Top Banner
UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA EKSTRAK HERBAL TERHADAP PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora maydis) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) Oleh RENY TEJA FEBRIYANI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2020
61

UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

Mar 11, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA EKSTRAK HERBAL TERHADAP PENYAKIT BULAI

(Peronosclerospora maydis) PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh RENY TEJA FEBRIYANI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

MALANG 2020

Page 2: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA EKSTRAK

HERBAL TERHADAP PENYAKIT BULAI (Perenosclerospora maydis)

PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

RENY TEJA FEBRIYANI 155040201111093

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

MALANG

2020

Page 3: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Malang, 30 Desember 2019

Reny Teja Febriyani

Page 4: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Uji Efektivitas Trichoderma spp. Dengan Beberapa Ekstrak Herbal Terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Nama Mahasiswa : Reny Teja Febriyani

NIM : 155040201111093

Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui

Tanggal Persetujuan :

Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS. NIP. 19550522 198103 1 006

Pembimbing Pendamping II,

Antok Wahyu Sektiono, SP., MP. NIP. 201304841014 1 001

Mengetahui

Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan

Luqman Qurata Aini, SP., M.Si., Ph.D. NIP. 19720919 199802 1 001

Page 5: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan

MAJELIS PENGUJI

Tanggal Lulus :

Penguji I

Hoerussalam, S.P., M.Sc. NIK. 20600517

Penguji II

Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS. NIP. 19550522 198103 1 006

Penguji III

Antok Wahyu Sektiono, S.P., MP. NIP. 201304841014 1 001

Penguji IV

Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS. NIP. 19590705 198601 1 003

Page 6: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

RINGKASAN

RENY TEJA FEBRIYANI. 155040201111093. Uji Efektivitas Trichoderma spp. dengan Beberapa Ekstrak Herbal Terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Pada Tanaman Jagung (Zea mays L.) Di bawah bimbingan Syamsuddin Djauhari sebagai Pembimbing Utama dan Antok Wahyu Sektiono sebagai Pembimbing Pendamping. Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di Indonesia dan sebagai bahan pangan yang mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin. Sebagian masyarakat memanfaatkan jagung untuk makanan pokok sehari-hari karena mengandung karbohidrat dan dapat menggantikan beras. Sehingga kebutuhan dan permintaan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat. Namun, di Indonesia terjadi fluktuasi produksi jagung yang dapat disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) salah satunya yaitu penyakit Bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) berpengaruh terhadap produksi jagung dan dapat menurunkan hasil hingga 90% (Semangun, 2004). Pengendalian yang sering digunakan yaitu menggunakan pestisida berbahan kimia yang dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Maka dari itu perlunya dilakukan penelitian ini untuk mengendalikan penyakit bulai dengan menggunakan kombinasi antara penggunaan agen hayati yaitu cendawan Trichoderma spp. dan fungisida nabati yang berasal dari tumbuhan seperti seraiwangi, sirih, dan kunyit yang dapat digunakan sebagai alternatif dari penggunaan pestisida sintetis atau bahan kimia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2019 di PT. BISI International, Tbk Kediri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 11 perlakuan yang terdiri dari perlakuan kontrol (P0), fungsidia sintetik (P1), Trichoderma asperellum + ekstrak seraiwangi (P2), T. asperellum + ekstrak kunyit (P3), T. asperellum + ekstrak sirih (P4), T. koningii + ekstrak seraiwangi (P5), T. koningii + ekstrak kunyit (P6), T. koningii + ekstrak sirih (P7), T. harzianum + ekstrak seraiwangi (P8), T. harzianum + ekstrak kunyit (P9), T. harzianum + ekstrak sirih (P10). Parameter yang diamati meliputi Kejadian Penyakit dan Masa Inkubasi. Apabila hasil analisis data yang diperoleh berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 11 perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi antara jamur Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak herbal efektif dalam mengendalikan penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis karena kemampuan menghambatnya >50%. Terdapat kombinasi terbaik yang diperoleh yaitu pada kombinasi Trichoderma harzianum dengan ekstrak kunyit karena hasil persentase kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain yaitu sebanyak sebanyak 2% dan memiliki masa inkubasi yang lebih lama yaitu 16 hari setelah inokulasi (hsi). Sehingga perlakuan kombinasi tersebut mampu digunakan sebagai alternatif dalam penggunaan fungisida sintetis.

Page 7: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

SUMMARY

RENY TEJA FEBRIYANI. 155040201111093. Effectiveness of Trichoderma spp. with Several Herbal Extracts Against Downy Mildew (Peronosclerospora maydis) in Corn (Zea mays L.) Supervised by Syamsuddin Djauhari and Antok Wahyu Sektiono. Corn (Zea mays L.) is one of the main food plants in Indonesia and as a food ingredient that contains protein, fat, minerals, and vitamins. Some people use corn for daily staples because it contains carbohydrates and can replace rice. So that the demand for corn from year to year increase. However, in Indonesia there are fluctuations in corn production which can be caused by plant pests one of them is Downy Mildew caused by Peronosclerospora maydis. Downy Mildew (Peronosclerospora maydis) effect on corn production and can reduce yields of up to 90% (Semangun, 2004). Control that is often used is to use chemical pesticides that can have a negative impact on the environment and human health. Therefore this research is needed to control the downy mildew by using a combination of biological agents, namely the fungus Trichoderma spp. and vegetable fungicide derived from plants such as lemon grass, betel, and turmeric which can be used as an alternative to the use of synthetic pesticides or chemicals. This research was conducted in July to October 2019 at PT. BISI International, Tbk Kediri. The method used in this research is Randomized Block Design (RBD) with 11 treatments consisting of (P0) control, Dimetomorf (P1), Trichoderma asperellum + lemon grass extract (P2), T. asperellum + turmeric extract (P3), T. asperellum + betel extract (P4), T. koningii + lemon grass extract (P5), T. koningii + turmeric extract (P6), T. koningii + betel extract (P7), T. harzianum + lemon grass extract (P8), T. harzianum + turmeric extract (P9), T. harzianum + betel extract (P10). The parameters observed include the incidence of disease and incubation period. If the results of the analysis of the data obtained are significantly different, then tested further using advanced test Honestly Significant Difference (HSD) at 5% level. Based on the results obtained from 11 treatments showed that the combination treatment of Trichoderma spp. with each herbal extract effective in controlling downy mildew caused by the fungus Peronosclerospora maydis because of its ability to inhibit > 50%.. There is the best combination obtained in the combination of Trichoderma harzianum with turmeric extract due to the lower percentage of disease compared to other treatments, which is as much as 2% and has a longer incubation period that is 16 days after inoculation. So that the combination treatment can be used as an alternative to the use of synthetic fungicides.

Page 8: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas limpahan

rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang

berjudul “Uji Efektivitas Trichoderma spp. Dengan Beberapa Ekstrak Herbal

Terhadap Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) Pada Tanaman Jagung (Zea

mays L.) ”.Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan pada semua pihak

diantaranya:

1. Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS. selaku dosen pembimbing skripsi

utama, Bapak Antok Wahyu Sektiono, SP., MP. selaku pembimbing

pendamping dan Bapak Hoerussalam, S.P., M. Sc. selaku dosen

pembimbing lapang dengan kesabaran dan kebijaksanaannya telah

mengarahkan sehingga penelitian ini terselesaikan.

2. Orang tua penulis Bapak Ahmad Ishak dan Ibu Rety Sulistiyo dan keluarga

yang telah memberikan dukungan dan doa.

3. Bapak Luqman Qurata Aini, SP., MP., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Hama

dan Penyakit Tumbuhan, seluruh dosen, staff karyawan atas ilmu-ilmu

yang diberikan dan telah membimbing memberikan kritik maupun saran

selama penelitian.

4. Seluruh staff karyawan, asisten laboratorium, dan asisten lapang PT. BISI

International Tbk. Kediri yang turut membantu selama kegiatan penelitian

berlangsung.

5. Semua pihak dan teman-teman yang telah merelakan waktunya untuk

membantu menyelesaikan laporan skripsi.

Penulis berharap semoga penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

bermanfaat bagi semua pihak dalam mengatasi penyakit Bulai khususnya di

daerah-daerah endemik.

Malang, Desember 2019

Penulis

Page 9: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sampit, 30 Oktober 1996 sebagai anak pertama dari

dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Sukorejo 1 Kediri

pada tahun 2003-2009, pendidikan menengah pertama di SMPN 5 Kota Kediri

pada tahun 2009-2012, dan pendidikan menengah atas di SMA Katolik Santo

Augustinus Kediri pada tahun 2012-2015. Kemudian, penulis melanjutkan

pendidikan strata 1 (S1) di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya Malang melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNMPTN) pada tahun 2015.

Selama penulis menjadi mahasiswa pernah aktif dalam kegiatan organisasi

yaitu sebagai pengurus harian Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman

(HIMAPTA) pada tahun 2018. Penulis juga pernah aktif dalam kepanitiaan Pekan

Orientasi Terpadu Keprofesian (PROTEKSI) dan Ekspedisi HPT pada tahun

2018. Serta penulis melaksanakan kegiatan penelitian yang berlangsung selama 8

bulan mulai dari bulan Maret-Oktober 2019 di PT. BISI International Tbk. Kediri.

Page 10: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .......................................................................................................... I

SUMMARY ............................................................................................................ II

KATA PENGANTAR .......................................................................................... III

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... IV

DAFTAR TABEL ................................................................................................ VII

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... VIII

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... IX

I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2

1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3

1.4 Hipotesis ....................................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

2.1 Tanaman Jagung........................................................................................... 4

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jagung ..................................................................... 4

2.1.2 Morfologi Tanaman Jagung ...................................................................... 4

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung .............................................................. 5

2.2 Penyakit Bulai Jagung .................................................................................. 5

2.3 Jamur Trichoderma spp. .............................................................................. 8

2.3.1 Trichoderma asperellum ......................................................................... 11

2.3.2 Trichoderma koningii .............................................................................. 11

2.3.3 Trichoderma harzianum .......................................................................... 12

2.4 Pestisida Nabati Ekstrak Herbal ................................................................. 12

2.4.1 Seraiwangi (Cymbopogon nardus L.) ..................................................... 13

2.4.2 Kunyit (Curcuma longa L.)..................................................................... 13

2.4.3 Sirih (Piper betle L.) ............................................................................... 14

III. METODE PELAKSANAAN.......................................................................... 17

3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 17

3.2 Kerangka Operasional ................................................................................ 18

3.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................ 19

Page 11: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

3.4 Alat dan Bahan ............................................................................................ 19

3.5 Metode Penelitian........................................................................................ 19

3.6 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................ 20

3.6.1 Uji Kompatibel ......................................................................................... 20

3.6.2 Menyiapkan Perbanyakan Trichoderma Formula Cair ............................ 20

3.6.3 Menyiapkan ekstrak herbal ...................................................................... 21

3.6.4 Menyiapkan Suspensi Konidia Peronosclerospora maydis ..................... 21

3.6.5 Menyiapkan Lahan Uji ............................................................................. 21

3.7 Analisis Data ............................................................................................... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 24

4.1 Hasil dan Pembahasan................................................................................. 24

4.1.1 Gejala Penyakit Bulai ............................................................................... 25

4.1.2 Efektivitas Kombinasi Trichoderma spp. Dengan Ekstrak Herbal .......... 26

4.1.3 Masa Inkubasi Penyakit ........................................................................... 30

V. KESIMPULAN ................................................................................................ 34

VI.SARAN.............................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 41

Page 12: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Kategori ketahanan terhadap serangan penyakit bulai berdasarkan persentase

serangannya ............................................................................................................. 7

2. Rata-Rata Diameter Koloni Trichoderma spp. pada beberapa ekstrak herbal 3

hsi .......................................................................................................................... 24

3. Hasil Pengamatan Kejadian Penyakit Bulai (%) ............................................... 27

4. Hasil Pengamatan Masa Inkubasi Penyakit Bulai ............................................. 31

Page 13: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Morfologi Tanaman Jagung ............................................................................... 5

2. Penyakit Bulai Pada Jagung ............................................................................... 8

3. Morfologi konidia dan Konidiofor Peronosclerospora. .................................... 8

4. Morfologi Trichoderma asperellum ................................................................. 11

5. Trichoderma koningii. ...................................................................................... 12

6. Trichoderma harzianum ................................................................................... 12

7. Denah Percobaan .............................................................................................. 22

8. Gejala Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung .................................................. 26

Page 14: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil Uji Sinergisme Trichoderma spp. Dengan Ekstrak Herbal .................... 41

2. Tabel Hasil Analisis Uji Sinergisme 2 Hari Setelah Inokulasi (hsi) ................ 43

3. Tabel Hasil Analisis Kejadian Penyakit Bulai ................................................. 43

4. Kegiatan Budidaya Di Lahan ........................................................................... 44

5. Perbanyakan Trichoderma spp. ........................................................................ 45

6. Dokumentasi Tanaman Jagung di Lahan ......................................................... 46

Page 15: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama di

Indonesia dan sebagai bahan pangan yang mengandung protein, lemak, mineral,

dan vitamin. Selain itu jagung juga digunakan sebagai pakan ternak dan bahan

dasar seperti industri minyak jagung dan gula jagung (Dewan Jagung Nasional,

2011). Sebagian masyarakat memanfaatkan jagung untuk makanan pokok sehari-

hari karena mengandung karbohidrat dan dapat menggantikan beras. Sehingga

kebutuhan dan permintaan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat.

Menurut Badan Pusat Statistika (2016), bahwa produksi jagung di Indonesia

mulai tahun 2010 sampai 2015 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 produksi

jagung 18.327.636 ton, tahun 2011 produksi jagung mengalami penurunan,

sehingga produksinya sebanyak 17.643.250 ton, tahun 2012 mengalami

peningkatan dengan jumlah produksi jagung 19.387.022 ton, tahun 2013

mengalami penurunan, sehingga jumlah produksi jagung 18.511.853 ton.

Sedangkan tahun 2014 dan 2015 produksi jagung mengalami peningkatan

mencapai 19.008.426 ton dan 19.612.435 ton. Terjadinya fluktuasi produksi

jagung tersebut dapat disebabkan oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

salah satunya yaitu penyakit Bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora

maydis. Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) berpengaruh terhadap

produksi jagung dan dapat menurunkan hasil hingga 90% (Semangun, 2004).

Beberapa daerah di Indonesia yang menjadi sentra produksi jagung nasional

menunjukkan bahwa penyakit bulai sudah menjadi endemik, sehingga dapat

mengancam pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Salah satu daerah yang

terjadi kasus bulai yaitu di Kabupaten Kediri, Kecamatan Langenharjo, Desa

Plemahan dengan intensitas serangan penyakit bulai mencapai 95%

(Burhanuddin, 2010). Namun, pengendalian yang dilakukan untuk menangani

penyakit tersebut masih sering menggunakan pestisida sintetis yang dapat

berdampak buruk bagi lingkungan juga kesehatan manusia. Akumulasi pestisida

yang terlalu tinggi dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,

konsumen, berkurangnya mikroorganisme tanah, dan kerentanan tanaman

(Miftakhun, 2017). Seperti penggunaan pestisida sintetis yang sampai saat ini

Page 16: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

2

digunakan yaitu fungisida berbahan aktif metalaksil secara terus menerus dalam

jangka waktu yang lama telah memicu terjadi resistensi pada P. maydis

(Burhanuddin, 2009). Resistensi patogen terhadap fungisida menunjukkan daya

adaptasi patogen yang baik dan jumlahnya akan terus meningkat apabila fungisida

dengan jenis bahan aktif yang sama diaplikasikan secara terus menerus dalam

jangka waktu yang lama (Deising et al., 2008).. Maka dari itu diperlukan

pengendalian guna meminimalisir terjadinya kasus resistensi yaitu dengan

menggabungkan beberapa jenis fungisida dengan cara kerja yang berbeda (Gisi,

1996). Selain itu perlindungan tanaman tidak dapat dilaksanakan hanya dengan

mengandalkan satu tindakan saja, tetapi memerlukan kombinasi tindakan dengan

cara menyesuaikan jenis tanaman dan jenis OPT (Hasanah et. al., 2016).

Adapun alternatif yang dapat digunakan untuk menangani penyakit Bulai

(Peronosclerospora maydis) yaitu menggunakan fungisida nabati yang berasal

dari tumbuhan seperti seraiwangi, sirih, dan kunyit. Fungisida nabati tersebut

selain berasal dari tumbuhan juga dapat mengurangi adanya pencemaran

lingkungan dan tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain itu juga

dapat menggunakan jamur antagonis untuk mengendalikan penyakit bulai. Jamur

antagonis merupakan jamur yang dapat menekan atau menghambat pertumbuhan

jamur lain, misalnya seperti jamur Trichoderma spp. Trichoderma spp.

merupakan jamur yang bersifat saprofit dan secara alami menyerang jamur

patogen dan menguntungkan khususnya bagi tanaman jagung (Wahyuno et al.,

2009). Maka dari itu perlunya dilakukan penelitian ini untuk menguji keefektivan

kombinasi jamur Trichoderma spp. dengan fungisida nabati yang berasal dari

tumbuhan seperti seraiwangi, sirih, dan kunyit dalam mengendalikan penyakit

bulai dan diharapkan mampu lebih menekan perkembangan penyakit bulai.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji keefektifan kombinasi antara Trichoderma spp. dengan masing-

masing ekstrak herbal dalam mengendalikan penyakit bulai pada jagung.

2. Untuk mengetahui perlakuan kombinasi terbaik dari penggunaan Trichoderma

spp. dengan masing-masing ekstrak herbal dalam menekan kejadian penyakit

bulai pada tanaman jagung.

Page 17: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

3

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat memberikan informasi mengenai keefektifan kombinasi antara

Trichoderma spp. dengan beberapa ekstrak herbal dalam mengendalikan penyakit

bulai pada jagung.

2. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh perlakuan yang lebih baik

dari penggunaan Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak herbal dalam

menekan kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan dari penelitian ini yaitu:

1. Kombinasi antara Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak herbal

diduga efektif dalam menekan kejadian penyakit bulai

2. Terdapat perlakuan kombinasi terbaik antara Trichoderma spp. dengan ekstrak

herbal dalam menekan kejadian penyakit bulai pada tanaman jagung.

Page 18: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Jagung

Klasifikasi tanaman jagung (Zea mays L.) menurut Warisno (2007) yaitu

memiliki Kingdom Plantae, Divisio Spermatophyta, Class Monocotyledonae,

Ordo Poales, Family Poaceae, Genus Zea, dan Species Zea mays L.

2.1.2 Morfologi Tanaman Jagung

Tanaman jagung merupakan tanaman semusim yang memiliki siklus hidup

selama 80-150 hari dan mengalami 2 tahap siklus pertumbuhan yaitu

pertumbuhan secara vegatatif dan pertumbuhan generatif. Tanaman jagung juga

merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian (serelia) dari keluarga

rumput-rumputan (Arianingrum, 2004).

Menurut Kasryno (2002), menyatakan bahwa akar tanaman jagung

merupakan akar serabut yang tumbuh di bagian pangkal batang dan menyebar

luas sebagai akar lateral. Batang jagung tidak bercabang, berbentuk bulat silindris

dan beruas-ruas, dan pada bagian pangkal batang beruas cukup pendek dengan

jumlah sekitar 8-20 ruas. Rata-rata tinggi jagung yaitu antara 1 sampai 3 meter di

atas permukaan tanah. Sedangkan daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis

dan jumlah daunnya sekitar 8-48 helai tiap batangnya, tergantung pada jenis atau

varietas yang ditanam. Panjang daun jagung yaitu 30 sampai 45 cm, dan memiliki

lebar antara 5 cm sampai 15 cm (Warisno, 1998).

Setiap tanaman jagung biasanya terdapat bunga jantan dan bunga betina

yang letaknya terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman,

sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Dimana bunga jantan

masak lebih dulu daripada bunga betina. Persarian yang terbaik terjadi pada pagi

hari, jumlah serbuk sari yang ada diperkirakan sekitar 2 sampai 5 juta per

tanaman. Serbuk sari terbentuk selama 7-15 hari. Pada umumnya persarian jagung

dibantu oleh angin (Warisno, 1998).

Buah tanaman jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus

(Gambar 1). Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm

yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Pada umumnya jagung memiliki

barisan biji yang melilit secara lurus atau berkelok-kelok pada tongkol dan

Page 19: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

5

berjumlah antara 8-20 baris biji. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu

kulit biji, endosperm dan embrio (Syafruddin dan Fadhly, 2004).

Gambar 1. Morfologi Tanaman Jagung (Syafruddin dan Fadhly, 2004)

2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran

tinggi pada lahan sawah atau tegalan dan jagung menghendaki tempat terbuka dan

menyukai cahaya. Suhu optimal untuk tanaman jagung yaitu antara 21-34°C,

sedangkan pH tanah 5,6-7,5 dengan ketinggian antara 1000-1800 m dpl dan

ketinggian optimumnya antara 50-600 m dpl (Murni dan Arif, 2008). Kemudian,

curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung pada umumnya yaitu antara 200

sampai dengan 300 mm per bulan atau yang memiliki curah hujan tahunan antara

800 sampai 1200 mm. Tingkat kemasaman tanah (pH) tanah yang optimal untuk

pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung berkisar antara 5,6 sampai

dengan 6,2. Saat tanam jagung tidak tergantung pada musim, namun tergantung

pada ketersediaan air yang cukup. Jika pengairannya cukup, penanaman jagung

pada musim kemarau akan memberikan pertumbuhan jagung yang lebih baik.

2.2 Penyakit Bulai Jagung

Penyakit bulai pada jagung disebabkan oleh Peronosclerospora maydis

dan merupakan penyakit penting juga yang menjadi salah satu faktor pembatas

peningkatan kualitas dan kuantitas produksi jagung, khususnya di Indonesia

(Iriany et al., 2003). Adapun taksonomi Peronosclerospora maydis yang

diklasifikasikan yaitu penyakit bulai memiliki Kingdom Chromista, Filum

Stramenopiles, Kelas Oomycetes, Ordo Peronosporales, Family Peronosporaceae,

Genus Peronosclerospora, dan Spesies Peronosclerospora maydis (Kirk, 2018).

Page 20: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

6

Peronosclerospora di Indonesia terdapat 3 jenis patogen yaitu P. maydis, P.

sorghi, P. philippinensis (Rustiani et al., 2015). Ciri-ciri morfologi P. Maydis

yaitu memiliki konidiofor bercabang tiga sampai empat kali, berukuran 111-410

µm dan dilengkapi dengan sterigmata berujung konidia. Konidia berdinding tipis

dengan bentuk spherical dan subspherical, berdiameter 12-23 x 25-44 µm. Ciri

morfologi P. Sorghi yaitu konidiofor hyaline berukuran 183-300 µm namun,

jumlah percabangan hanya sebanyak 2 kali. P. sorghi juga memiliki konidia

berdinding tebal dengan ketebalan 1-2 µm, berbentuk spherical, berdiameter 9-10

x 10-11 µm. Sedangkan, sel konidiofornya P. philippinensis yaitu sel hyaline,

menyempit ke arah basal, determinate dengan jumlah percabangan 3 kali,

berukuran 150-300 µm, dan memiliki konidia berbentuk oval berdiameter 11-15 x

15-40 µm (Rustiani et al., 2015). Maka, perbedaan dari ketiga spesies

Peronosclerospora pada jagung tersebut terletak pada bentuk konidianya, jumlah

percabangan konidiofor, serta ukuran konidia dan konidiofornya. Konidia ketiga

spesies diamati tidak mengalami percabangan pada saat berkecambah (Rustiani et

al., 2015).

Selain itu, gejala khas dari penyakit bulai yaitu adanya warna klorotik

memanjang sejajar tulang daun, dengan batang yang jelas dari daun yang masih

sehat berwarna hijau normal. Kemudian, pada saat pagi hari sangat tampak di

permukaan bawah dan atas daun terdapat seperti tepung. Penyakit bulai ini

menyerang tanaman jagung sejak umur muda sekitar (10-15 HST), maka akan

terjadi infeksi yang sistemik dan intensitas serangan berat, sehingga dapat

menyebabkan kegagalan panen. Faktor iklim juga mempengaruhi perkembangan

Peronosclerospora spp. seperti kelembaban dan suhu udara, terutama pada

kelembaban di atas 80% dan suhu 28-30°C serta adanya embun (Matruti et. al.,

2013). Produksi spora Peronosclerospora membutuhkan kelembaban yang tinggi,

setidaknya terdapat lapisan air yang tipis selama 4-5 jam pada permukaan daun

yang terinfeksi. Sedangkan infeksi yang terjadi pada malam hari membutuhkan

suhu berkisar 21-26°C dan jumlah tanaman yang terinfeksi berkolerasi positif

dengan kelembaban dalam waktu yang relatif singkat (Bonde et al., 1982). Gejala

yang muncul tergantung kondisi saat terjadinya infeksi dan perkembangan spora

jamur yang terdapat dalam badan tanaman. Apabila infeksi dapat mencapai

Page 21: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

7

gulungan daun, gejala menjadi sistemik, namun jika tidak, gejalanya lokal pada

bagian yang terinfeksi (Budiarti et. al., 2012). Gejala lain yang muncul yaitu

tanaman akan terhambat pertumbuhannya, termasuk pembentukan tongkol,

bahkan sama sekali tongkol jagung tidak terbentuk. Kemudian, daun-daun

menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang

berlebihan dan daun mengalami sobek-sobek (Semangun, 2004).

Peronosclerospora maydis adalah jamur yang bersifat parasit obligat

sehingga tidak dapat dilakukan uji antagonis dengan jamur endofit secara in vitro.

Parasit obligat adalah organisme yang tidak dapat hidup tanpa memparasit, tetapi

harus mendapatkan makanannya dari organisme hidup lainnya. Penyakit bulai

menyerang tanaman jagung mulai dari fase awal pertumbuhan hingga umur lebih

dari 21 hari setelah tanam (hst). Tanaman jagung yang telah dewasa dan terserang

penyakit tersebut tidak dapat menghasilkan serbuk sari, sehingga tanaman tidak

dapat menghasilkan buah. Sedangkan tanaman yang terinfeksi bulai pada umur

kurang dari 1 bulan tidak mampu meneruskan proses tumbuh dan secara perlahan

akan mati (Wakman dan Burhanuddin, 2007).

Selain itu, jagung memiliki kategori ketahanan varietas/ galur terhadap

serangan penyakit bulai berdasarkan persentase serangannya. Kategorinya seperti

pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Kategori ketahanan terhadap serangan penyakit bulai berdasarkan

persentase serangannya (Talanca, 2009)

Persentase Serangan Kategori Ketahanan

0,0 – 10% Sangat Tahan

>10 – 20% Tahan

>20 – 40% Agak Tahan

>40 – 60 % Rentan

>60 -100% Sangat rentan

Sedangkan siklus penyakit bulai jagung dari tanaman sehat menjadi

tanaman sakit, prosesnya dimulai dari sporulasi atau produksi konidia yang terjadi

pada malam hari antara pukul 24.00-04.00 WIB. Kemudian konidia tersebar oleh

tiupan angin di pagi hari dengan jarak tersebarnya konidia sampai beberapa

Page 22: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

8

kilometer. Apabila konidia menempel pada daun jagung muda yang basah maka

dalam waktu 1 jam konidia tersebut akan berkecambah yang kemudian

menginfeksi daun melalui stomata. Organ reproduksi dimulai pada tengah malam

yaitu ditandai dengan munculnya tangkai konidia dari mulut daun, kemudian

tangkai-tangkai konidia tersebut semakin memanjang dan membentuk cabang-

cabang. Kemudian, terbentuk bakal konidia pada masing-masing ujung ranting

konidia, akhirnya tangkai dan bakal konidia semakin membesar sampai mencapai

pertumbuhan maksimal, kemudian menjadi masak dan lepas dari tangkai-tangkai

konidianya (Masdiar et al., 1981).

Gambar 2. Penyakit Bulai Pada Jagung (BPTP Yogyakarta, 2014)

Gambar 3. Morfologi konidia dan Konidiofor Peronosclerospora. (a: P. maydis, b: P. sorghi, c: P. philippinensis) (Rustiani et. al., 2014)

2.3 Jamur Trichoderma spp.

Trichoderma sp. merupakan salah satu mikroorganisme tanah yang bersifat

saprofit dan secara alami menyerang jamur patogen, sehingga menguntungkan

bagi tanaman. Adapun klasifikasi jamur Trichoderma yaitu memiliki Kingdom:

Fungi, Filum: Deuteromycota, Kelas: Deuteromycetes, Sub Kelas:

a b c

Page 23: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

9

Deuteromycetidae, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae, Genus: Trichoderma,

Spesies: Trichoderma sp. (Harman, 2006). Trichoderma merupakan kapang atau

sejenis jamur yang mampu menghasilkan enzim selulotik. Sedangkan, enzim

selulotik merupakan enzim yang mampu mendegradasi selulosa yang terletak

pada dinding sel tumbuhan. Komponen dinding sel tanaman yaitu terdiri dari

selulosa, sekitar 35-50% selulosa dari berat kering tanaman terkandung pada

dinding sel tanaman tingkat tinggi (Lynd et. al., 2002).

Trichoderma sering dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan berbagai

habitat dan jamur ini dapat digunakan sebagai agensia hayati pengendali patogen

tanah. Selain itu. Trichoderma dapat berkembang biak dengan cepat pada daerah

perakaran tanaman (Gusnawaty et al., 2014). Trichoderma spp. selain sebagai

mikroorganisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agens hayati.

Trichoderma spp. merupakan jamur yang mampu memarasit jamur patogen

tanaman dan bersifat antagonis karena kemampuannya untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan jamur lain (Purwantisari, 2009). Kemudian,

Trichoderma spp. juga banyak dimanfaatkan sebagai stimulator pertumbuhan

tanaman pada pengomposan bahan organik yang mampu memberikan efektivitas

yang baik dalam meningkatkan produksi jagung (Afitin dan Darmanti, 2009).

Trichoderma spp. juga dapat berperan sebagai jamur pengurai, pupuk hayati dan

sebagai biokondisioner pada benih (Tran, 2010).

Mekanisme yang dilakukan oleh Trichoderma spp. terhadap patogen yaitu

mikoparasit, antibiosis, serta kompetisi ruang dan nutrisi. Sedangkan mekanisme

yang terjadi oleh aktivitas Trichoderma spp. yaitu kompetitor ruang maupun

nutrisi, antibiosis dengan mengeluarkan etanol yang bersifat racun bagi patogen,

dan sebagai mikoparasit serta mampu menekan aktivitas jamur patogen

(Purwantisari et. Al., 2009). Pada proses kompetisi yang terjadi bisa saja

melibatkan kompetisi ruang maupun nutrisi pada kedua jamur yang saling

berinteraksi menyebabkan pertumbuhan salah satunya akan terdesak disepanjang

tepi koloni dikarenakan adanya hambatan dari koloni Trichoderma spp. yang

lebih cepat tumbuh dibandingkan jamur patogen. Trichoderma juga melakukan

aktivitas biokontrol dengan mekanisme mikoparasit yaitu diawali dengan hifa

Trichoderma melingkar (membelit) hifa patogen dan kemudian melakukan

Page 24: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

10

penetrasi terhadap hifa jamur patogen sehingga pada akhirnya jamur patogen

kehilangan sitoplasmanya dan lisis (Howell, 2002). Selain itu juga kelebihan dari

jamur ini karena mudah diisolasi, daya adaptasinya luas, dapat tumbuh cepat pada

berbagai substrat, dan jamur ini juga memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas

dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto, 2003).

Trichoderma spp. adalah mikroorganisme yang mampu berkembang biak

dan mempertahankan diri dari lingkungan tumbuhnya, mempunyai kapasitas

reproduksi yang tinggi, mempunyai siklus hidup yang pendek, cukup mudah

direproduksi, dan kemungkinan menimbulkan resistensi sangat kecil (Kansrini,

2015). Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh Trichoderma spp. antara lain

yaitu asam harzianic, alamethicins, tricholin, peptaibols, massoilactone, viridin,

gliovirin, glisoprenins, asam heptelidic, trichodermin, dermadin (Kubicek &

Harman, 2002; Benitez et al., 2004; Sundari et al., 2014).

Produksi senyawa antibiotik pada setiap spesies Trichoderma berkolerasi

dengan kemampuan antagonisnya, terdapat produksi jenis antibiotik yang sama

namun memiliki kadar yang berbeda pada beberapa spesies Trichoderma.

Sehingga hal tersebut yang menyebabkan perbedaan daya antagonisme dari

masing-masing spesies Trichoderma spp. Namun, kemampuan masing-masing

jenis Trichoderma spp. berbeda dalam mengendalikan jamur patogen, hal ini

dikarenakan morfologi dan fisiologinya berbeda-beda (Widyastuti, 2006).

Perbedaan tersebut diduga juga karena pengaruh jenis, jumlah dan kualitas dari

antibiotik atau zat lain yang dihasilkan Trichoderma spp. yang dapat menghambat

pertumbuhan patogen (Herliyana et al., 2013).

Efisiensi daya antagonis jamur Trichoderma spp. yang berbeda terhadap

jamur patogen tertentu juga dapat disebabkan oleh kecepatan tumbuh, kadar, dan

macam senyawa kimia, serta enzim yang dihasilkan oleh masing-masing spesies

(Matroudi et al., 2009; Octriana, 2011; Amaria et al., 2013). Senyawa kitinase dan

protease berperan dalam mekanisme mikoparasitisme untuk melakukan hidrolisis

pada dinding sel patogen. Sedangkan jenis Trichoderma spp. yang mampu

digunakan untuk meningkatkan aktivitas sinergistik sebagai antifungal yaitu

Trichoderma harzianum yang memiliki kemampuan untuk menyatukan enzim

yang berbeda (Tronsmo dan Hjeljord, 1998). Mekanisme pengendalian yang

Page 25: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

11

bersifat spesifik target dan mampu meningkatkan produksi tanaman, juga menjadi

kelebihan tersendiri bagi Trichoderma spp. (Suanda dan Ratnadi, 2015).

2.3.1 Trichoderma asperellum

Pada saat Trichoderma asperellum ditumbuhkan di media PDA setelah lima

hari muncul koloni berwarna hijau gelap dan miselium berwarna putih. Morfologi

dari miselium kasar dan spora berwarna hijau gelap yang terbentuk di tengah

koloni. T. asperellum mampu menghasilkan enzim yang dapat menyebabkan lisis

pada hifa inangnya dan memiliki sifat mikoparasit yang dapat menghambat

perkembangan patogen (Chet, 1987). Miselium T. asperellum memiliki tingkat

pertumbuhan yang tinggi, kapasitas sporulasi yang tinggi, dan efek penghambatan

yang sangat kuat pada patogen seperti pada penyakit busuk batang jagung. T.

asperellum juga mengeluarkan senyawa kitinase, glukanase, dan protease yang

dapat menghancurkan dinding sel dan berperan dalam mikoparasitisme (Wu Q et

al., 2017).

Gambar 4. Morfologi Trichoderma asperellum (Wu Q, et al., 2017)

2.3.2 Trichoderma koningii

T. koningii memiliki warna koloni yang bervariasi yaitu putih kehijauan

hingga hijau gelap. Memiliki konidiofor bercabang banyak sehingga koloninya

membentuk zona seperti cincin. Pada ujung-ujung konidiofor terdapat 5 fialid dan

terkadang juga tunggal. Fialid berukuran 7.5-12 x 2.5-3.5 μm. Pada ujung fialid

terdapat konidia yang berbentuk ellips dengan ukuran 3.0-4.8 x 1.9-2.8 μm (Rifai

1969).

Page 26: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

12

Gambar 5. Trichoderma koningii. (a: konidiofor, b: fialid, c: konidia)

(Gusnawati et al., 2014)

2.3.3 Trichoderma harzianum

T. harzianum memiliki koloni bewarna hijau sampai hijau gelap. Percabangan

konidiofor membentuk sudut siku-siku pada konidiofor utama. Pada ujung

konidiofor terbentuk fialid yang berjumlah satu sampai lima, berbentuk pendek

dengan ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian tengahnya, dan

berukuran 5-7 x 3-3.5 μm. Konidia bulat dengan ukuran 2.8-3.2 x 2.5-2.8 μm

(Rifai 1969). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma

harzianum mampu bertahan selama 17 hari setelah diaplikasikan ke tanaman (Efri

et al., 2009).

Gambar 6. Trichoderma harzianum. (a: konidiofor, b: fialid, c: konidia)

(Gusnawati et al., 2014)

2.4 Pestisida Nabati Ekstrak Herbal

Pestisida nabati adalah hasil ekstraksi bagian tertentu tanaman bisa dari

daun, buah, biji, maupun akar yang memiliki senyawa bersifat racun terhadap

a b c

a b c

Page 27: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

13

hama dan penyakit tertentu (Achmad Djunaedy, 2009),. Penggunaan fungisida

nabati selain dapat menghambat perkembangan penyakit juga aman bagi

konsumen dan lingkungan, karena mudah terurai dan tidak meninggalkan residu

pada produk pertanian (Sudarmo, 2005). Tumbuhan yang dapat digunakan yaitu

seraiwangi, jahe, dan sirih. Tumbuhan tersebut mengandung senyawa kimia

seperti minyak atsiri yang berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi (Kalemba

dan Kunicka, 2003).

2.4.1 Seraiwangi (Cymbopogon nardus L.)

Seraiwangi merupakan salah satu tanaman herbal yang memiliki klasifikasi

yaitu Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermase, Ordo: Graminales,

Family: Panicodiae, Genus: Cymbopogon, dan Spesies: Cymbopogon nardus L.

Tanaman ini dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman

jagung, karena tanaman ini mengandung bahan aktif yang dapat menghambat dan

merusak sel mikroorganisme. Bahan aktif tersebut yaitu minyak atsiri yang

mengandung senyawa sitronelal yang merupakan senyawa monoterpen dengan

sifat antifungal yang tinggi (Nakahara et al., 2003). Selain itu senyawa terpene

dalam minyak atsiri serai wangi merupakan komponen yang paling dominan dan

efektif sebagai antifungi (Siripornvisal et al., 2009). Minyak atsiri memiliki

kemampuan untuk membunuh menghambat pertumbuhan jamur dan sifatnya

mudah menguap pada suhu ruangan tanpa mengalami dekomposisi (Guenther,

1987). Minyak atsiri ini juga melakukan aktivitas anti jamur dengan cara

menyerang ergosterol pada membran sel jamur sehingga menyebabkan perubahan

permeabilitas membran dan kerusakan membran yang akhirnya molekul-molekul

sel jamur akan keluar sehingga menyebabkan kematian sel (Ridawati dan Santoso,

2011). Pada penelitian yang telah dilakukan hasil menunjukkan bahwa ekstrak

serai wangi mampu menekan keterjadian penyakit bulai hingga 62,98 % pada

dosis 0,5 gram/ L (Rara et al., 2013).

2.4.2 Kunyit (Curcuma longa L.)

Kunyit merupakan salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai

zat pewarna dan pengharum makanan. Selain itu juga digunakan sebagai bahan

rempah yang memberi warna kuning. Klasifikasi tanaman kunyit yaitu memiliki

Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Sub-divisio: Angiospermae, Kelas:

Page 28: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

14

Monocotyledoneae, Ordo: Zingiberales, Famili: Zingiberaceae, Genus: Curcuma,

Spesies: Curcuma longa L. (Hapsoh dan Rahmawati, 2008). Morfologi akar

kunyit yaitu memiliki bentuk rimpang yang panjang dan bulat dengan diameter 1-

2 cm dan panjangnya 3-6 cm. Tanaman ini dapat tumbuh tunas baru yang akan

menjadi tanaman baru. Memiliki tangkai bunga berambut, bersisik, daun kelopak

berambut dan berbentuk lanset. Sedangkan, kandungan kimia yang terdapat pada

rimpang kunyit adalah kurkumin, minyak atsiri, resin, desmetoksikurkumin,

oleoresin, dan bidesmetoksikurkumin. Kandungan kimia minyak atsiri kunyit

terdiri dari artumeron, α dan β-tumeron, tumerol, α-atlanton, β-kariofilen, linalol,

dan 1,8 sineol. Beberapa grub senyawa kimia utama yang bersifat antimikroba

yaitu fenol dan senyawa turunannya terbukti sebagai antibakteri dengan cara

merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat pembentukan

komponen dinding sel pada sel yang tumbuh, mengubah permeabilitas membran

sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran nutrisi dari dalam sel, denaturasi

protein sel, dan menghambat kerja enzim di dalam sel (Pelezar dan Reid,1972).

Selain itu senyawa lain yang terdapat pada kunyit yaitu senyawa flavonoid dan

alkaloid. Senyawa flavonoid mampu merusak dinding sel sehingga menyebabkan

kematian pada sel (Heinrich, 2009). Selain itu senyawa flavonoid juga dapat

menghambat pembentukan protein sehingga menghambat pertumbuhan mikroba

(Sundari et al., 1996). Adapun kandungan senyawa lain seperti tanin yang dapat

merusak membran sel dan dapat merusak pembentukan konidia jamur (Cowan,

1999). Sedangkan senyawa alkaloid pada kunyit mampu mendenaturasi protein

sehingga merusak aktivitas enzim dan menyebabkan kematian pada sel

(Robinson, 1991).

2.4.3 Sirih (Piper betle L.)

Sirih merupakan salah satu jenis tanaman merambat dan bersandar pada

batang pohon lain. Tanaman ini memiliki tinggi sekitar 5-15 meter, memiliki daun

tunggal yang letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar telur

atau bundar telur lonjong, pangkal batang berbentuk jantung atau agak bundar

berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke

bawah, panjangnya sekitar 5-18 cm, lebarnya 3-12 cm. Warna daun hijau,

permukaan atasnya rata, mengkilat namun agak licin, memiliki tulang daun yang

Page 29: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

15

agak tenggelam, sedangkan permukaan bawahnya agak kasar, kusam, dan

memiliki bau aromatiknya khas (Syamsu et al., 1997). Adapun klasifikasi

tanaman sirih ini yaitu memiliki Kingdom: Plantae, Division: Magnoliophyta,

Kelas: Magnoliopsida, Ordo: Piperales, Family: Piperaceae, Genus: Piper, dan

Spesies: Piper betle linn (Hariana A., 2007).

Sirih merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki sifat sebagai

fungisida dan bakterisida (Putri, 2010). Daun sirih mengandung 4,2% minyak

atsiri. Selain itu sirih mengandung senyawa aromatik seperti hidroksikavikol,

kavikol, dan betlepenol. Senyawa-senyawa aktif tersebut mampu menekan

pertumbuhan jamur patogen dengan cara mengganggu dinding sel atau

menghambat permeabilitas dinding sel sehingga komponen penting seperti protein

keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati (Koul et al., 2008). Pada penelitian

yang telah dilakukan hasil menunjukkan bahwa ekstrak sirih mampu menekan

keterjadian penyakit bulai hingga 41,90 % pada dosis 0,5 gram/ L (Rara et al.,

2013).

2.5 Kombinasi Trichoderma sp. dengan beberapa ekstrak herbal

Kombinasi antara jamur Trichoderma spp. dengan beberapa ekstrak herbal

pada beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil bahwa kedua komponen

tersebut saling bersinergi dalam mengendalikan beberapa penyakit tanaman.

Seperti pengendalian yang dilakukan dengan mengkombinasikan agens hayati

Trichoderma viridae dan B. Subtilis dalam mengendalikan penyakit hawar daun

pada tanaman jagung lebih efektif daripada aplikasi secara tunggal (Sadoma et al.,

2011). Selain itu pengendalian menggunakan kombinasi agens hayati jamur

Trichoderma sp. dengan fungisida nabati ekstrak herbal tanaman kunyit dan jahe

untuk mengendalikan jamur Fusarium Oxysporum pada tanaman cabai

menunjukkan hasil bahwa kedua komponen tersebut dapat menurunkan infeksi

layu fusarium hingga 60,05%. Namun, tetap harus diformulasikan secara tepat

agar jamur tetap hidup dan efektif mengendalikan patogen. Pada percobaan lain

secara in vitro juga menunjukkan bahwa antagonisme campuran jamur

Trichoderma spp. dengan ekstrak kunyit dan daun sirih terhadap jamur Fusarium

f. sp. capsici, tidak hanya disebabkan oleh Trichoderma spp. namun, ekstrak

Page 30: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

16

kunyit dan daun sirih juga berperan dalam menghambat pertumbuhan jamur

patogen tersebut (Sudantha, 2010).

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Pestisida Nabati

Setiap penggunaan pestisida nabati pasti ada kelebihan dan kekurangan

dalam mengendalikan OPT sasaran. Adapun kelebihan pestisida nabati yaitu

memiliki spektrum pengendalian yang luas, ketersediaan bahan baku di alam yang

melimpah, sehingga pada proses pembuatannya tidak membutuhkan teknologi

yang tinggi. Selain itu karena bahan aktifnya berasal dari alam, maka pestisida

nabati mudah terurai (bio-degradable) sehingga relatif aman bagi kehidupan

(Wiratno, et al., 2008).

Selain memiliki kelebihan, adapun kekurangan penggunaan pestisida

nabati yaitu bahan aktifnya yang mudah terurai sehingga pestisida nabati ini tidak

tahan disimpan dalam jangka waktu yang lama, memiliki daya kerja relatif lambat

sehingga aplikasinya harus sering dilakukan dibanding pestisida sintetis.

Kemudian, pestisida nabati juga memiliki tingkat toksisitas yang rendah, sehingga

tidak langsung mematikan OPT sasaran.

Page 31: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

17

III. METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Konsep

Jagung merupakan sumber karbohidrat

dan menjadi pangan utama

Mengalami fluktuasi karena

OPT, salah satunya Bulai (P. maydis)

Pengendalian masih menggunakan

pestisida sintetis atau bahan kimia

Agens Hayati Jamur

Trichoderma spp.

ALTERNATIF

Pestisida Nabati ekstrak herbal seraiwangi, kunyit, dan sirih

Kombinasi jamur Trichoderma spp. dan

ekstrak herbal seraiwangi, kunyit, dan

sirih

Untuk menguji keefektivan kombinasi Trichoderma spp.

dengan ekstrak herbal seraiwangi, kunyit, dan sirih.

Page 32: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

18

3.2 Kerangka Operasional

Membuat Formula

Trichoderma spp. cair

Membuat Ekstrak Herbal

Membuat Suspensi Konidia

Peronosclerospora maydis

Menyiapkan Lahan Uji

Menanam spreader

Menanam Tanaman Uji

Aplikasi Trichoderma

spp. dan Ekstrak Herbal

Perawatan dan Pengamatan

Page 33: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

19

3.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan di PT. BISI International Tbk. yang terletak di Desa

Sumberagung, Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kegiatan

penelitian dimulai pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2019.

3.4 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian yaitu pipet tetes, kertas saring,

beaker glass, oven, blender, saringan, cawan petri, plastik wrapp, korek api, gelas

ukur, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), mikroskop, autoclave, timbangan

analitik, api bunsen, jarum ose, erlenmeyer, haemocytometer, shaker, kamera, dan

alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan yaitu media Potato Dextrose

Agar (PDA), Potato Dextrose Broth (PDB), benih jagung varietas BISI-18, gula,

ekstrak seraiwangi, kunyit, sirih, air, alkohol 70%, aquades steril, tissue steril,

plastik tahan panas, karet, kertas label, isolat Trichoderma spp. koleksi PT. BISI

International Tbk.

3.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 11 perlakuan dan ulangan sebanyak 3

kali ulangan dan dilakukan di PT. BISI International Tbk. Sedangkan

perlakuannya sebagai berikut:

P0 = Kontrol

P1 = Dimetomorf

P2 = Trichoderma asperellum + ekstrak serai wangi

P3 = Trichoderma asperellum + ekstrak kunyit

P4 = Trichoderma asperellum + ekstrak sirih

P5 = Trichoderma koningii + ekstrak serai wangi

P6 = Trichoderma koningii + ekstrak kunyit

P7 = Trichoderma koningii + ekstrak sirih

P8 = Trichoderma harzianum + ekstrak serai wangi

P9 = Trichoderma harzianum + ekstrak kunyit

P10 = Trichoderma harzianum + ekstrak sirih

Page 34: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

20

3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Uji Kompatibel

Uji kompatibel dilakukan untuk mengetahui kompatibilitas antara jamur

Trichoderma spp. dengan beberapa ekstrak herbal yang digunakan untuk

mengendalikan penyakit Bulai. Pengujian dilakukan secara in vitro dengan cara

menumbuhkan Trichoderma spp. media Potato Dextrose Agar (PDA) yang telah

dihomogenkan dengan larutan ekstrak herbal. Dosis yang digunakan untuk

pengujian yaitu 0,5 gram/L pada setiap masing-masing ekstrak herbal. Kemudian,

melakukan pengamatan setiap hari dengan cara mengukur diameter pertumbuhan

jamur Trichoderma spp. pada cawan. Apabila hasilnya jamur Trichoderma spp.

dengan masing-masing ekstrak herbal saling kompatibel maka dapat dilakukan uji

lanjut dalam skala lapang.

3.6.2 Menyiapkan Perbanyakan Trichoderma Formula Cair

Menyiapkan Trichoderma spp. formula cair yaitu terlebih dahulu membuat

media Potato Dextrose Broth (PDB) sebanyak 600 ml yang dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 1 Liter. Kemudian, mensterilkan media PDB menggunakan autoclave

dengan suhu 120°C. Setelah proses sterilisasi selesai, menunggu media PDB

sampai dingin. Lalu, isolat jamur Trichoderma spp. diinokulasikan ke dalam

masing-masing erlenmeyer yang berisi media PDB. Setelah itu, dishaker selama 7

hari dan menghitung kerapatan spora jamur Trichoderma spp. menggunakan alat

haemocytometer sampai diperoleh kerapatan 1 x 106 spora/ ml (Nurahmi et al.,

2012). Sedangkan menurut BBPPTP (2014), rumus perhitungan kerapatan spora

yaitu:

S = X / (L x t x d) x 103

Keterangan:

S: Kerapatan spora

X: Rerata jumlah konidia pada kotak a, b, c dan d

L: Luas kotak hitung

T: Kedalaman bidang hitung

d: Faktor pengenceran

Page 35: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

21

3.6.3 Menyiapkan ekstrak herbal

Pembuatan ekstrak herbal seraiwangi, kunyit dan sirih dilakukan dengan

cara mengupas kulit dan mencuci menggunakan air mengalir hingga bersih dari

kotoran. Kemudian, memotong kecil-kecil bagian tanaman tersebut dan

dikeringkan menggunakan oven sampai kering. Selanjutnya masing-masing bahan

dihancurkan atau dihaluskan menggunakan blender dan diayak untuk

mendapatkan tepung yang halus. Lalu, membuat larutan induk fungisida nabati

dengan cara melarutkan masing-masing bahan tanaman seraiwangi, kunyit, dan

sirih, sebanyak 0,5 gram ke dalam 1000 ml air steril dan dihomogenkan dengan

cara dishaker, kemudian disaring untuk mendapatkan ekstraknya.

3.6.4 Menyiapkan Suspensi Konidia Peronosclerospora maydis

Pada pembuatan suspensi konidia P. maydis dilakukan dengan mengambil

tanaman jagung yang telah terinfeksi jamur P. maydis. Kemudian, bagian daun

yang bergejala tersebut diserut menggunakan kuas supaya spora jatuh ke dalam

wadah yang telah berisi air. Setelah itu diinokulasikan pada tanaman percobaan

dengan cara disemprot pada waktu dini hari karena konidia mampu berkembang

dalam kondisi yang lembab. Kerapatan spora P. maydis yang digunakan diperoleh

sebanyak 1,5 x 1010 spora/ ml.

3.6.5 Menyiapkan Lahan Uji

a. Menanam Spreader

Penanaman tanaman ini dilakukan sebagai sumber inokulum jamur

Peronosclerospora maydis sehingga tanaman uji dapat terinfeksi dari tanaman

spreader tersebut. Tanaman jagung yang terinfeksi oleh jamur Peronosclerospora

maydis ditanam mengelilingi tanaman uji selama 2-3 minggu hingga tanaman

terserang penyakit.

b. Menanam Tanaman Uji

Penanaman tanaman uji dilakukan di tengah-tengah tanaman jagung

yang telah terinfeksi penyakit bulai. Benih yang digunakan sebagai tanaman uji

menggunakan varietas BISI-18 dan jarak penanaman jagung yaitu 70 cm x 20 cm.

Percobaan dilakukan menggunakan 11 perlakuan. Setiap perlakuan berjumlah 50

tanaman dan diulang sebanyak 3 kali. Mulai penanaman awal tanaman uji

Page 36: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

22

dilakukan pengamatan dengan mengamati daya tumbuh, kejadian penyakit bulai

dan masa inkubasi.

Gambar 7. Denah Percobaan

Keterangan:

: Tanaman Terserang

: Tanaman Uji

c. Aplikasi Trichoderma spp. dan Ekstrak Herbal

Pada pengaplikasian Trichoderma spp. dilakukan dengan kocor

sebanyak 200ml/ tanaman sedangkan ekstrak herbal diaplikasikan dengan cara

disemprot ke permukaan daun jagung dan diaplikasikan selama 5 kali setiap 7 hari

sekali pada umur 7 hari setelah tanam (hst), 14 hst, 21 hst, 28 hst, dan 35 hst.

Trichoderma spp. diaplikasikan dengan cara dikocor supaya langsung dapat

mengenai daerah perakaran tanaman jagung karena dapat memicu aktivitas enzim

peroksida yang berfungsi untuk memperkuat dinding seluler melawan degradasi

enzim yang dihasilkan oleh patogen melalui pembentukan protein struktural di

dinding seluler. Peroksida adalah enzim yang berperan sebagai katalisator pada

proses akhir dari biosintesis lignin dan proses hidrogen peroksida. Sedangkan

pada ekstrak herbal diaplikasikan dengan cara disemprot karena menggunakan

metode ini ketahanan yang dibentuk setelah tanaman terinfeksi oleh patogen.

Kemudian, tanaman yang telah terinfeksi patogen mengaktifkan gen yang dapat

melawan untuk pertahanan tanaman (Pieterse, 2009). Namun, sebelum

Trichoderma spp. diaplikasikan, terlebih dahulu menghitung kerapatan spora

menggunakan Haemocytometer hingga diperoleh kerapatan 1 x 106 spora/ ml.

d. Perawatan dan Pengamatan

Kegiatan perawatan dan pengamatan dilakukan setiap hari untuk

mengetahui munculnya penyakit mulai dari awal penanaman. Perawatan

Page 37: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

23

dilakukan dengan membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman uji.

Sedangkan kegiatan pengamatan dilakukan dengan mengamati:

1. Masa inkubasi

Pengamatan masa inkubasi dilakukan pada saat awal penanaman tanaman uji

sampai terserangnya penyakit.

2. Kejadian Penyakit

Pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase kejadian penyakit yang

terjadi. Adapun rumus untuk menghitung kejadian penyakit menurut Ginting

(2013), menghitung kejadian penyakit yaitu:

KP =

ே x 100%

Keterangan:

KP : Kejadian Penyakit

n : Jumlah tanaman terserang

N : Jumlah tanaman yang diamati

Selain itu berdasarkan Buku Pedoman Uji Mutu dan Uji Efikasi Lapangan Agens

Pengendali Hayati (APH) 2014, bahwa kriteria efektivitas suatu pestisida yaitu

apabila kemampuan dalam menghambat suatu patogen >50% maka dapat

dikatakan efektif.

3.7 Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA)

pada taraf nyata 5%. Apabila ada yang berbeda nyata antar perlakuan, maka

dilakukan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata

yang sama.

Page 38: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Pada peneltian uji efektivitas kombinasi Trichoderma spp. dengan beberapa

ekstrak herbal terhadap penyakit bulai pada tanaman jagung dilakukan dengan

mengamati beberapa paramater pengamatan yaitu uji kompatibel, persentase

kejadian penyakit dan masa inkubasi sebagai berikut:

4.1.1 Uji Kompatibel

Sebelum dilakukan uji efektivitas, terlebih dahulu dilakukan uji kompatibel

antara Trichoderma spp. dengan ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih. Berdasarkan

hasil pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa Trichoderma spp. saling

kompatibel dengan masing-masing ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih (Tabel 2).

Jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh pada media PDA yang telah dilarutkan

dengan ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih pada 2 hari setelah inokulasi (hsi).

Tabel 2. Rata-Rata Diameter Koloni Trichoderma spp. pada beberapa ekstrak

herbal 2 hsi

No Perlakuan Rata-rata diameter

koloni (cm) 2 hsi

1 Trichoderma asperellum + seraiwangi 7.0 bc 2 Trichoderma asperellum + kunyit 6,8 bc 3 Trichoderma asperellum + sirih 6,3 ab 4 Trichoderma koningii + seraiwangi 7,3 c 5 Trichoderma koningii + kunyit 7,3 c 6 Trichoderma koningii + sirih 7,0 bc 7 Trichoderma harzianum + seraiwangi 6,0 ab 8 Trichoderma harzianum + kunyit 6,3 ab 9 Trichoderma harzianum + sirih 5,5 a

10 Trichoderma asperellum tanpa ekstrak 6,3 bc 11 Trichoderma koningii tanpa ekstrak 7,3 c 12 Trichoderma harzianum tanpa ekstrak 6,0 ab

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey taraf 5%.

Berdasarkan hasil uji sinergisme yang dilakukan dengan menumbuhkan

jamur Trichoderma spp. pada media PDA yang telah dihomogenkan dengan

larutan ekstrak herbal diperoleh hasil bahwa Trichoderma spp. dapat tumbuh pada

Page 39: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

25

2 hari setelah inokulasi (hsi) dengan rata-rata diameter yang berbeda. Perlakuan

Trichoderma koningii dengan ekstrak seraiwangi, T. koningii dengan kunyit dan

T. koningii tanpa ekstrak memiliki diameter yang paling tinggi yaitu 7,3 cm

selama 2 hsi. Kemudian, diameter koloni tertinggi ke rendah berturut-turut yaitu

pada perlakuan T. asperellum dengan seraiwangi dan T. koningii dengan sirih

yang memiliki diameter koloni 7 cm. T. asperellum dengan kunyit berdiameter 6,8

cm. Perlakuan T. asperellum dengan sirih, T. harzianum dengan kunyit, T.

asperellum tanpa ekstrak memiliki diameter 6,3 cm. Lalu, perlakuan T. harzianum

dengan seraiwangi dan T. harzianum tanpa ekstrak memiliki diameter 6 cm,

sedangkan perlakuan Trichoderma dengan sirih berdiameter 5,5 cm.

Hasil analisis diperoleh bahwa T. asperellum, T. koningii dan T. harzianum

tanpa ekstrak dengan kombinasi ketiga spesies Trichoderma spp. tersebut dengan

masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa jamur Trichoderma spp. tidak

adanya penghambatan yang berarti sehingga Trichoderma spp. mampu tetap

tumbuh. Namun, terdapat beberapa perlakuan yang kecepatan tumbuh

Trichodermanya berbeda seperti T. harzianum dengan sirih kecepatan tumbuh

Trichoderma lebih lambat dibandingkan dengan T. koningii dengan seraiwangi, T.

koningii dengan kunyit dan T. koningii tanpa ekstrak. Diduga hal tersebut terjadi

karena adanya aktifitas penghambatan ekstrak sirih yang dilakukan terhadap T.

harzianum. Namun, pada 7 hsi cendawan Trichoderma spp. mampu tumbuh

memenuhi cawan petri pada masing-masing ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih

karena Trichoderma spp. adalah mikroorganisme yang mampu berkembang biak

dan mempertahankan diri dari lingkungan tumbuhnya (Kansrini, 2015). Sehingga

kombinasi antara Trichoderma spp. dengan ekstrak herbal saling kompatibel.

4.1.2 Gejala Penyakit Bulai

Pada penelitian uji efektivitas kombinasi Trichoderma spp. dengan beberapa

ekstrak herbal perlu dilakukan pengamatan gejala penyakit bulai penyebab

cendawan Peronosclerospora maydis untuk mengetahui persentase jumlah

tanaman yang terserang penyakit dan sebagai sumber inokulum untuk

menginfeksi tanaman. Gejala yang muncul ditandai adanya spora dibagian bawah

permukaan daun, dan muncul garis-garis berwarna putih yang sejalur dengan

tulang daun seperti pada gambar 8. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang

Page 40: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

26

menyatakan bahwa gejala khas dari penyakit bulai yaitu adanya warna klorotik

memanjang sejajar tulang daun, dengan batang yang jelas dari daun yang masih

sehat berwarna hijau normal (Matruti et. al., 2013). Apabila serangan terjadi pada

tanaman yang masih muda biasanya akan cepat mati karena tidak mampu untuk

melanjutkan pertumbuhannya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan yang

menyatakan bahwa penyakit bulai ini menyerang tanaman jagung sejak umur

muda sekitar (10-15 HST), maka akan terjadi infeksi yang sistemik dan intensitas

serangan berat, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen (Matruti et. al.,

2013). Sedangkan secara mikroskopis bentuk konidia P. maydis yaitu berbentuk

bulat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa konidia P.

maydis berbentuk bulat sperikal-subsperikal (Shaw, 1976).

Gambar 8. Gejala Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung

4.1.3 Efektivitas Kombinasi Trichoderma spp. Dengan Ekstrak Herbal

Kejadian penyakit merupakan banyaknya penyakit yang muncul pada

tanaman jagung yang dihitung dalam bentuk persentase. Berdasarkan pengamatan

uji efektivitas kombinasi antara jamur Trichoderma spp. dengan beberapa ekstrak

herbal untuk mengendalikan jamur Peronosclerospora maydis pada jagung yang

terdiri dari 11 perlakuan diperoleh hasil kejadian penyakit pada tabel 3 sebagai

berikut:

Page 41: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

27

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Trichoderma spp. dengan Ekstrak Herbal Terhadap

Kejadian Penyakit Bulai (%)

Perlakuan Kejadian Penyakit (%)

1 msi 2 msi 3 msi 4 msi

Kontrol 0,0 29,3 35,3 b 44,0 b Dimetomorf 0,0 0,0 3,3 a 3,33 a Trichoderma asperellum+seraiwangi 0,0 0,0 2,0 a 2,67 a Trichoderma asperellum+kunyit 0,0 0,0 2,0 a 3,33 a Trichoderma asperellum+sirih 0,0 2,7 4,0 a 4,67 a Trichoderma koningii+seraiwangi 0,0 0,0 3,3 a 5,0 a Trichoderma koningii+kunyit 0,0 0,0 2,7 a 2,7 a Trichoderma koningii+sirih 0,0 0,7 4,0 a 4,0 a Trichoderma harzianum+seraiwangi 0,0 0,0 3,3 a 3,3 a Trichoderma harzianum+kunyit 0,0 0,0 2,0 a 2,0 a Trichoderma harzianum+sirih 0,0 0,7 2,0 a 2,0 a Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey taraf 5%.

Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil pengamatan 1 minggu setelah

inokulasi (msi) sampai 4 msi menunjukkan hasil bahwa 1 msi tanaman belum

menunjukkan gejala, namun gejala mulai muncul pada 2 msi dan mengalami

kenaikan persentase penyakit pada 3 msi, sedangkan pada 4 msi terdapat beberapa

perlakuan yang mengalami kenaikan namun juga terdapat perlakuan yang tidak

mengalami kenaikan persentase. Maka, pengamatan terakhir pada 4 msi dengan

perlakuan kontrol yang memiliki kejadian penyakit sebesar 44%, perlakuan

berbahan aktif Dimetomorf sebesar 3,33%, perlakuan kombinasi antara

Trichoderma asperellum dengan seraiwangi diperoleh hasil sebesar 2,67%, T.

asperellum dengan kunyit sebesar 3,33%, dan T. asperellum dengan sirih sebesar

4,67%.

Kemudian, perlakuan kombinasi antara Trichoderma koningii dengan

seraiwangi diperoleh hasil kejadian penyakit sebesar 4,7%, T. koningii dengan

kunyit sebanyak 2,7%, dan T. koningii dengan sirih sebanyak 4%. Sedangkan

untuk perlakuan kombinasi antara Trichoderma harzianum dengan seraiwangi

diperoleh hasil kejadian penyakit sebanyak 3,3%, T. harzianum dengan kunyit

sebanyak 2%, dan T. harzianum dengan sirih memiliki kejadian penyakit

sebanyak 2%. Sehingga dapat diketahui perlakuan yang memiliki kejadian

Page 42: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

28

penyakit paling tinggi yaitu kontrol, sedangkan perlakuan yang memiliki kejadian

penyakit paling rendah yaitu T. harzianum dengan kunyit dan T. harzianum

dengan sirih.

Berdasarkan data hasil pengamatan kejadian penyakit tersebut perlakuan

yang memiliki persentase kejadian penyakit paling besar yaitu pada kontrol yang

tidak diberi perlakuan sama sekali diberi notasi (b) dan hasilnya sangat berbeda

nyata dengan perlakuan fungisida sintetik berbahan aktif Dimetomorf. Begitu juga

dengan perlakuan kombinasi antara Trichoderma spp. dengan beberapa ekstrak

herbal yang memiliki persentase kejadian penyakitnya rendah yang diberi notasi

(a) juga berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Namun, antar perlakuan

kombinasi Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak seraiwangi, kunyit

dan sirih tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Adapun kategori ketahanan tanaman jagung terhadap serangan penyakit

bulai berdasarkan persentase serangannya, apabila persentase serangan 0,0-10%

termasuk kategori sangat tahan, >10—20% kategori tahan, >20-40% kategori

agak tahan, >40-60% kategori rentan, dan >60-100% termasuk dalam kategori

sangat rentan (Talanca, 2009). Maka, jika kejadian penyakit perlakuan kontrol

sebanyak 44%, jika dikategorikan ke dalam ketahanan tanaman termasuk kategori

yang rentan. Hal tersebut menunjukkan bahwa inokulasi yang dilakukan

menggunakan jamur Peronosclerospora maydis mampu menginfeksi penyakit

tersebut ke dalam tanaman sehat. Sehingga perlakuan kontrol dapat dijadikan

sebagai indikator perbandingan dalam membandingkan dengan perlakuan

kombinasi.

Perlakuan kombinasi Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak

herbal memiliki persentase kejadian penyakit berkisar mulai dari 2-5%, jika

dikategorikan pada ketahanan tanaman maka termasuk ke dalam kategori sangat

tahan. Sehingga perlakuan kombinasi tersebut efektif dan mampu menghambat

pertumbuhan penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur Peronosclerospora

maydis pada tanaman jagung. Selain itu penghambatan yang dilakukan oleh

Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih

hasilnya >50% maka dapat dikatakan efektif dalam menekan kejadian penyakit

bulai. Sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa Trichoderma spp.

Page 43: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

29

merupakan jamur yang memiliki kemampuan memarasit cendawan patogen

tanaman dan bersifat antagonis karena kemampuannya untuk membunuh atau

menghambat pertumbuhan jamur lain (Purwantisari, 2009).

Pada perlakuan berbahan aktif dimetomorf dan hasil kejadian penyakitnya

tidak berbeda nyata dengan perlakuan kombinasi yang lain. Hal ini menunjukkan

juga bahwa kombinasi antara Trichoderma spp. dengan masing-masing ekstrak

herbal mampu digunakan sebagai alternatif dari penggunaan fungisida berbahan

aktif kimia yaitu dimetomorf. Dimetomorf yang digunakan ini memiliki cara kerja

menghambat pembentukan dinding sel diikuti dengan gagalnya sintesis tabung

kecambah (Cohen et al., 1995).

Perlakuan terbaik yang memiliki kejadian penyakit paling rendah yaitu

kombinasi antara T. harzianum dengan ekstrak kunyit dan T. harzianum dengan

ekstrak sirih yang sama-sama memiliki hasil persentase kejadian penyakit sebesar

2%. Diduga hal tersebut dikarenakan perlakuan kombinasi T. harzianum dengan

ekstrak kunyit dan sirih lebih memiliki ketahanan terhadap penyakit bulai

dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sesuai dengan pernyataan yang

menyatakan bahwa jenis Trichoderma spp. yang mampu digunakan untuk

meningkatkan aktivitas sinergistik sebagai antifungal yaitu Trichoderma

harzianum yang memiliki kemampuan untuk menyatukan enzim yang berbeda

(Tronsmo dan Hjeljord, 1998). Sehingga pada pengujian di lapang T. harzianum

lebih mampu bersinergi dengan ekstrak kunyit dan sirih.

Namun, pada perlakuan T. harzianum dengan ekstrak seraiwangi memiliki

persentase kejadian penyakit yang lebih besar dibandingkan dengan kombinasi T.

harzianum dengan ekstrak kunyit dan sirih, hal ini diduga terjadi karena adanya

sedikit penghambatan T. harzianum yang dilakukan oleh ekstrak seraiwangi.

Tetapi hal tersebut tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam menghambat

penyakit bulai. T. harzianum juga menghasilkan etanol sebagai respon dalam

menghambat pertumbuhan jamur patogen (Mumpuni et al., 1998). Begitu juga

dengan perlakuan kombinasi T. koningii dengan ekstrak seraiwangi, hal ini terjadi

sama dengan perlakuan kombinasi T. harzianum dengan ekstrak seraiwangi yang

memiliki hasil persentase kejadian penyakit lebih besar dibandingkan dengan

kombinasi T. koningii dengan ekstrak herbal sirih dan kunyit. Namun, hal tersebut

Page 44: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

30

tidak terjadi pada perlakuan kombinasi T. asperellum dengan ekstrak seraiwangi

yang justru memiliki hasil persentase kejadian penyakit paling rendah dibanding

dengan T. asperellum dengan ekstrak kunyit dan sirih. Perbedaan hasil persentase

kejadian penyakit tersebut dapat disebabkan oleh kemampuan masing-masing

jenis Trichoderma spp. yang berbeda dikarenakan perbedaan karakteristik

morfologi dan fisiologinya (Widyastuti, 2006).

Sedangkan ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih sama-sama memiliki sifat

sebagai fungisida nabati. Ekstrak seraiwangi yang memiliki bahan aktif minyak

atsiri dan di dalam minyak atsiri tersebut memiliki senyawa sitronelal yang

merupakan senyawa monoterpen dengan sifat antifungal yang tinggi (Nakahara et

al., 2003). Senyawa lainnya yaitu senyawa terpene dalam minyak atsiri serai

wangi merupakan komponen yang paling dominan dan efektif sebagai antifungi

(Siripornvisal et al., 2009). Ekstrak kunyit memiliki senyawa flavonoid yang

mampu merusak dinding sel sehingga menyebabkan kematian pada sel (Heinrich,

2009). Sedangkan ekstrak sirih mengandung senyawa aromatik seperti

hidroksikavikol, kavikol, dan betlepenol. Senyawa-senyawa aktif tersebut mampu

menekan pertumbuhan jamur patogen dengan cara mengganggu dinding sel atau

menghambat permeabilitas dinding sel sehingga komponen penting seperti protein

keluar dari sel dan sel berangsur-angsur mati (Koul et al., 2008).

4.1.3 Masa Inkubasi Penyakit

Masa inkubasi penyakit merupakan masa dimana penyakit Bulai mulai

menyerang tanaman jagung mulai dari awal tanaman diinokulasi dengan

cendawan Peronosclerospora maydis hingga munculnya penyakit. Berdasarkan

pengamatan diperoleh hasil masa inkubasi dari 11 perlakuan pada tabel 4 sebagai

berikut:

Page 45: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

31

Tabel 4. Hasil Pengamatan Masa Inkubasi Penyakit Bulai

No Perlakuan Masa Inkubasi

(hari setelah inokulasi) 1 Kontrol 8 2 Dimetomorf 16 3 Trichoderma asperellum + seraiwangi 16 4 Trichoderma asperellum + kunyit 18 5 Trichoderma asperellum + sirih 8 6 Trichoderma koningii + seraiwangi 16 7 Trichoderma koningii + kunyit 16 8 Trichoderma koningii + sirih 10 9 Trichoderma harzianum + seraiwangi 16 10 Trichoderma harzianum + kunyit 16 11 Trichoderma harzianum + sirih 8

Berdasarkan hasil pengamatan masa inkubasi pada jagung mulai dari awal

tanaman diinokulasi hingga terserang penyakit Bulai diperoleh hasil bahwa

perlakuan kontrol, kombinasi Trichoderma asperellum dengan ekstrak sirih,

kombinasi Trichoderma harzianum dengan ekstrak sirih terserang penyakit

dimulai dari 8 hari setelah inokulasi (hsi). Lalu, perlakuan kombinasi

Trichoderma koningii dengan ekstrak sirih mulai terserang penyakit 10 hsi.

Kemudian, perlakuan Dimetomorf, T. asperellum dengan ekstrak seraiwangi, T.

koningii dengan ekstrak seraiwangi, T. koningii dengan ekstrak kunyit, T.

harzianum dengan ekstrak seraiwangi, dan T. harzianum dengan ekstrak kunyit

mulai terserang penyakit pada 16 hsi, sedangkan untuk perlakuan T. asperellum

dengan ekstrak mulai terserang penyakit pada 18 hsi. Sehingga dapat diketahui

dari 11 perlakuan tersebut bahwa perlakuan yang terserang lebih cepat yaitu pada

perlakuan kontrol, kombinasi T. asperellum dengan ekstrak sirih, kombinasi T.

harzianum dengan ekstrak sirih, sedangkan perlakuan yang paling lambat

terserang penyakit yaitu kombinasi T. asperellum dengan ekstrak kunyit.

Berdasarkan pengamatan terlihat kontrol lebih cepat terserang penyakit

pada 8 hari setelah inokulasi (hsi) dikarenakan tidak adanya perlakuan sama sekali

yang diberikan untuk melindungi tanaman dari serangan penyakit bulai. Namun,

terdapat perlakuan kombinasi antara T. asperellum dengan ekstrak sirih dan

kombinasi antara T. harzianum dengan ekstrak sirih yang juga cepat terserang

Page 46: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

32

oleh penyakit bulai 8 hsi. Hal ini diduga dipengaruhi oleh ekstrak herbal sirih

yang memiliki daya hambat rendah dibandingkan dengan ekstrak herbal yang

lainnya terhadap patogen P. maydis. Kemudian, hal tersebut juga diduga terjadi

karena penyebaran inokulum yang tidak merata karena terbawa angin, sehingga

tanaman menerima jumlah sumber inokulum yang tidak sama. Setelah konidia

terbentuk, konidia terlepas dan menyebar ke daerah sekitar dengan bantuan angin

dan konidia juga dapat menginfeksi tanaman jagung yang jaraknya berkisar

hingga 42 m dari tempat asal (Mikoshiba, 1983). Selain itu juga bisa disebabkan

oleh air, air dapat menjadi alat penyebaran spora secara aktif bila air itu digunakan

sebagai media untuk berenang bagi spora-spora. Apabila spora itu menyebar

karena terbawa oleh aliran atau percikan air pada saat inokulasi bisa jadi air

tersebut terkumpul pada tanaman tertentu sehingga memiliki jumlah spora yang

lebih banyak dan menyebabkan tanaman lebih cepat terinfeksi.

Maka dari itu cepat lambatnya P. maydis menginfeksi tanaman juga

dipengaruhi jumlah ketersediaan sumber inokulum. Pada perlakuan kombinasi

antara T. harzianum dengan sirih yang lebih cepat terserang bulai yaitu 8 hsi,

namun memiliki persentase kejadian penyakit yang lebih rendah yaitu 2%

dibandingkan dengan perlakuan lain yang memiliki persentase kejadian penyakit

yang lebih tinggi padahal lebih lambat terserang penyakit bulai, hal tersebut bisa

terjadi karena tanaman memiliki ketahanan yang berbeda-beda. Sesuai dengan

pernyataan yang menyatakan bahwa mekanisme ketahanan tanaman jagung

terhadap konidia berbeda-beda (Salumushabani dan Frederiksen, 1982). Sehingga,

pada saat masa-masa awal tanaman diiinokulasi perlakuan yang lebih cepat

terinfeksi diduga memiliki tingkat ketahanan yang rendah, namun seiring

berjalannya waktu tanaman yang awalnya lebih cepat terinfeksi oleh cendawan

patogen P. maydis justru lebih tahan terhadap patogen tersebut.

Hal ini juga bisa dikarenakan peningkatan aktivitas enzim polifenol

oksidase berkaitan dengan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen. Polifenol

oxidase (POX) diketahui berperan dalam pembentukan substansi barier pada

lokasi infeksi patogen dan aktivitas POX pada kultivar tahan menunjukkan 972,3

kali lebih tinggi dibanding jaringan sehat. Maka hal tersebut menunjukkan bahwa

POX berperan dalam induksi ketahanan tanaman terhadap penyakit bulai (Arun et

Page 47: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

33

al., 2010; Kumar et al., 2011). Selain itu cepat lambatnya jamur P. maydis

berkembang juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembaban lingkungan yang

tidak dapat dikendalikan, karena lahan percobaan yang berada di lahan terbuka.

Page 48: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

34

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan

bahwa perlakuan kombinasi antara jamur Trichoderma spp. dengan masing-

masing ekstrak herbal efektif dalam mengendalikan penyakit bulai yang

disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis karena kemampuan

menghambatnya >50%. Terdapat kombinasi terbaik yang diperoleh yaitu pada

kombinasi Trichoderma harzianum dengan ekstrak kunyit karena hasil persentase

kejadian penyakit yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain yaitu sebanyak

sebanyak 2% dan memiliki masa inkubasi yang lebih lama yaitu 16 hari setelah

inokulasi (hsi). Sehingga perlakuan kombinasi tersebut mampu digunakan sebagai

alternatif dalam penggunaan fungisida sintetis.

VI. SARAN

Sebaiknya dilakukan penelitian ulang menggunakan perlakuan tunggal

Trichoderma dan masing-masing ekstrak seraiwangi, kunyit dan sirih sebagai

pembanding, serta melakukan monitoring Trichoderma yang mampu terserap oleh

tanaman.

Page 49: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

35

DAFTAR PUSTAKA

Djuanaedy, A. 2009. Biopestisida Sebagai Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang Ramah Lingkungan. Jurnal Fakultas Pertanian UNIJOYO.pdf Alsuhendra, R., dan A. I. Santoso. 2011. Pengaruh Penggunaan Edible Coating Terhadap Susut Bobot, Ph, dan Karakteristik Organoleptik Buah Potong Pada Penyajian Hidangan Dessert. Skripsi. Teknik Universitas Negeri Jakarta. Amaria, W., Taufiq, E. dan Harni, R. 2013. Seleksi dan Identifikasi Jamur

Antagonis sebagai Agens Hayati Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) pada Tanaman Karet. Buletin RISTRI4 (1): 55-64.

Arianingrum, R. 2004. Kandungan Kimia Jagung dan Manfaatnya Bagi Kesehatan. Buletin Harian Kesehatan. Arun K., Mali P. C., and Manga V. K. 2010. Changes of some phenolic

compounds and enzyme activities on infected pearl millet caused by Sclerospora graminicola. Int J Plant Physiol and Biochem. 2(1): 6-10.

Arwiyanto T. 2003. Pengendalian Hayati Penyakit Layu Bakteri Tembakau. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 3 (1): 54-60. Badan Pusat Statistika (BPS). 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 1993-2015. https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 30 Oktober 2018. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta. 2014. Pengendalian Penyakit Bulai Pada Jagung. http://yogya.litbang.pertanian.go.id. Diakses tanggal 10 Januari 2019. Balai Besar Perenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. 2014. Metode Perhitungan Pengembangan Pertanian. 33 (3): 12-13. Benitez, T., Rincon, A.M., Limon, M.C. and Codon, A.C. 2004. Biocontrol

mechanisms of Trichoderma strains. International Michrobiology 7 (4): 249-260.

Bonde M., R., Peterson G., L., Kenneth R., G., Vermeulen H., D., Sumartini and Bustaman M. 1982. Effect Of Temperature On Conidial Germination And Systemic Infection Of Maize by Peronosclerospora species Phytopathology, 82: 104-109. Budiarti SG, Sutoro, Hadiatmi, Purwanti H. 2012. Pembentukan dan Evaluasi Inbrida Jagung Tahan Penyakit Bulai. Prosiding

Page 50: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

36

Burhanuddin. 2010. Pengamatan Penyakit di Kabupaten Kediri. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI Komisaris Daerah Sulawesi Selatan. Hlm. 365-369. Calhoun, J. 1979. Predisposition by the environment. In: JG Horsfall and EB

Cowling (eds.). Plant disease, 4th Vol. Academic Press. New York. pp. 75-96.

Chet, I. 1987. Innovative Approaches to Plant Diseases Control. John Wiley and Sons, A Wiley-Interscience Publication, USA. pp. 11-210. Cohen, Y., Baider, A., and Cohen, B. H. 1995. Dimetomorph activity agains

oomycete fungal plant pathogns. The American Phytopathological Society, 85(12), 15000-1506.

Deising, H. B., Reimann, S., and Pascholati, S. F. 2008. Mechanisms and

Significance Of Fungicide Resistance. Braz J Microbiol, 39(2), 286-295. Dewan Jagung Nasional. 2011. Menuju Swasembada Jagung Tahun 2014. Laporan Dewan Jagung Nasional pada Hari Pangan Sedunia ke 31. Tanggal 16 Oktober 2011, Gorontalo. Sulawesi Barat. Efri, Prasetyo, J., dan Suharjo, R. Skrining dan Uji Antagonisme Jamur Trichoderma harzianum Yang Mampu Bertahan Di Filosfer Tanaman Jagung. Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung 245 hlm. Gisi, U. 1996. Synergistic Interaction Of Fungicides in Mixtures. Phytopathology,

86, 1273-1279. Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid 1. UI Press. Jakarta Gusnawaty, H.S., Taufik, M., Triana, L., dan Asniah. 2014. Karakterisasi Morfologis Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari. Hariana, A. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal 86-87. Harman, G. E. 2006. Trichoderma sp., including T. harzianum, T. viride, T.

koningii, T. hamatum and other sp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual classification system). Available from: http://www.nvsaes.comell.edu/biocontrol/pathogen/trichoderma.html. Diakses pada 16 Januari 2019.

Page 51: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

37

Hasanah, U., Ni Made, L. E., dan I Made, S. 2016. Uji Campuran Trichoderma spp. Dengan Ekstrak Fungisida (Kunyit dan Daun Sirih) Terhadap Jamur Fusarium oxysporum f. sp. capsici Penyebab Penyakit Layu Pada Tanaman Cabai. Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons, S., 2009. Farmakognosi dan

Fitoterapi.Terjemahan Winny R. Syarief, dkk. EGC: Jakarta. Herliyana E. N., Jamilah, R., Taniwiryono, D. Dan Firmansyah, M. A. 2013. Uji In-vitro Pengendalian Hayati oleh Trichoderma spp. Terhadap Ganoderma yang Menyerang Sengon. Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, IPB. Jurnal Silvikultur Tropika 4 (3): 190-193. Hjeljord, L. and A. Tronsmo, 1998. Trichoderma and Gliocladium in biological control: an overview. Pp. 131-152. In: G.E. Harman and C.P. Kubicek (Eds.), Trichoderma and Gliocladium Vol. 2. Taylor & Francis Ltd., London. Howell C. R. 2002. Mechanisms employed by Trichoderma species in the

biological control of plant diseases the history and evolution of current concept. Plant Disease 87: 1-10.

Iriany, M., R. N. A. Takdir, M. Muzdalifah, M. M. Dahlan, dan Subandi. 2003. Evaluasi Daya Gabung Karakter Ketahanan Tanaman Jagung Terhadap Penyakit Bulai Melalui Persilangan Diallel. Penelitian Tanaman Pangan 22 (3). http://www.pempropsu.go.id/download.php?filename=Daya%20Gabung.pdf danid=KA-01. Diakses tanggal 10 Desember 2018. Kalemba, A. and A. Kunicka. 2003. Antibacterial and Antifungal Properties of Essential Oil. Current Medical Chemistry 10: 813-829. Kansrini, Y. 2015. Uji Berbagai Jenis Media Perbanyakan Terhadap Perkembangan Jamur Beauveria bassiana di Laboratorium. Jurnal Agrica Ekstensia, 9 (1), 34-39. Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat Dekade yang Lalu dan Implikasinya Bagi Indonesia. Badan Litbang: Nasional Agribisnis Jagung. Kirk, P.M. 2018. Species Fungorum (Version Oct 2017). In: Roskov Y., Abucay

L., Orrell T., Nicolson D., Bailly N., Kirk P.M., Bourgoin T., DeWalt R.E., Decock W., De Wever A., Nieukerken E. Van, Zarucchi J., Penev L., eds. (2018). Species 2000 & ITIS Catalogues of Life, 28th March 2018. Digital resource at www.catalogueoflife.org/col. Species 2000: Naturalis, Leiden, the Netherlands. ISSN 2405-8858.

Page 52: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

38

Koul, P., S. Walia and G. S. Dhawalia. 2008. Essential Oil as Green Pesticides Potential and Constrains, Current Science. India. Kumar, A., Mali, P.C., and Gajja, L. 2011. Biochemical constituents in

malformed tissue of pearl millet cultivars caused by aggresive pathotype of Sclerospora graminicola causing downy mildew disease. In J Bioche Res and Riv. 1(3): 108-119.

Lynd, L. R., P. J. Weimer, W. H. Van Zyl, and I. S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiology and Molecular Biology Reviewsoclecular Biology Reviews, (3). pp. 506-577. Matruti A. E., Kalay A. M., dan Uruilal C. 2013. Serangan Peronosclerospora spp. Pada Tanaman Jagung Di Desa Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon. Agrologia. Vol. 2 (2): 110. Masdiar, b., Bahagiawati, A. H., dan Tantera, D.M. 1981. Proses Sporulasi maydis (Rac) SHAW dan Faktor Luar yang Mempengaruhinya. Kongres Nasional PFI ke VI di Padang. Padang. Mumpuni, A., Sharma, H.S.S., and Brown, A. 1998. Effect of metabolites

produced by Trichoderma harzianum biotypes and agaricus bisporus on their respective growth radii in culture. Applied and Environmental Microbiology 64 (12): 5053-5056.

Miftakhun. 2017. Uji Efektivitas Berbagai Media Selektif Untuk Isolasi Trichoderma spp. Dari Tanah Pada Berbagai Lahan yang Berbeda. Thesis, Universitas Brawijaya. http://repository.ub.ac.id/7089/. Diakses 8 Januari 2019. Mikoshiba, H. 1983. Studies on the control of downy mildew disease of maize in

tropical countries of Asia. Ibaraki: T.A.R.C. Murni, A. M dan Arief, R. W. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Disunting Irawan, B. E. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 17 hlm. Nakahara, K., N. S. Alzoreky, T. Yoshihashi, H. T. T. Nguyen and G. Trakoontivakorn. 2003. Chemical Composition and Antifungal Activity of Essential Oil from Cymbopogon nardus (Citronella Grass). JARQ 37(4): 249-252. Nurahmi, E., U. Abu., E. dan Silvya. 2012. Aplikasi Trichoderma Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Kakao, Tomat, dan Kedelai. Floratek. 7(1): 57-65.

Page 53: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

39

Octriana, L. 2011. Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro. Buletin Plasma Nutfah 17 (2): 138-142.

Pieterse, C. M. J., Leon-Reyes, A., Van der Ent S., and Van Wees S.C.M. 2009.

Networking by small-molecule hormones in plant immunity. Nature Chemical Biology. 5(5): 308-316.

Purwantisari S. 2009. Isolasi dan Identifikasi Cendawan Indigenous Rhizosfer Tanaman Kentang dari Lahan Pertanian Kentang Organik di Desa Pakis. Magelang, Jurnal BIOMA. ISSN: 11 (2): 45. Rifai M. A. 1969. A revision of the genus Trichoderma. Mycology. Pap. 116:1- 56. Rustiani, U.S., Sinaga, M., S., Hidayat, S.,H., dan Wiyono, S. 2014. Tiga Spesies Peronosclerospora Penyebab Penyakit Bulai Jagung di Indonesia. Jurnal

Berita Biologi. 14(1): 29-37. Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 429 hlm. Shaw, C. G. 1976. Interim Reporter on Taxonomy og Graminicolous Downy

Mildews Attacking Maize. Kasetsart Journal 10: 85-88. Sudantha, 2010. Pengendalian Hayati Patogen Tanaman. Mataram University Press. Mataram. Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius, hlm: 4-5. Syafruddin dan Fadhly, A. F. 2004. Budidaya Jagung untuk Produksi Benih. Pelatihan Peningkatan Kemampuan Petugas Produksi Benih Serelia: 14-16. Hidayat, S. S., dan Hutapea, J. R. 1997. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (1). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta. Wahyuno, D., Manohara, D., dan Mulya K. 2009. Peranan bahan organik pada pertumbuhan dan daya antagonisme Trichoderma harzianum dan pengaruhnya terhadap Phytophtora capsici pada tanaman lada. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 7(2): 76-82. Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta: Kanisius. Warisno. 2007. Budidaya Jagung Manis Hibrida. Yogyakarta: Kanisius.

Page 54: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

40

Widyastuti, S.M., Sumardi, Irfa’i, dan Harjono. 2006. Aktivitas Penghambatan Trichoderma spp. Terformulasi Terhadap Jamur Patogen Tular Tanah Secara In-Vitro. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 8: 27-39. Wu Q., Sun R., Ni M., Yu J., Li Y., Yu C. 2017. Identifikasi Jamur Baru

Trichoderma asperellum GDFS1009 dan Evaluasi Menyeluruh dari Khasiat Biokontrolnya. PloS ONE 12 (6): e0179957.

Page 55: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Sinergisme Trichoderma spp. Dengan Ekstrak Herbal

Trichoderma asperellum + Kunyit

Trichoderma asperellum + Sirih

Trichoderma koningii tanpa ekstrak

Trichoderma koningii + Seraiwangi

Trichoderma asperellum tanpa ekstrak

Trichoderma asperellum + Seraiwangi

Page 56: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

42

Trichoderma koningii + Kunyit

Trichoderma koningii +Sirih

Trichoderma harzianum tanpa ekstrak

Trichoderma harzianum + Seraiwangi

Trichoderma harzianum + Kunyit

Trichoderma harzianum + Sirih

Page 57: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

43

Lampiran 2. Tabel Hasil Analisis Uji Sinergisme 2 Hari Setelah Inokulasi (hsi)

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel

P-value 5 % 1%

Kelompok 2 0,04 0,02 0,13 ns 3,44 5,72 0,877

Perlakuan 11 12,50 1,14 7,23 * * 2,26 3,18 0,000

Galat 22 3,46 0,16 Total 35 16,00 KK = 5,95%

Lampiran 3. Tabel Hasil Analisis Kejadian Penyakit Bulai

1. Kejadian Penyakit Pada 3 Minggu Setelah Inokulasi (msi)

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel

P-value 5 % 1%

Kelompok 2 16,91 8,45 3,11 ns 3,49 5,85 0,067

Perlakuan 10 2893,58 289,36 106,33 * * 2,35 3,37 0,000

Galat 20 54,42 2,72 Total 32 2964,91 KK = 28,35%

2. Kejadian Penyakit Pada 4 Minggu Setelah Inokulasi

Sumber db JK KT F-hitung F-tabel

P-value 5 % 1%

Kelompok 2 11,09 5,55 1,48 ns 3,49 5,85 0,251 Perlakuan 10 4546,00 454,60 116,3 * * 2,35 3,37 0,000 Galat 20 74,91 3,75

Total 32 4632,00 KK = 27,65%

Page 58: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

44

Lampiran 4. Kegiatan Budidaya Di Lahan

Pengolahan Lahan Pengairan

Aplikasi Trichoderma

spp. metode kocor

Aplikasi ekstrak herbal

metode semprot

Ekstrak herbal Larutan Fungisida Nabati

Page 59: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

45

Lampiran 5. Perbanyakan Trichoderma spp.

Mengisi media PDB dengan isolat Trichoderma spp.

Trichoderma spp. ditumbuhkan pada media PDB selama 7 hari

Menyaring spora menggunakan alat vacum

Spora kering Trichoderma

Page 60: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

46

Lampiran 6. Dokumentasi Tanaman Jagung di Lahan

Perlakuan Kontrol

Negatif (P0)

Perlakuan Fungisida

Sintetik (P1)

Perlakuan T. asperellum+ekstrak

kunyit (P3)

Perlakuan T. asperellum+ekstrak

seraiwangi (P2)

Perlakuan T. asperellum+ekstrak

sirih (P4)

Perlakuan T. koningii+ekstrak

seraiwangi (P5)

Page 61: UJI EFEKTIVITAS Trichoderma spp. DENGAN BEBERAPA

47

Perlakuan T. harzianum+ekstrak

sirih (P10)

Perlakuan T. harzianum+ekstrak

kunyit (P9)

Perlakuan T. koningii+ekstrak

kunyit (P6)

Perlakuan T. harzianum+ekstrak

seraiwangi (P8)

Perlakuan T. koningii+ekstrak

sirih (P7)