah
secara mikrobiologis melalui proses nitrifikasi hingga menjadi
nitrit NO2 dan
nitrat NO3, sesuai reaksi dibawah ini :
Bakteri 2NH4+ + 3O2 2NO2-+ 4H+ + 2H2O + energi
-
25
Bakteri 2NO2- + O2 2NO3- + energi
Kedua bakteri ini sangat terpengaruh oleh aerasi tanah, suhu
dan
kelembaban. Fungsi Nitrogen bagi tanaman adalah sebagai berikut
:
1. Meningkatkan pertumbuhan tanaman (daun, batang dan akar).
2. Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman.
3. Meningkatkan kualitas penghasil tanaman penghasil
daun-daunan.
4. Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam
tanah.
Menurut Novizan (2007) terdapat gejala-gejala kekurangan dan
kelebihan
nitrogen pada tanaman yaitu :
a. Gejala kekurangan Nitrogen
Tanaman yang kekurangan nitrogen dikenali dari daun bagian
bawah. Daun
itu menguning karena kekurangan klorofil, lebih lanjut mengering
dan
rontok. Tulang-tulang di bawah permukaan daun muda tampak
pucat,
pertumbuhan tanaman lambat, kerdil, lemah, produksi bunga dan
biji rendah.
b. Gejala kelebihan Nitrogen
Warna daun terlalu hijau, tanaman rimbun dengan daun, proses
pembuangan
menjadi lama. Adenium bakal bersifat sekulen karena mengandung
banyak
air. Hal itu menyebabkan rentan serangan cendawan, penyakit, dan
mudah
roboh, serta produksi bunga menurun.
2.7.2. Fosfor Fosfor umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion
ortofosfat primer
(H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-). Bentuk yang
paling dominan dari
ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah.
Pada pH yang
rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan
pada pH yang
lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap
tanaman (Hanafiah,
2005).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan
secara
langsung oleh tanaman, sedangkan polifosfat harus terlebih
dahulu mengalami
hidrolisis membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai
sumber fosfor.
-
26
Reaksi ionisasi asam ortofosfat adalah sebagai berikut :
H3PO4 H+ + H2PO4- H2PO4- H+ + HPO42- HPO42- H++ PO43- Fosfor
organik mengandung senyawa yang berasal dari tanaman dan
mikroorganisme yang tersusun dalam asam nukleat, fosfomolipid,
dan fitin.
Bentuk fosfor anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut.
Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang
pertumbuhan
akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor
berfungsi
sebagai bahan mentah untuk pertumbuhan pembentukan sejumlah
protein tertentu,
membantu asimilasi dan pernapasan, meningkatkan prodiksi
biji-bijian serta
mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.
Gejala-gejala kekurangan dan kelebihan fosfor (Petrokimia, 2012)
:
a. Gejala kekurangan Fosfor
Dimulai dari daun tua menjadi keunguan cenderung kelabu, tepi
daun
cokelat, tulang daun muda bewarna hijau gelap, pertumbuhan daun
kecil,
kerdil dan akhirnya rontok, fase pertumbuhan lambat dan tanaman
kecil.
b. Gejala kelebihan Fosfor
Kelebihan P menyebabkan penyerapan unsur lain terutama unsur
mikro
seperti besi (Fe), tembaga (Cu), dan seng (Zn) terganggu. Namun
gejalanya
tidak terlihat secara fisik pada tanaman.
2.7.3. Kalium Persediaan kalium dalam tanah dapat berkurang
karena tiga hal, yaitu
pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium oleh air, dan
erosi tanah.
Kalium tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel,
dalam
jaringan tanaman baik xylem maupun floem, serta mempunyai sifat
larut dan
mudah difiksasi dalam tanah. Kalium diserap tanaman dalam bentuk
ion K+ dan
dalam dalam jaringan tanaman juga tetap berbentuk ion K+, tidak
ditemukan
-
27
dalam bentuk senyawa organik (Novizan, 2007). Fungsi unsur
kalium bagi
tanaman adalah sebagai berikut :
1. Membantu pembentukan protein dan karbohidrat
2. Memperkuat tegaknya batang sehingga tanaman tidak mudah
roboh
3. Meningkatkan kualitas biji atau buah
4. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit
5. Membantu perkembangan akar tanaman
Berikut ini gejala-gejala yang timbul bila tanaman kekurangan
dan
kelebihan kalium :
a. Gejala kekurangan kalium
Kekurangan K terlihat dari daun paling bawah yang kering atau
ada bercak
hangus, bunga mudah rontok, tepi daun hangus, daun menggulung
ke
bawah, dan rentan terhadap serangan penyakit.
b. Gejala kelebihan kalium
Kelebihan K menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu serta
pertumbuhan tanaman terhambat, sehingga tanaman mengalami
defisiensi.
2.8. Spektrofotometri UV/VIS Spektrofotometri UV-VIS adalah
pengukuran serapan cahaya di daerah
ultraviolet (200350 nm) dan sinar tampak (350800 nm) terhadap
suatu
senyawa. Serapan cahaya uv atau cahaya tampak mengakibatkan
transisi
elektronik, yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan
dasar yang
berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih
tinggi.
Jika radiasi elektromagnetik dilewatkan pada suatu media yang
homogen,
maka sebagian radiasi itu ada yang dipantulkan, diabsorpsi, dan
ada yang
transmisikan. Radiasi yang dipantulkan dapat diabaikan,
sedangkan radiasi yang
dilewatkan sebagian diabsorpsi dan sebagian lagi
ditransmisikan.
Ada empat kemungkinan radiasi elektromagnetik pada molekul atau
atom
yang akan mengalami perubahan energi eksitasi yaitu energi
translasi, energi
rotasi, energi vibrasi, dan energi elektronik. Radiasi cahaya
UV-Vis pada molekul
atau atom akan menyebabkan energi elektronik, oleh sebab itu
spektra UV-Vis
-
28
disebut juga spektra elektronik sebagai akibat transisi antara
dua tingkat energi
elektron dari molekul atau atom.
Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap oleh
sampel
yang di analisis dinyatakan oleh hukum Lambert-Berr dalam bentuk
persamaan
sebagai berikut :
Log (I0/ I ) = A
A = a b C
Besaran spektroskopik yang diukur adalah transmitan (T) :
T = (I0/ I ) A = log (1/T)
Dimana : I0 = intensitas sinar sebelum melewati sampel;
I = intensitas sinar setelah melewati sampel;
a = absorptivitas;
b = tebal medium;
C = konsentrasi senyawa yang mengabsorpsi radiasi.
Spektrofotometri UV-Vis memiliki komponen-komponen pokok
sebagai
berikut :
1. Sumber radiasi
2. Monokromator
3. Tempat cuplikan
4. Detektor atau pencatat
Jika suatu larutan analit ingin diukur, maka sebelumnya harus
direaksikan
dengan bahan tertentu sehingga menimbulkan warna yang spesifik
yang
kepekatannya sebanding dengan konsentrasinya. Untuk mengetahui
konsentrasi
analitnya maka digunakan larutan standar, yaitu larutan yang
telah ditetapkan
konsentrasinya dan diberi bahan yang dapat memberikan warna yang
sama.
Kemudian diukur absorbannya di spektrofotometri. Besarnya
konsentrasi analit
dari bahan yang diukur dapat diketahui dengan menginterpolasikan
nilai
absorbennya ke grafik larutan standar.
-
29
2.9. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Metode SSA berprinsip
pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada
sifat
unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup
energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dalam analisa unsur,
sampel harus
diuraikan dalam bentuk netral terikat dasar dan atom netral yang
berada dalam
keadaan dasar ini harus dispersikan sedemikian rupa kedalam
berkas sinar
(radiasi) yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang yang
tepat sama pada
proses absorpsinya (Khopkar, 2002).
Pada spektrofotometri serapan atom, radiasi dari suatu sumber
radiasi yang
sesuai (lampu katoda cekung) dilewatkan kedalam nyala api yang
telah
teratomisasi maka radiasi tersebut akan diabsorbsi oleh atom
yang telah
teratomisasi. Besarnya radiasi yang diabsorbsi diketahui dari
selisih radiasi asal
dengan radiasi yang diteruskan (yang tidak diabsorbsi).
Konsentrasi unsur
diperoleh berdasarkan besarnya radiasi yang diabsorbsi, sesuai
denga hukum
Lambert-Beer bahwa hubungan antara absorban dengan konsentrasi
berbanding
lurus atau linier (Vogel, 1984). Untuk menentukan konsentrasi
suatu unsur dapat
diketahui dengan menggunakan larutan standar untuk mendapatkan
kurva
kalibrasi.
2.9.1. Instrumentasi SSA Setiap alat SSA terdiri dari tiga
komponen utama yaitu unit atomisasi,
sumber radiasi, dan sistem pengukur fotometrik.
Adapun skema instrumen SSA yaitu sebagai berikut :
Gambar 2.2. Skema Instrumen Spektrofotometri Serapan Atom
-
30
2.10. Metode Analisis 2.10.1. Penentuan Nitrogen Secara Kjedhal
Metode kjedhal merupakan metode yang digunakan untuk menentukan
kadar nitrogen. Pada dasarnya analisa nitrogen cara kjedhal
dapat dibagi menjadi
tiga tahapan yaitu proses dekstruksi, destilasi dan titrasi.
1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat
sehingga
terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Unsur karbon, hidrogen
teroksida
menjadi CO, CO2 dan H2O sedangkan nitrogennya berubah menjadi
ammonium
sulfat (NH4)2SO4. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml.
Sampel yang
dianalisa sebanyak 0,4-3,5 g atau mengandung nitrogen sebanyak
0,02-0,04 g.
Untuk cara mikro kjedhal bahan tersebut lebih sedikit lagi yaitu
10-30 g. Untuk
mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator.
Dengan
penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan
dipertinggi sehingga
destruksi berjalan lebih cepat. Suhu destruksi berkisar antara
370-410oC. Proses
destruksi selesai apabila larutan telah berubah menjadi jernih
atau tidak berwarna.
Agar analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan
pula perlakuan
blanko yaitu untuk koreksi adanya senyawa N yang bereaksi dari
reagensia. Tahap
destruksi dapat dilihat pada reaksi berikut :
(C, H, O, N)organik + H2SO4(p) (NH4)2SO4(aq) + SO2(g) + CO2(g) +
H2O(g)
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia
(NH3)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar
selama destilasi
tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau
timbulnya gelembung
gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zinkum (Zn). Amonia
yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan standar. Asam
standar yang
dapat dipakai adalah asam klorida atau asam borat dalam jumlah
yang berlebihan.
Agar kontak antar asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan
ujung tabung
destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui
asam dalam
-
31
keadaan berlebihan maka diberi indikator. Destilasi diakhiri
bila sudah semua
ammonia terdestilasi sempurna. Tahap destilasi dapat dilihat
pada reaksi berikut :
(NH4)2SO4(aq) + 2NaOH(aq) 2NH3(g) + 2H2O(aq) + Na2SO4(aq)
NH3(g) + H3BO3(aq) NH4H2BO3(aq)
3. Tahap tirasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya
asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan
titrasi menggunakan
asam. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah
ekuivalen
nitrogen. Tahap titrasi dapat dilihat pada reaksi berikut :
NH4H2BO3(aq) + H2SO4(aq) H3BO3(aq) + NH4HSO4(aq)
(Anonim, 2010)
2.10.2. Penentuan Fosfat Dengan Metode Molibdat-Vanadat Reaksi
kompleks antara ortofosfat yang terlarut dengan ammonium
molibdovanadat kemudian membentuk senyawa kompleks
molibdovanadat asam
fosfat yang berwarna kuning. Bahan-bahan organik yang turut
tercampur harus
terlebih dahulu dihilangkan agar tidak mengganggu warna yang
dihasilkan
menggunakan pereaksi pengoksidasi. Warna kompleks
fosfovanadomolibdat lebih
stabil dibandingkan warna kompleks biru-molibdem.
2.10.3. Penentuan Kalium Dengan Metode Spektrofotometri Serapan
Atom Metode spektrofotometer serapan atom banyak digunakan dalam
analisis
elemen tanah dan batu-batuan. Metode SSA cocok untuk menentukan
unsur
kalium. Untuk unsur kalium (K) di ukur pada panjang gelombang
766,5 nm. Jumlah
atau zat yang berada dalam tanah seperti kalsium, natrium,
magnesium dan
kalium ditentukan dalam nyala udara asetilen. Ionisasi dapat
bertambah
sensitifitasnya khususnya dalam nyala yang lebih panas seperti
halnya
nitrooksida-asetilen.
-
32
2.10.4. Penentuan Karbon Dalam Bahan Organik (C-organik) Dengan
Metode Walkley and Black
Pengukuran kandungan bahan organik tanah berdasarkan jumlah
organik
yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang diberikan
secara berlebihan.
Reaksi ini terjadi karena adanya energi yang dihasilkan oleh
reaksi H2SO4 pekat
dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+ direduksi oleh
C-organik menjadi
warna hijau dari Cr3+.
Teknik penetapan Corganik yang paling standar adalah oksidasi
bahan
organik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut
metode Walkley
and Black. Dalam prosedurnya Kalium dikromat (K2Cr2O7) dan asam
sulfat pekat
(H2SO4) ditambahkan kedalam bahan organik, dimana larutan
tersebut harus
didinginkan terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air.
Penambahan asam
pospat (H3PO4) kedalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi
interferensi
dari Fe3+ yang mungkin sering terjadi. Persamaan reaksinya
adalah sebagai
berikut :
2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O
Prosedur dari Walkley dan black ini sangat luas digunakan
sederhana,
cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi
prosedur ini hasil
oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana
prosedur tersebut
hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60%-75%.