perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 0 UJI SITOTOKSIK ISOLAT AKTIF DARI EKSTRAK KLOROFORM RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) TERHADAP SEL HELA DAN SIHA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oeh: FINA ERNAWATI NIM M0406028 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SURAKARTA 2010
57
Embed
UJI SITOTOKSIK ISOLAT AKTIF DARI EKSTRAK KLOROFORM … · FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM ... berupa bunga majemuk berjumlah 2-5. ... Kanker tidak berasal dari mutasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
0
UJI SITOTOKSIK ISOLAT AKTIF DARI EKSTRAK KLOROFORM
RUMPUT MUTIARA (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
TERHADAP SEL HELA DAN SIHA
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oeh:
FINA ERNAWATI
NIM M0406028
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit penyebab kematian terbesar kedua setelah
penyakit kardiovaskuler (Sukardiman et al., 2004). Di Indonesia, penderita kanker
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut Ja’far
dan Santoso (2010) di negara berkembang, kanker serviks merupakan penyebab
utama kematian akibat kanker di kalangan wanita.
Usaha penyembuhan dengan obat sintetik umumnya masih relatif mahal dan
memiliki efek yang besar. Oleh karena itu, sebagian besar penderita penyakit ini
memilih cara lain dengan memanfaatkan bahan alam yaitu dengan menggunakan
tanaman obat sebagai obat tradisional (Sukardiman et al., 2004).
Murdiyono (2008) telah meneliti fraksi 6 ekstrak kloroform rumput mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) dan hasilnya diperoleh LC50-24 jam adalah 281,77
µg/ml. Menurut Meyer et al., (1982) senyawa uji dikatakan toksik jika harga LC50-24
jam kurang dari 1000 µg/ml. Ruwaida (2010) melakukan isolasi terhadap fraksi aktif
rumput mutiara dan diperoleh 6 isolat, dua diantaranya yaitu isolat 4 dan 5
merupakan isolat aktif dengan LC50-24 jam 55,87 µg/ml dan 47,76 µg/ml. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap isolat 4 dan 5
karena berpotensi antikanker.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Menurut Febriansah et al. (2008) dan IPTEKnet (2005) rumput mutiara telah
lama digunakan dalam pengobatan kanker serviks. Sel HeLa dan SiHa merupakan
turunan dari sel epitel kanker serviks, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
pengujian sitotoksisitas untuk mengetahui potensi isolat 4 dan 5 dalam penghambatan
pertumbuhan terhadap sel HeLa dan SiHa. Uji sitotoksik digunakan untuk
menentukan parameter nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 jam dapat menunjukkan potensi
suatu senyawa sebagai sitotoksik.
Haryanti (2008) dalam penelitiannya menyebutkan IC50-24 jam ekstrak etanol
rumput mutiara terhadap sel MCF-7 adalah 77 µg/ml. Sejalan dengan hal tersebut
Suparman (2008) melaporkan IC50-24 jam yang didapat dari uji sitotoksik terhadap
ekstrak etanol rumput mutiara adalah 116 µg/ml pada WiDr. Berdasarkan penelitian
di atas maka perlu dilakukan uji sitotoksik isolat rumput mutiara terhadap sel HeLa
dan SiHa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai IC50-24 jam dari isolat 4 dan 5
ekstrak kloroform yang terkandung dalam rumput mutiara yang berpotensi sebagai
antikanker berdasarkan hasil uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BST) yang telah diteliti oleh Murdiyono (2008) dan Ruwaida (2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah nilai IC50-24 jam isolat 4 dan 5 dari ekstrak kloroform rumput
mutiara terhadap sel HeLa dan SiHa?
2. Bagaimanakah efek sitotoksik pada sel HeLa dan SiHa setelah pemberian
isolat 4 dan 5 dari ekstrak kloroform rumput mutiara?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui nilai IC50-24 jam isolat 4 dan 5 dari ekstrak kloroform rumput
mutiara terhadap sel HeLa dan SiHa.
2. Mengetahui efek sitotoksik pada sel HeLa dan SiHa setelah pemberian isolat
4 dan 5 dari ekstrak kloroform rumput mutiara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengobatan mengenai
potensi isolat 4 dan 5 dari ekstrak kloroform rumput mutiara sebagai agen
antikanker.
2. Memberikan informasi mengenai efek sitotoksik isolat 4 dan 5 dari ekstrak
kloroform rumput mutiara terhadap sel Hela dan SiHa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.)
Tumbuhan rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) merupakan
salah satu dari sekian banyak tumbuhan liar yang mungkin terabaikan. Tumbuhan
yang dianggap mengganggu ini seringkali dibabat habis saat membersihkan
kebun atau pekarangan, padahal rumput mutiara merupakan salah satu sumber
obat etnis (Gentry, 1993).
a. Klasifikasi
Division : Spermatophyta
Subdivision : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Order : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Hedyotis
Species : Hedyotis corymbosa (L.) Lamk. (Hutchinson, 1959).
b. Basionim
Rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) mempunyai nama
lain yaitu Oldenlandia corymbosa L.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
c. Nama Daerah
Nama daerah dari rumput mutiara adalah rumput siku–siku, bunga telor
belungkas, daun mutiara, katepan, urek–urek polo (Jawa), Pengka (Makasar),
Shui xian cao (China) (IPTEKnet, 2005).
d. Morfologi Tanaman
Gambar 1. Habitus rumput mutiara (Crusson, 2007)
Rumput mutiara tumbuh rimbun berserak, tinggi 15-50 cm, tumbuh
subur pada tanah lembab di sisi jalan dan pinggir selokan, mempunyai banyak
percabangan seperti terlihat pada Gambar 1 di atas. Daun tunggal, berhadapan
atau bersilang berhadapan, helaian relatif kecil, panjang 1-3,5 cm, lebar 1,5-7
mm, ujung dan pangkalnya runcing, berwarna hijau pucat, dengan sisik-sisik
kecil sepanjang tepi daunnya, tangkai daun sangat pendek, atau hampir duduk,
ibu tulang daun satu di tengah. Ujung daun mempunyai rambut yang pendek.
Batang bersegi, bunga ke luar dari ketiak daun, bentuknya seperti payung
berwarna putih, berupa bunga majemuk berjumlah 2-5. Mahkota 4, putih atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
ungu dengan panjang kira-kira 2 mm, benang sari 4, ibu tangkai bunga
(induk) keras seperti kawat, panjangnya 5-10 mm. Stipula interpetiolaris.
Stamen apipetal seakan-akan di atas tabung mahkota. Ovarium inferior dan
petala berlekatan. Buah berbentuk bulat dengan ujung pecah-pecah. Buah
panjang 1,75-2 mm, lebar 2-2,5 mm, pada permukaan luar di dekat bagian
ujung terdapat sisa kelopak berupa tonjolan kecil runcing (Backer dan Brink,
1965; Febriansah et al., 2008).
e. Kandungan dan Manfaat Rumput Mutiara
Tumbuhan rumput mutiara mempunyai kandungan kimia antara lain
digunakan sebagai kontrol positif dengan variasi konsentrasi mulai dari 10; 5; 2,5;
1,25; 0,625; 0,3125; 0,15625; 0,078125; 0,0390625; dan 0,1953125 µg/ml. Selain itu
digunakan pula kontrol negatif berupa kontrol sel dan kontrol medium RPMI 1640.
Medium yang berisi sel didistribusikan dalam 96 sumuran masing-masing
100µl, kemudian ditambahkan variasi konsentrasi isolat 4 dan 5 sebanyak 100µl
secara triplet. Tahap berikutnya, microplate yang berisi sel dan sampel uji diinkubasi
selama 24 jam dan dilakukan pengamatan selanjutnya.
Pengamatan morfologi sel setelah perlakuan dilakukan di bawah mikroskop.
Pada perlakuan isolat 4, pada konsentrasi 200 µg/ml jumlah sel yang mati lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
sedikit bila dibandingkan dengan jumlah sel yang mati pada perlakuan isolat 5. Hal
ini terlihat pada Gambar (8.a) sel yang hidup dan berbentuk bulat jernih masih
tampak terlihat lebih banyak. Sel kontrol negatif tampak berbentuk seperti daun,
menempel di dasar flask, sedangkan pada kontrol positif, doxorubisin, terlihat banyak
sel yang mati dan berwarna keruh. Gambar lengkap pada tiap perlakuan dapat dilihat
pada Lampiran 1.
Gambar 8. Kenampakan morfologi sel HeLa pada perbesaran 100x setelah penambahan isolat rumput mutiara pada perlakuan (a) Isolat 4 konsentrasi 200 µg/ml, (b) Isolat 5 konsentrasi 200 µg/ml, (c) doxorubixin konsentrasi 10 µg/ml, (d) kontrol sel. Keterangan: (1) sel hidup, (2) sel mati
2
1
(d) (c)
(a) (b)
1
2
1
1
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa isolat 5 mampu menghambat
pertumbuhan sel HeLa lebih besar bila dibandingkan dengan isolat 4. Hal ini juga
terlihat pada jumlah persentase kematian sel, pada isolat 5 konsentrasi 200 µg/ml
mampu menyebabkan kematian sel sebesar 84.946%, sedangkan isolat 4 pada
konsentrasi yang sama hanya mampu menyebabkan kematian sel sebesar 14.874%.
Persentase kematian sel untuk setiap perlakuan secara lengkap dapat dilihat pada
Tabel 1, sedangkan data absorbansi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1. Persentase kematian sel HeLa setelah perlakuan dengan isolat 4 dan 5 Konsentrasi
Isolat 5 200 0.454 84.946 100 0.812 63.560 50 1.574 18.041 25 1.576 17.921 12.5 1.64 14.098 6.25 1.645 13.799 3.125 1.655 13.202 1.5625 1.658 13.023 0.78125 1.717 9.498 0.390625 1.779 5.794 Kontrol sel 1.876 Kontrol medium 0.202
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Berdasarkan hasil pada Tabel 1, isolat 4 pada konsentrasi tertinggi (200
µg/ml) belum menunjukkan kematian 50%, hanya sebesar 14.874%. Oleh karena itu
konsentrasi isolat 4 perlu dinaikkan hingga diperoleh kematian 50% untuk
menentukan nilai IC50-24 jam. Konsentrasi isolat 4 dinaikkan diatas 200 µg/ml hingga
1000 µg/ml. Data selengkapnya tersaji pada Tabel 2, sedangkan nilai absorbansi
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 2. Persentase kematian sel HeLa setelah perlakuan dengan isolat 4
Konsentrasi (µg/ml)
Rata-rata absorbansi
% kematian sel
Isolat 4 1000 1.234 39.199 500 1.493 24.158 250 1.519 22.648 125 1.585 18.815 62,5 1.58 19.106 31,25 1.595 18.235 15,625 1.565 19.977 1,9531 1.604 17.712 Kontrol sel 1,909 Kontrol media 0.187
Pada Tabel 2 terlihat bahwa hingga konsentrasi 1000 µg/ml isolat 4 hanya
mampu menyebabkan kematian sebesar 39.199%. Berdasarkan data tersebut maka
isolat 4 tidak toksik terhadap sel HeLa. Namun sebaliknya, isolat 5 pada konsentrasi
100 µg/ml mampu menyebabkan kematian sel HeLa sebesar 63.56%. Oleh karena itu
IC50-24 jam isolat 5 untuk sel HeLa <100 µg/ml.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 1 terlihat bahwa penambahan
konsentrasi isolat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kematian sel. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
sel yang hidup pada kontrol sel lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah sel
hidup yang ada pada masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan Gambar (8.d)
yaitu terlihat pada kontrol negatif jumlah sel yang hidup lebih banyak bila
dibandingkan dengan perlakuan penambahan isolat 4 dan 5 maupun pada
doxorubisin. Data kematian sel pada perlakuan doxorubisin dapat dilihat pada
Lampiran 5. Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dikatakan bahwa pada
penelitian ini isolat 5 lebih toksik dibandingkan isolat 4 pada sel HeLa (Gambar 9).
Gambar 9. Kenampakan morfologi sel HeLa pada perbesaran 100x setelah penambahan isolat rumput mutiara pada perlakuan (a) IC50 isolat 4 (konsentrasi 1000 µg/ml), (b) IC50-24 jam isolat 5 (konsentrasi 100 µg/ml). Keterangan: (1) sel hidup, (2) sel mati
Gambar (9.a) menunjukkan bahwa hingga konsentrasi 1000 µg/ml masih
terlihat banyak sel yang hidup, sedangkan pada Gambar (9.b) konsentrasi 100 µg/ml
jumlah sel yang mati lebih banyak bila dibandingkan dengan Gambar (9.a) yaitu
sebesar 63.560% (Tabel 1).
a b
1
2
1
2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Perhitungan terhadap persentase kematian sel dilakukan untuk menentukan
nilai IC50-24 jam dari masing-masing perlakuaan. IC50-24 jam merupakan konsentrasi yang
menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 50% dari populasi sel.
Perhitungan IC50-24 jam menggunakan analisa probit dan secara lengkap dapat dilihat
pada Lampiran 5. Hasil analisa probit ini diperoleh dengan mengubah persentase
kematian menjadi angka probit dengan menggunakan tabel probit (Lampiran 4),
kemudian dibuat grafik persamaan regresi linier antara probit dan log konsentrasi.
Gambar 10 merupakan kurva persamaan regresi linier antara log konsentrasi dengan
probit isolat 4 terhadap sel HeLa, sedangkan kurva persamaan regresi linier isolat 5
terhadap sel HeLa dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 10. Persamaan regresi linier antara log konsentrasi dengan probit isolat 4 terhadap sel HeLa.
y = 0.023x + 19.944 r2 = 0.884
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 11. Persamaan regresi linier antara log konsentrasi dengan probit isolat 5 terhadap sel HeLa.
Kurva persamaan regresi linier antara log konsentrasi dengan probit
doxorubisin terhadap sel HeLa tersaji pada Gambar 12.
Gambar 12. Persamaan regresi linier antara log konsentrasi dengan probit Doxorubisin terhadap sel HeLa.
y = -0.880x + 6.712 r2 = 0.869
y = -0.663x+ 5.204 r2 = 0.912
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Berdasarkan hasil analisa probit yang dilakukan didapatkan nilai IC50-24 jam
isolat 5 sebesar 88.10 µg/ml dan 2.03 µg/ml untuk doxorubisin, sedangkan isolat 4
tidak dilakukan perhitungan IC50-24 jam karena hingga konsentrasi 1000 µg/ml belum
menunjukkan persentase kematian 50% dan menurut Meyer et al. (1982) nilai IC50-24
jam >1000 µg/ml dinyatakan tidak toksik. Jadi semakin besar nilai IC50-24 jam maka
senyawa tersebut semakin tidak toksik. Suatu ekstrak tanaman berpotensi untuk
dikembangkan sebagai agen antikanker bila memiliki IC50-24 jam <100 µg/ml (Ueda et
al., 2002). Nilai IC50-24 jam <100 µg/ml menunjukkan adanya potensi senyawa uji
sebagai agen kemoprevensi (Meiyanto et al., 2008). Berdasarkan hasil tersebut maka
isolat 5 mempunyai kemampuan dalam penghambatan pertumbuhan sel HeLa dan
berpotensi sebagai agen kemoprevensi.
A. 2. Sel SiHa
Sebelum diberi perlakuan, dilakukan persiapan terhadap kultur sel. Sel SiHa
ditumbuhkan hingga konfluen dalam medium RPMI 1640. Jumlah sel yang telah
konfluen terlihat menempel rapat di dasar flask (Gambar 13.a). Jumlah sel yang telah
konfluen selanjutnya dilakukan pemanenan sel, dalam memudahkan pemanenan dan
perhitungan sel, media kultur sel dibuang kemudian ditambahkan dengan 100 µl
tripsin agar sel lepas dari dasar flask. Sel yang lepas dari dasar sel dan sel yang hidup
akan berbentuk bulat–bulat serta terlihat mengapung di permukaan (Gambar 13.b).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 13. Kenampakan morfologi sel SiHa pada perbesaran 100x sebelum pemberian tripsin (a) dan setelah pemberian tripsin (b).
Sel sebelum pemberian tripsin terlebih dahulu dilakukan pencucian dengan
PBS yang berfungsi untuk menghilangkan serum dalam media RPMI 1640 yang
tertinggal, karena serum ini dapat menghambat kerja tripsin (Freshney, 2000). Tahap
selanjutnya, sel yang telah dipanen kemudian dilakukan penambahan medium RPMI
1640 sehingga diperoleh suspensi sel yang dapat langsung dipindahkan ke dalam
microplate.
Variasi konsentrasi yang digunakan pada isolat 4 dan 5 adalah 1000; 500;
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 persentase kematian hingga konsentrasi 1000
µg/ml baik isolat 4 dan 5 belum menunjukkan 50% kematian. Padahal konsentrasi
>1000 µg/ml suatu senyawa dapat dikatakan tidak toksik, karena semakin besar nilai
IC50-24 jam maka senyawa tersebut semakin tidak toksik. Jadi dapat dikatakan bahwa
isolat 4 dan 5 tidak toksik pada sel SiHa.
Hal ini juga dapat dilihat pada Gambar 16 terlihat bahwa hingga konsentrasi
1000 µg/ml masih banyak sel yang hidup.
Gambar 16. Kenampakan morfologi sel SiHa pada perbesaran 100x setelah penambahan isolat rumput mutiara pada perlakuan (a) isolat 4 (konsentrasi 1000 µg/ml), (b) isolat 5 (konsentrasi 1000 µg/ml), (c) doxorubixin konsentrasi 10 µg/ml, (d) kontrol sel. Keterangan: (1) sel hidup, (2) sel mati
(a)
2
1
(b)
2 1
(c)
2
(d)
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Mekanisme Penghambatan Isolat
Adanya perbedaan ketoksikan isolat 4 dan 5 pada sel HeLa dimungkinkan
karena adanya perbedaan kandungan dalam masing-masing senyawa tersebut.
Ruwaida (2010) melaporkan bahwa isolat 4 belum dapat diketahui golongan
senyawanya, sedangkan isolat 5 diidentifikasi merupakan senyawa golongan
terpenoid. Profil KLT terhadap kandungan isolat 4 dan 5 tersaji pada Gambar 17.
Gambar 17. Profil kromatogram isolat 4 dan 5 rumput mutiara dengan pereaksi deteksi semprot vanillin-asam sulfat, isolat 4 (1), isolat 5 (2).
Ruwaida (2010) melaporkan bahwa dalam isolat 5 terdapat senyawa golongan
terpenoid dengan adanya bercak warna biru pada Rf 0,81 (Gambar 17). Deteksi
dengan pereaksi semprot valinin-asam sulfat akan menunjukkan hasil positif adanya
terpenoid bila terdapat bercak berwarna antara biru sampai ungu. Namun sebaliknya
isolat 4 menunjukkan hasil yang negatif pada pereaksi tersebut. Pengujian lebih lanjut
1
Rf
0.75
0
0.25
0.5
(Ruwaida, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
terhadap isolat 5 membuktikan bahwa isolat 5 bukan senyawa ursolic acid
berdasarkan metode KLT.
Adanya perbedaan kandungan senyawa tersebut juga akan mempengaruhi
ketoksikan pada sel kanker. Salah satu golongan terpenoid yaitu monoterpen,
dilaporkan mempunyai aktivitas antitumor, salah satu diantaranya yaitu limonen.
Senyawa ini mempunyai kemampuan kemoprevensi pada beberapa tipe kanker.
Mekanisme aksi dari monoterpenoid yaitu dengan cara memblok dan menekan
aktivitas tumor (Crowell, 1999). Contoh lainnya, taxol merupakan senyawa golongan
diterpen dari tanaman Taxus brevifolia yang telah digunakan secara luas untuk
pengobatan kanker serviks dan kanker payudara. Mekanisme aksi antikanker taxol
yaitu dengan cara menstabilkan tubulin sehingga mencegah terjadinya pembelahan
sel (Artanti et al., 2005). Taxol diketahui mampu menghambat mitosis dengan cara
menyebabkan kerusakan pada mikrotubul, karena menghalangi terbentuknya
mikrotubul sehingga akan terjadi pengeblokan pada proses mitosis (Lesney, 2004).
Hal lain yang dapat menyebabkan adanya perbedaan ketoksikan suatu
senyawa terhadap sel yaitu adanya molekut target yang berbeda pada setiap sel
kanker. Sebagai contoh yaitu fitosterol, senyawa ini merupakan steroid dalam
golongan triterpen dan mempunyai struktur yang mirip dengan kolesterol (Gambar
18).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
(a) (b) (Awad dan Carol, 2000)
Gambar 18. Struktur senyawa (a) β-sitosterol dan (b) 3β-hidroksi kolesterol.
Bentuk fitosterol yang umum yaitu β-sitosterol, campesterol dan stigmasterol.
Adanya kemiripan struktur membran molekul target sehingga memudahkan senyawa
tersebut untuk melewati membran sel (Awad dan Fink, 2000). Adanya kemudahan
senyawa dalam melewati struktur membran ini dapat dianalogkan seperti model
gembok-kunci (lock-key), hal ini menyebabkan senyawa tersebut akan lebih mudah
masuk dan mempengaruhi aktivitas yang terjadi di dalam sel. Struktur membran sel
tersaji dalam Gambar 19.
Gambar 19. Struktur membran sel (Sheeler, 1983).
Plasma membran
glikoprotein
glikolipid
Protein reseptor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Faktor lain yang dapat menyebabkan adanya perbedaan kemampuan isolat 4
dan 5 terhadap sel HeLa dan SiHa karena adanya faktor yang berbeda yang
menyebabkan kedua sel kanker tersebut. Sel HeLa merupakan sel kanker serviks
yang disebabkan oleh HPV (Human Papilloma Virus) 18 sedangkan SiHa oleh HPV
16. Perbedaan potensi berbagai tipe HPV terhadap karsinogenesis tergantung dari
afinitas protein E6 dalam mengikat gen p53 dan protein E7 dalam mengikat protein
Rb. Protein E6 dari HPV 18 dan HPV 16 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53
melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway
(E6AP), sehingga akan terjadi penurunan kadar gen p53. Hal ini menyebabkan gen
p53 tidak dapat bekerja secara normal sehingga akan terdegradasi (Gambar 20)
(Lagrange et al., 2005).
Gambar 20. Mekanisme pengikatan E6 terhadap gen p53 (Prayitno et al., 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Disisi lain adanya pengikatan protein E7 terhadap pRb, akan menyebabkan
hal yang sama seperti pada gen p53. Ikatan E7 dengan pRb tersebut menyebabkan
tidak terikatnya gen E27 (faktor transkripsi) oleh pRb (Gambar 21). Tidak adanya
pengikatan gen E2F menyebabkan gen tersebut menjadi aktif dan akan membantu c-
myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimulasi siklus sel (Prayitno et al.,
2005).
Gambar 21. Mekanisme pengikatan E7 terhadap protein Rb (Prayitno et al., 2005).
Contoh lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sukardiman et al. (2005)
melaporkan bahwa senyawa andrograpolida dari tanaman sambiloto mampu
mematikan atau menginduksi sel HeLa dengan IC50 sebesar 109.90 µg/ml.
Andrograpolida merupakan senyawa diterpen yang mempunyai aktivitas sebagai
inhibitor terhadap aktivitas enzim DNA topoisomerase II. Fungsi enzim DNA
topoisomerase mempunyai peran yang sangat penting dalam proses replikasi,
transkripsi, rekombinasi DNA dan proses proliferasi dari sel kanker. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
akan menyebabkan proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker
semakin lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks (PLDB),
akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan selanjutnya
berpengaruh terhadap proses di dalam sel secara apoptosis.
Penelitian yang serupa juga dilakukan oleh Jamora et al. (2001) yaitu dengan
melakukan isolasi terhadap senyawa diterpen dari jamur yaitu senyawa clerocidin
yang telah diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor enzim DNA topoisomerase
II. Hasil penelitian menyatakan bahwa senyawa clerocidin memiliki aktivitas
apoptosis terhadap sel HeLa. Miao et al. (2003) juga melakukan uji induksi senyawa
diterpenoid kuinon salvicina yang juga diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor
enzim DNA topoisomerase II dan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa senyawa
salvicina mampu membunuh sel kanker MDR (Multi Drug Resistant) dengan
mekanisme apoptosis. Adanya berbagai mekanisme aksi pada masing-masing tipe
terpenoid, maka diperlukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui terpen dari isolat
5. Akan tetapi untuk mengetahui mekanisme penghambatan pertumbuhan pada sel
HeLa maupun SiHa dapat dilakukan dengan pengujian lebih lanjut melalui
mechanism-based assay. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengamatan apoptosis
dengan menggunakan metode doublestainning menggunakan etidium bromide-
acrydine orange, sel yang hidup akan berflouresensi hijau karena hanya menyerap
acrydine orange sedangkan sel yang mati akan berflouresensi orange karena etidium
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
bromide mampu melewati membran. Hal ini sebagai penanda bahwa sel yang mati
telah kehilangan permeabilitas membrannya (Meiyanto et al., 2008)
Salah satu obat antikanker yang banyak terdapat di pasaran adalah
doxorubisin. Doxorubisin merupakan agen kemoterapi golongan antrasiklin yang
memiliki aktivitas antikanker spektrum luas dan telah lama digunakan pada berbagai
jenis kanker. Senyawa ini mempunyai aktivitas antikanker dan spesifik untuk fase S
dalam siklus sel. Rock dan De Michele (2003) menerangkan bahwa mekanisme aksi
doxorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA melalui interkalasi
diantara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan RNA melalui
pengacauan template. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah dengan melibatkan
ikatan dengan lipid membran sel yang akan mengubah berbagai fungsi seluler dan
berinteraksi dengan DNA topoisomerase II membentuk komplek pemotongan DNA.
Namun penggunaan doxorubisin sebagai agen kemoterapi dibatasi oleh efek
toksik terhadap jaringan normal terutama jantung dan mampu menekan sistem imun
(Wattanapiyakul et al., 2005). Oleh karena itu terus dilakukan upaya pencarian
senyawa aktif dari bahan alam. Berdasarkan nilai IC50-24 jam isolat 5 pada sel HeLa
yaitu sebesar 88.10 µg/ml, maka isolat 5 dapat diperhitungkan sebagai salah satu
alternatif senyawa antikanker. Penggunaan senyawa antikanker dari bahan alam dapat
dikombinasikan dengan obat antikanker secara sinergis dan diharapkan dapat
meningkatkan sensitifitas sel terhadap doxorubisin. Sebagai contohnya yaitu sel
MCF-7 merupakan salah satu sel kanker payudara yang resisten terhadap agen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kemoterapi, akan tetapi kombinasi penggunaan doxorubisin dengan fraksi butanolik
kapang endofit buah makasar mampu meningkatkan sensitifitas sel MCF-7 terhadap
doxorubisin sehingga memperkuat pemacuan apoptosis sel MCF-7. Penggunaan
tunggal fraksi butanolik tersebut mempunyai IC50-24 jam 48 µg/ml dan 148 nM pada
doxorubisin, akan tetapi sinergisme fraksi butanolik tersebut dengan doxorubisin
terlihat dari nilai CI (Indeks Combinasi) <0,9 (Kumala et al., 2009). Oleh karena itu
penggunaan kombinasi antara senyawa antikanker dari bahan alam dengan obat
antikanker merupakan salah satu alternatif pengobatan saat ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Isolat 5 mempunyai nilai IC50-24 jam sebesar 88.10 µg/ml terhadap sel HeLa,
sedangkan isolat 4 mempunyai nilai IC50-24 jam >1000 µg/ml. Akan tetapi pada
sel SiHa baik isolat 4 maupun 5 keduanya mempunyai nilai IC50-24 jam > 1000
µg/ml.
2. Isolat 4 dan 5 mempunyai efek sitotoksik terhadap sel HeLa dan SiHa yaitu
adanya penghambatan pertumbuhan pada kedua sel kanker tersebut, akan
tetapi efek sitotoksik terbesar yaitu isolat 5 terhadap sel HeLa.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa yang mempunyai
efek sitotoksik terhadap penghambatan pertumbuhan sel HeLa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penghambatan dan