Top Banner
UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN OTOSKOP LANGSUNG DALAM MENDIAGNOSIS KELAINAN TELINGA PADA USIA 60 TAHUN KEATAS DI PANTI BERDIKARI BSD DAN PANTI WERDHA MELANIA REMPOA Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN OLEH: Niswatur Rosyidah NIM:11151030000002 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2018
74

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

Jan 18, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN

DENGAN OTOSKOP LANGSUNG DALAM

MENDIAGNOSIS KELAINAN TELINGA PADA USIA

60 TAHUN KEATAS DI PANTI BERDIKARI BSD DAN

PANTI WERDHA MELANIA REMPOA

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Niswatur Rosyidah

NIM:11151030000002

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2018

Page 2: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Oktober 2018

Niswatur Rosyidah

Page 3: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN

OTOSKOP LANGSUNG DALAM MENDIAGNOSIS KELAINAN

TELINGA PADA USIA 60 TAHUN KEATAS DI PANTI BERDIKARI BSD

DAN PANTI WERDHA MELANIA REMPOA

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh

Niswatur Rosyidah

NIM: 11151030000002

Pembimbing II

di'. Fikri Mi4.hdr. Cut Wamaini, M.PH

NrP. 1982121t 200912 2 00t

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440IJt2018 M

111

Pembimbing I

anto, Sp.THT-

Page 4: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP

DIBANDINGKAN DENGAN OTOSKOP LANGSUNG DALAM

NIENDIAGNOSIS KELAINAN TELINGA PADA USIA 60 TAHUN

KEATAS DI PANTI BERDIKARI BSD DAN PANTI WERDHA MELANIA

REMPOA yang diajukan oleh Niswatur Rosyidah (NIM: 11151030000002),

telah cliujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 26

Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Fakultas Kedokteran.

Ciputat, Oktober 2018

DEWAN PENGUJI

dr. Fikri Mi Sp. THT-KL

dr. Fikri Mirza Pu

Pembimbing II

^.h Nv

dr. Cut Wamaini, M.PH

NrP. 19821211200912 2 001NIP. -

Penguii I

Dr. Cr. Syarief Hasan [,utfie, Sp.KFR

NrP. 19620840 199003 1 002

dr. Wahya Sigit Purnomo, Sp.THT-KL

NIP. 3671 07 1,4 098000 12

PIMPINAN FAKULTAS

KAN FK UIN

, Ph.D., Sp.PDKEMD

KAPRODI PSKed

--------*--- fr>r-'fi,ffidr. Achmad zuui,i...npid, Sp.oT

NrP. 19780s07 200501 1 005

iv

Pembimbing I

t965tt232003t2 1 003

Page 5: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan atas kehadirat

Allah SWT, karena limpahan nikmat, rahmat, serta anugerah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta

salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bawa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa

adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada:

1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Fikri Mirza Putranto, Sp. THT-KL dan dr Cut Warnaini, M.PH selaku

dosen pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing, memberi masukan serta arahan dan motivasi selama

pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. drg. Laifa Hendarmin, DDS, Ph.D. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D. selaku

dosen penanggung jawab riset mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015 yang telah memotivasi kami

untuk dapat menyelesaikan riset tepat waktu dan memberi arahan serta

masukan dalam penelitian yang akan kami lakukan.

4. dr. Diana Rosalina, Sp. THT-KL selaku ahli THT-KL yang telah bersedia

membantu penelitian ini sebagai pembaca hasil diagnosis telinga.

5. Kedua orangtua penulis yang tercinta, Abi Sachlan Joediono dan Ibu

Endah Pujiwati, serta adik-adik tersayang Almas Ahmad N dan Dafa

Fadilah H yang selalu mencurahkan cinta dan kasih sayangnya dan selalu

memberi dukungan baik moril, materil dan spiritual yang tak kunjung

hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

6. Teman seperjuangan penelitian, yaitu Harum Dzati Fitriyah, Wafa Sofia

Fitri, dan khususnya Andi Noldy yang telah bersedia bersama-sama

Page 6: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

vi

mengantar kami selama bimbingan serta ke panti werdha untuk

melakukan penelitian dan telah bekerja sama dengan baik dan saling

bahu membahu memberikan dukungan, semangat dan motivasi selama

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Igor Ade Albion, Fatimah Azzahra, Dwy

Ainurrokhimah, Shiella Fauziah, Hasna Aqilah, Qotrun Nada, dan teman-

teman Razveda Jabodetabek yang telah memberi dukungan dan menjadi

tempat keluh kesah selama proses penelitian ini berlangsung.

8. Seluruh teman – teman program studi kedokteran angkatan 2015 yang

selalu memberi dukungan dan semangat.

9. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan skripsi

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan

ketidasempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para

pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.

Ciputat, Oktober 2018

Penulis

Page 7: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

vii

ABSTRAK

Niswatur Rosyidah. Program Studi Kedokteran. Uji Diagnostik Otoendoskop

Dibandingkan dengan Otoskop Langsung dalam Mendiagnosis Kelainan

Telinga Pada Usia 60 tahun Keatas di Panti Berdikari BSD dan Panti

Werdha Melania Rempoa. 2018.

Latar belakang: Menurut Riskesdas 2013 diperoleh prevalensi gangguan

pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (36,6%), kemudian

kelompok umur 65-74 tahun (17,1%). Maldistribusi dokter spesialis di Indonesia

menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak maksimal. Terlebih dokter

spesialis THT, yang dapat menyebabkan keterlambatan proses rujukan. Uji

diagnostik otoendoskop dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan telinga

dan sangat mudah digunakan bagi yang mempunyai kompetensi serta dapat

dengan mudah dikonsultasikan hasilnya kepada dokter lain. Tujuan: Mengetahui

hasil uji diagnostik otoendoskop dibandingkan dengan otoskop langsung dalam

mendiagnosis kelainan telinga pada lansia. Metode: Penelitian ini menggunakan

desain penelitian cross sectional dengan total 42 lansia dan 84 gambaran telinga

dari dua panti berbeda. Diagnosis diperoleh dari dua dokter spesialis THT-KL

yang ikut saat pemeriksaan dan yang tidak ikut. Hasil: Bedasarkan hasil diagnosis

dokter ikut didapatkan nilai sensitivitas 94,1%, spesifisitas 79,4%, nilai duga

positif 82%, nilai duga negatif 93,1%, dan akurasi 86,7%. Sedangkan hasil untuk

dokter tidak ikut didapatkan nilai sensitivitas 87,5%, spesifisitas 87,8%, nilai duga

positif 87,5%, nilai duga negatif 87,8%, dan akurasi 87,5%. Nilai kesesuaian antar

dua dokter spesialis THT-KL didapatkan sebesar 0,7. Simpulan: Nilai sensitivitas,

spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan akurasi otoendoskop

dibandingkan otoskop langsung dalam mendiagnosis kelainan telinga pada lansia

adalah baik. Nilai kesesuaian yang didapat dari dua dokter juga baik.

Kata kunci: Uji diagnostik, otoendoskop, kelainan telinga, lansia

Page 8: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

viii

ABSTRACT

Niswatur Rosyidah. Medical Study Program. Otoendoscope Diagnostic Test

Compared to Direct Otoscope in Diagnosing Ear Disorders at The Age of 60

Years and Above at Panti Berdikari BSD and Panti Werdha Melania. 2018.

Background: According to Riskesdas 2013, the highest prevalence of hearing loss

was found in the age group 75 years and over (36.6%), then the age group 65-74

years (17.1%). The uneven distribution of specialist doctors in Indonesia causes

health services to be not optimal. Moreover, ENT specialists, which can cause

delays in the referral process. Otoendoscope diagnostic test can help establish a

diagnosis of ear disorders and is very easy to use for those who have competence

and can easily consult the results of other doctors. Objective: To find out the

results of the otoendoscope diagnostic test compared to direct otoscope in

diagnosing ear disorders in the elderly. Methods: This study used a cross sectional

study design with a total of 42 elderly and 84 ear images from two different

institutions. Diagnosis was obtained from two ENT specialists who took part in

the examination and who did not participate. Result: Based on the results of the

diagnosis the doctor obtained a sensitivity value of 94.87%, specificity of 79,4%,

positive predictive value of 82%, negative predictive value of 93.5%, and

accuracy of 86,7%. Whereas the results for doctors were not take a part in the

examination has a sensitivity value of 88.88%, specificity of 87,8%, positive

predictive value of 87,5%, negative predictive value of 87,8%, and accuracy of

87,5%. The suitability value (kappa) between two ENT specialists was 0.7.

Conclusion: The value of sensitivity, specificity, positive predictive value,

negative predictive value, and the accuracy of autocloscope compared to otoscope

directly in diagnosing ear disorders in the elderly is good. The suitability value

(kappa) obtained from two doctors is also good.

Keywords: Diagnostic test, autoendoscope, ear disorders, elderly

Page 9: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3

1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 3

1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 3

1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3

1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................................ 3

1.5.2 Bagi Subjek Penelitian ............................................................................ 4

1.5.3 Bagi Perguruan Tinggi ............................................................................ 4

1.5.4 Bagi Dunia Kedokteran .......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5

2.1 Landasan Teori .............................................................................................. 5

2.1.1 Anatomi Telinga ..................................................................................... 5

2.1.1.1 Telinga Luar ......................................................................................... 5

2.1.1.2 Membran Timpani ............................................................................... 6

2.1.1.3 Telinga Tengah .................................................................................... 7

Page 10: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

x

2.1.2 Variasi Kelainan Liang Telinga .............................................................. 7

2.1.2.1 Serumen ............................................................................................... 7

2.1.2.2 Otitis Eksterna...................................................................................... 8

2.1.2.3 Otomikosis ......................................................................................... 12

2.1.2.4 Kolesteatoma Eksterna ...................................................................... 13

2.1.3 Variasi Kelainan Telinga Tengah ......................................................... 14

2.1.3.1 Otitis Media Supuratif ....................................................................... 14

2.1.3.2 Otitis Media Non Supuratif................................................................ 20

2.1.3.3 Otitis Media Adhesiva ....................................................................... 21

2.1.4 Gangguan Pendengaran Pada Usia 60 Tahun Keatas ........................... 22

2.1.5 Pemeriksaan Telinga Menggunakan Otoskop ...................................... 23

2.1.5.1 Otoskop .............................................................................................. 23

2.1.5.2 Otoendoskop ...................................................................................... 25

2.1.5.3 Prosedur Penggunaan Otoskop .......................................................... 26

2.1.6 Uji Diagnostik ....................................................................................... 29

2.1.7 Uji Kesesuaian ...................................................................................... 29

2.2 Kerangka Teori ............................................................................................ 30

2.3 Kerangka Konsep ........................................................................................ 31

2.4 Definisi Operasional .................................................................................... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 32

3.1 Desain Penelitian ......................................................................................... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 32

3.3 Populasi Penelitian ...................................................................................... 32

3.3.1 Populasi Target ..................................................................................... 32

3.3.2 Populasi Terjangkau ............................................................................. 32

3.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ....................................................... 32

3.4.1 Besar Sampel ....................................................................................... 33

3.4.1.1 Penghitungan Besar Sampel .............................................................. 33

3.4.1.2 Sampel yang Diambil......................................................................... 33

3.4.2 Kriteria Sampel ..................................................................................... 33

3.4.2.1 Kriteria Inklusi ................................................................................... 33

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi ................................................................................ 34

Page 11: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

xi

3.5 Cara Kerja Penelitian ................................................................................... 34

3.6 Alur Penelitian ............................................................................................. 35

3.7 Managemen Data ......................................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 37

4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................ 37

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ................................................................. 37

4.1.3 Hasil Uji Diagnostik Otoendoskop Dibandingkan dengan Otoskop

Langsung ........................................................................................................ 39

4.1.4 Hasil Uji Kesesuaian ............................................................................. 41

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 42

4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 44

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 45

5.1 Simpulan ...................................................................................................... 45

5.2 Saran ............................................................................................................ 45

BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ............................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47

LAMPIRAN .......................................................................................................... 50

Page 12: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

xii

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

THT-KL : Telinga Hidung Tenggorok - Kepala Leher

OMA : Otitis media akut

OMSK : Otitis media supuratif kronik

Lansia : Lanjut usia

RI : Republik Indonesia

USB : Universal Serial Bus

Wifi : Wireless Fidelity

Page 13: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik subyek dan sebaran diagnostik

pemeriksaan otoskop langsung ............................................................................. 38

Tabel 4.2 Uji diagnostik otoendoskop dengan otoskop langsung dokter ikut ...... 39

Tabel 4.3 Uji diagnostik otoendoskop dengan otoskop langsung dokter tidak

ikut ........................................................................................................................ 40

Tabel 4.4 Tabel silang hasil uji kesesuaian otoendoskop antara dokter ikut dan

dokter tidak ikut .................................................................................................... 41

Page 14: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Anatomi Telinga................................................................................. 5

Gambar 2.2: Anatomi Membran Timpani ............................................................... 6

Gambar 2.3: Otitis Eksterna Akut Terlokalisasi (Furunkel) ................................. 10

Gambar 2.4: Otitis Eksterna Difusa (Swimmer ear) ............................................. 11

Gambar 2.5: Otomikosis ....................................................................................... 13

Gambar 2.6: Otitis Media Akut Stadium Supuratif .............................................. 16

Gambar 2.7: Otitis Media Akut Stadium Perforasi ............................................... 17

Gambar 2.8: Otitis Media Akut Stadium Resolusi................................................ 18

Gambar 2.9: Otoskop ............................................................................................ 24

Gambar 2.10: Spekulum........................................................................................ 24

Gambar 2.11: Otoendoskop LESHP 2 in 1 ........................................................... 25

Gambar 2.12: Otoendoskop LESHP 2 in 1 ........................................................... 25

Gambar 2.13: Cara menarik daun telinga ............................................................. 27

Gambar 2.14: Cara memegang otoskop ................................................................ 27

Gambar 2.15: Anatomi membran timpani kanan .................................................. 28

Gambar 7.1: Surat Izin Kerjasama .................................................................50

Gambar 7.2: Foto bersama pengurus panti Werdha Melania................................. 51

Gambar 7.3: Proses pengambilan gambar dengan posisi subyek tidur.................. 51

Gambar 7.4: Proses pengambilan gambar dengan posisi subyek duduk ..............51

Gambar 7.5: Otitis media perforasi .................................................................51

Gambar 7.6: Normal .....................................................................................51

Gambar 7.7: Serumen basah ..........................................................................51

Gambar 7.8: Serumen kering .........................................................................51

Gambar 7.9: Tidak dapat dinilai ............................................................................51

Page 15: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Kerjasama.....................................................................50

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian.......................................................51

Lampiran 3 Gambar Proses Penelitian.............................................................53

Lampiran 4 Gambar Hasil Diagnosis...............................................................54

Lampiran 5 Tabel Induk...................................................................................55

Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik.................................................................58

Lampiran 7 Riwayat Penulis............................................................................60

Page 16: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Telinga berfungsi sebagai organ pendengaran dan keseimbangan yang

terdiri dari telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Pendengaran merupakan

salah satu sensori manusia yang amat penting untuk hidup.1 Maka dari itu,

kesehatan telinga adalah syarat penting bagi upaya peningkatan kualitas sumber

daya manusia karena sebagian besar infomasi diserap melalui proses mendengar

yang baik.

Menurut World Health Organization (WHO) saat ini diperkirakan ada 360

juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan pendengaran, dan 328 juta (91%)

diantaranya adalah orang dewasa (183 juta adalah laki-laki dan 145 juta

perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anak-anak. Prevalensi gangguan meningkat

seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang di

atas 65 tahun bervariasi, dari 18 sampai hampis 50% di seluruh dunia.2

Di Indonesia sendiri, jumlah penderita gangguan pendengaran ternyata

cukup banyak. Kementerian Kesehatan pada tahun 1994 – 1996 pernah

mengadakan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran di

tujuh propinsi di Indonesia. Hasilnya ditemukan bahwa prevalensi ketulian 0,4%,

morbiditas telinga 18,5%. Penyakit telinga luar 6,8%, penyakit telinga tengah

3,9%, presbikusis 2,6%, ototoksisitas 0,3%, tuli mendadak 0,2%, dan tuna rungu

0,1%.3

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998

tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan Lanjut Usia (lansia)

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.4 Secara umum,

kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami

penurunan. Salah satunya adalah berkurangnya fungsi pendengaran.

Berkurangnya fungsi ini dapat menyebabkan terjadinya isolasi sosial, depresi dan

menarik diri dari aktivitas hidup. Gangguan pendengaran ini meliputi tuli,

kehilangan pendengaran berat, ataupun kehilangan pendengaran parsial yang

dapat menyebabkan sulit berkomunikasi.5

Page 17: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

2

Bedasarkan hasil Riskesdas 2013 diperoleh prevalensi gangguan

pendengaran tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (36,6%), kemudian

kelompok umur 65-74 tahun (17,1%). Sedangkan angka prevalensi terkecil berada

pada kelompok umur 5-14 tahun dan 15-24 tahun (masing-masing 0,8%).

Prevalensi tertinggi ketulian terdapat pada kelompok umur dengan gangguan

pendengaran, yaitu umur lebih dari 75 tahun (1,45%), dan prevalensi terkecil

berada pada kelompok umur 5-14 tahun dan 15-24 tahun (masing-masing 0,04%).

Kemudian jika dilihat bedasarkan jenis kelamin, perempuan sedikit lebih tinggi

daripada laki-laki (2,8%;2,4%), begitu pula prevalensi ketulian, perempuan sedikit

lebih tinggi daripada laki-laki (0,10%;0,9%).6

Di Indonesia masih terdapat beberapa kekurangan mengenai jumlah tenaga

kesehatan yang dimiliki, antara lain adalah jumlah tenaga kesehatan yang masih

kurang, distribusi yang tidak merata, dan kualitas yang belum memadai. Distribusi

tenaga kesehatan yang tidak merata masih menjadi hal penting yang harus

diselesaikan. Distribusi dokter spesialis tertinggi terdapat di Jakarta yang

mencapai 70,6%, kemudian disusul DI Yogyakarta 38,5% per 100.000 penduduk.

Jumlah ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain seperti

Nusa Tenggara, Maluku, Kalimantan, Papua, Bengkulu yang tidak mencapai 10%

distribusinya. Maldistribusi ini menyebabkan sulitnya pelayanan kesehatan di

Indonesia.7 Orang yang ingin mendapat pelayanan kesehatan yang lebih baik

harus pergi ke pusat kota terlebih dahulu dan menempuh waktu yang lama. Hal ini

menjadi penting apabila dokter yang berada di daerah harus merujuk pasien ke

pusat kota karena tidak memiliki peralatan yang memadai.

Oleh karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan banyak penderita

kelainan telinga khususnya lansia, peneliti ingin menguji nilai sensitivitas,

spesifisitas, dan nilai kesesuaian otoendoskop sebagai alat diagnostik yang bisa

digunakan untuk membantu dokter-dokter umum untuk berkonsultasi dengan

dokter spesialis telinga hidung tenggorok (THT) yang berada jauh dari jangkauan

dalam mendiagnosis kelainan telinga sehingga proses perujukan tidak terlambat.

Otoendoskop ini termasuk alat yang baru buatan China. Namun untuk validasi alat

ini belum dilakukan. Kelebihan lain dari otoendoskop ini adalah alat yang handy,

mudah dipakai, dan ringan jadi bisa dibawa kemanapun dan digunakan saat

Page 18: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

3

diperlukan. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan studi pendahuluan mengenai

alat ini agar dapat membuka kesempatan kepada peneliti lain untuk melakukan

penelitian lanjutan dengan otoendoskop.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah otoendoskop dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan telinga

pada usia 60 tahun keatas di panti reda?

1.3 Hipotesis

Otoendoskop dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan telinga pada usia

60 tahun keatas di panti reda.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hasil uji diagnostik otoendoskop dibandingkan dengan otoskop

langsung dalam mendiagnosis kelainan telinga pada usia 60 tahun keatas

1.4.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas otoendoskop

dibandingkan dengan otoskop langsung dalam mendiagnosis kelainan

telinga pada lansia

Untuk mengetahui nilai duga positif dan nilai duga negatif otoendoskop

dibandingkan dengan otoskop langsung dalam mendiagnosis kelainan

telinga pada lansia

Untuk mengetahui nilai akurasi otoendoskop dibandingkan dengan

otoskop langsung dalam mendiagnosis kelainan telinga pada lansia

Untuk menilai tingkat kesesuaian diagnosis otoendoskop antara dokter

yang ikut saat pengambilan sampel dan dokter yang tidak ikut saat

pengambilan sampel

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Peneliti

Menjadi salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana dokter di FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 19: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

4

Mengasah kemampuan menggunakan alat otoendoskop

Menambah pengetahuan peneliti tentang gangguan pendengaran pada

geriatri, analisis statistik, dan cara pembuatan skripsi

1.5.2 Bagi Subjek Penelitian

Mengetahui diagnosis kelainan telinga pada usia 60 tahun keatas

menggunakan otoendoskop

1.5.3 Bagi Perguruan Tinggi

Melaksanakan kegiatan tridarma perguruan tinggi sebagai lembaga

penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi masyarakat

Menambah referensi penelitian di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada bidang kedokteran

Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dengan tema yang serupa di

masa mendatang

1.5.4 Bagi Dunia Kedokteran

Menjadi dasar untuk diaplikasikannya otoendoskop di Indonesia sebagai

pendeteksi gangguan pendengaran

Page 20: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi Telinga

Telinga manusia terdiri dari tiga bagian, yakni telinga luar, telinga

tengah, dan telinga dalam. Bagian luar dan tengah berguna untuk menyalurkan

gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan. Telinga dalam

memiliki Koklea yang berguna untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls

saraf sehingga kita dapat mendengar, dan Aparatus Vestibularis yang penting

sebagai sensasi keseimbanagan.8 Dan disini akan dibahas khususnya telinga luar

dan telinga tengah.

2.1.1.1 Telinga Luar

Gambar 2.1: Anatomi Telinga

Sumber: Principles of Anatomy and Physiology, Tortora, 2009

Telinga luar terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditorius eksternus

(saluran telinga) dan membran timpani (gendang telinga). Pinna berupa lipatan

menonjol tulang rawan berlapis kulit yang gunanya untuk mengumpulkan

gelombang suara dan menyalurkan ke saluran telinga luar.8

Meatus auditorius

Page 21: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

6

adalah saluran sepanjang 2,5 cm yang dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit

yang melapisi saluran ini mengandung kelenjar keringat modifikasi yang

menghasilkan serumen. Serumen ini adalah suatu sekret lengket yang menjebak

partikel-partikel kecil asing. Rambut halus dan serumen berguna untuk mencegah

partikel di udara mencapai bagian dalam saluran telinga. Membran timpani

membentang merintangi pintu masuk ke telinga tengah, dan bergetar ketika

terkena gelombang suara.8

2.1.1.2 Membran Timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah

liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut

pars flaksida, sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida terdiri

dari dua bagian, yakni bagian luar yang merupakan lanjutan epitel kulit liang

telinga dan bagian dalam yang dilapisi oleh sel kubus bersilia. Namun untuk pars

tensa, memiliki satu lapis lagi di tengah, yakni lapisan yang terdiri dari serat

kolagen dan dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan

sirkuler pada bagian dalam. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik,

di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga

tengah dengan antrum mastoid.9

Bagian yang disebut umbo adalah bayangan penonjolan bagian bawah

maleus pada membran timpani. Dari umbo terdapat reflek cahaya (cone of light)

ke arah bawah yakni pada pukul tujuh untuk membran timpani kiri dan pukul lima

untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang

dipantulkan oleh membran timpani.9

Gambar 2.2: Anatomi Membran Timpani

Sumber: Gray’s Anatomi for Student

Page 22: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

7

Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran, dengan menarik garis

searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di

umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-belakang,

dan bawah-depan. Pembagian ini berguna untuk menunjukkan letak perforasi

membran timpani.9

2.1.1.3 Telinga Tengah

Telinga tengah adalah rongga berisi udara di dalam tulang temporalis yang

terbuka melalui tuba auditorius ke nasofaring dan melalui nasofaring ke luar.

Tuba ini biasanya tertutup, tapi ketika mengunyah, menelan, dan menguap,

saluran ini terbuka mengakibatkan tekanan di kedua sisi gendang telinga

seimbang.8

Dinding medial telinga tengah memiliki tingkap bulat dan tingkap oval

yang menghubungkan telinga tengah dengan telinga dalam. Ada tiga osikel, yakni

maleus (palu) terikat dengan membran timpani, stapes (sanggurdi) melekat ke

tingkap oval, dan incus (landasan) yang terletak diantara maleus dan stapes.10

2.1.2 Variasi Kelainan Liang Telinga

2.1.2.1 Serumen

Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel

kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan normal, serumen terdapat di

sepertiga luar liang telinga karena kelenjar-kelenjar tersebut ditemukan di daerah

ini. Konsistensinya biasanya lunak, namun kadang juga kering. Serumen ini dapat

keluar dengan sendirinya dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang

bergerak dari arah membran timpani menuju keluar, dan juga dibantu oleh

gerakan rahang saat mengunyah.9

Serumen dalam liang telinga sendiri mempunyai efek proteksi. Serumen

akan mengikat kotoran dan menyebabkan aroma yang tidak disukai oleh serangga,

sehingga serangga enggan untuk ke dalam liang telinga. Namun pada gumpalan

serumen yang menumpuk, akan menyebabkan gangguan pendengaran berupa tuli

konduktif. Terutama saat telinga masuk air seperti mandi dan berenang, serumen

Page 23: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

8

akan mengembang kemudian menyebabkan rasa tertekan dan gangguan

pendengaran yang sangat mengganggu.9

Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang

lembik, dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas.

Sedangkan serumen yang keras, dapat dibersihkan dengan pengait atau kuret.

Apabila serumen terlalu keras dan tidak dapat dikeluarkan, maka perlu dilunakkan

dengan tetes karbolgliserin 10% selama 3 hari. Namun untuk serumen yang sudah

terlalu jauh masuk ke dalam liang telinga dan dikhawatirkan akan melukai

membran timpani, dilakukan irigasi dengan air hangat yang suhunya sama dengan

suhu tubuh.9

2.1.2.2 Otitis Eksterna

Definisi

Otitis eksterna adalah sutu inflamasi atau infeksi dari meatus akustikus

eksterna yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur dengan tanda-tanda rasa

tidak enak di liang telinga, deskuamasi, terdapat sekret dan berkecenderungan

terjadinya kekambuhan.9

Etiologi

Otitis eksterna terutama disebabkan oleh infeksi bakteri, yaitu

staphylococcus aureus, staphylococcus albus, dan escherichia coli. Penyakit ini

dapat juga disebabkan oleh jamur (10% otitis eksterna disebabkan oleh jamur

terutama jamur pityrosporum dan aspergilosis), alergi, dan virus (misalnya: virus

varisela zoster).9 Otitis eksterna dapat juga disebabkan oleh terlalu sering

membersihkan serumen atau retensi air (swimmer’s ear) yang menyebabkan

meatus akustikus eksternus menjadi lebih alkali dan menurunnya produksi dari

agen antibakterial seperti lisozim.11

Page 24: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

9

Klasifikasi Otitis Eksterna

Otitis eksterna diklasifikasikan atas :

1) Otitis eksterna akut :

Otitis eksterna akut adalah kondisi peradangan saluran telinga luar yang

dapat menyebar secara lateral ke pinna dan proksimal ke membran timpani yang

dapat menyebabkan otalgia, gatal, edema kanal, eritema, dan otorrhea. Temuan

klinis biasanya nyeri saat tragus dan pinna digerakkan. Otitis eksterna akut sering

terjadi setelah berenang atau trauma kecil dari pembersihan yang tidak benar.

Mekanisme pertahanan menjadi tidak aktif pada telinga yang basah dan

deskuamasi kulit menyebabkan celah kecil sebagai tempat masuk

mikroorganisme.12

a. Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel / bisul)

Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi oleh kuman pada kulit

disepertiga luar liang telinga yang mengandung adneksa kulit, seperti folikel

rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen sehingga membentuk furunkel.

Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes. Kuman penyebabnya

biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus.9

Gejala dari otitis eksterna sirkumskripta adalah rasa nyeri yang hebat,

tidak sesuai dengan besar bisul. Gejala ini dirasakan karena kulit liang telinga

tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada

penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu

membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan

pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga. Rasa sakit bila

daun telinga ketarik atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada

sepertiga luar liang telinga.9

Terapi pada otitis ini tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah

menjadi abses, tatalaksana yang diberikan yaitu aspirasi secara steril untuk

mengeluarkan abses. Antibiotik lokal diberikan dalam bentuk salep, seperti

Polymyxin B atau Bacitracin, atau antiseptik (asam asetat 2-5%) dalam alkohol.

Page 25: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

10

Jika dinding furunkel tebal, dapat dilakukan insisi, kemudian dipasang salir

(drain) untuk mengalirkan abses. Biasanya tidak diperlukan pemberian antibiotik

secara sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti analgetik dan obat

penenang.9

Gambar 2.3: Otitis Eksterna Akut Terlokalisasi (Furunkel)

Sumber: http://eac.hawkelibrary.com/ (06/05/18)

b. Otitis eksterna difus

Otitis eksterna difus dikenal juga sebagai telinga perenang (swimmer

ear), karena merupakan suatu problema umum dibagian otologi yang didapat pada

5–20 % penderita yang berobat ke dokter di daerah-daerah tropis dan subtropis.

Setelah mendapat pajanan air yang berkepanjangan, flora normal dari saluran

telinga luar yakni bakteri Gram positif menjadi didominasi bakteri Gram negatif.

Patogen yang sering adalah Pseudomonas aeruginosa yang terjadi pada 22-62%

kasus dan selanjutnya didominasi oleh patogen Gram positif Staphylococcus

aureus yang terjadi pada 11-34% kasus.11

Otitis eksterna difus biasanya

mengenai kulit liang telinga dua pertiga bagian dalam. Otitis eksterna difus

merupakan komplek gejala peradangan yang terjadi sewaktu cuaca panas dan

lembab dan dapat dijumpai dalam bentuk ringan, sedang, berat dan menahun.9

Tidak adanya serumen didalam liang telinga luar bisa merupakan suatu

predisposisi untuk terjadinya infeksi telinga. Telah dikemukakan bahwa serumen

dari telinga yang bersifat anti bakteri dianggap berguna untuk mempertahankan

telinga yang sehat.9

Page 26: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

11

Diagnosis otitis eksterna difusa ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala dari anamnesis yang

didapatkan adalah otalgia (70%), terasa gatal (60%), telinga terasa penuh (22%),

dengan atau tanpa gangguan pendengaran (32%) atau sakit pada saluran telinga

saat. Dan tanda khas dari otitis eksterna difus adalah nyeri saat tragus dan pinna

digerakkan.12

Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop didapatkan kulit liang

telinga hiperemis, dan edema dengan batas yang tidak jelas, adanya sekret yang

berbau dan tidak mengandung musin.9

Gambar 2.4: Otitis Eksterna Difusa (Swimmer ear)

Sumber: http://eac.hawkelibrary.com/ (06/05/18)

Ada lima langkah dasar dalam penatalaksanaan otitis eksterna, yakni

membersihkan saluran telinga, mengobati peradangan dan infeksi, mengontrol

rasa sakit, menghindari faktor penyebab, dan menindaklanjuti penyakit.12 Langkah

pertama untuk terapi otitis eksterna difusa adalah berupa pembersihan secara

cermat semua debris dan abses di dalam liang telinga dengan menggunakan ujung

penghisap yang kecil.

Setelah meatus akustikus eksterna bersih, selanjutnya diberikan terapi

obat topikal. Pengobatan topikal dianggap lebih baik dari pengobatan oral atau

pembedahan karena proses peradangan terbatas pada kulit liang telinga.

Penatalaksanaan menggunakan antiseptik dan antibiotik topikal. Kortikosteroid

topikal juga dapat digunakan untuk membantu resolusi dari edema lokal dan

sebagai penghilang rasa sakit.12

Kadang-kadang diperlukan antibiotik sistemik.

Suatu antibiotika yang mengandung neomisin bersama polimiksin B sulfat

(cortisporin) atau kolistin (colymiysin) akan efektif pada 99 % pasien. Bila infeksi

Page 27: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

12

disebabkan oleh jamur, salep Nystatin (mycostatin) dapat dioleskan semuanya ke

kulit liang telinga dan dapat digunakan tetesan m-kresil asetat (creysylate) atau

mertiolat dalam air (1:1000). Harus dihindarkan masuknya air selama 2 minggu

setelah infeksi teratasi untuk mencegah rekurensi.9

2) Otitis eksterna kronik

Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang berlangsung lama dan

ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Adanya sikatriks

menyebabkan liang telinga menyempit. Otitis eksterna malignan adalah infeksi

difus di liang telinga luar dan struktur lain disekitarnya. Biasanya terjadi pada

orang tua dengan penyakit diabetes mellitus. Pada otitis eksterna malignan

peradangan meluas secara progresif kelapisan subkutis, tulang rawan dan tulang

disekitarnya. Sehingga dapat timbul kondroitis, osteitis, dan osteomielitis yang

menghancurkan tulang temporal.9

Gejalanya dapat dimulai dengan rasa gatal pada liang telinga yang dengan

cepat dapat diikuti nyeri hebat, sekret yang banyak dan pembengkakan liang

telinga. Rasa nyeri tersebut semakin meningkat, liang telinga tertutup oleh

tumbuhnya jaringan granulasi yang tumbuh secara cepat. Saraf fasial dapat

terkena, sehingga menimbulkan paresis dan paralisis fasial.9

Derajat keparahan pada otitis eksterna kronik adalah sebagai berikut9:

Derajat I : Otitis eksterna nekrotikan (otalgi yang menetap, terbatas pada liang

telinga luar, tidak ada kelumpuhan n. fasialis)

Derajat II : Osteomielitis pada basis tengkorak yang terbatas (kelumpuhan nevus

fasialis pada foramen jugualar bagian lateral)

Derajat III : Osteomielitis pada basis tengkorak yang ekstensif (Ekstensi sampai

foramen jugular dan lebih medial bawah dari kepala).

2.1.2.3 Otomikosis

Otomikosis adalah infeksi liang telinga karena jamur. Jamur yang sering

menyebabkan otomikosis adalah Aspergillus niger, A. Fumigatus, dan Candida

Page 28: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

13

albicans atau jamur lain. Infeksi jamur ini biasanya dipermudah dengan keadaan

yang panas dan lembab seperti di negara-negara tropis dan subtropis.

Pertumbuhan jamur sekunder juga terlihat pada pasien yang menggunakan

antibiotik topikal sebagai pengobatan otitis eksterna atau otitis media supurasi.13

Gambar 2.5: Otomikosis

Sumber: Buku Ballenger

Gejala dari infeksi jamur ini biasanya ada rasa gatal dan rasa penuh di liang

telinga, nyeri telinga, cairan encer dan sedikit bau, dan telinga seperti tersumbat

tapi sering juga ditemukan tanpa adanya keluhan.9,13

Koloni jamur akan tampak

putih, coklat atau hitam. Ketika diperiksa menggunakan otoskop, Aspergillus

niger akan tampak pertumbuhan filamen bewarana hitam, A. Fumigatus akan

tampak sedikit bewarna biru pucat atau hijau, dan Candida albicans akan

bewarna putih atau krem. Dan pada liang telinga akan tampak basah, merah, dan

edema.13

Pengobatan yang bisa dilakukan adalah membersihkan liang telinga dengan

meneteskan larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan Iodium povidon 5%,

atau tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik dan steroid. Kadang juga

diperlukan obat anti jamur yang diberikan secara topikal yang mengandung

nistatin, klotrimazol.9

2.1.2.4 Kolesteatoma Eksterna

Pada kolesteatoma eksterna terjadi erosi tulang liang telinga di daerah

posteroinferior. Berbeda dengan kolesteatoma pada telinga tengah, epitel

skuamosa dari saluran eksternal akan menginvasi tulangnya. Biasanya ada

Page 29: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

14

beberapa kelainan pada tulang eksterna sehingga epitel dapat dengan mudah

menginvasi seperti pasca trauma atau pasca bedah.13

Gejalanya berupa nyeri tumpul yang menahun dan otorea. Hal ini

disebabkan karena invasi dari kolesteatoma ke tulang yang menimbulkan

periosteitis. Pendengaran pada penderita biasanya normal, dan ditemukan hanya

pada satu sisi telinga. Penyakit ini lebih sering menyerang pada usia tua.9

Pengobatan pada kolesteatoma eksterna perlu dilakukan operasi untuk

mengangkat kolesteatoma dan tulang yang nekrotik. Indikasi dilakukannya

operasi adalah bila destruksi tulang sudah meluas ke telinga tengah, erosi tulang

pendengaran, kelumpuhan saraf fasialis, terjadi fistel labirin, atau otorea yang

berkepanjangan. Bila kolesteatoma masih kecil dan terbatas, dapat dilakukan

tindakan konservatif. Kolesteatoma dan jaringan nekrotik diangkat sampai bersih,

diikuti pemberian antibiotik topikal secara berkala. Pemberian obat tetes telinga

dari campuran alkohol atau gliserin dalam H2O2 3 % tiga kali seminggu sering

kali dapat menolong.9

2.1.3 Variasi Kelainan Telinga Tengah

2.1.3.1 Otitis Media Supuratif

1. Otitis Media Supuratif Akut

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastodi, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut

(OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Faktor utama penyebab

OMA adalah sumbatan pada tuba Eustachius.9 Fungsi dari tuba Eustachius adalah

ventilasi pada telinga tengah, menjaga keseimbangan telinga tengah dengan

tekanan atmosfir. Jika tuba terhalang karena edema, sekret, dan peradangan dari

infeksi saluran napas atas, tekanan telinga tengah menjadi relatif negatif dan

menarik cairan ke dalam menyebabkan efusi. Bakteri akan tumbuh di cairan

telinga tengah dan menyebabkan inflamasi. Disfungsi dari tuba Eustachius yang

menyebabkan efusi pada telinga tengah jauh lebih umum pada anak-anak karena

tuba berorientasi lebih horizontal daripada dewasa dan gravitasi memiliki efek

yang lebih kecil pada drainase.14

Page 30: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

15

Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik seperti Streptococcus

hemolitikus, Staphylococcus aureus,dan Pneumococcus. Kadang juga dapat

ditemukan bakteri Haemophillus influenza, Escherichia coli, Streptococcus

anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa.9

Gejala klinik

yang dirasakan pasien adalah otalgia (iritasi dan telinga tertarik pada anak-anak),

rasa penuh di telinga, kehilangan pendengaran, tinnitus, demam, membran

timpani menebal dan hiperemis, terdapat cairan di ruang telinga tengah (membran

timpani tidak bergerak atau menggembung berwarna kuning).9 Terdapat lima

stadium pada OMA bedasarkan perubahan mukosa telinga tengah, yaitu13

:

Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium oklusi tuba, terjadi edema dan hiperemis. Ujung nasofaring

dari tuba Eustachius akan memblok tuba dan menyebabkan tekanan di intra

timpani menjadi negatif. Terdapat retraksi membran timpani dan efusi pada

telinga tengah. Namun mungkin secara klinis belum terlalu terlihat. Gejala pada

stadium ini adalah tuli, sakit telinga, dan umumnya tidak ada demam. Tanda saat

dilakukan pemeriksaan otoskopi adalah retraksi membran timpani, prosesus

malleus lebih menonjol dan refleks cahaya menjadi hilang. Pada pemeriksaan

garpu tala akan menunjukkan tuli konduktif.13

Pengobatan pada stadium ini bertujuan untuk membuka kembali tuba

Eustachius agar tekanan negatif di dalam telinga tengah hilang. Obat yang

digunakan adalah obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis

untuk anak kurang dari dua belas tahun atau HCl efedrin 1% dalam larutan

fisiologis untuk anak di atas dua belas tahun dan dewasa. Sumber infeksi juga

harus diobati, bisa menggunakan antibiotik jika penyebabnya adalah bakteri.9

Stadium Presupurasi

Jika okulis tuba terjadi secara berkepanjangan, bakteri piogenik akan

menyerang rongga timpani dan menyebabkan hiperemis pada lapisannya.

Kemudian selanjutnya akan muncul eksudat inflamasi di telinga tengah. Gejala

yang dirasakan adalah sakit telinga yang dapat menganggu aktivitas tidur dan

berdenyut, tuli, tinnitus. Dapat juga disertai demam tinggi dan gelisah pada anak-

anak.13

Page 31: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

16

Pada stadium presupurasi, tampak pembuluh darah yang melebar di

membran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis dan edema.

Sekret yang terbentuk juga masih bersifat eksudat serosa sehingga sulit dilihat.9

Pengobatan pada stadium ini adalah antibiotik, obat tetes hidung, dan

analgetik. Antibiotik yang dianjurkan adalah dari golongan ampisilin atau

penisilin yang diberikan melalui intramuskular pada terapi awal agar didapatkan

konsentrasi yang adekuat di dalam darah untuk mencegah mastoiditis terselubung,

gangguan pendengaran, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik juga dianjurkan

minimal tujuh hari pemberian. Bila pasien alergi dengan penisilin, bisa diberikan

eritromisin.9

Stadium Supurasi

Pada stadium supurasi ditandai dengan pembentukan nanah di telinga

tengah dan bisa sampai ruang mastoid. Membran timpani akan menggembung dan

bisa saja ruptur. Gejala yang dirasakan adalah sakit telinga yang sangat menyiksa,

tuli akan semakin meningkat, dan demam tinggi. Bisa juga disertai muntah dan

bahkan kejang pada anak. Pada pemeriksaan otoskopi juga membran timpani

tampak merah dan cembung, bengkak, dan menonjol.13

Gambar 2.6: Otitis Media Akut Stadium Supuratif

Sumber:http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_13 (13/05/2018)

Pengobatan untuk stadium ini adalah pemberian antibiotik dan idealnya

disertai tindakan insisi membran timpani (miringotomi) bila membran timpani

masih utuh. Dengan miringotomi luka insisi akan menutup kembali, gejala klinis

akan lebih cepat hilang, dan ruptur membran dapat dihindari. Bila tidak dilakukan

Page 32: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

17

insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar

membran timpani akan ruptur dan abses akan keluar ke liang telinga luar.9

Stadium Perforasi

Pada stadium perforasi, terjadi ruptur membran timpani dan abses keluar

mengalir ke liang telinga luar. Hal ini disebabkan terlambatnya pengobatan seperti

antibiotik atau karena virulensi kuman yang tinggi. OMA yang biasanya terjadi

pada anak-anak, pada stadium ini membuat anak menjadi tenang, suhu badan

turun, dan dapat tidur dengan nyenyak.9

Pengobatan yang dilakukan pada stadium ini adalah untuk mengurangi

sekret yang keluar dari liang telinga. Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci

telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dan antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret

akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.9

Gambar 2.7: Otitis Media Akut Stadium Perforasi

Sumber:http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/3_2_CSOM_Otorrhea

(13/05/2018)

Stadium Resolusi

Jika membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani akan

normal kembali secara perlahan. Jika sudah terjadi perforasi, maka sekret akan

berkurang dan akhirnya kering. OMA akan berubah menjadi otitis media supuratif

kronik (OMSK) bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus

atau hilang timbul. OMA juga akan menimbulkan gejala sisa berupa otitis media

serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa adanya perforasi.9

Gejala yang dirasakan dengan evakuasi dari pus adalah sakit telinga

berkurang, demam turun, dan pasien merasa lebih baik. Hiperemis pada selaput

timpani akan berkurang dan kembali pada warna sebelumnya. Meatus akustikus

Page 33: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

18

eksternal mungkin dapat mengandung darah yang kemudian menjadi

mukopurulen. Biasanya juga terlihat perforasi kecil pada kuadran anteroinferior

pars tensa.13

Gambar 2.8: Otitis Media Akut Stadium Resolusi

Sumber:http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_21 (13/05/2018)

Jika tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret yang keluar dari

liang telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini disebabkan

karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan ini, antibiotik

yang diberikan dapat dilanjutkan sampai tiga minggu. Bila pengobatan mencapai

tiga minggu dan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis,

dan keadaan ini disebut OMSK.9

2. Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah terus-menerus atau hilang timbul. OMSK ini berasal dari OMA yang

prosesnya sudah berlanjut lebih dari dua bulan. Faktor penyebabnya adalah terapi

yang terlambat, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan

tubuh pasien rendah, dan higiene yang buruk. Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk

mendiagnosis OMSK ini dibuat bedasarkan gejala klinik dan pemeriksaan

menggunakan otoskopi. Pemeriksaan penunjang juga dapat membantu mengakkan

diagnosis berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari

sekret telinga.9

Letak perforasi pada membran timpani juga menjadi penentu jenis OMSK

pada pasien. Pada perforasi sentral, perforasi terdapat pada pars tensa, sedangkan

Page 34: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

19

di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Pada perforasi

merginal, sebagian tepi langsung berhubungan dengan anulus timpanikum.

Kemudian pada perforasi atik adalah perforasi yang berada pada pars flaksida.9

OMSK dibagi menjadi dua jenis, yakni OMSK tipe aman dan OMSK tipe

bahaya. Pada OMSK tipe aman, peradangan terbatas pada mukosa dan biasanya

tidak mengenai tulang, dan perforasinya terletak di sentral. OMSK tipe aman ini

jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya karena tidak terdapat

kolesteatoma. Pada OMSK tipe bahaya, peradangan yang terjadi disertai

terbentuknya kolesteatoma. OMSK tipe ini dapat menimbulkan komplikasi yang

bahaya. Tanda klinis stadium dini dari OMSK tipe bahaya adalah terdapat

perforasi di marginal atau atik. Kemudian pada stadium lanjut dapat terlihat abses

atau fistel retroaurikuler, polip atau jaringan granulasi pada liang telinga luar yang

berasal dari telinga tengah, terlihat kolesteatoma, sekret berbentuk nanah dan

berbau khas atau terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.9

Terapi pada OMSK seringkali memerlukan waktu yang lama dan harus

dilakukan secara berulang. Prinsip pada terapi OMSK tipe aman adalah

konservatif atau dengan medikamentosa. Bila selret keluar terus-menerus, maka

diberikan obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah

sekret berkurang, kemudian terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes

telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Bila sekret telah kering

tetapi perforasi masih ada selama diobservasi dua bulan, maka idealnya dilakukan

miringoplasti atau timpanoplasti. Tindakan ini berguna untuk menghentikan

infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani, dan mencegah

komplikasi lebih lanjut.9

Prinsip terapi pada OMSK tipe bahaya adaah pembedahan, yakni

mastoidektomi. Jadi bila ada OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah

mastoidektomi dengan atau tanpa miringoplasti. Terapi medikamentosa hanya

terapi sementara sebelum dilakukannya pembedahan. Bila terdapat abses

subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan sebelum

mastoidektomi.9

Page 35: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

20

2.1.3.2 Otitis Media Non Supuratif

Otitis media non supuratif adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di

telinga tengah namun membran timpani masih utuh. Adanya cairan di telinga

tengah dengan membran timpani yang masih utuh tanpa tanda-tanda infeksi

disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis

media serosa, namun apabila efusi tersebut kental disebut otitis media mukoid

(glue ear). Otitis media serosa terjadi akibat adanya transudat atau plasma yang

mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah akibat perbedaan tekanan

hidrostatik. Sedangkan otitis media mukoid terjadi akibat adanya cairan di telinga

tengah karena sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa

telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga mastoid.9

1. Otitis Media Serosa Akut

Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga

tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Gangguan

fungsi tuba ini disebabkan oleh terbentuknya cairan di telinga tengah karena virus

dan alergi yang berhubungan dengan jalan napas atas, sumbatan tuba, dan

idiopatik.9

Gejala yang timbul pada otitis media serosa akut ini adalah pendengaran

berkurang, rasa tersumbat di telinga, suara sendiri terdengar lebih nyaring pada

telinga yang sakit. Kadang juga terasa ada cairan yang bergerak dalam telinga saat

ada perubahan posisi kepala. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi saat

awal tuba terganggu yang menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga

tengah. Pada pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani retraksi. Kadang

juga tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam kavum timpani.9

Pengobatan untuk otitis media serosa akut ini dapat dilakukan secara

medikamentosa dengan obat vasokontriktor lokal (tetes hidung), antihistamin,

serta perasat valsava bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan napas atas dan

pembedahan miringotomi bila setelah satu atau dua minggu gejala-gejala penyakit

masih menetap.9

Page 36: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

21

2. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)

Perbedaan dengan otitis media serosa akut dan kronik hanya terdapat pada

cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara

tiba-tiba di telinga tengah dan terdapat rasa nyeri di telinga. Sedangkan pada otitis

media serosa kronis, sekret terbentuk secara bertahap dan tanpa rasa nyeri.9

Otitis media serosa kronik sering terjadi pada anak-anak , sedangkan otitis

media serosa akut sering terjadi pada dewasa. Sekret yang terbentuk pada otitis

media serosa kronik kental seperti lem, maka dari itu disebut glue ear. Penyebab

dari otitis media serosa kronik ini biasanya merupakan gejala sisa dari OMA,

infeksi virus, alergi, ataupun gangguan mekanis tuba. Gejala klinis yang timbul

adalah perasaan tuli sampai (40-50dB) karena adanya sekret yang kental. Pada

pemeriksaan otoskopi terlihat membran timpani utuh, terdapat retraksi, suram,

kuning kemerahan atau keabu-abuan.9

Pengobatan yang dilakukan adlah mengeluarkan sekret dengan miringotomi

dan memasang pipa ventilasi. Namun pada kasus yang masih baru, dapat

diberikan dekongestan tetes hidung dan kombinasi anti histamin dengan

dengokestan per oral. Pengobatan medikamentosa ini dianjurkan selama tiga

bulan, kemudian bila tidak berhasil baru disarankan melakukan tindakan

pembedahan. Selain itu perlu juga dilakukan pengobatan pada faktor-faktor

penyebab seperti alergi, pembesaran adenoid atau tonsil, dan infeksi hidung atau

sinus.9

2.1.3.3 Otitis Media Adhesiva

Otitis media adhesiva adalah keadaan terbentuknya jaringan fibrosis di

telinga tengah akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya.

Otitis media adhesiva ini juga dapat terjadi akibat komplikasi dari otitis media

supuratif atau non supuratif yang menyebabkan rusaknya mukosa telinga tengah.

Gejala klinik yang terjadi adalah pendengaran berkurang dengan adanya riwayat

infeksi telinga sebelumnya , terutama saat masih kecil. Pada pemeriksaan otoskopi

didapatkan gambaran membran timpani yang bisa bervariasi, seperti sikatriks

minimal, suram, sampai retraksi berat disertai bagian-bagian yang atrofi atau

Page 37: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

22

“timpanosklerosis plague” (bagian membran timpani yang menebal bewarna putih

seperti lempeng kapur.)9

2.1.4 Gangguan Pendengaran Pada Usia 60 Tahun Keatas

Secara alami organ-organ pendengaran akan mengalami degenerasi.

Perubahan yang terjadi pada telinga luar contohnya adalah berkurangnya

elastisitas jaringan daun telinga dan liang telinga. Kelenjar-kelenjar sebasea dan

seruminosa mengalami gangguan fungsi sehingga produksinya berkurang, selain

itu juga terjadi penyusutan jaringan lemak yang seharusnya menjadi bantalan di

sekitar liang telinga. Hal tersebut menyebabkan kulit daun telinga dan liang

telinga menjadi kering dan mudah trauma.9,17

Terdapat kecenderungan pengumpulan serumen yang disebabkan oleh

meningkatnya produksi serumen dari bagian 1/3 luar liang telinga, bertambah

banyaknya rambut liang telinga yang tampak lebih tebal dan panjang, dan

produksi serumen yang lebih keras maupun adanya sumbatan akibat pemasangan

alat bantu dengar. Menurut Mahoney (1987) prevalensi serumen mengeras

(serumen prop) pada populasi usia lanjut adalah 34%. Struktur telinga bagian

dalam juga mengalami perubahan pada usia lanjut. Organ corti adalah bagian dari

koklea yang paling rentan terhadap perubahan akibat proses degenerasi pada usia

lanjut. Proses degenerasi yang terjadi pada sel-sel rambut luar di bagian basal

koklea juga sangat besar pengaruhnya dalam penurunan ambang pendengaran usia

lanjut.9,17

Perubahan patologis yang terjadi pada organ telinga akibat proses

degenerasi pada usia lanjut akan menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis

gangguan pendengaran pada usia lanjut umumnya adalah tuli sensori neural,

namun bisa juga karena tuli konduktif atau tuli campur.9,17

1. Tuli Konduktif Pada Usia Lanjut9,17

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan

perubahan berupa berkurangnya elastisitas dan bertambahnya ukuran pinna daun

telinga, atrofi dan liang telinga bertambah kaku, penumpukan serumen, membran

timpani bertambah tebal dan kaku, dan sendi tulang-tulang pendengaran menjadi

kaku. Membran timpani yang semakin kaku juga akan menyebabkan gangguan

konduksi.

Page 38: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

23

2. Tuli Sensorineural Pada Usia Lanjut (Presbikusis)9,17,18

Presbikusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi, umumnya terjadi

mulai usia 65 tahun dan simetris pada telinga kanan dan kiri. Presbikusis dapat

dimulai dari frekuensi1000 Hz atau lebih. Pada presbikusis, laki-laki lebih cepat

mengalami progresifitas penurunan pendengaran dibanding perempuan. Faktor-

faktor yang menyebabkan presbikusis adalah herediter, pola makan, metabolisme,

infeksi, bising, dan gaya hidup.

Proses degenerasi menyebabkan koklea atrofi dan mengalami degenerasi

sel-sel rambut penunjang pada organ corti. Selain itu terdapat perubahan lain

berupa berkurangnya sel-sel ganglion dan saraf. Bedasarkan perubahan patologi

yang terjadi, presbikusis dapat digolongkan menjadi jenis sensorik, neural,

metabolik, dan mekanik. Keluhan yang biasanya terjadi adalah berkurangnya

pendengaran secara perlahan dan progresif, sertra simetris pada kedua telinga.

Keluhan lain adalah telinga berdenging (tinitus), mendengar suara percakapan

namun sulit untuk memahaminya, terutama pada latar belakang yang bising.

Rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi pendengaran biasanya dilakukan

dengan pemasangan alat bantu dengar dan adakalanya dikombinasi dengan latihan

membaca ujaran dan latihan mendengar yang dilakukan bersama ahli terapi

wicara.

2.1.5 Pemeriksaan Telinga Menggunakan Otoskop

2.1.5.1 Otoskop

Otoskop adalah alat untuk melihat meatus akustikus eksternus, jaringan

sekitar liang telinga, dan membran timpani. Pemeriksaan ini dilakukan ketika

pasien mengeluh sakit telinga atau perkembangan abnormal dari seorang anak.19

Penggunaan otoskop ini bisa diperuntukkan semua umur dari anak hingga dewasa

dengan mencocokan ukuran spekulum bedasarkan besarnya lubang telinga.

Penggunaan otoskop ini sering dilakukan pada pemeriksaan standar oleh dokter

spesialis THT. Meskipun menjadi standar pemeriksaan yang biasa dilakukan,

pemakaian otoskop juga memiliki beberapa kekurangan, yakni misdiagnosis

karena kurang dapat memperlihatkan hal-hal mendetail dalam melihat anatomi

telinga terlebih jika anatomi telinga kecil. Oleh karena itu, jika diperlukan

Page 39: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

24

pemeriksaan yang lebih akurat dapat menggunakan otomikroskopi atau video-

endoskopi.20,21

Dalam kondisi ideal, otoskop memiliki sensitivitas 74% dan

spesifisitas 60%, masing-masing untuk pasien dengan efusi telinga tengah.22

Terdapat bagian-bagian otoskop yang perlu dipelajari sebelum

menggunakannya untuk pemeriksaan. Terdapat spekulum yang nanti akan masuk

ke dalam liang telinga, terdapat lensa okuler untuk melihat hasil pengamatan,

tombol on dan off pada leher otoskop, dan terdapat badan otoskop sebagai

pegangan sekaligus tempat penyimpanan baterai

Gambar 2.9: Otoskop

Sumber: Otoscopy and Tympanometry Manual. 2014

Spekulum yang terdapat pada otoskop sendiri memiliki berbagai ukuran.

Dari 2mm sampai 5mm. Untuk ukuran 2mm biasanya digunakan untuk bayi baru

lahir, 3mm untuk anak-anak, dan ukuran 5mm untuk dewasa.19

Gambar 2.10: Spekulum

Sumber: Otoscopy and Tympanometry Manual. 2014

Page 40: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

25

2.1.5.2 Otoendoskop

Gambar 2.11: Otoendoskop LESHP 2 in 1

Sumber: https://www.aliexpress.com/item/LESHP-2-in-1-Ear-Cleaning-USB-

Endoscope-5-5mm-Visual-Ear-Spoon-Earpick-Otoscope-

Endoscope/32847670183.html

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah otoendoskop. Fungsinya

sama seperti otoskop biasa, yakni untuk melihat keadaan liang telinga dan

membran timpani pasien. Namun selain untuk telinga, alat ini juga dapat

digunakan untuk memeriksa hidung dan mulut. Cara penggunannya cukup mudah,

hanya dengan menyambungkan alat lewat kabel Universal Serial Bus (USB) ke

laptop atau smartphone android, lalu masukkan alat ke liang telinga seperti

penggunaan otoskop biasa, dan lihat hasil gambar dari layar laptop atau layar

handphone. Jika menggunakan smartphone iOS, smartphone harus tersambung

wifi dan kabel USB perlu dihubungkan terlebih dahulu pada wifi yang

disediakan.23

Gambar 2.12: Otoendoskop LESHP 2 in 1

Sumber: https://www.aliexpress.com/item/LESHP-2-in-1-Ear-Cleaning-USB-

Endoscope-5-5mm-Visual-Ear-Spoon-Earpick-Otoscope-

Endoscope/32847670183.html

Page 41: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

26

Otoendoskop ini memiliki merk LESHP-2-in-1-Ear-Cleaning-USB-

Endoscope. Alat ini diproduksi oleh China, dengan fitur 2 in 1 USB yang dapat

terkoneksi dengan Komputer atau laptop dan smartphone android yang

mendukung fungsi USB On-The-Go (USB OTG) dan dapat menilai kapabilitas

kamera eksternal.23

Alat ini didesain khusus dengan ukuran yang kecil agar mudah dibawa dan

mudah digunakan untuk siapapun yang sudah memiliki kompetensi. Spesifikasi

yang dimiliki otoendoskop LESHP ini adalah terbuat dari bahan plastik metal

berdiameter lensa 5.5mm, dengan lensa ultra kecil yang memiliki piksel 0.3 MP

dan kecerahan lampu 6pcs Light Emitting Diode (LED) agar mudah mengakses

liang telinga dan melihat lebih jelas, memiliki fokus khusus dan memiliki panjang

pen sekitas 147mm.23

2.1.5.3 Prosedur Penggunaan Otoskop

Pemeriksaan telinga menggunakan otoskop harus menggunakan

spekulum yang cocok dan nyaman di liang telinga agar pemeriksaan liang telinga

dan membran timpani maksimal. Pemeriksaan ini penting dilakukan jika ada

riwayat nyeri telinga, gangguan pendengaran dalam waktu dekat, dan pasien yang

mengalami cedera kepala.24

Gunakan spekulum terbesar yang dapat masuk dengan

mudah ke dalam meatus akustikus eksterna.25

Cara pemeriksaan telinga menggunakan otoskop adalah25

:

1. Posisikan kepala pasien dengan nyaman, sedikit menunduk agar dapat

melihat kondisi liang telinga dan membran timpani dengan maksimal.

2. Pegang daun telinga dengan kuat tapi lembut, kemudian tarik ke atas lalu

ke belakang dan sedikit menjauh dari kepala.

Page 42: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

27

Gambar 2.13: Cara menarik daun telinga

Sumber: Bate’s Guide to Physical Examination and History Taking12th edition.

2017

3. Pegang otoskop menggunakan ibu jari dan telunjuk pada tangan yang lain.

Letakkan kelingking pada wajah atau pipi pasien sebagai tumpuan. Tangan

dan otoskop akan mengikuti gerakan dari pasien. Memeriksa telinga kanan

menggunakan tangan kanan, dan sebaliknya. Jika tidak nyaman

menggunakan tangan kiri saat memeriksa telinga kiri, jangkau telinga kiri

dengan tangan kanan lalu tarik ke atas dan kembali dengan tangan kiri,

kemudian pegang otoskop dengan stabil menggunakan tangan kanan dan

masukkan spekulum secara perlahan.

Gambar 2.14: Cara memegang otoskop

Sumber: Bate’s Guide to Physical Examination and History Taking12th edition.

2017

Page 43: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

28

4. Masukkan spekulum secara perlahan dan lembut ke dalam liang telinga,

gerakkan spekulum maju dan arahkan spekulum ke bawah menembus

rambut-rambut halus sampai pada membran timpani.

Gambar 2.15: Anatomi membran timpani kanan

Sumber: Bate’s Guide to Physical Examination and History Taking12th edition.

2017

Beberapa tanda yang perlu diperhatikan saat memeriksa telinga

menggunakan otoskop adalah24

:

1. Perhatikan meatus akustikus eksternus:

- Tanda peradangan seperti bengkak dan kemerahan, keluarnya cairan,

ada atau tidaknya nyeri. Normalnya tidak ada tanda-tanda peradangan.

- Serumen berwarna putih atau kekuningan, tembus cahaya atau berkilau

yang bisa membiaskan pandangan pada membran timpani.

- Darah atau cairan serebrospinal (cairan encer, bening), yang dapat

dilihat di kanal jika ada fraktur di dasar tengkorak.

- Vesikel pada dinding posterior sekitar meatus akustikus eksternal pada

pasien dengan herpes zoster.

2. Periksa membran timpani dengan menggerakkan spekulum masuk ke

dalam liang telinga. Membran timpani normal berwarna keabu-abuan dan

memantulkan cahaya yang mengarah pada jam lima atau jam tujuh.

Perhatikan juga warna, transparansi, menggembung atau retraksi.24

Perhatikan prosesus brevis dan prosesus longus dari maleus, pars flaksida,

pars tensa, dan angulus timpani untuk kecurigaan perforasi.25

Pars flaccida

Incus

Pars

tensa

Cone of

light

Umbo

Handle of

malleus

Short process of

malleus

Page 44: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

29

2.1.6 Uji Diagnostik

Uji diagnostik termasuk kedalam pebelitian dengan pendekatan cross

sectional. Dalam uji diagnostik terdapat baku emas atau reference standard, yaitu

pemeriksaan yang dijadikan rujukan untuk menentukan apakah pasien sakit atau

tidak. Pengukuran yang dilakukan pada uji ini sebaiknya dilakukan secara

blinding untuk menghindari bias pada pengukuran. Blinding dilakukan dengan

cara orang-orang yang melakukan tahap pemeriksaan tidak mengetahui hasil

pemeriksaan lainnya.26

Hasil pengukuran dengan keluaran skala kategorik maupun numerik

nantinya akan diubah menjadi skala nominal dua nilai yaitu normal-abnormal atau

positif-negatif. Kemudian disusun dalam bentuk tabel 2×2. Dari hasil analisa tabel

nanti akan dapat diketahui hasil true positve, true negative, false positive, dan

false negative. Selanjutnya akan dapat dihitung menggunakan rumus sehingga

menghasilkan nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga

negatif.26

Nilai sensitivitas berkaitan dengan kemampuan pemeriksaan menghasilkan

hasil positif bila pasien menderitas suatu penyakit. Nilai spesifisitas berkaitan

dengan kemampuan pemeriksaan menghasilkan hasil negatif bila pasien tidak

menderita suatu penyakit. Nilai duga positif berkaitan dengan seberapa besar hasil

positif benar-benar positif ketika didapatkan hasil pemeriksaan positif. Dan nilai

duga negatif berkaitan dengan seberapa besar hasil negatif benar-benar negatif

ketika didapatkan hasil pemeriksaan negatif.26

2.1.7 Uji Kesesuaian

Uji kesesuaian adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat

kesesuaian dari hasil pengukuran yang didapat dari suatu alat ukur atau metode

yang berbeda. Penilaian kesesuaian akan dihitung menggunakan rumus Kappa

Cohen untuk mendapatkan nilai Kappa. Nilai Kappa berkisar antara nol hingga

satu (0-1) dimana semakin mendekati angka satu maka semakin besar tingkat

kesesuaiannya. Untuk melakukan pengukuran maka diperlukan subyek yang

cukup sehingga didapat angka-angka yang nantinya akan dianalisa menggunakan

analisa Kappa.27

Page 45: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

30

Nilai Kappa yang dipakai untuk menentukan kekuatan

kesepakatan/reliabilitas merupakan suatu tes diagnostik yang dianjurkan oleh

Landis dan Koch.28

Nilai < 0 sangat jelek

Nilai 0,00-0,21 jelek

Nilai 0,21- 0,40 kurang

Nilai 0,41-0,60 sedang

Nilai 0,61- 0,80 baik

Nilai 0,81-1,00 sangat baik

2.2 Kerangka Teori

Teknik

pemeriksaan

Kualitas alat

otoendoskop

Variasi anatomi

liang telinga

Kelainan Telinga

Luar

Diagnosis

Jenis Penyakit

Serumen

Otitis

Eksterna

Kelainan Telinga

Tengah

Otitis Media

Adhesiva

Otitis Media

Non Supuratif

Otitis Media

Supuratif

Kolesteatoma

Eksterna

Otomikosis

Mudah

dibawa

Mudah

dipakai

Ringan

Output gambar yang

dapat dibagikan

kepada orang lain

Kualitas gambar

yang dihasilkan

Populasi usia 60

tahun keatas

Page 46: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

31

2.3 Kerangka Konsep

2.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara

Pengukuran Alat Ukur

Skala

Pengukuran

1. Status

Liang

Telinga

Gambaran liang

telinga berupa:

1. Normal:

Liang telinga

normal,

membran

timpani

normal

2. Tidak

normal:

Terdapat

gambaran

serumen,

otitis

eksterna,

otitis media

perforasi,

otitis media

non perforasi,

timpano

sklerosis,

sekret liang

telinga

Otoendoskop

dimasukkan

ke dalam

liang telinga

kemudian

dilakukan

pengamatan

keadaan liang

telinga dan

membran

timpani

Otoendoskop Kategorik

Jenis penyakit

1. Serumen

2. OMSK

3. Otitis eksterna

4. Otomikosis

Diagnosis

Variasi anatomi liang

telinga

1. Atrofi liang telinga

2. Banyak Ramut telinga

3. Lekukan liang telinga

Teknik pemeriksaan

Page 47: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskripif kategorik dengan menggunakan desain cross

sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Lansia Berdikari BSD dan panti Sosial

Tresna Werdha Melania pada bulan Oktober 2017 sampai bulan Oktober 2018.

3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah orang berusia 60 tahun ke atas di panti

reda X di Jakarta.

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah orang berusia 60 tahun ke atas

di panti werdha melania dan berdikari BSD yang tidak terdapat keluhan gangguan

pendegaran.

3.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Panti reda yang digunakan pada penelitian ini dipilih secara purposive

sampling. Sedangkan sampel lansia yang dipilih akan menggunakan total

sampling dari dua tempat karena tidak mencukupi dari satu tempat.

Page 48: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

33

3.4.1 Besar Sampel

3.4.1.1 Penghitungan Besar Sampel

Untuk keluaran sensitivitas

N =

=

= 34,57 (dibulatkan menjadi 35)

N = jumlah sampel

Za = derivat baku alfa (1,96)

Sen = nilai sensitivitas yang diinginkan

D = presisi

Untuk keluaran spesifisitas

N =

=

= 34,57 (dibulatkan menjadi 35)

N = jumlah sampel

Za = derivat baku alfa (1,96)

Spes = nilai spesifisitas yang diinginkan

D = presisi

3.4.1.2 Sampel yang Diambil

Bedasarkan penghitungan rumus di atas, besar sampel yang didapat adalah 70

telinga lansia, yang artinya membutuhkan 35 orang berusia 60 tahun ke atas.

3.4.2 Kriteria Sampel

3.4.2.1 Kriteria Inklusi

1. Orang berusia 60 tahun keatas yang berada di panti

2. Orang berusia 60 tahun keatas yang bersedia untuk diperiksa

Page 49: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

34

3.4.2.2 Kriteria Eksklusi

1. Orang berusia 60 tahun keatas yang tidak bersedia untuk diperiksa

3.5 Cara Kerja Penelitian

Cara kerja dari penelitian ini adalah:

a. Merumuskan pertanyaan penelitian.

b. Menetapkan desain penelitian, yakni cross sectional.

c. Melakukan pembelajaran penggunaan otoskop selama dua minggu dan

dilakukan ujian bersama dokter pembimbing.

d. Membuat surat perizinan pengambilan data penelitian dari Fakultas

Kedokteran ditujukan kepada panti werdha bersangkutan.

e. Melaksanakan prosedur permohonan kerjasama dengan klinisi spesialis

THT di RS Fatmawati sebagai pembimbing eksternal.

f. Memberikan informed consent dan surat persetujuan menjadi subyek

penelitian.

g. Anamnesis mengenai keluhan pendengaran selama ini kepada subyek

penelitian.

h. Pemeriksaan liang telinga menggunakan otoskop oleh dokter THT kepada

subyek penelitian.

i. Pemeriksaan liang telinga menggunakan otoendoskop oleh peneliti.

j. Pengkodean data oleh peneliti.

k. Pembacaan hasil pemeriksaan otoendoskop dua minggu kemudian oleh

dokter spesialis THT yang ikut memeriksa dan yang tidak ikut memeriksa.

Hasil gambar liang telinga akan dikirim ke dokter spesialis THT melalui

aplikasi Whatsapp.

l. Pembacaan data oleh dokter THT dan peneliti

m. Pengumpulan dan analisa data oleh peneliti menggunakan program SPSS

Page 50: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

35

3.6 Alur Penelitian

3.7 Managemen Data

Pada data pemeriksaan telinga yang terkumpul akan dilakukan pencatatan

kemudian dilakukan pemeriksaan kelengkapan data dan kebenaran data.

Kemudian selanjutnya akan dilakukan pengkodean pada data, ditabulasi, dan

dimasukkan ke dalam data induk dengan Microsoft Excel. Setelah itu data akan

dianalisis menggunakan program SPSS 22 dan dimasukkan ke dalam tabel 2x2.

Data yang menunjukkan diagnosis serumen, otitis media perforasi, otitis

media non perforasi, dan kelainan lain akan diberi kode positif, sedangkan data

diagnosis normal akan diberi kode negatif. Selanjutnya akan dilakukan

Sampel terpilih dengan cara total sampling

Pemeriksaan dengan otoskop oleh dokter THT

Informed consent dan

anamnesis keluhan

Pemeriksaan dengan otoendoskop oleh peneliti

Diagnosis oleh dokter THT

Pencocokan hasil dengan dokter THT yang ikut memeriksa dan

yang tidak ikut memeriksa dua minggu kemudian

Analisis hasil

Pengisian form persetujuan oleh

subyek

Pengkodean data oleh peneliti

Page 51: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

36

penghitungan untuk mencari sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga

negatif, dan akurasi.

Rumus Penghitungan29

:

a. Sensitivitas = a : (a+c)

b. Spesifisitas = d : (b+d)

c. Nilai duga positif = a : (a+b)

d. Nilai duga negatif = d : (c+d)

e. Akurasi = (a+d) : N

Setelah dilakukan uji diagnostik, akan dilakukan juga uji kesesuaian untuk

melihat kesesuaian diagnosis antar dokter. Uji kesesuaian akan menghasilkan nilai

Kappa.

TABEL 2X2

OTOSKOP

LANGSUNG JUMLAH

POSITIF NEGATIF

OTOENDOSKOP

POSITIF a b a+b

NEGATIF c d c+d

JUMLAH a+c b+d N

Page 52: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian

Pengambilan sampel penelitian dilakukan dua kali pada dua tempat yang

berbeda. Hal ini dikarenakan tidak mencukupinya sampel jika harus diambil pada

satu tempat saja. Pengambilan sampel pertama dilakukan di Pondok Lansia

Berdikari BSD pada tanggal 1 Juni 2018 dengan total lansia 25 orang dan yang

memenuhi kriteria inklusi hanya 19 orang. Pengambilan sampel kedua dilakukan

di panti sosial Trisna Wredha Melania pada tanggal 8 Agustus 2018 dengan total

lansia 40 orang dan yang memenuhi kriteria inklusi hanya 23 orang. Jadi total

sampel yang didapatkan sebanyak 42 orang dan 84 gambaran telinga.

Penelitian ini dilakukan bersama dengan peneliti lain yang juga

melakukan uji diagnostik pada alat otoscope smartphone. Dalam satu kali

pengambilan sampel dilakukan pemeriksaan sebanyak tiga kali. Pertama

pemeriksaan oleh dokter spesialis THT-KL menggunakan otoskop langsung

dengan merk general care, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan oleh peneliti

menggunakan alat otoendoskop dan pemeriksaan ketiga dilakukan oleh peneliti

lain menggunakan alat otoscope smartphone. Kemudian setelah dua minggu, data

akan dibaca oleh dokter spesialis THT-KL yang ikut memeriksa saat pengambilan

sampel (dokter ikut) dan yang tidak ikut saat pengambilan sampel (dokter tidak

ikut).

4.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian

Pada rumus besar sampel didapatkan sampel minimal adalah 70 telinga.

Namun karena peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel total sampling

dan sampel memenuhi kriteria inklusi, didapatkan total 84 sampel telinga. Data

yang didapat mengenai distribusi frekuensi jenis kelamin dan umur dapat dilihat

pada tabel.

Page 53: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

38

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik subyek dan sebaran diagnostik

pemeriksaan otoskop langsung

Pada Tabel 4.1 distribusi frekuensi didapatkan bahwa presentase sampel

paling besar didapatkan dari jenis kelamin perempuan yakni 31 orang (73.8%) dan

rata-rata usia subyek penelitian adalah 77 tahun dengan rentang usia dari 65 tahun

hingga 90 tahun. Sebaran diagnosis yang didapatkan adalah gambaran normal

paling banyak 43 (51,2%) kemudian serumen 39 (46,4%).

Karakteristik Subyek Jumlah (%)

Jenis kelamin

1. Laki-laki 11 (26,2)

2. Perempuan 31 (73,8)

Usia

1. 61-70 tahun 9 (21,4)

2. 71-80 tahun 23 (54,8)

3. 81-90 tahun 10 (21,7)

Sebaran diagnosis

1. Normal 43 (51,2)

2. Serumen 39 (46,4)

3. Otitis media

perforasi 2 (2,4)

Page 54: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

39

4.1.3 Hasil Uji Diagnostik Otoendoskop Dibandingkan dengan Otoskop

Langsung

a. Dokter Ikut saat Pengambilan Sampel

Bedasarkan evaluasi gambar didapatkan 16 sampel tidak dapat dinilai

sehingga jumlah sampel yang dinyatakan valid sebanyak 68 sampel.

Tabel 4.2 Uji diagnostik otoendoskop dengan otoskop langsung dokter ikut

Bedasarkan tabel 4.2 di atas, dapat dihitung rumus-rumus uji diagnostik

sebagai berikut29

:

a. Sensitivitas = a : (a+c) = 32 : (32+2) = 94,1%

b. Spesifisitas = d : (b+d) = 27 : (7+27) = 79,4%

c. Nilai duga positif = a : (a+b) = 32 : (32+7) = 82%

d. Nilai duga negatif = d : (c+d) = 27 : (2+27) = 93,1%

e. Akurasi = (a+d) : N = (32+27) : 68 = 86,7%

Bedasarkan penghitungan uji diagnostik tersebut, didapatkan nilai

sensitivitas untuk dokter ikut sebesar 94,1%, spesifisitas 79,4%, nilai duga positif

82%, nilai duga negatif 93,1%, dan nilai akurasi 86,7%

Otoendoskop

Dokter Ikut

Otoskop Langsung

Tidak Normal Normal

Tidak Normal 32 7

Normal 2 27

Page 55: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

40

b. Dokter Tidak Ikut saat Pengambilan Sampel

Bedasarkan evaluasi gambar didapatkan 19 sampel tidak dapat dinilai

sehingga jumlah sampel yang dinyatakan valid sebanyak 65 sampel.

Tabel 4.3 Uji diagnostik otoendoskop dengan otoskop langsung dokter tidak ikut

Bedasarkan Tabel 4.3 dapat dihitung untuk rumus-rumus uji diagnostik sebagai

berikut29

:

a. Sensitivitas = a : (a+c) = 28 : (28+4) = 87,5%

b. Spesifisitas = d : (b+d) = 29 : (4+29) = 87,8%

c. Nilai duga positif = a : (a+b) = 28 : (28+4) = 87,5%

d. Nilai duga negatif = d : (c+d) = 29 : (4+29) = 87,8%

e. Akurasi = (a+d) : N = (28+29) : 65 = 87,7%

Bedasarkan penghitungan uji diagnostik tersebut, didapatkan nilai

sensitivitas untuk dokter tidak ikut sebesar 87,5%, spesifisitas 87,8%, nilai duga

positif 87,5%, nilai duga negatif 87,8%, dan nilai akurasi 87,7%.

Otoendoskop Dokter

Tidak Ikut

Otoskop Langsung

Tidak Normal Normal

Tidak Normal 28 4

Normal 4 29

Page 56: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

41

4.1.4 Hasil Uji Kesesuaian

Jumlah sampel yang dinyatakan valid untuk uji kesesuaian antar dua

pemeriksa adalah 84 sampel.

Tabel 4.4 Tabel silang hasil uji kesesuaian otoendoskop antara dokter ikut dan

dokter tidak ikut

Bedasarkan Tabel 4.5 hasil pembacaan silang diperlihatkan hasil sebagai

berikut: Sebanyak 29 sampel yang terdiagnosis normal pada penilaian diagnosis

oleh dokter tidak ikut, ternyata 3 sampel dinyatakan tidak dapat dinilai pada

penilaian diagnosis oleh dokter ikut. Sebanyak 35 sampel yang terdiagnosis

serumen pada penilaian diagnosis oleh dokter tidak ikut, ternyata 1 sampel

terdiagnosis normal dan 6 sampel dinyatakan tidak dapat dinilai pada penilaian

diagnosis oleh dokter ikut. Sebanyak 2 sampel sama-sama terdiagnosis OM

perforasi pada penilaian diagnosis oleh dokter tidak ikut maupun dokter ikut.

Sebanyak 3 sampel terdiagnosis OM tanpa perforasi pada penilaian diagnosis oleh

dokter tidak ikut, namun 1 sampel didiagnosis serumen oleh dokter ikut.

Sebanyak 16 sampel yang dinyatakan tidak dapat dinilai oleh dokter tidak ikut,

ternyata 6 sampel terdiagnosis normal pada penilaian diagnosis oleh dokter ikut.

Diagnosis Dokter

Tidak Ikut

Diagnosis Dokter Ikut

Normal Serumen OM

perforasi

OM tanpa

perforasi

Tidak dapat

dinilai

Normal

Serumen

OM perforasi

OM tanpa

perforasi

Kelainan lain

Tidak dapat

dinilai

26 0 0 0 3

1 27 0 0 6

0 0 2 0 0

0 1 0 2 0

0 0 0 0 0

6 0 0 0 10

Page 57: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

42

Kemudian dilakukan uji kesesuaian dengan penghitungan Cohen’s

Kappa dan didapatkan nilai kesesuaian antar dokter ikut dan tidak ikut sebesar

0,7 dengan total sampel 84 gambaran telinga. Dengan nilai kappa 0,7, maka nilai

tersebut dianggap baik menurut penilaian Landis dan Koch.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2017 hingga September 2018.

Pengambilan sampel dilakukan di dua tempat berbeda karena jumlah sampel yang

tidak mencukupi jika diambil dari satu tempat saja. Didapatkan total 84 sampel

gambaran liang telinga pada populasi usia 60 tahun keatas yang dianggap sehat

dan tidak mempunyai keluhan.

Pada hasil analisis Tabel 4.1 didapatkan subyek terbanyak berasal dari jenis

kelamin perempuan yakni 31 orang (73,8%) dan rata-rata usia dari seluruh subyek

adalah 77 tahun. Pada hasil sebaran diagnosis telinga juga didapatkan gambaran

normal yang lebih banyak. Kelainan liang telinga yang paling banyak didapatkan

adalah serumen (Tabel 4.1). Hal ini disebabkan oleh kelenjar-kelenjar serumen

pada lansia akan mengalami atrofi sehingga produksi kelenjar serumen berkurang

dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering yang akan menjadi gumpalan

(serumen prop).9

Serumen yang menumpuk pada liang telinga akan menyebabkan

transmisi suara dari luar terhambat dan berkurangnya pendengaran (tuli

konduktif).19

Hasil penghitungan diagnosis pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 didapatkan nilai

sensitivitas diagnosis dokter ikut dan tidak ikut masing-masing adalah 94,1% dan

87,5%, spesifisitas 79,4% dan 87,8%, nilai duga positif 82% dan 87,5%, nilai

duga negatif 93,1% dan 87,8%, dan nilai akurasi 86,7% dan 87,5%. Nilai

sensitivitas untuk dokter ikut (94,1%) lebih besar dibanding dokter tidak ikut

(87,5%), nilai ini menunjukkan bahwa kepekaan otoendoskop dalam mendeteksi

kelainan telinga pada individu yang sakit lebih besar dimiliki oleh dokter ikut

(94,1%). Namun untuk nilai spesifisitas, diagnosis dari dokter tidak ikut (87,8%)

lebih besar dibanding dokter ikut (79,4%), nilai ini menunjukkan bahwa kepekaan

otoendoskop dalam mendeteksi individu yang tidak memiliki kelainan telinga

(normal) lebih besar pada diagnosis dokter tidak ikut (87,8%). Hasil nilai duga

positif juga didapatkan nilai yang lebih besar pada dokter tidak ikut (87,5%)

Page 58: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

43

dibanding dengan dokter ikut (82%), nilai ini menunjukkan bahwa sampel benar

memiliki kelainan telinga ketika hasil diagnosis otoendoskop menunjukkan hasil

tidak normal. Kemudian pada nilai duga negatif, didapatkan hasil lebih besar

untuk diagnosis dokter ikut (93,1%) dibanding dengan diagnosis dokter tidak ikut

(87,8%), nilai ini menunjukkan bahwa sampel benar tidak memiliki kelainan

telinga ketika pemeriksaan otoendoskop menunjukkan hasil normal. Nilai akurasi

didapatkan nilai lebih besar pada diagnosis dokter tidak ikut (87,5%) dibanding

dengan dokter ikut (86,7%), nilai ini menunjukkan bahwa hasil positif

pemeriksaan otoendoskop dapat mendiagnosis dengan tepat meskipun hasil

pemeriksaan otoskop langsung menunjukkan

hasil positif ataupun negatif.

Uji diagnostik dengan tingkat sensitivitas yang tinggi dibutuhkan untuk

mendeteksi penyakit dan nilai spesifisitas yang tinggi lebih dibutuhkan untuk

memperkuat dugaan adanya suatu penyakit.30

Hasil uji diagnostik pada penelitian

ini menunjukkan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik, hal ini menunjukkan

bahwa otoendoskop dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi

suatu kelainan telinga luar dan tengah. Pada penelitian ini juga lebih ditekankan

pada nilai duga positif yang dimiliki oleh dokter tidak ikut. Dibutuhkan nilai duga

positif yang baik untuk menunjang sebagai alat diagnosis. Hal ini disebabkan

karena praktik penggunaan otoendoskop akan dilakukan oleh dokter yang

bertugas di daerah dan bermaksud untuk berkonsultasi mengenai hasil gambar

telinga yang ditemukan melalui alat tersebut. Dokter tidak ikut dalam penelitian

ini dapat dianalogikan sebagai dokter yang dijadikan untuk berkonsultasi.

Sehingga, jika nilai duga positif baik maka angka kejadian sakit pada pasien yang

benar-benar sedang sakit juga akan lebih akurat.

Terdapat perbedaan jumlah pada hasil diagnosis dokter ikut dan tidak ikut

karena jumlah sampel yang dapat dinilai berbeda. Jumlah sampel pada hasil

diagnosis dokter ikut hanya didapatkan 68 sampel sedangkan dokter tidak ikut 65

sampel. Hal ini disebabkan karena terdapat sampel yang dinyatakan memiliki

kualitas pengambilan gambar yang kurang baik dari kedua dokter tersebut. Dokter

ikut tidak dapat menilai 16 gambar dan dokter tidak ikut tidak dapat menilai 19

gambar. Faktor yang menyebabkan kurangnya kualitas gambar adalah kurangnya

latihan dan keterampilan dari pemeriksa (peneliti) saat pengambilan gambar liang

Page 59: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

44

telinga. Saat ini penelitian mengenai learning curve untuk mencapai tingkat

kemahiran yang baik dalam penggunaan otoskop belum dilakukan. Penelitian-

penelitian yang sudah ada hanya menunjukkan bahwa pemberian pelatihan kepada

mahasiswa kedokteran tingkat pertama dan kedua dengan metode seminar dan

praktik mengenai otoskopi akan meningkatkan kepercayaan diri dan akurasi

diagnostik.31,32

Faktor lainnya adalah faktor posisi saat pengambilan gambar

dengan didapatkan beberapa subyek hanya bisa tidur di ranjang sehingga

pemeriksaan dilakukan dengan posisi subyek berbaring. Posisi terbaik untuk

mendapatkan hasil yang baik adalah dengan duduk berhadapan dengan posisi kaki

bersebelahan dengan pasien. Selain itu terdapat subyek yang merasa tidak nyaman

ketika alat dimasukkan ke dalam liang telinga sehingga pemeriksaan tidak dapat

dilakukan dengan maksimal. Hal-hal tersebut menyebabkan kemungkinan

berkurangnya ketepatan pengambilan gambar.

Terdapat beberapa keluhan yang disampaikan oleh subyek saat dilakukan

pemeriksaan menggunakan otoendoskop. Salah satunya adalah terasa hangat saat

alat dimasukkan ke dalam liang telinga yang kemungkinan disebabkan oleh

adanya cahaya lampu di ujung alat yang menyala dalam waktu cukup lama

sehingga menghasilkan panas. Selain itu, alat juga berasal dari bahan metal yang

merupakan konduktor yang baik, sehingga subyek merasa alat hangat33

.

Nilai kesesuaian pembacaan diagnosis antar dua dokter spesialis THT-KL

juga dihitung dalam penelitian ini. Analisis dilakukan menggunakan SPSS untuk

mendapatkan nilai kappa. Nilai kappa yang didapatkan adalah 0,70 (Tabel 4.5).

Jika mengacu pada penilaian Landis dan Koch, kesesuaian pembacaan diagnosis

oleh dua dokter spesialis THT-KL menunjukkan hasil baik.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan. Pertama, pemeriksaan

dilakukan oleh mahasiswa kedokteran pre-klinik. Kedua, nilai kappa didapatkan

bedasarkan populasi normal dengan variasi kelainan telinga yang rendah.

Page 60: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

45

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa:

1. Otoendoskop dapat digunakan sebagai alternatif alat penunjang diagnostik

kelainan telinga dan dapat digunakan oleh para dokter.

2. Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan

nilai akurasi otoendoskop pada dokter ikut masing-masing adalah 94,1%,

79,4%, 82%, 93,1%, dan 86,7%.

3. Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai duga negatif, dan

nilai akurasi otoendoskop pada dokter tidak ikut masing-masing adalah

87,5%, 87,8%, 87,5%, 87,8%, dan 87,5%.

4. Tingkat kesesuaian diagnosis alat otoendoskop antara dokter ikut dan

dokter tidak ikut berada pada tingkat sedang dengan nilai Kappa yang

diperoleh sebesar 0,70.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dalam setting rumah sakit agar mendapatkan variasi

penyakit yang lebih luas untuk mendapatkan nilai uji diagnosis dan kesesuaian

yang lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian mengenai learning curve penggunaan otoskop guna

mencapai angka kemahiran yang akurat.

Page 61: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

46

BAB VI

KERJASAMA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama antara peneliti dengan dr. Fikri

Mirza Putranto, Sp. THT-KL dan juga melibatkan dr. Diana Rosalina Sp. THT-

KL dari RSUP Fatmawati sebagai pembaca hasil diagnosis gambaran telinga.

Page 62: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Dorland

2. Kemenkes RI. Pendengaran Sehat untuk Hidup Bahagia. Jakarta:

Kemenkes RI. 2013

3. Kementrian Kesehatan RI. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian untuk Mencapai Sound Hearing

2030. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2006

4. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin Situasi dan Analisis Lanjut Usia.

Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2014

5. Ismayadi. Tesis Proses Menua (Aging Proses). Medan: Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. 2004

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013

7. Sumantri U. Program Pemenuhan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia. 2017

8. Sherwood L. Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan . Dalam: Nella Y.

Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Ed ke-8. Jakarta: EGC. 2014

9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddi J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Ketujuh.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2017

10. Tortora GJ. Derrisckson B. Hearing and Equilibrium. Dalam: Bonnie R.

Principles of Anatomy and Physiology 12th

ed. USA:The Mcgraw-Hill

Companies. 2009

11. Pasha R, Golub JS, Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical

Reference Guide 4th Ed. San Diego: Plural Publishing Inc. 2014

12. Gonzales JLT, Moreno KD. Otitis Externa: And Update. Mexico: Department

of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, School of Medicine,

University A. of Nuevo León. 2017

13. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Diseases of Ear, Nose and Throat & Head

and Neck Surgery 6th Ed. India: Elsevier. 2014

Page 63: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

48

14. Runge MS, Greganti MA. Netter’s Internal Medicine 2nd Ed. USA:

Saunders/Elsevier. 2009

15. Definition of an Older or Elderly Person, Sited from

http://www.who.int/healthinfo/ageingdefnolder/ Feb 2018-02-11.

16. Maryam, R. dkk. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika. 2008

17. Katz J. Handbook of Clinical Audiology 7th ed. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 2014

18. Ballenger JJ, Snow JB. Otolaryngology Head and Neck Surgery 18th ed.

USA: People’s Medical Publishing House (PMPH). 2016

19. MDH C&TC website. Otoscopy and Tympanometry Manual. St. Paul:

Minnesota Department of Health Maternal and Child Health Section Child

and Adolescent Health Unit. 2014

20. Shiao AS, Yaun-Ching G. A comparison Assessment of Videotelescopy for

Diagnosis of Paediatric Otitis Media with Effusion. Int J Pediatr

Otorhinolaryngol 2005; 69: 1497-502.

21. Kocyıgıt M, Uzun C. Comparison of The Diagnostic Accuracies of Four

Main Otoscopic Examination Methods. International Journal of Surgery and

Medicine 2017; 3(2):78-84

22. Shawabkeh MA, Haidar H, Larem A, Albu-Mahmood Z, Alsaadi A, Alqahtani

A. Acute Otitis Media An Update. J Otolaryngol ENT Res 2017; 8(4):

00252

23. https://www.aliexpress.com/item/LESHP-2-in-1-Ear-Cleaning-USB-

Endoscope-5-5mm-Visual-Ear-Spoon-Earpick-Otoscope-

Endoscope/32847670183.html

24. Talley NJ, O’connor S. Clinical examination essentials : an introduction to

clinical skills (and how to pass yourclinical exams) 4th ed. Australia:

Elsevier. 2016

25. Bickley LS, Szilagyi PG. Bate’s Guide to Physical Examination and History

Taking 12th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer. 2017

26. Syahdrajat T. Panduan Penelitian untuk Skripsi Kedokteran dan Kesehatan.

Jakarta: Pedhe Offset. 2018

Page 64: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

49

27. Fleiss JL. Statistical methods for rates and proportions 2nd ed. New York:

John Wiley; 1981

28. Landis JR, Koch GG. The Measurement of Observer Agreement for

Categorical Data. Biometrics. 1977; 33 (1): 159-174

29. Dahlan MS. Penelitian Diagnostik Dasar-dasar Teoritis dan Aplikasi dengan

Program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika. 2009

30. Budiarto E. Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar. Jakarta:

EGC. 2002

31. Kaf WA, Masterson CG, Dion N, Berg SL, Abdelhakiem MK. Otoscopy

Competency in Audiology Students through Supplementary Otoscopy

Training. J Am Acad Audiol. 2013; 24:859–866

32. You P, Chahine S, Husein M. Improving learning and confidence through

small group, structured otoscopy teaching: a prospective interventional

study. Journal of Otolaryngology - Head and Neck Surgery. 2017; 46:68

33. Giancoli, Douglas C. Fisika Jilid I (terjemahan) ed ke-5. Jakarta : Penerbit

Erlangga. 2001

Page 65: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

50

LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Kerjasama dengan Dokter di RS Fatmawati

Gambar 7.1 Surat Izin Kerjasama

Page 66: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

51

Lampiran 2

Lembar Penjelasan Penelitian Kepada Subyek

LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN

UJI DIAGNOSTIK OTOSCOPE SMARTPHONE DAN OTOENDOSKOP

DIBANDINGKAN DENGAN PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG

PADA PONDOK LANSIA BERDIKARI

Yth.

Calon Responden Penelitian

Di tempat

Assalamualaikum wr.wb. Saya Niswatur Rosyidah dan Harum Dzati F

Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2015 FK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dengan ini bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Uji Diagnostik

Otoscope smartphone dan otoendoskop dibandingkan dengan pemeriksaan otoskop

langsung pada lansia” .

Penelitian ini dilakukan dengan cara melihat liang telinga dan pengambilan

gambar telinga menggunakan otoscope smartphone dan otoendoskop. Proses

pengambilan gambar dilakukan 3 kali untuk dilakukan verifikasi dan didampingi

oleh dokter spesialis THT ( Telinga, Hidung, Tenggorokan ). Proses pengambilan

gambar bukanlah suatu tindakan invasif yang dapat menyebabkan bahaya pada

anak/ diri pribadi responden penelitian, sehingga tidak ada bahaya potensial

langsung yang timbul pada penelitian ini.

Data ini akan diverifikasi oleh dokter spesialis THT. Nama serta identitas

subjek akan dirahasiakan dalam pelaksanaan analisis data serta laporan hasil

penelitian. Hasil foto yang telah diverifikasi oleh dokter spesialis THT selambat-

lambatnya 1 bulan akan kami laporkan hasilnya kepada Bapak/Ibu berupa gambar

dan keterangannya sebagai hasil laporan pemeriksaan. Disini, kami juga memohon

kesediaannya kepada Bapak/ Ibu/ Subjek penelitian untuk mengolah hasil gambar

yang didapat untuk menunjang keperluan dan pencapaian tujuan dari penelitian ini.

Apabila Bapak/ Ibu/ Subjek penelitian bersedia untuk menjadi subjek

penelitian kami setelah membaca penjelasan diatas, kami memohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk menandatangani lembar kesediaan serta mengisi lembar

pertanyaan dibawah ini. Tidak terdapat paksaan untuk mengikuti atau menolak

penelitian ini. Terimakasih. Wassalamualaikum wr.wb.

Page 67: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

52

Tanggal Pengambilan:

UJI DIAGNOSTIK OTOSKOP SMARTPHONE DAN OTOENDOSKOP

DIBANDINGKAN DENGAN PEMERIKSAAN OTOSKOP LANGSUNG

PADA LANSIA DI PONDOK LANSIA BERDIKARI

No.Informed

Consent)*dikosongkan:

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan mengerti tujuan dan

manfaat penelitian mengenai Uji Diagnostik Otoscope Smartphone dan

Otoendoskop dibandingkan dengan pemeriksaan otoskop langsung pada lansia

di Panti Werdha Rempoa oleh Niswatur Rosyidah dan Harum Dzati F,

Mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2015 FK UIN Syarif Hidayatullah.

Saya mengerti bahwa partisipasi saya dilakukan secara sukarela.

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ___________________________

Tempat tanggal lahir :____________________________

Alamat :____________________________

No. Telepon : ___________________________

menyatakan BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA*

bahwa saya masuk sebagai subjek penelitian yang dilakukan oleh Niswatur

Rosyidah dan Harum Dzati F Mahasiswa Pendidikan Dokter angkatan 2015

FKUIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

*Coret salah satu

Tangerang, ____________2018

( ______________________ )

Page 68: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

53

Lampiran 3

Gambar Proses Penelitian

Gambar 7.3 Proses

pengambilan gambar

dengan posisi subyek tidur

Gambar 7.4 Proses

pengambilan gambar

dengan posisi subyek

duduk

Gambar 7.2 Foto bersama

pengurus panti Werdha

Melania

Page 69: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

54

Lampiran 4

Gambar Hasil Diagnosis

Gambar 7.6 Normal

Gambar 7.7 Serumen

kering

Gambar 7.5 Otitis media

perforasi

Gambar 7.8 Serumen

basah

Gambar 7.9 Tidak dapat

dinilai

Page 70: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

55

Lampiran 5

Tabel Induk Diagnosis

Nama Diagnosis

Otoskop

Diagnosis Dokter

Ikut

Diagnosis Dokter

Tidak Ikut

Ira AD Normal OM tanpa perforasi OM tanpa perforasi

Ira AS Normal OM tanpa perforasi OM tanpa perforasi

Ilj AD Serumen Serumen Serumen

Ilj AS Normal OM tanpa perforasi Serumen

Pay AD Serumen Serumen Serumen

Pay AS Serumen Serumen Serumen

Yam AD Normal Normal Normal

Yam AS Normal Normal Normal

Kha AD Serumen Serumen Serumen

Kha AS Serumen Serumen Serumen

Aco AD Normal Normal Normal

Aco AS Normal Normal Tidak dapat dinilai

Tut R AD Normal Normal Normal

Tut R AS Serumen Serumen Serumen

Nas AD Normal Normal Normal

Nas AS Normal Normal Normal

Bam AD Serumen Serumen Serumen

Bam AS Serumen Serumen Tidak dapat dinilai

Jam AD Serumen Tidak dapat dinilai Normal

Jam AS Serumen Normal Normal

Sla AD Normal Tidak dapat dinilai Normal

Sla AS Serumen Serumen Serumen

Ari AD Serumen Serumen Serumen

Ari AS Serumen Serumen Serumen

Her AD Normal Serumen Tidak dapat dinilai

Her AS Serumen Serumen Serumen

Kim H AD Serumen Serumen Serumen

Kim H AS Serumen Serumen Serumen

Abd AD Serumen Serumen Serumen

Abd AS Serumen Serumen Serumen

Sur AD Normal Normal Normal

Sur AS Normal Tidak dapat dinilai Normal

Ate AD Serumen Serumen Serumen

Ate AS Serumen Serumen Serumen

Nasi AD Normal Tidak dapat dinilai Normal

Nasi AS Serumen Tidak dapat dinilai Normal

War AD Serumen Serumen Serumen

War AS Serumen Serumen Serumen

Emi AD Serumen Normal Normal

Page 71: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

56

Emi AS Normal Normal Normal

Sum AD OM perforasi OM perforasi OM perforasi

Sum AS OM perforasi OM perforasi OM perforasi

Erl AD Serumen Serumen Tidak dapat dinilai

Erl AS Normal Normal Normal

Kat AD Normal Normal Normal

Kat AS Normal Normal Normal

Bet AD Normal Serumen Tidak dapat dinilai

Bet AS Normal Normal Normal

Pin AD Normal Normal Normal

Pin AS Normal Normal Normal

Mei AD Normal Normal Normal

Mei AS Normal Normal Normal

Nim AD Normal Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nim AS Serumen Serumen Tidak dapat dinilai

Jen AD Serumen Serumen Serumen

Jen AS Serumen Serumen Serumen

Oon AD Normal Normal Normal

Oon AS Normal Serumen Serumen

Lih AD Serumen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Lih AS Serumen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Ros AD Serumen Serumen Tidak dapat dinilai

Ros AS Serumen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Ann AD Serumen Serumen Serumen

Ann AS Serumen Serumen Serumen

Tje AD Normal Serumen Normal

Tje AS Normal Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Yos AD Normal Normal Normal

Yos AS Normal Tidak dapat dinilai Normal

Jek AD Serumen Serumen Serumen

Jek AS Normal Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nio AD Normal Normal Normal

Nio AS Normal Normal Normal

Aci AD Normal Normal Normal

Aci AS Normal Normal Normal

Nik AD Normal Normal Tidak dapat dinilai

Nik AS Serumen Serumen Serumen

Tut AD Serumen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Tut AS Serumen Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Hed AD Normal Normal Tidak dapat dinilai

Hed AS Serumen Serumen Serumen

Mam AD Normal Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Mam AS Normal Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

Nel Ad Normal Normal Normal

Nel AS Normal Normal Normal

Page 72: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

57

Lampiran 6

Hasil Analisis Statistik

A. Sebaran Karakteristik

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-Laki 11 26.2 26.2 26.2

Perempuan 31 73.8 73.8 100.0

Total 42 100.0 100.0

B. Tabel Diagnosis 2x2

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 61-70 9 21.4 21.4 21.4

71-80 23 54.8 54.8 76.2

81-90 10 23.8 23.8 100.0

Total 42 100.0 100.0

OTOSKOPDX

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Normal 43 51.2 51.2 51.2

Serumen 39 46.4 46.4 97.6

OM perforasi 2 2.4 2.4 100.0

Total 84 100.0 100.0

DokterIkut * Otoskop Crosstabulation

Count

Otoskop

Total abnormal normal

DokterIkut abnormal 32 7 39

normal 2 27 29

Total 34 34 68

Page 73: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

58

DokterTdkIkut * Otoskop Crosstabulation

Count

Otoskop

Total abnormal normal

DokterTdkIkut Abnormal 28 4 32

normal 4 29 33

Total 32 33 65

C. Tabel Uji Kesesuaian

IKUTDX * TIDAKDX Crosstabulation

Count

TIDAKDX

Total Normal Serumen

OM

perforasi

OM tanpa

perforasi

Tidak dapat

dinilai

IKUT

DX

Normal 26 0 0 0 3 29

Serumen 1 27 0 0 6 34

OM perforasi 0 0 2 0 0 2

OM tanpa perforasi 0 1 0 2 0 3

Tidak dapat dinilai 6 0 0 0 10 16

Total 33 28 2 2 19 84

D. Hasil Nilai Kappa

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. T

b Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa .705 .063 9.975 .000

N of Valid Cases 84

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 74: UJI DIAGNOSTIK OTOENDOSKOP DIBANDINGKAN DENGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47835/1/Niswatur... · Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya

59

Lampiran 7

Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Niswatur Rosyidah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Tulungagung, 20 Juni 1997

Agama : Islam

Alamat : Perum. Mutiara Citra Graha Blok K6 No 5, Sidoarjo,

Jawa Timur

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

• 2001 – 2003 : TKIT Dewi Sartika Surabaya

• 2003 – 2009 : SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo

• 2009 – 2012 : SMP NEGERI 1 Candi Sidoarjo

• 2012 – 2015 : MBI Amanatul Ummah Pacet Mojokerto

• 2015 – sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta