1 UJI MODEL KAPASITAS INFILTRASI PADA TIMBUNAN PERKERASAN BERPORI DENGAN RAINFALL SIMULATOR Oleh: USWATUL HASANAH 105 81 766 08 ZAENAL 105 81 854 08 JURUSAN SIPIL PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2015
1
UJI MODEL KAPASITAS INFILTRASI PADA TIMBUNAN PERKERASANBERPORI DENGAN RAINFALL SIMULATOR
Oleh:
USWATUL HASANAH
105 81 766 08
ZAENAL
105 81 854 08
JURUSAN SIPIL PENGAIRANFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2015
2
3
4
ABSTRAK
Uji Model Kapasitas Infiltrasi Pada Timbunan Lapisan Paving Block DenganRainfall Simulator. Dibawah bimbingan Lawalenna Samang dan Rakhim Nanda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kolerasi antara intensitas curah hujan rencanauntuk beberapa kala ulang dengan kapasitas infiltrasi (ft) pada tanah timbunan tanpa dandengan penutup gebalan rumput serta untuk mengetahui berapa besar kapasitas infiltrasi(ft) dari tanah timbunan terhadap intensitas curah hujan rencana dan berapa besarpengaruh lapisan penutup gebalan rumput terhadap kapasitas infiltrasi (ft). Metode yangdigunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen model fisik laboratorium, dimanakondisi penelitian ini di desain dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada sumber -sumber rujukan/literatur yang berkaitan dengan penelitian. Berdasarkan pengamatan dilaboratorium hubungan antara resapan dan limpasan dengan variasi intensitas berbandinglurus dimana resapan dan limpasan meningkat jika intensitas hujan meningkat. Resapandan limpasan maksimum terjadi pada saat Intensitas I10 = 298.800 mm/jam. Hubunganantara resapan dengan Timbunan Lapisan Paving Block Dengan Rainfall Simulator: tanpatutupan, ½ tutupan rumput dan tertutup rumput seluruh permukaannya berbanding lurusdimana resapan paling besar terjadi saat tutupan gebalan rumput penuh. Hubungan antarakapasitas infiltrasi (ft) dengan Timbunan Lapisan Paving Block Dengan RainfallSimulator: tanpa tutupan, ½ tutupan rumput dan tertutup rumput seluruh permukaannyaberbanding lurus dimana kapasitas infiltrasi (ft) akan meningkat pada saat tutupan rumputpenuh.
Kata kunci : intensitas curah hujan, kapasitas infiltrasi, rainfall simulator.
ABSTRACT
Infiltration Capacity Model Test Using Rainfall Simulator Type Constant Head. Underthe guidance of Lawalenna Samang and Rakhim Nanda.
This study aimed to determine the correlation between the intensity of rainfall plans forsome period over the infiltration capacity (ft) on the soil pile without and with cover grassand to know how much capacity infiltration (ft) of soil embankment on the intensity ofrainfall plans and how much influence grass cover against the infiltration capacity (ft).The method used in this research is the physical model laboratory experiments, where theconditions of this study was designed and organized by researchers with reference to thesources references/ literature related to the research. Based on observations in thelaboratory of the relationship between infiltration and runoff with variations in intensity isdirectly proportional where infiltration and increased runoff if rain intensity increased.Infiltration and runoff occurs when the maximum intensity of I10 = 298 800 mm/hour.The relationship between absorption with grass cover variations: without cover, ½ andcovered with grass turf cover the entire surface is directly proportional where infiltrationis greatest when the grass cover full. The relationship between the infiltration capacity (ft)with grass cover variations: without cover, ½ and covered with grass turf cover the entiresurface is directly proportional where the infiltration capacity (ft) to increase when thegrass cover fully.
Keywords: rainfall intensity, infiltration capacity, rainfall simulator.BAB I
5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padatnya jumlah penduduk yang diiringi dengan pembangunan
infrastruktur di daerah perkotaan banyak menimbulkan masalah salah
satunya adalah banjir atau genangan pada saat hujan terjadi. Saat
ini kondisi genangan atau banjir, semakin bertambah tinggi setiap
tahunnya sehingga genangan dapat merusak fasilitas dan infrastruktur
yang ada .
Salah satu penyebab banjir dan genangan, ini terjadi adalah
karena berkurangnya daerah – daerah tangkapan hujan yang disertai
dengan menurunnya laju infiltrasi ditambah lagi dengan distribusi curah
hujan yang tidak merata sepanjang tahun, sehingga memicu
permasalahan genangan. Untuk menanggulangi masalah tersebut
salah satu alternatif penyelesaiannya adalah melalui diresapkannya air
hujan kedalam tanah dengan memperbesar laju resapan atau laju
infiltrasi kedalam tanah.
Memperbesar laju resapan atau laju infiltrasi kedalam tanah
diperlukan suatu penelitian yang mengkaji persamaan infiltrasi.
Salah satu alternatif solusi tepat guna untuk memperbesar laju
infiltrasi adalah dengan mengaplikasikan perkerasan berpori yang di
harapkan memiliki evisiensi cukup tinggi dalam meresapkan air
kedalam tanah.
6
Dengan menggunakan perkerasan berpori maka air permukaan
terutama air hujan akan dapat di salurkan kedalam tanah kembali agar
tidak terubuang begitu saja sehingga dapat menambah cadangan air
tanah serta mencegah terjadinya banjir. Selain itu perkerasan berpori
juga membuat penggunaan lahan untuk drainase menjadi berkurang,
membuat lahan-lahan yang ada dapat di gunakan untuk kebutuhan
yang lain.
Dengan memperhatikan sejumlah variabel yang ada maka kami
termotifasi untuk melakukan penelitian tentang resapan atau infiltrasi,
dan selanjutnya kami tuangkan dalam sebuah karya tulis sebagai
tugas akhir pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Makassar dengan Judul ”UJI MODEL KAPASITAS INFILTRASI
PADA TIMBUNAN PERKERASAN BERPORI DENGAN RAINFALL
SIMULATOR”.
B. Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
maka disusun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Berapa besar kapasitas infiltrasi dari tanah timbunan terhadap
intensitas curah hujan rencana dengan kala ulang dua tahun (I2),
lima tahun (I5) dan sepuluh tahun (I10).
2. Berapa besar pengaruh perkerasan berpori terhadap kapasitas
infiltrasi.
C. Tujuan dan Manfaat
7
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan solusi yang
tepat dari permasalahan diatas, maka penelitian ini ditujukan kepada
beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengetahui besarnya kapasitas resapan atau infiltrasi dengan
menggunakan perkerasan berpori.
2. Mengetahui kapasitas infiltrasi jika menggunakan perkerasan
berpori adalah salah satu alternatif solusi.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat dipakai
sebagai acuan atau rekomendasi pemanfaatan perkerasan berpori
dalam mengurai resapan.
D. Batasan Masalah
Untuk pelaksanaan penelitian yang lebih terarah. maka diberikan
batasan-batasan masalah yang meliputi:
1. Peneltian ini dilakukan dengan menggunakan alat ranifall
simulator.
2. Bahan yang digunakan sebagai media penelitian adalah tanah
yang sering digunakan sebagai tanah timbunan pada umumnya.
3. Klasifikasi jenis dan sifat tanah dilakukan dengan uji laboratorium
pada laboratorium Mekanika Tanah.
4. Penelitian ini dilakukan dengan dua perlakuan, yakni dengan tanpa
tutupan perkerasan berpori dan dengan tutupan perkerasan
berpori pada permukaannya dan masing-masing diuji dengan dua
8
kepadatan yaitu kepadatan tanah 60% dan kepadatan tanah 90%
dengan berbagai variasi waktu (t) pengamatan.
Lingkup pembahasan dalam tulisan ini kami fokuskan pada
pengujian infiltrasi dengan menggunakan perkerasan berpori guna
mendapatkan gambaran besarnya infiltrasi yang dihasilkan ketika
menggunakan perkerasan berpori. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan adalah terapan rumus-rumus praktis.
E. Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan acuan dalam pengembangan penelitian mengenai
kapasitas infiltrasi baik pada suatu kompleks perumahan maupun
pembangunan rumah secara sendiri-sendiri.
2. Dapat menjadi rujukan dalam perencanaan drainase yang ramah
lingkungan.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penyajian pada penelitian ini terdiri dari 5
(l i m a ) bab, antara lain :
1. Pendahuluan
2. Tinjauan Pustaka
3. Metodologi
4. Analisa dan Pembahasan
5. Kesimpulan dan Saran.
Bab 1 : Pendahuluan, menguraikan latar belakang penelitian ini.
9
Penelitian ini dilatarbelakangi karena bertambahnya debit
genengan atau banjir dari tahun ketahun. Dalam bab ini
juga disertai identifikasi masalah, tujuan, manfaat
penelitian, dan lingkup penelitian atau batasan – batasan
masalahnya.
Bab 2 : Tinjauan Kepustakaan, menguraikan landasan teori
mengenai infiltrasi
Bab 3 : Metodologi, memaparkan mengenai pendekatan
penelitian yang digunakan untuk menjelaskan secara rinci
urutan kegiatan yang dilaksanakan untuk menguji model
kapasitas infiltrasi berpori beserta dengan tehnik
pengumpulan data yang digunakan dalam menghitung
kapasitas infiltrasi.
Bab 4 : Analisa dan Pembahasan, menjelaskan mengenai
pengumpulan data – data kemudian menganalisa data –
data tersebut serta memberikan pembahasan secara rinci
terhadap hasil analisa tersebut.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran, diuraikan mengenai kesimpulan
dari hasil analisa perhitungan. Memberikan saran – saran
mengenai analisa tersebut.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infiltrasi
1. Pengertian Umum
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah
hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran
air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi
adalah aliran air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler
(gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi mengalir ke tanah yang lebih
dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses
perkolasi. Laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah
dinamakan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika
intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap
kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari
kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan
satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter perjam (Asdak, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah tekstur
tanah, kerapatan massa (bulk density), permeabilitas, kadar air tanah
dan vegetasi. Semakin rendah nilai kerapatan massa (bulk density)
tanah, semakin besar volume pori tanah, dan semakin remah tanahnya
11
maka laju infiltrasi akan semakin besar. Bila ditinjau dari sudut vegetasi
maka semakin besar penetrasi akar, semakin besar daya serap akar,
semakin tinggi akumulasi bahan organik tanah maka laju infiltrasi akan
semakin besar.
Secara umum laju infiltrasi tertinggi dijumpai pada tahap awal
pengukuran, kemudian secara perlahan mengalami penurunan sejalan
dengan bertambahnya waktu dan akhirnya akan mencapai kecepatan
yang hampir konstan. Hal ini terjadi karena semakin lama proses
infiltrasi semakin meningkat. Artinya air semakin lama semakin banyak
yang tertampung kedalam tanah, dan ketika tanahnya mulai jenuh
pergerakan air ke bawah profil tanah hanya ditimbulkan oleh gaya tarik
gravitasi (Hillel, 1987).
Setiap tanah memiliki daya resap yang berbeda, yang diukur
dalam millimeter perjam (mm/jam). Jenis tanah berpasir umumnya
cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat
sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu
jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai
laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju
infiltrasinya (Wilson, 1993).
Infiltrasi merupakan interaksi kompleks antara intensitas hujan,
karakteristik dan kondisi permukaan tanah. Intensitas hujan
berpengaruh terhadap kesempatan air untuk masuk ke dalam tanah.
Bila intensitas hujan lebih kecil dibandingkan dengan kapasitas
12
infiltrasi, maka semua air mempunyai kesempatan untuk masuk ke
dalam tanah. Sebaliknya, bila intensitas hujan lebih tinggi
dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi, maka sebagian dari air yang
jatuh di permukaan tanah tidak mempunyai kesempatan untuk masuk
ke dalam tanah, dan bagian ini akan mengalir sebagai aliran
permukaan. Penutupan dan kondisi permukaan tanah sangat
menentukan tingkat atau kapasitas air untuk menembus permukaan
tanah, sedangkan karakteristik tanah, khususnya struktur internalnya
berpengaruh terhadap laju air saat melewati masa tanah. Unsur
struktur tanah yang terpenting adalah ukuran pori dan kemantapan pori
(Kurnia, dkk, 2006).
Klasifikasi laju infiltrasi tanah dapat dilihat pada Tabel 2. 1
Deskripsi Infiltrasi (mm/jam)Sangat lambat 1Lambat 1 – 5Sedang lambat 5 – 20Sedang 20 – 65Sedang cepat 65 – 125Cepat 125 – 250Sangat cepat 250
Lee, 1990
2. Proses Terjadinya Infiltrasi
Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau
seluruh air hujan tersebut masuk ke dalam tanah melalui pori-pori
permukaan tanah. Proses masuknya air hujan ke dalam tanah
disebabkan oleh potensial gravitasi dan potensial matriks tanah. Laju
13
air infiltrasi yang dipengaruhi oleh potensial gravitasi dibatasi oleh
besarnya diameter pori-pori tanah.Di bawah pengaruh potensial
gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke dalam tanah melalui profil
tanah. Pada sisi yang lain, potensial matriks bersifat mengalirkan air
tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal.
Potensial matriks tanah ini bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori
relatif kecil, pada tanah dengan pori-pori besar potensial ini dapat
diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih dalam
oleh pengaruh gravitasi. Dalam perjalanannya, air juga mengalami
penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama
ke arah tanah dengan pori-pori yang lebih kecil (Asdak, 1995).
3. Pengukuran dan Perkiraan infiltrasi
Dalam praktek sering dibutuhkan besaran infiltrasi untuk suatu
DAS tertentu.Besaran ini umumnya hanya dapat diperoleh dengan
pengukuran atau analisis tertentu. Memang tidak mungkin untuk
memperoleh besaran infiltrasi yang dapat mewakili DAS secara
keseluruhan, akan tetapi upaya-upaya tertentu dapat dilakukan untuk
mendekatinya.
Secara praktis pengukuran infiltrasi ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran tentang besaran dan laju infiltrasi serta
variasinya sebagai fungsi waktu. Cara pengukuran yang dapat
dilakukan adalah:
14
a. dengan pengukuran lapangan,
b. dengan analisis hidrograf.
Alat maupun perlengkapan yang dapat digunakan untuk
mengukur infiltrasi di lapangan di antaranya adalah:
a. Single Ring Infiltrometer
Single ring infiltrometer merupakan silinder baja atau bahan lain
berdiameter antara 25—30 cm. Panjang alat kurang lebih 50 cm. Alat
ini dilengkapi dengan tangki cadangan air. Untuk alat yang sederhana,
tangki air dapat diganti dengan ember. Pada dinding silinder terdapat
skala dalam mm dan 'hook gauge'. Selain itu masih perlu dilengkapi
dengan bantalan kayu dan pukul besi untuk memasukkan silinder ke
dalam tanah
b. Double Ring Infiltrometer
Double ring infiltrometer pada dasarnya sama dengan 'single
ring infiltrometer' yang disebutkan sebelumnya kecuali adanya
tambahan satu silinder lain dengan diameter kurang lebih dua kali
silinder yang disebutkan sebelumnya
c. Rainfall Simulator
Rainfall simulator pada dasarnya terdiri dari seperangkat alat
pembuat hujan buatan, yang terdiri dari pompa dan deretan pipa-pipa
dengan 'nozzel' yang dapat menyemprotkan air. Jumlah air yang
disemprotkan dapat diatur sesuai dengan intensitas hujan buatan yang
dikehendaki. Ukuran pipa tersebut, sesuai dengan bidang tanah yang
15
akan digunakan sebagai bidang percobaan, dapat mulai dari 1x1 m2.
Selain itu, dilengkapi dengan alat pengukur debit dan alat pengukur
waktu (stop watch).
4. Cara Pengukuran infiltrasi
a. Analisis Hidrograf
Hitungan infiltrasi dengan analisis hidrograf merupakan upaya
pendekatan untuk memperoleh besaran infiltrasi rata-rata selama
terjadi hujan. Memperhatikan siklus hidrologi dapat diamati bahwa
debit yang terukur di stasiun hidrometri tertentu merupakan debit yang
berasal dari empat sumber, yaitu 'channel precipitation aliran
permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, subsurface flow)
dan aliran dasar (base flow, groundwater flow).
Gambar. 2.1. doble ring dan single ring inflometer
16
Dalam analisis, dengan memperhatikan perilaku masing-masing
komponen tersebut, pada umumnya aliran tersebut dipisahkan menjadi
dua bagian, yaitu aliran permukaan (dengan pengertian termasuk di
dalamnya aliran antara) dan aliran dasar. Aliran dasar dianggap
merupakan bagian aliran sungai yang ditimbulkan oleh infiltrasi,
sehingga volume aliran dasar tersebut dianggap sama dengan jumlah
air yang terinfiltrasi. Karena berbagai kesulitan dalam memperkirakan
bentuk eksponensial lengkung liku infiltrasi, maka besar infiltrasi di-
anggap tetap (constant rate) selama terjadinya hujan. Besar laju
infiltrasi ini yang disebut sebagai indeks phi (phi index).
Dalam Gambar 2.2.ditunjukkan skema penetapan indeks phi
dengan analisis hidrograf.
Gambar 2.2.Sketsa penetapan indeks phi.
t
i
1
t ( j a m )
Q
V o lu m e 1 = V o lu m e 2
2
17
b. Single Ring Infiltrometer
Pengukuran dengan single ring infilrrometer dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut ini.
1) Terlebih dahulu lokasi yang akan diukur dibersihkan. Sebaiknya
tanah yang terkelupas dapat dibuang.
2) Silinder ditempatkan tegak lurus dan ditekan ke dalam tanah,
sehingga bersisa kurang lebih 10 cm di atas permukaan tanah.
Apabila tanah yang akan diukur merupakan tanah lunak hal
tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Akan tetapi, apabila
tanahnya merupakan tanah keras, maka untuk dapat memasukkan
silinder tersebut memerlukan pemukulan dengan pukul besi yang
cukup berat (± '10 kg). Dalam pemukulan tersebut hendaknya
bagian atas pipa dilindungi dulu dengan balok kayu yang cukup
tebal, dan pemukulan harus dilakukan sedemikian sehingga silinder
dapat masuk ke dalam tanah dengan tegak lurus. Pemukulan tidak
dilakukan pada satu sisi karena silinder akan miring. Apabila
pemukulan dilakukan pada sisi lain, maka silinder akan menjadi
tegak, tetapi antara tanah dan silinder akan terbentuk rongga.
Rongga demikian ini tidak boleh terjadi.
3) Air secukupnya disiapkan demikian pula 'stop watch' dan alat tulis.
4) Tabel disiapkan dan telah disusun sedemikian sehingga
memudahkan hitung-an (lihat contoh).
18
5) Apabila tidak tersedia tangki air dengan pengukur volume yang
baik, maka pengukuran infiltrasi dapat dilakukan sebagai berikut.
a) Pada skala yang terdapat pada dinding silinder, ditarik dua gads
dengan jarak, misalnya 5 cm (tergantung dari jenis tanah yang
diukur). Bila laju infiltrasi relatif sangat kecil, untuk menghemat
waktu pengamatan jarak dua garis tersebut dapat diperkecil.
b) Air dituangkan sampai silinder penuh dan tunggu sampai air
tersebut seluruhnya terinfiltrasi. Hal ini perlu dilakukan untuk
menghilangkan retak-retak tanah yang merugikan pengukuran.
c) Air dituangkan ke dalam silinder, sampai mencapai batas garis
atas.
d) Waktu yang diperlukan oleh muka air untuk turun sampai garis
batas bawah dicatat dengan 'stop watch' dan dicatat pada tabel
yang telah disiapkan.
e) Air dituangkan kembali secepatnya ke dalam silinder sampai
garis batas atas, waktu penurunan muka air sampai garis batas
bawah diukur lagi.
f) Hal tersebut dilakukan terus-menerus, sampai waktu yang
diperlukan oleh muka air turun sampai garis batas bawah selalu
tetap. Dalam hal demikian berarti laju infiltrasi telah tetap, atau
nilai fc telah tercapai.
19
g) Dari data yang terkumpul dalam tabel, dapat dihitung laju
infiltrasi tiap waktu tertentu. Dan apabila hasilnya digambarkan
maka akan terlihat liku infiltrasi eksponensial.
h) Apabila dikehendaki hitungan yang lebih teliti, waktu yang
diperlukan untuk mengisi kembali silinder mencapai garis batas
atas perlu dicatat, karena kenyataannya pada saat tersebut
infiltrasi tidak berhenti, sehingga jumlah infiltrasi dapat
ditambahkan dengan mengambil anggapan laju infiltrasinya
sama dengan laju infiltrasi yang baru saja diukur.
c. Double Ring Infiltmmeter
Pengukuran dengan 'double ring in nitrometer' pada dasarnya sama
dengan yang dijelaskan sebelumnya ('single ring infiltrometer').
Perbedaannya adalah berikut ini.
1) Pada alat ini terdapat dua silinder, dengan diameter luar kurang
lebih sama dengan dua kali diameter silinder sebelah dalam.
2) Dalam pemakaian, silinder dalam dimasukkan lebih dahulu ke
dalam tanah, seperti yang dilakukan pada 'single ring infiltrometer'.
Setelah itu baru silinder kedua (silinder luar) dimasukkan secara
konsentris ke dalam tanah. Cara pemasukan nya sama dengan
cara pemasukan silinder pertama.
3) Setelah itu, ruang antara silinder luar dan silinder dalam diisi air,
dan dibiar-kan beberapa lama sampai habis.
20
4) Kemudian ruang tersebut diisi kembali, dan diikuti dengan
pengisian ruang dalam silinder dalam.
5) Selanjutnya cara pengamatan dan pengukuran dilakukan dengan
cara yang sama dengan cara yang telah disebutkan terdahulu,
dengan memperhatikan agar air di ruang antara silinder luar dan
silinder dalam selalu tetap tergenang.
d. Rainfall Simulator
Rainfall simulator adalah alat yang digunakan untuk membuat hujan
buatan guna mendukung variasi intensitas hujan dan variasi lamanya
hujan secara otomatis. Air hujan buatan keluar dari sprinkel atau
shower yang sebisa mungkin mendekati keadaan hujan real di
lapangan
B. Perhitungan Laju Infiltrasi
Arsyad (2000) menyatakan laju infiltrasi ditentukan oleh
besarnya kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air. Selama intensitas
hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju
infiltrasi sama dengan intensitas hujan.
Pengukuran laju infitrasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :
1. Menurut Philip
Model laju infiltrasi (infiltration rate) menurut Philip
merupakan persamaan empiris yang bergantung pada waktu (time
21
dependent equation). Philip mengajukan model persamaan
infiltrasi:
= + −0,5…………………………..…..………..…………………… (1)
Dimana:
Fp = kapasitas infiltrasi (mm/ menit)
C, D = konstanta yang dipengaruhi oleh faktor lahan dan kadar
air tanah awal.
T = waktu (menit)
Infiltrasi kumulatif diperoleh dengan mengintegralkan
persamaan (1) untuk periode tertentu, mulai dari t = 0 sampai
dengan t = t.= ∫ ( , + ) = . + 2 , .......................................... (2)
Sehingga persamaan infiltrasi kumulatif Philip dapat ditulis:
− . =2 0,5................................................................................. (3)
Proses pengepasan dari persamaan di atas dapat dilakukan
dengan menggunakan data dari dua interval waktu, yaitu t1dan t2
serta dua nilai dari infiltrasi kumulatif pada interval tersebut, yaitu
F1 dan F2 sehingga:
1− 1=2 1 0,5 .......................................................................... (4)
2− 2=2 2 0,5 .......................................................................... (5)
Untuk mendapatkan nilai D maka dilakukan eliminasi:( 1− 1=2 10,5) x t2( 2− 2=2 20,5) x t1
22
1− 1t2=2 10,5 t2
1− 1t2=2 20,5 t1
1t2− 2t1 =2 ( 10,5 t2– 2
0,5 t1)
Sehingga,D = ( , , )……………………………………………..……………..(6)
Nilai D lalu dimasukkan ke dalam persamaan (4) atau (5) hingga
diperoleh nilai C. Nilai C dan D kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan Philip.(Januar dan Nora, 1999).
2. Menurut Horton
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal
dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang
setring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang
konstant la menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas
infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah
dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan
untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh
koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur
permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah
oleh tetesan air hujan. Model Horton dapat dinyatakan secara
matematis mengikuti persamaan berikut :
f = f + (f0 - fc)e-kt
23
Keterangan;
f : laju infiltrasi nyata (cm/h)
fc : laju infiltrasi tetap (cm/h)
f0 : laju infiltrasi awal (cm/h)
e : angka dasar (2,7182)
k : konstanta
t : waktu
C. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Infiltrasi
1. Topografi
Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan
dengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan
besar, sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Akibatnya
sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya, pada
lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup
banyak untuk infiltrasi.
2. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas
infiltrasi, jika intensitas curah hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi,
maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan.
Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi, maka laju
infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi.
24
Intensitas hujan merupakan faktor yang menentukan apakah
suatu lokasi akan mengalami penggenangan atau banjir. Apakah banjir
dikaitkan dengan laju infiltrasinya. Artinya bila intensiatas hujan lebih
besar dari laju infiltrasinya. (Basak, 1999).
3. Tekstur Tanah
Menurut Hardjowigeno (2007), kelas tekstur tanah menunjukkan
perbandingan butir-butir pasir (0,005-2 mm), debu (0,002-0,005 mm),
dan liat < 0,002 mm) di dalam fraksi tanah halus. Tekstur menentukan
tata air, tata udara, kemudahan pengelolaan, dan struktur tanah.
Penyusun tekstur tanah berkaitan erat dengan kemampuan
memberikan zat hara untuk tanaman, kelengasan tanah,
perkembangan akar tanaman, dan pengelolaan tanah. Berdasarkan
persentase perbandingan fraksi-fraksi tanah, maka tekstur tanah dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu halus, sedang, dan kasar. Makin
halus tekstur tanah mengakibatkan kualitas tanah semakin menurun
karena berkurangnya kemampuan tanah dalam menghisap air.
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah
(separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif
antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00 -0,20 mm atau 2000-200
, debu (silt) (berdiameter 0,20-0,002 mm atau 200-2 ) dan liat
(clay) (<2 ) (Hanafiah, 2005).= = ……………………………………………………....…(7)
25
Dimana :
= Kerapatan Massa (bulk density) (g/cm3)
Ms = massa tanah (g)
Vt= volume total tanah (volume ring) (cm3)
Kelas tekstur ditentukan atas dasar perbandingan massa dari
ketiga fraksi tersebut. Tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat yang
berbeda menunjukkan kelas tekstur yang berbeda (Hillel, 1971).Secara
lebih rinci tekstur tanah digambarkan dalam segitiga USDA.
4. Kerapatan Massa (Bulk Density)
Kerapatan massa adalah perbandingan dari massa tanah kering
dengan volume total tanah (termasuk volume tanah dan pori) (Hillel,
1971). Setiap perubahan dalam struktur tanah mungkin untuk
mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat per unit volume.
Bila dinyatakan dalam 3 kerapatan massa tanah-tanah liat yang
ada di permukaan dengan struktur granular besarnya berkisar 1,0
sampai 1,3. Tanah-tanah di permukaan dengan tekstur kasar
mempunyai kisaran 1,3 sampai 1,8. Perkembangan struktur yang lebih
besar pada tanah-tanah dipermukaan dengan tekstur halus
menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah bila dibandingkan
dengan tanah berpasir (Foth, 1991).
Bulk density sangat berhubungan dengan particle density, jika
particle density tanah sangat besar maka bulk density juga besar. Hal
26
ini dikarenakan partikel density berbanding lurus dengan bulk density,
namun apabila tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi maka
partikel density dan bulk density akan rendah. Dapat dikatakan bahwa
particle density berbanding terbalik dengan kadar air. Hal ini terjadi jika
suatu tanah memiliki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air
tanah, maka kepadatan tanah menjadi rendah karena pori-pori di
dalam tanah besar sehingga tanah yang memiliki pori besar akan lebih
mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah, 2005).
5. Kerapatan Partikel (Particel Density)
Tanah permukaan (top soil) biasanya mempunyai kerapatan
yang lebih kecil dari sub-soil, karena berat bahan organik pada tanah
permukaan lebih kecil daripada berat benda padat tanah mineral dari
sub soil dengan volume yang sama, dan top soil banyak mengandung
bahan organik sehingga particle densitynya rendah. Oleh karena itu
partikel density setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak
bervariasi menurut jumlah partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral
partikel densitynya rata-rata sekitar 2,6 g/cc (Foth, 1994).
Kerapatan partikel dapat dihitung dengan persamaan berikut:( ) = ............................................... (8)
Dimana, Vs = volume tanah (cm3)
27
Berat jenis butir adalah berat bagian padat dibagi dengan
volume bagian padat dari tanah tersebut. Berat jenis butir tanah pada
umumnya berkisar antara 2,6 – 2,7 g/cm3.
Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka
nilai menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan
dalam istilah berat jenis atau specific gravity, yang berarti
perbandingan kerapatan suatu benda tertentu terhadap kerapatan air
pada keadaan 4ºC dengan tekanan udara biasa, yaitu satu atmosfer
(Sarief, 1986).
6. Ruang Pori atau Porositas
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang
dapat ditempati oleh udara dan air, serta merupakan indikator kondisi
drainase dan aerasi tanah. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi
pori-pori kasar (makro) dan pori-pori halus (mikro). Pori-pori kasar
berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya
gravitasi), sedangkan pori-pori halus berisi air kapiler atau udara.
Tanah- tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada
tanah liat. Tanah yang banyak mengandung pori-pori kasar sulit
menahan air sehingga tanahnya mudah kekeringan. Tanah liat
mempunyai pori total (jumlah pori-pori makro ditambah pori-pori mikro),
lebih tinggi daripada tanah pasir (Hardjowigeno 2007).
28
7. Bahan Organik Tanah
Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara.Bahan
padatan ini meliputi bahan mineral berukuran pasir, debu, dan liat,
serta bahan organik.Bahan organik tanah biasanya menyusun 5%
bobot total tanah, meskipun hanya sedikit tetapi memegang peran
penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi
maupun secara biologis tanah.Komponen tanah yang berfungsi
sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara
langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan
mikrobia tanah, yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin, dan
senyawa perangsang tumbuh lainnya.Secara fisik bahan organik
berperan dalam menentukan warna tanah menjadi coklat-hitam,
merangsang granulasi, menurunkan plastisitas dan kohesi tanah
(Brady, 1984), memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah
sehingga laju infiltrasi lebih tinggi, dan meningktakan daya tanah
menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan
temperatur tanah menjadi stabil (Hanafiah, 2005).
D. Perkerasan Berpori
Berdasarkan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau - Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen
Pekerjaan Umum menjelaskan bahwa Pembangunan Dampak Rendah
(Low Impact Development – LID) adalah strategi pembangunan
29
berdampak rendah yang membuat sistem perkerasan berperan
hidrologis mampu menyalurkan air permukaan ke lapisan di bawahnya
dan ekonomis karena meminimalisasi sistem drainase. Perkerasan
permeabel (permeable paving) adalah tipe LID yaitu perkerasan
tembus air atau perkerasan poros yaitu jenis perkerasan yang berpori
sehingga dapat mengalirkan air di permukaan perkerasan ke lapisan di
bawahnya. Perkerasan Berpori (pervious concrete) adalah tipe
perkerasan LID permeable paving, yaitu campuran Perkerasan Berpori
yang tidak menggunakan pasir atau hanya dalam jumlah kecil,
sehingga menghasilkan beton dengan pori kira-kira 20%. Ruang pori
tersebut membuat air dapat mengalir di dalam perkerasan ke lapisan
batuan berukuran seragam di bawahnya, lalu ke dalam tanah –
sehingga mengurangi atau menghilangkan aliran air di atas permukaan
perkerasan. Kekuatan rata-rata dari Perkerasan Berpori (tembus air)
adalah dari 50 sampai 350 kg/cm2, dan dapat lebih tinggi tergantung
fungsi penggunaannya. Kecepatan peresapan adalah 0,2 sampai 0,48
cm/s.
Sistem pervious paving digunakan untuk mengurangi
permukaan yang kedap air (tidak tembus air) seperti permukaan jalan
trotoar (sidewalk), driveways, tempat parkir, dan tempat-tempat lain
yang digunakan dengan tujuan mengurangi run off dan memperbesar
infiltrasi.Pervious paving juga dapat digunakan sebagai inlet air infiltrasi
ke dalam tanah.Pervious paving sangat efektif untuk membantu
30
mengurangi run off dalam kondisi puncak serta menambah jumlah
kandungan air tanah pada area yang berkembang (Harrisburg, 1998).
Masalah genangan air dan limpasan permukaan yang terjadi
pada permukaan perkerasan kedap air menuntut ditemukannya cara-
cara baru untuk mengelola aliran air terutama dari air hujan.
Perkerasan berpori merupakan salah satu metode alternatif untuk
pengendalian limpasan permukaan. Jenis-jenis perkerasan berpori
antara lain adalah aspal berpori, Perkerasan Berpori, perkerasan bata
beton (paving blocks), dan sistem perkerasan kerikil. Perkerasan
berpori memiliki pori-pori yang sangat banyak dan mengurangi volume
limpasan permukaan dengan cara membiarkan air yang ada di
permukaannya menyerap ke dalam perkerasan untuk kemudian
dialirkan ke dalam tanah dengan tingkat penyerapan yang tinggi.
Perkerasan Perkerasan Berpori dapat berfungsi sebagai bagian dari
sistem memanen air hujan (rainwater harvesting). Sistem memanen air
hujan merupakan proses untuk mencegah terjadinya limpasan
permukaan saat hujan dan sekaligus memanfaatkan air hujan untuk
kebutuhan yang menguntungkan, seperti menambah cadangan air
tanah, irigasi untuk taman, toilet flushing, air untuk mencuci kendaraan,
dan sebagainya.
1. Kelebihan Perkerasan Berpori
Perkerasan Berpori merupakan material konstruksi yang multi
fungsional dengan beberapa kelebihan, seperti :
31
a. Selang waktu pemeliharaan yang lebih lama.
Pori-pori yang ada pada Perkerasan Berpori berfungsi untuk
mengalirkan air mengalir ke dalam tanah. Pemeliharaan yang perlu
dilakukan pada Perkerasan Berporiadalah membersihkan sampah yang
masuk ke dalam pori beton agar aliran air tidak terhambat, sehingga
mencegah terbentuknya genangan air di permukaan beton.
Terbentuknya genangan air di permukaan betondapat merusak
permukaan perkerasan yang sudah ada.
b. Mengurangi limpasan permukaan di suatu daerah.
Perkerasan Berpori sebagai material konstruksi yang multifungsi
selain berfungsi sebagai komponen struktural juga berfungsi sebagai
saluran drainase air masuk ke dalam tanah sehingga mampu
mengurangi limpasan permukaan.
c. Instalasi yang lebih cepat jika dibandingkan dengan pemasangan
perkerasan bata beton.
d. Life cycle cost yang lebih rendah.
Dibandingkan dengan beton aspal dan perkerasan bata beton,
perkerasan dengan menggunakan Perkerasan Berpori memiliki life
cycle cost yang lebih rendah. Walaupun biaya awal pada Perkerasan
Berpori lebih mahal dibandingkan dengan beton aspal, tetapi karena
kekuatan dan daya tahan Perkerasan Berpori yang lebih besar
dibandingkan dengan aspal ataupun bata beton, maka menyebabkan
32
biaya pemeliharaan yang diperlukan pada Perkerasan Berpori selama
umur rencana beton menjadi lebih kecil.
e. Mengurangi tingkat pencemaran terhadap air tanah.
Fungsi utama Perkerasan Berpori adalah mengalirkan air yang
ada di permukaan sehingga dapat diserap oleh tanah. Karena tidak
menggunakan bahan kimia berbahaya di dalam campuran beton, maka
potensi tercemarnya air tanah menjadi semakin kecil.
f. Dapat didaur ulang.
Tidak seperti pada beton konvensional, setelah mencapai umur
rencana Perkerasan Berpori dapat didaur ulang menjadi material
Perkerasan Berpori yang baru sehingga tidak menimbulkan limbah
buangan.
g. Pemanfaatan lahan yang lebih efisien.
Dengan menggunakan perkerasan Perkerasan Berpori dapat
mengurangi kebutuhanpenyediaan kolam penyimpanan air hujan,
selokan saluran drainase, dan sarana pengelolaan air hujan lainnya.
h. Rongga pada Perkerasan Berpori dapat meredam kebisingan suara
yang ditimbulkan oleh roda kendaraan.
Hal ini disebabkan karena pori-pori pada beton terbentuk secara
tidak teratur dan memiliki permukaan yang tidak rata, sehingga
gelombang suara yang dipantulkan secara baur oleh pori-pori pada
beton menjadi saling bertumbukan dan saling meredam.
33
2. Kekurangan Perkerasan Berpori
a. Karena kuat tekan yang lebih rendah daripada beton konvensional,
maka Perkerasan Berpori hanya digunakan pada jalan-jalan lokal
perumahan, trotoar, dan lapangan parkir.
b. Biaya instalasi Perkerasan Berpori relatif lebih mahal daripada
beton biasa. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu:
Perkerasan Berpori merupakan material konstruski khusus yang
membutuhkan pekerja yang memiliki pengalaman dan
kemampuan untuk mencampur, memasang dan merawat
Perkerasan Berpori secara tepat.
Perkerasan Perkerasan Berpori membutuhkan kedalaman yang
lebih besar saat pemasangan, sebagai tempat untuk menampung
air hujan dan juga meningkatkan ketebalan perkerasan
Perkerasan Berpori untuk alasan kekuatan.
3. Komposisi Perkerasan Berpori
Komposisi yang digunakan untuk Perkerasan Berpori tidak
jauh berbeda seperti beton normal, perbedaan yang ada adalah dalam
pembuatan Perkerasan Berpori tidak atau sedikit sekali digunakan
agregat halus pada campuran betonnya, dikarenakan Perkerasan
Berpori yang terbentuk memiliki rongga-rongga untuk porositas air,
serta faktor air semen (FAS) memiliki peranan yang sangat penting,
dengan tujuan agar rongga-rongga yang ada pada beton nantinya
34
tidak tertutup oleh pasta semen pada saat mengeras. Selain itu juga
bertujuan untuk mengingat agregat agar tidak mudah terlepas.
Material-material yang digunakan untuk komposisi Perkerasan
Berpori secara umum adalah :
a. Semen
Jenis semen yang digunakan adalah jenis semen Portland,
dimana semen jenis ini merupakan semen umum yang biasanya
digunakan untuk aplikasi beton yang tidak memerlukan persyaratan
khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal.
b. Agregat
Jenis agregat yang digunakan adalah agregat kasar, yang
berupa kerikil sebagai hasil disintegrasi batuan atau berupa batu pecah
yang diperoleh dari industri pemecah batu dan memiliki ukuran butiran
antara 5 – 40 mm atau agregat yang tertahan pada saringan 2,36 mm
(ayakan No. 4). Agregat halus tidak dipakai agar terbentuk rongga-
rongga pada beton yang nantinya akan berfungsi sebagai aliran air.
c. Air
Jumlah air yang digunakan diperhatikan dengan seksama,
dimaksudkan agar beton yang terbentuk memiliki rongga-rongga yang
baik serta ikatan antar agregatnya kuat. Kesalahan dalam pengendalian
faktor air semen dapat membuat rongga-rongga pada Perkerasan
Berpori menjadi tertutup, ikatan antar agregat menjadi lemah, sehingga
menjadikan kuat tekan Perkerasan Berpori menjadi rendah. Faktor air
35
semen yang biasanya digunakan untuk Perkerasan Berpori adalah
sebesar 0,3 – 0,4.
Faktor air semen adalah angka perbandingan antara berat
kadar air bebas dan berat kadar semen dalam campuran beton. Faktor
air semen memegang peranan penting dalam keawetan dan performa
dari beton tersebut. Kekurangan air membuat pasta semen dan agregat
tidak akan tercampur dengan sempurna, seperti gambar 2.4 (a).
(a) Campuran Beton Kekurangan Air
(b) Campuran Beton Kelebihan Air
(c) Campuran Beton dengan Proporsi Air yang Tepat
Gambar 2.4 Campuran Adukan Perkerasan Berpori(sumber: Pervious Concrete Pavements, Portland Cement Association)
36
Faktor air semen pada Perkerasan Berpori sangat
mempengaruhi kekuatan ikatan antara pasta semen dan agregat.
Sebaliknya, apabila kelebihan air akan membuat campuran beton
menjadi bleeding sehingga mudah keropos dan lunak, seperti gambar
2.4 (b). Untuk itu dibutuhkan perancangan proporsi air yang tepat agar
terbentuk campuran pasta semen yang mengikat agregat dengan
sempurna.Ikatan antara pasta semen dan agregat yang tepat dapat
dilihat pada gambar 2.4 (c).
Beton harus selalu dibuat dengan workability, konsistensi dan
plastisitas yang sesuai dengan kondisi pekerjaan. Workability sering
diartikan sebagai tingkat kemudahan pengerjaan campuran beton untuk
diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan atau suatu ukuran sulit atau
mudahnya mengecor, mengkonsolidasikan dan menyelesaikan beton.
Unsur-unsur yang dapat mempengaruhi sifat kemudahan campuran
adukan beton dalam pengerjaannya, antara lain :
a. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. Makin
banyak air yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan.
Tetapi pemakaian air juga tidak boleh terlalu berlebihan.
b. Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara
pengerjaan betonnya, karena diikuti dengan penambahan air untuk
memperoleh nilai faktor air semen tetap.
37
c. Gradasi campuran agregat (pasir dan kerikil), jika campuran pasir
dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan
maka adukan beton mudah dikerjakan.
d. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.
e. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh
terhadap cara pengerjaan.
f. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.
g. Selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah
jumlah kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan
bahan tambah dalam campuran beton.
Konsistensi adalah kemampuan beton segar untuk mengalir.
Plastisitas menentukan kemudahan beton untuk dicetak. Jika dalam
suatu campuran beton dipakai agregat lebih banyak atau air yang
ditambahkan lebih sedikit, campuran akan menjadi kaku dan sulit
dicetak. Pengujian slump adalah suatu ukuran konsistensi beton. Untuk
suatu proporsi semen dan agregat tanpa admixture, semakin tinggi
slump, campuran semakin basah. Slump adalah ukuran kekentalan
adukan beton yang dinyatakan dalam mm dan ditentukan dengan
menggunakan kerucut Abram.Nilai Slump ditetapkan sesuai dengan
kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah
dituangkan, dipadatkan dan diratakan. Karena Perkerasan Berpori tidak
menggunakan agregat halus, maka nilai slump yang dihasilkan akan
38
sangat besar, sehingga nilai slump pada campuran Perkerasan Berpori
diabaikan.
E. Tanah
Tanah adalah lapisan yang menempati bagian atas kulit bumi
yang terdiri dari benda padat ( bahan anorganik dan organik ) serta air
dan udara tanah. Tanah telah dikenal sejak awal peradaban manusia
terutama setelah manusia menggunakan tanah untuk bercocok tanam
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengertian tentang tanah mulai lebih jelas setelah para ahli
fisika-kimia dan geologi memberi batasan (definisi) tentang tanah.
Beberapa definisi tentang tanah itu dapat kita baca di bawah ini.
Berzelius ( 1803) serang ahli kimia Swedia mendefiniksikan
tanah sebagai “laboratorium kimia alam dimana proses dekomposisi
dan reaksi sintesis kimia berlangsung secara terang. “Disini tampak
jelas bahwa tanah belum lagi dianggap sebagai alat prodksi pertanian
melainkan tempat berlangsungnya segala reaksi kimia yang terjadi di
alam.
Justus Von Liebig ( 1840 )dari Jerman menyebut tanah sebagai
tabung reaksi dimana seseorang dapat mengetahui jumlah dan jenis
hara tanaman. Tanah merupakan gudang persediaan mineral-mineral
yang bersifat statis.
Falluo ( 1871 ) ahli mineralogy Jerman memandang tanah tidak
39
hanya sebagai batu-batuan tetapi juga bagian dari petografi (petros =
batuan) pertanian.Tanah adalah produk hancuran iklim (weathering)
yang bercampur dengan bahan organik.
Davy ( 1913 ) dari Inggris mendefinisikan tanah sebagai
“laboratorium yang menyediakan unsur-unsur hara tanaman (nutriens).
Werner ( 1918 ) berpendapat bahwa tanah adalah lapisan hitam
tipis yang menutupi bahan padat kering terdiri atas bahan bumi berupa
partikel-patikel kecil yang mudah remah, sisa vegetasi dan hewan.
Di pihak lain, para ahli geologi Rusia seperti Dokuchaiev
menjadikan ilmu tanah sebagai ilmu pengetahuan alam murni yang
berdiri sendiri dengan nama pedologi. DOKUCHAIEV pada tahun 1870
mengatakan bahwa tanah adalh bentukan mineral dan organik di
permukaan bumi, sedikit banyak selalu diwarnai oleh humus, dan
secara tetap menyatakan dirinya sebagai kegiatan kombinasi bahan
organik seperti jasad, baik yang hidup maupun yang mati, bahan
induk, ikilim relief dan dalam waktu tertentu.
Joffe (1949) seorang pakar tanah Amerika Serikat
mendefinisikan tanah yaitu “Tanah adalah bangunan alam tersusun
atas horizon-horison yang terdiri atas bahan mineral dan organik,
biasanya tak-padu, mempunyai tebal yang berbeda-beda dan yang
berbeda pula dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal
morfologi, sifat dan susunan fisik, sifat dan susunan kimia, dan sifat-
sifat biologi”.
40
Bremmer (1958) memberikan definisi tanah: “Tanah adalah
bagian permukaan kulit bumi yang dijadikan oleh pelapukan kimia dan
fisik serta kegiatan berbagai tumbuhan dan hewan”.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Makassar
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan antar di awal tahun 2015 di
laboratorium teknik sipil Unismuh
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental model fisik
laboratorium, dimana kondisi penelitian ini didesain dan diatur
oleh peneliti dengan mengacu pada sumber-sumber rujukan
literature yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
2. Sumber Data
a. Sumber data penelitian ini diambil dari Data primer; yakni
data yang diperoleh dari hasil simulasi dan pengamatan
langsung dari model fisik dan sampel di laboratorium
Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.
42
b. Data sekunder; yakni data yang diperoleh dan instansi
terkait seperti data curah hujan untuk Wilayah Kota
Makassar dari Dinas PL) dan BMKG kota Makassar serta
data yang diperoleh dari literature dan hasil penelitian yang
sudah ada, baik penelitian laboratorium maupun penelitian
langsung di lapangan yang terkait dengan penelitian ini.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan-bahan dan material yang digunakan dalam penelitian
ini adalah
- Bahan-bahan untuk konstruksi rainfall simulator dan media
sampel, antara lain: akrilic tebal 5 mm, pipa paralon 3/4 inc.
besi hollow 3/5, manometer pengukur tekanan, pompa air,
stavolt/stabilizer, tangki penampungan,
- Tanah, adalah jenis tanah yang sering digunakan bahan
timbunan pada areal pembangunan
- Ember penampungan d. Bahan-bahan penunjang lainnya
seperti; lem pipa, isolasi, baut/sekrup, mur
2. Alat
- Satu set alat media penelitian yang terdiri atas alat untuk
mensimulasi hujan (rainfall simulator) dan media
pengamatan infiltrasi
43
- Pompa air untuk sirkulasi air selama proses pengamatan
penelitian
- Stabilizer untuk menstabilkan fluktuasi tegangan dari
sumber arus listrik
- Manometer tekanan untuk mengontrol keadaan tinggi
tekanan tetap
- Stopwatch untuk mengukur durasi huj'an dan infiltrasi.
- Gelas ukur untuk mengukur volume infiltrasi. dan limpasan
- Mistar ukur berskala, meter roll/lipat untuk
kebutuhan pengukuran
- Alat tulis dan tabel isian data dari hasil pengamatan.
Kamera digital untuk dokumentasi dan perekaman proses
pengambilan
- Komputer. printer dan scanner untuk pengimputan data k.
Alat-alat pertukangan seperti; gergaji, obeng, tang, kunci
pas, kunci pipa. dsb.
D. Veriabel Yang Diteliti
a. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka pengujian dilakukan
dengan model fisik laboratorium dengan kajian infiltrasi, aliran
permukaan dan koefisien pengaliran.
b. Model fisik ini dimaksudkan untuk mengamati dan mengetahui
pengaruh perkerasan berpori terhadap kapasitas infiltrasi
44
pada permukaan tanah tibunan akibat dengan variasi
intensitas curah hujan (I) dan durasi waktu (t).
E. Prosedur Penelitian
1. Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan dilakukan untuk mengantisipasi segala
keadaan yang berkaitan dengan prosedur penelitian, seperti;
(1) pembersihan, (2) pengecekan dan pengukuran alat dan
benda uji, (3) persiapan perangkat dan instrument yang
dibutuhkan, dan (4) persiapan person pengamat serta
persatuan persepsi dalam melakukan tindakan pengujian,
pengamatan dan pencatatan.
2. Tahapan running test
a. Running test ke-1; yakni pengukuran intensitas curah
hujan buatan Pengukuran ini dilakukan untuk memperoleh
intensitas curah hujan yang dikehendaki. Pengukuran ini
dilakukan dengan cara coba-coba yaitu dengan mengubah
tinggi muka air dalam bak penampungan yang dapat
memberikan tekanan yang berbeda-beda sehingga
menghasilkan variasi intensitas curah hujan bervariasi
sesuai dengan intensitas curah hujan rencana yang sudah
dihitung sebelumnya.
45
b. Running test ke-2; yakni pengukuran infiltrasi .pada tanah
tanpa perkerasan Untuk variasi tanah diambil tanah yang
biasa digunakan sebagai bahan timbunan pada areal
kampus, sampel tersebut kemudian dlmasukkan ke dalam
bak pengujian yang berukuran 100 cm x 100 cm x 50 cm
dimana terdapat sekat di dalamnya untuk memisahkan
volume limpahan dan volume resapan. Tinggi tanah dalam
bak uji adalah 25 cm. Sampel tersebut dilindungi dari air
yang jatuh dari bak sebelum dicapai keadaan muka air
konstan di dalam bak penampungan air. Setelah air dalam
bak penampungan konstan dengan ketinggian yang sesuai
dengan intensitas hujan yang diinginkan. Pelindung
sampel dibuka dan secara bersamaan menekan tombol on
pada stopwatch. Tiap selang waktu 5 menit limpasan dan
resapan yang terjadi dicatat dengan cara menampung air
buangan melalui pipa pembuang. Masing-masing buangan
baik limpasan maupun resapan ditampung dalam wadah
ukur kemudian volume air dicatat dalam tabel
pengamatan.
c. Running test ke-3; yakni pengukuran infiltrasi pada tanah
dengan perkerasan berpori. Prosedur ini dilakukan dengan
tahapan seperti pada running test 2 dengan
46
menambahkan lapisan perkerasan pada permukaan
sampel tanah.
F. Data Pengamatan
Pengambilan data pengamatan sangat diperlukan dimana
akan digunakan sebagai parameter analisa, oleh karena itu
pencatatan data tersebut dilakukan pada setiap kondisi yang
terkait langsung dengan tujuan penelitian. dan juga data yang
memungkinkan adanya informasi dalam perjalanan penelitian.
Adapun data yang diambil dalam pengujan ini adalah:
1. Pada running test ke-1, data yang dicatat adalah:
a. Ketinggian air dalam bak penampungan, H (cm)
b. Luas container, A (cm2)
c. Volume container, V (ml)
d. Waktu, t (menit)
e. Intensitas curah hujan (I)
f. Tekanan air pada manometer (sebagai pengontrol)
2. Pada running test ke-2 dan ke-3, data yang dicatat adalah:
a. Waktu yang terkait dengan durasi hujan. t (menit)
sekaligus untuk kecepatan aliran Vxy (m/det)
b. Volume limpasan, V (ml)
c. Volume resapan, V (ml)
47
G. Analisa Data
Dari data pengamatan hasil uji laboratorium diolah menjadi
bahan analisa hasil kajian sesuai dengan tujuan penelitian. Data
yang diolah menjadi bahan analisa adalah data Intensitas curah
hujan rencana (I), waktu durasi hujan dan rembesan, t (menit).
serta volume rembesan dan limpasan, V (ml) atau (liter).
H. Model Fisik Penelitian
Model fisik penelitian didesain oleh peneliti berdasarkan
kajian-kajian literatur dari hasil-hasil penelitian tentang
penggunaan rainfall simulator untuk berbagai penelitian.
Deskripsi tentang model fisik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tinggi total alat 255 cm
2. Lebar bruto 120 cm
3. Panjang bruto 240 cm
4. Kapasitas tangki 1000 L
5. Ukuran bak simulasi hujan 100 x 100 x 30 cm
6. Ukuran bak media sampel 100 x 100 x 25 cm
7. Ukuran sampel tanah biasa 100 x 100 x 25 cm
8. Ukuran sampel tanah + perkerasan berpori 100 x 100 x 27 cm
48
I. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar. 3.1. bagan kerangka kerja penelitan
Perhitingan intensitascurah hujan
Pentetuan lokasipengambilan sampel
tanah
Persiapan penelitian
Desain rainfallsimulator
Simulasi intensitashujan
Simulasi ranfallsimulator
Perhtingan intensitascurah hujan
Running inviltrasi Tanah tanpa lapisan
perkerasan Tanah dengan
perkerasan berpori
Pengamatan /pengambilan dataInfiltrasi
Perhitungan laju infiltrasi
Hasil dan pembahasan
Uji karateristik tanah
Uji infiltrasi tanah
Pembuatansampel perkerasan
berpori
MULAI
SELESAI
49
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium tentang hubungan resapan
dengan variasi intensitas curah hujan, kepadatan dan kemiringan tanah
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hubungan antara resapan dengan variasi intensitas adalah
berbanding lurus, dimana resapan akan meningkat jika intensitas
yang diberikan juga meningkat.
2. Hubungan antara resapan dengan variasi kepadatan adalah
berbanding terbalik, Resapan akan meningkat jika tingkat
kepadatannya rendah.
B. SARAN
Dalam penelitian ini, pengaruh intensitas hujan, kepadatan tanah
merupakan variasi yang ditinjau, untuk penelitian berikutnya
disarankan dilanjutkan dengan meninjau pengaruh suhu, kecepatan
angin, kondisi permukaan tanah dengan vegetasi, beban timbunan,
basement dan permukaan dengan menggunakan balok beton