Page1 Ujian Akhir Semester Mata Kuliah PPSD Oleh: Muhammad Luthfi (1106017931) “China: Good Governance dalam Rezim Non-Demokratis” Prodi S1 Reguler Departement Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
Pag
e1
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah PPSD
Oleh: Muhammad Luthfi (1106017931)
“China: Good Governance dalam Rezim Non-Demokratis”
Prodi S1 Reguler
Departement Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia, 2013
Pag
e2
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Salah satu pilar dalam demokrasi adalah adanya pembentukan masyarakat yang mampu
membentuk kontrol terhadap pemerintahan. Dalam salah satu prinsip demokrasi yang
dikemukakan Alexis de Tocqueville memperlihatkan bahwa masyarakat yang didalam demokrasi
berada dalam posisi kekuasaan terbesar (kekuasaan oleh rakyat) dalam filosofi pemilihan umum
memperlihatkan pentingnya memiliki andil dalam mengawasi keberlangsungan pemerintahan,
mengendalikannya dari bentuk-bentuk abuse of power yang dapat terjadi. Dalam pemikiran
Tocqueville sendiri juga melihat bahwa adanya kebutuhan bahwa masyarakat harus turut serta
dalam urusan politik terutama yang berhubungan dengan urusan terhadap pengaturan-pengaturan
barang-barang publik.1
Prinsip-prinsip dari demokrasi yang seperi dijelaskan oleh Tocqueville tersebut pada
perkembangannya mengalami perkembangan konsep hingga membentuk konsep Good
Governance. Good Governance muncul juga dengan salah satu sebab adanya tuntutan untuk
membentuk pemerintahan yang baik dan bersih demi salah satunya untuk menunjang
pertumbuhan pembangunan dan perekonomian.2 Good Governance tidaklah kemudian menjadi
hasil akhir dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, melainan menjadi sebuh impact dan
sarana penting dalam menunjang pembangunan ini.
China merupakan salah satu negara industri baru di kawasan Asia. China sendiri tengah
mengalami masa-masa kejayaan industrialisasi, pembangunan, dan pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Dengan adanya pertumbuhan dan percepatan pembangunan di China ini juga turut
melanggengkan kemunculan Good Governance di China, salah satunya adalah seperti kebijakan
1 Alexis de Tocqueville, “Tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat. Terj. Yusi A. Pareanom.” (Jakarta:
Yayasan obor Indonesia 2005). h.85 2 Rachel M. Gisselquist, “Good Governance as a Concept, and Why This Matter for Development Policy (Working
Paper No. 2012/30).” (Helsinki: UNU-WIDER, 2012). h. 1
Pag
e3
civil service reform di China3. Namun di lain pihak China memiliki kondisi demokrasi yang
buruk jika kita menilai dengan merujuk pada indikator-indikator demokrasi liberal barat.
Indikator-indikator yang merujuk pada adanya kebebasan sipil, dan kebebasan politik tidak
terlihat dalam pemerintahan China.
I.II Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pelaksanaan bentuk Good Governance di China ditengah adanya rezim non-
demokratis yang ada di China?
I.III Kerangka Teori
Dalam kerangka konsep dalam Good Governance dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Good Governance is a norm for the government and a right for the citizen in which more specific conditions have
been formulated. These norms are sometimes linked to the norms of rule of law or democracy, but mostly they have
their own contents. Elements of Good Governance are: properness, transparencey, participation, effectiveness,
accountability and (economic, social and cultural rights). The concept sometimes broad-containing norms for all
power in the state, but this concept also formulated in a more restricted way in sense that it only applies to the
administration.”4
Good Governance disini dikaitkan bahwa Good Governance merupakan ikatan norma
politik yang berhubungan dengan demokrasi. Good Governance disini kemudian memiliki
konten bahwa Good Governance terdiri dari beberapa indikator pendukung seperti adanya
kelayakan, transparansi, partisipasi, efektifitas, dan akuntabiltas kerja. Indikator ini kemudian
dapat dipakai untuk memperhitungkan bagaimana keadaan Good Governance di China.
Dalam melihat bagaimana kondisi Good Governance di China indikator yang akan
digunakan dalam makalah ini hanya sebatas pada bagaimana transparansi, partisipasi, dan
akuntabilitas kerja yang terdapat dalam pemerintahan di China. Hal ini dikarenakan ketiga
3 John P. Burns, “Civil Service Reform in China,” (OECD Journal on Budgeting, Volume 7- 01, 2007). URL:
http://www.oecd.org/gov/budgeting/44526166.pdf 4 G.H Addink dalam, “Human Rights and Good Governance,” AsialinkProject on Education in Good Governance
and Human Rights, 2010 h. 4
Pag
e4
indikator tersebut memiliki kedekatan indikasi demokrasi, dimana pelibatan masyarakat dalam
pemerintahan dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan barang publik
begitu signifikan dalam ketiga indikator ini. Indikator pertama yaitu transparansi memiliki
prinsip sebagai:
“Government actions, decisions, and decisions-making process are open to appropriate level by scrutiny by others
parts of government, civil society and, in some instances, outside institutions and governments.”5
Dijelaskan disini bahwa indikator transparansi berkaitan dengan adanya keterbukaan
pemerintahan baik legislative, eksekutif, maupun yudikatif atas pengawasan masyarakat terhadap
keputusan-keputusan atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Kemudian indikator kedua yaitu partisipasi yang memiliki prinsip sebagai berikut:
“Participation is defined as the active involvement of group members in a group process. Within the context of
(publik) administration,it refers to the involvement of citizens in the actual or intended actions of administrative
authorities and publik entities. It should, however, be noted that although the term „publik participation‟ presumes
that the initiative and procedures are in the hands of citizens…”6
Dalam prinsip yang dikemukakan dalam indikator adanya partispasi ini jelas memperlihatkan
bahwa pentingnya partisipasi publik dalam bentuk insiatif atas keterjalanan pemerintahan oleh
pemerintah yang berkuasa. Partisipasi disini juga menekankan pada keterlibatan masyarakat
dalam tindakan actual yang dilakukan oleh pemerintah dalam artian lain adanya proses pelibatan
masyarakat dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Indikator ketiga yaitu akuntabilitas. Akuntabilitas menekankan pada prinsip bahwa
pemerintah harus bisa dan mampu untuk menunjukkan kebijakan-kebijakan pemerintah telah
sesuai dan dapat dievaluasi sehingga kebijakan-kebijakan tersebut dapat mencapai sasaran yang
telah disepakati bersama.7 Kebijakan-kebijakan yang akuntabel dalam artian bahwa kebijakan
tersebut haruslah dapat mencapai sasaran bersama yang telah disepakati dalam proses
transparansi dan partisipasi dalam proses implementasi kebijakan-kebijakan tersebut. Tujuan
kebijakan tersbut jelaslah untuk mencapi tujuan kebaikan bersama.
5 Gisselquist, Op.cit, h.8
6 “Human Rights…” Op.cit, h.38
7 Gisselquist, Op.cit. h.8
Pag
e5
BAB II
PEMBAHASAN
II.I Munculnya Good Governance di China
Untuk dapat menilai bagaimana kondisi Good Governance di China maka perlu ditelisik
terlebih dahulu bagaimana kondisi China dalam penerapan perkembangan Good Governance.
Diawali dari adanya kebangkitan Reformasi China yang dipelopori oleh seotang tokoh politisi
China yaitu Deng Xiaoping. Dibawah pemerintahan Deng Xiaoping China bangkit menjadi salah
satu kekuatan ekonomi dunia. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Deng Xiaoping di
desain dalam menunjang adanya pembangunan dan pertumbuhan sosial dan ekonomi yang pesat.
Proses lompatan pembangunan ini dimulai dari dengan adanya kebijakan-kebijakan yang mampu
meningkatkan hasil produksi agrikultur dan kemudian merambat pada industry-industri yang ada
di China.8
Dengan adanya kebijakan dan proses industrialisasi ini tentu sangat membutuh banyak
investasi dan sokongan dari investor termasuk investor luar negeri. Setelah adanya liberalisasi
ekonomi dan perkembangan perkonomian pedesaan pusat industri yang sangat signifikan juga
tentu dituntut adanya reformasi terhadap birokrasi yang memungkinkan dapat turut serta dalam
meningkatkan kualitas pelayanan dalam masyarakat terutama dengan latar belakang
meningkatnya secara signifikan buruh-buruh industri di daerah perkotaan.. Hal ini juga sebagai
dasar penarikan atas investor untuk meningkatkan daya tawar China kepada investor asing.
Dengan adanya reformasi atas birokrasi ini tidaklah menuntun pada adanya perubahan
bentuk kegiatan politik di China yang tetap undemocratic. Tidak ada pengubahan terhadap
system kepartaian, system perwakilan politik dan sistem pemilu di China. Namun tidak adanya
pengubahan terhadap kondisi politik, dibagian administrasi publik dan kebijakan meritokrasi
yang terjalin di China memiliki dinamika perubahan menuju munculnya Good Governance, hal
ini terlihat salah satunya dengan munculnya penguatan hukum yang lugas diterapkan di China
8 Dali L. Yang, “Calamity and Reform in China: State, Rural Society, and Institutional Change Since the Great Leap
Famine,” (California: Stanford University Press, 1996) h.3-8
Pag
e6
dalam memperlemah abuse of power di tataran wilayah birokrasi dan pemerintahan sipil daerah.
Salah satu bentuk penguatan hukum ini seperti salah satunya adalah kebijakan anti korupsi yang
ditetapkan oleh pemerintah China9.
II.II Transparansi dalam Pemerintahan China
Untuk menganalisis dari bagaimana bentuk Good Governance yang diterapkan di China,
indikator pertama yang akan digunakan adalah yang pertama prinsip transparansi yang telah di
jalankan oleh pemerintahan China. Usaha yang dilakukan oleh pemerintahan China dalam
mengupayakan adanya prinsip transparansi di tubuh pemerintahan China yang sangat terlihat
jelas dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan China. Beberapa kebijakan
tersebut walaupun masih terfokus pada lingkungan admonistrasi publik atau dalam hal ini masih
didalam tataran lembaga eksekutif.
Bentuk-bentuk kebijakan tersebut diantaranya adalah mencegah munculnya korupsi
melalui Law Enforcement serta kemudian kebijakan-kebijakan seperti pertama, mempromosikan
publikasi informasi pemerintah dan meningkatkannya dalam masyarakat. Peningkatan informasi
dari pemerintah atas informasi-informasi yang dapat dinikmati publik dilakukan oleh
pemerintah, salah satunya dilakukan dengan melakukan peningkatan anggaran biaya untuk
publikasi informasi-informasi seputar kebijakan dan informasi-informasi lainnya yang dilakukan
oleh pemerintahan, baik di tingkat local hingga nasional. Kemudian kebijakan kedua adalah
dengan adanya kebijakan pendalaman kualitas terhadap upaya transparansi dalam pemerintahan
dan admnistrasi publik tersebut. Hal ini juga dilakukan atas keinginan pemerintah China untuk
mewujudkan adanya Good Governance didalam pemerintahan dan birokrasi publik yang ada di
China. Kebijakan ini dilakukan dengan juga mengikutsertakan The Ministry of Supervision and
The Nasional Bureau of Corruption. Bentuk upaya pelibatan Kementrian Supervisi dan Biro anti
korupsi ini diwujudkan agar terjadi upaya Clean Government di tubuh pemerintahan dan
birokrasi yang ada.10
9 Radar Nusantara, URL: http://www.radarnusantara.com/2011/12/carilah-ilmu-berantas-korupsi-dari.html di akses
pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 11.55 WIB 10
United Nation Offices on Drugs and Crime, URL:
http://www.unodc.org/documents/treaties/UNCAC/WorkingGroups/workinggroup4/2012-August-27-
29/Responses_NVs_2012/20120508_China_English_1.pdf diakses pada tangga 11 Juni pukul 13.30
Pag
e7
Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa telah terjadi usaha dalam pemerintahan China untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan. Kebijakan lainnya juga memperkuat
usaha pemerintah China dalam mengupayakan adanya pemerintahan yang baik (Good
Governance) seperti kebijakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan administrasi publik
dalam publisitas, serta kebijakan mengeksplorasi metode untuk mempromosikan akses publik
terhadap pengambilan keputusan administrative.
Upaya peningkayan kualitas pelayanan administrasi publik dalam publisitas misalnya
dilakukan dengn upaya untuk menerapkan teknologi dalam memberikan informasi kepada
masyarakat seputar kebijakan-kebijakan yang diambil terutama oleh pemerintahan birokrasi.
Bentuk utama dalam peningkatan kualitas ini di fokuskan dalam bentuk variasi publikasi yang
dijalankan oleh pemerintah kepada masyarakat luas. Kemudian juga dengan adanya usaha untuk
meng-eksplorasi metode akses publik terhadap informasi seputar pemerintahan dan informasi
publik. Hal ini kemudian berlanjut dengan bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan melalui feedback yang dihasilkan demi kemudian mensinergikan antara
keinginan masyarakat dengan program-program yang dilakukan oleh pemerintah melalui
mekanisme yang tepat.11
Dari bentuk kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan China terhadap
terbentuknya transparansi dalam pemerintahan dapat dilihat bahwa China dalam penerepan
prinsip transparansi berada dalam tahapan konsolidasi tranparansi pemerintahan kepada publik.
Pemerintah China telah membuka iklim kerja pemerintahan yang terbuka dalam akses atas
informasi yang dalam hokum diperbolehkan untuk diakses oleh masyarakat (akses publik).
II.III Partisipasi dalam Pemerintahan China
Indiktor lain dalam penerapan Good Governance adalah adanya partisipasi publik dalam
penerapan dan oembentukan kebijakan yang berhubungan dengan urusan publik. Bentuk
partisipasi ini diwujudkan dalam beragam mekanisme. Ditengah adanya democracy deficit yang
terjadi di China, pelibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan hanya berada dalam posisi
procedural saja, dimana masyarakat tidak dilibatkan langsung seperti yang diperlihatkan oleh
bentuk demokrasi deliberatif ataupun dalam demokrasi agregatif.
11
Ibid.
Pag
e8
Partisipasi publik dalam perumusan kebijakan hanya berada dalam tataran adanya
National People Congress dan Local People Congress. Dengan adanya ideologi komunis dalam
pemerintahan China, maka membentuk system kepartaian tunggal, dimana kemudian artikulasi
kepentingan hanya dilakukan oleh Partai Komunis China. Ideologi komunis sudah sejak lama
mendukung konsep bahwa tindakan pemerintah harus mencerminkan kehendak rakyat yang
kemudian diwujudkan dengan adanya konsultasi dengan anggota masyarakat selektif baik itu
pejabat terpilih, akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat yang dipilah secara tradisional.
Konsultasi ini juga diperlengkap dengan adanya investigasi lapangan yang dilakukan oleh
lembaga legislative di China.12
Dalam praktik partisipasi publik di China dapat dilihat dalam beberapa macam
mechanisme seperti diantaranya adalah dengar pendapat publik yang dilakukan oleh pemerintah
China. Kemudian juga terdapat berbagai macam pertemuan terbuka serta workshop dan seminar
dengan pakar-pakar dan pejabat publik dari instansi terkait. Audiensi juga dilakukan dengan cara
adanya E-Government yang dibuat oleh pmerintah untuk menampung aspires-aspirasi dari
masyarakat. Ada 5 website yang berkembang di China, dimana setiap anggota mayarakat dapat
mengirimkan draft pendapat serta aspirasi mereka di 5 website tersebut.13
Adapun bentuk mekanisme pelibatan publik dalam pemerintahan adalah sebagai
berikut:14
12
Jamie P. Horsley, “Publik participation in the People’s Republik: Developing for More Participatory Governance
Model in China,” (2009). URL: http://www.law.yale.edu/documents/pdf/Intellectual_Life/CL-PP-
PP_in_the__PRC_FINAL_91609.pdf diakses pada tanggal 11 Mei 2013 pukul 14.24 WIB 13
Ibid. 14 Di artikulasikan berdasarkan, Ibid.
Legislative Hearings
Meetings and
Workshop
Notice and Cemment
Procedures
Role of Civil Society
Pag
e9
Mekanisme pertama dalam proses partisipasi masyarakat dalam pemerintahan di China
dilakukan melalui diadakannya legislative hearings yang diadakan oleh NPC pada tingkat
nasional dan Local People Congress pada tingkatan local. Legislative hearings ini disahkan
dalam bentuk peraturan pada tahun 2000 yang kemudian menyebabkan adanya pengaturan
terhadap pelaksanan legislative hearings tersebut. Pada dasarnya legislative hearings ini
diadakan apabila badan legislative baik ditingkatan nasional maupun local akan membentuk
sebuah peraturan. Tata cara legislative hearings ini pun dilakukan dengan mengumumkan
terlebih dahulu draft peraturan (RUU) tersebut selama 30 hri sebelum diadakannya legislative
hearings. Peserta legislative hearings ini yaitu masyarakat luas dapat dan berhak mengajukan
pendapat dan pertanyaan didalam legislative hearings tersebut. Kemudian tanggapan dan
pertanyaan serta pendapat hasil legislative hearing tersebut ditulis dan disusun hingga kemudian
unit penyusun RUU dapat menjadikan tanggapan-tanggapan tersebut untuk pertimbangan atas
RUU tersebut.
Kemudian juga diadakannya Meetings and Workshop oleh pemerintahan dalam
merancang sebuah kebijakan publik. Meetings and Workshop ini merupakan salah satu yang
diwajibkan dalam UU legislasi, dimana peraturan atupun kebijakan yang akan dibuat haruslah di
uji dan diperbincangkan dalam sebuah lokakarya yang menghadirkan pakar-pakar terkait. Baik
itu ahli hokum, individu yang dipilih dalam masyarakat. Pertemuan-pertemuan ini dilakukan
dengan cara-cara yang cukup fleksibel dalam artian dapat diadakan dalam setiap tahapan proses
pembentukan UU. NPC misalnya untuk merancang RUU property mengadakan lebih dari 100
lokakarya dalam pembahasan terhadap RUU property tersebut. Kemudian juga di kota
Guangzhow dibutuhkan sekali lokakarya untuk membuat peraturan-peraturan di tahun 2006. Hal
ini kemudian dapat dilihat bahwa lokakarya ini selain untuk meningkatkan kualitas dari UU
tersebut juga merupakan bagian dari proses pelibatan masyarakat dalam pembentukan kebijakan
publik.
Kemudian mekanisme Notice and Comment Procedures merupakan prosedur dimana
setiap anggota masyarakat ataupun NGO dapat untuk memberikan gagasan ataupun tanggapan
tertulis yang kemudian akan ditanggapi oleh pemerintah dalam bentuk pertemuan ataupun dalam
bentuk audiensi. Dengan adanya pemebritahuan akan RUU ini dihaapkan kemudian masyarakat
Pag
e10
kembali lebih peka dengan adanya RUU yang akan menjadi UU ini dan menanggapinya untuk
kemudian di artikulasi kembali dalam bentuk revisi RUU tersebut.
Kemudian yang terakhir adalah adanya peran dari Civil Society. Peluang pergerakan Civil
Socety di China saat ini kembali semakin baik dengan adanya berbagai macam Civil Society
seperti China Womens Federation dan The China Consumers Association. Civil Society di China
menunjukkan bagaimana utilitas kerja mereka dalam turut membuat dan memantau bagaimana
implementasi kebijakan tersebut berlangsung didalam masyarakat. Seperti yang dicontohkan
salah satu NGO di China yang mencoba mengajak beberapa interst group di China untuk
memberikan pengarahan atas pentingnya pendidikan pada masyarakat, dan mencoba untuk
mewujudkan hak-hak penderita HIV-AIDS yang terdiskriminasi di China, dan kemdian
mengadvokasi penanganan kasus-kasus yang mereka tangani kepada pemerintah agar kemudian
dapat dibentuk kebijakan yang dapat mereduksi masalah tersebut15
.
II.IV Akuntabilitas dalam Pemerintahan di China
Mengenai aspek akuntabilitas yang terdapat dalam pemerintahan China dapat dilihat
bahwa dengan perkemabangan teknologi di negara tersebut, terutama perkembangan teknologi
internet. Dengan jumlah pengguna unternet di China yang berjumlah 500 Juta Netizenship, jelas
halin turut serta dalam menunjukkan bagaimana masyarakat berperan serta aktif dalam
mengawasi pemerintahan yang sedang berlangsung. Hal ini oleh Keith Richburg juga
menyebabkan penurunan terhadap anga pejabat yang korup di pemerintahan China disebabkan
munculnya keterbukaan akan pengawasan masyarakat melalui adanya internet.16
Disisi lain, dalam penerapan prinsip pembentukan akuntabilitas yang dilakukan oleh
pemerintahan China, dapat dilihat bahwa bentuk konsep akuntabilitas yang ditekankan oleh
pemerintahan China adalah adanya konsep responsibitas yang menekankan pada penyemibangan
terhadap:
15 Anthony J. Spires, “Lessons From Abroad: Foreign Influences on China’s Emerging Civil Society.” (Australian
National University: The China Journal, 2012) h. 126 URL:
http://ihome.cuhk.edu.hk/~b116559/Anthony_J._Spires/About_Me_files/Lessons%20from%20Abroad%20-
%20Spires.pdf diakses pada tanggal 11 Juni 2013 Pukul 15.52 WIB 16
“Keith Richburg: Internet has Made Chinesse Government more Accountable.” (Harvard Gazette, 2013) URL:
http://news.harvard.edu/gazette/story/newsplus/keith-richburg-internet-has-made-chinese-government-more-
accountable/ di akses pada tanggal 11 Juni 2013 Pukul 16.00 WIB
Pag
e11
1. Kepentingan Partial vs Kepentingan menyeluruh
2. Kepentingan saat ini vs Kepentingan masa depan
3. Kepentingan akan perubahan dibandingkan kepentingan akan tata tertib.17
Ketiga bentuk konsep responsibility tersebut menggambarkan bagaimana sebuah
kebijakan-kebijakan dibentuk atas dasar adanya penempatan orang-orang yang telah terseleksi
dalam hal ini dengan dasar kebaikan konfusianisme di China untuk menduduki jabatan-jabatan
politik tertentu. Hal ini merupakan bentuk respon utama dari partai komunis China atas dasar
kritik bahwa dengan system rezim otoriter sangat kuat dengan potensi penyalahgunaan
kekuasaan. Dengan adanya pejabat-pejabat yang memiliki virtue (kebajikan) ini kemudian
diharapkan dapat menjalankan bagaimana pejabat tersebut dapat melayani masyarakat melalui
pembetukan kebijakan atas 3 dasar utama penyeimbangan kepentingan dalam pengambilan
kebijakan.18
Kemudian dalam kontrol publik atas kebijakan publik memiliki bentuk fitur-fitur yang
berbentuk dengan bentukpengukuran kinerja pemerintahan oleh masyarakat. Pemerintahan China
melibatkan seluruh peran partispatif masyarakat China dalam melakukan pengukuran terhadap
kinerja pemerintah melalui mekanisme; pertma, mengidentifikasi kebijakan-kebijakan ataupun
program pemerintah yang akan dilakukan pengukuran kinerja dan evaluasi, kemudian kedua,
masyarakat mengirimkan feedback ataupun evaluasi mereka kepada media yang tersedia seperti
salah satunya adalah media internet.19
Bentuk lain yang dilakukan oleh pemerintahan China dalam menekankan akuntabilitas
atas bagaimana bentuk program tersebut kemudian mampu dievaluasi mengenai kesesuiannya
terhadap keinginan dan kebutuhan masyarakat juga dilakukan survey. Survey yang dilakukan
atas dasar untuk memmperlihatkan bagaimana program-program yang di implementasikan oleh
pemerintah berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat. Walaupun pada proses ini masyarakat
hanya memainkan peran pasif, dimana dalam survey yang dilakukan masyarakat hanya sekedar
17
William J. Dubson, “Governing China: Accountability Vs Respondsibility.” (The Economist, 2013) URL:
http://www.theglobalist.com/storyid.aspx?StoryId=10016 di akses pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 16.15 18
Ibid. 19
Jhon P. Burns dan Zhou Ziren, “Performance Managementin the Government in China: Accountability and
Control in the Implementation of Publik Policy” (OECD, 2010) h.22. URL:
http://www.oecd.org/china/48169592.pdf diakses pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 17.00
Pag
e12
sebagai penyedia informasi, namun peran masyarakat dalam survey ini sangat berpengaruh
dalam proses pengambilan keputusan selanjutnya.20
Pemerintahan China juga kemudian gencar untuk melakukan agregasi atas penilaian
publik selain dilakukan melalui media survey. Hal ini dilakukan melalui mengundang 10 ribu
orang warga masyarakat untuk melakukan penilaian publik atas kebijakan maupun program yang
telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan diberbagai kota seperti koShuhai, Shenyang, dan Nanjing.
Penilaian ini dilakukan dengan cara mengirimkan petugas ke masing-masing daerah atau distrik
yang kemudian petugas tersebut akan mendatangi warga untuk meminta warga melakukan
penilaian terhadap kinerja pemerintah. Kemudian hasil dari penilaian ini dalam beberapa kota
yang melakukan hal ini akan dilakukan penghukuman berupa pemecatan atau keharusan untuk
mengundurkan diri bagi instansi atau pejabat publik yang dalam hasil penilaian publik tersebut
mendapatkan poin terendah dalam penilain publik tersebut.21
Beberapa indikasi implementasi atas pelaksanaan akuntabilitas ini cukup menjelaskan
bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintahan China dalam melaksanakan adanya Good
Governance dan Clean Goveranance di tubuh pemerintahan China. Hal ini tentu tak lepas
bagaiamana implementasi akan Akuntabilitas ini diturutsertakan dari partisipasi masyarakat
terhadap awareness masyarakat dalam melihat dan menyelidiki program-program yang
dilakukan oleh pemerintah. Kemudian mobilisasi pemerintah untuk mengakomodasi penilaian
dan evaluasi masyarakat terhadap bagaimana responsifitas masyarakat terhadap kebijakan dan
program tersebut sangatlah memadai, sehingga kemudian mengenai indikator akuntabilitas
didalam pemerintahan China dapat dikatakan telah dalam kondisi baik.
20
Ibid. h. 22 21
Ibid. h. 21-22
Pag
e13
BAB III
KESIMPULAN
Dari eksplanasi yang telah diuraikan dalam bagian isi dapat disimpulkan bahwa
penerapan Good Governance dalam pemerintahan di China telah memiliki upaya pelaksanan
yang baik dimana dalam indikator transparansi, partisipasi dan akuntabilitas telah terlihat
beragam upaya yang dilakukan oleh pemerintahan China dalam mewujudkannya. Walaupun
China tidak dalam kondisi rezim yang demokratis sebagaimana jika merujuk pada demokrasi
liberal barat, China telah mampu menunjukkan bagaimana demokrasi ala China kompatibel
dengan prinsip-prinsip Good Governance terutama ketiga prinsip utama Good Governance
tersebut. China telah membuka ruang yang cukup besar bagi partisipasi masyarakat dalam
menciptakan pemerintahan yang jauh dari upaya Abuse of Power.
Bentuk-bentuk upaya seperti publisitas kebijakan dan rancangan kebijakan, publisitas
kinerja, hingga munculnya netizenship yang mengawasi kebijakan tersebut telah menjadikan
China sebagai negara yang mampu meredegradasi angka korupsi dan tingginya angka kinerja
pejabat publik. Upaya bottom up yang dilakukan atas insiatif masyarakat dalam mewujudkan
Good Governance dan mobilisasi kebijakan Good Governance yang diterapkan di China oleh
pemerintah sendiri turut menunjang suksesnya degradasi angka korupsi di China dan menjaga
kinerja pejabat publik yang baik. Dengan adanya Good Governance yang baik di China ini
seolah-olah ingin menunjukkan thesis bahwa demokrasi ala barat tidak menjamin adanya
penerapan Good Governance yang baik. China membuktikan bahwa ditengah rezim yang tidak
demokratis dari perspektif demokrasi liberal barat dapat menerapkan bentuk pemerintahan Good
Governance dengan baik.
Pag
e14
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Tocqueville, Alexis de. 2005. “Tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat. Terj. Yusi A.
Pareanom.” Jakarta, Yayasan obor Indonesia.
Gisselquist, Rachel M. 2012. “Good Governance as a Concept, and Why This Matter for
Development Policy (Working Paper No. 2012/30).” Helsinki, UNU-WIDER.
_________, 2010. “Human Rights and Good Governance,” Asialink Project on Education in
Good Governance and Human Rights
Yang, Dali L. 1996. “Calamity and Reform in China: State, Rural Society, and Institutional
Change Since the Great Leap Famine,” California, Stanford University Press.
Artikel dan Jurnal:
Burns, John P. 2007. “Civil Service Reform in China,” (OECD Journal on Budgeting, Volume
7- 01, 2007). URL: http://www.oecd.org/gov/budgeting/44526166.pdf
Burns, Jhon P. dan Ziren, Zhou. 2010. “Performance Managementin the Government in China:
Accountability and Control in the Implementation of Publik Policy” (OECD, 2010) URL:
http://www.oecd.org/china/48169592.pdf diakses pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 17.00
United Nation Offices on Drugs and Crime, URL:
http://www.unodc.org/documents/treaties/UNCAC/WorkingGroups/workinggroup4/2012
-August-27-29/Responses_NVs_2012/20120508_China_English_1.pdf diakses pada
tangga 11 Juni pukul 13.30
Horsley, Jamie P. 2009. “Publik participation in the People’s Republik: Developing for More
Participatory Governance Model in China.” URL:
http://www.law.yale.edu/documents/pdf/Intellectual_Life/CL-PP-
PP_in_the__PRC_FINAL_91609.pdf diakses pada tanggal 11 Mei 2013 pukul 14.24
WIB
Pag
e15
Spires Anthony J. 2012) “Lessons From Abroad: Foreign Influences on China’s Emerging Civil
Society.” (Australian National University: The China Journal, 2012) URL:
http://ihome.cuhk.edu.hk/~b116559/Anthony_J._Spires/About_Me_files/Lessons%20fro
m%20Abroad%20-%20Spires.pdf diakses pada tanggal 11 Juni 2013 Pukul 15.52 WIB
Harvard Gazzette. 2013. “Keith Richburg: Internet has Made Chinesse Government more
Accountable.” URL: http://news.harvard.edu/gazette/story/newsplus/keith-richburg-
internet-has-made-chinese-government-more-accountable/ di akses pada tanggal 11 Juni
2013 Pukul 16.00 WIB
Dubson, William J. 2013. “Governing China: Accountability Vs Respondsibility.” (The
Economist, 2013) URL: http://www.theglobalist.com/storyid.aspx?StoryId=10016 di
akses pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 16.15
Radar Nusantara, URL: http://www.radarnusantara.com/2011/12/carilah-ilmu-berantas-korupsi-
dari.html di akses pada tanggal 11 Juni 2013 pukul 11.55 WIB