-
UJI ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) DAN DAUN SEMBUKAN
(Paederia foetida L) PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
YANG DIINDUKSI KARAGENIN
Oleh:
ARIANTO
19133806A
HALAMAN JUDUL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Berjudul
UJI ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRIH
MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) DAN DAUN SEMBUKAN
(Paederia foetida L) PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
YANG DIINDUKSI KARAGENIN
Oleh:
ARIANTO
19133806A
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Pada Tanggal : 20 Juli 2017
Mengetahui,
FakultasFarmasi
UniversitasSetia Budi
Dekan,
Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt.
Pembimbing Utama
Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt.
Pembimbing Pendamping
Meta Kartika Untari, M.Sc, Apt.
Penguji :
1. Dra. Kisrini, M.Si., Apt. 1. … …………...
2. Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt. 2. ……………….
3. Iswandi, M.Farm., Apt. 3. ……………...
4. Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt. 4. ………….........
-
iii
PERSEMBAHAN
Hari takkan indah tanpa mentari dan rembulan begitu juga hidup
takkan indah tanpa tujuan, harapan dan tantangan.Meski terasa
berat, namun manisnya
hidup justru akan terasa.
Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan mimpi yang
akan dikejar dan untuk sebuah pengharapan. Ku persembahkan karya
kecil ini, untuk cahaya hidup, yang senantiasa ada saat suka maupun
duka, selalu setia mendampingi,
saat kulemah tak berdaya (Bapak dan Mamak tercinta) yang selalu
memanjatkan doa disetiap sujudmu. Terimakasih untuk semuanya.
Seandainya semua pohon dibumi dijadikan pena, dan lautan
dijadikan tinta, maka belum akan habis kalimat-kalimat Alloh yang
akan dituliskan,
sesungguhnya Alloh maha perkasa dan maha bijaksana.
Kupersembahkan Skripsi ini untuk :
Allah SWT. Terima Kasih Ya Allah, telah memberi hamba kesehatan
dan ridho-Mu untuk menyelesaikan kuliah dengan ditutup karya
skripsi ini.
My beloved family, Bapak dan mamaku tercinta yang senantiasa
mendidik, memberikan dorongan, semangat, doa, perhatian serta
kasih sayangnya yang tiada tara hingga anakmu ini bisa lulus.
Dan Adik-adiku yang membuatku mengerti mengapa aku ada disini.
Dosen pembimbingku ibu mamik dan bu meta. Terima kasih sudah
membimbing dan meluangkan waktu untuk membagikan ilmunya.
Spesial thanks for (Mantanku) yang telah menemaniku selama 4
tahun terakir ini, telah banyak membantu dan memberikan
semangat dan motivasinya.
Teman seperjuanganku yang saling membantu dan memberi semanga
setiap hari. For everyone who have supported me, Thanks All.
Almamater Kebanggaanku Fakultas Farmasi USB 2013.
Agama, Bangsa dan Negara ku Indonesia.
-
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil
pekerjaan saya
sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain,
kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar
pustaka.
Apabila skripsi ini merupakan jiplakan dari penelitian/karya
ilmiah/skripsi
orang lain, maka saya siap menerima sanksi baik secara akademis
maupun
hukum.
Surakarta, 20 Juli 2017
Arianto
-
v
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat
dan
hidayahNya, Penulis dapat menyelesaikan Skripsi guna memenuhi
persyaratan
untuk mencapai derajat Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas
Farmasi Universitas
Setia Budi Surakarta.
Alhamdulillahirobbil‟alamin, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan
skripsi yang berjudul “UJI ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK
ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) DAN
DAUN
SEMBUKAN (Paederia foetida L) PADA TIKUS JANTAN GALUR
WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN” diharapkan dapat memberikan
sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang teknologi
farmasi.
Penyusunan Skripsi ini tidak bisa lepas dari bantuan banyak
pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu Penulis
ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan anugerah, nikmat serta
petunjuk
disetiap langkah hidupku.
2. Dr. Ir. Djoni Tarigan, MBA., selaku Rektor Universitas Setia
Budi Surakarta.
3. Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt. selaku Dekan
Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi Surakarta.
4. Mamik Ponco Rahayu, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing yang
telah
banyak memberikan ilmu, masukan, pengarahan dan bimbingan
selama
penyusunan Skripsi ini.
5. Meta Kartika Untari, M.Sc, Apt. selaku Dosen Pembimbing yang
telah
banyak memberikan ilmu, masukan, pengarahan dan bimbingan
selama
penyusunan Skripsi ini.
6. Dra. Kisrini, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu
untuk menguji dan memberikan masukan untuk Skripsi ini.
7. Yane Dila, M.Sc., Apt.. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu
untuk menguji dan memberikan masukan untuk Skripsi ini.
-
vi
8. Iswandi, M.Farm., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu
untuk menguji dan memberikan masukan untuk Skripsi ini.
9. Segenap dosen, instruktur laboratorium, yang banyak
memberikan bantuan
dan kerjasama selama penyusunan penelitian Skripsi ini.
10. B2P2TOOT yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada
penulis
untuk memperoleh tanaman sirih merah dan sembukan yang berguna
untuk
penelitian Skripsi ini.
11. Orang tuaku tercinta, adikku, semua saudara dan teman yang
telah membantu,
mendukung, dan memberi semangat serta doa.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan penyusunan
Skripsi
ini. Penulis menyadari banyak kekurangan dan masih jauh dari
sempurna. Oleh
karena itu Penulis mengharap segala saran dan kritik dari
pembaca untuk
menyempurnakan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini bisa berguna bagi
siapa saja
yang membacanya.
Wallaikumsalam Wr.Wb
Surakarta, 20 Juli 2017
Arianto
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN
...............................................................................
ii
PERSEMBAHAN
.................................................................................................
iii
PERNYATAAN
....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR
...........................................................................................
v
DAFTAR ISI
........................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR
............................................................................................
xi
DAFTAR
TABEL................................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN
......................................................................................
xiii
INTISARI.............................................................................................................
xv
ABSTRACT
........................................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN
......................................................................................
1
A. Latar Belakang
............................................................................................
1
B. Perumusah masalah
.....................................................................................
3
C. Tujuan Penelitian
........................................................................................
3
D. Kegunaan Penelitian
....................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
...........................................................................
5
A. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
.................................................. 5
1. Klasifikasi tanaman
............................................................................
5
2. Deskripsi tanaman
...............................................................................
5
3. Habitat dan Penyebaran
.......................................................................
6
4. Kandungan kimia tanaman
..................................................................
6
4.2 Flavonoid
.......................................................................................
7
4.3. Saponin
.........................................................................................
7
4.5. Minyak atsiri
.................................................................................
7
5. Kegunaan tanaman
..............................................................................
7
B. Sembukan (Paederia foetida L.)
.................................................................
8
1. Klasifikasi tanaman
.............................................................................
8
2. Deskripsi tanaman
...............................................................................
8
3. Ekologi dan Penyebaran
......................................................................
9
4. Kandungan kimia
.................................................................................
9
4.1 Minyak atsiri
..................................................................................
9
4.2. Asam eloanolik
.............................................................................
9
-
viii
4.3. Flavonoid
....................................................................................
10
4.4. Tanin
...........................................................................................
10
4.6. Alkaloid
......................................................................................
10
C. Simplisa
....................................................................................................
11
1. Pengumpulan bahan baku
..................................................................
11
2. Sortasi basah
......................................................................................
11
3.
Pencucian...........................................................................................
11
4. Perajangan
.........................................................................................
12
5. Pengeringan simplisia
........................................................................
12
5.1. Pengeringan alami
......................................................................
12
5.2. Pengeringan buatan
.....................................................................
12
6. Sortasi kering
.....................................................................................
12
7. Pengepakan dan penyimpanan
........................................................... 12
D. Ekstrak, Ekstraksi dan Maserasi
................................................................
13
2. Ekstraksi
............................................................................................
13
8.
Pelarut................................................................................................
14
E. Inflamasi
...................................................................................................
14
1. Pengertian
..........................................................................................
14
2. Tanda klasik inflamsi
.........................................................................
16
2.1. Rubor (Kemerahan)
...................................................................
16
2.2. Kalor (Panas)
..............................................................................
16
2.3. Dolor (Rasa sakit)
.......................................................................
17
2.4. Tumor
(Pembengkakan)..............................................................
17
2.5. Funsio lansea (Gangguan fungsi)
....................................................... 17
3. Mekanisme terjadinya inflamasi
........................................................ 17
F. Obat antiinflamasi
.....................................................................................
17
1. Obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS)
............................................ 18
2. Obat golongan steroid
........................................................................
18
G. Interaksi Obat
............................................................................................
19
1. Interaksi Farmasetik/Inkompatibilitas
................................................ 19
2. Interaksi Farmakokinetik
...................................................................
19
3. Interaksi Farmakodinamik
.................................................................
19
4. Interaksi aditif atau sinergis
...............................................................
20
5. Interaksi antagonis atau berlawanan
.................................................. 20
H. Karagenin
..................................................................................................
20
I. Metode Uji Antiinflamasi
..........................................................................
21
1. Metode pembuatan edema buatan
......................................................... 21
2. Metode pembentukan eritema
............................................................ 21
3. Metode pembentukan kantong granuloma
......................................... 22
4. Metode penghambatan adhesi leukosit
.............................................. 22
5. Metode iritasi dengan panas
..............................................................
23
6. Metode penumpukan krystal
synovitis............................................... 23
J. Hewan uji
..................................................................................................
23
1. Sistematika hewan uji
........................................................................
23
2. Karakteristik hewan uji
......................................................................
24
K. Landasan Teori
..........................................................................................
24
L. Hipotesis
...................................................................................................
26
BAB III METODE PENELITIAN
....................................................................
27
A. Popualasi dan
Sampel................................................................................
27
-
ix
B. Variabel penelitian
....................................................................................
27
1. Identifikasi variabel utama
.................................................................
27
2. Klasifikasi variabel utama
.................................................................
27
3. Definisi operasional variabel utama
................................................... 28
C. Alat dan bahan
..........................................................................................
28
1. Alat
....................................................................................................
28
1.1. Alat pembuatan ekstrak
..............................................................
28
1.2. Alat uji kualitatif
.........................................................................
29
1.3. Alat uji antiinflamasi
..................................................................
29
2. Bahan
.................................................................................................
29
2.1.Bahan sampel
...............................................................................
29
2.2. Bahan penyari
.............................................................................
29
2.3. Hewan
uji....................................................................................
29
D. Jalanya Penelitian
......................................................................................
29
1. Determinasi simplisia
........................................................................
29
2. Pengambilan bahan
............................................................................
29
3. Penyiapan simplisia daun sirih merah dan daun sembukan
................ 30
4. Pembuatan serbuk daun sirih merah dan daun sembukan
.................. 30
5. Penetapan susut pengeringan serbuk daun sirih merah dan
daun
sembukan
...........................................................................................
30
5.1.Pemeriksaan organoleptik
............................................................ 30
5.2. Penetapan kadar air serbuk
......................................................... 30
6. Pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan.
...... 30
7. Identifikasi kandungan kimia daun sirih merah dan daun
sembukan . 31
8. Pembuatan larutan uji
........................................................................
32
8.1. Pembuatan suspensi karagenin 1%
............................................. 32
8.2. Pembuatan larutan CMC Na 1%
................................................. 32
8.3. Pembuatan suspensi
Fenilbutazon............................................... 32
8.4. Pembuatan bahan uji tunggal
...................................................... 32
8.5. Pembuatan bahan uji
kombinasi.................................................. 33
9. Uji antiinflamasi
................................................................................
33
9.1. Penetapan dosis fenilbutazon
...................................................... 33
9.2. Penetapan dosis bahan uji
........................................................... 33
9.3. Dosis karagenin 1%
....................................................................
33
9.4. Perlakuan terhadap hewan uji
..................................................... 33
E. Analisis Data
.............................................................................................
35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
................................... 37
A. Hasil Determinasi Tanaman
......................................................................
37
1. Determinasi tanaman sirih merah
...................................................... 37
2. Determinasi tanaman sembukan
........................................................ 37
B. Persiapan Bahan
........................................................................................
37
1. Hasil pengumpulan bahan
..................................................................
37
2. Hasil pengeringan daun sirih merah dan daun sembukan
.................. 38
3. Hasil pembuatan serbuk daun sirih merah dan daun sembukan.
........ 39
4. Hasil penetapan kadar air serbuk daun sirih merah dan
daun
sembukan.
..........................................................................................
39
5. Hasil Identifikasi kandungan kimia serbuk daun sirih merah
dan daun
sembukan
...........................................................................................
40
-
x
6. Hasil pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah dan daun
sembukan
...........................................................................................................
41
7. Pemeriksaan organoleptis ekstrak daun sirih merah dan
daun
sembukan.
..........................................................................................
42
8. Hasil tes bebas etanol ekstrak daun sirih merah dan sembukan
......... 42
9. Hasil penetapan kadar air ekstrak daun sirih merah dan
daun
sembukan menggunakan metode sterling bidwel.
.............................. 43
10. Hasil Identifikasi kandungan kimia ekstrak daun sirih merah
dan daun
sembukan
...........................................................................................
43
11. Hasil Uji Aktivitas Antiinflamasi
...................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
..............................................................
52
A. Kesimpulan
...............................................................................................
52
B. Saran
.........................................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................
53
LAMPIRAN
.........................................................................................................
61
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan skema terjadinya inflamasi (Katzung 2002).
........................... 16
Gambar 2. Skema alur uji antiinflmasi.
................................................................
36
Gambar 3. Rata-rata volume kaki
tikus.................................................................
45
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rendemen daun sirih merah dan daun sembukan kering
terhadap
daun sirih merah dan daun sembukan basah.
........................................ 38
Tabel 2. Rendemen serbuk daun sirih merah dan daun sembukan
terhadap
daun sirih merah dan daun sembukan kering
........................................ 39
Tabel 3. Hasil penetapan kadar air serbuk (sterling bidwel)
............................... 39
Tabel 4. Identifikasi kandungan kimia serbuk
..................................................... 40
Tabel 5. Rendemen ekstrak etanol daun sirih merah dan daun
sembukan .......... 41
Tabel 6. Pengamatan organoleptis ekstrak daun sirih merah dan
daun
sembukan
...............................................................................................
42
Tabel 7. Hasil tes bebas etanol ekstrak
................................................................
42
Tabel 8. Hasil penetapan kadar air ekstrak daun sirih merah
.............................. 43
Tabel 9. Identifikasi kandungan kimia ekstrak
.................................................... 44
Tabel 10. Rata-rata volume edema tiap perlakuan
................................................. 45
Tabel 11. Rata-rata AUC dan rata-rata DAI(%)
.................................................... 48
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Determinasi Tanaman Sirih Merah.
............................................... 62
Lampiran 2. Determinasi Tanaman Sembukan.
.................................................. 63
Lampiran 3. Surat Pengambilan Bahan Baku Phenylbutazon
............................ 64
Lampiran 4. Surat Pengambilan Hewan Uji.
...................................................... 65
Lampiran 5. Data proses pembuatan ekstrak dan uji aktivitas
antiinflamasi
kombinasi daun sirih merah dan daun sembukan (Foto).
............... 66
Lampiran 6. Proses uji antiinflamasi
...................................................................
68
Lampiran 7. Hasil perhitungan rendemen berat daun kering
terhadap berat
daun sirih merah dan daun sembukam basah.
................................ 69
Lampiran 8. Hasil perhitungan rendemen berat daun kering
terhadap berat
serbuk daun sirih merah dan daun sembukam
................................ 71
Lampiran 9. Hasil penetapan kadar air serbuk daun sirih merah
dan daun
sembukan
........................................................................................
72
Lampiran 10. Identifikasi kandungan kimia serbuk daun sirih
merah dan
daun sembukan melalui uji biokimia (uji tabung).
......................... 73
Lampiran 11. Perhitungan rendemen serbuk daun sirih merah dan
daun
sembukan terhadap berat ekstrak daun sirih merah dan daun
sembukan.
.......................................................................................
75
Lampiran 12. Hasil penetapan kadar air ekstrak daun sirih merah
dan
ekstrak daun sembukan
...................................................................
76
Lampiran 13. Identifikasi kandungan kimia ekstrak daun sirih
merah dan
daun sembukan melalui uji biokimia (uji tabung).
......................... 77
Lampiran 14. Uji Pendahuluan
.............................................................................
79
Lampiran 15. Perhitungan dosis dan penimbangan larutan stok.
......................... 80
Lampiran 16. Data volume telapak kaki tikus sebelum dikurangi Vo
.................. 85
Lampiran 17. Data volume udema kaki tikus (Vt – Vo).
...................................... 87
Lampiran 18. Data AUC dan DAI (%)
.................................................................
89
-
xiv
Lampiran 19. Perhitungan AUC.
..........................................................................
92
Lampiran 20. Perhitungan DAI (%).
.....................................................................
92
Lampiran 21. Data hasil uji statistik area under curve.
......................................... 96
-
xv
INTISARI
ARIANTO, 2017, UJI ANTIINFLAMASI KOMBINASI EKSTRAK
ETANOL DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) DAN
DAUN
SEMBUKAN (Paederia foetida L.) PADA TIKUS JANTAN GALUR
WISTAR YANG DIINDUKSI KARAGENIN, SKRIPSI, FAKULTAS
FARMASI, UNIVERSITAS SETIA BUDI, SURAKARTA.
Inflamasi adalah respon tubuh untuk menginaktivasi organisme
yang
menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur perbaikan
jaringan. Tanaman
sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dan sembukan
(Paederia foetida L)
adalah tanaman tradisional yang berkhasiat sebagai obat
antiinflamasi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi kombinasi
ekstrak etanol daun
sirih merah dan daun sembukan serta mengetahui kombinasi dosis
yang dapat
memberikan efek paling optimal.
Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan pada 7 kelompok tikus.
Kelompok
ke-1 (CMC Na 1%), ke-2 (Fenilbutazon 3,6 mg/200 g BB), ke-3
(ekstrak etanol
daun sirih merah 10 mg/200 g BB), ke-4 (ekstrak etanol daun
sembukan 4 mg/200
g BB), ke-5 kombinasi sirih merah dan sembukan 25% DE:75% DE
(2,5 mg:3
mg)/200 g BB, ke-6 kombinasi 75% DE:25% DE (7,5 mg:1 mg)/200 g
BB, dan
ke-7 kombinasi sirih merah dan sembukan 50% DE:50% DE (5 mg:2
mg)/200 g
BB. Setiap kelompok diinduksi karagenin 1%, kemudian diukur
volume edema
pada t0, t0.5, t1, t2, t3, t4, t5, dan t6. Aktivitas
antiinflamasi ditunjukkan dalam
penghambatan edema akibat induksi lambda karagenin. Untuk
mengetahui
perbedaan pada setiap perlakuan dilakukan uji ANOVA.
Hasil penelitian menunjukkan kombinasi ekstrak etanol daun sirih
merah
dan daun sembukan mempunyai aktifitas antiinflamasi yang efektif
dan sinergis
dalam menghambat volume edema dibandingkan sediaan uji tunggal.
Dosis yang
memberikan efek paling optimal adalah kombinasi dosis
masing-masing 50% DE
(5 mg:2 mg)/ 200 g BB.
Kata kunci :Antiinflamsi, sirih merah (Piper crocatum Ruiz &
Pav.), sembukan (Paederia foetida L.)
-
xvi
ABSTRACT
ARIANTO, 2017, ANTIINFLAMATION TEST KOMBINATION OF
ETHANOL EXTRACT RED BETEL LEAVES (Piper crocatum Ruiz &
Pav)
AND SEMBUKAN LEAVES (Paederia foetida L.) IN RATS OF WISTAR
GALUR TRAINS CARAGENIN INDICATED, SKRIPSI, FACULTY OF
PHARMACHY, UNIVERSITY SETIA BUDI, SURAKARTA.
Inflammation is the body's response to inactivate organisms that
attack,
remove irritant substances, and regulate tissue repair. Red
betel (Piper crocatum
Ruiz & Pav) and sembukan (Paederia foetida L.) is a
traditional crop are
efficacious as antiinflammatory drugs. This study aims to
determine the effect of
anti-inflammatory combination of ethanol extract of red betel
leaf and leaves
pepper and know the combination of doses that can provide the
most optimal
effect.
Antiinflammatory activity test was performed on 7 groups of
mice. The 1st
group (CMC Na 1%), the 2nd group (Fenilbutazon 3,6 mg / 200 g
BW), the 3rd
group (red betel ectract 10 mg / 200 g BW), the 4th group
(sembukan ectract 4 mg
/ 200 g BW), the 5th group is a combination of red betel and
sembukan ectracts
25%: 75% (2,5 mg: 3 mg) / 200 g BW, the 6th group is a
combination of red betel
and sembukan ectracts 75%: 25% (7,5 mg: 1 mg) / 200 g BW, and
the 7th group
is a combination of red betel and sembukan ectracts 50%: 50% (5
mg: 2 mg)/ 200
g BW. Each group induced 1% carragenine, then measured edema
volume at t0,
t1, t2, t3, t4, t5, and t6. Antiinflammatory activity is
demonstrated by its ability to
inhibit edema induced by lambda carragenine induction. To know
the difference
in each treatment conducted ANOVA test.
The results showed that the combination of red and red betel
leaf ethanol
extracts had effective and synergistic antiinflammatory activity
in inhibiting
edema volume compared to single test preparation. The dose that
gives the most
optimum effect is the dose combination of 50% DE (5 mg: 2 mg)/
200 g BW.
Keywords: Antiinflammation, red betel (Piper crocatum Ruiz &
Pav.), Sembukan (Paederia foetida L.)
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat
yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang
berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik
agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan
akut mencakup
pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan
fungsi. Hal-hal
yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan
oleh pelepasan
berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif,
protease plasma,
metabolit asam arakhidonat dan produk leukosit (Erlina et a.,l
2007). Inflamasi
yang terjadi pada penderita tentu sangat mengganggu aktivitas,
sehingga
memerlukan pengobatan.
Antiinflamasi didefinisikan sebagai golongan obat yang memiliki
aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerja
obat-obat
antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu obat
antiinflamasi golongan
steroid dan obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS). Mekanisme
kerja obat
antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja
menghambat
pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera
(Gunawan, 2007).
Obat-obat tersebut selain memiliki aktivitas atiinflamasi tentu
mempunyai efek
samping, pada golongan steroid terdapat efek samping
osteoporosis,
meningkatkan tekanan intra okuler serta bersifat diabetik. Pada
golongan
nonsteroid dapat menyebabkan tukak lambung hingga pendarahan,
gangguan
ginjal dan anemia (Anonim 2005). Untuk memperkecil atau
menghilangkan efek
samping tersebut, bisa digantikan dengan obat tradisional atau
alami.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 30.000 jenis tumbuh-tumbuhan
lebih
kurang 7.500 jenis diantaranya termasuk tanaman berkhasiat obat
(kontranas
dalam BPOM 2006). Salah satunya yang digunakan sebagai obat -
obat tradisional
adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dan daun
sembukan
(Paederia foetida L.)
-
2
Umumnya masyarakat mengenal tanaman sirih berdaun hijau,
tetapi
belakangan jenis sirih lain yaitu sirih merah selain sebagai
tanaman hias yang
tumbuh merambat dipagar atau dipohon sirih merah juga bermanfaat
sebagai
tanaman obat. Sirih merah berdasarkan kekerabatanya masih satu
genus dengan
sirih hijau (Piper betle, Linn). Menurut Solikhah 2006, secara
empiris sirih merah
digunakan sebagai obat kencing manis, ambeien, meredakan
peradangan, kanker,
asam urat, darah tinggi, hepatitis, kelelahan dan sakit
maag.
Senyawa yang terkandung dalam daun sirih merah yang diduga
mempunyai daya antiinflamasi yaitu flavonoid dan tanin.
Aktifitas antiinflamasi
flavonoid ditunjukan dengan penghambatan COX dan lipooksigenase
(Nijveld
2001). Tanin menghambat penanda inflamasi melalui oksidasi tanin
dan
pengurangan ROS termasuk radikal bebas, PGG juga telah terbukti
dapat
menghambat prostaglandin E2 (PGE2) (Melanie Diane Jeffers,
2006). Penelitian
Atik et al. (2011) daun sirih merah memiliki daya antiinflamasi
dengan dosis yang
cukup kecil yaitu 50 mg/Kg BB dengan persen inhibisi sebesar
85,60%,
sedangkan pada penelitian Alfi et al. (2010) sirih hijau dengan
dosis 108 mg/kg
BB dengan persen inhibisi 118,18%.
Sembukan adalah tanaman yang mungkin sudah banyak didengar
tetapi
belum dimanfaatkan secara optimal. Daun sembukan berfungsi
sebagai
antirematik, analgesik, peluruh kentut (karminatif), peluruh
dahak (mukolitik),
peluruh kencing, penambah nafsu makan (stomakik), antibiotik,
antiradang, dan
pereda kejang (Utami 2008). Senyawa yang terkandung dalam daun
ini adalah
alkaloid, paederin, metilmerkaptan, iroid glikosida,
paederosida,
metilpaederosidat, arbutin, dan sapromosida (Xu. et al 2006).
Iridoid glikosida
memiliki fungsi beragam, yaitu sebagai antihepatotoksik,
hipoglikemik,
antispasmodik, antiinflamasi, antitumor, antivirus,
imunomodulator, dan aktivitas
purgatif. Kandungan daun sembukan yang diduga berperan dalam
aktivitas
antiinflamasi adalah asperulosida dan arbutin (El-Moaty, 2010).
Arbutin menekan
produksi LPS-induced NO dan ekspresi iNOS dan COX-2, pada dosis
tertentu
tanpa menyebabkan toksisitas seluler (Hyo-Jong Lee, 2012). Dari
penelitian
-
3
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Evy. et al 2011, hasil yang
paling efektif
yaitu dosis 20 mg/Kg BB dengan persen inhibisi 79,84%.
Metode penyarian pada penelitian ini yang digunakan adalah
maserasi.
Digunakan pelarut etanol karena kebanyakan golongan senyawa
seperti flavonoid,
fenol – fenol, terpenoid dan minyak astsiri dapat larut dengan
pelarut etanol.
Etanol juga memiliki kelebihan, karena lebih selektif dan tidak
dapat ditumbuhi
kapang dan mikroorganisme (Voight. 1994).
Berdasarkan kajian diatas kedua tanaman tersebut akan
dikombinasikan
dan diuji khasiatnya sebagai obat antiinflamasi dalam bentuk
sediaan oral,
diharapkan kombinasi dari daun sirih merah dan daun sembukan
dengan dosis
kecil menghasikan efek yang sinergis sebagai suatu sediaan obat
herbal yang
mampu mengurangi peradangan/inflamasi dengan menghasilkan persen
inhibisi
yang besar.
B. Perumusah masalah
Pertama, apakah kombinasi ekstrak etanol daun sirih merah dan
daun
sembukan mempunyai aktivitas antiinflamasi?
Kedua, apakah kombinasi ekstrak etanol daun sirih merah dan
daun
sembukan memiliki efek antiinflamasi yang lebih efektif
dibandingkan dengan
ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan dalam sediaan
tunggal ?
Ketiga, pada kombinasi dosis berapa ekstrak etanol sisrih merah
dan daun
sembukan memiliki efek antiinflamasi paling efektif ?
C. Tujuan Penelitian
Pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kombinasi
ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan memiliki efek
antiinflamasi.
Kedua, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kombinasi
ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan memiliki efek
antiinflamasi
yang lebih efektif dibanding sediaan tunggal.
-
4
Ketiga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi
dosis ekstrak
etanol daun sirih merah dan daun sembukan yang memiliki efek
antiinflamasi
paling efektif.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk pengembangan
potensi
pendayagunaan tanaman obat berkhasiat yang ada di Indonesia, dan
diharapkan
dapat juga memberikan informasi kepada dunia kesehatan dan
masyarakat
mengenai manfaat kombinasi dari daun sirih merah dan daun
sembukan sebagai
tanaman obat khususya sebagai antiinflamasi.
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
1. Klasifikasi tanaman
Sirih merah termasuk salah satu tanaman asli indonesia yang
banyak
manfaatnya sehingga banyak di manfaatkan oleh masyarakat sebagai
bahan obat
tradisonal. Beberarapa sinonim dan nama lain dari famillia ini
adalah Piper betle,
Linn Var rubrum =Piper crocatum =Piper decumanum L. Tanaman ini
juga
memiliki beberapa nama daerah antara lain, sirih talan (Maluku),
jahe suntil
(Jawa) (Hariana 2007).
Klasifikasi sirih merah menurut botani Sudewo (2010).
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Magnolilidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav
2. Deskripsi tanaman
Sirih merah termasuk dalam famili Piperaceae yang merupakan
tanaman
merambat dan sosoknya mirip tanaman lada. Tinggi tanaman ini
biasanya
mencapai 10 m, tergantung pertumbuhan dan tempat merambatnya.
Batang sirih
berkayu lunak, beruas-ruas, beralur dan berwarna hijau
keabu-abuan. Daun
tunggal berbentuk seperti jantung hati, permukaan licin, bagian
tepi rata dan
pertulangannya menyirip (Syariefa, 2006).
Perbedaan sirih merah dengan sirih hijau adalah selain daunya
berwarna
merah, bila daun disobek maka akan berlendir serta baunya lebih
wangi
(Sastroamidjojo 1997). Sirih merah yang tumbuh di tempat teduh
daunya akan
-
6
melebar dan batangnya tumbuh gemuk. Sirih merah yang terkena
banyak sinar
matahari, batang akan cepat mengering. Sirih merah yang terlalu
banyak kena air,
batang akan membusuk (Sudewo 2005).
Tanaman sirih merah siap panen minimal berumur 4 bulan. Daun
sirih
merah yang telah memenuhi syarat untuk dipanen adalah daun yang
sudah
berumur lebih dari 1 bulan. Jika umurnya kurang dari 1 bulan,
daunya masih tipis,
cepat layu, aromanya belum kuat dan kandungan zat kimianya pun
belum
maksimal. Waktu yang tepat untuk memanen daun sebaiknya di
lakukan pada
pagi hari sampai dengan jam 11.00 siang, bila dipetik sore hari
akan mengganggu
proses pengeringan (Sudewo 2005).
3. Habitat dan Penyebaran
Sirih merah tidak dapat tumbuh subur di daerah panas tetapi
dapat tumbuh
subur pada daerah yang teduh, dingin dan tidak terlalu banyak
terkena sinar
matahari dengan ketinggian 300-1000 m. Tanaman sirih merah
sangat baik
pertumbuhanya apa bila mendapat sinar matahari sekitar 60-70%
(Sudewo et al.
2010; Amalia et al. 2002).
Penyebaran tanaman sirih merah belum dapat di pastikan, namun
dapat di
pastikan di indonesia tersebar di daerah Sulawesi, Papua,
Kalimantan dan
beberapa daerah lainya (Sudewo et al. 2010; Amalia et al.
2002)
4. Kandungan kimia tanaman
Tanaman sirih merah mengandung senyawa seperti alkaloid,
flavonoid,
tanin, minyak atsiri, saponin (Indri W, 2008).
4.1. Alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa
yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa
sistem siklis.
Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada
umumnya
mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam
akar, biji, kayu
maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid
merupakan
hasil metabolisme dari tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai
cadangan bagi
sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai
pelindung dari
serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon.
Alkaloid
mempunyai efek fisiologis. Sumber alkaloid adalah tanaman
berbunga,
-
7
angiospermae, hewan, serangga, organisme laut dan
mikroorganisme. Famili
tanaman yang mengandung alkaloid adalah Liliaceae, solanaceae,
rubiaceae, dan
papaveraceae (Tobing, 1989).
4.2 Flavonoid. Semyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa
polifenol.
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat di semua bagian tumbuhan
termasuk
daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji
(Sudewo 2010).
Berdasarkan beberapa studi dan diskusi pada 1st International
Conference on
Polyphenols and Health disimpulkan bahwa polifenol seperti
flavonoid memiliki
efek buruk bagi kesehatan yaitu dapat menginhibisi tiroid
peroksida dan
mengganggu biosintesis hormone tiroid (Mennen 2005).
4.3. Saponin. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan
telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tanaman. Saponin adalah
senyawa aktif
permukaan yang kaut menimbulkan busa jika dikocok dengan air dan
pada
konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah
merah pada
tikus (Harbone 1987).
4.4. Tanin. Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks
dan
terdiri dari senyawa Fenolik (Anonim, 2009). Tanin merupakan
senyawa
polyphenol dengan bobot molekul tinggi yang mengandung gugus
hidroksil dan
gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek yang
kuat dengan
protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel
bakteri, dan enzim
pencernaan (Cannas, 2008; Norton, 1998)
4.5. Minyak atsiri. Minyak atsiri di kenal sebagai minyak
eteris, minyak
esensial, minyak terbang serta minyak aromatis yang khas
sebagaian besar
merupakan fraksi menguap pada destilasi, senyawa ini bertanggung
jawab
terhadap rasa, bau dan aroma berbagai tanaman (Sirait 2007).
5. Kegunaan tanaman
Secara empiris sirih merah dapat di gunakan untuk
menyembuhkan
berbagai penyakit seperti diabetes melitus, batu ginjal,
kolesterol, hepaptitis,
mencegah stroke, asam urat, hipertensi, radang liver, radang
prostat, radang mata,
keputihan, magg, kelelahan, nyeri sendi, memperhalus kulit,
mencegah ejakluasi
dini, anti kejang, antiseptik, analgesik, anti ketombe,
hepatoprotektor, anti diare,
-
8
radang paru, radang gusi, radang payudara, mimisan dan batuk
berdahak (Manoi
2007; Sudewo 2010).
B. Sembukan (Paederia foetida L.)
1. Klasifikasi tanaman
Di Indonesia tumbuhan sembukan dikenal dengan nama yang
berbeda–
beda di masing–masing daerah seperti Sumatera menyebutnya daun
kentut, Sunda
dinamakan kahitutan, atau kasembukan oleh orang Jawa. Nama
daerah lainnya
adalah bintaos (Madura), gumisiki (Ternate), jishiteng (China),
dan di
perdagangkan dengan nama Chinese fevervine herb (Heyne,
1987).
Dalam sistematik botani Sudewo (2010), tanaman sembukan
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Bangsa : Rubiales
Suku : Paederia
Jenis : Paederia foetida L.
2. Deskripsi tanaman
Sembukan tumbuh membelit, dengan panjang dapat mencapai 10
m.
Batangnya pejal, sering beralur, masih muda halus setelah tua
kasar, diameter 5 -
L0 mm. Daun tanaman sembukan termasuk daun tunggal,
berhadapan,
membundar telur, dengan panjang 5-9 cm, tepi daun rata, ujung
daun meruncing,
pangkal berlekuk, berambut, petulangan menyirip, tangkai daun
menyilinder,
berbulu, panjang 3-5 cm, dengan diameter sekitar 2 mm, warna
daun hijau. Bunga
majemuk, bentuk mulai, dengan panjang 5-9 mm kelopak bunga
segitiga, benang
sari melekat pada tabung bakal buah dua ruang, bakal biji satu,
kepala putik dua,
bentuk benang, sering membelit, tabung mahkota bagian dalam
berambut, bentuk
kait, gundul, putih, mahkota panjang 10-12 mm, berbulu halus,
dan warna bunga
-
9
halus, dan warna bunga ungu. Buah pada sembukan batu, bentuk
bulat, berkilat,
diameter 4-6 mm, dan warna buah kuning (Liu and Pemberton,
2008).
3. Ekologi dan Penyebaran
Tumbuhan ini sering tumbuh di semak-semak dan tanah yang
penuh
dengan pepohonan. Tetapi juga dapat tumbuh di tepi hutan.
Tumbuhan ini dapat
tumbuh di pegunungan dengan ketinggian sampai 3000 m di atas
permukaan laut,
selain itu di lereng hutan yang curam atau di pantai laut
berpasir atau berbatu.
Tumbuhan ini ditemukan di Asia utara-timur yaitu dari India ke
Cina kemudian
Jepang, selanjutnya menyebar ke Asia selatan yaitu Thailand,
Malaysia, Indonesia
dan Philipina. Hingga menyebar ke daerah utara Amerika (Carolina
utara,Texas,
Louisiana), dan Hawai sebagai hiasan (Aguilar, 2001:399).
4. Kandungan kimia
Kandungan yang terdapat dalam tumbuhan sembukan cukup banyak
antara
lain pada daun dan batangnya mengandung asperulosida,
deasetilas-perulosida, 6β
–Osinapoylscandoside methyl ester, tiga dimer iridoid glikosida,
paederosida,
metil ester asam paederosida, gama-sitosteron, arbutin, asam
oleanolik, dan
minyak atsiri. Selain itu daun sembukan juga mengandung
alkaloid, paederin,
metilmerkaptan alkaloid, flavonoida dan tanin (Silokin,
2007).
Ekstrak etanol dari batang sembukan mengandung iridoid
glikosida,
paederosida, asam paederosida, metilpaederosidate, dan
saprosmo-sida (Xu et al.,
2006). Iridoid glikosida memiliki fungsi beragam, yaitu sebagai
antihepatotoksik,
hipoglikemik, antispasmodik, antiinflamasi, antitumor,
antivirus, antidiare,
imunomodulator, dan aktivitas purgatif (El-Moaty, 2010).
4.1 Minyak atsiri. Minyak atsiri di kenal sebagai minyak eteris,
minyak
esensial, minyak terbang serta minyak aromatis yang khas
sebagaian besar
merupakan fraksi menguap pada destilasi, senyawa ini bertanggung
jawab
terhadap rasa, bau dan aroma berbagai tanaman (Sirait 2007).
4.2. Asam eloanolik. Asam oleanolik merupakan golongan
triterpenoid
yang merupakan antioksidan pada tanaman. Mekanisme perlindungan
oleh asam
oleanolik adalah dengan mencegah masuknya racun kedalam sel
dan
meningkatkan sistem pertahanan sel (Liu J, 1995 ;Yin et al.,
2007).
-
10
4.3. Flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan
fenol
alam yang terbesar (Harbone, 1987:47). Flavonoid terdapat dalam
semua
tumbuhan hijau sehingga pasti ditemukan pada setiap ekstrak
tumbuhan
(Markham, 1988:1).
4.4. Tanin. Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks
dan
terdiri dari senyawa Fenolik (Anonim, 2009). Tanin merupakan
senyawa
polyphenol dengan bobot molekul tinggi yang mengandung gugus
hidroksil dan
gugus lainnya (misalnya karboksil) untuk membentuk komplek yang
kuat dengan
protein dan molekul lain seperti karbohidrat, membran sel
bakteri, dan enzim
pencernaan (Cannas, 2008; Norton, 1998)
4.5. Steroid. Steroid adalah sebuah kelas tanaman metabolit
sekunder.
Steroid merupakan senyawa organik lemak sterol tidak
terhidrolisis yang
merupakan hasil reaksi dari turunan terpena atau skualena
(Hanani et al., 2005).
4.6. Alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa
yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan biasanya berupa
sistem siklis.
Alkaloid mengandung atom karbon, hidrogen, nitrogen dan pada
umumnya
mengandung oksigen. Senyawa alkaloid banyak terkandung dalam
akar, biji, kayu
maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa alkaloid
merupakan
hasil metabolisme dari tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai
cadangan bagi
sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai
pelindung dari
serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon.
Alkaloid
mempunyai efek fisiologis. Sumber alkaloid adalah tanaman
berbunga,
angiospermae, hewan, serangga, organisme laut dan
mikroorganisme. Famili
tanaman yang mengandung alkaloid adalah Liliaceae, solanaceae,
rubiaceae, dan
papaveraceae (Tobing, 1989).
5. Kegunaan tanaman
Tanaman ini dapat berfungsi sebagai antirematik, penghilang rasa
sakit
atau analgesik, peluruh kentut (karminatif), peluruh kencing,
peluruh dahak
(mukolitik), penambah nafsu makan (stomakik), antibiotik,
antiradang, obat
batuk, dan pereda kejang. Selain itu juga dapat berperan sebagai
obat radang usus
(enteritis), bronkitis, tulang patah, keseleo, perut kembung,
hepatitis, disentri, luka
-
11
benturan, dan obat cacing (Utami, 2008), mengatasi demam, masuk
angin,
rematik, herpes, disentri (Solikin, 2007).
C. Simplisa
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
yang
belum mengalami pegolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan
lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia
yang berupa
tamaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman dengan tingkat
kehalusan
tertentu. Simplisa hewani adalah simplisia yang berupa hewan
utuh atau zat-zat
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan berupa bahan kimia murni.
Simplisia
pelican (mineral) adalah simplisia yang berupa tanaman pelican
(mineral) yang
belum mengalami proses pengolahan atau telah diolah dengan cara
sederhana dan
berupa bahan kimia murni (Gunawan dan Mulyani 2004).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan dan
kegunaannya,
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal sebagai berikut
:
1. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara
lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau
bagian
tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh
(Suharmiati &
Maryani 2003).
2. Sortasi basah
Kegiatan sortasi perlu dilakukan untuk membuang bahan lain yang
tidak
berguna atau berbahaya, seperti adanya rumput, kotoran binatang,
bahan-bahan
yang busuk, dan benda lain yang bisa mempengaruhi kualitas
simplisia
(Suharmiati & Maryani 2003).
3. Pencucian
Agar bahan baku bebas dari tanah atau kotoran yang melekat dan
bersih,
harus dilakukan pencucian. Pencucian bisa dilakukan dengan
menggunakan air
PDAM, air sumur, atau air sumber yang bersih. Bahan simplisia
yang
mengandung zat yang mudah larut dalam air sebaiknya dicuci
sesingkat mungkin
(Suharmiati & Maryani 2003).
-
12
4. Perajangan
Perajangan bahan simplisia di lakukan untuk mempermudah
proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan dapat
dilakukan dengan
pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehigga di peroleh
irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang di kehendaki (Anonim 1985).
5. Pengeringan simplisia
Pengeringan simplisia bertujuan untuk menurunkan kadar air
sehingga
bahan tersebut tidak mudah di tumbuhi kapang dan bakteri,
menghilangkan
aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat
aktif dan
memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (Gunawan
& Mulyani
2007). Pengeringan dibagi menjadi dua yaitu pengeringan alami
dan pengeringan
buatan.
5.1. Pengeringan alami. Pengeringan dibawah sinar matahari,
kelemahan
pengeringan ini adalah cuaca (alam) dan panas atau suhu yang
tidak terkontrol
serta ada beberapa kandungan zat aktif yang rusak karena sinar
Ultra Violet.
5.2. Pengeringan buatan. Pengeringan dengan menggunakan alat
seperti
oven, kelebihanya adalah suhu dapat diatur dan tanpa pengaruh
sinar Ultra Violet.
Pada umumnya suhu pengeringan antara 40-600C. Untuk penetapan
kadar air
menggunakan sterling bidwell.
6. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia.
Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing,
seperti bagian
bagian yang tidak diinginkan dan pengotoran lain masih ada dan
tinggal
(Suharmiati & Maryani 2003).
7. Pengepakan dan penyimpanan
Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk melindungi
agar
simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa
factor, baik dari
dalam maupun dari luar. Jika perlu dilakukan penyimpanan,
sebaiknya simplisia
disimpan di tempat yang kering, tidak lembap, dan terhindar dari
sinar matahari
langsung (Suharmiati & Maryani 2003).
-
13
D. Ekstrak, Ekstraksi dan Maserasi
1. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 2000).
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari
jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum dilakukan ekstraksi
biasanya bahan-
bahan di keringkan terlebih dahulu di haluskan pada derajat
kehalusan tertentu
(Harborne 1987).
Banyak pilihan metode ekstraksi yang bisa digunakan untuk
penarikan
kandungan kimia. Adapun metode ekstraksi dengan menggunakan
pelarut, terdiri
dari cara panas (refluks, sokletasi, digesti, infus, dekok) dan
cara dingin (maserasi
dan perlokasi) (Anonim 1986).
3. Maserasi
Maserasi atau steady-state extraction adalah proses
menempatkan
simplisia kasar dalam wadah tertutup dan merendamnya dengan
menggunakan
pelarut yang sesuai. Pelarut bekerja dengan cara berdifusi
melalui dinding sel
tanaman utuk melarutkan konstituen dalam sel dan menarik senyawa
didalam sel
untuk berdifusi keluar. Pengadukan membantu proses difusi dan
memastikan
penyebaran pelarut terakumulasi di sekitar pemukaan partikel.
Pengulangan
proses maserasi (remaserasi) lebih efisien dari pada proses
maserasi tunggal, hal
ini terjadi karena terdapat kemungkinan sejumlah senyawa aktif
yang masih
tertinggal pada saat maserasi pertama. Pengulangan maserasi
digunakan ketika
senyawa aktif sagat sedikit dan tanaman mengandung minyak atsiri
(Hananda.
2008).
Ekstraksi untuk penelitian ini di lakukan dengan metode
maserasi. Alasan
menggunakan metode maserasi pada penelitian ini karena pelarut
dalam metode
maserasi tidak mengalami pemanasan sama sekali, sehingga metode
maserasi
-
14
merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa
yang tidak
tahan panas, maka senyawa aktif pada daun sirih merah dan daun
sembukan tidak
akan terdestruksi atau rusak.
8. Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan untuk melarutkan suatu zat
dan
biasanya jumlahnya lebih besar dari pada zat terlarut. Hal-hal
yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas,
kapasitas,
kemudahan untuk diuapkan dan harga pelarut tersebut. Prinsip
kelarutan yaitu:
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar demikian juga
sebaliknya pelarut
non-polar akan melarutkan senyawa non-polar, dan pelarut organik
akan
melarutkan senyawa organik (Yunita 2004).
Maserasi dalam penelitian ini di lakukan dengan menggunakan
pelarut
etanol 96% karena sifatnya yang mampu melarutkan hampir semua
zat, baik yang
bersifat polar, semi polar dan non polar serta kemampuanya untuk
mengendapkan
protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat terhindar dari
proses
hidrolisis dan oksidasi (Harborne 1987; Voigh 1994).
E. Inflamasi
1. Pengertian
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau
zat mikrobiologi.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi organisme yang
menyerang,
menghilangkan zat iritan, da mengatur perbaikan jaringan (Mycek
dkk. 2001).
Tubuh mendapat manfaat dari inflamasi ini yaitu dengan
memperbarui jaringan,
melakukan pembersihan dan perbaikan, sehingga menyebabkan
peningkatan
aliran darah dan pembangunan jaringan baru (Aslid & Schuld.
2001).
Inflamasi biasanya terbagi dalam 3 fase yaitu: inflamasi akut,
respon imun
dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal
terhadap cedera
jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid
yang terlibat antara
lain histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan
leukotrien. Respon imun
terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk
-
15
merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas
selama respon
terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat respon imun bagi
tuan rumah
mungkin menguntungkan, misalnya menyebabkan organisme
penyerang
difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya akibat tersebut juga
dapat bersifat
merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian
dari proses cedera
yang mendasarinya. Inflamasi kronis menyebabkan keluarnya
sejumlah mediator
yang tidak menonjol dalam respon akut. Salah satu kondisi yang
paling penting
yang melibatkan mediator ini adalah artritis rheumatoid, dimana
inflamasi kronis
menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan
yang bisa
menjurus pada ketidakmampuan untuk bergerak (Katzung, 2002).
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsang
kimiawi,
fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk
mengubah
fosfolipida yang terdapat di situ menjadi asam arachidonat,
kemudian untuk
sebagian diubah oleh enzim cyclo-oxygenase menjadi asam
endoperoksida dan
seterusnya menjadi zat zat prostaglandin. Bagian lain dari asam
arachidonat
diubah oleh enzym lipooksigenase menjadi zat leukotrien. Baik
prostaglandin
maupun leukotrien bertanggungjawab bagi sebagian besar dari
gejala peradangan.
Cyclo-oxygenase terdiri dari 2 isoenzym yakni COX-1 dan COX-2.
COX-1
terdapat di kebanyakan jaringan, antara lain di pelat-pelat
darah, ginjal, dan
saluran cerna. Zat ini berperan pada pemeliharaan perfusi
ginjal, homeostase
vaskuler, dan melindungi lambung dengan jalan membentuk
bikarbonat dan lendir
serta menghambat produksi asam. COX-2 dalam keadaan normal tidak
terdapat di
jaringan, tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel
radang dan
kadarnya dalam sel meningkat sampai 80 kali (Tjay dan Raharja,
2002).
-
16
Gambar 1. Bagan skema terjadinya inflamasi (Katzung 2002).
2. Tanda klasik inflamsi
2.1. Rubor (Kemerahan). terjadi pada tahap pertama dari
proses
inflamasi yang terjadi karena darah terkumpul di daerah jaringan
yang cedera
akibat dari pelepasan mediator kimia tubuh
(kinin,prostaglandin,histamine).
Ketika reaksi radang timbul maka pembuluh darah melebar
(vasodilatasi
pembuluh darah) sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke
dalam jaringan
yang cedera.
2.2. Kalor (Panas). Berjalan sejajar dengan kemerahan karena
disebabkan
oleh bertambahnya pengumpulan darah (banyaknya darah yang
disalurkan), atau
mungkin karena pirogen yang menggangu pusat pengaturan panas
pada
hipotalamus.
-
17
2.3. Dolor (Rasa sakit). Disebabkan banyak cara, perubahan lokal
ion-ion
tertentu dapat merangsang ujung saraf, timbulnya keadaan
hiperalgesia akibat
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia
bioaktif lainnya
dapat merangsang saraf, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal juga dapat merangsang saraf.
2.4. Tumor (Pembengkakan). Gejala yang paling menyolok dari
peradangan akut adalah tumor atau pembengkakan yang ditandai
adanya aliran
plasma ke daerah jaringan yang cedera.
2.5. Funsio lansea (Gangguan fungsi). kenyataan adanya
perubahan,
gangguan, kegagalan fungsi telah diketahui, pada daerah yang
bengkak dan sakit
disertai adanya sirkulasi yang abnormal akibat penumpukan dan
aliran darah yang
meningkat juga menghasilkan lingkungan lokal yang abnormal
sehingga tentu
saja jaringan yang terinflamasi tersebut tidak berfungsi secara
normal (Price &
Wilson. 2005).
3. Mekanisme terjadinya inflamasi
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan
mengakibatkan
kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel
tersebut akan
mengaktifkan enzim fosfolipase untuk mengubah fosfolipid menjadi
asam
arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas maka akan
diaktifkan oleh
beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase.
Enzim tersebut
merubah asam arakidonat kedalam bentuk yang tidak stabil
(hidroperoksid dam
emdoperoksid) yang selanjutnya di metabolisme menjadi
protaglandin,
prostasiklin, tromboksan dan leukotrien. Bagian prostaglandin
dan leukotrien
bertanggung jawab terhadap gejala peradangan dan nyeri (Katzung,
2006).
F. Obat antiinflamasi
Obat antiinflamasi adalah sebutan untuk agen/obat yang bekerja
melawan
atau menekan proses peradangan (Dorlan, 2002). Terdapat tiga
mekanisme yang
digunakan untuk menekan peradangan yaitu pertama penghambatan
enzim
siklooksigenase. Siklooksigenase mengkatalisa sintetis pembawa
pesan kimia
yang poten yang disebut prostaglandin, yang mengatur peradangan,
suhu tubuh,
-
18
analgesia, agregasi trombosit dan sejumlah proses lain.
Mekanisme kedua untuk
mengurangi keradangan melibatkan penghambatan fungsi-fungsi
imun. Dalam
proses peradangan, peran prostaglandin adalah untuk memanggil
sistem imun.
Infiltrasi jaringan lokal oleh sel imun dan pelepasan mediator
kimia oleh sel-sel
seperti itu menyebabkan gejala peradangan (panas, kemerahan,
nyeri). Mekanisme
ketiga untuk mengobati peradangan adalah mengantagonis efek
kimia yang
dilepaskan oleh sel-sel imun. Histamin, yang dilepaskan oleh sel
mast dan basofil
sebagai respon terhadap antigen, menyebabkan peradangan dan
konstriksi
bronkus dengan mengikat respon histamin pada sel-sel bronkus
(Olson, 2003).
Sampai beberapa tahun yang lalu, ada dua jalan untuk
mengurangi
peradangan secara farmakologi. Pendekatan yang pertama adalah
kortikosteroid,
dan yang kedua adalah penggunaan obat antiinflamasi non steroid
(AINS) (Olson,
2003).
1. Obat Antiinflamasi Non Steroid (AINS)
Obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup obat
yang
secara kimiawi tidak sama dan berbeda aktivitas antiinflmasinya.
Obat-obat ini
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase tetapi tidak
menghambat
enzim lipooksigenase (Mycek, dkk. 2001).
Mekanisme kerja golongan obat ini denga menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi
PGG2/PGH
(Endoperoksid) terganggu. Setiap obat menghambat sikooksigenase
dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda (Wilman & Sulistia,
2007). Termasuk
golongan obat ini adalah : ibuprofen, indometasin, diklofenak,
fenilbutazon, dan
pirosikam (Gunawan, 2008).
2. Obat golongan steroid
Efek antiradang Antiinflamasi Steroid berhubungan dengan
kemampuannya untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin
yang dapat
menghambat kerja enzimatik fosfolipase sehingga mencegah
pelepasan mediator
nyeri yaitu asam arakidonat dan metabolitnya, seperti
prostaglandin, leukotrien,
tromboksan dan prostasiklin. Obat ini dapat memblok jalur
siklooksigenase dan
lipooksigenase sedangkan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) hanya
memblok
siklooksigenase. Oleh karena itu efeknya lebih baik dibanding
AINS, namun efek
-
19
sampingnya lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama
(Tjay &
Rahardja, 2007).
G. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah
terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau
keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah
interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam
tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi
(Piscitelli, 2005).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh
kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya
dalam
lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah
ketika obat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika
obat hadir
bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).
Macam-macam interaksi obat :
1. Interaksi Farmasetik/Inkompatibilitas
Interaksi ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan)
antara obat yang
tidak dapat campur (inkompatibel). Pencampuran obat tersebut
menyebabkan
terjadinya reaksi langsung secara fisik atau kimiawi, yang
hasilnya mungkin
terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan
mungkin juga tidak
terlihat secara visual. Interaksi ini biasanya berakibat
inaktivasi obat (Setiawati
2007).
2. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi bila satu
obat
mengubah tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi
obat lain. Hal ini
paling sering diukur dengan perubahan dalam satu atau lebih
parameter kinetik,
seperti konsentrasi serum puncak, area di bawah kurva,
konsentrasi Waktu paruh,
jumlah total obat diekskresikan dalam urin (Tatro, 2009).
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara
obat yang
memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang
hampir sama.
-
20
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau
terjadi antara obat-
obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi
ini biasanya dapat
diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang
berinteraksi
(BNF 58, 2009).
4. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama
diberikan
bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol
menekan SSP,
jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah
besar obat
(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat
menyebabkan mengantuk
berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik
(misalnya aditif
ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan
perpanjangan interval
QT) (Stockley, 2008).
5. Interaksi antagonis atau berlawanan
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan
kegiatan
yang bertentangan satu sama lain, Misalnya Kumarin dapat
memperpanjang
waktu pembekuan darah kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika
asupan
vitamin K bertambah, Efek dari antikoagulan oral dihambat dan
waktu protrombin
dapat kembali normal ,sehingga menggagalkan manfaat terapi
pengobatanan
tikoagulan (Stockley, 2008).
H. Karagenin
Karagenin merupakan polisakarida sulfat yang berasal dari
tanaman
Chondrus crispus (Wattimena dan Widianto, 1993). Karagenin
merupakan suatu
polisakarida sulfat bermolekul besar sebagai induktor inflamasi
(Corsini dkk.,
2005). Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki
beberapa
keuntungan antara lain tidak meninggalkan bekas, tidak
menimbulkan kerusakan
jaringan dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat
antiinflamasi
dibanding senyawa iritan lainnya (Siswanto dan Nurulita,
2005).
Pada proses pembentukan edema, karagenin akan menginduksi cedera
sel
dengan dilepaskannya mediator yang mengawali proses inflamasi.
Edema yang
-
21
disebabkan induksi karagenin dapat bertahan selama 6 jam dan
berangsur –angsur
berkurang dalam waktu 24 jam. Edema yang disebabkan oleh injeksi
karagenin
diperkuat oleh mediator inflamasi terutama PGE1 dan PGE2 dengan
cara
menurunkan permeabilitas vaskuler. Apabila permeabilitas
vaskuler turun maka
18 protein-protein plasma dapat menuju ke jaringan yang luka
sehingga terjadi
edema (Corsini dkk, 2005).
Karagenin terbagi atas 3 fraksi, yaitu kappa karagenin, iota
karagenin, dan
lambda karagenin. Karagenin di beri nama berdasarkan persentase
kandungan
ester sulfatnya, yaitu kappa karagenin mengandung 25-30%, iota
karagenin 28-
35% dan lambda karagenin mengandung 32-39%. Karagenin larut
dalam air
panas, air dingin, susu dan dalam larutan gula sehingga sering
digunakan untuk
bahan pengental dan pensetabil pada bahan makanan dan minuman
(Lumbanraja,
2009).
I. Metode Uji Antiinflamasi
1. Metode pembuatan edema buatan
Metode udema kaki termasuk metode yang banyak digunakan
untuk
pengujian antiinflamasi suatu zat uji. Metode ini berdasar atas
kemampuan zat uji
untuk menghambat udema yang terbentuk akibat iritan yang
diinjeksikan secara
intraplantar pada kaki belakang tikus. Volume udema diukur
sebelum dan sesudah
pemberian iritan. Iritan yang bisa dipakai sebagai penginduksi
antara lain
formalin, karagenin, ragi, dan dekstran. Iritan yang memiliki
kepekaan tinggi dan
sering digunakan ialah karagenin. Efektivitas zat uji ditentukan
dengan lebih
sedikitnya volume udem yang terbentuk. Pada metode ini dapat
ditentukan durasi
efek antiinflamasi dari zat uji (Vogel 2002).
2. Metode pembentukan eritema
Metode ini berdasarkan pengamatan secara visual terhadap eritema
pada
kulit hewan yang telah dicukur bulunya. Eritema dibentuk akibat
iritasi sinar UV
selama 20 detik, sehingga terjadi vasodilatasi yang diikuti
dengan meningkatnya
-
22
permeabilitas pembuluh darah dan leukositosis lokal. Dua jam
kemudian eritema
yang terbentuk diamati (Vogel 2002). Metode ini dapat
menggunakan hewan uji
babi, pengamatan visual pada kulit hewan yang telah dicukur
bulunya (Patel et al.
2012). Eritema yang terbentuk diamati 2 jam dan 4 jam setelah
paparan sinar UV.
Intensitas eritema ditentukan dengan skor 0-4 oleh dua peneliti
yang berbeda.
Faktor subyeksitas sulit dihilangkan pada penentuan skor
intensitas eritema
karena penilaian masing-masing peneliti bisa berbeda-beda (Vogel
2002).
3. Metode pembentukan kantong granuloma
Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk
di
dalam kantong granuloma. Mula-mula benda berbentuk pelet yang
terbuat dari
kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan
linia alba.
Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan
makrofag ke tempat
radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbullah
granuloma (Vogel
2002).
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan senyawa secara
subkutan
pada hewan percobaan. Granulasi jaringan mulai membelah dan akan
terus
membelah sampai menutupi bagian kantong granuloma. Jaringan ini
terdiri dari
fibrolas, sel-sel endotel, leukosit polimorfonuklear dan
infiltrasi makrofag. Salah
satu keuntungan dari teknik ini adalah kemungkinan untuk membawa
senyawa uji
untuk kontak langsung dengan sel target dengan menginjeksikannya
pada kantong
granuloma, senyawa dapat diberikan secara peroral atau injeksi
parenteral (Patel
et al. 2012).
4. Metode penghambatan adhesi leukosit
Adhesi leukosit pada membran endothelium bisa terjadi pada
proses
peradangan. Leukosit pada sirkulasi darah mempunyai
kecenderungan melekat
pada dinding pembuluh darah dan kecenderungan ini makin
meningkat saat terjadi
inflamasi pada metode ini. Adhesi leukosit tersebut ditiru
fMet-Leu-Phe (FMLP)
yang sekaligus bertindak sebagai penginduksi radang (Vogel
2002).
-
23
5. Metode iritasi dengan panas
Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema
yang
terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi
zat warna tripan
biru yang disuntik secara iv, dimana zat ini akan berikatan
dengan albumin
plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang
dengan panas
yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembebasan histamin endogen
sehingga
timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang
mengalami
dilatasi bersama-sama dengan albumin plasma sehingga jaringan
yang meradang
kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan
mengukur luas
radang akibat pembesaran zat ke jaringan yang meradang.
Pengukuran juga dapat
dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan
yang
meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel 2002).
6. Metode penumpukan krystal synovitis
Pada percobaan ini telapak kaki tikus disuntik dengan suspensi
ragi brewer
dalam larutan metil selulosa secara subkutan. Akibat penyuntikan
ini
menyebabkan peningkatan suhu rektal. Pada waktu 18 jam setelah
penyuntikan
diberikan obat secara oral dan suhu rektal diukur dalam selang
waktu 30 menit
(Vogel 2002).
J. Hewan uji
1. Sistematika hewan uji
Sistematika tikus putih menurut Sugiyanto (1995) adalah sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Classis : Mamalia
Sub classis : Placentalia
Ordo : Podentia
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Ratuss norvegicus
-
24
2. Karakteristik hewan uji
Tikus merupakan satwa liar yang sering bersosialisasi dengan
kehidupan
manusia. Mempunyai ciri morfologi berbulu halus dan lembut,
bentuk hidung
berkerucut dan bentuk badan bersilinders. Di Asia habitatnya
dihutan dan
didaerah bersemak, juga bisa diternakan untuk digunakan dalam
penelitian
(Priyambodo 2003).
Tikus relatif resisten terhadap infeksi dan tikus merupakan
hewan yang
cerdas. Tikus putih umumnya tenang dan mudah di tangani. Tikus
tersebut
bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan cenderung untuk
berkumpul dengan
sesama tidak begitu besar, suhu tubuh normal 37,50C, apabila di
perlakukan
secara kasar akan menjadi kasar dan biasanya akan menyerang
pemegangnya
(Sugiyanto 1995).
Tikus putih memiliki tiga galur yang umum dikenal yaitu galur
Sprague-
Dawley, galur Wistar dan galur Long–Evans. Galur Sprague-Dawley
yang umum
digunakan untuk penelitian mempuyai ciri berwarna putih albino,
berkepala kecil
dan ekornya lebih pajang dari badannya (Malole et al 1989).
Tikus galur wistar (Ratuss norvegicius) adalah salah satu dari
kebanyakan
binatang – binatang yang di pelajari dalam ilmu pengetahuan
(Mayres, P., 2004).
Pada penelitian ini biasanya digunakan tikus berumur 2 -3 bulan
dengan berat
badan 180 – 200 gram (Priyambodo 2003).
K. Landasan Teori
Radang atau inflamasi merupakan respon protektif setempat
yang
ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan pada jaringan yang
berfungsi untuk
menghancurkan, mengurangi, atau melokalisasi (sekuster) baik
agen pencedera
maupun jaringan yang cedera itu. Tanda-tanda pokok peradangan
akut mencakup
pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan
fungsi. Hal-hal
yang terjadi pada proses radang akut sebagian besar dimungkinkan
oleh pelepasan
berbagai macam mediator kimia, antara lain amina vasoaktif,
protease plasma,
metabolit asam arakhidonat dan produk leukosit (Erlina et al
2007).
-
25
Obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan
atau
mengurangi peradangan. Penggunaan obat modern seperti
menggunakan AINS
dan kortikosteroid menyebabkan efek samping. Efek samping
penggunaan obat
AINS yaitu menyebabkan tukak lambung sedangkan efek samping
yang
ditimbulkan akibat penggunaan kortikosteroid adalah
osteoporosis. Adanya efek
samping pada penggunaan obat modern ini dapat mengurangi
keefektifan dari
terapi, sehingga penggunaan obat tradisional dapat menjadi
pilihan untuk
menghilangkan efek samping.
Salah satu tanaman di Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat
antiinflamasi adalah daun sirih merah dan daun sembuakan.
Berdasarkan
penelitian Atik et al, (2011) ekstrak daun sirih merah sebagai
anti inflamasi dapat
menghibisi radang. Berbagai zat kimia yang ada pada tanaman
sirih merah
mengandung senyawa seperti alkaloid, flavonoid, tanin, minyak
atsiri, saponin
(Sudewo 2010) Aktifitas dari daun sirih merah diduga mengandung
senyawa
flavonoid dan tanin. Aktifitas antiinflamasi flavonoid
ditunjukan dengan
penghambatan COX dan lipooksigenase (Nijveld 2001). Tanin
menghambat
penanda inflamasi melalui oksidasi tanin dan pengurangan ROS
termasuk radikal
bebas, PGG juga telah terbukti dapat menghambat prostaglandin E2
(PGE2)
(Melanie Diane Jeffers, 2006). Dari hasil penelitian sebelumnya
yang telah
dilakukan oleh Atik et al, (2011), diketahui bahwa ekstrak
metanol daun sirih
merah dengan dosis 25 mg/kg BB, 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB telah
teruji
menghasilkan efek antiinflamasi ditinjau dari penurunan volume
edema telapak
kaki tikus putih jantan yang diinduksi oleh karagenin dan dosis
yang paling efektif
pada dosis 50 mg/kg BB dapat menekan edema sebesar 85,60%.
Mekanisme tersebut juga didukung dengan aktivitas dari daun
sembukan.
Berdasarkan penelitian Evy et al, (2011), ekstrak etanol daun
sembukan
mempunyai efek antiinflamasi. Ekstrak etanol dari daun sembukan
mengandung
tiroid glukosida, paederosida, asperulosida asam paederosida,
metilpaederosidate,
dan saprosmosida Xu et al, (2006). Iroid glukosida memiliki
fungsi beragam,
yaitu sebagai anti hepatotoksik, hipoglikemik, antipasmodik,
antiinflamasi,
antitumor, antivirus, imunomodulator, dan aktivitas purgatif
(El-Moaty, 2010).
-
26
Glukosida lainya yang terkandung dalam sembukan adalah arbutin
(Aronson,
2009). Kandungan daun sembukan yang diduga berperan dalam
aktivitas
antiinflamasi adalah asperulosida dan arbutin. Arbutin menekan
produksi LPS-
induced NO dan ekspresi iNOS dan COX-2, pada dosis tertentu
tanpa
menyebabkan toksisitas seluler (Hyo-Jong Lee, 2012). Dari hasil
penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Evy et al, (2011),
diketahui bahwa ekstrak
etanol daun sembukan dengan dosis 10 mg/kg BB, 20 mg/kg BB, 30
mg/kg BB,
40 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB telah diuji dan mampu menurunkan
volume
edema pada kaki tikus yang di induksi karagenin dan dosis yang
paling efektif
yaitu pada dosis 20 mg/kg BB sebesar 79,84%.
Di tinjau dari data praklinis tentang khasiat dari masing-masing
tanaman,
diketahui bahwa kedua tanaman tersebut dapat menghasilkan efek
antiinflamasi,
dan berdasarkan mekanisme kerja tanaman sirih merah dan daun
sembukan,
masing-masing bekerja sebagai antiinflamasi dengan cara
menghambat produksi
prostaglandin dan leukotrien (Anonim 2000; Sudjarwo 2004).
Sehingga sirih
merah dan daun sembukan dapat dikombiasikan untuk menghasikan
efek yang di
harapkan sinergis sebagai suatu sediaan obat herbal. Berdasarkan
dosis dari
referensi, kemudian dilakukan variasi dosis dari masing-masing
tanaman untuk
mengetahui kombinasi dosis yang paling efektif sebagai
antiinflamasi.
L. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan ditinjau dari landasan teori, dapat
disusun
hipotesis sebagai berikut:
Pertama, kombinasi ekstrak etanol daun sirih merah dan daun
sembukan
memiliki efek antiinflamasi.
Kedua, kombinasi ekstrak etanol daun sirih merah dan daun
sembukan
memiliki efek antiinflamasi yang lebih efektif dibandingkan
dengan ekstrak etanol
daun sirih merah dan daun sembukan dalam sediaan tunggal.
Ketiga, pada kombinasi dosis masing-masing 50% DE dari ekstrak
etanol
daun sirih merah dan daun sembukan diduga memiliki efek
antiinflamasi paling
optimal.
-
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Popualasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman
sirih merah
(Piper crocatum Ruiz & Pav) dan sembukan (Paederia foetida
L.).
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tanaman
sirih
merah dan sembukan yang tua bebas dari hama yang diperoleh pada
bulan Januari
2017 dari daerah Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
B. Variabel penelitian
1. Identifikasi variabel utama
Variabel utama pertama dalam penelitian ini adalah ekstrak
kental daun
sirih merah dan daun sembukan yang diperoleh dengan metode
maserasi dengan
pelarut etanol 96%.
Variabel utama kedua adalah aktivitas antiinflamasi kombinasi
ekstrak
etanol daun sirih merah dan daun sembukan pada tikus jantan
galur wistar.
2. Klasifikasi variabel utama
Variabel utama yang telah diidentifikasi terlebih dahulu
dapat
diidentifikasi kedalam berbagai macam variabel yaitu variabel
bebas, variabel
terkendali dan variabel tergantung.
Variabel bebas adalah variabel yang sengaja diubah-ubah untuk
dipelajari
pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas yang di
maksutkan
dalam penelitian ini adalah kombinasi ekstrak etanol daun sirih
merah dan daun
sembukan yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%.
Variabel tergantung merupakan variabel akibat dari variabel
utama.
Variabel tergantung yang dimaksut pada penelitian ini adalah
efek antiinflamasi
kombinasi ekstrak daun sirih merah dan daun sembukan dengan
berbagai
konsetrasi pada volume udem telapak kaki tikus.
Variabel terkendali adalah variabel yang mempengaruhi
variabel
tergantung sehingga perlu dinetralisir atau ditetapkan
kualifikasinya agar hasil
-
28
yang didapatkan tidak tersebar dan dapat diulangi peneliti lain
secara tepat.
Variabel terkendali yang dimaksut dalam penelitian ini adalah
kondisi fisik hewan
uji meliputi berat badan, usia, lingkungan, galur dan jenis
kelamin, kondisi
laboraturium, metode uji dan alat yang digunakan, serta kondisi
peneliti.
3. Definisi operasional variabel utama
Pertama, daun sirih merah dan daun sembukan adalah daun segar
yang
diperoleh pada bulan januari 2017 dari daerah Tawangmangu,
Karanganyar, Jawa
Tengah.
Kedua, serbuk daun sirih merah dan daun sembukan adalah
simplisia yang
sudah mengalami pengeringan, dan diblender kemudian diayak
dengan derajat
halus nomor 40.
Ketiga, etanol 96% adalah pelarut yang digunakan sebagai
penyarian
dalam metode maserasi yang berfungsi sebagai penyari bahan aktif
daun sirih
merah dan daun sembukan.
Keempat, ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan
adalah
ekstrak kental daun sirih merah dan daun sembukan yang
dihasilkan dari metode
maserasi dengan pelarut etanol 96% v/v selama 5 hari yang
kemudian dipekatkan
dengan vaccum rotary evaporator.
Kelima, hewan uji adalah tikus jantan jenis galur wistar,
berumur 2-3
bulan, sehat dan berat badan berkisar 180 - 200 gram, yang
diperoleh dari
Laboratorium Universitas Setia Budi.
Keenam, karagenin masuk kedalam tubuh tikus akan merangsang
pelepasan mediator radang sehingga menimbulkan radang akibat
antibodi tubuh
beraeaksi terhadap antigen tersebut untuk melawan
pengaruhnya.
Ketuju, efek antiinflamasi adalah persentase kemampuan bahan uji
untuk
menurunkan edema pada kaki tikus yang diinduksi oleh karagenin
dan diukur
dengan plestismometer.
C. Alat dan bahan
1. Alat
1.1. Alat pembuatan ekstrak. Alat yang digunakan untuk
pembuatan
ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan yaitu blender,
ayakan no. 40,
-
29
oven, timbangan analitik, gelas ukur, beaker glass, botol
maserasi, erlenmeyer,
corong kaca, kain flanel, kertas saring dan vaccum rotary
evaporator.
1.2. Alat uji kualitatif. Alat yang digunakan untuk uji
kualitatif ekstrak
etanol daun sirih merah dan daun sembukan adalah tabung
reaksi.
1.3. Alat uji antiinflamasi. Alat yang digunakan untuk uji
antiinflamasi
meliputi kandang tikus lengkap dengan tempat makan dan minum,
canule untuk
pemberian secara oral, spuit injeksi untuk pemberian perlakuan
secara injeksi,
gelas ukur untuk mengukur volume larutan yang akan diberikan
kepada hewan
uji, stopwatch, dan pletismometer air raksa.
2. Bahan
2.1.Bahan sampel. Bahan sampel yang digunakan dalam penelitian
ini
adalah daun sirih merah dan daun sembukan yang diambil pada
bulan Januari
2017 dari daerah Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
2.2. Bahan penyari. Bahan penyari yang digunakan untuk
mendapatkan
ekstrak etanol daun sirih merah dan daun sembukan adalah etanol
96%. Bahan
untuk uji kualitatif adalah aquades, etanol, metanol, HCl, asam
asetat anhidrat,
kloroform, asam sulfat pekat, larutan Mayer, larutan Dragendorf,
Fenil butazon
sebagai pembanding positif, CMC 1% sebagai pembanding negatif,
karagenin 1%
sebagai pembuat edema dan larutan NaCl 0,9% sebagai
pelarutnya.
2.3. Hewan uji. Tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur
Wistar
sebanyak 35 tikus dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 200-250
gram.
D. Jalanya Penelitian
1. Determinasi simplisia
Determinasi tanaman bertujuan untuk menetapkan kebenaran
yang
berkaitan dengan ciri-ciri organoleptis dan morfologi daun sirih
merah dan daun
sembukan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Biologi
Fakultas
Matematika dan Ilm