UJI PENGARUH SUBLETHAL INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT DENGAN BAHAN AKTIF DIMETOAT TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS (Cyprinus carpio) SKRIPSI Oleh: HERVIN INDAH CATUR WULAN NIM. 135080100111042 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
87
Embed
UJI PENGARUH SUBLETHAL INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT …repository.ub.ac.id/7639/1/HERVIN INDAH CATUR WULAN.pdf · perlakuan insektisida yang diberikan pada ikan mas didapatkan Survival
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
UJI PENGARUH SUBLETHAL INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT DENGAN BAHAN AKTIF DIMETOAT TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS
(Cyprinus carpio)
SKRIPSI
Oleh:
HERVIN INDAH CATUR WULAN NIM. 135080100111042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
i
UJI PENGARUH SUBLETHAL INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT DENGAN
BAHAN AKTIF DIMETOAT TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS
(Cyprinus carpio)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Oleh:
HERVIN INDAH CATUR WULAN NIM. 135080100111042
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG November, 2017
iii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul :UJI PENGARUH SUBLETHAL INSEKTISIDA
ORGANOFOSFAT DENGAN BAHAN AKTIF DIMETOAT
TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP IKAN MAS
(Cyprinus carpio)
Nama Mahasiswa : HERVIN INDAH CATUR WULAN
NIM : 135080100111042
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : DR. IR. MOHAMMAD MAHMUDI, MS
Pembimbing 2 : NANIK RETNO BUWONO, S.Pi, MP
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : DR. UUN YANUHAR, S.Pi, MSi
Dosen Penguji 2 : DR. ASUS MAIZAR S. H, S.Pi, MSi
Tanggal Ujian : 28 November 2017
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillaahi Robbil’alamiin, dengan ungkapan rasa syukur pada Allah
Yang Maha Kuasa, Skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar
sarjana ini telah selesai disusun. Sholawat serta salam yang senantiasa
dicurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini,
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
• Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran serta
kemudahan dalam kehidupan saya dan dalam penyelesaian skripsi ini.
• Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS selaku dosen pembimbing pertama dan
Nanik Retno Buwono, S.Pi, MP selaku dosen pembimbing kedua atas
kesediaan waktu, tenaga, pemikirannya untuk senantiasa membimbing,
mengarahkan, memberikan motivasi dan memberikan nasihat kepada
saya sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi ini.
• Dr. Uun Yanuhar, S.Pi, MSi selaku dosen penguji pertama dan Dr. Asus
Maizar S. H, S.Pi, MP selaku dosen penguji kedua atas kesediaan waktu
untuk senantiasa mengarahkan dan memberikan motivasi serta
memberikan nasihat kepada saya sehingga dapat menyelesaikan laporan
skripsi ini.
• Orangtua tercinta, Bapak “Agus Bambang Sudarmoko”, Ibu “Sutiyem”,
kakak tersayang “Eka Diyan Agustina”, “R. Nanang Dwi Agus Setyo
Nugroho” dan “Anita Tri Andriani” yang selalu mendoakan untuk
kelancaran skripsi ini dan semangat serta motivasi yang selalu diberikan
untuk menyelesaikan laporan skripsi ini.
• Eyang tri ku tercinta dan tersayang “Suparti” terimakasih karena sudah
membesarkan cucu seperti saya sekarang, terimakasih karena sudah
menjadi nenek untuk saya. Maafkan cucumu ini yang belum bisa
v
membahagiakan eyang, semoga tenang di surga eyang, saya akan selalu
mendoakan eyang di sana.
• Sahabat – sahabat tercinta yang selalu memberi semangat, dorongan
untuk menyelesaikan laporan, selalu ada di saat suka duka, maaf sudah
banyak merepotkan Nurhayati, Denia Intan Permatasari, Shofikha
Azlinda, Mimin Wirawati, Hanif Isrochatin, Anggi Novalina, Dewi
Mangshuroh.
• Sahabat – sahabat Kos 79 tersayang yang senantiasa memberikan
semangat, selalu menghibur di saat susah maupun senang, meskipun
kita berbeda – beda asal tetapi kita sudah menjadi keluarga Sistiani Nur
Annisa, Gresylia Nindria Ikasari (adikku tersayang), Tyara Dea Pramita,
• Teman – teman MSP angkatan 2013 yang selalu bekerja sama dan saling
memberikan dukungan serta motivasi dalam kebersamaan.
Malang,
Hervin Indah Catur W.
vi
RINGKASAN
Hervin Indah Catur Wulan. Skripsi. Uji Pengaruh Sublethal Insektisida Organofosfat dengan Bahan Aktif Dimetoat Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Mas (Cyprinus carpio) (di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS dan Ibu Nanik Retno Buwono, S.Pi, MP).
Pestisida dalam bidang pertanian digunakan untuk membasmi hama
tanaman. Insektisida adalah salah satu jenis pestisida yang sering digunakan untuk membasmi dan membunuh hama yang bertujuan meningkatkan produksi pertanian. Namun, penggunaan insektisida secara terus menerus tanpa terkontrol akan menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga dapat menurunkan kualitas perairan dan kematian organisme non target, salah satunya ikan yang dipelihara di sawah, kolam atau sungai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sublethal insektisida berbahan aktif dimetoat terhadap kelangsungan hidup dan histologi organ insang ikan mas (Cyprinus carpio). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Agustus 2017 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Rancangan percobaan yang digunakna dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini memiliki tahapan yaitu uji pendahuluan, uji toksisitas akut (LC50), uji sesungguhnya (uji sublethal), dan histologi organ insang ikan mas (Cyprinus carpio). Konsentrasi perlakuan yang digunakan pada uji pengaruh sublethal insektisida dimetoat terdiri dari A yaitu 0 ppm (kontrol tanpa pemberian insektisida), B yaitu 0,26 ppm (10% dari LC50), C yaitu 0,78 ppm (30% dari LC50), D yaitu 1,3 ppm (50% dari LC50), E yaitu 1,82 ppm (70% dari LC50) dan F yaitu 2,34 ppm (90% dari LC50). Analisis data yang digunakan pada uji toksisitas (LC50) adalah analisa probit, pada laju pertumbuhan spesifik (SGR) dan kelangsungan hidup ikan (SR) menggunakan ANOVA.
Hasil dari uji pendahuluan adalah didapatkan nilai ambang lethal bawah sebesar 1 ppm dan nilai ambang lethal atas sebesar 10 ppm, sehingga konsentrasi yang digunakan pada uji toksisitas akut berkisar antara 1 ppm sampai 10 ppm. Hasil dari uji toksisitas akut (LC50) adalah 2,60 ppm dan merupakan insektisida yang memiliki daya racun tinggi. Hasil dari laju pertumbuhan spesifik (SGR) yang tertinggi pada perlakuan A yaitu 0 ppm (kontrol) sebesar 2,458% per hari dan hasil SGR terendah pada perlakuan F yaitu 2,34 ppm (90% dari LC50) sebesar 0,675% per hari. Hasil dari SR tertinggi pada perlakuan A yaitu 0 ppm (kontrol) sebesar 100% dan SR terendah pada perlakuan F yaitu 2,34 ppm (90% dari LC50) sebesar 72,5%. Persentase kerusakan insang ikan mas tertinggi pada perlakuan F yaitu 2,34 ppm (90% dari LC50) sebesar 18,37 % dan persentase kerusakan insang ikan mas terendah pada perlakuan B yaitu 0,26 ppm (10% dari LC50) sebesar 6,38%, sedangkan pada insang ikan mas perlakuan A yaitu 0 ppm (kontrol) tidak terjadi kerusakan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan insektisida yang diberikan pada ikan mas maka laju pertumbuhan (SGR) dan SR mengalami penurunan. Namun semakin tinggi konsentrasi perlakuan insektisida yang diberikan pada ikan mas maka persentase kerusakan insang ikan mas
vii
semakin tinggi pula. Hasil pengukuran kualitas air yaitu pH berkisar antara 7,33 – 7,64; suhu berkisar antara 27 derajat celcius sampai 27,5 derajat celcius, dan DO berkisar antara 6,39 mg/l – 7 mg/l.
Berdasarkan hasil penelitian tentang uji pengaruh sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) bahwa insektisida dimetoat memiliki daya racun yang tinggi, hal ini sesuai dengan hasil LC50 sebesar 2,60 ppm. Dari hasil uji sublethal insektisida dimetoat menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi perlakuan insektisida yang diberikan pada ikan mas didapatkan Survival Rate (SR) masih dalam kisaran yang baik atau ikan masih dapat bertahan hidup. Hasil laju pertumbuhan spesifik harian (SGR) mengalami penurunan dan menyebabkan kerusakan organ insang pada ikan mas (Cyprinus carpio).
viii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Skripsi yang berjudul “Uji Pengaruh Sublethal Insektisida Organofosfat
Dengan Bahan Aktif Dimetoat Terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Mas
(Cyprinus carpio)”. Laporan Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya, Malang.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis menyadari adanya kekurangan, oleh
sebab itu segala kritik dan saran yang membangun penulis terima dengan
senang hati. Semoga Laporan Skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan
bermanfaat bagi pembaca.
Malang, Oktober 2017
Mahasiswa
Hervin Indah Catur Wulan
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4 1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................................... 4 1.5 Waktu dan Tempat ............................................................................................ 5
2.5 Histologi ............................................................................................................. 14 2.6 Mekanisme Insektisida Masuk Ke Dalam Tubuh Organisme ................... 15 2.7 Ikan Mas (Cyprinus carpio) ............................................................................ 16
2.7.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas .............................................. 16 2.7.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Mas ....................................... 18 2.7.3 Laju Pertumbuhan ....................................................................... 18 2.7.4 Insang Ikan Mas .......................................................................... 19
2.8 Parameter Kualitas Air .................................................................................... 21 2.8.1 pH ............................................................................................... 21 2.8.2 Suhu ........................................................................................... 21 2.8.3 DO .............................................................................................. 22
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN ....................................................... 23 3.1 Materi Penelitian .............................................................................................. 23 3.2 Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 23 3.3 Metode Penelitian ............................................................................................ 23 3.4 Rancangan Penelitian ..................................................................................... 24 3.5 Tahap Penelitian .............................................................................................. 27
3.6 Analisis Parameter Kualitas Air ..................................................................... 32 3.6.1 pH ............................................................................................... 32 3.6.2 Suhu ........................................................................................... 32 3.6.3 DO .............................................................................................. 33
3.7 Prosedur Penelitian Insang Ikan Mas ........................................................... 33 3.7.1 Pengambilan Sampel Insang ....................................................... 33 3.7.2 Pembuatan Preparat ................................................................... 33 3.7.3 Pengamatan Kerusakan Insang Ikan Mas ................................... 35 3.7.4 Persentase Kerusakan Insang Ikan Mas ..................................... 36
3.8 Perhitungan SGR ............................................................................................. 36 3.9 Perhitungan SR ................................................................................................ 37 3.10 Analisis Data ................................................................................................... 37
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 39 4.1 Hasil Uji Toksisitas Insektisida Dimetoat ..................................................... 39
4.1.1 Hasil Penelitian Uji Pendahuluan ................................................. 39 4.1.2 Hasil Uji Toksisitas Akut (Penentuan LC50) .................................. 40
4.2 Laju Pertumbuhan Spesifik/Spesific Growth Rate (SGR) Berat Ikan Mas yang Terpapar Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat ................................. 43
4.3 Kelangsungan Hidup/ Survival Rate (SR) Ikan Mas yang Terpapar Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat ............................................................ 47
4.4 Histologi Insang Ikan Mas ............................................................................. 50 4.4.1 Gambaran Hitologi Insang Ikan Mas Kontrol (0 ppm) .................. 50 4.4.2 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan B (0,26 ppm) ... 51 4.4.3 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan C (0,78 ppm) ... 53 4.4.4 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan D (1,3 ppm) ..... 55 4.4.5 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan E (1,82 ppm) ... 56 4.4.6 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan F (2,34 ppm) .... 58 4.4.7 Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Mas ....................... 60
4.5 Analisis Parameter Kualitas Air ..................................................................... 62 4.5.1 pH ............................................................................................... 62 4.5.2 Suhu ........................................................................................... 63 4.5.3 DO (Dissolved Oxygen) ............................................................... 64
1. Nilai Pengamatan .......................................................................................... 26
2. Sidik Ragam untuk RAL ................................................................................. 27
3. Data Mortalitas Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Uji Pendahuluan ................ 39
4. Data Mortalitas Ikan Mas (Cyprinus carpio) pada Uji Toksisitas Akut ............. 40
5. Hasil Rata – Rata Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SGR Berat Ikan Mas (Cyprinus carpio) .................................................................. 44
6. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SGR Berat Ikan Mas (Cyprinus carpio) ........................................................................... 45
7. Hasil Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SR Ikan Mas (Cyprinus carpio) ........................................................................................... 47
8. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SR Ikan Mas ... (Cyprinus carpio) .......................................................................................... 48
9. Hasil Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio) ..... 60
10. Hasil Pengukuran Kualitas Air ...................................................................... 62
5. Gambar Ikan Mas Sebelum Uji Sublethal Insektisida dan Gambar Ikan Mas Setelah Uji Sublethal Insektisida ................................................................... 44
6. Hubungan Konsentrasi Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat terhadap SGR Berat Ikan Mas .............................................................................................. 46
7. Hubungan Konsentrasi Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat terhadap SR Ikan Mas ............................................................................................................... 49
8. Gambar Mikroanatomi Insang Ikan Mas pada Uji Sublethal Insektisida dengan Konsentrasi Pemaparan 0 Ppm (Kontrol) ...................................................... 50
9. Insang Ikan Mas B (0,26 ppm) ....................................................................... 52
10. Insang Ikan Mas C (0,78 ppm) ..................................................................... 54
11. Insang Ikan Mas D (1,3 ppm) ....................................................................... 55
12. Insang Ikan Mas E (1,82 ppm) ..................................................................... 57
13. Insang Ikan Mas F (2,34 ppm) ..................................................................... 59
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 74
2. Perhitungan Pengenceran Insektisida pada Uji Pendahuluan ........................ 77
3. Mortalitas Ikan Mas Pada Uji Pendahuluan .................................................... 79
4. Perhitungan Pengenceran Insektisida pada Uji LC50 ...................................... 81
Uji toksisitas yaitu uji hayati yang digunakan untuk menentukan tingkat
toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk
pemantauan limbah secara rutin. Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan
uji merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan. Parameter yang
diukur biasanya berupa kematian hewan uji, di mana hasilnya dinyatakan
sebagai konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian hewan uji (LC50) dalam
waktu yang relatif pendek selama empat hari (Husni, 2011). Menurut Halang
(2004), toksisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain komposisi dan
jenis toksikan, konsentrasi toksikan, durasi pemaparan, sifat lingkungan dan
spesies biota.
13
Toksikan dapat menimbulkan efek negatif bagi biota dalam bentuk
perubahan struktur maupun fungsional, baik secara akut maupun kronik atau sub
kronis. Efek tersebut dapat bersifat reversible sehingga dapat pulih kembali dan
dapat pula bersifat irreversible yang tidak dapat pulih (Halang, 2004). Polutan
toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal) maupun bukan kematian
(sublethal), misalnya terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik
morfologi berbagai organisme akuatik (Bosman et. al., 2013).
Menurut Guthrie dan Perry (1980), dampak negatif dari toksikan
menimbulkan efek yang berbeda terhadap biota pada setiap tingkatan
kerusakan. Beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan dampak
yang diakibatkan dari toksikan yaitu :
1. Akut, merupakan respon terhadap stimulus yang menimbulkan efek parah
dan terjadi secara cepat dan singkat. Pada ikan dan organisme air biasanya
pengujian dilakukan dalam waktu empat hari (96 jam).
2. Sub akut, merupakan respon terhadap stimulus ang kurang parah jika
dibandingkan dengan respon akut. Perlu waktu yang lebih lama sehingga
menjadi kronis.
3. Kronis, merupakan respon terhadap stimulus yang terjadi secara terus
menerus dalam waktu yang lama, yaitu sekitar 1% - 10% dari total waktu
hidup organisme.
4. Letal, merupakan respon suatu stimulus dari konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian secara langsung.
5. Sub Letal, merupakan respon suatu stimulus dari konsentrasi di bawah level
letal.
14
2.4.3 Uji Sublethal
Menurut Guthrie dan Perry (1980), uji sublethal merupakan konsentrasi
stimulus di bawah tingkat konsentrasi yang secara langsung dapat menyebabkan
kematian bagi ikan. Uji sublethal kadang dinyatakan dalam EC50 yang
merupakan konsentrasi efektif zat beracun yang menghasilkan perubahan
perilaku atau respon fisiologi sublethal pada 50% organisme uji. Pengaruh
sublethal insektisida secara tidak langsung dapat menyebabkan penurunan
kesempatan hidup atau perkembangbiakan.
Pengaruh sublethal yang spesifik banyak dan beragam, serta berhubungan
dengan kondisi fisiologis dan perilaku, seperti perubahan dalam produksi enzim,
laju pertumbuhan, perkembangbiakan, perilaku dan kegiatan, produksi tumor,
dan pengaruh teratogenik (Connel dan Miller, 2006). Pengaruh bahan pencemar
dapat diamati melalui pengukuran fisiologis maupun biokimia. Pengamatan yang
dapat dilakukan antara lain hematologi (kadar hematokrit, kadar hemoglobin,
jumlah eritrosit dan jumlah leukosit), serta histopatologi (Heat, 1987).
2.5 Histologi
Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sel, organ, dan jaringan
tubuh dalam kondisi mikroskopis. Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang
morbiditas atau patologi dari sebuah jaringan disebut sebagai histopatologi. Di
antara struktur jaringan normal dan struktur jaringan abnormal dapat dipelajari
secara mikroskopis dengan preparasi jaringan. Preparasi tersebut dibuat melalui
pengolahan jaringan sampai pewarnaan jaringan. Untuk selanjutnya, struktur
histologi dapat dilihat dengan jelas dan memudahkan dalam membacanya
(Pratiwi dan Manan, 2015).
Analisa histopatologi dapat digunakan sebagai biomarker untuk
mengetahui kondisi kesehatan ikan melalui perubahan struktur yang terjadi pada
15
organ-organ yang menjadi sasaran utama dari penyakit infeksius dan
pengobatan dengan antibiotik seperti insang, hati, ginjal dan sebagainya. Selain
itu, penggunaan biomarker histopatologi dapat digunakan dalam memonitoring
perubahan pada jaringan organ dengan mengamati organ-organ tersebut yang
memiliki fungsi penting dalam metabolisme tubuh sehingga dapat digunakan
sebagai diagnosis awal terjadinya gangguan kesehatan pada suatu organisme
(Sukarni et al., 2012).
2.6 Mekanisme Insektisida Masuk Ke Dalam Tubuh Organisme
Ikan yang hidup dalam lingkungan perairan yang tercemar pestisida akan
menyerap bahan aktif pestisida tersebut dan tersimpan dalam tubuh, terutama
pestisida yang bersifat lipofilik (Taufik, 2011). Pestisida golongan organofosfat
masuk ke dalam tubuh melalui kulit, mulut, saluran pencernaan, pernafasan.
(Sudarmo,1988). Pada saluran pernafasan, pestisida dapat menyebabkan
kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan
insang. Masuknya pestisida dalam insang melalui kontak langsung karena
terletak di luar (Rudiyanti dan Ekasari, 2009).
Pencemaran pestisida yang berada di sawah irigasi sebagian besar akan
menyebar di dalam air pengairan, selanjutnya akan menuju ke sungai dan
akhirnya menuju ke laut. Meskipun di dalam air terjadi pengenceran, sebagian
ada yang terurai dan sebagian lagi tetap persisten. Sebagian besar insektisida
yang jatuh ke tanah akan terbawa oleh aliran air irigasi. Di dalam air, partikel
insektisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton. Mikroplakton tersebut
selanjutnya akan dimakan oleh zooplankton. Dengan demikian insektisida yang
ada di dalam tubuh mikroplankton tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi
yang dimiliki oleh insektisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh
zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin bisa ratusan kali dibanding
16
dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton – zooplankton tersebut dimakan
oleh ikan – ikan kecil, konsentrasi insektisida di dalam tubuh ikan – ikan tersebut
akan lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi insektisida di dalam tubuh
ikan besar yang memakan ikan – ikan kecil. Rantai konsumen yang terakhir yaitu
di mana manusia yang akan mengkonsumsi ikan besar dan menerima
konsentrasi tertinggi dari insektisida yang ada di dalam tubuh ikan tersebut
(Yuantari, 2013).
2.7 Ikan Mas (Cyprinus carpio)
2.7.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas
Klasifikasi ikan mas (Cyprinus carpio) menurut Saanin (1984), adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Teleostei
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidei
Family : Cyprinidae
Subfamily : Cyprininae
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio L.
Gambar 3. Ikan Mas (Cyprinus carpio) (Google image, 2017)
17
Ikan mas termasuk ke dalam genus cyprinus yang berasal dari famili
cyprinidae. Ikan mas mempunyai ciri-ciri badan yang memanjang, sedikit pipih ke
samping. Letak dari mulutnya berada di tengah (terminal), mempunyai sungut
dua pasang, sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 17-22 serta sirip
dada dengan jumlah 15 jari-jari keras. Letak permulaan sirip punggung ini
berseberangan dengan permulaan sirip perut yang hanya ada satu dengan
jumlah jari-jari keras antara 7-9. Ikan mas mempunyai sisik yang relatif besar
dengan tipe cycloid, mempunai garis rusuk yang lengkap pada pertengahan sirip
ekor dengan jumlah antara 35-39 (Saanin, 1984).
Ciri – ciri morfologi adalah ciri – ciri yang menunjukkan bentuk dan struktur
tubuh suatu organisme. Secara umum, karakteristik ikan mas memiliki bentuk
tubuh yang agak memanjang dan sedikit memipih ke samping (compressed).
Sebagian besar tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik kecuali pada beberapa strain
yang memiliki sedikit sisik. Moncongnya terletak di ujung tengah (terminal) dan
dapat disembulkan (protaktil). Pada bibirnya yang lunak terdapat dua pasang
sungut (berbel) dan tidak bergerigi. Pada bagian dalam mulut terdapar gigi
kerongkongan (pharynreal teeth) sebanyak tiga baris berbentuk geraham. Sirip
punggung ikan mas memanjang dan bagian permukaannya terletak
beseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip punggungnya
(dorsal) berjari – jari keras sedangkan di bagian akhir bergerigi. Seperti halnya
sirip punggung, bagian belakang sirip dubur (anal) ikan mas ini pun berjari – jari
keras dan bergerigi pada ujungnya. Sirip ekornya menyerupai cagak memanjang
simetris hingga ke belakang tutup insang. Sisik ikan mas relatif besar dengan tipe
sisik lingkaran (cycloid) yang terletak beraturan. Garis rusuk atau gurat sisi (linea
literalis) yang lengkap terletak di tengah tubuh dengan posisi melintang dari tutup
insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Tim Lentera, 2002).
18
2.7.2 Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Mas
Menurut Tarigan (2013), habitat asli ikan mas yang berada di alam meliputi
sungai berarus tenang, sampai sedang dan di area dangkal danau. Perairan
yang disukai tentunya yang banyak menyediakan pakan alaminya. Ceruk atau
area kecil yang terdalam pada suatu dasar perairan adalah tempat yang sangat
ideal untuk ikan mas. Bagian – bagian sungai yang terlindungi rindangnya
pepohonan dan tepi sungai di mana terdapat runtuhan pohon yang tumbang
dapat menjadi tempat favoritnya.
Ikan mas seringkali disebut ikan karper. Ikan mas termasuk jenis ikan
thermophil yang mampu beradaptasi atau toleran terhadap perubahan
temperatur air (lingkungan) antara 4°C – 30°C. Ikan ini telah berkembang di
daerah subtropis di belahan bumi utara (Eropa) sampai daratan tropis di belahan
selatan (Asia). Habitat yang disukai ikan mas adalah perairan yang
kedalamannya mencapai satu meter, mengalir pelan dan subur yang ditandai
melimpahnya makanan alami, misalnya rotifera, rotatoria, udang – udangan
renik, dan lain – lain. Sebaliknya, larva ikan mas menyukai perairan dangkal,
tenang dan terbuka (tidak ternaungi pepohonan yang rindang). Sedangkan benih
ikan mas yang berukuran cukup besar lebih mnyukai perairan yang agak dalam,
mengalir dan terbuka (Djarijah, 2001).
2.7.3 Laju Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran panjang atau berat pada suatu
periode tertentu. Pertumbuhan dapat dianggap sebagai hasil dari dua proses
yaitu proses yang cenderung untuk menurunkan energi tubuh yang menjadi
nyata jika seekor ikan dipelihara pada waktu tertentu tanpa diberi makan dan
suatu proses yang diawali dari pengambilan makanan dan diakhiri dengan
penyusunan unsur – unsur tubuh (Zonneveld et al., 1990 dalam Viana, 2010).
19
Menurut Fujaya (2008), pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik,
hormon dan lingkungan. Meskipun secara umum, faktor lingkungan yang
memegang peranan sangat penting adalah zat unsur hara dan suhu lingkungan,
namun di daerah tropis zat hara lebih penting dibanding suhu lingkungan. Zat
hara meliputi makanan, air dan oksigen menyediakan bahan mentah bagi
pertumbuhan, gen mengatur pengolahan bahan tersebut dan hormon
mempercepat pengolahan serta merangsang gen. Sehingga kualitas air dari
lingkungan hidup ikan sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ikan.
2.7.4 Insang Ikan Mas
Insang ikan merupakan organ respirasi utama yang bekerja dengan
mekanisme difusi permukaan dari gas – gas respirasi (oksigen dan
karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan
diabsorbsi ke dalam kapiler – kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin untuk
selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh, sedangkan karbondioksida
dikeluarkan dari sel dan jaringan untuk dilepaskan ke air di sekitar insang. Oleh
sebab itu, apapun perubahan – perubahan yang terjadi di lingkungan perairan
akan secara langsung dan tidak langsung berdampak kepada struktur dan fungsi
insang serta hemoglobinnya (Saputra et al., 2013).
Menurut Tandjung (1982) dalam Susanah (2011), kerusakan insang dapat
dikategorikan berdasarkan tingkatan perubahan – perubahan anatomi lamella
sekunder dan filamen insang. Kerusakan insang dari tingat ringan hingga berat
adalah sebagai berikut :
1. Edema pada lamella menunjukkan telah terjadi kontaminasi tetapi belum ada
pencemaran. Edema merupakan pembengkakan sel atau penimbunan
cairan secara berlebihan di dalam jaringan tubuh. Edema dapat
menyebabkan terjadinya fusi lamella yaitu pada lamella sekunder.
20
2. Hyperplasia pada pangkal lamella. Hyperplasia adalah pembentukan
jaringan secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel. Hal ini
merupakan gejala dari adanya pencemaran. Hyperplasia sendiri dapat
disebabkan karena edema yang berlebihan sehingga menyebabkan sel
darah merah keluar dari kapilernya dan sel akan lepas dari penyokongnya.
3. Fusi dua lamella (pencemaran tingkat awal). Fusi lamella diakibatkan oleh
pembengkakan sel – sel insang. Akibat dari adanya fusi lamella sekunder
adalah terganggunya fungsi lamella sekunder dalam proses pengambilan
oksigen.
4. Hyperplasia hampir pada seluruh lamella sekunder, menandakan telah
terjadi pencemaran.
5. Rusaknya atau hilangnya struktur filamen insang (pencemaran berat).
Menurut Varney et al. (2004), hemoragi merupakan suatu keadaan
kehilangan darah yang abnormal. Permeabilitas dari sel dipengaruhi oleh adanya
zat toksik seperti pestisida ke dalam perairan. Bahan pencemar yang masuk ke
dalam tubuh mengakibatkan keterbatasan transportasi ion dan menyebabkan
hancurnya sel darah akibat kerusakan kapiler darah. Menurut Suparjo (2010),
kerusakan insang yang disebabkan oleh substansi tercemar dibagi dalam
beberapa tingkatan yaitu diawali dengan edema, hiperplasia pada sel – sel basal,
fusi lamella, fusi pada seluruh lamela sekunder dan hilangnya struktur lamela
sekunder serta filamentum mereduksi. Hiperplasia dapat mengurangi luas
permukaan lamela sekunder untuk pertukaran gas yang dilakukan oleh eritrosit.
Fusi lamela terjadi oleh adanya hiperplasia yang meluas pada sel – sel basal dan
ephitelium sehingga lamela sekunder akan menyatu. Peristiwa ini mengakibatkan
terhambatnya proses respirasi maupun ekspirasi gas pernapasan yang masuk
dan keluar tubuh ikan.
21
2.8 Parameter Kualitas Air
2.8.1 pH
Derajat keasaman sering dinyatakan sebagai pH merupakan kondisi asam
dan basa suatu perairan yang dapat digunakan sebagai indeks kualitas
lingkungan. Air dengan kondisi asam akan menyebabkan ikan lemah, lebih
mudah tekena infeksi dan tingkat kematian (mortalitas) tinggi. Berubahnya nilai
pH menimbulkan perubahan terhadap keseimbangan kandungan
karbondioksida, bikarbonat dan karbonat di dalam perairan. Ikan dan biota
akuatik lainnya masih dapat mentoleransi lingkungan yang mempunyai pH antara
4,0 (Riyadi, 2006).
Menurut Suryanto (2011), pH merupakan ukuran derajat keasaman. Perairan
dikatakan memiliki pH normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan
biota yang hidup di perairan jika mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan
bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah normal,
maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH
normal bersifat basa.
2.8.2 Suhu
Suhu adalah besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda
dan alat yang digunakan untuk mengkur suhu adalah thermometer. Dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur suhu cenderung
menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi
maka diciptakan termometer untuk emngukur suhu dengan valid. Banyak
dampak dari suatu perubahan suhu dalam perairan. Perubahan suhu
mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat organisme akuatik,
karena itu setiap organisme akuatik mempunai batas kisaran maksimum dan
minimum (Effendi, 2003).
22
Menurut Dani dan Sutjiati (1985), suhu sangat penting bagi kehidupan ikan.
Seperti hewan poikilotermal lainnya, suhu tubuh ikan dengan suhu air
lingkungannya relatif sama dibandingkan dengan suhu tubuh hewan
homoiotermal dengan suhu lingkungannya. Perbedaan ini karena proses
produksi panas pada hewan berdarah dingin jauh lebih lambat daripada hewan
berdarah panas yang mempunyai suhu tubuh tetap. Pada umumnya suhu tubuh
ikan dengan suhu air sekelilingnya berbeda antara 0,5 – 1 derajat celcius. Dalam
hal ini suhu berfungsi sebagai faktor isyarat rangsangan alam yang menetukan
beberapa proses seperti bertelur, migrasi, metabolisme dan pertumbuhan ikan.
2.8.3 DO
Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga jika
ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala
aktifitas dan proses pertumbuhan ikan akan terganggu, bahkan akan mengalami
kematian (Sutimin, 2009). Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua
kepentingan yaitu : kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan
konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan (Ghufron dan Kordi, 2005).
Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai
penunjang utama kehidupan berbagai organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh
organisme perairan untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik menjadi
zat an-organik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi
udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam suatu
perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi zat hara yang
masuk ke dalam tubuhnya (Nybakken, 1988 dalam Simanjutak, 2007).
23
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah insektisida organofosfat
berbahan aktif dimetoat yang memiliki merk dagang Kanon 400 EC dalam bentuk
cair dan hewan uji yang digunakan adalah benih ikan mas (Cyprinus carpio) yang
berukuran 3 – 5 cm melalui histologi insang dengan menggunakan metode
pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) pada uji sublethal insektisida dimetoat.
Dalam penelitian ini paramaeter kualitas air yang diukur meliputi pH, suhu, dan
oksigen terlarut (DO).
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian tentang uji pengaruh sublethal
insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap kelangsungan
hidup ikan mas (Cyprinus carpio) antara lain kolam, seser, toples kapasitas 16
liter, seperangkat alat aerasi, DO meter, pH meter, thermometer Hg, sectio set,
botol film, object glass, cover glass dan mikroskop. Bahan yang digunakan dalam
penelitian adalah ikan mas, insektisida dimetoat, preparat irisan jaringan insang
ikan mas (Cyprinus carpio) air tawar, pakan ikan, aquades, tissue, formalin 10%
dan lain sebagainya. Adapun fungsi alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran
1.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Penelitian dengan metode eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan
mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol ( Nazir,
2005). Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara deskriptif
24
yaitu dengan mengadakan kegiatan pengumpulan, analisis dan interpretasi data
yang bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai keadaan yang terjadi pada
saat penelitian (Suryabrata, 1987). Data yang diambil meliputi data primer serta
pengambilan data sekunder yang didapatkan dari jurnal, jurnal, artikel, laporan
PKM/Skripsi, situs internet dan kepustakaan yang menunjang penelitian ini.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
memerlukan. Data ini diperoleh secara langsung dengan melakukan pengamatan
dan pencatatan dari hasil observasi (Hasan, 2002). Menurut Marzuki (1982),
observasi berarti melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki, tanpa mengajukan pertanyaan-
pertanyaan.
b. Data Sekunder
Menurut Mulyanto (2008), data sekunder adalah data primer yang diperoleh
dari pihak lain yang telah diolah dan disajikan baik oleh pengumpul maupun
pihak lain. Menurut Sugiyono (2010), sumber sekunder merupakan sumber yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang
lain atau lewat dokumen. Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari
jurnal, artikel ilmiah, laporan penelitian terdahulu, situs internet serta
kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan konsentrasi (a) sebanyak 6,
yaitu kontrol (tanpa pestisida), pestisida 10%, 30%, 50%, 70%, 90% dan ulangan
perlakuan (n) sebanyak 4. Eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini antara
25
lain: 1) mengetahui laju pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) yang terpapar
sublethal insektisida dimetoat; (2) mengetahui SR (Survival Rate) pada ikan mas
(Cyprinus carpio) yang terpapar sublethal insektisida dimetoat; (3) mengetahui
persentase kerusakan jaringan organ insang ikan mas yang terpapar sublethal
insektisida dimetoat.
Rumus dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Kusriningrum (2008)
adalah sebagai berikut:
Keterangan : = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai tengah umum
= Pengaruh perlakuan ke-i
= Kesalahan (galat) pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Ulangan perlakuan pada penelitian mengenai uji pengaruh sublethal
insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap ikan mas adalah
sebagai berikut:
t(r-1) ≥ 15
6(r-1) ≥ 15 6r ≥ 15 r ≥ 4
Keterangan : t = Jumlah perlakuan pada penelitian r = Jumlah ulangan perlakuan pada penelitian
Untuk mengetahui perbedaan dari perlakuan pestisida terhadap
kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) maka
dianalisa keragamannya menggunakan ANOVA. Selanjutnya perbedaan
perlakuan dengan kontrol diuji lanjut menggunakan uji BNT. Ikan mas yang
digunakan adalah ikan mas berukuran 3 – 5 cm. Pengaturan tata letak
percobaan dilakukan secara acak (random). Pengacakan dilakukan agar analisis
data yang dilakukan menjadi sahih. Adapun beberapa metode yang digunakan
26
antara lain (a) diundi (lotere), (b) daftar angka acak atau dengan (c)
menggunakan software. Denah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Denah Penelitian
Keterangan : A, B, C, D, E, F adalah perlakuan A = kontrol B= 10% dari nilai LC50 C= 30 % dari nilai LC50 D= 50% dari nilai LC50 E= 70% dari nilai LC50 F= 90% dari nilai LC50 1, 2, 3, 4 adalah ulangan
Tabel 1. Nilai Pengamatan
Ulangan Perlakuan
Total 1 2 3 4 5 6
1 y11 y21 y31 y41 y51 y61
2 y12 y22 y32 y42 y52 y62
3 y13 y23 y33 y43 y53 y63
4 y14 y24 y34 y44 y54 y64
Total y1 y2 y3 y4 y5 y6 y
Rata – rata
y1 y2 y3 y4 y5 y6 Y
Faktor Koreksi (FK) =
Jumlah Kuadrat Total (JKT) =
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)= - FK
Jumlah Kuadrat Galat = JKT – JKP
Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP) =
Kuadrat Tengah Galat (KTG) =
F hitung= KTP/KTG
F3 E3 A4 C4 F4 D1 A1 D4
B4 B1 E1 C3 A2 B3 D3 F1
E2 C1 A3 C2 F2 E4 D2 B2
27
Tabel 2. Sidik Ragam untuk RAL
Sumber
Keragaman
(SK)
Derajat
Bebas
(db)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F hitung
F tabel
0,05 0,01
Perlakuan t-1 JKP KTP
Galat t(n-1) JKG KTG
Total tn-1 JKT
3.5 Tahap Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan prosedur yaitu tahap preparasi
Dari hasil perhitungan uji ANOVA pada Tabel 6 dapat dilihat apabila
insektisida dimetoat berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan
spesifik (SGR) berat ikan mas. Di mana hasil dari Fhitung (207,889) > Ftabel 1%
(4,25) > Ftabel 5% (2,77). Selanjutnya dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Untuk mengetahui pengaruh hubungan konsentrasi insektisida berbahan aktif
dimetoat terhadap laju pertumbuhan spesifik (SGR) berat ikan mas didapatkan
46
persamaan linier y = -0,7919x + 2,4544 dengan R2 sebesar 0,9287 dan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan Konsentrasi Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat terhadap
SGR Berat Ikan Mas
Berdasarkan pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai dari a (intercept)
sebesar 2,4544 dan nilai b (X variabel 1) sebesar -0,7919. Nilai dari b yang
didapatkan dari hasil regresi yaitu negatif sehingga garis liniernya mengalami
penurunan. Model regresi tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar
0,9287 (92,87%). Hal ini berarti bahwa model regresi yang didapatkan mampu
menjelaskan variabel Y sebesar 92,87% dan sisanya sebesar 7,13 %
disebabkan oleh faktor lain yang tidak teramati. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rudiyanti dan Ekasari (2009), bahwa benih ikan mas yang ditebarkan pada
media yang mengandung bahan aktif pestisida, terjadi pertumbuhan yang
terhambat. Adanya pertumbuhan yang terhambat ini menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi tubuh dan alat gerak organisme, sehingga energi yang
digunakan untuk pertumbuhan digunakan untuk melakukan adaptasi terhadap
lingkungan perairan yang mengandung bahan aktif pestisida.
Menurut Kusriani et al. (2012), bahwa laju pertumbuhan pada perlakuan
dengan pemberian pestisida lebih kecil daripada perlakuan yang tanpa
pemberian pestisida. Hal ini dikarenakan rusaknya salah satu organ tubuh ikan
mas yaitu insang akibat dari zat toksik pestisida organofosfat. Gejala yang terlihat
47
adalah perubahan pola renang ikan yang melonjak-lonjak, dan ikan mengalami
kejang – kejang.
4.3 Kelangsungan Hidup/ Survival Rate (SR) Ikan Mas yang Terpapar
Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat
Pada uji pengaruh pemberian dosis sublethal insektisida organofosfat
berbahan aktif dimetoat terhadap kelangsungan hidup ikan mas pada penelitian
ini berdasarkan pada pemberian dosis sebesar 0%, 10%, 30%, 50%,70% dan
90% dari LC50 96 jam. Dosis perlakuan yang digunakan yaitu A = 0 ppm (kontrol
tanpa pemberian insektisida), B = 0,26 ppm (10% dari LC50 insektisida), C = 0,78
ppm (30% dari LC50 insektisida), D = 1,3 ppm (50% dari LC50 insektisida), E =
1,82 ppm (70% dari LC50 insektisida), F = 2,34 ppm (90% dari LC50 insektisida).
Hasil rata – rata uji pengaruh sublethal insektisida organofosfat berbahan
aktif dimetoat terhadap ikan mas yang diamati adalah kelangsungan
hidup/survival rate (SR) ikan mas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SR Ikan Mas
Perlakuan Rata – rata SR Ikan Mas (%)
A (0 ppm) 100
B (0,26 ppm) 90
C (0,78 ppm) 87,5
D (1,3 ppm) 82,5
E (1,82 ppm) 75
F (2,34 ppm) 72,5
Berdasarkan pada Tabel 7 tersebut dapat dilihat bahwa kelangsungan hidup
pada ikan mas dengan konsentrasi A tanpa pestisida (0 ppm) memiliki
kelangsungan hidup ikan yang paling tinggi yaitu 100%, daripada perlakuan
dengan konsentrasi B (0,26 ppm), C (0,78 ppm), D (1,3 ppm), E (1,82 ppm), dan
F (2,34 ppm). Kelangsungan hidup ikan mas yang paling rendah didapatkan dari
perlakuan D (1,3 ppm) sebesar 72,5%. Hal ini disebabkan karena mortalitas
48
semakin meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah konsentrasi
pestisida yang diberikan pada ikan mas sehingga menyebabkan penurunan nilai
kelangsungan hidup ikan mas. Menurut Mulyani et al., (2014) dalam Pangestika
et al. (2017), bahwa tingkat kelangsungan ≥ 50% tergolong baik, kelangsungan
hidup 30 – 50% sedang dan kurang dari 30% tidak baik.
Kelangsungan hidup ikan sangat bergantung pada daya adaptasi ikan
terhadap makanan dan lingkungan, status kesehatan ikan, padat tebar, dan
kualitas air yang cukup mendukung pertumbuhan (Murjani, 2011). Menurut
Rudiyanti dan Ekasari (2009), kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari
kondisi perairan tempat hidupnya. Mengingat besarnya potensi pencemaran dari
limbah pestisida dalam perairan, dan adanya perbedaan kepentingan tersebut,
maka pemakaian pestisida perlu dilakukan secara cermat.
Dari Tabel 7 tersebut dilakukan analisis varian (ANOVA) yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh insektisida dimetoat terhadap laju pertumbuhan
spesifik (SGR) panjang ikan mas dan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji ANOVA Pengaruh Perlakuan Insektisida Dimetoat terhadap SR Ikan Mas
SK dB JK KT Fhitung F Tabel
5% 1%
Perlakuan 5 2070,833 414,167 4,888 2,77 4,25
Galat 18 1525 84,722 Total 23 3595,833 - -
Dari hasil perhitungan uji ANOVA pada Tabel 8 dapat dilihat apabila
insektisida dimetoat sangat berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup
(SR) ikan mas. Hasil dari Ftabel 5% (2,77)<Fhitung (4,888)> Ftabel 1% (4,25).
Selanjutnya dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (uji BNT). Untuk mengetahui
pengaruh hubungan konsentrasi insektisida berbahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup (SR) ikan mas didapatkan persamaan linier y = -10,88x +
96,37 dengan R2 sebesar 0,9403 dan dapat dilihat pada Gambar 7.
49
Gambar 7. Hubungan Konsentrasi Insektisida Berbahan Aktif Dimetoat terhadap
SR Ikan Mas
Berdasarkan pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai dari a (intercept)
sebesar 96,37 dan nilai b (X variabel 1) sebesar -10,88x. Nilai dari b yang
didapatkan dari hasil regresi yaitu negatif sehingga garis liniernya mengalami
penurunan. Model regresi tersebut memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar
0,9403 (94,03%). Hal ini berarti bahwa model regresi yang didapatkan mampu
menjelaskan variabel Y sebesar 94,03% dan sisanya sebesar 5,97 %
disebabkan oleh faktor lain yang tidak teramati. Menurut Silaban et. al. (2012),
bahwa kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi resistensi terhadap penyakit, pakan dan umur.
Faktor eksternal antara lain yaitu padat tebar, penyakit serta kualitas air (sifat
fisika dan sifat kimia) dari suatu lingkungan perairan.
Laju pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam meliputi sifat keturunan, umur, ketahanan terhadap
penyakit dan kemampuan memanfaatkan makanan, sementara faktor luar
meliputi suhu, kimia perairan dan makanan yang tersedia (Radona et. al., 2012).
Menurut Nisa et. al., (2013), faktor lingkungan yang menyebabkan ikan
kehilangan nafsu makan menyebabkan keterlambatan untuk tumbuh dan jika
kondisi lingkungannya tidak sesuai maka ikan lebih memanfaatkan energi dari
makanan untuk mempertahankan hidup daripada pertumbuhan.
50
4.4 Histologi Insang Ikan Mas
4.4.1 Gambaran Hitologi Insang Ikan Mas Kontrol (0 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) tanpa insektisida yaitu kontrol (0
ppm) dapat dilihat pada Gambar 8 perbesaran 400x dengan pewarnaan HE.
Kondisi insang ikan mas kontrol menunjukkan penampakan filamen dan lamella
insang yang jelas dan sehat tanpa adanya kerusakan pada bagian – bagian
insang ikan mas tersebut.
(i)
(ii)
Gambar 8. Gambar (i) merupakan mikroanatomi insang ikan mas pada uji
sublethal insektisida dengan konsentrasi pemaparan 0 ppm (kontrol) dan gambar (ii) merupakan potongan struktur mikroanatomi insang ikan mas pada kondisi normal (Indrayani et al., 2014). Keterangan: Struktur Insang Ikan Mas Kontrol 0 ppm. (LS) Lamela Sekunder; (LP) Lamela Primer
Pada Gambar 8, struktur jaringan insang ikan kontrol (0 ppm)
memperlihatkan jaringan yang masih utuh. Struktur insang ikan mas kontrol yaitu
lengkung insang, sisir insang dan filamen insang. Pada lengkung insang dan
lamella di sokong oleh kartilago (tulang rawan), sistem vaskuler dan lapisan
epithelium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (2008), bahwa insang
terbentuk dari lengkung tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filamen
insang di dalamnya. Di setiap filamennya terdiri atas beberapa lamella. Lamella
51
berfungsi sebagai tempat pertukaran gas. Struktur lamella tersusun oleh sel – sel
epitel yang tipis pada bagian luar, membran dasar dan sel – sel tiang sebagai
penyangga pada bagian dalam. Jumlah dan ukuran lamella bervariasi tergantung
dengan tingkah laku ikan.
Menurut Susanah (2011), pada filamen insang terdapat sejumlah lamella.
Tepi – tepi bebas lamella ditutupi epithelium yang berisi jaringan kapiler yang
disokong oleh sel pilaster. Berdasarkan pengamatan mikroanatomi jaringan
insang ikan mas didapatkan kerusakan pada bagian lamella primer maupun
lamella sekunder. Perubahan struktur mikroanatomi insang dapat digunakan
sebagai indikator tingkat pencemaran di lingkungan mulai terjadinya kontaminasi,
pencemaran tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Saputra et al., (2013),
insang ikan merupakan organ respirasi utama yang bekerja dengan mekanisme
difusi permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan karbondioksida) antara
darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan diabsorbsi ke dalam kapiler –
kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin untuk selanjutnya didistribusikan ke
seluruh tubuh. Sedangkan karbondioksida dikeluarkan dari sel dan jaringan
untuk dilepaskan ke air di sekitar insang. Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi
di lingkungan perairan secara langsung dan tidak langsung berdampak kepada
struktur dan fungsi insang.
4.4.2 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan B (0,26 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan B (0,26 ppm)
dapat dilihat pada Gambar 9 perbesaran 400x dengan pewarnaan HE. Di mana
kondisi insang ikan mas yang terpapar insektisida sebesar 0,26 ppm
52
menunjukkan penampakan filamen dan lamella yang tidak sehat dengan adanya
kerusakan pada bagian – bagian insang ikan mas tersebut.
(1)
(2)
Gambar 9. Insang Ikan Mas B (0,26 ppm)
Keterangan : Struktur Insang Ikan Mas yang Terpapar Insektisida 0,26 ppm dengan Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. (1) Edema; (2) Hemoragi
Dari pengamatan histotologi pada organ insang ikan mas yang terpapar
insektisida dengan perlakuan 0,26 ppm didapatkan hasil bahwa insang
mengalami kerusakan antara lain edema dan hemoragi. Edema merupakan
pembengkakan sel akibat pemaparan insektisida organofosfat berbahan aktif
dimetoat.
Menurut Saputra et. al, (2013), bahwa kerusakan sekecil apapun dapat
menyebabkan terganggunya fungsi insang sebagai pengatur osmose dan
kesulitan bernafas. Pembendungan aliran darah (disebabkan trauma fisik, zat
pencemar ataupun gangguan sistem sirkulasi) pada lamela akan menyebabkan
edema (pembengkakan sel) di sekitar pembuluh darah yang terlihat dari
53
perluasan jaringan antara pembuluh darah dengan lapisan epitel lamela primer.
Edema sering terjadi akibat pemaparan polutan yang berasal dari bahan kimia,
seperti logam-logam berat, metaloid, pestisida, dan penggunaan bahan
terapeutik (formalin dan H2O2) yang berlebihan.
Menurut Pazra (2008), hemoragi (pendarahan) adalah kondisi yang ditandai
dengan keluarnya darah dari dalam vaskula akibat dari kerusakan dinding
vaskula. Kebocoran dinding ada dua macam melalui kerobekan dan melalui
perenggangan jarak antara sel-sel endotel dinding vaskula. Hemoragi dapat
disebabkan oleh: (1) trauma yaitu kerusakan dalam bentuk fisik yang merusak
sistem vaskula jaringan di daerah benturan/ kontak, (2) infeksi agen infeksius
terutama mengakibatkan septisemia, (3) bahan toksik yang merusak endotel
kapiler, (4) faktor lain yang menyebabkan dinding vaskula lemah sehingga
pembuluh darah rentan untuk bocor.
Menurut Parameswari et al. (2013), menyatakan bahwa keluarnya darah dari
pembuluh darah, baik ke luar tubuh maupun ke dalam tubuh yang dapat terlihat
dengan adanya bintik hemoragi di lapisan mukosa pada organ tubuh. Ikan yang
terinfeksi memperlihatkan bahwa ikan tersebut mengalami stress.
4.4.3 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan C (0,78 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan C (0,78 ppm)
dapat dilihat pada Gambar 10 perbesaran 400x dengan pewarnaan HE. Di mana
kondisi insang ikan mas yang terpapar insektisida sebesar 0,78 ppm
menunjukkan penampakan filamen dan lamella yang tidak sehat dengan adanya
kerusakan pada bagian – bagian insang ikan mas tersebut.
54
(1)
(2)
Gambar 10. Insang Ikan Mas C (0,78 ppm)
Keterangan : Struktur Insang Ikan Mas yang Terpapar Insektisida 0,78 ppm Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. (1) Edema; (2) Hemoragi
Dari hasil pengamatan histotologi pada organ insang ikan mas yang terpapar
insektisida dengan perlakuan 0,78 ppm didapatkan hasil bahwa insang
mengalami beberapa kerusakan antara lain adalah edema dan hemoragi. Di
mana edema merupakan pembengkakan sel akibat pemaparan insektisida
organofosfat berbahan aktif dimetoat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Priosoeryanto et. al, (2010), bahwa edema merupakan suatu akumulasi cairan
yang abnormal di dalam rongga tubuh atau di dalam ruang interstitial dari
jaringan dan organ yang dapat mengakibatkan pembengkakan. Edema pada
ikan dapat dihubungkan dengan bahan – bahan kimia, virus, bakteri, dan
penyakit parasitik. Menurut Suparjo (2010), hemoragi dan kongesti pada lamella
insang terjadi akibat kontak langsung dengan bahan toksik sehingga terjadi iritasi
yang menyebabkan tingginya daya osmotik pembuluh darah, dan cairan kapiler
55
darah keluar. Hemoragi ditandai dengan eritrosit yang sudah keluar dari
pembuluh darah dan berada di jaringan insang ikan.
4.4.4 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan D (1,3 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan D (1,3 ppm)
dapat dilihat pada Gambar 11 perbesaran 400x dengan pewarnaan HE. Di mana
kondisi insang ikan mas yang terpapar insektisida sebesar 1,3 ppm menunjukkan
penampakan filamen dan lamella yang tidak sehat dengan adanya kerusakan
pada bagian – bagian insang ikan mas tersebut.
(1)
(2)
Gambar 11. Insang Ikan Mas D (1,3 ppm)
Keterangan : Struktur Insang Ikan Mas yang Terpapar Insektisida 1,3 ppm Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. (1) Edema; (2) Hemoragi
Dari hasil pengamatan histotologi pada organ insang ikan mas yang terpapar
insektisida dengan perlakuan 1,3 ppm didapatkan hasil bahwa insang mengalami
beberapa kerusakan antara lain adalah edema dan hemoragi. Di mana edema
56
merupakan pembengkakan sel akibat pemaparan insektisida organofosfat
berbahan aktif dimetoat. Kerusakan edema merupakan pembengkakan sel yang
terjadi akibat adanya perubahan sistem permeabilitas membran ditingkat sel atau
jaringan. Menurut Indrayani et. al, (2014), pada kasus edema, lamela berisi
dengan cairan, sehingga membengkak dan lapisan epitelium pada lamela
terangkat, hal ini merupakan suatu upaya melindungi diri pada ikan sama halnya
seperti pada hiperplasia. Menurut Mutiara et al. (2013), mengatakan bahwa
kerusakan sel pada organ insang diakibatkan karena bahan pencemar masuk ke
dalam jaringan tubuh melalui saluran pernapasan. Dengan adanya edema,
hiperplasia dan degenerasi pada pengamatan histopatologi insang ikan
digolongkan ke dalam tingkat kerusakan ringan.
Hemoragi merupakan keluarnya darah dari dalam vaskula. Hemoragi kecil
dimana berbentuk titik darah tidak lebih besar dari ujung peniti disebut ptechiae
(tunggal, petechia). Hemoragi dengan spot yang agak besar di permukaan tubuh
atau di jaringan disebut ekimosis (tunggal, ekimosis) (Putra, 2014). Menurut
Sudaryatma dan Eriawati (2012), fusi lamela mengakibatkan tugas lamela tidak
berjalan dengan baik. Hal ini terjadi karena lakuna yang berisi sel darah merah
tertutup oleh sel – sel epitalia lamela sekunder yang patologis.
4.4.5 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan E (1,82 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan E (1,82 ppm)
dapat dilihat pada Gambar 12 perbesaran 400x dengan pewarnaan HE. Di mana
kondisi insang ikan mas yang terpapar insektisida sebesar 1,82 ppm
menunjukkan penampakan filamen dan lamella yang tidak sehat dengan adanya
kerusakan pada bagian – bagian insang ikan mas tersebut.
57
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 12. Insang Ikan Mas E (1,82 ppm)
Keterangan : Struktur Insang Ikan Mas yang Terpapar Insektisida 1,82 ppm Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. (1) Edema; (2) Hemoragi; (3) Hiperplasia; (4) Fusi Lamela
Dari hasil pengamatan histologi pada organ insang ikan mas yang terpapar
insektisida dengan perlakuan 1,82 ppm didapatkan hasil bahwa insang
mengalami beberapa kerusakan antara lain adalah edema, hemoragi,
hiperplasia, dan fusi lamela. Di mana edema merupakan pembengkakan sel
akibat pemaparan insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat. Menurut
Guyton dan Hall, (1996) dalam Pazra, (2008), bahwa penyebab dari edema
adalah meningkatnya tekanan hidrostatik intra vaskula sehingga menimbulkan
perembesan cairan plasma darah keluar dan masuk ke dalam ruang interstisium.
Kondisi peningkatan tekanan hidrostatik sering ditemukan pada pembuluh vena
58
dan edema sebagai resiko paska kongesti. Fusi lamela terjadi karena insang
mengalami hiperplasia yang berlebihan sehingga lamella pada insang saling
menyatu satu sama lainnya dan menyebabkan gangguan respirasi ikan mas di
mana hiperplasia terjadi.
Menurut Singh (2014), hiperplasia merupakan perubahan seluler yang paling
sering terjadi pada epitel lamella sekunder dari Cyprinus carpio yang terpapar
herbisida berbahan aktif simazine. (Oropesa-Jimenez et al., 2005 dalam Singh,
2014), hiperplasia yang ditunjukkan oleh insang ikan yang terpapar melindungi
tubuh dari penyebaran toksisitas dengan mengurangi permukaan cabang dan
dengan meningkatkan jarak antara darah dan air dimana polutan larut. Menurut
Aliza et al. (2001), menyatakan bahwa fusi lamela terjadi karena adanya
peningkatan patologi hiperplasia yang secara terus menerus dan menyebabkan
terisinya ruang antar lamela sekunder oleh sel – sel baru yang kemudian memicu
terjadinya pelekatan pada kedua sisi lamela. Fusi lamela merupakan salah satu
kerusakan pada insang ikan yang termasuk ke dalam kategori pencemaran yang
berat.
4.4.6 Gambaran Histologi Insang Ikan Mas Perlakuan F (2,34 ppm)
Berdasarkan hasil penelitian mengenai histologi insang pada uji pengaruh
sublethal insektisida organofosfat dengan bahan aktif dimetoat terhadap
kelangsungan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) pada perlakuan F (2,34 ppm)
dapat dilihat pada Gambar 13 perbesaran 400x dengan pewarnaaan HE. Di
mana kondisi insang ikan mas yang terpapar insektisida sebesar 2,34 ppm
menunjukkan penampakan filamen dan lamella yang tidak sehat dengan adanya
kerusakan pada bagian – bagian insang ikan mas tersebut.
59
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 13. Insang Ikan Mas F (2,34 ppm)
Keterangan : Struktur Insang Ikan Mas yang Terpapar Insektisida 2,34 ppm Perbesaran 400x dengan Pewarnaan HE. (1) Edema; (2) Hemoragi; (3) Hiperplasia; (4) Fusi Lamela
Dari hasil pengamatan histotologi pada organ insang ikan mas yang terpapar
insektisida dengan perlakuan 2,34 ppm didapatkan hasil bahwa insang
mengalami banyak kerusakan antara lain adalah edema, hemoragi, hiperplasia,
dan fusi lamela. Fusi lamela terjadi karena insang mengalami hiperplasia yang
berlebihan sehingga lamella pada insang saling menyatu satu sama lainnya dan
menyebabkan gangguan respirasi ikan mas di mana hiperplasia terjadi. Menurut
Suparjo (2010), fusi lamela terjadi oleh adanya hiperplasia yang meluas pada
sel-sel basal dan epithelium sehingga lamela sekunder akan menyatu. Peristiwa
60
ini mengakibatkan terhambatnya proses respirasi maupun ekspirasi gas
pernafasan yang masuk dan keluar tubuh ikan.
Hemoragi terjadi karena adanya pendarahan pada insang di daerah vaskula
yang disebabkan oleh toksin dari insektisida yang masuk ke dalam insang ikan
mas. Menurut Asniatih et. al, (2013), menyatakan bahwa hemoragi yang terjadi
pada arcus insang adalah kondisi keluarnya darah dari dan dalam vaskula akibat
kerusakan dinding vaskula. Sesuai dengan pernyataan Plumb (1994) dalam
Asniatih et. al, (2013), bahwa hemoragi dapat disebabkan oleh trauma, atau
meningkatnya porositas yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus atau toksin.
4.4.7 Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Persentase kerusakan jaringan insang ikan mas (Cyprinus carpio) pada uji
pengaruh sublethal insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat terhadap
ikan mas (Cyprinus carpio) didapatkan hasil persentase kerusakan jaringan
insang ikan mas (Cyprinus carpio) yang berbeda pada setiap perlakuan. Adapun
total kerusakan jaringan insang ikan mas dapat dilihat pada Tabel 9. Perhitungan
kerusakan jaringan insang ikan mas dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 9. Hasil Persentase Kerusakan Jaringan Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Keterangan : Ed = Edema, He = Hemoragi, Hi = Hiperplasia, Fu = Fusi Lamela
Konsentrasi
(ppm)
Jenis Kerusakan Insang (%) Total
Kerusakan
(%)
Tingkat
Kerusakan
Insang Ed He Hi Fu
0 (Kontrol) 0 0 0 0 0 -
0,26 3,43 2,95 0 0 6,38 Ringan
0,78 1,14 5,24 0 0 6,38 Ringan
1,3 6,00 5,43 0 0 11,43 Ringan
1,82 5,90 5,62 2,85 3,71 18,08 Ringan
2,34 4,09 5,33 2,95 6,00 18,37 Ringan
Berdasarkan pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa jaringan insang ikan mas
kontrol (0 ppm) yang tidak terpapar insektisida organofosfat berbahan aktif
61
dimetoat tidak ditemukan adanya kerusakan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan
ikan mas dalam keadaan yang normal sehingga jaringan insang ikan mas tidak
mengalami kerusakan. Sedangkan pada jaringan insang ikan mas yang terpapar
insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat mengalami kerusakan insang
yang beragam. Edema pada jaringan insang tertinggi didapatkan pada
pemaparan insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat 1,3 ppm yaitu
sebesar 6%. Kerusakan hemoragi jaringan insang tertinggi didapatkan pada
pemaparan insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat 1,82 ppm yaitu
sebesar 5,62%. Hiperplasia jaringan insang tertinggi didapatkan pada
pemaparan insektisida organofosfat berbahan aktif dimetoat 2,34 ppm yaitu
sebesar 2,95%. Dan fusi lamela jaringan insang tertinggi didapatkan pada
pemaparan insektisida 2,34 ppm yaitu sebesar 6%. Sedangkan total kerusakan
jaringan insang ikan mas tertinggi didapatkan pada pemaparan insektisida
organofosfat berbahan aktif dimetoat 2,34 ppm yaitu sebesar 18,37%. Tingkat
kerusakan jaringan insang ikan mas termasuk dalam kategori ringan.
Kerusakan insang terjadi dikarenakan adanya pestisida yang masuk ke
dalam insang melalui kontak langsung. Hal ini dapat terjadi karena letak insang
ikan yang berada di luar. Zat – zat toksik akan mempengaruhi ikan yang mampu
menyebabkan perubahan struktur morfologi insang ikan. Zat toksik juga dapat
merusak fungsi respirasi dari insang ikan sehingga mengganggu proses
metabolisme (Kinasih et al., 2013). Struktur mikroanatomi insang yang
mengalami kerusakan akan menyebabkan ikan sulit bernafas dan menyebabkan
kandungan oksigen dalam darah menjadi berkurang sehingga Hb kesulitan
dalam mengikat oksigen dan mengalami hipoksi sebagai akibat dari kerusakan
lamella sekunder dari insang. Efek dari kesulitan dalam bernafas, maka akan
merangsang organisme untuk mengikat sel darah merah, hematokrit dan
62
hemoglobin untuk meningkatkan mekanisme transfer oksigen di dalam tubuh
(Ishikawa et al., 2007).
Menurut Pantung (2008), menyatakan bahwa kerusakan mikroanatomi
jaringan insang ikan apabila kurang dari 30% dari luasan pandang maka telah
terjadi pencemaran ringan. Kerusakan mikroanomi jaringan insang ikan 30% -
70% dari luasan pandang menunjukkan telah terjadi pencemaran sedang. Dan
apabila terjadi kerusakan mikroanatomi jaringan insang ikan lebih dari 70% dari
luasan pandang menunjukkan bahwa telah terjadi pencemaran berat.
4.5 Analisis Parameter Kualitas Air
Pada uji sublethal insektisisda dimetoat terhadap ikan mas dilakukan
pengukuran kualitas air sebagai media pemeliharaan ikan mas. Hal ini bertujuan
agar media hidup ikan mas memenuhi syarat kelangsungan hidup. Pengukuran
parameter kualitas air antara lain parameter pH, suhu dan oksigen terlarut (DO).
Hasil pengukuran kualitas air selama 4 minggu dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Parameter Kualitas Air Hasil Pengukuran Standar SNI (1999)
Koeman, J. H. 1983. Pengantar Umum Toksikologi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Komisi Pestisida Departemen Pertanian. 1997. Pestisida Untuk Pertanian Dan
Kehutanan. Koperasi “Daya Guna”. Jakarta.
Kordi, M. G. H. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius.
Yogyakarta. 115 hlm.
Kordi, K. 2008. Budidaya Perairan. PT. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Kusriani., P. Widjanarko, dan N. Rohmawati. 2012. Uji Pengaruh Sulethal
Pestisida Diazinon 60 EC terhadap Rasio Konversi Pakan (FCR) dan
Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). Jurnal Penelitian
Perikanan. 1 (1) : 36 – 42.
Kusriningrum, R. S. 2008. Perancangan Percobaan. Airlangga University Press:
Surabaya.
Loomis, T. A. 1978. Toksikologi Dasar. Lea & Febiger. Amerika Serikat.
Marzuki. 1982. Metodologi Riset. Fakultas Ekonomi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Modu, B. M., M. Saiful., M. Kartini.,M. Hassan,. F. M. Sharharom, and Harrison. 2012. Effects of Water Quality and Monogenean Parasitein The Gills of Freshwater Cat Fish, Hemibagrus nemurus Valenciennes 1840. Journal of Biological Sciences. 4 (3) : 242 – 246.
Mulyanto. 2008. Metode Sampling. Diktat Kuliah. Universitas Brawijaya : Malang.
Murjani, A. 2011. Budidaya Beberapa Varietas Ikan Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus Pall) dengan Pemberian Pakan Komersial. Jurnal Fish Scientiae.1 (2): 214–233.
Mutiara, A. A., I. Rustikawati, dan T. Herawati. 2013. Akumulasi Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) serta Kerusakan Pada Insang, Hati dan Daging Ikan Patin (Pangasius sp.) di Waduk Saguling. Jurnal Perikanan dan Kelautan . 4 (4) : 1 – 10.
Mutschler, E.1991. Dinamika Obat. ITB Bandung. Bandung.
Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.
Nisa, K., Marsi dan M. Fitrani. 2013. Pengaruh pH pada Media Air Rawa
terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus