1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal (gelombang longitudinal) dan merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, maupun gas. Bunyi merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi secara teoritis suara murni dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam decibel (dB). Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz (Sahrul, 1997). Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep- 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005). Perkembangan teknologi yang semakin maju memberikan dampak bagi kehidupan manusia di dunia, termasuk juga di Indonesia. Seiring perkembangan tersebut, salah satu sektor kemajuan yang sangat pesat di Indonesia adalah sarana transportasi. Sarana transportasi memberikan kemudahan kepada manusia dalam menjalankan aktivitasnya, sehingga hampir setiap orang di Indonesia memiliki kendaraan pribadi, baik mobil atau motor. Hal tersebut dapat memberikan dampak yang negatif jika tidak diimbangi dengan adanya upaya pengendalian, karena semakin meningkatnya jumlah kendaraan di Indonesia, menyebabkan kebisingan jalan raya semakin meningkat yang berakibat terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia. Pengukuran tingkat kebisingan jalan raya di tempat-tempat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau
kompresi mekanikal (gelombang longitudinal) dan merambat melalui medium.
Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, maupun gas. Bunyi
merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi secara teoritis suara murni dapat
dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz)
dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam decibel (dB).
Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20
Hz sampai 20 kHz (Sahrul, 1997).
Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan menyebutkan bahwa
kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia
dan kenyamanan lingkungan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi,
yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran
yang sampai di telinga setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya
arus energi yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas
bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik
yang berbeda (Mulia, 2005).
Perkembangan teknologi yang semakin maju memberikan dampak bagi
kehidupan manusia di dunia, termasuk juga di Indonesia. Seiring perkembangan
tersebut, salah satu sektor kemajuan yang sangat pesat di Indonesia adalah sarana
transportasi. Sarana transportasi memberikan kemudahan kepada manusia dalam
menjalankan aktivitasnya, sehingga hampir setiap orang di Indonesia memiliki
kendaraan pribadi, baik mobil atau motor. Hal tersebut dapat memberikan dampak
yang negatif jika tidak diimbangi dengan adanya upaya pengendalian, karena
semakin meningkatnya jumlah kendaraan di Indonesia, menyebabkan kebisingan
jalan raya semakin meningkat yang berakibat terganggunya kenyamanan dan
kesehatan manusia. Pengukuran tingkat kebisingan jalan raya di tempat-tempat
2
umum seperti tempat pendidikan, tempat ibadah, layanan kesehatan publik, dan
pusat perdagangan jasa sangat diperlukan agar tingkat kebisingan jalan raya pada
tempat tersebut dapat dikontrol sehingga tidak mengganggu kesehatan dan
kenyamanan masyarakat.
Masalah kebisingan akibat lalu lintas yang padat di daerah perkotaan bukan
merupakan masalah baru, sehingga sulit untuk mendapatkan lokasi yang tenang
agar segala aktivitas dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996, tempat pendidikan,
tempat ibadah, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan memiliki ambang batas
tingkat kebisingan tertentu. Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan
pengukuran tingkat kebisingan jalan raya guna mengetahui apakah tingkat
kebisingan yang terjadi masih dapat ditolerir atau sudah melampaui ambang batas.
Nilai kebisingan yang sudah melampaui ambang batas, perlu dilakukan suatu
usaha yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari kebisingan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan nilai Traffic Noise Index (TNI) di jalan raya depan
SMPN 45 Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah dan Masjid Al-
mukkarom Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG)
Universitas Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan Arief
Rahman Hakim No.155 Surabaya?
2. Apa faktor yang mempengaruhi nilai kebisingan di jalan raya depan SMPN 45
Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah dan Masjid Al-mukkarom
Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas
Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan Arief Rahman Hakim
No.155 Surabaya?
3. Bagaimana upaya mengatasi tingkat kebisingan di jalan raya depan SMPN 45
Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah dan Masjid Al-mukkarom
Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas
Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan Arief Rahman Hakim
No.155 Surabaya?
3
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengetahui perbandingan nilai Traffic Noise Index (TNI) di jalan raya depan
SMPN 45 Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah dan Masjid Al-
mukkarom Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG)
Universitas Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan Arief
Rahman Hakim No.155 Surabaya.
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi nilai kebisingan di jalan raya
depan SMPN 45 Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah dan
Masjid Al-mukkarom Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi
(FKG) Universitas Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan
Arief Rahman Hakim No.155 Surabaya.
3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi tingkat kebisingan di
jalan raya depan SMPN 45 Surabaya, Lembaga Pendidikan Hidayatul Ummah
dan Masjid Al-mukkarom Mulyorejo, Halte depan Fakultas Kedokteran Gigi
(FKG) Universitas Airlangga, dan jalan raya depan supermarket Giant Jalan
Arief Rahman Hakim No.155 Surabaya.
4
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunyi
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga dan
kompresi mekanikal, atau gelombang longitudinal yang merambat melalui
medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, dan gas.
Secara teoritis, bunyi dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi
yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude dalam desibel (dB). Batas frekuensi
bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia sekitar 20 Hz sampai 20 kHz
pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responnya (Sahrul,
1997).
Terdapat dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu:
1. Frekuensi Bunyi
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hz, yaitu
jumlah dari frekuensi bunyi yang sampai ditelinga manusia setiap detiknya.
Telinga manusia mampu mendengar frekuensi 16 – 20.000 Hz, sedangkan
sensitivitas terhadap frekuensi-frekuensi tersebut berbeda-beda (Suma’mur,
1996).
2. Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi adalah arus energi persatuan luas yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB), dengan membandingkannya terhadap kekuatan dasar 0,0002
dyne/cm2, yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat
didengar oleh telinga normal (Suma’mur, 1988).
2.2 Kebisingan
2.2.1 Pengertian Kebisigan
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB). Menurut Suma’mur (1996), bunyi bisa menjadi kebisingan
ketika bunyi tersebut menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti
gangguan percakapan, gangguan tidur, dan lain-lain. Menurut keputusan Menteri
6
Negara Lingkungan Hidup No: Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan
dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa kebisingan terjadi bila ada bunyi
di lingkungan. Terdapat 2 hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi
dan intensitas. Pada hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di
telinga setiap detiknya, sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi
yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas bunyi
menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang
berbeda (Mulia, 2005).
Kebisingan lalu lintas menjadi sumber dominan dari kebisingan lingkungan
di perkotaan. Banyak orang yang terpengaruh oleh kebisingan lalu lintas di rumah
mereka. Sumber kebisingan yang terkait dengan transportasi berasal dari mobil
penumpang, sepeda motor, bus, dan kendaraan berat. Setiap kendaraan
menghasilkan kebisingan, namun sumber dan besarnya dari kebisingan dapat
sangat bervariasi tergantung jenis kendaraan. Sebuah studi oleh Yamaguchi dkk
(1994) menyimpulkan fluktuasi kebisingan yang acak disebabkan oleh perubahan
periodik arus lalu lintas. Kebisingan lalu lintas menggangu kegiatan dasar
masyarakat seperti tidur, istirahat, belajar, dan berkomunikasi. Pada umumnya
masalah yang terkait dengan kebisingan adalah gangguan komunikasi dan
gangguan tidur (Griefhan dkk, 2000).
Kebisingan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan masalah-masalah
mental dan kesehatan fisik. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang- orang
yang tinggal di dekat jalan-jalan dan lalu lintas yang sibuk atau dekat dengan
bandara, menghabiskan waktu lebih sedikit di halaman mereka, dan memiliki
jumlah tamu lebih sedikit dari orang-orang yang tinggal di daerah lebih tenang
(Bluhm, 2004).
2.2.2 Sumber – sumber Kebisingan
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap
mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak
bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri,
7
perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan
kegiatan rumah tangga.
Dilihat dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan sebagainya.
b. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan
lainnya.
Berdasarkan bentuk sumber suara yang dikeluarkannya ada dua:
a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya
sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.
b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang
timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
a. Bising interior
Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau
mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat
musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung
tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci piring, dan lain-
lain.
b. Bising eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun
udara, dan alat-alat konstruksi.
Di Industri, sumber kebisingan dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam,
yaitu:
a. Mesin, kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas mesin.
b. Vibrasi, kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan
akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin yang
terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan, kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan
udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa
penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain
(Sahrul, 1997).
8
2.2.3 Pengendalian Kebisingan
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam rangka pengendalian
kebisingan lalu lintas (Hobbs, 1979):
1. Desain jalan dan lokasi
a. Lokasi jalan
Jalan dibangun pada lokasi yang jauh dari daerah sensitif dengan harapan
dapat mengurangi tingkat kebisingan dan membawa suasana daerah sekitarnya
terbebas oleh polusi udara.
b. Peredam kebisingan
Pembuatan dan penempatan berbatasan dengan jalan akan sangat efektif
untuk mengurangi kebisingan. Tanaman memberikan pengurangan tidak lebih dari
5 dB.
c. Membuat terowongan
Suara yang dikeluarkan atau ditimbulkan kendaraan akan diredam oleh
dinding-dinding terowongan sehingga dapat mengurangi kebisingan.
d. Elevasi
Jalan yang dibangun ditempat yang lebih tinggi ataupun ditempat yang lebih
rendah dari sumber kebisingan dapat mengurangi tingkat kebisingan yang
diterima oleh receiver.
e. Klakson
Menurut keputusan menteri perhubungan No. KM 8 Tahun 1989 pasal 7
disebutkan adalah sebagai berikut:
1. Tingkat suara klakson kendaraan bermotor ditentukan serendah-rendahnya 90
dB dan setinggi-tingginya 118 dB.
2. Ketentuan sebagai mana diatur dalam ayat 1 diukur pada tempat yang tidak
memantulkan suara pada jarak yang serendah-rendahnya 2 meter di depan
kendaraan.
9
f. Gradien
Tanjakan sebesar 5% dapat meningkatkan kebisingan (khusus yang
ditimbulkan oleh truk) sebesar 3 dB, dan tanjakan sebesar 7% (curam) dapat
meningkatkan kebisingan sebesar 5 dB.
g. Desain perkerasan
Penggunaan agregat halus pada campuran perkerasan dapat mengurangi
kebisingan sebesar 5 – 10 dB.
2. Perencanaan penggunaan lahan
a. Lebar jalan
Jalan sempit didepan sebuah gedung dapat meneruskan dan memperkuat
kebisingan.
b. Konstruksi gedung
Jendela merupakan mata rantai terlemah dalam penyaluran kebisingan.
Material kaca dapat menyebabkan pengurangan kebisingan.
c. Jarak dari jalan
Kebisingan akan berkurang sekitar 4,5 dB untuk setiap penggandaan jarak
antara sumber dan penerima.
d. Orientasi gedung dan rancangannya
Gedung dapat didesain untuk memperkecil kebisingan dengan
mengorientasikan menjadi lebih terbuka (misal memperbanyak jendela dan pintu)
pada sisi luar yang jauh dari sumber kebisingan dan menempatkan bagian yang
sensitif (ruang tamu, tempat tidur) jauh dari sumber kebisingan, serta penataan
tata bangunan sangat mendukung untuk mengurangi kebisingan, menjadikan
faktor pengendalian pertumbuhan bangunan dalam penataan bangunan pada
masing-masing ruas jalan yang ada dipertimbangkan berdasarkan fungsi jalan
yang ada, yaitu:
1. Jalan arteri : 32 m
2. Jalan arteri sekunder : 29 m
3. Jalan kolektor sekunder : 23 m
4. Jalan lokal sekunder : 17 m
10
3. Mengurangi kebisingan dari sumbernya yaitu kendaraan
Hal ini mudah dicapai dengan peningkatan desain kendaraan agar lebih
halus suaranya dan peningkatan sistem perawatan, yaitu:
a. Badan kendaraan bermotor
Pada saat kendaraan bergerak, kemungkinan besar akan terjadi getaran-
getaran dan gesekan-gesekan atas komponen-komponen kendaraan yang
menimbulkan suara. Keras dan lemahnya suara ini tergantung pada jenis, usia, dan
perawatan kendaraan. Pada kecepatan tinggi, gesekan antara ban kendaraan
dengan permukaan jalan dan badan kendaraan dengan udara dapat menimbulkan
kebisingan. Suara ini akan semakin keras seiring dengan bertambahnya kecepatan
kendaraan.
b. Motor atau mesin
Alat penggerak kendaraan bermotor yang ada pada saat ini menggunakan
motor bakar. Pengoperasian motor bakar akan menimbulkan suara karena adanya
gesekan bagian-bagian yang bergerak dan bergetar, meskipun sudah
diantisipasi dengan pelumasan, keras atau lemahnya suara tergantung
pada umur dan perawatan kendaraan. Kendaraan yang berbahan bakar
bensin umumnya menimbulkan suara yang lebih halus daripada yang
menggunakan bahan bakar solar.
c. Klakson
Menurut keputusan menteri perhubungan No. KM 8 Tahun 1989 pasal 7
disebutkan adalah sebagai berikut:
1. Tingkat suara klakson kendaraan bermotor ditentukan serendah- rendahnya 90
dB dan setinggi-tingginya 118 dB.
2. Ketentuan sebagai mana diatur dalam ayat 1 diukur pada tempat yang tidak
memantulkan suara pada jarak yang serendah-rendahnya 2 meter didepan
kendaraan.
d. Knalpot
Terjadinya pembakaran bahan bakar dengan udara dapat terjadi dengan
sempurna, apabila campuran bahan bakar dan udara ditekan oleh torak pada ruang
silinder mesin pada tekanan yang tinggi. Biasanya, sisa hasil pembakaran yang
11
dibuang masih mempunyai tekanan yang cukup tinggi dan berpotensi untuk
menimbulkan kebisingan.
4. Pengoperasian lalu lintas
a. Kecepatan
Kendaraan yang berasal dari mobil ( tidak termasuk truk ) akan berkurang
sejalan dengan berkurangnya kecepatan. Setiap pengurangan kecepatan sampai
setengahnya dapat mengurangi kebisingan sebesar 9 dB. Oleh karena itu
kebisingan dapat dikurangi dengan adanya pembatasan kecepatan.
b. Pengaturan rute
Lalu lintas harus diarahkan agar menjauh dari daerah-daerah pemukiman
padat penduduk, khususnya untuk kendaraan-kendaraan barang dan bus- bus
besar.
c. Arus lalu lintas lancar
Pada saat lalu lintas tidak mengalami hambatan atau kemacetan, dapat
mengurangi tingkat kebisingan lalu lintas.
d. Kepadatan lalu lintas
Kebisingan dapat dikurangi dengan mengurangi kepadatan lalu lintas karena
setiap pengurangan kepadatan sampai setengahnya dapat mengurangi kebisingan
sebesar 3 dB.
5. Pembatasan kebisingan
Selain cara-cara diatas kebisingan dapat ditanggulangi dengan beberapa
model penanggulangan kebisingan yang merupakan hasil rujukan dari hasil
penelitian negara-negara maju, baik Eropa, Amerika, dan juga Asia yang antara
lain dapat berupa:
a. Peredam bising
b. Tanggul tanah
c. Zona penyangga
2.2.4 Jenis-Jenis Kebisingan
Berdasarkan atas sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi
menjadi lima, yaitu (Buchari, 2007):
a. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, yaitu bising yang
relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-
12
turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.
b. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit, yaitu bising
yang juga relatif tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai frekuensi tertentu saja
(pada frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji serkuler dan katup
gas.
c. Bising terputus-putus (intermitten), yaitu bising yang tidak terjadi secara terus
menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya suara lalu lintas dan
kebisingan di lapangan terbang.
d. Bising implusif, yaitu bising yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi
40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya.
Misalnya tembakan, suara ledakan mercon, dan meriam.
e. Bising implusif berulang, sama dengan bising implusif, hanya saja terjadi
secara berulang-ulang, misalnya mesin tempa.
Berdasarkan atas pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu (Soeripto, 2008):
a. Bising yang mengganggu (irritating noise), yaitu bising yang intensitasnya
tidak keras. Misalnya orang yang mendengkur.
b. Bising yang menutupi (masking noise), yaitu bunyi yang menutupi
pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan
kesehatan dan keselamatan kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya
tenggelam dalam kebisingan dari sumber lain.
c. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), yaitu bunyi yang
intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), bunyi jenis ini akan
merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
2.2.5 Alat Pengukuran Kebisingan
Sound level meter adalah alat untuk mengukur intensitas kebisingan. Alat ini
digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan antara 30-130 dB dan dari
frekuensi 20 Hz-20.000 Hz. Secara umum cara pengukuran Sound level meter
adalah sebagai berikut:
1. Waktu mengukur, sound level meter diletakkan setinggi telinga.
2. Arahkan mikrophon kearah rambatan gelombang suara dengan membentuk
sudut 70°.
13
3. Lakukan pengukuran dimana tenaga kerja menghabiskan waktu kerjanya.
Apabila didalam pengambilan sampling terdapat beberapa hasil pengukuran
(intensitas suara), maka untuk mendapatkan nilai rata-rata dapat dilakukan dengan
penambahan atau pengurangan (David dkk, 1978).
2.2.6 Baku Mutu Tingkat Kebisingan
Baku mutu tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga
tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Baku mutu tingkat kebisingan dirumuskan berdasarkan keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/11/1996. Berikut baku mutu tingkat
kebisingan:
Tabel 2.2 Baku Mutu Tingkat Kebisingan (Anonimb, 1996)
Peruntukan Kawasan/Lingkungan
Kegiatan
Tingkat kebisingan (dB)
a. Peruntukan kawasan
1. Perumahan dan pemukiman
2. Perdagangan dan jasa
3. Perkantoran
4. Taman (ruang terbuka hijau)
5. Industri
6. Kantor pemerintahan
7. Tempat rekreasi
8. Khusus:
- Bandar Udara
- Stasiun Kereta Api
- Pelabuhan Laut
- Cagar Budaya
b. Lingkungan Kegiatan
1. Rumah sakit atau sejenisnya
2. Sekolah atau sejenisnya
3. Tempat ibadah atau sejenisnya
55
70
65
50
70
60
70
70
70
70
60
55
55
55
2.3 Kelembapan
Kelembapan merupakan salah satu faktor lingkungan abiotik yang
berpengaruh terhadap aktivitas organisme di alam. Kelembapan merupakan
jumlah uap air di udara, sedangkan kelembapan mutlak adalah sejumlah uap air
dalam udara yang dinyatakan sebagai berat air per satuan udara (misalnya gram
per kilogram udara). Jumlah uap air yang tersimpan di udara (pada kejenuhan)
14
dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan, sehingga kelembapan nisbi adalah
persentase uap air yang sebenarnya ada dibandingkan dengan kejenuhan dibawah
temperatur dan tekanan tertentu. Kelembapan merupakan salah satu faktor
ekologis yang mempengaruhi aktivitas organisme seperti penyebaran, keragaman
harian, keragaman vertikal dan horizontal (Umar, 2013).
2.4 Kecepatan Angin
Menurut ilmu klimatologi, angin diamati dalam kecepatan dan arahnya.
Kecepatan angin adalah jarak tempuh massa udara yang bergerak dalam waktu
tertentu dan satuannya adalah jarak per waktu seperti meter (m) per detik,
kilometer (km) per jam, sedangkan arah angin merupakan arah datangnya angin
(Syamsu, 2008).
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu
udara pada suatu daerah atau wilayah. Daerah yang menerima energi panas
matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan
udara yang cenderung lebih rendah, sehingga akan terjadi perbedaan suhu dan
tekanan udara antara daerah yang menerima energi panas lebih besar dengan
daerah lain yang lebih sedikit menerima energi panas yang mengakibatkan
terjadinya aliran udara pada daerah tersebut (Lakitan, 2002).
2.5 Traffic Noise Index
Traffic noise index mengungkapkan tingkat gangguan kebisingan terhadap
masyarakat atau manusia seringkali dipakai index gangguan kebisingan, misalnya
Equivalent Noise Level, Noise Pollution Level, dan Traffic Noise Index.