UJIAN TENGAH SEMESTERMata Kuliah: Human Resources ManagementNama
Mahasiswa: Rieke RetnosaryNPM: 12411734050031. 5 definisi MSDM
menurut para ahli/ pakar Berikut ini adalah beberapa pengertian
manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para ahli :
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Mary
Parker Follett Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu seni
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan
orang-orang lain untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang
diperlukan, atau dengan kata lain tidak melakukan
pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.
b. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Edwin
B. Flippo Manajemen Sumber Daya Manusia adalah perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat
c. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan
sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang
dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia,
rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia,
perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan
kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan
industrial.
d. Manajemen Sumber daya manusia sering disebut juga dengan
manajemen personalia. Manajemen personalia merupakan proses
manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada di
organisasi. Menurut Flippo (1994:5), manajemen personalia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan
masyarakat.
e. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Veithzal Rivai (2003, h 1), Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan
salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses
ini terdapat dalam fungsi atau bidang produksi, pemasaran,
keuangan, maupun kepegawaian. Karena sumber daya manusia dianggap
semakin penting perannya dalam pencapaian tujuan perusahaan, maka
berbagai pengalaman dan hasil penelitian dalam bidang SDM
dikumpulkan secara sistematis dalam apa yang disebut manajemen
sumber daya manusia. Istilah manajemen sempunyai arti sebagai
kumpulan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya memanage
(mengelola) sumber daya manusiaf. Pengertian Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) menurut M.T.E. Hariandja (2002, h 2), Manajemen
Sumber Daya Manusia yang sering juga disebut dengan manajemen
personalia oleh para penulis didefinisikan secara berbeda.
g. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Gouzali Saydam (2000, h. 4), Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri
dari dua kata yaitu : manajemen dan sumber daya manusia. Manajemen
berasal dari kata to manage yang berarti mengelola, menata,
mengurus, mengatur atau mengendalikannya. Dengan demikian manajemen
pada dasarnya dapat diterjemahkan menjadi pengelolaan, penataan,
pengurusan, pengaturan atau pengendalian. Sedangkan sember daya
manusia semula merupakan terjemahan dari human recources. Namun ada
pula para ahli yang menyamakan SDM dengan manpower atau tenaga
kerja, bahkan sebagian orang menyetarakan pengertian SDM dengan
personnel (personalia, kepegawaian dan sebagainya).
h. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Fisher et.al
(1993,h.5) mendefinisikan : Human Resources Management (HRM)
involves all management decisions and practices that directly
affect or influence the people, or human resources who work for the
organization. (MSDM melibatkan semua keputusan dan praktek
manajemen yang berdampak langsung atau berpengaruh ke semua orang,
atau sumber daya manusia yang bekerja bagi organisasi).
i. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Gary Dessler
(1997,h.2) adalah kebijakan dari praktik yang dibutuhkan seseorang
untuk menjalankan aspek orang atau SDM dari posisi seorang
manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan
dan penilaian.
j. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut The
Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD) dalam
Mullins (2005) dinyatakan : The design, implementation and
maintenance of strategies to manage people for optimum business
performance including the development of policies and process to
support these strategies. (strategi perancangan, pelaksanaan dan
pemeliharaan untuk mengelola manusia untuk kinerja usaha yang
optimal termasuk kebijakan pengembangan dan proses untuk mendukung
strategi).
k. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Fustino Cardoso Gomes (2002:3), memberikan pengartian yang berbeda,
bahwa MSDM adalah : Suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya
unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial yang perlu
dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi
yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya.
l. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
M.Manullang (2004:198), adalah sebagai berikut : Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah seni dan ilmu pengadaan, pengembangan dan
pemanfaatan SDM sehingga tujuan perusahaan dapat direalisasikan
secara daya guna dan kegairahan kerja dari semua kerja.
m. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Mathis dan Jackson (2006, h.3) adalah rancangan sistem-sistem
formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat
manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan
organisasi.
n. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Mutiara S. Panggabean MSDM adalah proses yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan,
evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi
dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Dari definisi di atas, menurut Mutiara S. Panggabaean bahwa,
kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja.
Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi
pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatan-kegiatan
pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan
pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja.
o. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Hadari Nawawi (2003:42), mengemukakan bahwa MSDM adalah : Proses
mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi agar
potensi fisik dan psikis yang dimiliki berfungsi maksimal bagi
tercapainya tujuan perusahaan.
p. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Hasibuan
(2003, h. 10), adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat. Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan
peranan manajemen manusia dalam organisasi perusahaan. Unsur MSDM
adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada perusahaan. Dengan
semikian, fokus yang dipelajari MSDM ini hanyalah masalah yang
berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja.
q. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Henry
Simamora MSDM adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan,
penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu
anggota organisasi atau kelompok bekerja. MSDM juga menyangkut
desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan personalia,
pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi
karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus.
r. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Achmad S. Rucky MSDM adalah penerapan secara tepat dan efektif
dalam proses akusis, pendayagunaan, pengemebangan dan pemeliharaan
personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk
mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal
oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuan-tujuannya.
s. Manajemen Sumber daya manusia sering disebut juga dengan
manajemen personalia. Manajemen personalia merupakan proses
manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada di
organisasi. Menurut Flippo (1994:5), manajemen personalia adalah
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas
pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi,
pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya
manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan
masyarakat.
t. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut
Sastrohadiwiryo (2002) menggunakan istilah manajemen tenaga kerja
sebagai pengganti manajemen sumber daya manusia. Menurutnya,
manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan,
pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja, baik yang
berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai dengan segala
kegiatannya dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang
sebesar-besarnya, sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan
usaha, perusahaan, lembaga, maupun instansi.
u. MSDM menurut Henri Simamora adalah pendayagunaan,
pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan
terhadap individu anggota organisasi / kelompok pekerja menyangkut
pula desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan,
personalia, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi
kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan perburuhan yang
mulus
v. MSDM menurut John B. Miner dan Donald P. Crane merupakan
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya
manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan
masyarakat.
Dari sekian keterangan para ahli, dapat disimpulkan bahwa MSDM
adalah proses pengendalian kerja dari tenaga kerja yang dimulai
dari: Fungsi Manajemena. Perencanaan (Planning)b. Pengorganisasian
(Organazing)c. pengarahand. pengawasan (controlling) Fungsi
oprasional dengan proses tenaga kerja yang berupa kegiatan:1.
Pengadaan / perolehan2. pengembangann3. kompensasi4.
pengintegrasi5. pemeliharaan, dan6. pemutusan hubungan kerja
(PHK)Setiap kegiatan usaha atau kerja selalu membutuhkan modal
kerja.Modal kerja yang tersedia bukan semata-mata dana yang
disiapkan, sumber daya alam, peralatan penunjang kegiatan untuk
memulai kegiatan kerja atau proses pengembangan kerja. Perusahaan
harus siap dengan modal yang sangat tepat guna proses tercapai
secara efisien dan efektif yaitu berupa tenaga kerja yang
professional.Tenaga kerja harus benar-benar paham di bidang
pekerjaannya. Dan pemahaman ini bisa dikembangkan dengan pelatihan
setelah perekrutan/ rekruitmen (pengadaan). Kompensasi yang ideal
dapat membantu meningkatkan kinerja pekerja/ tenaga kerja, sehingga
perusahaan dapat dengan mudah meminta pertanggungjawaban hasil
kerja.Kerjasama/ integrasi pihak manajemen dengan pekerja membuat
kemudahan terjadinya ikatan yang saling menguntungkan.Integrasi
yang stabil memelihara pekerja untuk tetap loyal pada perusahaan
sehingga tidak akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK)
2. Tantangan MSDM menurut Hadari Nawawi, 2000 Eksternal :1.
Perkembangan teknologi2. Keragaman tenaga kerja3. Globalisasi4.
Peraturan pemerintah5. Sifat pekerjaan6. Kekurangan tenaga kerja
terampil7. Relokasi industry8. Demografi tenaga kerjaInternal :1.
Posisi organisasi dalam bisnis yang kompetitif2. Fleksibilitas3.
Pengurangan tenaga kerja4. Restrukturisasi5. Bisnis kecil6. Budaya
organisasi7. Teknologi8. Serikat pekerja
Individu / Profesional :1. Keserasian antara pekerja dengan
organisasi2. Tanggung jawab ethis dan social3. Produktivitas4.
Pelimpahan wewenang5. Penyaluran buah pikiranLainnya :1. Kelemahan
manajemen dalam mengembangkan organisasi agar menjadi kompetitif
dalam mewujudkan eksistensinya2. Banyak manajer yang tidak
melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengelola SDM
dilinngkungannya3. Sulit menemukan petugas MSDM yang memiliki
kemampuan menyelaraskan antara strategi bisnis perusahaan dengan
strategi SDM
Tantangan MSDM pada dasarnya hanya diperhatikan dari dua factor
analisis.Yaitu eksternal berupa ancaman dan peluang serta internal
yang merupakan kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan itu
sendiri. Tantangan ini terjadi jika perusahaan sedang masa proses
pengembangan.
Eksternal yang terdiri dari Perkembangan teknologi, Keragaman
tenaga kerja, Globalisasi, Peraturan pemerintah, Sifat pekerjaan,
Kekurangan tenaga kerja terampil, Relokasi industry,Demografi
tenaga kerja. Perkembangan teknologi sangat membantu informasi
produksi dari perusahaan untuk dikenalkan pada konsumen, begitu
juga sebaliknya. Konsumen akan mudah mendapatkan produk yang
diinginkan jika pemberian informasi sangat cepat sesuai kebutuhan.
Perusahaan juga dapat menggunakan teknologi untuk memutakhirkan
alat-alat proses.
Dengan adanya keragaman tenaga kerja, perusahaan dapat memilih
karakter pekerja sesuai yang diinginkan dan dibutuhkan lebih mudah.
Namun semua bergantung pada kemampuan perusahaan untuk memberikan
pembayaran yang sesuai dengan kompetensi pekerja. Jika professional
kerja dari pekerja tidak dapat di berikan, dimungkinkan perusahaan
akan kehilangan peluang pekerja yang baik sesuai kebutuhan.
Era globalisasi menuntut perusahaan untuk lari secepat mungkin
menguasai pasar bagi produknya. Karena competitor membuat
persaingan tidak mudah. Inovasi-inovasi produk harus terus
dikembangkan agar loyalitas konsumen tetap pada produknya.
Peraturan pemerintah seringkali berubah-ubah dalam jangka 3-5
tahun kedepan. Maka dari itu, perusahaan harus siap selalu
berkonsultasi dan berkomunikasi tentang kebijakan-kebijakan yang
akan diberlakukan oleh pemerintah.
Relokasi industry dalam 15-20 tahun dimungkinkan terjadi bagi
beberapa tipe perusahaan, maka dalam kurun waktu 7-10 tahun kedepan
perusahaan sudah siap dengan perencanaan baru dari analisis 5 tahu
awal.
Sifat pekerjaan sangat berpengaruh terhadap etos kerja dari
pekerja. Maka motivasi, pelatihan dan pengembangan kompetensi
pekerja harus selalu diperbaiki
Kekurangan tenaga terampil membuat perusahaan menjadi bermasalah
dalam proses produksi. Sama dengan sifat pekerjaan yang di emban,
kinerja pekerja harus selalu di pantau dan diperbaiki dengan
keterampilan dari pelatihan yang sesuai .
Demografi tenaga kerja sangat berpengaruh dengan mobilitas
perusahaan. Maka perusahaan harus jeli terhadap factor tersebut
agar pekerja tetap dalam disiplin kerja dan merasa diperhatikan
dengan kompensasi-kompensasi yang diperlukan.
Internal dipengaruhi oleh Posisi organisasi dalam bisnis yang
kompetitif, Fleksibilitas, Pengurangan tenaga kerja,
Restrukturisasi, Bisnis kecil, Budaya organisasi, Teknologi,Serikat
pekerjaPosisi organisasi dalam bisnis yang kompetitif / perusahaan
yang sehat selalu mengedepankan kompetisi yang adil.
Fleksibilitas perusahaan harus dikedepankan sehingga stakeholder
saling dapat berintegrasi untuk penyelesaian dan perbaikan masalah.
Kekuatan perusahaan yang paling berpengaruh dari integrasi
stakeholder.
Pengurangan tenaga kerja akan terjadi jika perusahaan mengalami
kemunduran atau terjadinya perubahan proses kerja dari manual
menjadi berteknologi. Akibat dari ini, pengangguran yang seharusnya
bisa teratasi, menjadi masalah baru. Maka perusahaan sejak awal
harus benar-benar menggunakan analisisnya secara cermat untuk
proses produksi perusahaan.
Untuk mengakoordinir keinginan dan harapan pekerja, kegiatan
serikat buruh perlu di berikan kebebasan oleh perusahaan. Namun
tetap harus ada komunikasi antara dua arah. Agar harapan, cita-cita
bersama dapat diwujudkan.
Restrukturisasi perusahaan , bantuan perusahaan pada bisnis
kecil, mengembangkan budaya organisasi, penggunaan teknologi
canggih adalah penguat eksistensi perusahaan. Baiknya perusahaan
yang merasa telah kuat tidak melepas kewaiban hal terebut.
Individu / Profesional :Keserasian antara pekerja dengan
organisasi membawa dampak baik bagi perkembangan perusahaan,
Tanggung jawab ethis dan social harus dijunjung tinggi agar rasa
penghargaan membuahkan etos kerja yang terbaik, Produktivitas
pekerja dalam bekerja berpengaruh besar dalam kegiatan produksi
yang diharapkan, Pelimpahan wewenang harus pada orang yang tepat
sehingga dapat mengemban tugas dengan baik dan berorientasi pada
kepentingan perusahaan dimana harus dibarengi dengan kompensasi
yang adil dan ideal, Penyaluran buah pikiran dapat membantu
perusahaan untuk melakukan inovasi-inovasi. Maka, janganlah top
manajer menutup mata akan ide-ide cemerlang dari pekerja sebagai
level menengah atau bawah.
Lainnya :1. Kelemahan manajemen dalam mengembangkan organisasi
agar menjadi kompetitif dalam mewujudkan eksistensinya2. Banyak
manajer yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengelola
SDM dilinngkungannya3. Sulit menemukan petugas MSDM yang memiliki
kemampuan menyelaraskan antara strategi bisnis perusahaan dengan
strategi SDM
Hal ini akan melemahkan posisi perusahaan di mata lavel bawah,
konsumen yang akhirnya menjadi tidak loyal, competitor yang tidak
tersaingi. Sehingga akhirnya perusahaan akan terpuruk dan gulung
tikar.Maka dari itu, kegiatan analisis di perusahaan baik intern,
ekstern, asumsi-asumsi negative harus terus dip roses sehingga
perencanaan menjadi benar-benar berjangka panjang, menjadi
perusahaan pionir atau king of the top of business.
3. Aktivitas MSDM :Aktifitas Manajemen Sumber Daya
ManusiaAktivitas sumber daya manusia (human resources activities)
adalah berbagai tindakan yang diambil untuk menyediakan dan
mempertahankan tenaga kerja yang efektif bagi organisasi, yaitu
berupa program yang dirancang untuk merespon tujuan sumber daya
manusia dan dikelola untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun
hubungan antara aktivitas manajemen sumber daya manusia dengan
manajemen sumber daya manusia diantaranya :
Perencanaan Sumber Daya Manusia (human resources
planning)Perencanaan Sumber Daya Manusia terfokus kepada bagaimana
organisasi harus bergerak dari kondisi sumber daya manusianya saat
ini menuju kondisi sumber daya manusia yang dikehendakinya,
bagaimana merapatkan kesenjangan antara efisiensi dan ekuitas.
Perencanaan ini menciptakan hubungan antar seluruh strategi
organisasi dengan kebijakan sumber daya manusianya. Melalui
perencanaan sumber daya manusia, organisasi memastikan bahwa
aktivitas sumber daya manusia senantiasa konsisten dengan arah
strategik dan tujuan organisasi.
Perencanaan Kepegawaian (employment planning)Organisasi
menetapkan jumlah dan spesifikasi orang-orang yang dibutuhkan.
Jikalau terjadi surplus atau kelebihan karyawan, maka dijalankan
kebijakan pengurangan karyawan begitupun sebaliknya jika kekurangan
maka dilakukan rekruitmen. Penentuan jumlah pegawai yang dibutuhkan
haruslah berpedoman pada tugas pekerjaan yang telah dirancang
sebelumnya.
RekruitmenDalam efektivitas sebuah organisasi tergantung pada
efektivitas para karyawan. Maka dari itu, rekruitmen sumber daya
manusia menjadi aktivitas sumber daya manusia yang kritis.
Rekruitmen merupakan aktivitas yang dirancang untuk memperoleh
pelamar kerja yang memenuhi persyaratan perusahaan.
Seleksi Ketika menyeleksi karyawan baru, biasanya ada
penyaringan melalui tes, wawancara, dan penyelidikan latar belakang
pelamar. Berikutnya jika telah ditemukan pelamar yang memenuhi
persyaratan direkomendasikan kepada manajer atau supervisor untuk
keputusan pengangkatan terakhir.
Penilaian KinerjaPenilaian kinerja (performance appraisal)
membandingkan kinerja pekerjaan seseorang terhadap tolok ukur dan
tujuan yang ditetapkan untuk posisi orang tersebut. Evaluasi
terhadap kinerja manajer maupun non manajer merupakan tanggung
jawab manajer sumber daya manusia dan juga manajer dari departemen
lain. Departemen sumber daya manusia mungkin perlu melatih para
penyelia bagaimana membuat standar kinerja yang masuk akal,
melakukan penilaian yang akurat, dan mengadakan wawancara
kinerja.
Pelatihan dan PengembanganPertumbuhan organisasi terkait erat
dengan pertumbuhan sumber daya manusianya. Program pelatihan dan
pengembangan dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan,
sikap, dan kinerja individu, kelompok atau seluruh organisasi.
Aktivitas pelatihan dirancang untuk meningkatkan keahlian pada
pekerjaan saat ini. Sedangkan aktivitas pengembangan dirancang
untuk mendidik karyawan di luar keperluan posisi mereka saat ini
sehingga mereka dipersiapkan untuk promosi dan mampu memandang
peran mereka di dalam organisasi secara lebih luas.
Pemberian Kompensasi Kompensasi merupakan pemberian upah yang
memadai dan adil kepada para karyawan atas kontribusinya dalam
pencapaian tujuan organisasi. Pengelolan kompensasi memerlukan
upaya terorganisasi dari manajer sumber daya manusia dengan manajer
operasi. Sistem kompensasi yang efektif membutuhkan keseimbangan
antara gaji dan tunjangan. Gaji meliputi upah, bonus, insentif, dan
pembagian laba yang diterima karyawan, sedangkan tunjangan meliputi
semua unsur bukan gaji seperti asuransi jiwa, layanan karyawan dan
lain-lain.
Hubungan KaryawanDi dalam organisasi yang memiliki serikat
pekerja, departemen sumber daya manusia mempunyai peranan aktif
dalam negosiasi dan pelaksanaan perjanjian kerja. Aktivitas
departemen sumber daya manusia dapat membantu meyakinkan bahwa
perusahaan akan tetap survive dan berjaya. Sungguhpun demikian
organisasi hanya akan tetap survive sepanjang organisasi itu
menyertakan masukan dari departemen sumber daya manusia dalam
berbagai keputusan strategiknya.
Ada tiga hal yang patut ditekankan dalam aktivitas sumber daya
manusia, diantaranya :a) Manajemen sumber daya manusia yang efektif
adalah yang berorientasi kemasa depan dan proaktif.b) Manajemen
sumber daya manusia yang efektif berorientasi pada tindakan yang
lebih menekankan pada solusi terhadap masalah yang sedang
dihadapi.c) Sebatas dimungkinkan, manajemen sumber daya manusia
haruslah memperlakukan setiap karyawan sebagai individu dan
merancang program yang sesuai dengan keunikan masing-masing
individu.Manajemen sumber daya manusia menempatkan upayanya,
menggunakan anggarannya, dan mengerahkan tenaganya pada aktivitas
yang dirancang untuk menyediakan sekumpulan orang yang terlatih
dengan baik dikembangkan dengan baik, termotivasi dan terlindungi
dari bahaya, sehingga mereka dapat menghadapi beragam tantangan di
masa depan.Atau :1. Preparation and Selection :a. Job analisis an
Design; yaitu proses mempelajari pola-pola aktivitas untuk
menentukan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang diperlukan oleh
masing-masing jabatan.Proses job analisis and design akan
menghasilkan output berupa deskripsi pekerjaan (job description)
yaitu sebuah deskripsi suatu jabatan tertulis yang menjelaskan
tugas-tugas pokok dan fungsi serta rincian tugas. Output lainnya
berupa spesifikasi pekerjaan (job specification) tentang keahlian,
kecakapan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk menduduki jabatan
tertentu.b. Human Resorcess Planning;Perencanaan SDM adalah suatu
proses peramalan akan kebutuhan SDM organisasi dimasa depan, dengan
tujuan agar organisasi dapat mempersiapkan rencana staf (staffing
plans). Sehingga organisasi kehutangan dan tidak berlebihan SDM.c.
Recruitmen adalah proses menarik, mengundang dan menemukan
orang-orang yang dianggap memenuhi kualifikasi untuk menduduki
jabatan tertentu dalam organisasi. Mereka dikumpulkan dan akan
dipilih yang terbaik untuk menduduki jabatan tertentu.d. Selection
yaitu proses pemilihan kandidat terbaik yang telah dijaring melalui
proses rekruitmen, selanjutnya dilakukan seleksi, biasanya
berbentuk tes tertulis dan wawancara.2. Development and
Evaluationa. Orientasi, Placement and separation :Placement adalah
proses penempatan, jabatan apa yang akan dipegangnya dan tugas apa
yang harus dilakukan.Separation adalah kondisi dimana pekerja
meninggalkan organisasi karena pension atau pindah kerja atau
PHK.b. Trainning and Development :Adalah proses melatih pekerja
menjadi ahli sehingga dapat membantu berkinerja dengan baik.
Sedangkan development atau pengembangan adalah proses melatih
pekerja supaya mampu mengerjakan tugas-tugas yang akan diembannyac.
Career planning :Perencanaan karier yaitu proses ketika seseorang
memilih goal kariernya dan strategi yang akan ditempuhnya untuk
mencapai goal tersebutd. Performance Apprasial :Penilaian kinerja
adalah sebuah proses ketika organisasi mengevaluasi kinerja seorang
individu di dalam organisasi. Bertujuan untuk mengevaluasi apakah
proses rekruitmen, seleksi, orientasi, pelatihan, pengembanan dan
proses lainnya sudah tepat sasaran atau belum. Juga untuk dasar
kompensasi, promosi dll.3. Compensation dan protectiona. Wagnes and
salaries: yaitu upah atau gaji merupakan imbal balik yang diterima
oleh individu sebagai balas jasa dan kontribusinya terhadap
organisasi1) Internal equityBahwa beban kerja yang lebih berat
dibayar dengan upah/ gaji yang lebih tinggi2) External equityBahwa
pekerjaan tertentu dibayar dengan fair dan kompetitif dibandingkan
dengan pekerjaan serupa di pasar kerja (organisasi lain)b.
Incentives and GainsharingInsentif adalah bentuk reward kepada
pekerja yang berprestasi dari organisasi atau pihak tertentu
(pemerintah, sponsor, dll)Gainsharing berhubungan dengan kinerja
organisasi yang dibarengi dengan pendistribusian (sharing) benefit
bagi para karyawanc. Benevit and servicesAdalah kompensasi yang
bukan bentuk cash (uang) tetapi berbentuk indirect covensation,
seperti berupa asuransi atau jaminan hari tua/ jika terkena musibah
dsbd. Security, safety and healtKetika bekerja, pekerja harus
dilindungi jiwa dan raganya, kesehatan, keselamatan kerja dan
keamanan pekerja adalah hal yang paling penting untuk
diperhatikane. Employee relationHubungan ketenagakerjaan (hubungan
industrial) yang melibatkan tiga pihak yaitu pekerja, organisasi /
perusahaan dan pemerintah. Bertujuan untuk menciptakan kemitraan
yang sejajar antara pekerja dan pengusaha yang difasilitasi oleh
pemerintah.
4. a. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan
dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.b. PTK Makro
adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis
yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan produktif
guna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik secara
nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka kesempatan
kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK
INDONESIANOMOR PER.16/MEN/XI/2010TENTANGPERENCANAAN TENAGA KERJA
MAKRODENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (5), Pasal 15 ayat (4), Pasal
34, Pasal 39 ayat (5), Pasal 41 ayat (3), dan Pasal 43 ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan serta
Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Perencanaan Tenaga Kerja Makro;Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279);2. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);3. Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan
dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 34, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4701);4. Peraturan Presiden Nomor
24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;6.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 2MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI TENTANG PERENCANAAN TENAGA
KERJA MAKRO.BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini
yang dimaksud dengan:1. Perencanaan Tenaga Kerja yang selanjutnya
disingkat PTK, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan
kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
2. Perencanaan Tenaga Kerja Makro yang selanjutnya disebut PTK
Makro, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara
sistematis yang memuat pendayagunaan tenaga kerja secara optimal
dan produktif guna mendukung pertumbuhan ekonomi atau sosial, baik
secara nasional, daerah, maupun sektoral sehingga dapat membuka
kesempatan kerja seluas-luasnya, meningkatkan produktivitas kerja
dan meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.
3. Perencanaan Tenaga Kerja Nasional yang selanjutnya disebut
PTK Nasional, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan secara nasional.
4. Perencanaaan Tenaga Kerja Provinsi yang selanjutnya disebut
PTK Provinsi, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan
kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan di provinsi.
5. Perencanaan Tenaga Kerja Kabupaten/Kota yang selanjutnya
disebut PTK Kabupaten/Kota, adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan
dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan di
kabupaten/kota.
6. Perencanaan Tenaga Kerja Sektoral/Sub Sektoral Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut PTK
Sektoral/Sub Sektoral, adalah proses penyusunan rencana
ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan
dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program
pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan secara
sektoral/sub sektoral nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
7. Rencana Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat RTK, adalah
hasil kegiatan PTK yang memuat perkiraan dan rencana persediaan
tenaga kerja, kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan program
pembangunan ketenagakerjaan.
8. Rencana Tenaga Kerja Makro yang selanjutnya disebut RTK
Makro, adalah hasil kegiatan PTK Makro yang meliputi seluruh
sektoral atau satu sektoral/sub sektoral di tingkat nasional, atau
satu daerah.3
9. Rencana Tenaga Kerja Nasional yang selanjutnya disebut RTK
Nasional, adalah hasil kegiatan PTK Nasional yang memuat perkiraan
dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencana
kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan program pembangunan
ketenagakerjaan di tingkat nasional.
10. Rencana Tenaga Kerja Provinsi yang selanjutnya disebut RTK
Provinsi, adalah hasil kegiatan PTK Provinsi yang memuat perkiraan
dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan rencana
kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan program pembangunan
ketenagakerjaan di tingkat provinsi.
11. Rencana Tenaga Kerja Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut
RTK Kabupaten/Kota, adalah hasil kegiatan PTK Kabupaten/Kota yang
memuat perkiraan dan rencana persediaan tenaga kerja, perkiraan dan
rencana kebutuhan akan tenaga kerja, serta neraca dan program
pembangunan ketenagakerjaan di tingkat kabupaten/kota.
12. Rencana Tenaga Kerja Sektoral/Sub Sektoral Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RTK
Sektoral/Sub Sektoral, adalah hasil kegiatan PTK Sektoral/Sub
Sektoral.
13. Persediaan Tenaga Kerja adalah jumlah dan kualitas angkatan
kerja yang tersedia dengan berbagai karakteristiknya.
14. Kebutuhan akan tenaga kerja adalah jumlah dan kualitas
angkatan kerja yang diperlukan untuk mengisi kesempatan kerja yang
tersedia dengan berbagai karakteristiknya.
15. Neraca tenaga kerja adalah keseimbangan atau kesenjangan
jumlah dan kualitas antara persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan
akan tenaga kerja dengan berbagai karakteristiknya.
16. Metoda adalah cara kerja yang teratur dan sistematis untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.
17. Metoda penghitungan persediaan tenaga kerja, adalah cara
kerja yang teratur dan sistematis untuk memperkirakan jumlah dan
kualitas angkatan kerja.
18. Metoda penghitungan kebutuhan akan tenaga kerja adalah cara
kerja yang teratur dan sistematis untuk memperkirakan jumlah dan
kualitas kesempatan kerja.
19. Penduduk Usia Kerja yang selanjutnya disingkat PUK, adalah
jumlah penduduk yang berumur 15 (lima belas) tahun atau lebih, yang
disebut juga tenaga kerja.
20. Angkatan Kerja yang selanjutnya disingkat AK, adalah jumlah
dan kualitas PUK yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja dan pengangguran.
21. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja yang selanjutnya
disingkat TPAK, adalah rasio antara jumlah AK dengan jumlah
PUK.
22. Bekerja adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan ekonomi
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan sekurang-kurangnya 1 (satu) jam tidak terputus dalam
seminggu sebelum pencacahan.
23. Penganggur terbuka adalah mereka yang mencari pekerjaan,
yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.4
24. Tingkat Penganggur Terbuka yang selanjutnya disingkat TPT,
adalah rasio antara jumlah penganggur terbuka dengan jumlah
angkatan kerja.
25. Kesempatan kerja adalah lowongan pekerjaan yang belum diisi
oleh pencari kerja dan pekerja yang sudah ada.
26. Produktivitas tenaga kerja adalah rasio antara nilai produk
domestik bruto dengan jumlah penduduk yang bekerja yang digunakan
baik individu maupun kelompok dalam satuan waktu tertentu yang
merupakan besaran kontribusi penduduk yang bekerja dalam
pembentukan nilai tambah suatu produk dari proses kegiatan ekonomi
pada suatu lapangan usaha secara nasional dan regional.
27. Instansi Sektoral adalah instansi yang membina sektor
lapangan usaha di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
28. Pembinaan adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka penyusunan
dan pelaksanaan RTK Makro.
29. Pemantauan adalah serangkaian kegiatan pengamatan dan
identifikasi penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro.
30. Evaluasi adalah serangkaian kegiatan penilaian terhadap
hasil pemantauan penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro dalam waktu
tertentu.
31. Laporan adalah penyampaian analisis hasil kegiatan yang
dilakukan dalam penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro.
32. Dinas Kabupaten/Kota adalah instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
33. Dinas Provinsi adalah instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan provinsi.
34. Pusat PTK adalah unit Eselon II Sekretariat Jenderal
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang tugas dan fungsinya
melakukan pembinaan, pemantauan, evaluasi, penyusunan dan
pelaksanaan PTK.
35. Sekretariat Jenderal adalah unit Eselon I Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, yang tugas dan fungsinya melaksanakan
koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi dan dukungan teknis lainnya.
36. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 2PTK Makro bertujuan untuk:a. menyediakan tenaga kerja
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau
jasa;b. mempermudah pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan yang
meliputi, perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendayagunaan
tenaga kerja, peningkatan kualitas tenaga kerja, peningkatan
produktivitas tenaga kerja, dan peningkatan perlindungan dan
kesejahteraan pekerja.5Pasal 3Tahapan kegiatan PTK Makro
meliputi:a. penghitungan persediaan, kebutuhan, dan neraca tenaga
kerja;b. pembentukan tim;c. pelaporan hasil pelaksanaan RTK
Makro;d. pemantauan terhadap penyusunan dan pelaksanaan RTK
Makro;e. pelaksanaan evaluasi hasil pemantauan;f. pembinaan
terhadap penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro.
Pasal 4PTK Makro terdiri atas:a. lingkup kewilayahan, meliputi
PTK Nasional, PTK Provinsi, dan PTK Kabupaten/Kota;b. lingkup
sektoral, meliputi PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional, PTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota.
Pasal 5Kegiatan PTK Makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
menghasilkan RTK Makro.Pasal 6RTK Makro dihasilkan dengan melakukan
penghitungan persediaan tenaga kerja, penghitungan kebutuhan akan
tenaga kerja, dan penghitungan neraca tenaga kerja.Pasal 7RTK Makro
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, disusun dengan sistematika
sebagai berikut:a. pendahuluan;b. kondisi ketenagakerjaan;c.
perkiraan dan perencanaan persediaan tenaga kerja;d. perkiraan dan
perencanaan kebutuhan akan tenaga kerja;e. perkiraan dan
perencanaan keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan akan
tenaga kerja;f. arah kebijakan, strategi, dan program pembangunan
ketenagakerjaan;g. penutup.
Pasal 8Penghitungan persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja
dipergunakan untuk menyusun PTK Makro yang meliputi penyusunan
perkiraan dan perencanaan:a. persediaan tenaga kerja;b. kebutuhan
akan tenaga kerja;c. keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan
akan tenaga kerja;d. penyusunan kebijakan, strategi, dan program
pembangunan ketenagakerjaan.6BAB IIPENGHITUNGAN PERSEDIAANDAN
KEBUTUHAN AKAN TENAGA KERJABagian KesatuPenghitungan Persediaan
Tenaga KerjaPasal 9Persediaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a, disusun berdasarkan:a. lingkup
kewilayahan;b. lingkup sektoral.
Pasal 10Persediaan tenaga kerja lingkup kewilayahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, dipergunakan untuk memperkirakan
jumlah dan kualitas tenaga kerja atau AK yang siap memasuki pasar
kerja di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.Pasal 11(1)
Persediaan tenaga kerja lingkup kewilayahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, penyusunan perkiraan dan perencanaannya
mempergunakan metoda:a. metoda TPAK;b. metoda Kohort;danc. metoda
lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
(2) Metoda TPAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dipergunakan untuk menghitung jumlah persediaan tenaga kerja dan
kualitas tenaga kerja atau AK yang siap memasuki pasar kerja
melalui pendekatan perkembangan TPAK dengan perkembangan penduduk
dan tenaga kerja di tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
(3) Metoda Kohort sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
dipergunakan untuk menghitung jumlah persediaan tenaga kerja dan
kualitas tenaga kerja atau AK yang siap memasuki pasar kerja
melalui pendekatan luaran pendidikan setiap jenjang di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 12Penggunaan metoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan
kualitas persediaan tenaga kerja menyangkut perkembangan penduduk,
tenaga kerja, partisipasi AK, dan luaran setiap jenjang
pendidikan.Pasal 13(1) Persediaan tenaga kerja lingkup sektoral
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, dipergunakan untuk
memperkirakan jumlah dan kualitas AK yang bekerja di Sektoral/Sub
Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota.7
(2) Persediaan tenaga kerja lingkup Sektoral/Sub Sektoral
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusunan perkiraan dan
perencanaannya mempergunakan metoda regresi linier atau semi
logaritma untuk menentukan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang
bekerja di Sektoral/Sub Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral
Provinsi, dan Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota.
Bagian KeduaPenghitungan Kebutuhan Akan Tenaga KerjaPasal
14Kebutuhan akan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b, disusun berdasarkan:a. lingkup kewilayahan;b. lingkup
sektoral.
Pasal 15Kebutuhan akan tenaga kerja lingkup kewilayahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dipergunakan untuk
memperkirakan jumlah dan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan di
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.Pasal 16(1)
Kebutuhan akan tenaga kerja lingkup kewilayahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15, penyusunan perkiraan dan perencanaannya
mempergunakan:a. metoda ekonometrik;b. metoda elastisitas;c. metoda
input output (I-O).
(2) Metoda ekonometrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dipergunakan untuk memperkirakan dan merencanakan jumlah dan
kualitas tenaga kerja yang akan dibutuhkan pada suatu kegiatan atau
lapangan usaha melalui penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi
penciptaan kesempatan kerja di setiap sektoral atau lapangan usaha
di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(3) Metoda elastisitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, dipergunakan untuk memperkirakan dan merencanakan jumlah dan
kualitas tenaga kerja yang akan dibutuhkan pada suatu kegiatan atau
lapangan usaha melalui pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
kesempatan kerja di setiap sektoral atau lapangan usaha di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
(4) Metoda input output (I-O) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, dipergunakan untuk penghitungan perkiraan dan perencanaan
jumlah dan kualitas tenaga kerja yang akan dibutuhkan atau
kesempatan kerja pada suatu kegiatan atau lapangan usaha bahwa
permintaan akhir efektif mempunyai pengaruh terhadap penciptaan
kesempatan kerja di berbagai sektoral atau lapangan usaha di
tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Pasal 17Penggunaan metoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,
harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan
tenaga kerja yang menyangkut perkembangan perekonomian. 8Pasal
18Kebutuhan akan tenaga kerja lingkup sektoral sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf b, dipergunakan untuk memperkirakan jumlah dan
kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan di tingkat Sektoral/Sub
Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota.Pasal 19(1) Kebutuhan akan tenaga kerja
lingkup sektoral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, penyusunan
perkiraan dan perencanaannya mempergunakan:a. metoda ekonometrik;b.
metoda elastisitas.
(2) Metoda ekonometrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dipergunakan untuk penghitungan perkiraan dan perencanaan jumlah
dan kualitas tenaga kerja yang akan dibutuhkan pada suatu kegiatan
atau lapangan usaha melalui penentuan faktor-faktor yang
mempengaruhi penciptaan kesempatan kerja di setiap sub sektor di
tingkat Sektoral/Sub Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral
Provinsi, dan Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota.
(3) Metoda elastisitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, dipergunakan untuk penghitungan perkiraan dan perencanaan jumlah
dan kualitas tenaga kerja yang akan dibutuhkan pada suatu kegiatan
atau lapangan usaha melalui pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan
kesempatan kerja di setiap sub sektor di tingkat Sektoral/Sub
Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota.
Pasal 20Penggunaan metoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan
tenaga kerja yang menyangkut perkembangan perekonomian.Bagian
KetigaPenghitungan Neraca Tenaga KerjaPasal 21Keseimbangan antara
persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf c, disusun berdasarkan:a. lingkup
kewilayahan;b. lingkup sektoral.
Pasal 22(1) Keseimbangan atau kesenjangan antara persediaan dan
kebutuhan akan tenaga kerja lingkup kewilayahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, dipergunakan untuk memperkirakan
jumlah dan kualitas tenaga kerja dari hasil keseimbangan atau
kesenjangan antara jumlah dan kualitas persediaan tenaga kerja
dengan kebutuhan akan tenaga kerja atau kesempatan kerja di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.9
(2) Keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan akan tenaga
kerja lingkup sektoral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b,
dipergunakan untuk memperkirakan jumlah dan kualitas tenaga kerja
dari hasil keseimbangan atau kesenjangan antara jumlah dan kualitas
persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan akan tenaga kerja atau
kesempatan kerja di sub sektor di tingkat Sektoral/Sub Sektoral
Nasional, Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota.
Pasal 23Untuk mempermudah penghitungan perkiraan dan perencanaan
persediaan, kebutuhan, dan neraca tenaga kerja dapat dibangun
program aplikasi di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota,
Sektoral/Sub Sektoral Nasional, Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan
Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota.BAB IIIPEDOMAN PEMBENTUKAN TIM
PTK MAKROBagian KesatuUmumPasal 24(1) Untuk menjamin terlaksananya
kegiatan PTK Makro yang sistematis dan komprehensif perlu dibentuk
Tim PTK Makro.
(2) Tim PTK Makro sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
lingkup kewilayahan dan lingkup sektoral.
Pasal 25Tim PTK Makro sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
terdiri atas:a. Nasional;b. Provinsi;c. Kabupaten/Kota;d.
Sektoral/Sub Sektoral Nasional;e. Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;f.
Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota.
Bagian KeduaTim PTK NasionalPasal 26Tim PTK Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 huruf a, meliputi:a. susunan keanggotaan;b.
tugas Tim.10Pasal 27Susunan keanggotaan Tim PTK Nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, terdiri atas:a.
Pembina : Menteri.b. Ketua : Sekretaris Jenderal.c. Sekretaris :
Kepala Pusat PTK.d. Anggota : terdiri dari unsur kementerian,
lembaga non kementerian dan instansi sektor terkait serta perguruan
tinggi.e. Sekretariat : Pusat PTK.
Pasal 28Pembina Tim PTK Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf a, bertugas:a. memberikan arahan penyusunan dan
pelaksanaan PTK Nasional;b. menyampaikan target pembangunan
ketenagakerjaan secara periodik;c. memberikan arahan agar RTK
Nasional dilaksanakan.
Pasal 29Ketua Tim PTK Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 huruf b, bertugas:a. memimpin, mengorganisasikan dan
mengendalikan anggota Tim dalam penyusunan dan pelaksanaan PTK
Nasional;b. merumuskan target-target pembangunan ketenagakerjaan
nasional;c. merumuskan kebijakan dan program pembangunan
ketenagakerjaan nasional;d. memutuskan target yang harus dicapai
dalam RTK Nasional;e. memonitor hasil pencapaian target yang telah
ditetapkan dalam RTK Nasional;f. mengevaluasi dan melaporkan hasil
pelaksanaan RTK Nasional kepada Menteri.
Pasal 30Sekretaris Tim PTK Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf c, bertugas:a. mengkoordinasikan pelaksanaan teknis
penyusunan dan pelaksanaan PTK Nasional;b. memfasilitasi penyusunan
dan pelaksanaan PTK Nasional;c. mengkoordinasikan sekretariat
penyusunan dan pelaksanaan PTK Nasional;d. melaporkan hasil
penyusunan dan pelaksanaan PTK Nasional kepada Ketua.
Pasal 31Anggota Tim PTK Nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 huruf d, bertugas:a. melakukan pengkajian dan
penganalisaan atas target pembangunan perekonomian dan
ketenagakerjaan yang diarahkan oleh Pembina dan Ketua untuk
dipergunakan dalam penentuan RTK Nasional;b. melakukan pengkajian
dan penganalisaan terhadap perkiraan persediaan dan kebutuhan akan
tenaga kerja;c. melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap
konsep kebijakan dan program;d. melaporkan hasil pengkajian dan
penganalisaan penyusunan dan pelaksanaan PTK Nasional kepada
Sekretaris.11Pasal 32Sekretariat Tim PTK Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf e, bertugas:a. menyelenggarakan
kegiatan administrasi, yang meliputi administrasi umum dan
keuangan;b. menyiapkan data, memelihara data, berkas dan dokumen
PTK Nasional, dan PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;c. menyiapkan
bahan laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK Nasional, dan Tim PTK
Sektoral/Sub Sektoral Nasional.
Pasal 33(1) Tim PTK Nasional bertugas selama 5 (lima) tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Nasional diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri.
Bagian KetigaTim PTK ProvinsiPasal 34Tim PTK Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b, meliputi:a. susunan
keanggotaan;b. tugas Tim.
Pasal 35Susunan keanggotaan Tim PTK Provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, terdiri atas:a. Pembina :
Gubernur.b. Ketua : Kepala Dinas Provinsi.c. Sekretaris :
Sekretaris Pejabat Eselon III Dinas Provinsi.d. Anggota : Kepala
Bappeda Provinsi, Kepala Dinas yang membidangi sektoral Provinsi,
Kepala BPS Provinsi, Kepala BKPMD Provinsi,Ketua APINDO, Ketua
Kadin, Perguruan Tinggi, dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.e.
Sekretariat : Dinas Provinsi.
Pasal 36Pembina Tim PTK Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf a, bertugas:a. memberikan arahan penyusunan dan
pelaksanaan PTK Provinsi;b. menyampaikan target pembangunan
perekonomian provinsi yang akan dicapai dikaitkan dengan
pembangunan ketenagakerjaan;c. memberikan arahan agar RTK Provinsi
dilaksanakan.
Pasal 37Ketua Tim PTK Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 huruf b, bertugas:a. memimpin, mengorganisasikan dan
mengendalikan anggota Tim dalam penyusunan dan pelaksanaan PTK
Provinsi;12
b. merumuskan target-target pembangunan ketenagakerjaan
provinsi;c. merumuskan kebijakan dan program pembangunan
ketenagakerjaan provinsi;d. memutuskan target yang harus dicapai
dalam RTK Provinsi;e. memonitor hasil pencapaian target yang telah
ditetapkan dalam RTK Provinsi;f. mengevaluasi dan melaporkan hasil
pelaksanaan RTK Provinsi kepada Gubernur dengan tembusan kepada
Menteri.
Pasal 38Sekretaris Tim PTK Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf c, bertugas:a. mengkoordinasikan pelaksanaan teknis
penyusunan dan pelaksanaan PTK Provinsi;b. memfasilitasi penyusunan
dan pelaksanaan PTK Provinsi;c. mengkoordinasikan sekretariat
penyusunan dan pelaksanaan PTK Provinsi;d. melaporkan hasil
penyusunan dan pelaksanaan PTK Provinsi kepada Ketua.
Pasal 39Anggota Tim PTK Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf d, bertugas:a. melakukan pengkajian dan
penganalisaan atas target pembangunan perekonomian dan
ketenagakerjaan yang diarahkan oleh Pembina dan Ketua untuk
dipergunakan dalam penentuan RTK Provinsi;b. melakukan pengkajian
dan penganalisaan terhadap perkiraan persediaan dan kebutuhan akan
tenaga kerja;c. melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap
konsep kebijakan dan program;d. melaporkan hasil pengkajian dan
penganalisaan penyusunan dan pelaksanaan PTK Provinsi kepada
Sekretaris.
Pasal 40Sekretariat Tim PTK Provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf e, bertugas:a. menyelenggarakan kegiatan
administrasi, yang meliputi administrasi umum dan keuangan;b.
menyiapkan data, memelihara data, berkas dan dokumen PTK Provinsi,
PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi, dan PTK Kabupaten/Kota;c.
menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK Provinsi, dan
Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi.
Pasal 41(1) Tim PTK Provinsi bertugas selama 5 (lima) tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur atas usul Kepala Dinas Provinsi.
Bagian KeempatTim PTK Kabupaten/KotaPasal 42Tim PTK
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c,
meliputi:a. susunan keanggotaan;b. tugas Tim.13Pasal 43Susunan
keanggotaan Tim PTK Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 huruf a, terdiri atas:a. Pembina : Bupati/Walikota.b. Ketua :
Kepala Dinas Kabupaten/Kota.c. Sekretaris : Sekretaris Pejabat
Eselon III Dinas Kabupaten/kota.d. Anggota : Kepala Bappeda
Kabupaten/Kota, Kepala Dinas yang membidangi sektoral
Kabupaten/Kota, Kepala BPS Kabupaten/Kota, Kepala BKPMD
Kabupaten/Kota, Ketua APINDO, Ketua Kadin, Perguruan Tinggi, dan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.e. Sekretariat : Dinas
Kabupaten/Kota.Pasal 44Pembina Tim PTK Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 huruf a, bertugas:a. memberikan arahan
penyusunan dan pelaksanaan PTK Kabupaten/Kota;b. menyampaikan
target pembangunan perekonomian kabupaten/kota yang akan dicapai
dikaitkan dengan pembangunan ketenagakerjaan;c. memberikan arahan
agar RTK Kabupaten/Kota dilaksanakan.
Pasal 45Ketua Tim PTK Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 huruf b, bertugas:a. memimpin, mengorganisasikan dan
mengendalikan anggota Tim dalam penyusunan dan pelaksanaan PTK
Kabupaten/Kota;b. merumuskan target-target pembangunan
ketenagakerjaan kabupaten/kota;c. merumuskan kebijakan dan program
pembangunan ketenagakerjaan kabupaten/kota;d. memutuskan target
yang harus dicapai dalam RTK Kabupaten/Kota;e. memonitor hasil
pencapaian target yang telah ditetapkan dalam RTK Kabupaten/Kota;f.
mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan RTK Kabupaten/Kota
kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Provinsi.
Pasal 46Sekretaris Tim PTK Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf c, bertugas:a. mengkoordinasikan pelaksanaan
teknis penyusunan dan pelaksanaan PTK Kabupaten/Kota;b.
memfasilitasi penyusunan dan pelaksanaan PTK Kabupaten/Kota;c.
mengkoordinasikan Sekretariat Penyusunan dan pelaksanaan PTK
Kabupaten/Kota;d. melaporkan hasil penyusunan dan pelaksanaan PTK
Kabupaten/Kota kepada Ketua.14Pasal 47Anggota Tim PTK
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf d,
bertugas:a. melakukan pengkajian dan penganalisaan atas target
pembangunan perekonomian dan ketenagakerjaan yang diarahkan oleh
Pembina dan Ketua untuk dipergunakan dalam penentuan RTK
Kabupaten/Kota;b. melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap
perkiraan persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja;c. melakukan
pengkajian dan penganalisaan terhadap konsep kebijakan dan
program;d. melaporkan hasil pengkajian dan penganalisaan penyusunan
dan pelaksanaan PTK Kabupaten/Kota kepada Sekretaris.
Pasal 48Sekretariat Tim PTK Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 huruf e, bertugas:a. menyelenggarakan kegiatan
administrasi, yang meliputi administrasi umum dan keuangan;
b. menyiapkan data, memelihara data, berkas dan dokumen PTK
Kabupaten/Kota, PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;c.
menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK
Kabupaten/Kota, dan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota.
Pasal 49(1) Tim PTK Kabupaten/Kota bertugas selama 5 (lima)
tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Kabupaten/Kota diangkat dan
diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas usul Kepala Dinas
Kabupaten/Kota.
Bagian KelimaTim PTK Sektoral/Sub Sektoral NasionalPasal 50Tim
PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf d, meliputi:a. susunan keanggotaan;b. tugas Tim.
Pasal 51Susunan keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a, terdiri
atas:a. Pembina : Menteri/Kepala lembaga yang membidangi
sektoral/sub sektoral.b. Ketua : Sekretaris Kementerian/Lembaga
yang membidangi sektoral.c. Sekretaris : Kepala Biro Perencanaan
Kementerian yang membidangi sektoral.d. Anggota : terdiri dari
unsur unit teknis di sektor yang bersangkutan, Bappenas, BPS, Pusat
PTK, dan Perguruan Tinggi.e. Sekretariat : Biro Perencanaan
Kementerian/Lembaga yang membidangi sektoral.15Pasal 52Pembina Tim
PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 huruf a, bertugas:a. memberikan arahan penyusunan dan
pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;b. menyampaikan
target pembangunan perekonomian Sektoral/Sub Sektoral Nasional yang
akan dicapai dikaitkan dengan pembangunan ketenagakerjaan;c.
memberikan arahan agar RTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional
dilaksanakan.
Pasal 53Ketua Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 huruf b, bertugas:a. memimpin,
mengorganisasikan dan mengendalikan anggota Tim dalam penyusunan
dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;b. merumuskan
target-target pembangunan ketenagakerjaan Sektoral/Sub Sektoral
Nasional;c. merumuskan kebijakan dan program pembangunan
ketenagakerjaan Sektoral/Sub Sektoral Nasional;d. memutuskan target
yang harus dicapai dalam RTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;e.
memonitor hasil pencapaian target yang telah ditetapkan dalam RTK
Sektoral/Sub Sektoral Nasional;f. mengevaluasi dan melaporkan hasil
pelaksanaan RTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional kepada
Menteri/Kepala lembaga yang membidangi sektoral/sub sektoral yang
bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri.
Pasal 54Sekretaris Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c, bertugas:a.
mengkoordinasikan pelaksanaan teknis penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Nasional;b. memfasilitasi penyusunan dan
pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;c. mengkoordinasikan
Sekretariat Penyusunan dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral
Nasional;d. melaporkan hasil penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Nasional kepada Ketua.
Pasal 55Anggota Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d, bertugas:a. melakukan
pengkajian dan penganalisaan atas target pembangunan perekonomian
dan ketenagakerjaan yang diarahkan oleh Pembina dan Ketua untuk
dipergunakan dalam penentuan RTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;b.
melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap perkiraan
persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja;c. melakukan pengkajian
dan penganalisaan terhadap konsep kebijakan dan program;d.
melaporkan hasil pengkajian dan penganalisaan penyusunan dan
pelaksanaan PTK Sektor dan Sub Sektor Nasional kepada
Sekretaris.16Pasal 56Sekretariat Tim PTK Sektoral/Sub Sektor
Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf e, bertugas:a.
menyelenggarakan kegiatan administrasi, yang meliputi administrasi
umum dan keuangan;b. menyiapkan data, memelihara data, berkas, dan
dokumen PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional;c. menyiapkan bahan
laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Nasional.
Pasal 57(1) Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional bertugas
selama 5 (lima) tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Nasional diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri yang membidangi sektor yang
bersangkutan.
Bagian KeenamTim PTK Sektoral/Sub Sektoral ProvinsiPasal 58Tim
PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf e, meliputi:a. susunan keanggotaan;b. tugas Tim.
Pasal 59Susunan keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 huruf a, terdiri
dari:a. Pembina : Gubernur.b. Ketua : Kepala Dinas Provinsi yang
membidangi sektoral/sub sektoral provinsi.c. Sekretaris :
Sekretaris Pejabat Eselon III Dinas Provinsi yang membidangi
sektoral/sub sektoral provinsi.d. Anggota : terdiri dari unsur
Kepala Bidang di lingkungan dinas yang membidangi sektoral/sub
sektoral yang bersangkutan, Sekretaris Dinas yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan, Kepala Bidang Statistik Ketenagakerjaan
BPS Provinsi, Kepala Bidang Statistik yang membidangi Sektoral/Sub
Sektoral yang bersangkutan BPS Provinsi, dan Kepala Bidang yang
membidangi Sektoral/Sub Sektoral BKPM Provinsi.e. Sekretariat :
Dinas yang membidangi Sektoral/Sub Sektoral Provinsi.
Pasal 60Pembina Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a, bertugas:a. memberikan
arahan penyusunan dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral
Provinsi;b. menyampaikan target pembangunan perekonomian
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi yang akan dicapai dikaitkan dengan
pembangunan ketenagakerjaan;c. memberikan arahan agar RTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi dilaksanakan.17Pasal 61Ketua Tim PTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
huruf b, bertugas:a. memimpin, mengorganisasikan dan mengendalikan
anggota Tim dalam penyusunan dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub
Sektoral Provinsi;b. merumuskan target-target pembangunan
ketenagakerjaan Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;c. merumuskan
kebijakan dan program pembangunan ketenagakerjaan Sektoral/Sub
Sektoral Provinsi;d. memutuskan target yang harus dicapai dalam RTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;e. memonitor hasil pencapaian target
yang telah ditetapkan dalam RTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;f.
mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan RTK Sektoral/Sub
Sektoral Provinsi kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Provinsi.
Pasal 62Sekretaris Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf c, bertugas:a.
mengkoordinasikan pelaksanaan teknis penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;b. memfasilitasi penyusunan dan
pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;c. mengkoordinasikan
Sekretariat Penyusunan dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral
Provinsi;d. melaporkan hasil penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi kepada Ketua.
Pasal 63Anggota Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf d, bertugas:a. melakukan
pengkajian dan penganalisaan atas target pembangunan perekonomian
dan ketenagakerjaan yang diarahkan oleh Pembina dan Ketua untuk
dipergunakan dalam penentuan RTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;b.
melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap perkiraan
persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja;c. melakukan pengkajian
dan penganalisaan terhadap konsep kebijakan dan program;d.
melaporkan hasil pengkajian dan penganalisaan penyusunan dan
pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi kepada
Sekretaris.
Pasal 64Sekretariat Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf e, bertugas:a.
menyelenggarakan kegiatan administrasi, yang meliputi administrasi
umum dan keuangan;b. menyiapkan data, memelihara data, berkas, dan
dokumen PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi;
c. menyiapkan bahan laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK
Sektoral/Sub Sektoral Provinsi. 18Pasal 65(1) Tim PTK Sektoral/Sub
Sektoral Provinsi bertugas selama 5 (lima) tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Provinsi diangkat
dan diberhentikan oleh Gubernur atas usulan Kepala Dinas Instansi
Sektoral/Sub Sektoral yang bersangkutan.
Bagian KetujuhTim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/KotaPasal
66Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 huruf f, meliputi:a. susunan keanggotaan;b. tugas
Tim.
Pasal 67Susunan keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a, terdiri
atas:a. Pembina : Bupati/Walikota;b. Ketua : Kepala Dinas yang
membidangi Sektoral/Sub Sektoral yang bersangkutan di
Kabupaten/Kota;c. Sekretaris : Sekretaris Dinas yang membidangi
Sektoral/Sub Sektoral yang bersangkutan di Kabupaten/Kota;d.
Anggota : terdiri dari unsur Kepala Bidang di lingkungan dinas yang
membidangi sektoral/sub sektoral yang bersangkutan, Sekretaris
Dinas Kabupaten/Kota, Kepala Bidang Statistik Ketenagakerjaan BPS
Kabupaten/Kota, Kepala Bidang Statistik yang membidangi
sektoral/sub sektoral yang bersangkutan BPS Kabupaten/Kota, Kepala
Bidang yang membidangi Sektoral/Sub Sektoral BKPM Kabupaten/Kota.e.
Sekretariat : Dinas yang membidangi Sektoral/Sub Sektoral di
Kabupaten/Kota.
Pasal 68Pembina Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a, bertugas:a. memberikan
arahan penyusunan dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota;b. menyampaikan target pembangunan perekonomian
Sektoral/Sub Sektoral kabupaten/kota yang akan dicapai dikaitkan
dengan pembangunan ketenagakerjaan;c. memberikan arahan agar RTK
Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota untuk dilaksanakan.19Pasal
69Ketua Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, bertugas:a. memimpin,
mengorganisasikan dan mengendalikan anggota Tim dalam penyusunan
dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;b.
merumuskan target-target pembangunan ketenagakerjaan Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota;c. merumuskan kebijakan dan program
pembangunan ketenagakerjaan Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;d.
memutuskan target yang harus dicapai dalam RTK Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota;e. memonitor hasil pencapaian target yang
telah ditetapkan dalam RTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;f.
mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan RTK Sektoral/Sub
Sektoral Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
Pasal 70Sekretaris Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf c, bertugas:a.
mengkoordinasikan pelaksanaan teknis penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;b. memfasilitasi penyusunan
dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;c.
mengkoordinasikan Sekretariat Penyusunan dan pelaksanaan PTK
Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;d. melaporkan hasil penyusunan
dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota kepada
Ketua.
Pasal 71Anggota Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf d, bertugas:a. melakukan
pengkajian dan penganalisaan atas target pembangunan perekonomian
dan ketenagakerjaan yang diarahkan oleh Pembina dan Ketua untuk
dipergunakan dalam penentuan RTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota;b. melakukan pengkajian dan penganalisaan terhadap
perkiraan persediaan dan kebutuhan akan tenaga kerja;c. melakukan
pengkajian dan penganalisaan terhadap konsep kebijakan dan
program;d. melaporkan hasil pengkajian dan penganalisaan penyusunan
dan pelaksanaan PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota kepada
Sekretaris.
Pasal 72Sekretariat Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf e, bertugas:a.
menyelenggarakan kegiatan administrasi, yang meliputi administrasi
umum dan keuangan;b. menyiapkan data, memelihara data, berkas dan
dokumen PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota;c. menyiapkan
bahan laporan pelaksanaan kegiatan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota.20Pasal 73(1) Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral
Kabupaten/Kota bertugas selama 5 (lima) tahun.
(2) Keanggotaan Tim PTK Sektoral/Sub Sektoral Kabupaten/Kota
diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas usulan Kepala
Dinas instansi sektoral/sub sektoral yang bersangkutan.
BAB IVTATA CARA PENYUSUNAN LAPORANHASIL PELAKSANAAN RTK
MAKROPasal 74(1) Laporan hasil pelaksanaan RTK Makro meliputi:a.
lingkup kewilayahan;b. lingkup sektoral.
(2) Laporan hasil pelaksanaan RTK Makro lingkup kewilayahan dan
lingkup sektoral sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan
sistematika sebagai berikut:a. pendahuluan;b. pelaksanaan RTK
Makro;c. penutup.
(3) Laporan hasil pelaksanaan RTK Makro sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan selambat-lambatnya pada bulan Januari
tahun berikutnya.
Pasal 75(1) Hasil pelaksanaan RTK Makro lingkup kewilayahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a, dilaporkan oleh:a.
Menteri kepada Presiden untuk pelaksanaan RTK Makro tingkat
Nasional;b. Kepala Dinas Provinsi kepada Gubernur, dengan tembusan
kepada Menteri untuk pelaksanaan RTK Makro tingkat Provinsi;c.
Kepala Dinas Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Provinsi untuk pelaksanaan RTK Makro tingkat
Kabupaten/Kota.
(2) Hasil pelaksanaan RTK Makro lingkup sektoral sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 74 huruf b, dilaporkan oleh:a. Sekretaris
Jenderal Instansi Sektoral/Sub Sektoral kepada Menteri instansi
yang bersangkutan dengan tembusan kepada Menteri untuk pelaksanaan
RTK Sektoral/Sub Sektoral tingkat Nasional;b. Kepala Dinas Instansi
Sektoral/Sub Sektoral kepada Gubernur dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Provinsi untuk pelaksanaan RTK Sektoral/Sub Sektoral tingkat
Provinsi;c. Kepala Dinas Instansi Sektoral/Sub Sektoral kepada
Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi untuk
pelaksanaan RTK Sektoral/Sub Sektoral tingkat Kabupaten/Kota.21BAB
VTATA CARA PEMANTAUAN PENYUSUNANDAN PELAKSANAAN RTK MAKROPasal
76(1) Pemantauan dilakukan terhadap:a. penyusunan RTK Makro;danb.
pelaksanaan RTK Makro.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:a.
lingkup kewilayahan;b. lingkup sektoral.
(3) Pemantauan lingkup kewilayahan dan lingkup sektoral
sebagaimana pada ayat (2) dilakukan secara berjenjang dengan
cara:a. langsung;b. tidak langsung.
Pasal 77(1) Pemantauan terhadap penyusunan RTK Makro sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a, menyangkut pembentukan
Tim PTK, penggunaan metoda penghitungan persediaan dan kebutuhan
akan tenaga kerja, neraca tenaga kerja dan kebijakan, strateg, dan
program pembangunan ketenagakerjaan.
(2) Pemantauan terhadap pelaksanaan RTK Makro sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b, menyangkut kegiatan dalam
perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendayagunaan tenaga kerja,
peningkatan kualitas tenaga kerja, peningkatan produktivitas tenaga
kerja dan peningkatan perlindungan tenaga kerja serta peningkatan
kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
Pasal 78(1) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76 ayat (3) huruf a, dilakukan secara berjenjang dengan
cara:a. Tingkat Nasional dilakukan oleh Pusat PTK dengan melakukan
kunjungan ke Dinas Provinsi, yang hasilnya dilaporkan kepada
Menteri;b. Tingkat Provinsi dilakukan oleh Dinas Provinsi dengan
melakukan kunjungan ke Dinas Kabupaten/Kota, yang hasilnya
dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri.
(2) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (3) huruf b, dilakukan secara berjenjang dengan
cara:a. Tingkat Nasional dilakukan oleh Pusat PTK dengan melakukan
pengamatan dan identifikasi laporan hasil penyusunan RTK Provinsi
yang hasilnya dilaporkan kepada Menteri;b. Tingkat Provinsi
dilakukan oleh Dinas Provinsi dengan melakukan pengamatan dan
identifikasi laporan hasil penyusunan RTK Kabupaten/Kota yang
hasilnya dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan kepada
Menteri.22Pasal 79Laporan hasil pemantauan lingkup kewilayahan dan
lingkup sektoral baik langsung maupun tidak langsung dibuat dengan
sistematika sebagai berikut:a. pendahuluan;b. hasil pemantauan;c.
penutup.
Pasal 80Pemantauan penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro
dilakukan secara berkala baik langsung maupun tidak langsung paling
singkat 6 (enam) bulan sekali.BAB VIEVALUASI TERHADAP HASIL
PEMANTAUANPasal 81(1) Evaluasi terhadap hasil pemantauan dilakukan
terhadap:a. penyusunan RTK Makro;b. pelaksanaan RTK Makro.
(2) Evaluasi penyusunan RTK Makro sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dilakukan terhadap:a. tim PTK;b. metoda penghitungan
persediaan, kebutuhan akan tenaga kerja, dan neraca tenaga kerja;c.
kebijakan, strategi, dan program pembangunan ketenagakerjaan.
(3) Evaluasi pelaksanaan RTK Makro sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, meliputi kegiatan:a. perluasan kesempatan
kerja;b. peningkatan pendayagunaan tenaga kerja;c. peningkatan
kualitas tenaga kerja;d. peningkatan produktivitas tenaga kerja;e.
peningkatan perlindungan tenaga kerja;f. peningkatan kesejahteraan
pekerja dan keluarganya.
Pasal 82(1) Evaluasi terhadap hasil pemantauan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 81, meliputi:a. lingkup kewilayahan;b. lingkup
sektoral.
(2) Evaluasi lingkup kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, dilakukan secara berjenjang sebagai berikut:a. Tingkat
Nasional dilakukan oleh Pusat PTK yang hasilnya dilaporkan kepada
Menteri melalui Sekretaris Jenderal;b. Tingkat Provinsi dilakukan
oleh Dinas Provinsi yang hasilnya dilaporkan kepada Gubernur dengan
tembusan kepada Menteri.23
(3) Evaluasi lingkup sektoral sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilakukan sebagai berikut:a. Tingkat Nasional dilakukan
oleh Pusat PTK yang hasilnya dilaporkan kepada Menteri melalui
Sekretaris Jenderal;b. Tingkat Provinsi dilakukan oleh Dinas
Provinsi yang hasilnya dilaporkan kepada Gubernur dengan tembusan
kepada Menteri;c. Tingkat Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dinas
Kabupaten/Kota yang hasilnya dilaporkan kepada Bupati/Walikota
dengan tembusan kepada Dinas Provinsi.
(4) Laporan hasil evaluasi dibuat dengan sistematika sebagai
berikut:a. pendahuluan;b. hasil evaluasi;c. penutup.
Pasal 83Evaluasi terhadap hasil pemantauan penyusunan dan
pelaksanaan RTK Makro dapat dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan
sekali.BAB VIIPEMBINAAN TERHADAPPENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN RTK
MAKROPasal 84Pembinaan penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro
meliputi:a. lingkup kewilayahan;b. lingkup sektoral.
Pasal 85(1) Pembinaan penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro
lingkup kewilayahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf a,
dilakukan sebagai berikut:a. Tingkat Nasional oleh Pusat PTK,
kepada petugas penyusun dan pelaksana RTK Makro Provinsi;b. Tingkat
Provinsi oleh Dinas Provinsi, kepada petugas penyusun dan pelaksana
RTK Makro Kabupaten/Kota.
(2) Pembinaan penyusunan dan pelaksanaan RTK Makro lingkup
sektoral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 huruf b, dilakukan
sebagai berikut:a. Tingkat Nasional oleh Pusat PTK;b. Tingkat
Provinsi oleh Dinas Provinsi;c. Tingkat Kabupaten/Kota oleh Dinas
Kabupaten/Kota.
Pasal 86Pembinaan petugas penyusun dan pelaksana RTK Makro
dilakukan melalui kegiatan, antara lain:a. konsultasi;b.
bimbingan;c. pelatihan;dand. sosialisasi.24BAB VIIIPEMBIAYAANPasal
87(1) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pembinaan pada
tingkat Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
(2) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pembinaan pada
tingkat provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah tingkat provinsi.
(3) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pembinaan pada
tingkat kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah tingkat kabupaten/kota.
(4) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan pada instansi sektoral/sub sektoral nasional dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Instansi Pembina
sektoral/sub sektoral nasional yang bersangkutan.
(5) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan pada instansi sektoral/sub sektoral provinsi dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Instansi Pembina
sektoral/sub sektoral provinsi yang bersangkutan.
(6) Biaya yang diperlukan dalam melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan pada instansi sektoral/sub sektoral kabupaten/kota
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Instansi
Pembina sektoral/sub sektoral yang kabupaten/kota bersangkutan
BAB IXKETENTUAN PENUTUPPasal 88Dengan ditetapkannya Peraturan
Menteri ini, maka:1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor PER.35/MEN/XII/2006 tentang Pedoman Pembentukan
Tim PTK Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan2. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.24/MEN/XII/2008 tentang Metode
Perhitungan Persediaan dan Kebutuhan Tenaga Kerja,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 25Pasal 89Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang
mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di
Jakartapada tanggal 8 Nopember 2010MENTERITENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA,ttdDrs.H.A.MUHAIMIN ISKANDAR,
M.Si.Diundangkan di Jakartapada tanggal 8 Nopember 2010MENTERIHUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttdPATRIALIS AKBAR,
SHBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 542
c. PTK Mikro, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan
secara sistematis dalam suatu instansi/lembaga, baik instansi
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota maupun
swasta dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara
optimal dan produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang
tinggi pada instansi/lembaga atau perusahaan yang
bersangkutan.Kemajuan dan keberhasilan pembangunan suatu negara
ditentukan oleh kualitas tenaga kerja yang dimilikinya. Begitupun
halnya dengan perusahaan, dimana kelangsungan hidup dan maju
mundurnya perusahaan ditentukan oleh pegawai yang dimilikinya. Jadi
tenaga kerja dan atau pegawai adalah kekuatan terbesar yang
dibutuhkan untuk membangun suatu negara ataupun suatu
perusahaan.Perencanaan Tenaga Kerja Mikro (PTK Mikro) dibutuhkan
untuk menata dan mengelola pegawai di perusahaan agar dapat menjadi
kekuatan besar dalam mendorong perusahaan tersebut menjadi
perusahaan yang besar dan berdaya saing global. Saat ini masih
banyak perusahaan di Indonesia belum menempatkan pegawai sebagai
titik sentral dalam pencapaian visi dan misi perusahaan.PTK Mikro
merupakan bagian dari pengelolaan sumberdaya manusia yang mencakup
proses perencanaan,pengorganisasian,pengarahan dan pengendalian
sumberdaya manusia dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan.
Kegiatan dalam pengelolaam sumber daya manusia mencakup kegiatan
perencanaan dan pengadaan pegawai, seleksi dan penempatan pegawai,
pengembangan pegawai, integrasi pegawai kedalam perusahaan dan
pemberian imbalan dan benefit,penilaian terhadap kinerja dan
pengembangan karir serta pemensiunan.PTK Mikro bagi perusahaan
sangat penting agar perusahaan mampu memperoleh pegawai yang sesuai
dengan kebutuhan dan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yaitu
menempatkan pegawai pada posisi yang tepat ditempat yang tepat dan
pada waktu yang tepat. Untuk mendapatkan hal tersebut bukanlah
suatu hal yang tercipta secara otomatis atau tiba-tiba. Untuk itu
perusahaan perlu merencanakan pegawai mulai dari awal perusahaan
berdiri dan secara terus-menerus mengevaluasinya untuk mencapai
kinerja yang optimal.PTK Mikro akan memudahkan perusahaan dalam
penyediaan sumberdaya manusia yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Dengan melakukan perencanaan tenaga kerja mikro yang
tepat, maka perusahaaan akan memperoleh manfaat yang optimal,antara
lain:1.Mengoptimalkan pegawai yang sudah ada2.Memperkirakan
kebutuhan pegawai masa yang mendatang3.Memberikan gambaran situasi
pasar ketenagakerjaan yang tepat4.Acuan dalam penyusunan
program-program kepegawaianDapat disimpulkan bahwa perencanaan
tenaga kerja mikro sangat penting dilaksanakan oleh setiap
perusahaan tanpa memandang skala besar kecilnya perusahaan maupun
jenis produk yang dihasilkan.
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK
INDONESIANOMOR PER.17/MEN/XI/2010TENTANGPERENCANAAN TENAGA KERJA
MIKRODENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,Menimbang : bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (3), Pasal 27, Pasal 38 ayat
(2), Pasal 39 ayat (5), Pasal 41 ayat (3), dan Pasal 43 ayat (3),
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta
Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Perencanaan Tenaga Kerja Mikro;Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4279);2. Undang-Undang 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);3. Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh Informasi Ketenagakerjaan
dan Penyusunan Serta Pelaksanaan Perencanaan Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 34, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4701);4. Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4741);5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
2
6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;7. Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.12/MEN/VIII/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi;MEMUTUSKAN:Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
DAN TRANSMIGRASI TENTANG PERENCANAAN TENAGA KERJA MIKRO.BAB
IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud
dengan:1. Perencanaan Tenaga Kerja yang selanjutnya disingkat PTK,
adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara sistematis
yang dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan.
2. Perencanaan Tenaga Kerja Mikro yang selanjutnya disebut PTK
Mikro, adalah proses penyusunan rencana ketenagakerjaan secara
sistematis dalam suatu instansi/lembaga, baik instansi pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota maupun swasta dalam
rangka meningkatkan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal dan
produktif untuk mendukung pencapaian kinerja yang tinggi pada
instansi/lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.
3. Rencana Tenaga Kerja Mikro yang selanjutnya disingkat RTK
Mikro, adalah hasil kegiatan PTK Mikro.
4. Metoda adalah cara kerja yang teratur dan sistematis untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang
ditentukan.
5. Persediaan pegawai adalah jumlah pegawai pada suatu
perusahaan dengan berbagai karakteristiknya.
6. Kebutuhan pegawai adalah jumlah pegawai yang diperlukan oleh
perusahaan sesuai dengan beban kerja dengan berbagai
karakteristiknya.
7. Neraca pegawai adalah keseimbangan atau kesenjangan antara
persediaan pegawai dengan kebutuhan pegawai dengan berbagai
karakteristiknya.
8. Program kepegawaian adalah program di bidang kepegawaian
sesuai dengan neraca pegawai, antara lain meliputi perekrutan,
seleksi, penempatan, pemensiunan, pelatihan/kompetensi dan
pengembangan, perlindungan, pengupahan, jaminan sosial dan
produktivitas kerja.
9. Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab dan wewenang seseorang pegawai dalam perusahaan.
10. Beban kerja adalah sejumlah target pekerjaan atau target
hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu.3
11. Perusahaan adalah:a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau milik
badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain;b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang
mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain.
12. Pegawai adalah pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
13. Pembinaan adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan
kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka penyusunan
serta pelaksanaan RTK Mikro.
14. Pemantauan adalah serangkaian kegiatan untuk pengamatan dan
identifikasi penyusunan dan pelaksanaan RTK Mikro.
15. Evaluasi adalah serangkaian kegiatan penilaian terhadap
hasil pemantauan penyusunan dan pelaksanaan RTK Mikro dalam waktu
tertentu.
16. Laporan adalah penyampaian analisis hasil kegiatan yang
dilakukan dalam penyusunan dan pelaksanaan RTK Mikro.
17. Dinas Kabupaten/Kota adalah instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.
18. Dinas Provinsi adalah instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan provinsi.
19. Pusat Perencanaan Tenaga Kerja adalah unit Eselon II
Sekretariat Jenderal Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang
tugas dan fungsinya melakukan pembinaan, pemantauan, evaluasi,
penyusunan dan pelaksanaan PTK.
20. Sekretariat Jenderal adalah unit Eselon I Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, yang tugas dan fungsinya melaksanakan
koordinasi pelaksanaan tugas serta pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi dan dukungan teknis lainnya.
21. Menteri adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 2PTK Mikro bertujuan untuk:a. menjamin kelangsungan hidup
dan pengembangan perusahaan melalui pelaksanaan program kepegawaian
yang terarah;b. menjamin perlindungan pegawai, hubungan industrial
yang harmonis, peningkatan kesejahteraan pegawai dan keluarganya,
dan menciptakan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.
Pasal 3RTK Mikro paling sedikit memuat:a. persediaan pegawai;b.
kebutuhan pegawai;c. neraca pegawai;dand. program kepegawaian.
Pasal 4Tahapan kegiatan PTK Mikro meliputi:a. penyusunan;b.
metoda penyusunan;c. tata cara penyusunan laporan hasil
pelaksanaan;d. tata cara pemantauan terhadap penyusunan dan
pelaksanaan;e. evaluasi hasil pemantauan;danf. tata cara pembinaan
terhadap penyusunan dan pelaksanaan.
BAB IIPENYUSUNAN PTK MIKROPasal 5Penyusunan PTK Mikro
dimaksudkan untuk:a. mendayagunakan pegawai secara optimal dan
produktif;b. mendukung pencapaian kinerja pegawai dan perusahaan
yang tinggi;c. memudahkan pencapaian visi dan misi perusahaan;d.
membatasi timbulnya permasalahan di perusahaan;e. menjamin
kelangsungan dan pengembangan perusahaan;f. memperluas kesempatan
kerja.
Pasal 6Tahapan penyusunan PTK Mikro sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a, dilakukan melalui kegiatan:a. pengumpulan dan
pengolahan data kepegawaian;b. perkiraan dan perencanaan persediaan
pegawai, kebutuhan pegawai, dan neraca pegawai;c. analisis
persediaan pegawai, kebutuhan pegawai, dan neraca pegawai;dand.
penyusunan program kepegawaian.
Pasal 7Pengumpulan dan pengolahan data kepegawaian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, merupakan proses penataan,
identifikasi dan penghitungan jumlah pegawai setiap jabatan dengan
berbagai klasifikasi, karakteristik sesuai dengan kondisi dan
rencana pengembangan perusahaan.Pasal 8Perkiraan dan perencanaan
persediaan pegawai, kebutuhan pegawai, dan neraca pegawai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, meliputi:a. jumlah
pegawai setiap jabatan dan karakteristiknya di masa datang;b.
jumlah pegawai setiap jabatan dan karakteristiknya yang dibutuhkan
di masa datang;c. jumlah pegawai setiap jabatan dan
karakteristiknya, dengan membandingkan antara persediaan pegawai
dengan kebutuhan pegawai di masa datang.5Pasal 9Analisis persediaan
pegawai, kebutuhan pegawai, dan neraca pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf c, meliputi:a. proses penguraian data pegawai
kondisi sekarang berdasarkan jabatan, jumlah dan
karakteristiknya;b. proses penguraian data pegawai dari hasil
perkiraan pegawai yang dibutuhkan di masa datang menurut jabatan,
jumlah dan karakteristiknya;c. proses penguraian data perbandingan
antara persediaan pegawai dengan kebutuhan pegawai di masa datang
menurut jabatan, jumlah dan karakteristiknya.
Pasal 10Penyusunan program kepegawaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf d, merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk
mengatasi kesenjangan antara persediaan pegawai dengan kebutuhan
pegawai berdasarkan neraca pegawai sesuai dengan hasil analisis
baik secara kualitas maupun kuantitas yang menghasilkan program
kepegawaian.Pasal 11Pelaksanaan penyusunan PTK Mikro dilakukan oleh
unit kerja yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang kepegawaian
atau unit lain di perusahaan yang diberikan tanggung jawab untuk
melaksanakan penyusunan PTK Mikro.BAB IIIPENYUSUNAN RTK MIKROPasal
12Penyusunan RTK Mikro menggunakan cara:a. pengolahan data
kepegawaian;b. perkiraan dan perencanaan persediaan pegawai;c.
perkiraan dan perencanaan kebutuhan pegawai;d. perkiraan dan
perencanaan neraca pegawai;e. penyusunan program kepegawaian.
Pasal 13(1) Pengolahan data kepegawaian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a, menggunakan cara:a. penataan data;b.
pengidentifikasian data;c. penghitungan data.
(2) Penataan data kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, disusun berdasarkan:a. klasifikasi data kepegawaian;b.
karakteristik data kepegawaian.
(3) Pengidentifikasian data kepegawaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, dilakukan untuk menentukan karakteristik dan
klasifikasi data pegawai yang diperlukan dalam penyusunan rencana
persediaan pegawai, rencana kebutuhan pegawai, dan neraca
pegawai.6
(4) Penghitungan data kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, dilakukan untuk mengetahui jumlah data pegawai yang
diperlukan untuk penyusunan rencana persediaan pegawai dan rencana
kebutuhan pegawai.
Pasal 14(1) Klasifikasi data kepegawaian sebagaimana dimaksud
dalam